LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id fileSeorang pakar pemasaran bernama Peter F. Drucker berkata...
Transcript of LANDASAN TEORI - library.binus.ac.id fileSeorang pakar pemasaran bernama Peter F. Drucker berkata...
19
jBAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori
2.1.1 Manajemen Pemasaran
Pemasaran merupakan sebuah kata yang mengandung banyak elemen.
Kata kunci dari pemasaran adalah kepuasan konsumen. Seorang pakar
pemasaran bernama Peter F. Drucker berkata bahwa tujuan dari pemasaran
adalah untuk mengenal dan memahami konsumen dengan sangat baik
sehingga produk atau jasa dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen yang dituju dan konversi menuju pembelian akan terjadi dengan
sendirinya.
Membangun sebuah merek yang kuat harus didukung dengan
pemantapan sejumlah variabel. Menurut Kotler (Marketing Management 15e,
Kotler and Keller, 2016) pemasaran merupakan aktivitas, rangkaian dari
institusi dan proses dalam menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan
dan saling bertukar penawaran yang memiliki nilai bagi konsumen, klien,
patner dan masyarakat luar. Manajemen pemasaran menurut buku Principles
of Marketing, 16e, Kotler and Amstrong, 2016 merupakan seni dan sains
dalam memilih pasar sasaran dan membagun hubungan yang menguntungkan
dengan mereka.
Dalam pemasaran dikenal Marketing Mix (bauran pemasaran) yang
merupakan gabungan dari empat elemen yaitu Product (produk), Price
(harga), Promotion (promosi) dan Place (tempat). Dimana setiap perusahaan
memiliki pilihan dan wewenang untung memodifikasi, menyesuaikan tiap
elemennya untuk menciptakan strategi pemasaran yang baik (Phillip Kotler).
Marketing Mix merupakan rangkain dari alat pemasaran taktis yang
diterapkan oleh perusahaan untuk memunculkan respon pada pasar yang
ditargetkan. (Principles of Marketing, 16e, Kotler and Amstrong, 2016)
20
Proses-proses pemasaran itu sendiri terdiri dari:
1. Menganalisa peluang
2. Mengembangkan strategi pemasaran
3. Merencakan program pemasaran
4. Mengatur keperluan-keperluan pemasaran
Larry Steven Londre mengemukakan teori nine p’s of marketing yang mana
dapat diaplikasikan oleh perusahaan yang dalam memasarkan produk, jasa, untuk
perusahaan maupun organisasi non-profit yang ingin memasarkan produk atau
jasanya kepada konsumen (B2B) maupun ke bisnis (B2B).
Londre mengemukakan bahwa pemasaran lebih dari hanya sekedar
periklanan atau promosi seperti yang pada umumnya dicap oleh orang awam. Dalam
prosesenya, pemasaran mengandung banyak elemen yang apabila dikombinasikan
dengan baik akan menjadi sinergi yang menguntungkan perusahaan.
Membangun sebuah perusahaan yang berhasil dan memiliki kekuatan merek
harus mengeksekusi elemen-elemen pemasaran dengan baik dan konsisten.
Ada sembilan elemen pemasaran yang harus diperhatikan oleh para pemasar,
yaitu:
1. Planning with Research, Segmentation and Targeting
2. Product / Service
3. People
4. Price
5. Promotion
6. Place
7. Partners
8. Presentation
9. Passion
21
2.1.1.1 Planning with Research, Segmentation and Targeting
Memutuskan strategi pemasaran yang tepat dan baik bukanlah sebuah
keberuntungan atau kebetulan. Diperlukan banyak wawasan dan pengertian yang
mendalam. Karyawan, level manajerial dan orang-orang yang bekerja di dalam
perusahaan terlibat dalam taktik dan aktivitas pemasaran. Namun lebih daripada itu,
strategi pemasaran harus dimulai dari perencanaan yang matang.
Perencanaan dimulai dari mengobservasi apa yang harus dilakukan dan tidak
boleh dilakukan di dalam pasar. Dalam merampungkan perencanaan dibutuhkan riset
sebagai sumber data yangh akurat dalam mengambil keputusan diantaranya dalam
menentukan segmen dan target pasar yang tepat sasaran.
2.1.1.2 Product
Produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan ke pasar harus
memperhitungkan aspek-aspek seperti branding, desain, ukuran, pengelolaan
produk, garansi dan sebagainya. Menurut Kotler, produk dan jasa harus memuaskan
kebutuhan dan keinginan pasarnya, dimana perusahaan harus memperhitungkan
Unique Value Proposition (USP) yang juga kita kenal dengan diferensiasi. Produk
dan jasa harus memiliki tujuan yaitu menemukan nilai dari produk/jasa yang
sesungguhnya, kegunaan, diferensiasi dan juga fungsinya terhadap para konsumen
dan pengguna.
2.1.1.3 People (Target Market)
Pemasar harus benar-benar memahami siapa target pasar mereka, sesuai dengan
segmen yang dituju. Pemasar harus mampu mengidentifikasi kebutuhan audiens
mereka.
Dalam menentukan target pasar, pemasar juga perlu menentukan segmen yang
dapat dibagi seperti berikut:
- Demografis
- Geografis
- Psikografis
- Kebiasaan
- Teknografis
22
2.1.1.4 Price
Pricing merupakan penjumlahan dari nilai uang yang rela dikeluarkan oleh
konsumen yang ditukarkan dengan produk atau jasa yang akan mereka gunakan.
Penentuan harga merupakan salah satu faktor kunci dalam membangun relasi dengan
pasar. Pricing adalah mengenai bagaimana menciptakan revenue, efisiensi dan
pengelolaan biaya.
2.1.1.5 Promotion
Elemen-elemen promosi mencakup elemen komunikasi termasuk yang personal
dan non personal. Promosi merupakan aktivitas dalam mengkomunikasikan
kelebihan, fungsi dan keunggulan produk secara keseluruhan, termasuk di dalamnya
adalah konsistensi dalam menyampaikan pesan kepada pasar sesuai dengan target,
elemen dan komponen-komponennya.
