Laporan BU Sidia

download Laporan BU Sidia

of 25

Transcript of Laporan BU Sidia

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Merealisasikan salah satu program pelestarian lingkungan sebagai seniman sudah sepatutnya untuk menciptakan dan menggelar sebuah karya seni, Garapan ini berbentuk oratorium pedalangan yang bisa menggugah kesadaran nasional akan pentingnya menjaga keharmonisan alam lingkungan. Oratorium ini memanfaatkan peran narator/dalang dalam menyajikan

narasi. Pertunjukan wayang, dalam hal ini kreatvitas seni Pedalangan, tari dan musik. Oratorium Pedalangan adalah sebuah komposisi seni pertunjukan pakeliran yang menonjolkan dalang dan wayang gerak koreografi, drama, musik. Judul, ide, tema dan isi garapan ini adalah Dasanama Kerta, yaitu konsep keseimbangan hidup universal dengan menjaga keharmonisan sepuluh unsur alam demi kesejahteraan hidup manusia. Pertunjukan Pakeliran Dinamis Dasa Nama Kerta, karya I Made Sidia, SSP., didukung oleh dosen dan mahasiswa Jurusan Seni Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar

dengan melibatkan seniman dan penabuh Sanggar Paripurna, Banjar Bona Kelod, Desa Belega, Blahbatuh, Gianyar (Bali). Keseluruhan karya pakeliran ini berdurasi 1 jam.

1

1.2. Tema dan Harapan Tema dari garapan pakeliran layar lebar Dasa nama Kerta ini adalah lingkungan hidup, yakni menjaga sepuluh unsur

alam (tanah, api, angin, air, ikan, tumbuh-tumbuhan, burung, binatang) sebagai ciptaan Tuhan, sehingga diharapkan hidup manusia diselamatkan oleh alam. Tema keseimbangan hidup universal ini diharapkan bisa mencegah peng-hancuran sumber daya alam yang semakin parah yang dapat mengundang bencana alam seperti tanah longsor, kebanjiran, lumpur panas dan tsunami.

1.3. Bentuk Pagelaran Oratorium pedalangan ini mengintegrasikan seluruh unsur seni yakni seni pedalangan, gerak/koreografi, tabuh/musik yang diantar dengan serangkaian narasi oleh seorang narator/dalang. Seperti namanya, oratorium pedalangan ini ini akan menyajikan komposisi pewayangan gerak, tari dengan iringan musik

pentatonis, lirik-lirik lagu mempromosi-kan lingkungan hidup, dan narasi seorang narator berbahasa Indonesia sehingga dapat menjadi hiburan segar, sehat dan edukatif bagi semua lapisan masyarakat nusantara, terutama generasi mudanya.

2

1.4. Tinjauan Sumber Tulisan-tulisan atau teks yang dipakai acuan dan kajian dalam garapan ini bersumber pada ceritera carangan dalam epos Mahabharata, Tinjauan sumber teks lain adalah Pakem Wayang Parwa Bali (1986/1987), oleh Yayasan Pewayangan Daerah Bali, yang menguraikan beberapa contoh penulisan pakem atau naskah pewayangan (playscrip). Dari contoh-contoh tersebut penata mencari perbandingan dalam penulisan pakem garapan yang nantinya akan ditranskripsikan. Tesis kajian budaya yang berjudul, Pembelajaran Seni Pedalangan Bali Berdasarkan Teks PurwaWasana: Sebuah Kajian Budaya oleh I Kadek Widnyana (2006), salah satu sub-nya menguraikan tentang tata cara menyusun sebuah lakon wayang disesuaikan dengan kebutuhan pentas (situasi dan kondisi). Pada bagian lain, disinggung pula tentang istilah-istilah pewayangan, seperti nama-nama gerak dan vokal wayang serta secara inplisit menguraikan tentang struktur sebuah pakem yang dipakai dalam setiap pertunjukan wayang. Laporan penelitian yang berjudul, Pakeliran Padat

