Laporan Field Lab Imunisasi
-
Upload
rachmania-budiati -
Category
Documents
-
view
175 -
download
1
Transcript of Laporan Field Lab Imunisasi
KEGIATAN IMUNISASI BALITA
DI UPT PUSKESMAS WONOGIRI I
Oleh :
KELOMPOK 7
Ida Bagus Ananta W. G0011113R. A. Sitha Anisa P. G0011161Rachmania Budiati G0011163Arga Scorpianus G0011035Rifqi Hadyan G0011171Dhia Ramadhani G0011073Egtheastraqita C. G0011081Ery Radiyanti G0011085Fitri Febrianti R. G0011095Riyan Angga P. G0011179Siti Nur Hidayah G0011199
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep paradigma sehat di dalam pembangunan kesehatan adalah
pembangunan kesehatan yang lebih memprioritaskan upaya promotif dan
preventif dibandingkan kuratif dan rehabilitatif. Program imunisasi
merupakan salah satu upaya preventif yang telah terbukti sangat efektif
menurunkan angka kesakitan dan kematian serta kecacatan pada bayi dan
balita.
Saat ini, kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sebagai salah satu bentuk nyata
komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium Development Goals
(MDGs). Tujuan utama kegiatan imunisasi adalah menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I). PD3I adalah penyakit-penyakit menular yang sangat
potensial untuk menimbulkan wabah dan kematian terutama balita seperti
Hepatitis B, TB (Tuberkulosis), DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), Polio, dan
Campak. Menurut data terakhir WHO, kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa
per tahun akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I),
misalnya tetanus 198.000 (14%), dan campak 540.000 (38%). Penyakit
tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis, dan campak
mengakibatkan kematian sekitar 4 juta anak terutama di Negara berkembang.
Tanpa imunisasi sekitar 3 dari 100 anak akan meninggal dunia karena
penyakit campak, dan 2 dari 100 anak akan meninggal dunia karena batuk
reja serta 1 dari 100 anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dari setiap
200.000 anak, 1 anak akan menderita penyakit polio.
Berdasarkan laporan WHO, 87 negara dari 193 anggotanya memiliki
angka kejadian hepatitis B kronis yang tinggi (≥ 8 %). Pada 2006, 50 % dari
135 juta bayi baru lahir di dunia berisiko terinfeksi hepatitis B sehingga
berpotensi menjadi hepatitis kronis B yang dapat berakibat kanker hati.
Di Amerika Serikat, penyebaran virus polio liar berhenti sekitar 1979,
sementara di Eropa virus tersebut sudah hilang sejak 1991.
Pada tahun 2000 di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus Difteri dan
3.000 orang (10 %) diantaranya meninggal karena Difteri. Sedangkan untuk
kasus pertusis diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kasus
berdampak pada kematian di dunia.
Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000 - 40.000 anak di
Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap
dua puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak. Virus
hepatitis B ditemukan pada 2,1 - 0,7 % ibu hamil. Penularan hepatitis B pada
bayi baru lahir saat persalinan dari ibu pengidap penyakit hepatitis B berisiko
tinggi (sampai dengan 90 %) selanjutnya bayi akan menjadi hepatitis B kronis
dan dapat menderita kanker hati kelak. Vaksinasi polio dilakukan sejak 1980,
sehingga sepanjang kurun waktu 1995 sampai 2005 tidak ditemukan kasus
poliomyelitis. Namun, sejak Maret 2005, ditemukan penderita di Desa
Girijaya, kecamatan Cidahu, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat,
mengakibatkan 307 anak cacat seumur hidup. Dengan adanya vaksinasi polio
rutin dan vaksin tambahan di seluruh Indonesia melalui Pekan Imunisasi
Nasional, penyebaran virus dapat dihentikan sehingga sejak 2006 sampai
sekarang tidak ditemukan lagi kasus polio baru. Angka kejadian TB masih
tinggi, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan Cina.
Diperkirakan penderita tuberculosis tahun 2006 sekitar 234 orang per 100.000
penduduk. Sedangkan menurut WHO, 175.000 orang di Indonesia setiap
tahun meninggal dunia karena tuberculosis dan terdapat 450.000 kasus baru
setiap tahun. Menurut laporan di beberapa Rumah Sakit di Indonesia,
kematian penderita Difteri berkisar 32,5 % - 37,14 %.
Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi diukur dengan pencapaian
Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan, yaitu minimal 80% bayi
di desa/ kelurahan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Persentase
pencapaian UCI di tingkat desa/kelurahan di Indonesia dari tahun 2004
sampai tahun 2008 cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 (69,43
%), 2005 (76,23 %), 2006 (73,26 %), 2007 (71,18 %), dan 2008 (74,02 %)
(Depkes, 2008).
Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh
desa/kelurahan mencapai 100% UCI atau 90% dari seluruh bayi di
desa/kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari
BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Guna mecapai target 100%
UCI desa/kelurahan pada tahun 2014 perlu dilakukan berbagai upaya
percepatan melalui Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional untuk mencapai
UCI (GAIN UCI) seperti yang telah ditetapkan dalam Keputusan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomer :
482/MENKES/SK/IV/2010 tentang Gerakan Akselarasi Imunisasi Nasional
Universal Child Immunization 2010-2014 (GAIN UCI 2010-2014). GAIN
UCI merupakan upaya terpadu berbagai sektor terkait dari tingkat Pusat
sampai Daerah untuk mengatasi hambatan serta memberikan dukungan untuk
keberhasilan pencapaian UCI desa/kelurahan.
Berdasarkan angka kematian balita akibat PD3I yang ada, maka masih
sangat diperlukan upaya-upaya dari instasi kesehatan untuk meningkatkan
program imunisasi demi terwujudnya eradikasi penyakit terkait PD3I,
mengingat masih banyak desa yang merupakan kantong rentan terhadap
penyakit khususnya kawasan terisolir. Keberhasilan pelaksanaan program
imunisasi sangat membutuhkan dukungan dan partisipasi dari semua elemen
masyarakat dan tak lepas dari peran petugas pelayanan kesehataan setempat.
