Lahirnya Sosiologi Komunikasi Massa
-
Upload
rezky-efryanto-zebua -
Category
Documents
-
view
342 -
download
8
Transcript of Lahirnya Sosiologi Komunikasi Massa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia sebagai mahluk sosial
Dalam kenyataannya, kemampuan fungsional manusia dapat dilakukan secara
simultan dalam kehidupan sehari-hari sebagai mahluk individu, mahluk sosial dan dan
sebagai mahluk spiritual. Namun juga manusia dengan kecerdasannya dapat memisahkan
fungsi-fungsi tersebut berdasarkan pada kepentingan dan kebutuhan serta kondisi sosial yang
mengitarinya. Kemampuan-kemampuan fungsional inilah yang menjadikan manusia berbeda
secara fundamental dengan mahluk hidup lainnya di muka bumi. Bahkan dengan kekuatan
spiritualnya maka manusia mampu mengungguli kemampuan mahluk-mahluk Allah lainnya
seperti jin dan sebagainya.
Disisi lain, karena manusia adalah mahluk sosial, maka manusia pada dasarnya tidak
mampu hidup sendiri di dalam dunia ini baik sendiri dalam konteks fisik maupun dalam
kontek sosial-budaya. Terutama dalam konteks sosial-budaya, manusia membutuhkan
manusia lain untuk saling berkolaborasi dalam pemenuhan kebutuhhan fungsi-fungsi sosial
satu dengan yang lainnya. Karena pada dasarnya suatu fungsi yang dimiliki oleh manusia satu
akan sangat berguna dan bermanfaat bagi manusia lainnya. Karena, fungsi-fungsi sosial
manusia lainnya dengan kata lain, manusia menjadi sangat bermartabat apabila bermanfaat
bagi manusia lainnya.
Fungsi-fungsi sosial manusia lahir dari kebutuhan akan fungsi tersebut oleh orang
lain, dengan demikian produktivitas fungsional dikendalikan oleh berbagai macam kebutuhan
manusia. Setiap manusia memiliki kebutuhan masing-masing secara individu maupun
kelompok, untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu adanya perilaku selaras yang
dapat diadaptasi oleh masing-masing manusia. Penyelarasan kebutuhan dan penyesuaian
kebutuhan individu, kelompok dan kebutuhan sosial satu dan lainnya, menjadi konsentrasi
utama pemikiran manusia dalam masyarakat yang beradab.
Sosiologi berpendapat bahwa tindakan awal alam penyelarasan fungsi-fungsi sosial
dan berbagai kebutuhan manusia diawali oleh dan dengan melakukan interaksi sosial atau
tindakan komunikasi satu dengan yang lainnya. Aktivitas interaksi sosial dan tindakan
komunikasi itu dilakukan dengan baik secara verbal maupun non verbal bahkan simbolis.
Kebutuhan adanya sebuah sinergi fungsional dan akselerasi positif dalam melakukan
pemenuhan kebutuhan manusia satu dengan lainnya ini kemudian melahirkan kebutuhan
tentang adanya norma-norma dan nilai-nilai sosial yang mampu mengatur tindakan manusia
dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, sehingga tercipta keseimbangan sosial antara hak
1
dan kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan manusia, terutama juga kondisi keseimbangan
itu akan menciptakan tatanan sosial dalam proses kehidupan masyarakat saat ini dan di waktu
yang akan datang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dan juga penjelasan di atas,
maka interaksi sosial dalam berkelompok dan bermasyarakat, yang oleh Habermas disebut
dengan tindakan komunikasi ini merupakan perspektif sosiologi, dan perspektif ini pula yang
menjadi objek pengamatan sosiologi komunikasi. Fokus interaksi sosial dalam masyarakat
adalah komunikasi itu sendiri. Sebagaimana dijelaskan oleh sosiologi bahwa komunikasi
menjadi unsur terpenting dalam seluruh kehidupan manusia. Dominasi perspektif ini dalam
sosiologi yang begitu luas dan mendalam, maka lahirlah kebutuhan untuk mengkaji
kekhususan dalam studi-studi sosiologi yang dinamakan sosiologi komunikasi yaitu
perspektif kajian sosiologi tentang aspek-aspek khusu komunikasi dalam lingkungan
individu, kelompok, masyarakat, budaya dan dunia.
Sehubungan dengan itu, beberapa konsep penting yang berhubungan dengan sosiologi
komunikasi adalah konsep tentang sosiologi, community, communication, telenatika,
merupakan konsep penting yang kemudian melahirkan studi-studi integratif serta terkait satu
sama lain sehingga melahirkan studi-studi interelasi yyang penting untuk dibicarakan disini
sekaligus juga sebagai ruang lingkup dalam studi-studi sosiologi komunikasi.
B. Komunikasi (Communication)
Theodornoson and Theodornoson (1969) memberi batasan lingkup communication
berupa penyebaran informasi, ide-ide, sikap-sikap, atau emosi dari seorang atau kelompok
kepada yang lain terutama simbol-simbol. Garbner mengatakan communication dapat
didefinisikan sebagai social interaction melalui pesan-pesan. Onong Uchyana mengatakan
komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran
atau perasaan oleh seorang komunikator kepada seorang komunikan. Pikiran bisa merupakam
gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa
keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian dan sebagainya yang
timbul dari lubuk hati.Jadi, lingkup komunikasi menyangkut persoalan-persoalan yang ada
kaitannya dengan substansi interaksi sosial orang-orang dalam masyarakat; termasuk konten
interaksi komunikasi yang dilakukan secara langsung maupun dengan menggunakan media
komunikasi.
C. Sosiologi Komunikasi
Menurut Soerjono Soekanto, sosiologi komunikasi merupakan kekhususan sosiologi
dalam mempelajari interaksi sosial yaitu suatu hubungan atau komunikasi yang menimbulkan
2
proses saling pengaruh-memengaruhi antara para individu, individu dengan kelompok
maupun antarkelompok. Menurut Soekanto, sosiologi komunikasi juga ada kaitannya dengan
public speaking, yaitu bagaimana seseorang berbicara kepada publik.
Secara komprehensif sosiologi komunikasi mempelajari tentang interaksi sosial dengan
segala aspek yang berhubungan dengan interaksi tersebut seperti bagaimana interaksi
komunikasi itu dilakukan dengan menggunakan media, bagaimana efek media sebagai akibat
dari interaksi tersebut, sampai dengan bagaimana perubahan-perubahan sosial di masyarakat
yang di dorong oleh efek media berkembang serta konsekuensi sosial macam apa yang
ditanggung masyarakat sebagai akibat dari perubahan yang didorong oleh media massa itu.
D. Lahirnya Sosiologi Komunikasi Massa
Manusia adalah mahluk ciptaan Allah SWT dengan struktur dan fungsi yang sangat
sempurna bila dibandingkan dengan mahluk ciptaan-Nya yang lain. Bahkan, dalam
kemampuan spiritual, manusia lebih unggul dari pada Jin dan sebagainya. Walaupun
demikian, satu kodrat manusia yang tidak dapat kita pungkiri adalah bahwa manusia
merupakan mahluk sosial. Oleh sebab itu, manusia pada dasarnya tidaklah mampu untuk
hidup sendiri di dunia ini, baik sendiri dalam konteks fisik maupun dalam konteks sosial-
budaya. Dalam konteks sosial-budaya, manusia membutuhkan manusia lain untuk saling
berkolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan fungsi-fungsi sosial satu dengan yang lainnya.
Pada dasarnya, sutau fungsi yang dimiliki oleh manusia satu akan sangat berguna dan
bermanfaat bagi manusia lainnya. Karena fungsi-fungsi sosial yang diciptakan oleh manusia
ditujukan untuk saling berkolaborasi dengan sesama fungsi sosial manusia lainnya, maka
manusia akan sangat bermartabat apabila bermanfaat bagi manusia lainnya (Bungin, 2008).
Dalam kajian sosiologi, ada asumsi yang menyatakan bahwa tindakan awal dalam
penyelarasan fungsi-fungsi sosial dan berbagai kebutuhan manusia diawali dengan
melakukan interaksi sosial atau tindakan komunikasi satu dengan yang lainnya. Aktivitas
interaksi sosial dan tindakan komunikasi itu dilakukan dengan beberapa cara, yakni baik
secara verbal, non-verbal, maupun simbolis. Kebutuhan akan adanya sinergi fungsional dan
akselerasi positif dalam melakukan pemenuhan kebutuhan manusia satu dengan yang lainnya
ini kemudian melahirkan kebutuhan tentang adanya norma-norma dan nilai-nilai sosial yang
mampu mengatur tindakan manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhannya. Oleh sebab
ituu, maka terciptalah keseimbangan sosial (sosial equilibrium) antara hak dan kewajiban
dalam pemenuhan kebutuhan manusia, terutama juga kondisi keseimbangan itu akan
menciptakan tatanan sosial (sosial order) dalam proses kehidupan masyarakat saat ini dan
waktu yang akan datang (Bungin, 2008).
3
Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka interaksi sosial dalam berkelompok
dan bermasyarakat berfokus pada komunikasi yang terjadi didalamnya. Komunikasi ini
sendiri merupakan perspektif sosiologi, dan perspektif ini dinamakan dengan pengamatan
sosiologi komuikasi. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh sosiologi, bahwa komunikasi
menjadi unsur terpenting dalam seluruh kehidupan manusia. Dominasi perspektif ini dalam
sosiologi yang begitu luas dan mendalam, maka lahirlah kebutuhan untuk mengkaji
kekhususan dalam studi sosiologi yang dinamakan dengan Sosiologi Komunikasi, yaitu
perspektif kajian sosiologi tentang aspek-aspek khusus komunikasi dalam lingkungan
individu, kelompok, masyarakat, budaya, dan dunia.
Anda tentu masih ingat bukan, bahwa proses komunikasi pada hakekatnya adalah
suatu proses pemindahan/transmisi atau penyampaian ide, gagasan, informasi, dan
sebagainya dari seseorang (sender atau komunikator atau sumber) kepada seseorang yang
lain (receiver atau komunikan). dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurannya.
Selanjutnya komunikasi diberi batasan sebagai penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan, sedang pesan terdiri dari dua aspek, aspek pertama aspek isi berupa pikiran dan
perasaan sedang aspek kedua yakni lambang berupa bahasa verbal dan non verbal.Proses
komunikasi diantara keduanya dapat dikatakan berhasil apabila terjadi kesamaan makna.
Sebaliknya, komunikasi menjadi gagal bilamana keduanya tidak memiliki kesamaan makna
atas apa yang dipertukarkan atau dikomunikasikan.
Menurut Effendy (1999), Proses komunikasi dalam masyarakat dapat dibedakan atas
duas tahap. Adapun tahap-tahap yang dimaksudkannya adalah sebagai berikut.
1. Proses Komunikasi secara Primer
Yang dimaksudkan dengan proses komunikasi secara primer yakni proses
penyampaian pikiran dan perasaan dari seseorang kepada orang lain menggunakan lambang
atau simbol sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah
bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan sebagainya yang secara langsung mempa
“menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Sekarang mari kita bahas satu per satu. Kial (gesture) adalah isyarat dengan
menggunakan anggota tubuh seperti anggukan atau gelengan kepala, kedipan mata, tepukan
tangan, dll. Semua lambang nonverbal ini memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang
sehingga terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapaikan tangan, atau memainkan jari-
jemari, atau mengedipkan mata, menggerakkan anggota tubuh lainnya hanya dapat
mengkomunikasikan hal-hal tertentu saja (sangat terbatas).
4
Isyarat dengan menggunakan alat seperti gong, tambur, sirene, dan lain-lain
mempunyai makna tertentu. Membunyikan gong di tengah malam di kampung-kampung di
Timor atau di Sumba itu pertanda meminta pertolongan (ada perampokan, pencurian, ataupun
kebakaran).Warna juga yang mempunyai makna tertentu dalam berkomunikasi di
masyarakat. Warna putih selalu diidentikkan dengan ketulusan dan kemurnian. Warna hitam
selalu dipertunjukkan untuk mengekspresikan kesedihan. Misalnya, sebagai tanda
perkabungan. Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalarn komunikasi
memang melebihi kial, isyarat, dan warna dalarn hal kemampuan “menerjemahkan” pikiran
seseorang, tetapi tetap tidak melebihi bahasa. Alasannya, buku-buku yang ditulis dengan
bahasa sebagai lambang untuk “menerjemahkan” pemikiran tidak mungkin diganti oleh
gambar, apalagi oleh lambang-lambang lainnya. Akan tetapi, demi efektifnya komunikasi,
lambang-lambang tersebut sering dipadukan penggunaannya.