Pembentukan dan Penyebaran, oleh Sudarko (2003), dapat ditinjau prihal tatacara melakukan proses kreativitas pakeliran inovatif. Tulisan tersebut membahas masalah kolaborasi dan menata serta mengatur dua sarana yang berbeda menjadi satu

3

bentuk sajian pertunjukan. Sudarko juga menguraikan sejarah munculnya pakeliran padat di STSI Surakarta, serta penataan komposisi pewayangan dengan memadukan media tradisi dan modern. Refrensi ini sangat diperlukan sebagai bahan

perbandingan dalam pelakukan penataan pakeliran ini. Alternasi: Salah Satu Ragam Tutur Yang Sangat Potensial Dalam Retorika Pertunjukan Wayang Kulit Bali, oleh Ketut Rota (1993), dalam edisi khusus, Mudra, Jurnal Seni Budaya, STSI Denpasar. Refrensi ini banyak mengulas tentang cara pemakaian tata bahasa dalam pewayangan Bali, sehingga retorika atau antawacana yang digunakan terkesan tidak monoton dan

membosankan. Bagian terpenting retorika yang diambil adalah pemakaian alternasi atau gaya selang-seling bahasa, seperti penggunaan kakawin, palawakya, pupuh, pantun dan

sebagainya. Gaya selang-seling dalam menyampaikan wacana/ tuturan melalui media wayang, diharapkan dapat lebih menarik minat penonton terhadap pertunjukan wayang. Ensiklopedi (1999). Buku Wayang ini Indonesia, oleh tentang Senawangi-Jakarta ceritera-ceritera

memaparkan

pewayangan baik Mahabharata maupun Ramayana. Penata mendapat banyak inspirasi tentang ceritera yang akan digarap, karena tulisan tersebut sangat lengkap tentang data wayang yang terbagi dalam 6 (enam) jilid.

4

Menambah wawasan tentang model pakeliran inovatif, penata banyak menggarap model pakeliran layar berkembang seperti, pakeliran layar dinamis, oratorium tari dan pakeliran dan lain sebagainya. Pengalaman-pengalaman kreatif tersebut di atas, sebagai bukti pengakuan masyarakat baik penonton umum maupun state (penonton formal), sehingga memotivasi keinginan yang sangat kuat pada diri penata akan karya-karya pakeliran, yang nantinya di gelar dan diujikan sebagai bagian dari karyakarya wayang akademis yang bisa dipertanggung-jawabkan.

1.5. Kontribusi Mengutamakan sifat seni pertunjukan yakni tontonan dan tuntunan, hasilnya diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat sebagai hiburan maupun untuk keperluan yang bersifat edukatif. Manfaat pertama, menambah genre

pertunjukan, artinya dengan sajian karya pakeliran inovatif seperti ini kita diperkenalkan pada salah satu lakon wayang kulit Bali dengan kemasan oratorium pedalangan yang anyar. Dengan sajian ini, tersirat harapan agar semakin banyak minat seniman (khusus seniman generasi muda) berinovasi seni (khususnya wayang), sehingga memperkaya genre pewayangan Bali. Manfaat kedua, penulisan ini diharapkan pula dapat memberikan informasi bagi yang berkepentingan mengenai keberadaan wayang inovatif,

5

mengingat seni pewayangan sarat dengan makna filosofis, pendidikan dan nilai-nilai kemanusiaan, sangat potensial sebagai media informasi, edukasi, ritualisasi, hiburan serta pembinaan watak dan kepribadiaan. Semakin banyaknya karya-karya kreatif pewayangan Bali, berarti semakin lengkap pula sumber-sumber bagi studi kesenian Bali pada khususnya, dan kesenian nasional pada umumnya.