Penting bagi mahasiswa FK UNS sebagai calon tenaga medis untuk
mempelajari dasar-dasar imunisasi di tempat pelayanan kesehatan sebagai
bekal nantinya saat terjun di tengah-tengah masyarakat.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan dari serangkaian kegiatan field lab topik imunisasi yang telah
dilakukan mahasiswa adalah agar mahasiswa mampu melakukan tindakan
imunisasi
2. Tujuan khusus
a. Mampu menjelaskan tentang dasar-dasar imunisasi dan imunisasi dasar
di Indonesia
Mampu melakukan manajemen program dan prosedur imunisasi dasar
bayi dan balita, anak sekolah, ibu hamil, dan calon pengantin wanita di Puskesmas
mulai dari perencanaan, cold chain vaksin, pelaksanaan (termasuk penanganan
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi/KIPI), pelaporan, dan evaluasi keberhasilan
program imunisasi .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunisasi
Imunisasi atau pemberian vaksin telah lama digunakan untuk mencegah
penyakit ( Humas Kliping UI, 2006). Menurut hikayat Raja Pontus, dia
melindungi dirinya dari keracunan makanan dengan cara minum darah itik, dan
penggunaan hati anjing gila untuk pengobatan rabies. Pembuatan vaksin sendiri
baru dimulai tahun 1877 oleh Pasteur menggunakan kuman hidup yang
dilemahkan yaitu untuk vaksinasi cowpox dan smallpox; pada tahun 1881 mulai
dibuat vaksin anthrax dan tahun 1885 dimulai pembuatan vaksin rabies (Parish,
1965).
Lain halnya di Indonesia, sejarah imunisasi dimulai pada tahun 1956 dengan
imunisasi cacar; dengan selang waktu yang cukup jauh yaitu pada tahun 1973
mulai dilakukan imunisasi BCG untuk tuberkulosis, disusul imunisasi tetanus
toxoid pada ibu hamil pada tahun 1974; imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus)
pada bayi mulai diadakan pada tahun 1976. Pada tahun 1977 WHO mulai
menetapkan program imunisasi sebagai upaya global dengan EPI (Expanded
Program on Immunization) dan pada tahun 1981 mulai dilakukan imunisasi polio,
tahun 1982 imunisasi campak mulai diberikan, dan tahun 1997 imunisasi hepatitis
mulai dilaksanakan (Subdit Imunisasi, 2004).
Imunisasi pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit
atau sakit ringan (Matondang & Siregar, 2005).
Kekebalan seseorang terhadap penyakit infeksi terbentuk akibat respons
tubuhnya terhadap mikroorganisme penyebab penyakit. Sistem kekbalan kita
mengenal mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit yang disebut
antigen. Terdapat dua jalur pertahanan dalam tubuh manusia yaitu adalah imunitas
lahiriah (imunitas non spesifik) dan imunitas yang didapat setelah lahir (imunitas
spesifik). (Satgas Imunisasi PP IDAI, 2011)
Respons imun spesifik dibagi dua yaitu respons antibodi dan respons imun
seluler. Respons antibodi disebut juga respons humoral yang bereaksi secara
spesifik terhadap antigen yang bebas di sirkulasi dan jaringan, seperti kuman
difteri, tetanus, pneumokok, H. influenzae dan kuman pertusis. Jika limfosit yang
pertama kali dirangsang oleh mikroorganisme patogen yang masuk ke dalam sel
tubuh, maka mikroorganisme akan dikenali oleh sel T yang akan memperbanyak
diri dan menghancurkan mikroorganisme tersebut. Selain itu sebagai sel T akan
berubah menjadi sel memori yang akan dengan cepat bertambah banyak jika
organism yang sama datang lagi. (Satgas Imunisasi PP IDAI, 2011)
Selain itu, tubuh juga membentuk sel B memori yang perannya sangat penting
dalam pertahanan tubuh. Sel B memori akan bersirkulasi dalam darah dan kelenjar
getah bening selama ini bertahun-tahun dan siap melawan antigen yang sama di
kemudian hari. Respons imun seluler akan mengenal antigen yang berada di
dalam sel dan menghancurkannya. (Satgas Imunisasi PP IDAI, 2011)
B. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
1. Difteri
Penyakit yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphteriae dengan
gejala panas lebih kurang 38oC disertai adanya pseudo membran (selaput tipis)
putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring, tonsil) yang tak mudah lepas
dan mudah berdarah. Dapat disertai nyeri menelan, leher membengkak seperti
leher sapi (bull neck) dan sesak nafas disertai bunyi (stridor) dan pada
pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri.
2. Pertusis
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bardetella pertusis dengan gejala
batuk beruntun dan pada akhir batuk menarik nafas panjang terdengar suara “hup”
(whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Serangan batuk lebih sering pada
malam hari. Akibat batuk yang berat dapat terjadi pedarahan selaput lendir mata
(conjunctiva) atau pembengkakan di sekitar mata (oedema periorbital). Lamanya
batuk bisa mencapai 1-3 bulan dan penyakit ini sering disebut penyakit 100 hari.
Pemeriksaan lab pada apusan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis
(Bordetella pertussis).
3. Tetanus
Penyakit disebabkan oleh Clostridium tetani dengan terdiri dari tetanus
neonatorum dan tetanus. Tetanus neonatorum adalah bayi lahir hidup normal dan
dapat menangis dan menetek selama 2 hari kemudian timbul gejala sulit menetek
disertai kejang rangsang pada umur 3-28 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka,
demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai
perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur di atas 1 bulan.
4. Tuberkulosis
Penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosa menyebar melalui
pernapasan lewat bersin atau batuk, gejala awal adalah lemah badan, penurunan
berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya
adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan dapat terjadi batuk darah.
5. Campak
Penyakit yang disebabkan oleh virus measles, disebarkan melalui droplet
bersin atau batuk dari penderita, gejala awal penyakit adalah demam, bercak
kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah), selanjutnya timbul ruam
pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh, tangan serta kaki.
