lapkas fix.doc
-
Upload
erlanza-edisahputra -
Category
Documents
-
view
247 -
download
0
Transcript of lapkas fix.doc
BAB 1
ILUSTRASI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : An.R
Umur : 3 th
Alamat : Pohara
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Taman Kanak-Kanak
Suku : Tolaki
Agama : Islam
Berat Badan : 18 Kg
Tanggal MRS : 1 Januari 2015
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut bawah tengah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bawah tengah yang dialami
sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit, nyeri dirasakan terus menerus,
terasa seperti tertusuk-tusuk, mekanisme kejadiannya ketika pasien sedang
bermain di ruang nonton di rumahnya pasien bergantungan di atas TV, tiba-
tiba pasien ditindih oleh TV dari ketinggian ± 1 meter dan terpukul di perut
bawah pasien, tidak ada riwayat pingsan, mual ataupun muntah, namun
menurut ibu pasien, pasien tidak bisa buang air kecil sejak kejadian, buang
air besar tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak ada keluhan atau penyakit yang pernah dialami pasien.
1
C. Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
A : Clear
B : Spontan, pernapasan 24x/menit, reguler, tipe thoracoabdominal
C : Tekanan Darah : 100/60 mmHg, Nadi : 120 x/m, kuat angkat
D : GCS 15 (E4M6V5), Pupil isokor diameter 3mm/3mm, RCL +/+ RCTL +/+
E : Suhu Axilla : 36,5° C
Secondary Survey
Kepala dan Leher
- Kepala: tidak ada kelainan
- Mata: tidak ada kelainan
- Hidung: tidak ada kelainan
- Telinga: tidak ada kelainan
- Leher : tidak ada kelainan
Thorax
- Inspeksi : simetris kiri dan kanan, retraksi (-)
- Palpasi : nyeri tekan (-), Vokal Fremitus simetris kiri dan kanan
- Perkusi :sonor pada paru kiri dan kanan.
- Auskultasi : vesikuler +/+, Bunyi tambahan: ronki -/-
Abdomen
- Inspeksi
Abdomen datar, tidak tampak distensi, tidak tampak massa, tidak
tampak darm contour, tidak tampak darm steifung tidak tampak venektasi,
tampak jejas pada regio illiaca dextra ukuran 1x0,5 cm dan regio illiaca sinistra
ukuran 1x1 cm
2
- Auskultasi
- Peristaltik (+) kesan normal
- Palpasi
- Defans muscular pada seluruh regio abdomen, nyeri tekan pada regio
suprapubik
- Perkusi
Timpani, pekak hepar (+), nyeri ketok diseluruh regio abdomen
Rectal Touche:
- Sfingter ani mencekik
- Mukosa rekti licin
- Ampula rekti tidak kolaps
- Tidak teraba masa
- Tidak ada nyeri tekan
- Sarung tangan: Feses (+) . lendir (-), darah (-)
Extremitas:
- Superior: tidak ditemukan kelainan
- Inferior: tidak ditemukan kelainan
D. Resume
Pasien seorang anak, usia 3 tahun mengeluh nyeri perut terutama di bagian
bawah tengah sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan terus-
menerus dan hilang timbul . Mekanisme kejadiannya ketika pasien sedang
bermain di ruang nonton di rumahnya pasien bergantungan diatas TV, tiba-tiba
pasien ditindih oleh TV dari ketinggian ± 1 meter dan terpukul di perut bawah
pasien, tidak ada riwayat pingsan, vomiting ataupun nausea, namun menurut ibu
pasien, pasien tidak bisa buang air kecil sejak kejadian, buang air besar tidak ada
keluhan.
3
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/60 mmHg, frekuensi nadi 120
x/m, frekuensi napas 24 x/ m, suhu 36,5 ºC. Pada inspeksi regio abdomen tidak
ditemukan adanya massa, distensi (-), darm contour (-), dan darm steifung (-),
namun ditemukan adanya jejas pada regio illiaca dextra 1x0,5 cm dan regio
illiaca sinistra dengan ukuran 1x1 cm, Pada auskultasi didapatkan peristaltik
kesan normal. Pada palpasi terdapat defans muscular pada seluruh regio
abdomen, nyeri tekan regio suprapubik. Pada perkusi timpani, pekak hepar, nyeri
ketok (+) di seluruh regio abdomen.
E. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
WBC : 13,64 x 103/uL
RBC : 5,74 x 106/uL
HB : 15,2 gr/dl
HCT : 42,2 %
PLT : 334 x 103/uL
USG Abdomen
4
Hasil Baca USG Abdomel
- VU : dinding kanan tidak intak, tampak balon kateter yang melewati dinding
VU
5
- Tampak cairan bebas intraabdominal hepar, lien, GB kedua ginjal dalam batas
normal
- Pankreas sulit dievaluasi
- Kesan : Gambaran ruptur vesika urinaria-buli disertai cairan bebas
intraabdominal.
F. Diagnosis :
Ruptur Vesika Urinaria e.c Trauma Tumpul Abdomen
G. Penatalaksanaan
- Terapi cairan : IVFD RL 20 tpm
- Antibiotik : Cefotaxime 1 gr/IV
- Analgetik : ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV
- H2RA : Ranitidin ½ amp/ 8 jam / IV
- Pasang kateter
- Rencana operasi
H. Follow Up Perawatan
Tanggal Keterangan
1–1- 2015 S : nyeri perut bawah tengah, pasien rewel,gelisah, dan tidak
bisa buang air kecil, buang air besar tidak ada keluhan
O : sakit sedang, CM
TD : 100/60 mmHg N : 120x/menit RR : 24x/menit T :
36,5o C
Abdomen :
I : datar, distensi (-), darm contour (-),dan darm steifung
(-) tampak jejas pada regio illiaca dextra ukuran 1x0,5
6
cm dan regio illiaca sinistra ukuran 1x1cm
A : peristaltik (+) kesan normal
P : nyeri tekan pada regio suprapubik, Defans muscular
pada seluruh regio abdomen.