6

BAB II TUJUAN DAN MANFAAT 2.1. Tujuan Setiap produksi karya seni sudah tentu mempunyai target untuk dicapai sehingga memberi pedoman yang jelas pada proses yang dilakukan. Terlebih lagi sebuah proses seni pertunjukan yang melibatkan aparatus yang kompleks membutuhkan team work (kelompok kerja) yang sangat matang. Adapun tujuan dari garapan Pakeliran Inovatif Dasa Nama untuk Kerta ini adalah kepada

menawarkan

konsep

pelestarian

representasi

masyarakat khususnya para pemimpin bangsa, agar tidak mudah membuat kebijakan tentang persoalan alam atau lingkungan. Dipihak lain agar masyarakat dan pemimpin bangsa lebih waspada dan kritis menghadapi segala bentuk permasalahan guna

menghindari disintegrasi bangsa ke arah perpecahan. Secara simbolis garapan ini bermakna bahwa nilai-nilai persatuan dan kesatuan yang didasari oleh nilai kesetiaan serta pengabdian terhadap bangsa dan negara perlu dipupuk agar tujuan dan citacita para pendiri bangsa ini dapat diwujudkan yaitu adil makmur dan sejahtera. Selanjutnya juga ingin mengambil satu langkah `kecil` sebagai pijakan untuk mengembangkan `seni pedalangan lebih profesional` melalui terobosan-terobosan kreatif untuk

7

kepentingan

hiburan

(balih-balihan).

Lebih

jauh

lagi

meningkatkan kemampuan kreativitas baik melalui pengalaman `seka/sanggar seni` yakni mengkoordinir teman/ seniman

(manajemen produksi seni) melalui proses kreatif garapan dengan memadukan dan mensinergikan media pewayangan tradisi (Bali khususnya) dan media modern.

2.2. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari kreativitas pakeliran ini, selain penambahan inventarisasi karya seni pada Fakultas Seni

Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar pada umumnya, juga menambah khasanah pewayangan Bali pada umumnya, sehingga garapan ini lebih bermanfaat sebagai sajian artistik yang segar dan sehat. Hasil karya wayang ini diharapkan pula bermanfaat dalam usaha mengembangkan kesenian wayang dengan kemasan baru yang bisa dinikmati oleh masyarakat akademis maupun masyarakat luas. Namun sangat disadari bahwa pakeliran ini lebih banyak bermanfaat tontonan atau hiburan semata. Kalaupun terselip nilai tuntunan dan tatanannya,

merupakan harapan besar dalam benak sanubari penata sebagai insan pedalangan yang masih `muda tuwi` belajar dan belajar serta tak mampu sejajar atas predikat WAYANG yang adhiluhung.

8

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Gladi Bersih dilakukan pada hari Kamis, 8 Februari 2007, pukul 9.00 Wita sampai selesai di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar, sedangkan pementasan dilakukan pada tanggal 9 10 Februari 2007. Untuk karya ini dilakukan gladi bersih pada malam harinya (pukul 19.00 wita) dan dipentaskan pada tanggal 10 Februari 2007, di gedung yang sama (urutan pertama)

bersama dosen-dosen lainnya pemenang beasiswa unggulan seniman di lingkungan ISI Denpasar.

3.1. Sinopsis Dikisahkan Danghyang Narada turun ke marcapada menuju kerajaan Amerta, menyampaikan keadaan sorga dan neraka kepada Yudistira. Narada menyebutkan bahwa, kehadiran rohroh lebih banyak berada di neraka ketimbang di sorga. Twalen sebagai simbol rakyat menyampaikan kehadapan Narada bahwa, kondisi marcapada sungguh baik dan indah. Narada tak percaya, kemudian menitahkan para Pandawa, turun ke desa-desa

menyaksikan langsung kondisi mereka. Kemegahan dalam keraton, bukan ukuran kesejahteraan sebuah negara atau kerajaan Yudistira yang didaulat oleh

9

rakyat sebagai raja di negeri Amerta, sungguh terperangah menyaksikan kondisi rakyat melarat dan alam banyak yang rusak. Porak-porandanya alam justru lebih banyak ulah orangorang yang tak bertanggung-jawab. Duryadana sebagai musuh bebuyutan para Pandawa, ternyata otak pelaku perusakan alam dan moral rakyat, karena ia menghendaki mosi tak percaya kepada kepemimpinan Dharmawangsa. Yudistira melaksanakan dharmaning ksatria dengan

pendekatan konsep dasa nama kerta, yakni kewajiban seorang pemimpin, menindak tegas dan penuh wibawa dengan hati yang suci nan kebijaksanaan.

