Lapkas Fix Anak Fingga
-
Upload
rizky-fachri -
Category
Documents
-
view
243 -
download
2
description
Transcript of Lapkas Fix Anak Fingga
BAB I
PENDAHULUAN
Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid
(T3 dan T4) di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat.
Kelainan ini diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan
kecacatan fisik pada anak- anak. Produksi hormon tiroid yang berkurang
disebabkan karena berbagai hal antara lain: kelainan pada kelenjar pituitari,
hipotalamus atau tiroid, yang menyebabkan proses metabolisme karbohidrat di
dalam tubuh mengalami keterlambatan. Telah diketahui bahwa hormon tiroid
sudah diproduksi dan diperlukan oleh janin sejak usia kehamilan 12
minggu, yang merupakan salah satu hormon yang sangat dibutuhkan dalam proses
metabolisme yang bcrperan pada pertumbuhan dan perkembangan, termasuk
perkembangan otak dan kematangan organ seks. Kebutuhan hormon tiroid pada
segala tingkat usia sangat diperlukan, terutama sangat berperan pada masa bayi
dan anak- anak yaitu masa dimana tumbuh kernbang sedang terjadi pada diri
seseorang.1,2
Hipotiroid kongenital di dapat 1: 2500 sampai 4000 bayi baru lahir.
Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720 bayi di
daerah non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000
hipotiroid kongenital endemis di daerah defisiensi iodium. Kekurangan hormon
tiroid atau hipotiroid pada awal masa kehidupan anak, baik permanen maupun
transien akan mngakibatkan hambatan dalam pertumbuhan fisik maupun psikis
dan bila tidak diobati secara dini akan menjadi kelainan, kelainan ini dapat berupa
kretinism atau cebol yang disertai dengan gangguan keterbelakangan mental.
Angka kejadian hipotiroid kongenital di Indonesia belum diketahui, namun
apabila mengacu pada angka kejadian di Asia dan di Yogyakarta, maka di
Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun, diperkirakan sebanyak
1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan 966 sampai 3.200 bayi
dengan hipotiroid kongenital transien karena kekurangan iodium, lahir setiap
tahunnya.3
1
Gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu jelas, oleh
sebab itu sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus. Program skrining
memungkinkan bayi mendapatkan terapi dini dan memiliki prognosis yang
lebih baik, terutama dalam perkembangan sistem neurologis. Pengobatan secara
dini dengan hormon tiroid sampai usia bayi mencapai 3 bulan, dapat
mencegah terjadinya morbiditas fisik maupun mental, serta dapat
meningkatkan nilai IQ diatas 85% pada saat anak sudah mencapai dewasa.
Pemantauan tetap diperlukan untuk mendapatkan hasil pengobatan dan tumbuh
kembang anak yang optimal.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakea, esofagus, pembuluh
darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea sambil melingkarinya
dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Arteri karotis komunis, arteri
jugularis interna, dan nervus vagus terletak bersama di dalam sarung tertutup
laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring.
Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia
media dan prevertebralis.1,2
Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid 1
2.2 Embriologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian
bermigrasi ke inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang
terjadi selama proses migrasi ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik.
Pada usia 7 minggu, kelenjar tiroid sudah terdiri dari 2 lobus.1
3
Gambar 2. Perkembangan Kelenjar Tiroid 1,2
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron pada
neonatus saat usia 4 minggu sedangkan Tiroid Stimulating Hormone (TSH) mulai
dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi dalam
sirkulasi pada usia 11 sampai 12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai
meningkat pada usia 12 minggu sampai aterm. Pada usia 4 minggu, janin mulai
mensintesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8 minggu
kehamilan. Pada usia kehamilan 8 sampai 10 minggu, janin dapat melakukan
ambilan (trapping) iodium dan pada usia 12 minggu dapat memproduksi T4 yang
secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai mencapai usia 36 minggu.
Produksi TRH oleh hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi dalam waktu yang
berrsamaan, tetapi integrasi dan fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan
mekanisme umpan baliknya belum terjadi sampai trimester kedua kehamilan.1
Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan normal janin
sangat bergantung pada hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga kadar T4 ibu dapat
melewati plasenta dan masuk ke janin. Apabila ibu hamil mengalami kelainan
tiroid atau mendapatkan pengobatan anti tiroid, misalnya penyakit Grave’s maka
obat anti tiroid juga melewati plasenta sehingga janin beresiko mengalami
hipotiroid.1
Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan TSH mendadak yang
menyebabkan peningkatan kadar T3 dan T4 yang kemudian secara perlahan-lahan
menurun dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Pada bayi prematur kadar T4
saat lahir rendah kemudian meningkat mencapai kadar bayi aterm dalam usia 6
4
minggu. Semua tahap yang melibatkan sintesis hormon tiroid termasuk trapping,
oksidasi, organifikasi, coupling dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH.1
2.3 Fisiologi Kelenjar Tiroid
Biosintesis hormon tiroid merupakan suatu urutan langkah-langkah proses
yang diatur oleh enzim-enzim tertentu. Langkah-langkah terbut adalah:
1. Penangkapan iodida
2. Oksidasi iodida menjadi iodium
3. Organifikasi iodium menjadi monoyodotirosin dan diyodotirosin
4. Proses penggabungan prekusor yang teriodinasi
5. Penyimpanan
6. Pelepasan hormon.4
Penangkapan iodida oleh sel-sel foikel tiroid merupakan suatu proses aktif
dan membutuhkan energi. Energi ini didapatkan dari metabolisme oksidatif dalam
kelenjar. Iodida yang tersedia untuk tiroid berasal dari iodida dalam makanan atau
air, atau yang dilepaskan pada deiodinasi hormon tiroid atau bahan-bahan yang
mengalami iodinasi. Tiroid mengambil dan mengonsentrasikan iodida 20 hingga
30 kali kadarnya dalam plasma. Iodiada diubah menjadi iodium, dikatalis oleh
enzim iodida peroksida. Iodium kemudian digabungkan dengan molekul tirosin,
yaiitu proses yang disebut organifikasi yodium. Proses ini terjadi pada interfase
sel-koloid. Senyawa yang terbentuk, monoiodotirosin dan diiodotirosin, kemudian
digabungkan sebagai berikut: dua molekul diiodotirosin membentuk tiroksin (T4),
satu molekul diiodotirosin dan satu molekul monoiodotirosin membentuk
triiodotirosin (T3). Penggabungan senyawa-senyawa ini dan penyimpanan
hormone yang dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin. Pelepasan hormon dari
tempat penyimpanan terjadi dengan masuknya tetes-tetes koloid ke dalam sel-sel
folikel dengan proses yang disebut pinositosis. Didalam sel-sel ini tiroglobulin
dihidrolisis dan hormone dilepaskan ke dalam sirkulasi. Berbagai langkah yang
dijelaskan tersebut dirangsang oleh tirotropin (thyroid stimulating hormone
[TSH]).4
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin. Bentuk
aktif hormon ini adalah triiodotironin yang sebagian besar berasal dari konversi
hormon tiroksin di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar
5
tiroid. Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid
(Thyroid Stimulating Hormon) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh
kadar hormon tiroid dalam sirkulasi, yang bertindak sebagai umpan balik negatif
terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin
dari hipothalamus. Hormon tiroid mempunyai pangaruh yang bermacam-macam
terhadap jaringan tubuh yang berhubungan dengan metabolisme sel.4,5
Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler.
Kalsitonin adalah polipeptida yang menurunkan kadar kalsium serum, mungkin
melalui pengaruhnya terhadap tulang.1,2
Hormon tiroid memang suatu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua
proses tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hipertiroidisme
atau hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya
antara lain adalah termoregulasi, metabolisme protein, metabolisme karbohidrat,
metabolisme lemak, dan vitamin A.1,3
Status tiroid seseorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon tiroid
dan bukan kadar normal hormon tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faal
dasar yang perlu diingat kembali. Pertama bahwa hormon yang aktif adalah free-
hormon. Kedua bahwa metabolisme sel didasarkan adanya free T3 bukan free T4.
ketiga bahwa distribusi enzim deyodinasi I, II, dan III (DI, DII, DIII) di berbagai
organ tubuh berbeda, dimana DI banyak ditemukan di hepar, ginjal, dan tiroid.
DII utamanya di otak, hipofisis dan DIII hampir seluruhnya di jaringan fetal (otak,
plasenta). Hanya DI yang direm oleh PTU.1
TSH adalah hormon yang terdiri dari glikoprotein yang diproduksi oleh
kelenjar hipofise anterior, dan merupakan hormon primer yang bertanggung jawab
untuk menstimulasi sintesa dan sekresi hormon- hormon tiroid antara lain T3 dan
T4. Sekresi hormon TSH dipengaruhi oleh hormon Thyrotropin Releasing
Hormone (TRH) yang diproduksi oleh kelenjar hipotalamus. Hormon TRH, TSH,
T3 maupun T4 bekerja dalam suatu mekanisme umpan balik pada kelenjar
hipotalamus, hipofise anterior dan kelenjar tiroid. Pada keadaan kadar hormon T3
dan T4 yang meningkat maka akan terjadi mekanisme umpan balik secara negatif
terhadap kelenjar hipotalamus dan hipofise sehingga akan menurunkan produksi
6
dari hormon TRH dan TSH. Hal ini akan terjadi pada keadaan sebaliknya dimana
kadar T3 dan T4 rendah maka akan terjadi mekanisme umpan balik positif
terhadap kelenjar hipotalamus dan hipofise sehingga akan menaikan produksi
hormon TRH dan TSH.4
Fungsi dari hormon-hormon tiroid antara lain adalah:
1. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya
meningkatkan metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan
produksi panas. Efek ini pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan testes.
2. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas
dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya
lebih singkat dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah.
T4 dapat dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel kelenjar.
3. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya
pertumbuhan saraf dan tulang.
4. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
5. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan
kontraksi otot dan menambah irama jantung.
6. Merangsang pembentukan sel darah merah
7. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolism
8. Bereaksi sebagai antagonis insulin. Tirokalsitonin mempunyai jaringan
sasaran tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan
menghambat reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang mempengaruhi
sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium serum yang
rendah akan menekan pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan
kalsium serum akan merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan
adalah diet kalsium dan sekresi gastrin di lambung.6
7
Gambar 3. Pengaturan Produksi Hormon Tiroid
2.4 Definisi
Hipotiroid kongenital adalah suatu penyakit bawaan akibat keadaan hormon
tiroid yang tidak adekuat pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan tubuh yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid,
kelainan genetik, kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan.
Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid yang mempunyai
peran penting dalam pertumbuhan, metabolisme, dan pengaturan cairan tubuh.2
2.5 Epidemiologi
Insiden hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya sebesar
1:3000 – 4000 kelahiran hidup. Dengan penyebab tersering adalah, disgenesis
tiroid yang mencakup 80% kasus. Lebih sering ditemukan pada anak perempuan
daripada laki-laki dengan perbandingan 2:1. Anak dengan sindrom Down
memiliki resiko 35 kali lebih tinggi untuk menderita hipotiroid congenital
dibanding anak normal. Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh
lebihtinggi yaitu sebesar 1:1500 kelahiran hidup. Prevalensi ini lebih rendah pada
Amerika Negro (1 dalam 32.000), dan lebih tinggi pada keturunan Spanyol dan
Amerika asli (1 dalam 2000).1,2
Penyebab hiptiroid yang paling sering di dunia ialah defisiensi Iodium yang
merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan triiodotrionin (T3). Anak yang
lahir dari ibu dengan defisinsi Iodium berat akan mengalami hipotiroid yang tidak
terkompensasi karena hormon tiroid ibu tidak dapat melewati plasenta.1
8
Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran
klinisnya bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor geografis,
social ekonomi, maupun iklim dan tidak terdapat predileksi untuk golongan etnis
tertentu. Umumnya kasus tiroid kongenital timbul secara sporadik. Faktor
genetik hanya berperan pada hipotiroid tipe tertentu yang diturunkan secara
autosomal resesif.1
2.6 Etiologi dan Patogenesis
Hipotiroid dapat terjadi melalui jalur berikut:
Jalur 1 : Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sintesis
dan sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer
dengan peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.1
Jalur 2 : Defisiensi iodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon
tiroid menurun, sehingga hipofisis non sekresi TSH lebih banyak untuk memacu
kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan
kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat dan kelenjer tiroid
membesar (stadium kompensasi). Walaupun pada stadium ini terdapat struma
difusa dan peningkatan kadar TSH, tetapi kadar tiroid tetap normal. Bila
kompensasi ini gagal, maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya
struma difusa, peningkatan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid rendah.1
Jalur 3 : Semua hal yang terjadi pada kelenjer tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis, pasca
tiroidektomi, pasca terapi dengan iodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim
didalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis yang
mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun, sehingga terjadi hipotiroid dengan
kadar TSH tinggi, dengan/tanpa struma tergantung pada penyebabnya.1
Jalur 4A : Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat
kelainanhipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH
yang sangat rendah atau tidak terukur.1
Jalur 4B : Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan yang menyebabkan
sekresi TSH yang menurun akan menyebabkan hipotiroid dengan kadar TSH
rendah dan tanpa struma.1
9
Jalur 1, 2, dan 3 adalah patogenesis hipotiroid primer dengan kadar TSH
yang tinggi. Jalur 1 tanpa disertai struma, jalur 2 disertai struma, dan jalur 3 dapat
dengan atau tanpa struma. Jalur 4A dan 4B adalah patogenesis hipotiroid sekunder
dengan kadar TSH yang tidak terukur atau rendah dan tidak ditemukan struma.1
2.7 Tipe Hipotiroidisme
Hipotiroidisme kongenital terdiri dari hipotiroidisme kongental primer dan
sekunder. Untuk hipotiroidisme kongenital primer, kerusakan terjadi pada bagian
tiroid. Untuk kondisi ini kita dapat membagi pasien dengan hipotiroidisme
kongenital primer ke dalam 4 kelompok. 6 sebagai berikut:
1. Tidak Adanya Kelenjar Tiroid (Athyrosis)
Pada kelompok ini, kelenjar tiroid gagal terbentuk sebelum kelahiran. Kelenjar
tersebut absen dan tidak akan pernah dapat berkembang, sehingga sebagai
konsekuensinya tidak ada hormon tiroksin yang diproduksi. Kondisi ini disebut
Agenesis Tiroid atau Atirosis. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada
perempuan dibandingkan laki-laki, sekitar 2:1. Kondisi ini ditemukan pada 1
dari 10.000 bayi lahir, dan merupakan 35% kasus yang ditemukan pada
Newborn Screening. Alasan mengapa hormon tiroid gagal berkembang belum
diketahui. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu kaskade
pada gen yang berperan dalam pembentukan kelenjar tiroid tidak teraktivasi
tepat pada waktunya.6
2. Kelenjar Tiroid Ektopik
Pada bayi dengan kondisi ini, kelenjar tiroid berukuran kecil dan tidak terletak
secar normal pada posisinya di depan trakea. Seringkali kelenjar tiroid
ditemukan di bawah lidah di dekat lokasi di mana kelenjar pertama kali
terbentuk pada embrio. Tiroid ektopik memiliki derajat fungsi yang berbeda-
beda. Terkadang ukurannya sangat kecil dan tidak aktif, namun pada kondisi
tertentu masih dapat menghasilkan hormon tiroid yang jumlahnya hampir
mencapai normal, oleh karena itu ada derajat keparahan pada kondisi ini.
Setelah kelahiran, kelenjar tiroid ektopik tidak akan bertambah besar dan turun
pada posisi normalnya. Fungsinya pun akan semakin menurun seiring
perjalanan waktu.6
10
Kelenjar tiroid ektopik juga dua kali lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Kondisi tersebut merupakan 50% dari yang terdeteksi pada
Newborn Screening dan sedikit lebih sering terjadi dibandingkan atirosis.
