lap tut sken 1
-
Upload
afifannisa-dienda-r -
Category
Documents
-
view
28 -
download
2
description
Transcript of lap tut sken 1
LAPORAN TUTORIAL
Penyakit Periodontal yang Dipicu oleh Kelainan Sistemik
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial
Blok Penyakit Sistemik dan Kelainan Rongga Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Pembimbing :
DR. drg. Atik Kurniawati, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
Tutor : DR. drg. Atik Kurniawati, M.Kes
Ketua : Jerry Daniel (131610101018)
Scriber Meja : Afifannisa Dienda Rifani (131610101013)
Scriber Papan : Lusi Hesti Pratiwisari (131610101058)
Anggota :
1. Hesti Rasdi Setiawai (131610101020)
2. Duati Mayangsari (131610101039)
3. Arini Al Haq (131610101040)
4. Pungky Anggraini (131610101042)
5. Rachel P W (131610101049)
6. Fatimatuz Zahroh (131610101051)
7. Cholida Rachmatia (131610101056)
8. Iman Santoso A (131610101060)
9. Primawati Dyah (131610101077)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah – NYA sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas laporan yang berjudul “Penyakit Periodontal yang Dipicu oleh
Kelainan Sistemik”. Laporan ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok V pada
skenario pertama.
Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. DR. drg. Atik Kurniawati, M.Kes selaku tutor yang telah membimbing jalannya diskusi
tutorial kelompok V Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dan memberi masukan
yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan – perbaikan di
masa yang akan datang demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat berguna bagi
kita semua.
Jember, 18 Februari 2015
Tim Penyusun
SKENARIO I
PENYAKIT PERIODONTAL YANG DIPICU OLEH KELAINAN SISTEMIK
Seorang perempuan usia 37 tahun, sering merasa pusing dan giginya banyak yang
goyang. Perempuan tersebut datang ke praktek dokter gigi dengan keluhan sering pusing dan
lemas. Sudah beberapa bulan gejala semakin berat sampai pernah hampir pingsan. Beliau sudah
sering berobat ke Puskesmas tetapi kondisinya tidak berubah. Beberapa minggu ini belaiu
merasa mulutnya terasa terbakar (burning sensation), gigi-gigiya goyang dan gusi mudah
berdarah sehingga memutuskan untuk kontrol ke dokter gigi.
Dari anamnesis didapatkan bahwa perempuan tersebut suka mengkonsumsi makanan
padat energi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita menderita oedema di tungkai bawah
serta indeks masa tubuh (BMI) pasien 30 BMI. Pada pemeriksaan rongga mulut terdapat
kelianan periodontal, diamana ditandai dengan banyaknya plak dan gigi posterior rahang atas
dan bawah goyang serta gusi mudah berdarah apabila tersentuh. Dari hasil laboratorium
didapatkan bahwa konsentrasi protein, magnesium, potassium dan phosphor saliva penderita
pada batas-batas tiak normal. Kaena curiga ada faktor sistemik, maka dokter gigi yang
memeriksanya memutuskan untuk melakukan uji laboratorium untuk mengetahui apakah
penderita menderita Diabetes tipe 2 atau bahkan ada gangguan End-stage renal disease (ESRD).
STEP I
DEFINISI KATA SULIT
Diabetes mellitus type 2 : Diabetes ini merupakan diabetes dimana pasien mengalami
hiperglikemi yang dikarenakan resistensi sel-sel tubuh terhadap insulin, bisa juga karena
kerja insulin yang menurun, atau terdapat defisiensi insulin akibat kerusakan sel β
pancreas.
End Stage Renal Disease (ESRD) : Gagal ginjal tahap akhir dimana keadaan ini
permanen (irreversible), pada tahap ini fungsi ginjal <15 % dan GFR juga menurun.
Body Mass Index (BMI) : BMI ini menggambarkan tubuh dalam posisi ideal atau tidak,
selain itu BMI ini juga menyatakan status gizi seseorang. Normal BMI adalah 20-23
BMI. Cara mengukur BMI yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan kuadrat
dalam meter.
Oedema : Akumalasi cairan abnormal berupa cairan ekstraseluller dan ekstravaskuler di
jaringan interstitial.
Makanan padat energy : Makanan dengan kalori yang tinggi yaitu makanan yang
biasanya banyak karbohidrat ataupun lemak.
STEP II
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada hubungan hampir pingsan dengan diabetes mellitus type 2?
2. Apakah ada hubungan burning mouth sensation, gigi goyang dan gusi mudah berdarah
dengan kelainan sistemik yang diderita pasien?
