Lapkas Bpp-Vertigo Grisel Rsij Ponkop
-
Upload
rebecca-bailey -
Category
Documents
-
view
245 -
download
5
Transcript of Lapkas Bpp-Vertigo Grisel Rsij Ponkop
LAPORAN KASUS
BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO
Disusun Oleh:
Grisel Nandecya
( 2012730129)
Pembimbing :
dr. Irfan Taufik, Sp.S
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
STASE NEUROLOGI RSIJ PONDOK KOPI
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
pada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Benign
Paroxysmal Positional Vertigo ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas untuk penilaian kegiatan
kepaniteraan klinik stase Neurologi tahun 2016. Dan juga untuk memperdalam
pemahaman tinjauan pustaka yang telah dipelajari sebelumnya.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan laporan kasus ini. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan laporan selanjutnya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing laporan kasus ini dr. Irfan Taufik,
Sp.S yang telah membimbing dalam penyusunan laporan kasus. Terimakasih juga pada
semua pihak yang telah membantu dalam tahap pengumpulan referensi, analisis materi dan
penyusunan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi instansi
kepaniteraan klinik FKK UMJ dan RSIJ Pondok Kopi pada umumnya.
Jakarta, 15 Mei 2016
Penulis
BAB I
STATUS PASIENA. Identitas Pasien
Nama : Tn.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 42 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kp. Pedaengan , Kec. Cakung , Jak-Tim
Tanggal Masuk : 08 Mei 2016
B. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pusing berputar sejak 3 jam SMRS
b. Keluhan Tambahan
Mual dan muntah sebanyak 2kali, muntah berisi makanan yang dimakan
sebelumnya, nyeri ulu hati.
c. Riwayat Penyakit Sekaran g
Pasien datang ke IGD RS. Islam Pondok Kopi dengan keluhan pusing berputar sejak
pukul 3 jam SMRS. Pusing berputar yang terjadi secara tiba-tiba saat pasien sedang
berbaring ditempat tidur, pusing berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan
menghilang setelah beberapa. Saat ini, Pasien mengaku jika memiringkan posisi
kepalanya kekiri dan kekanan, maka pusing menjadi bertambah berat, dan berkurang
apabila pasien memejamkan matanya. Rasa pusing ini juga disertai rasa mual dan
muntah, muntah sebanyak ± 2 kali,muntah berisi makanan yang dimakan
sebelumnya.pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati nya. Keluhan telinga
berdengung dan menurunnya pendengaran disangkal . Keluhan pandangan ganda,
kabur atau gelap serta melihat cahaya seperti pelangi disangkal. Keluhan kesemutan
di sekitar mulut disangkal, Kedua tangan dan kaki terasa baal disangkal. Keluhan
jantung berdebar dan sakit dada di sangkal. BAB dan BAK dalam batas normal.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Os belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini
Riwayat hipertensi (+), Riwayat Gastritis (+).
Riwayat DM disangkal. Riwayat jatuh juga disangkal.
e. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita hal yang serupa seperti pasien.
Tidak ada yang mengalami penyakit hipertensi, penyakit jantung, dan DM.
f. Riwayat Pengobatan
Pasien rutin mengkonsumsi obat antihipertensi.
g. Riwayat Alergi
Tidak ada alergi obat, makanan dan minuman. Alergi terhadap debu dan cuaca
disangkal.
h. Riwayat Psikoksosial
Pasien memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur, senang mengkonsumsi kopi dan
makanan berlemak, sampai saat ini pasien merokok, tetapi riwayat minum alkohol
disangkal.
C. Pemeriksaan F isis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital
- TD : 150/100 mmHg
- Suhu Tubuh : 36,0⁰C- Nadi : 92 kali/menit,
- Pernapasan : 20 kali/menit
Status Generalis
Kepala : Normochepal simetris, tidak tampak adanya deformitas, rambut
berwarna hitam distribusi rata
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
Hidung : Normonasi, deviasi septum (-), sekret (-)/(-), pernapasan cuping
hidung(-) darah (-), nyeri tekan (-)
Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-), lidah tremor (-),
faring hiperemis (-)
Telinga : Normotia, sekret (-)/(-) serumen (-), pendengaran berdengung (-)
Leher : Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axila dan leher.