Penyebab pastinya juga tidak diketahui, namun penyebab yang sama seperti
pada atirosis dapat menimbulkan kondisi ini.6
3. Malformasi Kelenjar Tiroid pada Posisi Normal (Hypoplasia)
Kondisi ini terkadang disebut sebagai Hipoplasia Thyroid dan hanya terjadi
dengan persentase yang sangat kecil pada total seluruh kasus. Pada hipoplasia
tiroid, kelenjar berukuran kecil, tidak terbentuk secara optimal dan terkadang
hanya memiliki satu lobus.6
4. Kelenjar Tiroid Tumbuh dengan Normal Namun Tidak Dapat Berfungsi
Optimal (Dysmorphogenesis)
Kondisi ini merupakan 15% dari kasus yang ditemukan pada Neonatal
Screening. Dismorfogenesis seringkali terjadi akibat defek enzim tertentu, yang
dapat bersifat transien maupun permanen. Pada bayi dengan dismorfogenesis,
ukuran kelenjar tiroid mengalami pembesaran dan dapat dilihat atau diraba
pada bagian depan.6
2.8 Manifestasi Klinis
Pada neonatus, gejala khas hipotiroidisme seringkali tidak tampak dalam
beberapa minggu pertama kehidupan. Hanya 10-15% bayi baru lahir
hipotiroidisme yang datang dengan manifestasi klinik mencurigakan, yang
membuat dokter waspada akan kemungkinan hipotiroidisme.4,5,8 Salah satu tanda
yang paling khas dari hipotiroidisme kongenital pada bayi baru lahir adalah
fontanela posterior terbuka dengan sutura cranial yang terbuka lebar akibat
keterlambatan maturasi skeletal prenatal. Kelambatan maturasi tulang, dapat
dinilai dengan pemeriksaan radiologik pada daerah femoral distal lutut, tidak
hanya untuk kepentingan diagnostik, tetapi juga menggambarkan berat serta
lamanya penyakit in utero.8
Gejala berikutnya yang paling sering adalah hernia umbilikalis, namun
kurang spesifik. Sebagian besar pasien memiliki berat lahir besar untuk kehamilan
(di atas 3,5 kg dengan periode kehamilan lebih dari 40 minggu). Kurang dari
separuh pasien didapatkan ikterus berkepanjangan pada awal kehidupannya yang
11
disebabkan oleh maturasi glukoronid konjugasi yang terlambat tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin untuk terjadinya hipotiroidisme kongenital. Tanda dan
gejala lain yang jarang terlihat adalah konstipasi (Riwayat BAB pertama > 20 jam
setelah lahir dan sembelit ), hipotonia, suara tangis serak, kesulitan makan atau
menyusui, bradikardi dan kulit kering dan kasar. Selain itu, bayi dengan
hipotiroidisme kongenital memiliki insiden anomaly kongenital lain lebih tinggi,
namun kemaknaannya tidak jelas. Berbagai anomali congenital pada bayi
hipotiroidisme kongenital yang diidentifikasi melalui program skrining
hipotiroidisme, antara lain penyakit jantung bawaan, penyimpangan kromosom,
kelainan tulang, dan sindrom rambut terbelah.4,8,9,10
Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Hipotiroid 10
Signs and Symptoms of Hypothyroidism (Descending Order of Frequency)
Symptoms
Tiredness, weakness
Dry skin
Feeling cold
Hair loss
Difficulty concentrating and poor
memory
Constipation
Weight gain with poor appetite
Dyspnea
Hoarse voice
Menorrhagia (later oligomenorrhea or
amenorrhea)
Paresthesia, impaired hearing
Signs
Dry coarse skin; cool peripheral
extremities
Puffy face, hands, and feet
(myxedema)
Diffuse alopecia
Bradycardia
Peripheral edema
Delayed tendon reflex relaxation
Carpal tunnel syndrome
Serous cavity effusions
Apabila keadaan hipothyroid ini tidak ditangani selama masa neonatus dan
bayi, maka akan dapat menyebabkan kelainan yang lebih berat berupa:
1. Keterlambatan Pertumbuhan
Walaupun tiroksin tampaknya tidak begitu diperlukan untuk pertembuhan
sebelum kelahiran, namun sangat esensial untuk pertumbuhan normal
12
setelah kelahiran. Jika seorang bayi memilki defisiensi tiroid yang tidak
ditangani, ia akan memiliki postur yang kecil pada masa bayi maupun
kanak-kanak dan berujung pada postur yang sangat pendek. Keterlambatan
pertumbuhan ini mempengaruhi seluruh bagian tubuh termasuk tulang.6
2. Keterlambatan Perkembangan Mental
Retardasi intelektual dapat terjadi pada kondisi kekurangan tiroksin. Derajat
retardasi bergantung pada keparahan defisiensi hormon tiroid. Jika hanya
ada kekurangan parsial tiroksin, kelainan mental minimal dapat terjadi.4,5
Ketika tiroksin sepenuhnya tidak ada dan bayi tidak mendapatkan
penanganan, retardasi mental yang parah mungkin dapat terjadi. Namun,
kondisi ini tidak akan terjadi jika penatalaksanaan dilakukan sejak awal.5,8,10
3. Jaundice Persisten
Secara normal, kondisi jaundice adalah kondisi yang fisiologis yang dapat
terjadi pada neonatus yang berlangsung selama 1-2 minggu. Namun pada
kondisi hipotiroidisme yang tidak ditangani (untreated hypothiroidism),
jaundice dapat berlangsung lebih dari waktu yang normal.4,5,10
Enzim glukoronil teransferase merupakan enzim yang mengkatatalisis
proses konjugasi bilirubin di dalam hepatosit. Pada hipotiroid aktivitas
enzim ini menurun sehingga terjadi penurunan ekskresi bilirubin
terkonjugasi dari hepatosit ke dalam usus. Hal ini menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tak terkonjugasi. Peningkatan rasio klesterol-fosfolipid pada
membran hepatosit dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada proses
pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hepatosit. Gangguan karena
penningkatan rasio kolesterol fosfolipid ini mengganggu kelarutan bahan–
bahan yang akan memasuki sel hepatosit, salah satunya adalah bilirubin tak
terkonjugasi yang berasal dari siklus enterohepatik. Selain itu tejadi juga
gangguan kerja dari enzim Na+, K+-ATPase yang merupkan enzim yang
berperan dalam proses up take bilirubin oleh hati yang terjadi melalui suatu
proses transport aktif.5,8
13
2.9 Diagnosis
1. Anamnesis
Tanpa adanya skrining pada bayi baru lahir, pasien sering datang terlambat
dengan keluhan retardasi perkembangan disertai dengan gagal tumbuh atau
perawakan pendek. Pada beberapa kasus pasien datang dengan keluhan pucat.
Pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu keluhan tidak spesifik. Perlu ditanya
riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu saat hamil, obat anti tiorid
yang sedang diminum dan terapi sinar.14
Dari anamnesis dapat digali berbagai gejala yang mengarah kepada
hipotiroid kongenital seperti ikterus lama, letargi, konstipasi, nafsu makan
menurun dan kulit teraba dingin. Selain itu, didapat pertumbuhan anak kerdil,
ekstremitas pendek, fontanel anterior dan posterior terbuka lebih lebar, mata
tampak berjauhan dan hidung pesek. Mulut terbuka, lidah yang tebal dan besar
menonjol keluar, gigi terlambat tumbuh. Leher pendek dan tebal, tangan besar dan
jari-jari pendek, kulit kering, miksedema dan hernia umbilikalis.perkembangan
terganggu, otot hipotonik kadang dapat ditemukan hipertrofi otot generalisata
sehingga menghasilkan tampakan tubuh berotot. Perlu pula digali adanya riwayat
keluarga dengan hipothyroidisme, terutama kedua orang tua. Penting juga
mengevaluasi riwayat kehamilan untuk mengetahui pengobatan yang mungkin
didapat ibu selama hamil, terutama yang bekerja mempengaruhi sintesis dan kerja
hormon thyroid atau kelainan lainnya.5,8,9,10
2. Gejala Klinis
Sebagian besar bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital adalah
asimtomatik karena adanya T4 transplasenta maternal. Pada sejumlah kasus
defisiensi tiroid dapat menunjukkan gejala yang berat yang tampak pada minggu-
minggu pertama kehidupan dan pada derajat defisiensi yang ringan gangguan baru
bermanifestasi setelah usia beberapa bulan.6 Hipotiroid kongenital memberikan
menifestasi klinis sebagai berikut:
Gangguan makan (malas, kurang nafsu makan, dan sering tersedak pada satu
bulan pertama)
Jarang menangis, banyak tidur (somnolen), dan tampak lamban
Konstipasi
14
Tangisan parau (hoarse cry)
Pucat
Berat dan panjang lahir normal, lingkar kepala sedikit melebar
Ikterus fisiologis yang memanjang
Lidah besar (makroglosia) sehingga menimbulkan gangguan pernafasan
Ukuran abdomen besar dengan hernia umbilikalis
Temperatur tubuh subnormal, seringkali <35ºC
Kulit (terutama ekstremitas) dingin, kering dan berbercak
Miksedema kelopak mata, regio genitalia, dan ekstremitas
Frekuensi nadi lambat
Murmur, kardiomegali, dan efusi perikardium
Anemia (makrositik) yang membaik dengan terapi hematinik
Letargi
Coarse facial features
Fontanel anterior dan posterior paten dengan sutura kranialis lebar
Retardasi perkembangan fisik dan mental
Hipotonia
Tanda ileus paralitik: hipomotilitas, distensi abdomen, dan hipertimpani.8
Pada usia sekitar tiga hingga enam bulan gambaran klinis telah sepenuhnya
terlihat. Diagnosis dan tatalaksana HK harus dilakukan sedini mungkin pada
periode neonatal yaitu untuk mencapai perkembangan otak maupun pertumbuhan
fisik yang normal, karena terapi efektif bila dimulai pada minggu-minggu pertama
kehidupan.9
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hipotiroid kongenital ditemukan nilai TSH
meningkat,dan T3 serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3 serum
dapat normal dan tidak bermanfaat pada diagnosis. Jika defeknya terutama pada
tiroid, kadar TSH meningkat, sering diatas 100µU/mL. Kadar prolaktin serum
meningkat, berkorelasi dengan kadar TSH serum. Kadar Tg serum biasanya
rendah pada bayi dengan disgenesis tiroid atau defek sintesis atau sekresi Tg.
Kadar Tg yang tidak dapat dideteksi biasanya menunjukkan aplasia tiroid.2
4. Pemeriksaan Radiologis
15
Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan roentgenographi
saat lahir dan sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital menunjukkan kekurangan
hormon tiroid selama kehidupan intrauterine. Contohnya, distal femoral epiphysis,
yang biasanya ada saat lahir, sering tidak ada. Pada pasien yang tidak diobati,
ketidaksesuaian antara umur kronologis dan umur osseus meningkat. Epiphyses
sering memiliki beberapa fokus penulangan (epifisis disgenesis), deformitas
(retak) dari vertebra thorakalis 12 atau ruas lumbal 1 atau 2 sering ditemukan.