3. Apakah mengkonsumsi makanan padat energy dapat menyebabkan diabetes mellitus
ataupun end stage renal disease?
4. Apakah ada hubungan oedema pada kaki pasien dengan penyakit sistemik yang diderita
pasien?
5. Apakah ada hubungan konsentrasi protein, potassium, magnesium dan phosphor pada
saliva yang tidak normal dengan penyakit jaringan periodontal yang diderita pasien?
6. Apakah ada hubungan BMI pasien dengan penyakit sistemik yang diderita pasien
STEP III
BRAIN STORMING
1. Iya ada hubungan antara hampir pingsan dengan diabetes mellitus type 2, karena pada
penderita diabetes mellitus type 2 mengalami hiperglikemia yaitunya adanya gula dalam
darah yang tidak dapat diubah menjadi glikogen untuk menjadi energy sehingga pasien
merasa lemas. Selain itu pada penderita diabetes mellitus juga sering sekali buang air
kecil (poliuria) yang menyebabkan pasien dehidrasi. Penderita diabetes mellitus juga
mengelami penebalan pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah pasienpun
tinggi. Pasein diabetes mellitus juga biasanya mengalami koma hipermolarketotik ini
dikarenakan keton yang berada dalam darah yang menyebabkan tekanan darah berkurang
dan asupan darah keotak berkurang.
2. Burning mouth sensationdikarenakan produksi saliva yang menurun selain itu biasanya
juga mengalami atropi pada papilla filiformis, oral trush pada penderita juga
memperparah burning mouth sensation yang dirasakan pasien.
Gigi goyang dikarenakan pembuluh darah yang menebal sehingga oksigen dan nutrisi
untuk remodilling jaringan periodontal berkurang yang menyebabkan penyakit jaringan
periodontal. Penderita diabetes mellitus type 2 juga memproduksi cytokine
proinflamatory yang akan mendegredasi protein tubuh. Selain itu antigen dalam tubuh
akan melakukan mekanisme pertahanan tubuh dengan fagositosis yang menyebabkan
destruksi kolagen pada jaringan periodontal.
Gusi mudah berdarah pasien penderita DM type 2 atau ESRD fungsi ginjal kurang
baik yang menyebabkan nutrisi yang diolah tubuh tidak sempura dan menyebabka
imunitas menurun yang menyebabkan perdarahan pada gingiva.
3. Ya, memakan makanan padat energy secara terus menerus dapat menyebabkan DM type
2 ataupun ESRD. Karena DM type 2 dipengaruhi oleh gaya hidup yang tidak sehat dan
bisa juga karena genetic. Ketika intake glukosa dan kebetuhan tubuh tidak sesuai akan
menyebabkan sel β pancreas bekerja lebih keras dan dapat menyebabkan resistensi
insulin.
4. Odema pada pasien ini dikarenakan penyumbatan aliran darah karena pasien yang
memiliki BMI 30 yang termasuk obesitas, sehingga pembuluh darahpun terhimpit
menyebabkan tekanan hidrostatis meningkat yang menyebabkan pembesaran plasma
pada interstitial dan mengisi sela-sela tubuh. Selain oedema cirri lain pada penderita
diabetes mellitus type 2 yaitunya danya varises.
5. Konsentrasi protein, potassium, magnesium dan phosphor ini akan membantu buffering
saliva dan juga mengatur kekentalan saliva. Jadi ketika konsentrasi zat-zat tersebut tidak
normal akan mempengaruhi keadaan mulut pasien yang akan mempermudah invasi dari
bakteri dan mendukung periodontitis.
6. Obesitas merupakan salah satu pencetus diabetess mellitus type 2, jadi dengan BMI
pasien yaitu 30 BMI tidak menutup kemungkinan pasien terserang diabetes mellitus type
2 ini. Pada tahap lanjut diabetes mellitus memang biasanya pasien mengalami penurunan
berat badan secara drastis dikarenakan kerja ginjal yang menurun, selain itu penggunan
cadangan protein dan lemak dalam tubuh pasien untuk menjadi energy karena glukosa
dalam darah yang tidak dapat diubah menjadi energy.
STEP IV
MAPPING
STEP V
LEARNING OBJECTIVE
1. Mengetahui faktor-faktor sistemik yang menunjang penyakit periodontal.
2. Memahami patofisiologi penyakit sistemik (Diabetes mellitus type 2 dan end stage renal
disease) mengakibatkan penyakit periodontal.
3. Memahai manifestasi klinis penyakit periodontal akibat penyakit sistemik (Diabetes
mellitus type 2 dan end stage renal disease).
4. Memahami patofisiologi penyakit periodontal mempengaruhi penyakit sistemik (Diabetes
mellitus type 2 dan end stage renal disease).
5. Mengetahui pemeriksaan lab yang dibutuhkan untuk penyakit sistemik (Diabetes mellitus
type 2 dan end stage renal disease).
STEP VII
PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE
1. Faktor-faktor sistemik yang menunjang penyakit periodontal :
a. Leukemia
Pembesaran dan perdarahan gingiva merupakan komplikasi oral yang paling
umum dari leukemia. Jaringan gingiva pada penderita leukemia menjadi lebih rentan
terhadap infiltrasi sel leukemia yang menyebabkan pengeluaran komponen molekul
adhesi endotelial sehingga infiltrasi leukosit meningkat
b. Wegner’s Granulomatosisn (WG)
Merupakan suatu penyakit yang ditandai adanya inflamasi, nekrosis,
granuloma, vaskulitis pada pembuluh darah kecil dan sedang yang sebagian besar
mengenai saluran nafas atas, paru-paru dan ginjal. Manifestasi awal dari WG dapat
melibatkan regio orofasial termasuk ulserasi mukosa mulut, pembesaran gingiva,
immobilitas gigi sampai tanggalnya gigi dengan sendirinya.
c. Stress sebagai pemicu penyakit periodontal
Secara fisiologi, situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya
mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks
adrenal. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu
dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah
pengendaliannya, Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal untuk
melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem korteks adrenal
diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia yang bekerja pada
kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis
selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa melalui aliran darah ke
korteks adrenal. Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk
kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar
endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon. (Nasution I. K., 2007). Efek
kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah aktivitas
neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan dalam respons, dimana
salah satu gejala dari stress adalah menurunnya system imunitas tubuh, dengan
menurunnya fungsi imunitas tubuh termasuk dalam rongga mulut maka adanya factor
local seperti bakteri dan trauma yang ada di rongga mulut mudah menyebabkan
terjadinya proses inflamasi dan infeksi, tidak terkecuali pada jaringan periodontal yang
output dari proses ini adalah penyakit periodontal.
d. Penyakit Genetik
Pada penyakit genetic faktor local seperti oral hygine pasien tidak
mempengaruhi namun lebih kepada sistemik pasien. Beberapa contoh dari penyakit
genetic yang mempengaruhi penyakit periodontal adalah sindrom down pada penyakit
ini berhubungan dengan kerja neutrofil dalam tubuh, selain itu ada juga cedhiak
heghasi yang juga menganggu kerja dari neutrofil dalam tubuh.
e. Penyakit sistemik lainnya
Penyakit periodontal juga berhubungan dengan Diabetes Melitus dan penyakit
sistemik lainnya seperti penyakit vascular dan penyakit saluran pernapasan. Penderita
Diabetes Melitus lebih rentan terhadap infeksi terutama pada penderita diabetes tidak
terkontrol. Penyakit-penyakit tersebut tidak memulai timbulnya penyakit ginggiva dan
periodontal, tetapi mempercepat perkembangan dan memperhebat kerusakan pada
jaringan periodontal.
2. Patofosiologi diabetes mellitus menjadi penyakit periodontal
Salah satu komplikasi mayor diabetes adalah perubahan integritas mikrovaskular,
yang sering menyebabkan kerusakan organ seperti retinopati dan nefropati. Pada kondisi
hiperglikemik, protein serta molekul matriks mengalami non-enzymatic glycosylation
yang menghasilkan advanced glycation end products (AGEs) pada jaringan, termasuk
jaringan periodonsium. AGEs merupakan rantai utama yang menghubungkan banyak
komplikasi diabetes karena AGEs menyebabkan abnormalitas fungsi sel endotel serta
perubahan pertumbuhan dan proliferasi pembuluh darah kapiler.
Akumulasi AGEs pada pasien diabetes meningkatkan intensitas respons infl amasi
monosit dan makrofag, yang ditunjukkan dengan meningkatnya produksi
proinflammatory cytokine seperti IL-1α dan TNF-α. Selain itu, AGEs juga berinteraksi
dengan kolagen dan membuat kolagen lebih sulit diperbaiki bila mengalami kerusakan.
Akibatnya, kolagen pasien diabetes lebih mudah terdegradasi. Selain ituiIkatan AGE
dengan kolagen menyebabkan solubilitas dan laju pembahuruan kolagen menurun,
sehingga penyembuhan jaringan peridonsium lambat.
Pada pasien diabetes terdapat kecenderungan terjadinya inflamasi. Diabetes
menyebabkan produksi kadar sitokin pro-inflamatori menjadi lebih tinggi, seperti IL-1
dan TNF-α, yang menyebabkan kehilangan tulang yang lebih besar. Berdasarkan
penelitian terakhir pada pasien diabetes, disebutkan bahwa meskipun bakteri pada plak
dibutuhkan pada proses periodontitis akut, tetapi tidak berperan terhadap kehilangan
tulang. Bakteri plak berperan secara tidak langsung dalam menghasilkan mediator
inflamasi, seperti prostaglandin, atau sitokin yaitu IL-1 dan TNF-α, yang memicu
kehilangan tulang secara akut.
Diabetes mellitus menyebabkan ketidakseimbangan produksi tulang baru setelah
resorpsi tulang dengan mencegah keseimbangan normal resorpsi dan pembentukan
tulang. Konsep ini menjelaskan bahwa pada jaringan ikat produk bakteri (seperti LPS)
merangsang sel (seperti makrofag) untuk memproduksi IL-1 dan TNF-α. IL-1 dan TNF-α
merangsang produksi enzim yang merusak jaringan gingiva dan juga menyebabkan
kematian fibroblas yang memperbaiki jaringan yang rusak. Pada tulang, bakteri dan
produknya menstimulasi makrofag membentuk IL-1 atau TNF untuk meningkatkan
produksi osteoklas yang dapat meresorpsi tulang. TNF secara khusus menyebabkan
kematian sel osteoblas yang dapat memperbaiki tulang.
Meningkatnya kadar glukosa dalam darah dan cairan gingiva juga akan merubah
lingkungan mikroflora dan menginduksi perubahan bakteri secara kualitatif. Pada
jaringan periodontal, hiperglikemia kronik penderita diabetes militus akan meningkatkan
aktivitas kolagenase dan menurunkan sintesis kolagen. Enzim kolagenase menguraikan
kolagen sehingga ligament periodontal rusak dan gigi menjadi goyang.
Pada penderita diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini disebabkan
sebagai akibat dari polimonuclear leukosit deficiencies, adherence, dan defek fagositosis.
Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol, terjadi pula gangguan pada fungsi
PMN dan monosit yang berperan terhadap bakteri pathogen.
LipolisisLipolisis
Kehilangan elektrolit
Kehilangan elektrolit
Deplesi elektrolit dan dehidrasi
Deplesi elektrolit dan dehidrasi
HipotensiHipotensi
Kolesterol plasma
Kolesterol plasma
ArterosklerosisArterosklerosis
FFA plasmaFFA plasma
KetonemiaKetonemia
KetonuriaKetonuria
AsidosisAsidosis
KetoasidosisKetoasidosis
Halitosis
Defisiensi InsulinDefisiensi Insulin
Penggunaan glukosaGlukogenesis
Penggunaan glukosaGlukogenesis
hiperglikemiahiperglikemia
GlikosuriaGlikosuria
PoliuriaPoliuria
Produksi sitokin Perubahan fungsi PMN
Mediator Inflamatori
Proinflamatori, sitokin, MMPs
Periodontitis
3. Manifestasi klinis penyakit sistemik
a. Diabetes Mellitus
Halitosis
Hiperglikemia merupakan salah satu gambaran utama peyakit DM.
kenaikan gula darah ini disebabkan oleh berkurangnya penggunaan glukosa dalam
jaringan perifer yang disertai peningkatan glukoneogenesis. Hiperglikemia sepintas
yang ringan tidak berbahaya dan terjadi sesudah setiap kali makan. Tetapi, ketika
kadar glukosa darah mengalami kenaikan melampaui ambang renal, maka glukosa
dapat terlihat didalam urin. Eksresi renal molekul glukosa yang osmotis aktif
menyebabkan ekskresi sejumlah besar air kedalam urine. Dehidrasi akan
mengakibatkan mengaktifan mekanisme rasa haus yang menyebabkan polidipsia.
Hilangnya glukosa ke dalam urin berarti hilangnya energy dalam tubuh. Ion Na dan
K dengan jumlah yang signifikan juga menghilang ke dalam urin sebagai efek
samping dieresis osmotic. Berkurangnya penggunaan glukosa dalam nucleus
ventromedialis menyebabkan hiperfagia. Meskipun asupan makanannya kelebihan,
pasien akan tetap mengalami penurunan berat badan sebagai akibat kehilangan
kalori kedalam urin dan mobilisasi lemak serta protein untuk produksi energy.
Defisiensi insulin akan menurunkan proses lipogenesi dan mempercepat lipolisis.
Sebagai akibatnya, kadar asam lemak bebas plasma menjadi dua kali lipat. Dengan
alasan yang tidak diketahui, pasien DM mengalami kenaikan kadar glucagon
plasma yang konstan kendati ketika terjadi hiperglikemia yang sangat berat.
Keadaan ini turut menimbulkan mobilisasi asam lemak bebas. Asam lemak bebas
memberikan energy pada jaringan yang sensitive insulin dan kelaparan glucagon
seperti otot skeletal. Namun demikian, mobilisasi asam lemak bebas mengakibatkan
pembentukan keton bodies. Pembentukan keton bodies melampaui kecepatan
pemakaiannya sehingga timbul ketosis dan asidosis metabolic. Asidosis
mengakibatkan pernapasan yang cepat dan dalam. Manifestasi dalam rongga mulut
berupa bau mulut yang tidak sedap (bau aseton). (Kumar, 2013)
Xerostomia (Mulut Kering)
Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air
liur), sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana
alirannya dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari
dalam mulut. Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya
rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang gigi, dan bisa
menjadi ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Pada penderita
diabetes salah satu tandanya adalah Poliuria, dimana penderita banyak buang air
kecil sehingga cairan di dalam tubuh berkurang yang dapat mengakibatkan jumlah
saliva berkurang dan mulut terasa kering.
Gingivitis dan Periodontitis
Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang).
Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya
pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh.
Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi
infeksi, Sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri. Dan hal ini menjadi lebih berat dikarenakan infeksi bakteri pada penderita
Diabetes lebih berat.
Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat
periodontitis, diantaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor
sistemik atau kondisi tubuh secara umum. Rusaknya jaringan Periodontal membuat
gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi
menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat cukup tinggi
meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab
utama hilangnya gigi pada orang dewasa.
Dari seluruh komplikasi Diabetes Melitus, Periodontitis merupakan
komplikasi nomor enam terbesar di antara berbagai macam penyakit dan Diabetes
Melitus adalah komplikasi nomor satu terbesar khusus di rongga mulut. Hampir
sekitar 80% pasien Diabetes Melitus gusinya bermasalah. Tanda-tanda periodontitis
antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah, warna gusi menjadi
mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam,
dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga
mudah lepas.
Hal ini diakibatkan berkurangnya jumlah air liur, sehingga terjadi
penumpukan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi dan mengakibatkan
gusi menjadi infeksi dan mudah berdarah.
Stomatitis Apthosa (Sariawan)
Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun penyakit ini bisa
menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita
Diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang kemudian
menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh jamur yang
berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur penderita
diabetes.
Rasa mulut terbakar
Penderita diabetes biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati
rasa pada mulutnya. Ini dikarenakan saliva yang berkurang.
Oral thrush/Oral candida
Penderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi
infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi
penderita diabetes yang merokok, risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar.
Pada penderita Diabetes Melites kronis dimana tubuh rentan terhadap infeksi
sehingga sering menggunakan antibiotik dapat mengganggu keseimbangan bakteri
di dalam mulut yang mengakibatkan jamur candida berkembang tidak terkontrol
sehingga menyebabkan oral trush.
Dental Caries
Diabetes Mellitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan
terjadinya dan jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada
diabetes aliran cairan darah mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai
substrat kariogenik. Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu
gigi, substrat , kuman dan waktu. Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui
bahwa jumlah air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi,
dan bila yang melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur
dengan bakteri yang ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat
mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya lubang atau caries gigi.
b. Manifestasi End Stage Renal Disease
Plak, Kalkulus dan Karies
Dalam suatu penelitian, serostomia akan meningkatkan predisposisi enderita
terhadap karies karena retensi produk urea serta pengalian dan produksi saliva yang
sedikit. Proses dialisis dapat memperburuk kondisi rongga mulut dimana jumlah
kalkulus meningkat, dan banyaknya dijumpai lesi karies. Deposit kalkulus dapat
bertambah akibat hemodialisis.
Pembentukan kalkulus pada jaringan keras gigi berkaitan erat dengan
ganguan homeostasis kalsium-fosfor. Presipitasi kalsium dan fosfor yang didorong
oleh pH yang buruk pada penderita penyakit gagal ginjal kronis karena hidrolisis
urea saliva menjadi amonia, dimana amonia berperan dalam menyebabkan pH
menjadi basa. Secara langsung, retensi urea akan memfasilitasi alkanisasi plak gigi,
dan meningkatnya pembentuka kalkulus.
Perubahan Warna Mukosa
Mukosa rongga mulut penderita gagal ginjal sering terlihat lebih pucat. Hal
ini disebabkan karena pengaruh anemia dari penderita. Kondisi ini disebut pallor.
Gejala lain yang sering terlihat adalah warna kemerahan pada mukosa akibat
deposit beta-karotin.
Stomatitis
Mekanisme dari stomatitis pada penderita gagal ginjal kronik merupakan
akibat dari uremia. Daya filtrasi glomeruler yang menurun pada penderita gagal
ginjal kronik akan menyebabkan penumpukan produk-produk sisa dalam darah
yang tak berhasil dikeluarkan oleh ginjal yang mengalami penurunan faal sehingga
menimbulkan keadaan uremia.
Pada keadaan uremia, terjadi pengumpulan urea dalam sekret-sekret tubuh
antara lain dalam keringat dan saliva. Urea dalam saliva akan dipecah oleh urease
yang dihasilkan oleh mikroorganisme mulut menjadi ammonia bebas. Adanya
ammonia bebas ditambah dengan hygiene oral yang jelek akan menimbulkan iritasi
mukosa mulut sehingga terjadi stomatitis eritemapultaceous. Stomatitis
eritemapultacaeous ditandai dengan rasa mulut yang kering dan panas seperti
terbakar dan adanya pseudomembran putih diatas mukosa yang kemerahan.
Selain itu, uremia juga akan menyebabkan penurunan respon imun baik
seluler maupun humoral dan barier mukokutan yang berfungsi sebagai prokteksi
terhadap kuman-kuman patogen akan mudah rusak atau pecah sehingga terjadi
ulserasi. Hal ini menyebabkan timbulnya stomatitis ulserativa, dimana gingival
mengalami resesi dan ulserasi sirkular juga pada palatum ditemukan ulserasi yang
difus. Ulserasi cenderung timbul pada bagian lingual lidah dan dasar mulut.
Umumny stomatitis dan manifestasi lain dalam mulut akan timbul bila nilai BUN
(Blood Urea Nitrogen) lebih besar dari 150 dan keadaan ini biasanya menetap
selama 2-3 minggu setelah BUN kembali normal.
Infeksi Mulut
Komplikasi lain pada penderita gagal ginjal kronik adalah penurunan respon
imun. Intoksikasi uremik ditambah dengan malnutrisi protein dan kalori akan
menyebabkan respon imun menurun baik respon seluler maupun humoral serta
rapuhnya barier mukokutan. Ulserasi yang terjadi merupakan port d’entrée
mikroorganisme oportunistik dalam flora normal mulut dan jamur sehingga
penderita mempunyai risiko terpapar infeksi yang tinggi terutama pada penderita
yang mendapat transplantasi ginjal. Infeksi yang paling sering terjadi adalah infeksi
kandida dan virus herpes simpleks.
Pendarahan
Pendarahan dapat terjadi di dalam mulut terutama pada gusi. Pendarahan
pada penderita gagal ginjal kronik disebabkan oleh rapuhnya kapiler, gangguan
fungsi trombosit dan trombositopenia.
Gangguan pada indra pengecap
Gangguan ini disebabkan karena defisiensi seng (Zn) atau gangguan fungsi
neurologis. Penderita umumnya mengeluh rasa logam (Metallic taste).
Halitosis
Urea yang berlebihan didalam saliva akan diubah oleh bakteri mulut
menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia.
4. Patofisiologi penyakit periodontal mempengaruhi penyakit sistemik
a. Diabetes Mellitus
Infeksi akut bakteri dan virus diketahui meningkatkan resistensi insulin pada
orang yang bukan penderita diabetes. Infeksi kronis bakteri Gram negative pada
periodontal juga bisa meningkatkan resistensi insulin. Studi mengatakan bahwa
pasien periodontitis, khususnya yang rongga mulutnya terdapat kolonisasi organisme
Gram negative seperti P. gingivalis, Tannerella forsynthesis dan Prevotella
Intermedia, memiliki serum yang menandakan adanya inflamasi seperti C-reactive
protein (CRP), IL-6, dan fibrinogen dibanding orang yang tidak memiliki
periodontitis. Penyebaran sistemik atau produk organisme tersebut menstimulasi
bacteremia atau endotexemia, menstimulasi peningkatan keadaan inflamasi dan
meningkatkan jumlah serum yang menandakan inflamasi. Pada penderita penyakit
periodontal sering ditemukan peningkatan proinflammatory cytokine IL-6 dan TNF-
α, yang dapat meningkatkan resistensi insulin. TNF-α dapat menstimulasi resistensi
insulin pada reseptor dengan mencegah autophosphorylation pada reseptor insulin.
Masuknya TNF-α pada orang yang sehat menstimulasi resistensi insulin pada otot
rangka dan mengurangi penggunaan glukosa. IL-6 meningkatkan produksi TNF-α.
Peningkatan produksi TNF-α dan IL-6 juga menstimulasi produksi CRP yang juga
dapat meningkatkan resistensi insulin.
b. End Stage Renal Disease
Tidak diketahui pasti penyakit periodontal langsung dapet menyebabkan
gagal ginjal. Namun diduga penyakit periodontal yang dapat menyebabkan diabetes
mellitus ini akan memicu timbulnya penyakit gagal ginjal, apabila diabetes mellitus
ini tidak terkontrol.
5. Pemeriksaan lab untuk penyakit sistemik
a. Diabetes mellitus
Pemeriksaan Glukosa
Pada pengambilan saliva, diambil dua kali yaitu waktu puasa dan dua jam
setelah makan. Saliva penderita diabetes mellitus ditampung dalam sebuah botol
bersih dan kering kemudian 200 saliva diambil memakai mikropipet, dimasukkan
ke dalam sebuah container dan diukur kadar glukosanya seperti pada pengukuran
kadar glukosa darah.
Hasil perhitungan statistic teknik korelasi Spearman menunjukkan adanya
korelasi positif antara kedua variable, berarti kenaikan kadar glukosa darah disertai
dengan kenaikan kadar glukosa saliva, begitu pula sebaliknya bila terjadi penurunan
kadar glukosa darah disertai juuga dengan penurunan kadar glukosa saliva.
Kadar Gula DarahVena (Whole blood) Kapiler (whole blood) Vena (plasma)
Diabetes MilitusPuasa > 7.0 mmol/l (>1.2 g/l) > 7.0 mmol/l (>1.2 g/l) > 8.0 mmol/l (>1.4 g/l)Acak > 10.0 mmol/l (>1.8 g/l) > 11.0 mmol/l (> 2.0 /l) > 11.0 mmol/l (>2.0 g/l)Gangguan toleransi glukosa(Impaired glucose tolerance)Puasa <7.0 mmol/l (<1.2 g/l) <7.0 mmol/l (<1.2 g/l) <8.0 mmol/l (<1.2 g/l)Acak > 7.0 <10.0 mmol/l (>
1.2 <1.8 g/l)> 8.0 < 11.0 mmol/l (> 1.4 <2.0 g/l)
> 8.0 <11.0 mmol/l (> 1.4 < 2.0 g/l)
Pemeriksaan Magnesium
Kekurangan magnesium sering terjadi pada penderita diabetes mellitus,
kelaiinan ini secara klinis metabolism magnesium dijumpai berbeda-beda. Tinggi
rendahnya kadar magnesium pada penderita diabetes mellitus tergantung lama
tidaknya seseorang menderita penyakit diabetes mellitus sesuai dengan jumlah
pengeluaran glukosa dan hormone insulin endogen. Menurunnya kadar magnesium
pada penderita diabetes mellitus dapat dipengaruhi oleh pengeluaran hormone
insulin, epinnefrin, modifikasi dari metabolism vitamin D, pengurangan plasma
darah, penurunan vitamin B6, B5 dan vitamin C, pertukaran gluationin, dan
pengobatan dengan pemberian hormone insulin yang tinggi dan biguanida.
Pemeriksaan Protein
Beberapa penelitian menyatakan bahwa konsentrasi total protein saliva
yang terkandung pada penderita diabetes mellitus dan kelompok control setara.
Tetapi beberapa penelitian menemukan konsentrasi saliva pada penderita diabetes
dapat menjadi lebih rendah atau lebih tinggi.
