Laporan Ari
-
Upload
ryan-harris -
Category
Documents
-
view
108 -
download
1
description
Transcript of Laporan Ari
12
I. JUDUL : Pengamatan Struktur Relung Hewan
II. TUJUAN :
1. Mengetahui struktur relung hewan.
2. Menghitung keanekaragaman hewan di suatu mikrohabitat.
3. Mengetahui keselingkupan relung hewan di suatu mikrohabitat.
4. Menghitung indeks kesamaan hewan antara mikrohabitat yang
berbeda
III. TINJAUAN TEORITIS
Relung adalah status organisme dalam suatu komunitas dan ekosistem
tertentu yang merupakan akibat adaptasi structural, tanggap fisiologi secara
fisiologi serta perilaku spesifik organism tersebut. Sehingga relung ekologi suatu
hewan adalah sebagai status atau kedudukan fungsional hewan tersebut dalam
habitat yang ditempatinya sehubungan dengan adaptasi fisiologi structural
danpola pikirnya.
Beberapa hewan dapat hidup berekosistem atau ekohabitasi pada suatu
habitat bilamana hewan memiliki relung (niche) ekologi berbeda, artinya ada
segregasi/pemisahan relung yang ditandai oleh adanya perbedaan dalam adaptasi
fisiologi, morfologis, maupun tingkah laku. Segregasi relung hewan dapat
berlangsung dalam dimensi sumber daya, kondisi bahkan dalam aspek perbedaan
waktu aktif.
A. PENGERTIAN RELUNG
a. Menurut Hutchinson (1957)
Hutchinson telah mengembangkan konsep ekologi dan memperkenalkan
bahwa konsep relung ekologi dapat dibayangkan sebagai ruang multi dimensional
atau hipervolume dalam lingkungan memperbolehkan sesuatu organisme hidup
tanpa batas persyaratan hidup sesuatu jenis hewan adalah:
1. Relung Fundamental
Relung fundamental yaitu hipervolume yang dihuni secara abstrak,
menunjukkan potensi secara utuh yang hanya diamati dalam laboratorium dengan
kondisi yang terkendali.
12
2. Relung Terealisasikan
Relung terealisasikan yaitu relung nyata yang dapat menunjukkan potensi
dalam spectrum yang lebih sempit dari relung fundamental karena merupakan
potensi yang benar-benar terwujudkan di alam dengan organisme-organisme lain.
Berdasarkan konsep relung ekologi Hutchinson (1957), keserupaan sumber
daya diperlukan untuk menunjukkan adanya keselingkupan dalam suatu atau
beberapa dimensi relung. Dua spesies yang berkoeksistensi dalam suatu habitat
dengan sebagai sumber dayanya yang merupakan pesaing-pesaing potensi.
b. Menurut Colinvaux (1986)
Terdapat 3 pengertian tentang relung, yaitu:
1. Relung sebagai fungsi komunitas
Relung dapat berarti temat hewan di dalam lingkungan biotiknya dalam
ruang/hubungannya dengan makanan dan musuh.
2. Relung sebagai jenis
Relung ini didefenisikan dari sudut pandang individu di dalam
populasinya, maka relung adalah sejumlah kemampuan khusus sari
individu untuk memanfaatkan sumber daya bertahan dari bahaya dan
berkompetisi sesuai dengan keperluannya.
3. Relung sebagai kualitas lingkungan
Relung jenis ini hanya dapat dijalankan pada kondisi-kondisi tertentu,
maka relung adalah sejumlah kondisi energy dimana jenis ini dapat
mengkolonisasi sumber energy secara efektif sehingga mampu
berkembangbiak dan sejumlah lainnya dapat mengkolonisasikan kondisi
lingkungan tersebut.
B. AZAS KOEKSISTENSI & PEMISAHAN RELUNG
Hewan dapat hidup berkoeksistensi bilamana hewan-hewan tersebut
menempati relung ekologi yang berbeda artinya ada pemisahan relung yang
ditandai oleh adanya perbedaan. Dalam pemisahan relung dapat berlangsung
dalam waktu aktif dan berbeda dengan dimensi sumber daya kondisi.
