Lap. Geologi Donggala

download Lap. Geologi Donggala

of 18

description

Field Report

Transcript of Lap. Geologi Donggala

FISIOGRAFI, MORFLOGI DAN KONDISI GEOLOGI

a. Fisiografi

Wilayah Kabupaten Parimo ditandai oleh sebaran wilayah pegunungan yang cukup dominan. Areal pegunungan yang cukup dominan ini terutama di bagian utara dan barat. Pola punggungan pegunungan di bagian utara berarah timur-barat sedangkan di bagian selatan berarah utara-selatan. Orientasi pegunungan ini berkaitan dengan proses tektonik yang membentuk Pulau Sulawesi serta adanya struktur-struktur geologi yang dalam jangka panjang mengontrol bentuk alam. Fisiografi kabupaten parimo juga dikontrol oleh jenis batuan dan stadia morfologi.

Puncak tertinggi di bagian utara memp[unyai elevasi 2500 m, yaitu G. Malino di kecamatan Tomini, sedangkan puncak tertinggi di bagian selatan berelevasi 1786 m, yaitu G. Sinio di kecamatan Ampibabo.

Secara umum, perubahan fisografi dari dataran ke bentuk perbukitan dan pegunungan bergradasi secara teratur ataupun sangat sedikit dijumpai adanya lembah-lembah memanjang diantara jalur pegunungan.

Pada beberapa tempat yang berupakan batas morfologi pegunungan dan dataran sangat umum dijumpai endapan-endapan kipas. Kenampakan ini sangat jelas, terutama di wilayah kecamatan parigi dan kecamatan Sausu.

Wilayah bagian utara kabupaten Parimo, yaitu dari Toboli sampai dengan Moutong secara morfologi didominasi oleh pegunungan dan perbukitan, sedangkan dari arah Toboli sampai dengan Sausu areal dataran semakin luas, hal mana merupakan salah satu faktor bagi ketersediaan lahan pemukiman dan pertanian di bagian selatan kabupaten Parimo.

b. Satuan Morfologi

Berdasarkan pada bentuk timbulan atau relief, morfologi kabupaten Parimo dapat dibagi kedalam tiga satuan morfologi, yaitu morfologi dataran, morfologi perbukitan dan satuan morfologi pegunungan.

a. Satuan morfologi dataran

Penyebaran morfologi ini umumnya pada wilayah pesisir, dengan panjang kearah batas morfologi perbukitan dan pegunungan bervariasi sempit sampai dengan sangat lebar, dengan dimensi lebar terbesar di daerah Laebago, sekitar 9,5 km. Sedangkan di wilayah Tomini Moutong morfologi dataran dengan lebar terbesar terdapat di wilayah Ongka, Kota Raya dan Lambunu, yaitu 10 km. Perbedaannya adalah bahwa sebaran morfologi dataran di bagian selatan lebih merata dibanding di bagian utara dimana sebaran dataran relatif hanya di wilayah Ongka, Kota raya dan Lambunu.

Adapun di bagian tengah, wilayah dataran terlebar terdapat di kecamatan Ampibabo, yaitu sekitar 6 km. Di wilayah kabupaten Parimo ini morfologi dataran yang ter enclave sangat minim dijumpai.

Batuan penyusun utama satuan moroflogi ini didominasi oleh aluvial sungai dan pantai.

b. Satuan morfologi perbukitan

Penyebaran morfologi ini disamping dipengaruhi oleh jenis batuannya juga berhubungan dengan struktur patahan yang umumnya berpola sejajar. Morfologi perbukitan yang dikontrol oleh jenis batuan yaitu litologi batugamping, diantaranya terbentuk di wilayah kecamatan Tomini dan Tinombo. Pengaruh struktur patahan dan kekar terhadap morfologi ini banyak dijumpai pada wilayah yang membatasi morfologi dataran dan pegunungan. Kenampakan morfologi ini sangat umum pada sisi-sisi kiri dan kanan jalur pegunungan di kabupaten Parimo.

Penyusun satuan morfologi ini bervariasi, dari konglomerat, batu pasir, batuan volkanik dan sedimen laut dalam Formasi Tinombo dengan litologi batulempung, batupasir, konglomerat, batusabak dan batuan volkanik.

c. Satuan morfologi pegunungan

Moroflogi pegunungan merupakan wilayah dengan luasan terbesar dibanding areal pada morfologi dataran dan perbukitan. Di bagian utara, arah punggungan pegunungan relatif timur-barat, di bagian tengah berarah utara-selatan dan di bagian selatan berarah utara baratlaut-tenggara. Elevasi tertinggi di bagian utara adalah 2500 m sedangkan dibagian selatan adalah 1786 m. Penyusun morfologi ini didominasi oleh batuan metamorf, granit dan batuan sedimen formasi Tinombo.

c. Pola Aliran Sungai

Berdasarkan pengamatan terhadap peta topografi dan peta geologi, secara umum terdapat dua kenampakan pola aliran sungai di kabupaten Parimo, dimana kedua pola ini sangat dipegaruhi oleh jenis batuan dan struktur yang terbentuk. Kedua pola aliran tersebut adalah pola aliran dendritik dan paralel. Pola dendritik umumnya terbentuk di bagia utara, yaitu di wilayah pegunungan Tinombala dan Malino sedangkan pola aliran paralel umumnya terbentuk di sisi kanan jalur pegunungan di barat Parigi.

Ditinjau dari faktor topografi untuk akumulasi air, punggung pegunungan yang membatasi Kab. Donggala dan Kab. Parimo memberi pengaruh bagi adanya batas topografi untuk pola aliran air, yaitu ke arah timur ke Kab. Parimo dan ke arah barat ke Kab. Donggala. Mengingat bentuk topografi bergradasi dari pegunungan-perbukitan-daratan dan pesisir pantai maka aliran air yang tidak direkayasa akan segera terakumulasi kearah laut pantai timur.

