LAPORAN AKHIR HIBAH GRUP RISET UNIVERSITAS UDAYANA · arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di...
Transcript of LAPORAN AKHIR HIBAH GRUP RISET UNIVERSITAS UDAYANA · arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di...
i
LAPORAN AKHIRHIBAH GRUP RISET
UNIVERSITAS UDAYANA
IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM PENGELOLAAN WARISANBUDAYA DUNIA SEBAGAI DAYA TARIK PARIWISATA DI BALI
TIM PENELITI
Ketua: Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. (0018025201)Anggota : 1. Dr. I Nyoman Dhana, M.A. (0016095702)
2. Dr. I Ketut Setiawan, M.HUM. (0028025810)
Dibiayai olehDIPA PNBP Universitas Udayana
Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan PenelitianNomor: 246-353/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 21 April 2015
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYAUNIVERSITAS UDAYANAOKTOBER, TAHUN 2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Implementasi Tri Hita Karana dalam
Pengelolaan Warisan Budaya Dunia sebagai
Daya Tarik Pariwisata di Bali
Peneliti/Pelaksana
Nama Lengkap : Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.
NIDN : 0018025201
Jabatan Fungsional : Guru Besar
Program Studi : Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya
Nomor HP : 08179738948
Alamat e-mail : [email protected]
Anggota 1 :
Nama Lengkap : Dr. I Nyoman Dhana, M.A.
NIDN : 0016095702
Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
Anggota 2 :
Nama Lengkap : Dr. I Ketut Setiawan, M.Hum
NIDN : 0028025810
Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
Penanggung Jawab : Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.
Tahun Pelaksanaan : 2015
Biaya Keseluruhan : Rp. 40.000.000,-
iii
iv
RINGKASAN
UNESCO dalam Konvensi Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris
pada tahun 1972 menegaskan bahwa warisan budaya dunia sebagai hasil karya manusia atau
alam adalah sebagai berikut. ”Hasil karya manusia atau gabungan antara alam dan hasil
karya manusia termasuk dalam hal ini adalah situs purbakala yang mempunyai nilai universal
istimewa dari segi sejarah, kebudayaan atau ilmu pengetahuan”.
Terkait dengan hal di atas, pada tanggal 29 Juni 2012 UNESCO telah menetapkan
landskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia. Penetapan landskap budaya Bali sebagai
warisan budaya dunia oleh Unesco dilandasi oleh nilai keunggulan universal (outstanding
universal value) yang dimiliki oleh filosofi Tri Hita Karana. Beberapa situs yang telah
ditetapkan sebagai warisan budaya dunia meliputi Pura Ulun Danu Batur, Kawasan tinggalan
arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di Kabupaten Gianyar, pura Taman Ayun di Kabupaten
Badung, dan Kawasan subak Catur Angga Pura Batukaru, di Kabupaten Tabanan. Tujuan
utama penetapan kawasan tersebut sebagai warisan budaya dunia adalah meningkatkan
pelestarian kawasan, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan,
mempertahankan keseimbangan ekologis dan mewujudkan revitalisasi pertanian. Tujuan
tersebut harus bersesuaian dengan falsafah Tri Hita Karana selanjutnya disebut (THK) yang
menekankan pentingnya keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan),
dengan sesamanya (Pawongan), dan dengan lingkungan alam (Palemahan). Ini berarti,
falsafah THK sangat penting untuk diterapkan dalam pengelolaan warisan budaya dunia
sebagai daya tarik wisata.
Kawasan warisan budaya dunia di Bali berpotensi sebagai daya tarik wisata sehingga
pengelolaannya harus berlandaskan nilai-nilai keunggulan universal THK. Namun kenyataan
di lapangan, masyarakat, industri pariwisata dan pemerintah mungkin saja tidak memahami
dan menerapkan secara utuh nilai-nilai THK yang telah diakui oleh Unesco dalam
pengelolaan kawasan tersebut sebagai daya tarik wisata.
Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2
Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Bab II, Pasal 2 Peraturan Daerah Provinsi
Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali menyatakan bahwa
“Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat,
kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan
v
merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu
dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana” (Pemerintah Provinsi Bali, 2012). Berdasarkan
hal tersebut bahwa nilai-nilai keunggulan universal warisan budaya dunia Pura Taman Ayun
dan Tirta Empul selaras dengan penyelengaaraan kepariwisataan budaya Bali yang juga
dilandasi oleh falsafah Tri Hita karana. Dengan kata lain, pengelolaan Pura Taman Ayun dan
Tirta Empul sebagai daya tarik wisata harus berlandaskan pada falsafah Tri Hita Karana.
Untuk memahami penerapan atau implementasi nilai-nilai THK dalam pengelolaan
warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata di Bali, perlu dikaji melalui penelitian secara
mendalam. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengelolaan landskap budaya
Bali sebagai warisan dunia yang berlandaskan pada keunggulan universal nilai-nilai THK.
Bertolak dari paparan di atas, penelitian ini secara khusus bertujuan untuk merancang
model strategi pengelolaan warisan budaya dunia yang berorientasi pada pelestarian alam dan
aspek sosial budaya yang difokuskan pada tiga aspek berikut ini.
1) Pemanfaatan kawasan dan tempat suci sebagai bagian warisan budaya dunia dalam
pengembangan pariwisata.
2) Pemahaman dan implementasi nilai-nilai Tri Hita Karana (THK) oleh sumber daya
manusia dalam pengelolaan warisan budaya dunia untuk pengembangan pariwisata.
3) Kelestarian lingkungan alam dalam konteks pengembangan pariwisata di kawasan yang
telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia.
Urgensi penelitian ini dapat dilihat dari tujuan khusus yang hendak dicapai sebagaimana
dikemukakan di atas. Bertolak dari tujuan khusus tersebut, hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat secara signifikan, yaitu untuk membuat model pengelolaan warisan budaya
dunia sebagai daya tarik wisata yang dilandasi oleh nilai-nilai keunggulan universal
(outstanding universal value). Implementasi model pengelolaan seperti ini tentu saja
memungkinkan untuk meningkatkan potensi warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata.
Hasil penelitian yang merupakan implementasi atau penerapan nilai-nilai keunggulan
universal THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata akan
bermanfaat untuk pelestarian alam dan aspek sosial-budaya masyarakat Bali.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dipadukan dengan kuantitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung atau observasi, wawancara
mendalam, dan penyebaran kuesioner. Data yang diperoleh dikumpulkan, direduksi dan
danalisis secara deskriptif interpretatif. Selain itu, data yang diperoleh melalui penyebaran
vi
kuesioner dianalisis dengan menggunakan Skala Likert dengan rentangan skor 1 sampai
dengan 5. Skor 1-1,80 dengan nilai sangat kurang (SK), skor 1,81 – 2,60 nilai kurang (K),
skor 2,61-3,40 nilai cukup (C), skor 3,41-4,20 baik (B), dan skor 4,21-5,0 dengan nilai sangat
baik (SB).
Hasil penelitian ini menemukan beberapa hal yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Filosofi Tri Hita Karana telah diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman
Ayun dan Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Nilai-nilai keunggulan Tri Hita
Karana yang melandasi penetapan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai
Warisan Budaya Dunia selaras dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2
Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Larangan dan pembatasan akses
kepada wisatawan memasuki halaman utama/jeroan pura adalah representasi aspek
Parhyangan dalam mengimplementasi nilai-nilai Tri Hita Karana.
Pelayanan, pemberian informasi, tanda-tanda atau signed dan fasilitas kepada
wisatawan di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul adalah representasi aspek Pawongan
guna mewujudkan hubungan yang harmonis dengan sesama manusia, termasuk
wisatawan yang berkunjung ke pura tersebut. Aspek Pawongan dalam konteks
pariwisata perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
Penataan lingkungan fisik di sekitar Pura Taman Ayun dan Tirta Empul semakin
meningkat setelah keduanya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Fasilitas
penunjang seperti toilet, jalan keliling di sekitar pura, dan kebersihan lingkungan
telah ditata dengan baik sehingga dapat menambah daya tarik dan memberikan
kenyamanan dan kemudahan bagi wisatawan. Penataan fisik dan fasilitas penunjang
di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul merupakan representasi aspek Palemahan dari
filosofi Tri Hita Karana.
2. Wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang berasal dari luar Bali dapat
dikatakan belum memahami Tri Hita Karana dan nilai-nilai keunggulan universal
filosofi tersebut. Kendala ini dapat diatasi dengan meningkatkan pemahaman
pengelola Taman Ayun dan Tirta Empul terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana, dan
menugaskan guide lokal untuk menyosialisasikannya kepada wisatawan.
Hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan, antara pengelola dengan
pemilik, dan pemerintah agar senantiasa dijaga, sehingga timbul kesan atau image
yang positif di kalangan wisatawan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
vii
Pemahaman terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana yang masih kurang dan jumlah
kunjungan wisatawan yang bersifat fluktuatif mengindikasikan bahwa pelabelan
warisan budaya dunia belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya
tarik wisata Pura Taman Ayun dan Tirta Empul.
3. Kelestarian lingkungan alam di kawasan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul ditata
dengan baik, terutama pasca penetapanya sebagai warisan budaya dunia. Penataan
lingkungan di kedua pura tersebut seperti penataan parkir, kemudahan mengambil
foto atau memotret untuk wisatawan, dan penambahan atraksi kegiatan melukat dan
pemeliharaan ikan koi di Pura Tirta Empul dapat menambah kepuasan wisatawan.
Dalam konteks pariwisata, penataan lingkungan tersebut dapat dikatakan sebagai
turistifikasi atau proses komodifikasi. Turisitifikasi dan komodifikasi merupakan
konstruksi dan interpretasi ulang pura atau tempat suci sebagai daya tarik wisata.
Penataan lingkungan bukan saja memberikan kemudahan dan kenyaman kepada
wisatawan, tetapi juga bermanfaat untuk masyarakat lokal dalam pengembangan
pariwisata yang berkelanjutan.
Beberapa saran atau rekomendasi yang dapat disampaikan dalam pengelolaan warisan
budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata adalah
sebagai berikut.
1. Sebagai upaya menjaga kesucian pura yang menjadi daya tarik wisata disarankan
agar setiap wisatawan memakai kain dan selendang memasuki halaman tempat
suci.
2. Pengelola Pura Taman Ayun dan Tirta Empul harus lebih meningkatkan
pemahaman dan pengimplementasian nilai-nilai Tri Hita karana secara
berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan..
3. Turistifkasi dan komodifikasi agar dilakukan secara berkeseimbangan sehingga
tidak mencederai aspek Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan sebagai
representasi nilai-nilai Tri Hita Karana.
4. Promosi Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia, yang
sekaligus menjadi daya tarik wisata agar ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya
sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan.
viii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa/IdaSanghyang Widi Wasa maka penelitian yang berjudul: IMPLEMENTASI TRI HITAKARANA DALAM PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DUNIA SEBAGAI DAYATARIK PARIWISATA DI BALI dapat diselesaikan dengan lancar dan tepat waktu.Penelitian ini adalah Penelitian Hibah Grup Riset yang dibiayai dari dana DIPA, PNBPUniversitas Udayana sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan PenelitianNomor: 246-353/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 21 April 2015.
Pada kesempatan yang baik ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada semuapihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini sebagai berikut.
1. Bapak Rektor Universitas Udayana
2. Bapak Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, UniversitasUdayana
3. Bapak Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana
4. Bapak Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan Kepala Dinas PariwisataKabupaten Gianyar beserta staf
5. Pengelola Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul, dan semua informan
Kami menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna karena terbatasnyakemampuan tim dalam menggali, menemukan dan menganalisis data yang tersedia.Akhirnya, kami berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk manambah khasanahpengetahuan dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata di Bali.
Denpasar, 9 Nopember 2015Tim Penelitia,Ketua,
Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.NIP. 195202181980031002
ix
DAFTAR ISI
HalamanBAB I PENDAHULUAN. ............................................................................................. 11.1 Latar Belakang. ..........................................................................................................11.2 Tujuan Khusus ..........................................................................................................31.3 Ugensi Penelitian .......................................................................................................3
BAB II METODE PENELITIAN ...................................................................................4
2.1 Penentuan Lokasi Penelitian ...................................................................................42.2 Jenis dan Sumber Data ...............................................................................................52.2.1 Jenis Data ................................................................................................................52.2.2 Sumber Data ..........................................................................................................52.3 Teknik Penentuan Informan dan Responden .............................................................62.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................................72.4.1 Pengamatan/Observasi ...........................................................................................72.4.2 Wawancara Mendalam............................................................................................72.4.3 Studi Dokumen ..................................................................................................... 82.4.4 Kuesioner/Angket .................................................................................................. 82.5 Analisis Data ..............................................................................................................9
BAB III GAMBARAN UMUM PURA TAMAN AYUN DAN TIRTA EMPUL.......113.1 Pura Taman Ayun .....................................................................................................113.1.2 Sejarah Pura ...........................................................................................................113.1.3 Struktur Pura ........................................................................................................ .123.3 Status Pura Taman Ayun sebagai Warisan Budaya Dunia .................................... .143.2 Pura Tirta Empul ..................................................................................................... .163.2.1 Sejarah Pura ...........................................................................................................163.2.2 Struktur Pura .........................................................................................................193.2.3 Status Pura Tirta Empul sebagai Warisan Budaya Dunia ....................................20
BAB IV KARAKTERISTIK DAN PERSEPSI RESPONDEN ..................................224.1 Karakteristik Responden ..........................................................................................224.1.1 Karakteristik Responden Pura Taman Ayun .........................................................224.1.1.1 Karakteristik Responden Wisatawan Mancanegara ...........................................224.1.1.2 Karakteristik Responden Wisatawan Nusantara ................................................264.1.2 Karakteristik Responden Pura Tirta Empul .........................................................324.1.2.1 Karakteristik Responden Wisatawan Mancanegara ......................................... 324.1.2.2 Karakteristik Responden Wisatawan Nusantara .............................................. 354.2 Persepsi Responden .............................................................................................. .384.2 .1 Persepsi Responden Pura Taman Ayun ........................................................... 384.2.1.1 Persepsi Responden Wisatawan Mancanegara ................................................ 384.2.1.2 Persepsi Responden Wisatawan Nusantara .................................................... .454.2.2 Persepsi Responden Pura Tirta Empul............................................................... .514.2.2.1 Persepsi Responden Wisatawan Mancanegara .................................................51
x
4.2.2.2 Persepsi Responden Wisatawan Nusantara .................................................... .55
Halaman
BAB V IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAMPENGELOLAAN PURA TAMAN AYUN DAN TIRTA EMPUL .......................58
5.1 Aspek Parhyangan ..................................................................................................595.2 Aspek Pawongan ....................................................................................................635.3 Aspek Palemahan ...................................................................................................70
BAB VI PENUTUP .....................................................................................................746.1 Simpulan ..................................................................................................................746.2 Saran-Saran ..............................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................77
xi
Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kunjungan Wisatawan ke destinasi Wisata Pura Taman Ayun ..............23
Tabel 4.2 Responden Wisatawan Mancanegara menurut Jenis Kelamin ...............24
Tabel 4.3 Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Usianya .....24
Tabel 4.4 Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Pekerjaan. 24
Tabel 4.5 Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Sumber
Informasi tentang Pura Taman Ayun ................................................. .. 25
Tabel 4.6 Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Jumlah
Kunjungannya ..........................................................................................25
Tabel 4.7 Responden Wisatawan Mancanegara digolongkan menurut Pengetahuan
tentang Pura Taman Ayun ........................................................................26
Tabel 4.8 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jumlah
Kunjungan ke Pura Taman Ayun ............................................................27
Tabel 4.9 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pengetahuan
tentang Pura Taman Ayun .......................................................................28
Tabel 4.10 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut
Pemerolehan Informasi Pura Taman Ayun ........................................... 29
Tabel 4.11 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jenis Kelamin.29
Tabel 4.12 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Daerah Asal... 30
Tabel 4.13 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Usianya ........31
Tabel 4.14 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pekerjaannya..32
Tabel 4.15 Jumlah Kunjungan Wisatwan ke Pura Tirta Empul ............................... 33
Tabel 4.16 Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
digolongkan menurut Umur ..................................................................33
Tabel 4.17 Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
digolongkan menurut Jenis Kelamin.......................................................34
Tabel 4.18 Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
digolongkan menurut Pekerjaan .............................................................34
xii
Tabel 4.19 Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
digolongkan menurut Pemeroleh Informasi ...........................................35
Halaman
Tabel 4.20 Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
digolongkan menurut Jumlah Kunjungan ke Pura Tirta Empul .................35
Tabel 4.21 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Daerah Asal.........36
Tabel 4.22 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jenis Kelamin......36
Tabel 4.23 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Umur ..................36
Tabel 4.24 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pekerjaannya........37
Tabel 4.25 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Pemerolehan
Informasi ................................................................................................ .......38
Tabel 4.26 Responden Wisatawan Nusantara digolongkan menurut Jumlah Kunjungan 38
Tabel 4.27 Persepsi Wisatawan Mancanagera tentang Larangan di Pura Taman Ayun...39
Tabel 4.28 Responden Wisatawan Mancanagera digolongkan menurut Pakaiannya
memasuki Pura Taman Ayun ........................................................................ 39
Tabel 4.29 Persepsi Responden terhadap Layanan petugas di Pura Taman ...................40
Tabel 4.30 Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Atraksi
di Pura Taman Ayun .....................................................................................41
Tabel 4.31 Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Aksesibilitas ke
Pura Taman Ayun ..........................................................................................42
Tabel 4.32 Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Fasilitas di
Pura Taman Ayun...........................................................................................42
Tabel 4.33 Persepsi Responden Wisatawan Mancanagera tentang Pengelolaan Pura
Taman Ayun ..................................................................................................44
Tabel 4.34 Persepsi Responden Wisatawan Nusantara tentang larangan memasuki
halaman utama Pura Taman Ayun ......................................................... .45
Tabel 4.35 Responden Digolongkan Menurut Pakaiannya Ketika MemasukiPura Taman Ayun ...................................................................................... .47
Tabel 4.36 Persepsi Responden tentang Pelayanan petugas di Pura Taman Ayun ..... .47
Tabel 4.37 Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Taman Ayun ....................... .49
Tabel 4.38 Persepsi Responden tentang Aksesibilitas ke Pura Taman Ayun ............. 49
xiii
Tabel 4.39 Persepsi Responden tentang Fasilitas di Pura Taman Ayun.................... 50
Tabel 4.40 Persepsi Responden tentang Pengelolaan Pura Taman Ayun .................. 51
Tabel 4.41 Persepsi Responden tentang Pakaian memasuki Pura Tirta Empul ......... 51
Halaman
Tabel 4.42 Persepsi Responden tentang Pelayanan kain dan selendang
di Pura Tirta Empul ....................................................................................52
Tabel 4.43 Persepsi Responden terhadap Larangan memasuki halaman utama
Pura Tirta Empul ........................................................................................52
Tabel 4.44 Persepsi Responden tentang Daya tarik Pura Tirta Empul ......................53
Tabel 4.45 Persepsi Responden tentang Aksesibilitas ke Pura Tirta Empul .............54
Tabel 4.46 Persepsi Responden tentang Fasilitas di Pura Tirta Empul ......................54
Tabel 4.47 Persepsi Responden tentang Pengelolaan Pura Tirta Empul....................55
Tabel 4.48 Persepsi Responden Wisatawan Nusantara tentang Pakaian
memasuki Pura Tirta Empul ...................................................................55
Tabel 4.49 Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Tirta Empul .....................56
Tabel 4.50 Persepsi Responden tentang Fasilitas di Pura Tirta Empul ..................56
Tabel 4.51 Persepsi Responden tentang Aksesibilitas ke Pura Tirta Empul ...........57
Tabel 4.52 Persepsi Responden tentang Pengelolaan Pura Tirta Empul..................57
xiv
Halaman
DAFTAR GAMBAR/FOTO
Gambar 3.1 Wisatawan sedang antre untuk melukat di Pura Tirta Empul ..................19
Gambar 4.1 Bagian luar dan dalam brosur Pura Taman Ayun .....................................28
Gamabr 4.2 Wisatawan mancanegara dan nusantara tidak memakai kain
dan selendang di Pura Taman Ayun .........................................................41
Gambar 4.3 Pemandu wisatawan memakai pakaian adat .............................................42
Gambar 4.4 Kolam dalam keadaan kering saat penelitian di Pura Taman Ayun .........43
Gambar 4.5 Mini bus diizinkan berhenti di depan gapura Pura Taman Ayun .............44
Gambar 4.6 Wantilan di Pura Taman Ayun .................................................................45
Gambar 4.7 Kondisi toilet di Pura Taman Ayun ..........................................................45
Gambar 5.1 Petugas di Pura Taman Ayun tidak menyiapkan kain dan selendang
Petugas di Pura Tirta Empul menyiapkan kain dan selendang..................60
Gambar 5.2 Pemandangan yang kontras di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul..61
Gambar 5.3 Wisatawan di Pura Taman Ayun dapat menyaksikan halaman utama/
Jeroan dari luar tembok/panyengker ........................................................62
Gambar 5.4 Tanda pembatas dan larangan terhadap wisatawan di halaman utama/
Jeroan Pura Tirta Empul
Gambar 5.5 Wisatawan mengelilingi Pura Tirta Empul dari luar halaman utama ......63
Gambar 5.6 Wisatawan mengambil foto dari bagian belakang Pura Taman Ayun
Dan dari halaman utama Pura Tirta Empul .............................................63
Gambar 5.7 Canang sari diaturkan pada pintu masuk dan pancuran tempat melukat/
Penyucian diri ..........................................................................................64
Gambar 5.8 Tanda anjuran dan larangan yang dipasang di Pura Taman Ayun .........66
Gambar 5.9 Tanda penunjuk kolam suci di Pura Tirta Empul ....................................67
Gambar 5.10 Tempat penitipan barang dan locker di Pura Tirta Empul ......................70
Gambar 5.11 Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun .............................................72
Gambar 5.12 Pedagang asongan pada jalan setapak di sebelah barat gapura
Pura Taman Ayun ....................................................................................72
xv
Gambar 5.13 Para petugas kebersihan di Pura Taman Ayun ........................................73
Gambar 5.14 Tempat sampah dan kondisi toilet di Pura Tirta Empul ........................ .73
Gambar 5.15 Wisatawan memberi makan ikan koi di Pura Tirta Empul .....................74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Halaman
1. Daftar Informan .................................................................80
2. Pedoman wawancara ............................................................................ 81
3. Daftar Nama responden wisatawan mancanegara ..............................................92
4. Kuesioner untuk wisatawan nusantara................................................................93
5. Kuesioner untuk wisatawan mancanegara ..........................................................98
6. Lampiran Artikel ..............................................................................................103
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
UNESCO dalam Konvensi Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia di Paris
pada tahun 1972 menegaskan bahwa warisan budaya dunia sebagai hasil karya manusia atau
alam adalah sebagai berikut. ”Hasil karya manusia atau gabungan antara alam dan hasil
karya manusia termasuk dalam hal ini adalah situs purbakala yang mempunyai nilai universal
istimewa dari segi sejarah, kebudayaan atau ilmu pengetahuan”.
Terkait dengan hal di atas, pada tanggal 29 Juni 2012 UNESCO telah menetapkan
landskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia. Penetapan landskap budaya Bali sebagai
warisan budaya dunia oleh Unesco dilandasi oleh nilai keunggulan universal (outstanding
universal value) yang dimiliki oleh filosofi Tri Hita Karana. Beberapa situs yang telah
ditetapkan sebagai warisan budaya dunia meliputi Pura Ulun Danu Batur, Kawasan tinggalan
arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di Kabupaten Gianyar, pura Taman Ayun di Kabupaten
Badung, dan Kawasan subak Catur Angga Pura Batukaru, di Kabupaten Tabanan. Tujuan
utama penetapan kawasan tersebut sebagai warisan budaya dunia adalah meningkatkan
pelestarian kawasan, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan,
mempertahankan keseimbangan ekologis dan mewujudkan revitalisasi pertanian. Tujuan
tersebut harus bersesuaian dengan falsafah Tri Hita Karana selanjutnya disebut (THK) yang
menekankan pentingnya keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan),
dengan sesamanya (Pawongan), dan dengan lingkungan alam (Palemahan). Ini berarti,
falsafah THK sangat penting untuk diterapkan dalam pengelolaan warisan budaya dunia
sebagai daya tarik wisata.
2
Kawasan warisan budaya dunia di Bali berpotensi sebagai daya tarik wisata sehingga
pengelolaannya harus berlandaskan nilai-nilai keunggulan universal THK. Namun kenyataan
di lapangan, masyarakat, industri pariwisata dan pemerintah mungkin saja tidak memahami
dan menerapkan secara utuh nilai-nilai THK yang telah diakui oleh Unesco dalam
pengelolaan kawasan tersebut sebagai daya tarik wisata.
Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2
Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Bab II, Pasal 2 Peraturan Daerah Provinsi
Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali menyatakan bahwa
“Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat,
kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan
merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu
dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana” (Pemerintah Provinsi Bali, 2012). Berdasarkan
hal tersebut bahwa nilai-nilai keunggulan universal warisan budaya dunia Pura Taman Ayun
dan Tirta Empul selaras dengan penyelengaaraan kepariwisataan budaya Bali yang juga
dilandasi oleh falsafah Tri Hita karana. Dengan kata lain, pengelolaan Pura Taman Ayun dan
Tirta Empul sebagai daya tarik wisata harus berlandaskan pada falsafah Tri Hita Karana.
Untuk memahami penerapan atau implementasi nilai-nilai THK dalam pengelolaan
warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata di Bali, perlu dikaji melalui penelitian secara
mendalam. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengelolaan landskap budaya
Bali sebagai warisan dunia yang berlandaskan pada keunggulan universal nilai-nilai THK.
3
1.2 Tujuan Khusus
Bertolak dari paparan di atas, penelitian ini secara khusus bertujuan untuk merancang
model strategi pengelolaan warisan budaya dunia yang berorientasi pada pelestarian alam dan
aspek sosial budaya yang difokuskan pada tiga aspek berikut ini.
4) Pemanfaatan kawasan dan tempat suci sebagai bagian warisan budaya dunia dalam
pengembangan pariwisata.
5) Pemahaman dan implementasi nilai-nilai Tri Hita Karana (THK) oleh sumber daya
manusia dalam pengelolaan warisan budaya dunia untuk pengembangan pariwisata.
6) Kelestarian lingkungan alam dalam konteks pengembangan pariwisata di kawasan yang
telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia.
1.3 Urgensi
Urgensi penelitian ini dapat dilihat dari tujuan khusus yang hendak dicapai
sebagaimana dikemukakan di atas. Bertolak dari tujuan khusus tersebut, hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat secara signifikan, yaitu untuk membuat model pengelolaan
warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata yang dilandasi oleh nilai-nilai keunggulan
universal (outstanding universal value). Implementasi model pengelolaan seperti ini tentu
saja memungkinkan untuk meningkatkan potensi warisan budaya dunia sebagai daya tarik
wisata. Hasil penelitian yang merupakan implementasi atau penerapan nilai-nilai keunggulan
universal THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata akan
bermanfaat untuk pelestarian alam dan aspek sosial-budaya masyarakat Bali.
4
BAB II
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dipadukan dengan kuantitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung atau observasi, wawancara
mendalam, dan penyebaran kuesioner. Data yang diperoleh dikumpulkan, direduksi dan
danalisis secara deskriptif interpretatif. Selain itu, data yang diperoleh melalui penyebaran
kuesioner dianalisis dengan menggunakan Skala Likert dengan rentangan skor 1 sampai
dengan 5. Skor 1-1,80 dengan nilai sangat kurang (SK), skor 1,81 – 2,60 nilai kurang (K),
skor 2,61-3,40 nilai cukup (C), skor 3,41-4,20 baik (B), dan skor 4,21-5,0 dengan nilai sangat
baik (SB).