Adalah delapan komponen dalam promosi:
1. Personal Selling / Sales Force
2. Advertising
3. Sales Promotion
4. Collateral Materials
5. Direct Marketing
6. Interactive/Internet/Web, Digital dan Social Media
7. Events dan Experiences
8. Public Relation
2.1.1.6 Place
Aktivitas dimana perusahaan menggunakan channel-channel distribusi. Dalam
menawarkan produk yang tepat dengan harga yang tepat, partner dan presentasi yang
tepat juga dibutuhkan produk yang tepat pada tempat yang tepat pula. Hal ini juga
tampak jelas pada pemasaran produk dimananya harus memperhitungkan jalur
distribusi dan juga lokasi strategis untuk memasarkan produk.
23
2.1.1.7 Partners/Strategic Alliances
Dalam membangun merek dan meraup target pasar yang dituju, pemasar tidak
dapat hanya bekerja sendiri. Dibutuhkan partnership dan persekutuan dari pihak luar
(perusaahaan lain). Sebagai contoh, Pomona menjalin kerja sama dengan aplikasi
lain dan saling bertukar value sehingga mereka bisa saling bertukar database
pengguna dan membangun relasi yang saling menguntungkan.
2.1.1.8 Presentation
Presentasi dalam hal ini bukan hanya dari segi bentuk penyajian produk atau jasa
kepada target pasarnya, namuh juga mencakup bagaimana orang-orang di dalamnya
yang turut berkontribusi dalam memajukan sebuah merek. Misalnya seorang
salesperson harus menjadi sosok yang dengan tepat merepresentasikan perusahaan
yang dia bawa. Presentasi juga berhubungan dengan pengalaman yang diberikan
perusahaan secara nyata kepada target pasarnya. Sebagai contoh, Samsung yang
telah menggunakan pop-up stores dimana para konsumen dapat mengeksplor,
mendapatkan pengalaman akan produk-produk yang ditawarkan oleh Samsung.
Singkat kata, presentasi adalah bagaimana sebuah produk/jasa dirasakan secara nyata
keberadaannya.
2.1.1.9 Passion
Sebagai pemasar hal yang paling utama adalah memiliki keyakinan akan sebuah
produk atau jasa yang akan dipasarkan. Dalam segala aspek pemasaran, passion akan
produk atau jasa harus selalu diikutsertakan. Sebuah perusahaan tidak dapat dinilai
dari apa yang mereka komunikasikan kepada pasar, namun apa yang telah mereka
lakukan.
2.1.2 Aplikasi Ponsel
Seiring berkembangnya dunia teknologi dan alat-alat telekomunikasi,
mengakibatkan meningkatnya pula permintaan dan kebutuhan pasar akan aplikasi-
aplikasi ponsel yang inovatif. Aplikasi-aplikasi tersebut diharapkan dapat
mempermudah pekerjaan para penggunanya dimanapun dan kapanpun terutama
dalam hal informasi. Menurut Sugiono (2001) informasi merupakan hasil dari proses
analisis, manipulasi dan presentasi data untuk mendukung proses pengambilan
24
keputusan.
2.1.2.1 Pengertian Aplikasi
Aplikasi merupakan satu unit perangkat lunak yang dibuat untuk melayani
kebutuhan akan beberapa aktivitas. Dibutuhkan suatu bahasa pemrograman yaitu
language software yang dapat berbentuk assembler, compiler dan interpreter.
Language software berfungsi untuk menulis program dengan bahasa yang lebih
mudah dan akan diterjemahkan ke dalam bahasa mesin supaya bisa dimengerti oleh
komputer. Apabila ingin mengembangkan suatu program aplikasi untuk
memecahkan permasalahan yang besar dan rumit, maka dibutuhkan algoritma yang
kompleks dan terstruktur.
Seiring perkembangan jaman, banyak aplikasi yang dapat dikembangkan dengan
berbagai macam bahasa pemrograman. Beberapa perusahaan terkemuka telah
menyediakan alat atau perangkat lunak untuk membuat aplikasi tersebut. Sebagai
contoh Apple telah menyediakan xCode dalam membuat aplikasi berbasis iOS dan
android menyediakan Android Development Tool (ADT) untuk membuat aplikasi
Android. Sebagai tambahan, Facebook juga menyediakan reactjs untuk membuat
aplikasi gabungan dalam satu perangkat lunak.
2.1.2.2 Pengertian Aplikasi Mobile
Menurut Buyens (2001) aplikasi mobile berasal dari kata application dan mobile.
Application berarti penerapan , lamaran, penggunaan, sedangkan istilah aplikasi
merupakan program siap pakai yang dirancang untuk melaksanakan suatu fungsi
bagi pengguna yang dituju. Mobile dapat diartikan sebagai perpindahan dari suatu
tempat ke tempat yang lain. Maka aplikasi mobile dapat diartikan sebagai program
aplikasi yang dapat dijalankan dan digunakan walaupun berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain dengan ukuran yang kecil. Berdasarkan penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa mobile merupakan program aplikasi yang dapat
dijalankan dan digunakan walaupun penggunanya berpindah-pindah dari suatu
tempat ke tempat yang lain dalam perangkat yang kecil. Aplikasi mobile ini dapat
diakses melalui perangkat nirkabel, tablet, telepon seluler, smartphone dan perangkat
sejenisnya.