Berdasarkan pengamatan lapangan terhadap sungai-sungai di kabupaten Parimo, komposisi material yang terdapat di daerah aliran sungai bervariasi dari terbanyak sampai terendah adalah lumpur, pasir, kerikil dan kerakal, bahkan ada beberapa yang tidak berkerikil dan kerakal. Disamping itu, sungai-sungai yang mengalir ke arah timur ini secara ril berpotensi dalam hal ketersediaan air.

Stadium erosi sungai-sungai di wilayah Parimo juga dipengaruhi oleh jenis batuan di daerah aliran sungai tersebut. Karenanya, daerah aliran sungai yang melewati formasi aluvial dan batuan molase akan dicirikan oleh sungai dengan stadium dewasa sampai tua

d. Stratigrafi Batuan dan Litologi

Berdasarkan hasil pegamatan lapangan dan studi terhadap laporan-laporan terdahulu, stratigrafi dan litologi yang meyusun wilayah Kabupaten Parimo terdiri dari Kompleks Batuan Metamorf, Perselingan serpih, batupasir, konglomerat dan batuan volkanik dari Formasi Tinombo, Batuan Gunung Api, Batuan Molase, Granit dan Granodiorit, Endapan Danau dan Endapan Sungai dan pantai.

1. Kompleks Batuan Metamorf

Penyebaran batuan metamorf memanjang dari kecamatan Parigi kearah utara sampai dengan wilayah kecmatan Moutong,dan mendominasi puncak punggungan/ pematang Sulawesi bangian tengah dimana kabupaten Parimo terdapat. Kenampakan fisik batuan metamorf relatif padat, bersifat genesan dengan penjajaran mineral butiran dominan sedangkan di bagian barat pematang sangat bersifat sekis dengan dominasi mineral pipih.

2. Formasi Tinombo

Formasi ini menindih batuan metamorf secara tidak selaras. Penyebarannya sangat luas dan hampir menyusun semua bagian kec. Tinombo. Demikian halnya di bagiaj utara (Moutong) luasannya sangat signifikan. Kenampakan khas formasi ini adalah perselingan lapisan batuan batupasir, batulempung, batulanau dengan sisipan lapisan batuan volkanik, batugamping. Umumnya batuan pada formasi ini bersifat rapuh. Pada beberapa tempat formasi ini telah mengalami metamorfisme, terutama di sekitar jalur-jalur patahan.

3. Batuan Volkanik

Batuan ini terdapat bersinggungan dengan Formasi Tinombo. Di Kec. Parimo singkapan batuan ini dapat dijumpai secara luas di wilayah Kasimbar. Umumnya bersifat andesitik dan berukuran kristal yang halus.

4. Batuan Molasse

Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung. Penyebarannya yang cukup luas, memanjang dari Moutong bagian selatan, bagian timur Tomini, Ampibabo, dan bagian barat Parigi, dan Sausu. Batuan ini menindih formasi Tinombo secara tidak selaras. Secara fisik ikatan batuan dalam formasi ini kurang padat sehingga pada ruas-ruas jalan yang disusun formasi ini kelongsoran sangat umum dijumpai.

5. Aluvium dan endapan pantai

6. Batuan intrusi

Batuan intrusi yang terbentuk di kabupaten Parimo berkomposisi Granit-Granodiorit. Batuan tersebar cukup luas, dan umumnya menempati areal dengan elevasi yang tinggi. Singkapan batuan ini diantaranya di Marawola, Dolo, Kulawi, Kamarora, Parigi, Sausu dan Sibayu Sabang.

e. Struktur Geologi

Berdasarkan hipotesis tektonik lempeng, dapat diketahui bahwa pulau Sulawesi merupakan tempat persentuhan 3 Mandala Geologi, yaitu Mandala Geologi Sulawesi Timur, Mandala Geologi Sulawesi barat dan Mandala Geologi Banggai-Sula. Wilayah kabupaten Parimo secara geologis termasuk wilayah yang sangat dipengaruhi oleh kegiata tektonik yang menghasilkan struktur-struktur yang diantaranya mengontrol bentukan-bentukan ataupun timbulan permukaan bumi. Struktur-struktur baik lokal maupun regional dapat dijumpai, baik dengan mengamati peta topografi, kenampakan bentang alam, pengaruhnya pada singkapan dan gejala alam seperti mata air panas. Pada jalur-jalur patahan utama, efek penghancuran sangat jelas, seperti halnya teramati pada ruas jalan Sausu Tambarana. Jalur ini termasuk salah satu wilayah kritis akan adanya patahan. Pada beberapa tempat di ruas jalan Sausu Tambarana dijumpai kerusakan teknis struktur jalan raya, dimana kejadian retakan pada badan jalan dapat diinterpretasikan sebagai salah satu akibat dari patahan. Demikian pula halnya dengan peristiwa gempabumi yang pernah melanda wilayah Sausu, yang merupakan salah satu manifestasi proses patahan.

Arah utama patahan di Kabupaten Parimo adalah baratlaut tenggara. Patahan-patahan terjadi berupa patahan turun, datar dan naik (sungkup).

f. Sumberdaya Geologi

Secara geologis Kabupaten Parimo termasuk salah satu wilayah yang memiliki sumberdaya geologis, baik batuan maupun mineral, sebagaimana dirinci dibawah ini :

1. Batuan

Batuan yang dimaksud disini adalah bahan alam yang dapat dieksploitasi dari sumbernya, baik dengan menggunakan cara mekanis maupun dengan cara semi-mekanis untuk tujuan penggunaan dalam konstruksi baik jalan maupun gedung.