3.2. Alur Naratif/Dramatis Durasi pertunjukan pakeliran ini adalah 60 menit (1 jam) dengan struktur pertunjukan sebagai berikut: Tahapan Alur /Pembabak an Prolog Duras i /meni t 15 Peristiwa Narratif/Dramatis

Yoga

Hyang lima

Maha unsur

Pencipta universal,

menimbulkan eter Eksposisi 5 - 15 yang

yaitu zat padat, cair, udara, panas, dan membentuk planit-planit, termasuk dunia, dengan segala isinya. Tuhan Hyang Maha Esa mengutus orang Sadhu untuk keharmonisan Substansi, fungsi hidup menjaga daya alam. di interaksi sumber dan

10

antara

masing-masing

unsur

alam

hendaknya ditata sehinga membentuk sistem ekologi yang harmonis: Dengan bantuan angin, api menata peredaran air. Air bertugas menyuburkan tanah sehingga menghasilkan tumbuhtumbuhan yang bisa melindungi tanah dan mengidupi burung, binatang, dan manusia. Manusia mesti me-ngatur kelestarian binatang, ikan, dan burung (flora dan fauna) yang bisa memakan ulat yang mengganggu tumbuhan sehingga buahnya dapat menghidupi Penanjakan Dramatis 15 30 makhluk lain-nya. Sekelompok raksasa/bromocorah secara mena membabi-buta membabat dan semenahutan,

mengekspoitasi, dan menghancurkan sumber daya alam guna membangun proyek-proyek raksasa. Dengan berbagai alat teknologi dan senjata modern burung dan binatang dibunuh dan disia-siakan; ikan bukannya melainkan dipancing seperlunya

diracuni semua ber-sama air. Dengan moti-vasi ekonomi dan politik, hutan dibakar, udara dan sumber daya alam lainnya ter-polusi bahkan dihanguskan, hingga Puncak Komplikasi 30 40 menye-babkan penderitaan bahkan banyak kemati-an. Dalam cekaman rasa sedih dan kecewa atas ulah raksassa dan manusia yang 11

tidak ber-tangungjawab, seorang raja bernama Yudis-tira dan adik-adiknya memimpin pengembalian memberdayakan kekuatan mampu doa ber-sama bagi alam. dengan bahkan dan keharmonisan alam besar

Atas doa ini Tuhan Yang Maha Kuasa yang lebih meng-hukum

Raksasa

manusia manapun yang semena-mena Klimaks 40 -50 terhadap alam semesta ciptaannya. Sumber daya alam berbalik menjadi sumber bencana alam dan membalas dendam ke-pada raksasa dan manusia yang dan menya-lahgunakan kelebihannya, wewenang terjadi sehingga

bencana alam yang tidak tertangkal Resolusi 50-55 oleh siapapun. Atas bencana yang menimpanya para raksasa dan orang-orang bromocorah me-nyadari kelemahannya menghadapi alam. Kemurkaan alam hanya dapat diredakan dengan tobat, doa, puja dan puji kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa dan Hyang Maha Suci untuk mengembangakan cinta kasih ke-pada Konsklusi 55-60 alam semesta dengan segala isinya. Bersama Yudistira (orang sadhu), para dusta bromocorah dan merekonstruksi keharmonisan keseimbangan

sepuluh unsur alam, Dasanama Kerta. 3.3. Narasi

12

Pembabakan/Ad egan 1 2 3 4 5 Penciptaan dunia (dasa nama kerta) Bhagawan Nerada dan Semar Kawah/neraka Kayonan Narada mendatangi Pandawa