25
2.1.2.3 Shopping Companion / Sales Driven Directory
Menjamurkan pusat perbelanjaan di Jakarta membuka peluang besar untuk
berkembangnya aplikasi ponsel yang dapat berperan sebagai “teman belanja dalam
genggaman”.. Seperti yang dilansir dalam majalah Forbes pada 12 Februari 2014,
“sepanjang musim liburan 2013 para retailer hanya menikmati separuh uang belanja
disbanding musim liburan tiga tahun lalu, Penyebabnya bukan karena orang Amerika
mengurangi belanja mereka, tapi karena cara belanja konsumen di negeri itu
berubah. Dimana mereka lebih senang mencari aneka kebutuhan merekan melalui
internet. “Consumers find researching and shopping on the Web far more convenient
than brick-and-mortart visits. Although in-store excursions can still be fun, in many
ways shopping online or via a mobile device offers a better overall experience,
whether from the couch after the kids are in bed, on a mobile phone during a quiet
moment at lunch, or on the go.”, tulis Forbes. Menurut laporan survey Nielsen yang
dimuat dalm sebuah artikel di Kompas.com pada tanggal 13 Oktober 2014,
konsumen Indonesia mulai menyukai belanja online seiring dengan meningkatnya
penetrasi Internet di Indonesia, dan perangkat yang paling sering mereka gunakan
adalah telepon seluler. Melihat fenomena ini, Pomona hadir sebagai aplikasi inovatif
yang siap merevolusi kegiatan berbelanja secara offline menjadi lebih
menyenangkan dengan mengintegrasikan aktivasi secara online dengan aktivitas
berbelanja di dunia nyata. Pomona mengkombinasikan Yellow Page dengan konsep
Pokemon Go, dimana Pomona menyediakan berbagai informasi mengenai promo
dilengkapi dengan sistem reward points untuk para penggunanya. Para pengguna
dapat melakukan scan QR-Code di merchant-merchant yang bekerja sama dengan
Pomona, dilengkapi dengan fitur-fitur yang dapat meningkatkan engagement
pengguna dengan ritel. Teknologi yang diterapkan dalam aplikasi Pomona
diantaranya adalah, Global Positioning System (GPS). GPS menggunakan satelit
untuk mencari lokasi dan menggunakan trilaterasi untuk mengkalkulasi posisi
pengguna. Hasil dari trilaterasi dapat didapatkan dengan cara memperhitungkan
kecepatan, posisi dan ketinggian dari pengguna. Untuk saat ini terdapat tiga puluh
satu satelit yang mengitari bumi dan dikontrol oleh US Departments of Defense.
26
2.1.3 Teori Penggunaan dan Penerimaan Sistem Informasi
Mengacu pada teori nine p’s of marketing dimana salah satu variabel yang paling
berpengaruh adalah produk, penulis akan membahas teori kesuksesan sistem
informasi, teori penerimaan, dan teori penggunaan sistem informasi secara
berkelanjutan yang terdiri dari D&M IS Success Model, Technology Acceptance
Model (TAM), Expectation Confirmation Theory (ECT), dan Expectation
Confirmation Model (ECM) yang mana akan membahas faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam perancangan produk.
2.1.2.1 Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean (D&M IS
Success Model)
Model kesuksesan ini ditemukan oleh DeLone dan McLean (1992) sebagai
kerangka kerja untuk konseptualisasi dan operasionalisasi kesuksesan sistem
informasi yang selanjutnya disebut (D&M IS Success Model). D&M IS Success
Model merupakan model yang dipergunakan untuk mengukur tingkat kesuksesan
dan efektivitas sistem informasi yaitu dengan memberikan kerangka kerja yang
komprehensif untuk mengukur kinerja dari sistem informasi dan meningkatkan
pemahaman mengenai efektivitas penerapan suatu sistem informasi (DeLone &
McLean, 2003).
DeLone dan McLean (1992) mengemukakan bahwa kesuksesan sistem
informasi dapat direpresentasikan ke dalam enam dimensi yang dapat menjadi dasar
pengukuran kesuksesan penerapan sistem informasi, diantaranya adalah kualitas
informasi (information quality), kualitas sistem (system quality), penggunaan (use),
kepuasan pengguna (user satisfaction), dampak individual (individual impact), dan
dampak organisasional (organizational impact) dari sistem informasi.
Gambar 2.2 merupakan model kesuksesan sistem informasi DeLone dan McLean
pada tahun 1992.
27
Sumber: DeLone & McLean, 1992
Gambar 2.1 D&M IS Success Model
Gambar 2.1 menjelaskan bahwa sistem informasi pertama kali dikembangkan
dengan berbagai fitur yang dapat menunjukkan berbagai tingkat kualitas sistem dan
informasi. Selanjutnya, tingkat kualitas sistem dan informasi juga menentukan
kepuasan pengguna terhadap sistem atau produk informasinya. Penggunaan sistem
dan produk informasi tersebut akan berdampak pada penggunaan individu dalam
melakukan pekerjaannya. Dampak individu tersebut juga secara kolektif berdampak
pada organisasi. Enam dimensi kesuksesan tersebut saling terkait dan memiliki
implikasi penting dalam pengukuran, analisis, dan pelaporan kesuksesan sistem
informasi. Penjelasan dari masing-masing variabel pada Gambar 2.2 adalah kualitas
sistem (system quality) mengukur keberhasilan teknis, kualitas informasi
(information quality) mengukur kesuksesan semantik. Sedangkan penggunaan (use),
kepuasan pengguna (user satisfaction), dampak individual (individual impact), dan
dampak organisasional (organizational impact) mengukur keberhasilan efektivitas
sistem informasi.
DeLone dan McLean (2002) melakukan reformulasi D&M IS Success Model
dengan menambahkan dimensi kualitas layanan (service quality) pada model
sebelumnya, dimana instrumen pengukuran yang digunakan adalah SERVQUAL
yang dikemukakan oleh Parasuman dengan tujuan untuk mengakses harapan
28
konsumen dan persepsi mengenai kualitas pelayanan dalam organisasi retail dan
jasa. Dengan adanya kontribusi penelitian-penelitian yang merujuk pada model
kesuksesan sistem informasi DeLone dan McLean (1992) serta adanya perubahan
peran dan pengelolaan sistem informasi yang telah berkembang, maka DeLone dan
McLean memperbarui model yang selanjutnya disebut Updated D&M IS Success
Model (DeLone & McLean, 2003). Berikut hal-hal yang diperbarui:
1. Adanya penambahan dimensi kesuksesan seperti kualitas layanan (service
quality), dimana pada model sebelumnya hanya terdapat dua dimensi kualitas
yaitu kualitas sistem (system quality) dan kualitas informasi (information
quality).
2. Menambahkan dimensi niat untuk menggunakan (intention to use) sebagai
alternatif dari dimensi penggunaan (use). DeLone & McLean (2003)
mengusulkan variabel niat untuk menggunakan karena merupakan suatu
sikap (attitude) dan penggunaan adalah suatu perilaku (behavior). Selain itu,
DeLone dan McLean (2003) berpendapat bahwa dengan mengganti
penggunaan (use) dapat memecahkan masalah yang dikritik oleh Seddon
(1997) mengenai model proses lawan model kausal.