Berdasarkan identifikasi lapangan dan hasil studi data yang ada sumberdaya ini meliputi :

Granit :Bahan ini dapat digunakan untuk konstruksi bangunan. Terdapat di sebelah barat Kec. Parigi dan Kec. Sausu. Penyebarannya cukup luas dan sebagian tempat dapat dijangkau kendaraan. Penyebaran setempat-setempat juga dijumpai di desa Toboli serta desa Norantale kec. Ampibabo. Penggalian dapat dengan menggunakan cara mekanis dan semi-mekanis.

Genes :Terdapat sepanjang bagian barat Dolago sampai dengan Torera kec. Ampibabo. Bahan ini juga dapat digunakan untuk konstruksi bangunan. Terdapat di sebelah barat Kec. Parigi dan Kec. Sausu. Penyebarannya cukup luas dan sebagian tempat dapat dijangkau kendaraan. Penggalian dapat dengan menggunakan cara mekanis dan semi-mekanis.

2. Pasir Batu (Sirtu)

Penyebaran bahan bangunan ini dapat dijumpai di S. Sausu, S. Dolago, S.Ampibabo, S.Tampis dan S. Toribulu. Variasi batuan pada kerikil dan kerakal di sungai-sungai ini sangat tergantung jenis batuan yang terdapat di hulunya, sehingga di bagian utara banyak dijumpai bongkah genes sedangkan di selatan disamping genes juga terdapat granit.

3. Mineral

Mineral yang terindikasi dijumpai di Kab. Parimo adalah pasir felspar, kaolin, emas dan tembaga.

Pasir felspar : Bahan ini dapat digunakan untuk bahan dasar dalam industri gelas/kristal. Indikasi lapangan penyebaran bahan ini adalah di daerah Toboli dan pegunungan granit di sebelah barat Parigi dan Sausu.

Emas dan tembaga : Keterdapatan bahan galian ini dijumpai di desa Maninili dan daerah aliran sungai ke arah hulu pegunungan Tinombala (aluvial). Sedangkan di Kec. Moutong bahan galian ini juga terindikasi dan pada periode yang lalu aktif dieksploitasi secara tradisional oleh penduduk sekitar lokasi bahan galian. Data penyelidikan lainnya menunjukkan bahwa penyebaran bahan galian emas dan tembaga ini terdapat di Pegunungan Lambunu di sebelah utara kec. Moutong dan Kec. Tomini.

g. Sumberdaya Air

Berhubungan dengan jenis batuan dan struktur geologi yang terbentuk dan stadia lembah di Kab. Parimo maka di wilayah ini sangat banyak terbentuk alur sungi/lembah. Dengan mengasumsikan bahwa suatu wilayah merupakan suatu areal tangkapan hujang maka jumlah cadangan air tanah akan tergantung pada volume pori yang terdapat pada massa tanah/batuan. Karenannya adanya struktur/struktur geologi berupakan patahan dan kekar, dari aspek geologi disamping merupakan jalur bagi hilangnya cadangan air juga merupakan jalur bagi kemungkinan suatu formasi menyimpan air.

1. Air permukaan

Air permukaan berupa sungai yang berpotensi air terdapat cukup banyak di wilayah ini. Sungai-sungai yang berpotensi tersebut diantaranya S. Sausu, S. Dolago, S. Kasumba, S. Toboli, S. Ampibabo, S. Toribulu, S. Maninili, S. Sidoan, S. Tinombo, S. babalo, S. Ogotion (Tomini), S. Tuladenggi (Moutong) dan S. Damar (Tomini).

Adapun danau-danau kecil terdapat di Kec. Tomini, yaitu D. Batudako, D. Bolanosau dan D. Tururi.

2. Air Tanah

Berdasarkan sebaran batuan penyusun maka wilayah yang paling potensil bagi ketersediaan air tanah adalah wilayah yang disusun oleh aluvial serta sebagian wilayah pelapukan batuan Formasi Molase. Adapun batuan genes, Formasi Tinombo dan Batuan Volkanik mempunyai permeabilitas rendah sehingga kemampuan menyimpan air sangat rendah.

Berdasarkan sebaran material penyusunnya maka wilayah dengan akifer prodiktifitas tinggi terdapat di Toboli, Parigi, Tindaki, Tolai, Sausu, antara Toboli-Ampibabo, Kotaraya dan Ongka. Pada wilayah ini kedalaman muka air tanah umumnya < 5 m.

Akifer produktifitas sedang terdapat di sebagian Parigi, sebagian Sausu, Toboli, Ampibabo, kasimbar, inombo dan Moutong. Sedangkan akifer produktifitas rendah ataupun tanpa potensi merupakan wilayah yang disusun oleh batuan granit dan metamorf genes.

KONDISI FISIK

1. Fisiografi

Wilayah Kabupaten Donggala ditandai oleh sebaran wilayah pegunungan yang cukup dominan. Areal pegunungan yang cukup dominan ini terutama di bagian utara dan barat. Di kedua wilayah ini jalur pegunungan terbentuk memanjang hampir utara selatan. Adapun wilayah yang relatif bersifat dataran hanya menempati luasan yang relatif kecil, dengan luas maksimum areal dataran terletak di wilayah Parigi sampai dengan perbatasan dengan kabupaten Poso.