Dengan demikian jelaslah bahwa pikiran dan atau perasaan seseorang baru akan
diketahui oleh dan akan ada dampaknya kepada orang lain apabila ditransmisikan dengan
menggunakan media primer “tersebut, yakni lambang- lambang. Dengan perkataan lain,
pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan terdiri atas isi
(content) dan lambang: (symbol). Jadi jelaslah, media primer atau lambang yang paling
banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa. Akan tetapi, tidak semua orang pandai
mencari kata-kata yang tepat dan lengkap yang dapat mencerminkan pikiran dan perasaan
yang sesungguhnya. Selain itu, sebuah perkataan belum tentu mengandung makna yang sama
bagi semua orang. Kata-kata mengandung dua jenis pengertian, yakni pengertian denotatif
dan pengertian konotatif. Sebuah perkataan dalarn pengertian denotatif adalah yang
mengandung arti sebagaimana tercantum dalam kamus (dictionary meaning) dan diterima
secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Perkataan
dalarn pengertian konotatif adalah yang mengandung pengertian emosional atau mengandung
penilaian tertentu (emotional or evaluative meaning).
Misalnya saja jika anda mengucapkan kata “anjing” dalarn pengertian denotatif
memiliki makna dan interpretasi yang sama bagi setiap orang. Begitu mendengar kata
“anjing” maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah bahwa ia binatang yang berkaki
empat, berbulu, hewan piaraan bagi sebagian orang, dan memiliki daya cium yang tajam.
Namun, kata “anjing” dalarn pengertian konotatif, bisa bermakna lain bagi sebagian orang.
Bagi seorang kiai yang fanatik kata “anjing” bisa dimaknai sebagai hewan yang najis; bagi
seorang polisi merupakan pelacak pembunuh, dst.
5
Nah, bagaimana proses komunikasi itu bisa berlangsung? Sebagaimana Anda
pelajari pada mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi, bahwa dalam proses komunikasi
antarpribadi (interpersonal communication) yang melibatkan dua orang dalam situasi
interaksi, sang komunikator menyandi suatu pesan, lalu menyampaikannya kepada
komunikan, dan komunikan mengawasandi atau menyandi balik pesan tersebut. Sampai di
situ komunikator menjadi encoder dan komunikan menjadi decoder. Akan tetapi, karena
komunikasi antarpersona itu bersifat dialogis, maka ketika komunikan memberikan jawaban,
ia kini menjadi encoder dan komunikator menjadi decoder.
Supaya lebih jelas, perhatikan contoh berikut. Pada suatu hari, Daniel dan Ratna
bertemu dan berbicang-bincang. Yang menjadi komunikator adalah Daniel sedangkan
komunikan, Ratna. Selama komunikasi berlangsung antara Daniel dan Ratna, akan terjadi
penggantian fungsi secara bergiliran sebagai encoder dan decoder. Jika Daniel sedang
berbicara, ia menjadi encoder; dan Ratna yang sedang mendengarkan menjadi decoder. Pada
saat Ratna memberikan tanggapan dan berbicara kepada Daniel, maka Ratna kemudian
menjadi encoder dan Daniel menjadi decoder. Tanggapan Ratna yang disampaikan kepada
Daniel itu dinamakan umpan balik atau arus balik (feedback).
Umpan balik memainkan peranan yang amat penting dalam komunikasi sebab ia
menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh
komunikator. Oleh karena itu, umpan balik bisa bersifat positif, dapat pula bersifat negatif.
Umpan batik positif adalah tanggapan atau response atau reaksi komunikan yang
menyenangkan komunikator sehingga komunikasi berjalan lancar. Sebaliknya, umpan balik
negatif adalah tanggapan komunikan yang tidak menyenangkan komunikatornya sehingga
komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasinya.
2. Proses Komunikasi secara Sekunder
Setelah Anda pahami tentang proses komunikasi secara primer, sekarang kita akan
meembahas proses komunikasi secara sekunder. Yang dimaksudkan dengan proses
komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang
lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang
sebagai media pertama.
Mengapa menggunakan alat bantu atau media kedua? Alasannya bisa beragam.
Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena
komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh. Alasan lainnya, jumlah
komunikannya banyak. Beberapa media kedua atau alat bantu yang biasanya digunakan
6
antara lain: surat, telepon, telegram, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak
lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam berkomunikasi.
Pada umumnya kalau kita berbicara di kalangan masyarakat, yang dinamakan
media komunikasi itu adalah media kedua sebagaimana diterangkan di atas. Jarang sekali
orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini di sebabkan oleh bahasa
sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) – yakni pikiran dan atau perasaan – yang
dibawanya menjadi totalitas pesan (message), yang tampak tak dapat dipisahkan.Tidak
seperti media dalam bentuk surat, telepon, radio, dan lain-lainnya yang jelas tidak selalu
dipergunakan. Tampaknya seolah-olah orang tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa,
tetapi orang mungkin dapat berkomunikasi tanpa surat, atau telepon, atau televisi, dan
sebagainya.
Seperti diterangkan di muka, pada umumnya memang bahasa yang paling banyak
digunakan dalam komunikasi karena bahasa sebagai lambang mampu mentransmisikan
pikiran, ide, pendapat, dan sebagainya, baik mengenai hal vang abstrak maupun yang
kongkret; tidak saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, tetapi juga
pada waktu yang lalu atau masa mendatang. Karena itulah pula maka kebanyakan media
merupakan alat atau sarana yang diclptakan untuk meneruskan pesan komunikasi dengan
bahasa. Seperti telah disinggung di atas, surat, atau telepon, atau radio misalnya, adalah
media untuk menyambung atau menyebarkan pesan yang menggunakan bahasa.
Dengan demikian, proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media
yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (mass media) dan media nir-massa atau
media non-massa (non-mass media). Seperti telah disinggung tadi, media massa, misalnya
surat kabar, radio siaran, televisi siaran, dan film yang diputar di gedung bioskop memiliki
ciri-ciri tertentu, antara lain ciri massif (massive) atau massal (massal), yakni tertuju kepada
sejumlah orang yang relatif amat banyak. Sedangkan media nirmassa atau media nonmassa,
umpamanya surat, telepon, telegram, poster, spanduk, papan pengumuman,
buletin, folder, majalah organisasi, radio amatir atau radio CB (citizen band), televisi siaran
sekitar (closed circuit television), dan film dokumenter, tertuju kepada satu orang atau
sejumlah orang yang relatif sedikit.
Asal mula kajian komunikasi dalam sosiologi bermula dari akar tradisi pemikiran
Karl Marx, dmna Marx sendiri adalah masuk sebagai pendiri sosiologi yang beraliran Jerman
sementara Claude Henri Saint-Simon, August Comte, dan Emile Durkheim merupakan nama-
nama para ahli sosiologi yang beraliran Perancis (Bungin, 2008)
7
Sementara itu gagasan awal tentang Marx tidak pernah lepas dari pemikiran-
pemikiran Hegel. Hegel memiliki pengaruh yang kuat terhadap Marx, bahkan Karl Marx
muda menjadi seorang idealisme (bukan materialisme) justru dari pemikiran-pemikiran
radikal Hegel tentang idealisme, adapun kemudian Marx tua menjadi seorang materialisme,
hal itu adalah sebuah pengalaman pribadi manusia dalam prosesnya dengan konteks sosial
yang dialami Marx sendiri.
Menurut Ritzer pemikiran Hegel yang paling utama dalam melahirkan pemikiran-
pemikiran tradisional konflik dan kritis adalah ajarannya tentang dialektika dan idealisme.
Dialektika adalah cara berpikir dan citra tentang dunia. Sebagai cara berpikir mikz, konflik
dan kontradiksi, yaitu cara-cara berpikir yang lebih dinamis. Di sisi lain, dialektika adalah
pandangan tentang dunia bukan tersusun dari struktur yang statis, tetapi terdiri dari proses,
hubungan, dinamika konflik, dan kontradiksi. Pemahaman dialektika tentang dunia semacam
inilah (terutama melihat dunia sebagai bagian yang berhubungan satu dengan yang lainnya)
di kemudian hari melahirkan gagasan-gagasan tentang komunikasi seperti apa yang
dikemukakan oleh Jurgen Habermas dengan tindakan komunikasi (interaksi).
Hegel juga dikaitkan dengan filsafat idealisme yang lebih mementingkan pikiran dan
produk mental daripada kehidupan material. Dalam bentuknya yang ekstrem, idealisme
menegaskan bahwa hanya konstruksi pikiran dan psikologis-lah yang ada, idealisme adalah
sebuah proses yang kekal dalam kehidupan manusia, bahkan ada yang berkeyakinan bahwa
proses mental tetap ada walaupun kehidupan sosial dan fisik sudah tidak ada lagi. Idealisme
merupakan produk berpikir yang menekankan tidak saja pada proses mental, namun juga
gagasan-gagasan yang dihasilkan dari mental itu.
Pemikiran-pemikiran Habernas sendiri termasuk dalam kelompok kritis. Habernas
sendiri menamakan gagasan-gagasan sebagai rekontruksi materialisme historis. Habermas
bertolak dari pemikiran Marx, seperti potensi manusia, spesies mahluk , aktivitas yang
berperasaan. Ia mengatakan bahwa, Marx telah gagal membedakan antara dua komponen
analitik yang berbeda, yaitu kerja (atau tenaga kerja, tindakan rasional-purposif) dan interaksi
(atau aksi komunikatif) sosial (atau simbolis). Diantara kerja dan interaksi sosial, Marx hanya
membahas kerja saja dengan mengabaikan interaksi sosial. Jadi, kata Habermas, “ ia hanya
mengambil perbedaan antara kerja dan interaksi sosial sebagai titik awalnya”. Di sepanjanng
tulisannya, Habermas menjelaskan perbedaan ini, meski ia cenderung menggunakan istilah
tindakan (kerja) rasional-purposif dan tindakan komunikatif (interaksi). Dalam the theory of
communication action pun ia menyebutkan tindakan komunikatif ini sebagai bagian dari
dasar-dasar ilmu sosial dan teori komunikasi.
8
Selama tahun 1970-an Habermas memperbanyak studi-studinya mengenai ilmu-ilmu
sosial dan mulai menata ulang teori kritik sebagai teori komunikasi. Tahap kunci dari
perkembangan ini termuat dalam kummpulan studi yang ditulis bersama Niklas Luhmann,
yakni Theori der Gesellschaft der Sozialtechnologie; Legitimations probleme des
historischen Materialismus; dan kumpulan esai dalam sekian buku lagi. Habermas sendiri
saat ini menjadi guru besar filsafat dan sosiologi yang hidup di Frankfurt.
Sumbangan pemikiran juga diberikan oleh John Dewey, yang sering disebut sebagai
the first philosopher of communication itu dikenal hingga kini dengan filsafat pragmatik-nya,
suatu keyakinan bahwa sebuah ide benar jika ia berfungsi dalam praktik. Pragmatisme
menolak dualisme pikiran dan materi, subjek dan objek. Jadi, gagasan-gagasan seharusnya
bermanfaat bagi masyarakat, pesan-pesan ide harus tersampaikan dan memberi kontribusi
pada tingkat perilaku orang. Pesan ide membentuk tindakan dan perilaku di lapangan.
Dengan demikian, sejarah sosiologi komunikasi menempuh dua jalur. Bahwa kajian
dan sumbangan pemikiran August Comte, Durkheim, Talcott Parson dan Robert K. Merton
merupakan sumbangan paradigma fungsional bagi lahirnya teori-teori komunikasi yang
beraliran struktural-fungsional. Sedangkan sumbangan-sumbangan pemikiran Karl Marx dan
Habermas menyumbangkan paradigma konflik bagi lahirnya teori-teori kritis dalam kajian
komunikasi.
Sosiologi sejak semula telah menaruh perhatian pada masalah-masalah yang ada
hubungan dengan interaksi sosial antara seseorang dan orang lainnya. Apa yang disebutkan
Comte dengan “social dynamic”, “kesadaran kolektif” oleh Durkheim, dan interaksi sosial
oleh Karl Marx serta tindakan komunikatif dan teori komunikasi oleh Habermas adalah awal
mula lahirnya perspektif sosiologi komunikasi. Bahakan melihat kenyataan semacam itu,
maka sebenarnya gagasan-gagasan perspektif sosiologi komunikasi telah ada bersamaan
dengan lahirnya sosioloigi itu sendiri baik dalam perspektif struktural-fungsional maupun
dalam perspektif konflik.