Antawaca na

Narasi Indonesia

Atas perintah seorang raja yang lalim, raksasa-raksasa mulai ber-tingkah dengan memanas-manasi rakyat akar rumput Amerta yang baru bangkit dari keterpurukan. Apapun caranya, mereka bernafsuburu agar ke-rajaan Amerta dalam kondisi chaos demikian prinsip dan tekad sekelompok manusia yang bermuka raksasa yang buta hati namun bermuka suci seolah tanpa dosa. Strategi mereka adalah, kepermukaan, ia berlaku sangat sopan, manis dan derma-wan, nyaris tanpa cacat, namun dilubuk hatinya, ia pupuk keserakahan, rasa dendam, dengki dan murtad. Ia adalah salah seorang pejuang perang Bharatayuda yang tak mendapat-kan kedudukan di Astinapura. Dengan menghalalkan segala cara, bersama hulu-balangnya yang terlatih, dengan akal licik-nya ia mengacaukan ketentra-man Amerta. Bibirbibir busuk-nya menebarkan issu SARA, banyak daerah kekuasaan Amer-ta mulai bersinggungan. Ia sengaja ciptakan durhangkara yang 13

disusupkan pada orangorang yang rendah iman, untuk ikut menciptakan kerusuhan. 6 Adegan Hutan, binatang bercumbu (Wayang) Lonceng waktu senantiasa me-ngalir. Bagai embun yang me-ngalir jernih di sela-sela ranting pohon. Dengan nyanyian rindu seakan memanggil bulan yang bersembunyi di ruang kegelap-an. Mengajak bintang-bintang bercumbu dan menari dalam kebahagian. Menyambut musim-musim harapan yang merekah dipucuk-pucuk daun. Semerbak wangi bunga, buah-buah yang ranum seakan menjanjikan keba-hagian tak bertepi. Pohon-pohon, hewan-hewan dan seisi alam raya bersuka cita atas anugrah semesta yang melimpah. Rasa kasih alam yang melimpah, mengajarkan binatangbinatang untuk senantiasa membagi kasih, pada binatang lain, pada pohon dan pada alam. Binatang, pohon, bunga, bulan, bintang dan malam larut dalam percumbuan agung. Penghargaan terhadap alam yang ditunjukan binatangbinatang itu bahasa kejujuran, adalah bahasa cinta yang abadi. Di sungai yang bening, airnya berderai menyibak akar-akar pohon yang menjulur di da-lamnya. Gemerciknya bagai cicit

7

Hutan (Manusia)

14

anak-anak burung yang mendambakan kehangatan sayap ibunya. Hewan-hewan itu, tak punya niat buruk, tak ada mimpi untuk menumpuk kekayaan tujuh turunan. Ia hanya me-mangsa hanya untuk melanjut-kan hidupnya, bukan untuk memenuhi asrat keserakahannya. 8 9 Delem dan Sangut, ngecak, ngejes Kelompok Raksasa Manusia-manusia yang berhati raksasa, menggelegar bagai halilintar, memekakkan telinga. Nyanyian mereka adalah badai yang mengerikan. Tawa mereka meremukkan kepala, rasa haus mereka adalah rasa aus darah. Yang mengisap darah bagai lintah. Atas nama kemiskinan dan kaum terpinggir, Sucimuka mengajak orang-orang menciptakan hara-huru. Akhirnya orang-orang terjerat dilembah kehancuran, yang perlahan dan pasti mengikis nalar dan keyaki-nan. Katakatanya kehilangan makna. Keyakinan yang elok dibelokkan pada kesetiaan tanpa batas. Raksasaraksasa sangat lihai bersembunyi, karena dibelakangnya berdiri barisan orang-orang yang otaknya sudah dicuci dengan doktrin , sehingga pikirannya penuh dengan ke-dengkian, dendam, sirik, dan segala bentuk kejahatan.