6. Poliomielitis
Penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga
virus yang berhubungan, yaitu virus polio type 1, 2, atau 3. Secara klinis penyakit
polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut
(acute flaccid paralysis/AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran
manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam,
nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa
terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.
7. Hepatitis B
Penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati.
Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi
selama proses persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya
tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah lemah, gangguan perut dan
gejala lain seperti flu, urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna
kuning bisa terlihat pula mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan
menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian.
8. Meningitis Meningokokus
Penyakit akut radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
meningitidis. Meningitis penyebab kematian dan kesakitan diseluruh dunia, CFR
melebihi 50%, tetapi dengan diagnosis dini, terapi modern dan suportif CFR
menjadi 5 - 15%. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan
kemoprofilkasis untuk orang-orang yang kontak dengan meningitis dan karier.
(muchlastriningsih, 2005). Pemerintah sejak tahun 1977 telah mengembangkan
program imunisasi untuk menangani PD3I diatas sesuai jadwal dan vaksin yang
khusus (Kemenkes, 2004).
C. Jadwal Imunisasi dan Vaksinasi
Vaksin hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, karena vaksinasi
HepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai
penularan dari ibu kepada bayinya segera setelah lahir. Jadi imunisasi HepB-1
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, mengingat sedikitnya 3,9% ibu hamil
mengidap hepatitis B aktif dengan resiko penularan kepada bayi sebesar 45%.
Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1 bulan setelah imunisasi HepB-
1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Imunisasi HepB-3 diberikan pada umur 6
bulan. (Satgas Imunisasi PP IDAI, 2011)
Vaksinasi BCG optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Bila
vaksin BCG akan diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
Bila uji tuberkulin pra-BCG tidak dimungkinkan, BCG dapat diberikan, namun
harus diobservasi dalam 7 hari. Bila ada reaksi lokal cepat di tempat suntikan
(accelerated local reaction), perlu dievaluasi lebih lanjut (diagnostik TB).
Vaksinasi BCG ulangan tidak dianjurkan.
Imunisasi DTP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan ( DTP tidak
boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan jarak 4-8 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib.
DTP-1 diberikan pada umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTP-3 pada
umur 6 bulan. Ulangan DTP selanjutnya diberikan satu tahun setelah DTP-3 yaitu
pada umur 18-24 bulan dan DTP-5 pada saat mausk sekolah dasar umur 5 tahun.
Vaksin polio diberikan 5 kali sejak bayi lahir. Polio-0 diberikan saat bayi
meninggalkan rumah sakit /rumah bersalin agar tidak mencemari bayi lain karena
virus polio vaksin dapat dikeluarkan melalui tinja. Untuk imunisasi polio dasar
(polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi
tidak kurang dari 4 minggu. Vaksinasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak
imunisasi polio-4 dan imunisasi selanjutnya dilakukan saat masuk sekolah (5-6
tahun).
Vaksin campak disuntikkan pada umur 9 bulan. Dari hasil studi Badan
Penelitian dan pengembangan dan Dirjen PPM&PL Kementrian Kesehatan di 4
provinsi, 18,6-32,6% anak sekolah mempunyai kadar campak di bawah batas
perlindungan, sehingga dijumpai kasus campak pada anak usia sekolah. Karena
itu selain vaksinasi umur 9 bulan, vaknisasi campak dapat diberikan pada
kesempatan kedua pada mur 6-59 bulan dan SD kelas 1-6.
Vaksin Hib (Haemophillus influenza tipe b) disuntikkan pada umur 2, 4
dan 6 bulan, dapat diberikan dalam bentuk kombinasi, yang bertujuan untuk
mempersingkat jadwal vaksinasi, mengurangi jumlah suntikkan dan mengurangi
kunjungan. Vaksin Hib perlu diulang pada umur 15 bulan.
Vaksin pneumokokus dapat diberikan pada umur 2, 4, 6, 12-15 bulan.
Pada umur 7-12 bulan, diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur > 1
tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur >
12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2
tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Vaksin influenza berisi dua virus influenza subtipa A dan subtype
B.Vaksin influenza untuk mencegah flu berat yang disebabkan oleh virus
influenza. Vaksin influenza disuntikkan pada anak umur 6-23 bulan, setiap tahun.
Untuk vaksinasi primer anak diberikan pada umur 6 bulan - <9 tahun.diberikan 2
kali dengan interval minimal 4 minggu.
Vaksin MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan jika anak belum
mendapat vaksinasi campak pada umur 9 bulan. Selanjutnya vaksinasi ulangan
diberikan [ada umur 5-7 tahun.
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu,
dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin
rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak
melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen : dosis ke-1 diberikan
umur 6-12 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3
diberikan pada umur < 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis
dengan interval minimal 4 minggu.
BAB III
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN
Kelompok A7 mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan field lab di
Puskesmas Wonogiri I yang terletak di desa Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri,
Kabupaten Wonogiri. Kegiatan field lab keterampilan imunisasi dilaksanakan
dalam 3 kali pertemuan.
A. Pertemuan I Selasa , 27 Maret 2012
Kegiatan yang kami lakukan pada minggu pertama field lab di
Puskesmas Wonogiri I adalah mendapat bimbingan dari dr. Pitut Kristiyanta
Nugraha, MM selaku kepala Puskesmas Wonogiri I. Kami mendapat
pengarahan tentang keterampilan imunisasi . Setelah dijelaskan tentang
materi imunisasi , kami dijelaskan oleh yaitu Bapak Tari Hutomo, AMG
selaku ketua Pokja Gizi tentang 7 pokja , asupan gizi yang baik diberikan
pada bayi dan balita, dan penanganan-penanganan dalam masalah gizi pada
bayi dan balita . Kami mendapat pengerahan dari Ibu Marmi tentang
pengenalan alat imunisasi , vaksin-vaksin yang digunakan untuk imunisasi ,
cara penyimpanan vaksin yang benar , dan perhitungan sasaran dan target
cakupan . Kami mendapat pengarahan dari instruktur lapangan Ibu Idayu K.
E, SKM selaku ketua Pokja Promosi Kesehatan dan instruktur lapangan ,
beliau menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan
ke 2 dan ke 3 , pembagian kelompok kecil , dan pengarahan tentang sistem
pembuatan laporan field lab .