Foto tengkorak menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar, tulang antar
sutura biasanya ada. Sella tursica sering besar dan bulat, dalam kasus-kasus
langka mungkin ada erosi dan menipis. Keterlambatan pada pembentukan dan
erupsi gigi dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi perikardial mungkin ada.6
Skintigraphy dapat membantu menentukan penyebab pada bayi dengan hipotiroid
bawaan, tetapi pengobatan tidak boleh ditunda karena pemeriksaan
ini.Pemeriksaan 123I-natrium iodida lebih unggul dari 99mTc-natrium pertechnetate
untuk tujuan ini. Ultrasonographic tiroid sangat membantu, tapi penelitian
menunjukkan jaringan tiroid ektopik yang tidak terdeteksi dengan USG tiroid dan
ini dapat ditunjukkan oleh skintigrafi. Rendahnya level TG serum menunjukkan
agenesis dan peningkatan Tg serum ada pada kelenjar ektopik dan gondok, tetapi
ada tumpang tindih dengan rentang luas. Adanya jaringan tiroid ektopik adalah
diagnostik untuk disgenesis tiroid yang membutuhkan pengobatan seumur hidup
dengan T4. Kegagalan menemukan jaringan tiroid menunjukkan tiroid aplasia,
tetapi hal ini juga terjadi pada bayi dengan defek trapping-iodida. Kelenjar tiroid
yang normal dengan ambilan radionuklida yang normal atau meningkat
menunjukkan cacat dalam biosintesis hormon tiroid. Pasien dengan
goiter hipotiroidisme memerlukan evaluasi lebih lanjut yaitu pemeriksaan
radioiodine, uji cairan perklorat, penelitian kinetik, kromatografi, dan
pemeriksaan jaringan tiroid, jika sifat biokimia defek harus ditentukan.2,6
Elektrokardiogram mungkin menunjukkan gelombang P dan T voltase
rendah dengan amplitudo kompleks QRS yang berkurang dan menunjukkan
fungsi ventrikel kiri jelek dan efusi perikardial. Elektroensefalogram sering
menunjukkan voltase rendah. Pada anak-anak yang berumur lebih dari 2 tahun,
tingkat kolesterol serum biasanya meningkat. MRI otak sebelum pengobatan
16
dilaporkan normal, meskipun spektroskopi resonansi magnetik proton
menunjukkan tingkat tinggi yang mengandung senyawa kolin, yang mungkin
mencerminkan blok di pematangan myelin.2,6
2.10 Skrining awal untuk Hipotiroid Kongenital
Hampir 90% kasus HK terdeteksi dengan uji saring, sedangkan selebihnya
diketahui berdasarkan pemeriksaan klinis. Sebagian kecil anak dapat saja
memiliki hasil pemeriksaan yang negatif tetapi selanjutnya ternyata dinyatakan
menderita HK. Dokter harus mampu mengenali gejala klinis dan tanda
hipotiroidisme serta riwayat gangguan tiroid pada keluarga yang mengindikasikan
perlunya dilakukan uji tiroid lengkap, apapun hasil uji saringnya saat lahir. Pada
BBL dari kehamilan multipel yang salah satunya didiagnosis HK maka terhadap
bayi lainnya juga perlu dilakukan uji saring ulang, bahkan bila perlu dilakukan uji
tambahan.7 Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dini
HK adalah (1) kadar TSH; (2) kadar T4 atau free T4 (FT4). Pemeriksaan primer
TSH merupakan uji fungsi tiroid yang paling sensitif. Peningkatan kadar TSH
sebagai marka hormonal, cukup akurat digunakan untuk menapis hipotiroid
kongenital primer.8 Pemeriksaan pencitraan yang dapat menunjang diagnosis
hipotiroid adalah sebagai berikut :
1. Scanning tiroid (menggunakan 99mTc atau 123I)6
2. Ultrasonografi (USG)6
3. Radiografi (Rontgen tulang/bone age)
4. Elektrokardiografi (EKG) dan ekokardiografi (ECG)5,6
5. Elektromiografi (EMG)9
6. Elektroensefalogram (EEG)6
7. Brain Evoke Response Audiometry (BERA)9
8. Proton magnetic resonance spectroscopy.6
2.10.1 Kriteria skrining
Nilai TSH neonatus diperkirakan dengan metode ELISA menggunakan
peroksidase yang dilabeli dengan monoclonal antibody antiTSH ke dalam micro
well yang kemudian diukur kadarnya dengan menghitung tingkat absorpsinya.
Nilai TSH yang mencapai 10 mIU/l dianggap normal, 10-20 mIU/L dianggap
sebagai nilai batas dan >20 mIU/L dianggap abrnormal. Nilai tersebut dapat
17
bervariasi, tergantung pada reagen yang digunakan. Tes uji saring dilakukan
dengan pengukuran TSH IRMA, dengan double antibody radioimmunoassay, dan
pemeriksaan T4 dengan coated tube radioimmunoassay. Reagen yang digunakan
dalam bentuk kit (contoh kit Skybio Ltd dan DPC). Bila nilai TSH < 20mIU/L
dianggap normal; kadar TSH > 20 mIU/L dianggap abnormal dan perlu
pemeriksaan lebih lanjut. Bila kadar TSH > 50 IU/L perlu dilakukan pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 serum. Bila kadar TSH tinggi, > 50 mIU/L;
dan T4 rendah, < 6 μg/dL, bayi diberi terapi tiroksin dan dilakukan pemeriksaan
untuk menegakkan diagnosis. Semua bayi dengan kadar TSH diatas nilai cut-off
dipanggil kembali/recall.8 Mayoritas bayi hipotiroidisme primer mempunyai nilai
TSH > 80 μIU/mL. Beberapa kondisi hipotiroidisme non primer yang
berhubungan dengan nilai T4 rendah misalnya hipotiroidisme sekunder, thyroid
binding globulin (TBG) rendah, terapi maternal (dengan lithium, iodida),
prematuritas, penyakit berat, hipotiroidisme sementara yang idiopatik, dan
tiroiditis maternal. Sebagian besar kelainan ini biasanya bersifat sementara.
Frekuensi hipotiroidisme sekunder diperkirakan 1:60.000 dan sebagai akibat
kelainan hipofisis atau hipotalamus. Nilai T4 yang rendah dengan TSH normal
atau sedikit meningkat ditemukan pada bayi berat lahir rendah kemudian akan
menjadi normal setelah status nutrisinya diperbaiki.11
Gambar. Algoritma skrining hipotiroid kongenital 10
18
2.10.2 Follow up hasil skrining
Follow up jangka pendek dimulai dari hasil laboratorium (hasil positif) dan
berakhir dengan pemberian terapi hormon tiroid (tiroksin). Follow up jangka
panjang diawali sejak pemberian obat dan berlangsung seumur hidup pada
kelainan yang permanen. Hasil tes positif membutuhkan penilaian oleh klinisi dan
petugas laboratorium yang kompeten dan menjamin diagnosis yang tepat dan
akurat. Pada bayi dengan hasil tes positif, harus segera dipanggil kembali untuk
pemeriksaan TSH dan T4 serum. Bayi dengan hasil TSH tinggi (≥ 50 mIU/L) dan
T4 rendah (< 6 μg/dL), harus dianggap menderita HK sampai diagnosis pasti
ditegakkan. Penatalaksanaan selanjutnya adalah sebagai berikut :
Anamnesis pada ibu, apakah ada penyakit tiroid pada ibu atau keluarga,
atau mengkonsumsi obat antitiroid;
Anamnesis tentang bayi;
Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda dan gejala HK.9,10
2.10.3 Skrining untuk fasilitas terbatas
Untuk tingkat pelayanan kesehatan dengan fasilitas terbatas, dapat
dipergunakan neonatal hipotyroid index untuk skrining HK (Tabel). Skrining ini
didasarkan pada penilaian terhadap klinis bayi; diagnosis HK ditentukan jika skor
4; bayi normal jika skor <2. Seluruh bayi dengan skor > 2 kemudian diperiksa
nilai FT4 & TSHs. Pemeriksaan ini tidak valid setelah bayi berusia > 6 bulan.8
Tabel 2.2 Skoring Hipotiroid Kongenital 8
Manifestasi klinis
1. Gangguan makan
2. Konstipasi
3. Bayi tidak aktif
4. Hipotonia
5. Hernia umbilikalis
(>0.5cm)
6. Makroglosia
7. Cutis marmorata
8. Kulit kering
9. Large fontanelle
Skor
1
1
1
1
1
1
1
1.5
1.5
3
19
(>0.5cm)
10. Typical Fascies
Total
13
2.11 Diagnosis Banding
Sindrome Down
Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
faal tiroid secara rutin. Gejala lainnya pada penyakit mongolisme ini antara lain
epikantus (+), makroglosi (+), miksedema (-), retardasi motorik dan mental,
Kariotyping (trisomi 21).7,8
2.12 Penatalaksanaan
Walaupun pengobatan hipotiroid efisien, mudah, murah dan memberikan
hasil yang sangat memuaskan, namun perlu dilakukan pemantauan
dan pengawasan yang ketat mengingat pentingnya masa depan anak,
khususnya perkembangan mentalnya.1
Tujuan pengobatan adalah 1
a. Mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal dalam
waktu singkat. Termasuk fungsi termoregulasi, respirasi, metabolism otot dan
otot jantung yang sangat diperlukan pada masa awal kehidupan seperti proses
enzimatik di otak, perkembangan akson, dendrite, sel glia dan proses
mielinisasi neuron.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya otak
2.12.1 Medikamentosa
Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid congenital
ditegakkan. Orang tua pasien harus diberikan penjelasan mengenai
kemungkinan penyebab hipoiroid, pentingnya kepatuhan minum obat dan
prognosisnya baik jika terapi diberikan secara dini. Natrium L-tiroksin (sodium
L-thyroxin) merupakan obat yang tepat untuk pengobatan hipotiroid kongenital.