9
SKEMA 1
ALIRAN PEMIKIRAN DALAM PARADIGMA SOSIOLOGI KOMUNIKASI
Aliran pemikiran yang melahirkan
paradigma dalam sosiologi komunikasi
Struktural fungsional Konflik-kritis
August Comte Karl Marx
Emile Durkheim Jurgen Habermas
Talcott Parson John Dewey
Robert K. Merton
Selain apa yang disumbangkan oleh Karl Marx dan Habermas mengenai teori kritis
dalam komunikasi, sumbangan dari perspektif struktural-fungsional dalam sosiologi yang
diajarkan oleh Talcott Parson dengan teori sistem tindakan maupun dengan skema AGIL,
serta kajian Robert K.Merton tentang struktur-fungsional, struktur sosial dan anomie,
merupakan sumbangan-sumbangan yang amat penting terhadap lahirnya teori-teori
komunikasi di waktu-waktu betikutnya.
Saat ini perspektif teoritis mengenai sosiologi komunikasi bertumpu pada fokus kajian
sosioligi mengenai interaksi sosial dan semua aspek yang bersentuhan dengan fokus kajian
tersebut. Narwoko dan Suyanto mengatakan bahwa, kajian tentang interaksi sosial
disyaratkan adanya fungsi-fungsi komunikasi yang lebih dalam, seperti adanya kontak sosial
dan komunikasi. Kontak sosial terjadi tidaklah semata-mata bergantung terhadap tindakan
tersebut, sedangkan aspek penting dari komunikasi adalah bila seseorang memberikan
tafsiran pada sesuatu atau pada perikelakuan orang lain. Dalam komunikasi juga persoalan
makna menjadi sangat pentingv ditafsirkan oleh seseorang yang mendapat informasi
(pemberitaan) karena makna yang dikirim oleh komunikator dan penerima informasi menjadi
sangat subjektif dan ditentukan oleh konteks sosial ketika informasi itu disebar dan diterima.
E. Ranah, Kompleksitas, Dan Objek Sosiologi Komunikasi
Ranah sosiologi komunikasi berada pada wilayah individu, kelompok, masyarakat,
dan sistem dunia. Dimana ranah ini besentuhan dengan wilayah lain, seperti teknologi
10
telematika, komunikasi, proses dan interaksi sosial, serta budaya kosmopolitan. Ranah-ranah
sosiologi komunikasi berbeda dengan studi-studi komunikasi dan sosiologi secara
keseluruhan, dengan kata lain objek sosiologi komunikasi tidak sama dengan sosiologi secara
umum, begitu juga sosiologi komunikasi tidak mengambil objek komunikasi secara utuh,
akan tetapi sosiologi komunikasi menjembatani studi-studi komunikasi dimana jembatan itu
dibangun berdasarkan kajian sosiologi tentang interaksi sosial yang dalam sosiologi juga
dikenal dengan subkajian masalah-masalah komunikasi, kemudian menariknya ke dalam
studi komunikasi yang berkaitan erat dengan sosiologi yaitu studi-studi media, dampak media
maupun perkembangan teknologi komunikasi. Namun karena begitu dekatnya studi-studi
sosiologi dan studi-studi komunikasi, maka kajian sosiologi ini berkembang menjadi satu
kajian yang tidak bisa lagi dibedakan secara sosiologis dengan komunikasi. Dalam arti ketika
kita membahas kasus-kasus sosiologi komunikasi, maka akan ditemukan sebuah kenyataan
bahwa apa yang menjadi perhatian sosiologi itu jugalah yang menjadi pusat perhatian
komunikasi. Hal ini terjadi karena ranah sosiologi komunikasi adalah kajian utama dan
terpenting dari kajian sosiologi dan kajian sosiologi komunikasi itu sendiri yaitu individu,
kelompok, masyarakat, dunia, dan segala interaksinya.
Studi-studi sosiologi komunikasi selain bersifat interdisipliner dan terbuka terhadap
sumbangan disiplin ilmu lain, sosiologi komunikasi juga memiliki objek kajian yang terbuka
luas setiap saat, seirama dengan cepatnya perubahan-perubahan sosial-budaya dan teknologi
media yang berkembang di masyarakat beserta semua aspek yang mengikutinya.
Saat ini kendali arah perkembangan sosiologi komunikasi sitentukan oleh pesatnya
perkembangan dunia teknologi komunikasi yang kemudian secara simultan memengaruhi
ranah-ranah sosial dan budaya masyarakat di setiap lapisan masyarakat. Dengan demikian,
maka luasan objek kajian sosiologi komunikasi juga ikut dipengaruhi oleh perkembangan
ranah-ranah sosial budaya dan teknologi media itu dengan segala aspek yang mengikutinya.
Sejauh itupun kajian sosiologi komunikasi merasa selalu tertinggal jauh dari
perkembangan teknologi komunikasi. Berbagai teori dirasakan cepat usang dan sudah tidak
up-to-date lagi, begitu pula perspektif yang awalnya dianggap penting untuk dikembangkan
dalam studi-studi sosiologi komunikasi menjadi semakin kompleks dalam waktu singkat.
Begitu pula kaitannya studi-studi sosiologi komunikasi dengan disiplin ilmu lainnya setiap
saat dipandang sangat membantu kajian-kajian sosiologi komunikasi.
Sementara kekhawatiran yang ada bahwa terasa begitu sedikit para ahli yang ikut
memikirkan kajian ini, padahal kenyataannya sudah sangat banyak masyarakat. Salah satu
pemicu perkembangan sosiologi komunikasi yang cepat ini disebabkan karena sosiologi
11
komunikasi menganggap bahwa saat ini perkembangan teknologi selalu mendahului
perkembangan teori. Pacu memacu antara teknologi dan teori di ranah wacana, aplikasi, dan
masyarakat inilah yang kemudian setiap saat melebarkan arena objek sosiologi komunikasi
itu.
Berdasarkan penjelasan mengenai ranah sosiologi komunikasi dan kompleksitas studi
sosiologi komunikasi, maka objek sosiologi komunikasi adalah seperti halaman berikut.
Setiap bidang ilmu dalam rumpun ilmu-ilmu sosial memiliki objek kajiasn formal
yang sama yaitu manusia. Manusia adalah objek yang tak pernah habis dibahas dari berbagai
aspek dan sudut pandang baik dalam konteks makro maupun mikro. Objek formal manusia
yang dimaksud adalah dalam konteks individu, kelompok, masyarakat, dunia, serta aspek-
aspek sosiologis yang mengitarinya.
Objek formal dalam studi sosiologi komunikasi menekankan pada aspek aktivatas
manusia sebagai mahluk sosial yang melakukan aktivitas sosiologis yaitu proses sosial dan
komunikasi, aspek ini merupakan aspek dominan dalam kehidupan manusia bersama orang
lain. Aspek lainnya adalah telematika dan realitasnya. Aspek ini menyangkut persoalan
teknologi media, teknologi komunikasi dan berbagai persoalan konvergensi yang
ditimbulkannya termasuk realitas maya yang dihasilkan telematika sebagai tuang publik baru
yang tanpa batas dan memiliki masa depan yang cerah bagi ruang kehidupan. Sebaliknya
perkembangan telematika dan aspek-aspeknya serta pengaruhnya terhadap perkembangan
media massa memberikan efek yang luar biasa pada masayarakat. Efek media memiliki ruang
bahasan yang luas terhadap konsekuensinya pada proses-proses sosial itu sendiri, baik
menyangkut individu, kelompok, masyarakat maupun dunia, termasuk pula aspek-aspek yang
merusak seperti kekerasan, pelecehan, penghinaan, bahkan sampai pada masalah-masalah
kriminal. Pengaruh-pengaruh efek media juga ikut membentuk life style dan lahirnya norma
sosial baru di masyarakat terutama pada masyarakat kosmopolitan, sekuler, cerdas,
profesional, materialis, dan hedonis, serta modis.
Perkembangan telematika tidak saja memasuki ranah sosial, namun juga memasuki
ranah hukum dan bisnis. Hal ini disebabkan oleh konsekuensi dominasi telematika dalam
kehidupan masyarakat pada umumnya. Ketika telematika sampai pada kemampuannya
menciptakan masyarakat baru yaitu cybercommunity, maka kebutuhan akan cyberlaw
menjadi mutlak ada untuk mengatur seluruh fungsi sirkulasi dan peredaran aspek-aspek
kehidupan sosial( dalam dunia cyber) sebagaimana kebutuhan sebuah sistem sosial itu
sendiri. Karena sadar ataupuntidak aspek hukum dan bisnis akan mendominasi
cybercommunity selain pencitraan itu sendiri.
12
a. Ruang Lingkup dan Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi
Sehubungan dengan lahirnya konsep pemikiran mengenai komunikasi dalam interaksi
sosial yang berimbas pada munculnya sosiologi komunikasi, maka ada beberapa konsep yang
berhubungan dengan sosiologi komunikasi tersebut. Adapun beberapa konsep yang
berhubungan dengan sosiologi komunikasi adalah konsep tentang sosiologi, community,
communication, dan telematika. Dari konsep-konsep tersebut kemudian lahirlah studi-studi
interelasi yang penting untuk dibicarakan, sekaligus juga sebagai ruang lingkup dalam studi
sosiologi komunikasi. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat pembahasan berikut ini.
1. Sosiologi
Etimologi kata sosiologi ini adalah kata sofie, yakni bermakna bercocok tanam atau
bertaman. Kemudian, istilah ini berkembang menjadi socius, yang dalam bahasa latin berarti
teman ataupun kawan. Dan istilah inipun kemudian berkembang lagi sehingga menjadi kata
sosial, yang berarti berteman, berserikat, ataupun bersama (Bungin, 2008).
Secara khusus, Hassan Shadily menyatakan bahwa kata sosial maksudnya adalah hal-
hal mengenai berbagai kejadian dalam masyarakat yaitu persekutuan manusia, dan
selanjutnya dengan pengertian itu dapat berusaha mendatangkan perbaikan dalam kehidupan
bersama. Dengan kata lain, Hassan Shadily mengutarakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari masyarakat atau ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia sebagai
anggota golongan atau masyarakatnya (tidak sebagai individu yang terlepas dari golongan
atau masyarakatnya), dengan ikatan-ikatan adat, kebiasaan, kepercayaan, atau agamanya,
tingkah laku, serta keseniannya (kebudayaan) yang meliputi segala segi kehidupan (Shadily,
1993).
Sementara itu, Pitirin Sorokin (Soekanto, 2003) mengemukakan bahwa sosiologi
merupakan suatu ilmu yang mempelajari:
Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial,
misalnya antara geajala ekonomi dan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan
ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan lain sebagainya.
Hubungan dengan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala nonsosial,
misalnya gejala geografis, biologis, dan sebagainya.
Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.
Roucek dan Warren (Soekanto, 2003) mengemukakan bahwa sosiologi ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok. William F. Ogburn dan Meyer F.
Nimkoff (Soekanto, 2003) berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah
terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial. Sementara itu, Selo Soemardjan
13
Soeleman Soemardi (Soekanto, 2003) mengatakan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang
mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu
kaidah-kaidah atau norma-norma sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok, dan
lapisan-lapisan sosial. Sedangkan proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai
segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan hukum
dan segi kehidupan agama, dan lain sebagainya. Sementara itu, perubahan struktur sosial
merupakan salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri.
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni (pure science) dan bertujuan
untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum, prinsip-prinsip dan hukum-
hukum umum dari interaksi antarmanusia juga perihal hakikat, bentuk, isi dan struktur dari
masyarakat manusia. Obyek dari sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut
hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam
masyarakat.dalam hal ini kami ketengahkan sesuatu yang berhubungan dengan sosiologi
yang antara lain Komunikasi Massa.
Pembentukan struktur sosial dan terjadinya proses sosial dan kemudian adanya
perubahan sosial tidaklah terlepas dari adanya aktivitas interaksi sosial yang menjadi salah
satu ruang lingkup sosiologi. Kembali kepada interaksi sosial, Soekanto menyatakan bahwa
interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara para individu, antara individu dengan
kelompok, maupun antar kelompok (Soekanto, 2003).
2. Community
Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa dalam kajian sosiologi, yang menjadi
objek studinya tidak terlepas dari masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dalam bidang kajian
ilmu sosiolgi itu sendiri yang selalu terpaut dengan berbagai macam fenomena yang terjadi di
dalam masyarakat. Berbicara mengenai maasyarakat yang menjadi objek dalam sosiologi ini,
tentu kita harus mengetahui apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan masyarakat itu
terlebih dahulu. Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa tokoh terkait
dengan pengertian masyarakat terseebut. Misalnya Ralph Linton, yang berasumsi bahwa
masyarakat itu merupakan sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup
lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai
suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas (Soekanto, 2003).
