LAPAS RADIOLOGI
-
Upload
indah-mustika-dewi -
Category
Documents
-
view
215 -
download
29
description
Transcript of LAPAS RADIOLOGI
REFLEKSI KASUS
ANKYLOSING SPONDILITIS
OLEH :
Henny Harianty 01.208.5668
Indah Mustika Dewi 01.208.5678
Maya Mareta 01.208.5709
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS RADIOLOGI
Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis Bagian Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Nama : Henny Harianty 01.208.5668
Indah Mustika Dewi 01.208.5678
Maya Mareta 01.208.5709
Judul : Laporan Kasus Pasien dengan Ankylosing Spondilitis
Bagian : Ilmu Radiologi
Fakultas : Kedokteran Unissula
Pembimbing : dr. Bambang Satoto, Sp. Rad.
Telah diajukan dan disahkan
Semarang, Februari 2013
Pembimbing
Dr. Bambang Satoto, Sp. Rad
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3
2.1 ANATOMI VERTEBRA ......................................................... 3
2.2 ANKYLOSIS SPONDILITIS................................................... 12
2.2.1 Definisi ......................................................................... 12
2.2.2 Epidemiologi ................................................................ 13
2.2.3 Patofisiologi .................................................................. 13
2.2.4 Gambaran klinis daerah yang terkena .......................... 13
2.2.5 Diagnosis ...................................................................... 16
2.2.6 Penegakan diagnosis radiologi ..................................... 18
2.2.7 Medikasi........................................................................ 23
2.2.8 Prognosis....................................................................... 23
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................... 25
3.1. Identitas Penderita .................................................................. 25
3.2. Anamnesa ............................................................................... 25
3.3. Diganosa .............................................................................. 25
3.4. Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 26
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................. 28
BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ankylosing Spondylitis (spinal osteoarthritis) adalah suatu gangguan
degeneratif yangdapat menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi normal
tulang belakang. Proses vical,thoracal, dan atau lumbal dari tulang belakang
memngaruhi diskus intervertebralis danfacet join.
Spondylosis mempengaruhi 0,1-1,0 % dari populasi dunia. Penyakit ini
paling umumpada orang Eropa utara dan paling lazim banyak ditemukan di
Afrika.
Ankylosing spondylosi dihubungkan dengan genetic umum ( antigen
leukosit manusia / HLA). HLA B 27 dan proses patologi pada umumnya.
Kasus Spondylitis pertama kalididokumentasikan pada tahun1691.
Pasien ankylosing spondylitis cenderung memiliki tubuh condong ke
depan, danberpostur menekuk ke depan karena gravitasi. Tulang belakang
bisa dikoreksi melaluiprosedur pembedahan kompleks yang berisiko cedera
neurologis.
Ankylosing spondylitis juga merupakan penyakit rematik sistemik yang
dapatmenyebabkan peradangan sendi dan organ-organ lain, seperti jantung,
paru-paru, danginjal. Ankylosing spondylitis paling umum pada pria usia
muda.
1
2
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui cara
mendiagnosa terutama secara radiologis dan mengelola pasien dengan tepat
berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesa dan pemeriksaan penunjang
pada pasien ankylosing spondilitis.
1.3 Manfaat
Dengan penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
media belajar bagi mahasiswa klinik sehingga dapat mendiagnosa terutama
secara radiologis dan mengelola pasien dengan permasalahan seperti pada
pasien ini secara komprehensif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Vertebra
Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah
tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal,
torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi
tulang sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang
yaitu tulang sakum dan koksigeus. Kolumna vertebralis mempunyai lima
fungsi utama, yaitu:
(1) menyangga berat kepala dan dan batang tubuh
(2) melindungi medula spinalis
(3) memungkinkan keluarnya nervi spinalis dari kanalis spinalis
(4) tempat untuk perlekatan otot-otot
(5) memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh
Tulang vertebra secara gradual dari cranial ke caudal akan membesar
sampai mencapai maksimal pada tulang sakrum kemudian mengecil sampai
apex dari tulang koksigeus. Struktur demikian dikarenakan beban yang harus
ditanggung semakin membesar dari cranial hingga caudal sampai kemudian
beban tersebut ditransmisikan menuju tulang pelvis melalui articulatio
sacroilliaca. Korpus vertebra selain dihubungkan oleh diskus intervertebralis
juga oleh suatu persendian sinovialis yang memungkinkan fleksibilitas tulang
punggung, kendati hanya memungkinkan pergerakan yang sedikit untuk
3
4
mempertahankan stabilitas kolumna vertebralis guna melindungi struktur
medula spinalis yang berjalan di dalamnya. Stabilitas kolumna vertebralis
ditentukan oleh bentuk dan kekuatan masing-masing vertebra, diskus
intervertebralis, ligamen dan otot-otot .