Karena 80% T3 dalam sirkulasi darah berasal dari monodeiodinasi dari T4 maka
dengan dosis yang tepat kadar T4 dan T3 akan segera kembali normal. Dalam
prakteknya pemberian dosis inisial berkisar antara 25, 37,5 atau 50 µg per hari.
20
Tiroksin sebaiknya tidak diberikan bersama-sama dengan protein kedelai atau zat
besi atau makanan tinggi serat karena makanan ini akan mengikat T4 dan atau
menghambat penyerapannya.1, 2, 7
2.12.2 Dosis tiroksin
Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan disesuaikan
dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan kadar T4.
Sebagai pedoman, dosis yang umum digunakan adalah
0-6 bulan 25-50 µg/hari atau 8-15 µg/kg/hari
6-12 bulan 50-75 µg/hari atau 7-10 µg/kg/hari
1-5 tahun 50-100 µg/hari atau 5-7 µg/kg/hari
5-10 tahun 100-150 µg/hari atau 3-5 µg/kg/hari
>10-12 tahun 100-200 µg/hari atau 2-4 µg/kg/hari
Setelah masa bayi biasanya dosis berkisar sekitar 100 µg/m2/hari. 2,3,4
Untuk neonatus yang terdeteksi pada minggu awal kehidupan
direkomendasikan untuk diberikan dosis inisial sebesar 10 - 15 µg/kg/hari karena
lebih cepat dalam normalisasi kadar T4 dan TSH. Bayi-bayi dengan
hipotiroidisme berat (kadar T4 sangat rendah, TSH sangat tinggi, dan hilangnya
epifise femoral distal dan tibia proksimal pada gambaran radiologi lutut) harus
dimulai dengan dosis 15 µg/kgBB/hari.1
2.12.3 Terapi Pada Diagnosis Yang Meragukan
Kadang-kadang kita dihadapkan pada diagnosis yang meragukan dan
dituntut untuk menetukan pengobatan, misalnya bila pada hasil pemeriksaan
serum didapatkan kadar T4 rendah dengan TSH normal atau kadar T4 normal
dengan kadar TSH sedikit meninggi. Bila hal ini terjadi pada bayi cukup bulan
maka harus dilakukan skintigrafi tiroid untuk memastikan diagnosis.Bila pada
skintigram didapatkan hipoplasia, aplasia, kelenjar tiroidektopik, maka dapat
diberikan preparat hormone tiroid. Bila keadaan kelenjar tiroid normal, maka
harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar T4 dan TSH. Bila hasil pemeriksaan
kadar TSH meningkat maka pengobatan harus segera dimulai,dan bila kadar T4
dan TSH normal maka pengobatan harus ditunda.3,4
21
2.12.4 Terapi Pada Bayi Prematur
Bila kadar T4 rendah dan TSH normal maka untuk memastikan
perlunya pengobatan tidak perlu dilakukan skintigrafi, namun cukup dengan
pemeriksaan kadar T4 dan TSH secara serial. Umumnya kadar T4 meningkat
mendekati angka normal, sedangkan TSH tetap normal. Bila kadar T4 terus
menurun dan TSH meningkat, dapat dipertimbangkan skintigrafi tiroid dan
pengobatan dapat dimulai. Tetapi bila tanda-tanda klinis hipotiroid jelas maka
tidak perlu dilakukan skintigrafi atau pemeriksaan darah ulang dan dapat langsung
diberikan pengobatan. Setelah usia 2 atau 3 tahun, pengobatan dihentikan untuk
sementara sambil dilakukan evaluasi apakah hipotiroid yang terjadi transien atau
menetap.5,6
2.12.5 Terapi Dengan Dosis Penuh Atau Bertahap
Secara umum pengobatan langsung dengan dosis penuh aman bagi
neonatus. Bila ada tanda-tanda kelainan jantung atau tanda-tanda
dekompensasi jantung, maka pengobatan dianjurkan dimulai dengan dosis rendah,
yaitu 1/3 dosis, dan setelah selang beberapa hari dinaikkan 1/3 dosis lagi sampai
dosis penuh yang dianjurkan tercapai.7
2.13 Monitoring
Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus
dilakukan pemantauan kemajuan klinis maupun kimiawi secara berkala karena
terapi setiap kasus bersifat individual. Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid
kongenital antara lain:7,8
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH
Kadar T4 harus dijaga dalam batas normal (10-16 µg/dl) atau T4 bebas
dalam rentang 1,4-2,3 ng/dl dengan TSH ditekan dalam batas normal. Bone-age
tiap tahun. Jadwal pemeriksaan kadar T4 dan TSH, yaitu setiap 1-2 bulan selama
6 bulan pertama kehidupan, tiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan – 3 tahun,
selanjutnya tiap 6-12 bulan.9
Selain itu kadar T4 dan TSH juga harus diperiksa 6-8 minggu
setelah perubahan dosis. Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang
berlebihan. Efek samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari
22
sutura, percepatan kematangan tulang, dan masalah pada tempramen, dan
perilaku. Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang berlebihan.
Efek samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura,
percepatan kematangan tulang, dan masalah pada tempramen, dan perilaku.11
- Suportif
Selain pengobatan hormonal juga diperlukan beberapa pengobatan
suportif lainnya. Anemia berat diobati sesuai dengan protokol anemia berat.
Rehabilitasiatau fisioterapi diperlukan untuk mengatasi retardasi perkembangan
motorik yang sudah terjadi. Penilaian intelegensi atau IQ dilakukan menjelang
usia sekolah untuk mengetahui jenis sekolah yang dapat diikuti, sekolah biasa atau
luar biasa.8
- Diet
Suplementasi Iodium sangat dibutuhkan terutama di daerah defisiensi
Iodium. Umumnya anak yang menderita hipotiroid kongenital dan mendapat
replacement hormon tiroid, asupan makanan yang mengandung goitrogen
harusdibatasi seperti asparagus, bayam, brokoli, kubis, kacang-kacangan, lobak,
salada, dan susu kedelai karena dapat rnenurunkan absorbsi Sodium-L-Tiroksin.8
2.14 Prognosis
Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiroid
kongenital, prognosis bayi hipotiroid kongenital lebih baik dari sebelumnya.
Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama
kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan intelegensinya
setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena. Tanpa pengobatan bayi
yang terkena menjadi cebol dan defisiensi mental. Bila pengobatan dimulai pada
usia 46 minggu IQ pasien tidak berbeda dengan IQ populasi kontrol. Program
skrinng di Quebec (AS) mendapatkan bahwa IQ pasien pada usia 1 tahun
sebesar 115, usia 18 bulan sebesar 104, dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada
pemeriksaan di usia 36 bulan didapatkan “hearing speech” dan “practical
reasoning” lebih rendah dari populasi control.9
Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat dijumpai kelainan
neurologis, antara lain gangguan koordinasi motorik kasar dan halus, ataksia,
23
tonus otot meningggi atau menurun, gangguan pemusatan perhatian dan gangguan
bicara. Tuli sensori neural ditemukan pada 20% kasus hipotiroid kongenital.8,9
24
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : MNS
Tanggal Lahir : 10 September 2013
Umur : 2 tahun 1 bulan 3 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Aceh
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Meulaboh
Tanggal pemeriksaan : 17 September 2015 (Pkl. 10.00 WIB, di Poliklinik Anak)
3.2 Anamnesis (Heteroanamnesis)
Keluhan Utama : Anak lemas dan kurang aktif.
Keluhan tambahan : Bercak pada pipi, BAB tidak lancar, sulit makan dan
minum
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien dibawa orang tuanya datang ke Poliklinik Anak RSUDZA tanggal 17
September 2015 untuk kontrol ulang dengan keluhan lemas dan kurang aktif.
Keluhan tersebut sudah berlangsung sejak pasien dilahirkan namun baru dibawa
ke dokter saat pasien berumur 5 bulan. Orang tua pasien saat itu membawa
anaknya berobat ke RS Meulaboh dan sempat dirawat selama 2 minggu. Pasien
dikatakan menderita anemia. Selanjutnya pasien rutin berobat jalan di RS tersebut,
namun tidak ada perbaikan. Pada umur 1 tahun pasien dirujuk ke RSUDZA dan
dianjurkan untuk tes hormon tiroid. Dari tes tersebut pasien diketahui memiliki
kadar hormon tiroid yang rendah dan pasien mendapat pengobatan berupa obat
hormon tiroid, saat ini keluhan pasien tersebut sudah mengalami perbaikan.
Menurut keterangan ibu pasien, sejak lahir pasien memang tidak aktif seperti anak
seusianya, dan terlihat lemas jarang serta jarang bergerak dan menangis. Pasien
juga terlihat pucat, dan seperti sedang sakit. Pada wajah pasien juga terdapat
bercak kering di pipi kanan dan kiri, berupa bulatan kecil dan semakin membesar,
saat di periksa oleh dokter di RS Meulaboh dikatakan pasien terlihat pucat/kuning
25
sehingga disarankan untuk dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya pasien
mengalami anemia serta bilirubin yang meningkat. Selain itu, ibu pasien juga
mengatakan bahwa pasien tidak berkeringat meskipun dalam cuaca panas, tubuh
pasien juga cenderung dingin. Pasien juga malas makan dan minum, menurut ibu
pasien anaknya memiliki lidah yang besar sehingga sulit untuk menelan makan
dan minum, sehingga berat badan pasien sempat tidak bertambah menjelang usia
1 tahun dan pasien terlihat kurus. Pasien mendapat ASI sampai usia 6 bulan,
pasien menghisap dengan kuat tetapi tidak terlalu lama, pasien juga lebih banyak
tidur setiap harinya. Tumbuh kembang pasien juga terlambat dibanding anak
seusianya, pasien baru bisa berjalan pada usia 16 bulan, dan sampai saat ini belum
bisa berbicara atau mengucapkan kata-kata. BAB pasien juga tidak lancar,
sebelum mendapat pengobatan pasien hanya BAB 1x dalam 7-10 hari, dengan
konsistensi keras. Sedangkan BAK dalam batas normal, berwarna kuning jernih
dan lancar. Tidak ada nyeri saat BAK.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien pernah dirawat di RS Meulaboh dengan indikasi anemia berat.
Tidak ada riwayat asma, alergi, hipertensi, DM, riwayat penyakit jantung
disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah mendapatkan salep untuk kulit wajahnya, tetapi ibu pasien lupa apa
nama obatnya
Pasien juga mendapat tablet zat besi
Pasien juga pernah transfusi darah
Pasien mengkonsumsi Thyrax sejak 1 tahun terakhir
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit tiroid atau gondok didalam keluarga disangkal
Riwayat asma, alergi, DM dan penyakit jantung disangkal
Riwayat Kehamilan:
Ibu pasien mengandung pasien saat berusia 25 tahun. Selama masa
kehamilan, ibu pasien pernah sakit pinggang dan diberikan obat antinyeri lewat
anus, sakit gigi cukup lama dan diobati dengan obat antinyeri puyer dari warung.
Riwayat konsumsi obat-obatan lain seperti obat antitiroid, jamu, maupun alkohol
26
saat hamil disangkal. Sejak usia kehamilan 3 bulan, ibu pasien rutin
memeriksakan kandungannya ke bidan tiap 1 bulan, rutin minum vitamin
penambah darah dan asam folat. Riwayat foto rontgen atau terpapar radiasi
lainnya selama hamil disangkal.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir di tolong oleh dokter secara pervaginam dengan induksi, BBL :
3600 gram, PBL: 48 cm. Ketika lahir pasien langsung menangis, tidak ada cacat
bawaan. Ibu pasien mengaku pasien lahir 15 hari lebih lama dari tanggal yang
ditetapkan sebelumnya.
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi lengkap sesuai dengan umur (BCG 1 kali, Hepatitis B 1
kali, DPT 4 kali, polio 3 kali, campak 1 kali).
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI hingga usia 6 bulan. ASI kemudian tidak
diteruskan karena pasien selalu mengeluarkan ASI tersebut setelah diisap,
sehingga ibu pasien memberikan susu formula SGM sejak bayi berusia 6 bulan.
disertai MP-ASI yang dimulai saat berusia 7 bulan. 1 tahun hingga saat sekarang
pasien mengkonsumsi makanan keluarga.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi disangkal.
Riwayat Tumbuh Kembang:
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien dulu rutin dibawa ke Puskesmas untuk
imunisasi dan selama pasien berkunjung dikatakan mengalami pertumbuhan yang
kurang, pasien tidak banyak bertambah berat badannya. Pada saat pasien berusia 1
tahun berat badan 5,7 kg dan tinggi badan 65 cm. Pasien dapat tengkurap sejak
usia 8 bulan, duduk sejak 9 bulan, berdiri sejak 1 tahun 2 bulan, berjalan sejak 1.5
tahun, mengucapkan kata-kata sampai saat ini belum bisa. Pasien dapat mengikuti
perintah, dapat menggenggam benda-benda kecil dan dapat bermain bersama
ibunya.
27
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : baik Panjang Badan : 84 cm
Kesadaran : kompos mentis Berat Badan : 11.5 kg
Nadi : 110 x/ menit, reguler, isi cukup
Respirasi : 30 x/ menit, reguler.
Temp Aksila : 36,5° C
Status General
Kepala
Inspeksi : Normocephali, tidak terdapat wajah dismorfik, low set ear
(-), mongoloid face (-)
Mata
Inspeksi : Anemia ( +/+ ), ikterus ( -/- ), refleks pupil ( +/+ ), isokor
nistagmus ( - ), strabismus ( - ), hipertelorisme (-)
Leher : pembesaran tiroid tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Mulut
Inspeksi : sianosis (-), mukosa kering / hiperemis (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1-T1
Lidah : makroglosia (+)
Hidung
Inspeksi : Napas cuping hidung (-), sekret (-), konka hiperemis/
pucat (-)
Telinga : normotia, sekret (-)
Thorax
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di apex (ICS IV MCL), trill (-)
Auskultasi : BJ 1> BJ 2 normal, reguler, murmur ( - )
28
- Paru-paru
Inspeksi : bentuk thorax simetris, retraksi subcostal (-), retraksi
intercostal (-), retraksi supra sternal (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Auskultasi : suara nafas bronkial +/+, Ronki -/-, wheezing -/-, Rales -/-
Axilla : pembesaran kelenjar (-)
Abdomen
Inspeksi : distensi ( - )
Auskultasi : bising usus ( + ) normal
Palpasi : hepar / lien / renal tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat ( + ), sianosis ( - ), edema (-),
Reflek fisiologis (+) untuk keempat ekstremitas, reflek patologis
( - ) untuk keempat ekstremitas, tonus dan tenaga normal. Kulit
tampak agak kering.
Status Antropometri
BBL : 3.600g
BBS : 11.5 kg
PB : 84 cm
BB/U : -2 sd < z-score < 2 sd
TB/U : -2 sd < z-score < 2 sd
BB/TB: -2 sd < z-score < 2 sd
Kesan : Gizi Baik
3.4 Diagnosa Kerja
Hipotiroid Kongenital
29
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah RSUDZA (17-12-2014)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI:
Hemoglobin 11,9 12,0 – 14,5 g/dL
Hematokrit 35 30 – 43 %
Eritrosit 4,6 3,8 – 5,5 106/mm3
Trombosit 400 150 – 450 103/mm3
Leukosit 10,8 6,0 – 17,5 103/mm3
MCV 77 80 – 100 fL
MCH 26 27 – 31 Pg
MCHC 34 32 – 36 %
LED 24 < 20 mm/jam
Eosinofil 2 0 – 6 %
Basofil 0 0 – 2 %
Netrofil segmen 18 50 – 70 %
Limfosit 72 20 – 40 %
Monosit 8 2 – 8 %
Waktu Perdarahan 2 1 - 7 Menit
Waktu Pembekuan 6 5 – 15 Menit
IMUNOSEROLOGI:
T3 Total 1,85 0,9 – 2,5 nmol/L
Free T4 19,20 9 – 20 pmol/L
TSHs 3,829 0,25 – 5 μIU/mL
KIMIA KLINIK:
Bilirubin Total 0,09 0,3 – 1,2 mg/dL
Bilirubin Direct 0,08 < 0,52 mg/dL
Bilirubin Indirect 0,01 mg/dL
AST/SGOT 49 < 31 U/L
ALT/SOPT 28 < 34 U/L
Fosfatase alkali 539 42 – 98 U/L
30
ELEKTROLIT:
Natrium (Na) 147 135 – 145 mmol/L
Kalium (K) 5,1 3,5 – 4,5 mmol/L
Klorida (Cl) 114 90 – 110 mmol/L
DIABETES:
Glukosa Darah Sewaktu 74 < 200 mg/dL
GINJAL-HIPERTENSI:
Ureum 25 13 – 43 mg/dL
Kreatinin 0,26 0,51 – 0,95 mg/dL
Laboratorium Darah RSUDZA
IMUNOSEROLOGI:
Tiroid Tanggal Pemeriksaan
18-02-15 19-03-15 07-05-15 09-06-15 27-07-15 16-09-15
Free T4 6,47 19,80 11,51 23 19,20 40,94
TSHs 100,000 4,480 86,205 4,2 19,000 0,221
Laboratorium Darah Prodia (14-10-2014)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI:
Hemoglobin 10,6 10,7 – 13,1 g/dL
Hematokrit 32,5 35 – 43 %
Eritrosit 4,03 3,6 – 5,2 106/mm3
Trombosit 408 229 – 553 103/mm3
Leukosit 8,25 6,0 – 17,5 103/mm3
MCV 77 80 – 100 fL
MCH 26 27 – 31 Pg
MCHC 34 32 – 36 %
LED 24 < 20 mm/jam
31
Eosinofil 2 0 – 6 %
Basofil 0 0 – 2 %
Netrofil segmen 18 50 – 70 %
Limfosit 72 20 – 40 %
Monosit 8 2 – 8 %
Waktu Perdarahan 2 1 - 7 Menit