P : Timpani, pekak hepar, nyeri ketok diseluruh regio
abdomen
A : Ruptur Vesika Urinaria e.c Trauma Tumpul Abdomen
P : Terapi cairan : IVFD RL 20 tpm
Antibiotik : cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV
Analgetik : Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV
H2RA : Ranitidin ½ amp/ 8 jam / IV
Pasang kateter
Rencana operasi
1-1-2015 Operasi laparatomi explorasi + repair vesika urinaria
Terapi post operasi:
- IVFD RL 16 tpm
- Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV
- Inj. Ranitidin ½ amp/ 8 jam/ IV
- Inj. Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV
2-1-2015 S : Nyeri perut luka operasi (+), BAB (+), flatus (+), kencing
terpasang kateter urin
O : sakit sedang, CM
TD : 100/60 mmHg N : 92x/menit RR : 20x/menit T :
36,8o C
Abdomen :
7
I : verban kering, terpasang drain (produksi drain 10 cc)
A : peristaltik (+) kesan normal
P : nyeri tekan (+)
P : timpani, pekak hepar (+)
A : ruptur vesika urinaria post repair Hari 1
P : IVFD RL 16 tpm
Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV
Inj. Ranitidin ½ amp/ 8 jam/ IV
Inj. ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV
minum sedikit-sedikit
Mobilisasi ( miring kiri kanan)
3-1-2015 S : Nyeri luka operasi (+) berkurang, BAB (+), mobilisasi (+),
kencing terpasang kateter urin
O : sakit sedang, CM
TD : 100/70 mmHg N : 88x/menit RR : 18x/menit T :
36,6o C
Abdomen :
I : verban kering, luka operasi kering, terpasang drain
(produksi drain (5 cc))
A : peristaltik (+) kesan normal
P : nyeri tekan (+) berkurang
P : timpani, pekakhepar (+)
A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 2
P : IVFD RL 16 tpm
Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV
Inj. Ranitidin ½ amp/ 8 jam/ IV
8
Inj. Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV
Ganti verban
Rawat luka
Diet bebas
Mobilisasi (jalan-jalan)
4-1-2015 S : Nyeri perut (-), mobilisasi (+)
O : sakit sedang, CM
TD : 100/70 mmHg N : 87 x/menit RR : 18 x/menit T :
36,6o C
Abdomen :
I : verban kering, luka operasi kering
A : peristaltik (+) kesan normal
P : nyeri tekan (+) berkurang
P : timpani, pekakhepar (+)
A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 3
P : IVFD RL 16 tpm
Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV
Inj. Ranitidin ½ amp/ 8 jam/ IV
Inj. Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV
Diet bubur
Mobilisasi
5-1-2015 S : Nyeri perut (-), tidak ada keluhan
O : sakit sedang, CM
TD : 100/70 mmHg N : 88 x/menit RR : 19 x/menit T :
36,4o C
Abdomen :
I : luka kering
9
A : peristaltik (+) kesan normal
P : nyeri tekan (-)
P : timpani, pekakhepar (+)
A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 4
P : IVFD RL 16 tpm
Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV
Inj. Ranitidin ½ amp/ 8 jam/ IV
Inj. Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV
Ganti verban
Rawat luka
Mobilisasi
6-1-2015 S : nyeri perut (-), tidak ada keluhan
O : sakit sedang, CM
TD : 100/70 mmHg N : 84 x/menit RR : 18 x/menit T :
36,5o C
Abdomen :
I : luka kering
A : peristaltik (+) kesan normal
P : nyeri tekan (-)
P : timpani, pekak hepar
A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 5
P : Ganti verban
Rawat luka
7-1-2015 S : nyeri perut (-), tidak ada keluhan
O : sakit sedang, CM
TD : 100/70 mmHg N : 84 x/menit RR : 18 x/menit T :
36,5o C
10
Abdomen :
I : luka kering
A : peristaltik (+) kesan normal
P : nyeri tekan (-)
P : timpani, pekak hepar
A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 6
P : Ganti verban
Rawat luka
8-1-2015 S : nyeri perut (+)
O : sakit sedang, CM
TD : 100/70 mmHg N : 84 x/menit RR : 18 x/menit T :
36,5o C
Abdomen :
I : luka post operasi terbuka
A : peristaltik (+) kesan normal
P : nyeri tekan (-)
P : timpani, pekakhepar (-)
A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 7
P : Ganti verban , rawat luka, aff drain
9-1-2015 S : nyeri perut (-), tidak ada keluhan
O : sakit sedang, CM
TD : 100/70 mmHg N : 84 x/menit RR : 18 x/menit T :
36,5o C
Abdomen :
I : luka kering
A : peristaltik (+) kesan normal
P : nyeri tekan (-)
11
P : timpani, pekakhepar
A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 8
P : Rawat luka
10-1-2015 S : tidak ada keluhan
O : sakit sedang, CM
TD : 100/70 mmHg N : 84 x/menit RR : 18 x/menit T :
36,5o C
Abdomen :
I : luka kering
A : peristaltik (+) kesan normal
P : nyeri tekan (-)
P : timpani, pekak hepar
A : Ruptur Vesika Urinaria Post Repair Hari 9
P : Ganti verban, aff kateter, boleh pulang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Histologi
Vesika urinaria (kandung kemih) adalah suatu organ berongga yang terletak
dibelakang tulang simfisis pubis dan menempati sebagian besar rongga pelvic.
Dalam keadaan buli penuh, letaknya lebih tinggi dari tulang simpisis pubis sehingga
dapat diraba atau diperkusi dari luar. Bila isi buli melebihi kapasitas buli over
distensi, baik akut maupun kronis, maka usus akan terdorong ke atas dan benjolan
dapat terlihat dari luar. Berdasarkan topografinya pada laki-laki di bagian posterior
buli terdapat vesika seminalis, vas deferen, ureter dan rectum. Daerah fundus dan
posterior di lapisi oleh peritoneum. Secara garis besar dibagi atas dua komponen yaitu
12
korpus yang terletak di atas orifisium ureter, dan dasar buli yang terdiri dari trigonum
posterior deep destrusor dan dinding anterior buli. Secara histologis otot longitudinal
dari dasar buli meluas ke arah distal ke dalam uretra membentuk lapisan longitudinal
yang melingkari leher buli.1,5
Gambar 1. Anatomi Bladder
Bagian atas kandung kemih ditutupi oleh peritoneum yang membentuk
eksavasio retro vesikalis, sedangkan bagian bawah permukaan posterior dipisahkan
dari rectum oleh duktus deferens, vesika seminalis, dan vesika retrovesikalis.