Vertebra lumbalis terletak diregio punggung bawah antara regio torakal
dan sakrum. Vertebra pada regio ini ditandai dengan korpus vertebra yang
berukuran besar, kuat dan tiadanya costal facet. Vertebra lumbal ke 5 (VL5)
merupakan vertebra yang mempunyai pergerakan terbesar dan menanggung
beban tubuh bagian atas.
Setiap vertebra lumbal dibagi atas 3 set elemen fungsional yaitu :
a. Elemen anterior atau korpus vertebra
Merupakan komponen utama dari kolumna vertebralis. Berfungsi untuk
mempertahankan diri dari beban kompresi yang tiba pada kolumna
vertebra bukan saja dari berat badan, tetapi juga dari kontraksi otot-otot
punggung.
b. Elemen posterior
Elemen posterior berfungsi untuk mengatur kekuatan pasif dan aktif yang
mengenai kolumna vertebralis dan juga mengatur gerakannya. Prosesus
artikularis memberikan mekanisme locking yang menahan tergelincirnya
ke depan dan terpilinnya korpus vertebra. Prosesus spinosus, transversus,
mamilaris dan aksesorius menjadi tempat melekatnya otot sekaligus
menyusun pengungkit untuk memperbesar kerja otot-otot tersebut.
Lamina merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan prosesus
5
artikularis superior ke pedikel sehingga ia rentan terhadap trauma seperti
fraktur pars artikularis.
c. Elemen tengah
Elemen tengah terdiri dari pedikel. Pedikel berfungsi menghubungkan
elemen posterior dan anterior, memindahkan kekuatan yang mengontrol dari
elemen posterior ke anterior.
Vertebra sakrum merupakan tulang yang berbentuk segitiga dan
merupakan fusi dari kelima segmen vertebra segmen sakral. Sakrum berperan
dalam stabilisasi dan kekuatan dari pelvis serta mentransmisikan berat badan
tubuh ke pelvis .
Persendian pada kolumna vertebralis ada 2 yaitu persendian antara 2
korpus vertebra (amphiarthrodial) dan antara 2 arkus vertebra (arthrodial).
Persendian ini membentuk apa yang disebut motion segmen .Persendian
antara 2 vertebra disebut persendian amfiartrodial dimana permukaan tulang
dihubungkan baik oleh fibrokartilago diskus atau oleh ligamen interoseus,
sehingga pergerakan menjadi terbatas tetapi bila keseluruhan vertebra
bergerak maka rentang gerakan dapat diperhitungkan.
Persendian amfiartrodial melibatkan komponen-komponen sebagai
berikut:
a. Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis merupakan suatu bantalan penghubung
antar dua korpus vertebra yang di desain untuk menahan beban peredam
6
getaran (shock absorbers) selama berjalan, melompat, berlari dan
memungkinkan terjadinya gerakan kolumna vertebralis.
Diskus intervertebralis terdiri dari 3 komponen yaitu :
1) Nukleus sentralis pulposus gelatinous
Nukleus pulposus terdiri dari matrik proteoglikans yang
mengandung sejumlah air (±80%), semitransparan, terletak ditengah
dan tidak mempunyai anyaman jaringan fibrosa.
2) Anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus
Anulus fibrosus merupakan suatu cincin yang tersusun oleh
lamellae fibrocartilogenea yang konsentris yang membentuk
circumfereria dari diskus intervertebralis. Cincin tersebut diselipkan
di cincin epifisis pada fasies artikularis korpus vertebra. Serabut-
serabut yang menyusun tiap lamella berjalan miring dari satu
vertebra ke vertebra lainnya, serabut-serabut dari suatu lamella
secara khas berjalan pada sisi kanan menuju yang berdekatan. Pola
seperti ini, walaupun memungkinkan terjadinya suatu gerakan antar
dua vertebra yang berdekatan juga berfungsi sebagai pengikat yang
erat antar dua vertebra tersebut .