Waktu Pembekuan 6 5 – 15 Menit
IMUNOSEROLOGI:
T3 Total 1,85 0,9 – 2,5 nmol/L
Free T4 19,20 9 – 20 pmol/L
TSHs 3,829 0,25 – 5 μIU/mL
KIMIA KLINIK:
Bilirubin Total 0,09 0,3 – 1,2 mg/dL
Bilirubin Direct 0,08 < 0,52 mg/dL
Bilirubin Indirect 0,01 mg/dL
AST/SGOT 49 < 31 U/L
ALT/SOPT 28 < 34 U/L
Fosfatase alkali 539 42 – 98 U/L
ELEKTROLIT:
Natrium (Na) 147 135 – 145 mmol/L
Kalium (K) 5,1 3,5 – 4,5 mmol/L
Klorida (Cl) 114 90 – 110 mmol/L
DIABETES:
Glukosa Darah Sewaktu 74 < 200 mg/dL
GINJAL-HIPERTENSI:
Ureum 25 13 – 43 mg/dL
Kreatinin 0,26 0,51 – 0,95 mg/dL
32
3.6 Terapi
IMUNOSEROLOGI:
Tiroid Tanggal Pemeriksaan
18-02-15 19-03-15 07-05-15 09-06-15 27-07-15 16-09-15
Free T4 6,47 19,80 11,51 23 19,20 40,94
TSHs 100,000 4,480 86,205 4.296 19,000 0,221
Terapi Thyrax
120 mcg
1x1
Multi
vitamin
1 x 1
Thyrax
50 mcg
1x1
Multi
vitamin
1 x 1
Thyrax
100 mcg
1x1
Multi
vitamin
1 x 1
Thyrax
50 mcg
1x1
Multi
vitamin
1x1
Thyrax
50 mcg
1x1
Multi
vitamin
1 x 1
Thyrax
30 mcg
1x1
Multi
vitamin
1 x 1
3.6 Planning
Pemeriksaan fungsi pendengaran: garputala, BERA, audiometri
Pemeriksaan Intelectual Quotient (IQ)
Pemeriksaan ekokardiografi
Rujuk ke rehabilitasi medik
Pemeriksaan profil hormon tiroid (fT4 dan TSH rutin)
33
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan dan anamnesis didapatkan pasien bayi perempuan,
usia 2 tahun 1 bulan 3 hari dengan keluhan utama lemas dan kurang aktif. Pasien
juga mengeluhkan adanya penurunan nafsu makan dan minum dan penurunan
frekuensi BAB. Pasien juga lebih banyak tidur dan jarang menangis, orang tua
pasien juga mengeluhkan adanya lesi kulit pada wajah yang nampak kering ,
Selain itu, pasien juga nampak pucat/anemis, pertumbuhan dan perkembangan
pasien juga terlambat dibanding anak seusianya. Ketika lahir pasien juga tampak
kuning. Dari keterangan anamnesis juga didapatkan adanya keterlambatan tanggal
lahir pasien kurang lebih sekitar 15 hari dari tanggal yang ditetapkan oleh dokter
yang menangani persalinan.
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan pada pasien ditemukan
mata nampak anemis, lidah pasien tampak menjulur keluar memberikan kesan
makroglosia, adanya kesan lemas atau tonus otot yang menurun, kulit pada
keempat ekstemitas terasa kasar dan kering. Pemeriksaan fisik lainnya dalam
batas normal. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya kadar Hb yang
rendah dengan kesan anemia normositik normokromik, waktu perdarahan dalam
batas normal, pemeriksaan tes fungsi hati dalam batas normal, test fungsi tiroid
didapatkan kesan hipotiroid dengan hasil FT4 rendah dan TSH yang tinggi.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik ini menunjukkan tanda klasik hipotiroid
kongenital yang biasa mulai muncul sejak usia 3 bulan. Pada bayi baru lahir 95%
gejala bisa tidak muncul karena adanya T4 transplasenta maternal. Gambaran
klinis klasik hipotiroid yaitu lidah besar, suara tangisan serak, wajah sembab,
hernia umbilikalis, hipotonia, kulit belang-belang, tangan dan kaki dingin, serta
letargi. Pada sejumlah kasus defisiensi tiroid dapat menunjukan gejala yang berat
yang tampak pada minggu-minggu pertama kehidupan dan pada kasus defisiensi
yang lebih ringan gangguan baru bermanifestasi setelah usia beberapa bulan.3,4
Hipotiroid kongenital memberikan berbagai manifestasi klinis, sementara
pada kasus ini ditemukan manifestasi berupa gangguan minum susu, jarang
menangis dan banyak tidur (somnolen), tampak lamban, konstipasi, pucat, lidah
besar (makroglosia), kulit terutama ekstremitas dingin, kering dan berbecak,
34
anemia, hipotoni, lahir lebih dari 40 minggu dan ikterus fisiologi yang
memanjang. Gejala-gejala ini muncul sebagai akibat gangguan metabolisme dan
keterlambatan pertumbuhan (failure to thrift) serta maturasi organ-organ. Hal ini
menyebabkan terakumulasinya mukopolisakarida pada jaringan sub kutan
contohnya glikosaminoglikan akibat menurunnya degradasi dari substansi-
substansi tersebut. Gejala non spesifik yang juga menyokong diagnosis
hipotiroidisme kongenital adalah umur kehamilan lebih dari 40 minggu, ikterus
fisiologi yang memanjang, konstipasi dan hipotermi. Ikterus fisiologis yang
memanjang ini disebabkan oleh adanya keterlambatan maturitas dari konjugasi
glukuronid. Konstipasi diakibatkan melambatnya motilitas usus akibat kurangnya
proses metabolisme sama seperti halnya hipotermi yang juga terjadi akibat
kurangnya proses pemecahan kalori. Didapatkan juga pada kasus ini dari hasil
laboratorium anemia normositik normokromik tanpa adanya tanda tanda
perdarahan atau hemolisis. Pada kasus hipotiroid kongenital, hormon tiroid secara
direk maupun indirek berhubungan dengan eritropoietin menstimulasi kolonisasi
dari eritroid. Dikatakan juga anemia seringkali merupakan tanda dini yang sering
ditemukan pada kasus hipotiroid. Anemia dapat berupa mikrositik, makrositik dan
normositik, pada kasus ini didapatkan anemia mikrositik.12
Pada kasus hipotiroid sering juga didapatkan fontanella anterior yang
melebar, fontanel posterior melebar lebih dari 0.5 cm, namun hal ini tidak
spesifik. Hal ini diakibatkan karena terlambatnya maturasi tulang. Secara umum
gejala klinis tampaknya tergantung dari penyebab, berat serta lamanya
hipotiroidisme. Bayi dengan hipotiroidisme fetomaterna cenderung lebih berat.
Demikian juga bayi dengan atireosis atau blok total hormonogenesis tiroid
cenderung lebih banyak tanda dan gejala pada saat lahir, dibandingkan bayi yang
menderita tiroid ektopik. Bayi yang lahir dengan hipotiroidisme congenital pada
saat lahir ukurannya normal, namun demikian bilamana diagnosis terlambat maka
akan terjadi gagal tumbuh. Dari pemeriksaan fisik pada palpasi kasus ini tidak
ditemukan pembesaran tiroid, jika ditemukan pembesaran menyokong adanya
kelainan hormonogenesis atau kerja hormone tiroid. 13,14
Selain skrining secara klinis pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi dini HK adalah (1) kadar TSH; (2) kadar T4 atau free
35
T4 (FT4). Pada kasus ini didapatkan hasil pemeriksaan FT4 yang rendah (6.4
ng/dl) dan TSH yang tinggi (>100 uIU/ml) yang menunjukkan secara pasti bahwa
pasien mengalami hipotiroid. Hipotiroid dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar
tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar
tiroid, maka kadar hormone tiroid yang rendah akan disertai oleh peningkatan
kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh hormon tiroid
pada hipofisis anterior dan hipotalamus.8
Apabila hipotiroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar hormon
tiroid yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus
tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun hormon
tiroid. Hipotiroid yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan
menyebabkan rendahnya kadar hormone tiroid, TSH, dan TRH.9,10
Seperti dijelaskan sebelumnya jika produksi hormon tiroid tidak adekuat
maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai
respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon kelenjar
tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua
sistem tubuh. Proses metabolik yang dipengaruhi antara lain : 7,8
1. Penurunan produksi asam lambung.
2. Penurunan motilitas usus
3. Penurunan detak jantung.
4. Gangguan fungsi neurologis.
5. Penurunan produksi panas
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak
dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigeliserida sehingga klien
berpotensi mengalami atherosclerosis. Akumulasi proteoglicans hidrophilik di
rongga intertisial seperti rongga pleura, carsiak dan abdominal merupakan tanda
dari miksedema.1,7,8
Pemeriksaan primer TSH merupakan uji fungsi tiroid yang paling sensitif.