Permukaan superior seluruhnya ditutupi oleh peritoneum dan berbatasan dengan
gulungan ileum dan kolon sigmoid sepanjang lateral permukaan peritoneum melipat
ke dinding lateral pelvis.1
Dinding buli terdiri dari 3 lapis yaitu: lapisan mukosa, lapisan otot dan lapisan
lemak. Pada bagian tengah, lapisan muscular dibentuk oleh otot polos yang disebut
detrusor. Otot detrusor yang arah seratnya saling menyilang sedemikian rupa
sehingga kontraksi otot-otot tersebut menyebabkan buli mengkerut, dengan demikian
terjadi pengosongan isi rongga. Ureter bermuara pada trigonum buli dengan
menembus otot detrusor secara obliq. Perjalanan ureter yang seperti ini dapat
13
memberikan suatu mekanisme katup untuk mencegah kembalinya urin dari buli ke
ginjal.5
a. Lapisan otot kandung kemih
Lapisan otot kandung kemih terdiri atas otot polos yang tersusun dan saling
berkaitan disebut muskulus detrusor vesika. Peredaran darah vesika urinaria berasal
dari arteri vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka
interna. Venanya membentuk pelvikus venosus vesikalis berhubungan dengan
pleksus prostatikus yang mengalirkan darah ke vena iliaka interna.2
Gambar 2. Anatomi Bladder
b. Pembuluh Limfe
Suplai arteri pada kandung kemih bagian superior, media, dan inferior vesika
berasal dari anterior trunkus hipogastrik. Obturator dan arteri gluteal inferior yang
juga memberikan suplai pada cabang kecil visceral kandung kemih. Pada wanita ,
cabang ini juga berasal dari arteri uterin dan vagina. Vena berasal dari pleksus yang
berada di permukaan inferior dan fundus dekat prostat.2,7
c. Persarafan
14
Fungsi dari sistem urinaria bagian bawah adalah bergantung dari fungsi sistem
persarafan dari otak. Sistem persarafan dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi. Sistem saraf pusat mencakup otak dan medulla spinalis. Sistem saraf tepi
mencakup saraf autonom dan somatik. Sistem saraf autonom tidak dibawah kontrol
kesadaran dan disebut sistem involunter.2,7
Sistem saraf involunter mencakup, sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Sistem saraf simpatis yang berasal dari segmen thorakolumbal (T11-L2) dan sacral
pada medulla spinalis yang berjalan menuju ke ganglia mesenterika inferior (pleksus
mesentarika inferior) lalu menuju ke nervus hipogastrik atau nervus pelvikus yang
berjalan pada rantai paravertebral yang berada pada kandung kemih dan uretra.
Sistem saraf ini mengatur pengisian kandung kemih melalui (1) merelaksasi otot
kandung kemih sehingga dapat diisi oleh urin, dan (2) mengkontraksikan sfingter
uretra internal dalam mecegah urin memasuki uretra. Sistem saraf parasimpatis yang
berasal dari S2-S4 yang berjalan dari sacral dan nervus pelvikus yang menuju ke
ganglia yang berada pada pleksus pelvikus dan dinding kandung kemih. Saraf
parasimpatis dapat menimbulkan keinginan untuk berkemih atau pengosongan
kandung kemih malalui (1) stimulasi otot kandung kemih untuk berkontraksi
sehingga menyebabkan sensasi berkemih dan (2) merelaksasi sfingter uretra internal
yang menyebabkan urin masuk uretra.1
Sistem saraf somatik mengirim signal ke sfingter uretra eksternal untuk
mencegah kebocoran urin atau untuk berelaksasi sehingga urin dapat keluar. Fungsi
sistem persarafan bergantung pada pelepasan zat kimiawi yang kita kenal dengan
neurotransmitter. Zat yang peling penting mempengaruhi kandung kemih adalah
asetilkolin (ACH) yang dilepaskan oleh akson parasimpatis post ganglionic. Ketika
ACH dilepas ia akan menyebabkan otot-otot kandung kemih mengalami kontraksi.
Pelepasan ACH ini diakibatkan adanya stimulasi dari M3 reseptor muskarinik yang
terdapat pada otot polos kandung kemih.2
Pelepasan zat kimiawi ini mengatur respon dari sistem persarafan pada
kandung kemih. Selain asetilkolin, sistem saraf simpatis postganglionic juga
15
melepaskan noradrenalin yang diaktivasi oleh reseptor ᵦ3 adrenergik yang
merelaksasikan otot polos kandung kemih dan adanya aktivasi dari a1 adrenergik
yang mengkontraksikan otot polos uretra.1
Gambar 3. Persarafan vesica urinaria
d. Pengisian dan pengosongan kandung kemih
- Pengisian
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas
spiral longitudinal dan sekitar lapisan otot yang tidak terlihat. Kontraksi
peristaltik ureter 1-5 kali/menit akan menggerakkan urin dari pelvis renalis ke
dalam kandung kemih. Ureter yang berjalan miring melalui dinding kandung
kemih untuk menjaga ureter tertutup kecuali selama gelombang perilstatik
untuk mencegah urin tidak kembali ke ureter. 1,2
Apabila kandung kemih terisi penuh, permukaan superior membesar,
menonjol ke atas masuk ke dalam rongga abdomen. Peritoneum akan
16
menutupi bagian bawah dinding
anterior kolum kandung kemih yang
terletak di bawah kandung kemih
dan permukaan atas prostat. 1
Membran mukosa kandung kemih dalam keadaan kosong akan
berlipat-lipat. Lipatan ini akan hilang apabila kandung kemih terisi penuh.
Daerah membran mukosa meliputi permukaan dalam basis kandung kemih
yang dinamakan trigonum. Vesika urinaria menembus dinding kandung secara
miring membuat seperti katup untuk mencegah aliran balik urin ke ginjal pada
waktu kandung kemih terisi.1
- Pengosongan
Kontraksi otot muskulus detrusor bertanggung jawab pada pengosongan
kandung kemih selama berkemih. Berkas otot tersebut berjalan pada sisi uretra,
serabut ini dinamakan sfingter uretra interna. Sepanjang uretra terdapat sfingter otot
rangka yaitu sfingter uretra membranosa (sfingter uretra eksterna). Epitel kandung
kemih dibentuk dari lapisan superfisialis sel kuboid.1,2,7
B. Fisiologi
Ada tiga fungsi utama buli yaitu : sebagai reservoir urin, fungsi ekpulsi urin, dan
anti refluk. Sebagai reservoir buli-buli berkapasitas 400-500 cc. Fase pengisian buli
ditandai dengan penyesuaian volume buli-buli terhadap peningkatan jumlah urin pada
suatu tekanan yang rendah, kurang 20 cm H2O. Menjelang fase pengisian, otot
detrusor mengalami relaksasi untuk mengakomodasikan peningkatan volume.