12
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
No Nama Alat Jumlah
1. Parang 1 buah
2. Kuas 3 buah
3. Botol film 4 buah
4. Mikroskop 1 set
5. Kunci identifikasi serangga 2 buah
6. Loup 1 buah
7. Batang kayu yang telah tumbang & membusuk
1 batang
2. Bahan
No Nama bahan Jumlah
1. Alkohol 70 % Secukupnya
2. Kertas label Secukupnya
V. PROSEDUR KERJA :
1. Menentukan lokasi dan batang kayu yang telah tumbang dan membusuk.
Penelitian dilakukan di kawasan UNIMED (Universitas Negeri Medan),
tepatnya di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), selama 3 minggu yang
dimulai di lapangan pada hari sabtu, 30 Mei 2009.
2. Pada sebuah kayu yang tumbang dan mulai membusuk di permukaan
tanah, memperhatikan, mencatat dan mengkoleksi sampel hewan yang
terdapat pada permukaan kayu bagian atas.
3. Dengan cara yang sama, memperhatikan, mencatat dan mengkoleksi
sampel hewan yang ada di balik kayu.
4. Membalikkan batang kayu tersebut. memperhatikan, mencatat dan
mengkoleksi sampel hewan yang terdapat di bawah batang kayu tersebut.
5. Membongkar bagian dalam kayu dengan bantuan parang, memperhatikan,
mencatat dan mengkoleksi sampel hewan yang ada di dalamnya.
12
6. Memasukkan data-data tersebut ke dalam tabel berikut :
No Bagian Kayu Nama Hewan Jumlah Keterangan
1. Permukaan atas
kayu
1.
2.
2. Di balik kulit kayu 1.
2.
3. Di batang kayu 1.
2.
4. Di bawah kayu 1.
2.
7. Mengindentifikasi fauna dengan bantuan loup atau mikroskop dan buku
literatur.
8. Menganilisis data yang diperoleh.
Setelah diperoleh data dari pengamatan di lapangan, data tersebut diolah
dengan menggunakan analisis data seperti:
1. Keanekaragman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna
untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui tingkatan
suksesi atau kestabilan suatu komunitas. Keanekaragaman jenis ditentukan
dengan menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener :
dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu jenis ke-n
N = Total jumlah individu
2. Indeks Kemerataan jenis
12
dimana : E = Indeks kemerataan jenis
H = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis
3. Indeks Kesamaan dan Ketidaksamaan Sorensen
Dimana : IS = Indeks Kesamaan
c = Jumlah jenis yang terdapat di kedua biotope
A = Jumlah jenis yang ada di biotope A
B = Jumlah jenis yang ada si biotope B
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
12
6.1 Hasil
Tabel 6.1. Hasil Pengamatan Hewan di Batang Kayu
No Bagian Kayu Nama Hewan (ordo) Jumlah (ekor)
1. Permukaan atas kayu 1. Arachnida
2. Hymenoptera
3. Coleoptera
6
53
17
2. Di balik kulit kayu 1. Coleoptera
2. Hymenoptera
25
47
3. Di bawah kayu 1. Blattaridae
2. Hymenoptera
3. Chillopoda
4. Gastropoda
3
60
10
5
4. Di dalam kayu 1. Mallophaga
2. Annelida
3. Blattaridae
4. Gastropoda
5. Isoptera
6. Chillopoda
7. Hymenoptera
7
5
3
3
73
2
52
6.2. Pembahasan
6.2.1. Analisis Data
Pengamatan dilakukan selama 1 hari di lapangan, kemudian di hari
berikutnya diidentifikasi di laboratorium dengan menggunakan mikroskop, loup
dan buku identifikasi serangga.
Setelah dilakukan pengamatan dengan mikroskop, ternyata hewan yang
didapat tidak hanya berasal dari takson insecta tetapi juga ada yang termasuk ke
dalam takson Annelida, Arachnida, dan Gastropoda.