Uraian secara rinci metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
2.1 Penentuan Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul dan tujuan, maka penelitian ini akan dilakukan di kawasan
warisan budaya dunia di Bali, yakni kawasan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun,
Mengwi, Kabupaten Badung, dan Pura Tirta Empul di Kabupaten Gianyar. Lokasi ini dipilih
karena kawasan warisan budaya dunia tersebut telah berfungsi sebagai daya tarik wisata, dan
sering dikunjungi oleh wisatawan nusantara dan mancanegara. Dengan demikian,
pengumpulan data untuk mencapai tujuan penelitian ini diharapkan akan membawa hasil
yang memadai.
5
2.2 Jenis dan Sumber Data
2.2.1 Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data
berupa kata-kata dan ungkapan seperti opini dalam hasil wawancara dan persepsi wisatawan
maupun pelaku pariwisata (stakeholders) terkait. Data kuantitatif yakni data yang nilainya
berbentuk numerik atau angka. Dalam penelitian ini data kuantitatif meskipun digunakan
dalam beberapa hal, hanya bersifat mendukung dan menyempurnakan data kualitatif,
misalnya jumlah kunjungan wisatawan, dan data jumlah penerimaan retribusi.
2.2.2 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua macam yakni
data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah masyarakat, pengelola daya tarik
wisata, dan wisatawan, yang diperoleh melalui wawancara maupun observasi. Selanjutnya
data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan, baik berupa laporan hasil penelitian
maupun sumber tertulis lainnya.
Data primer dalam penelitian diperoleh dari sumber pertama melalui wawancara
langsung (interview) dengan staf Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan Dinas Pariwisata
Kabupaten Gianyar. Kepala Badan Promosi Pariwisata Daerah Kabupaten Badung, pengelola
daya tarik pariwisata Pura Taman Ayun, Bendesa Adat dan Wakil Bendesa Adat Desa
Pakraman Manukaya, Tampaksiring, staf pengelola daya tarik wisata Pura Tirta Empul.
Pengamatan langsung peneliti di lapangan juga merupakan sumber data primer. Selain itu,
penyebaran angket/kuesioner kepada wisatawan mancanegara dan nusantara melengkapi data
primer dalam penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen, laporan
6
penelitian, buku-buku, data dokumentasi serta arsip, internet yang berkaitan dan mendukung
penelitian ini.
2.3 Penentuan Informan
Mengingat penelitian ini akan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, maka
data dan informasi yang dibutuhkan akan digali melalaui pengamatan dan wawancara
mendalam. Oleh karena itu, informan merupakan narasumber yang amat penting dalam
penelitian ini, sebab tanpa informan akan sulit memperoleh data dan keterangan untuk
mencapai tujuan penelitian. Sudah dapat dipastikan informan dalam penelitian ini adalah
warga masyarakat di kawasan warisan budaya dunia, baik sebagai warga biasa maupun
sebagai tokoh, aparat pemerintah desa, dan aparat dari instansi pemerintah yang terkait
dengan pengelolaan warisan budaya dunia, seperti Dinas Pariwisata Kabupaten Badung dan
Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar. Sehubungan dengan itu, Kepala Desa Dinas dan
Kepala Desa Adat setempat akan dijadikan informan pangkal dalam penelitian ini
Sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1989 : 130), informan pangkal adalah
orang-orang yang dapat memberikan petunjuk kepada peneliti tentang adanya individu lain
yang paham tentang berbagai sektor kehidupan masyarakat yang ingin dikaji oleh peneliti.
Individu-individu lain ini disebut informan pokok atau informan kunci (key informant).
Berdasarkan petunjuk informan pangkal itu yakni kepala desa tersebut akan
dikembangkan jumlah informan, baik informan pangkal yang lainnya maupun informan
kunci dan informan selanjutnya. Dengan demikian, pengembangan informan dalam penelitian
ini bersifat snowboll, yakni dari informan ke informan lain. Penambahan informan akan
diakhiri apabila terdapat indikasi bahwa tidak ada lagi variasi informasi dan kategorisasi data
dan informasi telah jenuh.
7
Wisatawan nusantara dan mancanegara juga ditetapkan sebagai responden dalam
penelitian ini, karena merekalah yang mengonsumsi warisan budaya dunia yang ditetapkan
sebagai daya tarik wisata. Persepsi dan informasi para wisatawan sangat penting untuk
memahami implementasi THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik
wisata di Bali. Persepsi wisatawan akan sangat penting terkait dengan keberlanjutan atau
kesinambungan (sustainability) daya tarik wista tersebut.
2.4 Metode Pengumpulan Data dan Informasi
2.4.1 Pengamatan
Metode pengamatan yang diterapkan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
mencermati perilaku wisatawan dan warga masyarakat dalam konteks pengelolaan warisan
budaya dunia. Namun perlu dikemukakan di sini, bahwa dalam pengamatan juga dilakukan
wawancara dengan menanyakan sesuatu yang telah dilihat dan didengar terkait dengan tujuan
penelitian ini, guna memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih jauh. Hal ini biasa
dilakukan dalam pengamatan terlibat, sehingga para akhli mengatakan pengamatan terlibat
sebagai pengamatan langsung bersama metode lainnya dalam pengumpulan informasi
(Mulyana, 2006 : 162), atau sebagai pengamatan yang bercirikan interaksi peneliti dengan
subjek (Satori dan Komariah, 2009 : 117).
2.4.2 Wawancara Mendalam
Teknik wawancara mendalam digunakan dalam penelitian ini terutama untuk
menggali informasi mengenai pengalaman individu yang biasanya disebut sebagai metode
penggunaan data pengalaman individu (individual life history) atau dokumen manusia
(human document) (Koentjaraningrat, 1989 : 158). Dalam hal ini peneliti akan mengajukan
8
pertanyaan-pertanyaan secara bebas dan leluasa tanpa terikat pada suatu daftar pertanyaan
rinci yang disiapkan sebelumnya. Dengan cara ini memungkinkan wawancara berlangsung
luwes, arahnya bisa lebih terbuka sehingga diperoleh informasi yang lebih kaya, pembicaraan
tidak terlampau terpaku atau tidak menjemukan/membosankan baik bagi peneliti maupun
bagi informan.
2.4.3 Studi Dokumen
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mempelajari bahan-bahan
tertulis seperti surat keputusan, arsip-arsip, dokumen tentang daya tarik wisata Pura Taman
Ayun dan Tirta Empul. Di samping itu, dilakukan pula kajian pustaka yang berkaitan dengan
daya tarik wisata sejenis untuk mendapatkan masukan sebagai bahan komperasi mengenai
pengelolaan daya tarik wisata lain dengan perpsektif Tri Hita Karana.
2. 4.4 Kuesioner/Angket
Dalam penelitian ini ditetapkan 60 orang responden wisatawan mancanegara dan
nusantara, yang ditentukan secara kebetulan (accidental sampling) pada saat pengumpulan
data. Responden tersebut terdiri atas 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 orang
wisatawan nusantara. Jumlah responden di masing-masing lokasi penelitian yakni di Pura
Taman Ayun dan Tirta Empul terdiri atas 15 orang wisatawan mancanegara dan 15 orang
wisatawan nusantara.
Untuk mengukur persepsi wisatawan, digunakan kuesioner yang disesuaikan atau
dimodifikasi sesuai dengan atraksi, aksesibilitas, fasilitas, dan manajemen/organisasi, yang
terkait dengan nilai-nilai Tri Hita Karana yakni Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan.
Kuesioner diberikan kepada 60 orang wisatawan mancanegara dan nusantara yang
9
berkunjung ke Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Wisatawan mengisi langsung kuesioner
yang disajikan dalam bentuk pertanyaan dan jawabannya telah disediakan dengan cara
mencentang (V) atau memberi tanda silang (X) pada kotak jawaban yang telah disiapkan.
2.5 Analisis Data
Analisis data/informasi dilakukan dengan teknik penggabungan atau perpaduan antara
deskriptif kualitatif interpretatif dan kuantitatif. Analisis interpretatif, terutama secara emik
dan etik, sehingga dapat dihindari kemungkinan adanya masalah dengan informan yang telah
melakukan sesuatu tindakan tetapi tidak mampu menginformasikan maknanya sebagiamana
dikatakan oleh Brian Fay (2004). Proses analisis dalam penelitian ini bisa sejalan dengan
proses wawancara dan pengamatan, artinya analisis dilakukan secara bergantian dengan
wawancara dan pengamatan dalam satu paket waktu. Secara konkret mekanismenya bahwa
setiap informansi penting yang diperoleh dari informan langsung dianalisis dan wawancara
tersebut mengacu kepada apa yang oleh Taylor dan Bogdan (1984: 128) disebut dengan
istilah go hand-in-hand.
Sebagian besar data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berwujud data kualitatif.
Data ini dianalisis dengan mengikuti prosedur analisis data kualitatif sebagaimana
dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) yaitu reduksi data, menyajikan, menafsirkan
data, dan menarik simpulan. Reduksi data meliputi berbagai kegiatan yakni penyeleksian,
pemokusan, simplifikasi, pengkodean, penggolongan, pembuatan pola, foto dokumentasi
untuk situasi atau kondisi yang memiliki makna subjektif, kutipan wawancara yang memiliki
makna subjektif, dan catatan reflektif. Penyajian data dan penafsiran berkaitan dengan
penyusunan teks naratif dalam kesatuan bentuk, keteraturan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi, alur sebab akibat, dan proposisi. Penarikan simpulan atau verifikasi antara lain
10
mencakup hal-hal yang hakiki, makna subjektif, temuan konsep, dan proses universal.
Kesemuanya ini tidak terlepas dari masalah yang ditelaah. Kegiatan pengumpulan data,
reduksi data, penarikan simpulan dan penyajian data, merupakan rangkaian kegiatan yang
terkait dan bisa berlangsung secara ulang-alik, sampai mendapat hasil penelitian akhir, yakni
etnografi yang bersifat holistik dan sarat makna, dalam kontes pemberian jawaban terhadap
masalah yang dikaji dalam penelitian ini.
Untuk mengukur persepsi wisatawan digunakan Skala Likert, jawaban setiap
item instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, dengan
indikator sebagai berikut: sangat baik (SB) dengan interval 4,21-5,00; baik (B) dengan
interval 3,41-4,20; cukup/ragu-ragu (C) dengan interval 2,61-3,40; kurang (K) dengan
interval 1,81-2,60; dan sangat kurang (SK) interval 1,0-1,80.
11
BAB III
GAMBARAN UMUM PURA TAMAN AYUN DAN PURA TIRTA EMPUL
3.1 Pura Taman Ayun
3.1.1 Sejarah Pura
Pura Taman Ayun dibangun pada masa pemerintahan I Gusti Agung Putu yakni tahun
1634, ketika beliau memindahkan istananya dari Balahayu (Belayu) ke Mengwi. Nama Pura
Taman Ayun secara arfiah artinya pura yang dibangun di dalam taman yang indah.
Pertanggalan pembangunan Pura Taman Ayun dipahatkan pada pintu masuk pura tersebut
dalam bentuk kronogram yang bunyinya: Sad Butha Yaksa Dewa (6551 atau Saka 1556) atau
1634 Masehi1
Raja Mengwi yakni I Gusti Agung Putu menyuruh Ing Khang Choew, seorang ahli
pertamanan dari Banyuwangi untuk membangun taman. Ing Khang Coew memilih lokasi
berupa bukit kecil atau gundukan tanah yang dikelilingi oleh sungai pada sisi timur, selatan,
dan barat tempat tersebut. Tempat yang baru itu dianggap strategis karena lokasinya dekat
dengan istana, cukup luas, dan terdapat sumber air yang cukup melimpah. Keindahan taman
tersebut juga dipersembahkan kepada leluhur raja, sehingga dibangun palinggih-palinggih
pada kontur tanah yang tertinggi di bagian hulu, dan dikelilingi oleh tembok atau
panyengker. Pada awalnya hanya dibangun dua palinggih yaitu paibon sebagai tempat untuk
memuja roh leluhur raja, dan Gedong Sari untuk memuja roh Pasek Badak yang telah
disucikan. Pertamanan ini sangat indah sesuai dengan keinginan (ahyun) sang raja, dan
dilengkapi dengan sejumlah palinggih untuk memuja roh leluhur sang raja maka dinamakan
1 (file:///C:/Vaio/Documents/Taman Ayun Temple-bali news.htm (03/07/2013).
12
Taman Ahyun, dan selanjutnya diucapkan menjadi Taman Ayun (Babad Mengwi, 2007:
149).
Pada saat kerajaan Mengwi dikalahkan oleh Badung, pura Taman Ayun sempat
ditelantarkan selama puluhan tahun. Pada tahun 1911 pura itu baru direhabilitasi oleh
keturunan raja Mengwi. Gempa dasyat yang terjadi pada tahun 1917 telah menimbulkan
kerusakan yang sangat parah pada beberapa pura di Bali, termasuk Pura Taman Ayun.
Pemugaran dan perbaikan terus dilakukan di Pura Taman Ayun sehingga tampak indah
seperti sekarang ini (Surata, 2013: 74).
3.1.2 Struktur Pura Taman Ayun
Pura Taman Ayun terdiri atas tiga halaman yakni jabaan atau halaman luar, jaba
tengah/halaman tengah, dan jeroan atau halaman utama. Sebuah kanal atau kolam dibangun
mengelilingi Pura Taman Ayun, sehingga untuk mencapai pintu masuk atau candi bentar
pada halaman pertama (jabaan atau jaba sisi) harus melewati sebuah jembatan (Lansing dan
Watson, 2012: 91) (lihat foto 3.1 dan 3.2). Konstruksi Pura Taman Ayun yang dikelilingi
oleh kanal atau kolam yang terhubung oleh jembatan mirip dengan konstruksi Candi Angkor
Wat di Kamboja. Hal ini dapat dikaitkan dengan mitos Hindu tentang pemutaran lautan susu
(ksira arnawa), ketika para dewa dan daitya mencari amerta atau air kehidupan.
Setelah melewati candi bentar atau pintu gerbang pertama akan tiba di halaman
pertama (jaba sisi). Pada halaman pertama terdapat sembilan air mancur yang mengarah ke
delapan penjuru mata angin dan satu di tengah, yang merupakan simbol Dewa Nawa Sanga
(Sembilan Dewa penjuru mata angin dalam Agama Hindu). Pada sisi timur halaman pertama
terdapat wantilan yakni tempat sabungan ayam yang biasa dilakukan pada saat
upacara/odalan di Pura Taman Ayun. Pada halaman pertama juga terdapat toilet yang terletak
13
di sisi tenggara wantilan. Sejumlah palinggih atau bangunan suci yakni Palinggih Bhatara
Dalem Tungkub, Bhatara Desa Puseh, Ratu Gede Nusa, dan Ratu Nyoman Sakti terdapat
pada halaman ini
Dari halaman pertama pengunjung memasuki halaman kedua dengan melalui candi
bentar atau pintu gerbang kedua (lihat Gambar 3.3). Pada halaman kedua atau jaba tengah
terdapat sejumlah bangunan antara lain: bale kulkul atau tempat menggantung kulkul yang
dipukul pada saat upacara/odalan di pura tersebut. Bale gong/tempat gamelan pada saat
upacara atau pementasan seni pertunjukan, bale Saka Pat/bangunan dengan tiang penyangga
empat buah, Pangubengan, panggungan, bale pasanekan, gedong, dan papelik.
Halaman kedua/jaba tengah dan halaman utama/jeroan pura dibatasi oleh tembok dan
kori agung atau candi kurung/padu raksa. Halaman utama atau jeroan dianggap paling suci di
Pura Taman Ayun. Sejumlah bangunan suci atau palinggih terdapat di halaman utama/jeroan
pura antara lain: Pasimpangan atau tempat pemujaan Pura Batukaru, Pasimpangan Pura Sada
Kapal, Pasimpangan Gunung Batur, Pasimpangan Gunung Agung, Pasimpangan Bratan,
palinggih Ratu Pasek, palinggih Ratu Alit dan lain-lain (Lansing dan Watson, 2012: 91).
Wisatawan tidak diberi akses ke halaman ketiga (jeroan), yang dianggap paling suci di pura
Taman Ayun. Namun demikian, wisatawan masih dapat melihat bangunan suci atau kegiatan
upacara yang sedang berlangsung di halaman ketiga (jeroan) dari luar tembok keliling atau
panyengker yang mengitarinya.
Pura Taman Ayun dan Pura Sada Kapal merupakan pura penataran kerajaan Mengwi.
Sebagai pura penataran kerajaan Mengwi, Pura Taman Ayun juga terkait dengan pura Pucak
Bon dan Pucak Tiingan yang merepresentasikan pura gunung, sedangkan Pura Sakenan di
Serangan, Pura Ulun Suwi di Jimbaran, dan Pura Uluwatu adalah representasi pura laut.
Dalam konteks Pura Sad Kahyangan (enam pura terpenting) di Bali, sejumlah meru
14
(bangunan dengan atap bertingkat yang terdapat di halaman utama/jeroan Pura Taman Ayun
dihubungkan dengan Pura Besakih, Pura Batur, dan Pura Batukaru. Secara fungsional, Pura
Taman Ayun merupakan tempat pemujaan leluhur dinasti kerajaan Mengwi. Hal ini
direpresentasikan oleh keberadaan paibon yakni bangunan yang terbuat dari batu bata yang
terdapat di halaman utama/jeroan pura tersebut (Grader, 1960: 164-165).
Kawasan Pura Taman Ayun seluas 250 x 100 m atau 25000 m2. Pemugaran dan
perluasan Pura Taman Ayun dilakukan pada tahun 1937. Candi kurung (paduraksa), candi
bentar dan tembok keliling (panyengker) direnovasi tahun 1949. Sebuah bale bengong
dibangun pada tahun 1972, dan bale kulkul dibangun tahun 1976.
3.1.3 Pura Taman Ayun sebagai bagian Warisan Budaya Dunia
Pada tanggal 29 Juni 2012 Unesco telah menetapkan lanskap budaya Bali sebagai
warisan budaya dunia yang dilandasi oleh nilai-nilai keunggulan universal (outstanding
universal value) Tri Hita Karana. Filosofi Tri Hita Karana secara harfiah berarti tiga
penyebab kesejahteraan atau kebahagiaan (Lansing dan Watson, 2012: 11; Madiasworo dkk.
2014: 219). Nilai-nilai Tri Hita Karana diimplementasikan pada tiga aspek yakni
parhyangan, pawongan, dan palemahan. Parhyangan adalah hubungan yang harmonis
antara manusia dengan Tuhan/Ida Sanghyang Widi Wasa. Aspek Pawongan adalah hubungan
yang harmonis dan berkeseimbangan antara manusia dengan sesamanya, dan palemahan
adalah hubungan antara manusia dan lingkungannya.
Nilai-nilai Tri Hita Karana dipraktikan dalam kegiatan organisasi subak di Bali.
Subak di Bali memiliki tiga komponen yakni parhyangan yakni pura subak atau pura ulun
suwi/ bedugul. Unsur pawongan adalah anggota subak, dan aspek palemahan adalah area
atau wilayah subak (Surata, 2013: 8-31). Dalam kaitannya dengan lanskap budaya Bali yang
15
telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia terdiri atas sejumlah pura dan kawasan subak.
Pura yang dimaksud adalah Pura Ulun Danu Batur, Pura Tirta Empul dan pura lainnya di
Kawasan daerah aliran Sungai Pakerisan, Pura Taman Ayun, serta Subak dan Pura Subak
Batukaru (Catur Angga)(Surata, 2013: 33-78).
Pura Taman Ayun adalah pura yang terkait dengan subak di wilayah Mengwi yakni
subak Batan Badung, Beringkit, dan Batan Asem (Madiasworo dkk. 2014: 221; Surata, 2013:
76). Beberapa kegiatan upacara di Pura Taman Ayun yang terkait dengan subak antara lain
sebagai berikut. Krama atau anggota dari 21 subak di sekitar Mengwi setiap tahun mendak
tirta atau mohon air suci di Pura Taman Ayun. Tirta atau air suci tersebut sesungguhnya
dimohon kepada Dewi Danuh (manifestasi Tuhan sebagai penguasa danau Beratan) di Danau
Beratan. Air suci dimohon kepada Dewi Danuh dan diambil oleh delegasi subak bersama
keluarga raja Mengwi untuk ditempat di palinggih Dewi Danuh, di Pura Taman Ayun.
Setelah dilakukan upacara selama tiga hari di Pura Taman Ayun, selanjutnya air suci tersebut
dibagikan kepada anggota subak dan dipercikan di lahan sawah mereka (Surata, 2013: 75-
77).
Nangluk merana atau upacara keagamaan yang berkaitan dengan pengendalian hama
dan penyakit tanaman juga dilakukan di Pura Taman Ayun. keluarga raja Mengwi sampai
kini masih melakukan upacara tersebut, karena masyarakat terutama anggota subak
berkeyakinan bahwa raja memiliki kekuatan magis untuk mengendalikan hama dan penyakit
tanaman. Hal ini dapat dikaitkan dengan konsep “Dewa Raja” bahwa raja adalah titisan atau
manifestasi Dewa/Tuhan di dunia.
Pura Taman Ayun juga berfungsi sebagai pura bedugul subak Batan Badung. Air
yang terdapat pada kolam di sekitar Pura Taman Ayun merupakan sumber air untuk subak
tersebut. Oleh sebab itu, anggota subak Batan Badung dan subak lainnya yang sumber
16
airnya berasal dari kolam di Pura Taman Ayun menjadi pangemong dan bertanggung jawab
untuk melaksanakan upacara bersama keluarga raja Mengwi di Pura Taman Ayun.
Selain palinggih untuk Dewi Danuh, di Pura Taman Ayun juga terdapat palinggih Ida
Bhatara Tengahing Segara (Tuhan dalam manisfestasinya sebagai penguasa lautan) dan
palinggih Ulun Suwi (Dewi Sri). Upacara dilakukan di palinggih tersebut untuk
keberhasilan pertanian. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa Pura Taman Ayun
juga berfungsi sebagai pura subak.
Penelitian ini mengkaji implementasi Tri Hita Karana di Pura Taman Ayun sebagai
bagian warisan budaya dunia yang berfungsi sebagai daya tarik wisata. Pura Taman Ayun
sesungguhnya telah menjadi daya tarik wisata jauh sebelum ditetapkan sebagai warisan
budaya dunia. Warisan budaya yang menjadi daya tarik wisata mengalami konstruksi dan
interpretasi ulang karena berbagai kepentingan (Hitchcock dkk. 2010; Park, 2014). Seberapa
jauh Taman Ayun telah dikonstruksi dan diinterpretasi ulang dalam kaitannya dengan daya
tarik wisata akan dibahas pada bab selanjutnya.
3.2 Pura Tirta Empul
3.2.1 Sejarah Pura Tirta Empul
Di Pura Sakenan, Desa Manukaya, Tampaksiring disimpan sebuah prasasti batu.
Dalam prasasti tersebut terdapat ungkapan thirta di (air) mpul yang dibangun oleh Sang Ratu
(Sri) Chandra Bhaya Singha Warmadeva. Menurut Damais, angka tahun dalam prasasti
Manukaya dibaca 882 Saka atau 960 M, sedangkan Stutterheim dan Goris membacanya 884
Saka (Goris, 1954; Kempers, 1991: 157; Setiawan, 2011: 97-98). Para ahli kini mengikuti
pembacaan angka tahun oleh Damais yakni 882 Saka atau 960 Masehi. Penyebutan thirta di
air mpul yang tersurat dalam prasasti Manukaya dapat disamakan dengan pura Tirta Empul,
17
yang lokasinya di Tampaksiring. Mata air yang terdapat di sisi timur halaman utama atau
jeroan pura Tirta Empul tampaknya telah berumur lebih dari 1000 tahun yang lalu,
sedangkan pura Tirta Empul kemungkinan dibangun belakangan. Fenomena yang sama juga
terjadi pada situs lain seperti Pura Pegulingan, Gunung Kawi (Tampaksiring), Goa Gajah,
Penataran Sasih, dan Kebo Edan. Masyarakat Bali memiliki tradisi membangun pura atau
tempat suci pada situs purbakala yang telah berumur ratusan tahun karena tempat itu
dianggap suci.
Upacara/odalan di Pura Tirta Empul dilaksanakan pada setiap purnama, bulan
Kartika (bulan ke empat dalam pertanggalan tahun Saka atau sekitar bulan Oktober), sekali
dalam setiap tahun. Prasasti batu yang disimpan di pura Sakenan, Manukaya dahulu dibasuh
pada saat odalan di pura Tirta Empul, namun saat ini hal tersebut semakin jarang dilakukan.
Pada saat yang sama tapel/punggalan barong yang terdapat di Kabupaten Gianyar juga
dibasuh/disucikan di pura Tirta Empul.
Selain prasasti Manukaya, sejarah Pura Tirta Empul juga dapat diketahui melalui
Kekawin Usana Bali. Dalam kekawin tersebut dinyatakan bahwa telah terjadi pertempuran
antara raja Mayadenawa dengan Bhatara Indra. Raja Mayadenawa yang memerintah di Bali
saat itu disebutkan sangat arogan dan tidak mau melakukan upacara untuk pemujaan para
dewa. Pertempuran sengit terjadi di daerah Tampaksiring dan akhirnya raja Mayadenawa
terbunuh. Darah raja Mayadenawa kemudian menjadi sungai Petanu, dan dikutuk oleh para
dewa sehingga tidak baik untuk irigasi pertanian. Bhatara Indra kemudian menciptakan
sungai Pakerisan yang hulunya bersumber dari mata air di Pura Tirta Empul dan berfungsi
untuk menghilangkan mala atau ketidaksucian.
Menurut lontar "Mayadanawantaka", konon ada seorang Raja Bali yang sangat sakti
yang memerintah di Kerajaan Bedahulu bernama Raja Mayadanawa, yang merupakan putra
18
dari Bhagawan Kasyapa dengan Dewi Danu. Namun sayang, raja yang pandai dan sakti ini
bersifat durjana, berhasrat menguasai dunia dan mabuk kekuasaan. Terlebih ia mengklaim
dirinya sebagai dewa yang mengharuskan rakyat untuk menyembahnya, bersikap sewenang-
wenang dan melarang rakyatnya melaksanakan upacara keagamaan untuk mohon
keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Konon dengan kesaktian yang dimilikinya, ia bisa
berubah wujud atau rupa. Setelah perbuatan itu diketahui oleh Para Dewa, maka bala tentara
para dewa yang dipimpin oleh Bhatara Indra menyerang Mayadenawa. Sembari berlari
masuk hutan, Mayadenawa berupaya mengecoh pengejarnya dengan memiringkan telapak
kakinya saat melangkah. Sebuah siasat yang coba diterapkan agar para pengejar tak
mengenali jejaknya sebagai manusia. Kawasan hutan yang dilewati Mayadenawa dengan
berjalan memiringkan telapak kakinya kini dikenal dengan sebutan Tampaksiring.
Diperkirakan nama Tampaksiring berasal dari bahasa Bali, yang terdiri dari dua suku kata,
yaitu tampak yang berarti "telapak" dan siring yang bermakna "miring". Makna dari kedua
kata itu konon terkait dengan legenda Mayadanawa.