Kelompok kami terdiri dari 11 mahasiswa yang dibagi menjadi 3
kelompok yang ditentukan dengan cara diundi namanya secara acak untuk
pelaksanaan observasi pada pertemuan kedua. Berikut ialah rincian
pembagian kelompok kecil:
1. Kelompok 1 : Rifqi Hadyan , Fitri Febrianti Ramadhan ,
Egtheastraqita Chitivema , R.A. Sitha Anisa
2. Kelompok 2 : Riyan Angga Putra , Ery Radiyanti ,
Rachmania Budiati , Ida Bagus Ananta
3. Kelompok 3 : Arga Scorpianus , Siti Nurhidayah , Dhia
Ramadhani
Tiap kelompok tersebut melakukan kegiatan observasi imunisasi
terhadap 20 bayi .
B. Pertemuan II Rabu, 28 Maret 2012
Pertemuan kedua, setiap kelompok kecil melakukan penerapan
pendekatan MTBS dan MTBM secara langsung sesuai arahan yang
diberikan. Kelompok 1 dan kelompok 2 melakukan home visit untuk
penerapan MTBM di rumah penduduk sekitar, sedangkan kelompok 3,4,5
melakukan penerapan MTBS di Puskesmas Wonogiri I.
1. Kelompok 1 (MTBM)
Kelompok 1 beranggotakan Nur Zahratul Jannah dan Putri Dini
Azika. Kami melakukan kunjungan ke rumah keluarga Ibu Pariani
Widayani di Banaran RT 02 RW 10, Wonoboyo, Wonogiri. Ibu Pariani
memiliki seorang anak laki-laki berusia 14 hari yang bernama Adrian
Heraldi Adinata. Adrian adalah anak pertama yang lahir pada tanggal 28
Maret 2012 dengan berat lahir 3960 gram. Hasil pemeriksaan suhu dan
berat badan per axilla 36,4 Celcius dan berat badan 4000 gram.
Penilaian MTBS yang kami lakukan lakukan sesuai dengan form
MTBS untuk bayi muda umur 1 hari sampai 2 bulan. Pada bayi, tidak
terdapat riwayat kejang, sehingga klasifikasi kemungkinan kejang adalah
negatif atau normal. Hasil pemeriksaan jumlah nafas 41 kali permenit.
Bayi tidak tampak biru, tidak dijumpai tarikan pada dinding dada, bayi
merintih, maupun pernafasan cuping hidung.
Kami memeriksa hipotermia pada langkah selanjutnya. Pada bayi
didapatkan suhu tubuh per axilla 36,4 Celcius dengan menggunakan
termometer digital. Pada bayi tidak didapatkan hipotermia, tidak
didapatkan sklerema (bagian tubuh bayi yang berwarna merah dan
mengeras), serta tidak teraba dingin pada ekstrimitas. Bayi juga
menunjukkan gerakan yang normal.
Kami tidak menjumpai tanda-tanda infeksi bakteri pada bayi, tidak
didapatkan kejang, gangguan nafas, malas minum / tidak bisa minum
dengan atau tanpa muntah, sklerema, ubun-ubun cembung, suhu tubuh
<36 C atau >37,5 C, pustul, mata bernanah, nanah keluar dari telinga,
pusar kemerahan atau berbau busuk. Tindakan yang kami lakukan
adalah mengedukasi mengenai perawatan bayi dirumah dan asuhan dasar
bayi muda.
Pemeriksaan ikterus juga kami lakukan. Hasil pemeriksaan tidak
didapatkan ikterus maupun tinja yang berwarna pucat, sehingga
kemungkinan gangguan saluran cerna, hasilnya adalah negatif / tidak ada
gangguan pada saluran cerna. Bayi tidak muntah, bayi tampak tenang,
tidak gelisah maupun rewel, perut tidak kembung dan tegang, tidak
teraba benjolan atau masa di perut, sekrtesi air liur normal, buang air
besar lancar dan normal, ada lubang anus, dan tidak diare.
Hasil pemeriksaan menunjukkan berat badan lahir bayi normal, tidak
terdapat gangguan minum asi dengan frekuensi minum ASI adalah 6
hingga 8 kali perhari. Selain diberikan ASI, bayi juga diberi susu formula
2 kali sehari, masing-masing sebanyak 200 ml. Alat yang digunakan
untuk memberi susu formula adalah dot bayi. Pada bayi tidak terdapat
luka atau bercak putih dimulut dan tidak ada celah pada bibir dan langit-
langit. Penilaian status imunisasi, bayi telah mendapatkan imunisasi yang
sesuai dengan umur, yaitu Hepatitis B1 ketika lahir.
2. Kelompok 2 (MTBM)
Kelompok 2 beranggotakan Ema Nur Fitriana dan Kristiana
Margareta. Kami melakukan kunjungan rumah di rumah Ibu Anis Nurleli
di Desa Wonoboyo RT 03 RW 09, kecamatan Wonogiri. Ibu Anis Nurleli
39 tahun yang 1,5 bulan yang lalu melahirkan anak ketiganya secara
normal. Kami melakukan kunjungan rumah untuk penerapan MTBM.
Bayi bernama Najida berumur 6 minggu dilahirkan normal dengan
bantuan bidan. Berat lahir 4000 gram, panjang 53 cm, berat badan 5300
gram dan suhu tubuh 36,9oC. Hasil anamnesis diketahui bahwa ini adalah
kali pertama Najida dilakukan pemeriksaan MTBM dan sedang tidak
mengalami suatu keluhan.
Riwayat dahulu, Najida dilahirkan maju 1 bulan dari perkiraan
dokter dan Ibu Anis pernah hampir terpeleset saat sedang mengandung
Najida. Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, Ibu Anis
memeriksakan kandungannya ke dokter dan dari hasil pemeriksaan letak
bayi menjadi melintang, kemudian dokter memberikan Ibu Anis obat
untuk diminum selama 5 hari, dan selang beberapa hari setelah itu Najida
dilahirkan secara normal tanpa kelainan apapun. Data yang kami peroleh
juga Ibu Anis tidak mempunyai riwayat Diabetes Militus gestasional,
hipertensi, Eklamsia, maupun kelaianan lain yang berisiko terhadap
kandungannya.