Pada sampel pertama berisi seluruh saliva tidak dirangsang dikumpulkan
selama 5 menit menggunakan metode meludah, ini sebagai pembanding. Kemudian
pada sampel kedua berisi saliva kelenjar parotis yang dirangsang lalu dikumpulkan
pada alat pengumpul carslton-critenden dengan 2% asam sitrun diusap pada tepi
lateral dari lidah dengan interval selama 30 detik. Saliva pada sampel kedua
dikumpulkan selama 2 menit pertama kemudian dikelompokkan, karena ini
merupakan periode dengan komposisi saliva yang bervariasi. Kedua sampel
kemudian dikelompokkan ke dalam tabung preweighed di dalam es selama 5 menit
atau dikumpulkan sampai 1,5 ml, tabung ditimbang dan lajur alir saliva
diperhitungkan. Laju alir saliva kelenjar parotis untuk penderita diabetes berkisar
0,34 ml/menit dan untuk kelompok control berkissar 0,35 ml/menit. Sementara laju
alir saliva tanpa rangsangan untuk penderita diabetes sekitar 0,41 ml/menit dan 0,45
ml/menit untuk non diabetes. Beberapa penelitian terhadap rata-rata aliran saliva
yang tidak distimulasi pada individu sehat ditemukan nilai rata-rata untuk seluruh
saliva kurang lebih ,3 ml/menit. Nilai dibawah 0,1 ml/menit dikatakan hiposalivasi
dan nilai diantara 0,1-0,25 ml/menit itu aliran rendah. Setelah itu ditentukan
konsentrasi protein dengan kelenjar saliva parotis dengan penyerapan pada 215 nm
dengan serum albumin sapi (bovine) sebagai tolak ukur. Sampel saliva dari
penderita diabetes mellitus dikumpulkan dengan satu atau dua kali yang telah
dikalibrasikan oleh peneliti. Saliva dari kelompok control dikumpulkan dengan
lima kalibrasi oleh peneliti termasuk dua dari kelompok tersebut. Dari hasil
penelitian didapat konsentrasi protein pada penderita diabetes berkisar 2,63 ± 0,17
mg/ml dan kelompok control berkisar 2,24 ± 0,15 mg/ml, tetapi disini dinyatakan
bahwa tidak ada perubahan yang signifikan pada hasil sekresi dari seluruh saliva
kelenjar parotis yang dirangsang atau pada konsentrasi protein saliva dengan
rangsangan asam pada kelenjar parotis.
Test toleransi glukosa oral (TTGO).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan beban glukosa yang setara
dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air. kemudian setelah 2 jam
diperiksa kadar glukosa darah pasca pembebanan didapatkan hasil 200 mg/dL.
Pemeriksaan TTGO lebih sensitif dan lebih spesifik bila dibandingkan dengan
pemeriksaan glukosa darah puasa. Namun pemeriksaan ini lebih sulit dilakukan,
sehingga dalam praktek jarang dilakukan.
b. End stage renal disease
Pemeriksaan penunjang pada penyakit ginjal kronik menurut Doenges (2000) adalah:
Urin
1) Volume: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada.
2) Warna: secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
3) Berat jenis urine: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
4) Klirens kreatinin: mungkin menurun.
5) Natrium: lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
6) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.
Darah
1) Hitung darah lengkap: Hb menurun karena adanya anemia, Hb biasanya kurang
dari 7-8 gr.
2) Sel darah merah: menurun pada defisiensi eritropoetin seperti azotemia.
3) GDA: PH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hidrogen dan amonia atau
hasil akhir katabolisme protein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
4) Kalium: peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan.
5) Magnesium fosfat meningkat.
6) Kalsium menurun.
7) Protein (khusus albumin): kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan
atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
8) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi pada penderita gagal ginjal kronik
memberikan gambaran peninggian densitas eko korteks maupun medulla, bahkan
sonodensitasnya hampir sama dengan densitas sinus ginjal. Pada ginjal yang
normal, densitas ini tidak sama. Densitas eko medula adalah yang paling rendah,
diikuti dengan densitas korteks dan yang paling tinggi adalah densitas sinus ginjal.
Pada gagal ginjal stadium awal, biasanya ukuran ginjal masih normal
sedangkan pada gagal ginjal kronik ukuran ginjal pada umumnya mengecil,
dengan penipisan parenkim, peninggian ekogenitas parenkim dan batas
kortikomeduler yang sudah tidak jelas atau kabur.
DAFTAR PUSTAKA
Andika, Handri. 2003. Ketebalan Parenkim Ginjal pada Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan
Pemeriksaan Ultrasonografi. Semarang:Universitas Diponegoro.
Ginting, Andi Raga. Manifestasi Oral pada Penyakit Ginjal Kronis. Medan:Universitas Sumatra
Utara.
Irlinda, Riva. 2014. Hubungan antara Paparan Asap dengan Kejadian Pembesaran Gingiva
(Studi pada Pekerja Pengasapan Ikan di Desa Bandarharjo, Kota Semarang, Jawa
Tengah). Semarang:Universitas Diponegoro.
Muclis, M Ridwan. 2010. Hubungan Periodontitis dengan Diabetes Melitus serta
Perawatannya. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Ranakusuma boedisantoso A. 1992. Metabolik endokrinologi rongga mulut. UI Press: Jakarta.
Sidabutar P. R., dkk., 1996. Penyakit ginjal dan hipertensi berkaitan dengan perawatan ginjal dan mulut. EGC: Jakarta.