Alkisah Prabu Mayadenawa dapat dikalahkan oleh pasukan Bhatara Indra dan
Mayadanawa melarikan diri sampailah di sebelah Utara Desa Tampaksiring. Berkat
kesaktiannya, Mayadenawa menciptakan sebuah mata air racun (cetik) yang mengakibatkan
banyak para laskar Bhatara Indra gugur akibat minum air beracun tersebut. Melihat hal ini
Bhatara Indra segera menancapkan tombaknya di tanah di sebelah mata air beracun tersebut
dan memancarlah air ke luar dari tanah (Tirta Empul) dan air suci ini dipakai memerciki para
bala tentara Dewa yang gugur keracunan, sehingga dalam kurun waktu yang tidak lama bisa
hidup kembali seperti sedia kala (Kusuma, 2007).
Pura Tirta Empul terkait dengan subak Pulagan yang terletak di selatan pura tesebut,
dan di sisi barat Sungai Pakerisan. Air yang bersumber dari mata air di pura Tirta Empul
19
digunakan untuk mengairi sawah di kawasan subak Pulagan. Pada saat upacara atau odalan di
pura tersebut anggota subak berkewajiban menghaturkan sesajen (jarimpen, dangsil,
daksina) dan bahan-bahan keperluan upacara seperti telur dan beras (Lansing dan Watson,
2012:64-65).
3.2.2 Struktur Pura Tirta Empul
Seperti lazimnya pura di Bali, Pura Tirta Empul juga dibagi menjadi tiga bagian yakni
halaman luar (jabaan atau jaba sisi), halaman tengah atau jaba tengah, dan halaman utama
atau jeroan. Ketiga halaman itu merepresentasikan tiga dunia ( Tri loka atau Tri Buwana)
dalam filosofi Hindu yakni Bhur loka atau dunia bawah yang identik dengan jabaan atau
jaba sisi. Bwah loka adalah halaman tengah atau dunia tempat manusia hidup. Halaman
utama atau jeroan merepresentasikan dunia atas atau Swah loka. Kosmologi Tri loka (Tri
Bhuana) ini identik dengan Tri Hita Karana (Lansing dan Watson, 1012: 65; Surata, 2013:
47).
Pada halaman pertama atau jabaan di Pura Tirta Empul terdapat pertamanan,
permandian umum, kolam, dan wantilan. Di halaman tengah atau jaba tengah terdapat dua
buah kolam besar berbentuk persegi panjang. Air kolam tersebut berasal dari 33 pancuran
yang berjejer dari barat ke timur. Masing-masing pancoran memiliki nama dan fungsi
tersendiri seperti pancuran panglukatan, pancuran pembersihan, pancuran sudamala, dan
pancuran cetik (Surata, 2013: 48; Lansing dan Watson, 2012: 92).
Keberadaan pancuran pada halaman kedua pura kini menjadi produk pariwisata.
Dikatakan demikian, karena masyarakat lokal dan wisatawan juga ikut melukat atau
membersihkan diri dari segala kekotoran atau leteh (lihat foto 3.1). Pada saat penelitian ini
20
dilakukan sedang terjadi renovasi pancuran tersebut sehingga menambah krodit pada
halaman kedua pura tersebut.
Foto 3.1 Wisatawan sedang antre untuk melukat dan memasuki halaman tersebut
Pada halaman kedua pura terdapat sejumlah tinggalan arkeologi seperti lingga-yoni,
ganesa dan nandi. Keberadaan artifak arkeologis di halaman kedua sekaligus menunjukan
kekunaan pura tersebut. Namun demikian, masih belum jelas apakah artifak arkeologi yang
tersimpan di Pura Tirta Empul sejaman dengan prasasti Manukaya yang berasal dari 960
Masehi.
Pada halaman utama atau jeroan pura terdapat sejumlah palinggih yang terbuat dari
batu padas, bata, dan kayu dengan ukiran yang sangat indah dipoles prada berwarna kuning
keemasan. Palinggih yang dimaksud antara lain Tepasana, Ngurah Agung, palinggih
Mayadenawa, palinggih Patih Mayadenawa, bale Pamereman, bale pawedan dan lain-lain
(Lansing dan Watson, 2012: 92; Surata, 2013: 49-50).
3.2.3 Pura Tirta Empul dalam konteks Warisan Budaya Dunia
Beberapa pura yang terdapat di daerah aliran Sungai Pakerisan telah ditetapkan
sebagai warisan budaya dunia karena terkait dengan subak yang dilandasi oleh filosofi Tri
Hita Karana. Pura yang dimaksud terdiri atas Pura Tirta Empul, Pura Pagulingan, Pura
21
Mangening, dan Pura Gunung Kawi. Keempat pura tersebut merupakan tinggalan arkeologi
yang berasal dari abad IX hingga XI Masehi dan difungsikan secara berlanjut hingga saat ini.
Air yang berasal dari Pura Tirta Empul merupakan sumber irigasi subak Pulagan dan
subak Kumba. Mata air di Pura Mangening merupakan sumber irigasi subak Kulub. Pura
Gunung Kawi terkait dengan subak Pulagan, Kulub Atas, dan Kulub Bawah. Pura Pagulingan
yang terletak di Desa Pakraman Basangambu, Tampaksiring dihubungkan dengan
persawahan/subak di sekitar pura tersebut.
Keempat pura yang berada di daerah aliran Sungai Pakerisan ini terkait dengan subak
yang berada di hilir atau di sekitar pura tersebut. Seperti diketahui bahwa budaya subak di
Bali dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana yang memiliki nilai keunggulan universal,
sehingga keempat pura tersebut ditetapkan oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia.
Penelitian ini difokus di Pura Tirta Empul yang juga merupakan daya tarik wisata.
Selain itu, Pura Tirta Empul merupakan salah satu destinasi wisata di Kabupaten Gianyar
yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan. Sehubungan dengan itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi Tri Hita Karana dalam pengelolaan
Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia yang berfungsi sebagai daya tarik wisata.
22
BAB IV
KARAKTERISTIK DAN PERSEPSI WISATAWAN
4.1 Karakteristik Responden
4.1.1 Karakteristik Responden di Pura Taman Ayun
4.1.1.1 Wisatawan Mancanegara
Jumlah kunjungan wisatawan cenderung meningkat pasca ditetapkannya Taman
Ayun oleh Unesco sebagai bagian warisan budaya dunia (WBD) pada 29 Juni 2012. Pada
saat pura Taman Ayun ditetapkan sebagai warisan budaya dunia jumlah kunjungan
wisatawan hanya 173.632 orang, yang terdiri atas 111.574 orang wisatawan mancanegara
(64,26%) dan 62.058 orang wisatawan nusantara (35,74%) (lihat tabel 4.1). Penurunan
jumlah wisatawan pada tahun 2012 cukup signifikan yakni 105.08%. dibandingkan tahun
2011. Belum diketahui secara pasti penyebab turunnya jumlah kunjungan wisatawan pada
saat itu. Pada tahun 2013 jumlah kunjungan wisatawan meningkat 62.36% mencapai
281.901 orang, dan tahun 2014 juga meningkat 16.95% dengan jumlah 329.691 orang.
Kecenderungan positif jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun diharapkan terus
berlanjut seiring meningkatnya pengadaan fasilitas dan penataan kawasan pura tersebut.
Perlu dicatat bahwa kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara dari tahun
2009 hingga 2011 setiap tahunnya masih di atas jumlah kunjungan wisatawan pasca
penetapan Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia. Jumlah kunjungan wisatawan
paling banyak dalam lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2010 (lihat tabel 4.1).
Berdasarkan data dalam lima tahun terakhir (2009-2014), bahwa pelabelan Pura Taman Ayun
23
sebagai warisan budaya dunia belum berdampak secara signifikan terhadap jumlah
kunjungan wisatawan.
Tabel 4.1Kunjungan Wisatawan ke Destinasi Wisata Pura Taman Ayun, Kabupaten BadungTAHUN MANCANEGARA NUSANTARA JUMLAH2014 245.940 (74,60%) 83,751 (25,40%) 329.691 (+16.95%)2013 205,525 (79,91%) 76,376 (27,09%) 281.901 (+62.36%)2012 111,574 (64,26%) 62,058 (35,74%) 173. 632 (-105.08% )2011 235.511 (66,14%) 120.574 (33,86%) 356.085 (-12.%)2010 256.442 (63,36%) 148.278 (36,64%) 404.720 (+12.87%)2009 221.171 (61,68%) 137.413 (38,32%) 358.584Sumber Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, 2015
Karakteristik wisatawan mancanegara yang terjaring sebagai responden dalam
penelitian ini terdiri atas enam orang laki-laki dan sembilan orang perempuan (lihat tabel
4.2). Mereka berusia antara 15 tahun hingga lebih dari 60 tahun (tabel 4.3). Sembilan orang
responden (60%) wisatawan mancanegara berusia di atas 45 tahun. Fenomena ini
menunjukan bahwa wisatawan yang berminat terhadap budaya (cultural tourist) umumnya
adalah mereka yang berusia lanjut. Hasil studi yang dilakukan oleh Travel Industry
Association and Smithsonian magazine pada tahun 2003 menunjukan bahwa wisatawan yang
mengujungi situs sejarah dan atraksi budaya umumnya berpendidikan tinggi, umurnya lebih
tua, dengan pendapatan lebih banyak, tinggal lebih lama dan membelanjakan uangnya lebih
banyak dibandingkan dengan jenis wisatawan lainnya2 (Tien, 2003: 2; Chheang, 2011:221;
Ardika, 2015: 17).
Pekerjaan para responden adalah pebisnis empat orang (26,66%), dokter satu orang
(6,66%), pelajar/mahasiswa dua orang (13,34% ), dan lain-lain delapan orang (53,34% ).
Mereka yang tergolong dalam kategori pekerjaan lain-lain adalah ahli farmasi, tukang daging,
dan pekerja sambilan atau setengah waktu (lihat tabel 4.4).
2 http://www.squidoo.com/Heritage_tourism
24
Tabel 4.2Responden Wisatawan Mancanegara menurut Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase1 Laki-laki 6 40,002 Perempuan 9 60,00
Total 15 100
Tabel 4.3Responden Wisatawan Mancanegara Digolongkan Menurut UsianyaNo Usia (Tahun) Jumlah Persentase1 15-19 5 33,332 30-44 1 6,673 45-59 5 33,334 60 ke atas 4 26,67
Total 15 100
Tabel 4.4Responden Wisatawan Mancanegara menurut pekerjaan
NO Pekerjaan Jumlah Persentase1 Bisnis 4 26,662 Guru 0 03 Pengacara 0 04 Artis 0 05 Dokter 1 6,666 Sopir 0 07 Pelajar/mahasiswa 2 13,348 Lain-lain 8 53,34
Total 15 100
Sebagian besar (80%) wisatawan memperoleh informasi tentang pura Taman Ayun
melalui biro perjalanan atau travel agent (lihat tabel 4.5). Wisatawan yang berkunjung ke
pura Taman Ayun memilih paket tour secara berkelompok atau bergroup. Selain itu,
seorang responden (6,67%) wisatawan mancanegara memperoleh informasi tentang Taman
Ayun melalui teman, dan dua orang (13,33) dengan mengakses internet. Berdasarkan data
tersebut, peran biro perjalanan atau travel agent menjadi sangat penting untuk memromosikan
pura Taman Ayun sebagai daya tarik wisata.
25
Tabel 4.5Responden Digolongkan Menurut Sumber informasi tentang Pura Taman Ayun
No Sumber informasi Jumlah Persentase1 Teman 1 6,672 Surat kabar 0 00,003 Televisi 0 00,004 Internet 2 13,335 Agen perjalanan 12 80,00
Total 15 100
Semua responden wisatawan mancanegara baru pertama kali berkunjung ke Pura
Taman Ayun (lihat tabel 4.6). Hal ini tampaknya terkait dengan pengetahuan wisatawan,
yang sebagian besar (73,34) belum memahami bahwa Pura Taman Ayun sebagai warisan
budaya dunia (lihat tabel 4.7). Kenyataan ini belum mencerminkan apakah mereka tertarik
untuk berkunjung kembali (repeater) ke Pura Taman Ayun.
Chheang (2011: 216) berpendapat wisatawan yang tertarik dengan budaya (cultural
tourist) tidak mesti terkait dengan latar belakang pendidikan ataupun pekerjaannya.
Wisatawan akan belajar dengan melihat langsung dan pengalaman yang diperolehnya di
destinasi yang dikunjunginya.
Tabel 4.6Responden Digolongkan Menurut Jumlah Kunjungan Ke Pura Taman Ayun
No Jumlah Kunjungan Jumlah Persentase1 Pertama kali 15 100,002 Dua kali 0 00,003 Tiga kali 0 00,004 Lebih dari tiga kali 0 00,00
15100
Hanya sebagian kecil (26,66%)(lihat tabel 4.7) wisatawan mancanegara memahami
bahwa Pura Taman Ayun telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Mereka juga tidak
26
memahami nilai-nilai keunggulan universal (outstanding universal value) Pura Taman
Ayun sehingga ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Eksistensi Pura Taman Ayun
sebagai pura subak Batan Badung dan Beringkit, yang mengimplementasikan nilai-nilai Tri
Hita Karana (Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan) sesungguhnya melandasi
penetapanya sebagai warisan budaya dunia. Seorang wisatawan dari Belanda menyatakan
bahwa ia baru tahu Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia setelah membaca
pengumuman yang dipasang di depan pintu masuk pura tersebut.
Minimnya pemahaman wisatawan mancanegara tentang Pura Taman Ayun sebagai
warisan budaya dunia perlu menjadi bahan pemikiran pihak pengelola dan Pemkab Badung.
Promosi dan penyebaran informasi bahwa Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia
kiranya perlu lebih ditingkatkan.
Tabel 4.7Responden Digolongkan Menurut Pengetahuan tentang Pura Taman AyunNo Pengetahuan Tahu Persentase Tidak
tahu Persentase1 Tentang Pura Taman Ayun
sebagai Warisan budayadunia
4 26,66% 11 73,34
2 Tantang nilai keunggulanuniversal Pura taman Ayun
4 26,66% 11 73,34
Total 8 53,32 22 146,68
4.1.1.2 Karakteristik Wisatwan Nusantara di Pura Taman Ayun
Brosur tentang Pura Taman Ayun mencerminkan gagasan bahwa pengelolaan Pura
Taman Ayun didasarkan pada falsafah Tri Hita Karana. Hal ini diketahui dari adanya teks
pada brosur tersebut yang menyatakan bahwa ”Taman Ayun Sebagai Implementasi dari
Filosofi Tri Hita Karana”. Terkait dengan hal ini ternyata Pura Taman Ayun telah
dikunjungi oleh banyak wisatawan dengan identitas yang beragam, di antaranya banyak yang
telah berulangkali mengunjungi pura ini. Selain itu, mereka juga mempunyai persepsi atau
27
tanggapan tertentu atas situasi dan kondisi yang berkaitan dengan Pura Taman Ayun. Secara
lengkap kunjungan wisatawan serta identitas dan persepsinya itu dapat digambarkan sebagai
berikut.
Berdasarkan data frekuensi jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun
sebagaimana disajikan pada tabel 4.8 di bawah dapat dipahami bahwa pura tersebut memang
berdaya tarik wisata relatif kuat, sehingga dikunjungi oleh banyak wisatawan yang jumlahnya
mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir (2013 dan 2014). Betapa kuatnya daya
tarik wisata pura ini dapat diketahui dari banyaknya wisatawan yang telah melakukan
kunjungan ulang, yakni dua kali bahkan ada yang lebih dari tiga kali. Data mengenai hal itu
dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.8Responden Digolongkan Menurut Jumlah Kunjungan Ke Pura Taman AyunNo Jumlah Kunjungan Jumlah Persentase1 Pertama kali 9 60,002 Dua kali 2 13,333 Tiga kali 0 00,004 Lebih dari tiga kali 4 26,67
Total 15100,00
Jika dilihat dari perspektif Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan, khususnya Pasal 1 angka 5, yaitu mengenai pengertian ”daya
tarik wisata”, maka dapat dikatakan bahwa daya tarik wisata Pura Taman Ayun adalah berupa
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan
hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Daya tarik wisata Pura Taman Ayun dalam arti seperti itu telah ditampilkan dalam
sebuah brosur yang merupakan bagian dari media promosi pariwisata. Selain memuat foto,
brosur tersebut juga memuat teks tentang masing-masing foto tersebut dengan maksud
28
menunjukkan model implementasi Tri Hita Karana dalam pengelolaan Pura Taman Ayun.
Adapun brosur beserta foto dan teks tersebut adalah sebagai berikut.
Memang hasil pengamatan menunjukkan bahwa keunikan, keindahan, dan nilai yang
berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang terlihat pada
brosur di bawah merupakan sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Dalam hal ini para
wisatawan berkeliling dan melihat-lihat semua objek yang ada di lokasi Pura Taman Ayun.
Namun masih banyak wisatawan yang tidak tahu bahwa Pura taman Ayun telah ditetapkan
sebagai warisan budaya dunia (WBD) dan mempunyai nilai keunggulan universal yakni nilai
yang terkandung dalam filosofi Tri Hita Karana. Data mengenai hal ini dapat dilihat pada
tabel 4.9 di bawah ini.
Gambar 4.1 Bagian luar dan dalam brosur Pura Taman Ayun
Tabel 4.9Responden Digolongkan Menurut Pengetahuan tentang Pura Taman AyunNo Pengetahuan Tahu Persentase Tidak
tahu Persentase1 Tentang Pura Taman Ayun
sebagai Warisan budayadunia
8 (53,33%) 7 46,67
2 Tantang nilai keunggulanuniversal Pura taman Ayun
7 (46,67%) 8 53,33
Total 15 100 15 100
29
Mengingat masih banyak wisatawan yang tidak mengetahui status Pura Taman Ayun
sebagai WBD dan mempunyai nilai keunggulan universal, maka dapat dikatakan bahwa
fungsi brosur sebagai media promosi pariwisata untuk pura ini masih perlu dioptimalkan.
Hasil wawancara dengan pihak pengelola Pura taman Ayun menyatakan bahwa brosur tidak
dibagikan kepada setiap wisatawan yang berkunjung ke pura ini. Alasannya adalah bahwa
pura ini sudah terkenal karena telah menjadi WBD. Selain itu, para wisatawan umumnya
sudah dipandu oleh pemandu yang diyakini sudah mampu menjelaskan keberadaan pura ini
kepada wisatawan. Namun berkenaan dengan hal ini diperoleh data bahwa para wisatawan
memperoleh informasi tentang Pura Taman Ayun dari sumber informasi yang lain, seperti
teman, internet, televisi, dan lain-lain. Data lengkap mengenai hal ini disajikan pada tabel
4.10 di bawah ini.
Bertolak dari data pada tabel 4.10 di bawah maka tampaknya promosi Pura Taman
Ayun sebagai objek wisata masih perlu dioptimalkan, lebih-lebih dalam konteks persaingan
yang semakin gencar sejalan dengan kian bertambahnya objek wisata.
Tabel 4.10Responden Digolongkan Menurut Sumber informasi tentang Pura Taman AyunNo Sumber informasi Jumlah Persentase1 Teman 4 26,672 Surat kabar 1 6,673 Televisi 2 13,334 Internet 7 46,675 Agen perjalanan 1 6,67
Total 15 100
Dilihat dari segi jenis kelaminnya, wisatawan yang berkunjung ke pura ini meliputi
kaum laki-laki dan perempuan dan dapat digolongkan menurut daerah/negara asal, usia, dan
pekerjaannya. Kesemuanya ini terlihat dari data mengenai identitas responden sebagaimana
disajikan secara terturut-turut pada tabel 4.11, 4. 12, 4.13, 4.14, dan 4.15 di bawah ini.
30
Tabel 4.11Responden Digolongkan Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase1 Laki-laki 3 20,002 Perempuan 12 80,00
Total 15 100
Adanya wisatawan laki-laki dan perempuan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun
sebagaimana tampak pada tabel 4.11 di atas menandakan bahwa pura ini tidak hanya
berdaya tarik bagi kaum laki-laki tetapi juga bagi kaum perempuan. Hal ini dapat dilihat
sebagai potensi penting untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, karena dengan
demikian memungkinkan bagi pasangan suami-istri untuk berkunjung ke Pura Taman Ayun.
Sebaliknya jika hanya kaum laki-laki saja atau kaum perempuan saja yang tertarik untuk
berkunjung maka hal seperti ini berpotensi terjadinya pembatalan rencana kunjungan.
Dilihat dari daerah asalnya, ternyata para wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman
Ayun berasal dari berbagai daerah dan negara. Data mengenai hal ini dapat dilihat pada tabel
4.12 di bawah ini.
Berdasarkan data pada tabel 4.12 di bawah dapat dikatakan bahwa Pura Taman Ayun
memiliki daya tarik wisata yang relatif kuat, tidak saja bagi kalangan masyarakat dari
berbagai daerah di Indonesia, melainkan juga dari berbagai daerah di Bali, seperti Denpasar,
Karangasem, dan Nusa Dua. Hal ini merupakan potensi penting dalam upaya meningkatkan
jumlah kunjungan wisata ke Pura Taman Ayun, karena besar kemungkinannya para
wisatawan tersebut menambah pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan dari
kunjungannya ke pura ini.
Tabel 4.12Responden Digolongkan Menurut Daerah Asal
No. Daerah Asal Jumlah Persentase1 Bandung 3 20,002 Medan 2 13,33
31
3 Nusa Dua Bali 1 6,674 Karangasem Bali 1 6,675 Surabaya 7 46,676 Denpasar Bali 1 6,67
Total 15 100,00
Berkenaan dengan usia wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun diperoleh
data bahwa banyak wisatawan usia remaja (15-19 tahun) yang berkunjung ke pura ini.
Meskipun demikian, mereka yang berusaia 30-59 tahun juga relatif banyak. Ini berarti usia
wisatawan tersebut berkisar antara 15-59 tahun.
Dengan demikian terlihat peluang yang cukup besar bagi keberlanjutan kunjungan
wisatawan ke Pura Taman Ayun. Jika orang yang sudah lanjut usia kurang tertarik untuk
berwisata, masih ada kaum remaja yang biasanya mempunyai semangat untuk berwisata ke
daya tarik wisata yang terkenal. Data mengenai usia wisatawan yang berkunjung ke Pura
Taman Ayun disajikan pada tabel 4.13 di bawah ini.
Tabel 4.13Responden Digolongkan Menurut Usianya
No Usia (Tahun) Jumlah Persentase1 15-19 9 60,002 30-44 3 20,003 45-59 3 20,004 60 ke atas 0 0,00
Total 15 100,00
Berdasarkan data pada tabel 4.13 di atas dapat dipahami bahwa wisatawan nusantara
yang berusia muda lebih banyak beriwisata dibandingkan dengan orang berusia lebih tua.
Perlu dicatat bahwa penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 saat liburan sekolah
sehingga banyak siswa berwisata ke Pura Taman Ayun.
Sementara itu, dilihat dari segi profesi atau pekerjaannya, para wisatawan nusantara
yang berkunjung ke Pura Taman Ayun juga menunjukkan keberagaman. Di antaranya ada
32
yang merupakan pengusaha, guru, mahasiswa, pelajar. Data mengenai hal ini disajikan pada
tabel 4.14 di bawah ini.
Tabel 4.14Responden Digolongkan Menurut Pekerjaannya
No Pekerjaan Jumlah Persentase1 Pengusaha 7 46,672 Guru 5 33,333 Mahasiswa 2 13,334 Pelajar 1 6,67
Total 15 100
Keberagaman profesi wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun sebagaimana
tampak pada tabel 4.14 di atas dapat dilihat sebagai penyebar informasi tentang keberadaan
pura ini, tidak saja di dalam keluarganya masing-masing melainkan juga di kalangan teman-
temannya baik dalam perusahaan maupun sekolah atau kampus tempatnya bekerja dan/atau
menempuh pendidikan. Dengan demikian dimungkinkan untuk terjadinya peningkatan
popularitas Pura Taman Ayun, baik sebagai WBD maupun sebagai daya tarik wisata,
sehingga memungkinkan pula terjadinya kunjungan wisatawan dari berbagai daerah ke pura
ini.
4.1.2 Karakteristik Responden di Pura Tirta Empul
4.1.2.1 Wisatawan Mancanegara
Kunjungan wisatawan ke pura Tirta Empul mengalami fluktuasi dalam lima tahun
terakhir. Wisatawan mancanegara mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 28.683
orang (10,53%), sedangkan wisatawan nusantara meningkat 12.508 orang atau 6,6%. Secara
keseluruhan kunjungan wisatawan ke pura Tirta Empul turun 3,5%. Pada tahun 2014
kunjungan wisatawan mancanegara meningkat 42.158 orang atau 17,31%. Namun jumlah
kunjungan wisatawan nusantara menurun 43.776 orang atau 21,67%. Total penuruanan
jumlah wisatawan pada tahun 2014 adalah 1.618 orang atau 0,36%. Faktor apakah yang
33
menyebabkan berfluktuasinya jumlah kunjungan wisatawan ke pura Tirta Empul belum dapat
diketahui. Jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Tirta Empul dalam lima tahun terakhir dapat
dilihat pada tabel 4.15.
Perlu dicatat bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Candi Borobudur
pada tahun 2014 adalah 250.000 orang. Menteri pariwisata RI berharap bahwa kunjungan
wisatawan mancanegara ke Candi Borobudur mencapai dua juta orang pada tahun 2019 3
Wisatawan mancanegara yang terjaring secara kebetulan (accidental sampling)
sebagai responden sebanyak 15 orang dengan rincian: empat orang laki-laki dan 11 orang
perempuan (lihat tabel 4.16). Mereka berumur dengan rentangan waktu antara 15 tahun
sampai dengan lebih dari 60 tahun (tabel 4.16).
Tabel 4.15Kunjungan Wisatawan ke Pura Tirta Empul, Kabupaten Gianyar
TAHUN MANCANEGARA NUSANTARA JUMLAH2014 285.617 158.267 443.884 (- 0,36%)2013 243.459 202.043 445.502 (- 3,50%)2012 272.142 189.535 461.677 (+26,01%)2011 188.787 177.591 366.378 (+ 6,12%)2010 198.641 146.604 345.245 (+23,43%)2009 176.811 102.886 279.697TOTALSumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar, 2013.
Tabel 4.16Umur Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
No Usia (Tahun) Jumlah Persentase1 15-19 2 13,332 30-44 6 40,003 45-59 2 13,334 60 ke atas 5 33,34
Total 15 100,00
3 ///C:/Users/Public/Documents/Borobudur Ditargetkan Gaet 2 Juta Wisatawan Mancanegara...
34
Berdasarkan tabel 4.16 di atas bahwa lima orang (33,34%) responden adalah
wisatawan yang berumur 60 tahun ke atas. Fenomena ini mengindikasikan bahwa wisatawan
senior lebih menyukai budaya (cultural tourist) dari pada daya tarik lainnya.
Tabel 4.17 di bawah menunjukan bahwa jumlah wisatawan perempuan lebih banyak
terjaring sebagai responden dalam penelitian ini. Mereka beragam dalam profesi seperti
terlihat pada tabel 4.18 di bawah. Empat orang sebagai pengusaha (26,67%), sebagai guru
dua orang (13,33%), dan dokter sebanyak dua orang (13,33%). Selain itu, seorang di
antaranya adalah mahasiswa (6,67%), dan enam orang (40%) dengan pekerjaan lain-lain
yakni sebagai pensiunan dan pelayan toko.
Tabel 4.17Jenis Kelamin Responden Wisatawan Mancanegara di Pura Tirta Empul
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase1 Laki-laki 4 26,662 Perempuan 11 73,34
Total 15 100,00
Tabel 4.18Pekerjaan Responden Wisatawan Mancanegara
No Pekerjaan Jumlah Persentase1 Pengusaha 4 26,672 Guru 2 13,333 Dokter 2 13,334 Pelajar/Mahasiswa 1 6,675 Lain-lain 6 40,00
Total 15 100,00
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Turta Empul sebagian besar (73,33%)
menggunakan biro perjalanan atau travel agent. Fenomena yang sama juga terjadi di Pura
Taman Ayun. Seorang wisatawan (6,67%) memperoleh informasi lewat teman, dua orang
(13,33%) melalui internet, dan seorang wisatawan (6,67%) mengetahui destinasi tersebut
melalui buku (lihat tabel 4.19 di bawah).