Thorax
Paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : teraba focal fremitus diseluruh lapang paru
Perkusi : sonor
Asukultasi : vesikuler (+), ronkhi (-), whezzing (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : redup
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : perut cembung (-)
Perkusi : Timpani di 4 kuadran abdomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), organomegali (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)
D. Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 à Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -
Kernig : -
Lasegue : -
Brudzinski I, II : -
E. Pemeriksaan Nervus Cranial
1. Nervus Olfaktorius
Dextra Sinistra
Daya pembau Normosmia Normosmia
2. Nervus Optikus
Dextra Sinistra
Tajam Penglihatan Normal Normal
Lapang Pandang Normal Normal
Pengenalan Warna Normal Normal
Funduskopi
Tidak dilakukanPapil edema
Arteri:Vena
3. Nervus Okulomotorius
Dextra Sinistra
Ptosis - -
Gerakan Bola Mata
Medial
Atas
Bawah
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Ukuran Pupil Pupil bulat isokor Ø ODS 3 mm
Refleks Cahaya Langsung + +
Refleks Cahaya Tidak Langsung + +
Akomodasi + +
4. Nervus Trokhlearis
Dextra Sinistra
Gerakan Mata
Medial Bawah Baik Baik
Diplopia Negative Negative
5. Nervus Trigeminus
Menggigit Normal
Membuka mulut Normal
Sensibilitas
Oftalmikus
Maksilaris
Mandibularis
+
+
+
+
+
+
Refleks kornea Tidak dilakukan
Refleks bersin Tidak dilakukan
6. Nervus Abdusens
Dextra Sinistra
Gerakan mata ke lateral + +
Nistagmus Negative
7. Nervus Facialis
Dextra Sinistra
Mengangkat alis + +
Kerutan dahi + +
Menutup mata Normal Normal
Meringis Normal Normal
Mengedip Normal Normal
Mengembungkan
pipi Normal Normal
8. Nervus Vestibulochoclearis
Dextra Sinistra
Tes bisik Normal Normal
Tes Rinne
Tidak dilakukanTes Weber
Tes Schwabach
9. Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus
Arkus faring Gerakan simetris
Daya Kecap Lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan
Tersedak Negative
Menelan Normal
Refleks muntah Tidak dilakukan
11. Nervus Assesorius
Dextra Sinistra
Memalingkan kepala Baik Baik
Mengangkat bahu Baik Baik
Sikap bahu Baik Baik
Trofi otot bahu Baik Baik
12. Nervus Hipoglossus
Sikap lidah Tidak ada deviasi
Fasikulasi -
Tremor lidah -
Atrofi otot lidah -
Artikulasi Normal
Kekuatan lidah Tidak dilakukan
Menjulurkan lidah Normal
F. Pemeriksaan Motorik
Anggota Gerak Atas
Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Anggota Gerak Bawah
Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Refleks Fisiologis
Dextra Sinistra
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Ulnaris ++ ++
Radialis ++ ++
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Refleks Patologis
Dextra Sinistra
Babinski - -
Chaddocck - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Hoffman Trommer - -
G. Pemeriksaan Sensorik
Dextra Sinistra
Rasa Raba
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
+
+
+
+
Rasa Nyeri
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
+
+
+
+
Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
Tidak dilakukan
H. FUNGSI KOORDINASI
Romberg Sulit dilakukan
Heel – to-toe walking -
Jari hidung -
Pronasi supinasi -
Tumit Tidak dilakukan
Rebound phenomenon Tidak dilakukan
Arm bounce Tidak dilakukan
Tes telunjuk ke telunjuk Tidak dilakukan
I. Resume
Pasien datang ke IGD RS. Islam Cempaka Putih dengan keluhan pusing berputar
sejak 3 jam SMRS. Pusing berputar yang terjadi secara tiba-tiba saat pasien sedang
berbaring ditempat tidur. Saat ini Pasien mengaku jika memiringkan posisi
kepalanya kekiri dan kekanan, maka pusing menjadi bertambah berat. Pusing
berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah beberapa
menit. Rasa pusing ini juga disertai rasa mual sampai muntah sebanyak 2 kali,