15

1 0

Preman menebang hutan (manusia)

Tangan-tangan kotor manusia sesat, mengamuk. Membabat dan membakar hutan. Yang ada hanya kata babat, ambil, bakar, jarah, bunuh dan membunuh. Sungguh sangat biadab. Di tengah suasana indah ini, tiba-tiba terdengar geraman se-ekor harimau, menggelegar lak-sana guntur, mengusik ketentraman. Hewan-hewan lari ketakut-an, pohon-pohon meringis me-mohon belas kasihan. Dan hewan, bintang, alam ke-habisan daya. Awan-awan tak kuasa mendekati gunung-gu-nung yang gundul dan kering kerontang. Hewan-hewan sea-kan kehilangan kelucuannya, bunga-bunga hilang keindah-annya. Alam tak lagi ramah dan bersahaja. Yang tersisa, hanya jerit pilu. Binatang-binatang itu sedih, me-ratapi kesengsaraannya bukan hanya karena hutan dibakar, tetapi juga karena menyadari kelemahannya, tak kuasa me-ngubah nasib, tak kuasa mem-bendung keserakahan manusia. Kalaupun ia kuat bukan karena serakah, melainkan hanya untuk bertahan hidup, menjaga kese-imbangan alam agar senantiasa harmonis. Semestinya

1 1

Harimau dan Singa (wayang)

1 2

Kebakaran Hutan

1 3

Binatang sedih

16

manusia belajar dari hewan, meratapi kesedihan dan kesengsaraan karena kelemahannya bukan meratapi kemiskinannya, dan keku-rangan harta untuk memenuhi ambisinya. 1 4 1 5 1 6 Yudistira dan Pandawa sedih melihat hutan terbakar Narada mengingatkan tentang prilaku perusakan alam Bima perang dengan raksasa -

-

Karena terus menerus digero-goti kejahatan, perlahan dan pasti hati manusia mulai di-hinggapi oleh kejahatan. Jika kejahatan masuk ke dalam hati, pi-kiranpun terkontaminasi, hingga yang salah dan benar menjadi samar. Keindahan negeri Amerta yang dahulu sangat dikagumi dunia, sekarang menjadi negeri yang buram dan mengerikan. Rakyat dibayangi oleh rasa takut yang berke-panjangan. Dalam setiap ke-kerasan yang terjadi, rakyat-lah yang menjadi korban. Rak-yatlah yang paling menderita. Kekerasan demi kekerasan, yang terjadi, seperti melempar rakyat ke tengahtengah kawah candradimuka yang membara. Panas, hanya panas yang terasa.

1 7

Arjuna perang dengan raksasa

17

1 8

Bima perang dengan raksasa, berubah menjadi Duryadana

Ketamakan adalah sifat yang pertama yang akan menghing-gapi diri manusia. Ketika keta-makan datang, manusia mulai menginginkan sesuatu yang bukan miliknya. Sifat kedua adalah nafsu. Nafsu tidak akan pernah bisa berdiri sendiri. Nafsu memiliki sahabat bernama kemarahanlah, yang akan muncul seiring bergolaknya nafsu. Ketika nafsu yang mena-kutkan ini ada di hati manusia yang gelap maka terjadilah malapetaka. Tindakan Duryadana, menam-bah beban berat dipundak rakyat, terlebih lagi rakyat jelata. Teror, perkelahian, keributan dan ledakan mesiu kebanyakan mengorbankan rakyat kecil yang tak berdosa. Darahdarah rakyat mengalir deras, membanjiri negeri Astina yang gelap, makin gelap, gelap dan gelap. Inilah saatnya manusia dibinasakan oleh kejahatannya sendiri. -

1 9

Gelombang Tsunami (manusia)

2 0 2 1

Dewi Gangga sedih meratap korban Stunami Wejangan Narada dengan Duryadana dan Pandawa

Manusia yang memiliki keung-gulan budi, sepatutnya ikut men-jaga, memelihara, dan melestarikan alam, bukan sebaliknya justru menzalimi alam. Manusia-lah yang seharusnya menjaga keseimbangan alam,