35
Tabel 4.19Pemerolehan Informasi tentang Pura Tirta Empul
No Sumber informasi Jumlah Persentase1 Teman 1 6,672 Surat kabar -3 Televisi -4 Internet 2 13,335 Agen perjalanan 11 73,336 Lain-lain/buku 1 6,67
Total 15 100,00
Dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, semua responden (100%)
baru pertama kali ke Pura Tirta Empul (lihat tabel 4.20 di bawah). Hal ini memberi peluang
bahwa mereka akan berkunjung kembali (repeater) dan memberitahu teman atau kerabatnya
tentang daya tarik wisata Pura Tirta Empul. Kemungkinan lain bahwa mereka tidak akan
kembali berkunjung ke daya tarik wisata tersebut karena kesan pertamanya kurang menarik.
Tabel 4.20Jumlah kunjungan ke Tirta Empul
No Jumlah Kunjungan Jumlah Persentase1 Pertama kali 15 100,002 Dua kali 0 00,003 Tiga kali 0 00,004 Lebih dari tiga kali 0 00,00
Total 15 100,00
Sebagian besar (86,67%) wisatawan mancanegara tidak memahami status Pura Tirta
Empul sebagai warisan budaya dunia. Mereka juga tidak paham tentang nilai keunggulan
36
universal Tri Hita karana, yang melandasi penetapan Pura Tirta Empul sebagai warisan
budaya dunia (lihat tabel 4,21 di bawah)
Tabel 4.21Pemahaman wisatawan mancanegara tentang status Pura Tirta Empul
sebagai warisan budaya duniaNo Pengetahuan Tahu Persentase Tidak
tahu Persentase1 Tentang Pura Taman Ayun
sebagai Warisan budayadunia
2 13,33% 13 86,67
2 Tantang nilai keunggulanuniversal Pura taman Ayun
2 13,33% 13 86,67
Total 4 26,66 26 173,34
4.1.2.2 Karakteristik Wisatawan Nusantara di Pura Tirta Empul
Responden wisatawan nusantara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul berasal dari
berbagai daerah di Indonesia yakni Padang (Sumatra Barat), Bandung (Jawa Barat), Surabaya
(Jawa Timur, dan Bali. Sebanyak sembilan orang (60%) wisatawan dari luar Bali, dan enam
orang (40%) berasal dari Bali (lihat tabel 4.22 di bawah). Kunjungan wisatawan nusantara ke
Pura Tirta Empul pada saat penelitian ini kemungkinan dilakukan terkait dengan masa liburan
sekolah.
Tabel 4.22Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Daerah Asal
No Daerah Asal Jumlah Persentase1 Tabanan 5 33,332 Gianyar 1 6,673 Padang 2 13,334 Surabaya 4 26,665 Bandung 3 20,00
Total 15 100,00
37
Responden wisatawan nusantara yang terjaring dalam penelitian ini terdiri atas enam
orang laki-laki (40%), dan sembilan orang perempuan (60%)(lihat tabel 4.23 di bawah).
Berdasarkan tabel 4.23 di bawah ternyata bahwa daya tarik wisata Tirta Empul diminati baik
oleh wisatawan laki-laki maupun perempuan.
Tabel 4.23Responden Wisatawan Nusantara Digolongan Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase1 Laki-laki 6 40,002 Perempuan 9 60,00
Total 15 100,00
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul dapat diklasifikasikan berdasarkan
umurnya yakni 15-19 tahun (20%), umur 30-44 tahun (40%), dan umur 45-59 tahun (40%).
Wisatawan nusantara yang berumur di atas 60 tahun hampir tidak ada yang berkunjung ke
Pura Tirta Empu (lihat tabel 4.24). Kenyataan ini belum diketahui penyebabnya secara pasti.
Tabel 4.24Responden Wisatawan Nusantara Menurut Umur
No Umur/Tahun Jumlah Persentase1 15 – 19 3 20,002 30 – 44 6 40,003 45 – 59 6 40,004 60 ke atas 0 0,00
Total 15 100,00
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul sebagian besar berprofesi terkait
dengan pendidikan. Mereka yang berprofesi sebagai guru (26,66%), mahasiswa (40%),
pelajar (26,66%), dan seorang pengusaha (6,67%). Seperti telah disebutkan di atas bahwa
penelitian ini dilakukan pada masa liburan sekolah, sehingga wisatawan nusantara yang
berkunjung didominasi oleh mahasiswa, pelajar dan guru sekolah (lihat tabel 4.25)..
38
Tabel 4.25Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Prosentase1 Pengusaha 1 6,672 Guru 4 26,663 Mahasiswa 6 40,004 Pelajar 4 26,66
Total 15 100,00
Peran media masa tampaknya sangat penting sebagai sumber informasi daya tarik
wisata Pura Tirta Empul. Sebagian besar wisatawan (80%) memperoleh informasi tentang
Pura Tirta Empul melalui media cetak ataupun elektronik. Tiga orang (20%) responden
mengetahui Pura Tirta Empul dari temannya atau dari mulut ke mulut. Hal ini
mengindikasikan bahwa Pura Tirta Empul sudah terkenal di kalangan wisatawan nusantara.
Perlu dicatat bahwa wisatawan nusantara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul tidak
menggunakan biro perjalanan atau travel agent (lihat tabel 4.26).
Pura Tirta Empul tampaknya merupakan daya tarik wisata yang sangat populer di
Kabupaten Gianyar. Semua responden wisatawan nusantara telah pernah berkunjung
sebelumnya ke Pura Tirta Empul. Dengan kata lain, semua wisatawan nusantara melakukan
kunjungan ulang (repeater) ke Pura Tirta Empul. Hal ini mengindikasikan bahwa daya tarik
wisata Tirta Empul sangat terkenal. Kenyataan ini didukung oleh data bahwa saat ini Pura
Tirta Empul menjadi daya tarik wisata yang paling banyak dikunjungi di Kabupaten Gianyar.
Tabel 4.26Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Pemerolehan Informasi
Tentang Pura Tirta EmpulNo Sumber Informasi Jumlah Persentase1 Teman 3 20,002 Surat kabar 2 13,333 Televisi 4 26,664 Internet 6 40,005 Agen Perjalanan 0 0,00
Total 15 100,00
39
Tabel 4.27Responden Wisatawan Nusantara Digolongkan Menurut Jumlah Kunjungan Ke Pura
Tirta Empul
No Jumlah Kunjungan Jumlah Persentase1 Pertama kali 3 20,002 Dua kali 6 40,003 Tiga kali 5 33,334 Lebih dari tiga kali 1 6,67
Total 15 100,00
Wisatawan nusantara yang berasal dari Bali secara umum mengetahui bahwa Pura
Tirta Empul berstatus sebagai warisan budaya dunia. Di pihak lain, wisatawan nusantara yang
berasal dari luar Bali sebagian besar tidak memahami status Pura Tirta Empul sebagai
warisan budaya dunia. Mereka juga tidak memahami nilai-nilai keunggulan universal Tri Hita
Karana (lihat tabel 4.28 di bawah)
Tabel 4.28Pemahaman Responden tentang status Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya
dunia dan nilai Keunggulan Tri Hita KaranaNo Pengetahuan Tahu Persentase Tidak
tahu Persentase1 Tentang Pura Taman Ayun
sebagai Warisan budayadunia
8 (53,33%) 7 46,67
2 Tantang nilai keunggulanuniversal Pura taman Ayun
7 (46,67%) 8 53,33
Total 15 100 15 100
4.2 Persepsi Wisatawan
4.2.1 Persepsi Wisatawan terhadap Pura Taman Ayun
4.2.1.1 Persepsi Wisatawan Mancanegara
Persepsi wisatawan memberi makna terhadap destinasi, dan memainkan peranan
penting dalam kaitannya dengan pariwisata berkelanjutan. Poria (dalam Chheang, 2011: 213)
40
menyatakan bahwa persepsi wisatawan menjadi inti atau bagian yang sangat penting dalam
pariwisata warisan budaya. Persepsi wisatawan menentukan nilai atau makna destinasi.
Dalam penelitian ini persepsi wisatawan dikaitkan dengan empat aspek yang
seharusnya dimiliki oleh sebuah destinasi yakni atraksi, aksesibilitas, fasilitas, dan organisasi
atau pengelola (Cooper, 1995: 81). Keempat aspek tersebut dipersepsikan oleh wisatawan
terkait dengan Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul.
Semua responden menyatakan bahwa mereka tidak kecewa, meskipun dilarang
memasuki halaman utama/ jeroan pura Taman Ayun (tabel 4.29). Wisatawan dengan
leluasa dan nyaman dapat menyaksikan dan memotret palinggih ataupun kegiatan upacara
yang terjadi di halaman utama/jeroan pura. Hal ini menyebabkan wisatawan merasa puas
berkunjung ke Pura Taman Ayun. Wisatawan hampir sama dengan peziarah yang
mengharapkan sesuatu yang biasa atau umum, sakral, tempat yang unik untuk meningkatkan
pengalaman mereka, dan tidak semata-mata mencari yang otentik (Chheang, 2011: 214).
Pengelola Pura Taman Ayun melarang wisatawan memasuki halaman utama/jeroan pura
tersebut. Wisatawan dapat melihat palinggih dan kegiatan upacara yang dilakukan pada
halaman utama. Dalam konteks ini, pengelolaan Pura Taman Ayun dapat dikatakan sebagai
model terbaik di Bali, dan perlu dicontoh oleh pangemong dan pengelola pura lain sebagai
daya tarik wisata.
Tabel 4.29Persepsi Responden atas Larangan Masuk ke halaman utama Pura Taman Ayun
No Perasaan Jumlah Persentase1 Kecewa 0 0,002 Tidak kecewa 15 100
Total 15 100
Wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun hampir semuanya tidak memakai
kain dan selendang. Mereka tidak diwajibkan menggunakan kain dan selendang oleh petugas,
41
karena wisatawan hanya sampai di halaman kedua/jaba tengah pura tersebut. Sehubungan
dengan itu maka petugas tidak menyediakan selendang dan kain untuk wisatawan (lihat tabel
4.30 dan 4.31). Perlu dicatat bahwa pemandu wisatawan yang mengantar tamunya ke Pura
Taman Ayun tetap memakai pakaian adat Bali (lihat foto 4.2).
Pemakaian kain dan selendang oleh wisatawan ketika memasuki pura Taman Ayun
akan dapat menjaga kesakralan pura tersebut. Pencitraan pura sebagai tempat suci harus tetap
dijaga sehingga wisatawan pun merasakan aroma kesakralan dan pengalaman yang berharga
tersebut.
Tabel 4.30Responden Digolongkan Menurut Pakaiannya Ketika Memasuki Pura Taman Ayun
No Pakaian Jumlah Persentase1 Memakai sarung dan
selendang0 0,00
2 Tidak memakaisarung dan selendang
15 100,00
Total 15 100,00
Tabel 4.31Persepsi Responden tentang Layanan Petugas di Pura Taman Ayun
No Layanan Jumlah Persentase1 Memberikan sarung dan
selendang0 0,00
2 Tidak memberikan sarung danselendang
15 100
Total 15 100
Kenyataan ini berbeda dengan kondisi di Pura Trita Empul dan pura lain di Bali.
Wisatawan yang berkunjung atau memasuki pura /tempat suci diwajibkan memakai kain
dan selendang oleh petugas.
42
Foto 4.2 Wisatawan mancanegara dan nusantara tidak memakai kain dan selendang di PuraTaman Ayun
Foto 4.3 Pemandu wisatawan memakai pakaian adat mengantar tamu di Pura Taman Ayun
Tabel 4.32Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Taman Ayun
Atraksi SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorKeunikanArsitektur
7 35 8 32 0 0 0 0 0 0 67/15=4,47
Sangatbaik
Lanskaptaman
5 25 10 40 0 0 0 0 0 0 65/15=4,33
Sangatbaik
Kolam 4 20 8 32 2 6 1 2 0 0 60/15=4
Baik
Pemotretan 5 25 7 28 3 9 0 0 0 0 62/15=4,13
Baik
Kebunbotanical
4 20 8 32 2 6 1 2 0 0 62/15=4,13
Baik
Aktivitasseremonial
0 0 6 24 2 6 3 6 0 0 36/11=3,27
Cukup
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa persepsi wisatawan terhadap
keunikan arsitektur, lanskap taman, dan kebon botanikal yang terdapat di Pura Taman Ayun
43
sangat baik. Persepsi wisatawan mancanegara terhadap kolam baik. Perlu dicatat bahwa pada
saat penelitian ini dilakukan yakni awal Juni 2015 kolam sedang dikeringkan karena ada
projek penataan kolam (lihat foto 4.4 di bawah). Wisatawan kurang terkesan dengan kolam
tersebut. Wisatawan juga kurang tertarik dengan aktivitas seremonial yang dinilai cukup,
karena pada saat penelitian ini dilakukan tidak ada upacara di Pura Taman Ayun. Hal ini bisa
dimaklumi mengingat aktivitas upacara dilakukan setiap enam bulan sekali atau pada saat ada
upacara keagamaan Hindu.
Foto 4.4 Kolam dalam keadaan kering saat penelitian awal Juni 2015 karena ada projekpenataan
Tabel 4.33Persepsi Responden tentang Aksesibilitas ke Pura Taman Ayun
Aksesibilitas SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorLokasi yangstrategis
5 25 7 28 3 9 0 0 0 0 62/15= 4,13
Baik
Rute menujudaya tarik yglain
4 20 11 44 0 0 0 0 0 0 64/15=4,26
Sangatbaik
Kondisi jalan 3 15 11 44 1 3 0 0 0 0 62/15=4,26
Sangatbaik
Kondisi jalandi sekitarpura
3 15 11 44 1 3 0 0 0 0 62/15=4,26
Sangatbaik
Transportasike puraTaman Ayun
7 35 8 32 0 0 0 0 0 0 67/15=4,46
Sangatbaik
44
Berdasarkan tabel 4.33 di atas bahwa semua wisatawan mancanegara menyatakan
lokasi Taman Ayun sangat strategis untuk menuju daya tarik wisata lainnya. Hal ini dapat
dimaklumi karena sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun membeli
paket wisata. Wisatawan pun tidak ada yang mengeluh mengenai kondisi jalan menuju ke
destinasi tersebut.
Tabel 4.34Persepsi Responden tentang Fasilitas pariwisata di Pura Taman Ayun
Fasilitas SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorWantilan 4 20 9 36 2 6 0 0 0 0 62/15
= 4,13Baik
Toilet 2 10 10 40 0 0 0 0 0 0 50/12=4,16
Baik
Parkir 4 20 10 40 1 3 0 0 0 0 63/15=4,20
Baik
Wisatawan sangat puas dengan fasilitas yang tersedia di Pura Taman Ayun seperti
tempat parkir, wantilan dan toilet (table 4.34). Kendaraan roda empat atau mini bus yang
mengangkut wisatawan diizinkan berhenti di depan gapura atau pintu masuk Pura Taman
Ayun. Hal ini dilakukan oleh pengelola daya tarik wisata Taman Ayun untuk memberikan
kenyamanan dan kepuasan kepada wisatawan (lihat foto 4.4). Bus besar diparkir di jalan raya
Mengwi-Denpasar atau di luar pintu gerbang kawasan pura Taman Ayun.
Foto 4.5 Mini bus diizinkan berhenti di depan gapura pura Taman Ayun saat menghantarwisatawan
45
Wantilan di Pura Taman Ayun baru saja direnovasi dan diisi patung orang adu ayam.
Hal ini diharapkan dapat menjadi daya tarik wisatawan. Pemutaran video atau slide adu ayam
dengan menggunakan layar lebar di wantilan mungkin akan dapat menjadi daya tarik yang
lebih menarik untuk wisatawan. Setelah berkeliling dan melihat-lihat pura dan
lingkungannya, wisatawan bisa beristirahat di wantilan sambil menonton video atau slide adu
ayam (lihat foto 4.6). Atraksi ini dapat menjadi daya tarik tambahan bagi wisatawan di Pura
Taman Ayun.
Foto 4.6 Wantilan di Pura Taman Ayun
Pengelola Pura Taman Ayun juga menyiapkan toilet yang bersih dan berkualitas
sehingga wisatawan puas dengan kondisinya (lihat foto 4.7). Toilet di Pura Taman Ayun
diperbaiki setelah ditetapkan oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia. Hal ini sangat
wajar dan masuk akal, mengingat label yang disandang oleh Pura Taman Ayun sebagai
warisan budaya dunia.
Foto 4.7 Kondisi toilet di Pura Taman Ayun
46
Seperti telah dijelaskan di depan bahwa sebagian besar wisatawan mancanegara tidak
mengetahui Pura Taman Ayun berstatus sebagai Warisan budaya dunia. Wisatawan
memahami status Pura Taman Ayun sebagai Warisan budaya dunia lewat agen perjalanan
atau travel agent. Hal ini mengindikasikan bahwa promosi Pura Taman Ayun masih perlu
ditingkatkan di masa depan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Menurut
keterangan Bapak I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, SE, MBA selaku Ketua Badan Promosi
Pariwisata Daerah Badung, yang juga menjabat sebagai Ketua PHRI Badung bahwa promosi
pariwisata Badung dilakukan secara menyeluruh, bukan masing-masing daya tarik wisata.
Tabel 4.35Persepsi Responden tentang Pengelolaan Pura Taman Ayun
Pengelolaan SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorPromosi 3 15 6 24 4 12 4 8 0 0 59/15
=3,93Baik
Keamanan 7 35 8 32 0 0 0 0 0 0 67/15=4,46
SangatBaik
Kebersihan 9 45 6 24 0 0 0 0 0 0 69/15= 4,60
SangatBaik
Kenyamanan 5 25 10 40 0 0 0 0 0 0 65/15= 4.33
SangatBaik
Informasiuntukwisatawan
7 35 7 28 1 3 1 2 68/15=4,53
SangatBaik
Harga Tiket 6 30 7 28 2 6 0 0 0 0 64/15=4,26
SangatBaik
Persepsi wisatawan terkait dengan keamanan, kebersihan, kenyaman, dan informasi
tentang daya tarik wisata Taman Ayun dapat dikatakan sangat baik (lihat Tabel 4.35).
Wisatawan tampaknya sangat puas dengan informasi atau keterangan yang diberikan oleh
pemandu wisatawan. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagian besar wisatawan
yang berkunjung ke Pura Taman Ayun dengan membeli paket tour.
47
4.2.1.2 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Pura Taman Ayun
Data yang diperoleh dalam penelitian ini juga menunjukkan persepsi atau tanggapan
wisatawan atas kenyataan dan objek yang ada dalam situasi dan kondisi yang berkaitan
dengan Pura Taman Ayun. Persepsi atau tanggapannya itu antara lain mengenai larangan
masuk ke halaman utama (jeroan) Pura Taman Ayun sebagaimana dapat dilihat dari data
pada tabel 4.34 di bawah ini.
Tabel 4.36Persepsi Responden Wisatawan Nusantara atas Larangan Masuk ke bagian dalam
Pura Taman AyunNo Perasaan Jumlah Persentase1 Kecewa 0 0,002 Tidak kecewa 15 100
Total 15 100,00
Data pada tabel 4.36 di atas menunjukkan bahwa 100% responden menyatakan tidak
merasa kecewa atas larangan masuk ke bagian dalam (jeroan) Pura Taman Ayun. Jika
disimak dari perspektif teori konstruksi sosial yang dikembangkan oleh Berger dan Lukmann
(2011), pernyataan para wisatawan ini menyiratkan bahwa mereka telah melakukan persepsi
terhadap larangan tersebut. Melalui persepsinya itu mereka melakukan pemaknaan yang
hasilnya diinternalisasikan ke dalam diri mereka. Dalam tahap ini mereka juga melakukan
konseptualisasi terhadap larangan tersebut yang menghasilkan pernyataan bahwa larangan
tersebut tidaklah mengecewakan. Oleh karena itu, hasil pengamatan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak ada wisatawan yang masuk ke bagian dalam Pura Taman Ayun.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konteks ini tidak ada wisatawan yang
mempunyai kesan negatif atau pengalaman buruk dalam kunjungannya ke Pura Taman Ayun
yang memungkinkan timbulnya citra buruk mengenai pura ini di kalangan wisatawan.
48
Tentu saja larangan masuk ke halaman utama Pura Taman Ayun merupakan
representasi aturan yang berasaskan adat-istiadat yang lazim berlaku dalam masyarakat Bali.
Mengingat aturan ini telah dipatuhi secara sukarela oleh para wisatawan maka hal ini dapat
dikatakan sebagai pengembangan pariwisata budaya sebagaimana dikonsepsikan dalam
Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali
yang merupakan hasil revisi Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 3 tahun 1991 tentang
Kepariwisataan Budaya Bali. Pasal 1 angka 14 peraturan daerah tersebut menyatakan
sebagai berikut.
“Kepariwisataan Budaya Bali adalah kepariwisataan Bali yang berlandaskankepada Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah TriHita Karana sebagai potensi utama dengan menggunakan kepariwisataan sebagaiwahana aktualisasinya, sehingga terwujud hubungan timbal-balik yang dinamisantara kepariwisataan dan kebudayaan yang membuat keduanya berkembangsecara sinergis, harmonis dan berkelanjutan untuk dapat memberikankesejahteraan kepada masyarakat, kelestarian budaya dan lingkungan”.
Walaupun demikian, dilihat dari segi pakaiannya ternyata tidak ada wisatawan yang
memakai pakaian adat Bali ketika memasuki areal Pura Taman Ayun. Selain hasil
pengamatan, hal ini juga dapat dilihat dari data mengenai pengakuan para wisatawan
sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.37 di bawah ini.
Tabel 4.37Responden Digolongkan Menurut Pakaiannya Ketika Memasuki Pura Taman AyunNo Pakaian Jumlah Persentase1 Memakai sarung dan
selendang0 0,00
2 Tidak memakaisarung dan selendang
15 100
Total 15 100,00
Sementara itu para pemandu wisata di Pura Taman Ayun tampak memakai pakaian
adat Bali. Padahal sebagaimana diketahui, ada aturan yang umum berlaku di Bali, termasuk
dalam konteks pariwisata yang menegaskan bahwa setiap orang termasuk wisatawan harus
49
memakai pakaian adat Bali, seperti kain dan selendang ketika memasuki areal pura. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa penerapan aturan tersebut kurang konsisten dalam
pengelolaan Pura Taman Ayun. Hal ini berpotensi mengganggu citra Pura Taman Ayun di
benak para wisatawan, bahwa pura ini dipersepsikan sebagai tempat suci yang dapat
dimasuki tanpa mengindahkan aturan tentang pakaian yang diberlakukan untuk itu.
Dalam rangka menegakkan aturan tersebut biasanya pihak pengelola daya tarik
wisata di Bali memberikan pakaian adat Bali kepada para wisatawan, namun pihak pengelola
Pura Taman Ayun tidak melakukan hal ini. Selain berdasarkan hasil pengamatan, hal ini
juga dapat diketahui dari data mengenai pengakuan para wisatawan sebagaimana disajikan
pada tabel 4.38 di bawah in
Tabel 4.38Persepsi Responden tentang Pelayanan Petugas di Pura Taman Ayun
No Layanan Jumlah Persentase1 Memberikan sarung dan
selendang0 0,00
2 Tidak memberikan sarung danselendang
15 100
Total 15 100
Data pada tabel 4.38 di atas menunjukkan bahwa petugas pengelola Pura Taman
Ayun telah melakukan pembiaran terhadap pelanggaran wisatawan atas aturan yang
mewajibkan mereka memakai pakaian adat ketika memasuki areal pura. Pembiaran ini
dilakukan dengan tidak memberikan pakaian adat Bali kepada wisatawan dan tidak juga
menegur wisatawan yang tidak memakai pakaian adat Bali. Ini berarti pelanggaran terhadap
aturan tersebut berkaitan erat dengan sikap pihak pengelola Pura Taman Ayun. Tentu saja
hal ini berpotensi menjadi preseden buruk dalam pengelolaan pura itu di masa mendatang.
Oleh karena itu persoalan ini tampaknya perlu mendapat perhatian lebih serius, baik dalam
perencanaan maupun pelaksanaan dan evaluasi program pariwisata budaya Bali. Tanpa
50
demikian bisa jadi pariwisata yang berkembang bukanlah pariwisata budaya melainkan
budaya pariwisata sebagaimana dikemukakan oleh Picard (2006) yang cenderung bersifat
turistik.
Secara lebih jauh para wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun juga telah
memiliki persepsi terkait dengan atraksi yang ada di Pura Taman Taman Ayun. Atraksi
dalam hal ini meliputi keunikan arsitektur, lansekap taman, kolam, fotografi, kebun botanikal,
dan aktivitas seremonial. Persepsi para wisatawan mengenai hal ini dapat diketahui dari data
sebagaimana disajikan pada tabel 4.39 di bawah ini.
Data pada tabel 4.39 di bawah menunjukkan bahwa responden menyatakan unsur-
unsur atraksi di Pura Taman Ayun keunikan arsitektur sangat baik. Lansekap taman, kolam,
dan fotografi atau akses pemotretan kawasan dan palinggih di pura tersebut tergolong baik.
Selain itu, ada pula yang menyatakan kolam dan aktivitas seremonial di pura ini tergolong
cukup, bahkan ada yang memandang seremonial itu tergolong kurang. Persepsi ini tidak jauh
berbeda antara wisatawan mancanegara dan nusantara. Oleh karena itu, dalam rangka
pengembangan pariwisata budaya di Pura Taman Ayun masih perlu diadakan pembenahan
terkait unsur-unsur atraksi tersebut agar citranya semakin baik di mata wisatawan. Tentu saja
pembenahan itu dapat dilakukan melalui tata kelola fisiknya, tetapi hal ini perlu juga
dilengkapi dengan penyebaran informasi secara lebih intensif melalui media promosi
pariwisata.
Tabel 4.39Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Taman Ayun
Atraksi SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorKeunikanArsitektur
4 20 11 44 0 0 0 0 0 0 64/15= 4,26
SangatBaik
Lanskaptaman
2 10 13 52 0 0 0 0 0 0 62/15=4,13
Baik
Kolam 1 5 12 48 2 6 0 0 0 0 59/15 Baik
51
=3,93Foto 1 5 14 56 0 0 0 0 0 0 61/15
= 4,06Baik
Kebunbotanical
0 0 15 60 0 0 0 0 0 0 60/15=4,0
Baik
Aktivitasseremonial
0 0 8 32 5 15 2 4 0 0 51/15= 3,40
Cukup
Berkenaan dengan persepsi wisatawan tentang aksesibilitas di Pura Taman Ayun,
ternyata sebagian besar responden menyatakan unsur-unsur aksesibilitas di pura ini tergolong
baik. Kondisi jalan di depan lokasi dan transportasi menuju lokasi dinyatakan baik.
Kesemuanya ini dapat diketahui dari data sebagaimana disajikan pada tabel 4.40 di bawah
ini.
Tabel 4.40Persepsi Responden tentang Aksesbilitas di Pura Taman Ayun
Aksesibilitas SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorLokasi yangstrategis
1 5 14 56 0 0 0 0 0 0 61/15=4,06
Baik
Rute kedestinasilain
1 5 14 56 0 0 0 0 0 0 61/15=4,06
Baik
Kondisijalan kelokasi
1 5 14 56 0 0 0 0 0 0 61/15=4,06
Baik
Kondisijalan dilokasi
1 5 13 52 1 3 0 0 0 0 60/15=4,0
Baik
Transportasike lokasi
2 10 11 44 1 3 1 2 0 0 59/15=3,93
Baik
Persepsi wisatawan tentang kondisi wantilan dan toilet di Pura Taman Ayun baik.