Dilain tempat, Selo Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang
hidup bersama dan dari orang-orang yang hidup bersama ini kemudian lahir pula suatu
kebudayaan (Soekanto, 2003).
14
Pengertian manusia yang hidup bersama yang dimaksudkan disini jika kita lihat dari
segi perspektif ilmu sosial tidak mutlak jumlahnya, bisa saj dua orang ataupun lebih. Manusia
yang bisa kita katakan tersusun dalam suatu kelompok (hidup bersama) ini telah berkumpul
dalam waktu yang relatif lama yang kemudian lahir manusia yang baru yang kemudian
berhubungan pula satu dengan yang lainnya. Hubungan antara manusia itu, kemudian
melahirkan keinginan, kepentingan, perasaan, kesan, penilaian, dan sebagainya. Keseluruhan
itu kemudian mewujudkan adanya sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antara manusia dalam amsyarakat tersebut. Dalam sistem yang demikian ini, maka
muncullah budaya yang mengikat antara manusia satu dengan yang lainnya.
3. Teknologi Telematika
Istilah teknologi telematika (telekomunikasi, media, dan informatika) ini bermula dari
istilah teknologi informasi (Information Teknologi atau IT). Istilah ini mulai populer pada
dekade 70an. Pada masa sebelumnya, teknologi informasi masih disebut dengan istilah
teknologi komputer atau pengolahan data elektronik (Electronic Data Processing atau EDP).
Istilah telematika sendiri lebih kearah penyebutan kelompok teknologi yang disebutkan
secara bersama-sama, namun sebenarnya yang dimaksudkan adalah teknologi informasi yang
digunakan di media massa serta teknologi telekomunikasi yang umumnya digunakan dalam
bidang komunikasi lainnya.
Menurut kamus Oxford terbitan tahun 1995, pengertian dari teknologi informasi
tersebut adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer, untuk
meenyimpan, menganalisis, dan mendistribusikan informasi apa saja. Informasi yang
dimaksudkan disini mencakup segala jenis informasi, termasuk informasi berupa kata-kata,
bilangan, maupun berupa gambar. Sementara itu, menurut Alter (1992), teknologi informasi
mencakup perangkat keras maupun perangkat lunak untuk melaksanakan satu ataupun
sejumlah tugas pemrosesan data, misalnya menangkap, mentransmisikan, menyimpan,
mengambil, memanipulasi, maupun menampilkan data. Kemudian Martin (1999)
mendefinisikan teknologi informasi tidak hanya sebatas pada teknologi komputer yang
digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi saja, melainkan juga mencakup
teknologi informasi untuk mengirimkan informasi. Secara lebih umumnya, Lucas (2000)
berasumsi bahwa teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang diterapkan untuk
memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk elektronis. Disisi lain, kita juga perlu
mengetahui apa saja sebenarnya yang menjadi contoh-contoh dari teknologi informasi
tersebut. Kadir (2003) menyajikan beberapa contoh perangkat teknologi informasi tersebut
yang mencakup mikrokomputer, komputer mainframe, pembaca barcode, perangkat lunak
15
pemroses transaksi, perangkat lunak lembar kerja (spreadsheet), dan peralatan komunikasi
serta jaringan.
Secara garis besarnya, teknologi informasi itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian, yakni perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Perangkat
keras yang dimaksud adalah perangkat yang mencakup peralatan yang bersifat fisik (dapat
disentuh). Contoh-contoh perangkat keras ini misalnya seperti memori, printer, dan keyboard.
Lalu, perangkat lunak adalah perangkat yang tidak bersifat fisik, yakni perangkat yang terkait
dengan instruksi-instruksi perangkat keras agar bekerja sesuai dengan tujuan instruksi-
instruksi tersebut. Dengan kata lain, perangkat lunak ini juga dapat kita asumsikan dengan
kumpulan program-program yang terdapat dalam perangkat atau alat-alat teknologi
informasi.
b. Kompleksitas Sosiologi Komunikasi
Studi sosiologi komunikasi bersifat interdisipliner. Artinya, sosiologi tidak saja
membatasi diri pada persoalan komunikasi dan seluk beluknya, tetapi juga membuka diri
pada kontribusi disiplin ilmu lainnya seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan
zaman. Karena bersentuhan langsung dengan berbagai disiplin ilmu, maka dapatlah dikatakan
bahwa studi sosiologi komunikasi sedikit rumit atau kompleks.
Studi sosiologi komunikasi ikut dipengaruhi oleh perkembangan berbagai bidang ilmu
di sekitarnya mulai dari perkembangan teknologi, budaya, sosiologi, hukum, ekonomi, dan
bahkan negara. Bidang ilmu yang paling mempengaruhi perkembangan sosiologi komunikasi
adalah teknologi komunikasi dan informasi. Hal ini terjadi karena perubahan dan kemajuan
teknologi komunikasi cenderung membawa dampak yang cukup besar terhadap kemajuan
dan perubahan pada bidang-bidang ilmu lainnya seperti budaya, ekonomi, dan seterusnya.
c. Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah proses yang dilakukan melalui media massa dengan
berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas. Atau
dengan kata lain, komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan
menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik).Komunikasi Massa secara sederhana
dimaknai sebagai komunikasi menggunakan media massa, dan hal tersebut dipengaruhi oleh
kemampuan media massa untuk membuat produksi massal dan untuk menjangkau khalayak
dalam jumlah yang besar.Pengertian Komunikasi Massa menurut Rakhmat : diartikan sebagai
jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan
anonim melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara
16
serentak dan sesaat. Dengan demikian, maka unsur-unsur penting dalam komunikasi massa
adalah :
a) Komunikator
b) Media massa
c) Informasi (pesan) massa
d) Gatekeeper
e) Khalayak (publik), dan
f) Umpan balik.
Komunikator dalam komunikasi massa adalah :
1) Pihak yang mengandalkan media massa dengan teknologi telematika modern
sehingga dalam menyebarkan suatu informasi, maka informasi ini dengan cepat
ditangkap oleh publik.
2) Komunikator dalam penyebaran informasi mencoba berbagi informasi, pemahanan,
wawasan, dan solusi-solusi dengan jutaan massa yang tersebar di mana tanpa
diketahui dengan jelas keberadaan mereka.
3) Komunikator juga berperan sebagai sumber pemberitaan yang mewakili institusi
formal yang sifatnya mencari keuntungan dari penyebaran informasi itu.
Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran
informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal pula. Informasi
massa adalah informasi yang diperuntukkan kepada masyarakat secara massal, bukan
informasi yang hanya di boleh di konsumsi oleh pribadi. Dengan demikian, maka informasi
massa adalah milik publik, bukan ditujukan kepada individu masing-masing. Gatekeeper
adalah penteleksi informasi. Sebagaimana diketahui bahwa komunikasi massa dijalankan
oleh beberapa orang dalam organisasi media massa, mereka inilah yang akan menyeleksi
setiap informasi yang akan disiarkan atau tidak disiarkan. Bahkan, mereka memiliki
kewenangan untuk memperluas, membatasi informasi yang akan disiarkan tersebut. Seperti,
wartawan, desk surat kabar, editor, dan sebagainya, bahkan, penerima telepon disebuah
media institusi media massa memiliki kesempatan untuk menjadi gatekeeper ini.
Khalayak adalah massa yang menerima informasi massa yang disebarkan oleh media
massa, mereka ini terdiri dari publik pendengar atau pemirsa sebuah media massa.
Sehubungan dengan konsep khalayak, dapat dijelaskan lebih terperinci pada konsep massa.
Sementara itu, umpan balik (feedback) dalam media massa berbeda dengan umpan balik
dalam komunikasi antar pribadi ataupun individu. Umpan balik dalam komunikasi massa
umumnya bersifat tertunda, sedangkan dalam komunikasi tatap muka yang bertatap muka
17
lebih bersifat langsung. Akan tetapi, konsep umpan balik tertundfa dalam komunikasi massa
ini telah dikoreksi karena semakin majunya media teknologi, maka proses penundaan umpan
balik menjadi sangat tradisional. Saat ini, media massa juga telah melakukan berbagai
komunikasi interaktif antar komunikator dan publik, dengan demikian, maka sifat umpan
balik yang tertunda ini sudah mulai ditinggalkan seirama denagn perkembangan teknologi
telepon dan internet, serta berbagai teknologi media yang mengikutinya.
1. Konsep Massa
Menurut Dennis McQuail (1994), kata massa itu merupakan konsep yang abivalen
dan memiliki banyak konotasi. Menurutnya, berdasarkan sejarah mempunyai dua makna,
yaitu positif dan negatif. Makna positifnya adalah massa memiliki arti kekuatan dan
solidaritas di kalangan kelas pekerja biasa saat mencapai tujuan kolektifnya. Sementara itu,
makna negatifnya adalah berkaitan dengan kerumunan (mob), atau orang banyak yang tidak
teratur, bebal, tidak memiliki budaya, kecakapan, dan rasionalitas (Barmson, 1961). Massa
memiliki unsur-unsur penting, yaitu:
Terdiri dari masyarakat dalam jumlah yang besar (large aggregate). Massa terdiri dari
jumlah masyarakat yang sangat besar dan menyebar dimana-mana, dimana satu
denagan yang lainnya tidak saling tahu-menahu bahkan tidak pernah dan bertemu
secara personal.
Jumlah massa yang besar menyebabkan massa tidak bisa dibedakan satu dengan yang
lainnya (undifferentiated). Sulit dibedakan mana anggota massa satu dengan yang
lainnya disuatu masyarakat karena jumlahnya yang besar itu. Sebagai contohnya saja,
kita tidak bisa membedakan mana suatu massa yang mendengarkan Radio Republik
Indonesia (RRI) cabang Pekanbaru yang bergabung pada acara telepon interktif
semisal untuk me-request lagu, yang mengudara dari pagi hingga malam hari.
Disamping itu, konsep massa yang demikian juga akan membuat pembuatan
segmentasi menjadi selalu sulit kita prediksi, terutama apabila menggunakan angka-
angka pasti.
Sebagian besar anggota massa memiliki negatif image terhadap pemberitaan massa.
Akibatnya, massa terkadang senantiasa mencurigai pemberitaan media massa yang
pada hakikatnya benar. Sebagai contoh, ketika Presiden RI menyiarkan dukungan
terhadap pemberantasan narkoba terhadap masyarakat Indonesia melalui media Short
Message Service (SMS), masyarakat cenderung bersikap skeptis bahwa kegiatan
tersebut lebih banyak didominasi oleh keinginan untuk mencari popularitas daripada
maksud yang terkandung dalam SMS itu sendiri.
18
Karena jumlah yang besar, maka massa sukar diorganisir. Jumlah massa yang besar
itu cenderung bergerak sendiri-sendiri berdasarkan sel-sel massa yang dapat
dikendalikan oleh orang-orang dalam sel itu bertemu dan bergerak berdasarkan
kondisi sesaat yang terjadi di lapangan. Interaksi-interaksi diantara mereka terjadi
sangat emosional, sehingga bersifat destruktif.
Kemudian, massa merupakan refleksi dari kehidupan sosial secara luas. Setiap bentuk
kehidupan sosial yang ada dalam sebuah masyarakat adalah sebuah refleksi dari
kondisi sosial masyarakat itu sendiri, begitu pula dengan massa adalah refleksi dari
keadaan sosial masyarakat secara keseluruhan. Ketika massa demonstran di Korea
Selatan mengadakan demonstrasi menentang kebijakan perusahaan yang tidak
menaikkan gaji mereka, massa yang melakukan demonstran ini cenderung sopan dan
teratur disertai dengan penyampaian tuntutan yang jelas. Bandingkan hal tersebut
dengan demonstrasi yang sering terjadi di tanah air, tentu hal ini sangat bertolak
belakang, dimana para demonstran di Indonesia rata-rata cenderung emosional,
destruktif, ataupun anarkis. Bahkan, dalam beberapa kasus sampai memakan korban.
Disamping itu, kebanyakan proses demonstrasi di Indonesia juga tidak menyampaikan
tuntutan-tuntutannya secara jelas atau tidak teroganisir yang diakibatkan oleh
kecenderungan yang telah disebutkan sebelumnya. Penyebab perbedaan karakter
demonstarn yang berbeda ini sebenarnya lebih disebabkan oleh kondisi masyarakat
Korea Selatan dan Indonesia yang berbeda. Masyarakat Indonesia yang sedang
berubah dan mengalami ephoria serta histeria ini disebabkan oleh persoalan reformasi
yang berjalan sangat cepat dan drastis serta diperparah pula dengan rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat. Sementara itu, masyarakat di Korea Selatan tidak banyak
menagalami hal yang terjadi di Indonesia tersebut.
Sehubungan dengan makna komunikasi, terutama komunikasi massa, makna kata
massa mengacu pada kolektifitas tanpa bentuk, yang komponen-komponennya sulit
dibedakan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, maka massa sama dengan suatu
kumpulan orang banyak yang tidak mengenal keberadaan individualitas. Blumer (1939)
dalam McQuail (2002) mengemukakan ada empat komponen sosiologis yang mengandung
arti massa, yaitu sebagai berikut.
Anggota massa adalah orang-orang dari posisi kelas sosial yang berbeda, jenis
pekerjaan yang berlainan, dengan latar belakang budaya yang bermacam-macam,
serta tingkat kekayaan yang beraneka atau berasal dari segala lapisan kehidupan dan
dari seluruh tingkatan sosial.
19
Massa terdiri dari individu yang anonim.
Biasanya secara fisik anggota massa terpisah satu sama lainnya dan hanya terdapat
sedikit interaksi atau penukaran pengalaman antar anggota-anggota massa yang
dimaksud.
Keorganisasian dari suatu massa bersifat sangat longgar, dan tidak mampu untuk
bertindak bersama atau secara kesatuan seperti hanya suatu kerumunan (crowd).
Secara umum, pengertian massa ditandai dengan:
Kurang memiliki kesadaran diri.
Kurang memiliki identitas diri.
Tidak mampu bergerak secara serentak dan teroganisir untuk mencapai suatu
tujuan tertentu
Massa tidak bertindak dengan sendirinya, tetapi dikooptasi untuk melakukan suatu
tindakan.
Meski anggotanya heterogen dan dari semua lapisan sosial, massa selalu bersikap
sama dan berbuat sesuai dengan persepsi orang yang akan mengkooptasi mereka.
Kata massa juga sering kali digunakan untuk menyebutkan kata konsumen di pasar
massal, sejumlah besar pemilih dalam pemilu. Konsep massa kemudian mengandung
pengertian masyarakat secara keseluruhan “masyarakat massa” atau the mass society.
Menurut McQuail (2002), massa ditandai dengan :
Memiliki agregat yang besar.
Tidak dapat dibedakan.
Cenderung berpikir negatif.
Sulit di perintah atau di organisasi.
Refleksi dari khalyak massa.
Sementara itu, media massa adalah institusi yang menghubungngkan seluruh unsur
masyarakat satu dengan yang lainnya melalui produk media massa yang dihasilkan. Secara
spesifik, McQuail (2002) menyebutkan institusi media massa adalah :
Sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis.
Sebagai institusi publik yang bekerja sesuai aturan yang ada.
Keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima adalah sukarela.
Menggunakan standar profesional dan birokrasi.
Media sebagai perpaduan anatara kebebasan dan kekuasaan.
2. Proses Komunikasi Massa
20
Setidak-tidaknya sampai saat ini, belum ada kesepakatan yang tegas mengenai
definisi komunikasi massa. Ada sejumlah ahli komunikasi yang di dalam pembahasannya
cenderung lebih menekankan pada media yang dipergunakan dalam aktivitas komunikasi
tersebut. Menurut mereka, justru pada media itulah yang dapat menunjukkan perbedaan
antara komunikasi massa dengan jenis lainnya. Sementara itu, disisi lain ada juga ahli yang
membahas komunikasi massa dengan menggunakan sudut pandang sosiologi. Mereka lebih
menenkankan arti pentingnya proses keterlibatan para partisipan dari komunikasi itu sendiri.
Dasar pertimbangannya adalah bahwa komunikasi massa itu tidaklah semata-mata proses
komunikasi yang menggunakan komponen-komponen teknis dari sistem komunikasi modern,
melainkan karena melibatkan sifat khalayaknya, sifat bentuk komunikasi, dan sifat
komunikatornya (Sutaryo, 2005).
Liliweri berpendapat bahwa komunikasi massa sebenarnya sama seperti bentuk
komunikasi lainnya, dalam arti memiliki unsur-unsur seperti : sumber (orang), bidang
pengalaman, pesan, saluran, gangguan dan hambatan, efek, konteks maupun umpan balik.
Sekalipun pelbagai pengertian komunikasi massa telah dikemukakan oleh berbagai
kepustakaan, namun demikian secara umum komunikasi massa sebenarnya merupakan suatu
proses yang melukiskan bagaimana komunikator secara profesional menggunakan teknologi
pembagi dalam menyebarluaskan pengalamannya yang melampaui jarak untuk
mempengaruhi khalayak dalam jumlah yang banyak.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa prosesnya memiliki suatu unsur yang istimewa,
yaitu penggunaan saluran. Teknologi pembagi atau media massa yang disebut saluran itu
digunakan untuk mengirimkan pesan yang melintasi jarak jauh, misalnya buku, pamflet, surat
kabar, warkat pos, rekaman-rekaman, televisi, gambar-gambar poster, dan bahkan saat ini
ditambah lagi komputer dengan aplikasi serta jaringannya, termasuk juga telepon serta satelit.
Ada beberapa sifat yang melekat pada komunikasi massa dan sekaligus
membedakannya dengan bentuk komunikasi yang lainnya. Sifat-sifat yang dimaksud adalah
sebagai berikut.
Sifat komunikator
Sesuai dengan hakikatnya, di dalam sifat penggunaan media atau saluran secara
profesional dengan teknologi tinggi melalui usaha-usaha industri maka pemilikan media
massa bersifat lembaga, yayasan, organisasi usaha yang mempunyai struktur dan penjelmaan
tugas, fungsi-fungsi, serta misi-misi tertentu. Oleh karena itu, maka berbagai pesan yang
21
terbit dari suatu media massa sebenarnya bukan lagi milik perorangan, tetapi hasil rembugan,
olahan redaksi atau keputusan dari kebijaksanaan organisasi yang menerbitkannya.
Sifat pesan
Pesan komunikasi massa bersifat umum, universal tentang berbagai hal dari berbagai
tempat di muka bumi. Sementara itu, media massa adalah tentang berbagai peristiwa apa saja
yang patut diketahui oleh masyarakat umum. Tidak ada pesan komunikasi massa yang hanya
ditujukan pada suatu masyarakat tertentu (meskipun dalam kenyataannya sebagian pesan
bertujuan untuk menjangkau khalayak dalam segmen tertentu, misalnya iklan mobil). Namun
demikian, iklan-iklan seperti itu juga terbaca oleh khalayak di luar segmen masyarakat kaya
yang menjadi sasarannya.
Sifat media massa
Liliweri juga menegaskan, sebenarnya salah satu ciri yang paling khas dalam
komunikasi massa adalah sifat media massa (Sutaryo, 2005). Komunikasi massa nampaknya
lebih bertumpu pada andalan teknologi pembagi pesan dengan menggunakan jasa industri
untuk memperbanyak dan melipatgandakannya. Bantuan industri mengakibatkan berbagai
pesan akan menjangkau khalayak dengan cepat dan tepat secara terus menerus. Hal ini akan
berfungsi mengatur hubungan antara komunikator dengan komunikan yang dilakukan secara
serempak dan menjangkau berbagai titik pemukiman manusia dimuka bumi pada waktu yang
sama. Jasa teknologi untuk melipatgandakan pesan itulah yang membuat distribusi pesan
dilakukan secara industrial, diproduksi secara besar-besaran dalam suatu badan usaha industri
yang memasok modal besar. Ini berarti bahwa pers terus bertumbuh tidak saja sebagai media
komuniksai massa secara profesional, melainkan juga sebagai usaha bisnis.
Sifat komunikan
Komunikan dalam suatu komunikasi massa adalah masyarakat umum yang sangat
beragam, heterogen dalam segi demografis, geografis, maupun psikografis.
Sifat efek
Secara umum, komunikasi massa mempunyai tiga efek. Berdasarkan teori hirarki
efek, efek komunikasi massa itu adalah sebagai berikut.
a. Efek kognitif, pesan komunikasi massa mengakibatkan khalayak berubah dalam
hal pengetahuan, pandangan, dan pendapat terhadap sesuatu yang diperolehnya.
b. Efek afektif, dimana pesan komunikasi massa mengakibatkan berubahnya
perasaan tertentu dari khalayak. Orang dapat menjadi lebih marah ataupun
berkurang rasa tidak senangnya terhadap sesuatu akibat membaca surat kabar,
mendengarkan radio, atau menonton televisi.
22
c. Efek konatif, dimana pesan komunikasi massa mengakibatkan orang mengambil
keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Sifat umpan balik
Umpan balik dari suatu komunikasi massa biasanya lebih bersifat tertunda daripada
umpan balik langsung dalam komunikasi antar pribadi. Maksudnya adalah bahwa
pengembalian reaksi terhadap suatu pesan kepada sumbernya tidak terjadi pada saat yang
sama, melainkan ditunda setelah sebuah media itu beredar, atau pesannya itu memasuki
kehidupan suatu masyarakat tertentu. Contohnya dapat kita lihat, misalnya reaksi orang
terhadap berita tentang kenaikan tarif angkutan? Yang disiarkan surat kabar atau televisi,
demikian pula reaksi petani terhadap berita tentang kehadiran varietas padi jenis baru. Reaksi
itu sendiri baru muncul melalui pikiran pembaca di surat kabar, atau surat kepada TVRI
melalui siaran pedesaan (Liliweri, 1991).
Hampir senada dengan pandangan Liliweri tersebut, yaitu pandangan Onong.
Terdapat beberapa perbedaan-perbedaan juga pada tekanan pembicaraan dan variasinya, akan
tetapi, pada esensi keduanya adalah sejalan, yaitu sama-sama menekankan aspek media
sebaagi ciri khas dari komunikasi massa. Berikut inilah gambaran yang kita maksudkan.
Onong dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Komunikasi, Teori, dan Praktik” mengutarakan
para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan komunikasi massa (mass
communication) adalah komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari
komunikasi media massa (mass media communication).
Diakuinya, bahwa hal demikian itu berbeda dengan pendapat para ahli psikologi
sosial. Komunikasi massa itu tidak selalu menggunakan instrumen media massa. Bagi mereka
(para ahli psikologi sosial), pidato dihadapan sejumlah orang banyak di sebuah lapangan,
misalnya, asal menunjukkan perilaku massa (mass behavior), itu dapat dikatakan sebagai
komunikasi massa. Mengapa demikian? Sekalipun pada mulanya mereka yang berkumpul di
lapangan itu adalah kerumunan (crowded) yang satu sama lain tidak saling mengenal, tetapi
karena kemudian mereka sama-sama terikat pada pidato seorang orator, maka mereka sama-
sama terikat oleh perhatian yang sama, lalu menjadi media massa. Oleh sebab itu, komunikasi
yang dilakukan oleh si orator secara tatap muka seperti itu adalah juga komunikasi massa.
Pendapat De Vito dalam bukunya yang berjudul “Communicology: An Introduction to
the Study of Communication” yang juga dikuti oleh Onong (Effendy, 1994) anatar lain
menegaskan komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada
khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh
penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi,
23
agaknya ini berarti bahwa khalayak besar pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan.
Kedua, komunikasi massa itu adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar
yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis
bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dam
pita.
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, komunikasi massa memiliki proses
yang berbeda dengan komunikasi tatap muka. Karena sifat komunikasi massa ini melibatkan
banyak orang, maka proses komunikasinya sangat kompleks dan rumit. Menurut McQuail
(1992), proses komunikasi massa dapat terlihat dalam bentuk-bentuk sebagai berikut.
Melakukan distribusi dan penerimaan informasi dalam skala besar. Jadi, proses
komunikasi massa melakukan distribusi informasi kemasyarakatan dalam skala yang
besar, sekali siaran pemberitaan yang disesbarkan dalam jumlah yang luas, dan
diterima oleh massa yang besar pula.
Proses komunikasi massa juga dilakukan melalui satu arah, yaitu dari komunikator
kepada komunikan. Kalau terjadi interaktif diantara mereka, maka proses komunikasi
(balik) yang disampaikan oleh komunikan kepada komunikator sifatnya sangat
terbatas, sehingga tetap saja didominasi oleh sang komunikator.
Proses komunikasi massa berlangsung secara asimetris diantara komunikator dan
komunikan, menyebabkan komunikasi diantara mereka berlangsung datar dan bersifat
sementara. Kalau terjadi kondisi emosional disebabkan karena pemberitaan yang
sangat agitatif, maka sifatnya sementara dan tidak berlangsung lama dan tidak
permanen.
Proses komunikasi massa juga berlangsung impersonal (non-pribadi) dan tanpa nama.
Proses ini menjamin, bahwa komunikasi massa akan sulit diidentifikasi siapa
penggerak dan menjadi motor dalam sebuah gerakan massa di jalan.
Proses komunikasi massa juga berlangsung berdasarkakkn pada hubungan-hubungan
kebutuhan (market) di masyarakat. Misalnya, televisi dan radio melakukan penyiaran
mereka karena adanya kebutuhan masyarakat tentang pemberitaan-pemberitaan massa
yang ditunggu-tunggu. Dengan demikian, maka agenda acara televisi dan radio sangat
ditentukan oleh rating, yaitu bagaimana masyarakat menonton atau mendengar acara
itu, apabila tidak ada pendengar atau pemirsanya, maka acara tersebut akan dihentikan
karena dianggap merugi dan tidak disponsori oleh pasar.
3. Audiensi Massa
24
Khalayak memiliki sifat-sifat sebagaimana yang ada pada konsep massa, namun lebih
spesifik teragregat pada suatu media massa. Jadi, sifat dari audien massa umpamanya:
Terdiri dari jumlah yang besar. Pendenganr radio, televisi, ataupun koran adalah
massa dalam jumlah yang sangat besar. Sehingga sulit diprediksi jumlahnya. Contoh
kasus ini adalah umpamanya sebuah harian mengklaim bahwa pembaca mereka
adalah sebesar 300.000 orang, hal ini dapat disimpulkan dari jumlah langganan tetap
koran tersebut. Jumlah ini bisa jadi lebih banyak karena selain pembaca berlangganan,
ada juga pembaca bebas yang hanya membeli koran itu secara eceran. Atau bahkan,
satu koran berlangganan yang dibaca oleh seluruh anggota keluarga. Namun, bisa jadi
pelanggan koran itu tidak membaca sama sekali koran langganannya. Pada media
massa elektronik, kondisi prediksi ini semakin sulit dilakukan karena sifat
pemberitaan media massa elektronik yang cepat dan sesaat.
Suatu pemberitaan media massa dapat ditangkap oleh masyarakat dari berbagai
tempat, sehingga sifat audien massa juga ada tersebar dimana-mana, terpencar, dan
tidak mengelompok pada wilayah tertentu. Jadi tidak bisa dikatakan bahwa pendengar
sebuah radio misalnya, hanya didengar oleh masyarakat yang ada di daerah tersebut
karena siaran radio tersebut dapat ditangkap oleh siapa saja dan dimana saja diseluruh
dunia melalui gelombang radio ataupun melalui siaran internet.
Pada mulanya, audiensi massa tidak interaktif, artinya diantara media massa dan
pendengarnya tidak saling berhubungan. Namun, saat ini konsep tersebut mulai
ditinggalkan karena audien massa dan media massa dapat saling berinteraksi satu
dengan yang lainnya melalui komunikasi telepon. Dengan demikian, maka audiensi
massa memiliki pilihan berinteraksi atau tidak berinteraksi dengan media massa.
Terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang sangat heterogen. Audiensi massa tidak
dapat dikategorikan terdiri dari segmentasi tertentu, kalaupun ada, seperti dalam
acara-acara televisi dan radio maupun media cetak, maka heterogenitas dalam segmen
tersebut tidak dapat dihindari. Umpamanya, siaran radio yang menggunakan bahasa
daerah tertentu, misalnya daerah Riau dengan bahasa melayu. Maka, tentu masyarakat
Riau itu terdiri dari berbagai lapisan sosial dan golongan. Oleh sebab itu, audiensi
massa memiliki sifat heterogenitas yang sulit dikelompokkan.
Tidak teroganisir dan bergerak sendiri. Karena sifatnya yang besar, maka audiensi
massa sulit diorganisir dan akhirnya bergerak sendiri-sendiri. Kalau kemudian ada
audiensi yang bergerak secara bersama-sama, maka gerakan mereka itu dikendalikan
25
oleh sel-sel mereka masing-masing dan cepat bisa berubah sesuai dengan gerakan sel
itu masing-masing.
4. Budaya Massa
Komunikasi massa berproses pada level budaya massa, sehingga sifat-sifat
komunikasi massa sangat dipengaruhi oleh budaya massa yang berkembang dimasyarakat di
mana proses komunikasi massa itu berlangsung. Dengan demikian, maka budaya massa
dalam komunikasi massa memiliki karakter sebagai berikut.
Non-tradisional, yaitu umumnya komunikasi massa berkaitan erat dengan budaya
populer. Acara-acara infotainment, seperti Indonesian Idol, Akademi Fantasi Indosiar
(AFI), Audisi Pelawak TPI (API), dan sebagainya adalah salah satu contoh karakter
budaya saat ini.
Budaya massa juga bersifat merakyat, tersebar di basis massa sehingga tidak
mengerucut ke tingkat elite, namun apabila ada elite yang terlibat dalam proses ini,
maka bagian itu meruapakan basis dari massa itu sendiri.
Budaya massa juga memproduksi produk-produk massa seperti umpamanya
infotainment adalah produk pemberitaan yang diperuntukkan kepada massa secara
luas. Semua orang dapat memanfaatkannya sebagai hiburan umum.
Budaya massa sangat berhubungan dengan budaya populer berbagai sumber budaya
massa. Bahkan, secara tegas dikatakan bahwa bukan populer kalau bukan budaya
massa, artinya budaya tradisional juga dapat menjadi populer jika budaya tradisional
tersebut menjadi budaya massa.
Budaya massa, terutama yang diproduksi oleh media massa diproduksi menggunakan
biaya yang cukup besar. Karena itu, dana yang besar tersebut harus pula diimbangi
dengan pendapatan atau keuntungan yang besar pula. Selain itu, juga harus diperoleh
keuntungan dari segi kontinuitas budaya massa itu sendiri. Karena itu, budaya massa
diproduksi secara komersial agar tidak saja menjadi jaminan keberlangsungan sebuah
kegiatan budaya massa, namun juga harus menghasilkan keuntungan bagi kapital
yang diinvestasikan pada kegiatan tersebut.
Budaya massa juga diproduksi secara eksklusif menggunakan simbol-simbol sosial
sehingga terkesan diperuntukkan untuk masyarakat modern yang homogen, terbatas,
dan tertutup.
Sementara itu, budaya massa terbentuk disebabkan oleh :
Tuntutan industri kepada pencipta untuk menghasilkan karya yang banyak dalam
tempo yang singkat. Maka si pencipta untuk menghasilkan karya yang banyak dalam
26
tempo singkat, tak sempat lagi berpikir, dan dengan secepatnya menyelesaikan
karyanya. Mereka memilki target produksi yang harus dicapai dalam kurun waktu
tertentu.
Karena massa budaya cenderung “latah” menyulap atau meniru segala sesuatu yang
sedang naik daun atau laris, sehingga media berlomba untuk mencari keuntungan
yang sebesar-besarnya.
5. Ciri-Ciri Komunikasi Massa
Menggunakan media masa dengan organisasi (lembaga media)
yang jelas.
Komunikator memiliki keahlian tertentu
Pesan searah dan umum, serta melalui proses produksi dan
terencana
Khalayak yang dituju heterogen dan anonym
Kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan
Ada pengaruh yang dikehendaki
Dalam konteks sosial terjadi saling memengaruhi antara media
dan kondisi masyarakat serta sebaliknya.
6. Karakteristik Komunikasi Massa
Onong Uchyana Effendy menjelaskan Karakteristik Komunikasi
Massa sebagai berikut .
Komunikasi massa berlangsung satu arah
Tidak seperti komunikasi antarpersonal (interrpersonal communication) yang
berlangsung dua arah (two-way traffic communication), komunikasi antarpersonal
berlangsung satu arah (one-way traffic communication). Ini berarti tidak terdapat arus balik
kepada komunikator. Salah contoh, jika komunikatornya adalah wartawan. Wartawan tersebut
tidaka akan mengetahui secara langsung tanggapan para pembacanya terhadapa pesan atau
berita yang disiarkannya itu. Sama juga seperti radio, penyiar televisi, ataupun sutradara film,
tidaka akan mengetahui secara langsung tanggapan khalayak yang dijadikan sasarannya.
Komunikator pada gilirannya dapat juga mengetahui tanggapan dari sejumlah
komunikannya, maisalnya saja dengan melalui surat pembaca yang seringkali dimuat di surat-
surat kabar, majalah, ataupun radio, bahkan dapat juga melalui telepon. Sekalipun demikian,
perlu diingat bahwa hal tersebut (reaksi atau tanggapan) dari komunikan itu terjadi setelah
proses komunikasi berlangsung, sehingga komunikator sudah tidak mampu lagi mengubah
27
gaya komunikasinya seperti kalau komunikasi itu terjadi pada komunikasi jenis tatap muka.
Arus balik yang tidak berlangsung itu sering disebut dengan arus balik tertunda (delayed
feedback).
Arus balik dalam komunikasi massa ini tidak dapat diketahui seketika oleh
komunikator, atau dengan kata lain hanya dapat diketahui setelah proses komunikasi itu
terjadi. Konsekuensinya adalah komunikator perlu merencanakan dan mempersiapkan
sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan kepada komunikan harus benar-benar
komunikatif pada satu kali penyiaran. Dengan demikian, pesan komunikasi selain harus dapat
dibaca, juga dapat dipahami maknanya, serta tidak bertentangan dengan kebudayaan
komunikan yang menjadi sasaran komunikasi. Mungkin saja sebagai hasil teknologi mutakhir,
sebuah berita surat kabar dapat dibaca jelas, atau radio bisa diingat dengan terang. Akan tetapi
bukan tidak mungkin apa yang dibaca atau didengar tidak dimengerti dan menimbulkan
interprestasi yang berbeda bahkan bertentangan dengan agama, adat, dan kebiasaan.
Komunikator pada komunikasi massa melembaga
Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu
institusi atau organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya melembaga (institutionalized
communicator atau organized communicator). Komunikator pada komunikasi massa,
misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi bertindak atas nama lembaga sejalan
dengan kebijaksanaan (policy) surat kabar atau stasiun televisi yang diwakilinya karena media
yang dipergunakannya adalah suatu lembaga dalam menyebarluaskan pesan komunikasinya.
Ia tidak memiliki kebebasan individual. Ungkapan seperti kebebasan mengungkapkan
pendapat (freedom of expression atau freedom of opinion) merupakan kebebasan terbatasi
(restricted freedom). Sebagai konsekuensi dari sifat komunikator yang melembaga itu,
peranannya dalam proses komunikasi ditunjang oleh orang lain. Kemunculannya dalam media
komunikasi tidak sendirian, tapi bersama dengan orang lain. Tulisan seorang wartawan
misalnya, tidak mungkin dapat dibaca khalayak apabila tidak didukung oleh pekerjaan
redaktur pelaksana (managing editor), juru tata letak (layout man), korektor, dan lain-lain.
Wajah dan suara penyiar televisi tak mungkin dapat dilihat dan didengar jika tidak ditunjang
oleh pekerjaan pengarah acara, juru kamera, juru suara, dan sebagainya.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, maka komunikator pada komunikasi massa
dinamakan juga komunnikator kolektif (collective communicator) karena tersebarnya pesan
komunikasi massa merupakan hasil kerja sama sejumlah kerabat kerja. Karena sifatnya yang
kolektif, maka komunikator yang terdiri dari sejumlah kerabat kerja itu mutlak harus
28
mempunyai keterampilan yang tinggi dalam bidangnya masing-masing. Dengan demikian,
komunikasi sekunder sebagai kelanjutan dari komunikasi primer itu akan menjadi sempurna.
Bersifat umum
Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum (public)
karena ditujukan kepada umum dan kepentingan umum. Jadi, tidak
ditujukan kepada perseorangan atau kepada sekelompok orang tertentu.
Hal inilah yang antara lain membedakan anatara media massa dengan
media bukan massa (media nirmassa). Contoh media nirmassa ini adalah
surat, telepon, telegram, dan teleks. Media nirmassa ini tidak ditujukan
kepada umum, melainkan kepada orang-orang tertentu. Bahkan, menurut
Onong (1994), majalah organisasi, surat kabar kampus, radio, telegrafi,
atau radio citizen band, film dokumenter, dan televisi siaran sekitar
(closed circuit television) bukanlah media massa, melainkan media
nirmassa yang ditujukan kepada sekelompok orang tertentu.
Bagaimana halnya dengan surat kabar seperti Kompas, Jawa Pos,
Tempo, Femina, atau radio sepert RRI, dan televisi seperti TVRI, RCTI, dan
televisi swasta lainnya yang kita kenal selama ini, atau film-film yang
diputar di gedung-gedung bioskop adalah jelas merupakan media massa.
Mengapa demikian? Karena ditujukan untuk umum, dan pesan-pesan yang
disebarkannya adalah mengenai kepentingan umum.
Bersifat heterogen
Komunikan atau khalayak (massa) merupakan kumpulan anggota
masyarakat terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang
dituju komunikator bersifat komunikator. Massa dalam komunikasi massa
terjadi dari orang-orang yang heterogen yang meliputi penduduk yang
bertempat tinggal dalam kondisi yang sangat berbeda, dengan
kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai stratifikasi masyarakat,
mempunyai pekerjaan yang berjenis-jenis. Oleh karena itu, mereka
berbeda pula dalam kepentingan, standar hidup dan derajat kehormatan,
kekuasaan dan pengaruh. Heterogenitas seperti itulah yang menjadi
kesulitan bagi seorang komunikator dalam menyebarkan pesannya melalui
media massa, karen asetiap individu dari khalayak itu menghendaki agar
keinginannya dipenuhi. Bagi para pengelola media massa adalah suatu hal
29
yang tidak mungkin untuk memenuhinya. Satu-satunya cara untuk dapat
mendekati keinginan khalayak ialah dengan mengelompokkan mereka
menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan,
kesenangan (hobby), berdasarkan atas perbedaan sebagaimana tersebut
diatas.
Sebenarnya, pengelompokan tersebut telah dilaksanakan oleh
berbagai media massa dengan mengadakan rubrik atau acara tertentu
untuk kelompok pembaca, pendengar, dan penonton tertentu. Hampir
semua surat kabar, radio, dan televisi menyajikan rubrik secara khusus
diperuntukkan bagi anak-anak, remaja, dan dewasa, wanita dewasa dan
remaja putri, pedagang, petani, ABRI, dan lain-lain, pemeluk agama Islam,
Kristen, Budha, Hindu, dan kepercayaan, dan kelompok-kelompok lainnya.
Berdasarkan pengelompokan tersebut diatas, maka sejumlah rubrik
atau acara diperuntukakan bagi kelompok tertentu sebagai sasarannya,
atau dapat disingkat kelompok sasaran (target group). Disamping itu,
khalayak keseluruhan sebagai sasarannya atau yang disebut sebagai
khalayak sasaran (target audience). Contohh rubrik untuk khayak sasaran
pada surat kabar adalah berita, tajuk rencana, pojok, artikel, certa
bersambung, dan lain-lain. Adapun untuk kelompok sasaran adalah
ruangan wanita, halaman untuk anak-anak, kolom untuk mahasiswa,
ruangan bagi penggemar film, dan sebagainya. Contoh untuk khalayak
sasaran pada radio dan televisi siaran adalah warta berita, sandiwara, film
seri, musik tradisional (keroncong, dangdut, populer, dan lain-lain), olah
raga, dan sebagainya. Adapun untuk kelompok sasaran adalah acara
anak-anak, remaja, mahasiswa, petani, ABRI, dan pemeluk agama Islam
dan agama-agama lainnya, serta banyak lagi yang diperuntukkan bagi
kelompok tertentu.
Berdasarkan ciri heterogenitas komunikan sebagaimana diuraikan
diatas, dan dikaitkan dengan ciri yang disebut pertama, yakni bahwa
komunikasi massa berlangsung satu arah, maka komunikator yang
menangani atau yang menggunakan media massa harus melakukan
perencanaan yang matang sehingga pesan yang disebarkannya benar-
30
benar komunikatif, yakni received dan accepted dalam suatu kali
penyiaran (Effendy, 1994)
Media massa menimbulkan keserempakan
Karakteristik lainnya yang dimiliki oleh media massa adalah
kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada
pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Hal inilah
yang merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media komunikasi
lainnya. Bandingkan misalnya poster atau papan pengumuman dengan
radio yang sama-sama merupakan media komunikasi. Poster dan papan
pengumuman adalah media komunikasi, tetapi bukan media komunikasi
massa, sebab tidak mengandung ciri keserempakan, sedangkan radio
adalah media massa adalah media massa karena mengandung ciri
keserempakan. Pesan yang disampaikan melalui poster atau papan
pengumuman kepada khalayak tidak diterima oleh mereka dengan
melihat poster dan atau papan pengumuman itu secara serempak
bersama-sama, melainkan secara bergantian. Lain halnya dengan pesamn
yang disampaikan melalui siaran radio. Pesan yang disebarkan dalam
bentuk pidato, misalnya pidato presiden, akan diterima oleh khalayak
dalam jumlah jutaan, bahkan puluhan atau ratusan juta, serempak secara
bersama-sama pada saat yang sama pada saat Presiden berpidato.
Hubungan komunikator-komunikan bersifat non pribadi.
Sifat non pribadi ini timbul disebabkan dari teknologi penyebaran
yang masal dan sebagaian lagi disebabkan syarat-syarat bagi peran
komunikator yang bersifat umum. Dalam penyampaian berbagai produk tayangan,
media massa berupaya menyesuaikan dengan khalayaknya yang heterogen dan berbagai
sosio-ekonomi, kultural, dan lainnya. Produk media pun pada akhirnya dibentuk sedemikian
rupa, sehingga mampu diterima oleh orang banyak. Di sisi lain, media juga sering kali
menyajikan berita, film, dan informasi lain dari berbagai negara sebagai upaya media
memberikan pilihan yang memuaskan bagi khalayaknya. Produk media baik yang berupa
berita, program keluarga, kuis, film, dan sebagainya, disebut sebagai upaya massa yaitu karya
budaya. Berdasarkan ciri yang demikian, maka seni hiburan ini banyak diproduksi media
untuk menarik sebanyak mungkin khalayaknya. Hal ini tidak saja dipengaruhi oleh kebutuhan
31
khalayak massa yang heterogen, juga adanya kepentingan komersial media yang kini masuk
sebagai industri yang membutuhkan dana besar melalui iklannya.
7. Fungsi Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan salah satu bentuk aktivitas sosial yang tentunya
memiliki berbagai fungsi bagi masyarakat. Robert K. Merton mengemukakan bahwa fungsi
aktivitas sosial memiliki dua aspek, yakni fumgsi nyata (manifest function) atau dengan kata
lain merupakan fungsi yang diinginkan, dan fungsi tidak nyata atau tersembunyi (latent
function) yang biasanya fungsi ini tidak diinginkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
setiap fungsi sosial dalam masyarakat itu memiliki efek fungsional dan disfungsional
(Bungin, 2008).
Selain manifest function dan latent function seperti yang dijabarkan oleh Merton
diatas, setiap aktivitas sosial juga berfungsi melahirkan fungsi-fungsi sosial lainnya, atau
yang disebut dengan beiring function (Bungin, 2008). Terciptanya fungsi-funsi sosial lainnya
ini disebabkan oleh kemampuan adaptasi manusia yang sangat sempurna. Oleh sebab itu, jika
ada fungsi-fungsi sosial yang dianggap membahayakan dirinya, maka manusia tersebut akan
mengubah fungsi-fungsi sosial yang ada. Contohnya, pemberantasan korupsi yang dilakukan
oleh pemerintah, disatu sisi adalah untuk membersihkan masyarakat dari praktik korupsi.
Namun, disisi lain tindakan pemberantasn korupsi yang tidak diikuti dengan perbaikan sistem
justru akan menimbulkan ketakutan bagi aparatur pemerintahan secara luas tentang masa
depan mereka karena merasa tindakannya selalu diawasi, ditakuti, dan ditindak. Tidak adanya
perbaikan sistem yang baik dan ketakutan justru akan melahirkan (beiring) model-model
korupsi baru yang lebih canggih. Dengan demikian, maka aktivitas sosial lama itu akan
mengalami metamorfosa dan kemudian melahirkan aktivitas sosial.
Begitu pula dengan fungsi komunikasi media massa. Sebagai aktivitas sosial
masyarakat, komunikasi massa juga mengalami hal serupa. Misalnya, pemberitaan tentang
bahaya tsunami terhadap kehidupan masyarakat pantai. Diibaratkan dua sisi mata pedang,
disatu sisi, pemberitaan tersebut adalah informasi mengenai bagaimana masyarakat pantai
dapat menghindari bahaya tsunami ketika bencana itu datang, tetapi pemberitaan itu juga
sekaligus menciptakan ketakutan dan kecemasan yang amat sangat bagi masyarakat yang
hidup di pesisir pantai. Bahkan, pemberitaan itu dapat berdampak buruk pada orang-orang
pegunungan yang mungkin saja ingin atau berencana pindah ke kawasan pantai.
Berbicara mengenai fungsi dari komunikasi massa, maka fungsi komunikasi massa itu
ada beberapa macam. Adapun beberapa fungsi dari komuikasi massa ini adalah sebagai
berikut.
32
Fungsi pengawasan
Media massa adalah sebuah medium dimana dapat digunakan untuk pengawasan
terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya. Fungsi pengawasan ini bisa berupa peringatan
dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan
untuk aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti,
pemberitaan bahaya narkoba bagi kehidupan manusia yang dilakukan melalui media massa
dan ditujukan kepada masyarakat, maka fungsinya untuk kegiatan preventif agar masyarakat
tidak terjerumus dalam pengaruh narkoba.
Sementara itu, fungsi persuasif sebagai upaya memberikan reward dan punishment
kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dilakukannya. Media massa dapat memberikan
reward kepada masyarakat yang bermanfaat dan fungsional bagi anggota masyarakat lainnya.
Namun sebaliknya, media massa juga dapat memberikan punishment apabila aktivitasnya
tidak bermanfaat bahkan merugikan fungsi sosial lainnya di masyarakat.
Fungsi Social Learning
Disamping memberi informasi kepada masyarakat luas, komunikasi massa juga
menunujukkan fungsi sosial lainnya, yakni mendidik masyarakat atau social learning. Pada
fungsi ini, fungsi utama dari komunikasi massa melalui media massa adalah melakukan
guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk
memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi massa itu
berlnagsung. Komunikasi massa dimaksudkan agar proses pencerahan itu berlangsung secara
efektif dan efisien dan menyebar secara bersamaan di masyarakat luas. Fungsi komunikasi
massa ini merupakan sebuah andil yang dilakukan untuk menutupi kelemahan fungsi-fungsi
paedagogi yang dilaksanakan melalui komunikasi tatap muka, dimana karena sifatnya, maka
fungsi paedagogi hanya dapat berlangsung secara eksklusif antara individu tertentu saja.
Selain itu, melalui komunikasi massa, masyarakat itu dididik agar dapat berpikir kritis dan
memiliki horizon pengetahuan yang luas serta juga mendidik masyarakat agar bisa mandiri
dalam menangani setiap persoalan dalam kehidupannya.
Fungsi Penyampaian Informasi
Komunikasi massa mengandalkan media massa, memiliki fungsi utama, yaitu menjadi
proses penyampaian informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan
informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu
cepat sehingga fungsi informatif tercapai dalam waktu yang cepat dan singkat.
Fungsi Transformasi Budaya
33
Diatas telah disinggung sedikit mengenai fungsi informatif. Adapun yang dimaksud
dengan fungsi informatif adalah fungsi-fungsi yang bersifat statis, namun fungsi-fungsi lain
yang lebih dinamis adalah fungsi transformasi budaya. Komunikasi massa sebagaimana sifat-
sifat budaya massa, maka yang terpenting adalah komunikasi massa menjadi proses
transformasi budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa,
terutama yang didukung oleh media massa.
Fungsi transformasi budaya ini menjadi sangat penting dan terkait dengan fungsi-
fungsi lainnya, terutama fungsi social learning, akan tetapi fungsi transformasi budaya ini
lebih kepada tugasnya yang besar sebagai bagian dari budaya global. Sebagaimana diketahui
bahwa perubahan-perubahan budaya yang disebabkan oleh perkembangan telematika menjadi
perhatian utama semua masyarakat dunia, karena selain dapat dimanfaatkan untuk
pendidikan, juga dapat digunakan untuk fungsi-fungsi lainnya seperti politik, perdagangan
(ekonomi), agama, hukum, militer, dan sebagainya. Jadi, tidak dapat dihindari bahwa
komunikasi massa memainkan peran penting dalam proses ini dimana hampir semua
perkembangan telematika mengikutsertakan proses-proses komunikasi massa, terutama
dalam proses transformasi budaya.