18

menghargai manusia lain, menghargai he-wan, tumbuhan dan ling-kungan, sebagai wujud bakti pada Tuhan yang menciptakan semuanya. 2 2 Penanaman Hutan kembali (Ending) Harmonis adalah keindahan, adalah dhasa nama kertha. Kein-dahan itu hanya tercipta dari keseimbangan. Keseimbangan antara kebahagiaan dan penderitaan, antara kegembiraan dan kedukaan, antara harapan dan kenyataan. Dalam keseimbang-an, kebahagiaan dan penderitaan lenyap, harapan dan kenyataan menghilang. Dan semua kembali pada kepasrahan

19

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1. Simpulan Garapan Pakeliran Layar Dinamis ini adalah sebuah

komposisi seni pertunjukan wayang yang menonjolkan dalang, wayang gerak koreografi, drama, musik. Judul, ide, tema dan isi garapan ini adalah Dasanama Kerta, yaitu konsep keseimbangan hidup universal dengan menjaga keharmonisan sepuluh unsur alam demi kesejahteraan hidup manusia. Karya wayang inovatif ini memanfaatkan peran narator/dalang dalam menyajikan

narasi, dalam hal ini kreatvitas seni pedalangan, tari dan musik. Garapan ini berbentuk kesadaran oratorium nasional pedalangan yang bisa

menggugah

akan

pentingnya

menjaga

keharmonisan alam lingkungan. Pertunjukan Pakeliran Dinamis Dasa Nama Kerta,

didukung oleh dosen dan mahasiswa Jurusan Seni Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar dengan melibatkan seniman dan penabuh Sanggar Paripurna, Banjar Bona Kelod, Desa Belega, Blahbatuh, Gianyar (Bali). Keseluruhan karya pakeliran ini berdurasi 1 jam. Terwujudnya garapan pakeliran dwi tunggal ini diharapkan nantinya agar bisa berkomunikasi, menambah bentuk penyajian

20

dan

khasanah

pewayangan

kulit

Bali,

sebagai

media

penyampaian pesan-pesan pendidikan, filsafat, moral dan etika. 4.2. Saran Usaha-usaha dalam meningkatkan dan mengembangkan seni pewayangan, diperlukan inisiatif dari senimannya, sehingga akan muncul karya-karya yang berkualitas tinggi, yang siap bersaing dengan seni pertunjukan yang lain. Berdasarkan hal tersebut, penata berharap supaya para seniman dalang semakin memperluas pengetahuan dan keterampilan dalam kancah pewayangan dengan cara: (a) memperkaya diri dengan literatur tentang pewayangan atau yang mendukung pewayangan; (b) mencoba menciptakan terobosan model pakeliran baru baik dengan cara menggarap bentuk wayang, teknik pencahayaan, instrumen pengiring, atau teknik penyajian dan gerakan wayang; dan (c) menggencarkan promosi wayang, supaya mempunyai peluang pasar yang lebih luas.

21

DAFTAR PUSTAKA

Bandem, I Made, Laporan Penelitian Gerak Tari Bali, Akademi Seni Tari Indonesia, Denpasar,1983. ___________, Evolusi Tari Bali, Diterbitkan dalam Kerja Sama dengan Forum Apresiasi Kebudayaan, Denpasar, Bali, Penerbit Kanisius, 1996.

Dibia, I Wayan, Seni Tari Bali Sebuah Simbol Masyarakat Bali, Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni,I/01, 1991, Yogyakarta. ____________, Mencipta Tari Menurut Kata Hati. Denpasar : Bali Mangsi. 2005 Hadi, Sumandiyo, Mencipta Lewat Tari, terj. Akademi Seni Tari Indonesia, Yogyakarta, 1975. Humphrey, Doris, The Art of Making Dance, (Terj) Sal Murgiyanto, Dewan Kesenian Jakarta, 1983. Swasthi, Widjaja Bandem, N.L.N., Busana Tari : Sebuah Refleksi dan Tantangan, Mudra, Jurnal Seni dan Budaya, No : 5, TH. V, Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar, 1997. Premadosa, C. Darah Memerah di Kurusetra Pergulatan antara Tugas dan Kasih Sayang, Yayasan Dharma Surathi, Jakarta, 1989.