Dengan penuhnya volume buli-buli akan menyebabkan peregangan dinding yang
dapat merangsang reseptor sehingga otot buli berkontraksi, tekanan dalam buli
meningkat dan uretra posterior membuka. Keadaan ini dirasakan sebagai perasaan
ingin kemih, namun masih dapat diatur secara volunter oleh spingter eksterna. Pada
17
kondisi ini kedudukan kandung kemih dipertahankan oleh kelompok otot-otot levator
ani terutama otot pubokoksigeus.5
Mekanisme proses Miksi ( Mikturisi ). Miksi ( proses berkemih ) ialah proses di
mana kandung kencing akan mengosongkan diri ketika sudah penuh dengan urin.
Mikturisi ialah proses pengeluaran urin sebagai gerak refleks yang dapat dikendalikan
(dirangsang/dihambat) oleh sistim persarafan dimana gerakannya dilakukan oleh
kontraksi otot perut yang menambah tekanan intra abdominalis, dan organ organ lain
yang menekan kandung kencing sehingga membantu mengosongkan urin.5
Refleks mikturisi adalah refleks medulla spinalis yang bersifat otonom, yang
dikendalikan oleh suatu pusat di otak dan korteks cerebri. Refleks mikturisi
merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusat yang lebih tinggi yang
akan melakukan kendali akhir untuk proses mikturisi sebagai berikut :
1. Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks mikturisi tetap terhambat
sebagian, kecuali bila mikturisi diinginkan
2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi refleks
mikturisi, dengan cara sfingter kandung kemih eksterna terus-menerus
melakukan kontraksi tonik hingga saat yang tepat datang dengan sendirinya
Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat mikturisi sacral
untuk membantu memulai refleks mikturisi dan pada saat yang sama menghambat
sfingter eksterna sehingga pengeluaran urin dapat terjadi.5
Dalam keadaan normal kandung kemih dan uretra berhubungan secara simultan
dalam penyimpanan dan pengeluaran urin. Selam penyimpanan, leher kandung kemih
dan uretra proksimal menutup, dan tekanan intra uretra berkisar antara 20-50 cmH2O.
Sementara itu otot detrusor berelaksasi sehingga tekanan kandung kemih tetap
rendah.4,5
Mekanisme berkemih terdiri dari 2 fase, yaitu fase pengisian dan fase
pengosongan kandung kemih :
1. Fase pengisian (filling phase)
18
Untuk mempertahankan kontinensia urin, tekanan intra uretra selamanya
harus melebihi tekanan intra vesika kecuali pada saat miksi. Selama masa
pengisian, ternyata hanya terjadi sedikit peningkatan tekanan intra vesika, hal
ini disebabkan oleh kelenturan dinding vesika dan mekanisme neural yang
diaktifkan pada saat pengisian vesika urinaria. Mekanisme neural ini termasuk
refleks simpatis spinal yang mengatifkan reseptor ᵦ pada vesika urinaria dan
menghambat aktifitas parasimpatis. Selama masa pengisian vesika urinaria
tidak ada aktivitas kontraktil involunter pada detrusor. 2,3,5
Tekanan normal intra vesika maksimal adalah 50 cm H2O sedangkan
tekanan intrauretra dalam keadaan istirahat antara 50-100 cm H2O.
Selama pengisian vesika urinaria, tekanan uretra perlahan meningkat.
Penin gkatan pada saat pengisian vesika urinaria cenderung kerap mengalami
peningkatan aktifitas spinchter otot lurik. Refleks simpatis juga meningkatkan
stimulasi reseptor pada otot polos uretra dan meningkatkan kontraksi uretra
pada saat pengisian vesika urinaria.2,3,5
2. Fase miksi (voiding phase)
Selama fase miksi terjadi penurunan tekanan uretra yang mendahului
kontraksi otot detrusor. Terjadi peningkatan intravesika selama peningkatan
sensasi distensi untuk miksi. Pusat miksi terletak pada batang otak. Reflek
simpatis dihambat, aktifitas efferent somatic pada otot lurik sfinter dihambat
dan aktifitas parasimpatis pada otot detrusor ditingkatkan. Semua ini
menghasilkan kontraksi yang terkoordinasi dari otot detrusor bersamaan
dengan penurunan resistensi yang melibatkan otot lurik dan polos uretra.
Terjadi penurunan leher vesika urinaria dan terjadi aliran urin. Ketika miksi
secara volunter, dasar panggul berkontraksi untuk meninggikan leher vesika
urinaria ke arah simfisis pubis, leher vesika tertutup dan tekanan detrusor
menurun.5
19
Pengeluaran urin secara volunter biasanya dimulai dengan cara
sebagai berikut : mula-mula, orang tersebut secara volunter
mengkontraksikan otot perutnya, yang akan meningkatkan tekanan di dalam
kandung kemih dan memunkinkan urin tambahan memasuki leher kandung
kemih dan uretra posterior dalam keadaan di bawah tekanan, sehingga
meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang, yang mencetuskan
refleks mikturisi dan secara bersamaan menghambat sfingter uretra eksterna.
Biasanya, seluruh urin akan dikeluarkan, dan menyisakan tidak lebih dari 5-10
milimeter urin di dalam kandung kemih.5
C. Definisi
Trauma vesika urinaria atau trauma buli-buli merupakan keadaan darurat
bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dapat
menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara
anatomi buli-buli terletak di dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis
sehingga jarang mengalami cedera. 7
Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan lalu lintas yang
disebabkan fragmen patah tulang pelvis (90%) yang mencederai buli-buli.
Trauma tumpul menyebabkan ruptur vesika urinaria-buli terutama bila vesica
urinaria penuh atau terdapat kelainan patologik seperti tuberculosis, tumor, atau
obstruksi sehingga trauma kecil sudah menyebabkan ruptur. Ruptur vesika
urinaria-buli dapat juga terjadi secara spontan, hal ini biasanya terjadi jika
sebelumnya terdapat kelainan pada dinding vesica urinaria.7
Fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat
dengan uretra prostatika tertarik ke kranial bersama fragmen fraktur, sedangkan
uretra membranasea terikat diafragma urogenital. Bila buli-buli yang penuh
dengan urin mengalami trauma, maka akan terjadi peningkatan tekanan intra
vesikel yang dapat menyebabkan contosio buli-buli/buli- buli pecah. Keadaan ini
dapat menyebabkan ruptura intraperitoneal.
20
Ruptur kandung kemih intraperitoneal dapat menimbulkan gejala dan tanda
rangsang peritonium termasuk defans muskuler dan sindrom ileus paralitik.