Untuk dimaklumi bahwa wantilan dan toilet di Pura Taman Ayun baru saja direnovasi
sehingga kondisinya dalam keadaan baik. Wisatawan menyatakan parkir dipersepsikan cukup
oleh wisatawan nusantara. Persepsi ini muncul karena mereka parkir di luar pintu gerbang
kawasan Pura Taman Ayun sehingga harus jalan kaki sekitar 300 meter menuju pura tersebut.
52
Tabel 4.41Persepsi Responden tentang Fasilitas di Pura Taman Ayun
Fasilitas SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorWantilan 3 15 12 48 0 0 0 0 0 0 63/15
= 4,20Baik
Toilet 1 5 12 48 2 6 0 0 0 0 59/15=3,67
Baik
Parkir 0 0 1 4 11 33 3 6 0 0 43/15=2,87
Cukup
Khusus mengenai pengelolaan Pura Taman Ayun, responden menyatakan bahwa
promosi cukup. Informasi untuk wisatawan dinilai cukup, karena di Pura Taman Ayun tidak
ada guide lokal yang dapat menerangkan tentang sejarah pura, fungsi palinggih, dan upacara
yang dilaksanakan di pura tersebut. Sebagian besar responden menyatakan bahwa kebersihan
dan keamanan baik. Harga tiket senilai Rp 10.000,- dinyatakan baik atau pantas untuk
wisatawan nusantara. Data lengkap mengenai hal ni dapat dilihat pada tabel 4.42 di bawah
ini.
Tabel 4.42Persepsi Responden tentang Organisasi Kepariwisataan/Pengelola Pura Taman Ayun
Pengelolaan SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorPromosi 1 5 12 48 0 0 2 4 0 0 57/15
= 3,75Baik
Keamanan 1 5 12 48 2 6 0 0 0 0 59/15= 3,84
Baik
Kebersihan 1 5 13 52 1 3 0 0 0 0 60/15= 40
Baik
Informasiuntukwisatawan
1 5 1 4 12 36 1 2 0 0 47/15=3,13
Cukup
Harga tiket 1 5 8 32 6 18 0 0 0 0 55/15=3,67
Baik
4.2.2 Persepsi Responden tentang Pura Tirta Empul
4.2.2.1 Persepsi Wisatawan Mancanegara di Tirta Empul
53
Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul semuanya memakai
kain dan selendang. Fenomena ini berbeda dengan realita yang ditemukan di Pura Taman
Ayun. Panitia atau pengelola Pura Tirta Empul menyediakan kain dan selendang untuk
wisatawan. Pemakaian kain dan selendang dapat menjaga kesakralan pura tersebut.
Kenyataan ini dapat dilihat pada tabel 4.41 dan 4.43 di bawah.
Tabel 4.43Persepsi Responden tentang Pakaian Memasuki Pura Tirta Empul
No Pakaian Jumlah Persentase1 Memakai sarung dan
selendang15 100,00
2 Tidak memakai sarungdan selendang
0 0,00
Total 15 100,00
Persepsi responden terhadap pelayanan kain dan selendang di Pura Tirta Empul
sebagian besar (93,34%) wisatawan menyatakan puas, dan hanya seorang yang tidak puas.
Data persepsi ini disajikan pada tabel 4.44 di bawah.
Tabel 4.44Persepsi Responden terhadap pelayanan kain dan selendang di Pura Tirta Empul
No Layanan Jumlah Persentase1 Memberikan sarung dan
selendang14 93,34
2 Tidak memberikan sarung danselendang
1 6,66
Total 15 100,00
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke Pura Tirta Empul semuanya merasa tidak kecewa atas larangan atau
pembatasan akses memasuki halaman utama/jeroan pura tersebut. Wisatawan diizinkan
memasuki halaman utama/jeroan, namun tidak diizinkan pada area tempat persembahyangan
54
agar tidak mengganggu kegiatan umat. Persepsi wisatawan disajikan pada tabel 4.45 di
bawah.
Tabel 4.45Persepsi Responden terhadap pembatasan dan larangan akses di halaman
utama/jeroan Pura Tirta EmpulNo Perasaan Jumlah Persentase1 Kecewa 0 0,002 Tidak kecewa 15 100
Total 15 100,00
Persepsi wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul secara umum
menyatakan menarik. Wisatawan mancanegara bahkan menyatakan bahwa ukiran
palinggih/bangunan di Pura Tirta Empul sangat baik, namun ada pula yang menyatakan
menarik. Berikut data persepsi wisatawan tentang daya tarik Pura Tirta Empul disajikan pada
tabel 4.46 di bawah. Kegiatan upacara di Pura Tirta Empul dinyatakan baik karena wisatawan
menyaksikan langsung bahwa setiap wisatawan yang melukat atau upacara pembersihan diri
di pancoran menghaturkan sesaji. Kenyataan ini juga sekaligus menunjukan kesakralan pura
tersebut.
Tabel 4.46Persepsi Responden Tentang Daya Tarik Di Pura Tirta Empul
Atraksi SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorKeunikanArsitektur
5 25 10 40 0 0 0 0 0 0 65/15=4,33
SangatBaik
Lanskaptaman
2 10 13 52 0 0 0 0 0 0 62/15=4,13
Baik
Kolam 3 15 8 32 4 12 0 0 0 0 59/15=3,93
Baik
Aktivitasseremonial
3 15 9 36 3 9 0 0 0 0 60/15=4,0
Baik
55
Wisatawan pada umumnya menyatakan bahwa jalan menuju ke destinasi dalam
keadaan baik. Perlu diketahui bahwa Pura Tirta Empul merupakan tempat transit paket wisata
dari Denpasar menuju Kintamani sehingga kondisi jalan cukup baik. Data selengkapnya
tentang persepsi wisatawan mancanegara mengenai jalan dan rute menuju Pura Tirta Empul
disajikan pada tabel 4.47 di bawah.
Kondisi wantilan, toilet, dan tempat parkir di Pura Tirta Empul disajikan dalam tabel
4.46 di bawah. Fasilitas tersebut dipersepsikan baik oleh wisatawan mancanegara. Perlu
dicatat bahwa tempat ganti pakaian dan toilet tidak dipisah atau dijadikan satu dan agak kotor
sehingga wisatawan mancanegara kurang puas dengan kondisi tersebut. Wisatwan juga tidak
setuju adanya pungutan atau fee untuk tempat ganti dan toilet, karena kesannya komersial.
Mereka menyarankan agar harga tiket masuk dinaikan, dan toilet dibebaskan dari pungutan
atau fee.
Tabel 4.47Persepsi Responden tentang jalan menuju lokasi dan tempat parkir
Aksesibilitas SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorLokasi yangstrategis
2 10 13 52 0 0 0 0 0 0 62/15=4.13
Baik
Rute kedestinasilain
4 20 9 36 1 3 0 0 0 0 59/15=3,93
Baik
Kondisijalan kepura/lokasi
1 5 10 40 1 3 1 2 0 0 50/15=3,33
Cukup
Kondisijalan dilokasi
1 5 13 52 1 3 0 0 0 0 60/15=4,0
Baik
Transportasike lokasi
1 5 13 52 1 3 0 0 0 0 60/15= 4,0
Baik
56
Tabel 4.48Persepsi Responden tentang Fasilitas (wantilan, toilet dan tempat parkir)
Fasilitas diPuraTirtaEmpul
SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorWantilan 1 5 10 40 4 12 0 0 0 0 57/15
= 3,80Baik
Toilet 1 5 4 16 2 10 20 0 0 0 41/15=2,73
Cukup
Parkir 2 10 10 40 3 9 0 0 0 0 59/15=3,,87
Baik
Wisatawan menyatakan bahwa promosi daya tarik wisata Pura Tirta Empul
dikategorikan baik. Berdasarkan pengamatan di lapangan, wisatawan yang berkunjung ke
Pura Tirta Empul secara berkelompok atau group. Mereka dapat dipastikan menggunakan
biro perjalanan atau travel agent. Keamanan dan kebersihan di Pura Tirta Empul dinilai baik
oleh wistawan. Harga tiket masuk Rp 15.000,- dinilai pantas oleh wisatawan. Data
selengkapnya tentang persepsi wisatawan mengenai organisasi atau manajemen daya tarik
wisata Pura Tirta Empul disajikan pada tabel 4.49 di bawah.
Tabel 4.49Persepsi Responden tentang Organisasi dan Manajemen Pura Tirta Empul
Pengelolaan SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorPromosi 2 10 12 48 1 3 0 0 0 0 61/15
= 4,06Baik
Keamanan 2 10 12 48 1 3 0 0 0 0 61/15= 4,06
Baik
Kebersihan 1 5 10 40 4 12 0 0 0 0 57/15= 3,76
Baik
Informasiuntukwisatawan
2 10 10 40 3 9 1 2 0 0 59/15=3,84
Baik
Harga tiket 2 10 11 44 2 6 0 0 0 0 60/15=4,0
Baik
57
4.2.2.2 Persepsi Wisatan Nusantara tentang Daya Tarik Pura Tirta Empul
Seperti telah diuraikan di depan bahwa setiap wisatawan yang mengunjungi Pura
Tirta Empul diwajibkan memakai kain dan selendang. Ketentuan itupun berlaku untuk
wisatawan nusantara. Persepsi wisatawan nusantara tentang pemakaian kain dan selendang
disajikan pada tabel 4,50 di bawah ini.
Tabel 4.50Persepsi Responden tentang Pakaian Ketika Memasuki Pura Tirta Empul
No Pakaian Jumlah Persentase1 Memakai sarung dan
selendang15 100,00
2 Tidak memakai sarungdan selendang
0 0,00
Total 15 100,00
Wisatawan nusantara menyatakan bahwa arsitektur Pura Tirta Empul sangat baik.
Palinggih di Pura Tirta Empul tampak sangat indah dengan ukiran dan polesan prade
sehingga sangat menarik wisatawan. Lanskap taman dan kolam tergolong baik. Di Pura Tirta
Empul wisatawan dapat melakukan penyucian diri atau melukat, dan memberi makan ikan
koi yang ditebar di kolam di sisi barat halaman luar atau jaba sisi pura tersebut. Keseluruahan
data tentang atraksi wisata di Pura Tirta Empul disajikan pada tabel 4.51 di bawah ini.
Tabel 4.51Persepsi Responden tentang Atraksi di Pura Tirta Empul
Atraksi SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorKeunikanArsitektur
10 50 5 20 0 0 0 0 0 0 75/15=5
SangatBaik
Lanskaptaman
4 20 11 44 0 0 0 0 0 0 64/15=4,26
SangatBaik
Kolam 5 25 10 40 0 0 0 0 0 0 65/15=4,33
SangatBaik
Fotografi 1 5 10 40 4 12 0 0 0 0 62/15=4,13
Baik
Aktivitasseremonial
0 0 11 44 4 12 0 0 0 0 56/15=3,73
Baik
58
Berbagai fasilitas yang tersedia di Pura Tirta Empul dipersepsikan cukup baik oleh
wisatawan nusantara. Seperti disebutkan di depan bahwa kondisi toilet dan tempat ganti
pakian kelihatan sangat kumuh dan berbaur untuk laki-laki dan perempuan. Kenyataan ini
perlu diperhatikan di masa mendatang oleh pihak pengelola sehingga kesan kumuh dan krodit
dapat diatasi. Persepsi wisatawan nusantara mengenai berbagai fasilitas di Pura Tirta Empul
disajikan pada tabel 4.52 di bawah ini.
Tabel 4.52Persepsi Responden tentang Fasilitas di Pura Tirta Empul
Fasilitas SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorWantilan 0 0 15 60 0 0 0 0 0 0 60/15
= 4,0Baik
Toilet 0 0 0 0 11 33 4 8 0 0 41/15=2,73
Cukup
Parkir 0 0 11 44 4 12 0 0 0 0 56/15=3,73
Baik
Persepsi wisatawan nusantara terhadap aksesibilitas ke Pura Tirta Empul dapat dilihat
pada tabel 4.53 di bawah. Wisatawan nusantara menyatakan bahwa lokasi Pura Tirta Empul
sangat strategis. Rute ke Pura Tirta Empul kondisinya sangat baik, sedangkan jarak tempuh
dari bandara dan kondisi jalan menuju Pura tirta Empul dinyatakan baik.
Tabel 4.53Persepsi Responden tentang Aksesibilitas di Pura Tirta Empul
Akesesibilitas SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorLokasi yangStrategis
8 40 7 28 0 0 0 0 0 0 68/15= 4,54
SangatBaik
Rute ketempat wisata
4 20 10 40 1 3 0 0 0 0 63/15= 4,33
SangatBaik
Jarak tempuhdari bandara
0 0 13 52 2 6 0 0 0 0 58/15=3,53
Baik
Kondisi jalan 0 0 15 60 0 0 0 0 0 0 60/15=4,0
Baik
59
Persepsi wisatawan nusantara terhadap organisasi dan manajemen Pura Tirta Empul
secara keseluruhan dinyatakan baik. Promosi dan informasi kepada wisatawan tampaknya
perlu ditingkatkan. Keberadaan pemandu atau guide lokal di Pura Tirta Empul sangat
diperlukan untuk memberikan penjelasan kepada wisatawan nusantara yang pada umumnya
tidak membeli paket tour. Sejarah dan mitos pura Tirta Empul, fungsi bangunan atau
palinggih akan dapat menambah daya tarik destinasi tersebut. Persepsi responden tentang
organisasi dan manajemen Pura Tirta Empul disajikan pada tabel 4.54 di bawah ini.
Tabel 4.54Persepsi Responden Tentang Organisasi Pengelola Pura Tirta Empul
Pengelolaan SangatBaik
Baik Cukup Buruk SangatBuruk
Total Nilai
Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml Skor Jml SkorPromosi 0 0 11 44 4 12 0 0 0 0 56/15
= 3,73Baik
Keamanan 0 0 15 60 0 0 0 0 0 0 60/15= 4,0
Baik
Kebersihan 0 0 13 52 2 6 0 0 0 0 58/15= 3,86
Baik
Informasiuntukwisatawan
0 0 8 32 7 21 0 0 0 0 53/15=3,53
Baik
Harga tiket 0 0 10 40 5 15 0 0 0 0 55/15=3,67
Baik
60
BAB V
IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM PENGELOLAAN PURA TAMAN
AYUN DAN TIRTA EMPUL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA
Penetapan Lanskap Budaya Bali oleh Unesco sebagai Warisan Budaya Dunia
dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana, yang selaras dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali (Lansing dan Watson, 2012;
Pemerintah Provinsi Bali 2012; Surata, 2013). Nilai-nilai filosofi Tri Hita Karana terdiri atas
tiga aspek yakni hubungan yang selaras dan harmonis antara manusia dengan Tuhan/Ida
Sanghyang Widi Wasa (Parhyangan), hubungan manusia dengan sesama manusia
(Pawongan), dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan).
Pura Taman Ayun dan Tirta Empul adalah warisan budaya dan sekaligus sebagai
tempat suci. Kedua pura dan warisan budaya tersebut sudah tentu dikonstruk dan
diinterpretasi ulang ketika berfungsi sebagai daya tarik wisata (Hitchcock, M., Victor T.King
and Michael Parnwell, 2010; Park, 2014). Konstruksi dan interpretasi ulang itu mungkin saja
menimbulkan komodifikasi, yakni suatu benda yang sebelumnya bukan merupakan komoditi
kemudian diubah sehingga dapat menghasilkan uang. Meminjam istilahnya Michel Picard
(2006:164) bahwa Pura Taman Ayun dan Tirta Empul telah mengalami proses turistifikasi
atau sebagai produk pariwisata.
Sesuai dengan judul penelitian ini maka ketiga aspek tersebut dibahas berdasarkan
pengamatan empirik di lapangan, hasil wawancara mendalam dengan pengelola Pura Taman
Ayun dan Tirta Empul serta instansi terkait, dan persepsi wisatawan yang diperoleh melalui
angket yang diberikan kepada 60 orang wisatawan, yang tediri atas 30 orang wisatawan
mancanegara dan 30 orang wisatawan nusantara. Dalam penelitian ini, di masing-masing
destinasi yakni Pura Taman Ayun dan Tirta Empul ditetapkan 30 orang responden, yang
61
terdiri atas 15 orang wisatawan mancanegara dan 15 orang wisatawan nusantara. Berikut
adalah pembahasan masing-masing aspek Tri Hita Karana sebagai berikut.
5.1 Aspek Parhyangan
Aspek Parhyangan terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan/Ida Sanghyang
Widi Wasa. Pihak pengelola Pura Taman Ayun dan Tirta Empul telah menetapkan aturan-
aturan atau rambu-rambu untuk wisatawan yang memasuki pura tersebut. Di Pura Taman
Ayun pihak pengelola tidak menyediakan kain dan selendang untuk wisatawan yang
memasuki pura tersebut. Fenomena yang berbeda ditemukan di Pura Tirta Empul bahwa
wisatawan diwajibkan menggunakan kain dan selendang pada saat memasuki pura. Kain dan
selendang disiapkan oleh pengelola pura Tirta Empul, sehingga semua wisatawan
memakainya ketika mereka memasuki kawasan pura tersebut (lihat foto 5.1).
Foto 5.1 Petugas di Pura Taman Ayun tidak menyiapkan kain dan selendang, sedang di PuraTirta Empul disiapkan oleh petugas
Adanya ketentuan yang berbeda tersebut menyebabkan wisatawan di Pura Taman
Ayun tidak memakai kain dan selendang, sedangkan di Pura Tirta Empul hampir semua
wisatawan memakainya (lihat foto 5.2 di bawah). Pemakaian kain dan selendang memasuki
pura sebagai daya tarik wisata dapat dikatakan salah satu upaya menjaga kesucian pura.
62
Foto 5.2. Pemandangan yang kontras mengenai wisatawan di Pura Taman Ayun (kanan) danPura Tirta Empul (kiri)
Dalam konteks ini, petugas sebaiknya menyiapkan kain dan selendang, sehingga wisatawan
diwajibkan memakainya.
Wisatawan Prancis menyarankan agar canang sari juga dihaturkan pada setiap
palinggih, sehingga dapat menambah kesan kesakralan destinasi tersebut. Usulan yang sangat
menarik juga disampaikan oleh wisatawan Prancis itu agar wisatawan yang datang ke Pura
Taman Ayun tetap memakai kain/sarong dan selendang/selempot. Hal ini sangat penting
untuk ditindaklanjuti mengingat Pura Taman Ayun sebagai tempat suci sehingga
kesakralannya harus tetap dijaga.
Sebagai upaya menjaga kesucian pura, wisatawan dilarang memasuki halaman
utama/jeroan di Pura Taman Ayun. Kondisi alam dan lingkungan yang berbeda tidak
memungkinkan hal itu diberlakukan di Pura Tirta Empul. Wisatawan diizinkan memasuki
halaman utama/jeroan, namun pada area yang terbatas. Pada halaman utama/jeroan Pura
Tirta Empul dipasang tanda pembatas dan larangan untuk wisatawan memasuki tempat
melaksanakan upacara pemujaan di pura tersebut (lihat foto 5.3 dan 5.4 di bawah).
63
Foto 5.3 Wisatawan di Pura Taman Ayun dapat menyaksikan halaman utama/jeroan dari luartembok/panyengker.
Foto 5.4 Tanda pembatas dan larangan bagi wisatawan memasuki bagian tempat melakukanupacara di halaman utama/jeroan Pura Tirta Empul
Larangan memasuki halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dan Tirta Empul
ternyata tidak menimbulkan kekecewaan di kalangan wisatawan. Seperti telah diuraikan pada
Bab IV di depan bahwa wisatawan sangat puas menikmati keindahan dan arsitektur pura.
Wisatawan yang memasuki halaman utama/jeroan pura Tirta Empul diwajibkan ke luar di
sisi utara jeroan/halaman utama sehingga mereka dapat mengelilingi pura, hanya saja tidak
dapat melihat keseluruhan palinggih (lihat foto 5.5). Strategi pengelolaan wisatawan di Pura
Tirta Empul dapat dikatakan meniru pengelolaan di Pura Taman Ayun, namun kondisi
lingkungan yang berbeda sehingga kenyaman yang diperoleh oleh wisatawan tidak sama.
64
Foto 5.5 Wisatawan mengelilingi pura Tirta Empul dari luar halaman utama/jeroan
Wisatawan masih tetap dapat mengambil foto palinggih yang ada di halaman
utama/jeroan pura Taman Ayun dan Tirta Empul, meskipun dilakukan dari luar tembok
keliling/panyengker atau pembatas yang ditentukan untuk wisatawan di pura tersebut. Di sisi
utara atau pada bagian belakang halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dibuat semacam
teras atau undakan sehingga wisatawan lebih mudah mengambil foto palinggih atau kegiatan
keagamaan yang dilaksanakan pada halaman utama/jeroan pura. Wisatawan dapat
mengambil foto dari halaman utama/jeroan pura Tirta Empul, meskipun ada pembatas atau
tanda larangan yang dipasang (lihat foto 5.6 di bawah).
Foto 5.6 Wisatawan mengambil foto dari bagian belakang Pura Taman Ayun dan dari JeroanPura Tirta Empul
Kemudahan wisatawan untuk mengambil foto palinggih ataupun kegiatan upacara
yang dilaksanakan di halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dan Tirta Empul dapat
dikatakan sebagai bentuk turistifikasi atau komodifikasi. Wisatawan meskipun dilarang atau
65
dibatasi aksesnya memasuki halaman utama/jeroan, namun mereka tetap dengan leluasa
dapat mengambil foto.
Wisatawan Jepang yang diwawancarai saat melakukan observasi menyatakan bahwa
konsep Tri Hita Karana agar betul-betul diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman
Ayun. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ukiran ataupun relief yang kelihatan rusak/patah pada
palinggih agar dilaporkan kepada Unesco untuk dapat dipugar.
Berdasarkan uraian di depan bahwa pihak pengelola Pura taman Ayun dan Tirta
Empul telah berupaya menjaga kesucian pura, terutama bagian utama mandala atau halaman
utama/jeroan. Pembatasan akses dan larangan yang diberlakukan kepada wisatawan adalah
bentuk implementasi Tri Hita Karana dari aspek Parhyangan untuk menjaga kesucian pura
tersebut. Upaya menjaga kesucian pura Tirta Empul direpresentasikan dengan menghaturkan
canang sari di depan pintu masuk ke pancoran dan saat wisatawan melukat lihat foto 5.7 di
bawah).
Foto 5.7 Canang sari diaturkan pada pintu masuk dan pancuran tempat melukat
5.2 Aspek Pawongan
Pariwisata dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas elemen wisatawan/turis,
elemen geografis, dan industri pariwisata (Cooper et.al. 2005: 8-9; Pitana dan Diarta, 2099:
59-60). Wisatawan merupakan elemen penting dalam sistem itu karena menyangkut
pengalaman, sesuatu yang menyenangkan untuk dinikmati, diharapkan, dikenang atau diingat
66
sebagai yang terpenting dalam kehidupan seseorang. Menurut Leiper (dalam Cooper, et.al.
2005: 9) elemen geografis dapat dikelompokan menjadi tiga aspek yakni a) daerah yang
dapat menstimulasi dan mendorong motivasi kunjungan wisatawan, b) destinasi atau tempat
yang menjadi daya tarik wisatawan, dan c) rute transit yakni tempat singgah sementara yang
dapat dikunjungi oleh wisatawan dalam perjalanan menuju destinasi. Elemen ketiga dari
sistem Leiper tersebut adalah industri pariwisata. Industri pariwisata ini mencakup kegiatan
bisnis dan organisasi yang mengantarkan dan/atau menyediakan produk pariwisata.
Aspek pawongan dalam filosofi Tri Hita Karana dimaknai sebagai hubungan yang
harmonis antara manusia dengan sesamanya. Dalam konteks pariwisata, aspek pawongan
dapat dikaitkan dengan hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan yang
diwujudkan dalam bentuk keramah-tamahan (hospitality) dan pelayanan (service).
Pelayanan tiket masuk ke pura sebagai daya tarik wisata, penyediaan kain dan
selendang kepada wisatawan adalah bentuk pelayanan dan representasi aspek pawongan.
Selain pelayanan tiket masuk dan penyediaan kain dan selendang, para petugas di bagian tiket
masuk juga menyiapkan brosur terkait dengan sejarah, palinggih dan upacara di Pura Taman
Ayun dan Tirta Empul. Observasi di lapangan menunjukan bahwa pemberian brosur oleh
petugas kepada wisatawan sering kali diabaikan, baik di Pura Taman Ayun maupun Tirta
Empul. Wisatawan yang tidak diantar oleh pemandu akan kesulitan memperoleh informasi
tentang pura tersebut. Hal ini juga menjadi sumber kekecewaan wisatawan, terutama yang
tidak diantar oleh pemandu.
Wisatawan mancanegara maupun nusantara terutama yang tidak didampingi oleh
pemandu banyak menyoroti pengadaan booklet atau brosur tentang sejarah dan fungsi
palinggih di Pura Taman Ayun. Mereka tidak memperoleh informasi yang lengkap dan benar,
karena brosur yang tersedia ditulis dalam bahasa Indonesia.
67
Terkait dengan booklet/brosur Pura Taman Ayun dan Tirta Empul, sesungguhnya
telah disiapkan oleh petugas penjaga tiket/karcis masuk. Petugas terlihat kurang cekatan
dalam memberikan pelayanan ketika wisatawan membeli tiket/karcis, dan semestinya
sekaligus diberikan booklet atau brosur tentang pura tersebut.
Pemandu lokal di masing-masing pura tidak disiapkan oleh pihak pengelola.
Keberadaan pemandu atau guide lokal di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebetulnya
sangat diperlukan. Pemandu atau guide lokal akan dapat menjelaskan sejarah pura, fungsi
masing-masing palinggih atau bangunan suci dan upacara yang dilaksanakan pada hari
tertentu di masing-masing pura. Informasi tersebut akan sangat penting dan menarik bagi
wisatawan, sehingga mereka akan memberitahu teman atau kerabatnya untuk mengunjungi
pura tersebut. Seperti diuraikan di Bab IV bahwa sebagian besar wisatawan mancanegara
melakukan kunjungan pertama kali ke Pura taman Ayun dan Tirta Empul. Dalam konteks
pawongan, keberadaan pemandu lokal di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sangat
diperlukan, selain pemandu dari biro perjalanan atau travel agent.
Informasi tertulis baik berupa larangan maupun anjuran juga dipasang di Pura Taman
Ayun dan Tirta Empul. Informasi ini sangat diperlukan oleh wisatawan yang berkunjung ke
pura tersebut (lihat foto 5.8 dan 5.9 di bawah).
Foto 5.8 Tanda anjuran dan larangan yang dipasang di Pura Taman Ayun.
68
Foto 5.9 Tanda petunjuk kolam suci di Pura Tirta Empul
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 25 Tahun 2011 tentang Retribusi telah
menetapkan bahwa harga karcis masuk destinasi wisata Pura Taman Ayun diatur sedemikian
rupa, wisatawan mancanegara Rp 15.000,- dan wisatawan nusantara Rp 10.000,-
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Badung Tanggal 1 Oktober, Tahun 1997 telah
ditetapkan pembagian retribusi pengelolaan daya tarik wisata sebagai berikut; 25% untuk
untuk Pemerintah Kabupaten Badung, dan 75% untuk destinasi Pura Taman Ayun atau Puri
Mengwi. Menurut petugas karcis, jumlah kunjungan wisatawan per hari ke Pura Taman Ayun
diperkirakan antara 400 - 600 orang dengan total pendapatan sekitar Rp 10.000.000,- Perlu
diketahui bahwa sebelum tahun 1997, wisatawan tidak dikenai tiket masuk di destnasi Pura
Taman Ayun. Wisatawan hanya dimintai donasi secara sukarela untuk pemeliharaan dan
kebutuhan upacara di pura tersebut. Pada saat penelitian ini dilakukan yakni bulan Juni 2015,
belum ada keluhan dari pihak wisatawan mengenai harga karcis.