Kami juga memeriksa adakah riwayat kejang dan tanda bahaya lain
pada Najida, dan hasilnya adalah negatif. Hitung napas Najida 35
kali/menit dengan periode napas berhenti sekitar 5 detik, tidak tampak
biru, tidak ada tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak merintih, tidak ditemukan kemungkinan
infeksi bakteri, tidak tampak kuning, tidak muntah, tidak rewel, tidak
gelisah dan tidak ada darah dalam tinja, tidak mengalami diare.
Pemeriksaan kemungkinan berat badan rendah dan/atau masalah
pemberian ASI dilakukan dengan anamnesis, berat Najida saat lahir
adalah 4000 gram, tidak ada masalah dalam pemberian ASI, dan
intensitas pemberian ASI dalam sehari lebih dari 8 kali. Berdasarkan
keterangan orang tua, didapatkan bahwa Najida tidak diberi
makanan/minuman lain selain ASI. Najida secara fisik tidak terdapat
celah bibir/langit-langit, luka, bercak putih di mulut, dan sudah diberi
ASI 1 jam yang lalu. Hasil pengamatan praktek posisi menetek Najida
sudah benar, melekat dengan baik dan menghisap dengan efektif, serta
telah diberi imunisasi Heptitis B, BCG dan Polio.
3. Kelompok 3 (MTBS)
Kelompok 3 beranggotakan Ensan Galuh Pertiwi dan Wisnu Yudho
Hutomo. Kami mendapatkan kesempatan untuk melakukan MTBS pada
anak bernama Syifa yang datang bersama ibunya ke Puskesmas Wonogiri
I. Kami mendapati balita tampak sakit dan suhu tubuh teraba panas.
Penatalaksanaan dimulai dari identitas, heteroanamnesis sesuai dengan
daftar pada formulir MTBS kepada ibu dari Syifa. Hasil anamnesis
didapatkan balita sakit dengan nama Syifa usia 3 tahun, keluhan utama
batuk, pilek, serta tidak nafsu makan. Pertanyaan kemudian dilanjutkan
sesuai dengan form MTBS sambil dilakukan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran antropometri dengan
mengukur tinggi badan Syifa selanjutnya dilakukan pemeriksaan nafas
dengan mengamati nafas selama satu menit, didapatkan hasil nafas 33x
permenit, tidak ada stridor ataupun dinding dada yang tertarik ke dalam.
Suhu tubuh Syifa diukur dengan termometer raksa dengan meminta
bantuan pada ibu balita sakit untuk membantu dan didapatkan hasil
37,5°C.
Penatalaksanaan dilanjutkan dengan mengarahkan ibu Syifa dan
Syifa ke ruang KIA untuk dilakukan pemeriksaan oleh dokter agar
diketahui diagnosis lebih pasti. Di ruang KIA dokter melakukan
pemeriksaan pada Syifa sedangkan kami mengamati dan mendengarkan
masukan dari dokter. Setelah pemeriksaan selesai dilakukan kemudian
dokter membuatkan resep dan kami mengantarkan ibu Syifa dan Syifa
untuk mengambil obat.
4. Kelompok 4 (MTBS)
Kelompok 4 beranggotakan Raden dan Farida, mendapati balita sakit
bernama Septian yang berusia 1 tahun 6 bulan dengan berat badan 10 kg
dan tinggi badan 80,5 cm. Anak tersebut datang bersama kedua orang
tuanya dengan keluhan flu dan batuk. Raden melakukan pemeriksaan
fisik, sedangkan Farida menanyakan hal-hal sesuai formulir MTBS.
Balita Septian termasuk balita yang agak rewel dan susah untuk
diperiksa.
Kami berusaha menenangkan balita Septian dengan bantuan orang
tuanya kemudian kami melakukan pemeriksaan berdasarkan formulir
MTBS. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien flu dan batuk,
tidak ada tanda bahaya umum, suhu tubuh 37,2°C, tidak anemis, napas
sebanyak 44 kali permenit, tidak terdapat kelainan pada telinga serta
tidak nampak kurus maupun gemuk. Berdasarkan alloanamnesis terhadap
orang tuanya, anak tersebut sudah 2 hari flu dan batuk, berat badan turun
1 kg, nafsu makan menurun, tidak diare, imunisasi lengkap dan sudah
diberi vitamin A. Anak tersebut masih minum ASI, namun sudah mau
makan nasi dan sayur.
Raden dan Farida lalu mengantarnya ke ruang KIA (Kesehatan Ibu
dan Anak) untuk pemeriksaan lanjut dan pemberian terapi oleh dokter
puskesmas. Mereka diarahkan menuju apotek untuk pengambilan obat
setelah diberi resep obat oleh dokter poli KIA.
5. Kelompok 5 (MTBS)
Kelompok lima beranggotakan Bobbi Juni Saputra, Dwi
Rachmawati H, dan Nimas Ayu Suri Patriya. Giliran kegiatan MTBS
oleh kelompok kelima dimulai pada pukul 09:00. Kelompok kelima
mendapatkan balita bernama Hanif. Balita Hanif cukup rewel dan agak
susah untuk dilakukan pemeriksaan. Kami berusaha melakukan
pendekatan kepada balita Hanif agar dapat dilakukan pemeriksaan.
Setelah itu, kami melakukan pemeriksaan sesuai dengan tatalaksana
formulir MTBM balita sakit umur 2 bulan sampai 5.
Hasil pemeriksaan didapatkan balita Hanif berumur 48 bulan, berat
badan 11 kg, dan tinggi badan 92,5 cm dengan keluhan diare.
Pemeriksaan dilakukan secara anamnesis dan pengamatan dengan hasil
tidak ditemukan adanya tanda bahaya umum seperti tidak bisa minum
atau menetek, tidak memuntahkan semua makanan, tidak kejang dan
letargis atau tidak sadar, tidak mengalami batuk, diare sejak satu hari
yang lalu, tidak ditemukan darah namun lendir dalam tinja, tidak
mengalami demam saat ini namun pada 5 hari yang lalu.
