LAPORAN AKHIR D -...
Transcript of LAPORAN AKHIR D -...
LAPORAN AKHIR
PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN BASIS DATA REGIONAL
PENGARAH Ir. Max H. Pohan, CES, MA
PENANGGUNG JAWAB
Ir. Arifin Rudiyanto M.Sc, Ph.D
TIM PENYUSUN Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D
Awan Setiawan, SE, MM, ME Uke Mohammad Hussein, S.Si. MPP
Supriyadi, S.Si, MTP Rudi Alfian, SE
Septaliana Dewi Prananingtyas, SE Anang Budi Gunawan, SE
TIM AHLI
Ir. Wawan Heryawan Nana Mulyana, SP
Azis Faizal F, S.Kom Tri Supriyana, ST
Setya Rusdianto, S.Si Selenia Ediyani P., ST Said Faisal Albar, ST
TIM PENDUKUNG Anna Astuti, SE
Eni Arni Sapto Mulyono Vini Irawati, ST
Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke :
Direktorat Pengembangan Wilayah
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310
Telp/Fax. (021) 3193 4195
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir yang
berjudul ” Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional”.
Laporan akhir ini terdiri dari empat bab. Bab pertama tentang justifikasi
penelitian yang mencakup latar belakang, tujuan, sasaran, lingkup pekerjaan, metode
pelaksanaan dan keluaran. Tiga bab berikutnya tentang pengembangan sistem database
perencanaan pembangunan regional, kumpulan model perhitungan dan indikator
pembangunan wilayah, serta pengembangan publikasi data dan informasi.
Sebagai suatu proses tentu kegiatan ini masih perlu masukan dari berbagai pihak
yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penyempurnaan buku
Pengembangan dan Pemanfaatan Basis Data Regional. Harapan kami semoga buku ini
dapat digunakan dalam mendukung perencanaan ditingkat pusat dan di daerah.
Jakarta, Desember 2008
Direktur Pengembangan Wilayah
Direktortat Pengembangan Wil;ayah, Bappenas i
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. I-1
1.2. Tujuan .......................................................................................... I-3 1.3. Sasaran ......................................................................................... I-3 1.4. Lingkup Pekerjaan dan Metode Pelaksanaan .............................. I-4
1.5. Keluaran yang Diharapkan ........................................................... I-5
BAB II PENGEMBANGAN SISTEM DATABASE PERENCANAAN
PEMBANGUNAN REGIONAL
2.1. Pengumpulan Data ........................................................................ II-2
2.2. Pengolahan Data Mentah .............................................................. II-3
2.3. Integrasi anatar data Intermediate dengan daftar Indikator ....... II-4
2.4. Pengembangan Aplikasi Data Retrival ......................................... II-5
BAB III KUMPULAN MODEL PERHITUNGAN DAN INDIKATOR
PEMBANGUNAN WILAYAH
BAB IV PENGEMBANGAN PUBLIKASI DATA DAN INFORMASI
4.1. Penyusunan Buku Pembangunan Daerah dalam Angka (PDDA) tahun 2008 ............................................................................................. IV-1
4.2. Penyusunan Buku Analisis Kesenjangan Antarwilayah tahun
2008 ............................................................................................ IV-2
4.3. Penyusunan Buku Peta Kesenjangan Antarwilayah tahun 2008 IV-3
4.4. Penyusunan Buku Triwulan II Perkembangan Ekonomi, Ketenagakerjaan dan kemiskinan ............................................... IV-4
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas ii
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Nilai maksimum dan minimum komponen IPM...................... III-5
Tabel 3.2. Nilai maksimum dan minimum komponen IPJ........................ III-7
Tabel 3.3. Jumlah komoditi makanan dan bukan makanan yang diguna-
kan dalam penentuan garis kemiskinan.................................... III-10
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas iii
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam proses perencanaan dan perumusan kebijakan pengembangan wilayah dan
pembangunan daerah, ketersediaan data dan informasi yang memadai sangat dibutuhkan.
Agar kualitas kebijakan yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan, data-data dan
informasi tersebut haruslah memenuhi kriteria standar (diterima dan dipakai secara luas),
relevan (sesuai kebutuhan untuk menjawab persoalan), dan mutakhir (selalu
diperbaharui, terkini). Bagi lembaga perencanaan di tingkat nasional, urgensi atas data
dan informasi ini meliputi: (i) kebutuhan data dan informasi untuk memantau dan
mengevaluasi pembangunan daerah dan kesenjangan antar wilayah; (ii) kebutuhan data
dan informasi untuk proses identifikasi potensi pengembangan wilayah dan daerah; (iii)
kebutuhan data dan informasi untuk menunjang koordinasi dan atau kerjasama lintas
sektor, lintas wilayah, dan antara pusat dan daerah; dan (iv) kebutuhan data dan
informasi untuk mendukung sistem deteksi dini berbagai persoalan daerah dan
masyarakat.
Untuk mendukung kebutuhan-kebutuhan tersebut, Direktorat Pengembangan
wilayah sejak tahun 2006 telah mengembangkan Sistem Informasi dan Data Base
Pengembangan Regional yang mengolah dan menyimpan data-data yang diperlukan
untuk analisis pengembangan wilayah, terutama terkait tujuan utama mengurangi
kesenjangan pembangunan antar wilayah. Sistem ini memungkinkan pengguna untuk
melakukan aplikasi data sesuai dengan tujuan masing-masing serta menampilkan
hasilnya baik dalam bentuk tabel, diagram, maupun peta spasial. Setiap tahun data dan
informasi ini perlu dimutakhirkan dengan data-data terbaru, baik data-data sekunder
yang dikeluarkan oleh BPS maupun departemen teknis/LPND terkait. Data yang
tersimpan dalam sistem hingga kini baru mencakup data-data hingga tahun 2007. Di
samping itu, sejalan dengan dinamika yang berkembang sistem data base dan informasi
ini juga terbuka terhadap kemungkinan perluasan substansi data dan informasi sejalan
dengan kebutuhan dalam perumusan kebijakan pembangunan wilayah. Cakupan unit
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas I - 1
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
administrasi yang sudah dikembangkan pada tahun 2006 meliputi nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota. Perluasan masih dimungkinkan karena sistem yang dibangun mampu
menampung hingga unit kecamatan.
Untuk pemutakhiran basis data wilayah tersebut, akan dibutuhkan proses
digitalisasi data, dan integrasi ke dalam struktur basis data yang ada, sehingga akan
terbangun basis data terkini yang sesuai dengan kebutuhan perumusan kebijakan
pembangunan wilayah di masa mendatang.
Selanjutnya data-data yang tersedia tersebut akan dimanfaatkan sebagai input
bagi penyusunan publikasi indikator wilayah. Pencapaian tujuan dan sasaran
pembangunan nasional pada dasarnya ditentukan oleh kinerja pembangunan di setiap
wilayah. Pencapaian tujuan dan sasaran pembanguan nasional merupakan totalitas dari
pencapaian tujuan dan sasaran di provinsi, dan totalitas pencapian tujuan dan sasaran
pembangunan di kabupaten/kota.
Kegiatan perencanaan pembangunan suatu daerah memerlukan pertimbangan
berbagai aspek (informasi), baik internal maupun eksternal. Informasi internal adalah
informasi yang spesifik mengenai daerah yang bersangkutan, sedangkan informasi
eksternal adalah informasi pembanding dari daerah-daerah lain, termasuk di dalamnya
informasi keterkaitan antar daerah. Jika ditinjau dari kedalaman informasi untuk
kebutuhan perencanaan pembangunan, maka perlu digali data dan informasi yang
mencakup dimensi-dimensi terkait, baik untuk aspek persoalan maupun sisi potensi
pembangunan daerah.
Informasi sebagaimana diuraikan di atas merupakan instrumen yang penting
dalam era otonomi karena akan memfasilitasi proses penyeimbangan, baik melalui upaya
internal tiap daerah dan kelompok masyarakat maupun melalui upaya kerjasama antar
daerah dan antar kelompok masyarakat. Salah satu isu utama dalam pembangunan
nasional adalah masih belum teratasinya kesenjangan antar wilayah. Antara Kawasan
Barat dan Timur, Jawa dan luar Jawa, Kota dan Kabupaten, Perkotaan dan Perdesaan.
Berdasarkan informasi tersebut, maka kita dapat menilai tingkat kecukupan kegiatan
pembangunan yang selama ini dilakukan dan dapat mengajukan alternatif kebijakan lain
bila diperlukan.
Pada tahun 2006 telah dilakukan penyusunan Indeks Pembangunan Daerah yang
merupakan set indikator terpilih yang dianggap merepresentasi kinerja dan kemajuan
pembangunan daerah. Namun indeks ini perlu terus dievaluasi apakah sudah mencukupi
dan mendekati potret riil di lapangan ataukah masih memerlukan penyempurnaan dan
pengembangan. Penyempurnaan di sini bisa berarti penggantian indikator lama dengan
indikator baru yang lebih representatif dan asosiatif. Sementara itu pengembangan bisa
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas I - 2
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
berarti penambahan indikator baru untuk memperbaiki kehandalan indeks. Dan yang tak
boleh dilupakan adalah bagaimana menggalang konsensus lintas sektor untuk
meningkatkan penerimaan (akseptabilitas) penggunaan alat ukur ini.
Seiring dengan dinamika persoalan dan perkembangan hasil pembangunan, serta
keberagaman antar daerah, perlu terus dilanjutkan upaya penyediaan indikator yang
terukur dan dapat dipantau perkembangannya, serta mudah dipahami oleh berbagai
pihak. Di samping itu, penyediaan bahan publikasi berupa panduan bagi daerah tentang
faktor-faktor strategis (kunci keberhasilan) dalam mengembangkan wilayahnya, dapat
juga menjadi masukan bagi instansi sektoral di tingkat pusat tentang indikasi lokasi dan
sektor yang harus diprioritaskan.
1.2. Tujuan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat dukungan system database wilayah
dalam proses perencanaan pembangunan, baik perencanaan bentuk kegiatan (sektor),
perencanaan pembiayaan, maupun perencanaan distribusi kegiatan secara spasial.
Sedangkan tujuan Pengembangan dan Pemanfaatan Basis Data Regional untuk:
1. Pemutakhiran basis data dan informasi tekstual maupun spasial untuk mendukung
perencanaan regional.
2. Pengembangan aplikasi penyajian data dan informasi
3. Penyusunan dan penyebarluasan model pemanfaatan data dan informasi untuk
mendukung kapasitas perencanaan di daerah.
4. Penyusunan bahan publikasi tahun 2008
1.3. Sasaran
Sasaran Penerima Manfaat kegiatan Penyusunan Pengembangan dan
Pemanfaatan Basis Data Regional meliputi:
i. Penerima manfaat langsung: staf Perencana Direktorat Pengembangan Wilayah,
staf di lingkungan Kedeputian Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Staf
Perencana Bappenas.
ii. Penerima manfaat tidak langsung: Departemen Sektor, Pemerintah Daerah.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas I - 3
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
1.4. Lingkup Pekerjaan dan Metode Pelaksanaan
Lingkup Pekerjaan
Untuk menjalankan kegiatan Pengembangan dan Pemanfaatan Basis Data
Regional, akan meliputi lingkup pekerjaan sebagai berikut:
a. Merumuskan cakupan kebutuhan pemutakhiran data dan informasi dan
identifikasi sumber data.
b. Pengumpulan data, integrasi data terkini ke dalam sistem basis data.
c. Kunjungan lapangan dalam rangka pengumpulan data dan mengidentifikasi
berbagai isu pembangunan di daerah.
d. Pengolahan dan analisis data
e. Pengembangan aplikasi penyajian data dan informasi
f. Pengembangan model pemanfaatan data dan informasi untuk mendukung
perencanaan di daerah.
g. Sosialisasi dan diseminasi model pemanfaatan data dan informasi untuk
mendukung kapasitas perencanaan di daerah
h. Penyusunan Buku Pembangunan Daerah Dalam Angka
i. Penyusunan Buku Analisis Kesenjangan Antarwilayah
j. Penyusunan Buku Laporan Triwulanan Perkembangan Wilayah
k. Penyusunan Peta Kesenjangan Antarwilayah
l. Lokakarya
m. Sosialisasi dan distribusi publikasi
Metode Pelaksanaan:
i. Merumuskan cakupan kebutuhan data dan informasi yang dibutuhkan (melalui
proses evaluasi terhadap sistem yang sudah ada)
ii. Pengumpulan data
iii. Pengolahan dan Analisis Data
iv. Integrasi data terkini ke dalam sistem basis data
v. Pengembangan aplikasi data retrieval.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas I - 4
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas I - 5
Dalam rangka penyusunan dan sosialisasi hasil kegiatan ini, daerah yang akan
dikunjungi untuk masing-masing wilayah antara lain:, Kalimantan Tengah, Gorontalo,
Nusa Tenggara Timur, dan DI Yogyakarta.
1.5. Keluaran yang Diharapkan
Melalui kegiatan ini diharapkan dapat diperoleh keluaran:
1. Terbangunnya basis data dan informasi mutakhir untuk mendukung perencanaan
regional.
2. Terbangunnya aplikasi penyajian data dan informasi
3. Adanya transfer pengetahuan kepada daerah mengenai model pemanfaatan data
dan informasi untuk mendukung perencanaan pembangunan di daerah.
4. Publikasi Buku PDDA tahun 2008
5. Publikasi Buku Analisis Kesenjangan Antarwilayah
6. Publikasi Buku Laporan Triwulanan Perkembangan Wilayah
7. Publikasi Buku Peta Kesenjangan Antarwilayah
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
BAB II PENGEMBANGAN SISTEM DATABASE
PERENCANAAN PEMBANGUNAN REGIONAL
Basis data adalah kumpulan dari item data yang saling berhubungan satu dengan
yang lainnya yang diorganisasikan berdasarkan sebuah skema atau struktur tertentu,
tersimpan di hardware komputer dan dengan software untuk melakukan manipulasi
untuk kegunaan tertentu.
Lingkup kegiatan dalam pengembangan basis data antara lain meliputi :
1. Pengumpulan data. Kegiatan ini dilakukan dengan memanfaatkan ketersediaan data
dari pusat maupun daerah secara berkelanjutan.
2. Pengolahan data. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan
mengingat kualitas dan kuantitas data dari berbagai sumber mempunyai keragaman
yang tinggi. Selengkapnya tersaji pada gambar berikut.
SumberData
Soft ? Entry Data
DatabaseMentah
PengolahanData
Mentah
Data Layak ?
FormatisasiData Tabel Database
Intermediate
Dokumentasi
IdentifikasiIndikator dngKetersediaan
Data
Daftar Indikator Data
Tersedia ?
Analisis Indikator
RumusanIndikator Database
Indikator
Retrievel Output
No
No
Yes
Yes
Yes
No
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 1
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Tahapan pekerjaan yang sudah dilakukan meliputi:
2.1. Pengumpulan Data
Kegiatan dalam proses pengumpulan data atau pemuktahiran data/informasi serta
pendalaman analisis, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
Merumuskan konsep basis data yang akan digunakan dalam kegiatan ini serta
desain pengolahan data yang akan diaplikasikan.
Penyusunan daftar ketersediaan data yang telah diolah dan dikumpulkan dari
berbagai sumber data. Data yang ada akan dikelompokkan kedalam kategori yang
akan didefinikan berdasarkan kebutuhan kegiatan Perencanaan pembangunan
regional. Penyusunan data akan mengidentifikasikan tahun data terakhir dan
perkembangan administrasi wilayah untuk memudahkan pemutakhiran data yang
akan dilakukan.
Identifikasi kebutuhan terhadap data/informasi yang berkaitan dengan perencanaan
pembangunan regional, dengan mengacu pada alternatif indikator dan variabel yang
akan digunakan.
Mengumpulkan berbagai data/informasi yang diperlukan dalam proses
pemutakhiran dengan menjajagi sumber-sumber data dari berbagai instansi yang
dapat di akses.
b. Analisis variabel yang
diperlukan
c. Pembuatan struktur
data & aplikasi
d. Pengisian Tabel
DB Mentah
e. Validasi
a. Sumber Data
Tidak Layak ?
Layak ?
Secara diagram, proses pengumpulan data dimulai dengan pengecekan jenis data. Untuk
data lunak (soft-copy) dengan sangat mudah langsung dimasukkan ke dalam database
mentah. Sedangkan untuk data cetakan (hard copy) melalui proses entry yang
digambarkan sebagai berikut:
1. Data yang diperoleh dari sumber data masih berupa hard-copy
2. Dari data yang didapat perlu analisa variabel apa saja yang akan dipakai
untuk dapat dijadikan suatu tabel
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 2
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
3. Pembentukan struktur data dan aplikasi entry data
4. Pengisian data ke dalam tabel-tabel yang telah disiapkan didalam aplikasi
data entry.
5. Validasi data, sangat diperlukan untuk pengecekan isi data dari hasil entry
yang telah dilakukan, jika terjadi kesalahan maka harus dilakukan
perbaikan, jika tidak data tidak layak/tidak siap diolah.
Hasil dari proses entry data langsung dimasukkan ke dalam database mentah dan
siap untuk dilakukan proses pengolahan data selanjutnya.
2.2. Pengolahan Data Mentah
Pada pengolahan data mentah ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan untuk
menghasilkan suatu data yang layak dipakai dalam pengolahan data selanjutnya. Kegiatan-
kegiatan tersebut digambarkan seperti di bawah ini:
DatabaseMentah
PengolahanData
Mentah
DataLayak ?
FormatisasiData Tabel Database
Intermediate
YesNo
SumberData
a. Data cleansing
Pada kegiatan ini terjadi suatu proses pembersihan/penyerasian data
menurut struktur data yang ada, agar pola kodefikasi yang ada dapat
distandarisasi dan lebih konsisten.
b. Segmentasi
Kegiatan ini sebagai salah satu metode pengolahan data dalam hal
pemilahan data menjadi bagian-bagian tertentu sesuai dengan tema
agregasi yang diinginkan. Cara ini bermanfaat untuk melihat pola/alur
pengelompokan data yang lebih rinci.
c. Agregasi
Kegiatan ini adalah melakukan penghitungan variabel tertentu untuk
menghasilkan tingkatan yang lebih tinggi dari data. Contohnya, dari
tingkat data yang paling rendah (tingkat desa) untuk mengetahui
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 3
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
variabel pada tingkat tertentu, misalnya tingkat kabupaten perlu
dilakukan kegiatan agregasi ini.
DataCleansing Segmentasi Agregasi
Setelah data dianggap layak, maka dilakukan proses formatisasi data tabel dimana
dalam proses ini melakukan penyusunan data ke dalam suatu format tabel yang telah
ditetapkan, berawal dari penamaan tabel sampai dengan penamaan variabel dan satuan
yang dipakai dalam variabel menurut prosedur yang berlaku pada database. Proses
formatisasi ini sangat diperlukan untuk menghindari kesalahpahaman dalam penggunaan
penamaan file, variabel dan satuan yang dipakai pada tabel.
Kegiatan selanjutnya adalah memasukkan data hasil formatisasi data tabel
tersebut ke dalam database intermediate dan sekaligus juga melakukan pencatatan dari
keberadaan dan ketersediaan data yang ada.
Bila data yang telah melalui tahap pengolahan data mentah dianggap tidak layak,
maka dilakukan langkah pengkoordinasian kepada sumber data bersangkutan, hal
dilakukan untuk segera mendapat klarifikasi agar data yang dianggap tidak layak tersebut
dapat ditindak lanjuti dengan cepat dan cermat. Untuk melakukan proses pengolahan
data dapat di gunakan apliaksi SPSS, MS Access, dan MS Excell.
2.3. Integrasi antara data intemediate dengan daftar indicator
Proses integrasi data intermediate dengan daftar indikator dapat dilihat pada
gambar berikut.
DatabaseIntermediate
Dokumentasi
IdentifikasiIndikator dngKetersediaan
Data
DaftarIndikatorData
Tersedia ?
AnalisisIndikator
RumusanIndikator Database
Indikator
No
Yes
SumberData
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 4
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Pada proses ini data yang akan diintegrasikan dengan daftar indikator berasal dari
database intermediate. Proses ini dimulai pada tahapan kegiatan identifikasi data
indikator dengan yang ada pada database intermediate. Hasil dari identifikasi ini
menghasilkan sutau keputusan data mendukung/tersedia. Bila data dianggap tidak
mendukung/tersedia maka perlu dilakukan pencarian data untuk data yang dimaksud,
dan bila data itu dianggap mendukung/tersedia maka dilakukan suatu proses analisis
indikator yang bertujuan untuk mendapatkan suatu bentuk perhitungan tabel menurut
kaidah statistik (index gini, proporsi, dll) sehingga data tersebut dapat memberikan
informasi yang luas.
Setelah melalui proses analisa indikator dan data dianggap layak maka dilakukan
proses selanjutnya yaitu perumusan indikator yang akan menghasilkan suatu output
untuk digunakan dalam melakukan kegiatan analisa data. Ouput yang telah dikeluarkan
khususnya data-data tabel akan dimasukkan ke dalam Database Indikator.
2.4. Pengembangan Aplikasi data retrieval
Secara sederhana sistem basis data dapat diartikan sebagai suatu kumpulan unsur,
komponen dan variable-variabel yang terstruktur, saling beriteraksi, saling bergantung
satu sama lain dan terpadu. Pengembangan basis data tidak hanya didasari oleh
kebutuhan terhadap terknik penyajian informasi yang dikehendaki oleh pengguna, tetapi
juga dengan memperhatikan kebutuhan dan kegiatan pada sistem yang sudah ada, baik
sistem manual maupun sistem otomasi.
Berdasarkan hal diatas akan di bangun suatu system penyajian data yang dapat
menampung data atau informasi kuantitatif dan kualitatif,bentuk data yang akan
disajikan akan berupa data tabular,text maupun spasial ( image ).
Sistem penyajian data ini akan disajikan secara terbuka agar mudah diakses oleh
semua pengguna yang membutuhkan data atau informasi kemiskinan, oleh karena itu
sistem ini akan dibangun dengan menggunakan aplikasi berbasis WEB dan Intranet.
Sistem berbasis WEB dan Intranet ini akan mudah diakses melalui sistem jaringan
local yang tersedia, dan pemeliharaannya akan lebih mudah karena sistem ini akan dinstal
pada satu komputer saja yang akan berlaku sebagai server WEB.
Entitas – entitas yang tersusun dalam basis data ini adalah :
a) Data Retrieval
Berisi sub-entitas :
a. Indextabel
Atributnya antara lain : Kode, nama variabel, Sumber, Satuan, Data tahun
2000, , Data tahun 2001, Data tahun 2002, Data tahun 2003, Data tahun
2004, Data tahun 2005, Data tahun 2006
b. Indexchart
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 5
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Atributnya antara lain : Kode, Nama Chart, Nama File
c. Indexpeta
Atributnya antara lain : Kode, Nama peta, Nama File
b) Publikasi
Atributnya antara lain : Kode, Nama judul, Nama File
Daftar variabel yang dapat diakses melalui aplikasi retrieval data dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Sistem penyajian data ini akan dikembangkan menggunakan beberapa komponen
antara lain :
1. ASP Language
2. Internet Information Services
3. Database Acces
4. Local Network
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 6
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Hasil dari pengembangan aplikasi retrieval dapat dijelaskan seperti dibawah ini :
1. Tampilan Antar Muka
a. Index
b. Data
Tampilan diatas mempunya 3 buah menu untuk pencarian daftar data, antara lain :
i. Menu pencarian dengan kata/kalimat
Pada menu ini user hanya mamasukan satu kata atau kalimat yang diinginkan.
ii. Menu kategori
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 7
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Pada menu ini user memilih salah dari 5 pilihan, antara lain : Geografis
wilayah, Fisik Lingkungan, Sosek Penduduk, Perekonomian dan Prasarana.
iii. Menu jenis data
Pada menu ini user memilih salah satu dari 3 jenis data, antara lain : Tabel,
Grafik dan Peta
c. Publikasi
Tampilan diatas mempunya 1 buah menu untuk pencarian daftar data, dengan
memilih salah satu dari 5 pilihan, antara lain : Geografis wilayah, Fisik
Lingkungan, Sosek Penduduk, Perekonomian dan Prasarana.
2. Output Yang Dihasilkan
a. Tabel
Pada window tabel terdapat 2 tampailan, yaitu :
Daftar tabel
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 8
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Data hasil pilihan
Tampilan hasil pencarian data tersebut dapat di simpan dalam format Exel
dengan meng-copy langsung pada aplikasi Exel.
b. Chart
Daftar Chart
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 9
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
c. Peta
Peta hasil pilihan
d. Publikasi
Daftar Publikasi
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 10
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas II - 11
Judul hasil pilihan
Tampilan ditas dapat disimpan pada format pdf.
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
BAB III KUMPULAN MODEL PERHITUNGAN
DAN INDIKATOR PEMBANGUNAN WILAYAH
Beberapa model perhitungan/analisis data dan indikator pembangunan wilayah
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan suatu wilayah hádala
sebagai berikut:
1). Indikator Kependudukan
Kepadatan Penduduk (Population Density)
Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk suatu satuan luas, misalnya
banyaknya penduduk per kilometer persegi.
Rasio Anak-Wanita (Child-Women Ratio)
Rasio anak-wanita adalah rata-rata banyaknya anak di bawah usia lima tahun per
1.000 wanita usia subur (15-49 tahun).
Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio)
Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara jumlah penduduk pria dan
jumlah penduduk wanita pada suatu daerah dan pada waktu tertentu, yang
biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk pria per 100 wanita.
Rata-rata Pertumbuhan Penduduk (Population Growth)
Rata-rata pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukkan tingkat
pertambahan penduduk per tahun dalam jangka waktu tertentu. Angka ini
dinyatakan sebagai persentase dari penduduk dasar.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index
(HDI)
Komponen IPM adalah usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan
standar hidup layak (decent living). Usia hidup diukur dengan angka harapan
hidup atau e0 yang dihitung menggunakan metode tidak langsung (metode Brass,
varian Trussel) berdasarkan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak
yang masih hidup.
Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah yang dihitung berdasarkan data Susenas KOR. Indikator angka melek
huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan
indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 1
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
secara simultan; yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang
pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi riil
yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator PDB per
kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran
komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk
keperluan perbandingan antar negara.
Tahapan penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan
adalah sebagai berikut:
- Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari Susenas Modul (=A)
- Mendeflasikan nilai A dengan IHK ibukota propinsi yang sesuai (=B)
- Menghitung daya beli per unit (=PPP/unit). Metode penghitungan sama
seperti metode yang digunakan International Comparison Project (ICP) dalam
menstandarkan nilai PDB suatu negara. Data dasarnya yang digunakan adalah
data harga dan kuantum dari suatu basket komoditi yang terdiri dari nilai 27
komoditi yang diperoleh dari Susenas Modul (Tabel 1)
- Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C)
- Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson sebagai upaya untuk
memperkirakan nilai marginal utility dari C
Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus:
dimana
E(i,j) : pengeluaran untuk komoditi j di propinsi ke-1
P(9,j) : harga komoditi j di DKI Jakarta
Q(i,j) : Jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di propinsi ke-1
Unit kuantitas rumah dihitung berdasarkan indeks kualitas rumah
yang dibentuk dari tujuh komponen kualitas tempat tinggal yang
diperoleh dari Susenas KOR. Ketujuh komponen tersebut diberi skor
sebagai berikut:
jjij
jji
QP
E
unitPPP),(),9(
),(
/
- Lantai: keramik, marmer, atau granit =1, lainnya = 0
- Luas lantai per kapita 10 m2 = 1, lainnya = 0
- Dinding: tembok =1, lainnya = 0
- Atap: kayu/sirap, beton =1, lainnya = 0
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 2
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
- Fasilitas penerangan: listrik =1, lainnya = 0
- Fasilitas air minum: leding =1, lainnya = 0
- Jamban: milik sendiri =1, lainnya = 0
- Skor awal untuk setiap rumah =1
Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu
rumah tinggal dan bernilai antara 1 sampai dengan 8. Kuantitas dari rumah yang
dikonsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8.
Sebagai contoh, jika suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualiats Rumah
= 6, maka kuantitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah
6/8 atau 0,75 unit.
Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil secara
matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
C(I)*= C(i) jika C(i) Z
= Z + 2(C(i) - Z)(1/2) jika Z < C(i) 2Z
= Z + 2(Z)(1/2) + 3(C(i) - 2Z)(1/3) jika 2Z < C(i) 3Z
= Z + 2(Z)(1/2) + 3(Z)(1/3) + 4(C(i) - 3Z)(1/4) jika 3Z < C(i) 4Z
dimana
C(i) = konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit (hasil
tahapan 5)
Z = threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai batas
kecukupan yang ditetapkan secara arbiter secara Rp.547.500,- per kapita
setahun atau Rp. 1500 per kapita per hari
Rumus penghitungan IPM dapat disajikan sebagai berikut:
IPM = 1/3 [X(1) + X(2) + X (3)] (1)
dimana:
X(1) = Indeks harapan hidup
X(2) = Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) +1/3 (indeks rata-rata lama
sekolah)
X(3) = Indeks standar hidup layak
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 3
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Indeks komponen IPM merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu
indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai
minimum indikator tersebut. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut:
Indeks X(i) = [ X(i) - X(i)min] / [ X(i)maks - X(i)min] (2)
dimana
X(i) : Indikator ke-i (i =1,2,3)
X(i)maks : Nilai maksimum X(i)
X(i)min : Nilai minimum X(i)
Tabel 3.1. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
Komponen IPM
(=X(i))
Nilai
maksimum
Nilai
minimum
Catatan
(1) (2) (3) (4)
Angka Harapan
Hidup
Angka Melek Huruf
Rata-rata lama
sekolah
Konsumsi per
kapita yang
disesuaikan
85
100
15
732.720 a)
25
0
0
300.000 b)
Standar UNDP
Standar UNDP
Standar UNDP
UNDPmenggunaka
n PDB/kapita riil
yang disesuaikan
Catatan:
a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk propinsi yang memiliki angka tertinggi
(Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan formula Atkinson. Proyeksi
mengasumsikan kenaikan 6.5 persen selama kurun 1993-2018
b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk propinsi yang memiliki angka
terendah tahun 1990 di daerah pedesaan (Sulawesi Selatan)
Indeks Pembangunan Jender (IPJ)
IPJ (Gender-related Development Index atau GDI) maupun IDJ (Gender
Empowerment Measure atau GEM) seperti halnya IPM, merupakan indeks
komposit yang terdiri dari sejumlah komponen. Tetapi berbeda dengan IPM, IPJ
maupun IDJ memeperhitungkan ekstensi ketidaksamaan aversi (inequality
aversion) yang ditunjukkan oleh parameter . Sebagai suatu parameter
menunjukkan elastisitas marjinal valuasi sosial terhadap suatu pencapaian, dan
memperlihatkan kecepatan turunnya nilai marginal akibat kenaikan pencapaian.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 4
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 5
Untuk menghitung IPJ terlebih dahulu dihitung nilai Xede. Nilai tersebut
menunjukkan ukuran capaian yang terdistribusikan secara sama (equally
distributed equivalent anbievement). Xede merupakan suatu tingkat capaian yang
sama antar jenis kelamin (Xf = Xede dan Xm = Xede ) dari masing-masing
komponen, dihitung menggunakan persamaan:
(X
ede = Pf Xf (1-) + Pm Xm
(1-)) (3) 1/ (1-)
dimana
Xf : menunjukkan capaian perempuan
Xm : menunjukkan capaian laki-laki
Pf : Proporsi penduduk perempuan
Pm : Proporsi penduduk laki-laki
: Ekstensi ketidaksamaan aversi yang ditetapkan = 2
Khusus untuk komponen indeks distribusi pendapatan dihitung dengan tahapan
sebagai berikut:
- Menghitung rasio upah wanita terhadap upah laki-laki di sektor non
pertanian (Wf)
- Menghitung upah rata-rata (W) dengan rumus:
W = Aecf (Wf) + Aecm .(1) (4)
Dimana:
Aecf : Proporsi tenaga kerja (aktif secara ekonomi) wanita
Aecm : Proporsi tenaga kerja (aktif secara ekonomi) laki-laki
Wf : Rasio upah wanita di sektor pertanian
- Menghitung rasio upah masing-masing jenis kelamin terhadap upah rata-rata
(W) (=R)
- Menghitung sumbangan pendapatan (IncS) untuk masing-masing jenis
kelamin dengan rumus:
IncS = Aec(f/m). R(f/m) (5)
- Menghitung proporsi sumbangan pendapatan (% IncS) untuk masing-masing
jenis kelamin dengan rumus:
% IncS = IncS(f/m)/P(f/m) (6)
- Menghitung proporsi Xede dari % IncS (=Xede (Inc))
- Menghitung indeks distribusi pendapatan (IdisInc) dengan rumus:
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 6
IdisInc = [(Xede(inc).PPP) – PPPmin]/[PPPmks – PPPmin] (7)
Akhirnya angka IPJ dapat dihitung menggunakan persamaan:
IPJ = 1/3 [(Xede(1) +Xede (2) + IdisInc] (8)
dimana:
Xede (1): Xede angka harapan hidup
Xede (2) : Xede pendidikan
IdisInc : Indeks distribusi pendapatan
Sumber data yang digunakan untuk menghitung IPJ sama dengan sumber data IPM.
Data upah yang diperlukan untuk menghitung Xede standar hidup layak dalam IPJ
maupun IDJ digunakan data Sakernas .
Tahapan dan Ilustrasi Penghitungan IPJ
Penghitungan IPJ dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
- Menghitung indeks setiap komponen menggunakan persamaa (2) untuk
masing-masing jenis kelamin dengan batasan maksimum dan minimum
seperti dalam Tabel 3.
- Menghitung nilai Xede dari hasil penghitungan indeks pada tahap pertama
menggunakan persamaan (3)
- Menghitung IPJ menggunakan persamaan (8)
Tabel 3.2. Nilai maksimum dan Minimum Komponen IPJ
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
Indikator Komponen IPM [X(1)] L P L P
Catatan
Angka Harapan Hidup
52.5 87.5 22.5 27.5 Standar UNDP
Angka Melek Huruf
100.0 100.0 0.0 0.0 Standar UNDP
Rata-rata lama sekolah
15.0 15.0 0.0 0.0 Standar UNDP
Konsumsi per kapita
732.720
300.000
UNDP menggunakan GDP/kapita riil yang disesuaikan
Catatan:
a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk propinsi yang memiliki angka tertinggi
(Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan formula Atkinson. Proyeksi
mengasumsikan kenaikan 6.5 persen selama kurun 1993-2018
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk propinsi yang memiliki angka terendah
tahun 1990 di daerah pedesaan (Sulawesi Selatan)
Indeks Pemberdayaan Jender
Komponen IDJ terdiri dari Indeks keanggotaan DPR (parlemen), Indeks
pengambilan keputusan dan Indeks distribusi pendapatan. Untuk menghitung IDJ
terlebih dahulu dihitung XEDEP yaitu indeks untuk setiap komponen berdasarkan
EDEP (Equally Distributed Equivalent Percentage), dengan persamaan (3).
Penghitungan distribusi pendapatan dalam IDJ sama persis dengan yang
dilakukan dalam IPJ. Sebagai catatan, UNDP dalam menghitung indeks distribusi
pendapatan untuk IDJ menggunakan PDB per kapita yang belum disesuaikan.
Indeks masing-masing komponen IDJ merupakan hasil bagi antara XEDEP dengan
50. Angka 50 merupakan rasio jenis kelamin yang dianggap “ideal” bagi anggota
parlemen, tenaga kepemimpinan dan ketatalaksnaan, atau tenaga profesional dan
teknisi.
Unsur pengambil keputusan (PK) adalah Tenaga Kepemimpinan dan
Ketatalaksanaan, dan Tenaga Profesional dan Teknisi. Dalam IDJ nasional IPK
merupakan indeks dari gabungan dua indeks masing-masing komponen PK.
Penggabungan dua jenis jabatan dalam IDJ nasional semata-mata dilakukan untuk
menghidari kesalahan klasifikasi (akibat kesalahan persepsi responden) terhadap
kedua jenis jabatan tersebut. Data komponen PK menggunakan data Sensus
Penduduk 1990 dan Susenas 1996 sementara data keanggotaan DPR
menggunakan data dari Lembaga Pemilihan Umum.
Rumus Penghitungan IDJ
Penghitungan IDJ dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
IDJ = 1/3 [Ipar + IPK + IdsInc] ………………………………… (9)
di mana:
Ipar : Indeks keanggotaan parleman (DPR)
IPK : Indeks pengambil keputusan
IdsInc : Indeks distribusi pendapatan
Indeks Kemiskinan Manusia (IKM)
IKM mengombinasikan dimensi-dimensi kemiskinan yang dianggap paling
mendasar yang direfleksikan dalam tiga indikator deprivasi yaitu hidup singkat,
pendidikan rendah dan ketiadaan akses terhadap sumber daya dan pelayanan
dasar. Hidup singkat, diukur dengan “probbabilitas penduduk meninggal sebelum
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 7
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 8
mencapai umur tepat 40 tahun (=P1)’ yang dinyatakan dalam persen. Tahapan
pertama penghitung P1 adalah dengan menyusun model life table varian Coale-
Demeny (Trussel) yang menggunakan data e0 dengan tahun rujukan 1990 dan 1995.
Berdasarkan model tersebut dihitung 40q0 menggunakan persamaan (10 -140) / 10.
Pendidikan rendah diukur dengan persentase penduduk dewasa yang buta huruf
(=P2). P2 dihitung berdasarkan data Sensus Penduduk dan Supas untuk penduduk
yang berumur 15 tahun ke atas. Ketiadaan akses terhadap sumber daya dan
pelayanan dasar (=P3), untuk mengindikasikan hal tersebut digunakan:
- Persentase penduduk yang tidak memiliki akses terhadap sumber air bersih
(=P31). P31 didefinisikan sebagai persentase rumah tangga yang memiliki
sumber air minum bukan leding, pompa, atau sumur dengan jarak ke tempat
pembuangan kotoran kurang dari 10 m. Data yang digunakan adalah data
Susenas.
- Persentase penduduk yang tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan (=P32).
P32 didefinisikan sebagai persentase penduduk yang tinggal berjarak 5 km atau
lebih untuk menjangkau fasilitas kesehatan. Sumber data P32 sama dentan
sumber data P31.
- Persentase anak di bawah lima tahun yang berstatus gizi kurang (=P33),
merupakan persentase balita berstatus gizi kurang atau sedang. Data P33 juga
bersumber dari Susenas.
Rumus Penghitungan IKM
IKM = [1/3 (P31 + P3
2 + P33)] 1/3
di mana: P3 = 1/3 (P31+ P3
2 + P33)
Ukuran Perkembangan IPM
Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu
digunakan reduksi Shortfall per tahun (annual reduction in shortfall). Untuk ini
secara sederhana menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh
dengan capaian yang masih harus ditempuh untuk mencapai titik ideal (IPM=100).
Prosedur penghitungan reduksi shortfall IPM (=r) dapat dirumuskan sebagai
berikut:
di mana:
IPMt : IPM pada tahun t
n
ideal
ini
IPMIPM
xIPMIPMr
/1
)
(
100(
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
IPMt + n : IPM pada tahun t + n
IPM ideal : 100
Sebagai catatan, rumus tersebut menghasilkan angka dalam persentase. Selain itu,
rumus tersebut dapat pula digunakan untuk mengukur kesepatan perubahan
komponen IPM.
2). Kemiskinan
Pengertian Garis Kemiskinan
Jumlah dan persentase penduduk miskin dihitung berdasarkan tingkat
pengeluaran perkapitanya. Mereka yang memiliki tingkat pengeluaran lebih
rendah dari garis kemiskinan (GK) dikategorikan miskin. Garis kemiskinan, yang
merupakan standar kebutuhan dasar tersebut terdiri dari atas dua komponen,
yaitu batas kecukupan makanan dan non-makanan. GK ini pada prinsipnya adalah
suatu standar minimum yang diperlukan oleh seseorang untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Dengan perkataan lain, GK adalah nilai pengeluaran untuk
minimum makanan dan bukan makanan per kapita per bulan.
Batas kecukupan (standar minimum) untuk makanan yang secara memadai harus
dikonsumsi oleh seseorang ditetapkan mengacu pada rekomendasi dari
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1978, yaitu setara dengan nilai
konsumsi makanan yang menghasilkan energi 2.100 kalori per orang per hari.
Nilai rupiah dari pengeluaran makanan tersebut dihitung berdasarkan harga dari
suatu paket komoditi makanan yang dikonsumsi oleh penduduk yang hidup sedikit
di atas garis kemiskinan (yang disebut Reference Population). Paket tersebut
terdiri atas 52 komoditi. Pemilihan paket komoditi makanan ditentukan atas dasar
persentase rumahtangga yang mengkonsumsi komoditi tersebut, serta dengan
mempertimbangkan volume kalori yang terkandung dan kewajaran sebagai
komoditi esensial. Pemilihan paket komoditi makanan tidak membedakan antara
yang di perkotaan dan di perdesaan. Perbedaan nilai pengeluaran untuk komoditi-
komoditi makanan terpilih antara penduduk perkotaan dan perdesaan
mencerminkan perbedaan volume dan harga dari setiap komoditi makanan
terpilih, disamping kualitasnya. Pendekatan ini berlaku untuk tahun 1993 sampai
sekarang. Sebelum tahun 1993 batas kecukupan makanan ditentukan dari rata-
rata harga kalori yang dikonsumsi oleh reference population. Dikalikan 2.100.
Tabel 4.1, berikut menyajikan ringkasan metodologi yang digunakan BPS.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 9
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Tabel 4.3. Jumlah Komoditi Makanan dan bukan Makanan yang Digunakan dalam
Penetuan Garis Kemiskinan
Jumlah Komoditi Garis
Kemiskinan 1990 atau sebelumnya ***)
1993 1996 1998 sampai sekarang
Perkotaan Perdesaan K D K D K D
Makanan
Non-makanan
-
14
-
12
52
46*)
52
46*)
52
43*)
52
41*)
52
27
52
25
*) Jenis komoditi (untuk tahun lainnya jumlah sub kelompok pengeluaran
**) Setelah dikelompokkan lagi menyesuaikan paket 1998 makan menjadi 35 sub kelompok pengeluaran (diperkotaan ) dan 24 (diperdesaan)
***) Untuk tahun 1990 dan sebelumnya, standar makanan dihitung dari 2.100 x
Harga Kalori
Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan Head Count Index masih belum
cukup menggambarkan kemiskinan karena hanya jumlah penduduk miskin saja
yang diperhitungkan. Padahal kelompok penduduk miskin yang berada di bawah
garis kemiskinan tersebut perlu dilihat lebih jauh tentang seberapa jauh tingkat
keparahannya. Berdasarkan rumusan yang diajukan oleh Foster-Greer-
Thorbecke (FGT), hal ini dapat diukur dari tingkat kedalaman/ jurang
kemiskinannya (Poverty Gap Index) dan tingkat keparahannya (Poverty
Severity Index) pada kelompok miskin tersebut. Ketiga pengukuran tingkat
kemiskinan ini terangkum di dalam rumusan sebagai berikut.
q
i
iz
z
yy
nP
1
1
dimana:
α = 0, 1, 2
z = Garis kemiskinan
yz = Rata-rata pendapatan individu sebesar Garis Kemiskinan
yi = Rata-rata pendapatan individu miskin (di bawah garis kemiskinan)
(i = 1, 2, ..., q), yi < yz.
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
n = Jumlah penduduk
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 10
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Berdasarkan formula di atas, faktor yang ada di dalam kurung adalah proporsi
kurangnya pendapatan orang miskin terhadap Garis Kemiskinan itu sendiri, atau
dapat diartikan sebagai jarak atau jauhnya seorang individu dari garis kemiskinan,
yang distandarisasikan oleh nilai Garis Kemiskinan itu sendiri.
Proporsi (faktor di dalam kurung) tersebut dipangkatkan dengan koefisien α yang
bisa bernilai 0 sampai dengan (tak terhingga). Berdasarkan nilai q tersebut,
menunjukkan ada sebanyak q orang miskin, maka ada sebanyak q nilai proporsi
yang telah dipangkatkan tersebut. Selanjutnya nilai dari penjumlahan tersebut
dibagi dengan jumlah total individu/ jumlah penduduk (atau proporsi tersebut
dikalikan dengan 1/n).
Jika α = 0 maka rumus FGT index tersebut menjadi :
n
qP 0
yang dapat diartikan sebagai jumlah orang miskin (q) dibagi dengan total jumlah
penduduk (n). Ukuran kemiskinan ini dikenal dengan nama headcount ratio.
Jika α = 1 diperoleh Poverty Gap Index (P1) :
Angka poverty gap ratio tersebut merupakan persentase rata-rata kekurangan
pendapatan penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Formula tersebut di atas
dihitung berdasarkan rasio antara jumlah uang yang dibutuhkan untuk
menanggulangi kemiskinan tersebut (poverty gap) dengan total pendapatan dari
seluruh individu/ jumlah penduduk masing-masing sebesar nilai Garis
Kemiskinan.
Dengan formula P1 ini sudah mengakomodasi tingkat keparahan kemiskinan.
α = 2 diperoleh Poverty Severity (FGT) Index (P2) :
Ukuran kemiskinan ini diusulkan untuk digunakan oleh Foster, Greer dan
Thorbecke. Berdasarkan formula tersebut dapat menangkap tingkat keparahan
relatif dari kemiskinan, lebih baik dibandingkan dengan formula P1.
z
q
iiz
ny
yyP
1
1
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 11
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Gini Ratio
Indeks Gini atau Ratio Gini adalah koefisien yang berkisar antara 0 sampai 1, yang
memberikan gambaran tentang kadar kemerataan atau kesenjangan distribusi
pendapatan suatu wilayah. Jika nilai dari indeks tersebut semakin besar
(mendekati 1), memberikan isyarat bahwa tingkat distribusi yang terjadi semakin
senjang. Sedangkan jika nilai indeks tersebut semakin mengecil (mendekati 0)
maka distribusi pendapatan di wilayah tersebut semakin merata. Angka Ratio Gini
dapat ditaksir secara visual langsung dari kurva Lorenz, yaitu perbandingan luas
area yang terletak di antara kurva Lorenz dan diagonal terhadap luas area segitiga
OBC. Semakin melengkung kurva Lorenz maka luas area yang dibagi akan semakin
besar (ratio gininya akan semakin besar pula). Formula penghitungan Ratio Gini
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
IG = Indeks Gini
F(x) = Fungsi yang menggambarkan persentasependapatan penduduk berdasarkan persentase jumlah penduduk yang ada
2
1
2
2 )( z
q
iiz
yn
yyP
)1(1
1
jj
k
jjPIG
Keterangan:
IG = Indeks Gini
P = peluang;
= persen kumulatif pendapatan; P=n/k n = jumlah contoh dengan nilai sama
k = contoh total
Indeks Williamson
Indeks Williamson (CVw) salah satu analisis yang digunakan untuk mengukur
ketimpangan pendapatan regional, khususnya pendapatan dalam pengertian
indikator PDRB per kapita.
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 12
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 13
Keterangan:
CVw = Weighted coefficient of variation
np = Jumlah penduduk di provinsi p
n = Total Jumlah Penduduk di seluruh provinsi
= PDRB per kapita di provinsi p
= Rata-rata PDRB per kapita seluruh provinsi
3). Ketenagakerjaan
Angkatan Kerja (Labour Force)
Angkatan kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun ke atas dan selama
seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja maupun yang
sementara tidak bekerja karena suatu sebab, seperti sedang menunggu panenan
atau cuti. Di samping itu, mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang
mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan juga termasuk dalam
kelompok angkatan kerja.
Bekerja (Working)
Bekerja adalah melakukan kegiatan/pekerjaan paling sedikit satu jam
berturut-turut selama seminggu yang lalu dengan maksud untuk
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan.
Pekerja keluarga yang tidak dibayar termasuk kelompok penduduk yang
bekerja.
Bukan Angkatan Kerja (Not in Labour Force)
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas dan
selama seminggu yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah tangga atau
lainnya, serta tidak melakukan suatu kegiatan yang dapat dimasukkan
dalam kategori bekerja, sementara tidak bekerja, atau mencari pekerjaan.
Jumlah Jam Kerja Seluruh Pekerjaan (Total Working Hours)
Jam kerja adalah jumlah kerja mereka yang bekerja (tidak termasuk jam
kerja istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal di luar
pekerjaan) selama seminggu yang lalu.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Labor Force Participation Rate)
Y
n
nxYY
CVp
pp
w
pY
Y
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 14
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan persentase jumlah
angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan
persentase penduduk yang membutuhkan pekerjaan (aktif secara ekonomis).
Formula perhitungan TPAK adalah sebagai berikut:
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas.
Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio)
Variabel ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketergantungan penduduk usia
tidak produktif terhadap penduduk usia produktif, atau untuk mengetahui tingkat
beban tanggungan penduduk usia produktif terhadap penduduk usia tidak
produktif. Secara kuantitatif angka beban tanggungan adalah angka yang
menyatakan perbandingan antara penduduk usia tidak produktif (di bawah 15
tahun dan 65 tahun ke atas) dengan usia produktif (antara 15 sampai 64 tahun)
dikalikan 100.
Formula perhitungan Angka Beban Tanggungan adalah sebagai berikut:
Secara kasar angka ini dapat digunakan sebagai indikator ekonomi dari suatu
negara apakah tergolong maju atau bukan. Sebagai contoh, jika angka beban
tanggungannya 87, berarti tiap 100 orang yang produktif harus menanggung 87
orang yang tidak produktif.
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas.
Tingkat Pengangguran Terbuka (Open Unenployment Rate)
Variabel ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengangguran terbuka di
kalangan angkatan kerja, yaitu merupakan perbandingan antara jumlah pencari
kerja dengan jumlah angkatan kerja. Angkatan kerja (labour force) sendiri
didefinisikan sebagai mereka yang berumur 10 tahun ke atas dan selama seminggu
yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak
bekerja karena suatu sebab, seperti sedang menunggu panenan atau cuti. Di
samping itu, mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari
pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan juga termasuk dalam kelompok
angkatan kerja.
%100XKerjaUsiaPendudukJumlah
KerjaAngkatanJumlahTPAK
% 100X ProduktifUsia Penduduk Jumlah
Produktif Usia Tidak Penduduk Jumlahn TanggungaBebanAngka
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Formula yang digunakan untuk menghitung Tingkat Pengangguran Terbuka (Ppk)
adalah:
% 100X Kerja AngkatanJumlah
KerjaPencari Jumlah Ppk
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas tahun 1996
dan 1999.
Setengah Bekerja (Under Employment)
Variabel ini menyajikan jumlah dan persentase penduduk yang termasuk dalam
klasifikasi setengah bekerja. Penduduk yang tergolong setengah bekerja adalah
mereka yang bekerja kurang dari 35 jam kerja selama seminggu.
Formula yang digunakan untuk menghitung tingkat penduduk setengah bekerja
(Pb) adalah:
% 100XbekerjayangpendudukJumlah
semingguselama jam 35 bekerja yangpendudukJumlah
Pb
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas.
Pekerja Sektor Informal
Variabel ini menyajikan jumlah dan persentase penduduk yang bekerja pada
sektor informal. Sektor informal adalah sektor-sektor ekonomi yang kegiatannya
tidak teregistrasi secara resmi. Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini
berasal dari Susenas tahun 1996 dan 1999.
4). Variabel Kesehatan
Angka Harapan Hidup pada Waktu Lahir (Life Expectancy at Birth)
Angka harapan hidup pada waktu lahir adalah suatu perkiraan rata-rata lamanya
hidup sejak lahir (dalam tahun) yang akan dicapai oleh penduduk. Data yang
digunakan berasal dari olahan BPS tahun 1996 dan 1999.
Keluhan Kesehatan (Health Complaints)
Keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang merasa terganggu oleh kondisi
kesehatan, kejiwaan, kecelakaan, atau hal lain. Seseorang yang menderita penyakit
kronis dianggap mempunyai keluhan kesehatan walaupun pada waktu survai (satu
bulan terakhir) yang bersangkutan tidak kambuh penyakitnya. Data yang
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 15
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 16
digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas tahun 1996 dan 1999
dan hasil olahan Biro Pusat Statistik tahun 1996 dan 1999.
Rata-rata Lama Sakit (Length of Illness)
Indikator ini menggambarkan tingkat intensitas yang dialami penduduk. Selain itu
indikator ini menggambarkan besarnya kerugian yang dialami penduduk karena
penyakit yang diderita. Semakin besar nilai indikator ini semakin tinggi tingkat
intensitas penyakit yang diderita penduduk dan semakin besar kerugian yang
dialami.
Formula yang digunakan untuk menghitung rata-rata lama sakit (Rls) ini adalah
sebagai berikut:
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas tahun 1996
dan 1999 dan hasil olahan Biro Pusat Statistik.
Angka Kematian Bayi/Infant Mortality Rate (IMR)
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang penting dalam
menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Angka tersebut dinyatakan dengan jumlah kematian bayi selama satu tahun per
Sumber data yang dapat digunakan: Sen
1000 kelahiran pada tahun yang sama.
sus Penduduk, Supas dan Susenas
Catatan:
Nilai normatif: < 40 Hard rock (“batu karang keras”), artinya IMR yang kurang
dari 40 sangat sulit diupayakan penurunannya; 40-70 Intermediate rock (“batu
karang sedang”), artinya IMR antara 40-70 sulit untuk diturunkan; >70 Sohx
rock (“batu karang lunak”), artinya IMR yang lebih besar dari 70 mudah untuk
diturunkan. Kategorisasi ini berkaitan dengan kemudahan penurunan IMR.
Sebagai contoh, lebih mudah menurunkan IMR yang masih di atas 70
dibandingkan menurunkan IMR yang sudah lebih rendah dari 40.
30
1
30
11
ii
iii
s
S
L*S
SakityangPendudukJumlah
SakitMenderitayangPendudukHariOrangJumlahR
10001
XttahunselamakelahiranJumlah
ttahunselamatahundibawahbayikematianJumlahIMR
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 17
Penolong Persalinan Bayi oleh Tenaga Medis (%) / Birth Attended by
Paramedies (%)
Indikator ini adalah persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga terdidik
seperti dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya. Indikator ini digunakan untuk
menggambarkan tingkat kemajuan pelayanan kesehatan terutama pada saat
kelahiran dimana resiko kematian yang amat tinggi.
Sumber data yang dapat digunakan: Susenas
Status Gizi Balita
Klasifikasi status gizi balita ditentukan oleh indeks berat badan menurut umur
berdasarkan Baku Harvard. Ada empat kategori untuk status gizi balita yaitu:
kategori gizi buruk, kurang, sedang dan baik. Batas ambang (cut-off points) untuk
keempat kategori tersebut adalah:
a. Gizi buruk : dibawah 60 persen baku
b. Gizi kurang : 60 s.d 69.9 persen baku
c. Gizi sedang : 70 s.d 79.9 persen baku
d. Gizi baik : 80 persen baku ke atas
Sumber data yang dapat digunakan: Susenas
Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan (%)
Indikator ini menggambarkan status kesehatan masyarakat secara umum. Sumber
data yang dapat digunakan Susenas.
5). Pendidikan
Angka Melek Huruf (Literacy Ratio)
Angka melek huruf adalah ukuran persentase penduduk usia sepuluh tahun ke atas
yang bisa membaca dan menulis. Formula yang digunakan untuk menghitung
angka melek huruf adalah sebagai berikut.
%100,
XseluruhnyapersalinanJumlah
lainnyamedisdanbidandokter
tenagaditolongyangpersalinanJumlah
PERS
%100tan
XpendudukJumlah
kesehakeluhanmengalamiyangpendudukJumlahPs
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 18
Data digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas.
Angka Partisipasi Pendidikan Murni
Angka partisipasi pendidikan murni (APM) adalah angka perbandingan antara
banyaknya murid dari jenjang pendidikan tertentu dengan banyaknya penduduk
usia sekolah pada jenjang yang sama, dinyatakan dalam persen. Formula yang
digunakan untuk menghitung APM adalah sebagai berikut:
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas .
Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah pendidikan formal tertinggi
yang berhasil ditamatkan. Indikator ini adalah persentase penduduk berusia 10
tahun ke atas yang minimal berpendidikan SD. Angka yang diperoleh digunakan
untuk mengetahui tingkat kualitas pendidikan penduduk dengan menggunakan
pendidikan dasar sebagai batasan minimal. Dengan demikian semakin besar
penduduk berpendidikan SD ke atas semakin tinggi kualitas pendidikan
penduduk. Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari Susenas
.
Putus Sekolah / Drop Out Rate
Angka Putus Sekolah dibagi menurut tiga kelompok umur yaitu kelompok umur 7-
15, 16-18 dan 19-24 tahun. Masing-masing kelompok tersebut menunjukkan usia
sekolah pada setiap jenjang pendidikan (dasar, menengah dan tinggi).
100% X Ataske Tahun10Usia Penduduk Jumlah
Baca TulisBisa yang Ataske Tahun10Usia Penduduk HurufkAngka Mele
100% X Tahun12 - 7Usia Penduduk Jumlah
SD MuridJumlahSDAPM
100% X Tahun15 - 13Usia Penduduk Jumlah
SLTP MuridJumlahSLTPAPM
100% X Tahun18 - 16Usia Penduduk Jumlah
SLTA MuridJumlahSLTA APM
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 19
Sumber data yang dapat digunakan: registrasi Depdikbud, Sensus Penduduk,
Supas dan Susenas
6). Ekonomi Daerah
Location Quotient (LQ)
Pada dasarnya sektor-sektor dalam perekonomian dapat dibagi ke dalam dua
sektor besar, yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis adalah sektor-sektor
yang mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri, bahkan dapat mengekspor
barang dan jasanya ke luar daerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-
sektor yang hanya mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri, bahkan harus
mengimpor dari luar daerah.
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk menentukan sektor-sektor basis ini
adalah pendekatan Location Quotient atau sering disingkat LQ . merupakan
indikator awal untuk menentukan posisi surplus/defisit suatu daerah dalam hal
konsumsi/produksi tertentu. Formula adalah sebegai berikut :
LQ
LQ
iR
R
iN
N
SS
LQS
S
dimana:
iRS : jumlah PDRB sektor i suatu daerah
RS : jumlah total PDRB pada suatu daerah
iNS : jumlah PDB sektor i pada wilayah nasional
NS : jumlah total PDB pada wilayah nasional
Ada tiga kondisi yang dapat dicirikan dalam perhitungan dengan metode pada
suatu wilayah, yaitu:
LQ
Jika nilai LQ > 1, menunjukkan sektor tersebut disamping dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri, juga memberikan peluang untuk diekspor ke wilayah
lainnya. Dapat dikatakan pula bahwa wilayah tersebut terspesialisasi pada
sektor yang bersangkutan (sektor tersebut merupakan sektor basis).
Jika nilai LQ = 1, menunjukkan sektor tersebut hanya dapat memenuhi
kebutuhan wilayah itu sendiri.
%100XikeumurkelompokpendudukJumlah
sekolahputusyangikeumurkelompokmenurutpendudukJumlahAPS i
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Jika nilai LQ < 1, menunjukkan bahwa sektor tersebut tidak cukup memenuhi
kebutuhan wilayahnya sendiri, sehingga wilayah tersebut harus mengimpor
dari wilayah lain. Dapat dikatakan juga bahwa wilayah tersebut tidak
terspesialisasi pada sektor yang bersangkutan.
Pembahasan mengenai model basis ekonomi diarahkan untuk memahami
bagaimana suatu wilayah sebagai bagian dari suatu wilayah yang lain dapat
terbentuk dan berbagai aktifitas yang menyertai dari pembentukan dan pengisian
kota. Analisis tersebut dapat juga dijadikan sebagai landasan bagi analisis
pengembangan sektor di suatu wilayah.
Pertumbuhan PDRB
Pertumbuhan PDRB agregat digunakan untuk melihat prestasi ekonomi suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu. Dalam pengembangan Profil Ekonomi Daerah
ini kurun waktu yang digunakan terdiri dari dari dua periode, yaitu periode 1994-
1996 dan 1996-1998. Untuk dapat mengetahui pertumbuhan ekonomi daerah
secara riil, maka penghitungan pertumbuhan menggunakan data PDRB agregat
atas dasar harga konstan 1993 yang telah menghilangkan pengaruh perubahan
harga dan inflasi. Nilai PDRB yang diolah dibagi dalam nilai PDRB migas dan non-
migas. Pertumbuhan ekonomi dihitung dengan menggunakan formula sebagai
berikut:
Keterangan:
R = %1001
12 x
xx
R = Nilai pertumbuhan PDRB
x1 = Data PDRB pada awal tahun kajian
x2 = Data PDRB pada akhir tahun kajian
Catatan:
Nilai pertumbuhan dinyatakan dalam rentang dua tahun, bukan rata-rata per
tahun. Hal ini dimaksudkan untuk membandingkan kinerja ekonomi dalam dua
periode yaitu periode tahun 1994-1996 dan 1996-1998 (saat terjadi krisis
ekonomi). Rentang waktu pertumbuhan ini selanjutnya digunakan dalam
pengolahan variabel data yang lain.
Pertumbuhan Nilai Tambah Sektoral
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berjumlah sembilan sektor. Untuk lebih
menyederhanakan dalam proses penghitungan pertumbuhan sektoralnya, maka
dilakukan pengelompokan yang disusun menurut versi Bank Dunia (tahun 1970-
an), dengan pengelompokan sebagai berikut:
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 20
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 21
• Sektor pertanian.
• Sektor industri, terdiri dari sektor pertambangan dan penggalian; industri
manufaktur, listrik, gas dan air minum; dan sektor bangunan.
• Sektor jasa, terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran; transportasi
dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; dan jasa-jasa lainnya.
Berdasarkan pengelompokan tersebut, dihitung pertumbuhan masing-masing
sektor untuk melihat pergeseran setiap sektor pada periode 1994-1996 dan periode
1996-1998.
Penghitungan pertumbuhan sektoral tersebut menggunakan formula sebagai
berikut:
Keterangan:
Ri = Nilai pertumbuhan sektor i
Xi1= Data sektor i pada awal kajian
Xi2= Data sektor i pada akhir kajian
Kontribusi Sektoral PDRB
Data yang digunakan untuk kontribusi sektoral PDRB adalah PDRB sektoral tahun
1994, 1996, dan 1998 dengan sektor sesuai hasil pengelompokan, yaitu: sektor
pertanian, industri, dan sektor jasa. Kontribusi setiap sektor terhadap jumlah total
PDRB ditujukan untuk melihat sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada
tahun 1994, 1996, dan 1998. Penentuan besarnya kontribusi sektoral dihitung
dengan formula berikut ini:
Keunggulan Sektoral Metode Shift-Share
Analisis shift-share biasanya dilakukan dengan metode perbandingan
performance pertumbuhan antara suatu daerah dengan daerah yang lebih besar.
Kegunaan metode ini adalah untuk mengetahui kinerja perekonomian, pergeseran
struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi dan sektor-sektor yang unggul dalam
suatu wilayah.
Analisis shift-share membagi perubahan atau pertumbuhan kinerja ekonomi
kabupaten/kota dalam tiga komponen, yaitu:
Ri = %1001
12
i
ii
x
xx
K o n t r i b u si S e k t o r i = %100× PDRBtotal Nilai
sektor iNilai
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
a. Komponen pertumbuhan ekonomi propinsi (Rpt) yang mengukur perubahan
kinerja ekonomi pada perekonomian yang dirujuk dalam hal ini propinsi.
b. Komponen pertumbuhan keunggulan sektoral propinsi (Rps) yang mengukur
perbedaan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi propinsi dengan pertumbuhan
ekonomi agregat propinsi. Apabila komponen pada salah satu sektor propinsi
bernilai positif, berarti bahwa sektor tersebut berkembang dalam
perekonomian propinsi tersebut. Sebaliknya bila negatif, sektor tersebut
menurun kinerjanya.
c. Komponen pertumbuhan keunggulan sektoral kabupaten (Rks) yang
mengukur kinerja sektor-sektor kabupaten terhadap sektor-sektor yang sama
pada perekonomian tingkat propinsi. Apabila komponen pada salah satu
sektor bernilai positif, maka daya saing sektor kabupaten meningkat
dibandingkan sektor yang sama dalam skala propinsi dan apabila negatif maka
terjadi fenomena sebaliknya.
Untuk mengetahui total pertumbuhan sektoral kabupaten (Rkt), maka ketiga
komponen di atas dijumlahkan. Secara lebih sederhana dapat dituliskan dengan
formula sebagai berikut:
Rkt = Rpt + Rps + Rks
Masing-masing komponen pertumbuhan tersebut dapat dijelaskan dengan
formula sebagai berikut:
R p t =
0
01
P Total
P TotalP Total
Rps = 0
01
0
0i
1
P Total
P Total P Total
PSektor
PSektor PSektor
i
i
R k s = i
0
i0
i1
i0
i0
i1
PSektor
PSektor PSektor
KSektor
KSektor KSektor
Keterangan:
P1 = PDRB agregat propinsi pada akhir tahun kajian
P0 = PDRB agregat propinsi pada awal tahun kajian
P1i = PDRB sektor i dalam skala propinsi pada akhir tahun kajian
P0i = PDRB sektor i dalam skala propinsi pada awal tahun kajian
K1i = PDRB sektor i dalam skala kabupaten pada akhir tahun kajian
K0 = PDRB sektor i dalam skala kabupaten pada awal tahun kajian
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 22
Laporan Akhir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bapenas III - 23
Data sektoral PDRB dalam penghitungan shift-share menggunakan tiga klasifikasi
sektor, yaitu: pertanian, industri, dan jasa. Komponen-komponen pertumbuhan
dianalisis dengan menggunakan dua periode waktu, yaitu periode waktu tahun
1994-1996 dan 1996-1998. Dengan demikian pertumbuhan dihitung dalam
rentang dua tahun. Dari kedua periode waktu tersebut akan dibandingkan
pertumbuhan komponen ekonomi di setiap kabupaten/kota dan dapat juga dilihat
pada tingkat propinsi.
Laporan Akir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
BAB IV
PENGEMBANGAN PUBLIKASI DATA DAN INFORMASI
4.1. Penyusunan Buku Pembangunan Daerah dalam Angka (PDDA) tahun
2008.
Kegiatan pengembangan data dan informasi sebagai bagian dari introduksi
pemanfaatan data diarahkan untuk melakukan pemutakhiran Pembangunan Daerah
Dalam Angka (PDDA). Penyusunan PDDA tersebut telah mulai dikembangkan sejak
tahun 1999, dan terus dikembangkan setiap tahun. Cakupan data dan informasi buku
PDDA berisi kompilasi data dan uraian singkatnya, sehingga dapat memudahkan bagi
para perencana untuk memperoleh gambaran data dan informasi yang dibutuhkan.
Laporan PPDA ini merupakan satu elemen dari rangkaian suatu sistem informasi
bagi perumusan kebijakan pembangunan daerah yang menjembatani antara kebijakan
dengan fakta-fakta pendukungnya. Dengan demikian, melalui Buku PDDA dan
pengembangan basis data dengan perangkat data reterievelnya akan memfasilitasi proses
perumusan kebijakan dan program pembangunan daerah.
4.1.1 Lingkup Materi PDDA
Penyusunan Buku PDDA, dikembangkan sejalan dengan ketersediaan data dan
berbagai masukan dari para perencana, dengan kedalaman data dan informasi disajikan
pada lingkup data nasional, per pulau dan data per propinsi. Berdasarkan data dan
informasi yang tersedia, outline buku PDDA tahun 2008 meliputi materi pembahasan
sebagai berikut:
BAB I. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH
1.1. Geografis 1.2. Administrasi Wilayah
BAB II. KONDISI FISIK DAN LINGKUNGAN
2.1 Kondisi Fisik 2.2 Penggunaan Lahan 2.3 Hutan 2.4 Bencana Alam dan Gangguan lingkungan
2.4.1. Bencana Alam 2.4.2 Gangguan Lingkungan
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas IV - 1
Laporan Akir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
BAB III. SOSIAL EKONOMI PENDUDUK
3.1 Kependudukan 3.1.1. Jumlah Dan Laju Pertumbuhan Penduduk 3.1.2. Persebaran dan Kepadatan Penduduk 3.1.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Tipe Daerah
3.2 Ketenagakerjaan 3.2.1. Angkatan Kerja
3.3 Kesehatan 3.4 Pendidikan 3.5 Kemiskinan 3.6 Kondisi Kesejahteraan Rakyat
3.6.1. Upah Minimum Regional 3.6.2. Tingkat Pengeluaran Perkapita
3.7 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB IV. PEREKONOMIAN DAERAH
4.1 Produk Domestik Bruto 4.1.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha 4.1.2. PDRB Menurut Penggunaan
4.2 Penanaman Modal 4.2.1. Penanaman Modal Dalam Negeri ( PMDN ) 4.2.2. Penanaman Modal Asing ( PMA )
4.3 Perkembangan Ekspor dan Impor 4.3.1. Ekspor 4.3.2. Impor
4.4 Monenter dan Perbankan 4.4.1. Perkembangan Kredit Rupiah Bank Umum 4.4.2. Perkembangan Kredit Usaha Kecil Rupiah Bank 4.4.3. Nilai Tukar Petani 25 4.4.4. Indeks Harga Konsumen (IHK)
4.5 Perkembangan Produktifitas dan Komoditi Unggulan Daerah 4.5.1. Tanaman Pangan 4.5.2. Tanaman Perkebunan 4.5.3 Peternakan 4.5.4. Perikanan
BAB V. PRASARANA WILAYAH
5.1 Jaringan Irigasi 5.2 Prasarana Transportasi
5.2.1. Prasarana Transportasi Darat 5.2.2. Prasarana Transpotasi Laut 5.2.3. Prasarana Transportasi Udara
5.3 Kelistrikan 5.4 Sumber Air Bersih
4.2. Penyusunan Buku Analisis Kesenjangan Antar Wilayah tahun 2008.
Pembangunan daerah, terkait erat dengan penyelenggaraan pembangunan sektoral nasional
di daerah dan pembangunan dalam dimensi kewilayahan. Dua aspek pembangunan tersebut
menjadikan aktivitas pembangunan daerah sejalan dengan tujuan pencapaian sasaran-sasaran
sektoral nasional di daerah dan tujuan pengintegrasian pembangunan antarsektor di dalam satu
wilayah. Dalam perspektif tersebut, untuk merealisasikan tujuan-tujuan pembangunan di atas,
fungsi dan peran Pemerintah Daerah menjadi sangat penting, terutama dalam era desentralisasi
dan otonomi daerah dewasa ini. Berdasarkan perkembangan pembangunan daerah selama ini, isu
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas IV - 2
Laporan Akir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
utama pembangunan daerah adalah masih adanya kesenjangan pembangunan
antardaerah, seperti antara Jawa – luar Jawa, antarpulau, antar provinsi termasuk antarwilayah
perkotaan – perdesaan.
Laporan analisis kesenjangan antar wilayah 2oo8 berisikan informasi tentang
kesenjangan dilihat dari faktor sosial dan ekonomi baik penduduk maupun daerah serta
kondisi infrastruktur di masing – masing wilayah sebagai salah satu indikator dalam
mengukur kesenjangan wilayah.
4.2.1. Lingkup Materi Buku Analisis Kesenjangan Antarwilayah tahun 2008
Lingkup buku analisis kesenjanga antar wilayah tahun 2008 dapat dilihat dalam
susunan dibawah ini :
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Metode Pendekatan
1.3 Sistematika Penyajian Output
II
KONSEP KESENJANGAN
III KESENJANGAN KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI PENDUDUK
3.1 Kesenjangan Kondisi Pendidikan
3.2 Kesenjangan Kondisi Kesehatan
IV KONDISI PEREKONOMIAN ANTARDAERAH
4.1 Kesenjangan kemampuan Ekonomi Antardaerah
4.2 Kesenjangan Pendapatan Penduduk Antardaerah
4.3 Kesenjangan Kesempatan Kerja Antardaerah
V KONDISI INFRASTRUKTUR WILAYAH
4.3. Penyusunan Buku Peta Kesenjangan Antarwilayah tahun 2008.
Buku kesenjangan antar wilayah merupakan lanjutan atau pendamping dari buku
analisis kesenjangan, dalam peta kesenjangan antar wilayah berisi informasi yang hampir
80 % berisi data spasial dan 20 % merupakan deskripsi. Lingkup dalam buku peta
keenjangan antar wilayah tahun 2008 dapat dilihat sebagai berikut :
I. Pendahuluan
Latar Belakang
Metode Penyajian Peta Kesenjangan
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas IV - 3
Laporan Akir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
II. Informasi Peta Kesenjangan
Bidang Pendidikan
Bidang Kesehatan
Kondisi Kemiskinan Dan Ketenagakerjaan
Bidang Keuangan Daerah 4.4. Penyusunan Buku Triwulan II Perkembangan Ekonomi, Ketenagakerjaan dan
kemiskinan.
Dalam laporan triwulanan II ini menunjukan laporan perkembangan ekonomi, ketenaga
kerjaan dan kemiskinan dalam tingkat provinsi. Lingkup kegiatan laporan triwulanan II ini
menunjukan laporan perkembangan ekonomi, ketenaga kerjaan dan kemiskinan diantaranya :
1. NANGGROE ACEH DARUSALLAM
1.1. Produk Domestik Regional Bruto
1.1.1. Struktur Ekonomi
1.1.2. Laju Pertumbuhan
1.2. Ketenagakerjaan
1.3. Kemiskinan
2. SUMATERA UTARA
2.1. Produk Domestik Regional Bruto
2.1.1. Struktur Ekonomi
2.1.2. Laju Pertumbuhan
2.2. Ketenagakerjaan
2.3. Kemiskinan
3. SUMATERA BARAT
3.1. Produk Domestik Regional Bruto
3.1.1. Struktur Ekonomi
3.1.2. Laju Pertumbuhan
3.2. Ketenagakerjaan
3.3. Kemiskinan
4. SUMATERA SELATAN
4.1. Produk Domestik Regional Bruto
4.1.1. Struktur Ekonomi
4.1.2. Laju Pertumbuhan
4.2. Ketenagakerjaan
4.3. Kemiskinan
(5 dan seterusnya provinsi lainnya hingga 33 provinsi)
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas IV - 4
Laporan Akir: Pengembangan dan Pemanfaatan Basisdata Regional 2008
Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas IV - 5
Penyajian Hasil kegiatan, telah dibukukan secara terpisah dari laporan ini yang
merupakan satu kesatuan utuh dari laporan kegiatan Database Pengembangan dan
Pemanfaatan Basis Data Regional. Sebagai gambaran dapat dilihat pada Lampiran
terpisah dalam bentuk buku diantaranya:
1. Buku Pembangunan Daerah Dalam Angka Tahun 2008
2. Buku Analisis Kesenjangan Antarwilayah Tahun 2008
3. Buku Triwulan II Perkembangan Ekonomi, Ketenagakerjaan dan kemiskinan
4. Buku Peta Kesenjangan Antarwilayah Tahun 2008