Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
description
Transcript of Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya Tim EKPD Kalteng dapat menyelesaikan Laporan Akhir kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah dengan judul “Evaluasi Empat Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004 – 2009 di Provinsi Kalimantan Tengah” kerjasama antara Universitas Palangka Raya dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melalui Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan.
Evaluasi Kinerja yang dilakukan Bappenas dianggap penting mengingat selama ini evaluasi kinerja terhadap program dan kegiatan pembangunan yang dilakukan masih berorientasi kepada kinerja input dan kinerja keluaran (output), belum banyak berorientasi kepada kinerja outcome. Laporan akhir ini berusaha menyajikan evaluasi dan penilaian kinerja output dan outcome daerah.
Fokus laporan yang dibuat meliputi 5 (lima) indikator utama yaitu tingkat pelayanan publik dan demokrasi, tingkat kualitas sumberdaya manusia, tingkat pembangunan ekonomi, kualitas pengelolaan sumberdaya alam dan tingkat kesejahteraan sosial. Pembangunan di Provinsi Kalimantan Tengah diprioritaskan kepada pengentasan kemiskinan dan pembenahan infrastruktur dalam kerangka pemberdayaan masyarakat. Pada laporan akhir ini juga diulas tentang IPM kaitannya dengan GEM dan GDI serta kualitas pelayanan publik yang menyangkut kemampuan pemerintah menangani kasus korupsi dan efisiensi pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan satu atap. Sejauhmana upaya penanganan lahan kritis di Kalimantan Tengah juga diulas dalam laporan ini.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak terutama Gubernur beserta Jajarannya, Kejaksaan Tinggi Kalteng, Pengadilan Negeri Palangka Raya, Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya dalam lingkup Provinsi Kalimantan Tengah, Kepala BPS dan semua pihak yang tidak mampu kami sebutkan satu persatu.
Akhirnya, secara khusus ucapan terimakasih disampaikan kepada Tim Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah: Drs. Henry Singarasa, MS (Ketua), Prof. Dr. Ahim S. Rusan (Koordinator), Prof. Dr. Ir. Bambang S. Lautt, M.Si (Sekretaris) dan anggota masing-masing Prof. Dr. Eddy Lion, MPd; Dr. Muses Embang, MS dan Dr. Ir. Mofit Saptono,MSi atas segala upaya dan kerjasamanya sehingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Palangka Raya, 10 Desember 2009 Universitas Palangka Raya Rektor, Henry Singarasa NIP. 19521028 198003 1 002
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang dan Tujuan ........................................................................ 1
1.2 Keluaran ..................................................................................................... 4
1.3 Metodologi .................................................................................................. 4
1.4 Sistematika Penulisan Laporan .................................................................. 6
BAB II HASIL EVALUASI ............................................................................................ 7 2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI ................................ 7
2.1.1 Tingkat Pelayanan Publik ................................................................. 7 2.1.2 Tingkat Pelayanan Demokrasi .......................................................... 13 2.1.3 Capaian Indikator .............................................................................. 18 2.1.4 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................ 19
2.1.5 Rekomendasi Kebijakan ................................................................... 20
2.2 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA ..................................... 23
2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ............................................... 23
2.2.2 Pendidikan ........................................................................................ 25
2.2.3 Kesehatan ......................................................................................... 33
2.2.4 Keluarga Berencana ......................................................................... 41
2.2.5 Capaian Indikator .............................................................................. 46
2.2.6 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................ 47
2.2.7 Rekomendasi Kebijakan ................................................................... 48
2.3 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI .................................................... 53
2.3.1 Ekonomi Makro ................................................................................. 53
2.3.2 Investasi (PMA dan PMDN) .............................................................. 60
2.3.3 Infrastruktur ....................................................................................... 61
2.3.4 Capaian Indikator .............................................................................. 62
2.3.5 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................ 65
2.3.6 Rekomendasi Kebijakan ................................................................... 67
2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP ........... 69
2.4.1 Kehutanan......................................................................................... 71
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 iii
2.4.2 Kelautan ............................................................................................ 74
2.4.3 Capaian Indikator .............................................................................. 79
2.4.4 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................ 82
2.4.5 Rekomendasi Kebijakan ................................................................... 83
2.5 TINGKAT TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL ..................................... 85
2.5.1 Persentase Penduduk Miskin ........................................................... 85
2.5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka ....................................................... 87
2.5.3 Persentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Anak (Terlantar,
Jalanan, Balita Terlantar, Dan Nakal) ............................................... 88
2.5.4 Persentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Lanjut Usia ........ 89
2.5.5 Persentase Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial (Penyandang Cacat,
Tunasosial, Dan Korban Penyalahgunaan Narkoba) ........................ 90
2.5.6 Capaian Indikator .............................................................................. 91
2.5.7 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................ 93
2.5.8 Rekomendasi Kebijakan ................................................................... 95
BAB III. KESIMPULAN ................................................................................................ 98
LAMPIRAN ................................................................................................................... 103
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG DAN TUJUAN
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana
untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih
baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat UU No.
32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa Pemerintah Daerah diberikan kewenangan
secara luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan di daerah masing-
masing.
Berdasarkan kondisi dan konteks potensi dan permasalahan pembangunan di
wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, serta memperhatikan Visi Provinsi Kalimantan
Tengah 2006-2025, maka visi pembangunan pada periode perencanaan 5 (lima) tahun
pertama ini adalah:
MEMBUKA ISOLASI MENUJU KALIMANTAN TENGAH
YANG SEJAHTERA DAN BERMARTABAT
Isolasi wilayah akan dibuka untuk meningkatkan kemampuan dan keberdayaan
masyarakat dalam peningkatan taraf hidupnya. Untuk itu, pembukaan keterisolasian tidak
sekedar peningkatan aksesibilitas dari dan ke pusat-pusat pertumbuhan di wilayah
Kalimantan Tengah. Pembukaan keterisolasian juga diarahkan untuk penguatan dan
peningkatan keterkaitan ekonomi antar pusat-pusat pertumbuhan yang ada di wilayah
Provinsi Kalimantan Tengah tanpa mengorbankan kemampuan dan kualitas ekosistem
dan lingkungan hidup. Selain itu, peningkatan aksesibilitas dan penguatan keterkaitan itu
akan lebih membuka peluang usaha yang lebih besar kepada seluruh masyarakat di
wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.
Pada periode 5 tahun pertama yaitu tahun 2006 hingga 2010, peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah masih belum mapan. Pembagian
kewenangan dan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan masih belum kondusif.
Selain itu, pada periode 2006 hingga 2010 ini diperkirakan bahwa kondisi perekonomian
nasional masih belum stabil. Dalam kondisi seperti ini prediksi tentang variabel-variabel
ekonomi, khususnya variabel-variabel keuangan daerah masih relatif dipenuhi oleh
kesalahan dan bias.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 2
Kebijakan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah
selama periode 2006 – 2010 diprioritaskan pada bidang :
1. Infrastruktur: Pembangunan dan pemeliharan jalan, jembatan, pelabuhan udara,
pelabuhan laut dan sungai baik antar Provinsi , antar Kabupaten, antar
Kecamatan, antar Desa yang terisolir dan antar sentra-sentra produksi di
sektor/sub pertanian, pertambangan, perikanan /kelautan, kehutanan,
perkebunan, dan peternakan secara terencana dan terpadu.
2. Ekonomi: Peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang berbasis
sumberdaya lokal, yang merata, berkelanjutan serta mendorong investasi, baik
dari dalam maupun luar negeri
3. Pendidikan, Kesehatan dan Keluarga Berencana: Peningkatan kemampuan
pelayanan pendidikan, kesehatan keluarga berencana secara berkesinambungan
beserta sarana dan prasarananya.
4. Pemerintahan: Peningkatan tanggungjawab daya tanggap pemerintah dalam
perluasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada seluruh lapisan
masyarakat di seluruh pelosok wilayah dalam kerangka menciptakan effective
government, good governance dan bebas KKN.
5. Hukum, Keamanan dan Hak Asasi Manusia: Penegakan supermasi hukum
yang berkeadilan termasuk pertanahan dan pendayagunaan aparat keamanan
dalam penciptaan ketentraman dan kedamaian masyarakat serta perlindungan
terhadap Hak Asasi Manusia.
6. Politik: Pembangunan kehidupan politik yang berkelanjutan dengan dasar
toleransi, keadilan, dan partisipasi yang berbasis multikultural.
7. Seni Budaya dan Agama: Memperkuat keterbukaan, toleransi kultural dan
kerukunan antar agama, suku, ras maupun golongan dalam masyarakat
Kalimantan Tengah yang majemuk dalam kerangka dan semangat serta sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Kepemudaan, Pramuka dan keolahragaan: Meningkatkan dan pemberdayaan
peranan generasi muda dalam pembangunan, menguatkan sarana dan prasarana
kepramukaan seperti Bumi Perkemahan di masing-masing Kabupaten/Kota, serta
meningkatkan prestasi, partisipasi, pembelajaran, profesionalisme dan kualitas
manajemen organisasi keolahragaan dalam mendukung pembangunan dan
prestasi olah raga di Kalimantan Tengah.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 3
9. Kepariwisataan: Terwujutnya daya saing pariwisata dengan peningkatan
pengembangan pemasaran pariwisata.
10. Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Tata Ruang: Pembangunan
Kalimantan Tengah yang sangat strategis harus berwawasan lingkungan.
Mewujutkan fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang serasi dalam
mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat secara
berkesinambungan serta mengoptimalkan produktivitas pemanfaatan dan
pengendalian tata ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
11. Perhubungan dan Telekomunikasi: Perhubungan yang dititik beratkan pada
peningkatan fasilitas bandara udara, baik yang berada di Kota Palangkaraya
maupun Kabupaten-Kabupaten lainnya. Begitu pula dengan pelabuhan laut,
pelabuhan ferry dan pelabuhan sungai lainnya perlu ditingkatkan fasilitasnya.
Telekomunikasi yang mana pelayanan telekomunikasi harus ditingkatkan untuk
menjangkau daerah-daerah baik di Kabupaten/Kota maupun di Kecamatan-
kecamatan.
12. Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan: Titik berat pembangunan
masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Kalimantan
Tengah yang handal dan dapat bersaing di era globalisasi. Pengarus utamaan
gender diartikan bahwa peran serta perempuan disejajarkan dengan laki-laki
diberbagai aspek bidang, seperti di bidang legislatif, bidang eksekutif dan di
masyarakat.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai
relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008.
Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai
tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari
pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna
sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan pembangunan
dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna
mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode
berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana
Dekonsentrasi (DEKON).
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 4
1.2. KELUARAN
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:
a. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di provinsi
Kalimantan Tengah
b. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di provinsi Kalimantan
Tengah sesuai sistematika buku panduan
1.3. METODOLOGI
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil
adalah sebagai berikut:
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang
memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung
dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase. (3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 5
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu
menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin
tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk indikator
Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
• persentase penduduk miskin
• tingkat pengangguran terbuka
• persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
• presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
• presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).
Sehingga:
Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% -
tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan sosial
bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) +
(100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5
Daftar indikator yang menjadi komponen pendukung untuk masing-masing
kategori indikator outcomes dapat dilihat pada Lampiran 1.
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas. Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana
tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan
utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren
capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan
nasional. Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian
antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas
pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:
a. Pengamatan langsung. Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek
dan objek pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi,
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 6
pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di
wilayah provinsi terkait.
b. Pengumpulan Data Primer. Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku
kepentingan pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator
rapat/diskusi dalam menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi.
c. Pengumpulan Data Sekunder. Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi
pemerintah seperti BPS daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
1.4. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN
Sistematika penulisan laporan EKPD Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2009
terdiri dari tiga bab yaitu sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Tujuan
1.2. Keluaran
1.3. Metodologi
1.4. Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI
2.1. Tingkat Pelayanan Publik Dan Demokrasi
2.2. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia
2.3. Tingkat Pembangunan Ekonomi
2.4. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam
2.5. Tingkat Kesejahteraan Sosial
BAB III KESIMPULAN
LAMPIRAN (Tabel masing-masing indikator capaian yang telah dilengkapi dan dikoreksi)
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 7
BAB II HASIL EVALUASI
2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan publik (public services) merupakan salah satu perwujudan dari fungsi
aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan
publik (public services) oleh para birokrat dimaksudkan untuk mensejahterakan
masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Indikator
yang digunakan dalam menilai pelayanan publik adalah: (1). Persentase jumlah kasus
korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan; (2). Persentase jumlah
aparat yang berijasah minimal S-1; (3) Persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki
peraturan daerah pelayanan satu atap.
2.1.1.1. Persentase Jumlah Kasus Korupsi Yang Tertangani Dibandingkan Dengan Yang Dilaporkan
Upaya pemerintah provinsi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di
Kalimantan Tengah terutama dalam hal penanganan kasus korupsi sudah mulai
menunjukkan hasil yang memuaskan, terutama sejak tahun 2006. Bila dilihat data pada
awal RPJMD tahun 2004, jumlah kasus korupsi yang tertangani di Kalimantan Tengah
tergolong relatif kecil (16,67%) artinya bahwa hanya sebagian kecil saja dari kasus
korupsi yang dilaporkan tersebut mampu ditangani dan diputuskan. Kondisi tersebut
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.1. Grafik capaian indikator persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 8
berubah menjadi lebih baik sejak tahun 2007. Kondisi tersebut dipicu oleh adanya
penandatanganan MOU antara Gubernur dan ketua KPK pada tahun 2006 tentang
pencegahan korupsi dijajaran pemerintah daerah. Peningkatan yang cukup signifikan
tersebut terjadi hingga tahun 2009 dimana persentase kasus korupsi yang tertangani
dibanding dengan yang dilaporkan meningkat menjadi 90%. Walaupun terjadi
peningkatan penanganan kasus korupsi namun apabila dibandingkan dengan data
nasional tahun 2008 (94,00) maka upaya penanganan tersebut relatif lebih rendah.
Tekad dan komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN (clean government)
dimanifestasikan ke dalam program dan kebijakan yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat. Langkah-langkah yang telah ditempuh
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam upaya mewujudkan clean government di
Provinsi Kalimantan Tengah meliputi :
1. Penandatanganan Kesepakatan Bersama Ketua KPK Nomor 002/Pemprov Kalteng-
KPK/III/2006 dan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 790/447/2006 tanggal 14
Maret 2006 dalam rangka Pencegahan Korupsi di Jajaran Pemerintah Daerah se-
Provinsi Kalimantan Tengah.
2. Keputusan Bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Gubernur Kalimantan
Tengah di bidang Pendaftaran Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara dan
Sosialisasi Pemberantasan Korupsi Nomor : KEP. 747/KPK/12/2004, tanggal 9
Desember 2004.
Beberapa hal yang telah dicapai dari pelaksanaan komitmen dalam pemberantasan
korupsi adalah:
1. Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa melalui
kegiatan:
a) Penerapan Keppres No.80 tahun 2003 beserta perubahannya dalam pengadaan
barang dan jasa.
b) Penandatanganan Pakta Integritas bagi pengguna jasa, penyedia jasa dan Panitia
Pengadaan sebelum proses pengadaan.
c) Mengumumkan pengadaan barang dan jasa melalui media cetak nasional yaitu
Media Indonesia dan media cetak lokal yaitu Kalteng Pos dan Dayak Pos.
d) Melakukan sosialisasi/ demo e-announcement yang bekerjasama dengan KPK.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 9
e) Menjadi percontohan pelaksanaan Electronic Government Procurement (EGP)
yang ditunjuk oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Bappenas.
2. Bidang Pencegahan Korupsi dan peningkatan Kesadaran Anti Korupsi
a) Penandatanganan MoU dan Pakta Integritas antara Kepala Daerah dengan
Kepala SKPD di Jajaran Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota se-Kalimantan
Tengah.
b) Penandatangan Kesepakatan Kinerja antara Kepala SKPD di lingkungan
Pemerintah Provinsi Kaimantan Tengah dengan Gubernur yang dilakukan setiap
tahun dan dievaluasi pelaksanaannya pada awal tahun berikutnya.
c) Membuat iklan layanan masyarakat tentang anti korupsi di media cetak (buletin
Isen Mulang, Harian Kalteng Pos, Dayak Pos dan palangka Pos) maupun media
elektronik (TVRI Kalteng).
d) Gubernur Kalimantan Tengah telah menghimbau Bupati/ Walikota dan semua
Kepala SKPD untuk tidak menerima parsel pada hari-hari besar keagamaan.
e) Telah melakukan Sosialisasi LHKPN dan pemberantasan korupsi di jajaran
Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten Kota se-Kalimantan Tengah yang
bekerjasama dengan KPK.
f) Melakukan pendataan wajib lapor LHKPN di Provinsi Kalimantan Tengah, untuk
tahun 2007 sebanyak 1.921 orang wajib lapor dan yang telah menyampaikan
sebanyak 1.649 orang (86%).
2.1.1.2. Persentase Jumlah Aparat Yang Berijasah Minimal S-1.
Dalam kondisi masyarakat yang sudah tergolong maju, birokrasi publik harus
dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan,
terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas
manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif
menentukan masa depannya sendiri.
Bila dilihat data pada awal RPJMD tahun 2004, persentase jumlah aparat yang
berijasah minimal S-1 di Kalimantan Tengah tergolong relatif tinggi (31,03%) artinya
bahwa sebanyak lebih dari 31,03% pegawai negeri di Kalimantan Tengah memiliki ijasah
minimal S-1. Memang akhir-akhir ini banyak SKPD yang mensyaratkan penerimaan
pegawai negeri berijasah minimal S-1. Hal ini dimaksudkan agar kualitas pelayanan
menjadi semakin baik.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 10
28,00
29,00
30,00
31,00
32,00
33,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.2. Grafik capaian indikator persentase jumlah aparat yang berijasah minimal S-1.
Berkaitan dalam hal kualitas pelayanan publik, maka kemampuan aparat sangat
berperan penting dalam hal ikut menentukan kualitas pelayanan publik tersebut. Untuk itu
indikator-indikator dalam kemampuan aparat adalah sebagai berikut :
1. Tingkat pendidikan aparat;
2. Kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal;
3. Kemampuan melakukan kerja sama;
4. Kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dialami organisasi;
5. Kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan;
6. Kecepatan dalam melaksanakan tugas;
7. Tingkat kreativitas mencari tata kerja yang terbaik;
8. Tingkat kemampuan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada atasan;
9. Tingkat keikutsertaan dalam pelatihan/kursus yang berhubungan dengan bidang
tugasnya.
Dalam menjalankan tugasnya, para aparatur pemerintah dituntut untuk memiliki
kemampuan yang baik berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap perilaku yang
memadai, sesuai dengan tuntutan pelayanan dan pembangunan sekarang ini. Dalam
kaitannya dengan pelayanan publik maka saat ini terasa bahwa kebutuhan keterampilan
menggunakan komputer dan alat elektronik lainnya sangat diperlukan. Hal ini yang jarang
sekali dimiliki oleh pegawai yang terdahulu walaupun sudah mengantongi ijasah S-1.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penerapan etos kerja yang jujur, ulet
dan suka kerja keras. Ini yang paling perlu ditanamkan dalam rangka peningkatan kinerja
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 11
bagi pegawai negeri. Menurut beberapa ahli keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan intelegensi (20%) tetapi juga paling besar pengaruhnya adalah kemampuan
emosional (50%) dan kemampuan advertise (30%).
Berkaitan dengan data diatas, nilai persentase yang tinggi masih belum
menggambarkan data pegawai secara keseluruhan di Kabupaten/Kota mengingat data
yang disajikan tersebut merupakan data tingkat provinsi. Apabila data tersebut digabung
dengan data pada wilayah Kabupaten/Kota maka ada kemungkinan nilai persentase
menjadi rendah. Sebagai bahan informasi awal, biasanya di kabupaten/kotawilayah
masih cukup sulit mencari pegawai yang berijasah S-1 lebih-lebih pada wilayah
kabupaten pemekaran. Biasanya pada wilayah kabupaten pemekaran, untuk menduduki
jabatan eselon, baik eselon II maupun III pada beberapa SKPD diambilkan dari tenaga
guru. Hal inilah yang mungkin masih berdampak pada kualitas pelayanan yang masih
rendah.
2.1.1.3. Persentase Jumlah Kabupaten/Kota Yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap
Terkait dengan tingkat pelayanan publik maka faktor yang sangat berpengaruh
terhadap rendahnya capaian pelayanan tahun 2004 hingga 2007 adalah belum adanya
PERDA pelayanan satu atap di Kabupaten/kota. Namun sejak diterbitkannya PP 41 tahun
2007 maka pemerintah Kabupaten/kota mulai menyusun dan meneribitkan Perda
mengenai pelayanan satu atap. Pada tahun 2008 sudah ada 9 daerah kabupaten/kota
yang memiliki Perda satu atap sedangkan pada tahun 2009 jumlah tersebut meningkat
menjadi 10 Kabupaten/kota dari 14 kabupaten/kota yang ada di provinsi Kalimantan
Tengah (71,43%). Nama-nama ke-10 kabupaten/kota yang telah memiliki perda
pelayanan satu atap adalah kota Palangka Raya, Kabupaten Kaotawaringin Timur,
Katingan, Lamandau, Kotawaringin Barat, Barito Selatan, Kapuas, Gunung Mas, Pulang
Pisau dan Barito Utara, sedangkan kabupaten/kota yang belum memiliki perda pelayanan
satu atap yaitu Kabupaten Sukamara, Barito Timur, Seruyan dan Murung Raya.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 12
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.3. Grafik capaian indikator persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap.
Di Kalimantan Tengah, program pelayanan publik dititik beratkan pada
peningkatan kualitas pelayanan, yang akan dilakukan terutama pada standarisasi
pelayanan pada publik di seluruh unit organisasi dan kemudian akan dikembangkan
hingga menjadi baku untuk kemudian akan terus dievaluasi bersama-sama setelah
standar tersebut dibakukan dalam bentuk peraturan kepala daerah atau peraturan
daerah. Dalam rangka peningkatan tersebut yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut:
• Kompetensi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Antar daerah dan
Penilaian Unit Kerja Pelayanan Percontohan;
• Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Publik pada Kabupaten/Kota
• Bintek Pengukuran Indek Kepuasan Masyarakat
• Terlaksananya monitoring, evaluasi pelaksanaan Perda dan studi aspek
legalisasi penyusunan Perda
• Penyusunan dan Sosialisasi Perda Pengelolaan barang Daerah
Strategi pelayanan prima pola layanan satu atap atau sering disebut sebagai
layanan terpadu pada suatu tempat oleh beberapa instansi daerah yang bersangkutan
sesuai dengan kewenangan masing-masing, sebenarnya bukan merupakan sesuatu hal
yang baru. Strategi ini telah berhasil diterapkan pada layanan pembayaran pajak
kendaraan bermotor yang melibatkan beberapa instansi daerah, antara lain Dispenda,
Kepolisian, dan Jasa Raharja. Penerapan layanan satu atap pada dasarnya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas melalui peminimalan jarak geografis antar fungsi terkait, dengan demikian dapat diperpendek waktu yang diperlukan untuk proses layanan,
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 13
pengguna layanan juga menjadi lebih mudah untuk memperoleh layanan. Yang
senantiasa harus dicermati dalam penerapan pola layanan satu atap adalah koordinasi
diantara beberapa instansi yang terkait.
Keberhasilan penerapan layanan terpadu untuk pembayaran pajak kendaraan
bermotor ini kemudian mendorong pemerintah daerah untuk menerapkan layanan terpadu
pada bidang layanan dokumen, seperti layanan KTP, KK, akta kelahiran dan perijinan
yang dulunya dilakukan pada tempat yang terpisah kemudian disatu atapkan di satu
tempat. Persoalan yang muncul dalam hal ini adalah bagaimana mengintegrasikan
berbagai bentuk layanan yang berbeda proses penanganannya.
Evaluasi terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang akan disatuatapkan perlu
dilakukan. Barangkali yang paling mudah dilakukan dalam penyelenggaraan layanan satu
atap bagi bidang-bidang yang berbeda, hanya sebatas pada layanan lini pertama, yaitu
tempat penerimaan berkas ajuan layanan, tindakan selanjutnya untuk penyelesaiannya
tetap pada instansi masingmasing. Penempatan personal yang andal sangat menentukan
efektifitas penyelenggaraan. Selain petugas lini depan, maka perlu ditempatkan seorang
kurir untuk masing-masing instansi guna memperlancar alur layanan dan penyelesaian
pekerjaan layanan. Kemudian, untuk mempermudah masyarakat pengguna layanan
memperoleh layanan, maka desain layanan harus dikomunikasikan sejelas-jelasnya.
Pemberian layanan publik dengan pola layanan satu atap yang memenuhi
standar minimal seperti yang telah diterapkan memang menjadi bagian yang perlu
dicermati. Dewasa ini masih sering dirasakan, bahwa kualitas layanan minimum sekalipun
belum memenuhi harapan sebagian besar masyarakat pengguna layanan. Yang lebih
memprihatinkan lagi sebagian besar masyarakat pengguna layanan publik belum
memahami secara pasti tentang standar layanan yang seharusnya diterima dan apakah
sesuai dengan prosedur layanan yang dibakukan. Masyarakat pun enggan mengadukan
jika menerima layanan yang kurang berkualitas.
2.1.2. TINGKAT PELAYANAN DEMOKRASI
Indikator yang digunakan untuk menilai tingkat pelayanan demokrasi di
Kalimantan Tengah diarahkan pada dua hal yaitu: (1) Tingkat partisipasi politik
masyarakat baik dalam hal pemilu legislatif, PILPRES maupun pemilihan kepala daerah
(PILKADA); (2) Pengukuran pengarusutamaan gender.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 14
2.1.2.1. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam PEMILU maupun PILKADA
Indikator dari Agenda Mewujudkan kondisi yang Demokratis adalah suksesnya
pelaksanaan PILKADA dan PILPRES di Wilayah Kalimantan Tengah, meningkatnya
jumlah parpol yang aktif, serta tingkat partisipasi masyarakat yang ikut dalam kegiatan
pemilu / pilkada cukup tinggi terutama tahun 2004. Selain itu, terpeliharanya momentum
awal konsolidasi demokrasi dengan terlaksananya secara efektif fungsi dan peran
lembaga penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan. Agenda tersebut juga
menetapkan sasaran terhadap meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses
penyusunan kebijakan publik serta terlaksananya pemilihan umum (Pemilu) yang lebih
demokratis, jujur, dan adil pada tahun 2009 dengan prioritas pembangunan yang
diletakkan pada perwujudan lembaga demokrasi yang makin kukuh.
Di Kalimantan Tengah, pemilu legislatif dan pilpres tahun 2009 telah terlaksana
dengan baik dan pemerintah daerah juga telah menyelesaikan Pemilihan Kepala Daerah
(PILKADA) di 14 kabupaten/kota untuk pemilihan Bupati/Walikota serta pemilihan
Gubernur pada tahun 2005 yang lalu. Hal yang ditunggu saat ini adalah pemilihan Bupati
(Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat) dan pemilihan Gubernur Kalteng yang akan
dilaksanakan sekitar bulan Juni tahun 2010.
60,00
62,00
64,00
66,00
68,00
70,00
72,00
74,00
76,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
K alteng Nas ional
Gambar 2.4. Grafik capaian indikator tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Presiden (PILPRES)
Lebih rendahnya tingkat demokrasi di Kalimantan Tengah terkait dengan relatif
rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pilpres maupun Pilkada. Pada tahun
2004, tingkat partisipasi masyarakat secara nasional dalam pilpres mencapai 75,98%
sedangkan tingkat pastisipasi masyarakat Kalteng pada tahun yang sama mencapai
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 15
69,52% (angka rerata dari putaran I dan II). Hal yang paling perlu dicermati lagi adalah
menurunnya tingkat partisipasi masyarakat Kalimantan Tengah pada pemilu legislatif
maupun pilpres tahun 2009. Penurunan tersebut mencapai 9,21% untuk pemilihan
legislatif dan 3,52% untuk pemilihan Presiden dibanding tahun 2004.
Beberapa hal yang kemungkinan menjadi faktor penyebab menurunnya peran
serta masyarakat dalam pesta demokrasi adalah:
1. Masih belum optimalnya proses sosialisasi tentang cara melaksanakan pesta
demokrasi
2. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang manfaat secara langsung pesta demokrasi
tersebut
3. Jumlah partai yang terlalu banyak membuat masyarakat bingung untuk memilih
sehing-ga cenderung memilih tidak mengikuti pencontrengan
4. Adanya himbauan-himbauan untuk tidak memilih (Golput).
5. Aturan pemilu yang mengharuskan adanya nama pada daftar pemilih tetap
6. Sebagian pemilih, terutama pemilih pemula banyak yang tidak terdaftar mengingat
tenggang waktu antara pendaftaran dengan pencontrengan jaraknya cukup lama.
Daerah yang maju ditandai oleh peran serta rakyat secara nyata dan efektif
dalam segala aspek kehidupan, khususnya kegiatan sosial dan politik. Diharapkan agar
pemerintah daerah menggiatkan peran serta masyarakat terutama menghadapi PILKADA
bulan Juni tahun 2010. Peningkatan partisipasi masyarakat untuk ikut terlibat dalam
proses demokrasi pemilu kepala daerah tahun 2010 perlu dilakukan mengingat
pengalaman waktu pelaksanaan PILKADA Gubernur tahun 2005 masih terdapat sekitar
474.864 jiwa pemilih atau 36,80 persen anggota masyarakat yang tidak menggunakan
hak pilihnya dalam PILKADA tersebut.
2.1.2.2. Gender Development Index (GDI) dan Gender Empowerment Measurment (GEM)
Mengacu kepada kebijakan program Pemberdayaan Perempuan yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan pembangunan daerah Provinsi
Kalimantan Tengah, maka program pembangunan pemberdayaan perempuan,
kesejahteraan dan perlindungan anak Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2006-2010
diarahkan pada program-program antara lain sebagai berikut : Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 16
Tujuan program ini untuk memperkuat kelembagaan dan jaringan
Pengarusutamaan Gender (PUG) di berbagai bidang pembangunan. Sasaran yang ingin
dicapai:
1. Tersedianya tenaga analisis gender dan model analisis gender di Provinsi dan di
seluruh Kabupaten/Kota;
2. Terjalinnya kerjasama Pusat Studi Wanita/Gender dengan Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota;
3. Terbentuknya Focal Point PUG di setiap Dinas/Badan/Unit Kerja di Provinsi dan
Kabupaten/Kota;
4. Meningkatnya koordinasi pemberdayaan perempuan di Provinsi dan Kabupaten/Kota;
5. Tersusunnya kebijakan dan program pembangunan daerah yang responsif gender di
Provinsi dan Kabupaten/Kota;
6. Terlaksananya penyusunan statistik gender termasuk indikator gender.
Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain :
1. Mengembangkan materi dan melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
tentang kesetaraan dan keadilan gender (KKG) PUG dan KPA;
2. Meningkatkan kapasitas dan jaringan kelembagaan pemberdayaan perempuan dan
anak di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, termasuk Pusat Studi Wanita/ Gender;
3. Menyusun berbagai kebijakan dalam rangka penguatan kelembagaan PUG dan PUA
di Provinsi dan Kabupaten/Kota;
4. Melaksanakan kegiatan penyusunan perencanaan, pemantauan, evaluasi PUG dan
PUG di Provinsi dan Kabupaten/Kota;
5. Membentuk P2TP2A di Provinsi/Kabupaten/Kota.
52,00
54,00
56,00
58,00
60,00
62,00
64,00
66,00
68,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.5. Grafik capaian indikator gender empowerment measurment (GEM)
di Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 17
Selain ke enam indikator diatas maka indikator yang menyangkut indek
pemberdayaan gender (GEM) juga menunjukkan tren yang meningkat dan sejak tahun
2006 indek pemberdayaan gender di Kalimantan Tengah lebih tinggi dari rerata nasional
(Gambar 2.5). Pada tahun 2004 indek pemberdayaan gender di Kalimantan Tengah
menunjukan angka 57,11 persen. Semakin tahun angka tersebut semakin meningkat,
hingga pada tahun 2009 telah mencapai 66,75 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
peran perempuan dalam bidang ekonomi, dan pengambilan keputusan sudah mulai
membaik. Namun yang masih belum banyak terlihat adalah peran perempuan dalam
bidang politik masih rendah dalam arti kata keterwakilan kaum perempuan dalam
lembaga legistilatif masih minim. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun oleh Tim
EKPD maka hasil pemilu 2009 menempatkan jumlah anggota legislatif perempuan
sebanyak 8 orang dari 45 orang anggota yang ada (17,77%). Jumlah personil pejabat
perempuan di provinsi Kalimantan Tengah tahun 2007 hanya mencapai 12,03% dari
9.246 pejabat yang ada. Pada tahun 2009 (pelantikan bulan november 2009) jumlah
perempuan yang menduduki jabatan eselon II pada lingkup pemerintah provinsi Kalteng
hanya 5 orang dari sekitar 43 biro/SKPD yang ada (11,63%).
Tabel 2.1 Jumlah Personil Pejabat Perempuan
di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2007
No Jenis Jabatan Perempuan Laki-laki Total
1 Gubernur - 1 1 2 Wakil Gubernur - 1 1 3 Bupati / Walikota - 13 13 4 Wakil Bupati / Walikota - 13 13 5 Pejabat Pemda Tk. Kabupaten/Kota Eselon II
Provinsi 16 258 274
6 Pejabat Pemda Tk. Kabupaten/Kota Eselon III Provinsi
164 968 1.132
7 Pejabat Pemda Tk. Kabupaten/Kota Eselon IV Provinsi
851 2.534 3.385
8 Hakim di Pengadilan Tinggi 1 6 7 9 Jaksa di Kejaksaan Tinggi 2 38 40 10 Camat 5 61 66 11 Kepala KUA - 242 242 12 Lurah 7 233 240 13 Wakil Lurah 2 14 16 14 Kepala Desa 12 900 912 15 Dewan Kelurahan - - - 16 Badan Perwakilan Desa 53 2.842 2.895 17 Rektor - 9 9 Total 1.113 8.133 9.246
Catatan : Data dari Provinsi dan 4 (empat) Kabupaten / 1 (satu) Kota Kapuas, Barut, Katingan, Seruyan, Kota Palangka Raya
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 18
Terbatasnya jumlah kaum perempuan dalam menduduki jabatan eselonisasi
dalam lingkup Pemkab maupun Pemprov serta lembaga legislatif kemungkinan
disebabkan oleh:
- Masih kuatnya peran ganda kaum perempuan antara sebagai ibu rumah tangga dan
membina karir sehingga alokasi waktu untuk meningkatkan profesionalisme menjadi
terbatas.
- Kepercayaan dan kesempatan yang diberikan kepada kaum perempuan masih rendah
- Di banyak masyarakat, perempuan dianggap terlalu lemah untuk memimpin satu
kelompok masyarakat. Karena itu pula perempuan sering dihambat bahkan dilarang
masuk dalam sendi-sendi politik masyarakat.
- Adanya cap-cap negatif terhadap perempuan: emosional dan kurang rasional.
2.1.3. CAPAIAN INDIKATOR
Terdapat dua bentuk satuan indikator yang digunakan dalam menilai kemajuan
pembangunan yaitu berdasarkan agregasi angka relatif (persentase) dan angka absolut
(mutlak). Agregasi angka relatif ditujukan untuk membuat satu grafik capaian indikator
tingkat pelayanan publik dan demokrasi dengan 6 (enam) indikator pendukung yaitu
persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan,
persentase aparat yang berijasah minimal S-1, persentase jumlah kabupaten/kota yang
memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap, tingkat partisipasi politik masyarakat
dalam pemilihan kepala daerah provinsi, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
pemilihan legislatif, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan Presiden
(Pilpres). Semua status indikator persentase tersebut bernilai positif.
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
2004 2005 2006 2007 20080,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
Kalteng
Nasional
Tren Kalteng
Tren Nasional
Gambar 2.6. Grafik capaian indikator Tingkat Pelayanan Publik
di Provinsi Kalimantan Tengah.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 19
Berdasarkan grafik tersebut tampak bahwa tingkat pelayanan publik di
Kalimantan Tengah pada tahun 2004 – 2008 lebih rendah dibanding rata-rata nasional. Apabila dilihat dari segi efektivitasnya maka pembangunan pelayanan publik
dan demokrasi di Kalimantan Tengah mulai membaik terutama sejak tahun 2006 hingga
mencapai tahun 2008. Berdasarkan trend capaian pembangunan maka capaian
pembangunan daerah sejalan bahkan lebih baik pada tahun-tahun terakhir dibanding
dengan pelayanan publik secara nasional.
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009-150,00
-100,00
-50,00
0,00
50,00
100,00
150,00
Kalteng
Nasional
Tren Kalteng
Tren Nasional
Gambar 2.7. Grafik capaian indikator Tingkat Demokrasi di Provinsi Kalimantan Tengah.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pesta demokrasi di Kalimantan Tengah
pada tahun 2004 dan 2009 sedikit lebih rendah dibanding rata-rata nasional. Apabila
dilihat dari segi efektivitasnya maka pembangunan demokrasi di Kalimantan Tengah
tahun 2009 menurun dibanding tahun 2004. Berdasarkan trend capaian pembangunan
maka capaian pembangunan daerah sejalan namun lebih rendah pada tahun-tahun
terakhir (2009) dibanding dengan pelayanan publik secara nasional.
2.1.4. ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK DAN MENONJOL
Ada enam indikator penunjang yang diperhatikan untuk kepentingan Analisis
Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol untuk tingkat pelayanan publik dan demokrasi di
provinsi Kalimantan Tengah, yaitu: persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani
dibandingkan dengan yang dilaporkan, persentase aparat yang berijasah minimal S-1,
persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap,
tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah provinsi, tingkat
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 20
partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif, tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan Presiden (Pilpres). Penilaian atas indikator penunjang yang
spesifik dan menonjol dapat diketahui dari analisis kesesuaian antara harapan dan
kenyataan. Bila hasilnya sesuai maka indikator penunjang itulah yang dapat dianggap
suatu keberhasilan spesifik dan menonjol (lihat tabel 1).
Tabel 2.2. Hasil Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Bidang Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi Di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2004 – 2008
No Indikator Penunjang Harapan Fakta Keterangan
1 Jumlah kasus korupsi yang tertangani Trennya Naik Trennya Naik sesuai
2 Persentase aparat berijasah minimal S-1 Trennya Naik Trennya Naik sesuai
3 Persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki perda pelayanan satu atap Trennya Naik Trennya Naik sesuai
4 Tingkat patisipasi politik masyarakat dalam PILKADA provinsi Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
5 Tingkat patisipasi politik masyarakat dalam pemilihan LEGISLATIF Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
6 Tingkat patisipasi politik masyarakat dalam PILPRES Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
Sumber : Diolah dari Matrik Data EKPD Provinsi Kalimantan Tengah.
Melalui data pada tabel 1, dapat diketahui bahwa ada tiga indikator penunjang
yang sesuai, sedangkan tiga sisanya tidak sesuai. Dengan demikian dapat ditetapkan
indikator yang spesifik dan menonjol bidang pelayanan publik dan demokrasi di provinsi
Kalimantan Tengah yaitu keberhasilan bidang penanganan kasus korupsi, persentase
aparat minimal berijasah S-1 dan persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki perda
pelayanan satu atap.
2.1.5. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Pokok-pokok kebijakan untuk mengatasi persoalan peningkatan kualitas
pelayanan publik dan demokrasi di provinsi Kalimantan Tengah periode yang akan datang
direkomendasikan melalui upaya peningkatan persentase jumlah kasus korupsi yang
tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, peningkatan persentase aparat yang
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 21
berijasah minimal S-1, peningkatan persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki
peraturan daerah pelayanan satu atap, peningkatan gender development index (GDI), peningkatan gender empowerment measurement (GEM), peningkatan tingkat partisipasi
politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah provinsi, tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan legislatif, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
pemilihan Presiden (Pilpres), sebagai berikut:
1) Upaya meningkatkan persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan
dengan yang dilaporkan
• Kebijakan penanganan kasus korupsi tanpa pandang bulu baik terhadap para
pejabat maupun keluarga para pejabat
• Menanamkan pengertiaan kepada aparat bahwa hukum harus ditegakkan dan
keadilan harus dinyatakan di Bumi Tambun Bungai
• Kebijakan mendorong peran serta masyarakat melalui misalnya LSM, BEM, dalam
mengawal pelaksanaan hukum di bumi Tambun Bungai
2) Upaya meningkatkan persentase jumlah aparat yang berijasah minimal S-1
• Melakukan kebijakan penerimaan pegawai minimal berijasah S-1 dan
menyesuaikan dengan kompetensi yang diperlukan oleh SKPD
• Melakukan pendataan pegawai sesuai dengan tingkat pendidikan di
Kabupaten/kota sehingga data yang ada menjadi lebih komprehensif
• Meningkatkan emosional dan advertising skill para pegawai memalui pemahaman
tentang pentingnya kerjasama, penyesuaian diri, penyusunan rencana kegiatan,
kecepatan melaksanakan tugas serta bertanggungjawab terhadap tugas.
• Meningkatkan pelatihan/kursus yang berhubungan dengan bidang tugasnya.
3) Upaya meningkatkan persentase jumlah kabupaten/kota memiliki peraturan daerah
pelayanan satu atap
• Mendorong pemerintah kabupaten yang belum memiliki organisasi pelayanan satu
atap agar segera membentuk organisasi tersebut dan membuat perdanya.
Beberapa daerah tersebut meliputi Sukamara, Seruyan, Barito Timur dan Murung
Raya.
• Bagi daerah yang telah memiliki institusi pelayanan satu atap, maka yang perlu
dilakukan adalah meningkatkan kualitas pelayanan serta melakukan sosialisasi
tentang standar layanan yang seharusnya diterima dan prosedur layanan yang
dibakukan.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 22
4) Upaya pemberdayaan perempuan melalui peningkatan GDI dan GEM
• Memberikan kesempatan dan meningkatkan profesionalisme kaum perempuan
dalam memimpin melalui pendidikan dan pelatihan
• Kebijakan mendorong partisipasi perempuan dalam berpolitik sehingga jumlah
kuota 30% keterwakilan perempuan dapat terpenuhi.
• Memberikan kesempatan yag lebih luas bagi perempuan untuk menduduki
jabatan-jabatan dipemerintahan di Kabupaten/kota sampai ke eselon II.
• Memberikan kesempatan berusaha dan bekerja bagi perempuan yang setara
dengan kaum laki-laki
5) Upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam PEMILU, PILPRES dan
PILKADA
• Sosialisasi tentang tata cara melakukan pesta demokrasi terutama pentingnya hak
pilih bagi masyarakat
• Melakukan pendataan pemilih dengan baik terutama bagi pemilih pemula
• Mengurangi kecenderungan masyarakat untuk tidak memilih (Golput)
• Mengurangi jumlah parpol sehingga mengurangi kebingungan masyarakat dalam
memilih
• Sosialisasi tentang tata cara pencontrengan sampai ketingkat desa
• Perlu pendidikan politik bagi generasi muda dan pemilih pemula
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 23
2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
Indikator hasil (outcome) untuk tingkat kualitas sumber daya manusia dapat diukur dari
beberapa variable yaitu (1). Indeks pembangunan manusia (IPM); (2) Pendidikan; (3)
Kesehatan dan (4). Keluarga berencana.
2.2.1. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI)
adalah pengukuran perbandingan dari angka harapan hidup , melek huruf, pendidikan
dan standar hidup masyarakat Indonesia. HDI mengukur pencapaian rata-rata sebuah
negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia:
• Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat
kelahiran
• Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa
(bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar , menengah , atas gross
enrollment ratio (bobot satu per tiga).
• Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic
product / produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity
dalam Dollar AS
65,0066,0067,0068,0069,0070,0071,0072,0073,0074,0075,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.8. Grafik capaian indikator indeks pembangunan manusia (IPM) di Provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 24
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang
digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu daerah dalam tiga hal mendasar
pembangunan manusia, yaitu: lama hidup, yang diukur dengan angka harapan hidup
ketika lahir; pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek
huruf penduduk usia 15 tahun ke atas; dan standar hidupyang diukur dengan pengeluaran
per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. Nilai indeks ini berkisar
antara 0 -100.
Indeks Pembangunan Manusia di Kalimantan Tengah mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Pada awal RPJM tahun 2004, IPM Kalimantan Tengah mencapai
71,7 lebih tinggi dari rata-rata IPM Indonesia yang tahun 2004 mencapai 68,7. Pada
tahun 2008 IPM Kalimantan Tengah sudah menjadi mencapai 74,60 sedangkan IPM
nasional baru berada pada tahap 70,59 Saat ini (tahun 2009) indeks pembangunan
manusia di Kalimantan Tengah mencapai 74,90.
IPM yang dibuat dengan mengacu data-data pembangunan manusia di Kalteng
tahun 2009 itu menempatkan Kalimantan Tengah pada ranking ke 3 dari 33 provinsi di
Indonesia. Pengukuran IPM mengacu pada tiga dimensi pembangunan manusia yakni
kehidupan yang panjang dan sehat, kesempatan menikmati pendidikan dan hidup dengan
standar yang layak (antara lain diukur dari daya beli dan pendapatan). Peningkatan IPM
di Kalimantan Tengah terjadi karena investasi pemerintah dalam pembangunan
kesehatan dan pendidikan cukup tinggi.
Peningkatan nilai IPM ditunjang oleh kemampuan pemerintah dalam berinvestasi
di bidang pedididikan dan kesehatan. Umur harapan hidup di Kalimantan Tengah tahun
2009 telah mencapai 71,00 sedangkan angka melek aksara penduduk berusia 15 tahun
ke atas telah mencapai 98,15. Kedua faktor ini yang paling besar pengaruhnya terhadap
peningkatan nilai IPM.
Tingginya IPM didukung oleh umur harapan hidup (UHH) penduduk Kalimantan
Tengah saat ini mencapai 71,00 tahun, lebih tinggi dibandingkan UHH nasional sekitar
70,5 tahun hingga 70,7 tahun. "Secara demografi, struktur umur penduduk Kalimantan
Tengah bergerak ke arah struktur penduduk yang lebih banyak usia produktif (`produktif
population). Dengan demikian yang perlu dilakukan adalah pembukaan kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha. Bertambahnya UHH penduduk tak terlepas dari
keberhasilan pembangunan kesehatan yang dapat diukur dengan rendahnya angka
kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI).
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 25
2.2.2. PENDIDIKAN
Misi pendidikan Kalimantan Tengah adalah “Membangun dan Mengembangkan
Budaya Pembelajaran Yang Mendidik Secara Merata dan Adil Pada Semua Jenis, Jalur
dan Jenjang Pendidikan Untuk Menciptakan Masyarakat Yang Beriman, Bertakwa,
Cerdas, Kreatif, dan Inovatif Serta Memiliki Daya Saing Yang Dapat Menjawab Kebutuhan
Masyarakat”. Misi ini berhubungan langsung dengan upaya peningkatan kualitas
manusia melalui pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi
dan efisiensi manajemen pendidikan. Peningkatan kualitas manusia merupakan salah
satu cara untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan dan kesetaraan
gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta peningkatan keadilan
sosial.
Agar misi di atas dapat terwujud, maka arah pembangunan daerah yang yang
menjadi sasaran pokok pembangunan adalah:
1. Mempercepat peningkatan kualitas dan aksessibilitas PAUD, Pendidikan Dasar dan
Menengah
2. Mempercepat peningkatan kualitas Non Formal, budaya pembelajaran,
Keperpustakaan dan Kearsipan
3. Terwujudnya kualitas dan kesejahteraan pendidik secara adil di Provinsi Kalimantan
Tengah
4. Meningkatkan kualitas manajemen pelayanan dan mengembangkan teknologi dan
informasi pendidikan
5. Terlembaganya keragaman budaya untuk peningkatan kualitas hidup bangsa yang
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
Sesuai dengan Inpres No.5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan
Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta
Aksara yang diharapkan tercapai pada tahun 2008/2009 maka berbagai komponen
diharapkan berperan serta secara aktif dalam penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun yang
bermutu yang kemudian menjadi gerakan nasional.
Diantara indikator penuntasan Wajib Belajar 9 tahun adalah APK mencapai
minimal 95 %, angka mengulang maksimal 0,28 %, angka putus sekolah 1% dan angka
kelulusan minimal 97 % dan diikuti dengan indikator peningkatan mutu yaitu rasio guru -
siswa 1 : 16. Rasio rombongan belajar siswa 1 : 1, raiso laboratorium – rombongan
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 26
belajar 1 : 9, guru yang layak minimal 80%, bangunan ruangan kelas yang rusak
maksimal 1% serta mencapai standar pelayanan minimal 61%.
Dalam evaluasi kinerja pembangunan daerah tahun 2009 maka Bappenas telah
menetapkan beberapa indikator yang digunakan dalam menilai keberhasilan capaian
bidang pendidikan antara lain: (1) Angka partisipasi murni SD/MI, (2) Rata-rata nilai akhir
SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, (3) Angka Putus sekolah SD, SMP/MTs, dan sekolah
menengah, (4) Angka melek aksara 15 tahun ke atas dan (5) persentase jumlah guru
yang layak mengajar untuk tingkat SMP/MTs dan sekolah menengah.
2.2.2.1. Angka Partisipasi Murni SD/MI
Dalam upaya membangun SDM yang berkualitas, pemerintah mewajibkan
semua warga Negara usia pendidikan dasar ( 7 – 15 tahun) tanpa memandang agama,
status sosial, etnis dan gender untuk menempuh minimal pendidikan dasar. Program ini
yang selanjutnya disebut Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, merupakan bagian
penting dari Renstra Depdiknas Tahun 2005 – 2009. Tujuan utama adalah menyediakan
layanan pendidikan dasar yang bermutu bagi seluruh anak usia pendidikan dasar tanpa
kecuali.
Wajib Belajar 9 Tahun merupakan program yang sangat penting untuk
menyediakan tenaga kerja yang berkualitas. Mengingat beratnya target hingga tahun
2008/2009 dan berbagai kendala yang dihadapi, penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun harus
merupakan program bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
Upaya–upaya untuk menggerakkan semua komponen bangsa melalui kegiatan
sosial perlu dilakukan untuk menyadarkan kalangan yang belum memahami pentingnya
pendidikan dan menggalang partisipasi dari mereka serta mendorong pihak–pihak yang
telah berperan agar lebih aktif memberikan kontribusinya kepada penuntasan Wajib
Belajar Dikdas 9 Tahun.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 27
80,00
82,00
84,00
86,00
88,00
90,00
92,00
94,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.9. Grafik capaian indikator angka partisipasi murni SD/MI di Provinsi Kalimantan Tengah
Pada awal sebelum dicanangkannya secara nasional program wajib belajar
sembilan tahun angka partisipasi murni (APM) SD/MI di provinsi Kalimantan Tengah
masih rendah (tahun 2004 sebesar 84,77 dan tahun 2005 sebesar 85,70). Namun sejak
digulirkannya program Wajar maka angka partisipiasi murni (APM) meningkat terus dan
tahun 2009 telah mencapai angka 95,80. Angka ini memang telah mencapai target
nasional yaitu sebesar 95. Selain merupakan keberhasilan program wajib belajar, maka
beberapa faktor yang menunjang keberhasilan peningkatan APM SD/MI adalah:
- kebijakan pemerintah daerah yang menyediakan pendidikan gratis bagi masyarakat
seperti di kabupaten Murung Raya
- tersedianya beasiswa bagi anak usia sekolah seperti BOS terutama bagi anak dari
keluarga yang kurang mampu
- gencarnya sosialisasi melalui berbagai media, misalnya pengadaan kalender, brosur,
pamplet yang didesain semenarik mungkin guna dibagikan kepada siswa-siswi, orang
tua dan masyarakat agar bisa membuka wawasan dan memotivasi masyarakat,
bahwa pendidikan penting bagi masa depan anak-anak mereka serta sudah bebas
biaya.
- Adanya usaha pemerintah dalam membangun Unit Sekolah Baru (USB) dan
penambahan Ruang Kelas Baru (RKB).
- Pengadaan asrama berikut pengelola serta biaya hidup (khususnya bagi yang tidak
mampu) yang diperuntukkan bagi anak-anak sekolah.
- tersedianya sarana transportasi yang memadai menuju sekolah sehingga siswa
terpacu untuk bersekolah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 28
2.2.2.2. Rata-rata nilai akhir
Upaya untuk meningkatkan nilai akhir baik untuk tingkat SMP/MTs, maupun untu
tingkat SMA/MA terus menerus diupayakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah. Saat ini Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) dalam menyelenggarakan Ujian Nasional tahun 2007 untuk tingkat SMP, MTs,
SMPLB, SMA, MA dan SMK dibantu pengawasannya oleh Perguruan Tinggi. Walaupun
demikian terdapat tren bahwa rata-rata nilai akhir siswa cenderung meningkat. Pada
tahun 2004 angka nilai akhir SMP/MTs di Kalimantan Tengah mencapai 4,11 sedangkan
untuk SMA/MA mencapai 4,76. Angka itu terus meningkat hingga tahun 2009 menjadi
6,50 untuk SMP/MTs dan 6,45 untuk SMA/MA.
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.10. Grafik capaian indikator rata-rata nilai akhir siswa SMA/MA di Provinsi Kalimantan Tengah
Nilai akhir yang diperoleh tersebut lebih tinggi dari standar nasional kelulusan
untuk SMP/MTs dan SMA/MA yaitu 5,50. Tingginya nilai akhir siswa yang diperoleh dan
tingkat kelulusan yang tinggi kemungkinan disebabkan oleh:
- adanya tryout yang dilaksanakan oleh pihak Dinas Pendidikan sehingga siswa
mengerti cara menjawab dan mengisi lembar jawaban (tryout biasanya dilakukan 2
sampai 3 kali)
- Membaiknya proses belajar mengajar disekolah ditandai dengan kualifikasi guru yang
layak mengajar sudah cukup tinggi.
- Diadakannya tambahan pelajaran berupa pengayaan pelajaran di sekolah
- Adanya latihan-latihan soal yang keluar tahun sebelumnya
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 29
- Tersedianya sarana dan prasarana penunjang seperti laboratorium multimedia, ruang
komputer, laboratorium bahasa, laboratorium kimia/biologi dll.
- Tersedianya perpustakaan sekolah dan akses internet di beberapa sekolah sehingga
memudahkan siswa mencari materi pelajaran
- Adanya motivasi yang tinggi dari orang tua dan murid meningkatkan pengetahuan
melalui bimbingan belajar yang diadakan oleh swasta
2.2.2.3. Angka Putus Sekolah
Angka putus sekolah di Kalimantan Tengah untuk tahun 2008 pada berbagai
tingkat pendidikan mulai dari SD/MI, SMP/MTs dan Sekolah menengah menunjukkan
angka yang lebih rendah dibanding dengan rerata nasional dengan nilai masing-masing
secara berturut-turut 0,76; 0,90 dan 0,35 sedangkan angka nasional pada tahun yang
sama berturut-turut adalah 1,81; 3,94 dan 2,68. Rendahnya angka putus sekolah tersebut
mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
semakin lebih baik.
0,001,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.11. Grafik capaian indikator angka putus sekolah siswa SMP/MTs di Provinsi Kalimantan Tengah
Dari hasil pendataan dan pemetaan (survei) yang pernah di lakukan oleh Tim
Universitas Palangka Raya pada saat kegiatan wajib belajar tahun 2007 di setiap desa
dan kelurahan di Kecamatan Katingan Kuala didapat 429 anak usia 7-12 tahun dan 591
anak usia 13-15 tahun yang tidak sekolah dan putus sekolah.
Beberapa alasan utama anak usia 7-12 tahun (tingkat SD/MI) tidak bersekolah
dan putus sekolah antara lain dikarenakan alasan ekonomi keluarga yang tidak
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 30
mendukung (39,53%), kesulitan transportasi dan jarak sekolah jauh (16,28%), kurangnya
minat anak untuk sekolah(13,95%), memiliki cacat fisik seperti lumpuh, tuna rungu, dan
cacat mental (13,95%), daya pikir (IQ) anak lemah (6,98%), tempat tinggal tidak tetap
(4,65%), sekolah rusak dan daya tampung kurang (4,65%).
Sedangkan untuk anak usia 13-15 tahun (usia SMP/MTs) yang tidak bersekolah dan
putus sekolah dikarenakan ekonomi keluarga yang tidak mendukung (42,31%), kesulitan
transportasi dan jarak sekolah jauh (19,23%), kurangnya minat anak untuk melanjutkan
sekolah (15,38%), memiliki cacat fisik seperti lumpuh, tuna rungu, dan cacat
mental/kelainan jiwa (7,69%), daya pikir (IQ) anak lemah (5,77%), sudah menikah
(3,85%), yatim piatu (3,85%), dan daya tampung sekolah kurang (1,92%).
Gambar 2.12. Diagram Alasan Anak Usia 13-15 Tahun Tidak bersekolah di SMP/MTs
Rendahnya angka putus sekolah di Kalimantan Tengah saat ini kemungkinan disebabkan
oleh:
a. Adanya keberhasilan bantuan pemerintah berupa dana BOS yang telah tepat sasaran
dan tepat guna sehingga membebaskan anak yang tidak mampu dari biaya sekolah,
penyediaan seragam, alat tulis menulis.
b. Adanya perbaikan jalan sehingga masalah transportasi dan jarak sekolah yang jauh
tidak mengalami kendala lagi.
c. Gencarnya sosialisasi tentang pentingnya pendidikan dasar wajib belajar 9 tahun.
d. Dikembangkannya pendidikan non formal melalui Kejar Paket A (untuk SD), Kejar
Paket B (untuk SMP), dan Kejar Paket C (untuk SMA).
Sekolah rusak & daya tampung kurang
1,92%
Sudah menikah
4,65%
Daya pikir anak lemah 5,77%
Tidak berminat sekolah 15,38%
Cacat (lumpuh, tunarungu, mental)
7,69%
Yatim Piatu
Kesulitan transportasi& jarak
sekolah jauh
19 23%
Ekonomi
42,31%
Alasan anak usia 13-15 thn tidak
bersekolah di SMP/MTs
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 31
2.2.2.4. Angka Melek Aksara 15 Tahun Keatas
Kemampuan membaca dan menulis masyarakat Kalimantan Tengah tercolong
cukup tinggi. Minat bersekolah penduduk Kalimantan Tengah memang tergolong tinggi.
Selain bertani, hal yang paling disenangi dan ditekuni oleh masyarakat Kalimantan
Tengah adalah menuntut ilmu. Sejak Provinsi ini berdiri tahun 1957, sekolah-sekolah
dibuka dan masyarakat berbondong-bondong menuntut ilmu, sehingga hasilnya terlihat
hingga saat ini dimana pada awal RPMD 2004, angka melek aksara di Kalimantan
Tengah tinggi yaitu mencapai 96,20. Angka tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun
dan pada tahun 2009 angka melek aksara telah mencapai 98,15 artinya dari seratus
orang penduduk hanya 1 sampai 2 orang saja yang tidak bisa baca tulis.
86,00
88,00
90,00
92,00
94,00
96,00
98,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.13. Grafik capaian indikator angka melek aksara usia 15 tahun ke atas di Provinsi Kalimantan Tengah
Tingginya angka melek aksara usia 15 tahun keatas di Kalimantan Tengah saat ini
kemungkinan disebabkan oleh:
a. Berhasilnya program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun di Provinsi
Kalimantan Tengah
b. Dibukanya kesempatan menempuh pendidikan bagi anak yang putus sekolah melalui
program Kejar Paket baik kejar paket A, B maupun C.
c. Keberhasilan dari program pengentasan Buta Aksara yang dilaksanakan oleh Dinas
Pendidikan Provinsi/Kabupaten/kota/.
d. Adanya motivasi mengikuti pendidikan mengingat ijasah merupakan prasarat mutlak
untuk terjun ke dunia kerja (PNS, Swasta maupun anggota dewan).
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 32
2.2.2.5. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar
Persentase jumlah guru yang layak mengajar di Kalimantan Tengah untuk tingkat
SMP/MTs juga sudah juga relatif tinggi (96,85%) dibanding angka nasional (86,26%),
namun untuk tingkat sekolah menengah persentase jumlah guru yang layak mengajar
masih lebih rendah (81,56%) dibanding angka nasional (84,05%).
Layak tidaknya seorang guru dalam mengajar sebenarnya diukur dari tingkat
pendidikan. Berdasarkan undang-undang guru dan dosen nomor 14 tahun 2005 guru
harus meningkatkan kualifikasi akademik minimal S-1 atau D-4. Di dalam undang-undang
guru dan dosen serta dalam permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar
kualifikasi akademik dan kompetensi guru, seorang pendidik harus memiliki 4 kompetensi
profesi yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional Dengan demikian perlu kiranya seorang guru membekali peserta
didik secara maksimal termasuk didalamnya keterampilan (life skill). Proses kegiatan
belajar mengajar adalah hal yang sangat penting untuk selalu dikembangkan dalam
berbagai metode mengajar sehingga situasi kelas menjadi kondusif dan menyenangkan
bagi siswa, untuk mengembangkan diri, berkreasi dan aktif untuk meraih ilmu yang
dipelajari. Dalam era otonomi daerah dan iklim desentralisasi sekarang ini guru berada di
bawah pemerintah daerah (Pemda) sehingga dalam peningkatan kualifikasi guru,
pemerintah daerah memiliki peran penting dengan memberikan beasiswa kepada guru
yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang S-1 atau D-4 maupun ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi bagi sekolah berstandar internasional (RSBI).
010
20
30
40
50
6070
80
90
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.14. Grafik capaian indikator persentase jumlah guru yang layak mengajar untuk tingkat sekolah menengah di Provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 33
Oleh karena itu setiap guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- dalam menyusun dan menyampaikan materi pelajaran kepada siswa ada beberapa
faktor yang perlu dipertimbangkan diantaranya adalah: siswa, ruang kelas, metode
belajar atau strategi belajar, dan materi itu sendiri.
- guru harus mengembangkan metode mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran
yang akan diajarkan
- menyajikan materi pelajaran secara sistematis
- menciptakan suasana interaksi belajar mengajar yang hidup
- memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar
- guru harus menguasai berbagai macam media, metode dan evaluasi.
Keberadaan guru yang layak mengajar untuk tingkat SMA/MA memang masih
perlu ditingkatkan. Disamping itu penguasaan teknologi pembelajaran masih perlu
diperbaiki. Kurikulum muatan lokal untuk tingkat SMP dan SMA di Kalimantan Tengah
masih belum ada. Kurikulum muatan lokal untuk SD yang ada saat ini pun masih belum
mengikuti standar kompetensi seperti yang menjadi tuntutan saat ini, sehingga perlu
penyempurnaan. Kemampuan guru dalam menguasai teknologi pembelajaran juga
sangat minim. Kemahiran menggunakan komputer, LCD dan laboratorium penunjang
seperti laboratorium bahasa dan laboratorium komputer juga masih rendah.
Pengembangan pendidikan dalam pola RSBI juga dirasakan masih mengalami kendala
mengingat banyak para guru yang masih belum fasih menggunakan bahasa inggris.
Faktor lain yang dirasakan juga cukup menhambat adalah terbatasnya supali
listrik baik untuk penerangan maupun untuk energi teknologi seperti komputer dan alat
elektronik lainnya. Seorang guru sering merasa terkendala dalam membuat makalah,
tugas-tugas, bahan mengajar mengajar karena ketiadaan sumber listrik. Lebih-lebih saat
ini listrik hidup secara bergiliran. Dua kali dalam seminggu terjadi pemadaman listrik di
Kalimantan Tengah. Akibatnya sering terjadi kerusakan alat-alat elektronik.
2.2.3. KESEHATAN
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam perencanaan pembangunan
jangka menengah tahun 2006 – 2010 untuk bidang kesehatan mempunyai target
meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya adalah sebagai berikut; Umur Harapan
Hidup (Eo) sebesar 72 tahun lebih tinggi dari Nasional sebesar 70,6 tahun dan Angka
Kematian Bayi sebesar 25 per 1000 sedangkan Nasional sebesar 26 per 1000, Angka
Kematian Ibu Melahirkan sama dengan tingkat Nasional sebesar 226 per 1000 kelahiran
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 34
hidup serta Prevalensi gizi kurang pada anak balita sebesar 15 persen sedangkan
nasional sebesar 20 persen.
Untuk mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara
berkelanjutan, arah pembangunan daerah bidang kesehatan yang akan diwujudkan
adalah sebagai berikut:
1. Terwujudnya Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Tenaga Kesehatan
2. Terwujudnya Peningkatan Sosialisasi Kesehatan Lingkungan dan Pola Hidup Sehat
3. Terwujudnya Peningkatan Pendidikan Kesehatan Kepada Masyarakat Sejak Usia Dini
4. Terwujudnya Penataan Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan dan
Pengembangan Sistem Jaminan Kesehatan Terutama Bagi Penduduk Miskin
5. Terwujudnya Peningkatan Pengawasan Obat dan Makanan serta Ketersediaan Obat
6. Terwujudnya Peningkatan Upaya Kesehatan Masyarakat dan Peningkatan Jumlah,
Jaringan dan Kualitas Puskesmas hingga Ke Daerah Terpencil
7. Terwujudnya Peningkatan Upaya Kesehatan Perorangan
Pelaksanaan bidang kesehatan yang meliputi beberapa instansi terkait
bersepakat akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Provinsi kalimantan tengah
yang telah mempunyai Misi ‘Mewujudkan Masyarakat Berparadigma Sehat Untuk
Mempercepat Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Secara Berkelanjutan’. Hal ini
dapat terlihat dari arah pembangunan daerah yang akan dilaksanakan selama kurun
waktu lima (5) tahun, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan yang hingga
sekarang belum merata diseluruh penjuru Kalimantan Tengah masih banyak terpusat di
kota-kota besar sedangkan daerah-daerah yang baru terbentuk masih dirasa sangat
minim.
Dari kacamata Pemerintah maka Provinsi Kalimantan Tengah akan
menyelenggarakan penataan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan dan
pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi penduduk miskin agar seluruh
lapisan masyarakat dapat merasakan pelayanan kesehatan tanpa membedakan status
baik dari segi gender maupun dari segi ekonomi. Peningkatan upaya kesehatan
masyarakat dan peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas hingga kedaerah
terpencil merupakan langkah selanjutnya yang akan dilaksanakan karena tesebarnya
penduduk terutama penduduk yang miskin didaerah-daerah terpencil.
Peningkatan upaya kesehatan perorangan yang banyak dilaksanakan di rumah
sakit dan puskesmas yang merupakan sarana kesehatan yang langsung menyentuh
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 35
masyarakat dengan itu pola penerapannyapun harus lebih mengarah pada peningkatan
pelayanan publik, begitu juga dengan pengawasan terhadap obat-obatan dan makanan
yang akan beredar di masyarakat seyogyanya mendapat perhatian penuh dari
pemerintah.
2.2.3.1. Umur Harapan Hidup (UHH)
Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi
pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu
daerah. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli
masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi
kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga
memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan
hidupnya.
Dalam bidang pembangunan kesehatan, umur harapan hidup masyarakat
Kalimantan Tengah meningkat dari 69,8 pada tahun 2004 menjadi 71,00 pada tahun
2009. Hal ini secara relatif lebih baik dibanding angka nasional yang pada tahun 2009
mencapai angka 70,7. Arti dari angka tersebut adalah bahwa bayi-bayi Kalimantan
Tengah yang dilahirkan menjelang tahun 2009 akan dapat hidup sampai 71 tahun. Tetapi
bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 2004 mempunyai usia harapan hidup lebih
pendek yakni 69,8 tahun. Peningkatan Angka Harapan Hidup ini menunjukkan adanya
peningkatan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Tengah selama kurun
waktu lima tahun terkahir dari tahun 2004 sampai tahun 2009.
67,00
67,50
68,00
68,50
69,00
69,50
70,00
70,50
71,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.15. Grafik capaian indikator umur harapan hidup (UHH) di Provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 36
Meningkatnya umur harapan hidup (UHH) akan menambah jumlah lanjut usia
(lansia) yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit di kalangan masyarakat
dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Bertambahnya UHH penduduk tak terlepas
dari keberhasilan pembangunan kesehatan yang dapat diukur dengan penurunan angka
kesakitan, angka kematian umum, dan angka kematian bayi.
Peningkatan umur harapan hidup terkait dengan arah kebijakan pembangunan
kesehatan yang memprioritaskan upaya promotif dan preventif yang dipadukan secara
seimbang dengan upaya kuratif dan rehabilitatif. Perhatian khusus diberikan kepada
pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, daerah tertinggal, dan daerah bencana
dengan memperhatikan kesetaraan gender. Beberapa kebijakan yang telah diambil dalam
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat adalah: 1) peningkatan jumlah, jaringan, dan
kualitas Puskesmas; 2) peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; 3)
pengembangan sistem jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), terutama bagi
penduduk miskin; 4) peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat;
5) peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini; dan 6)
pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar.
2.2.3.2. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI)
Berdasarkan informasi yang didapat dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Tengah disepakati bahwa nilai yang tertera dalam matriks merupakan jumlah kematian bayi dan ibu dalam arti kata bukan angka kematian bayi dan ibu sehingga data tersebut
perlu diolah kembali. Namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Tengah angka kematian bayi dan angka kematian ibu di provinsi
Kalimantan Tengah tergolong sangat rendah.
Hal yang cukup menggembirakan adalah hingga tahun 2008 angka kematian
bayi dan angka kematian ibu sudah relatif lebih rendah dibanding angka nasional. Namun
yang perlu diperbaiki adalah perhitungan angka kematian bayi dan ibu masih belum
diolah kedalam rumus angka kematian, sehingga masih merupakan data mentah (jumlah
kematian saja). Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat AKB dan kematian ibu
maternal tetapi tidak mudah untuk menemukan faktor yang paling dominan. Tersedianya
berbagai fasilitas atau faktor aksesibilitas dan pelayanan kesehatan dari tenaga medis
yang terampil serta kesediaan masyarakat untuk merubah kehidupan tradisional ke norma
kehidupan modern dalam bidang kesehatan merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap tingkat AKB dan AKI.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 37
0
50
100
150
200
250
300
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng
Gambar 2.16. Grafik capaian indikator angka kematian bayi (AKB) di Provinsi Kalimantan Tengah
Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kepada masyarakat berbagai
upaya telah dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di
masyarakat. Upaya kesehatan yang bersumber dari masyarakat (UKBM) diantaranya
adalah Posyandu, Polindes dan Pos Obat Desa. Posyandu merupakan salah satu bentuk
UKBM yang menyelenggarakan minimal 5 program prioritas yaitu kesehatan ibu dan
anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. Untuk
memantau perkembangannya posyandu dikelompokkan menjadi 4 strata yaitu strara
pratama, madya, purnama dan mandiri. Pada tahun 2006 jumlah posyandu di Kalimantan
Tengah mencapai 2.146 buah. Dari jumlah tersebut, berdasarkan tingkatannya maka
sebanyak 1.529 buah (71,25%) tergolong ke dalam posyandu pratama, 410 buah
(19,11%) tergolong posyandu madya, 181 buah (8,43%) tergolong posyandu purnama
dan hanya 26 buah (1,21%) yang tergolong posyandu mandiri.
Polindes merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam rangka
mendekatkan pelayanan kebidanan melalui penyediaan tempat pertolongan persalinan
dan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana. Pada tahun 2006
jumlah polindes yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah sebanyak 614 buah.
2.2.3.3. Prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang
Status gizi Balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Pemantauan Status gizi (PSG) Balita di Provinsi Kalimantan
Tengah tahun 2006 dilaksanakan di 14 kabupaten / kota dengan jumlah Balita yang
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 38
diukur sebanyak 53.353 orang. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, gizi buruk di
Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Berat Badan menurut umur sebanyak 748
kasus (1,40 %), sedangkan gizi kurang berdasarkan indeks yang sama sebanyak 4.826
kasus (10,45 %). Namun berdasarkan hasil pelacakan gizi buruk yang dilakukan pada
tahun 2006 dengan menggunakan indeks BB/TB yang disertai dengan tanda klinis berupa
marasmus, kwasiokor, marasmic kwasiokor terdapat 156 kasus gizi buruk dengan 10
kasus yang meninggal. Jika dibandingkan hasil pelacakan gizi buruk antara tahun 2005
dengan 2006, terjadi peningkatan jumlah kasus sebanyak 95 kasus dan 8 yang
meninggal. Ada sedikit perubahan perkembangan gizi buruk dari tahun 2004 sampai
2006. Kasus gizi buruk berdasarkan indeks berat badan menurut umur mengalami
peningkatan pada tahun 2005 (1,7 %) dibandingkan tahun 2004 yang mencapai 0,99%.
Peningkatan kasus gizi buruk tersebut terulang lagi di tahun 2007 yaitu mencapai 1.9%.
Angka ini merupakan angka tertinggi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Pada tahun
2009, prevalensi gizi buruk di Kalimantan Tengah menurun menjadi 1,33%. Kriteria yang
dinamakan gizi buruk bila ditemukan anak sangat kurus yang secara antropometri
(pengukuran BB dab TB anak) nilai z-scorenya berada ada -3 SD (WHO 1998)
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Gambar 2.17. Grafik Capaian indikator prevalensi gizi buruk di Provinsi Kalimantan Tengah
Terkait dengan angka prevalensi gizi kurang, maka prevalensi gizi kurang di
Kalimantan Tengah cenderung menurun dibanding tahun 2004. Pada tahun 2004 angka
prevalensi gizi kurang mencapai 15,37 sedangkan pada tahun 2009 mulai menurun
menjadi 12,9% yang nilainya lebih rendah dari nilai rerata nasional.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 39
Gizi buruk sudah sangat mengancam anak-anak, selama krisis ekonomi dan
sosial melanda Indonesia sekarang anak-anak Indonesia terancam kekurangan gizi
setelah sebelumnya busung lapar karena kekurangan kalori dan busung lapar karena
kekurangan protein jarang ditemukan, sekarang anak dengan gangguan gizi semakain
banyak ditemukan. Saat ini sering ditemukan anak-anak yang menderita kekurangan gizi
mikro yaitu zat besi, yodium dan vitamin A yang menyebbkan kekeringan selaput ikat
mata karena kekurangan vitamin A.
Fakta di lapangan menyatakan anak yang kemudian menderita gizi buruk
sebenarnya kebanyakan dilahirkan dengan berat badan normal. Tidak sama dengan
perkiraan sebagian besar orang bahwa balita gizi buruk kebanyakan dilahirkan dengan
berat badan lahir rendah.
Selain itu penderita gizi buruk pada umumnya bukan pengunjung tetap
posyandu. Ketidakhadiran di posyandu karena adanya hambatan sosial. Misalnya
perasaan risih ke posyandu, kedua orang tuanya sibuk bekerja untuk mencari nafkah dll.
Selama ini pemantauan pertumbuhan terhadap balita dilakukan di posyandu. Karena nya
diperlukan upaya untuk meningkatkan kunjungan ke posyandu. Dengan demikian
diperlukan berbagai cara untuk menghidupkan kembali kegiatan posyandu, terutama di
perkotaan sehingga masyarakat kelas menengah atas mau berkunjung ke posyandu.
Dtlain pihak, diperlukan usaha bersama antara pemda dan masyarakat untuk
menemukan semua kasus gizi buruk. Yang terpenting ialah dengan menggunakan kriteria
yang sama apa yang disebut gizi buruk. Sarana yang digunakan untuk mendeteksi kasus
gizi buruk bisa melalui perkumpulan-perkumpulan seperti pengajian, arisan, pelayanan
kesehatan, posyandu dan kunjungan rumah.
Peran pelayanan kesehatan (rumah sakit, Puskesmas) jadi lebih nyata.
Dibeberapa daerah terdapat TFC (Therapeutic Feeding Center) dan CTC (Community –
based Therapeutic Center). TFC bertugas menangani secara medis klinis menangani
kasus gizi buruk dengan 10 langkah penanganan kasus gizi buruk di unit pelayanan
kesehatan. Sedangkan di CTC dilakukan penyembuhan kasus gizi kurang, biasanya
setelah pulang dari TFC. Beberapa yang menjadi kegiatan di CTC antara lain:
- pemberian makanan tambahan untuk kasus gizi kurang
- penyuluhan membuat makanan lokal yang padat gizi
- pemberian suplemen seperti vitamin A, Fe dll
- Pemberian nutrisi lain dan stimulasi tumbuh kembang anak.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 40
2.2.3.4. Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk
Pada awal pelaksanaan RPJMD tahun 2004, persentase tenaga kesehatan per
penduduk di Kalimantan Tengah cukup tinggi dibanding dengan angka nasional. Jumlah
tenaga kesehatan tersebut terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun
mulai tahun 2005 hingga tahun 2009, jumlah tenaga kesehatan di Kalimantan Tengah
lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional
Selama kurun waktu 5 tahun yaitu periode tahun 2004-2009 telah dilaksanakan
berbagai kegiatan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di bidang
kesehatan. Upaya ini dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di
berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, terutama di daerah terpencil dan tertinggal.
Selain itu, dalam rangka peningkatan kemampuan tenaga kesehatan yang telah ada,
telah dilakukan berbagai pelatihan tenaga kesehatan, mencakup: bidan, perawat, tenaga
penyuluh, untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan diri. Peningkatan kemampuan
tenaga kesehatan juga dilakukan melalui pelaksanaan riset pembinaan tenaga kesehatan.
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.18. Grafik capaian indikator persentase tenaga kesehatan per penduduk di Provinsi Kalimantan Tengah
Jumlah tenaga kesehatan di provinsi Kalimantan Tengah terus meningkat
terutama yang berklasifikasi dokter umum, sedangkan dokter spesialis masih terbatas
jumlahnya. Berdasarkan data BPS 2008, jumlah dokter spesialis sebanyak 42 orang
terdiri dari 4 bidang spesialisasi yaitu kebidanan (ginekologi), bedah, anak dan internis.
Jumlah dokter ahli tersebut masih belum mampu menyebar pada seluruh kabupaten yang
ada; artinya masih ada kabupaten yang tidak memiliki dokter spesialis terutama
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 41
kabupaten pemekaran seperti Gunung Mas, Barito Timur, Katingan, Murung Raya,
Pulang Pisau, Lamandau dan Sukamara. Jumlah dokter umum dan dokter gigi meningkat
dari 331 orang tahun 2005 menjadi 435 orang tahun 2007. Begitu pula, jumlah bidan
meningkat dari 1.288 menjadi 1.460 orang. Tenaga pengatur rawat juga mengalami
peningkatan dari 2.080 orang menjadi 2.957 orang hingga tahun 2007.
Selain itu, dalam rangka pemberdayaan tenaga kesehatan, telah dilaksanakan
kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan da;am bentuk Pegawai TidakTetap (PTT),
utamanya untuk daerah terpencill. Upaya ini didukung pula dengan kebijakan
penyesuaian waktu penugasan dokter umum PTT dengan kriteria daerah terpencil atau
kabupaten pemekaran baru. Di samping itu, untuk menarik minat bagi tenaga dokter
spesialis yang ditugaskan di daerah kabupaten pemekaran, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan pemberian insentif penghasilan.
Secara umum, meskipun jumlah tenaga kesehatan dari tahun ke tahun terus
meningkat, namun masih terjadi kesenjangan antardaerah. Sebagian besar dokter
spesialis, dokter umum, dokter gigi, dan bidan berada di wilayah kabupaten induk
sedangkan daerah kabupaten pemekaran baru, umumnya masih kekurangan tenaga ke-
sehatan. Untuk itu, perlu diupayakan distribusi tenaga kesehatan yang lebih merata yang
diimbangi dengan pemberian insentif yang memadai. Hal ini dimaksudkan agar
ketersediaan tenaga kesehatan, khususnya di daerah pemekaran baru menjadi lebih
memadai.
2.2.4. KELUARGA BERENCANA
Pembangunan kependudukan diarahkan untuk memperkecil angka kelahiran
dengan jalan membatasi jumlah anak pada masing-masing keluarga. Program ini lebih
mengena pada pegawai negeri karena mendapat sangsi, sedangkan pada masyarakat
umum, program ini gregetnya masih kurang. Dalam mendukung keberhasilan program KB
nasional di Provinsi Kalimantan Tengah maka diharapkan adanya dukungan sarana
prasarana yang memadai baik itu alat dan obat kontrasepsi (Alkon) maupun sarana
penunjang lainnya seperti bahan KIE dan sarana kerja.
Penyediaan alat kontrasepsi selama ini disamping pengadaan melalui APBN
Provinsi, juga mendapat droping dari BKKBN Pusat, dan ada beberapa Kabupaten yang
menganggarkan melalui APBD II. Penyediaan alat dan obat kontrasepsi KB dengan
berbagai jenis seperti IUD, Implan, Suntikan, Pil, Kondom tersedia ditempat pelayanan
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 42
jalur pemerintah (Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Klinik KB) dan institusi Masyarakat
seperti PPKBD dan Sub PPKBD.
Alat dan obat kontrasepsi yang disediakan oleh pemerintah hanya diperuntukkan
bagi keluarga miskin (keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I), sedang bagi
yang mampu diarahkan kepada KB Mandiri (Jalur Swasta).
Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan keluarga berencana meliputi:
a) Terbatasnya dan menurunnya kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk
memenuhi pelayanan KB yang mandiri, dibanding dengan meningkatnya jumlah
keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang memerlukan penyelamatan dan
pemulihan.
b) Belum terwujudnya jaring pengaman sosial yang terpadu efektif untuk men-jangkau
keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Pra Sejahtera I yang menjadi peserta KB
istirahat.
c) Masih terbatasnya pemberdayaan keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Pra Sejahtera
I yang akan berpengaruh terhadap upaya mewujudkan keluarga kecil bahagia dan
sejahtera yang berketahanan dengan bercirikan kualitas dan kemandirian keluarga.
d) Masih terbatasnya kemampuan pengelola dan pelaksana program di bandingkan
dengan tuntutan pelayanan KB yang berkualitas terutama didaerah Kabupaten
pemekaran berkenaan dengan tenaga yang sangat terbatas.
e) Berkurangnya jumlah tenaga lapangan KB merupakan dampak dari penyerahan
kelembagaan.
f) Terbatasnya anggaran untuk pendanaan biaya operasional dalam pengelolaan
program KB dilapangan maupun kegiatan operasional kegiatan program setelah
desentralisasi.
g) Masih adanya persepsi sebagian masyarakat yang menganggap program KB kurang
perlu di Kalimantan Tengah mengingat luasnya wilayah Kalimantan Tengah.
h) Banyaknya minat peserta pengguna kontrasepsi mantap (kontap) yaitu vasektomi dan
tubektomi (operasi pria/wanita) namun keterbatasan dana yang tersedia yang tidak
sesuai dengan tarif Perda maka tidak dapat dilayani.
2.2.4.1. Prevalensi Penduduk ber KB
Persentase penduduk ber KB di Kalimantan Tengah relatif lebih tinggi dibanding
dengan angka nasional. Pada tahun 2008, persentase penduduk ber KB telah mencapai
74,76% sedangkan angka nasional baru menunjukkan angka 53,19%. Namun kalau
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 43
dilihat dari persentase laju pertumbuhan penduduk maka Kalimantan Tengah memiliki laju
pertumbuhan penduduk yang relatif lebih tinggi dibanding angka nasional. Kondisi
tersebut seolah-olah kontradiktif namun apabila lebih dicermati bahwa laju pertumbuhan
penduduk di Kalimantan Tengah lebih banyak disebabkan oleh adanya migrasi penduduk
dari wilayah lain di Indonesia sebagai akibat pembukaan akses ekonomi baru seperti
pembukaan perkebunan, tambang dan lain sebagainya.
Pembangunan kependudukan diarahkan untuk memperkecil angka kelahiran
dengan jalan membatasi jumlah anak pada masing-masing keluarga. Program ini lebih
mengena pada pegawai negeri karena mendapat sangsi, sedangkan pada masyarakat
umum, program ini gregetnya masih kurang. Dalam mendukung keberhasilan program KB
nasional di Provinsi Kalimantan Tengah maka diharapkan adanya dukungan sarana
prasarana yang memadai baik itu alat dan obat kontrasepsi (Alkon) maupun sarana
penunjang lainnya seperti bahan KIE dan sarana kerja.
0,0010,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.19. Grafik capaian indikator persentase tenaga kesehatan per penduduk
di Provinsi Kalimantan Tengah
Penyediaan alat kontrasepsi selama ini disamping pengadaan melalui APBN
Provinsi, juga mendapat droping dari BKKBN Pusat, dan ada beberapa Kabupaten yang
menganggarkan melalui APBD II. Penyediaan alat dan obat kontrasepsi KB dengan
berbagai jenis seperti IUD, Implan, Suntikan, Pil, Kondom tersedia ditempat pelayanan
jalur pemerintah (Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Klinik KB) dan institusi Masyarakat
seperti PPKBD dan Sub PPKBD. Alat dan obat kontrasepsi yang disediakan oleh
pemerintah hanya diperuntukkan bagi keluarga miskin (keluarga Pra Sejahtera dan
Keluarga Sejahtera I), sedang bagi yang mampu diarahkan kepada KB Mandiri (Jalur
Swasta).
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 44
Tingginya prevalensi penduduk ber KB di Kalimantan Tengah kemungkinan
disebabkan oleh:
- gencarnya sosialisasi program KB pada jaman dulu dengan moto ”dua anak cukup,
laki perempuan sama saja”
- adanya pembatasan jumlah anak yang ditanggung oleh pemerintah terutama untuk
pegawai negeri
- kesadaran yang tinggi dari masing-masing pasangan usia subur untuk membatasi
jumlah anak yang akan dibina nantinya
- tersedianya alat kontrasepsi seperti kondom, Pil yang mudah diperoleh masyarakat
- Adanya aktivitas lain seperti menonton, bekerja pada malam hari sebagai akibat
tersedianya sarana dan prasarana komunikasi saat ini.
2.2.4.2. Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk di Kalimantan Tengah tergolong cukup tinggi dibanding
dengan laju rata-rata nasional. Laju pertumbuhan pendudukpun bervariasi dari tahun ke
tahun. Dalam kurun waktu lima tahun ini, laju pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada
tahun 2007 yaitu sebesar 4,66%. Namun angka tersebut kemudian menurun selama dua
tahun terkahir ini yaitu tahun 2008 dan 2009 dengan nilai masing-masing 1,43 dan 1,49.
Pemecahan permasalahan-permasalahan kependudukan telah dilakukan oleh
pemerintah provinsi Kalimanatan Tengah dengan cara perluasan dan pengembangan
kesempatan kerja; peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja; serta
perlindungan dan pengembangan kelembagaan ketenagakerjaan.
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.20. Grafik capaian indikator persentase laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 45
Sepanjang periode 2004-2008, total tingkat pengangguran terbuka di Kalimantan
Tengah menurun sebesar 26 persen selama kurun waktu empat tahun. Jumlah pengangguran di
Kalimantan Tengah pada tahun 2004 sebesar 70.359 orang, pada tahun 2008 menurun menjadi
51.620 orang. Sesuai dengaan sasaran yang ingin dicapai dalam RPJMN 2004-2009 yang
mentargetkan menurunnya tingkat pengangguran terbuka menjadi 5,1 persen pada akhir tahun
2009 maka Provinsi Kalimantan Tengah mampu untuk memenuhi target tersebut bahkan saat ini
angka TPT di Kalimantan Tengah sebesar 4.79 persen.
Secara umum, pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi. Pembukaan usaha baru
berupa areal perkebunan baru di Kalimantan Tengah cukup menjanjikan. Penduduk banyak yang
bekerja pada perusahaan-perusahaan sawit atau membuka usaha sendiri berupa kebun-kebun
sawit sehingga memungkinkan mendapatkan pendapatan yang lebih baik.
Laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi terutama terjadi pada tahun 2007
kemungkinan disebabkan oleh:
- kekayaan sumber daya alam yang cukup tinggi sehingga menjadi daya tarik bagi para
pendatang untuk memanfaatkannya
- pembukaan lahan untuk perkebunan menyebabkan banyaknya tenaga kerja yang
didatangkan ke daerah ini dalam bentuk transmigrasi spontan.
- terbukanya akses jalan dan jembatan serta akses transportasi udara menyebabkan mobilisasi
penduduk menjadi lebih mudah
- terbukanya akses komunikasi antar daerah menyebabkan perbedaan jarak dan ruang bukan
merupakan kendala lagi
Selain itu ada anggapan akhir-akhir ini pada sebagain besar masyarakat Kalimantan
Tengah terutama penduduk lokal bahwa kekayaan alam berupa tanah masih cukup luas,
sehingga tidak menjadi persoalan apabila jumlah anak dalam satu keluarga lebih dari 2. Banyak
anak, berarti banyak rejeki dan anak akan mewarisi tanah-tanah yang dimiliki oleh keluarga
sehingga keberlangsungan kepemilikan wilayah oleh keluarga tersebut tetap terjaga dan terbina.
Penanganan masalah kependudukan di provinsi Kalimantan Tengah perlu disikapi
dengan arif dan bijaksana. Upaya pemerintah maupun pihak swasta mendatangkan para
transmigran ke bumi Tambun Bungai perlu diatur dengan sebaik-baiknya sehingga tidak
menimbulkan kecemburuan sosial bagi penduduk lokal. Pola penenmpatan transmigranpun perlu
dilakukan pengaturan. Persentase 50 : 50 antara penduduk asli dan pendatang dalam suatu areal
pemukiman sangat ideal sehingga terjadi asimilasi yang harmonis antara penduduk lokal dan
pendatang.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 46
Di Kalimantan Tengah, distribusi penduduk antar kabupaten/kota memang tidak merata.
Penduduk pada umumnya berada pada pusat-pusat pengembangaan ekonomi seperti di Sampit
dan Pangkalan Bun. Kedua wilayah ini merupakan tempat aktivitas usaha karena memiliki pabrik
kayu, karet serta usaha perkebunan seperti kelapa sawit. Pengembangan kawasan tersebut perlu
dipantau mengingat banyak masuknya tenaga kerja dari luar ke wilayah tersebut.
2.2.5. CAPAIAN INDIKATOR
Berdasarkan data tingkat kualitas sumberdaya manusia, terdapat 11 (sebelas)
indikator pendukung yang digunakan dalam membuat agregasi tingkat kualitas SDM
diantaranya angka patisipasi murni SD/MI, angka putus sekolah SD, SMP/MTs, SMA/MA,
angka melek aksara 15 tahun ke atas, persentase jumlah guru SMP/MTs yang layak
mengajar, persentase jumlah guru SMA yang layak mengajar, prevalensi gizi kurang,
persentase tenaga kesehatan per penduduk, persentase penduduk ber KB dab
persentase laju pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan grafik dibawah, tampak bahwa tingkat kualitas sumberdaya
manusia di Kalimantan Tengah pada tahun 2004 – 2008 lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Apabila dilihat dari segi efektivitasnya maka pembangunan kualitas
sumberdaya manusia di Kalimantan Tengah menunjukkan peningkatan dari tahun ke
tahun yang sangat baik terutama sejak tahun 2007. Berdasarkan trend capaian
pembangunan maka capaian pembangunan sumber daya manusia di Kalimantan Tengah
sejalan dengan tren nasional.
74,0075,0076,0077,0078,0079,0080,0081,0082,0083,0084,0085,00
2004 2005 2006 2007 2008-4,00-3,00-2,00-1,000,001,002,003,004,005,006,007,00
Kalteng
NasionalTren Kalteng
Tren Nasional
Gambar 2.21. Grafik capaian indikator tingkat kualitas sumberdaya manusia
di Provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 47
Lebih tingginya tingkat kualitas sumber daya manusia di Kalimantan Tengah
terkait dengan relatif tingginya angka capaian pembangunan terutama yang menyangkut
IPM dan ditunjjang juga oleh item pendidikan yang baik, angka harapan hidup yang baik
dan kondisi ekonomi yang cukup baik.
2.2.6. ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK DAN MENONJOL
Ada sebelas indikator penunjang yang perlu diperhatikan berkaitan dengan
Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol untuk tingkat kualitas sumber daya
manusia di provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan analisis data seperti pada tabel 2.3,
dapat diketahui bahwa dari sebelas indikator tersebut hanya satu indikator penunjang
yang tidak sesuai yaitu prevalensi gizi kurang, sedangkan sepuluh indikator lainnya
termasuk sesuai antara harapan dengan fakta. Kesepuluh indikator yang sesuai tersebut
adalah: angka partisipasi murni SD/MI, Angka putus sekolah SD, angka putus sekolah
SMP/MTs, angka putus sekolah menengah, angka melek aksara 15 tahun keatas,
persentase jumlah guru SMP/MTs yang layak mengajar, persentase jumlah guru sekolah
menengah yang layak mengajar, prevalensi gizi kurang, persentase tenaga kesehatan per
penduduk persentase penduduk ber KB dan persentase laju pertumbuhan penduduk (lihat
tabel 2.3).
Selain indikator diatas maka indikator output yang menonjol di Kalimantan
Tengah adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Umur harapan hidup.
Tabel 2.3 Hasil Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Bidang Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi Di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2004 – 2008
No Indikator Penunjang Harapan Fakta Keterangan
1 Angka partisipasi murni SD/MI Trennya Naik Trennya Naik sesuai
2 Angka Putus sekolah SD Trennya Turun Trennya Turun sesuai
3 Angka Putus sekolah SMP/MTs Trennya Turun Trennya turun sesuai
4 Angka Putus sekolah Menengah Trennya Turun Trennya Turun sesuai
5 Angka melek aksara 15 tahun ke atas Trennya Naik Trennya Naik sesuai
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 48
6 Persentase jumlah guru SMP/MTs yang layak mengajar Trennya Naik Trennya naik sesuai
7 Persentase jumlah guru sekolah menengah yang layak mengajar Trennya Naik Trennya naik sesuai
8 Prevalensi gizi kurang Trennya Turun Trennya Naik Tidak sesuai
9 Persentase tenaga kesehatan per penduduk Trennya Naik Trennya naik sesuai
10 Persentase penduduk ber KB Trennya Naik Trennya Naik sesuai
11 Persentase laju pertumbuhan penduduk Trennya Turun Trennya Turun sesuai
Sumber : Diolah dari Matrik Data EKPD Provinsi Kalimantan Tengah.
2.2.7. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Pokok-pokok kebijakan untuk mengatasi persoalan peningkatan sumber daya
manusia di provinsi Kalimantan Tengah periode yang akan datang direkomendasikan
melalui upaya peningkatan terus menerus indeks pembangunan manusia, pembangunan
di bidang pendidikan, pembangunan dibidang kesehatan dan pembangunan di bidang
keluarga berencana. Uraian kebijakan untuk masing-masing bidang tersebut adalah
sebagai berikut:
2.2.7.1 Upaya meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM)
IPM provinsi Kalimantan Tengah tergolong baik. Hal ini ditunjang oleh
keberhasilan dibidang pendidikan dan kesehatan. Mengingat bidang ekonomi merupakan
salah satu faktor penentu IPM maka yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan IPM
dimasa mendatang yaitu:
- adanya kebijakan pengendalian jumlah penduduk serta peningkatan pendapatannya
- kebijakan peningkatan produktivitas tenaga kerja
- kebijakan peningkatan UMKM melalui kebjakan peningkatan kualitas pelayanan
lembaga keuangan
2.2.7.2 Bidang Pendidikan
Dari pembahasan di atas khususnya untuk bidang pendidikan perlu diambil beberapa
kebijakan sebagai berikut:
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 49
2.2.7.2.1. Angka partisipasi murni SD/MI
- Mendorong pemerintah kabupaten/kota agar menyediakan fasilitas sekolah gratis
terutama bagi siswa SD/MI
- Melaksanakan sosialisasi secara terus menerus dalam rangka program wajib
belajar Dikdas 9 tahun
- Mendorong tumbuhnya perhatian dan kemitraan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu
- Meningkatkan perhatian, khususnya pada daerah terpencil, terisolir, terpencar
yang sulit dijangkau dengan mengadakan program perbaikan dan perluasan jalan
guna memperlancar jarak tempuh anak bersekolah.
2.2.7.2.2. Rata-rata nilai akhir SMP/MTs dan SMA/MA
- Mengintensifkan bimbingan belajar baik dalam bentuk pengayaan dan latihan soal
secara merata di Kalimantan Tengah
- Melaksanakan try out bagi siswa dalam rangka mempersiapkan mereka mengikuti
ujian yang diselenggarakan oleh sekolah maupun nasional
- Mengembangkan sarana dan prasarana penunjang pendidikan disekolah seperti
hot spot internet, laboratorium multimedia, ruang komputer, laboratorium
bahasa, laboratorium kimia/biologi dll.
- Revitalisasi peran dan fungsi perpustakaan sekolah sehingga memudahkan siswa
mencari tambahan materi pelajaran
2.2.7.2.3. Angka putus sekolah SD, SMP/MTs dan SMA/MA
- Mengintensifkan program pendidikan non formal berupa kejar paket di desa-desa.
- Membangun Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB) bagi daerah
yang terpencil dan terisiolasi serta yang membutuhkan;
- Mengembangkan pendidikan dasar terpadu (SD-SMP satu atap) di daerah
terpencil dan yang terisolasi;
- Memberdayakan sekolah alternatif: SMP terbuka, kelas jauh/filial,dsb
- Memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi anak-anak daerah terpencil, anak-
anak jalanan, anak-anak daerah kumuh, atau anak pekerja yang berusia sekolah.
- Menyediakan beasiswa (reguler, retrieval, transisi) bagi anak didik dari keluarga
tidak mampu atau yang berprestasi;
- Menyediakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi semua SMP negeri
dan swasta dalam rangka pelaksanaan sekolah gratis;
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 50
2.2.7.2.4. Angka melek aksara 15 tahun ke atas
- Tetap melanjutkan program wajar Dikdas 9 tahun.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya peran baca tulis di dalam
kehidupan
- Mengintensifkan program pendidikan non formal berupa kejar paket (A, B maupun
C) hingga ke desa-desa
- Meningkatkan motivasi untuk mengikuti pendidikan mengingat pentingnya ijasah
sebelum masuk ke dunia kerja.
2.2.7.2.5. Persentase jumlah guru yang layak mengajar untuk tingkat SMP/MTs dan sekolah menengah
- Meningkatkan kualitas guru melalui berbagai cara, yakni:
a. Studi lanjut bagi guru yang potensial/berprestasi
b. Magang disekolah yang berkualitas
c. Mengikuti pelatihan materi keguruan, bidang studi dan metodologi penelitian
serta penulisan karya ilmiah
- Percepatan terwujudnya kualitas dan kesejahteraan pendidikan secara adil dan
merata
- Penambahan guru sesuai dengan jumlah maupun kualifikasi pendidikannya serta
menata kembali penyebaran guru-guru di berbagai tingkat sekolah
- Melatih para pengawas sekolah agar lebih propesional dalam menjalankan tugas-
nya melakukan pengawasan dibidang pendidikan
- Mendorong masyarakat agar lebih aktif dalam pengawasan / pengelolaan
serta hubungan dengan berbagai pihak terhadap kebijakan program dan output
pendidikan di Kalimantan Tengah
- Perlu peningkatan kualitas manajemen pelayanan dan mengembangkan teknologi
dan informasi pendidikan dalam bentuk pengembangan kurikulum muatan lokal
untuk SD, SMP, dan SMA serta peningkatan penguasaan teknologi pembelajaran
seperti penggunaan komputer, laboratorium bahasa dan lain-lain
- Peningkatan jenjang pendidikan guru RSBI untuk melanjutkan pendidikan melalui
penyediaan beasiswa
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 51
2.2.7.3 Bidang Kesehatan
Untuk bidang kesehatan, perlu diambil beberapa kebijakan sebagai berikut:
2.2.7.3.1 Umur Harapan hidup (UHH)
- peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat
- peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini
- pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar
- peningkatan pengawasan obat dan makanan serta ketersediaan obat
- memperbaiki gizi masyarakat
- peningkatan pelayanan kesehatan lansia
2.2.7.3.2 Angka kematian bayi (AKB) dan Angka kematian Ibu (AKI)
- Perlu penetapan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI) yang
sesuai dengan standar perhitungan secara nasional
- Peningkatan pelayanan kesehatan anak balita
- Peningkatan keselamatan ibu melahirkan melalui pelatihan bidan desa
- Menetapkan standarisasi pelayanan kesehatan
- Meningkatkan upaya kesehatan yang bersumber dari masyarakat (UKBM)
diantaranya adalah Posyandu, Polindes dan Pos Obat Desa.
2.2.7.3.3 Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang
- Meningkatkan pendidikan gizi dalam lingkup keluarga
- Meningkatkan upaya penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi
besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan
kekurangan zat gizi mikro lainnya
- Meningkatkan surveilens gizi
- Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi
- Meningkatkan makanan tambahan bagi anak
- Meningkatkan kembali peran dan fungsi posyandu dalam pengelolaan
kesehatan ibu dan anak
- Perbaikan gizi masyarakat dalam bentuk penyediaan makanan yang sehat dan
murah.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 52
2.2.7.3.4 Persentase tenaga kesehatan per penduduk
- Memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan, terutama untuk pelayanan kesehatan
di puskesmas dan jaringannya, serta rumah sakit kabupaten/kota
- Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan (dokter, bidan dll)
- Meningkatkan keterampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan melalui
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
- Meningkatkan pembinaan tenaga kesehatan termasuk pengembangan karir
tenaga kesehatan
- Meningkatkan standar kompetensi dan regulasi profesi kesehatan
- Peningkatan penyebaran tenaga medis minimal di wilayah kecamatan terutama
untuk tenaga dokter didaerah terpencil.
2.2.7.4 Bidang Keluarga Berencana
Kebijakan yang perlu diambil dalam bidang keluarga berencana:
2.2.7.4.1 Prevalensi penduduk ber KB
- Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
- Meningkatkan penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien.
- Meningkatkan ketersediaan alat-alat, obat, dan cara kontrasepsi yang
diprioritas-kan pada keluarga miskin.
- Revitalisasi program KB seperti pada jaman dulu dengan moto ”dua anak cukup,
laki perempuan sama saja”
2.2.7.4.2 Persentase laju pertumbuhan penduduk
- Perlu penurunan laju pertambahan penduduk melalui program KB
- Meningkatkan keikutsertaan dan kemandirian masyarakat terhadap
pelaksanaan KB dan Kesehatan Reproduksi
- Menertibkan migrasi penduduk melalui tertib administrasi kependudukan
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 53
2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
Masalah dan tantangan pembangunan ekonomi di Kalimantan Tengah dapat
dijelaskan dari tiga perspektif yaitu: (1) masalah dan tantangan pengembangan ekonomi
makro; (2) masalah dan tantangan pengembangan investasi; dan (3) masalah dan
tantangan pengembangan infrastruktur fisik (jalan).
2.3.1. EKONOMI MAKRO
2.3.1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (AHK2000)
Pertumbuhan ekonomi (PE) di provinsi Kalimantan Tengah memang sedikit lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Permasalahannya baik di
Kalteng maupun pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional yaitu belum tercapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi (rata-rata 10% - 12% per tahun) serta merata di semua
sector. Tingkat pertumbuhan ekonomi di provinsi Kalimantan Tengah selama periode
perencanaan tahun 2004 – 2008 tumbuh rata-rata sebesar 6,32%, sedangkan pada tahun
yang sama pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,35%. Perkembangan pertumbuhan
ekonomi Kalimantan Tengah maupun Nasional dapat dilihat pada gambar 2.22 berikut ini.
0
2
4
6
8
Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)
Kalteng Nasional
Kalteng 5,99 6,48 6,13 6,92 6,06
Nasional 4,25 5,37 5,19 5,63 6,30
2004 2005 2006 2007 2008
Gambar 2.22. Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi AHK-2000 di Kalteng dan Nasional
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 54
Mengamati laju pertumbuhan ekonomi tentu saja kita harus mengamati proses
terbentuknya output tiap tahun selama periode perencanaan. Rendahnya pembentukan
output di provinsi Kalimantan Tengah, disamping karena faktor kelangkaan modal dan
kualitas sumberdaya manusia yang rendah, juga disebabkan keterkaitan antara sektor
masih kurang.
Terkait dengan kelangkaan modal bahwa baik modal pemerintah daerah maupun
modal swasta yang diinvestasikan pada sector ril masih kecil. Realisasi penanaman
modal pemerintah daerah pada sector ril hampir tidak ada kecuali pada sector finansial
(penyertaan modal pada PT. Bank Pembangunan Kalteng); dan kemudian rata-rata
realisasi penanaman modal swasta pada sector ril yaitu PMA hanya sebesar 37,62% dan
PMDN sebesar 34,64% dari target (BPMD Kalteng, 2009).
Terkait dengan sumbedaya manusia (SDM) yang berkualitas di provinsi
Kalimantan Tengah jumlahnya masih sedikit. Penyebabnya yaitu disamping masalah
biaya, sarana dan prasarana penunjang masih terbatas, juga karena transfer
pengetahuan (knowledge spillover) dari perusahaan swasta besar ke tenaga kerja
perusahaan local masih rendah. Investasi di bidang R&D hampir tidak ada. Kemudian
tantangan peningkatan pertumbuhan ekonomi yaitu belum ada kepastian pengesahan
rencana tata ruang wilayah, sehingga iklim investasi menjadi kurang kondusif. Karena
kondisi iklim investasi yang kurang kondusif maka sangat banyak rencana investasi di
sector ril yang belum dapat direalisasikan.
2.3.1.2. Persentase Ekspor terhadap PDRB
Masalah ekspor di provinsi Kalimantan Tengah yaitu kinerja ekspor (rasio ekspor
terhadap PDRB) masih rendah yaitu hanya 0,24 atau sekitar seperlima dibandingkan
tingkat nasional. Disamping itu diversifikasi produk ekspor juga masih sedikit.
Tingkat perkembangan persentase ekspor terhadap PDRB di provinsi
Kalimantan Tengah selama periode perencanaan tahun 2004 – 2008 tumbuh rata-rata
sebesar 4,95%, sedangkan pada tahun yang sama perkembangan persentase ekspor
terhadap PDRB nasional sebesar 20,40%. Perkembangan persentase ekspor terhadap
PDRB Kalimantan Tengah maupun Nasional dapat dilihat pada gambar 2.23 berikut ini.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 55
0,00
10,00
20,00
30,00
Persentase Ekspor Terhadap PDRB
Kalteng Nasional
Kalteng 3,77 4,08 4,62 5,71 6,57
Nasional 20,07 20,84 19,48 21,26 20,34
2004 2005 2006 2007 2008
Gambar 2.23 Grafik Persentase Ekspor terhadap PDRB di Kalteng dan Nasional
Kendala yang dihadapi terletak pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal
yaitu terletak pada kelemahan pelaku bisnis (eksportir), keterbatasan infrastruktur
(pelabuhan dan aksesnya, fasilitas penunjang) serta kelembagaan ekonomi keuangan
formal di Kalimantan Tengah. Sedangkan faktor eksternal yaitu masalah permintaan
pasar luar negeri masih kurang, dan juga harga jual beberapa komoditi ekspor masih
jatuh (rendah). Kemudian tantangan peningkatan ekspor Kalimantan Tengah dilihat dari
faktor internal yaitu belum ada jalan darat (jalan tol dan rel kereta api) yang murah dan
cepat dari dan ke pelabuhan; kapasitas pelabuhan bongkar muat dan berbagai fasilitas
penunjangnya masih kurang. Tantangan faktor eksternal yaitu adanya ketidakpastian
(krisis keuangan global belum betul-betul pulih) (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Tengah, 2009).
Upaya peningkatan realisasi ekspor di Provinsi Kalimantan Tengah memang
telah dituangkan dalam program peningkatan dan pengembangan ekspor. Sasaran pokok
dari program peningkatan dan pengembangan ekspor adalah: (1) Terkendalinya kualitas
produk; (2) Terbinanya usaha penghasil produk berorientasi ekspor; (3) Meningkatnya
usaha yang telah mendapatkan sertifikat produk penggunaan tanda SNI; (4)
Terkendalinya usaha yang telah diberi sertifikasi produk penggunaan tanda SNI; (5)
Meningkatnya kinerja Panitia kerja tetap peningkatan ekspor daerah (PANJATAPDA); dan
(6) Meningkatnya jaringan informasi ekspor.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 56
Namun demikian program tersebut tampaknya masih kurang berhasil karena
terkendala faktor kunci lainnya yang sangat berpengaruh yaitu keterbatasan jalan,
pelabuhan (termasuk fasilitas penunjangnya).
2.3.1.3. Persentase Output Manufaktur terhadap PDRB Masalah output manufaktor di provinsi Kalimantan Tengah yaitu persentase output
manufaktur terhadap PDRB masih kecil yaitu hanya sebesar 0,31 atau sekitar sepertiga
dibandingkan tingkat nasional.
Tingkat perkembangan persentase output manufaktur terhadap PDRB di provinsi
Kalimantan Tengah selama periode perencanaan tahun 2004 – 2008 tumbuh rata-rata
sebesar 8,66%, sedangkan pada tahun yang sama perkembangan persentase output
manufaktur terhadap PDRB nasional sebesar 27,59%. Perkembangan persentase output
manufaktur terhadap PDRB di provinsi Kalimantan Tengah maupun Nasional dapat dilihat
pada gambar 2.24 berikut ini.
0,00
10,00
20,00
30,00
Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB
Kalteng Nasional
Kalteng 8,90 9,32 8,43 8,31 8,37
Nasional 28,0 27,4 27,5 27,0 27,8
200 200 200 200 200
Gambar 2.24 Grafik Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB di Kalteng dan Nasional
Perkembangan persentase output manufaktur terhadap PDRB di provinsi
Kalimantan Tengah hanya sebesar sepertiga dibandingkan nasional. Kendala yang
dihadapi dalam pengembangan ekspor di provinsi Kalimantan Tengah yaitu masih
rendahnya kapasitas iptek sistem produksi. Demikian pula halnya kendala terhadap
pembangunan industri kecil dan menengah, kemampuan teknologi industri, penataan
struktur industri, dan pembangunan sentra-sentra industri potensial. Kendala lain yang
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 57
sangat berpengaruh pula yaitu kondisi infrastruktur kawasan, misalnya KAPET DAS
KAKAB, SAMBUN masih belum memadai.
2.3.1.4. Persentase Output UMKM terhadap PDRB
Masalah output UMKM provinsi Kalimantan Tengah yaitu persentase output
UMKM terhadap PDRB masih sangat kecil yaitu hanya 0,046 atau sekitar seperduapuluh
dibandingkan tingkat nasional. Tingkat perkembangan persentase output UMKM terhadap
PDRB di provinsi Kalimantan Tengah selama periode perencanaan tahun 2004 – 2008
tumbuh rata-rata sebesar 2,48%, sedangkan pada tahun yang sama perkembangan
persentase output UMKM terhadap PDRB nasional sebesar 53,82%. Perkembangan
persentase output UMKM terhadap PDRB di provinsi Kalimantan Tengah maupun
Nasional dapat dilihat pada gambar 2.25.
Kecilnya persentase output UMKM terhadap PDRB tersebut sebagai akibat
pertumbuhan usaha baru lambat, daya saing usaha yang ada masih lemah,
Sentra/Klaster kurang berkembang, stabilitas perekonomian masih belum baik akibat
krisis keuangan global. Kendala yang dihadapi yaitu kualitas iklim usaha, keunggulan
kompetitif, kualitas sistem pendukung, dan kualitas kelembagaan masih rendah.
0,00
20,00
40,00
60,00
Persentase Output UMKM Terhadap PDRB
Kalteng Nasional
Kalteng 2,56 2,58 2,42 2,36 2,48
Nasional 55,40 53,90 53,49 53,60 52,70
2004 2005 2006 2007 2008
Gambar 2.25 Grafik Persentase Output UMKM Terhadap PDRB di Kalteng dan Nasional
Sasaran pokok pembangunan UMKM adalah: (1) Meningkatnya jumlah
pembukaan usaha baru, penyerapan tenaga kerja khususnya UKM dan Koperasi yang
berbasis potensi dan Keunggulan Daerah; (2) Meningkatnya perkembangan dan daya
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 58
saing usaha-usaha yang telah berdiri; (3) Berkembangnya usaha Sentra/Klaster,
KSP/USP-Kop dan jasa konsultansi pengembangan Bisnis UKM dan Koperasi; (4)
Terwujudnya kinerja pelayanan perizinan dan pengawasan perizinan serta fasilitasi
pengembangan UKM; dan (5) Terwujudnya stabilitas perekonomian wilayah Kalimantan
Tengah.
2.3.1.5. Pendapatan Perkapita (dalam juta rupiah) AHK2000
Masalah pendapatan (pendapatan regional) perkapita penduduk di Provinsi
Kalimantan Tengah masih rendah yaitu hanya sebesar 0,38 atau sekitar sepertiga
dibandingkan nasional. Tingkat pendapatan perkapita (dalam juta rupiah) AHK-2000 di
provinsi Kalimantan Tengah selama periode perencanaan tahun 2004 – 2008 hanya rata-
rata sebesar Rp. 5,95 juta, sedangkan pada tahun yang sama pendapatan perkapita
tingkat nasional sudah mencapai rata-rata sebesar Rp. 15,52 juta. Perkembangan
pendapatan perkapita di provinsi Kalimantan Tengah maupun Nasional dapat dilihat pada
gambar 2.26. berikut ini.
0,00
10,00
20,00
30,00
Pendapatan Perkapita (juta rupiah) AHK2000
Kalteng Nasional
Kalteng 5,60 5,73 6,00 6,09 6,34
Nasional 10,61 12,68 15,03 17,58 21,7
2004 2005 2006 2007 2008
Gambar 2.26. Grafik Pendapatan Perkapita (juta rupiah) AHK-2000 di Kalteng dan Nasional
Kendala yang dihadapi terletak pada persoalan produktivitas tenaga kerja itu
sendiri. Faktor penyebabnya yaitu disamping lahan pertanian yang kurang subur di
Kalimantan Tengah juga karena pemanfaatan lembaga ketrampilan tenaga kerja dan
transfer teknologi belum berjalan sebagaimana mestinya.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 59
2.3.1.6. Laju Inflasi
Angka inflasi di provinsi Kalimantan Tengah selama periode perencanaan (2004
– 2008) secara rata-rata memang sedikit lebih rendah dibandingkan nasional. Di
Kalimantan Tengah rata-rata sebesar 8,95%, sedangkan nasional sebesar 9,35%.
Walaupun demikian masih ada masalah yaitu angka inflasi itu baik yang terjadi di
Kalimantan Tengah maupun nasional dipandang masih tinggi dan belum mampu ditekan
sampai batas minimal sekitar 2% - 4%. Oleh karena itu secara makro, pengaruh inflasi
tinggi akan mendorong kenaikan suku bunga. Tidak itu saja, secara mikro akan
berpengaruh juga terhadap komponen biaya produksi. Inflasi tinggi akan melemahkan
kinerja industri manufaktor dan UMKM karena biaya bahan baku dan upah tenaga kerja
menjadi mahal. Pengaruh inflasi yang terasa paling parah di provinsi Kalimantan Tengah
yaitu bagi masyarakat di pedalaman.
Perkembangan angka inflasi di provinsi Kalimantan Tengah maupun Nasional
dapat dilihat pada gambar 2.27. berikut ini.
0,00
5,00
10,00
15,00
Laju Inflasi (%)
Kalteng Nasional
Kalteng 6,96 12,01 7,74 7,77 10,27
Nasional 6,10 10,50 13,10 6,00 11,06
2004 2005 2006 2007 2008
Gambar 2.27. Grafik Laju Inflasi di Kalteng dan Nasional
Kendala pengendalian inflasi terletak pada peroalan keterbatasan kemampuan
pemerintah (pemerintah pusat) mengendalikan inflasi inti. Inflasi inti (core inflation) yaitu
inflasi barang/jasa yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan
ekonomi secara umum, seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan
permintaan dan penawaran yang sifatnya cenderung permanen, persistent dan bersifat
umum. Sumbangan inflasi inti dalam pembentukan inflasi di Kalimantan Tengah sebesar
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 60
63%, sedangkan sisanya sebesar 37% oleh inflasi non inti (administered, volatile goods)
(Bank Indonesia Palangka Raya, 2008).
2.3.2. INVESTASI (PMA DAN PMDN)
Masalah investasi di provinsi Kalimantan Tengah yaitu perkembangan realisasi
terhadap rencana investasi (PMA dan PMDN) masih rendah serta tidak merata di semua
sector. Perkembangan realisasi terhadap rencana investasi asing (PMA) di provinsi
Kalimantan Tengah yaitu pada tahun 2005 - 2006 pernah mencapai 63,99% sampai
317,98%; namun tahun 2007 – 2008 turun drastis menjadi 2,35% sampai 9,70%.
Kemudian perkembangan realisasi terhadap rencana investasi domestik (PMDN) di
provinsi Kalimantan Tengah yaitu tahun 2004 - 2008 hanya berkisar 2,45% sampai
34,70% (BPMD Provinsi Kalimantan Tengah, 2009).
Perkembangan realisasi terhadap rencana investasi (PMA dan PMDN) di
provinsi Kalimantan Tengah maupun Nasional dapat dilihat pada gambar 2.28. berikut ini.
‐50,00
0,00
50,00
100,00
Kalteng Nasional
Kalteng 19,19 34,70 23,17 2,45 5,65
Nasional ‐16,04 94,90 ‐32,76 72,60 43,80
2004 2005 2006 2007 2008
Gambar 2.28. Grafik Persentase perkembangan realisasi terhadap rencana investasi (PMA dan PMDN)
di Kalteng dan Nasional
Kendala utama yang dihadapi oleh pihak investor asing maupun domestik
sampai dengan akhir tahun 2009 yaitu: (1) infrastruktur fisik jalan masih belum memadai,
(2) keterbatasan suplai listrik, (3) ketidak pastian kebijakan pengaturan ruang
(keterlambatan pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Kalimantan Tengah.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 61
Akibatnya banyak investor asing yang memilih berinvestasi di provinsi lain. Akibat tidak
tertangani secara baik kendala utama tadi, maka program-program SKPD misalnya: (1)
Program Peningkatan Iklim Investasi Dan Realisasi Investasi, (2) Program Peningkatan
Promosi Dan Kerjasama Investasi, (3) Program Evaluasi, Pengawasan Serta Pembinaan,
dan (4) Program Peningkatan Kelembagaan Dan Sistim Informasi Penanaman Modal
menjadi tidak berdaya.
Menyoroti masalah infrastruktur fisik jalan, misalnya kondisi jalan nasional.
Dijumpai sekitar sepertiga dari jumlah panjang jalan nasional masih berkualitas buruk
(belum tuntas); rinciannya yaitu kondisi baik (421.51 km), sedang (615,20 km), dan buruk
(562,15 km). Selanjutnya masalah pembangunan jalan provinsi dan kabupaten di provinsi
Kalimantan Tengah yaitu dijumpai masih ada dan sangat banyak kondisi jalan yang
berkualitas buruk; rinciannya yaitu kondisi baik (1432,23 km), sedang (2679,19 km), dan
buruk (7987,73 km). Penambahan panjang jalan tahun 2004 – 2008 yaitu antara 553,68
km sampai 2888,55 km (Lampiran: Tabel Matrik Data EKPD Provinsi).
2.3.3. INFRASTRUKTUR
Masalah pembangunan infrastruktur (jalan) di provinsi Kalimantan Tengah yaitu
masih banyak dijumpai panjang jalan nasional, provinsi, dan kabupaten yang berkualitas
buruk (belum tuntas). Rincian kualitas panjang jalan nasional tahun 2008 dengan kondisi
baik (421.51 km), sedang (615,20 km), dan buruk (562,15 km). Selanjutnya rincian
kualitas panjang jalan provinsi dan kabupaten tahun 2008 dengan kondisi baik (1432,23
km), sedang (2679,19 km), dan buruk (7987,73 km). Kemudian penambahan panjang
jalan tahun 2004 – 2008 yaitu antara 553,68 km sampai 2888,55 km (Lihat Lampiran: Data Indikator).
Secara umum masalah pembangunan infrastruktur (jalan) di Provinsi Kalimantan
Tengah tahun 2004 – 2008 dan kecenderungan tahun 2009 dapat dikatakan belum dapat
memenuhi secara tepat akan kebutuhan infrastruktur (jalan dan jembatan) bagi
masyarakat. Kriteria ketepatan ini mencakup waktu, kualitas, kuantitas dan lokasi.
Ketepatan waktu adalah kepastian sampai kapan atau kapan penyediaan sarana
dan prasarana umum yang dimasudkan akan dilaksanakan atau direalisasikan.
Masyarakat akan dijamin dengan kepastian, bukan penantian yang tidak berujung.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 62
Ketepatan kualitas, artinya bahwa kualitas pelayanan penyediaan sarana dan
prasarana umum bagi masyarakat akan dijamin dengan tingkat kualitas yang baik.
Jaminan kualitas ini diharapkan mampu memberikan kepuasan tersendiri bagi
masyarakat, sehingga masyarakat memberikan apresiasi yang cukup tinggi karena
kualitas pelayanan tersebut.
Ketepatan kuantitas adalah jumlah layanan yang diberikan kepada masyarakat
sama dengan jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sedangkan ketepatan lokasi
adalah menunjuk lokasi yang benar atau tepat sesuai dengan yang dibutuhkan
masyarakat dalam pemberian layanan oleh pemerintah.
Kendala utama dalam memenuhi keempat ketepatan tersebut adalah
pendanaan, sehingga selalu ada tarik menarik (trade off) dalam memenuhi kriteria
ketepatan tersebut. Akan tetapi sudah barang tentu, bahwa pilihan akan selalu dijatuhkan
pada layanan yang paling baik dan paling optimal yang akan dilaksanakan oleh
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah kepada masyarakatnya.
Sasaran pembangunan daerah bidang infrastruktur ini yaitu pemenuhan secara
tepat akan kebutuhan sarana dan prasarana umum bagi masyarakat. Sasaran pokok
program program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan adalah: (1) meningkatnya
kualitas jalan dan jembatan pada ruas jalan provinsi; (2) meningkatnya kuantitas (panjang
dan lebar) jalan dan jembatan pada ruas jalan dan jembatan provinsi dan ruas jalan
strategis lainnya. Kemudian sasaran pokok program peningkatan/ pembangunan jalan
dan jembatan, adalah: (1) Meningkatnya kualitas dan ketepatan pembangunan jalan dan
jembatan pada ruas jalan provinsi; (2) Meningkatnya kuantitas (panjang dan lebar) jalan
dan jembatan pada ruas jalan dan jembatan provinsi dan ruas jalan strategis lainnya.
2.3.4. CAPAIAN INDIKATOR
Satuan indikator yang digunakan yaitu agregasi angka relatif (persentase).
Maksud agregasi ini yaitu untuk membuat satu grafik capaian indikator pembangunan
ekonomi dengan tujuh indikator pendukung yaitu laju pertumbuhan ekonomi, persentase
ekspor terhadap PDRB, persentase output manufaktur terhadap PDRB, persentase
output UMKM terhadap PDRB, laju inflasi, persentase pertumbuhan realsasi investasi
PMA, dan persentase pertumbuhan realsasi investasi PMDN. Berikut ini akan disajikan
berturut-turut garfik capaian indikator, analisis relevansi, dan analisis efektifitas.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 63
• Grafik Capaian Indikator
Grafik ini menyajikan capaian indikator pembangunan ekonomi di provinsi
Kalimantan Tengah dibandingkan dengan capaian indikator nasional. Tujuan penyajian
grafik ini yaitu untuk menilai kinerja pembangunan ekonomi melalui pendekatan Relevansi
dan Efektivitas (lihat gambar 2.29.).
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
2004 2005 2006 2007 2008-100.00
-50.00
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
Kalteng
Nasional
Tren Kalteng
Tren Nasional
Gambar 2.29. Grafik Capaian Indikator Pembangunan Ekonomi di Provinsi Kalimantan Tengah dengan Tujuh Indikator Pendukung
• Analisis Relevansi
Analisis relevansi pada sub bahasan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
tren capaian pembangunan ekonomi di provinsi Kalimatan Tengah sejalan atau lebih baik
dari capaian pembangunan nasional. Kegunaan analisis ini yaitu untuk menilai sejauh
mana tujuan/sasaran pembangunan ekonomi di Kalimantan Tengah yang direncanakan
mampu menjawab permasalahan utama/tantangan.
Sesuai Grafik Capaian Indikator Pembangunan Ekonomi di Provinsi Kalimantan
Tengah (lihat gambar 2.29.), dapat diketahui bahwa tren capaian pembangunan ekonomi
baik di povinsi Kalimantan Tengah maupun nasional mula-mula menunjukkan tren
menurun sampai tahun 2006, kemudian setelah itu berbalik naik; untuk kenaikan tren
nasional hanya sampai tahun 2007, tetapi untuk tren provinsi Kalimantan Tengah ternyata
naik sampai tahun 2008. Masa puncak capaian hasil pembangunan ekonomi baik di
provinsi Kalimantan Tengah maupun nasional terjadi pada tahun 2005, dan setelah itu
semakin merosot sampai tahun terjadi krisis keuangan global (akhir 2008).
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 64
Melalui analisis relevansi menggunakan pendekatan grafik tren (lihat gambar
2.29.) dapat dinilai bahwa tren capaian pembangunan ekonomi di provinsi Kalimantan
Tengah sudah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan ekonomi nasional.
Dengan demikian bahwa tujuan/sasaran pembangunan ekonomi yang direncanakan
dengan mengacu RPJMD provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004 – 2009 sudah mampu
menjawab permasalahan utama/tantangan.
• Analisis Efektifitas
Analisis efektifitas pada sub bahasan ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh
mana capaian pembangunan ekonomi membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Kegunaannya yaitu untuk menilai kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan
ekonomi terhadap tujuan yang diharapkan.
Sesuai Grafik Capaian Indikator Pembangunan Ekonomi Provinsi Kalimantan
Tengah dengan tujuh Indikator Pendukung (lihat gambar 2.29.), dapat dilihat tinggi
diagram batang tahun 2005 jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Berikutnya
lagi dapat dilihat bahwa tinggi diagram batang tahun 2006, 2007, 2008 lebih rendah dari
tahun-tahun sebelumnya. Keseluruhan diagram batang mula-mula tinggi namun semakin
rendah dari tahun sebelumnya terutama tahun 2006 sampai 2008.
Melalui analisis efektivitas menggunakan pendekatan grafik diagram batang (lihat
gambar 2.29.) dapat dinilai bahwa capaian pembangunan ekonomi di provinsi Kalimantan
Tengah sejak tahun 2006 sampai 2008 semakin tidak membaik jika dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa implementasi program/ kegiatan
pembangunan bidang ekonomi yang mengacu butir-butir seperti yang tercantum dalam
RPJMD provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004 – 2009 masih belum ada kesesuaian
antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan.
Terjadinya fenomena pembangunan ekonomi Kalimantan Tengah seperti itu
yaitu “semakin tidak membaik” tentu saja penting dan perlu dicari akar permasalahannya.
Berikut ini akan diamati faktor penyebabnya mengapa dan bagaimana itu bisa terjadi (how
and why), sebagai berikut:
• Realisasi investasi (PMA dan PMDN) sektor ril masih sangat rendah
• Produk unggulan daerah sangat minim dan yang ada belum berkembang
• Pelabuhan bongkar muat yang ada masih sangat tidak memadai
• Infrastruktur penunjang pelabuhan juga sangat minim
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 65
• Penambahan jumlah industri manufaktur baru sangat lambat
• Daya saing industri manufaktur yang ada sangat rendah
• Penambahan jumlah UMKM baru masih sangat lambat
• Daya saing UMKM yang ada masih sangat rendah
• Lapangan kerja (usaha) baru sangat kurang
• Produktivitas tenaga kerja masih sangat rendah
• Kinerja pengendalian inflasi masih sangat rendah
• kelancaran arus barang pada saat tertentu sagat lambat
• Dalam prakteknya upaya mengatasi masalah biaya tinggi, resiko bisnis, dan
ketidak pastian berusaha masih sangat sulit
• Ketepatan membangun infrastruktur baru (jalan, jembatan, dan irigasi) beserta
dengan fasilitas penunjangannya masih sangat rendah.
• Kualitas infrastruktur lama masih sangat rendah.
2.3.5. ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK DAN MENONJOL
Ada tujuh indikator penunjang yang diperhatikan untuk kepentingan Analisis
Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol bidang pembangunan ekonomi di provinsi
Kalimantan Tengah, yaitu: laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap
PDRB, persentase output manufaktor terhadap PDRB, persentase output UMKM
terhadap PDRB, laju inflasi, persentase pertumbuhan realisasi investasi PMA, dan
persentase pertumbuhan realisasi investasi PMDN. Penilaian atas indikator penunjang
yang spesifik dan menonjol dapat diketahui dari analisis kesesuaian antara harapan dan
kenyataan. Bila hasilnya sesuai maka indikator penunjang itulah yang dapat dianggap
suatu keberhasilan spesifik dan menonjol (lihat tabel 2.4).
Melalui data pada tabel 2.4, dapat diketahui bahwa hanya ada satu indikator
penunjang yang sesuai, sedangkan enam sisanya (laju pertumbuhan ekonomi,
persentase output manufaktor terhadap PDRB, persentase output UMKM terhadap
PDRB, laju inflasi, persentase pertumbuhan realsasi investasi PMA, persentase
pertumbuhan realsasi investasi PMDN) tidak sesuai. Dengan demikian dapat ditetapkan
indikator yang spesifik dan menonjol bidang pembangunan ekonomi di provinsi
Kalimantan Tengah yaitu keberhasilan bidang perdagangan luar negeri yang tercermin
melalui tren kenaikan Persentase ekspor terhadap PDRB (lihat gambar 2.30.).
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 66
Tabel 2.4 Hasil Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Bidang Pembangunan Ekonomi Di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2004 – 2008
No Indikator Penunjang Harapan Fakta Keterangan
1 Laju pertumbuhan ekonomi Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
2 Persentase ekspor terhadap PDRB Trennya Naik Trennya Naik sesuai
3 Persentase output manufaktor terhadap PDRB Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
4 Persentase output UMKM terhadap PDRB Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
5 Laju Inflasi Trennya Turun Trennya Naik tidak sesuai
6 Persentase pertumbuhan realsasi investasi PMA Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
7 Persentase pertumbuhan realsasi investasi PMDN Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
Sumber : Diolah dari Matrik Data EKPD Provinsi Kalimantan Tengah.
Grafik Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Bidang Pembangunan Ekonomi
di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2004 – 2008 dapat dilihat pada gambar berikut.
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
3,774,08
4,62
5,71
6,576,94
Gambar 2.30. Grafik capaian indikator Persentase ekspor terhadap PDRB di Provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 67
2.3.6. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Pokok-pokok kebijakan untuk mengatasi persoalan pembangunan ekonomi di
provinsi Kalimantan Tengah periode yang akan datang direkomendasikan melalui upaya
peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan volume dan nilai ekspor, peningkatan
output industri manufaktur, peningkatan output UMKM, peningkatan pendapatan
perkapita, mengendalikan inflasi, peningkatan realisasi investasi (PMA dan PMDN) ,
peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktursebagai berikut:
1) Upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dilakukan melalui:
• Kebijakan pengembangan investasi sektor ril
• Kebijakan pengembangan produk unggulan daerah
2) Upaya meningkatkan volume dan nilai ekspor, dilakukan melalui:
• Kebijakan membangun pelabuhan baru yang memadai
• Kebijakan penyediaan infrastruktur penunjang
3) Upaya meningkatkan output industri manufaktur, dilakukan melalui:
• Kebijakan menambah jumlah industri manufaktur baru
• Kebijakan meningkatkan daya saing industri manufaktur yang ada
4) Upaya meningkatkan output UMKM, dilakukan melalui:
• Kebijakan menambah jumlah UMKM baru
• Kebijakan meningkatkan daya saing UMKM yang ada
5) Upaya meningkatkan pendapatan perkapita, dilakukan melalui:
• Kebijakan membuka lapangan kerja (usaha) baru
• Kebijakan peningkatan produktivitas tenaga kerja
6) Upaya mengendalikan inflasi, dilakukan melalui:
• Kebijakan ekonomi makro (melalui pemerintah pusat)
• Kebijakan menjaga kelancaran arus barang
• Kebijakan pemenuhan barang-barang kosumsi lokal.
7) Upaya meningkatkan realisasi investasi (PMA dan PMDN) , dilakukan melalui:
• Kebijakan menghapus biaya tinggi
• Kebijakan mengurangi resiko bisnis
• Kebijakan mengurangi ketidak pastian berusaha
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 68
8) Upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur, dilakukan melalui:
• Kebijakan membangun infrastruktur baru (jalan, jembatan, dan irigasi) beserta
dengan fasilitas penunjangannya dengan memperhatikan prioritas ketepatannya.
• Kebijakan peningkatan kualitas infrastruktur lama.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 69
2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Masalah dan tantangan peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup di Kalimantan Tengah dapat dijelaskan dari tiga perspektif yaitu: (1)
persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, (2) rehabilitasi lahan
luar hutan, (3) luas kawasan konservasi, (4) jumlah tindak pidana perikanan, (5)
persentase terumbu karang dalam keadaan baik, dan (6) luas kawasan konservasi laut.
Pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Tengah di bidang pengelolaan
sumber daya alam beberapa diantaranya mengarah kepada 1) pola pemanfaatan energi
sumber daya yang aman dan ramah lingkungan; 2) terwujudnya keberdayaan perusahaan
dan masyarakat dalam menyeimbangkan pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam
secara serasi ; 3) terwujudnya rehabilitasi energi sumberdaya dan mineral serta sumber
daya kehutanan, pertambangan dan perikanan.
Arah pembangunan Provinsi Kalimantan Tengah tersebut sejalan dengan arah
pembangunan nasional yang menekankan pada prinsip pembangunan berkelanjutan
dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup (LH). Prinsip ini
menekankan pada pemanfaatan SDA yang mempertimbangkan daya dukung lingkungan
hidup, sehingga peran yang dimiliki oleh SDA dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat Indonesia di masa mendatang. Berdasarkan prinsip tersebut,
sumber daya kehutanan dan kelautan, adalah dua diantara sumberdaya lain yang dikelola
dan digunakan sebagai modal pembangunan, di samping terus dilaksanakannya upaya
pelestariannya. Pengelolaan sumber daya alam menjadi sangat penting ketika lebih
diarahkan kepada upaya konservasi. Potensi hutan di Provinsi Kalimantan Tengah
sebagai kekayaan alam semakin lama menjadi menurun, sementara itu potensi laut
sebagai kekayaan alam belum banyak dioptimalkan.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Planologi (BAPLAN) Departemen
Kehutanan, total luasan areal kerja HPH dan eks HPH di Kalimantan Tengah pada Hutan
Produksi (HP dan HPT) seluruhnya mencakup luasan 7.587.411 Ha. Ternyata luasan
lahan kritis lebih besar jika dibandingkan dengan luas hutan primer. Berturut-turut untuk
luasan Hutan Primer (Virgin Forest), Logged Over Area (LOA) dan lahan kritis termasuk
konversi untuk kepentingan non kehutanan adalah 1.828.972 Ha, 2.942.636 Ha dan
2.815.803 Ha.
Kegiatan pengusahaan hutan di Kalimantan Tengah selama rotasi pertama (35
tahun pertama) dilakukan oleh para pemegang HPH, disamping memberikan kontribusi
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 70
positif dalam hal penerimaan negara, di sisi lain meninggalkan permasalahan baru.
Permasalahan tersebut diantaranya adalah bertambahnya luasan lahan kritis pada
Kawasan Hutan Produksi, baik pada Hutan Produksi Tetap (HP) maupun Hutan Produksi
Terbatas (HPT), kondisi ini tentu memerlukan penanganan yang serius. Lebih lanjut
beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya alam di sektor
kehutanan di Kalimantan Tengah saat ini dan perkiraan ke depan antara lain :
1) Permintaan/kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan dan industri terus meningkat, di
lain pihak produksi kayu olahan belum dapat ditingkatkan sebagai kebijakan
pemerintah untuk menghentikan sementara izin HPH.
2) Semakin maraknya praktek illegal logging
3) Masih tingginya lahan kritis di luar kawasan hutan dan tanah kosong di dalam
kawasan hutan.
4) Belum optimalnya fungsi hutan sebagai pengendali tata air atau sebagai perlindungan
penyangga kehidupan.
5) Masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat sekitar hutan.
6) Belum optimalnya pengelolaan hutan dalam aspek fungsi lingkungan, ekonomi dan
sosial.
7) Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan.
8) Belum terpadu, efektif dan efisien dalam dalam pengelolaan sumberdaya hutan.
Tantangan sektor kehutanan ke depan adalah bagaimana untuk dapat
mempertahankan produksi dari hutan alam (kayu) tersebut. Sampai saat ini seluruh
produksi kayu bulat yang dihasilkan Provinsi Kalimantan Tengah semuanya berasal dari
produksi hutan alam, sementara peranan produksi dari hutan tanaman belum terlihat
nyata.
Pengelolaan sumberdaya hutan di provinsi Kalimantan Tengah sampai saat ini
masih banyak menyisakan permasalahan. Permasalahan-permasalahan tersebut muncul
sebagai akibat kegiatan eksploitasi yang berlebihan pada sumberdaya alam tersebut
selama ini. Pembangunan sektor kehutanan pada masa mendatang memegang peranan
sentral dan sangat penting. Pembangunan kehutanan ke depan diharapkan bisa
menciptakan pertumbuhan disektor ekonomi kerakyatan sehingga dapat mempercepat
kesejahteraan bagi masyarakat. Hal ini bisa dicapai melalui pengelolaan potensi sumber
daya hutan dengan bijaksana, pada sisi lain pembangunan kehutanan selalu dituntut
untuk bisa menciptakan keseimbangan dan kelestarian lingkungan dengan kegiatan
perlindungan hutan dan konservasi alam.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 71
Sumber daya alam lain yang berpotensi untuk dikelola di Provinsi Kalimantan
Tengah adalah sektor kelautan. Sejauh ini pengelolaan sumberdaya alam Provinsi
Kalimantan Tengah di sektor ini belum dilakukan secara optimal. Sumberdaya alam di
sektor kelautan meliputi sumberdaya wilayah pesisir dan laut. Provinsi Kalimantan
Tengah mempunyai potensi wilayah pesisir dan laut yang baik dan strategis dengan
panjang garis pantai wilayah ini adalah lebih kurang 737 Km. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Per.16/Men/2008 tentang
Perencaaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahwa provinsi
mempunyai wilayah pesisir dan kewenangan mengelola wilayah laut sejauh 12 mil yang
diukur dari garis pantai (low water mark) ke arah laut. Lebih jauh pasal tersebut juga
menyatakan bahwa wilayah laut Kabupaten/Kota adalah sepertiga dari wilayah laut
daerah provinsi. Pemerintah Daerah juga diberi kewenangan untuk melakukan eksplorasi,
eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam serta tanggung jawab untuk
melestarikannya.
2.4.1. KEHUTANAN
Kerusakan hutan dan lahan dewasa ini semakin memprihatinkan baik di dalam
maupun di luar kawasan hutan. Luas kawasan hutan yang semula sekitar 200 juta Ha
kini hanya tinggal ± 90 juta Ha, dengan laju penyusutan hutan yang sangat tinggi, lebih
dari 1,0-2,3 juta Ha per tahun (Departemen Kehutanan, 2002 ; Sumarwoto, 2003).
Kerusakan hutan dan lahan yang telah parah tersebut maka Pemerintah Indonesia
melakukan suatu kebijakan yang dinamakan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan atau disingkat GN-RHL/Gerhan. Penyelenggaraan GN-RHL/Gerhan sebenarnya
telah melalui proses perencanaan yang begitu panjang dan melibatkan berbagai pihak
terutama dalam penyiapan dokumen GN-RHL/Gerhan, hingga dikeluarkannya kebijakan
pemerintah (publik) dalam bentuk Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/menhutV/2005
tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Gerakan nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan.
Di Provinsi Kalimantan Tengah, keseriusan Pemerintah Daerah dalam
mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat dilihat pada
gambar 2.31. Kondisi rata-rata nasional menunjukkan bahwa persentase luas lahan
rehabilitasi terhadap lahan kritis pada tahun 2004 - 2008 berturut-turut adalah 1,03; 0,93;
0,83 dan 0,26; keadaan ini menunjukkan bahwa persentase tersebut cenderung menurun.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 72
Sementara itu, di Provinsi Kalimantan Tengah (Gambar 2.31.) memperlihatkan bahwa
nilai persentase luas lahan rehabilitasi terhadap lahan kritis pada tahun yang sama lebih
besar dari nilai rata-rata nasional. Peningkatan luas lahan kritis yang terehabilitasi di
Provinsi Kalimantan Tengah meningkat sampai dengan tahun 2007. Namun demikian
pada tahun 2008 dan prediksi tahun 2009 nilai tersebut cenderung menurun. Penurunan
persentase luas lahan kritis yang terehabiltasi pada dua tahun terakhir diduga disebabkan
karena peningkatan luas lahan yang dikatagorikan sebagai lahan kritis. Kebakaran hutan
yang disebabkan karena faktor alam dan kelalaian manusia dan masih adanya praktek
illegal loging adalah hal-hal yang menjadi penyebab semakin luasnya lahan kritis yang
ada di Provinsi Kalimantan Tengah.
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1,11
1,68 1,68 1,68
0,71 0,71
Gambar 2.31. Grafik persentase luas lahan rehabilitasi terhadap lahan kritis di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2004-2008
Sasaran rehabiltasi hutan dan lahan adalah terwujudnya penutupan lahan kritis
baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Oleh karena itu diharapkan lahan kritis
tersebut dapat berfungsi kembali sebagai penyangga kehidupan dalam hal pencegahan
banjir, erosi, longsor dan sebagainya sesuai dengan indikasi terciptanya pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan yang baik. Pencapaian efisiensi dan efektifitas;
rehabilitasi lahan kritis seharusnya merupakan suatu proses yang tidak terputus
(continue) serta dilaksanakan dalam satu kegiatan yang jelas. Keberhasilan rehabilitasi
lahan dalam hutan terhadap lahan kritis kuncinya adalah bahwa lokasi lahan kritis di suatu
kawasan hutan yang akan direhabilitasi harus jelas dan terukur.
Lahan kritis yang berada di dalam kawasan hutan barangkali tidak terlalu sulit
untuk diketahui dan dipetakan lokasinya sepanjang lokasi lahan kritis tersebut jelas
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 73
lokasinya. Lain halnya dengan rahabilitasi lahan kritis berada di luar kawasan hutan, yang
melibatkan banyak pihak. Rehabilitasi lahan hutan di luar kawasan hutan justru akan
dapat ditangani banyak pihak. Namun demikian, kenyataan memperlihatkan bahwa di
Provinsi Kalimantan Tengah kegiatan rehabiltasi lahan di luar hutan, sejak tahun 2007
cenderung menurun (Gambar 2.32.).
Dikeluarkannya kebijakan pemerintah dalam bentuk Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.33/menhutV/2005 tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan ternyata dapat menstimulasi
kegiatan rehabiltasi lahan baik di dalam hutan maupun di luar kawasan hutan yang ada di
Provinsi Kalimantan Tengah. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya persentase
luas lahan rehabilitasi terhadap lahan kritis (Gambar 3.31.) dan meningkatnya luas lahan
terrehabilitasi di luar kawasan hutan (Gambar 2.32.). Pada tahun 2006 rehabilitasi lahan
luar hutan mencapai 27.886 ha, jumlah ini adalah yang terluas sepanjang kurun waktu
tahun 2004 - 2008. Namun demikian selama kurun waktu tahun 2007 dan 2008 terjadi
penurunan terhadap hal tersebut.
‐
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
6.604,00 7.170,00
27.886,00
12.098,00
25,00
Gambar 2.32. Grafik rehabilitasi lahan luar hutan di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2004-2008.
Banyak hal yang dapat menjadi penyebab penurunan tersebut, seperti telah
disebutkan di atas, bahwa kondisi alam dan kelalaian manusia (kebakaran hutan) dan
praktek illegal loging dapat menjadi penyebab meningkatnya luas lahan kritis. Disamping
itu rendahnya tingkat pengawasan dan keberlanjutan kegiatan Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan juga dapat menjadi penyebab menurunnya luas lahan kritis
(di dalam dan di luar hutan) yang bisa terehabilitasi. Keberlanjutan rehabilitasi lahan luar
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 74
hutan pada hakekatnya juga dipengaruhi keberlanjutan pendanaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan tersebut.
Dana yang kurang memadai, tidak adanya pengawasan dan tidak tepatnya waktu
(musim) pelaksanaan kegiatan tersebut adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan
kegagalan kegiatan dimaksud. Akhirnya luas lahan kritis (terutama di luar kawasan
hutan) yang dapat direhabilitasi tidak akan memenuhi target.
2.4.2. KELAUTAN
Laut merupakan bagian tidak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Laut juga memberikan kehidupan secara langsung bagi masyarakat
di wilayah pesisir atau di luar wilayah tersebut. Selama ini pengelolaan dan pemanfaatan
wilayah pesisir dan laut di Daerah belum dilaksanakan secara optimal karena hal ini
sangat berhubungan dengan kewenangan yang dimiliki oleh Daerah. Namun demikian
dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :
Per.16/Men/2008 tentang Perencaaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil memberikan kesempatan daerah untuk mengoptimalkan potensi wilayah pesisir dan
laut tersebut.
Provinsi Kalimnatan Tengah di masa lalu lebih banyak memaksimalkan potensi
hasil hutan yang dimilikinya, saat ini fokus pengelolaan sumberdaya alam lebih banyak
diarahkan pada sektor perkebunan dan pertambangan. Sektor kelautan, dalam hal ini
wilayah pesisir dan laut, sampai saat ini belum banyak tergarap secara optimal.
Walaupun potensi sumberdaya alam kelautan belum banyak dioptimalkan, namun indikasi
kerusakan wilayah pesisir dan laut yang di Provinsi Kalimantan Tengah tetap ada.
Kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dan laut lebih banyak disebabkan oleh aktivitas
eksploitasi yang tidak berhubungan secara langsung dengan potensi hasil laut, misalnya
adanya penambangan pasir dan zirkon di wilayah pesisir.
Memantau capaian kualitas pengelolaan sumberdaya kelautan di Provinsi
Kalimantan Tengah dapat dilakukan diantaranya melalui indikator jumlah tindak pidana
perikanan, persentase terumbu karang dalam keadaan baik dan luas kawasan konservasi
laut. Namun demikian penilaian terhadap capaian tersebut belum dapat dilakukan melalui
indikator-indikator tersebut. Data yang tersedia dan diperoleh dari Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Kalimantan Tengah belum cukup untuk dapat dipakai menilai capaian
kualitas pengelolaan sumberdaya alam sektor kelautan. Bila melihat data persentase
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 75
kerusakan terumbu karang, ada indikasi bahwa telah terjadi kerusakan terhadap potensi
sumberdaya kelautan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.. Berdasarkan data pada
tahun 2008, persentase terumbu karang dalam keadaan baik di Provinsi Kalimantan
Tengah hanya 53,12% (Gambar 2.33.). Nilai ini sebenarnya masih berada di atas rata-
rata nasional, pada tahun yang sama menunjukkan jumlah 30,62 %. Namun demikian,
karena data yang tersedia di Provinsi Kalimantan Tengah terhadap indikator tersebut
hanya tersedia pada tahun 2008, maka capaian kualitas pengelolaan sumberdaya alam di
sektor kelautan belum dapat dinilai dari indikator tersebut.
0
10
20
30
40
50
60
2004 2005 2006 2007 2008 2009
53,12
Gambar 2.33. Grafik persentase terumbu karang dalam keadaan baik hutan di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2008.
Potensi terumbu karang di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat di perairan
Senggora, Kabupaten Kotawaringin Barat. Terumbu karang yang ada di wilayah tersebut
yang terdeteksi tidak dikualifikasikan sebagai terumbu karang yang bernilai ekstotis.
Terumbu karang diwilayah tersebut berpotensi sebagai habitat ikan dan hewan laut
lainnya sebagai salah satu lingkungan hidupnya. Artinya terumbu karang di wilayah
tersebut belum berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai potensi wisata. Indikasi terjadinya
kerusakan terumbu karang yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah bisa dipahami bila
menyimak jumlah pelanggaran pidana perikanan yang terjadi di Provinsi Kalimantan
Tengah (Gambar 2.34.).
Jumlah tindak pidana perikanan pada tahun 2007 telah terjadi 15 kali, jumlah
tersebut meningkat pada tahun berikutnya (gambar 2.34.). Tindak pidana perikanan
bukan hanya pada persoalan pelanggaran wilayah yuridis laut Indnesia yang dilakukan
oleh nelayan asing. Tindak pedana perikanan juga erat kaitannya dengan beberapa
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 76
kegiatan yang dapat merusak ekosistem dan lingkungan laut, seperti penggunaan kapal
pukat harimau dengan jaring besar (trawl) atau penggunaan bom ikan. Kedua jenis
kegiatan yang melanggar hukum tersebut bukan hanya dilakukan oleh nelayan asing
yang melanggar wilayah yuridis perairan Indonesia, tetapi juga dilakukan oleh nelayan
Indonesia sendiri yang memiliki modal cukup. Penggunaan jaring besar (trawl) atau bom
ikan ini yang diduga kuat mengakibatkan kerusakan pada terumbu karang di perairan
Provinsi Kalimantan Tengah.
0
5
10
15
20
25
2004 2005 2006 2007 2008 2009
15
2122
Gambar 2.34. Grafik jumlah tindak pidana perikanan di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2007-2009.
Potensi sumber daya alam wilayah pesisir dan laut yang besar di Provinsi
Kalimantan Tengah masih belum optimal memberikan kontribusi ekonomi yang nyata bagi
masyarakat setempat. Hal ini bisa dilihat dari kondisi ekonomi masyarakat wilayah pesisir
di daerah ini yang rata-rata tergolong rendah. Hipotesis sementara ini yang menyebabkan
kondisi tersebut adalah lokasi pemukiman yang bersifat sporadis, kualitas sumberdaya
manusia yang rendah, infrastruktur yang minim sehingga potensi sumberdaya alam
tersebut belum termanfaatkan secara optimal. Dari 14 (empat belas) Kabupaten/Kota di
Provinsi Kalimantan Tengah, hanya 6 (enam) kabupaten yang mempunyai wilayah
pesisir dan laut meliputi Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang
Pisau.
Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan
merupakan paradigma pembangunan masa kini dan masa depan. Paradigma tersebut
mengandung arti bahwa selain memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut untuk
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 77
kepentingan pertumbuhan ekonomi, upaya pengelolaan juga harus tetap memperhatikan
keutuhan (integritas) ekosistem dan daya dukung lingkungan, serta memperhatikan aspek
sosial masyarakat terkait dengan sumberdaya tersebut. Untuk mewujudkan hal tersebut
diperlukan perencanaan yang komprehensif dan terpadu sehingga dapat mengakomodir
kepentingan para pihak (Stakeholders) yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan laut.
Proses perencanaan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut terpadu
seperti tercantum pada Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor : Per.16/Men/2008 tentang Perencaaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil, mencakup 4 (empat) dokumen perencanaan, yaitu Rencana Strategis
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K), Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (RPWP-3-K), dan Rencana Aksi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RAWP-3-
K). Dalam penyusunan keempat dokumen perencanaan tersebut harus berbasis pada (a)
keterpaduan perencanaan sektor secara horizontal dan secara vertikal, (b) keterpaduan
ekosistem darat dan laut, (c) keterpaduan sain dan manajemen, dan (d) keterpaduan
antar lembaga.
Lebih lanjut secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan
wilayah pesisir dan laut di provinsi Kalimantan Tengah adalah :
1) Adanya degradasi ekologi di wilayah pesisir dan laut karena aktivitas di luar perikanan
(misal : penambangan pasir dan penambangan zircon),
2) Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut belum dilaksanakan secara optimal,
3) Kondisi ekonomi mayarakat di wilayah peisir dan laut belum baik,
4) Pendidikan dan kesehatan masyarakat pesisir yang belum layak
5) Prasarana dan sarana di wilayah pesisir yang belum layak,
6) Kelembagaan pemerintah dan tata ruang wilayah pesisir dan laut yang belum
terencana.
Namun demikian dalam hal permasalahan penting dalam pengelolaan
sumberdaya alam di sektor kelautan di Provinsi Kalimantan Tengah saat ini dan
perkiraan ke depan yang dapat diidentifikasi antara lain adalah : 1) Kerusakan pantai, 2)
Kerusakan terumbu karang, 3) Pencemaran wilayah pesisir dan laut, 3) Kerusakan hutan
mangrove, 4) kesadaran masyarakat terhadap pelestarian wilayah peisisir dan laur
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 78
rendah dan 5) Pelanggaran tindak pidana perikanan yang berpotensi merusak
lingkungan; seperti penggunaan bom ikan dan kapal pukat harimau dengan jaring besar.
Arah Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah di bidang pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup seperti yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2006-2010, antara lain :
1. Terwujudnya Sarana, Prasarana Dan Teknologi yang Memadai Dalam Pengelolaan
Sumber daya Alam dan Lingkungan Hidup
2. Terwujudnya Wadah Koordinasi Pengendalian Lingkungan yang Bersifat Lintas
Sektoral dan Lintas Pelaku yang Berkelanjutan.
3. Terwujudnya Kesadaran dan Ketaatan Terhadap Peraturan Perundangan-Undangan
Lingkungan Hidup
4. Terwujudnya Pola Pemanfaatan Energi Sumberdaya diantaranya Sumber Daya
Kehutanan, Perikanan Yang Aman Dan Ramah Lingkungan
5. Terwujudnya Keberdayaan Perusahaan, Masyarakat Dalam Menyeimbangkan
Pengelolaan dan Pelestarian Sumber Daya Alam Secara Serasi
6. Terwujudnya Rehabilitasi Energi Sumberdaya Alam diantaranya Sumber Daya
Kehutanan dan Sumber Daya Perikanan
Sementara ini pengelolaan sumberdaya alam terkesan berjalan sendiri-sendiri
pada masing-masing sektor. Pengelolaan sumberdaya alam kedepan harus bersifat
lintas sektoral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa masing-masing sektor mempunyai
kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam tersebut. Oleh karena itu upaya
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup harus melibatkan koordinasi aktif
antar berbagai sektor dan pemangku kepentingan. Koordinasi yang dimaksud harus lebih
dijiwai oleh semangat efektivitas pelaksanaan kebijakan disamping akuntabilitas
pertanggungjawaban hasil kepada publik.
Terwujudnya kesadaran dan ketaatan hukum merupakan arah pembangunan
lain yang tak kalah pentingnya. Penataan produk perundangan daerah yang dapat
mendorong terciptanya pola pemanfaatan sumber daya alam yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ekonomi dan ekologi merupakan agenda yang segera
harus dikerjakan. Tidak berhenti disitu, sosialisasi dan internalisasi peraturan
perundangan daerah kepada pelaku terkait merupakan tindak lanjut yang menjadi upaya
pengelolaan sumberdaya alam secara berkesinambungan.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 79
Sementara itu, pola eksploitasi pemanfaatan sumber daya alam yang ada
selama ini, baik kehutanan dan kelautan harus lebih dibijaki dengan keberlanjutannya
bagi generasi penerus. Berbagai instrumen baik yang berasal dari berbagai tingkatan
pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat selanjutnya dapat dipadukan untuk
menciptakan pengelolaan sumberdaya yang berbasis pada tata kelola yang baik sesuai
dengan prinsip keseimbangan ekosistem secara berkesinambungan. Akhirnya, poin
arah pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan diantaranya adalah terwujudnya
rehabilitasi sumberdaya kehutanan dan kelautan. Arah pembangunan ini selanjutnya akan
diupayakan dengan berbagai bentuk intervensi pengembalian fungsi sumberdaya alam
tersebut yang cenderung mengalami kerusakan akibat eksploitasi yang kurang bijaksana
pada masa yang lalu.
2.4.3. CAPAIAN INDIKATOR
Satuan indikator penunjang yang digunakan yaitu persentase luas lahan
rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis. Maksud analisis menggunakan indikator ini
yaitu untuk membuat satu grafik capaian indikator kualitas pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup di provinsi Kalimantan Tengah. Berikut ini akan disajikan berturut-
turut grafik capaian indikator, analisis relevansi, dan analisis efektifitas.
• Grafik Capaian Indikator
-80,00
-60,00
-40,00
-20,00
0,00
20,00
40,00
60,00
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2004 2005 2006 2007 2008
Kalteng
Nasional
Tren Kalteng
Tren Nasional
Gambar 2.35. Grafik capaian Indikator Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004-2008
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 80
Grafik ini menyajikan capaian indikator kualitas pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup di provinsi Kalimantan Tengah dibandingkan dengan capaian
indikator nasional. Tujuan penyajian grafik ini yaitu untuk menilai kinerja pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui pendekatan Relevansi dan Efektivitas
(lihat gambar 2.35.).
• Analisis Relevansi
Analisis relevansi pada sub bahasan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
tren capaian pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di provinsi Kalimatan
Tengah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Kegunaan analisis
ini yaitu untuk menilai sejauh mana tujuan/sasaran pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup di Kalimantan Tengah yang direncanakan mampu menjawab
permasalahan utama/tantangan.
Sesuai grafik capaian indikator kualitas pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Tengah (lihat gambar 2.35.), dapat diketahui
bahwa tren capaian pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup baik di povinsi
Kalimantan Tengah maupun nasional mula-mula menunjukkan tren menurun sampai
tahun 2007, kemudian setelah itu tren nasional berbalik naik sampai tahun 2008; namun
untuk tren Kalimantan Tengah terus turun sampai tahun 2008.
Melalui analisis relevansi menggunakan pendekatan grafik tren (lihat gambar
2.35.) dapat dinilai bahwa mula-mula tren capaian kualitas pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Tengah sudah sejalan dengan capaian
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara nasional, namun sejak
tahun 2008 menjadi tidak sejalan. Dengan demikian bahwa tujuan/sasaran pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup yang direncanakan dengan mengacu RPJMD
provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004 – 2008 tidak mampu menjawab permasalahan
utama/tantangan.
• Analisis Efektifitas
Analisis efektifitas pada sub bahasan ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh
mana capaian kualitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Provinsi
Kalimantan Tengah membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kegunaannya
yaitu untuk menilai kesesuaian antara hasil dan dampak pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup terhadap tujuan yang diharapkan.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 81
Sesuai Grafik Capaian Indikator kualitas pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Tengah dengan satu Indikator Pendukung (lihat
gambar 2.35.), dapat dilihat tinggi diagram batang semakin rendah dibandingkan tahun
sebelumnya. Keseluruhan diagram batang mula-mula tinggi namun pada akhir periode
perencanaan semakin rendah dari tahun sebelumnya.
Melalui analisis efektivitas menggunakan pendekatan grafik diagram batang (lihat
gambar 2.35.) dapat dinilai bahwa capaian kualitas pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup di provinsi Kalimantan Tengah sejak tahun 2004 sampai 2008 semakin
tidak membaik jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dapat dikatakan
bahwa implementasi program/ kegiatan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang mengacu butir-butir seperti yang tercantum dalam RPJMD provinsi
Kalimantan Tengah tahun 2004 – 2009 masih belum ada kesesuaian antara hasil dan
dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan.
Terjadinya fenomena pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
Kalimantan Tengah seperti itu yaitu “semakin tidak membaik” tentu saja penting dan perlu
dicari akar permasalahannya. Berikut ini akan diamati faktor penyebabnya mengapa dan
bagaimana itu bisa terjadi (how and why), sebagai berikut:
Capaian kualitas pengelolaan sumberdaya alam di Provinsi Kalimantan Tengah
dapat dilihat pada gambar 2.35. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Tengah di atas rata-rata
nasional. Kondisi rata-rata nasional pengelolaan sumberdaya alam pada tahun 2004-
2007 cenderung menurun. Di Provinsi Kalimantan Tengah. walaupun capaiannya di atas
rata-rata nasional, namun tren sampai dengan tahun 2008 juga cenderung terus
menurun. Kondisi demikian menunjukkan bahwa tren capaian pembangunan pengelolaan
sumber daya alam di Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya yang terjadi pada tahun
2008, belum sejalan atau belum lebih baik dari capaian pembangunan nasional.
Tren yang menurun dalam capaian indikator kualitas sumberdaya alam di atas
lebih banyak disebabkan penanganan pengelolaan sumberdaya kehutanan yang belum
optimal. Menurunnya persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
dari tahun 2004-2008 adalah indikasi untuk membuktikan hal tersebut. Penurunan
persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis dapat disebabkan
karena kecenderungan meningkatnya luasan lahan kritis. Penambahan luas lahan kritis
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 82
bisa disebabkan karena faktor alam (seperti kebakaran hutan) dan faktor manusia (illegal
loging dan perambahan hutan).
2.4.4. ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK DAN MENONJOL
Ada enam indikator penunjang yang diperhatikan untuk kepentingan Analisis
Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol bidang pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup di provinsi Kalimantan Tengah, yaitu: (1) persentase luas lahan
rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, (2) rehabilitasi lahan luar hutan, (3) luas
kawasan konservasi, (4) jumlah tindak pidana perikanan, (5) persentase terumbu karang
dalam keadaan baik, dan (6) luas kawasan konservasi laut.
Penilaian atas indikator penunjang yang spesifik dan menonjol dapat diketahui
dari analisis kesesuaian antara harapan dan kenyataan. Bila hasilnya sesuai maka
indikator penunjang itulah yang dapat dianggap suatu keberhasilan spesifik dan menonjol
(lihat tabel 2.5).
Melalui data pada tabel 2.5, dapat diketahui bahwa hanya ada satu indikator
penunjang yang sesuai, sedangkan lima sisanya (persentase luas lahan rehabilitasi
dalam hutan terhadap lahan kritis, (2) rehabilitasi lahan luar hutan, jumlah tindak pidana
perikanan, persentase terumbu karang dalam keadaan baik, dan luas kawasan
konservasi laut) tidak sesuai. Dengan demikian dapat ditetapkan indikator yang spesifik
dan menonjol bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di provinsi
Kalimantan Tengah yaitu keberhasilan mempertahankan luas kawasan konservasi yang
tercermin melalui tren tetap/datar (lihat gambar 2.5).
Tabel 2.5 Hasil Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2004 – 2008
No Indikator Penunjang Harapan Fakta Keterangan
1 Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
2 Rehabilitasi lahan luar hutan Trennya Naik Trennya turun tidak sesuai
3 Luas kawasan konservasi Trennya Tetap Trennya Tetap sesuai
4 Jumlah tindak pidana perikanan Trennya Turun Trennya Naik tidak sesuai
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 83
5 Persentase terumbu karang dalam keadaan baik Trennya Naik - tidak sesuai
6 Luas kawasan konservasi laut Trennya Naik Trennya tetap tidak sesuai
Sumber : Diolah dari Matrik Data EKPD Provinsi Kalimantan Tengah.
Grafik capaian indikator spesifik dan menonjol bidang pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2004 – 2008 dapat
dilihat pada gambar berikut.
‐
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1,70 1,70 1,70 1,70 1,70 1,70
Juta
Gambar 2.36. Grafik luas kawasan konservasi di Provinsi
Kalimantan Tengah Tahun 2004-2008
2.4.5. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Beberapa rekomendasi yang dapat disarankan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kualitas sumber daya alam kehutanan dan kelautan adalah sebagai berikut :
1) Sektor Kehutanan :
• Meningkatkan keteraturan dan ketertiban industri hasil hutan, terutama untuk
untuk memenuhi kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan dan industri dengan
mengutamakan kebutuhan bagi masyarakat dan industri lokal.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 84
• Menjalankan pengawasan yang lebih ketat dan memberikan sangsi berat terhadap
pelaku illegal logging.
• Meningkatkan rehabilitasi hutan dan lahan dengan mendorong keterlibatan
semua pihak.
• Meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan dengan pemanfaatan
kawasan dan pengelolaan sumber daya hutan secara optimal dan menitikberatkan
pada kegiatan yang memproduksi hasill hutan ikutan non kayu melalui kemitraan
antara masyarakat dan perusahaan HPH.
• Sosialisasi fungsi hutan dan pengelolaan hutan lestari kepada masyarakat.
• Melembagakan gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan yang sesuai potensi
dan kearifan local
• Meningkatkan perlindungan hutan dan konservasi alam bersama masyarakat.
2) Sektor Kelautan :
• Menegakan hukum dengan mengacu pada undang-undang yang mengatur
pengelolaan wilayah pesisir dan laut dan melimpahkan kewenangannya kepada
daerah untuk mengurangi degradasi ekologi di wilayah pesisir dan laut Provinsi
Kalimantan Tengah.
• Meningkatkan pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara lintas
sektor, sehingga pemanfaatan dan pengelolaan wilayah tersebut mampu
menjangkau semua kepentingan stakeholder dan tidak menimbulkan konflik
kepentingan.
• Mengoptimalkan eksploitasi dan eksplorasi potensi perikanan dan non perikanan
di wilayah pesisir dan laut dengan melibatkan masyarakat lokal dengan
memperhatikan keberlanjutan wilayah tersebut secara ekonomi dan ekologi,
termasuk diantaranya melakukan rehabilitasi ekosistem yang telah terindikasi
mengalami kerusakan.
• Meningkatkan pendidikan dan kesehatan masyarakat di wilayah pesisir dengan
cara membangun sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang layak di
wilayah tersebut.
• Mengatur tata ruang wilayah pesisir dan laut serta peta potensi sumberdaya
pesisir dan kelautan yang jelas yang dapat dijadikan acuan dalam pembangunan
wilayah pesisir dan laut
• Mengoptimalkan perananan lembaga/institusi pemerintahan yang terkait dengan
upaya pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 85
2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL
Masalah dan tantangan pembangunan kesejahteraan sosial di provinsi
Kalimantan Tengah dapat dijelaskan melalui lima indikator yaitu: (1) persentase penduduk
miskin, (2) tingkat pengangguran terbuka, (3) persentase pelayanan kesejahteraan sosial
bagi anak (terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal), (4) persentase pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, dan (5) persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
(penyandang cacat, tunasosial, dan korban penyalahgunaan narkoba).
2.5.1. PERSENTASE PENDUDUK MISKIN
Persentase penduduk miskin di provinsi Kalimantan Tengah memang lebih
rendah dibandingkan tingkat nasional dengan tren tahun 2004 – 2008 semakin menurun.
Pada awal tahun perencanaan yaitu tahun 2004, persentase jumlah penduduk miskin di
Kalimantan Tengah sebesar 10,44% sedangkan pada tingkat nasional sebesar 16,66%.
Kemudian pada akhir tahun perencanaan yaitu tahun 2008 di Kalimantan Tengah sudah
turun menjadi 8,71%, sedangkan pada tingkat nasional juga sudah turun menjadi 15,42%.
Dipandang dari fenomena tersebut tampaknya pemerintah provinsi Kalimantan
Tengah memang telah mampu menurunkan angka kemiskinan secara konsisten (trennya
semakin turun). Namun demikian permasalahannya yaitu bahwa angka capaian
menurunkan tingkat kemiskinan tersebut masih dianggap tinggi, sebab batas target
capaian tertinggi secara nasional yaitu pada level 8,2% (RPJM Nasional 2004 – 2009).
Angka capaian secara rata-rata persentase jumlah penduduk miskin di provinsi
Kalimantan Tengah selama periode perencanaan tahun 2004 – 2008 yaitu sebesar
10,05%, sedangkan pada periode tahun yang sama di tingkat nasional yaitu rata-rata
sebesar 16,62%. Data perkembangan persentase penduduk miskin di provinsi Kalimantan
Tengah maupun Nasional dapat dilihat pada gambar 2.37.
Kendala umum untuk menurunkan angka kemiskinan di provinsi Kalimantan
Tengah masih bersifat klasik yaitu terletak pada keterbatasan kemampuan pengelolaan
potensi sumberdaya alam (tanah) karena kelangkaan modal dan keterbatasan
penguasaan teknologi. Namun secara khusus dan rinci kendala untuk menurunkan angka
kemiskinan di provinsi Kalimantan Tengah sebagai berikut:
1) Kapasitas kelembagaan ekonomi keuangan masyarakat masih rendah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 86
2) Partisipasi masyarakat dalam mewujudkan peningkatan ketahananan pangan lokal
dan produksi pertanian masih rendah.
Persentase Penduduk Miskin
10,44 10,73 11,009,38 8,71
16,66 16,6917,75
16,5815,42
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
2004 2005 2006 2007 2008
Kalteng Nasional
Gambar 2.37. Grafik Persentase Penduduk Miskin di Kalteng dan Nasional
3) Kesejahteraan masyarakat miskin yang diupayakan melalui peningkatan penerapan
teknologi dan pemasaran hasil produksi masih rendah.
4) Partisipasi masyarakat dalam pelayananan kesehatan dan keluarga berencana bagi
masyarakat miskin masih rendah.
5) Pengetahuan masyarakat miskin tentang pencegahan penyakit menular, gizi keluarga
dan perilaku hidup sehat masih rendah.
6) Investasi kesehatan guna menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin masih belum optimal.
7) Layanan pendidikan anak usia dini dan wajib pendidikan dasar sembilan tahun bagi
masyarakat miskin masih belum optimal.
8) Layanan pendidikan non formal, pendidikan luar biasa, minat baca bagi masyarakat
miskin dan peningkatan kapasitas tenaga kependidikan masih belum optimal.
9) Partisipasi masyarakat miskin, transmigran dalam penyediaan rumah, air bersih, infra
struktur perdesaan, sosial, pemberdayaan perempuan dan lingkungan hidup masih
rendah.
10) Partisipasi masyarakat miskin dalam pemberdayaan ekonominya masih rendah.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 87
2.5.2. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA
Persentase pengangguran terbuka di provinsi Kalimantan Tengah memang lebih
rendah dibandingkan tingkat nasional dengan tren tahun 2004 – 2008 semakin menurun.
Pada awal tahun perencanaan yaitu tahun 2004, persentase jumlah pengangguran
terbuka di Kalimantan Tengah sebesar 5,59% sedangkan pada tingkat nasional sebesar
9,86%. Kemudian pada akhir tahun perencanaan yaitu tahun 2008 di Kalimantan Tengah
sudah turun menjadi 4,79%, sedangkan pada tingkat nasional juga sudah turun menjadi
8,46%.
Dipandang dari fenomena tersebut tampaknya pemerintah provinsi Kalimantan
Tengah memang telah mampu menurunkan angka pengangguran terbuka secara
konsisten (trennya semakin turun); dan bahkan di akhir tahun perencanaan sudah
melampaui batas target capaian tertinggi secara nasional yaitu pada level 5,1% (RPJM Nasional 2004 – 2009).
Angka capaian secara rata-rata persentase jumlah pengangguran terbuka di
provinsi Kalimantan Tengah selama periode perencanaan tahun 2004 – 2008 yaitu
sebesar 6,14%, sedangkan pada periode tahun yang sama di tingkat nasional yaitu rata-
rata sebesar 10,38%. Data perkembangan persentase pengangguran terbuka di provinsi
Kalimantan Tengah maupun Nasional dapat dilihat pada gambar 2.38. berikut ini.
Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka
5,59
8,536,68
5,11 4,79
9,86
14,22
10,289,11 8,46
0,002,004,006,008,00
10,0012,0014,0016,00
2004 2005 2006 2007 2008
Kalteng Nasional
Gambar 2.38 Grafik Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka
di Kalteng dan Nasional
Kendala umum yang dihadapi dalam mengatasi persoalan pengangguran
terbuka di provinsi Kalimantan Tengah yaitu disamping keterbatasan keterampilan, modal,
dan pasar untuk membuka usaha-usaha baru pada berbagai level dan sektor, juga karena
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 88
laju pertumbuhan lapangan kerja di pulau Jawa sangat lambat. Ditambah lagi bahwa
angkatan kerja sukarela yang masuk dari pulau Jawa ke Kalimantan Tengah tidak disertai
dengan membawa modal yang memadai.
2.5.3. PERSENTASE PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI ANAK (TERLANTAR, JALANAN, BALITA TERLANTAR, DAN NAKAL)
Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak (Terlantar, Jalanan, Balita
Terlantar, Dan Nakal) di provinsi Kalimantan Tengah memang lebih rendah dibandingkan
tingkat nasional dengan tren tahun 2004 – 2008 semakin menurun. Pada awal tahun
perencanaan yaitu tahun 2004, persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak di
Kalimantan Tengah sebesar 1,80% sedangkan pada tingkat nasional sebesar 2,18%.
Kemudian pada akhir tahun perencanaan yaitu tahun 2008 di Kalimantan Tengah sudah
turun menjadi 1,16%, sedangkan pada tingkat nasional juga sudah turun menjadi 1,25%.
Dipandang dari fenomena tersebut tampaknya pemerintah provinsi Kalimantan
Tengah memang telah mampu mengatasi masalah pelayanan kesejahteraan sosial bagi
anak secara konsisten (trennya semakin turun). Angka capaian secara rata-rata
persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak di provinsi Kalimantan Tengah
selama periode perencanaan tahun 2004 – 2008 yaitu sebesar 1,48%, sedangkan pada
periode tahun yang sama di tingkat nasional yaitu rata-rata sebesar 1,70%. Data
perkembangan persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak di provinsi
Kalimantan Tengah maupun Nasional dapat dilihat pada gambar 2.39. berikut ini.
Persentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Anak (Terlantar, Jalanan, Balita Terlantar,
dan Nakal)
1,80 1,64 1,48 1,32 1,16
2,181,95
1,711,41 1,25
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
2004 2005 2006 2007 2008
Kalteng Nasional
Gambar 2.39. Grafik Persentase pelayanan kesejahteraan sosial
bagi anak (terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal) di provinsi Kalimantan Tengah di Kalteng dan Nasional
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 89
2.5.4. PERSENTASE PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI LANJUT USIA
Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di provinsi
Kalimantan Tengah memang lebih rendah dibandingkan tingkat nasional dengan tren
tahun 2004 – 2008 semakin menurun. Pada awal tahun perencanaan yaitu tahun 2004,
persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di Kalimantan Tengah
sebesar 1,43% sedangkan pada tingkat nasional sebesar 1,42%. Kemudian pada akhir
tahun perencanaan yaitu tahun 2008 di Kalimantan Tengah sudah turun menjadi 0,54%,
sedangkan pada tingkat nasional juga sudah turun menjadi 0,72%.
Dipandang dari fenomena tersebut tampaknya pemerintah provinsi Kalimantan
Tengah memang telah mampu mengatasi masalah pelayanan kesejahteraan sosial bagi
lanjut usia secara konsisten (trennya semakin turun). Angka capaian secara rata-rata
persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di provinsi Kalimantan Tengah
selama periode perencanaan tahun 2004 – 2008 yaitu sebesar 0,97%, sedangkan pada
periode tahun yang sama di tingkat nasional yaitu rata-rata sebesar 0,96%. Data
perkembangan persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di provinsi
Kalimantan Tengah maupun Nasional dapat dilihat pada gambar 2.40. berikut ini.
Persentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Lanjut Usia
1,431,25
0,960,68
0,54
1,42
1,06
0,700,92
0,72
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2004 2005 2006 2007 2008
Kalteng Nasional
Gambar 2.40. Grafik persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
di provinsi Kalimantan Tengah di Kalteng dan Nasional
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 90
2.5.5. PERSENTASE PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL (PENYANDANG CACAT, TUNASOSIAL, DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA)
Persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial di provinsi Kalimantan Tengah
memang lebih rendah dibandingkan tingkat nasional. Pada awal tahun perencanaan yaitu
tahun 2004, persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial di Kalimantan Tengah sebesar
0,54% sedangkan pada tingkat nasional sebesar 1,00%. Kemudian pada akhir tahun
perencanaan yaitu tahun 2008 di Kalimantan Tengah sudah turun sedikit menjadi 0,50%,
sedangkan pada tingkat nasional juga sudah turun menjadi 0,74%.
Dipandang dari fenomena tersebut tampaknya pemerintah provinsi Kalimantan
Tengah memang telah mampu mengatasi masalah pelayanan dan rehabilitasi sosial,
dimana angkanya selalu di bawah level nasional. Namun demikian angka capaian
menunjukkan tren meningkat yang bermakna ada masalah (makna negatif semakin
meningkat). Semestinya angka pelayanan dan rehabilitasi sosial semakin turun. Angka
capaian secara rata-rata persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial di provinsi
Kalimantan Tengah selama periode perencanaan tahun 2004 – 2008 yaitu sebesar
0,57%, sedangkan pada periode tahun yang sama di tingkat nasional yaitu rata-rata
sebesar 0,93%. Data perkembangan persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial di
provinsi Kalimantan Tengah maupun Nasional dapat dilihat pada gambar 2.41. berikut ini.
Persentase Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Penyandang Cacat, Tunasosial, dan Korban
Penyalahgunaan Narkoba)
0,54 0,55 0,57 0,59 0,60
1,001,13
1,26
0,530,74
0,00
0,50
1,00
1,50
2004 2005 2006 2007 2008
Kalteng Nasional
Gambar 2.41. Grafik persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
di provinsi Kalimantan Tengah di Kalteng dan Nasional
Kemudian masalah pelayanan kesejahteraan social bagi anak, bagi lanjut usia,
dan rehabilitasi sosial di provinsi Kalimantan Tengah masih belum optimal. Hal ini terjadi
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 91
karena berbagai kegiatan pembangunan prioritas yang memerlukan dana besar (urusan
Pilkadasung), sehingga dana untuk penanggulangan masalah kesejahteraan sosial sedikit
berkurang.
2.5.6. CAPAIAN INDIKATOR
Satuan indikator yang digunakan yaitu agregasi angka relatif (persentase).
Maksud agregasi ini yaitu untuk membuat satu grafik capaian indikator kesejahteraan
sosial dengan lima indikator pendukung yaitu penduduk miskin, tingkat pengangguran
terbuka, pelayanan kesejahetraan sosial bagi anak, pelayanan kesejahteraan sosial bagi
lanjut usia, dan pelayanan dan rehabilitasi sosial.
• Grafik Capaian Indikator Kesejahteraan Sosial
Grafik ini menyajikan capaian indikator kesejahteraan sosial di provinsi
Kalimantan Tengah periode 2004 - 2008 dibandingkan dengan indikator capaian secara
nasional. Tujuan penyajian grafik ini yaitu untuk menilai kinerja pembangunan daerah
bidang kesejahteraan sosial melalui pendekatan Relevansi dan Efektivitas selama periode
2004 - 2008.
91.00
92.00
93.00
94.00
95.00
96.00
97.00
98.00
2004 2005 2006 2007 2008-1.00-0.80-0.60-0.40-0.200.000.200.400.600.801.00
Kalteng
Nasional
Tren Kalteng
Tren Nasional
Gambar 2.42. Grafik Capaian Indikator Kesejahteraan Sosial di Provinsi Kalimantan
Tengah dengan Lima Indikator Pendukung
• Analisis Relevansi
Analisis relevansi pada sub bahasan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
tren capaian pembangunan bidang kesejahteraan sosial di provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 92
periode 2004 – 2008 sejalan atau lebih baik dari capaian secara nasional. Kegunaannya
yaitu untuk menilai sejauh mana tujuan/sasaran pembangunan ekonomi makro yang
direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan.
Sesuai Grafik Capaian Indikator Kesejahteraan Sosial di Provinsi Kalimantan
Tengah dengan Lima Indikator Pendukung, dapat diketahui bahwa tren capaian
pembangunan Kesejahteraan Sosial baik di povinsi Kalimantan Tengah maupun nasional
mula-mula menunjukkan tren meningkat (naik) dari tahun 2004 sampai 2007, namun
setelah itu terus turun sampai tahun 2008. Masa puncak capaian hasil pembangunan di
provinsi Kalimantan Tengah terjadi pada tahun 2007, sedangkan nasional pada tahun
2006, dan setelah itu baik Kalteng maupun nasional terus mengalami penurunan.
Melalui analisis relevansi menggunakan pendekatan grafik tren (lihat gambar 14)
dapat dinilai bahwa tren capaian pembangunan daerah bidang kesejahteraan sosial di
provinsi Kalimantan Tengah sudah sejalan dengan capaian pembangunan nasional;
sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan/sasaran pokok pembangunan bidang ekonomi
yang direncanakan dengan mengacu RPJMD provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004 –
2009 mampu menjawab permasalahan utama/tantangan.
• Analisis Efektifitas
Analisis efektifitas ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana capaian
pembangunan daerah bidang Kesejahteraan Sosial membaik dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Kegunaannya yaitu untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil
dan dampak pembangunan bidang Kesejahteraan Sosial di provinsi Kalimantan Tengah
tahun 2004 – 2008 terhadap tujuan yang diharapkan.
Sesuai Grafik Capaian Indikator Kesejahteraan Sosial di Provinsi Kalimantan
Tengah dengan lima Indikator Pendukung (lihat gambar 14), dapat dilihat tinggi diagram
batang tahun 2005 sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Berikutnya lagi
dapat dilihat bahwa tinggi diagram batang tahun 2006, 2007, 2008 sedikit lebih tinggi dari
tahun-tahun sebelumnya. Keseluruhan diagram batang mula-mula rendah namun
semakin tinggi dari tahun sebelumnya terutama tahun 2006 sampai 2008.
Melalui analisis efektivitas menggunakan pendekatan grafik diagram batang (lihat
gambar 14) dapat dinilai bahwa capaian indikator kesejahteraan sosial di provinsi
Kalimantan Tengah sejak tahun 2006 sampai 2008 semakin membaik jika dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa implementasi program/
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 93
kegiatan kesejahteraan sosial yang mengacu butir-butir seperti yang tercantum dalam
RPJMD provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004 – 2009 sudah ada kesesuaian antara
hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan.
2.5.7. ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK DAN MENONJOL
Ada lima indikator penunjang yang diperhatikan untuk kepentingan Analisis
Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol bidang kesejahteraan social di provinsi
Kalimantan Tengah, yaitu: (1) persentase penduduk miskin, persentase tingkat
pengangguran terbuka, persentase pelayanan kesejahetraan sosial bagi anak,
persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, dan persentase pelayanan
dan rehabilitasi sosial. Penilaian atas indikator penunjang yang spesifik dan menonjol
dapat diketahui dari analisis kesesuaian antara harapan dan kenyataan. Bila hasilnya
sesuai maka indikator penunjang itulah yang dapat dianggap suatu keberhasilan spesifik
dan menonjol (lihat tabel 2.6).
Melalui data pada tabel 2.6, dapat diketahui bahwa ada empat indikator
penunjang yang sesuai, sedangkan satu sisanya tidak sesuai. Dengan demikian dapat
ditetapkan indikator yang spesifik dan menonjol bidang kesejahteraan sosial di provinsi
Kalimantan Tengah yaitu keberhasilan penanganan masalah kemiskinan (lihat gambar
2.43.), pengurangan jumlah pengangguran terbuka (lihat gambar 2.44.), Pelayanan
Tabel 2.6
Hasil Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Bidang Kesejahteraan Sosial Di Provinsi Kalimantan Tengah, Tahun 2004 – 2008
No Indikator Penunjang Harapan Fakta Keterangan
1 Persentase Penduduk Miskin Trennya Turun Trennya Turun sesuai
2 Tingkat Pengangguran Terbuka Trennya Turun Trennya Turun sesuai
3 Persentase Pelayanan Kesejahteraan sosial bagi anak (terlantar, jalanan, balita, dan nakal)
Trennya turun Trennya Turun sesuai
4 Persentase Pelayanan Kesejahteraan sosial bagi lanjut usia Trennya turun Trennya Turun sesuai
5 Persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tunasosial, dan korban penyalahgunaan narkoba)
Trennya turun Trennya Naik tidak sesuai
Sumber : Diolah dari Matrik Data EKPD Provinsi Kalimantan Tengah.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 94
Kesejahteraan sosial bagi anak (lihat gambar 2.45.), Pelayanan Kesejahteraan sosial bagi
lanjut usia (lihat gambar 2.46.). Keempat indikator tersebut dapat dianggap mampu
mencerminkan keberhasilan pembangunan bidang kesejahteraan sosial.
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
10,44 10,73 11,00
9,388,71 8,50
Gambar 2.43. Grafik capaian indikator Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kalimantan Tengah
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
5,59
8,53
6,68
5,11 4,79
5,75
Gambar 2.44. Grafik capaian indikator Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 95
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1,801,64
1,481,32
1,161,01
Gambar 2.45. Grafik capaian indikator Persentase Pelayanan Kesejahteraan sosial
bagi anak di Provinsi Kalimantan Tengah
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
2004 2005 2006 2007 2008
1,25
0,96
0,68
0,540,48
Gambar 2.46. Grafik capaian indikator Persentase Pelayanan Kesejahteraan sosial
bagi lanjut usia di Provinsi Kalimantan Tengah
2.5.8. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Walaupun hasil analisis relevansi dan efektivitas menunjukkan bahwa
tujuan/sasaran pembangunan bidang kesejahteraan sosial sudah mampu menjawab
permasalahan utama/tantangan, juga terdapat kesesuaian antara hasil dan dampak
pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan; namun karena pembangunan tidak
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 96
hanya sampai di titik itu saja maka apa saja faktor yang memberikan dampak positif
terhadap tujuan pembangunan perlu dikembangkan, dan sebaliknya.
Rekomendasi kebijakan:
A. Upaya penanggulangan kemiskinan, dilakukan melalui:
• Kebijakan meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan
masyarakat, partisipasi masyarakat dalam mewujudkan peningkatan ketahananan
pangan lokal dan produksi pertanian.
• Kebijakan meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui peningkatan
hasil produksi/penerapan teknologi dan pemasaran hasil produksi pertanian,
perkebunan, peternakan, kelautan dan perikanan.
• Kebijakan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayananan kesehatan
dan keluarga berencana bagi masyarakat miskin.
• Kebijakan meningkatkan pengetahuan masyarakat miskin tentang pencegahan
penyakit menular, gizi keluarga dan perilaku hidup sehat.
• Kebijakan meningkatkan investasi kesehatan guna menjamin terselenggaranya
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.
• Kebijakan meningkatkan layanan pendidikan anak usia dini dan wajib pendidikan
dasar sembilan tahun bagi masyarakat miskin.
• Kebijakan meningkatkan layanan pendidikan non formal, pendidikan luar biasa,
minat baca bagi masyarakat miskin dan peningkatan kapasitas tenaga
kependidikan.
• Kebijakan meningkatkan partisipasi masyarakat miskin, transmigran dalam
penyediaan rumah, air bersih, infra struktur perdesaan, sosial, pemberdayaan
perempuan dan lingkungan hidup.
• Kebijakan meningkatkan partisipasi masyarakat miskin dalam pemberdayaan
ekonomi.
B. Upaya Mengurangi Penganggguran Terbuka
• Kebijakan penciptaan lapangan kerja formal. Kondisi angkatan kerja yang
sebagian besar
• didominasi oleh pendidikan sekolah dasar (SD) ke bawah dan berusia muda
diperkirakan
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 97
• tidak banyak berubah hingga 10 tahun mendatang. Oleh karena itu, penciptaan
lapangan
• kerja diprioritaskan ke arah industri padat karya, industri kecil dan menengah
(IKM), serta industri yang berorientasi ekspor
• Kebijakan meningkatkan keterampilan pekerja. Tingkat keterampilan yang tinggi
diharapkan akan memfasilitasi pekerja untuk berpindah dari pekerjaan informal ke
formal.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 98
BAB III. KESIMPULAN
1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
Kinerja pembangunan daerah untuk meningkatkan pelayanan publik dan
demokrasi di provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004 - 2009 sudah membaik. Hal ini
ditunjang oleh beberapa keberhasilan, seperti misalnya keberhasilan kemampuan
aparat penegak hukum menyelesaikan berbagai kasus korupsi, misalnya tahun 2009
sudah mampu menyelesaikan 90% dari jumlah kasus korupsi yang dilaporkan.
Kemudian karena adanya keberhasilan meningkatkan jumlah aparat yang berijasah
minimal S-1, sehingga pelayanan publik menjadi lebih baik. Sejak tahun 2009 kualitas
pelayanan berbagai urusan perijinan menjadi lebih baik setelah hampir semua
kabupaten/kota sudah memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap yang mencapai
71,43% (10 dari 14 kabupaten/kota yang ada).
Dari segi partisipasi perempuan yang tercermin dalam GEM maka perlu
peningkatan peranan perempuan baik dalam bidang pendidikan, kesehatan dan
ekonomi. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index (HDl) di
Kalimantan Tengah telah meningkat sebesar 3,10 selama kurun waktu 2004 – 2009
yaitu 71,70 pada tahun 2004 menjadi 74,80 pada tahun 2009 (Data EKPD (2009)).
Namun, bila melihat Indeks Pembangunan Gender (Gender-related Development
Index (GDI) tahun 2009 dan Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment
Measurement (GEM) masih terdapat kesenjangan relatif besar yang mengindikasikan
besarnya perbedaan manfaat yang diterima oleh perempuan di bandingkan dengan
laki-laki. GDI Indonesia yang dihitung berdasarkan variabel pendidikan, kesehatan
dan ekonomi, walaupun mengalami peningkatan dari 60,78 pada tahun 2004 menjadi
67,57 pada tahun 2009, tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai HDI pada
tahun yang sama. GEM Kalimantan Tengah yang mengukur partisipasi perempuan
dibidang ekonomi, politik dan pengambilan keputusan juga meningkat dari 57,11 pada
tahun 2004 menjadi 66,75 pada tahun 2009. Jika nilai GDI mendekati HDI, artinya di
daerah tersebut hanya sedikit terjadi disparitas gender dan kaum perempuan telah
semakin terlibat dalam proses pembangunan. Tolok ukur pro kesetaraan gender/pro-
perempuan (pro-women), dimaksudkan untuk lebih banyak membuka kesempatan
pada kaum perempuan untuk terlibat dalam arus utama pembangunan.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 99
Namun yang perlu dicermati kembali yaitu adanya penurunan kinerja tingkat
pelayanan demokrasi di Kalimantan Tengah mengingat partisipasi masyarakat di
dalam pelaksanaan pemilu baik Pemilu Legislatif, PILPRES maupun PILKADA
cenderung menurun. Partisipasi politik masyarakat pada pemilu legislatif turun sekitar
9,21% dari 78,38% tahun 2004 menjadi 69,17% tahun 2009. Dalam pemilihan
presiden, partisipasi masyarakat turun dari 69,52% menjadi 66,00% atau mengalami
penurunan sekitar 3,52%. Dalam pemilihan kepala daerah tingkat partisipasi
masyarakat rendah (63,20% pada tahun 2005). Mengingat tahun 2010 akan
dilaksanakan pemilihan kepala daerah (Gubernur dan Bupati) maka sosialisasi
tentang hak dan kewajiban warga dalam pilkada dan peningkatan peran serta
masyarakat sangat diperlukan.
2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
Kinerja pembangunan daerah untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia di provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004 – 2008 semakin baik. Hal ini
memang ditunjang oleh hampir semua indikator yang berhubungan dengan
pendidikan seperti angka partisipasi murni SD/MI, Angka putus sekolah SD, angka
putus sekolah SMP/MTs, angka putus sekolah menengah, angka melek aksara 15
tahun keatas, persentase jumlah guru SMP/MTs yang layak mengajar, persentase
jumlah guru sekolah menengah yang layak mengajar sudah relatif tinggi tingkat
capaiannya.
Kemudian indikator bidang kesehatan seperti umur harapan hidup, jumlah
kematian bayi, jumlah kematian ibu, prevalensi gizi buruk, prevalensi gizi kurang,
persentase tenaga kesehatan per penduduk menunjukkan angka membaik. Namum
demikian yang perlu diperhatikan adalah kualitas pelayanannya yang belum
meningkat, Angka kematian ibu dan bayi masih belum terolah, tenaga kesehatan
terutama dokter masih kurang dan penyebarannya ke daerah-daerah masih sangat
minim terutama di kecamatan dan desa. Yang sangat kurang lagi adalah jumlah
tenaga dokter spesialis dan sebaran spesialisasinya dirumah-rumah sakit.
Dalam bidang keluarga berencana terilihat bahwa persentase penduduk ber
KB sudah relatif tinggi namun persentase laju pertumbuhan penduduk juga masih
tinggi dibanding angka rerata nasional. Hal ini disebabkan oleh ada pomeo
dimasyarakat bahwa wilayah kalimantan tengah masih luas dan kekayaan alamnya
masih tersedia sehingga tambahan anak merupakan berkah bagi keluarga tersebut.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 100
Seiring dengan kemajuan teknologi sekarang ini, maka dalam hal
pembangunan pendidikan, yang perlu diperbaiki lagi adalah kualitas pembelajaran itu
sendiri, tingkat penguasaan teknologi pembelajaran dirasakan masih kurang. Banyak
kalangan pendidik yang masih gagap teknologi (gaptek) sehingga kemampuan
mengopreasikan media/alat bantu pembelajaran masih lemah. Kurikulum muatan lokal
untuk SMP dan SMA masih belum tersedia. Yang paling penting sebenarnya adalah
peningkatan etos kerja. Dunia pendidikan memerlukan orang yang serius, disiplin dan
profesional dalam menjalankan tugasnya sehingga dapat menjadi teladan bagi
masyarakat. Seorang pendidik dan tenaga kependidikan diharapkan dapat
menghayati tugas pokok dan fungsinya sebagai abdi masyarakat dan abdi negara.
Dengan demikian pelatihan mengenai emosional skill dan advertising skill sangat
diperlukan.
3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
Kinerja pembangunan daerah untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di
provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004 – 2008 dengan tujuh indikator pendukung
yaitu pertumbuhan ekonomi, ekspor, output industri manufaktor, output UMKM,
pendapatan perkapita, inflasi, dan infrastruktur fisik (jalan) pada awalnya yaitu tahun
2004 – 2005 menunjukkan peningkatan, namun setelah itu sejak tahun 2006 – 2008
berbalik turun. Penyebabnya yaitu capaian pertumbuhan ekonomi, persentase output
industri manufaktor terhadap PDRB, persentase output UMKM terhadap PDRB,
pendapatan perkapita cenderung turun dan inflasi cenderung naik. Keberhasilan yang
dicapai hanya pada peningkatan persentase ekspor terhadap PDRB.
Hasil analisis menggunakan pendekatan relevansi dan efektifitas menunjukkan
bahwa tujuan/ sasaran pembangunan daerah untuk tingkat pembangunan ekonomi
sudah relevan namun tidak efektif terhadap tujuan/sasaran pembangunan nasional.
Ketidak efektifan tersebut lebih dominan disebabkan oleh kendala infrastruktur fisik
wilayah, dan ketidakpastian penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP)
di Kalimantan Tengah. Akibatnya realisasi investasi di sektor ril menjadi rendah.
4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Kinerja pembangunan daerah untuk meningkatkan kualitas pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Tengah memang
belum baik namun demikian kualitasnya masih di atas rata-rata nasional. Hasil
analisis relevansi dapat dikatakan bahwa tren capaian pembangunan pengelolaan
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 101
sumber daya alam di Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya tahun 2008, masih
belum sejalan atau belum baik dari capaian pembangunan nasional. Hal ini terjadi
karena ada penurunan persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan
kritis (luasan lahan kritis meningkat). Peningkatan luas lahan kritis mungkin
disebabkan faktor alam (seperti kebakaran hutan) dan faktor manusia (illegal loging
dan perambahan hutan).
Provinsi Kalimantan Tengah di masa lalu lebih banyak memaksimalkan
potensi hasil hutan yang dimilikinya, saat ini fokus pengelolaan sumberdaya alam
lebih banyak diarahkan pada sektor perkebunan dan pertambangan. Sektor kelautan,
dalam hal ini wilayah pesisir dan laut, sampai saat ini masih belum digarap secara
optimal. Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor : Per.16/Men/2008 tentang Perencaaan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memberikan kesempatan daerah untuk
mengoptimalkan potensi wilayah pesisir dan laut tersebut.
Walaupun potensi sumber daya alam kelautan di Provinsi Kalimantan belum
banyak dieksploitasi, namun indikasi kerusakan terumbu karang di wilayah pesisir dan
laut tetap ada. Indikasi kerusakan tersebut lebih banyak disebabkan oleh aktivitas
manusia yang tidak banyak berhubungan secara langsung dengan potensi hasil laut,
misalnya adanya penambangan pasir dan zirkon di wilayah pesisir.
Potensi terumbu karang di Provinsi Kalimantan Tengah banyak terdapat di
perairan Senggora, Kabupaten Kotawaringin Barat. Potensi tersebut masih belum
dapat dikualifikasikan sebagai terumbu karang yang bernilai ekstotis. Keberadaannya
hanya sebagai habitat ikan dan hewan laut lainnya dalam lingkungan itu.
5. TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL
Kinerja pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan sosial di
provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004 – 2008 yang diukur dengan lima indikator
pendukung yaitu tingkat kemiskinan, pengangguran terbuka, pelayanan
kesejahteraan social bagi anak (terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal),
pelayanan kesejahteraan social bagi lanjut usia, pelayanan dan rehabilitasi sosial
(penyandang cacad, tunasosial, dan korban penyalahgunaan narkoba menunjukkan
peningkatan dengan tingkat keberhasilan di atas rata-rata nasional. Keberhasilan ini di
dukung oleh keberhasilan menurunkan tingkat kemiskinan, pengangguran terbuka,
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 102
beban sosial (anak terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal), dan beban sosial
lanjut usia. Ketidak berhasilan kesejahteraan sosial hanya pada penderita
rehabilitasi sosial (penyandang cacad, tunasosial, dan korban penyalahgunaan
narkoba). Walaupun demikian jumlah golongan ini relatif sedikit.
Hasil analisis relevansi dan efektifitas menunjukkan bahwa tujuan/ sasaran
pembangunan daerah untuk tingkat kesejahteraan sosial sudah relevan dan efektif
terhadap tujuan/sasaran pembangunan nasional. Kesesuaian dan keefektifan ini
sangat ditunjang oleh kepedulian tinggi dari seluruh pemangku kepentingan
mengatasi persoalan kesejahteraan sosial.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 103
LAMPIRAN