Usai melaksanakan kegiatan MTBS dilakukan konsultasi dan
pembahasan mengenai kasus yang ada oleh Ibu Asli dan Bapak Hutomo.
C. Pertemuan III Rabu, 4 April 2012
Pertemuan ketiga direncanakan untuk kegiatan seminar (presentasi
hasil) kegiatan field lab MTBS di ruang aula Puskesmas Wonogiri I.
Seminar ini akan dihadiri oleh tujuh Pokja yaitu Pokja Admin (Suseno, HS),
Pokja Yanmen (dr. Indri S), Pokja Kesga (Aslihatut T, AM.Keb), Pokja Gizi
(Tari Hutomo, AMG), Pokja P2 (H. Marsudi, S.Kep), Pokja Kesling
(Bambang H, Am.KL), Pokja Promkes (Idayu KE, SKM), Bendahara (Dwi
Rahmanti, SKM) dan Dokter Poli KIA (Tri Rahayu Sutanti, dr.).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel: Daftar Identitas Bayi beserta Jadwal Imunisasinya Tanggal 1 Mei
2012
No Nama Bayi Nama Orang
Tua
Alamat Umur
(bulan)
Berat
Badan
Jenis
Imunisasi
yang
Diberikan
1 M. Wildan Aprilia Dwi Pokok 3 5.6 DPT/HB 2,
Polio 3
2 Rahmad
W.
Suyoto Bulusulur 4 7.6 DPT/HB 3,
Polio 4
3 Armeta D.
A.
Didik S. Semin W 9 8.4 Polio 4,
Campak
4 Satria Ardi Jati Bedug Triyanto 2 5.5 DPT/HB 1,
Polio 2
5 Fina Davit Sumberejo 10 7 Campak
6 Joevita Suparjo Lemah Ireng 3,7 5.2 DPT/HB 2,
Polio 3
7 Arya Marsikin Sumberejo 9 6.5 Campak
8 Nabila
Jihan
Kusmanto Pokok 2,5 4.5 DPT/HB 1,
Polio 2
9 Arfo Setyo Kurang DPT/HB 2 ,
2 bulan Polio
10 Narendra Joko P. Geneng 5.2 - DPT/HB 1,
Polio 2
11 Alya
Deyvi
Panji Semin W 4.5 4.9 DPT/HB 3,
Polio 4
12 M. Saka Sumadi Jati Bedug 4 7.1 DPT/HB 3,
Polio 4
13 Nikita Ribut Geneng 2 4.5 DPT/HB 1,
Polio 2
14 Devi Supriyadi Bulusulur 4.13 5.6 DPT/HB 3,
Polio 4
15 Mifta Tuqi Tri H. Geneng 9 7.9 Polio 4,
Campak
16 Naumi Beni Pokok 2 4.5 DPT/HB 1,
Polio 2
17 Qiana Zea Sangga Pokok 19 hari 3 BCG, Polio 1
18 Fathin
Putri
Suranto Pokok 21 hari 3 BCG, Polio 1
19 Zivara Suranto Groglon 19 hari 4.2 BCG, Polio 1
20 Kurniawan Siswanto Ringinharjo 9 7.8 Campak
21 Sofia Putri
Utami
Heri Cubluk 3.5 5.5 DPT/HB 2,
Polio 2
22 Anugrah Sutarmo Bonaran 2.8 5.5 DPT/HB 1,
Polio 2
23 Ananda
gagah
Suroso Jati Bedug 5 6.8 DPT/HB 3,
Polio 4
24 Abimanyu Jumadi Bulusari 2 4.5 DPT/HB 1,
Polio 2
25 Yanuar Santana Bulusari 4 6.4 DPT/HB 2,
Polio 3
26 qunarsih Marsono Geneng 2.5 4.8 DPT/HB 1,
Polio 2
27 Azhaka Tarmin Malangsari 3 5.9 DPT/HB 2,
Polio 3
28 Nia Aulia Barono Sukorejo 4 5.7 DPT/HB 3,
Polio 4
29 Navis Sugeng P. Norogo 23 hari 3.3 BCG, Polio 1
30 Kemala Ratno Lemah Ireng 9 6.4 Campak
31 Defa Slamet Lemah Ireng 3 5.5 DPT/HB 2,
Polio 3
32 Khanza Wahyu Mloko Weta 9 8.6 Campak
33 Hanif Wardoyo Geneng 2 5.7 DPT/HB 1,
Polio 2
34 Satrio Sunarto Jatirejo 9.2 9.8 Polio 4,
Campak
35 Iqbal Domo Bulusari 1 3.6 BCG, Polio 1
36 Zaki Nabil Sandi Pokok 29 hari 3.7 BCG, Polio 1
37 Iyustisia Tukini Manjung W 23 hari 3.7 BCG, Polio 1
38 Hanif Purwanto Brubuh 4 6.8 DPT/HB 3,
Polio 4
39 Fasha Edi Suyitno Jati Bedug 9 7.1 Polio 4,
Campak
40 Daril Erik Kedungringin 2.5 5.8 DPT/HB 1,
Polio 2
41 Asifa Eri Nurjianto Lemah Ireng 4.5 5.5 DPT/HB 3,
Polio 4
42 Vransisca Petrus Kedungsono 1 2.9 BCG, Polio 1
43 Mahardika Tri
Mahardiyanto
Trines 1 4.5 BCG, Polio 1
44 Eka
Yuliana
Sriyono Kedungsono 9.5 6.4 Campak
45 Dwi
Suyanto
Sulardi Kedungsono 4 5.5 DPT/HB 3,
Polio 4
46 Hasan Slamet
Suradi
Pokok 3 7.5 DPT/HB 2,
Polio 3
47 Fara Umarwanto Wonosari 11 7.7 Campak
48 Reihan Tri Setyo N Samin W. 20 hari 3.9 BCG, Polio 1
49 Syarif G. Parta Wiro
Warurejo
9.5 9.2 Campak
50 Nadalia Edi Wonosari 4 6.5 DPT/HB 3,
Polio 4
51 Valintina Alex Bewresan 2.5 5.5 DPT/HB 1,
Polio 2
52 Vlavio Darmoade Geneng 4 6.9 DPT/HB 3,
Polio 4
53 Febriana Endra Jati Bedug 3 4.3 DPT/HB 1,
Polio 2
54 Bagus Supadi Bulusari 4 6.3 DPT/HB 3,
Polio 4
55 Panca Edi Kerjo Lor 9 9 Campak
56 Alivia Agung Kebonarum 10.5 7 Campak
57 Bella
Edqina
Beni Bulusari 2 4.7 DPT/HB 1,
Polio 2
58 Adiyasta Suratno Jatirejo 3 5.5 DPT/HB 2,
Polio 3
59 Fandy Nur Sihmiadi Pokok 9.5 7.1 Polio 4,
Campak
60 Anugrah Andri
Wibowo
Sanggrahan 4.5 5.1 DPT/HB 1,
Polio 2
61 Anaya Joko Tiyono Bulusari 2 3.8 DPT/HB 1,
Polio 2
62 Safira Eka
Hermawan
Bulusulur 4 5 DPT/HB 3,
Polio 4
63 Alsa Dedi Ngerca 2 4.6 DPT/HB 1,
Kristianto Polio 2
64 Salfa Agus Pengkol 29 2.2 BCG, Polio 1
65 Aufa Jausa Suratman Pelem 5.5 7 DPT/HB 3,
Polio 4
B. Pembahasan
Sebagian besar bayi telah mendapatkan imunisasi sesuai jadwal dan sejalan
dengan teori yang ada. Namun ada beberapa permasalahan pada beberapa bayi,
diantaranya:
1. Nama bayi : Armeta D. A.
Nama orang tua : Didik S.
Alamat : Semin W
Umur : 9 bulan
Berat Badan : 8.4 kg
Jenis Imunisasi : Polio 4, Campak
2. Nama bayi : Arya
Nama orang tua : Marsikin
Alamat : Sumberejo
Umur : 9 bulan
Berat Badan : 6.5 kg
Jenis Imunisasi : Campak
3. Nama bayi : Arfo Setyo
Nama orang tua : -
Alamat : -
Umur : -
Berat Badan : -
Jenis Imunisasi : -
4. Nama bayi : Mifta
Nama orang tua : Tuqi Tri H.
Alamat : Geneng
Umur : 9 bulan
Berat Badan : 7.9 kg
Jenis Imunisasi : Polio 4, Campak
5. Nama bayi : Sofia Putri Utami
Nama orang tua : Heri
Alamat : Cubluk
Umur : 3.5 bulan
Berat Badan : 5.5 kg
Jenis Imunisasi : DPT/HB2, Polio 2
6. Nama bayi : Satrio
Nama orang tua : Sunarto
Alamat : Jatirejo
Umur : 9.2 bulan
Berat Badan : 9.8 kg
Jenis Imunisasi : Polio 4, Campak
7. Nama bayi : Fasha
Nama orang tua : Edi Suyitno
Alamat : Jati Bedug
Umur : 9 bulan
Berat Badan : 7.1 kg
Jenis Imunisasi : Polio 4, Campak
8. Nama bayi : Vransisca
Nama orang tua : Petrus
Alamat : Kedungsono
Umur : 1 bulan
Berat Badan : 2.9 kg
Jenis Imunisasi : BCG, Polio 1
9. Nama bayi : Fandy Nur
Nama orang tua : Sihmiadi
Alamat : Pokok
Umur : 9.5 bulan
Berat Badan : 7.1 kg
Jenis Imunisasi : Polio 4, Campak
10. Nama bayi : Anugrah
Nama orang tua : Andri Wibowo
Alamat : Sanggrahan
Umur : 4.5
Berat Badan : 5.1
Jenis Imunisasi : DPT/HB 1, Polio 2
Seperti yang kita ketahui imunisasi mempunyai jadwalnya masing-masing.
Tetapi ada beberapa permasalahan yang kita dapatkan pada beberapa bayi yang
disebuttkan di atas.
1. Pergeseran jadwal imunisasi
1) Bayi Fandy Nur, Fasha, Satrio, Mifta, Armeta mendapatkan imunisasi
Polio 4 dan Campak secara bersamaan. Imunisasi Polio 4 seharusnya
diberikan pada umur 4 bulan dan Campak diberikan tersendiri pada
umur 9 bulan.
2) Bayi Anugrah dan Sofia Putri medapatkan imunisasi DPT/HB1 dan
Polio 2 di umur yang lebih dari 2 bulan. Imunisasi DPT/HB1 dan Polio
2 seharusnya dapat diberikan pada umur 2 bulan sesuai dengan jadwal
imunisasi.
Pergeseran jadwal imunisasi ini bisa terjadi karena beberapa alasan salah
satunya ketidakdisiplinan orang tua dalam membawa anaknya ke
puskesmas untuk mendapatkan imunisasi. Tetapi pada kenyataannya
beberapa imunisasi masih dapat diberikan kepada bayi sampai umur 11-12
bulan ( BCG dapat diberian sampai umur 11 bulan dan polio, campak,
DPT dapat diberikan sampai umur 12 bulan ). Walaupun pemberiannya
harus lengkap sesuai dengan imunisasi dasar yang diberikan termasuk
dosis yang tepat.
2. Sakit
Bayi Arya berumur 9 bulan datang ke puskesmas untuk mendapatkan
imunisasi campak tetapi karena demam maka dilakukan penundaan
imunisasi sampai Arya benar-benar sehat. Sebenarnya demam atau panas
bukan merupakan kontra indikasi dari pemberian imunisasi tetapi untuk
menghindari tingkat keparahan dari kejadian pasca imunisasi seperti
vaksin DPT yang mempunyai efek samping menimbulkan panas selain itu
untuk menghindari prasangka buruk dari masyarakat kepada petugas
puskesmas akan demam yang terjadi imunisasi tersebut.