3. Menggabungkan dampak individual (individual impact) dan dampak
organisasional (organizational impact) menjadi satu variabel yaitu
keuntungan bersih (net benefits). Hal tersebut dilakukan karena adanya
peningkatan dampak sistem informasi yang tidak hanya terkait dengan
pemakai individu maupun organisasi saja, melainkan berdampak kepada
kelompok yang menggunakan sistem, antar organisasi, konsumen, pemasok,
sosial bahkan negara. Tujuan penggabungan ini adalah untuk menjaga model
agar tetap sederhana.
29
Sumber: DeLone & McLean, 2003)
Gambar 2.2 Updated D&M IS Success Model
Gambar 2.2 menjelaskan bahwa kualitas memiliki tiga dimensi utama yaitu
kualitas sistem (system quality), kualitas informasi (information quality), dan kualitas
layanan (service quality) yang berdampak pada penggunaan (use) dan kepuasan
pengguna (user satisfaction). Berdasarkan model penelitian tahun 1992 dan model
penelitian yang telah diperbarui, dapat dilihat bahwa penggunaan (use) memiliki
keterkaitan erat dengan kepuasan pengguna (user satisfaction). Keterkaitan tersebut
yaitu penggunaan (use) harus mendahului kepuasan pengguna (user satisfaction)
dalam proses rasa, dan pengalaman positif terhadap penggunaan (use) dapat
menyebabkan kepuasan pengguna (user satisfaction). Sedangkan, peningkatan
kepuasan pengguna (user satisfaction) dapat meningkatkan niat untuk menggunakan
(intention to use) dan penggunaan (use). Sementara, keuntungan bersih (net benefits)
merupakan hasil dari penggunaan (use) dan kepuasan pengguna (user satisfaction).
Dalam penelitian DeLone dan McLean (2003), dilakukan penelitian mengenai faktor
yang mempengaruhi niat untuk menggunakan (intention to use). Berdasarkan model
kesuksesan sistem informasi DeLone dan McLean yang telah diperbarui, faktor yang
mempengaruhi niat untuk menggunakan (intention to use) adalah kualitas sistem
(system quality), kualitas informasi (information quality), kualitas layanan (service
quality), dan kepuasan pengguna (user satisfaction).
30
2.1.3.1.1 Kualitas Sistem (System Quality)
Kualitas sistem menunjukkan karakteristik yang diinginkan dari sebuah sistem yang
memiliki fokus pada aspek kegunaan dan kinerja sistem (Urbach & Muller, 2012).
Dimensi kualitas sistem terdiri dari empat faktor, yaitu ease of use (DeLone &
McLean, 2003; Tao, 2013), response time (DeLone & McLean, 2003; Chen,
Meservy, & Gillenson, 2012; Tao, 2013), system reliability (DeLone & McLean,
2003; Chen, Meservy, & Gillenson, 2012), dan functionality (DeLone & McLean,
2003). Pengguna percaya bahwa kemudahan penggunaan yang dirasakannya
merupakan derajat sejauh mana ia meyakini bahwa dalam menggunakan suatu sistem
tertentu tidak akan menghabiskan banyak usaha dan terbebas dari kesulitan (Davis,
1989). Hal ini mengindikasikan bahwa pengguna menerima aplikasi mobile Pomona
jika penggunaan aplikasi tersebut dianggap lebih mudah daripada aplikasi lain yang
sejenis sehingga pengguna akan merasa enjoy. Selanjutnya, jika pengguna
menemukan bahwa aplikasi mobile memiliki kecepatan akses yang rendah, mereka
dapat merasa bahwa penyedia layanan tidak menginvestasikan sumber daya dan
usaha yang cukup dalam menawarkan aplikasi yang berkualitas kepada mereka (Tao,
2013). Namun, apabila aplikasi menyediakan kecepatan respon, menyajikan fitur
yang sesuai dengan tujuan pengguna, dan selalu tersedia setiap kali diakses maka
pengguna akan merasa enjoy dan dapat menciptakan keinginan untuk menggunakan
aplikasi secara berkelanjutan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kualitas sistem
tersebut dapat membentuk kesan awal pengguna terhadap aplikasi. Jika pengguna
mampu untuk menerima informasi dari suatu sistem, hal itu membuktikan adanya
interaksi yang efektif antara pengguna dan sistem (Dauw-Song, Min-Jon, Lee, dan
Tsu-Sheng, 2013). Oleh karena itu, persepsi pengguna terhadap kualitas sistem yang
baik dapat menciptakan perasaan enjoy dan pengalaman yang menyenangkan setelah
menggunakan aplikasi tersebut.
31
2.1.3.1.2 Kualitas Informasi (Information Quality)
Kualitas informasi merupakan ukuran kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem
dan berguna bagi pengguna (Urbach & Muller, 2012). Dimensi-dimensi kualitas
informasi terdiri dari empat faktor, yaitu completeness (DeLone & McLean, 2003;
Tao, 2013), accuracy (Chen, Meservy, & Gillenson, 2012; Tao, 2013), format (Chen,
Meservy, & Gillenson, 2012), dan understandability (DeLone & McLean, 2003;
Chen, Meservy, & Gillenson, 2012; Tao, 2013). Pengguna percaya bahwa
kelengkapan informasi dari suatu sistem dapat menciptakan manfaat yang dirasakan
dari penggunaan sistem tersebut. Selain itu, informasi yang tepat dan akurat, seperti
informasi promo yang akurat dapat meningkatkan manfaat yang dirasakan oleh
pengguna. Kemudian, jika aplikasi menyajikan informasi dengan format yang baik
dan mudah dipahami, pengguna akan merasa bahwa kualitas informasi yang
dihasilkan oleh aplikasi dapat meningkatkan manfaat yang dirasakannya. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengguna aplikasi mobile menjadikan informasi
yang tersedia sebagai sumber utama dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan
kualitas informasi yang baik, segala kebutuhan pengguna dapat terpenuhi dengan
mudah selama penggunaan aplikasi tersebut. Kualitas informasi yang baik juga
memberikan keterangan yang benar dan tidak ambigu. Menariknya informasi yang
disajikan yang dilihat pengguna tentunya akan membuat pengguna merasakan
manfaat yang lebih dari informasinya. Lederer, Maupin, Sena, dan Zhuang (2000)
menegaskan bahwa semakin tinggi kualitas informasi yang dihasilkan dapat
meningkatkan manfaat yang dirasakan oleh pengguna (Dauw- Song, Min-Jon, Lee,
& Tsu-Sheng, 2013). Hal tersebut sejalan dengan Seddon dan Kiew (1994) yang
menyatakan bahwa kualitas sistem berdampak positif terhadap manfaat yang
dirasakan pengguna (Dauw-Song, Min-Jon, Lee, & Tsu- Sheng, 2013).
2.1.3.1.3 Kualitas Pelayanan (Service Quality)
Kualitas pelayanan (service quality) seperti yang dikemukakan oleh Parasuraman,
kualitas pelayanan merupakan faktor yang berpengaruh dalam membangun kepuasan
pengguna aplikasi dalam pemenuhan ekpektasinya. Terdapat lima dimensi dalam
variabel kualitas pelayanan yaitu tangibles yang meliputi penampilan dari peralatan
dan fasilitas fisik, reliability yang mana merupakan kemapuan untuk melakukan
32
layanan yang dijanjikan secara akurat dan dapat diandalkan, responsiveness yang
merupakan kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang
cepat, assurance merupakan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk
mengartikulasikan visi perusahaannya dengan kepercayaan dan keyakinan dan yang
terakhir adalah empathy yang merupakan perhatian yang diberikanperusahaan
kepada pelanggan. Dimensi yang akan diambil oleh penulis adalah reliability,
responsiveness dan empathy dan assurance. Penulis tidak mengikutsertakan dimensi
tangibles karena para pengguna tidak berinteraksi secara langsung atau fisik dengan
para karyawan Pomona.
2.1.3.2 Technology Acceptance Model (TAM)
Technology Acceptance Model (TAM) merupakan sebuah model yang digunakan
untuk menjelaskan penerimaan dan penggunaan teknologi informasi (TI) (Davis,
Bagozzi & Warshaw, 1989). Dalam perkembangannya, TAM merupakan teori yang
digunakan secara luas sebagai kerangka untuk memahami proses penerimaan TI oleh
pengguna. Pada model TAM, ada dua faktor yang mempengaruhi pengguna dalam
penerimaan atau penggunaan TI yaitu perceived usefulness dan perceived ease of
use.
Davis, Bagozzi, dan Warshaw (1989) menjelaskan bahwa TAM berasal dari teori
TRA (Theory of Reasoned Action) yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein.
Ajzen dan Fishbein (1980) dalam Davis, Bagozzi, dan Warshaw (1989) menjelaskan
bahwa TRA merupakan model umum dari psikologi sosial yang didesain untuk
mengidentifikasi pengaruh lingkungan manusia. Gambar 2.3 merepresentasikan
model TAM.
33
Sumber: Davis et al, 1989
Gambar 2.3 Technology Acceptance Model
Berdasarkan Gambar 2.3, maka penjelasan masing-masing variabel dalam model
penelitian Davis F. D., (1989), yaitu:
1. Perceived usefulness merupakan derajat dimana individu percaya bahwa
menggunakan aplikasi tertentu dapat meningkatkan kinerja pekerjaannya
dalam konteks organisasi. Persepsi ini diukur melalui indikator seperti
produktivitas (productivity), efektivitas (effectiveness), pentingnya bagi
pekerjaan (importance to job), dan manfaat secara keseluruhan (overall
usefulness.
2. Perceived ease of use yaitu derajat dimana individu percaya bahwa
menggunakan aplikasi tertentu dapat bebas dari usaha. Persepsi ini diukur
melalui indikator-indikator seperti kemudahan untuk dipelajari (easy to
learn), kemudahan mencapai tujuan (controlable), jelas dan mudah dipahami
(clear and understandable), fleksibel (flexible), dan kemudahan akses (easy to
access).
3. Attitude toward using yaitu sikap terhadap penggunaan aplikasi yang
berbentuk penerimaan atau penolakan sebagai dampak bila seseorang
menggunakan suatu teknologi dalam pekerjaannya.
4. Behavioral intention to use yaitu kecenderungan perilaku untuk tetap
menggunakan suatu teknologi.
34
5. Actual system use yaitu kepuasan suatu organisasi atau individu dapat
tercapai jika sistem tersebut mudah digunakan dan meningkatkan
produktifitas dengan dibuktikan dari kondisi nyata penggunaan suatu aplikasi
tertentu.
Penulis akan menggunakan variabel Perceived Usefulness. Hal ini didasari oleh
penelitian sebelumnya yang mengemukakan adanya pengaruh positif dari
variabel ini terhadap kepuasan dan keinginan pengguna aplikasi mobile untuk
melanjutkan penggunaan.
2.1.3.2.1 Perceive Usefulness
Konsep perceived usefulness telah terbukti secara empiris memiliki hubungan
yang kuat dan konsisten terhadap penerimaan teknologi informasi (Davis, Bagozzi,
& Warshaw, 1989). Perceived usefulness didefinisikan sebagai sejauh mana aplikasi
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja penggunanya (Davis, Bagozzi,
& Warshaw, 1989). Perceived usefulness merepresentasikan persepsi yang lebih
holistik mengenai aplikasi yang dapat dijadikan sebagai alat konfirmasi terpenuhinya
harapan terhadap fitur aplikasi dan output yang diharapkan pengguna (Battacherjee,
2001). Dengan kata lain, perceived usefulness merepresentasikan harapan pengguna
di masa depan setelah menggunakan aplikasi. Seddon dan Yip (1992), Eighmey
(1997), serta Boneka dan Torkzadeh (1998) telah membuktikan bahwa terdapat
pengaruh yang positif antara perceived usefulness dengan satisfaction (Dauw-Song,
Min-Jon, Lee, & Tsu-Sheng, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Chen, Meservy,
dan Gillenson (2012) kepada pengguna aplikasi mobile berbasis informasi, juga
dibuktikan adanya hubungan yang positif antara perceived usefulness yang
menghasilkan pengaruh positif terhadap satisfaction dan penggunaan secara
berkelanjutan. Tingkat perceived usefulness lebih tinggi diyakini dapat menghasilkan
kepuasan pengguna yang lebih besar.