Angka kejadian trauma pada buli-buli diperkirakan 2% dari seluruh kejadian pada
trauma urogenital.7
D. Etiologi
Trauma vesika urinaria terbanyak terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau
kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen dari fraktur tulang pelvis mencederai
kandung kemih. Kemungkinan cedera kandung kemih dapat bervariasi berdasarkan
dari isi kandung kemih, sehingga apabila kandung kemih penuh lebih mungkin untuk
terjadinya cedera dibandingkan pada saat kandung kemih kosong. Fraktur tulang
pelvis dapat menimbulkan kontusio atau ruptur kandung kemih, pada kontusio
kandung kemih hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematuria tanpa
eksravasasi urin.5,6
Ruptur dinding ekstraperitoneal kandung kemih biasanya akibat tertusuk fragmen
fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Pada kejadian
ini terjadi ekstravasasi urin dari rongga perivesikal. Trauma tumpul kandung kemih
dapat menyebabkan ruptur kandung kemih terutama bila kandung kemih penuh atau
terdapat kelainan patologik seperti tuberkulosis, tumor atau obstruksi sehingga
menyebabkan ruptur. Trauma vesika urinaria tajam akibat luka tusuk atau luka
tembak lebih jarang ditemukan. Luka dapat melalui daerah suprapubik ataupun
transperineal. Penyebab lain adalah instrumentasi urologik misal perforasi iatrogenik
pada kandung kemih pada reseksi transurethral sistoskopi (TUR).5
E. Epidemiologi
Penyebab trauma kandung kemih paling sering adalah kecelakaan kendaraan
bermotor, dimana kedua sabuk pengaman mengkompresi kandung kemih. Sekitar 60 -
90 % (rata-rata 80 %) dari pasien cedera kandung kemih akibat trauma tumpul
biasanya disertai dengan fraktur tulang panggul dan 30% dari pasien dengan fraktur
21
tulang panggul terdapat cedera pada kandung kemih, termasuk kontusio kandung
kemih. Sekitar 25% dari ruptur intraperitoneal kandung kemih terjadi pada pasien
tanpa fraktur panggul. Ruptur intraperitoneal tercatat sekitar sepertiga dari cedera
kandung kemih . Sedangkan untuk ruptur ekstraperitoneal tercatat 60 % dari sebagian
besar cedera kandung kemih dan biasanya berhubungan dengan fraktur panggul.8
F. Klasifikasi
Berdasarkan dari letak rupturnya dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Ruptur Vesica Urinaria Ekstraperitoneal
Kebanyakan vesica urinaria ruptur ekstraperitoneal dapat dikelola
dengan aman dengan drainase kateter sederhana (yaitu, uretra atau
suprapubik). Biarkan kateter selama 7-10 hari.5
Hampir semua cedera kandung kemih ekstraperitoneal sembuh dalam 3
minggu. Jika pasien dibawa ke ruang operasi untuk cedera yang berhubungan,
ruptur ekstraperitoneal dapat diperbaiki bersamaan jika pasien stabil.5
Kandung kemih dengan ekstravasasi ekstraperitoneal yang luas sering
diperbaiki melalui pembedahan. Intervensi bedah dini mengurangi rawat
rumah sakit dalam waktu lama dan komplikasi potensial.5
b. Ruptur Vesica Urinaria Intraperitoneal
Kebanyakan, pecah kandung kemih intraperitoneal memerlukan
eksplorasi bedah. Cedera ini tidak sembuh dengan kateterisasi berkepanjangan
saja. Urin mengambil jalur yang paling resistensi dan terus bocor ke rongga
perut. Hal ini menyebabkan peritonitis, perut kembung, dan gangguan
elektrolit.5
Cedera vesika urinaria diklasifikasikan menurut American Association for the
Surgery of Trauma (AAST) - Organ Injury Scale (OIS) menjadi 5 grade, yaitu :
22
Grade (AAST) : Jenis Cedera Deskripisi Kerusakan
I Hematoma
Laserasi
Kontusio dan hematoma
intramural
Laserasi sebagian dari dinding
buli - buli
II Laserasi Laserasi dari dinding
ekstraperitoneal buli – buli <
2 cm
III Laserasi Laserasi dari dinding
ekstraperitoneal > 2 cm atau
intraperitoneal < 2 cm
IV Laserasi Laserasi ekstraperitoneal > 2
cm
V Laserasi Laserasi intraperitoneal atau
ekstraperitoneal yang meluas
ke dalam kandung kemih
leher atau muara uretra
trigonum.
23
Grade I Grade II
Kontusio dan hematoma intramural Laserasi dari dinding ekstraperitoneal
Laserasi sebagian dari dinding buli – buli buli – buli < 2 cm
Grade III
Laserasi dari dinding ekstraperitoneal > 2 cm atau intraperitoneal < 2 cm
24
Grade IV Grade V
Laserasi ekstraperitoneal > 2 cm Laserasi intraperitoneal atau
ekstraperitoneal yang meluas ke
dalam leher kandung kemih
atau muara uretra (trigonum).
Selain itu dari Konsensus Societe Internationale D'Urologie mengklasifikasikan
cedera kandung kemih menjadi empat jenis dengan tidak memperhitungkan panjang
atau luas dari laserasi dinding kandung kemih, yaitu :
Tipe 1 adalah memar kandung kemih
Tipe 2 yaitu ruptur dinding intraperitoneal
Tipe 3 yaitu ruptur dinding ekstraperitoneal
Tipe 4 yaitu gabungan antara ruptur dinding intraperitoneal dan ekstraperitoneal
25
G. Tanda dan Gejala
1. Anamnesis4,5
Keluhan utama :
Nyeri di daerah supra simpisis
Kencing darah atau bercampur darah
Tidak keluar kencing dan atau tidak ingin kencing
Keadaan umum : gelisah, cemas
2. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah : meningkat
Denyut nadi : meningkat
Respirasi rate : meningkat
3. Riwayat trauma
Instrumentasi di daerah urethra buli – buli
a. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi:5,9
Adanya jejas di daerah symphysis atau pelvis
Kualitas urin yang keluar ( hematuria)
Abdomen distended bagian bawah(supra symphisis)
2. Palpasi: 5,9
Nyeri tekan di supra symphisis / abdomen bawah
Abdomen tegang ( peritonitis )
Buli – buli tidak teraba( kosong)
Terdapat infiltrat urin di daerah prevesikal
3. Perkusi : nyeri ketok supra symphisis
4. RT : prostat melayang/ tidak teraba ditempat
26
H. Patofisiologi
Kasus ruptur vesica urinaria jarang terjadi. Hal ini disebabkan karena posisi
anatomis dari vesica urinaria yang apabila tidak terdistensi maksimal berada di
belakang tulang pelvis (ekstraperitoneal), sehingga dapat terlindungi. Namun apabila
buli-buli (vesica urinaria) terdistensi dengan maksimal, posisi buli-buli dapat menjadi
lebih superior bahkan mungkin sampai ke cavum abdomen (intraperitoneal) yaitu
setinggi 8-10 cm di belakang symphisis pubis. Oleh karena itu ruptur vesica urinaria
tergantung dari derajat distensinya.6,9,10
Kebanyakan kasus ruptur pada vesica urinaria yang terjadi ekstraperitoneal,
terjadi karena kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan patahnya tulang pelvis
sehingga vesica urinaria cedera. Trauma tumpul dapat mengakibatkan ruptur vesika
urinaria-buli terutama apabila kandung kemih penuh atau terdapat kelainan patologik
seperti tuberculosis, tumor atau obstruksi sehingga menyebabkan ruptur. Selain itu
27
ruptur vesica dapat juga disebabkan karena trauma tajam yang jarang terjadi karena
luka tusuk maupun luka akibat tembakan. 6,9,10
Fraktur pada tulang panggul juga dapat menimbulkan kontusio atau ruptur
kandung kemih, pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli
dengan hematuria tanpa eksravasasi urin. Ruptur kandung kemih ekstraperitoneal
biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung
kemih yang penuh. Pada kejadian ini terjadi ekstravasasi urin dari rongga perivesikal. 6,9,10
Kandung kemih dilindungi dengan baik oleh tulang pelvis sehingga ketika
terjadi fraktur pelvis yang disebabkan oleh trauma tumpul maka fragmen dari fraktur
pelvis dapat mencederai kandung kemih dan dapat terjadi ruptur ekstraperitoneal.
Apabila terdapat urin yang terinfeksi dapat mengakibatkan abses dalam pelvis dan
infeksi pelvis yang berat. Pada saat kandung kemih terisi penuh kemudian tiba – tiba
terjadi benturan atau pukulan langsung ke perut bagian bawah dapat menyebabkan
gangguan pada kandung kemih. 6,9,10
Jenis gangguan biasanya adalah gangguan intraperitoneal. Ruptur
intraperitoneal terjadi ketika ada pukulan atau kompresi pada perut bagian bawah
pasien dengan kandung kemih yang penuh sehingga menyebabkan peningkatan
mendadak tekanan intraluminal kandung kemih kemudian menyebabkan pecahnya
puncak yang merupakan bagian terlemah dari kandung kemih. Puncak dari
lengkungan kandung kemih ditutupi oleh peritoneum, maka cedera yang terjadi di
daerah ini akan menyebabkan ekstravasasi intraperitoneal. Jika diagnosis segera
ditegakkan dan jika urin sudah steril, maka tidak ada gejala yang dapat ditemukan
selama beberapa hari, tetapi jika terdapat urin yang terinfeksi, maka akan cepat
berlanjut menjadi peritonitis dan akut abdomen. 6,9,10
28
I. Diagnosis
Penegakan diagnosis untuk ruptur vesika urinaria yaitu :
a. Anamnesis
Ketika dilakukan anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan adanya nyeri di
daerah suprapubik. Dengan keluhan penyerta seperti keluarnya darah saat
buang air kecil, anuria atau sulit kencing, dan bila ditelusuri akan terdapat
riwayat trauma pada penderita.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik inspeksi, akan ditemukan beberapa hal yang
menunjukan adanya perlukaan (jejas) di daerah pelvis, dan adanya distensi
abdomen bagian bawah (supra symphisis). Pada palpasi akan ditemukan
adanya abdomen yang tegang, kosongnya buli-buli/hilangnya kandung kemih
dan juga nyeri tekan pada abdomen bawah. Pada saat melakukan perkusi akan
ditemukan nyeri ketok kostovertebrae.
c. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan darah, akan ditemukannya penurunan hematokrit yang
menunjukan adanya kehilangan darah periode akut. Pada pemeriksaan
radiologi akan ditemukan gambaran fraktur pada pelvis. Pemeriksaan
cystography akan menunjukan adanya gambaran ekstravasasi di
ekstraperitoneal ataupun intraperitoneal, hal ini nantinya akan membantu
dalam menentukan letak ruptur dan bagaimana penatalaksanaannya.
Diagnosis dari ruptur vesica urinaria ini dapat ditegakan bila terdapat
kemiripan/kesamaan tanda dan gejala serta gambaran seperti di atas.3,2
29
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah (kadar hematokrit)
Pemeriksaan darah rutin pada pasien ruptur vesika urinaria akan
menunjukan adanya penurunan hematokrit. Kadar normal hematokrit pada
anak adalah 33-38%, pada pria dewasa 40-48%, dan bagi wanita dewasa
adalah 37-43%. Pada kasus ruptur vesika urinaria akan terjadi penurunan nilai
hematokrit yang drastis, hal ini dikarenakan adanya peristiwa kehilangan
darah akut (kehilangan darah secara mendadak, misalnya pada kecelakaan).
Penurunan hematokrit juga digunakan untuk mendiagnosis anemia, leukimia,
gagal ginjal kronik, malnutrisi, kekurangan vitamin B dan C, kehamilan, ulkus
peptikum. Sebaliknya, peningkatan hematokrit biasanya terjadi pada pasien
dengan dehidrasi, diare berat, eklampsia, efek pembedahan, luka bakar, dan
lain-lain.6,3,7
2. Pemeriksaan radiologi (Foto rontgen)
Pemeriksaan menggunakan foto rontgen ini dilakukan pada bagian
pelvis. Hal ini ditujukan untuk mengetahui apakah ada fraktur tulang pelvis
atau tidak. Dalam kasus ruptur vesika urinaria, kebanyakan kasus ini
disebabkan karena adanya fraktur tulang pelvis. Gambaran foto tulang pelvis
yang normal, tidak akan menunjukan adanya retakan atau patahan di tulang
pelvis. 6,3,7
3. Pencitraan (Cystography)
Pemeriksaan cystography atau lebih dikenal dengan sistogram biasanya
digunakan untuk memeriksa adanya ruptur vesika urinaria dan tumor vesika
urinaria. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberi kontras ke dalam vesika
urinaria kemudian dibuat beberapa foto. Pada kasus ruptur vesika urinaria,
pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat ada tidaknya ruptur vesika urinaria
30
dan lokasi ruptur, baik intraperitoneal maupun ekstraperitoneal. Foto pada
ruptur vesika urinaria ekstraperitoneal akan menunjukan adanya gambaran
ekstravasasi seperti nyala api di daerah perivesikal, sedangkan pada intra
peritoneal terlihat kontras masuk ke dalam rongga abdomen. 6,3,7
Gambar IV. Gambaran normal buli yang terisi kontras
Gambar V. Ruptur Ekstraperitoneal Vesika Urinaria. Tampak ekstravasasi (tanda panah)
terlihat di luar kandung kemih pada pelvis pada pemeriksaan sistogram
Gambaran VI. Ruptur Intraperitoneal Vesika Urinaria. Pada gambaran sistogram
menunjukkan kontras yang mengisi di sekitar usus
31
4. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin pada kasus ruptur vesika urinaria ditujukan untuk
mengetahui ada tidaknya darah dalam urin. Adanya darah dalam urin
(hematuria) menunjukan bahwa adanya ruptur vesika urinaria, sedangkan bila
ternyata tidak terdapat darah pada urin maka tidak terdapat ruptur vesika
urinaria.9
K. Penatalaksanaan
1. Medikametosa
a. Hentikan syok
b. Hentikan perdarahan
c. Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruptur intraperitoneal
dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.