22

TIM PENGELOLA PROGRAM BEASISWA UNGGULAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR Penanggung Jawab Pengarah : Rektor ISI Denpasar ( Prof. Dr. I Wayan Rai S,MA)

: 1. Pembantu Rektor I (Drs. I Ketut Murdana, M.Sn) 2. Pembantu Rektor II (I Gede Arya Sugiartha,SSKar, M.Hum) 3. Pembantu Rektor III (Drs. I Made Subrata, M.Si) 4. Pembantu Rektor IV (I Wayan Suweca, SSKar.,M.Mus) 5. Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ( Ketut Sariada, SST) 6. Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain (Drs. I Wayan Karja, M.Fa) : Kapala Biro Adm Akademik, Kemahasiswaan dan Kerjasama (Drs. I Gusti Bagus Priatamaka, MM.) : Kepala Bagian Adm . Akademik dan (Drs. Ida Bagus Alit Yudana)

Ketua Tim

Sekretaris emhasiswaan Bendahara Anggota 1. 2. Lendra, SH) 3.

: I Nyoman Wartana, AMd : Kepala Biro Adm Umum dan Keuangan (Drs. I Made Raka Mahendra) Kepala Subbag Adm Akademik (I Nengah

Kepala Bagian Tata Usaha Fakultas Seni Pertunjukan (I Gusti Ayu Sri Yuntriati, BA) 4. Kepala Bagian Tata Usaha Fakultas Seni Rupa dan Desain (I Nyoman Sanggra, SE) 5. Kepala Subbagian Adm. Kerjasama Luar Negeri (I Gusti Ngurah Ardika, S.Sos) Rektor

23

Prof. Dr. I Wayan Rai S.,MA. NIP 130929223

24

STAF PRODUKSI PERGELARAN BEASISWA UNGGULAN SENIMAN 9-10 Februari 2007 1. Stage Manager 2. Stage Crew : I Ketut Sariada, SST. : 1. I Nyoman Windha, SSKar.,M.A. 2. I Ketut Garwa, SSn.,M.Sn. 3. I Wayan Suharta, Sskar.,M.Si. 4. I Dewa Ketut Wicaksana, SSP.,M.Hum. 5. I Made Sidia, SSP. 6. I Ketut Darsana, SST.,M.Hum. 7. Ni Komang Sekar Marhaeni, SSP. 8. I Ketut Kodi, SSP., M.Si. 9. Ni Made Arshiniwati, SST.,M.Si. 10. Ni Ketut Suryatini, SSKar.,M.Sn. 11. Ida Ayu Trisnawati, SST.,M.Si. 12. Gusti Ayu Ketut Suandewi, SST.,M.Si. 13. Drs. Rinto Widyarto, M.Si. 14. Gusti Ayu Srinatih, SST.,M.Si. 15. I Wayan Berata, SSKar.,M.Sn. 16. I Wayan Suweca, SSKar.,M.Mus. 17. I Gede Arya Sugiartha, SSKar.,M.Hum. 18. I Komang Sudirga, SSn.,M.Hum. 19. I Kadek Widnyana, SSP.,M.Si. 20. Cleaning Service

2. Dokumentasi, Lighting dan Sounsystem : 1. I Gusti Ngurah Sudibya, SST. 2. I Made Lila Sardana, S.Sos. 3. I Nyoman Tri Sutanaya 4. I Ketut Agus Darmawan, A.Md. 5. I Ketut Sadia Kariasa 3. Protokol/MC : A.A.A. Ngurah Sri Mayun Putri, SST. Rektor Prof. Dr. I Wayan Rai S.,MA NIP 130929223

25