Dari data tersebut, dapat dicari keanekaragaman, kemerataan dan indeks
kesamaan fauna sebagai berikut:
a. Keanekaragaman Shannon-winner (H’)
12
Tabel 6.2. Keaekaragaman Fauna
No Ordo Jumlah Spesies (ni)
1. Arancnida 6 -0.0667
2. Hymenoptera 212 -0.31978
3. Coleoptera 42 -0.24663
4. Blattaridae 6 -0.0667
5. Chillopoda 12 -0.11099
6. Gastropoda 8 -0.08273
7. Mallophaga 7 -0.07491
8. Annelida 5 -0.05804
9. Isoptera 73 -0.31989
N = 317 1.34637
Dalam menentukan indeks keanekaragaman, terdapat parameter
menurut Shannon Winner, yaitu:
H’ < 1 = Keanekaragaman rendah dan komunitas tidak
stabil
1<H’<3 = Keanekaragaman sedang dan komunitas stabil
H’>3 = Keanekaragaman tinggi dan komunitas stabil
Dari data menunjukkan bahwa :
12
H’= 1,34637. berarti 1<H’<3, maka keanekaragaman spesies sedang dan
komunitas stabil
Artinya, pada sebuah mikrohabitat sebatang kayu yang lapuk,
komunitas memiliki tingkat keanekaragaman sedang khususnya serangga
(insect). Tingkat keanekaragaman berada di tingkatan ordo dan spesies,
hal ini dibuktikan dari data yang diperoleh.
b. Indeks Kemerataan Jenis (E)
E = 1,34637 x 100% Ln (9)
= 1,34637 x 100 % 2,197 = 0,612
Parameter kemerataan:
E < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong rendah,
E = 0.3 – 0.6 kemerataan jenis tergolong sedang dan
E > 0.6 maka kemerataaan jenis tergolong tinggi.
Berdasarkan analisis yang diperoleh, besar E = 0,612. Maka
kemerataan jenis tergolong tinggi.
c. Indeks Kesamaan dan Ketidaksamaan Sorensen
Untuk mencari indeks kesamaan dan ketidaksamaan Sorensen,
dibandingkan antara 2 biotop (komunitas), misalnya antara hewan yang
12
berada di permukaan kayu dengan yang berada di bawah kulit kayu, dan
seterusnya.
Tabel 6.3. Antara Bagian Permukaan Atas Kayu Dengan Di Balik Kulit
Kayu
No Ordo Area
Bagian permukaan atas
kayu
Di balik kulit kayu
1. Arachnida 6 -
2. Hymenoptera 53 25
3. Coleoptera 17 47
Indeks ketidaksamaan = 100% - 80% = 20 %
Tabel 6.4. Antara Bagian Permukaan Atas Kayu Dengan Di Bawah Kayu
No Ordo Area
Bagian permukaan atas
kayu
Di Bawah Kayu
1. Arachnida 6 -
2. Hymenoptera 53 60
3. Coleoptera 17 -
4. Blattaridae - 3
5. Chillopoda - 10
6. Gastropoda - 5
12
Indeks ketidaksamaan = 100% - 28,5% = 71,5 %
Tabel 6.5. Antara Bagian Permukaan Atas Kayu Dengan Di Dalam Kayu
No Ordo Area
Bagian Permukaan Atas
Kayu
Di Dalam Kayu
1. Arachnida 6 -
2. Hymenoptera 53 52
3. Coleoptera 17 -
4. Mallophaga - 7
5. Annelida - 5
6. Blattaridae - 3
7. Gastropoda - 3
8. Isoptera - 73
9. Chillopoda - 2
Indeks ketidaksamaan = 100% - 20% = 80%
Tabel 6.6. Antara Bagian Di Balik Kulit Kayu Dengan Di Bawah Kayu
No Ordo Area
Di Balik Kulit Di Bawah Kayu
12
Kayu
1. Coleoptera 25 -
2. Blattaridae - 3
3. Hymenoptera 47 60
4. Chillopoda - 10
5. Gastropoda - 5
Indeks ketidaksamaan = 100% - 33,3% = 66,7 %
Tabel 6.7. Antara Bagian Di Balik Kulit Kayu Di Dalam Kayu
No Ordo Area
Di Balik Kulit Kayu Di Dalam Kayu
1. Blattaridae - -
2. Chillopoda - -
3. Hymenoptera 47 52
4. Gastropoda - -
5. Mallophaga - 7
6. Annelida - 5
7. Blattaridae - 3
8. Gastropoda - 3
9. Isoptera - 73
10. Chillopoda - 2
11. Coleoptera 25 -
12
Indeks ketidaksamaan = 100% - 22,2% = 77,8 %
Tabel 6.8. Antara Bagian Di Bawah Kayu Dengan Di Dalam Kayu
No Ordo Area
Di Bawah Kayu Di Dalam Kayu
1. Blattaridae 3 -
2. Chillopoda 10 -
4. Gastropoda - -
5. Mallophaga - 7
6. Annelida - 5
7. Blattaridae - 3
8. Gastropoda 5 3
9. Isoptera - 73
10. Chillopoda - 2
11. Hymenoptera 60 52
Indeks ketidaksamaan = 100% - 36,4% = 63,6 %
6.2.2. Hubungan Relung Ekologi Hewan Dengan Mikrohabitat
Menurut ahli ekologi Eugene Odum, habitat suatu organisme adalah
alamatnya, relung adalah pekerjaannya. Dengan kata lain, relung suatu organisme
12
adalah peranan ekologisnya bagaimana ia “cocok dengan” suatu ekosistem.
Relung suatu populasi kadal pohon tropis, misalnya terdiri dari banyak variabel,
antara lain kisaran suhu yang dapat ia tolerir, ukuran pohon dimana ia bertengger,
waktu siang hari ketika ia aktif, serta ukuran dan jenis serangga yang ia makan.
Dalam mini riset ini, yang menjadi habitat dari hewan adalah batang kayu
yang sudah tua dan lapuk, sedangkan yang merupakan mikrohabitatnya adalah
bagian-bagian dari batang kayu, yaitu: permukaan atas kayu, di balik kulit kayu,
di bawah kayu dan di dalam kayu. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan
yang menempati mikrohabitat adalah hewan dari filum insecta dan juga annelida
dan gastropoda.
Dari hasil pengamatan, microhabitat yang memiliki tingkat
keanekaragaman tinggi adalah di dalam kayu yang terdiri dari 7 ordo. Berarti
dalam suatu microhabitat terdapat beberapa jenis spesies. Berarti telah tejadi
keselingkupan relung. Semakin banyak keragaman spesies maka akan terjadi
persaingan interspesies yang semakin tinggi pula, karena telah terjadi
keselingkupan relung di antara mereka. Persaingan yang terjadi bisa dalam hal
perebutan sumber daya alam, dan bagaimana suatu spesies dapat memanfaatkan
sumber daya untuk bertahan dari bahaya dan berkompetisi sesuai dengan
kebutuhannya. Spesies yang bertahan adalah spesies yang memiliki resistensi
tinggi terhadap factor lingkungan yang kurang mendukung misalnya. Keadaan
seperti di atas merupakan suatu relung fungsi komunitas, yang diungkapkan oleh
Colinvaux (1986).
Sebaliknya, microhabitat yang tingkat keanekaragaman hewannya rendah
kemungkinan persaingan terjadi namun tidak begitu besar karena factor
lingkungan seperti persediaan sumber daya sebagai makanan masih biasa
tercukupi.
6.2.3. Indeks Kesamaan Antara Mikrohabitat Hewan
12
Setelah dianalisis dengan menggunakan rumus Sorensen, maka diperoleh
indeks kesamaan dan ketidaksamaan yang berbeda-beda pada microhabitat yang
berbeda pula.
Tabel 4.9. Perbandingan Indeks Kesamaan Antara dua Mikrohabitat
No Mikrohabitat Indeks Kesamaan (%)
Indeks Ketidaksamaan (%)
1 Bagian Permukaan Atas Kayu
Dengan Di Balik Kulit Kayu
80 20
2 Bagian Permukaan Atas Kayu
Dengan Di Bawah Kayu
28,5 71,5
3 Bagian Permukaan Atas Kayu
Dengan Di Dalam Kayu
20 80
4 Bagian Di Balik Kulit Kayu Dengan
Di Bawah Kayu
33,3 66,7
5 Antara Bagian Di Balik Kulit Kayu
Di Dalam Kayu
22,2 77,8
6 Bagian Di Bawah Kayu Dengan Di
Dalam Kayu
36,4 63,6
Dari data di atas, yang memiliki tingkat kesamaan tertinggi adalah bagian
di permukaan atas kayu dengan bagian di balik kulit kayu. Artinya, di antara
kedua microhabitat memiliki keselingkupan relung hewan. Misalnya karena
keadaan lingkungan yang tidak jauh berbeda dari segi kelembaban, salinitas, atau
suhunya antara bagian di permukaan atas kayudengan di balik kulit kayu.
Sehingga hewan-hewan yang sesuai dengan keadaan lingkungan itu dapat hidup
di kedua tempat tersebut. Hal ini dapat dilihat bahwa ordo Coleoptera dan
Hymenoptera berada di kedua tempat tersebut. Berarti, dapat disimpulkan bahwa
relung hewan juga dapat dianalisis dari tempat hidupnya. Karena tempat hidup
dapat menunjukkan bagaimana factor lingkungan yang harus dihadapi oleh
hewan, bagaimana mereka dapat bertahan pada batas toleransi yang dimiliki, dan
adaftasi terhadap lingkungannya.