d. Pasang kateter sederhana 7-10 hari untuk ruptur ekstraperitoneum
e. Pembedahan
Teknik operasi :
1) Posisi terlentang
2) Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
3) Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
4) Dengan pembiusan umum.
5) Insisi kulit midline ± 10 cm, lapis demi lapis dan rawat perdarahan
6) M. rektum abdominis dipisahkan pada linea alba (tengah-tengah)
7) Lemak prevesikal disisihkan kearah kranial sehingga buli-buli terlihat
keseluruhannya dengan jelas.
8) Periksa dengan teliti seluruh dinding buli-buli, tentukan letak, jumlah,
ukuran dan bentuk robekannya :
32
a) Bila bentuk robekan tidak teratur, perlu dilakukan debridement
pada tepi-tepinya.
b) Bila letak robekan di intraperitoneal, maka dilakukan repair trans
peritoneal
9) Pasang DK 16F per urethra sebelum dilakukan penjahitan buli-buli,
dan pastikan DK masuk di dalam buli (balon kateter jangan
dikembangkan dulu, agar tidak tertusuk sewaktu menjahit buli) pada
kasus – kasus ruptura yang berat atau pertimbangan lain perlu di
pasang kateter sistostomi nomor 22 atau 24.
10) Jahit robekan buli 2 lapis, yaitu :
a) Jahit mukosa-muskulari buli dengan plain cutgut 3-0 secara jelujur
biasa
b) Jahit mukosa-muskularis dengan dexon 4-0, satu-satu
11) Kembangkan balon kateter dengan larutan garam fisiologis ± 10cc
12) Lakukan test buli-buli, untuk mengecek jahitan buli (bocor atau tidak)
13) Cuci lapangan operasi dengan larutan garam fisiologis sampai bersih
14) Pasang drain redon perivesikal (di cavum Retzii) dan fiksasi dengan
silk 1-0 di kulit
15) Tutup lapangan operasi lapis demi lapis
a) Dekatkan M. rektus abdominis dengan chromic 2-0 satu-satu
b) Jahit lemak subkutan dengan plain cat-gut 3-0 satu-satu
c) Jahit kulit dengan silk 3-0 satu-satu
- Komplikasi operasi
Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.
33
Perawatan Pascabedah :
1) Lepas kateter pada hari ke 7
2) Lepas drain redon setelah lepas kateter dan produksinya < 20 cc dalam
2 hari berturut-turut.
3) Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari pasca operasi
f. Antibiotik spektrum luas untuk mencegah terjadinya infeksi
2. Non Medikametosa
1. Istirahat tirah baring
2. Diet makanan
3. Menyarankan pasien kembali beraktivitas normal dalam waktu 4-6
minggu.
L. Komplikasi
a. Peritonitis
Merupakan inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau
sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi peritoneal oleh
bakteri atau kimia. Primer tidak berhubungan dengan gangguan usus dasar
(contoh: sirosis dengan asites, sistem urinarius ) dan sekunder inflamasi dari
saluran GI, ovarium atau uterus, cedera traumatik atau kontaminasi bedah.7
b. Fistula
Merupakan saluran tidak normal yang menghubungkan organ-organ
bagian dalam tubuh yang secara normal tidak berhubungan, atau
menghubungkan organ-organ bagian dalam dengan permukaan tubuh bagian
luar.2
34
c. Pyelonephritis ( infeksi ginjal)
Merupakan jenis infeksi saluran urin spesifik yang umumnya dimulai
dari uretra dan menjalar ke ginjal.2
d. Sepsis
Merupakan kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam
nyawa, yang ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau
dicurigai (biasanya namun tidak terbatas pada bakteri-bakteri) yang tanda-
tanda dan gejala-gejalanya memenuhi paling sedikit dua dari kriteria-kriteria
berikut dari sindrom respon peradangan sistemik atau sistemic inflammatory
response syndrome (SIRS):
1. Denyut jantung yang meningkat (tachycardia) >90 detak per menit waktu
istirahat
2. Temperatur tubuh tinggi (>100.4F atau 38C) atau rendah (<96.8F atau
36C)
3. Kecepatan pernapasan yang meningkat dari >20 napas per menit atau
PaCO2 (tekanan parsial dari karbondioksida dalam arteri darah) <32 mm
Hg
4. Jumlah sel darah putih yang abnormal (>12000 sel/µL atau <4000 sel/µL
atau >10% bands [tipe yang belum matang dari sel darah putih.6
M. Prognosis
Apabila ruptur pada vesica urinaria segera dioperasi maka penyakit ini akan
segera membaik dan tidak terjadi komplikasi yang membahayakan. Namun. Jika
tidak segera dioperasi maka pada robekan buli-buli intraperitoneal dapat
menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urin pada rongga peritoneum.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan sepsis yang dapat mengancam jiwa.6
35
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah
ruptur vesika urinaria e.c trauma tumbul abdomen. Berdasarkan anamnesis
didapatkan bahwa pasien merupakan seorang anak laki-laki, usia 3 tahun mengeluh
keluhan nyeri perut bawah tengah yang dialami sejak 2 jam sebelum masuk Rumah
Sakit, nyeri dirasakan terus menerus, terasa seperti tertusuk-tusuk, mekanisme
kejadiannya ketika pasien sedang bermain di ruang nonton di rumahnya pasien
bergantungan di atas TV, tiba-tiba pasien ditindih oleh TV dari ketinggian ± 1 meter
dan terpukul di perut bawah pasien, tidak ada riwayat pingsan, mual ataupun muntah,
namun menurut ibu pasien, pasien tidak bisa buang air kecil sejak kejadian, buang air
besar tidak ada keluhan.