3. Kurang umur
Bayi Arfo umur kurang dari 2 bulan datang ke puskesmas untuk
mendapatkan imunisasi DPT/HB 1 dan polio 2, tetapi imunisasi ini tidak
dapat diberikan karena kurang umur. Hal ini dapat terjadi karena
ketidaktahuan orang tua akan jadwal imunisasi yang tepat.
4. Kurang gizi
Bayi Vransiska umur 1 bulan dengan berat badan 2.9 kg di berikan
imunisasi BCG dan Polio 1. Sebenarnya bayi kurang gizi bukan
merupakan kontra indikasi oleh karena itu Vransiska tetap diberikan
imunisasi. Pihak puskesmas seharusnya memberikan edukasi kepada orang
tua tentang bagaimana pemberian makanan seimbang dan bergizi kepada
anak tersebut.
Timbangan yang digunakan dalam penimbangan berat badan bayi sebelum
imunisasi sudah rusak terutama pada kalibrasi timbangan sehingga hasil
penimbangan merupakan hasil yang kurang akurat dan hal ini akan berdampak
pada penentuan status gizi bayi yang bersangkutan. Sehingga perlunya penyediaan
timbangan yang layak pakai dan tidak mengacaukan hasil penimbangan dan
penentuan status gizi bayi.
Bayi yang ditimbang berat badannya sebaiknya menggunakan pakaian
seminimal mungkin agar hasil penimbangan yang didapatkan benar-benar
merupakan hasil yang akurat. Namun pada kenyataan di lapangan, banyak bayi
memakai pakaian yang berlebihan termasuk topi dan sepatu. Hal ini akan dapat
menjadi faktor perancu hasil penimbangan berat badan bayi dan penentuan status
gizinya. Sehingga hendaknya petugas puskesmas memberikan pengertian kepada
orang tua tentang perlunya penggunaan pakaian seminimal mungkin pada anaknya
sebelum ditimbang.
Air yang digunakan untuk sterilisasi pada daerah yang akan disuntik tidak
dijaga suhunya mulai dari awal pelaksanaan imunisasi yaitu pukul 7.30 WIB
hingga pelaksanaan imunisasi berakhir pukul 10.10 WIB. Akibatnya??? Sehingga
perlunya memantau suhu dan mengganti air tersebut sesegera mungkin setiap kali
didapatkan air yang digunakan dalam sterilisasi tersebut sudah tidak hangat lagi.
Beberapa orang tua tidak membawa buku KIA (Kesehatan Ibu Anak)
dengan berbagai alasan mulai dari lupa sampai dengan hilang, akibatnya terjadi
hambatan dalam pemantauan jadwal imunisasi sehingga petugas puskesmas
kesulitan menentukan jenis vaksin. Penentuan jenis vaksin yang akan diberikan
hanya mengandalkan keterangan dan pernyataan dari ibu tentang vaksin apa saja
yang sudah diberikan sebelumnya. Oleh karena itu, dibutuhkan persetujuan dari
ibu mengenai kesanggupan pemberian imunisasi dan kebenaran informasi yang
disampaikan guna menghindarkan dari kejadian yang tidak diinginkan pasca
imunisasi dan hendaknya petugas puskesmas selalu mengingatkan untuk selalu
membawa buku KIA setiap kali imunisasi dan memberikan pengertian kepada
orang tua tentang pentingnya informasi yang terdapat pada buku KIA tersebut
dalam menunjang pelaksanaan imunisasi dan pemantauan status gizi anak.
Penyuntikan BCG dilakukan dua kali pada tempat yang sama tanpa
sterilisasi ulang disebabkan injeksi pertama terlepas karena bayi menangis dan
banyak bergerak. Akibatnya??? Sebaiknya kyk gmn? Solusinya apa?
Sesekali didapati cairan vaksin masih tertinggal dalam alat suntik. Ini
berarti dosis vaksin yang diberikan kurang yang dapat mengakibatkan tidak
optimalnya imunisasi yang diberikan guna memberikan pajanan dari luar dalam
membentuk kekebalan tubuh bayi yang bersangkutan. Sebaiknya petugas
imunisasi benar-benar cermat dalam pemberian dosis vaksin yang bersangkutan
termasuk keluarnya vaksin akibat pembuangan gelembung vaksin dan hendaknya
memasukkan vaksin dengan melebihkannya sedikit dari dosis yang ditetapkan
agar dosis vaksin tersebut tepat diberikan.
Vaksin beku kering (BCG dan campak) sebelum digunakan hendaknya
dioplos atau dilarutkan terlebih dahulu. Terdapat beberapa prosedur pelarutan
vaksin beku kering. Salah satu diantaranya adalah dengan melilitkan plastik pada
leher ampul vaksin maupun pelarut yang akan dipatahkan lehernya untuk
mencegah kontaminasi dari masuknya udara secara mendadak ke dalam ampul
waktu dipatahkan dan agar vaksin tidak berhamburan keluar. Namun pada
kenyataan di lapangan, pematahan ampul dilakukan tanpa melilitkannya dengan
plastik namun dengan menggunakan baju petugas imunisasi yang dapat
menyebabkan timbulnya kontaminasi baik pada vaksin maupun pelarut.
Sebaiknya petugas imunisasi mematuhi dan melaksanakan prosedur pematahan
leher ampul agar imunisasi yang diberikan tersebut benar-benar optimal.
Agar sterilisasi tetap terjaga, dapat ditunjang melalui penggunaan hand
scone oleh petugas imunisasi pada pemberian imunisasi.
Selain itu juga diperlukan asisten tambahan guna membantu kelancaran
pemberian imunisasi dan pemberian sosialisasi kepada orang tua tentang
imunisasi yang bersangkutan dan efek samping yang mungkin timbul akibat
imunisasi tersebut.
Pencampuran antara pelarut dan vaksin beku kering tidak boleh dilakukan
dengan mengkocok namun dilakukan dengan mengisap vaksin dan pelarut pelan-
pelan dan meyuntikan kembali ke dalam ampul atau vial beberapa kali sampai
vaksin tercampur. Namun, pada kenyataannya pencampuran pelarut dan vaksin
dilakukan dengan cara mengocok. Akibatnya???
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN