Lapak MTU

49
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi telur dan daging unggas tidak dapat terlepas dengan proses penetasan. Saat ini, penetasan telur unggas di pedesaan masih banyak yang menggunakan induk untuk menetaskan telur. Hal ini dirasa kurang efektif karena jumlah telur yang dapat ditetaskan per induk relative sedikit, yaitu hanya berkisar antara 5 sampai 10 telur. Sementara kebutuhan konsumsi telur dan daging terus meningkat seiring dengan semakin meningkatnya populasi penduduk di Indonesia, sehingga dibutuhkan suatu teknologi untuk dapat menetaskan telur unggas sesuai dengan permintaan. Salah satu teknologi yang sampai saat ini mulai digunakan adalah mesin penetasan. Penetasan telur unggas sudah mulai dilakukan di berbagai daerah. Usaha penetasan telur unggas dengan mesin tetas di Indonesia pada umumnya menggunakan mesin tetas dengan kapasitas 250– 350 butir/unit baik dalam skala usaha kecil, menengah hingga skala besar. Usaha peternakan unggas sebagai penghasil telur dan daging semakin mengarah pada usaha komersial yang pengelolaannya harus dilaksanakan secara efisien.

description

laporan praktikum mtu

Transcript of Lapak MTU

Page 1: Lapak MTU

1

I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan produksi telur dan daging unggas tidak dapat terlepas dengan

proses penetasan. Saat ini, penetasan telur unggas di pedesaan masih banyak yang

menggunakan induk untuk menetaskan telur. Hal ini dirasa kurang efektif karena

jumlah telur yang dapat ditetaskan per induk relative sedikit, yaitu hanya berkisar

antara 5 sampai 10 telur. Sementara kebutuhan konsumsi telur dan daging terus

meningkat seiring dengan semakin meningkatnya populasi penduduk di

Indonesia, sehingga dibutuhkan suatu teknologi untuk dapat menetaskan telur

unggas sesuai dengan permintaan.

Salah satu teknologi yang sampai saat ini mulai digunakan adalah mesin

penetasan. Penetasan telur unggas sudah mulai dilakukan di berbagai daerah.

Usaha penetasan telur unggas dengan mesin tetas di Indonesia pada umumnya

menggunakan mesin tetas dengan kapasitas 250– 350 butir/unit baik dalam skala

usaha kecil, menengah hingga skala besar.

Usaha peternakan unggas sebagai penghasil telur dan daging semakin

mengarah pada usaha komersial yang pengelolaannya harus dilaksanakan secara

efisien. Pengembangan usaha penetasan telur unggas komersial seyogyanya harus

dapat memenuhi permintaan dengan tidak mengabaikan kualitasnya, sehingga

tercapai kepuasan antara produsen dan konsumen. Oleh karena itu melalui

praktikum ini kita dapat mengetahui pelaksanaan manajemen penetasan pada

unggas khususnya ayam.

Page 2: Lapak MTU

2

1.2. Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui dan mengerti cara kerja dari mesin tetas serta melaksanakan

cara fumigasi mesin tetas yang benar.

2. Mengetahui dan melaksanakan seleksi dan fumigasi telur tetas dengan

benar.

3. Mengetahui dan melaksanakan penetasan telur secara buatan melalui

mesin tetas.

1.3. Waktu dan Tempat

Waktu : Pukul 10.00-12.00 WIB

Tanggal : 21 September 2015, 28 September 2015, dan 5 November 2015

Tempat : Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan

…………..Universitas Padjadjaran

Page 3: Lapak MTU

3

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1. Fumigasi Mesin Tetas

Fumigasi adalah mensucihamakan mesin tetas dari mikroorganisme yang

menenmpel dan atau masuk dalam mesin tetas dengan menggunakan zat kimia.

Zat kimia yang sering digunakan adalah KMnO4 (Kalium permanganat) yang

dicampur dengan Formaldehide 40 %. Mengapa sampai saat ini zat kimia tersebut

masih digunakan? karena zat kimia tersebut tidak merusak mesin tetas dan

peralatannya, tidak tergantung dari suhu dan kelembaban linkungan baik

lingkungan internal dan eksternal dari mesin tetas, murah harganya, mudah

melakukannya, dan mudah didapat/dibelinya, dan yang paling penting tidak

membahayakan operator yang melakukannya serta telur yang fertil yang ada

dalam mesin tetas tersebut. Cara menggunakan zat kimia tersebut adalah sebagai

berikut : mesin tetas dan peralatannya atau telur yang telah dimasukkan dalam

mesin tetas, campuran KMnO4 ( 3 gram ) dicampur dengan 3 sendok makan yang

ditempatkan pada bekas gelas air mineral, kemudian ditutup selama 15 menit,

kemudian dibuka (sudah bisa digunakan). Dalam menjalankan fumigasi sebaiknya

setelah proses penetasan berakhir (Edhy, 2012).

Mesin tetas atau mesin penetas adalah mesin untuk menetaskan telur.

Berdasarkan sistem pemanasan mesin tetas dikelompokan dalam : sistem pemanas

udara diam (still air incubator atau flatt incubator) dan sistem pemanas udara

mengalir (forced draught incubator atau cabinet incubator atau circular air

incubator).

Page 4: Lapak MTU

4

Pada incubator jenis forced-air incubator, jika terjadi lampu mati atau PLN

off maka ventilasi harus dibuka lebih lebar dan bila perlu sesekali di buka

pintunya agar terjadi pertukaran udara segar dan tetap diusahakan suhu ruangan

berada pada kisaran 75oF atau lebih. Sedangkan pada incubator tipe still-air

ventilasi dibiarkan terbuka ¼ atau ½ (tidak berubah atau lebih ditutup) agar panas

dan kelembaban tidak terlalu terpengaruh (Gloryfarm, 2010).

Standar untuk suhu dalam incubator “penetasan” tipe forced air adalah

100oF. untuk jenis forced-air incubators dan 102oF. untuk type still-air incubators.

Suhu pada incubator penetas (hatching) di set 1o F lebih rendah dibandingkan

dengan incubator “pengeram” selama 3 hari sebelum penetasan.

Sedangkan untuk tipe still air, posisi termometer adalah sejajar atau rata

dengan tinggi bagian atas telur atau sekitar 5 cm dari dasar telur. Termometer

haruslah tidak diletakkan diatas telur atau diluar bidang penetasan tetapi

bersebelahan dengannya. Selain itu, mesin incubator juga harus tertutup rapat

untuk menghindari hilang panas atau kelembaban udaranya.

Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas

mengerami dari se-ekor induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam

mengerami telur telur yang dibuahi dari hasil persilangan atau perkawinan dengan

pejantan. Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas

mengerami dari se-ekor induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam

mengerami telur telur yang dibuahi dari hasil persilangan atau perkawinan dengan

pejantan (Gloryfarm, 2010).

Adapun macam-macam dari mesin tetas adalah sebagai berikut :

1. Alat tetas dengan teknologi sekam dan sumber panas matahari

2. Mesin tetas Listrik dengan lampu bohlam sebagai alat pemanasnya

Page 5: Lapak MTU

5

3. Mesin tetas dengan menggunakan lampu minyak

4. Mesin tetas dengan kawat nekelin

5. Mesin tetas dengan kombinasi beberapa hal diatas

6. Mesin tetas otomatis (Gloryfarm, 2010.)

Mesin penetas dapat dibuat sederhana dan dapat pula dibuat secara

otomatis dan besar. Kapasitas mesin tetas dapat dibuat kecil dan besar. Pada

mesin tetas otomatis dan besar misalnya mesin tetas pada perusahaan penetasan

pada umumnya terdiri dari 2 mesin yaitu mesin setter dan hatcher. Mesin setter

berperan untuk incubasi (pengeraman) dan mesin hatcer untuk penetasan.

Fumigasi mesin tetas menggunakan potassium permanganate dan

formalin. Formalin dicampurkan kedalam potassium permanganate dan mesin

tetas ditutup selama 30 menit. Mesin tetas dapat dijalankan 12-24 jam setelah

dilakukan fumigasi. Fumigasi telur tetas juga dilakukan sebelum telur disusun di

dalam mesin tetas (Oluyemi dan Roberts, 1979).

2.2. Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas

Kualitas fisik dan kimia telur tergantung pada kualitas isi telur dan kulit telur.

Faktor kulitas telur dibagi menjadi dua yaitu faktor kualitas eksterior dan interior.

Faktor kualitas eksterior meliputi kebersihan telur, bentuk telur, berat telur, indeks

bentuk telur, dan kedalaman kantung udara. Faktor kualitas interior antaralain

ketebalan kerabang, berat kerabang, dan kandungan nutrien telur. Karakteristik

kimia telur secara keseluruhan meliputi kandungan air, abu, protein, lemak,

Page 6: Lapak MTU

6

karbohidrat, vitamin dan mineral (Rasyaf, 1999). Persyaratan utama telur tetas

yaitu telur dalam kondisi fertil dan berasal dari breeder.

2.2.1.Bentuk Telur dan Permukaan Telur

Bentuk telur tetas adalah bulat telur dalam artiaan tidak terlalu bulat dan

tidak terlalu lonjong. Telur yang tidak normal bentuknya akan menurunkan daya

tetas yaitu telur yang bentuknya normal daya tetasnya sekitar 33,8 % sedangka

telur normal mencapai 71,1 %. Bantuk telur yang tak normal diantaranya lonjong,

bulat, terdapat ban ditengah, kulit tipis/tak berkapur, terlalu kecil, tanpa rongga

udara dan sebagainya

Bentuk telur yang menyimpang merupakan keabnormalan pada telur.

Bentuk telur yang tidak proporsional berupa, bentuk telur yang tidak bulat dan

tidak seimbang perbandingan panjang dan lebarnya (Rasyaf, 1999). Panjang dan

lebar ini merupakan dasar penentuan indeks telur, indeks telur merupakan

perbandingan antara lebar dan panjang telur. Bentuk telur dipengarugi oleh lebar

tidaknya diameter isthmus. Apabila isthmus lebar, maka bentuk telur yang

dihasilkan cenderung bulat dan apabila diameter isthmus sempit, maka bentuk

telur yang dihasilkan cenderung lonjong (Rasyaf, 1999).

Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa bentuk telur tetas yang

lonjong akan menghasilkan anak ayam jantan dan bentuk telur yang bulat akan

menghasilkan ayam betina. Menurut Suprijatna (2006), bentuk telur yang lonjong

akan cenderung menghasilkan anak jantan dan bentuk telur yang bulat cenderung

menghasilkan ayam betina. Akan tetapi hal ini belum bisa di buktikan ke

akuratannya secara pasti.

Page 7: Lapak MTU

7

2.2.2.Bobot Telur

Bobot telur tetas yang baik adalah yang termasuk bobot normal sesuai

dengan jens unggasnya misalnya untuk ayam ras sekitar 55-65 g dan ayam

kampung 45-55 g. Bobot telur tetas yang ditetaskan juga harus seragam. Telur

tetas yang terlalu kecil atau terlalu besar kurang menguntungkan untuk ditetaskan.

Bobot telur tetas sangat tergantung dari banyak faktor antara lain : jenis unggas,

pakan, lingkungan dan lain-lain.

Rasyaf (1999), menyatakan bahwa bobot telur ternyata dapat digunakan

sebagai indicator bobot tetas, dimana telur lebih berat akan menghasilkan DOC

yang lebih berat. Telur yang mempunyai berat lebih besar akan menghasilkan

bobot tetas yang yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang kecil, tetapi

telur yang besar akan menetas lebih lambat. Selanjutnya Sefton dan siegal (1974)

menyatakan bahwa bobot telur denga bobot tetas mempunyai hubungan korelasi

yang positif.

Faktor yang mempengaruhi berat telur yaitu genetik dan umur ayam,

pakan, penyakit, suhu lingkungan, musim, periode produksi (awal atau menjelang

akhir), umur dewasa kelamin, besar tubuh, banyaknya telur yang dihasilkan dan

sistem pengelolaan ayam (Jacob, 2009). Kehilangan berat telur terjadi seiring

bertambahnya waktu penyimpanan telur. Kehilangan berat telur merupakan salah

satu perubahan yang paling jelas karena penyimpanan telur. Hal ini terutama

disebabkan oleh hilangnya kadar air dari albumen. Penurunan berat telur

disebabkan oleh lepasnya gas, seperti CO2, ammonia, nitrogen , dan kadang-

kadang H2S yang sebagian besar merupakan hasil dari perubahan kimia pada telur

(Jacob, 2009).

Page 8: Lapak MTU

8

2.2.3.Warna Kulit telur

Dalam pemilihan telur tetas yang akan ditetaskan harus dipilih yang

seragam (uniform). Pada telur dengan kulit berwarna, maka kulit dengan warna

gelap lebih menghasilkan daya tetas (hatchability) tinggi.

2.2.4.Kulit Telur

Kualitas klit telur berhubungan dengan daya tetas. Kulit telur tebal akan

memberikan daya daya tetas lebih baik dari yang tipis. Selanjutnya tekstur kulit

harus merata. Kulit retak/cacat tidak baik untuk ditetaskan.

2.2.5.Umur telur

Umur telur dalam penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari 7 hari. Suhu

penyimpanan sekitar 10◦-13◦C 50◦-60◦F. Telur yang terlalu lama disimpan

berakibat penurunan daya tetas.

2.2.6.Kebersihan Telur

Telur kotor sering menyebabkan menurunya daya tetas. Pembersihan telur

dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara kering dan secara basah. Pembersihan

telur dapat dilakukan de3ngan air hangat yang mengandung desinfektan.

2.2.7.Kualitas Telur

Telur adalah bakal dari hewan yang dikelilingi oleh kulit yang dikenal

dengan kerabang, dimana kulit ini berfungsi melindungi embrio yang ada

didalam. Ukuran dan bentuk telur unggas berbeda bagi setiap spesies unggas,

tetapi semua telur memiliki tiga bagian utama yaitu kuning telur, putih telur, dan

kerabang telur.

Page 9: Lapak MTU

9

Kualitas telur adalah sesuatu yang dinilai, dilihat dan diamati pada telur

untuk perbandingan baik atau tidaknya telur sehingga dapat dipergunakan untuk

kebutuhan konsumen. Kualitas eksternal dilihat pada kebersihan kulit, tekstur dan

bentuk telur, sedangkan kualitas internal dilihat pada putih telur (albumen)

kebersihan dan viskositas, ukuran sel udara, bentuk kuning telur dan kekuatan

kuning telur. Penurunan kualitas interior dapat diketahui dengan menimbang

bobot telur atau meneropong ruang udara (air cell) dan dapat juga dengan

memecah telur untuk diperiksa kondisi kuning telur dan putih telur (HU).

Penentuan kualitas telur didasarkan pada: ciri-ciri telur yang berpengaruh

terhadap penerimaan knsumen, daya duna telur, dan keamanannya sebagai bahan

pangan. Ada beberapa pengelompokan telur kedalam beberapa tingkatan

tergantung pada negara yang bersangkutan (2,3 atau 4 tingkatan). USDA

membagi menjadi 4 tingkatan kualitas yaitu: Grade 1 (AA), grade 2 (A), grade 3

(B) dan grade 4 (C). Sedangkan Indonesia membagi menjadi 3 tingkatan yaitu

mutu 1,2 dan 3 (SNI-1995).

Adupun ciri-ciri penentu kualitas telur yang harus diperhatikan adalah

kerabang telur (kebersihan, keutuhan, bentuk, kehalusan, dan ketebalan), kantung

udara (kedalaman, letak, dan bentuk), putih telur (kekentalan, dan ada/tidaknya

noda), kuning telur (keutuhan, bentuk, diameter dan ada/tidaknya noda).

Cara penilaian kualitas telur dapat dilakukan dengan metode peneropongan

dan pemecahan. Bagian telur yang dinilai adalah bagian eksternal (kerabang

telur), danbagian internal (kantung udara, putih telur dan kuning telur).

1. Kerabang Telur

Kerabang telur merupakan pembungkus telur yang paling tebal, bersifat

keras dan kaku. Pada kerabang terdapat pori-pori yang berfungsi untuk

Page 10: Lapak MTU

10

pertukaran gas. Pada permukaan luar kerabang terdapat lapisan kutikula, yang

merupakan pembungkus telur paling luar.

Untuk kualitas kerabang, banyak faktor yang berkaitan dengan kualitas

kerabang meliputi gizi ternak yang cukup, masalah kesehatan ternak,

manajemen pemeliharaan, serta kondisi lingkungan peternakan. Kerabang telur

mengandung sekitar 95% kalsium dalam bentuk kalsium karbonat dan sisanya

seperti magnesium, fosfor, natrium, kalium, seng, besi, mangan, dan tembaga.

Dalam penentuan kualitas telur secara eksterior, yang diperhatikan yaitu :

Bentuk telur (normal, sedikit normal,abnormal), bobot/berat telur, panjang

telur, lebar telur, keadaan kerabang (bersih, tidak kotor, tidak pecah/utuh,

kedalaman), keutuhan kerabang dapat dilakukan secara visual atau

peneropongan, ketebalan kerabang dengan menggunakan telur utuh (merendam

telur dalam berbagai konsentrasi larutan garam sehingga diperoleh BJ telur,

mengukus kekuatan kerabang dengan alat khusus.

Kerabang termasuk lapisan gelatinous pembungkus kerabang yaitu

kutikula tersusun atas sebagian besar garam anorgamk, bahan organik dan

sedikit air. Kutikula merupakan yang tidak larut dalam air dan membungkus

kerabang (menutup pori-pori) serta berfungsi sebagai penghambat masuknya

mikrobia ke dalam isi telur. Komposisi kutikula terdiri atas 90 % protein,

polisakarida dan air. Protein penyusun kutikula mengandung glisin, asam

glutamat, lisin, sistin, dan tirosin yang cukup tinggi. Penyusun polisakarida

adalah hexosamin, galaktose, manose dan fucose.

Kerabang tersusun atas bagian-bagian: 1. Matrix, yang merupakan serabut-

serabut protein dan massa sphercaal, 2. Material kristal calcite. Matrix terbagi

menjadi 2 bagian yaitu matrix mammillary dan matrix spongy.

Page 11: Lapak MTU

11

Rata-rata keseluruhan interval antara dua telur yang dikeluarkan dalam

suatu clutch adalah 27 jam. Ovulasi pada ayam secara normal terjadi 30 menit

setelah telur sebelumnya dikeluarkan. Jika sebutir telur keluar setelah pukul

14.00, ovulasi berikutnya tidak akan terjadi dalam waktu 16 – 18 jam.Hal ini

berkaitan dengan kurangnya cahaya yang menstimulasi kelenjar pituitary untuk

mensekresikan FSH yang merangsang kerja ovarium (Suprijatna et al., 2005).

2. Kantung Udara Telur

Kantung udara dipengaruhi oleh lama dan suhu penyimpanan telur,

kelembaban dan perubahan internal dari telur (Yuwanta, 2010). Kantung udara

telur semakin bertambah besar karena adanya penguapan air di dalam telur atau

penyusutan berat telur. Suhu yang tinggi dan kelembaban yang rendah dapat

menyebabkan kantung udara cepat membesar akibat adanya penguapan air di

dalam telur (Suprijatna et al., 2005).

2.2.8.Fumigasi

Telur yang baru diambil dari kandang telah tercemar mikroba yang

populasinya tergantung pada tingkat kebersihan telur. Fumigasi merupakan upaya

untuk membasmi mikroba tersebut. Fumigasi dengan menggunakan gas

formaldehyde digunakan secara luas pada perusahaan penetasan telur, karena

disamping mudah dilakukan, gas tersebut mempunytai daya basmi terhadap

mikroba yang tinggi.

Sanitasi atau pembersihan terhadap telur dan peralatan penetasan dapat

menggunakan sistem fumigasi. Fumigasi dengan tingkat yang rendah tidak akan

mem bunuh bakteri dan bibit penyakit tetapi fumigasi yang terlalu tinggi dapat

membunuh embrio di dalam telur. Maka amatlah diharuskan untuk memakai

Page 12: Lapak MTU

12

ukuran yang tepat terhadap bahan kimia yang akan digunakan dalam melakukan

fumigasi.

Dalam melakukan fumigasi, sebuah ruangan yang cukup atau lemari yang

besar diperlukan untuk menampung semua telur-telur yang akan di tetaskan dan

ruangan atau tempat tersebut juga dilengkapi dengan kipas angin untuk sirkulasi

udara di dalamnya.

Susun telur-telur yang ada di dalam ruangan atau lemari dengan rak-rak dari

bahan berlubang lubang (seperti kawat nyamuk atau kasa) sehingga udara dapat

bergerak bebas diantaranya. Bahan kimia yang biasa dipakai untuk fumigasi

adalah gas Formaldehyde yang dihasilkan dari campuran 0,6 gram potassium

permanganate (KMnO4) dengan 1,2 cc formalin (37,5 percent formaldehyde)

untuk setiap kaki kubik ruangan yang dipakai. Boat campuran bahan-bahan

tersebut pada tempat terpisah sebanyak setidaknya 10 kali dari volume total

ruangan atau lemari.

Sirkulasikan gas tersebut di dalam ruangan atau lemari selama 20 menit dan

kemudian keluarkan/buang gasnya. Suhu yang diperlukan selama fumigasi adalah

diatas 70°F. Selanjutnya biarkan telur-telur tersebut di udara terbuka selama

beberapa jam sebelum menempatkannya di dalam mesin incubator (Sukardi,

1999).

2.3. Tatalaksana Penetasan Telur

2.3.1 Penetasan Telur

Penetasan telur adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan

mesin penetas telur yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku

(behaviour) induk ayam atau unggas lainnya selama masa mengeram.

Page 13: Lapak MTU

13

Perbanyakan populasi unggas biasanya ditempuh dengan cara menetaskan telur

yang sudah dibuahi. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami

(induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas). Kapasitas produksi

unggas sekali pengeraman hanya sekitar 10 – 15 butir telur. Akan tetapi, untuk

mesin tetas sangat bervariasi tergantung kapasitas mesinnya (minimal 100 butir

telur).

Menetaskan telur dengan alat tetas buatan 100% aktivitas penetasan itu

membutuhkan campur tangan manusia dan sang induk tidak tahu menahu masalah

penetasan. Induk unggas itu hanya bertelur dan tidak punya tugas untuk

menetaskan telur tetas melalui aktivitas pengeraman. Selama mengeram hingga

anaknya disapih, ayam atau unggas itu tidak akan bertelur (Rasyaf, 1999).

Penetasan telur pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang sesuai

untuk perkembangan embrio unggas. Penetasan dapat dilaksanakan dengan

penetasan secara alami dan secara buatan menggunakan mesin tetas. Hal ini sesuai

bahwa penetasan adalah menyediakan lingkungan yang sesuai untuk

perkembangan embrio didalam telur. Pada penetasan secara alami (natural

incubation) pengeraman dilakukan oleh induknya, namun pada itik tidak

dilakukan oleh induknya melainkan dilakukan oleh unggas lainya seperti ayam

atau entok. Kelebihan dari penetasan alami adalah mudah dilakukan, tidak

memerlukan alat, tidak tergantung sumber panas, sedangkan kekuranganya adalah

kapasitas sedikit, produksi telur rendah, dan mudah terjadinya penularan

penyakit.Penetasan buatan (artifical incubation) adalah penetasan secara yang

dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut mesin tetas atau incubator.

Prinsipnya adalah menyediakan kondisi lingkungan (temperatur, kelembapan, dan

sirkulasi udara) yang sesuai dengan kondisi asli untuk perkembangan embrio

Page 14: Lapak MTU

14

secara optimal sehingga telur dapat menetas. Hal ini sesuai dengan pendapat

Suprijatna (2005) yang menyatakan bahwa penetasan merupakan proses

perkembangan embrio didalam telur sampai telur pecah menghasilkan anak ayam.

Penetasan dapat dilakukan dengan mesin tetas atau secara buatan.Penetasan

buatan dilakukan untuk membantu unggas yang tidak mempunyai sifat mengeram

selain itu juga untuk usaha komersial. penetasan dengan bantuan mesin tetas

mempunyai prinsip yang sama dengan penetasan secara alami yaitu memberi

media yang cocok untuk embrio berkembang dengan pengaturan suhu agar sesuai

dengan suhu pada waktu induk mengeram dan untuk mengatur kelembaban mesin

tetas. Sebelum mesin tetas digunakan mesin harus dipanaskan dahulu selama 6 –

12 jam. Bila suhu sudah tidak berubah-ubah, maka mesin baru bisa dipakai. Suhu

harus dipertahankan tetap antara 38,5o – 39o C atau 98 o– 100o F, kelembaban

nisbinya 60%. Bak air dam mesin tetas hendaknya selalu terisi penuh. Hal ini

untuk menjaga 70%, suhu diatur dan ventilasi udara harus baik. Pengaturan agar

kelembaban udara dalam mesin tetas berkisar antara 60-70 lubang ventilasi sangat

diperlukan agar udara segar selalu tersedia (Suprijatna, 2005).

Hal – hal yang harus diperhatikan saat penetasan adalah :

1. Suhu dan Kelembaban Inkubator

Suhu dan kelembaban relatif harus diatur selama inkubasi agar kehidupan

embrio di dalam telur dapat dipertahankan pada tingkat optimal. Pembentukan

embrio yang optimal terjadi saat suhu 37,2-39,4°C (Jacob, 2009). Suhu yang

terlalu tinggi mengakibatkan mortalitas embrio meningkat, sebaliknya suhu yang

terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan embrio dan telur tidak menetas.

Suhu optimum perkembangan embrio berbeda pada masing-masing telur, hal ini

dipengaruhi oleh ukuran telur, kualitas kulit telur, genetik (breed atau strain),

Page 15: Lapak MTU

15

umur telur saat dimasukkan dalam inkubator, kelembaban inkubasi. Kelembaban

udara relatif pada mesin tetas selama 18 hari pertama inkubasi harus sekitar 60%.

Selama tiga hari terakhir atau periode penetasan kelembaban harus sekitar 70%

(Jacob, 2009).

2. Ventilasi

Ventilasi diperlukan untuk membersihkan mesin tetas dari ammonia dan

bahan berbahaya yang dapat menyebabkan pembusukan pada telur setelah mesin

tetas difumigasi (Oluyemi dan Robert, 1979).

3. Peneropongan Telur (Candling)

Peneropongan dapat dilakukan untuk mengetahui fertilitas dan kematian

embrio. Telur yang tidak fertil dapat diketahui setelah 15-18 jam inkubasi.

Pemeriksaan kedua dapat dilakukan setelah 14 sampai 16 hari inkubasi, embrio

yang mati dapat dikeluarkan dari inkubator (Jacob, 2009).

4. Posisi Telur

Penempatan telur pada mesin tetas memanjang sumbu horizontal atau

vertikal. Bagian yang tumpul dari telur harus berada dibagian atas ketika telur

diletakkan secara vertikal. Bagian tumpul tersebut terdapat banyak pori-pori

kerabang yang memungkinkan lebih besar kehilangan uap air dan gas

dibandingkan bagian lain pada kerabang.

5. Rak telur dan Rak Anak Ayam

Rak telur merupakan tempat telur tetas yang akan ditetaskan. Ukuran rak

telur tergantung kapasitas mesin penetas. Penempatan rak telur dibawah sumber

panas dan mudah diamat dari luar.

Page 16: Lapak MTU

16

Rak anak ayam merupakan tempat anak ayam yang baru menetas

sementara belum belum dikeluarkan dari mesin. Rak anak unggas ini beberapa

mesin tetas tidak tersedia, maka rak telur bertindak juga sebagai rak anak unggas/

6. Waktu Inkubasi

Waktu inkubasi pada telur ayam yaitu 21 hari. Semakin besar ukuran telur

maka waktu inkubasi yang diperlukan semakin lama, begitu juga dengan telur

yang berukuran kecil membutuhkan waktu yang lebih cepat (Jacob, 2009).

2.3.2 Infertil

Telur infertile merupakan telur yang tidak termasuk kedalam kategori

penetasan. Telur yang infertile tidak dapat ditetaskan karena telur tersebut kosong.

Telur yang tidak dapat ditetaskan dapat disebabkan oleh bobot telur tidak sesuai

dengan standar, telur kotor. Telur yang kotor diduga telah terkontamnasi oleh

mikroba-mikroba pathogen.

2.3.3 Fertil Mati

Fenomena telur mati setelah dimasukkan kedalam incubator dapat terjadi

karena manajemen penetasan yang kurang baik. Telur mati pada saat

peneropongan dikatakan mati apabila tidak ada lingkaran darah atau pertumbuhan

embrio. Ciri-ciri ini dapat disebabkan oleh pejantan kurang aktif dan kualitas

sperma yang kurang baik serta gizi pejantan yang kurang baik. Selain itu telur

terlalu lama disimpan, telur tidak boleh disimpan lebih dari lima hari atau

lingkungan penyimpanan telur hangat, yaitu suhu besar dari 20º c. Embrio dapat

mati pada umur 12-18 hari, hal ini dapat terjadi karena suhu penetasan terlalu

rendah atau terlalu panas, ventilasi kurang baik sehingga sirkulasi udara dari

dalam incubator tidak baik, pemutaran telur tidak benar dan kebakaan. Selain itu

Page 17: Lapak MTU

17

embrio yang telah berkembang didalam kerabang telur dapat mati karena suhu

penetasan yang terlalu rendah atau terlalu panas, pemutaran telur tidak benar,

kelembaban rata-rata terlalu tinggi dan penyakit.

2.3.4 Daya Tetas Telur

Daya tetas adalah perbandingan antara jumlah telur yang menetas dengan

jumlah telur yang fertile. Daya tetas telur sangat dipengaruhi oleh factor

penyimpan telur, factor genetic, suhu dan kelembaban, musim, umur induk,

kebersihan telur, ukuran telur, nutrisi dan penyakit serta perbandingan antara

jantan dan betina.

Kematian embrio tertinggi terjadi pada minggu pertama proses penetasan,

lima hari penetasan atau tiga hari terakhir masa penetasan. Kegagalan penetasan

anak ayam ditandai dengan kematian embrio menjelang menetas disebabkan oleh

perbandingan jantan dan betina yang tidak tepat, sirkulasi udara yang kurang baik

terutama pada hari ke 20 dan ke 21 masa pengeraman serta factor kelembaban

yang tidak stabil.

2.3.5 Bobot tetas

Rasyaf (1999) menyatakan bahwa bobot telur ternyata dapat digunakan

sebagai indicator bobot tetas, dimana telur yang lebih berat akan menghasilkan

DOC yang lebih berat. Selain itu telur yang mempunyai berat lebih besar akan

menghasilkan bobot tetas yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang kecil,

tetapi telur telur yang besar akan menetas lebih lambat. Selanjutnya selton dan

sleger menyimpulkan baha bobot telur dengan bobot tetas mempunyai hubungan

korelasi yang positif.

Page 18: Lapak MTU

18

2.3.6 Tata laksana Penetasan Telur

Keberhasilan penetasan telur sangat tergantung pada manajemen penetasan.

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada tatalaksana penetasan adalah :

1. Sesuai dengan kegunaannya, telur dibedakan menjadi dua macam, yaitu

telur konsumsi dan telur tetas. Telur konsumsi umumnya berasal dari

unggas yang tidak dikawinkan, sehingga didalamnya tidak terkandung

embrio (infertil). Jika telur tersebut dierami, maka telur tersebut tidak dapat

menetas, telur tetas adalah telur yang berasal dari induk yang dikawinkan,

sehingga pemilihan telur didalamnya terdapat embrio yang dapat

berkembang bila kondisi lingkungannya sesuai. Hal – hal yang perlu

diperhatikan dalam memilih telur yang akan ditetaskan adalah :

a. Asal telur: telur yang akan ditetaskan harus berasal dari induk yang

dikawinkan.

b. Besar telur: telur yang terlalu kecil ataupun terlalu besar mempunyai

daya tetas yang rendah. Disamping itu ukuran (bobot) telur mempunyai

korelasi positif dengan bobot tetas, sehingga telur yang kecil akan

menghasilkan bobot tetas yang kecil, demikian pula sebaliknya.

c. Bentuk telur: telur mempunyai bentuk oval (bulat telur) dengan dua

ujung yaitu ujung tumpul dan ujung lancip. Telur yang normal memiliki

indeks telur sekitar 74%.

d. Kerabang telur: kerabang telur disamping penting sebagai sumber

mineral untuk pertumbuhan embrio, juga untuk melindungi isi sel telur

dari gangguan fisik serta mencegah masuknya mikroba yang dapat

merusak isi telur sehingga daya tetasnya rendah.

Page 19: Lapak MTU

19

III

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

3.1. Alat

3.1.1.Alat Fumigasi Mesin Tetas

1. Mesin tetas

2. Cawan Petridis

3. Gelas ukur

4. Labu Erlenmeyer

5. Timbangan O’haus

6. Alat ukur (meteran)

3.1.2.Alat Seleksi Dan Fumigasi Telur Tetas

1. Mesin tetas

2. Cawan Petridis

3. Gelasukur

4. Labu Erlenmeyer

5. TimbanganO’haus

6. Alatukur (meteran)

3.1.3.Alat Penetasan Telur

1. Egg tray

2. Mesin tetas

3. TimbanganO’haus

4. Candler

Page 20: Lapak MTU

20

3.2. Bahan

3.2.1.Bahan Fumigasi Mesin Tetas

1. KMnO4

2. Formalin 40%

3.2.2.Bahan Seleksi Dan Fumigasi Telur Tetas

1. KMnO4

2. Formalin 40%

3. Telur tetas ayam buras

3.2.3.Bahan Penetasan Telur

Telur tetas ayam buras

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1.Fumigasi Mesin Tetas

No

.

Prosedur Kerja

1. Volume mesin tetas diukur dengan alat ukur (meteran) yaitu

panjang, lebar dan tinggi dari mesin tetas bagian dalam. Selanjutnya

nilai volume dikonversikan.

2. Semua ventilasi atau lubang pada mesin tetas ditutup dengan

menggunakan kertas bekas atau kertas koran.

3. Kebutuhan KMnO4 dan formalin 40% dihitung sesuai dengan

volume mesin tetas pada kosentrasi 3 kali.

4. KMnO4 ditimbang dengan menggunakan neraca O’haus sesuai

dengan perhitungan yang didapatkan, setelah itu KMnO4

Page 21: Lapak MTU

21

ditempatkan pada cawan Petridis.

5. Formalin 40% diukur dengan menggunakan gelas ukur sesuai

dengan perhitungan yang didapatkan, lalu cairan formalin 40%

dimasukkan pada labu Erlenmeyer.

6. Cawan Petridis yang berisiKMnO4 ditempatkan pada tempat

penyimpanan telur tetas dalam mesin tetas, lalu larutan formalin

40% yang terdapat dalam labu Erlenmeyer dituangkan secara hati-

hati ke cawan Petridis.

7. Pintu mesin tetas ditutup dengan segera, agar gas yang timbul tidak

sampai keluar dari dalam mesin tetas.

3.3.2.Seleksi Telur Tetas

No

.

Prosedur Kerja

1. Pencucian pada telur-telur yang kotor dilakukan menggunakan air

hangat di lap dengan tissue.

2. Setelah kering, telur dicandling untuk melihat keadaan kerabang,

apakah terdapat retak halus (hair check). Telur dipisahkan bila

terdapat yang retak maupun yang retak halus pada kerabang telur

jangan ditetaskan.

3. Huruf A ditulis pada kulit telur bagian atas dan huruf B pada kulit

telur bagian bawah (rotasi 1800), serta penomoran angka diberikan

secara berurut pada masing-masing telur yang akan ditetaskan.

4. Bobot telur tetas tersebut ditimbang dan dicatat beratnya sesuai

dengan nomor urut telur.

Page 22: Lapak MTU

22

5. Panjang dan lebar atau diameter telur diukur dengan menggunakan

jangka sorong untuk menentukan bentuk telur (shape index).

SI= Lebar telurPanjang telur

x 100

Bila shape index kurang dari 69 bentuk telur lonjong, shape index

antara 69-77 bentuk telur normal (ovoid) dan di atas 77 bentuk telur

bulat.

6. Setelah dihitung, bentuk telur tersebut dicatat lonjong, normal atau

bulat.

3.3.3 Fumigasi Telur Tetas

No. Prosedur Kerja

1. Telur tetas yang difumigasi sebaiknya dilakukan pada lemari

khusus.

2. Volume mesin tetas diukur dengan alat ukur (meteran) yaitu

panjang, lebar, dan tinggi dari mesin tetas bagian dalam.

3. Semua ventilasi ditutup atau lubang pada mesin tetas dengan

menggunakan kertas bekas atau kertas koran.

4. Kebutuhan KMnO4 dan Formalin 40 % dihitung sesuai dengan

volume mesin tetas pada konsentrasi 1-2 kali selama 10-20 menit.

5. KMnO4 ditimbang dengan menggunakan nerasa O’haus sesuai

dengan perhitungan yang dilakukan, setelah itu KMnO4

ditempatkan pada cawan petridis.

6. Volume formalin 40 % diukur dengan menggunakan gelas ukur

sesuai dengan perhitungan yang dilakukan, lalu cairan formalin 40

% dimasukan pada labu erlenmeyer.

Page 23: Lapak MTU

23

7. Cawan petridis yang berisi KMnO4 ditempatkan pada tempat

penyimpanan telur tetas dalam mesin tetas, lalu larutan formalin 40

% yang terdapat dalam labu erlenmeyer dituangkan secara hati-hati

ke cawan petridis.

8. Pintu mesin tetas ditutup dengan segera, agar gas yang timbul tidak

sampai keluar dari dalam mesin tetas.

9. Cara perhitungan maupun tabel kebutuhan untuk KMnO4 dan

formalin 40 % sesuai dengan ketentuan pada mesin tetas.

3.3.4 PenetasanTelur

No. Prosedur Kerja

1. Telur disusun secara horizontal pada rak telur mesin tetas, setelah

telur diseleksi dan difumigasi.

2. Rak telur dimasukkan dan mesin tetas ditutup. Kondisi temperatur

dalam mesin tetas diatur antara 98 – 102 ˚F dengan cara sekrup pada

bagian thermolegulator diputar.

3. Hari pertama sampai dengan hari ketiga tidak perlu diputar dan

diputar pada hari keempat sampai berakhirnya periode setter. Untuk

ayam sampai hari kedelapan belas sedangkan untuk puyuh sampai

hari ke tujuh belas. Pemutaran telur setiap harinya dilakukan dua

kali, baik pada telur ayam maupun telur puyuh yaitu pukul 07.00 –

09.00 dan pukul 14.00 -16.00 WIB.

4. Pembahasan telur hanya dilakukan pada telur ayam dan telur puyuh

dengan cara disemprot secara merata dengan air. Untuk

penyemprotan sampai hari ke 14 cukup satu kali.

Page 24: Lapak MTU

24

5. Pembahasan telur ayam dan telur puyuh dilakukan sesudah

pemutaran.

6. Setiap harinya dicatat pada lembaran yang telah disediakan yaitu

nama, npm yang bertugas, kelompok,suhu,dan kejadian yang diluar

dugaan misalnya listrik mati, telur ada yang pecah.

7. Bak air diperhatikan untuk kelembaban jangan sampai kering. Bak

air diisi antara ½ sampai ¾ bagian wadah.

8. Apabila terjadi listrik mati disiapkan penyalaan lampu tempel dan

tunggu sampai suhu penetasan tercapai. Lamanya mati listrik

tersebut dicatat.

9. Kejadian-kejadian selama penetasan berlangsung dicatat dalam

tabel pengamatan penetasan telur pada kolom keterangan.

10. Persentase fertilitas pada hari ke tujuh dan persentase daya tetas

dihitung.

11. Ulasan diberikan pada laporan akhir faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi fertilitas dan daya tetas.

Page 25: Lapak MTU

25

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

4.1.1.Cara Kerja dan Fumigasi Mesin Tetas

Perhitungan

Panjang mesin tetas = 55,5 cm = 0,555 m

Lebar mesin tetas = 55,2 cm = 0,552 m

Tinggi mesin tetas = 32,9 cm = 0,329 m

Volume mesin tetas = 0,10 m3

Kebutuhan KMnO4 = 2,2 g

Kebutuhan Formalin = 4,4 mL

Tabel 1. Pengamatan Fumigasi Mesin Tetas

Volume

Ruangan

(cm3)

Kekuatan

Fumigasi

(kali)

Dosis Fumigasi Lama waktu

fumigasi

(menit)

KMnO4 (g) Formalin

40% (mL)

100.792,44 3 2,2 4,4 1 hari

4.1.2.Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas

Tabel 2. Seleksi Telur Tetas

No.

Telur

Berat

Telur

(g)

Panjang

(cm)

Diameter

(cm)Bentuk Kebersihan Keutuhan

Page 26: Lapak MTU

26

1. 34,5 4,82 3,37 OvoidBintik

merahUtuh

2. 39,1 4,73 3,41 Ovoid Bintik Putih Utuh

3. 40,5 4,96 3,4 LonjongBenjolan

kecilUtuh

4. 33,4 4,94 4,29 Bulat Bintik putih Utuh

5. 44,0 4,77 3,57 Ovoid Thin spot Utuh

6. 40,3 4,64 3,67 Bulat Thin spot Utuh

7. 44,7 4,55 3,17 Ovoid Thin spot Utuh

8. 42,3 4,41 3,49 Bulat Bersih Utuh

9. 39,2 5 3,79 Ovoid Bersih Utuh

10. 40 4,96 4,91 Bulat Bersih Utuh

11. 45,4 4,97 4,09 Bulat Bintik putih Utuh

12. 35,9 4,68 3,66 Bulat Bersih Utuh

13. 35,0 4,60 3,19 Bulat Bersih Utuh

14. 44,0 4,80 3,64 Bulat Bintik Utuh

15. 39,3 4,95 3,50 BulatBintik

hitamUtuh

16. 40,4 4,75 3,50 Bulat Bintik putih Utuh

17. 38,0 4,91 3,68 Ovoid Bersih Utuh

18. 36,7 4,94 3,635 Ovoid Bintik putih Utuh

19. 34,9 4,895 3,635 Ovoid Bersih Utuh

20. 33,8 4,58 3,62 Bulat Bersih Utuh

21. 42,5 5,09 3,87 Ovoid Bersih Utuh

22. 43,1 4,88 3,93 Bulat Bersih Utuh

Page 27: Lapak MTU

27

23. 42,2 4,96 3,91 BulatBercak

putihUtuh

24. 40,3 4,80 3,88 Bulat Bersih Utuh

25. 34,6 4,82 3,64 Ovoid Bersih Utuh

26. 41,9 4,86 3,88 Bulat Bintik putih Utuh

27. 45,9 5,06 4,04 Bulat Bersih Utuh

28. 46,7 5,13 3,99 Bulat Bersih Utuh

29. 35 4,32 3,48 Bulat Bersih Utuh

30. 39,3 4,37 3,58 Bulat Kotor Utuh

31. 37,7 4,6 3,41 Ovoid Kotor Utuh

32. 40 4,7 3,51 Ovoid Kotor Utuh

4.1.3.Penetasan Telur Unggas

Tabel 3. Pengamatan Fertilitas dan Daya Tetas

Jumlah telur yang ditetaskan: 32 butir

Nomor

TelurInfertil Fertil

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Page 28: Lapak MTU

28

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

28.

29.

30.

31.

32.

Jumlah 23 butir 9 butir

Page 29: Lapak MTU

29

Perhitungan Fertilitas:

Fertilitas = jumlahtelur yang fertil

jumlahtelur yang ditetaskan x 100%

= 9

23x 100% = 28,125%

Daya tetas 1 = jumlahtelur yang menetas

jumlahtelur yangditetaskan x 100%

= 6

23 x 100% = 26,09%

Daya tetas 2 = jumlahtelur yangmenetas

jumlah telur yang fertil x 100%

= 69 x 100% = 66,67%

4.2. Pembahasan

4.2.1.Cara Kerja dan Fumigasi Mesin Tetas

Mesin tetas atau mesin penetas adalah mesin untuk menetaskan telur.

Berdasarkan sistem pemanasan mesin tetas dikelompokan dalam : sistem pemanas

udara diam (still air incubator atau flatt incubator) dan sistem pemanas udara

mengalir (forced draught incubator atau cabinet incubator atau circular air

incubator). Pada saat praktikum di Laboratoeium, mesin tetas yang digunakan

ialah tipe circular air incubator atau still air incubator.

Pada incubator tipe still-air ventilasi dibiarkan terbuka ¼ atau ½ (tidak

berubah atau lebih ditutup) agar panas dan kelembaban tidak terlalu terpengaruh

(Gloryfarm, 2010). Posisi termometer adalah sejajar atau rata dengan tinggi

bagian atas telur atau sekitar 5 cm dari dasar telur. Termometer haruslah tidak

diletakkan diatas telur atau diluar bidang penetasan tetapi bersebelahan

dengannya. Selain itu, mesin incubator juga harus tertutup rapat untuk

menghindari hilang panas atau kelembaban udaranya.

Page 30: Lapak MTU

30

Untuk fumigasi mesin tetas digunakan metode yang memakai bahan

KMnO4 dan formalin. Setelah dilakukan pengukuran volume mesin tetas,

selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap jumlah KMnO4 dan formalin 40%.

Maka didapatkan hasil sebanyak 2,2 gram untuk KMnO4 dan 4,4 mL untuk

formalin 40%. Lama fumigasi yang dilakukan ialah selama 1 hari. Ini sesuai

dengan teori bahwa mesin tetas dapat dijalankan 12-24 jam setelah dilakukan

fumigasi. Fumigasi telur tetas juga dilakukan sebelum telur disusun di dalam

mesin tetas (Oluyemi dan Roberts, 1979).

Fungsi dari fumigasi ini adalah untuk mensucihamakan mesin tetas dari

mikroorganisme yang menempel dan atau masuk dalam mesin tetas dengan

menggunakan zat kimia. Zat kimia yang biasanya digunakan adalah KMnO4 dan

formalin 40%, dengan perbandingan masing-masing sebesar 1:2.

4.2.2.Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas

Seleksi telur tetas yang dilakukan pada saat praktikum terdapat beberapa

kriteria yang diperhatikan. Kriteria-kriteria tersebut ialah berat telur, bentuk,

kebersihan, dan keutuhan. Rata-rata berat telur yang digunakan pada saat

praktikum masih dibawah standard yang ditetapkan.

Bobot telur tetas yang baik adalah yang termasuk bobot normal sesuai

dengan jens unggasnya misalnya untuk ayam ras sekitar 55-65 g dan ayam

kampung 45-55 g. Bobot telur tetas yang ditetaskan juga harus seragam. Telur

tetas yang terlalu kecil atau terlalu besar kurang menguntungkan untuk ditetaskan.

Bobot telur tetas sangat tergantung dari banyak faktor antara lain: jenis unggas,

pakan, lingkungan dan lain-lain.

Page 31: Lapak MTU

31

Rasyaf (1999), menyatakan bahwa bobot telur ternyata dapat digunakan

sebagai indicator bobot tetas, dimana telur lebih berat akan menghasilkan DOC

yang lebih berat. Telur yang mempunyai berat lebih besar akan menghasilkan

bobot tetas yang yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang kecil, tetapi

telur yang besar akan menetas lebih lambat.

Bentuk telur sebagian besar cukup bagus yaitu memiliki bentuk ovoid dan

sebagiannya bulat. Bentuk telur juga mempengaruhi daya tetas. Kemudian dari

kebersihan, ada beberapa telur yang berbintik putih. Hal tersebut bisa saja

disebabkan oleh faktor genetic dan faktor-faktor lainnya yang berpengaruh pada

saat pembentukan telur di tubuh induk seperti pakan dan lainnya.

Sebelum telur tetas dimasukkan ke dalam mesin tetas sebaiknya dilakukan

terlebih dahulu fumigasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi dan

mensucihamakan kerabang telur dari miokroorganisme supaya pada saat proses

inkubasi semua tahapan penetasan dapat berjalan dengan baik.

4.2.3.Penetasan Telur Tetas

Penetasan telur adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan

mesin penetas telur yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku

(behaviour) induk ayam atau unggas lainnya selama masa mengeram. Pengamatan

terhadap telur tetas dilakukan selama 21 hari dengan pembalikan telur sebanyak 3

kali sehari. Dari hasil yang diperoleh, ada 9 butir telur yang fertile dan 23 butir

telur tidak fertile dari keseluruhan jumlah telur sebanyak 32 butir.

Penetasan telur pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang

sesuai untuk perkembangan embrio unggas. Penetasan dapat dilaksanakan dengan

penetasan secara alami dan secara buatan menggunakan mesin tetas. Hal ini sesuai

Page 32: Lapak MTU

32

bahwa penetasan adalah menyediakan lingkungan yang sesuai untuk

perkembangan embrio didalam telur. Pada penetasan secara alami (natural

incubation) pengeraman dilakukan oleh induknya, namun pada itik tidak

dilakukan oleh induknya melainkan dilakukan oleh unggas lainya seperti ayam

atau entok. Kelebihan dari penetasan alami adalah mudah dilakukan, tidak

memerlukan alat, tidak tergantung sumber panas, sedangkan kekuranganya adalah

kapasitas sedikit, produksi telur rendah, dan mudah terjadinya penularan penyakit.

Penetasan buatan (artifical incubation) adalah penetasan secara yang dilakukan

dengan menggunakan alat yang disebut mesin tetas atau incubator.

Prinsipnya adalah menyediakan kondisi lingkungan (temperatur,

kelembapan, dan sirkulasi udara) yang sesuai dengan kondisi asli untuk

perkembangan embrio secara optimal sehingga telur dapat menetas. Hal ini sesuai

dengan pendapat Suprijatna (2005) yang menyatakan bahwa penetasan merupakan

proses perkembangan embrio didalam telur sampai telur pecah menghasilkan anak

ayam. Penetasan dapat dilakukan dengan mesin tetas atau secara buatan.Penetasan

buatan dilakukan untuk membantu unggas yang tidak mempunyai sifat mengeram

selain itu juga untuk usaha komersial. penetasan dengan bantuan mesin tetas

mempunyai prinsip yang sama dengan penetasan secara alami yaitu memberi

media yang cocok untuk embrio berkembang dengan pengaturan suhu agar sesuai

dengan suhu pada waktu induk mengeram dan untuk mengatur kelembaban mesin

tetas.

Hal – hal yang harus diperhatikan saat penetasan adalah :

1. Suhu dan Kelembaban Inkubator

Suhu dan kelembaban relatif harus diatur selama inkubasi agar kehidupan

embrio di dalam telur dapat dipertahankan pada tingkat optimal. Pembentukan

Page 33: Lapak MTU

33

embrio yang optimal terjadi saat suhu 37,2-39,4°C (Jacob, 2009). Suhu yang

terlalu tinggi mengakibatkan mortalitas embrio meningkat, sebaliknya suhu yang

terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan embrio dan telur tidak menetas.

Suhu optimum perkembangan embrio berbeda pada masing-masing telur, hal ini

dipengaruhi oleh ukuran telur, kualitas kulit telur, genetik (breed atau strain),

umur telur saat dimasukkan dalam inkubator, kelembaban inkubasi. Kelembaban

udara relatif pada mesin tetas selama 18 hari pertama inkubasi harus sekitar 60%.

Selama tiga hari terakhir atau periode penetasan kelembaban harus sekitar 70% .

2. Ventilasi

Ventilasi diperlukan untuk membersihkan mesin tetas dari ammonia dan

bahan berbahaya yang dapat menyebabkan pembusukan pada telur setelah mesin

tetas difumigasi (Oluyemi dan Robert, 1979).

3. Peneropongan Telur (Candling)

Peneropongan dapat dilakukan untuk mengetahui fertilitas dan kematian

embrio. Telur yang tidak fertil dapat diketahui setelah 15-18 jam inkubasi.

Pemeriksaan kedua dapat dilakukan setelah 14 sampai 16 hari inkubasi, embrio

yang mati dapat dikeluarkan dari inkubator (Jacob, 2009).

4. Posisi Telur

Penempatan telur pada mesin tetas memanjang sumbu horizontal atau

vertikal. Bagian yang tumpul dari telur harus berada dibagian atas ketika telur

diletakkan secara vertikal. Bagian tumpul tersebut terdapat banyak pori-pori

kerabang yang memungkinkan lebih besar kehilangan uap air dan gas

dibandingkan bagian lain pada kerabang.

5. Rak telur dan Rak Anak Ayam

Page 34: Lapak MTU

34

Rak telur merupakan tempat telur tetas yang akan ditetaskan. Ukuran rak

telur tergantung kapasitas mesin penetas. Penempatan rak telur dibawah sumber

panas dan mudah diamat dari luar.

Rak anak ayam merupakan tempat anak ayam yang baru menetas sementara

belum belum dikeluarkan dari mesin. Rak anak unggas ini beberapa mesin tetas

tidak tersedia, maka rak telur bertindak juga sebagai rak anak unggas/

6. Waktu Inkubasi

Waktu inkubasi pada telur ayam yaitu 21 hari. Semakin besar ukuran telur

maka waktu inkubasi yang diperlukan semakin lama, begitu juga dengan telur

yang berukuran kecil membutuhkan waktu yang lebih cepat (Jacob, 2009).

Dari 9 butir yang fertile, hanya 6 butir telur yang menetas. Untuk 2 telur

yang fertile, sudah dipecahkan terlebih dahulu untuk melihat perkembangan

embrio selama diinkubasi. Sedangkan satu telur lagi tidak menetas.

Telur yang tidak menetas disebabkan oleh beberapa faktor. Hal tersebut

dapat disebabkan oleh pejantan kurang aktif dan kualitas sperma yang kurang baik

serta gizi pejantan yang kurang baik. Selain itu telur terlalu lama disimpan, telur

tidak boleh disimpan lebih dari lima hari atau lingkungan penyimpanan telur

hangat, yaitu suhu besar dari 20ºC. Embrio dapat mati pada umur 12-18 hari, hal

ini dapat terjadi karena suhu penetasan terlalu rendah atau terlalu panas, ventilasi

kurang baik sehingga sirkulasi udara dari dalam incubator tidak baik, pemutaran

telur tidak benar dan kebakaan. Selain itu embrio yang telah berkembang didalam

kerabang telur dapat mati karena suhu penetasan yang terlalu rendah atau terlalu

panas, pemutaran telur tidak benar, kelembaban rata-rata terlalu tinggi dan

penyakit.

Page 35: Lapak MTU

35

Dari hasil perhitungan didapatkan daya tetas I sebesar 26,9% dan daya tetas

2 sebesar 66,67%. Jika dilihat dari keseluruhan jumlah telur yang ditetaskan,

tingkat daya tetasnya rendah. Namun, dari 9 butir telur yang fertile daya tetasnya

cukup tinggi.

Daya tetas adalah perbandingan antara jumlah telur yang menetas dengan

jumlah telur yang fertile. Daya tetas telur sangat dipengaruhi oleh factor

penyimpan telur, factor genetic, suhu dan kelembaban, musim, umur induk,

kebersihan telur, ukuran telur, nutrisi dan penyakit serta perbandingan antara

jantan dan betina.

Kematian embrio tertinggi terjadi pada minggu pertama proses penetasan,

lima hari penetasan atau tiga hari terakhir masa penetasan. Kegagalan penetasan

anak ayam ditandai dengan kematian embrio menjelang menetas disebabkan oleh

perbandingan jantan dan betina yang tidak tepat, sirkulasi udara yang kurang baik

terutama pada hari ke 20 dan ke 21 masa pengeraman serta factor kelembaban

yang tidak stabil.

Page 36: Lapak MTU

36

V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Mesin tetas digunakan untuk menginkubasi telur dengan pengaturan

lingkungan yang disesuaikan seperti pengeraman oleh induk ayam.

Sebelum dimasukkan telur tetas ke dalamnya, maka harus dilaksanakan

prosedur fumigasi menggunakan KMnO4 dan formalin 40% dengan

perbandingan 1:2.

2. Seleksi telur tetas sangat penting dilakukan karena berpengaruh terhadap

penetasan. Seleksi telur tetas berupa pengukuran bobot telur, bentuk

telur, kebersihan, dan keutuhan. Fumigasi telur tetas juga penting untuk

mencegah adanya kegagalan penetasan.

3. Penetasan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya yang terpenting

adalah suhu, kelembaban, posisi penyimpanan telur, dan goncangan.

5.2. Saran

Pada saat pelaksanaan penetasan lebih diperhatikan lagi faktor-faktor yang

mempengaruhinya seperti suhu dan kelembaban. Proses pembalikan harus

dilakukan secara hati-hati agar jumlah telur yang menetas bisa lebih banyak.

Page 37: Lapak MTU

37

DAFTAR PUSTAKA

Edhy. 2012. Penetasan Telur. http://edhysudjarwounggas.lecture.ub.ac.id/ (diunduh 28 Oktober 2015 pukul 21.00 WIB)

Gloryfarm, 2010. Penetasan Telur Dengan Mesin Tetas. http://www.glory-farm.com/ptetas_mesin/mesin_tetas.htm (diunduh 28 Oktober 2015 pukul 21.10 WIB)

Jacob, J.P., R.D. Miles, dan F.B. Mather.2009. Egg Quality. Institute of Food and Agricultural Sciences University of Florida, Gainesville.

Oluyemi, J.A. and F.A. Roberts. 1979. Poultry Production In Warm Wet Climates. The MacMillan Press LTD.

Rasyaf, Muhammad. 1990. Pengelolaan Penetasan. Kanisius, Yogyakarta.

Sefton, A.E., and P.B. Siegel, 1974. Inheritance of body weight in Japanese quail. Poultry Sci. 53: 1597-1603.

Sukardi, dkk. 1999. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Soedirman, Purwokerto.

Suprijatna, E. dan R. Kartasudjana. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.