Pada pasien terjadi ruptur vesika urinaria dikarenakan trauma tumpul
abdomen akibat tertindis TV, trauma tumpul abdomen disebabkan oleh cedera
struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan ke dalam 2 mekanisme utama, yaitu
tenaga kompresi (hantaman) dan tenaga deselerasi. Tenaga kompresi (compression or
concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap
objek yang terfiksasi. Hal yang sering terjadi hantaman menyebabkan sobek dan
hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur.
Tenaga deselerasi menyebabkan regangan dan sobekan linier organ-organ yang
terfiksasi.
Trauma tumpul akibat hantaman secara umum dibagi ke dalam 3 mekanisme,
yang pertama adalah ketika tenaga deselerasi hantaman menyebabkan pergerakan
yang berbeda arah dari struktur tubuh yang permanen. Akibatnya, kekuatan hantaman
36
menyebabkan organ viseral yang padat serta vaskularisasi abdomen menjadi ruptur,
terutama yang berada di daerah hantaman.
Yang kedua adalah ketika isi dari intra abdomen terhimpit antara dinding
depan abdomen dan kolumna vertebralis atau posterior kavum thorak. Hal ini dapat
merusak organ-organ padat visera seperti hepar, limpa dan ginjal.
Ketiga adalah kekuatan kompresi eksternal yang mengakibatkan peningkatan tekanan
intra abdomen secara mendadak dan mencapai puncaknya ketika terjadi ruptur organ.
Pada penderita ini terjadinya jejas pada abdomen disebabkan karena terhimpitnya
pasien saat terjadi kecelakaan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya himpitan pada
organ intra abdomen antara dinding depan abdomen dan kolumna vertebralis.
Gejala utama pada ruptur vesika urinaria adalah nyeri abdomen. Nyeri,
kekakuan, tegang pada abdomen merupakan tanda klasik patologi intraabdomen.
Nyeri tekan dan defans muscular disebabkan karena pergerakan yang tiba-tiba dan
iritasi membrane peritoneal hingga ke dinding abdomen. Iritasi disebabkan adanya
darah atau isi lambung pada kavum peritoneal, penjalaran nyeri pada area
epigastrium sampai ke punggung.
Pada pemeriksaan fisik, pada inspeksi kadang ditemukan jejas, distensi
abdomen. Bradikardi mengindikasikan adanya darah bebas di intra peritoneal pada
pasien dengan cedera trauma tumpul abdomen.
Pada palpasi didapatkan nyeri tekan, konsistensi yang lunak dan terasa penuh
dapat mengindikasikan perdarahan intraabdomen.
Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis ruptur vesika
urinaria, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka bunyi peristaltik usus menurun
atau tidak terdengar sama sekali.
Penatalaksanaan : Pada saat ini penatalaksanaan pada ruptur vesika urinaria
dilakukan dengan sistogram dan laparoskopi yang merupakan gold standard dalam
diagnosis dan terapi ruptur vesika urinaria. Sistogram merupakan pemeriksaan
radiologi kandung kemih, setelah kandung kemih diisi oleh suatu medium kontras
37
melalui kateter. Sedangkan laparoskopi merupakan suatu instrumen untuk melihat
rongga peritoneum, struktur rongga pelvik dan dapat juga dipakai untuk tindakan
operatif. Sistogram sangat berguna selama laparoskopi untuk mengetahui lokasi atau
bagian vesika urinaria yang mengalami ruptur. Bersamaan dengan hal tersebut,
laparoskopi dilakukan untuk menjahit bagian vesika urinaria yang ruptur. Selain
sistogram, dapat juga digunakan sistouretrogram. Sistouretrogram merupakan suatu
pemeriksaan radiografik kandung kemih dan uretra.
Tindakan yang diberikan pada pasien ini berupa IVFD RL 20 tpm, cefotaxime
1 gr/ 12 jam/ IV, Ketorolac ½ amp/ 8 jam/ IV, Ranitidin ½ amp/ 8 jam / IV, Pasang
kateter dan operasi. Hal tersebut dilakukan untuk stabilisasi kondisi pasien.
Komplikasi ruptur vesika urinaria yang dapat terjadi adalah peritonitis. oleh
kontaminasi peritoneal oleh bakteri atau kimia. Primer tidak berhubungan dengan
gangguan usus dasar.
Pada pasien ini terdapat peritonitis, hal ini ditandai dengan adanya nyeri perut
yang sangat hebat di seluruh lapangan abdomen. Pada tanda klinis didapatkan
distended abdomen.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki B. Purnomo. Dasar – dasar Urologi. Edisi II. Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang. 2003. Hal 23-25.
2. Chris T. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Buku Ajar Edisi IV. Media
Aesculapius.
3. Djakovic E. 2012. Guidelines Urologic Trauma. European Association of
Urology.
4. Mikulska M. 2009. Laparoscopic treatment of traumatic bladder ruptur. Review
Article. Central European Journal of Urology.
5. Muter A. 2010. Bladder Injuries: Evaluation, Management, and Outcome.
Original Article Vol. 52, No. 2. Dept. of Surgery College of medicine. Baghdad
University.
6. Purnomo, BP. 2011. Dasar-dasar Urologi: Trauma Urogenitalia. Edisi Kedua.
Jakarta. CV Sagung Seto. Hal 9. 3-104.
7. Pereira T.M.B. 2012. Bladder injuries after external trauma. Original Article
Received: 26 September 2011 / Accepted: 12 April 2012.
8. Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke dua. Jakarta:
PenerbitBuku Kedokteran EGC.
9. Soemarko M. 2004. Hubungan peningkatan tekanan intravesika urinaria dengan
Perdarahan intraperitoneal akibat trauma tumpul abdomen. The association of
increasing intravesica urinarial pressure with Intraperitoneal bleeding caused by
blunt abdominal inyury. Fakultas Kedokteran Unibraw.
10. Santucci A. 2000. Bladder injuries: evaluation and management. Department of
Urology, University of California School of Medicine, San Francisco, California,
and Urology Service, San Francisco General Hospital, USA.
39
40