2.1.3.3 Expectation Confirmation Theory (ECT)
Expectation Confirmation Theory (ECT) yang juga dikenal sebagai Expectation
Disconfirmation Theory (EDT) merupakan teori yang menjelaskan niat membeli
kembali dari konsumen (Quaddus & Hossain, 2012). Menurut Oliver (1980) dalam
35
Quaddus dan Hossain (2012) menyatakan bahwa ECT banyak digunakan dalam
bidang pemasaran, khususnya dalam bidang perilaku konsumen untuk
mengidentifikasi kepuasan konsumen dan niat pembelian kembali. Quaddus dan
Hossain (2012) menambahkan bahwa ECT telah banyak digunakan untuk
menunjukkan niat pembelian kembali dalam berbagai macam produk dan jasa. Selain
itu, ECT juga telah digunakan dalam bidang lain seperti sosiologi untuk mengukur
tingkat kepuasan. Menurut Oliver (1980) dalam Quaddus dan Hossain (2012)
mengemukakan bahwa proses konsumen melakukan pembelian kembali memiliki
beberapa tahapan, yaitu:
1. Pada tahap awal, konsumen telah membentuk sebuah harapan terhadap
produk atau jasa berdasarkan pengalaman sebelumnya atau pengetahuan yang
ada.
2. Kedua, apabila konsumen menganggap bahwa produk atau jasa memiliki
kegunaan maka konsumen menerima, membeli, dan menggunakannya.
3. Ketiga, konsumen melakukan penilaian terhadap manfaat yang dirasakan dari
suatu produk atau jasa berdasarkan harapan awal dan menilai sejauh mana
harapan tersebut terpenuhi.
Gambar 2.4 merepresentasikan model ECT yang dikembangkan oleh Oliver
(1980).
Sumber: Oliver, 1980 dalam Bhattacherjee, 2001)
Gambar 2.4 Expectation Confirmation Theory
36
Menurut Oliver (1980) dalam Quaddus dan Hossain (2012),
menyatakan bahwa niat konsumen untuk membeli kembali suatu produk atau
melanjutkan penggunaan jasa ditentukan terutama oleh kepuasan mereka terhadap
penggunaan sebelumnya dari produk atau jasa tersebut.
2.1.3.4 Expectation Confirmation Model (ECM)
Expectation Confirmation Model (ECM) merupakan suatu model yang
dikembangkan oleh Anol Battacherjee pada tahun 2001 yang memiliki fokus pada
penggunaan berkelanjutan terhadap sistem informasi (Quaddus & Hossain, 2012).
Model ini dikembangkan dengan mengadaptasi teori ECT yang berfokus pada
penggunaan berkelanjutan dalam konteks sistem informasi dengan melakukan
beberapa modifikasi sebagai berikut:
1. Mengganti variabel expectation dengan perceived usefulness. Hal tersebut
dilakukan karena harapan setelah menggunakan suatu produk atau jasa lebih
penting, karena harapan dapat mengalami perubahan seiring penggunaan
suatu sistem informasi.
2. Mengganti repurchase intention menjadi continued usage intention dalam
konteks sistem informasi.
3. Mendefinisikan variabel confirmation sebagai kesesuaian antara harapan dan
kinerja aktual.
4. Menghapus variabel performance karena pengaruh kinerja yang dirasakan
sudah dijelaskan pada variabel confirmation.
Quaddus dan Hossain (2012) menyebutkan bahwa niat pengguna untuk
menggunakan sistem informasi secara berkelanjutan diperngaruhi oleh tiga hal,
yaitu tingkat kepuasan pengguna, konfirmasi terhadap harapan, dan manfaat yang
dirasakan. Sedangkan Battacherjee (2001) menjelaskan proses pengguna dalam
membuat keputusan menggunakan kembali seperti halnya keputusan seorang
konsumen dalam membeli kembali suatu produk (repurchase decision) dimana
pengguna biasanya memiliki keputusan atau ekspektasi awal. Ekspektasi yang
dimaksudkan disini sebagai perceived usefulness dan confirmation, yang
37
selanjutnya pengguna menilai kinerja melalui pengalaman penggunaan sistem
informasi. Apabila pengguna menemukan bahwa sistem informasi berguna,
sesuai dengan yang diharapkan maka muncul rasa kepuasan (satisfaction) yang
mempengaruhi tujuan penggunaan sistem informasi secara berkelanjutan (IS
continuance intention). Teori ini direpresentasikan pada Gambar 2.5.
Sumber: Bhattacherjee, 2001
Gambar 2.5 Expectation Confirmation Model
Hal yang dapat dijelaskan dari empat teori penggunaan adalah DeLone dan
McLean (1992) menjelaskan bahwa variabel penggunaan (use) dipengaruhi oleh
variabel kualitas sistem (system quality), kualitas informasi (information quality),
dan kepuasan pengguna (user satisfaction). Kemudian DeLone dan McLean (2003)
menambahkan bahwa niat untuk menggunakan suatu sistem informasi dipengaruhi
oleh dimensi kualitas yang terdiri dari kualitas sistem (system quality), kualitas
informasi (information quality), dan kualitas layanan (service quality), serta
kepuasan pengguna (user satisfaction). Fokus dari model kesuksesan sistem
informasi DeLone dan McLean adalah menganalisis dimensi kualitas dari perspektif
teknologi yang berpengaruh terhadap keputusan pengguna untuk menggunakan
sistem informasi.
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan variabel confirmation, satisfaction
dan usage satisfaction.