Di bagian utara djumpai pegunungan dengan puncak tertinggi, yaitu G. Malino mencapai ketinggian 2500 m sedangkan di bagian barat puncak tertinggi, yaitu G. Gawalise dengan ketinggian 2093 m. Berdasarkan hasil studi terhadap laporan-laporan terdahulu, orientasi utama jalur pegunungan ini sangat berkaitan dengan jalur struktur utama yang terdapat di bagian tengah P. Sulawesi, yaitu jalur patahan Palu-Koro, dengan arah tenggara-barat laut.

Di bagian tengan wilayah Kabupaten Donggala, yaitu di Kecamatan Dolo dan Marawola, dijumpai kenampakan berupa ciri-ciri struktur yang membatasi satuan morfologi, dimana fisiografi endapan kipas sangat jelas dan membatasi morfologi perbukitan di sisi kanan kiri dengan areal dataran di bagian tengah. Morfologi Graben sangat jelas, dan berkaitan dengan tektonik yang telah berlangsung di sepanjang jalu graben tersebut. Pada beberapa bagian di Kabupaten Donggala juga dijumpai terbentuknya dataran tinggi, diantaranya dataran Palolo.

2. Satuan Morfologi

Berdasarkan pada bentuk timbulan atau relief, morfologi kabupaten Donggala dapat dibagi kedalam tiga satuan morfologi, yaitu morfologi dataran, morfologi perbukitan dan satuan morfologi pegunungan.

d. Satuan morfologi dataran

Penyebaran morfologi ini umumnya pada wilayah pesisir, dataran pada kawasan lembah baik dataran rendah maupun yang bersifat dataran tinggi. Pada bagian pesisir yang paling luas terdapat sepanjang pesisir Parigi hingga Sausu, sedangkan pada pesisir barat yaitu sepanjang Tawaeli sampai dengan Dampelas Sojol dan Banawa sampai dengan Surumana dan Lalundu morfologi dataran relatif sempit. Di bagian lembah dengan morfologi dataran yang cukup luas terdapat di bagian lembah Palu yaitu di Kecamatan Biromaru, Dolo dan Marawola, dibatasi oleh gawir patahan disisi barat dan jalur pegunungan di sisi timur.

Morfologi dataran ini juga terdapat di kecamatan Palolo. Wilayah yang dicakupi oleh morfologi ini merupakan wilayah yang paling potensil sehingga merupakan kawasan hunian/pemukiman dominan. Penyusun utama satuan ini adalah endapan aluvial dan sedimen molasse yang mempunyai kekompakan relatif rendah.

e. Satuan morfologi perbukitan

Penyebaran morfologi ini disamping dipengaruhi oleh jenis batuannya juga berhubungan dengan struktur patahan yang umumnya berpola sejajar. Morfologi perbukitan yang dikontrol oleh jenis batuan yaitu litologi batugamping, diantaranya terbentuk di wilayah kecamatan Banawa. Pengaruh struktur patahan dan kekar terhadap morfologi ini banyak dijumpai pada wilayah yang membatasi morfologi dataran dan pegunungan. Kenampakan morfologi ini sangat umum pada sisi-sisi kiri dan kanan jalur pegunungan di kabupaten Donggala. Pada perbukitan yang relatif terorientasi, arah umumnya adalah timurlaut-baratdaya, dan relatif tegak lurus terhadap arah utama struktur patahan Palu-Koro. Penyusun satuan ini bervariasi, yaitu batugamping, granit, batuan volkanik, batuan sedimen molase dan sedimen formasi Tinombo dengan litologi batulempung, batupasir, konglomerat, batusabak dan batuan volkanik.

f. Satuan morfologi pegunungan

Moroflogi pegunungan merupakan wilayah dengan luasan terbesar dibanding areal pada morfologi dataran dan perbukitan. Di bagian utara, arah punggungan pegunungan relatif timur-barat, di bagian tengah berarah utara-selatan dan di bagian selatan berarah utara baratlaut-tenggara. Elevasi tertinggi di bagian utara adalah 2500 m sedangkan dibagian selatan adalah 2093 m. Penyusun morfologi ini didominasi oleh batuan metamorf, granit dan batuan sedimen formasi Tinombo.

3. Pola Aliran Sungai

Berdasarkan pengamatan terhadap peta topografi dan peta geologi, secara umum terdapat dua kenampakan pola aliran sungai di kabupaten Donggala, dimana kedua pola ini sangat dipegaruhi oleh jenis batuan dan struktur yang terbentuk. Kedua pola aliran tersebut adalah pola aliran dendritik dan paralel. Pola dendritik umumnya terbentuk di bagia utara, yaitu di wilayah pegunungan Tinombala dan Malino sedangkan pola aliran paralel umumnya terbentuk di sisi-sisi kiri dan kanan graben Palu.

Ditinjau dari faktor topografi untuk akumulasi air, Sungai Palu diinterpretasi sebagai alur dengan akmulasi sungai terbanyak, dimana aliran yang bersumber dari Danau Lindu, Sungai Gumbasa dan sungai-sungai sepanjang jalur utara-selatan pegunugan Gawalise bermuara ke satu lembah yang dikenal sebagai lembah Palu.

Stadium erosi sungai-sungai di wilayah Donggala juga dipengaruhi oleh jenis batuan di daerah aliran sungai tersebut. Karenanya, daerah aliran sungai yang melewati formasi aluvial dan batuan molase akan dicirikan oleh sungai dengan stadium dewasa sampai tua

4. Stratigrafi dan Litologi

Berdasarkan hasil pegamatan lapangan dan studi terhadap laporan-laporan terdahulu, stratigrafi dan litologi yang meyusun wilayah Kabupaten Donggala terdiri dari Kompleks Batuan Metamorf, Perselingan serpih, batupasir, konglomerat dan batuan volkanik dari Formasi Tinombo, Batuan Gunung Api, Batuan Molase, Granit dan Granodiorit, Endapan Danau dan Endapan Sungai dan pantai.

a. Kompleks Batuan Metamorf

Penyebaran batuan metamorf memanjang dari arah utara ke selatan dan mendominasi puncak punggungan timur Sulawesi bangian tengah dimana kabupaten Donggala terdapat. Dijumpai dua kenampakan fisik berbeda, dimana di bagian timur relatif padat, bersifat genesan dengan penjajaran mineral butiran dominan sedangkan di bagian barat pematang sangat bersifat sekis dengan dominasi mineral pipih.