Isu yang pernah terjadi tekait dengan pengelolaan Pura Taman Ayun adalah
pembongkaran undag atau anak tangga pada gapura yang dibangun di sisi barat dan timur
69
jalan di sebelah selatan atau di depan Pura Taman Ayun. Pembangunan undag/anak tangga
pada gapura tersebut dimaksudkan untuk melarang semua jenis kendaraan roda empat yang
melewati jalan di depan Pura Taman Ayun. Penataan pedestrian senilai Rp 8,465 miliar justru
ditolak oleh warga Desa Gulingan karena menutup akses kendaraan, terutama mobil yang
melewati jalan di depan pura. Masyarakat merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari, dan warga juga mengeluhkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah4
Pada tanggal 15 Oktober 2013, warga memasang spanduk penolakan anak
tangga/undag pada gapura yang menghalangi akses jalan. Warga menggalang tanda tangan,
mendesak pemerintah membongkar gapura. Aksi penolakan ini ditanggapi dingin oleh
Pemkab Badung, spanduk diturunkan dan projek tetap dilanjutkan.
Ratusan warga Desa Gulingan pada tanggal 17 Oktober 2013 malam akhirnya
menggelar pertemuan dengan panglingsir/ pini sepuh Puri Agung Mengwi yang juga Bupati
Badung yakni Anak Agung Gde Agung, karena penolakan spanduk tidak ditanggapi. Warga
mengungkapkan kekecewaannya tentang keberadaan anak tangga pada gapura. Hasil
pertemuan malam itu bahwa anak tangga/undag pada gapura disepakati untuk dibongkar.
Bupati Gde Agung bersedia membongkar anak tangga karena warga menjamin tidak akan
terjadi kebut-kebutan di depan Pura Taman Ayun. Anak tangga diganti dengan portal di
tengah gapura agar sepeda motor saja jenis kendaraan yang bisa lewat.
Solusi ini juga ditolak oleh warga Desa Gulingan, Masyarakat menginginkan agar
mobil atau kendaraan pribadi mereka bisa melintas di depan Pura Taman Ayun. Pemerintah
Kabupaten Badung akhirnya bersedia membongkar portal pada tanggal 31 Oktober 2013 atau
sehari setelah pemasangan portal tersebut. Saat ini tidak ada masalah untuk kendaraan yang
melintas atau melewati jalan di depan gapura pura Taman Ayun.
4 (file://C/Users/Vaio/Documents/Bali Post---Pengemban Pengamal Pancasila)
70
Pengelolaan destinasi Pura Tirta Empul dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Gianyar melalui Dinas Pariwisata Gianyar bekerjasama dengan masyarakat Desa Pakraman
Tampaksiring. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 8 Tahun 2010,
harga tiket masuk ke destinasi Pura Tirta Empul ditetapkan Rp 15.000,- untuk dewasa, dan
Rp 7.500,- bagi anak-anak. Harga tiket tidak dibedakan antara wisatawan mancanegara dan
nusantara, sehingga tidak menimbulkan kesan berbeda di antara wisatawan.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh petugas Dinas Pariwisata Kabupaten
Gianyar dan Bendesa Adat Tampaksiring bahwa pembagian retribusi penjualan tiket masuk
dilakukan sebagai berikut: 40% untuk desa Pakraman Tampaksiring, dan 60% untuk
Pemerintah Kabupaten Gianyar. Menurut informasi yang disampaikan oleh Bendesa Adat
Tampaksiring yang didampingi oleh Wakil Bendesa Adat bahwa pembagian retribusi itu
sering tidak lancar, sehingga masyarakat harus menunggu turunnya dana tersebut. Di sisi lain,
masyarakat Desa Pakraman Tampaksiring berharap agar mereka mendapat pembagian
retribusi yang lebih besar, seperti yang berlaku di Kabupaten Badung dan Tabanan yakni
75% untuk masyarakat setempat dan 25% untuk pemerintah daerah. Untuk diketahui bahwa
jumlah wisatawan yang mengunjungi destinasi Pura Tirta Empul berkisar antara 1000 hingga
1500 orang setiap hari, dengan jumlah retribusi sekitar Rp 15.000.000,- atau Rp 22.500.000,-
Wisatawan yang berkunjung ke destinasi Pura Tirta Empul sangat terkesan dengan
kegiatan malukat atau penyucian diri di pancoran di pura tersebut. Banyak wisatawan
mancanegara yang ikut melukat di pancuran pura tersebut. Kegiatan malukat dapat dijadikan
sebagai produk unggulan destinasi Pura Tirta Empul, Tampaksiring. Liezl dan Marina
wisatawan mancanegara dari Singapura ikut malukat di pancuran di Pura Tirta Empul, dan
mereka membawa pajati/sesajen. Kedua wisatawan mancanegara tersebut menginap di Hotel
Uma Ubud, dan ditemani oleh pemandu hotel.
71
Kikuchi Takehiro dan Kikuchi Yumi, dua wisatawan dari Jepang menyarankan agar
kesucian pura tetap dipertahankan. Mereka juga menyarankan agar wisatawan yang ingin
malukat atau menyucikan diri melakukannya seperti yang dipraktikkan oleh masyarakat lokal
yaitu dengan membawa sesajen. Wisatawan yang mengunjungi destinasi Pura Tirta Empul
diwajibkan menggunakan kain panjang dan selendang/selempot yang telah disediakan oleh
petugas.
Sebagian besar wisatawan menyarankan agar disediakan kamar ganti yang terpisah
dengan toilet, setelah mereka malukat atau menyucikan diri di pancuran di pura Tirta Empul.
Wisatwan mancanegara mengusulkan agar toilet tidak disewakan atau dikenai fee, sebaiknya
harga tiket masuk yang dinaikkan sehingga kesan komersial dapat dihindari. Usulan ini
disampaikan oleh Hendrik dkk (wisatawan Jerman), Liezl dan Marina (Singapura). Bendesa
Adat dan Wakil Bendesa Adat telah memaklumi kondisi ini dan mereka akan membangun
kamar ganti yang terpisah dengan toilet, sesuai dengan kondisi yang ada di sekitar pura.
Foto 5.10 Tempat penitipan barang dan locker di halaman luar/jaba sisi Pura Tirta Empul
Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke destinasi Pura Tirta Empul
menyarankan agar tempat sampah tidak ditempatkan di dekat pintu masuk. Hal ini
menimbulkan kesan kumuh terhadap destinasi Pura Tirta Empul. Selain itu, tanda (signed)
sebagai penunjuk arah menuju masing-masing halaman pura agar jelas, sehingga tidak
72
membingungkan wisatawan. Brosur tentang sejarah dan fungsi palinggih/bangunan suci yang
terdapat di pura tersebut sangat diperlukan oleh wisatawan yang tidak ditemani oleh
pemandu wisata. Petugas kurang cermat dan cekatan untuk memberikan brosur kepada
wisatawan ketika membeli tiket.
Implementasi aspek pawongan tampaknya masih perlu ditingkatkan dalam
pengelolaan daya tarik wisata di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Kesigapan petugas
dalam melayani wisatawan, memberikan informasi yang lengkap dan menarik kepada
wisatawan perlu mendapat perhatian. Fenomena yang sama juga ditemukan dalam
pengelolaan daya tarik wisata Goa Gajah (Pratnyawati, 2013: 128).
5.3 Aspek Palemahan
Pasca ditetapkannya Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai Warisan Budaya
Dunia oleh Unesco pada tanggal 29 Juni 2012, sejumlah pembenahan telah dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar
bekerjasama dengan pemilik dan/atau masyarakat setempat.
Seperti telah dijelaskan pada sub bab Pawongan bahwa pembangunan gapura atau
candi kurung pada jalan di depan pura Taman Ayun telah menimbulkan dinamika dan gejelok
antara masyarakat dan pemilik serta pemerintah Kabupaten Badung. Berkat adanya negosiasi
dan solusi di antara para pihak maka masalah akses di depan pura Taman Ayun telah dapat
diselesaikan dengan baik. Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun, pemindahan pedagang,
dan tempat parkir menimbulkan kesan yang lebih baik, asri dan nyaman bagi wisatawan (lihat
foto 5.11 di bawah).
73
Foto 5.11 Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun
Pada saat penelitian ini dilaksanakan yakni awal Juni 2015, tampak dua pedagang
asongan yang berjualan di jalan setapak menuju Pura Taman Ayun. Fenomena ini dapat
dikatakan sebagai resistensi para pedagang setelah mereka direlokasi ke sebelah selatan jalan
di depan Pura Taman Ayun. Petugas keamanan tidak menegur pedagang tersebut sehingga
mengurangi keindahan panorama jalan setapak menuju ke Pura Taman Ayun (lihat foto 5.12
di bawah). Para petugas perlu konsisten dalam penataan pedagang di sekitar kawasan Pura
Taman Ayun agar tidak menimbulkan kesan lingkungan yang kumuh dan masalah di
belakang hari.
Foto 5.12 Pedagang asongan pada jalan setapak di sebelah barat gapura Pura Taman Ayun
Penataan lingkungan di kawasan Pura Taman Ayun dilakukan dengan baik. 11 orang
petugas kebersihan dipekerjakan untuk merawat taman dan menjaga kebersihan lingkungan
74
kawasan Pura taman Ayun. Keberadaan tukang kebun dan petugas yang membersihkan
toilet di Pura Taman Ayun telah berperan aktif menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan
pura Taman Ayun sehingga menghilangkan kesan kumuh sebagai daya tarik wisata. Para
petugas kebersihan di Pura Taman Ayun terrekam pada foto 5.13 di bawah.
Foto 5.13 Para petugas kebersihan di Pura Taman Ayun
Penataan lingkungan juga dilakukan di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar.
Pihak pengelola yakni masyarakat Manukaya, Tampaksiring telah melakukan upaya
kebersihan lingkungan dengan menempatkan tempat sampah pada ruang publik seperti di
sekitar wantilan, di dekat toilet dan jalan setapak di sisi timur pura (lihat foto 5.14).
Foto 5.14 Tempat sampah di sisi barat wantilan dan kondisi toilet di Pura Taman Ayun
Penataan lingkungan di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul belakangan ini dapat
dikatakan semakin baik, sehingga wisatawanpun mengapresianya sebagaimana persepsi
mereka terhadap kebersihan di kedua destinasi tersebut.
75
Selain penataan lingkungan, kolam yang terdapat di sebelah barat wantilan atau di
jaba sisi Pura Tirta Empul kini diisi dengan ikan koi sehingga menambah daya tarik destinasi
tersebut. Wisatawan dapat memberi makan ikan dan melihat ikan koi yang besar-besar untuk
menambah something to see di destinasi tersebut (lihat foto 5.13 di bawah)
Foto 5.15 Wisatawan memberi makan ikan di kolam sisi barat halaman luar/jaba sisi PuraTirta Empul
Untuk menambah daya tarik wisata di Pura Tirta Empul, pihak pengelola mungkin
dapat memanfaatkan wantilan sebagai tempat pementasan seni pertunjukan. Pertunjukan
sendratari Mayadanawa misalnya akan sangat kontekstual dengan keberadaan Pura Tirta
Empul. Dalam Usana Jawa diceritrakan bahwa terjadi peperangan antara Dewa Indra dengan
raja Bali yakni Prabu Mayadenawa. Prabu Mayadenawa menciptakan air beracun sehingga
banyak para dewa yang meninggal setelah meminum air beracun tersebut. Air beracung
tersebut kini diyakini menjadi pancoran cetik yang ada di sisi barat kompleks pancoran di
Pura Tirta Empul (Surata, 2013). Dewa Indra menciptakan air suci untuk mengobati atau
menghidupkan kembali para dewa yang keracunan. Air tersebut diyakini menjadi sumber
mata air dan pancoran di Pura Tirta Empul yang dapat menghilangkan segala kekotoran dan
mala atau penyakit. Air di Pura Tirta Empul merupakan sumber atau hulu sungai Pakerisan.
Sendratari Mayadenawa atau pertunjukan barong misalnya akan menambah daya tarik
76
wisatawan dan kontekstual dengan mitos yang berkembang di masyarakat tentang Pura Tirta
Empul.
77
BAB VIPENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan paparan pada bab terdahulu maka beberapa simpulan dapat ditarik dalam
penelitian ini sebagai berikut.
1. Filosofi Tri Hita Karana telah diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman
Ayun dan Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Nilai-nilai keunggulan Tri Hita
Karana yang melandasi penetapan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai
Warisan Budaya Dunia selaras dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2
Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Larangan dan pembatasan akses
kepada wisatawan memasuki halaman utama/jeroan pura adalah representasi aspek
Parhyangan dalam mengimplementasi nilai-nilai Tri Hita Karana.
Pelayanan, pemberian informasi, tanda-tanda atau signed dan fasilitas kepada
wisatawan di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul adalah representasi aspek Pawongan
guna mewujudkan hubungan yang harmonis dengan sesama manusia, termasuk
wisatawan yang berkunjung ke pura tersebut. Aspek Pawongan dalam konteks
pariwisata perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
Penataan lingkungan fisik di sekitar Pura Taman Ayun dan Tirta Empul semakin
meningkat setelah keduanya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Fasilitas
penunjang seperti toilet, jalan keliling di sekitar pura, dan kebersihan lingkungan
telah ditata dengan baik sehingga dapat menambah daya tarik dan memberikan
kenyamanan dan kemudahan bagi wisatawan. Penataan fisik dan fasilitas penunjang
78
di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul merupakan representasi aspek Palemahan dari
filosofi Tri Hita Karana.
2. Wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang berasal dari luar Bali dapat
dikatakan belum memahami Tri Hita Karana dan nilai-nilai keunggulan universal
filosofi tersebut. Kendala ini dapat diatasi dengan meningkatkan pemahaman
pengelola Taman Ayun dan Tirta Empul terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana, dan
menugaskan guide lokal untuk menyosialisasikannya kepada wisatawan.
Hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan, antara pengelola dengan
pemilik, dan pemerintah agar senantiasa dijaga, sehingga timbul kesan atau image
yang positif di kalangan wisatawan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
Pemahaman terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana yang masih kurang dan jumlah
kunjungan wisatawan yang bersifat fluktuatif mengindikasikan bahwa pelabelan
warisan budaya dunia belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya
tarik wisata Pura Taman Ayun dan Tirta Empul.
3. Kelestarian lingkungan alam di kawasan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul ditata
dengan baik, terutama pasca penetapanya sebagai warisan budaya dunia. Penataan
lingkungan di kedua pura tersebut seperti penataan parkir, kemudahan mengambil
foto atau memotret untuk wisatawan, dan penambahan atraksi kegiatan melukat dan
pemeliharaan ikan koi di Pura Tirta Empul dapat menambah kepuasan wisatawan.
Dalam konteks pariwisata, penataan lingkungan tersebut dapat dikatakan sebagai
turistifikasi atau proses komodifikasi. Turisitifikasi dan komodifikasi merupakan
konstruksi dan interpretasi ulang pura atau tempat suci sebagai daya tarik wisata.
Penataan lingkungan bukan saja memberikan kemudahan dan kenyaman kepada
wisatawan, tetapi juga bermanfaat untuk masyarakat lokal.
79
6.2 Rekomendasi
5. Sebagai upaya menjaga kesucian pura yang menjadi daya tarik wisata disarankan
agar setiap wisatawan memakai kain dan selendang memasuki halaman tempat
suci.
6. Pengelola Pura Taman Ayun dan Tirta Empul harus lebih meningkatkan
pemahaman dan pengimplementasian nilai-nilai Tri Hita karana secara
berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan..
7. Turistifkasi dan komodifikasi agar dilakukan secara berkeseimbangan sehingga
tidak mencederai aspek Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan sebagai
representasi nilai-nilai Tri Hita Karana.
8. Promosi Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia,
yang sekaligus menjadi daya tarik wisata agar ditingkatkan kuantitas dan
kualitasnya sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan
wisatawan.
80
Daftar Pustaka
Babad Mengwi. 2007.Bryan Fay. 2004. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. Yogyakarta : Penerbit Jendela.Chheang, Vannarith. 2011. “Angkor Heritage Tourism and Tourist Perceptions”. Tourismos:
An International Multidisciplinary Journal of Tourism. Vol. 6, No. 2. pp: 213-240.
Cooper, Chris, John Fletcher, Alan Fyall, David Gilbert, Stephen Vanhill. 2005. TourismPrinciples and Practice. 3rd edition. Edinburgh Gate: Pearson Education Limited.
Diasa, I Wayan. 2009. Strategi Pengembangan Pariwisata Perdesaan di DesaJatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. (Thesis). Universitas Udayana.
Feng Jing. 2010. Introduction to the World Heritage Conservation Process.UNESCO World Heritage Centre (Paris).
Geria, I Made. 2007. Survei Tinggalan Arkeologi di Bentangan Alam KawasanJatiluwih (Culture Landscape) Penebel, Tabanan, Bali. Laporan. Penelitian
Arkeologi. Balai Arkeologi Denpasar.Goris, R. 1954. Prasasti Bali I. Bandung: NV Masa Baru.Grader, G.J. 1960. The State Temples of Mengwi. Dalam Wertheim, W.F. 1960. Bali Studies
in Life, Thought, and Ritual. pp: 155-186. The Hague and Bandung: W. Van HoeveLtd.
Hitchcock, M. Victor T.King and Michael Parnwell (eds). 2010. Heritage Tourism inSoutheast Asia. Singapore: Nias Press.
Koentjaraningrat. 1989. “Metode Wawancara”. Dalam Metode-Metode PenelitianMasyarakat (Koentjaraningrat, red.). Jakarta, Penerbit PT Gramedia. Halaman 129-157.
Kusuma, I Nyoman Weda. 2005. Kekawin Usana Bali Karya Danghyang Nirartha.Denpasar: Pustaka Larasan
Lansing, Steve and Julia N. Watson. 2012. Guide to Bali’s Unesco World Heritage. “ TriHita Karana: Cultural Landscape of Subak and Water Temple”. “2012 Unesco
World Heritage List”.Madiasworo, Taufan, Gunawan Tjahjono, Budhy Tjahjati, Subur Budhisantoso 2014.
Sustainable Heritage Area Management Model Study on Environmental Wisdom inTaman Ayun area, Badung Regency, Bali Province. Australian Journal of Basic andApplied Sciences. 8 (10): 219-225.
Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentangMetode-Metode Baru (Tjetjep Rohindi, penerjemah). Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia.Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Kualitatif : Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.Oka Prasiasa, Dewa Putu. 2010. Pengembangan Pariwisata dan Keterlibatan Masyarakat di
Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan. Disertasi. Denpasar: Program Kajianbudaya Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Pemerintah Provinsi Bali. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali
Picard, Michel. 2006. Bali. Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: KepustakaanPopuler Gramedia dan Ecole francaise d’Extreme-Orient.
Pitana, I Gde, I Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi.Pratnyawati, Tjok Sri Bulan. 2013. Pengelolaan Daya Tarik Wisata Goa Gajah dalam
81
Perspektif Tri Hita Karana. Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana UniversitasUdayana.
Pujaastawa, I.B.G., Wirawan, I.G.P. dan Adhika, IM. 2005. Pariwisata Terpadu, AlternatifModel Pengembangan Pariwisata Bali Tengah. Hasil penelitian, Universitas Udayana.
Stutterheim, W.F. 1929. Oudheden van Bali I. Het Oude Rijk van Pejeng. Singaradja: KirtyaLieffrinck van der Tuuk.
Setiawan, I Ketut. 2011. Komodifikasi Pusaka Budaya Pura Tirta Empul dalam konteksPariwisata Global. Disertasi. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Surata, Sang Putu Kaler. 2013. Lanskap Budaya Subak. Belajar dari masa lalu untukmembangun masa depan. Denpasar: Universitas Mahasaraswati Press.
Taylor Steven J dan Robert Bogdan. 1984. Introduction to Qualitative Research Methods TheSearch for Meaning. New York : John Wuley & Sons.
82
Lampiran 1
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, SE, MBA,Umur : 55 tahunPendidikan : MagisterJabatan : Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) & Ketua PHRI
Badung, WKU Kadin BaliAlamat : Desa Buduk
2. Nama : Dewa SugiarthaUmur : 50 tahunPendidikan : Sarjana (S1)Jabatan : Kasubag Keuangan, Dinas Pariwisata Kabupaten BadungAlamat : Dinas Pariwisata Kabupaten Badung
3. Nama : Ketut SuandiUmur : 55 tahunPendidikan : Sarjana (S1)Jabatan : Ketua pengelola Taman AyunAlamat : Desa Kapal
4. Nama : Tjok Sri Bulan Pratnyawati, M.ParUmur : 38 tahunPendidikan : MagisterJabatan : Staf Dinas Pariwisata Kabupaten, GianyarAlamat : Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar
5. Nama : I Made Mawi ArnataUmur : 60 tahunPendidikan : Diploma 3Pendidikan : Bendesa Adat ManukayaAlamat : Dusun Manukaya Let
6. Nana : Dewa Putu KencanaUmur : 51 tahunPendidikan : SMAJabatan : Kepala Desa ManukayaAlamat : Dusun Manik Tawang
7. Nama : Dewa Gde Mangku WentenUmur : 67 tahunPendidikan : SLTPJabatan : Pemangku Pura Tirta EmpulAlamat : Dusun Bantas
8. Nama : Dewa Gde Mangku MoyoUmur : 61 tahun, Pemangku Pura Tirta EmpulPendidikan : SLTP
83
Alamat : Dusun Manukaya Let
Lampiran 2
PEDOMAN WAWANCARA
NO
URAIAN(BIDANG
PENILAIANDAN
INDIKATOR
CHECK LIST(TOLOKUKUR)
CATATAN/KETERANGAN
I PARHYANGAN
1.1
Tempat suci diDTW, idealnya,
terpeliharadengan baik
5. Kondisitempat suciDTWterpelihara
sangat baik,bangunan sucitertata
sangat rapi,tanamanupakara
terawat baiksehinggasuasananyaman
4. Kondisitempat suci diDTW ini
terpeliharabaik, bangunansuci tertata
rapi,tanamanupakara kurang
terawattsehingga
CONTOH tanamanupakara: bunga (saranasembahyang), kelapa,
pinang, pisang, mangga,dan sejenisnya
84
suasana terasa
kurangnyaman
3. Kondisitempat suci diDTW ini
terpeliharacukup baik,bangunan suci
tertatakurang rapi,tanamanupakara
tidakterawatsehinggasuasana pura
menjaditidak nyaman
2. Kondisitempat suci diDTW ini
terpeliharakurang baik,bangunan
suci tidaktertata rapi,tidak ada
tanamanupakarasehingga
suasana puraterasa keringdan kurang
hidup(suwung)
1. Kondisi
85
tempat suci diDTW ini tidak
terpeliharabaik, tidak adatanaman
upakara,sampahberserakan,tiang dan
kabel listriksemrawut diatas
bangunansuci sehinggasuasana pura
kumuh dansepi
1.2
Simbol-simbolagama dan
benda sakral,idealnya tidakdipakai hiasan
di DTW
5. Sama sekalitidak adasimbol agama
dan bendasakral (arca,aksara suci,
lambing/symbol, palinggih,dll) dipakai
hiasan diDTW
4. Ada symboldan bendasacral
ditempatkan
86
di satu tempatyang tidak
patut
3. Ada simbolagama danbenda sakral
yang dipakaihiasan padadua lokasi
2. Ada symbolagama danbenda sakral
yang dpakaihiasan padatiga lokasi
1.Ada simbolagama danbenda sakral
yang dpakaihiasan padalebih dari tigalokasi
1.3 Pihak PengelolaDTW, idealnyamenyelenggarakanyadnya aci setiaphari
5. DTW ini tiap harimempersembahkan
canang dan sodan kecil disemua
palinggih
4. Canang saja di semuapalinggih
3. Canang di jeroan dan jabatengah pura
saja
87
2. Canang di jeroan kantor
1. Canang di jabaan saja
1.4 Idealnya pakaianwisatawanmemasuki pura
5. Wisatawan harus memakaisarong dan
Selempot sampai di jabatengah saja
4. Wisatawan cukup memakaiselempot
Sampai di jaba tengah
3. Wisatawan diizinkan tidakmemakai
sarong dan selempotmemasuki jaba
tengah pura
2. Wisatawan diizinkanmemakai celana
pendek memasuki pura
1.Wisatawan bebasmemasuki jeroan
pura tanpa memakai sarongdan
selempot
1.5 Idealnya perilakuwisatawanmemasuki pura
5. Wisatawan tidak bolehmengganggu
kekusyukanpersembahyangan umat
4. Wisatawan bolehmengambil foto
umat yang sedangsembahyang
3. Wisatawan bebasberkeliaran saat
88
umat sembahyang
2. Wisatawan berisik saatumat
sembahyang
1.Wisatawan bolehmelakukan apa saja
saat umat sembahyang
1.6 Idealnya adapembatasanwisatawanmemasuki pura
5. Wisatawan hanyadibolehkan
memasuki jabaan pura saja
4. Wisatawan hanya bolehsampai jaba
tengah saja
3. Wisatawan bebasmemasuki jeroan
pura
2. Wisatawan boleh dudukpada bataran
palinggih pura
1.Wisatawan bebasmelakukan apa saja
tanpa ada larangan
II PAWONGAN
2.1 Pengadaaninformasi kepadawisatawan
5. Ada guide lokal danmemberikan
brosur kepada wisatawan
4. Tidak ada guide lokal,
89
tetapi
memberikan brosurkepada
wisatawan
3. Ada brosur, tetapi tidakdiberikan
kepada Wisatawan
2. Tidak ada brosur, tetapiwisatawan
diberi informasi
1.Sama sekali tidak adainformasi
tentang pura
2.2 Pelayananinformasi
5. Ada petugas yangmenjelaskan
sejarah , upacara danfungsi masing-
masing palinggih
4. Ada petugas yang hanyamenjelaskan
upacara dan fungsipalinggih
3. Ada petugas yangmenjelaskan
upacara di pura tersebut
2. Ada petugas yangmenjelaskan fungsi
masing-masing palinggihsaja
2. Tidak ada petugas yangmenjelaskan
sejarah , upacara dan
90
fungsi masing-
masing palinggih
2.3 Penyediaansarong danselempot kepadawisatawan
5. Petugas menyediakansarong dan
selempot serta diberikankepada
wisatawan
4. Petugas menyediakansarong dan
selempot, tetapi tidakdiberikan
kepada wisatawan
3. Petugas hanyamenyediakan sarong
saja untuk wisatawan
2. Petugas hanyamenyediakan
selempot saja untukwisatawan
1.Petugas tidakmenyediakan sarong
dan selempot untukwisatawan
2.4 Idealnya, tidakadakeluhan/komplindari wisatawan
5. Tidak pernah
4. Pernah sekali saja dalam 1tahun
3. Pernah, 2 kali saja dalam 1tahun
2. Pernah, 3 kali saja dalam 1tahun
91
1. Pernah, > 3 kali dalam 1tahun
2.5 Idealnya tidakada konflikantaramasyarakat lokaldanpemerintah/dinasdalampengelolaanDTW
5. Tidak pernah
4. Pernah sekali saja dalam 1tahun
3. Pernah, 2 kali saja dalam 1tahun
2. Pernah, 3 kali saja dalam 1tahun
1. Pernah, > 3 kali dalam 1tahun
2.6 Idealnyapemanfaatandana retribusi
5. Seluruhnya untukpelestarian DTW
4. Sebagian besar untukpelestarian DTW
3. Setengahnya untukpelestarian DTW
2. Sebagian kecil untukpeletarian DTW
1. Tidak ada untukpelestarian DTW
2.7 Idealnya petugasDTW
5. Seluruhnya masyarakatlokal
4. Sebagian besarmasyarakat lokal
3. Setengahnya masyarakatlokal
2. Sebagian kecil masyarakatlokal
1. Tidak ada masyarakatlokal
92
III PALEMAHAN
3.1 Idealnyakebersihanlingkungan
5. Dilakukan setiap hari
4. Dua hari sekali
3. Tiga hari sekali
2. Seminggu sekali
1. Tidak pernah
3.2 Idealnya kondisitoilet
5.Sangat bersih
4. Bersih
3. Cukup bersih
2. Kurang bersih
1. Kotor/kumuh
3.3 Idealnya tempatsampah
5. Ada dan ditempatkan tidakmencolok
4. Ada jumlahnya terbatas
3. Ada jumlahnya sangatterbatas
2. Ada ditempatkan sangatmencolok
1. Tidak ada
3.4 Idealnya airkolam
5. Dibersihkan setiap hari
4. Dibersihkan setiap dua hari
3. Dibersihakan tiga harisekali
2. Dibersihkan setiap minggu
1. Tidak dibersihkan
93
3.5 Idealnya tempatparkir
5. Jauh dari situs/lokasi
4. Cukup jauh
3. Dekat lokasi
2. Membahayakankelestarian situs
1. Tidak ada
94
Lampiran 3
DAFTAR NAMA RESPONDEN WISATAWAN MANCANEGARA
NAMA DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN WISATAWAN MANCANEGARADI PURA TAMAN AYUN
NO NAMA UMUR JENISKELAMIN
PEKERJAAN KEWARGANEGARAAN KET
1 Anne Solie 20 Pr Mahasiswa Denmark2 Helle Larsen 50 Pr Lain-lain Denmark3 Diane Rank 42 Pr Part timer Australia4 Pilna 48 Pr Imploey Italia5 Piend 52 Lk Jagal Frabonni6 Zaida 24 Pr Ahli Farmasi Spanyol7 Wim van der
Bik60 Lk Doktor Belanda
8 SeanMulhowand
24 Lk Mahasiswa Inggris
9 Axel Brandt 25 Lk Lain-lain Jerman10 Helene Dordolo 54 Pr Bisnis Prancis11 Burgun
Ghislaine56 Pr Bisnis Prancis
12 Bordenaje 25 Pr Artis Prancis13 Alexandra 26 Pr Artis Prancis14 Calea 60 Pr Bisnis Prancis15 Galea 60 Lk Bisnis Prancis
JUMLAH Lk 5 Pr 11 15
NAMA DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN WISATAWAN MANCANEGARADI PURA TIRTA EMPUL
NO NAMA UMUR JENISKELAMIN
PEKERJAAN KEWARGANEGARAAN KET
1 Julie 48 Pr Penjaga toko Australia2 Cath Nicholson 60 Pr Bisnis Australia3 Jess 42 Pr Bisnis Amerika4 Daniel 40 Lk Guru Maroko5 Jatti Prillingen 25 Pr Mahasiswa Australia6 Itu 34 Pr Guru India7 Prity Pringler 50 Pr Pensiunan Australia8 Gill Hibbitt 64 Pr Bisnis Inggris/UK9 Janice 65 Pr Pensiunan Amerika10 Nadra 40 Pr Doktor Prancis11 Jie Huang 24 Lk Bisnis China12 Nicholas Vinson 36 Lk Artis Prancis13 Vinson
Amandine35 Pr Doktor Prancis
14 Cardini Silvona 60 Pr Pensiunan Italia15 Francesto
Campironi60 Lk Pensiunan Italia
JUMLAH Lk 4 Pr 11 15
95
Lampiran 4
KUESIONER UNTUK WISATAWAN NUSANTARA
Silahkan isi tanda (V) pada salah satu kotak
Identitas Responden
1.Nama : …………………………………….