3) Sepasang vertebra endplate yang mengapit nukleus
Sepasang vertebra endplate adalah merupakan permukaan
datar teratas dan terbawah dari suatu diskus intervertebralis.
Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang
diisi air yang diletakkan di antara ke dua telapak tangan . Bila suatu
7
tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebra maka tekanan itu
akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila
suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nukleus polposus akan
melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang
berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra
seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi. Diskus intervertebralis sendiri
merupakan jaringan non innervasi dan non vaskuler sehingga apabila
terjadi kerusakan tidak bisa terdeteksi oleh pasien meskipun sudah
berlangsung dalam waktu lama .
Ligamen longitudinal anterior
Ligamen longitudinal anterior melapisi dan menghubungkan bagian
anterolateral korpus vertebra dan diskus intervertebralis, terbentang dari
permukaan anterior sakrum hingga ke tuberkulum anterior vertebra
servikal 1 dan tulang oksipital di sebelah anterior foramen magnum.
Ligamen ini melekat pada korpus vertebra dan diskus
intervertebralis .Fungsi ligamen anterior tersebut adalah untuk
memelihara stabilitas pada persendian korpus vertebralis dan mencegah
hiperekstensi kolumna vertebralis .
Ligamen longitudinal posterior
Ligamen longitudinal posterior lebih sempit dan lebih lemah dari
ligamen anterior, terbentang dalam kanalis vertebralis di dorsal dari
korpus vertebralis. Ligamen ini melekat pada diskus intervertebralis dan
8
tepi posterior dari korpus vertebra mulai vertebra servikal 1 sampai
sakrum. Ligamentum ini dilengkapi akhiran saraf nyeri (nociceptor).
Ligamen posterior berperan mencegah hiperfleksi kolumna vertebralis
serta mencegah herniasi diskus intervertebralis .
Persendian antara 2 arkus vertebra (arthrodial) dibentuk oleh
prosesus artikularis superior dari 1 vertebra dengan prosesus artikularis
inferior vertebra di atasnya disebut sebagai zygapophyseal joint/facet
joint atau sendi faset. Arah permukaan sendi faset mencegah/membatasi
gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan sendi faset. Di regio
lumbal, sendi fasetnya memiliki arah arah sagital dan medial, sehingga
memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi dan lateral fleksi, namun
tidak memungkinkan terjadinya gerakan rotasi. Pada sikap lordosis
lumbalis (hiperekstensi lumbal) kedua faset saling mendekat sehingga
gerakan kelateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi
sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua faset saling menjauh
sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar.
Ligamen-ligamen yang memperkuat persendian di kolumna
vertebralis regio lumbal adalah :
a. Ligamen flavum
Ligamen flavum merupakan ligamen yang menghubungkan
lamina dari dua arkus vertebra yang berdekatan. Ligamen ini
panjang, tipis dan lebar diregio servikal, lebih tebal di regio torakal
dan paling tebal di regio lumbal. Ligamen ini mencegah terpisahnya
9
lamina arkus vertebralis dan juga mencegah terjadinya cidera di
diskus intervertebralis. Ligamen flavum yang kuat dan elastis
membantu mempertahankan kurvatura kolumna vertebralis dan
membantu menegakkan kembali kolumna veretbralis setelah posisi
fleksi.
b. Ligamen interspinosus
Ligamen interspinosus merupakan ligamen yang
menghubungkan prossesus spinosus mulai dari basis hingga apex,
merupakan ligamen yang lemah hampir menyerupai membran
c. Ligamen intertranversus
Ligamen intertranversus adalah ligamen yang
menghubungkan prossesus tranversus yang berdekatan. Ligamen ini
di daerah lumbal tipis dan bersifat membranosa.
d. Ligamen supraspinosus
Ligamen supraspinosus menghubungkan prosesus spinosus di
daerah apex vertebra servikal ke 7 (VC7) sampai dengan sakrum.
Ligamen ini dibagian kranial bergabung dengan ligamen nuchae.
Ligamen supraspinosus ini kuat, menyerupai tali
Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi
gerakannya. Otot yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap
tegak dan secara aktif mengekstensikan vertebrae lumbalis adalah : m.
quadraus lumborum, m. sacrospinalis, m. intertransversarii dan m.
interspinalis. Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis
10
mencakup : m. obliqus eksternus abdominis, m. internus abdominis, m.
transversalis abdominis dan m. rectus abdominis, m. psoas mayor dan m.
psoas minor. Otot latero fleksi lumbalis adalah m. quadratus lumborum,
m. psoas mayor dan minor, kelompok m. abdominis dan m.
Intertransversarii. Jadi dengan melihat fungsi otot punggung di bawah
berfungsi menggerakkan punggung bawah dan membantu
mempertahankan posisi tubuh berdiri.
Medulla spinalis dilindungi oleh vertebra. Radik saraf keluar
melalui kanalis spinalis, menyilang diskus intervertebralis di atas
foramen intervertebralis.
Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang
dua yaitu ramus anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf
tersebut mempersarafi sendi faset. Akibat berdekatnya struktur tulang
vertebra dengan radik saraf cenderung rentan terjadinya gesekan dan
jebakan radik saraf tersebut. Semua ligamen, otot, tulang dan sendi faset
adalah struktur tubuh yang sensitif terhadap rangsangan nyeri, karena
struktur persarafan sensoris. Kecuali ligamen flavum, diskus
intervertebralis dan ligamentum interspinosum, karena tidak dirawat oleh
saraf sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur
tersebut di atas seperti tekanan dan tarikan dapat menimbulkan keluahan
nyeri. Nyeri punggung bawah sering berasal dari ligamentum
longitudinal anterior atau posterior yang mengalami iritasi. Nyeri
artikuler pada punggung bawah berasal dari fasies artikularis vertebra
11
beserta kapsul persendiannya yang sangat peka terhadap nyeri. Nyeri
yang berasal dari otot dapat terjadi oleh karena aktivitas motor neuron,
ischemia muscular dan peregangan miofasial pada waktu otot
berkontraksi kuat.
12
2.2 Ankylosing Spondylitis
2.2.1 Definisi
Ankylosing spondylitis adalah bentuk artritis langka yang
menyebabkan peradangan pada tulang belakang dan sendi-sendi
sakroiliaka.Kondisi ini ditandai dengan kekakuan progresif dari
sekelompok sendi dan ligamen di tulang belakang, menyebabkan rasa
sakit kronis dan gangguan mobilitas tulang belakang.Ketika tulang
belakang pasien menjadi lebih kaku, beberapa fraktur stres kecil dapat
berkembang dan patah tulang ini dapat sangat menyakitkan. Jika
parah, ankylosing spondylitis juga dapat menyebabkan fusi
(penggabungan) ligamen tulang belakang dengan cakram/diskus antar
vertebra.
13
2.2.2 Epidemiologi
Ankylosing spondylitis menyerang 0,1-0,2% populasi di
Amerika. Sementara di dunia sebanyak 0,1-1,0% populasi. Penyakit
ini menyerang pada pria di banding wanita sebanyak 3:1. Onset
dimulainya penyakit dimulai pada usia dewasa muda sampai usia awal
dewasa. Sementara pada usia lebih dari 45 tahun jarang ditemukan.
2.2.3 Patofisiologi
Ankylosing spondylitis adalah penyakit inflamasi kronis yang
melibatkan sendi sakroiliaka, kerangka aksial, dan sendi
perifer.Etiologinya tidak diketahui tetapi melibatkan interaksi faktor
genetic dan lingkungan.
Patologi utama dari Ankylosing spondylitis adalah proses
peradangan kronis, termasuk CD4, CD8, limfosit T dan makrofag.
Sitokin, terutama tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan Transforming
Group Factor-β (TGF-β), juga penting dalam proses inflamasi dengan
menyebabkan fibrosis dan pengerasan di tempat terjadinya
peradangan.
2.2.4 Gambaran Klinis Daerah Yang Terkena
2.2.4.1 Diskus Intervertebralis
Ketika orang menua terjadi perubahan biokimiawi tertentu yang
mempengaruhi jaringan di seluruh tubuh. Pada tulang belakang,
struktur dari diskus intervertebralis (annulus fibrosus,lamellae, dan
nucleus pulposus) mungkin dapat mengalami perubahan biokimiawi
14
tersebut. Annulus fibrosus tersusun dari 60 atau lebih pita yang
konsentris dari serabut kolagen yang dinamakan lamellae. Nucleus
pulposus adalah suatu bahan seperti gel didalam diskus
intervertebralis yang dibungkus oleh annulus fibrosus.Serabut kolagen
membentuk nukelus bersama dengan air dan proteoglikan.
Efek degeneratif dari penuaan dapat melemahkan struktur dari
annulus fibrosus yang menyebabkan bantalan melebar dan robek. Isi
cairan didalam nucleus menurun sesuai dengan usia, mempengaruhi
kemampuannya untuk melawan efek kompresi (peredam getaran).
Perubahan struktural karena degenerasi dapat mengurangi ketinggian
diskus dan meningkatkan risiko herniasi diskus.
2.2.4.2 Facet Joint
Sendi facet disebut juga dengan zygapophyseal joints.Masing-
masing korpus vertebrae memiliki empat sendi yang bekerja seperti
engsel.Ini adalah persendian tulang belakang yang dapat
menyebabkan ekstensi, fleksi, dan rotasi.Seperti sendi lainnya,
permukaan sendi dari tulang memiliki lapisan yang tersusun dari
kartilago.Kartilago adalah jenis jaringan konektif tertentu yang
memiliki permukaan gesekan rendah karena memiliki lubrikasi
sendiri.Degenerai facet joint menyebabkan hilangnya kartilago dan
pembentukan osteofit.Perubahan ini dapat menyebabkan hipertrofi
atau osteoarthritis, dikenal juga sebagai degenerasi joint disease.
15
2.2.4.3 Tulang dan ligament
Osteofit dapat terbentuk berdekatan dengan lempeng
pertumbuhan tulang, sehingga dapat mengurangi aliran darah ke
vertebra.Kemudian permukaan pertumbuhan tulamg dapat kaku,
terjadi suatu penebalan atau pengerasan tulang dibawah lempeng
pertumbuhan.Ligament adalah pita dari jaringan ikat yang
menghubungkan struktur tulang belakang dan melindungi dari
hiperekstensi.Namun demikian, perubahan degeneratif dapat
menyebabkan ligament kehilangan kekuatannya.
2.2.4.4 Tulang Cervical
Kompleksitas anatomi dan pergerakan yang luas membuat
segmen ini rentan terhadap gangguan yang berkaitan dengan
perubahan degeneratif.Nyeri leher sering terjadi.Nyeri dapat menjalar
ke bahu ata ke lengan kanan.Ketika suatu osteofit dapat
mengakibatkan kompresi akar syaraf, kelemahan tangan mungkin
tidak disadari. Pada kasus yang jarang, osteofit pada dada dapat
mengakibatkan susah menelan (disfagia).
2.2.4.5 Vertebra Thorakalis
Nyeri yang berkaitan dengan penyakit degeneratif sering dipicu
oleh fleksi kedepan dan hiperekstensi. Pada diskus vertebrae torakalis
nyeri dapat disebabkan oleh fleksi facet join yang hiperekstensi.
16
2.2.4.6 Vertebra Lumbalis
Spondylosis sering kali mempengaruhi vertebra lumbalis pada
orang diatas usia 40 tahun. Nyeri dan kekakuan badan merupakan
keluhan utama.Biasanya mengenai lebih dari satu vertebrae.Vertebrae
lumbalis menopang sebagian besar berat badan.Oleh karenanya,
gerakan dapat merangsang serabut saraf nyeri pada annulus fibrosus
dan facet joint.Pergerakan berulang seperti mengangkat dan
membungkuk dapat meningkatkan nyeri.
2.3 Diagnosis
2.3.1 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menyeluruh mengungkapkan banyak tentang
kesehatan dan keadaan umum pasien. Pemeriksaan termasuk ulasan
terhadap riwayat medis dan keluarga pasien.Palpasi untuk menentukan
kelainan tulang belakang, daerah dengan nyeri tekan, dan spasme otot.
2.3.2 Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis dengan memeriksa gejala-gejala pasien
termasuk nyeri, kebas, paresthesias, sensasi, motoris, spasme otot,
kelemahan, gangguan perut, dan kandung kemih.Pemeriksaan range of
motion, mengukur tingkatan sampai sejauh mana pasien dapat
melakukan gerak fleksi, ekstensi, miring ke lateral, dan rotasi tulang
belakang.
17
2.3.3 Pencitraan
Radiografi (x-rays) dapat memperlihatkan berkurangnya diskus
vertebralis dan osteofit. Namun tidak sejelas CT-scan atau MRI.CT-
scan dapat digunakan untuk mengungkap adanya perubahan tulang
yang berhubungan dengan spondylosis.MRI mampu memperlihatkan
kelainan diskus, ligament, dan nervus.
2.3.4 Kriteria Diagnosis
Untuk memudahkan menegakkan diagnosis telah dibuat kriteria-
kriteria tertentu; umumnya berdasarkan atas gejala klinis dan
pemeriksaan radiologis. Kriteria diagnostik pertama yang dibuat
adalah kriteria Roma yang dibuat pada tahun 1961, kemudian disusul
dengan munculnya kriteria New York pada tahun 1966 dan akhirnya
muncul kriteria yang terakhir yaitu kriteria New York yang
mengalami modifikasi pada tahun 1984.
Modifikasi kriteria New York (1984) terdiri dari :
1. Nyeri pinggang paling sedikit berlangsung selama 3 bulan,
membaik dengan olah raga dan tidak menghilang dengan
istirahat.
2. Keterbatasan gerak vertabra lumbal pada bidang frontal rnaupun
sagital.
3. Penurunan relatif derajat ekspansi dinding dada terhadap umur
dan jenis kelamin.
4. Sacroiliitas bilateral grade 2-4.
18
5. Sacroiliitis unilateral grade 3-4.
Diagnosis ankylosing spondylitis definitif apabila terdapat
sacroiliitis unilateral grade 3-4 atau sacroiliitis bilateral grade 2-4
disertai dengan salah satu gejaia klinis di atas
2.4 Penegakan Diagnosis Radiologi
Radiografi yang paling penting teknik pencitraan untuk deteksi,
diagnosis, dan tindak lanjut pemantauan pasien dengan ankylosing
spondylitis.Morfologi tulang secara keseluruhan dan kalsifikasi halus dan
ossifications bisa ditunjukkan baik secara radiografi. Diagnosis dapat dibuat
jika fitur radiografi khas dari ankylosing spondylitis hadir.
2.4.1 X foto polos:
Sakroiliitis terjadi di awal perjalanan dari ankylosing spondylitis
dan dianggap sebagai ciri dari penyakit.Radiografi, tanda paling awal
adalahkesuraman dari sendi.Sendi awalnya melebar sebelum akhirnya
menyempit.Erosi tulang subchondral di sisi iliaka dari sendi terlihat,
ini diikuti oleh sclerosis subchondral dan proliferasi tulang (lihat
gambar di bawah).
19
Gambar 2.1. Bilateral sakroiliitis.Radiograf frontal menunjukkan erosi sacroiliac bilateral bersama dan iliaka sclerosis sisi subchondral.
Sakroiliitis yang terlihat di Ankylosing Spondylosis biasanya
bilateral, simetris, dan secara bertahap progresif selama bertahun-
tahun.Lesi menunjukkan perubahan progresif yaitu “blurring” pada
permukaan tulang subchondral menjadi erosi ireguler pada tepi sendi
sakroiliaka (pseudowidening) untuk sclerosis, penyempitan, dan
akhirnya fusi.
Erosi tulang subchondral dari sendi sakroiliaka biasanya terlihat
dini di bagian bawah sendi (karena bagian ini dipagari oleh sinovium)
dan di sisi iliaka (karena tulang kartilago ini meliputi sisi sendi).
Tanda-tanda radiografi Ankylosing Spondylosis adalah akibat
enthesitis, terutama dari anulus fibrosus. Tanda-tanda radiografi awal
termasuk “squaring” dari badan vertebra yang disebabkan oleh erosi
dari margin superior dan inferior, yang mengakibatkan hilangnya
kontur cekung normal dari permukaan anterior badan vertebra (lihat
gambar bawah). Lesi inflamasi pada entheses tulang belakang dapat
mengakibatkan sclerosis dari margin superior dan inferior badan
vertebra, disebut sudut mengkilap (Romanus lesi).
20
2.4.2 CT SCAN
CT scan dari sendi Sakroiliaka, tulang belakang, dan sendi
perifer dapat mengungkapkan bukti sakroiliitis awal, erosi, dan
enthesitis yang tidak jelas pada radiografi standar. Fitur seperti erosi
sendi, sclerosis subchondral (lihat gambar bawah),dan ankilosis tulang
yang divisualisasikan lebih baik pada CT scan dari pada radiografi,
namunbeberapa varian normal sendi sacroiliaka dapat mensimulasikan
fitur sakroiliitis
Radiograf lateral menunjukkan erosi sudut anterior pada T12 dan L1 tubuh
vertebralis.Tanda sudut khas mengkilap (atau lesi Romanus) hadir (panah).
Gambar. 2.2 Antero posterior radiografi tulang belakang pasien dengan ankylosing spondylitis. Pengerasan fibrosus anulus di
berbagai tingkat dan squaring dari badan vertebra dapat diamati
21
2.4.3 MRI
MRI mungkin memiliki peran dalam diagnosis awal
sakroiliitis.Deteksi peningkatan sinovial pada MRI ditemukan
berkorelasi dengan aktivitas penyakit, yang diukur dengan penanda
laboratorium inflamasi.MRI telah ditemukan untuk menjadi lebih
unggul CT scan dalam mendeteksi perubahan tulang rawan, erosi
Bilateral sakroiliitis. Aksial CT scan menunjukkan erosi dan iliaka sclerosis sisisubchondral sendi-sendi sacroili
ac
Ektasia dural. Aksial postmyelographic CT scan menunjukkan dural menonjol ektasia dengan scalloping dari vertebra
yang berdekatan.
22
tulang, dan perubahan tulang subkondral. MRI juga sensitif dalam
penilaian aktivitas penyakit yang relatif dini
MRI lebih sensitif dibandingkan baik radiografi atau CT scan
dalam mendeteksi perubahan awal tulang rawan dan edema sumsum
tulang dari sendi-sendi sacroiliaka.Meskipun sensitif dalam
mendeteksi sakroiliitis, MRI tidak spesifik untuk mendiagnosis
ankylosing spondylitis sebagai penyebab sakroiliitis.
2.4.4 Nuclear Imaging
Skintigrafi tulang mungkin membantu untuk pasien dengan
ankylosing spondylitis yang disarankan dalam temuan foto toraks
Pseudoarthrosis. Sagital T1-tertimbang MRI menunjukkan lesi T11-T12
diskovertebral menonjol (panah) dengan keterlibatan elemen posterior (kepala
panah)
Pseudoarthrosis (pasien yang sama seperti pada gambar
sebelumnya).
23
normal atau samar-samar.Skintigrafi memiliki sensitivitas yang tinggi
tetapi spesifisitas rendah dalam diagnosis sakroiliitis.
2.5 Medikasi
Tidak ada tindakan pencegahan atau pengobatan definitif
untuk individu dengan Ankylosing spondylosis. Diagnosis dini
dan pendidikan pasien yang tepat adalah penting.Nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAIDs) biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri
dan mengurangi peradangan.Pembedahan ini diarahkan untuk resolusi
komplikasi yang berhubungan dengan Ankylosing Spondylosis.Tidak ada
pengobatan bedah kuratif.Pengobatan konservatif berhasil dalam 75% dari
seluruh waktu.
2.6 Prognosis
Hasil pada pasien dengan ankylosing spondylitis umumnya baik
dibandingkan pada pasien dengan rheumatoid arthritis.Pasien sering
Kuantitatif skintigrafi
24
membutuhkan terapi anti-inflamasi jangka panjang.Cacat fisik parah tidak
umum di antara pasien dengan AS.Masalah dengan mobilitas terjadi pada
sekitar 47% pasien. Cacat ini berkaitan dengan durasi penyakit, perifer
arthritis, tulang belakang keterlibatan serviks, usia yang lebih muda saat onset
gejala, dan penyakit hidup bersama. Kecacatan telah ditunjukkan untuk
meningkatkan dengan jangka waktu latihan atau koreksi bedah keterlibatan
tulang perifer bersama dan serviks
25
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Penderita
Nama : Tn. Juharno Heru Warsito
Usia : 59 th
Jenis kelamin : Laki Laki
Alamat : Samirejo RT 02/ RW 04 Dawe, Kudus
3.2. Anamnesa (Aloanamnesa)
Seorang pasien laki-laki dengan usia 59 tahun tahun datang ke Poli
Penyakit Dalam pada tangal 12 Januari 2013. ± 2 hari sebelum pasien dirawat
di Rumah sakit, pasien merasa sakit pada bagian punggung dirasakan sekitar
5 hari. Sakit dirasakan hilang timbul. Rasa sakit berkurang setelah
beristirahat. Dan terasa kelemahan pada daerah pinggang bawah. Selain itu
pasien merasa kesulitan dalam berjalan. Keluhan lain yang dirasa : muntah (-)
, mual (-) , BAB (+) , BAK . Setelah itu pasien kePoli Penyakit Dalam di RS
Islam Sultan Agung pukul 09.01 WIB.
3.3. Diagnosis
Spondilitis
26
27
3.4. Pemeriksaan Penunjang
3.2.1. Pemeriksaan Radiologi
3.2.1.1. Gambaran thoraks (X-foto thoracolumbal)
28
3.2.1.2. Pembacaan Hasil Foto Toraks ( Vertebra Thorakolumbal)
Stuktur tulang Parotik.
Alignment baik, tak tampak listesis.
Tampak korpus vertebra thoracal 12 memipih dan
sklerotik.
Pedikel, Proc.Spinosus dan transversus baik.
Tampak Following corpus vertebra thoracolumbal
( Bamboo Spine ).
Tak tampak penyempitan discus dan foramen
interventerbalis.
3.2.1.3. KESAN
KOMPRESI KORPUS VERTEBRA THORACAL 12
GAMBARAN ANKYLOSING SPONDILITIS
DEGENERATIF SPINE DIEASASE
BAB IV
PEMBAHASAN
Ankylosing Spondylitis (spinal osteoarthritis) adalah suatu gangguan
degeneratif yang dapat menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi normal tulang
belakang, sehingga memerlukan diagnosis yang tepat agar tidak terjadi kesalahan
dalam penanganannya. Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang
yang dibutuhkan dalam kasus ini, karena radiologi dapat memberikan penjelasan
secara gambar tentang letak dari gangguan ini. Dalam kasus ini mendapatkan,
seorang laki-laki umur 59 tahun datang ke Poli Penyakit Dalam RSISA pada
tangal 12 Januari 2013 mengeluhkan pasien merasa sakit hilang timbul pada
bagian punggung yang dirasakan sekitar 5 hari. Rasa sakit berkurang setelah
beristirahat. Dan terasa kelemahan pada daerah pinggang bawah. Selain itu pasien
merasa kesulitan dalam berjalan. Setelah dilakukan pemeriksaan radiologi
didapatkan kesan adanya kompresi korpus vertebra thoracal 12, gambaran
ankylosing spondilitis, digeneratif spine disease.
29
BAB V
KESIMPULAN
1. Ankylosing spondylitis adalah proses degeneratif yang dapat mengenai
daerah cervical, thoracal, dan lumbal dari tulang belakang dengan
mempengaruhi diskus intervertebralis dan facet joint.
2. Pada pemeriksaan radiografi (x-ray) dapat memperlihatkan berkurangnya
tebal diskus intervertebralis dan tampak adanya osteofit.
3. Pemeriksaan ct-scan dilakukan jika pada x-foto polos tampak
normal. Erosi sendi, sclerosis subchondral, dan ankilosistulang yang divisuali
sasikan lebih baik pada CT scan daripada radiografi.
4. MRI lebih unggul dari CT scan dalam mendeteksi perubahan tulang rawan,
erosi tulang, dan perubahan tulang subkondral. MRI juga sensitif dalam
penilaian aktivitas penyakit yang relatif dini.
30
REFERENSI
1. Hanson JA, Mirza S. Predisposition for spinal fracture in ankylosing spondylitis. AJR Am J Roentgenol. Jan 2000;174(1):150
2. Wilfred CG Peh, MD, MBBS, FRCP. Imaging in Ankylosing Spondylitis.http://emedicine.medscape.com/article/386639-overview#showall
3. Lawrence H Brent, MD. Ankylosing Spondylitis and Undifferentiated Spondyloarthropathy http://emedicine.medscape.com/article/332945-overview
4. S Craig Humphreys, MD. Ankylosing Spondylitis in Orthopedic Surgeryhttp://emedicine.medscape.com/article/1263287-overview
5. Jennifer H. Jang,Michael M. Ward, Adam N. Rucker, John D. Reveille, John C. Davis, Jr,Michael H. Weisman, and Thomas J. Learch. Ankylosing Spondylitis: Patterns of Radiographic Involvement—A Re-examination of Accepted Principles in a Cohort of 769 Patients. Radiology January 2011 258:192-198; Published online October 22, 2010, doi:10.1148/ radiol.10100426
6. Baraliakos, X., Listing, J., Rudwaleit, M., Sieper, J. and Braun, J. (2009), Development of a radiographic scoring tool for ankylosing spondylitis only based on bone formation: Addition of the thoracic spine improves sensitivity to change. Arthritis Care & Research, 61: 764–771. doi: 10.1002/art.24425
31