Di jalur Pakuli sampai dengan Kulawi, batuan metamorf dijumpai berupa metamorfisme batuan asal, yaitu granit. Gejala ini sangat jelas pada jalur-jalur patahan. Umumnya ciri-ciri asal batuan granit masih dapat ditelusuri pada lokasi singkapan batuan.

b. Formasi Tinombo

Formasi ini menindih batuan metamorf secara tidak selaras. Penyebarannya sangat luas di wilayah kabupaten Donggala baik di bagian timur maupun di bagian barat. Kenampakan khas formasi ini adalah perselingan lapisan batuan batupasir, batulempung, batulanau dengan sisipan lapisan batuan volkanik, batugamping. Umumnya batuan pada formasi ini bersifat rapuh. Pada beberapa tempat formasi ini telah mengalami metamorfisme, terutama di sekitar jalur-jalur patahan.

Di bagian barat Sidondo sampai Omu, yaitu di wilayah perbukitan, formasi ini tersingkap, disusun oleh batupasir, batulempung dan konglomerat. Sedangkan di bagian barat, yaitu dari Marawola sampai dengan baratdaya Kulawi formasi ini sangat dominan. Puncak tertinggi pada pegunungan di bagian barat kabupaten Donggala disusun oleh Formasi ini.

c. Batuan Volkanik

Singkapan batuan ini dapat dijumpai secara jelas pada ruas jalan Lolioge sampai dengan Kabonga. Umumnya bersifat andesitik dan berukuran kristal yang halus.

d. Batuan Molasse

Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung. Penyebarannya yang cukup luas adalah dibagian utara, timur dan tengah Kabupaten Donggala. Di wilayah Banawa dan Sindue, batuan ini menjemari dengan batugamping koral. Di wilayah Malelali dijumpai singkapan batupasir berlapis tebal dengan ukuran butir terpilah. Sausu Batuan ini menindih formasi Tinombo secara tidak selaras. Secara fisik ikatan batuan dalam formasi ini kurang padat sehingga pada ruas-ruas jalan yang disusun formasi ini kelongsoran sangat umum dijumpai.

e. Endapan Danau

Penyebaran satuan ini terdapat di kawasan Danau Lindu, terutama menyebar kearah timur dan selatan danau. Bagian lembah yang dikenal sebagai lembah/dataran Palolo juga tersusun oleh satuan ini,yang disusun oleh lempung, pasir dan kerikil.

f. Aluvium dan endapan pantai

g. Batuan intrusi

Batuan intrusi yang terbentuk di kabupaten Donggala berkomposisi Granit-Granodiorit. Batuan tersebar cukup luas, dan umumnya menempati areal dengan elevasi yang tinggi. Singkapan batuan ini diantaranya di Marawola, Dolo, Kulawi, Kamarora, Parigi, Sausu dan Sibayu Sabang.

5. Struktur Geologi

Wilayah kabupaten Donggala secara geologis termasuk wilayah yang sangat dipengaruhi oleh kegiata tektonik yang menghasilkan struktur-struktur yang diantaranya mengontrol bentukan-bentukan ataupun timbulan permukaan bumi. Struktur-struktur baik lokal maupun regional dapat dijumpai, baik dengan mengamati peta topografi, kenampakan bentang alam, pengaruhnya pada singkapan dan gejala alam seperti mata air panas. Pada jalur-jalur patahan utama, efek penghancuran sangat jelas, seperti halnya teramati pada ruas jalan Pakuli Kulawi, dimana kondisi batuan granit yang secara genetis merupakan batuan masif tetapi efek di lapangan sangat terpatahkan dan termilonitisasi akibat pergeseran.

Pengamatan lapangan dan studi terhadap peta topografi wilayah bagian tengah Kabupaten Donggala memperlihatkan pengaruh kuat patahan Palu-Koro terhadap bentukan bentang alam. Struktur graben sangat jelas dengan adanya gawir-gawir di kedua sisi, lembah dan kelurusan topografi. Di sepanjang jalur patahan ini gejala off-set alur sungai cukup jelas.

Gempabumi yang disertai Tsunami di Tambu tahun 1968 disebabkan oleh adanya sesar normal pada wilayah tersebut. Wilayah yang diterjang tsunami merupakan blok patahan yang turun. Besarnya pergeseran relatif yang teramati dari kedua blok yang bergeser tersebut adalah 5 meter (Soekamto, 1973).

Pada beberapa tempat di ruas jalan Sausu Tambarana dijumpai kerusakan teknis struktur jalan raya, dimana kejadian retakan pada badan jalan yang dapat diinterpretasikan sebagai salah satu akibat dari patahan.

B.BAHAYA GEOLOGI

1. Gempabumi tektonik, Tsunami dan Liquafaksi

Tsunami, pernah terjadi di kawasan Tambu dan Tonggolobibi.

Liquafaksi dapat berpotensi terjadi, terutama pada formasi lepas di daerah lembah, terutama bagian yang terletak di wilayah lembah Palu.

2. Erosi

Lokasi rawan : G. Gawalise sebelah barat Dolo dan Marawola, terutama gejala erosi baru yang sangat nampak di sebelah barat Tulo dan Silae.

Sisi kiri dan kanan perbukitan sepanjang jalur Omu Kulawi. Dikawasan ini, sangat banyak dijumpai aliran/rembesan air tanah melalui celah-celah retakan sehingga potensi terhadap erosi pada batuan yang sudah terkekarkan kuat dan lapuk akan sangat besar.

Di daerah Palolo, yaitu di daerah irigasi Tongoa, Potensi air dapat terancam oleh kegiatan pembukaan lahan di kawasan sepanjang 17 km di sisi kiri-kanan ruas jalan Palolo Napu. Erosi dapat terjadi disini dan mengancam daerah aliran sungai.

Di wilayah Parigi dan Sausu pada batas antara wilayah dataran dengan perbukitan/pegunungan gejala erosi awal maupun erosi yang sedang berjala dapat diamati dengan jelas. Torehan-torehan pada perbukitan dalam jangka panjang dapat menjadi sumber pendangkalan sungai yang berfungsi sebagai penampung kebutuhan irigasi.

Di wilayah Surumana dan sekitarnya kegiatan pembukaan lahan sudah mengarah ke arah perbukitan serta pembukaan tambak dengan penebangan tanaman mangroove. Kegiatan-kegiatan ini dalam jangka panjang jika tanpa pengelolaan yang tepat dapat berpengaruh terhadap lingkungan dan ekosistem perairan di sisi timur selat Makassar.

3. Longsor

Lokasi rawan : Ruas jalan sepanjang Omu Kulawi, Ruas jalan Tawaeli Toboli dan Ruas Jalan Kotaraya Tolitoli. Di ruas Omu - Kulawi kelongsoran sangat dipengaruhi oleh jalur patahan pada batuan granit sepanjang ruas jalan tersebut. Sebagai akibat patahan tersebut, batuan granit yang genetiknya masif menjadi sangat terkekarkan, terseret (drag), dan mengalami ubahan mineralisasi yang ditandai oleh milonitisasi. Akibat patahan ini jalur jalan menjadi rawan terhadap longsoran, kendati dalam musim kemarau (oleh berat material itu sendiri). Di daerah Tuwa, djumpai kenampakan dimana jalur jalan terletak diantara tebing dan sungai Palu. Disisi tebing bukit materialnya bersifat lepas dan banyak dijumpai kekar-kekar, sedangkan disisi sungai erosi lateral sungai Palu sangat aktif sehingga menyebabkan nyaris terputusnya beberapa ruas jalan di jalur tersebut. Mengingat ruas jalan ini termasuk salah satu jalur vital maka antisipasi terhadap gejala alam strukur ini sangatlah diperlukan.

Pada ruas jalan Tawaeli Toboli terutama pada kawasan yang dikenal sebagai kebun kopi, fenomena longsoran tanah juga sangatlah jelas dan secara geologis dapat dikatakan bahwa longsoran ini dapatlah erjadi secara permanen/kontinyu. Faktor utama penyebab adalah struktur batuan metamorf sekis dan genes dan dicirikan oleh foliasi, yang kemudian batuan ini terpengaruh oleh struktur patahan regional dimana banyak dijumpai kekar dan patahan lokal. Konstruksi jalan raya pada jalur ini sangatlah rawan terhadap bahaya longsoran. Kondisi paling fatal dapat terjadi pada musim hujan dimana massa batuan yang sudah terfoliasi dan terkekarkan akan jenuh oleh air dan hal ersebut dapat menjadi faktor pencetus longsoran.

Sedangkan pada ruas Kotaraya Tolitoli fenomena longsoran sangatlah dipengaruhi oleh kondisi fisik batuan granit yang sudah lapuk dan berubahmenjadi aerial pasiran sehingga daya rekat ataupun kohesi antar butir menjadi sangat rendah dan menjadi pecetus terjadinya longsoran.

4. Kawasan Kritis

-Kecamatan Marawola : diantaranya Doda, Bekka, Binangga dan Kalora.

-Kecamatan Dolo : diantaranya Bobo, Pesaku, Baluase dan Bangga

Kecamatan Biromaru : Bora da Paneki

5. Abrasi

Lokasi rawan : memanjang dari Tanamea, Towale, Lembasada, Lalombi, Wataatu dan Surumana. Di sepanjang jalur ini dijumpai kondisi dimana kegiatan usaha tambak telah berjalan, dan areal mangroove yang berfungsi sebagai penyangga telah berubah fungsi menjadi tambak. Kegiatan ini terus berjalan, dimana pembukaan lahan tambak telah mengarah kearah timur (daratan).

C. POTENSI SUMBERDAYA GEOLOGI

1. Hidrogelogi

Berhubungan dengan jenis batuan dan stuktur geologi yang terbentuk, di Wilayah kabupaten Donggala sangat banyak terbentuk alur sungai/lembah. Pada bagian lembah ini sebagian besar dialiri air permukaan dan lainnya bersifat kering (tadah hujan). Adanya kekar, patahan, perlapisan batuan dan pori antar butir batuan dan jenis iklim tropis sangat memungkinkan bagi adanya akifer dan terakumulasinya air tanah yang akan merupakan cadangan air untuk jangka panjang.

Sungai-sungai utama di wilayah kabupaten Donggala umumnya terdapat pada daerah dengan litologi molasse dan aluvial. Karenanya kemiripan karakter sungai dapat dijumpai pada banyak lokasi. Salah satu kemiripan karakter tersebut adalah gejala braideded stream, dimana alur pengaliran sering berubah sebagai akibat transpor sedimen dimana pada kawasan ini didominasi oleh fragmentasi material molasse dan aluvial.