2.Daerah asal : …………………………………….
3.Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
4.Umur
15 – 29 tahun 30 – 44 tahun
45 – 59 tahun > 60 tahun
5.Pekerjaan
Pengusaha Dokter
Guru/Dosen Sopir
Pengacara Pelajar/Mahasiswa
Seniman Pelajar/Lainnya……………..(jelaskan)
6.Darimanakah sumber informasi tentang keberadaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul?
Mulut ke mulut Internet
Surat Kabar Agen perjalanan (travel)
Televisi Lainnya…………………….(sebutkan)
96
7.Berapa kali anda pernah mengunjungi Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul
sebelumnya?
Pertama kali Tiga kali
Dua kali Lebih dari tiga kali
8.Apakah anda tahu bahwa Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul telah ditetapkan sebagai warisan
budaya dunia
A Ya Tidak
9.Apakah anda tahu nilai keunggulan universal Pura taman Ayun dan Pura Tirta Empul
A Ya Tidak
12. Apakah anda puas dengan adanya larangan/pembatasan memasuki halaman
utama/jeroan
pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul?
A Ya Tidak
11. Apakah anda memakai sarung dan selendang memasuki Pura Taman Ayun dan Pura Tirta
Empul?
A Ya Tidak
12. Apakah petugas menyediakan sarung dan selendang untuk wisatawan
A Ya Tidak
97
13. Silahkan centang (V) pada salah satu kotak dibawah ini terkait tentang persepsi anda tentang
Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun.
a. Atraksi-atraksi
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Keunikan Arsitektur
Lansekap taman
Kolam
Fotografi
Pameran Lukisan
Kebun Botanical
Aktivitas Seremonial
b. Aksesbilitas
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Lokasi yang strategis
ut eke tempat wisata lain
Jarak tempuh dari bandara
Kondisi jalan menuju lokasi
Kondisi jalan di depan lokasi
Transportasi menuju lokasi
98
c. Fasilitas
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Wantilan
Toilet
Parkir
Kantin
Gazebo
Payung
d. Organisasi Kepariwisataan/Pengelola
Sangat
Baik
Baik Cukup Kurang Sangat
Kurang
Promosi
Keamanan
Kebersihan
Kesejukan
Pelayanan
Informasi untuk wisatawan
Harga tiket
99
14. Saran anda terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun (baik dari segi pelayanan,
fasilitas, dan lain-lain)
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
100
Lampiran 5
KUESIONER UNTUK WISATAWAN MANCANEGARA
Please put a (V) in one of the box
Responden Identity
1.Name : ……………………………………………
2.Nationality : ……………………………………………
3.Sex
Male Female
4.Age
15 – 29 years old 30 – 44 years old
45 – 59 years old > 60 years old
5.Occuption
Businessman/woman Doctor
Teacher Driver
Lawyer Student
Artist Others…………………………..(specify)
6.How do you know the Taman Ayun /Tirta Empul Temple?
Friends Internet
Newspaper Travel Agent
Television Others…………………….(specify)
101
7.How many times have you ever visited Taman Ayun /Tirta Empul Temple?
First time Third times
Second times More than three times
8.Do you know that Taman Ayun/Tirta Empul Temple has been established as the World Heritage
Site?
Yes No
9.Do you know the outstanding universal value of Taman Ayun/Tirta Empul temple as the World
Heritage Site in Bali?
Yes No
10.Do you feel comfortable with the limitation of access to the inner yard of the temple
Yes No
11.Do you wear a sarong and a scarf when entering the temple
Yes No
12. Do the front office provide sarong and scarf for you
Yes No Yes
102
13.Please put (V) inside one of the box regarding your perception about Taman Ayun Temple
tourist attraction below:
a. Attractions
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
The uniqueness of architecture
Garden Landscape
Pond
Photography
Botanical Garden
Ceremonial activities
b. Accessibilities
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
Strategic location
Route to other tourist attractions
Distance from the airport
The condition of the road to the
location
The condition of the road infront of
location
Transportation to the location
103
c. Facilities
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
Wantilan
Toilet
Parking area
Canteen
Gazebo
Umbrella
d. Tourist Organization/Management
Very
Good
Good Fair Poor Very
Poor
Promotion
Security
Cleanliness
Coolness
Tourist Information
Ticket’s price
104
14.Please write your advise related to the management of tourist attraction of Taman
Ayun/Tirta Empul Temple (regarding services, facilities or others)
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
105
Lampiran 6
IMPLEMENTASI TRI HITA KARANADALAM PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DUNIA
PURA TAMAN AYUN DAN PURA TIRTA EMPULSEBAGAI DAYA TARIK WISATA
Oleh
I Wayan ArdikaFakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
I Nyoman DhanaFakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
I Ketut SetiawanFakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
ABSTRACT
Tri Hita Karana is a local wisdom which determines the cultual landscape of Bali as theworld cultural heritage. Pura Taman Ayun and Pura Tirta Empul are parts of cultural landscape ofBali, they are also utilized as tourist destinations. Tri Hita karana is also in lined with theimplementation of cultural tourism in Bali.
The philosophy of Tri Hita Karana is the reprsentation of live i.e. harmony and balancebetween human and God (Parhyangan), human and others (Pawongan), and between human and theenvironment (Palemahan). The purpose of this article is to reveal the implementation of Tri HitaKarana in managing the world cultural heritage of Pura Taman Ayun and Pura Tirta Empul as touristattractions in Bali. Sixty questionaries were distributed and several informants were interviewed inthis research. This research revealed that the Tri Hita Karana has been implemented at Pura TamanAyun and Pura Tirta Empul. However, the aspect of Pawongan need to be improved in order to obtainmore satisfactory information and services for the tourists.Keywords: Tri Hita Karana, world cultural heritage
ABSTRAKTri Hita Karana sebagai kearifan lokal melandasi penetapan landskap budaya Bali sebagai
warisan budaya dunia. Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul merupakan bagian landskap budayaBali, dan sekaligus sebagai daya tarik wisata. Penetapan landskap budaya Bali sebagai warisanbudaya dunia selaras dengan pelaksanaan pariwisata budaya di Bali, yang juga berlandaskan Tri HitaKarana.
Filosofi Tri Hita Karana merupakan representasi kehidupan yang harmonis dan seimbangantara manusia dengan Tuhan (Parhyangan), manusia dengan sesamanya (Pawongan), dan manusiadengan lingkungan alam (Palemahan). Penelitian ini bertujuan untuk memahami implementasi TriHita Karana dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empulsebagai daya tarik wisata. Enam puluh orang wisatawan mancanegara dan nusantara ditetapkansebagai responden dan sejumlah informan diwawancarai dalam penelitian ini. Aspek Parhyangan,Pawongan, dan Palemahan telah diimplementasikan dalam pengelolaan warisan budaya dunia PuraTaman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Dalam kenyataan di lapangan, aspek
106
Pawongan masih perlu ditingkatkan sehingga wisatawan mendapatkan informasi dan pelayananyang optimal.Kata kunci: Tri Hita Karana, warisan budaya dunia,
PENGANTAR
Tujuan Konvensi Unesco 1972 adalah mengidentifikasi, melindungi dan mempreservasi warisan
budaya dan alam di seluruh dunia yang dianggap memiliki nilai keunggulan yang universal
(Outstanding Universal Value) bagi kemanusiaan dari segi sejarah, kebudayaan atau ilmu
pengetahuan. Terkait dengan hal ini, pada tanggal 29 Juni 2012 Unesco telah menetapkan landskap
budaya Bali sebagai warisan dunia, karena mengandung nilai keunggulan universal (outstanding
universal value). Beberapa situs yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia meliputi Pura
Ulun Danu Batur, Kawasan tinggalan arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di Kabupaten Gianyar,
pura Taman Ayun di Kabupaten Badung, dan Kawasan subak Catur Angga Pura Batukaru, di
Kabupaten Tabanan. Tujuan utama penetapan kawasan tersebut sebagai warisan budaya dunia
adalah meningkatkan pelestarian kawasan, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan,
mempertahankan keseimbangan ekologis dan mewujudkan revitalisasi pertanian, dengan berorientasi
pada falsafah Tri Hita Karana (selanjutnya disebut THK) yang menekankan pentingnya
keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan), dengan sesamanya (Pawongan), dan
dengan lingkungan alam (Palemahan) (Lansing, Steve and Julia N. Watson. 2012; Surata, 2013;
Madiasworo, Taufan, dkk. 2014; 219-225).
Kawasan warisan budaya dunia di Bali berpotensi sebagai daya tarik wisata sehingga
pengelolaannya harus berlandaskan nilai-nilai keunggulan universal THK. Keharusan ini bersesuaian
pula dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya
Bali yang menyatakan bahwa “Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan
berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif,
berkelanjutan, adil dan merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai
Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana”. Ini berarti pengelolaan warisan budaya
dunia sebagai daya tarik wisata harus dilakukan dengan mengindahkan nilai-nilai yang terkandung
dalam falsafahTHK.
Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul merupakan bagian warisan budaya dunia di Bali
yang juga berfungsi sebagai daya tarik wisata. Dalam konteks ini, Pura Taman Ayun dan Pura Tirta
Empul telah mengalami konstruksi dan interpretasi ulang yakni bukan saja sebagai tempat suci,
namun juga berfungsi sebagai daya tarik wisata (Hitchcock, M., Victor T.King and Michael
Parnwell, 2010; Park, 2014). Seperti dikatakan oleh William Lipe (1984) dan Timothy
Darvill (dalam Hardesty, Donald, L dan Barbara J. Little, 2009; Ardika, 2015: vi) bahwa
107
tinggalan arkeologi atau warisan budaya memiliki nilai ekonomi karena berfungsi sebagai daya tarik
wisata.
Bertolak dari paparan di atas, artikel ini menyoroti implementasi THK dalam pengelolaan
warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Tirta Empul yang telah ditetapkan sebagai daya tarik
wisata di Bali. Fokusnya adalah pada pemahaman dan implementasi nilai-nilai THK oleh sumber
daya manusia dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul
untuk pengembangan pariwisata. Pemahaman dan implementasi THK dalam hal ini tentu saja
berkaitan erat dengan pemanfaatan ruang yang ada dalam kawasan warisan budaya dunia tersebut
dalam pengembangan pariwisata beserta implikasi-implikasinya.
Data yang digunakan dalam artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh tim penulis artikel ini, yang didanai oleh Universitas Udayana pada tahun anggaran 2015.
Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif melalui
teknik observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap beberapa informan dengan
menggunakan pedoman wawancara, dan terhadap 60 responden dengan menggunakan kuesioner.
Responden dalam hal ini terdiri atas wisatawan mancanegara dan nusantara, yang ditentukan
secara kebetulan (accidental sampling) pada saat pengumpulan data. Responden tersebut
terdiri atas 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 orang wisatawan nusantara. Jumlah
responden di masing-masing lokasi penelitian yakni di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta
Empul adalah 30 orang, yang terdiri atas 15 orang wisatawan mancanegara dan 15 orang
wisatawan nusantara. Data yang dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data seperti ini
adalah data tentang implementasi THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman
Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Melalui penyebaran kuesioner kepada
responden, secara khusus digali data tentang persepsi mereka terhadap atraksi, aksesibilitas,
fasilitas, dan manajemen/organisasi yang terkait dengan pengelolaan warisan budaya dunia
Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul dilihat dari perspektif nilai-nilai THK.
Analisis data/informasi dilakukan dengan teknik penggabungan atau perpaduan antara
deskriptif kualitatif interpretatif dan kuantitatif. Analisis interpretatif, terutama secara emik
dan etik, sehingga dapat dihindari kemungkinan adanya masalah dengan informan yang telah
melakukan sesuatu tindakan tetapi tidak mampu menginformasikan maknanya sebagiamana
dikatakan oleh Brian Fay (2004). Secara konkret mekanismenya bahwa setiap informansi
penting yang diperoleh dari informan langsung dianalisis dan dilanjutkan dengan wawancara
sehingga mekanisme tersebut mengacu kepada apa yang oleh Taylor dan Bogdan (1984: 128)
disebut dengan istilah go hand-in-hand dalam proses pengumpulan dan analisis data.
108
Analisis data tersebut dilakukan dengan mengikuti prosedur analisis data sebagaimana
dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) yaitu reduksi data, menyajikan, menafsirkan
data, dan menarik simpulan. Reduksi data meliputi berbagai kegiatan yakni penyeleksian,
pemokusan, simplifikasi, pengkodean, penggolongan, pembuatan pola, foto dokumentasi
untuk situasi atau kondisi yang memiliki makna subjektif, kutipan wawancara yang memiliki
makna subjektif, dan catatan reflektif. Penyajian data dan penafsiran berkaitan dengan
penyusunan teks naratif dalam kesatuan bentuk, keteraturan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi, alur sebab akibat, dan proposisi. Penarikan simpulan atau verifikasi antara lain
mencakup hal-hal yang hakiki, makna subjektif, temuan konsep, dan proses universal.
Kesemuanya ini tidak terlepas dari masalah yang ditelaah. Kegiatan pengumpulan data,
reduksi data, penarikan simpulan dan penyajian data, merupakan rangkaian kegiatan yang
terkait dan bisa berlangsung secara ulang-alik, sampai mendapat hasil penelitian akhir, yakni
etnografi yang bersifat holistik dan sarat makna, dalam kontes pemberian jawaban terhadap
masalah yang dikaji dalam penelitian ini.
Untuk mengukur persepsi wisatawan digunakan Skala Likert. Jawaban setiap item
instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, dengan indikator
sebagai berikut: sangat baik (SB) dengan interval 4,21-5,00; baik (B) dengan interval 3,41-
4,20; cukup/ragu-ragu (C) dengan interval 2,61-3,40; kurang (K) dengan interval 1,81-2,60;
dan sangat kurang (SK) interval 1,0-1,80.
PEMBAHASAN
Pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya
tarik wisata secara ideal mestinya sesuai dengan nilai-nilai THK. Untuk itu, maka pemahaman dan
implementasi nilai-nilai THK merupakan langkah strategis, mengingat bahwa berdasarkan
pemahaman itulah dilakukan langkah-langkah pengelolaan dalam rangka memanfaatkan ruang yang
ada dalam kawasan warisan budaya dunia tersebut hingga membawa implikasi tertentu. Hal ini sesuai
dengan pandangan Poria (dalam Chheang, 2011: 213) bahwa persepsi wisatawan menjadi inti
atau bagian yang sangat penting dalam pariwisata warisan budaya, karena persepsi wisatawan
menentukan nilai atau makna destinasi.
Pemahaman dan implementasi nilai-nilai THK dalam hal ini dapat dilihat dari persepsi para
wisatawan mengenai realita yang berkaitan dengan pengalamannya berkunjung ke dua pura tersebut
di atas. Menurut Cooper et.al (1995: 81) bahwa sebuah destinasi wisata harus memiliki empat
komponen yakni daya tarik (attraction), mudah dicapai karena adanya transportasi lokal dan
109
terminal (access), tersedianya berbagai fasilitas seperti akomodasi, restoran, tempat belanja, tempat
hiburan, dan pelayanan lain (amenities), dan organisasi kepariwisataan yang diperlukan untuk
pelayanan wisatawan (ancillary services). Persepsi wisatawan dikaitkan dengan keempat komponen
tersebut dan digambarkan sebagai berikut.
Persepsi Wisatawan tentang Pura Taman Ayun
Penataan areal Pura Taman Ayun telah dilakukan dengan mengikuti tata ruang yang
berazaskan nilai-nilai trimandala, sehingga areal pura itu dipilah menjadi tiga bagian:
halaman luar (jaba sisi), halaman tengah (jaba tengah), dan bagian dalam (jeroan). Dalam
rangka pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata, maka diberlakukan larangan memasuki
areal jeroan bagi wisatawan. Berkenaan dengan hal ini diperoleh data bahwa semua
responden menyatakan bahwa mereka tidak kecewa atas larangan tersebut. Jika disimak dari
perspektif teori konstruksi sosial yang dikembangkan oleh Berger dan Lukmann (2011),
pernyataan para wisatawan ini menyiratkan bahwa mereka telah melakukan persepsi terhadap
larangan tersebut. Melalui persepsinya itu mereka melakukan pemaknaan yang hasilnya
diinternalisasikan ke dalam diri mereka. Dalam tahap ini mereka juga melakukan
konseptualisasi terhadap larangan tersebut yang menghasilkan pernyataan bahwa larangan
tersebut tidaklah mengecewakan. Oleh karena itu, hasil pengamatan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak ada wisatawan yang masuk ke bagian dalam Pura Taman Ayun.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konteks ini tidak ada wisatawan yang
mempunyai kesan negatif atau pengalaman buruk dalam kunjungannya ke Pura Taman Ayun
yang memungkinkan timbulnya citra buruk mengenai pura ini di kalangan wisatawan.
Tentu saja larangan masuk ke halaman utama Pura Taman Ayun merupakan
representasi aturan yang berasaskan adat-istiadat yang lazim berlaku dalam masyarakat Bali.
Mengingat aturan ini telah dipatuhi secara sukarela oleh para wisatawan maka hal ini dapat
dikatakan sebagai pengembangan pariwisata budaya sebagaimana dikonsepsikan dalam
Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali
yang merupakan hasil revisi Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 3 tahun 1991 tentang
Kepariwisataan Budaya Bali. Pasal 1 angka 14.
Larangan memasuki halaman utama/jeroan pura Taman Ayun tidak berarti bahwa
wisatawan sama sekali tidak dapat menyaksikan kegiatan upacara atau palinggih/bangunan
suci yang terdapat pada halaman tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa para
110
wisatawan dengan leluasa dan nyaman dapat menyaksikan dan memotret palinggih
ataupun kegiatan upacara yang terjadi di halaman utama/jeroan pura.
Hal ini menjadi salah satu penyebab wisatawan merasa puas berkunjung ke Pura
Taman Ayun. Tampaknya kenyataan ini mirip dengan pengalaman para peziarah di objek-
objek wisata lain sebagaimana dikemukakan oleh Chheang (2011: 214), bahwa peziarah
mengharapkan sesuatu yang biasa atau umum, sakral, tempat yang unik untuk meningkatkan
pengalaman mereka, dan tidak semata-mata mencari yang otentik. Dalam konteks ini,
pengelolaan Pura Taman Ayun dapat dikatakan sebagai model atau contoh terbaik di Bali,
dan perlu dicontoh oleh pangemong dan pengelola pura lain sebagai daya tarik wisata.
Dikatakan demikian karena larangan tersebut akan dapat menjaga kesakralan pura.
Pencitraan pura sebagai tempat suci harus tetap dijaga sehingga wisatawan pun merasakan
aroma kesakralan dan pengalaman yang berharga.
Walaupun demikian ternyata wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun
hampir semuanya tidak memakai kain dan selendang. Mereka tidak diwajibkan menggunakan
kain dan selendang oleh petugas, karena wisatawan hanya sampai di halaman kedua/jaba
tengah pura tersebut. Sehubungan dengan itu maka petugas tidak menyediakan selendang dan
kain untuk wisatawan. Perlu dicatat bahwa pemandu wisatawan yang mengantar tamunya ke
Pura Taman Ayun justru tetap memakai pakaian adat Bali. Hal ini berpotensi untuk
timbulnya citra, bahwa tidak semua areal di kawasan pura itu sakral, pada hal areal pura
adalah kawasan suci yang di dalamnya terdapat tempat suci atau bangunan yang disucikan
(palinggih). Oleh karena itu, persoalan ini masih perlu dipikirkan lagi untuk menjaga citra
tentang kesakralan kawasan suci di areal Pura Taman Ayun sebagai daya tarik wisata.
Kenyataan ini berbeda dengan kondisi di Pura Trita Empul dan pura lain di Bali.
Biasanya petugas mewajibkan para wisatawan memakai kain dan selendang jika hendak
berkunjung atau memasuki pura /tempat suci.
Persepsi wisatawan terhadap keunikan arsitektur, lanskap taman, dan kebon botanikal
yang terdapat di Pura Taman Ayun sangat baik. Persepsi wisatawan mancanegara terhadap
kolam baik. Perlu dicatat bahwa pada saat penelitian ini dilakukan yakni awal Juni 2015
kolam sedang dikeringkan karena ada projek penataan kolam. Wisatawan kurang terkesan
dengan kolam tersebut. Wisatawan juga kurang tertarik dengan aktivitas seremonial yang
dinilai cukup, karena pada saat penelitian ini dilakukan tidak ada upacara di Pura Taman
111
Ayun. Hal ini bisa dimaklumi mengingat aktivitas upacara dilakukan setiap enam bulan
sekali atau pada saat ada upacara keagamaan Hindu di pura tersebut.
Selain itu, para wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun juga mempunyasi
persepsi tersendiri tentang aksesibilitas menuju pura tersebut. Semua wisatawan mancanegara
menyatakan lokasi Taman Ayun sangat strategis untuk menuju daya tarik wisata lainnya. Hal
ini dapat dimaklumi karena sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun
membeli paket wisata. Wisatawan pun tidak ada yang mengeluh mengenai kondisi jalan
menuju ke destinasi tersebut.
Di areal Pura Taman Ayun ada beberapa fasilitas berupa bangunan, seperti wantilan,
tempat parkir, dan toilet. Para wisatawan sangat puas dengan fasilitas yang tersedia di Pura
Taman Ayun seperti tempat parkir, wantilan dan toilet. Kendaraan roda empat atau mini bus
yang mengangkut wisatawan diizinkan berhenti di depan gapura atau pintu masuk Pura
Taman Ayun. Hal ini dilakukan oleh pengelola daya tarik wisata Taman Ayun untuk
memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada wisatawan. Bus besar diparkir di jalan raya
Mengwi-Denpasar atau di luar pintu gerbang kawasan pura Taman Ayun.
Wantilan di Pura Taman Ayun baru saja direnovasi dan diisi patung atau miniatur
orang adu ayam. Hal ini diharapkan dapat menjadi daya tarik wisatawan. Pemutaran video
atau slide adu ayam dengan menggunakan layar lebar di wantilan mungkin akan lebih
menarik untuk wisatawan. Setelah berkeliling dan melihat-lihat pura dan lingkungannya,
wisatawan bisa beristirahat di wantilan sambil menonton video atau slide adu ayam. Atraksi
ini dapat menjadi daya tarik tambahan bagi wisatawan di Pura Taman Ayun.
Pengelola Pura Taman Ayun juga menyiapkan toilet yang bersih dan berkualitas
sehingga wisatawan puas dengan kondisinya. Toilet di Pura Taman Ayun diperbaiki setelah
ditetapkan oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia. Hal ini sangat wajar dan masuk akal,
mengingat label yang disandang oleh Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia.
Sebagian besar wisatawan mancanegara tidak mengetahui Pura Taman Ayun
berstatus sebagai warisan budaya dunia. Wisatawan memahami status Pura Taman Ayun
sebagai warisan budaya dunia lewat agen perjalanan atau travel agent. Hal ini
mengindikasikan bahwa promosi Pura Taman Ayun masih perlu ditingkatkan di masa depan
untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Menurut keterangan Bapak I Gusti
Ngurah Rai Suryawijaya, SE, MBA selaku Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah
112
Kabupaten Badung, yang juga menjabat sebagai Ketua PHRI Kabupaten Badung bahwa
promosi pariwisata Badung dilakukan secara menyeluruh, bukan masing-masing daya tarik
wisata.
Pengelolaan Pura Taman Ayun ditandai dengan berbagai kegiatan dalam berbagai
bidang : promosi, keamanan, kebersihan, kenyamanan, penyediaan informasi, dan penetapan
harga tiket.