Peningkatan kadar TSH sebagai marka hormonal, cukup akurat digunakan untuk
menapis hipotiroid kongenital primer. Pemeriksaan pencitraan yang juga dapat
menunjang diagnosis hipotiroid adalah salah satunya USG Tiroid, pada kasus ini
belum dilakukan USG Tiroid. Kelenjar tiroid yang terletak normal dengan
36
ambilan radionuklid yang kuat dan normal menunjukan defek pada biosintesis
hormon tiroid.13
Adapun pengobatan yang sudah diberikan kepada pasien sejak usia 1 tahun
dengan L-tiroksin telah memperbaiki profil hormon tiroksin menjadi dalam batas
normal, dari fT4 6.4 µmol/L(12-22); TSH 100,000 ulU/ml (0,27-4,2) pada awal
pengobatan menjadi fT4 40.33 µmol/L(9-20); TSH 0.22 ulU/ml (0,35-4,94) pada
pemeriksaan akhir. Status gizi pasien juga membaik namun demikian tetap
diperlukan pemantauan gizi dan nutrisi setiap bulan.13,14
Pemeriksaan Intelectual Quotient (IQ) sebelum pasien memasuki usia
sekolah, pemeriksaan ekokardiografi, dan terapi di rehabilitasi medik penting
untuk keterlambatan perkembangan motorik dan bicara, serta pemeriksaan profil
hormon tiroid (fT4 dan TSH rutin tiap bulan) yang juga penting sebagai evaluasi
pengobatan tiroksin.11,12
Setelah dikonfirmasi, terapi dengan hormon tiroid pada penderita HK harus
diberikan secepat mungkin. Target terapi adalah mencapai kadar T4 normal dalam
2 minggu dan TSH dalam 1 bulan. Bayi baru lahir biasanya membutuhkan dosis
8-15 μg/kg/hari; tujuan terapi adalah menormalisasi kadar TSH sesegera
mungkin. Sebagai tanda bahwa bayi mendapatkan terapi yang mencukupi, kadar
T4 harus segera mencapai nilai normal. Untuk mencapai kecukupan obat,
dianjurkan selama pengobatan, nilai T4 berada diatas nilai tengah rentang kadar
T4 normal, yaitu 130-206 nmol/L (10-16 μg/dL) dan nilai TSH < 5 mIU/L (0.5-
2.0 mIU/L); FT4 18-30 pmol/L (1.4-2.3 ng/dL). Kondisi dipertahankan terus
selama terapi sampai bayi berusia 3 tahun. Dianjurkan memberikan dosis awal
tidak kurang dari 10 ug/kg/hari, agar tercapai IQ mendekati normal. TSH
diharapkan normal dalam 1 bulan pascaterapi inisial. Pemeriksaan FT4 pada 1
minggu pascaterapi inisial dapat mengkonfirmasi peningkatan konsentrasi T4
serum. Dosis tiroksin harus disesuaikan dengan klinis bayi, serta konsentrasi FT4
serum dan TSH. Hormon tiroid sangat penting dalam perkembangan cerebral
yang normal pada awal postnatal, pengobatan yang efektif perlu diinisiasikan
secara dini untuk mencegah adanya kerusakan ireversibel pada otak.8,10
Beratnya HK ditentukan berdasarkan tingkat TSH awal, memerlukan
pemantauan rutin tiap bulan sampai 6 bulan kedua terapi, untuk mempertahankan
37
kadarnya sesuai target harapan. Kondisi ini berkaitan erat dengan peran tiroksin
terhadap pertumbuhan otak pada periode kritis tumbuh kembang anak. Kadar T4
dalam 2 tahun pertama kehidupan berkorelasi dengan indeks perkembangan
mental pada usia 2 tahun dan kemampuan verbal pada usia 6 tahun. Dalam suatu
penelitian time series disimpulkan bahwa ada tiga faktor yang sangat
mempengaruhi buruknya prognosis perkembangan intelektual, yaitu berat badan
lahir rendah, komorbiditas, dan tingginya kadar TSH pada saat diagnosis. Berat
badan lahir rendah dan komorbid mungkin saling mempengaruhi perkembangan
intelektual, sedangkan abnormalitas fungsi tiroid berdiri sendiri. Penelitian juga
menyatakan bahwa penundaan pemberian terapi pada penderita HK bukanlah
salah satu faktor mayor yang menentukan prognosis intelektual. Faktor mayor
lainnya yang juga memegang peran penting adalah terapi yang adekuat dan rutin
pada masa-masa balita.11,12
Adapun faktor risiko pada pasien ini kemungkinan faktor keluarga, namun
tidak didapatkan faktor lain seperti riwayat sakit gondok atau konsumsi anti tiroid
pada ibu, paparan radiasi ibu saat hamil. Hal ini memang disebabkan karena
penyakit ini muncul secara sporadik.14
Prognosis pada pasien ini, ad vitam bonam karena tidak ada keadaan saat
ini yang mengancam nyawa, ad sanationam dubia ad bonam karena saat ini
belum terdapat gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berarti, meskipun
pasien seharusnya sudah bisa berkata kata seperti anak seusianya, namun pasien
masih tampak aktif dalam pergerakannya, retardasi mental dan kelainan-kelainan
lain pada penampakan fisik seperti wajah disformik kecuali makroglosia belum
ditemukan pada pasien, sehingga kemungkinan untuk kembali seperti anak normal
lainnya ada dengan pemberian hormon tiroid. Sedangkan ad functionam dubia ad
malam karena pengobatan pada pasien baru dilakukan sejak usia 1 tahun
sehingga kemungkinan terdapat gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta
retardasi mental di kemudian hari cukup besar.4,10,13
38
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hipotiroid kongenital merupakan gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid
secara kongenital. Gejala klinis hipotiroid kongenital tidak begitu jelas. Diagnosis
hipotiroid kongenital ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan skrining. Skrining pada hipotiroid kongenital
sangat penting dan perlu dilakukan pada minggu-minggu pertama bayi lahir,
untuk mencegah komplikasi dan kerusakan lebih lanjut.
5.2 Saran
1. Perlu deteksi dini kasus hipotiroid kongenital dan pemberian penatalaksanaan
yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang
optimal bagi penderita hipotiroid kongenital.
2. Edukasi orang tua mengenai penyakit pada anak, perjalanan penyakit, dan
pengobatan yang dianjurkan.
3. Penting untuk memonitor perkembangan anak.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Graff VD. Human Anatomy. 6th edition. United States of America:
McGrawHill; 2001. p.466
2. Tortora GJ, Derrickson B. Priniples of Anatomy and Physiology. 12 th edition.
USA : John Wiley &Sons; 2010. p. 658-61.
3. Brown RS, Huang S. Clinical Pediatric Endocrinology. 5th edition. United
Kingdom: BlackwellPublishing; 2005. p. 218-23
4. Dallas JS, Foley TP. Pediatric Endocrinology. 5th edition. Volume 2. Edited by
Lifshitz F. USA : Informa Healthcare. 2007; p. 415-37
5. Moelyo AG. Mengenal hipotiroid kongenital. Diunduh dari
http://fk.uns.ac.id/.../Mengenal_Kasus-kasus_Endokrin_Ana...%E2%80%8E.
Diakses pada 19 Maret 2014 pukul 05.19 WIB.
6. Kumorowulan S, Supadmi S. Kretin endemik dan kretin sporadik (hipotiroid
kongenital). MGMI 2010; 1(3): 78-119.
7. Ministry of Health Sultane of Oman. Congenital hypothyroidism: Guidelines
for neonatal screening and management. Diunduh dari
www.moh.gov.com/en/mgl/Manual/CONGENITAL
%2520HYPOTHYROIDISM-1.pdf.
8. Rose SR, Brown RS. Update of newborn screening and therapy for congenital
hypothyroidism. American Academy of Pediatrics 2006; 117: 2290.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis: Hipotiroid
Kongenital. Jakarta:Pengurus IDAI; 2010. p. 125-8.
10. Hanukoglu A, Perlman K, Sharmis I, Brnjac L, Rovet J, Daneman D.
Relationship of etiology to treatment in congenital hypothyroidism. J Clin
Endocrinol Metab 2001; 86: 186-91.
11. CDC. Length for age and weight for age percentiles. Diunduh dari
http://www.cdc.gov/growthcharts. Diakses pada 19 Maret 2014 pukul 20.00
WIB.
12. Rose RS. Update of Newborn Screening and Therapy for Congenital
Hypothyroidism. Pediatrics. 2006;117:2290-303.
40
13. Sunartini. Neonatal screening for congenital hypothyroidism: Prevention
of mental retardation in children. Proceedings of the 17th Asean Conference
on Mental Retardation. Yogyakarta 2005.
14. DiGeorge AM, LaFranchi S. Kelainan Kelenjar Tiroid, Dalam: Behrman
RE, Kliegman,RM, Arvin A, Penyunting. Nelson Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: EGC; 2000.h.1935-44.
41