Sungai-sungai yang secara morfologi relatif lebar diantaranya Sungai Palu memanjang dari Kulawi hingga Palu, Sunagi Gumbasa, Sungai Tawaeli, Sungai Labuan, Sungai Wani dan Sungai Lambunu.

Pengukuran debit beberapa sungai diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Sungai Tongoa : Debit 9,5 m3/detik.

2. Sungai Gumbasa : Debit 56 m3/detik.

3. Sungai Palu : Debit 296.038 m3/detik (Abdullah dan Uno, 2001).

4. Sungai Pakawa/Pasangkayu (Dolo) : Debit 38 m3/detik.

5. Sungai Ganti : Debit 1,4 m3/detik.

6. Sungai Tongoa : Debit 8,5 m3/detik.

Mataair

Lokasi :Pangana, Toro (Kulawi), Bora (Biromaru), Air Panas (Palolo), Bangga, Bobo, Pakuli.

Potensi sumberdaya air

Salah satu kawasan penampungan air (danau) di daerah Donggala yang cukup potensil sebagai sumber energi adalah Danau Lindu. Berdasarkan data Pengembangan PLTA di Sulawesi Tengah, PLN (1994), pada Proyek PLTA Palu-3 telah diadakan kajian ulang kelayakan PLTA Palu-3. Diantara hasl-hasil kajian ulang yang telah diperoleh tersebut adalah sebagai berikut :

Luas daerah tangkapan hujan

: 558,0 Km2

Curah hujan rata-rata

: 2340 mmwDebit rata-rata

: 21,9 m3/det

Luas daerah tangkapan hujan

: 558,0 Km2

Debit banjir 100 tahun

: 1830 m3/det

Luas daerah tangkapan hujan

: 558,0 Km2

Full Supply Level

: 960 m

Muka air maksimum

: 961,4 m

Muka air operasi minimum

: 956,6 m

Tampungan aktif di danau

: 111,2 Juta m3

Luas genangan maksimum

: 3.540 m2

Luas genangan minimum

: 3.200 m2

Tinggi jatuh rata-rata

: 361 m2. Geologi Ekonomi

Indikasi Emas : di Moutong dan Lambunu, dijumpai dalam bentuk emas aluvial yang diduga berhubungan dengan urat kwarsa pada litologi metamorf.

Tembaga : Lambunu, Marawola, Balane, Moutong

Batubara : Toaya, Tamarenja dan Sindue. Luas penyebaran di daerah Toaya 50 Ha, terdapat pada batuan Molase, selang-seling dengan batupasir.

Pasir kwarsa/felspar : Damsol, Ogoamas Lenju, Siboang, Tonggolobibi, Malonas, Sabang, Balaesang, Tambu, Mepanga dan Sirenja.

Kaolin : di daerah Parigi.

Lempung : di Kulawi, ganti, Tanamea, Banawa, Sirenja dan Damsol.

Posfat : Kabonga, Kabonga Besar, dan Tanjung Batu.

Batugamping : di Banawa dan Sindue. Berdasarkan dataSEmi Mikro 1991/1992 (Kanwil DPE Sulawesi Utara), Cadangan batuan ini diestimasi sebesar 1500.000.000 m3 pada cakupan areal seluar 1500 Ha. Sedangkan cadangan batugamping Sindue sebesar 12.000.000 m3 pada wilayah seluas 30 Ha.

Potensi Sirtukil :

Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Tengah (2000), data pengusahaan sirtukil di kabupaten Donggala adalah sebagai berikut :

No.KecamatanJumlah SIPDLuas Areal (Ha)

1Tawaeli11 (3 tidak aktif)171

2Balaesang19

3Banawa4 (2 tidak aktif)100

4Sindue5 (3 tidak aktif)105

5Sirenja1 (tidak aktif)40

6Damsol150

JUMLAH23480

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Aspek Geoteknik

Wilayah kabupaten Donggala termasuk dalam wilayah dimana aktifitas tektonik pernah dan terus berlangsung. Wilayah kabupaten Donggala juga tersusun oleh formasi-formasi yang dalam bentuk fisiknya sebagian akan berpengaruh dalam hasil karya manusia. Salah satu gejala alam dalam tektonik adalah peristiwa gempabumi. Dan salah satu bentukan hasil gempabumi adalah struktur patahan. Struktur patahan, kekar dan retakan lainnya juga merupakan jalur dimana kegiatan tektonik manghasilkan dampak terhadap hasil aktifitas manusia, diantaranya bencana logsoran tanah, runtuhan, gempa elombang laut (tsunami). Peristiwa-peristiwa ini secara langsung dan tidak langsung berpengaruh dalam aktifitas manusia.

Dalam lingkup yang lebih bersifat teknis, aspek geoteknik sebagai bagian tata lingkungan disini dimaksudkan sebagai telaah dari aspek geoteknik tentang struktur geologi, dimana nantinya telaah ini diharapkan akan manjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan/perencanaan wilayah.

Pengaruh struktur terhadap sumberdaya air.

Struktur yang dimaksudkan disini adalah struktur patahan dan pengkekaran. Kemampuan suatu formasi/kawasan untuk menyimpan air sangat tergantung pada sifat-sifat fisik batuan dan juga bentuk topografinya. Dengan mengasumsikan bahwa suatu wilayah merupakan sutau areal tangkapan hujan maka jumlah cadangan air tanah akan tergantung pada volume pori yang terdapat pada massa tanah/batuan. Karenanya, adanya struktur-struktur diatas, dari aspek hidrologis disamping merupakan jalur bagi terjadinya kebocoran cadangan air juga merupakan jalur bagi kemungkinan suatu formasi menyimpan air.