38
2.1.3.4.1 Confirmation
Konfirmasi (confirmation) merupakan konstruk yang mencerminkan realisasi
dari apa yang diharapkan oleh pengguna terhadap penggunaaan sistem, yaitu dengan
menangkap harapan sebelum dan setelah menggunakan sistem (Chen, Meservy, &
Gillenson, 2012). Penelitian Battacherjee (2001) mendefinisikan konfirmasi sebagai
persepsi pengguna atas kesamaan antara harapan penggunaan sistem dengan
penggunaan aktual. Misalnya, saat pertama kali menggunakan aplikasi, pengguna
mungkin memiliki persepsi yang rendah karena ia tidak yakin dengan apa yang akan
dihasilkan dari penggunaan aplikasi tersebut. Namun, ada kemungkinan pengguna
masih ingin menggunakan aplikasi dengan tujuan membuat pengalaman penggunaan
sebagai dasar untuk membentuk persepsi yang lebih akurat. Sehingga, meskipun
persepsi mengenai aplikasi pada awalnya rendah, namun persepsi tersebut dapat
berubah seiring dengan pengalaman penggunaan sebagai hasil dari konfirmasi.
Variabel konfirmasi dalam penelitian ini digunakan untuk memastikan kesesuaian
antara perceived usefulness, perceived enjoyment, dan satisfaction terhadap
penggunaan aplikasi mobile Pomona. Variabel confirmation digunakan untuk
memastikan apakah harapan pengguna terpenuhi atau tidak khususnya mengenai
manfaat yang dirasakan, kesenangan yang dirasakan, dan kepuasan pengguna.
Pengguna cenderung akan membandingkan antara harapan dan pengalamannya
setelah menggunakan aplikasi mobile Pomona apakah harapannya telah terpenuhi
atau tidak. Penelitian yang dilakukan oleh Battacherjee (2001) telah membuktikan
adanya pengaruh antara confirmation dengan perceived usefulness dan antara
confirmation dengan satisfaction. Sedangkan penelitian Ong dan Day (2010),
membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara confirmation terhadap
perceived enjoyment.
2.1.3.4.2 Satisfaction
Para peneliti banyak mempelajari dan mencari tahu bagaimana pengaruh
satisfaction dapat menimbulkan keinginan untuk menggunakan suatu produk atau
jasa dan keinginan untuk merekomendasikan produk dan jasa tersebut kepada orang
lain. Liu et al., (2011) mendeskripsikan kepuasan (satisfaction) sebagai perasaan
kumulatif yang dikembangkan berdasarkan beberapa interaksi dengan aplikasi (Tao,
39
2013). Sejalan dengan Doll dan Torkzadeh (1988) yang menyatakan bahwa
kepuasan pengguna sebagai sikap afektif terhadap suatu aplikasi sebagai hasil
interaksi pengguna secara langsung. Individu yang harapan terhadap aplikasi telah
terpenuhi cenderung merasa puas dan selanjutnya dapat menciptakan keinginan
untuk menggunakan aplikasi secara berkelanjutan (Battacherjee, 2001). Penelitian
yang dilakukan oleh Chen, Meservy, dan Gillenson (2012) telah membuktikan
bahwa kepuasan pengguna (satisfaction) aplikasi mobile berbasis informasi memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap niat menggunakan kembali aplikasi (continuance
usage intention). Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Battacherjee
(2001), bahwa satisfaction merupakan variabel yang signifikan yang mempengaruhi
niat menggunakan kembali aplikasi. Variabel kepuasan (satisfaction) dalam
penelitian ini digunakan sebagai variabel mediasi (mediating/intervening variable).
Dalam penelitian ini, variabel kepuasan (satisfaction) digunakan untuk membantu
membangun sebuah konsep dan untuk memahami bagaimana pengaruh perspektif
teknologi dan pengalaman pengguna terhadap niat menggunakan kembali
(continuance usage intention). Masing-masing variabel pada perspektif teknologi
dan pengalaman pengguna memiliki efek terhadap kepuasan, yang memediasi niat
menggunakan kembali aplikasi (Battacherjee, 2001).
2.1.3.4.3 Continuance Usage Intention
Tao (2013) mengemukakan bahwa sebuah situs/aplikasi mobile memanglah
sangat membutuhkan jumlah pengunduh. Akan tetapi jauh daripada jumlah
pengunduh, asset sebuah perusahaan aplikasi terletak pada jumlah pengguna
aktifnya. Pengguna aktif adalah mereka yang secara terus menerus menggunakan
aplikasi. Apabila perusahaan memiliki jumlah pengdunduh dan pengguna aktif yang
mumpuni, maka perusahaan tersebut dapat menggunakan database pengguna sebagai
sarana menuai keuntungan.
Terdapat persamaan dan perbedaan antara model TAM dan ECM. Hal yang
paling mendasar yaitu dasar teori yang digunakan, TAM dikembangkan dari teori
perilaku (TRA), sedangkan ECM dari teori kepuasan pelanggan (ECT). TAM
memprediksi suatu tingkah laku yang akan terjadi tetapi belum terealisasi untuk
menjelaskan bagaimana penerimaan pengguna terhadap suatu teknologi berdasarkan
40
hasil persepsi terhadap kemudahan dan manfaat dari teknologi yang sebenarnya
belum pernah dialami. Hal ini ada dalam penelitian Chin dan Todd (1995) yang
menjelaskan bahwa manfaat dapat berupa estimasi seperti pekerjaan lebih mudah,
bermanfaat, meningkatkan produktivitas, mendorong efektifitas, dan meningkatkan
kinerja pekerjaan (Battacherjee, 2001).
Sedangkan ECM menggunakan pengalaman pengguna terkait dengan perilaku
atau kegiatan yang dimaksudkan. Untuk menjelaskan tingkat kepuasan dari
pengguna sistem informasi, ECM menggunakan perbandingan antara harapan yang
kemudian dikonfirmasikan dengan kenyataan berdasarkan pengalaman dalam
menggunakan suatu teknologi atau sistem informasi. Jadi dalam ECM, harapan
adalah manfaat yang dipersepsikan oleh pengguna berdasarkan pengalaman yang
dipercaya olehnya untuk mengambil keputusan apakah suatu perilaku akan
diteruskan atau dihentikan bergantung pada hasil konfirmasinya.