6.2.4. Adanya Segregasi Relung
12
Kedudukan yang ditempati oleh suatu spesies di dalam jaring-jaring
makanan merupakan faktor utama dalam menentukan relung ekologisnya. Tetapi
faktor lain juga ikut terlibat. Sebagai contoh kisaran suhu, kelembaban, salinitas
dan sebagainya, yang dapat diterima oleh setiap dua spesies dalam suatu habitat
untuk ikut menentukan relung ekologisnya. Relung ekologis hewan meliputi
semua aspek dari kedudukan yang ditempati oleh hewan tersebut di dalam
ekosistem tempat ia hidup. Tiap faktor yang merupakan bagian dari relung suatu
spesies biasanya berkisar sekitar suatu kisaran nilai. Jadi tiap organisme dapat
menahan suatu kisaran tertentu dari suhu, kelembaban, PH (misalnya tumbuhan
atau organisme air) salinitas (misalnya hewan-hewan di kuala), dan sebagainya.
Pada umumnya organisme dengan kisaran toleransi yang luas lebih tersebar
dibandingkan organisme dengan kisaran yang sempit.
Dari uraian di atas, relung suatu hewan dapat dipengaruhi oleh factor
lingkungan termasuk habitatnya, dan microhabitat khususnya. Berdasarkan data
yang diperoleh telah terjadi segregasi (pemisahan) relung hewan, yaitu
ditunjukkan dengan adanya microhabitat yang menjadi habitat khusus hewan.
Misalnya Annelida dan Gastropoda yang hanya ditemukan pada bagian dalam
kayu, sedangkan Arachnida hanya ditemukan di permukaan kayu. Begitu juga
dengan mikrohabitat di bawah kayu atau di bawah kulit kayu. Namun, segregasi
relung dapat dapat berlangsung dalam kondisi yang dinamis, artinya dapat terjadi
perubahan tergantung dimensi sumber daya yang tersedia.
12
Skema Struktur Relung Hewan
Batang Pohon (tua dan busuk)
Batang Pohon (tua dan busuk)
Permukaan atas kayuPermukaan atas kayu
Di balik kulit kayuDi balik kulit kayu
Di bawah kayuDi bawah kayu
Arachnida
Hymenoptera
Coleoptera
Arachnida
Hymenoptera
Coleoptera
Blattaridae
Hymenoptera
Chillopoda
Gastropoda
Blattaridae
Hymenoptera
Chillopoda
Gastropoda
Mallophaga
Annelida
Blattaridae
Gastropoda
Isoptera
Chillopoda
Hymenoptera
Mallophaga
Annelida
Blattaridae
Gastropoda
Isoptera
Chillopoda
Hymenoptera
Di dalam kayuDi dalam kayu
Coleoptera
HymenopteraColeoptera
Hymenoptera
12
VII. KESIMPULAN
Dari hasi penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Relung hewan juga dapat dianalisis dari tempat hidupnya. Karena tempat hidup dapat
menunjukkan bagaimana factor lingkungan yang harus dihadapi oleh hewan,
bagaimana mereka dapat bertahan pada batas toleransi yang dimiliki, dan bagaimana
adaptasi hewan terhadap lingkungannya.
2. H’= 1,34637. berarti 1<H’<3, maka keanekaragaman spesies sedang dan komunitas
stabil, dan yang mendominasi habitat adalah insecta.
3. Semakin banyak keragaman spesies maka akan terjadi persaingan interspesies yang
semakin tinggi pula, karena telah terjadi keselingkupan relung di antara mereka
4. Tingkat kesamaan tertinggi adalah hewan yang ada di bagian permukaan atas kayu
dengan bagian di balik kulit kayu.
.
12
DAFTAR PUSTAKA
Deshmukh, Ian. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Iskandar, Djoko.2000. Lingkunga Perairan. Jakarta: Erlangga
Michael, P. 1995. Metode Ekologi Penyelidikan Ladang dan labotratorium. Jakarta: Dikti
Tim Dosen. 2009. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Medan: FMIPA Unimed
Tim Dosen. 2009. Penuntun Praktikum ekologi Hewan. Medan: FMIPA Unimed
12