Dalam penyediaan prasarana pertanian (Bendungan/Bendung/Irigasi), tingkat kedalaman pengaruh struktur sangat penting diselidiki. Dalam kondisi dimana pengaruh struktur sangat signifikan, cadangan air dalam waduk/bendung harus dihitung secara cermat, terutama dengan memperhatikan tingkat kerapatan retakan batuan/tanah. Hal ini juga akan berkaitan dengan perhitungan seberapa besar volume injeksi untuk pengedap air untuk menjaga rembesan/kehilangan air dalam waduk.

Aspek Geoteknis pada prasarana trasportasi

Prasarana transportasi yang dimaksud adalah jalan raya. Di wilayah kabupaten Donggala, ruas-ruas jalan utama sering direpotkan oleh gejala alam berupa longsoran. Ruas-ruas penting tersebut adalah ruas jalan Tawaeli-Toboli dan Ruas Kalawara Kulawi dan ruas jalan pantai Barat.

Pada ruas jalan Tawaeli Toboli , peristiwa gerakan tanah (longsoran) dapat ditafsirkan sebagai peristiwa yang akan terus berlangsung jika tanpa penanganan yang tepat. Tindakan pelebaran jalan bukanlah alternatif yang tepat tanpa disertai usaha rekayasa teknis terhadap konstruksi pengaman disamping juga usaha konservasi kawasan sekitar.

Pada ruas Tawaeli Puncak material didominasi oleh sekis dan molase. Kondisi fisik sekis sangat lapuk sedangkan batuan molase bersifat lepas. Kedua faktor ini merupakan salah satu pencetus longsoran. Meskipun pelapukan sekis bersifat lempungan dan berkohesi namun pada musim hujan massa yang besar dapat secara tiba-tiba meluncur.

Pada arah puncak sampai dengan Toboli material dominan genes dan batuan granitik. Runtuhan/longsoran umumnya melalui bidang-bidang retakan. Hasil pelapukan cenderung berukuran pasir dan berkohesi redah sehingga mudah terurai meskipun pada musim kemarau. Jika pasir bercampur dengan bongkah maka bongkah inipun akan ikut meluncur. Aliran air pada musim hujan akan mempercepat proses ini. Mekanismenya yaitu hasil pelapukan pasiranan akan menumpang diatas lapisan/retakan/foliasi genes dan granit dan akan dengan mudah terjadi geseran (sliding). Pada bagian berpasir ini batupasir ini usaha konservasi haruslah disesuaikan dengan dengan jenis tanah dan tanaman sehingga memungkinkan lebih amannya material pasir pada lereng/tebing.

Penyelidikan sangat penting dlakukan guna mengetahui arah dan dimensi struktur yang terbentuk. Sangat penting untuk diadakan penyelidikan geofisika dan geologi bawah permukaan, terutama untuk mengeahui tingkat keamanan badan jalan terhadap potensi bahaya longsoran.

Litologi batuan metamorf dengan foliasinya serta tingkat pelapukan yang tinggi secara genetik merupakan faktor utama penyebab longsoran tersebut. Karenanya, secara alamiah hal ini mustahil untuk dirubah.

Rekayasa-rekayasa geoteknis yang dapat merupakan alternatif dapat berupa konstruksi drainase (baik externalmaupun internal) sepanjang jalur rawan, dinding penahan gravitasi, dan yang paling penting adalah konstruksi dinding penahan dengan perancah/penulangan tanah dengan memperhatikan kedalaman penetrasi angker. Meskipun biaya untuk konstruksi ini sangat besar mengingat panjangnya ruas yang akan direkayasa namun untuk jangka panjang akan sangat berdampak pada kelancaran lalulintas melalui jalur ini.

Rekayasa geoteknis juga sangat dibutuhkan bagi penanggulangan longsoran di ruas jalan ini. Hal yang penting adalah menyelidiki seberapa tebal lapis pelapukan granit serta penelitian sifat-sifat geoteknis material yang terdapat pada tebing-tebing. Tingkat kelandaian konstruksi akan ditentukan oleh sifat-sifat geoteknis tanah/batuan. Untuk mengatasi kendala biaya dalam konstruksi, kiranya ruas-ruas yang akan direkayasa harus dipilah sesuai rekayasa yang ditentukan.

Pada ruas jalan Kalawara-Kulawi, meskipun litologinya granit namun struktur lapangan menunjukan tingkat penghancuran yang tinggi terhadap granit tersebut, sehingga pada beberapa tempat kenampakannya menyerupai serpih. Pada ruas ini gejala longsoran merupakan fenomena umum. Jalur ini akan sangat rawan dan berbahaya pada musim hujan karena pori-pori antar ruang kekar pada granit praktis akan diisi oleh air. Jika tingkat kedalam kekar cukup dalam maka curahan awal akan terus meresap mencapai kedalaman sehingga mengurangi aliran ke lereng/permukaan. Tapi jika aliran air tanah terhambat secara vertikal maka yang terjadi adalah aliran air kearah lateral yang diantaranya diikuti oleh runtuh/longsornya material pada tebing tersebut.

Erosi dan Lingkungan

- Kebun kopi : - perladangan dan pembukaan hutan

= erosi permukaan

= longsoran jalan/tebing

= pendangkalan sungai

- Pesisir Tindaki Sausu : - pembukaan tambakpada areal mangroove

- Wilayah hulu daerah alira sungai Dolago sampai Sausu : perladangan pada perbukitan menjadi satu faktor pencetus erosi dan pendangkalan sungai sehingga dapat mempengaruhi debit air irigasi dan terhadap keamanan konstruksi bendung itu sendiri serta bahaya banjir akibat penurunan tingkat permeabilitas material akibat penggundulan.