TAM memiliki fokus pada teknologi informasi, sedangkan ECM pada sistem
informasi. Kedua model dapat digunakan sebagai acuan penelitian, mengingat
aplikasi mobile Pomona merupakan bentuk dari pemanfaatan sistem informasi yang
menggunakan teknologi informasi sebagai perangkat untuk
mengimplementasikannya. Namun berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah,
penelitian ini menggunakan ECM sebagai landasan dalam membentuk kerangka
teoritis karena penelitian ini fokus untuk menganalisis perilaku pengguna aplikasi
mobile Pomona pasca penerimaan dan penggunaannya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa ECM merupakan model yang tepat untuk menjelaskan penggunaan secara
berkelanjutan aplikasi mobile Pomona di waktu mendatang.
2.1.3.5 Perceived Enjoyment
Perceived enjoyment terkait dengan pleasure dan enjoyment dianggap sebagai
persepsi emosional pengguna yang dihasilkan dari penggunaan aplikasi (Tao, 2013).
Dalam penelitian ini penulis mendefinisikan perceived enjoyment sebagai sejauh
mana interaksi dengan sistem komputer dapat menciptakan rasa kecanduan sehingga
pengguna tidak menyadari waktu yang telah dihabiskan ketika menggunakan aplikasi
mobile Pomona. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna mengharapkan mendapatkan
pengalaman yang menyenangkan disamping mendapatkan kualitas sistem dan
41
informasi yang baik. Namun, kendala perangkat mobile dapat mempengaruhi
pengalaman penggunaan. Sebagai contoh, apabila layanan merespon permintaan
pengguna dengan lambat, maka memungkinkan pengguna tidak merasa puas
terhadap layanan yang disediakan. Dengan kata lain, jika seorang pengguna merasa
enjoy terhadap interaksinya dengan aplikasi, kemungkinan ia akan memiliki tingkat
kepuasan yang lebih tinggi. Dalam penelitian sebelumnya, telah dibahas mengenai
adanya pengaruh perceived enjoyment terhadap satisfaction. Penelitian yang
dilakukan oleh Tao (2013) menggunakan pengguna mobile sites sebagai responden.
Penelitian tersebut membuktikan bahwa perceived enjoyment merupakan variabel
yang paling signifikan mempengaruhi satisfaction. Artinya, jika seorang pengguna
merasakan enjoyment ketika sedang berinteraksi dengan aplikasi mobile atau sistem
informasi, maka ia cenderung akan merasa puas dan akan menciptakan keinginan
untuk menggunakan kembali aplikasi.
Maka dari itu penulis akan menambahkan variabel Perceived Enjoyment dalam
penelitian ini.
42
2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis (2017)
Gambar 2.6 Bagan Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis
merumuskan hipotesis berikut ini sebagai ekspektasi dari hubungan kualitas aplikasi
mobile Pomona yang dapat berpengaruh terhadap pengalaman pengguna:
1. a) Ho: Kualitas sistem (system quality) tidak berpengaruh positif terhadap
kesenangan yang dirasakan (perceived enjoyment).
b) Ha: Kualitas sistem (system quality) berpengaruh positif terhadap
kesenangan yang dirasakan (perceived enjoyment).
Assurance
43
2. a) Ho: Kualitas informasi (information quality) tidak berpengaruh positif
terhadap manfaat yang dirasakan (perceived usefulness).
b) Ha: Kualitas informasi (information quality) berpengaruh positif terhadap
manfaat yang dirasakan (perceived usefulness).
3. a) Ho: Kualitas pelayanan (service quality) tidak berpengaruh positif terhadap
kesenangan yang dirasakan (perceived enjoyment).
b) Ha: Kualitas pelayanan (service quality) berpengaruh positif terhadap
kesenangan yang dirasakan (perceived enjoyment).
4. a) Ho: Kualitas sistem (system quality) tidak berpengaruh positif terhadap
kepuasan (satisfaction).
b) Ha: Kualitas sistem (system quality) berpengaruh positif terhadap
kepuasan (satisfaction).
5. a) Ho: Kualitas informasi (information quality) tidak berpengaruh positif
terhadap kepuasan (satisfaction).
b) Ha: Kualitas informasi (information quality) tidak berpengaruh positif
terhadap kepuasan (satisfaction).
6. a) Ho: Kesenangan yang dirasakan (perceived enjoyment) tidak berpengaruh
positif terhadap kepuasan (satisfaction).
b) Ha: Kesenangan yang dirasakan (perceived enjoyment) berpengaruh positif
terhadap kepuasan (satisfaction).
7. a) Ho: Manfaat yang dirasakan (perceived usefulness) tidak berpengaruh
positif terhadap kepuasan (satisfaction).
b) Ha: Manfaat yang dirasakan (perceived usefulness) berpengaruh positif
terhadap kepuasan (satisfaction).
8. a) Ho: Manfaat yang dirasakan (perceived usefulness) tidak berpengaruh
positif terhadap niat menggunakan kembali (continuance usage intention)
b) Ha: Manfaat yang dirasakan (perceived usefulness) berpengaruh positif
terhadap niat menggunakan kembali (continuance usage intention).
44
9. a) Ho: Konfirmasi (confirmation) tidak berpengaruh positif terhadap manfaat
yang dirasakan (perceived usefulness).
b) Ha: Konfirmasi (confirmation) berpengaruh positif terhadap manfaat yang
dirasakan (perceived usefulness).
10. (a) Ho: Konfirmasi (confirmation) tidak berpengaruh positif terhadap
kesenangan yang dirasakan (perceived enjoyment).
b) Ha: Konfirmasi (confirmation) berpengaruh positif terhadap kesenangan
yang dirasakan (perceived enjoyment).
11. a) Ho: Konfirmasi (confirmation) tidak berpengaruh positif terhadap
kepuasan (satisfaction).
b) Ha: Konfirmasi (confirmation) berpengaruh positif terhadap kepuasan
(satisfaction).
12. a) Ho: Kepuasan (satisfaction) tidak berpengaruh positif terhadap niat
menggunakan kembali (continuance usage intention).
b) Ha: Kepuasan (satisfaction) berpengaruh positif terhadap niat
menggunakan kembali (continuance usage intention).