Persepsi wisatawan terkait dengan keamanan, kebersihan, kenyaman, dan informasi
tentang daya tarik wisata Taman Ayun dapat dikatakan sangat baik. Wisatawan tampaknya
sangat puas dengan informasi atau keterangan yang diberikan oleh pemandu wisatawan.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke
Pura Taman Ayun dengan membeli paket tour.
Persepsi Wisatawan tentang Pura Tirta Empul
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta
Empul semuanya memakai kain dan selendang. Fenomena ini berbeda dengan realita yang
ditemukan di Pura Taman Ayun. Panitia atau pengelola Pura Tirta Empul menyediakan kain
dan selendang untuk wisatawan.
Persepsi responden terhadap penyediaan kain dan selendang di Pura Tirta Empul
menunjukkan bahwa hampir semua responden menyatakan puas. Hanya satu orang yang
menyatakan tidak puas.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke Pura Tirta Empul semuanya merasa tidak kecewa atas larangan atau
pembatasan akses memasuki halaman utama/jeroan pura tersebut. Wisatawan diizinkan
memasuki halaman utama/jeroan, namun dibatasi pada area tempat persembahyangan agar
tidak mengganggu kegiatan umat.
Persepsi wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul secara umum menyatakan
bahwa ukiran palinggih/bangunan di Pura Tirta Empul sangat baik, namun ada pula yang
menyatakan cukup menarik. Kegiatan upacara di Pura Tirta Empul dinyatakan baik karena
wisatawan menyaksikan langsung bahwa setiap wisatawan yang melukat atau melakukan
upacara pembersihan diri di pancoran menghaturkan sesaji. Kenyataan ini juga sekaligus
menunjukan kesakralan pura tersebut.
113
Wisatawan pada umumnya menyatakan bahwa jalan menuju ke destinasi dalam
keadaan baik. Perlu diketahui bahwa Pura Tirta Empul merupakan tempat transit paket wisata
Denpasar menuju Kintamani sehingga kondisi jalan cukup baik.
Persepsi responden tentang kondisi wantilan, toilet, dan tempat parkir di Pura Tirta
Empul baik dan cukup. Perlu dicatat bahwa tempat ganti pakaian dan toilet tidak dipisah atau
dijadikan satu dan agak kotor sehingga wisatawan mancanegara kurang puas dengan kondisi
tersebut. Wisatawan juga tidak setuju adanya pungutan atau fee untuk tempat ganti dan toilet,
karena kesannya komersial. Mereka menyarankan agar harga tiket masuk dinaikan, dan toilet
dibebaskan dari pungutan atau fee.
Wisatawan menyatakan bahwa promosi daya tarik wisata Pura Tirta Empul
dikategorikan baik. Berdasarkan pengamatan di lapangan, wisatawan yang berkunjung ke
Pura Tirta Empul secara berkelompok atau group. Mereka dapat dipastikan menggunakan
biro perjalanan atau travel agent. Keamanan dan kebersihan di Pura Tirta Empul dinilai baik
oleh wistawan. Harga tiket masuk Rp 15.000,- dinilai pantas oleh wisatawan.
Wisatawan nusantara menyatakan bahwa arsitektur Pura Tirta Empul sangat baik.
Palinggih di Pura Tirta Empul tampak sangat indah dengan ukiran dan polesan prade
sehingga sangat menarik wisatawan. Lanskap taman dan kolam tergolong baik. Di Pura Tirta
Empul wisatawan dapat melakukan penyucian diri atau melukat, dan memberi makan ikan
koi yang ditebar di kolam di sisi barat halaman luar atau jaba sisi pura tersebut.
Persepsi wisatawan nusantara terhadap organisasi dan manajemen Pura Tirta Empul
secara keseluruhan dinyatakan cukup baik. Promosi dan informasi kepada wisatawan
tampaknya perlu ditingkatkan. Keberadaan pemandu atau guide lokal di Pura Tirta Empul
sangat diperlukan untuk memberikan penjelasan kepada wisatawan nusantara yang pada
umumnya tidak membeli paket tour. Sejarah dan mitos pura Tirta Empul, fungsi bangunan
atau palinggih akan dapat menambah daya tarik destinasi tersebut.
Berdasarkan hasil kuesioner bahwa wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara
yang berasal dari luar Bali tidak memahami tentang nilai-nilai Tri Hita Karana. Selain itu,
wisatawan mancanegara dan nusantara yang berasal dari luar Bali juga tidak mengetahui
tentang nilai keunggulan luar biasa (outstanding universal value) Tri Hita Karana yang
melandasi penetapan lanskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia.
114
Implementasi Tri Hita Karana dalam Pengelolaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empulsebagai Daya Taris Wisata
Penetapan Lanskap Budaya Bali oleh Unesco sebagai Warisan Budaya Dunia
dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana, yang selaras dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali (Lansing dan Watson, 2012;
Pemerintah Provinsi Bali 2012; Surata, 2013). Nilai-nilai filosofi Tri Hita Karana terdiri atas
tiga aspek yakni hubungan yang selaras dan harmonis antara manusia dengan Tuhan/Ida
Sanghyang Widi Wasa (Parhyangan), hubungan manusia dengan sesama manusia
(Pawongan), dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan).
Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul adalah bagian warisan budaya dunia dan
sekaligus sebagai tempat suci. Kedua pura dan warisan budaya dunia tersebut sudah tentu
dikonstruk dan diinterpretasi ulang ketika berfungsi sebagai daya tarik wisata (Hitchcock, M.,
Victor T.King and Michael Parnwell, 2010; Park, 2014). Konstruksi dan interpretasi ulang itu
mungkin saja menimbulkan komodifikasi, yakni suatu benda yang sebelumnya bukan
merupakan komoditi kemudian diubah sehingga dapat menghasilkan uang. Meminjam
istilahnya Michel Picard (2006:164) bahwa Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul telah
mengalami proses turistifikasi atau sebagai produk pariwisata.
Sesuai dengan judul penelitian ini maka ketiga aspek THK dibahas berdasarkan
pengamatan empirik di lapangan, hasil wawancara mendalam dengan pengelola Pura Taman
Ayun dan Tirta Empul serta instansi terkait, dan persepsi wisatawan yang diperoleh melalui
angket yang disebarkan kepada 60 orang wisatawan, yang tediri atas 30 orang wisatawan
mancanegara dan 30 orang wisatawan nusantara. Berikut adalah pembahasan masing-masing
aspek Tri Hita Karana sebagai berikut.
Aspek Parhyangan
Aspek Parhyangan terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan/Ida Sanghyang
Widi Wasa. Pihak pengelola Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul telah menetapkan
aturan-aturan atau rambu-rambu untuk wisatawan yang memasuki pura tersebut. Di Pura
Taman Ayun pihak pengelola tidak menyediakan kain dan selendang untuk wisatawan yang
memasuki pura tersebut. Fenomena yang berbeda ditemukan di Pura Tirta Empul bahwa
wisatawan diwajibkan menggunakan kain dan selendang pada saat memasuki pura. Kain dan
115
selendang disiapkan oleh pengelola pura Tirta Empul, sehingga semua wisatawan
memakainya ketika mereka memasuki kawasan pura tersebut.
Adanya ketentuan yang berbeda tersebut menyebabkan wisatawan di Pura Taman
Ayun tidak memakai kain dan selendang, sedangkan di Pura Tirta Empul hampir semua
wisatawan memakainya (lihat foto 1 di bawah). Pemakaian kain dan selendang memasuki
pura sebagai daya tarik wisata dapat dikatakan salah satu upaya menjaga kesucian pura.
Foto 1. Pemandangan yang kontras mengenai wisatawan di Pura Taman Ayun (kanan) danPura Tirta Empul (kiri)
Dalam konteks ini, petugas sebaiknya menyiapkan kain dan selendang, sehingga wisatawan
diwajibkan memakainya.
Wisatawan Prancis menyarankan agar canang sari (sesajen) juga dihaturkan pada
setiap palinggih, sehingga dapat menambah kesan kesakralan destinasi tersebut. Usulan yang
sangat menarik juga disampaikan oleh wisatawan Prancis itu agar wisatawan yang datang ke
Pura Taman Ayun tetap memakai kain/sarong dan selendang/selempot. Hal ini sangat penting
untuk ditindaklanjuti mengingat Pura Taman Ayun sebagai tempat suci sehingga
kesakralannya harus tetap dijaga.
Sebagai upaya menjaga kesucian pura, wisatawan dilarang memasuki halaman
utama/jeroan di Pura Taman Ayun. Kondisi alam dan lingkungan yang berbeda tidak
memungkinkan hal itu diberlakukan di Pura Tirta Empul. Wisatawan diizinkan memasuki
halaman utama/jeroan, namun pada area yang terbatas. Pada halaman utama/jeroan Pura
Tirta Empul dipasang tanda pembatas dan larangan untuk wisatawan memasuki tempat
melaksanakan upacara pemujaan di pura tersebut (lihat foto 2 di bawah).
116
Foto 2. Tanda pembatas dan larangan bagi wisatawan di halaman utama/jeroan Pura TirtaEmpul
Larangan memasuki halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul
ternyata tidak menimbulkan kekecewaan di kalangan wisatawan. Seperti telah diuraikan di
depan bahwa wisatawan sangat puas menikmati keindahan dan arsitektur pura. Wisatawan
yang memasuki halaman utama/jeroan pura Tirta Empul diwajibkan ke luar dari sisi utara
jeroan/halaman utama sehingga mereka dapat mengelilingi pura, hanya saja tidak dapat
melihat keseluruhan palinggih (lihat foto 3). Strategi pengelolaan wisatawan di Pura Tirta
Empul dapat dikatakan meniru pengelolaan di Pura Taman Ayun, namun kondisi lingkungan
yang berbeda sehingga kenyamanan yang diperoleh oleh wisatawan tidak sama.
Foto 3. Wisatawan mengelilingi pura Tirta Empul dari luar halaman utama/jeroan
Wisatawan masih tetap dapat mengambil foto palinggih yang ada di halaman
utama/jeroan pura Taman Ayun dan Tirta Empul, meskipun dilakukan dari luar tembok
keliling/panyengker atau pembatas yang ditentukan untuk wisatawan di pura tersebut. Di sisi
utara atau pada bagian belakang halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dibuat semacam
teras atau undakan sehingga wisatawan lebih mudah mengambil foto palinggih atau kegiatan
keagamaan yang dilaksanakan pada halaman utama/jeroan pura. Wisatawan dapat
117
mengambil foto dari halaman utama/jeroan pura Tirta Empul, meskipun ada pembatas atau
tanda larangan yang dipasang di pura tersebut (lihat foto 4 di bawah).
Foto 4. Wisatawan mengambil foto dari bagian belakang Pura Taman Ayun dan halamanutama/jeroan Pura Tirta Empul
Kemudahan wisatawan untuk mengambil foto palinggih ataupun kegiatan upacara
yang dilaksanakan di halaman utama/jeroan pura Taman Ayun dan Tirta Empul dapat
dikatakan sebagai bentuk turistifikasi atau komodifikasi. Wisatawan meskipun dilarang atau
dibatasi aksesnya memasuki halaman utama/jeroan, namun mereka tetap dengan leluasa
dapat mengambil foto.
Wisatawan Jepang yang diwawancarai saat melakukan observasi menyatakan bahwa
konsep Tri Hita Karana agar betul-betul diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman
Ayun. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ukiran ataupun relief yang kelihatan rusak/patah pada
bangunan/palinggih agar dilaporkan kepada Unesco untuk dapat dipugar.
Berdasarkan uraian di depan bahwa pihak pengelola Pura Taman Ayun dan Pura Tirta
Empul telah berupaya menjaga kesucian/kesakralan pura, terutama bagian utama mandala
atau halaman utama/jeroan. Pembatasan akses dan larangan yang diberlakukan kepada
wisatawan adalah bentuk implementasi Tri Hita Karana dari aspek Parhyangan untuk
menjaga kesucian pura tersebut. Upaya menjaga kesucian pura Tirta Empul direpresentasikan
dengan menghaturkan canang sari/sesajen di depan pintu masuk ke pancoran dan saat
wisatawan melukat penyucian diri (lihat foto 5 di bawah).
118
Foto 5 Canang sari/sesajen diaturkan pada pintu masuk dan pancuran tempatmelukat/penyucian diri di Pura Tirta Empul
Aspek Pawongan
Pariwisata dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas elemen wisatawan/turis,
geografis, dan industri pariwisata (Cooper et.al. 2005: 8-9; Pitana dan Diarta, 2099: 59-60).
Wisatawan merupakan elemen penting dalam sistem itu karena menyangkut pengalaman,
sesuatu yang menyenangkan untuk dinikmati, diharapkan, dikenang atau diingat sebagai yang
terpenting dalam kehidupan seseorang. Menurut Leiper (dalam Cooper, et.al. 2005: 9)
elemen geografis dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek yakni a) daerah yang dapat
menstimulasi dan mendorong motivasi kunjungan wisatawan, b) destinasi atau tempat yang
menjadi daya tarik wisatawan, dan c) rute transit yakni tempat singgah sementara yang dapat
dikunjungi oleh wisatawan dalam perjalanan menuju destinasi. Elemen ketiga dari sistem
Leiper tersebut adalah industri pariwisata. Industri pariwisata ini mencakup kegiatan bisnis
dan organisasi yang mengantarkan dan/atau menyediakan produk pariwisata.
Aspek pawongan dalam filosofi Tri Hita Karana dimaknai sebagai hubungan yang
harmonis antara manusia dengan sesamanya. Dalam konteks pariwisata, aspek pawongan
dapat dikaitkan dengan hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan yang
diwujudkan dalam bentuk keramah-tamahan (hospitality) dan pelayanan (service).
Pelayanan tiket masuk ke pura sebagai daya tarik wisata, penyediaan kain dan
selendang kepada wisatawan adalah bentuk pelayanan dan representasi aspek pawongan.
Selain pelayanan tiket masuk dan penyediaan kain dan selendang, para petugas di bagian tiket
masuk juga menyiapkan brosur terkait dengan sejarah, palinggih dan upacara di Pura Taman
Ayun dan Tirta Empul. Observasi di lapangan menunjukan bahwa pemberian brosur oleh
petugas kepada wisatawan sering kali diabaikan, baik di Pura Taman Ayun maupun Pura
Tirta Empul. Wisatawan yang tidak diantar oleh pemandu akan kesulitan memperoleh
119
informasi tentang pura tersebut. Hal ini juga menjadi sumber kekecewaan wisatawan,
terutama yang tidak diantar oleh pemandu.
Wisatawan mancanegara maupun nusantara terutama yang tidak didampingi oleh
pemandu banyak menyoroti pengadaan booklet atau brosur tentang sejarah dan fungsi
palinggih di Pura Taman Ayun. Mereka tidak memperoleh informasi yang lengkap dan benar,
karena brosur yang tersedia ditulis dalam bahasa Indonesia.
Terkait dengan booklet/brosur Pura Taman Ayun dan Tirta Empul, sesungguhnya
telah disiapkan oleh petugas penjaga tiket/karcis masuk. Petugas terlihat kurang cekatan
dalam memberikan pelayanan ketika wisatawan membeli tiket/karcis, dan semestinya
sekaligus diberikan booklet atau brosur tentang pura tersebut.
Pemandu lokal tidak disiapkan oleh pihak pengelola di masing-masing pura.
Keberadaan pemandu atau guide lokal di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebetulnya
sangat diperlukan. Pemandu atau guide lokal akan dapat menjelaskan sejarah pura, fungsi
masing-masing palinggih atau bangunan suci dan upacara yang dilaksanakan pada hari
tertentu di masing-masing pura. Informasi tersebut akan sangat penting dan menarik bagi
wisatawan, sehingga mereka akan memberitahu teman atau kerabatnya untuk mengunjungi
pura tersebut. Sebagian besar wisatawan mancanegara melakukan kunjungan pertama kali
ke Pura Taman Ayun dan Tirta Empul. Hal ini menjadi peluang bahwa pelayanan yang baik
kepada wisatawan sehingga wisatawan akan berkunjung kembali ke destinasi tersebut. Dalam
konteks pawongan, keberadaan pemandu lokal di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul
sangat diperlukan untuk memberikan informasi yang menarik dan akurat kepada wisatawan.
Informasi tertulis baik berupa larangan maupun anjuran juga dipasang di Pura Taman
Ayum dan Pura Tirta Empul. Informasi ini sangat diperlukan oleh wisatawan yang
berkunjung ke pura tersebut.
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 25 Tahun 2011 tentang Retribusi telah
menetapkan bahwa harga karcis masuk ke daya tarik wisata Pura Taman Ayun diatur
sedemikian rupa: wisatawan mancanegara membayar Rp 15.000,- dan wisatawan nusantara
Rp 10.000,- Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Badung Tanggal 1 Oktober, Tahun 1997
telah ditetapkan pembagian retribusi pengelolaan daya tarik wisata sebagai berikut; 25%
untuk Pemerintah Kabupaten Badung, dan 75% untuk destinasi Pura Taman Ayun atau Puri
Mengwi sebagai pemilik. Menurut petugas karcis, jumlah kunjungan wisatawan per hari ke
Pura Taman Ayun diperkirakan antara 400 - 600 orang dengan total pendapatan sekitar Rp
120
10.000.000,- Perlu diketahui bahwa sebelum tahun 1997, wisatawan tidak dikenai tiket
masuk di destnasi Pura Taman Ayun. Wisatawan hanya dimintai donasi secara sukarela untuk
pemeliharaan dan kebutuhan upacara di pura tersebut. Pada saat penelitian ini dilakukan
yakni bulan Juni 2015, belum ada keluhan dari pihak wisatawan mengenai harga karcis.
Pengelolaan destinasi Pura Tirta Empul dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Gianyar melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar bekerjasama dengan masyarakat Desa
Pakraman/adat Tampaksiring. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 8
Tahun 2010, harga tiket masuk ke destinasi Pura Tirta Empul ditetapkan Rp 15.000,- untuk
dewasa, dan Rp 7.500,- bagi anak-anak. Harga tiket tidak dibedakan antara wisatawan
mancanegara dan nusantara, sehingga tidak menimbulkan kesan berbeda di antara wisatawan.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh petugas Dinas Pariwisata Kabupaten
Gianyar dan Bendesa Pakraman/Adat Tampaksiring bahwa pembagian retribusi penjualan
tiket masuk dilakukan sebagai berikut: 40% untuk desa Pakraman Tampaksiring, dan 60%
untuk Pemerintah Kabupaten Gianyar. Menurut informasi yang disampaikan oleh Bendesa
Adat Tampaksiring yang didampingi oleh Wakil Bendesa Adat bahwa pembagian retribusi
itu sering tidak lancar, sehingga masyarakat harus menunggu turunnya dana tersebut. Di sisi
lain, masyarakat Desa Pakraman Tampaksiring berharap agar mereka mendapat pembagian
retribusi yang lebih besar, seperti yang berlaku di Kabupaten Badung dan Tabanan yakni
75% untuk masyarakat setempat dan 25% untuk pemerintah daerah. Untuk diketahui bahwa
jumlah wisatawan yang mengunjungi destinasi Pura Tirta Empul berkisar antara 1000 hingga
1500 orang setiap hari, dengan jumlah retribusi sekitar Rp 15.000.000,- atau Rp 22.500.000,-
Wisatawan yang berkunjung ke destinasi Pura Tirta Empul sangat terkesan dengan
kegiatan malukat atau penyucian diri di pancoran di pura tersebut. Banyak wisatawan
mancanegara yang ikut melukat di pancuran pura tersebut. Kegiatan malukat dapat dijadikan
sebagai produk unggulan destinasi Pura Tirta Empul, Tampaksiring. Liezl dan Marina
wisatawan mancanegara dari Singapura ikut malukat di pancuran di Pura Tirta Empul, dan
mereka membawa pejati/sesajen. Kedua wisatawan mancanegara tersebut sangat menikmati
kegiatan malukat/penyucian diri di Pura Tirta Empul
Kikuchi Takehiro dan Kikuchi Yumi, dua wisatawan dari Jepang menyarankan agar
kesucian pura tetap dipertahankan. Mereka juga menyarankan agar wisatawan yang ingin
malukat atau menyucikan diri melakukannya seperti yang dipraktikkan oleh masyarakat lokal
yaitu dengan membawa sesajen.
121
Sebagian besar wisatawan menyarankan agar disediakan kamar ganti yang terpisah
dengan toilet, setelah mereka malukat atau menyucikan diri di pancuran di pura Tirta Empul.
Wisatwan mancanegara mengusulkan agar toilet tidak disewakan atau dikenai fee, sebaiknya
harga tiket masuk yang dinaikkan sehingga kesan komersial dapat dihindari. Usulan ini
disampaikan oleh Hendrik dkk (wisatawan Jerman), Liezl dan Marina (Singapura). Bendesa
Adat dan Wakil Bendesa Adat telah memaklumi kondisi ini dan mereka akan membangun
kamar ganti yang terpisah dengan toilet, sesuai dengan kondisi yang ada di sekitar pura.
Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul menyarankan agar
tempat sampah tidak ditempatkan di dekat pintu masuk. Hal ini menimbulkan kesan kumuh
terhadap destinasi Pura Tirta Empul. Selain itu, tanda (signed) sebagai penunjuk arah menuju
masing-masing halaman pura agar jelas, sehingga tidak membingungkan wisatawan
Implementasi aspek pawongan tampaknya masih perlu ditingkatkan dalam
pengelolaan daya tarik wisata di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul. Kesigapan petugas
dalam melayani wisatawan, memberikan informasi yang lengkap dan menarik kepada
wisatawan perlu mendapat perhatian. Fenomena yang sama juga ditemukan dalam
pengelolaan daya tarik wisata Goa Gajah (Pratnyawati, 2013: 128).
Aspek Palemahan
Pasca ditetapkannya Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya
dunia oleh Unesco pada tanggal 29 Juni 2012, sejumlah pembenahan telah dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar
bekerjasama dengan pemilik dan/atau masyarakat setempat.
Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun, pemindahan pedagang, dan tempat parkir
menimbulkan kesan yang lebih baik, asri dan nyaman bagi wisatawan (lihat foto 6 di bawah).
122
Foto 6. Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun
Pada saat penelitian ini dilaksanakan yakni awal Juni 2015, tampak dua pedagang
asongan yang berjualan di jalan setapak menuju Pura Taman Ayun. Fenomena ini dapat
dikatakan sebagai resistensi para pedagang setelah mereka direlokasi ke sebelah selatan jalan
utama di depan Pura taman Ayun. Petugas keamanan tidak menegur pedagang tersebut
sehingga mengurangi keindahan panorama jalan setapak menuju ke Pura Taman Ayun.
Penataan lingkungan juga dilakukan di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar.
Pihak pengelola yakni masyarakat Manukaya, Tampaksiring telah melakukan upaya
kebersihan lingkungan dengan menempatkan tempat sampah pada ruang publik seperti di
sekitar wantilan, di dekat toilet dan jalan setapak di sisi timur pura.
123
SIMPULAN
Berdasarkan paparan di depan maka beberapa simpulan dapat ditarik sebagai berikut.
1. Komponen Tri Hita Karana (Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan) telah
diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul
sebagai daya tarik wisata.
2. Larangan dan pembatasan akses kepada wisatawan untuk memasuki halaman
utama/jeroan pura adalah representasi aspek Parhyangan dalam menjaga kesakralan
dan kesucian pura. Dalam praktik di lapangan terjadi pula turistifikasi atau
komodifikasi terhadap pura sebagai tempat suci.
3. Aspek Pawongan diimplementasikan dengan menjaga hubungan yang harmonis
sesama manusia terutama antara pengelola dengan wisatawan, dalam bentuk
pelayanan, pemberian informasi, pemasangan tanda-tanda atau signed dan fasilitas
kepada wisatawan di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul. Dalam konteks
pariwisata, aspek Pawongan perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pariwisata yang
berkelanjutan.
4. Penataan lingkungan fisik di sekitar Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul semakin
meningkat setelah keduanya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Penataan fisik
dan fasilitas penunjang di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul merupakan
representasi aspek Palemahan dari filosofi Tri Hita Karana. Fasilitas penunjang
seperti toilet, jalan keliling di sekitar pura, dan kebersihan lingkungan telah ditata
dengan baik sehingga dapat menambah daya tarik dan memberikan kenyamanan serta
kemudahan bagi wisatawan.
5. Pelabelan warisan budaya dunia ternyata belum memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun dan Pura Tirta
Empul.
124
Daftar Pustaka
Ardika, I Wayan. 2015. Warisan Budaya. Perspektif Masa Kini. Denpasar: UdayanaUniversity Press.
Ardika, I Wayan. 2007. Pariwisata & Pusaka Budaya. Denpasar: Pustaka larasan.Bryan Fay. 2004. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. Yogyakarta : Penerbit Jendela.Chheang, Vannarith. 2011. “Angkor Heritage Tourism and Tourist Perceptions”. Tourismos:
An International Multidisciplinary Journal of Tourism. Vol. 6, No. 2. pp: 213-240.Cooper, Chris, John Fletcher, Alan Fyall, David Gilbert, Stephen Vanhill. 2005. Tourism
Principles and Practice. 3rd edition. Edinburgh Gate: Pearson Education Limited.Grader, G.J. 1960. The State Temples of Mengwi. Dalam Wertheim, W.F. 1960. Bali Studies
in Life, Thought, and Ritual. pp: 155-186. The Hague and Bandung: W. Van HoeveLtd.
Hardesty, Donald, L and Barbara J. Little. 2009. Assessing Site Significance. New York.Altamira Press.
Hitchcock, M. Victor T.King and Michael Parnwell (eds). 2010. Heritage Tourism inSoutheast Asia. Singapore: Nias Press.
Koentjaraningrat. 1989. “Metode Wawancara”. Dalam Metode-Metode PenelitianMasyarakat (Koentjaraningrat, red.). Jakarta, Penerbit PT Gramedia. Halaman 129-157.
Lansing, Steve and Julia N. Watson. 2012. Guide to Bali’s Unesco World Heritage. “ TriHita Karana: Cultural Landscape of Subak and Water Temple”. “2012 Unesco
World Heritage List”.Lipe, William. 1984. Value and meaning in cultural resource. Dalam Cleere, H. (ed), 1984.
Approaches to the Archaeological Heritage. pp: 1-11. Cambridge: CambridgeUniversity Press.
Madiasworo, Taufan, Gunawan Tjahjono, Budhy Tjahjati, Subur Budhisantoso 2014.Sustainable Heritage Area Management Model Study on Environmental Wisdom in
Taman Ayun area, Badung Regency, Bali Province. Australian Journal of Basic andApplied Sciences. 8 (10): 219-225.
Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentangMetode-Metode Baru (Tjetjep Rohindi, penerjemah). Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia.Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Kualitatif : Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.Pemerintah Provinsi Bali. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012
tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Denpasar: Pemerintah Provinsi BaliPicard, Michel. 2006. Bali. Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia dan Ecole francaise d’Extreme-Orient.Pitana, I Gde, I Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi.Pratnyawati, Tjok Sri Bulan. 2013. Pengelolaan Daya Tarik Wisata Goa Gajah dalam
Perspektif Tri Hita Karana. Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana UniversitasUdayana.
Setiawan, I Ketut. 2011. Komodifikasi Pusaka Budaya Pura Tirta Empul dalam konteksPariwisata Global. Disertasi. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Surata, Sang Putu Kaler. 2013. Lanskap Budaya Subak. Belajar dari masa lalu untukmembangun masa depan. Denpasar: Universitas Mahasaraswati Press.
125
Taylor Steven J dan Robert Bogdan. 1984. Introduction to Qualitative Research Methods TheSearch for Meaning. New York : John Wuley & Sons.