muntah berisi makanan yang dia makan sebelumnya., Pasien juga mengeluhkan
sakit ulu hati.keluhan telinga berdengung dan gangguan pendengaran disangkal,
Keluhan pandangan ganda, kabur atau gelap serta melihat cahaya seperti pelangi
disangkal. Pasien belum pernah mengalami gejala yang sama. Riwayat hipertensi
terkontrol,riwayat gastritis (+) riwayat DM (-) , riwayat kolesterol (+).riwayat terjatuh
(-)
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
composmentis, tanda-tanda vital à TD : 150/100 mmHg, Suhu Tubuh : 36,0⁰C, Nadi
: 92 kali/menit, Pernapasan : 20 kali/menit.
Test romberg (sulit dilakukan ) , Pemeriksaan lain dalam batas normal.
DIAGNOSA
• Diagnosa Klinis :vertigo vestibular, Hipertensi
• Diagnosa Topis : Gangguan sistem vestibular perifer
• Diagnosa Etiologi : Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BBPV)
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Dix-Halpike position test
• Caloric test
• Ct-scan
• Elektronistamografi
TERAPI
Non-farmakologis:
Istirahat
Memperbaiki pola dan asupan diet
Latihan berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian mata ditutup
Olahraga yang menggerakan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi, gerak miring )
Farmakologis:
Betahistin
Flunarizin
Ondancetron & amlodipine
PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Vertigo
Definisi
Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yang berarti berputar, dan “igo” yang
berarti kondisi. Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa
berputar (vertigo objektif) atau badan yang berputar (vertigo subjektif). Vertigo
termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening,
sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.
Klasifikasi Vertigo
Vertigo non-vestibular
Vertigo vestibular
o Vertigo vestibular sentral
o Vertigo vestibular perifer
Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-Vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor
pencetus
Gerakan kepala, perubahan
posisiStress, hiperventilasi
Gejala
PenyertaMual, muntah, tuli, tinnitus
Gangguan mata, gangguan
somatosensorik
Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral
Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah
perubahan posisi
kepala
Ya Kadang tidak berkaitan
Usia pasien Berapapun, biasanya muda Usia lanjut
Nistagmus
Nistagmus horizontal dan
rotatoar; ada nistagmus fatigue
5-30 detik
Nistagmus horizontal atau
vertical; tidak ada nistagmus
fatigue
Defisit nervi cranial
atau cerebellumTidak ada Kadang disertai ataxia
Pendengaran Seringkali berkurang atau
dengan tinnitusBiasanya normal
Penyebab
Meniere’s disease
Labyrinthitis
Positional vertigo
Neuroma akustik
Drugs
Massa Cerebellar / stroke
Encephalitis/ abscess otak
Insufisiensi Arteri Vertebral
Jenis Vertigo
Berdasarkan
Awitan
Serangan
Disertai Keluhan
Telinga
Tidak Disertai
Keluhan Telinga
Timbul Karena
Perubahan
Posisi
Vertigo
paroksismal
Penyakit Meniere,
tumor fossa cranii
posterior, transient
ischemic attack (TIA)
arteri vertebralis
TIA arteri vertebro-
basilaris, epilepsi,
vertigo akibat lesi
lambung
Benign
paroxysmal
positional
vertigo (BPPV)
Vertigo kronis
Otitis media kronis,
meningitis tuberkulosa,
tumor serebelo-pontine,
lesi labirin akibat zat
ototoksik
Kontusio serebri,
sindroma paska
komosio, multiple
sklerosis, intoksikasi
obat-obatan
Hipotensi
ortostatik,
vertigo
servikalis
Vertigo akut
Trauma labirin, herpes
zoster otikus, labirinitis
akuta, perdarahan
labirin
Neuronitis
vestibularis,
ensefalitis
vestibularis, multipel
sklerosis
-
B. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai vertigo
dengan nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh perubahan posisi
kepala. Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus, reversibilitas, kresendo, dan
fenomena kelelahan (fatigue). Lama nistagmus terbatas, umumnya kurang dari 30 detik.
BPPV dikenal juga dengan nama vertigo postural atau kupulolitiasis, merupakan gangguan
keseimbangan perifer yang sering dijumpai.
Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer
Right membranous labyrinth
Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang
paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi
secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang
dan labirin membrane. Labirin membrane terletak dalam labirin tulang dan bentuknya
hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membrane dan labirin tulang terdapat
perilimf, sedang endolimf terdapat didalam labirin membrane. Berat jenis endolimf lebih
tinggi daripada cairan perilimf. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang
terapung dalam perilimf, yang berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga
kanalis semisirkularis, yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior).
Selain ke tiga kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.
Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan, yaitu:
1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam pendengaran.
2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus dan
utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan sakulus sel
sensoriknya berada di makula, sedangkan di kanalis sel sensoriknya berada di krista
ampulanya)
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan disekitarnya
tergantung kepada inputbsensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visial dan
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP,
sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.
Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis
semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis sel. Sel-
sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut,
sedangkan sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier, khususnya percepatan linier
dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Perbedaan kepekaan
terhadap percepatan sudut dan percepatan linier ini disebabkan oleh geometridari kanalis
dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari struktur-struktur yang menutupi sel rambut.
Sel rambut
Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut pada
organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang dijelaskan oleh
posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan menyebabkan
stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut akan tereksitasi. Jika
gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari kinosilium maka
sel-sel rambut akan terinhibisi.
Kanalis semisirkularis
Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada rotasi
sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus satu dengan
yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir satu bidang yang
sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis
akan tereksitasi sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi
lurus normal dan terdapat percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke
kanan, maka serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan tereksitasi,
sementara serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal
misalnya rotasi kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi,
sementara kanalis posterior akan terinhibisi.
Organ otolit
Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir
horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan sel
rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak semuanya
sama. Pada makula utrikulus, kinosilium terletak di bagian samping sel rambut yang
terdekat dengan daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau mengalami
percepatan linier, sebagian serabut aferen akan tereksitasi sementara yang lainnya
terinhibisi. Dengan adanya polarisasi yang berbeda dari tiap makula, maka SSP mendapat
informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi, walaupun sesungguhnya hanya ada dua
makula.
Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron
ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata dan
refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu
komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen cepat yang
searah dengan putaran kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepal dan
berfungsi menstabilkan suatu bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk
kembali mengarahkan tatapan ke bagian lain dari lapangan pandang. Perubahan arah
gerakan mata selama rangsangan vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus
normal.
C. Epidemiologi
BPPV merupakan vertigo vestibuler perifer yang paling sering dijumpai. 20 %
pasien dengan gejala vertigo mengalami BPPV. Berdasarkan jenis kelamin ada
predileksi lebih sering mengenai wanita (64%). Sedangkan berdasarkan usia,
umumnya menyerang populasi usia lanjut (rata-rata umur 51-57,2 tahun) sangat
jarang terjadi pada orang muda dibawah 35 tahun .
D. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus
BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga
tengah atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada telinga dalam juga
merupakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV meningkat dengan bertambahnya usia.
Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa
deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini menyebabkan
bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi
kepala yang berubah.
E. Perjalanan penyakit
Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar kasus
gangguan menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat
kambuh setelah beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada pula penderita yang
hanya satu kali mengalaminya. Sesekali dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap
vertigo posisional berlangsung lama.
Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit. Namun, bila
ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai beberapa menit. Bila
serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan penderitanya merasakan
kepalanya menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil, atau rasa mengambang yang
menetap selama beberapa jam atau hari.
BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40-an dan
50-an tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang dijumpai pada anak atau
orang yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV dan
biasanya bersifat torsional (rotatoar).
F. Patofisiologi
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis semisirkularis
tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal setiap
kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam ampula
terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis
akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah
kanan, maka cairan dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula
akan mengalami defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang
diteruskan ke otak sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau
debris dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi
kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan
sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul sensasi berupa
vertigo.
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori kupulolitiasis
dan kanalolitiasis.
Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk
menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada
kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik yang melekat pada
kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya partikel ini maka kanalis
semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan
sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat
benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi
netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu
kupula sulit untuk kembali ke posisi netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening
(dizziness).
Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala BPPV
disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis
semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior. Bila kepala
dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah dalam kanalis
semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi
perubahan posisi sejauh 90°. Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi
terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula
sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus.
Bila posisi kepala dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula
nistagmus pada arah yang berlawanan.
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala
dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori ini
dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis posterior. Saat
melakukan operasi kanalis tersebut.
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras, otokonia
yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini kemudian
memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kanalis
semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah
yang mendasari BPPV pasca trauma kepala.
G. Diagnosis
1. Gejala Klinis
BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat bangun
tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing
berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara
perubahan posisi kepala dengan timbulnya perasaan pusing berputar. Pada umumnya
perasaan pusing berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30
detik sedangkan serangan berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan
berhari-hari hingga berbulan-bulan.
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari.
Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat mengalami mual dan muntah.
Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula, namun arah
nistagmus yang timbul adalah sebaliknya.
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan
memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari
kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau
perasat Sidelying.
Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut : 1)
terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan; 2) nistagmus yang khas; 3) adanya
masa laten; 4) lamanya serangan terbatas; 5) arah nistagmus berubah bila posisi kepala
dikembalikan ke posisi awal; 6) adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus bila
stimulus diulang
2. Pemeriksaan fisik dan penunjang.
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara
memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo dari
kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau
Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada perasat tersebut posisi
kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment. Pada pasien BPPV parasat
Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo (perasaan pusing berputar) dan nistagmus.
3. Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike
Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat Dix-Hallpike
secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix-Hallpike kanan pada bidang
kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix-Hallpike kiri pada bidang
posterior kiri. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada
meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan
dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-300 pada
ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon
pada monitor dilakukan selama ±1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan
pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith repositioning treatment
(CRT). Bila tidak ditemukan respon yang abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti
dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan
dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu
maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon
abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila
tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali.
4. Perasat Sidelying
Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan kepala
pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan pada bidang tegak lurus
garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri
yang menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior
kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling
bawah.
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja ,
kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien
kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien secara cepat
dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai
timbul respon abnormal.
Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) tidak dapat memperlihatkan nistagmus
jenis rotatoar yang dapat ditemukan pada penderita BPPV. ENG berguna dalam deteksi
adanya nistagmus dan waktu timbulnya pada nistagmus jenis lain. Tes kalori akan
menunjukkan hasil yang normal. BPPV dapat dijumpai pada telinga yang tidak
menunjukkan adanya respon terhadap tes kalori. Hal ini disebabkan tes kalori menguji
kanalis semisirkularis (KSS) horizontal. KSS Horizontal dan posterior memiliki persarafan
dan suplai pembuluh darah yang berbeda. Dengan demikian BPPV yang timbul pada
pasien yang tidak memberikan respon pada tes kalori disebabkan oleh kanalit pada KSS
posterior atau anterior.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi
vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar pemilihan tata
laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami resolusi sendiri dalam
waktu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya menyarankan
observasi. Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap menderita vertigo.
Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia
sedang beraktivitas.1,2,6
Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak menghilangkan vertigo.
Istilah “vestibulosuppresant” digunakan untuk obat-obatan yang dapat mengurangi
timbulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada sebagian pasien
pemberian obat-obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun tidak menyelesaian
masalahnya. Obat-obat ini hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian obat-obat ini dapat
menimbulkan efek samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya
diazepam dan amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin
adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga dalam
dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3
Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi gangguan
keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa penderita yang
kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh
adanya gangguan lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual
atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak membantu, sehingga perlu
latihan fisik vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular,
membiasakan atau mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan
latihan ialah :
1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium untuk
meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
Contoh latihan :
1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi, gerak
miring).
3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian dengan mata
tertutup.
4. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup.
5. Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu menyentuh
jari kaki lainnya dalam melangkah).
6. Jalan menaiki dan menuruni lereng.
7. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
8. Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga
memfiksasi pada objek yang diam.
Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT (Canalith
repositioning Treatment ) , perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff.
1. Latihan CRT / Epley manouver
Keterangan Gambar :
Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri (1), kemudian langsung tidur sampai
kepala menggantung di pinggir tempat tidur (2), tunggu jika terasa berputar / vertigo
sampai hilang, kemudian putar kepala ke arah kanan ( sebaliknya ) perlahan sampai muka
menghadap ke lantai (3), tunggu sampai hilang rasa vertigo, kemudian duduk dengan
kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan dan kemudian ke arah lantai (4), masing-masing
gerakan ditunggu lebih kurang 30 – 60 detik. Dapat dilakukan juga untuk sisi yang lain
berulang kali sampai terasa vertigo hilang.
Untuk Rolling / Barbeque maneuver, dilakukan dengan cara berguling sampai 360′,
mula-mula posisi tiduran kepala menghadap ke atas, jika vertigo kiri, mulai berguling ke
kiri (kepala dan badan) secara perlahan-lahan, jika timbul vertigo, berhenti dulu tapi jangan
balik lagi, sampai hilang, setelah hilang berguling diteruskan, sampai akhirnya kembali ke
posisi semula.
2. Latihan Semont Liberatory
Keterangan Gambar :
Pertama posisi duduk (1), untuk gangguan vertigo telinga kanan, kepala menoleh
ke kiri, kemudian langsung bergerak ke kanan sampai menyentuh tempat tidur (2) dengan
posisi kepala tetap, tunggu sampai vertigo hilang (30-6- detik), kemudian tanpa merubah
posisi kepala berbalik arah ke sisi kiri (3), tunggu 30-60 detik, baru kembali ke posisi
semula. Hal ini dapat dilakukan dari arah sebaliknya, berulang kali.
3. Latihan Brand-Darroff exercise :
Keterangan Gambar :
Hampir sama dengan Semont Liberatory, hanya posisi kepala berbeda, pertama
posisi duduk, arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik
posisi duduk, arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri, masing-masing
gerakan ditunggu kira-kira 1 menit, dapat dilakukan berulang kali,pertama cukup 1-2 kali
kiri kanan, besoknya makin bertambah.
Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal dilakukan.
Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya komplikasi berupa
gangguan pendengaran dan kerusakan nervus fasialis. Tindakan yang dapat dilakukan
berupa oklusi kanalis semisirkularis posterior, pemotongan nervus vestibuler dan
pemberian aminoglikosida trastimpanink.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono M,Sidharta P.Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat; 2008.
2. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and
Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008, Vol 69, No 6
3. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with
Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins)
4. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular
migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338
5. Lumbantobing SM. Neurogeriatri, Jakarta ; Balai Penerbit FKUI ; 2011
6. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care, BJMP
2010;3(4):a351
7. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that Needed
for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254 (1732): 19-23.