Menciptakan Rasa Kebersamaan
Salah satu fungsi komunikasi massa yang tidak banyak orang yang menyadarinya
dalah kemampuannya membuat kita merasa menjadi anggota suatu kelompok. Bayangkanlah
seorang pemirsa televisi yang sedang sendirian, duduk di kamarnya menyaksikan televisi
sambil menikmati makan malam. Program-program televisi membuat orang-orang yang
kesepian ini merasa menjadi anggota kelompok yang lebih besar (De Vito, 1997).
Fungsi “Membius”
Salah satu fungsi media yang paling menarik dan paling banyak dilupakan adalah
fungsi “membius (narcotizing)”nya. Ini berarti bahwa apabila media menyajikan informasi
tentang sesuatu, penerima percaya bahwa tindakan tertentu telah diambil. Sebagai akibatnya,
pemirsa atau penerima terbius dalam keadaan tidak aktif, seakan-akan berada dalam pengaruh
narkotik. Seperti yang di jelaskan oleh Lazarsfeld dan Merton sebagai berikut.
“Mereka banyak membaca banyak pokok masalah dan bahkan mungkin
mendiskusikan alternatif-alternatif tindakannya. Tetapi, ini lebih merupakan proses
intelektual yang tidak mengaktifkan tindakan sosial. Warga masyarakat yang berkepentingan
dan mengethahui informasi ini dapat memberi selamat kepada dirinya sendiri atas informasi
yang diperolehnya dan lupa menyadari bahwa ia tidak dilibatkan dalam keputusan dan
34
tindakan. Ia mengelirukan antara mengetahui persoalan dan melakukan sesuatu atas persoalan
tersebut”.
Lazarslefd dan Merton mengistilahkan ini disfungsional, dan bukan fungsional
‘berdasarkan asumsi bahwa tidaklah baik bagi masyarakat modern untuk memiliki sejumlah
besar anggota yang secara politis apatis dan lamban”. Dengan tingkat tingkat pemirsaan 7
jam per hari, tidak heran jika kita mengacaukan pengetahuan akan masalah dengan tindakan.
Menganugerahkan status
Daftar 100 orang terpenting di dunia bagi kita hampir boleh dipastikan berisi nama-
nama orang yang banyak dimuat dalam media. Tanpa pemuatan ini, orang-orang tersebut
pastilah tidak menjadi penting, setidak-tidaknya dalam pandangan masyarakat. Paul
Lazarsfeld dan Robert K. Merton dalam karya mereka yang berpengaruh “Mass
Communication, Popular Taste, and Organized Social Action” pada tahun 1951 mengatakan:
“jika benar-benar penting, anda akan menjadi pusat perhatian massa dan jika anda adalah
pusat perhatian massa, berarti anda memang penting. Sebaliknya, jika anda tidak mmendapat
perhatian massa, maka anda tidaklah penting” (Lazarsfeld and Merton, 1951).
Fungsi Hiburan
Fungsi lain dari komunikasi, termasuk komunikasi massa adalah hiburan. Seirama
dengan fungsi-fungsi lain, komunikasi massa juga dapat digunakan sebagai media hiburan.
Karena komunikasi massa menggunakan media massa, jadi fungsi-fungsi hiburan yang ada
pada media massa juga merupakan fungsi dari komunikasi massa. Transformasi budaya yang
dilakukan oleh komunikasi massa mengikutsertakan fungsi hiburan ini sebagai bagian
penting dalam fungsi komunikasi massa. Hiburan tidak terlepas dari fungsi media massa itu
sendiri dan juga tidak terlepas dari tujuan transformasi budaya. Dengan demikian, maka
fungsi hiburan dari komunikasi massa saling mendukung fungsi-fungsi lainnya dalam proses
komunikasi massa.
De Vito menyebutkan, bahwa media mendesain program-program mereka untuk
menghibur khalayak. Tentu saja, sebenarnya mereka memberi hiburan itu mendapatkan
perhatian dari khalayak sebanyak mungkin sehingga mereka dapat menjual hal ini kepada
para pengiklanan. Inilah sebab utama adanya komunikasi massa. Dalam masyarakat dimana
negara membantu kehidupan media atau dimana periklanan dilarang untuk melakukan di
banyak macam media, prosesnya berbeda. Tetapi di Amerika Serikat dan di kebanyakan
negara demokrasi lainnya, jika media tidak memberi hiburan, mereka tidak akan hidup lama
dan dengan cepat akan tersingkir dari arena.
Fungsi meyakinkan
35
Meskipun fungsi media yang paling jelas adalah menghibur, namun fungsinya yang
terpenting adalah meyakinkan (to persuade). Persuasi dapat datang dalam banyak bentuk,
diantaranya :
a. Mengukuhkan atau memperkuat sikap kepercayaan atau nilai seseorang
Menurut De Vito, adalah sukar bagi satu pihak untuk mengubah seseorang dari
sikap tertentu ke sikap yang lainnya. Dan media, dengan semua sumber daya
dan kekuatan yang ada pada mereka, tidak terkecuali. Lebih sering media
mengukuhkan atau membuat kepercayaan, sikap, nilai, dan opini kita menjadi
lebih kuat.
b. Mengubah sikap
Media akan mengubah sementara orang yang tidak memihak dalam suatu
masalah tertentu. Jadi, mereka yang terjepit diantara orang Republik dan
Demokrat (di Amerika) akhirnya akan terseret kepada salah satu pihak akibat
pengaruh pesan-pesan media. Media juga menghasilkan banyak perubahan yang
kita anggap sepele. Sebagai contoh, perubahan pada perilaku membeli kertas
tisu, mungkin sangat dipengaruhi oleh media. Akan tetapi De Vito juga
menegaskan pula bahwa preferensi politik, sikap religius, dan komitmen sosial,
khususnya yang sangat kita yakini, tidak mudah untuk diubah.
c. Menggerakkan sikap
Dari sudut pandang pengiklan, fungsi terpenting dari media adalah
menggerakkan (activating) para konsumen untuk mengambil tindakan. Media
berusaha mengajak para pemirsa atau pembaca untuk membeli roti merk
tertentu, menggunakan silet tertentu, dan memilih barang merek tertentu
dibanding merk yang lain. Setelah semua sikap dibentuk, atau pola perilaku
dimantapkan, media berfungsi menyalurkannya, mengendalikannya ke arah
tertentu. Sebagai contoh, setelah pola membayar $60 untuk sepotong celana
jeans dimantapkan, media dapat mengarahkan perilaku ini dengan mudah ke
merk Guess, Celvin Klein Sasson, atau merk apa pun yang berharga mahal.
Lebih baik lagi, jika label harga itu tampak jelas.
d. Menawarkan etika atau sistem nilai tertentu
Fungsi persuasif lainnya adalah mengetikakan (ethicizing). Dengan
mengungkapkan secara terbuka adanya penyimpangan tertentu dari suatu norma
yang berlaku (misalnya, skandal Jim Brakker), media merangsang masyarakat
untuk mengubah situasi. Mereka menyajikan etik kolektif kepada pemirsa atau
36
pembaca. Sebagai contoh, tanpa di publikasikannya skandal Watergate, tidaklah
mungkin muncul tuntutan masyarakat yang akhirnya menjatuhkan pemerintah
Richard Nixon. Ditulis 20 tahun sebelum skandal Watergate. Lazarselfd dan
Merton (1951) menyatakan: dalam masyarakat, fungsi pemaparan terbuka ini
dilembagakan dalam komunikasi massa, pers, radio, dan televisi memaparkan
penyimpangan dari opini publik secara cukup terbuka, dan akibatnya,
pemaparan ini menggerakkan masyarakat untuk bertindak menentang apa yang
secara pribadi dapat ditoleransi. Media massa dapat mengungkapkan ketegangan
akibat diskriminasi. Adakalanya, media dapat mengorganisasikan kegiatan-
kegiatan terbuka menjadi suatu “perang suci”.
8. Komunikasi Massa sebagai Sistem Sosial
Komunikasi massa sebagai sistem sosial memiliki komponen-komponen penting,
yaitu sebagai berikut.
Narasumber sebagai sumber-sumber informasi bagi media massa.
Publik yang mengonsumsi media massa.
Media massa meliputi organisasi, sumber daya manusia, fasilitas produksi,
distribusi, kebijakan yang ditempuh, ideologi yang diperjuangkan dan sebagainya.
Aturan hukum dan perundang-undangan, norma-norma, dan nilai-nilai, serta kode
etik yang mengatur semua stakeholder komunikasi massa.
Institusi samping yang tumbuh dan memberikan kontribusi terhadap kegiatan
komunikasi massa, seperti percakapan, periklanan, badan sensor, dan sebagainya.
Pihak yang mengendalikan berlangsungnya komunikasi massa, permodalan,
penguasa, kekuatan politik, maupun kelompok kepentingan.
Unsur-unsur penunjang lain yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan
komunikasi massa (Nasution, 2003). Umpamanya adalah perusahaan-perusahaan
penghasil teknologi telematika, kondisi sosial, ekonomi, dan politik negara, kondisi
global masyarakat internasional, serta percaturan politik dunia.
Peran Media Massa
Media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai
institusi pelopor perubahan. Ini adalah paradigma untuk media massa. Dalam menjalankan
paradigmanya media massa berperan sebagai:
37
Sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu peranannya sebagai media edukasi.
Media massa menjadi media yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas,
terbukanya pikirannya, dan menjadi masyarakat yang maju.
Selain itu, media massa juga menjadi media informasi, yaitu media yang setiap saat
menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dengan informasi yang terbuka dan
jujur dan benar disampaikan media massa kepada masyarakat, maka masyarakat
akan menjadi masyarakat yang kaya dengan informasi, masyarakat yang terbuka
dengan informasi, sebaliknya pula masyarakat akan menjadi masyarakat informatif,
masayarakat yang dapat menyampaikan informasi dengan jujur kepada media massa.
Selain itu, informasi yang dimiliki oleh masyarakat, menjadikan masyarakat sebagai
masyarakat dunia yang dapat berpartisipasi dengan berbagai kemampuannya.
Terakhir, media massa yang memiliki peran sebagai media hiburan. Sebagai agent of
change, media massa juga menjadi institusi budaya, yaitu institusi yang setiap saat
menjadi corong kebudayaan, katalisator perkembangan kebudayaan. Sebagai agent
of change yang dimaksud adalah juga mendorong agaar perkembangan budaya itu
bermanfaat bagi manusia bermoral dan masyarakat sakinah, dengan demikian media
massa juga berperan untuk mencegah berkembangnya budaya-budaya yang justru
merusak peradaban manusia dan masyarakatnya.
Secara lebih spesifik, peran media massa saat ini lebih menyentuh persoalan-
persoalan yang terjadi di masyarakat secara aktual, seperti:
Harus lebih spesifik dan proporsional dalam melihat sebuah persoalan, sehingga
sebuah persoalan sehingga mampu menjadi media edukasi dan media informasi
sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat.
Dalam memotret realitas, media massa harus fokus pada realitas masyarakat, bukan
pada potret kekuasaan yang ada di masyarakat itu, sehingga informasi tidak menjadi
propaganda kekuasaan, potert figur kekuasaan.
Sebagai lembaga edukasi, media massa harus dapat memilah kepentingan
pencerahan dengan kepentingan media massa sebagai lembaga produksi, sehingga
kasus-kasus pengaburan berita dan iklan tidak harus terjadi dan merugikan
masyarakat.
Media massa juga harus menjadi early warning system, hal ini terkait dengan peran
media massa sebagai media informasi, dimana lingkungan menjadi sumber
ancaman. Media massa menjadi sebuah sistem dalam sistem besar peringatan
38
terhadap ancaman lingkungan, bukan hanya menginformasikan informasi setelah
terjadi bahaya dari lingkungan itu.
Dalam mengahadapi ancaman masyarakat yang lebih besar seperti terorisme,
seharusnya media massa lebih banyak menyoroti aspek fundamental pada terorisme
seperti mengapa terorisme itu terjadi bukan hanya pada aksi-aksi terorisme
(Subiakto, 2006).
d. Perubahan Sosial
Belakangan ini, sosiologi mulai meragukan validitas teori sistem organik dan
dikotomi statika sosial dan dinamika sosial. Ada dua kecenderungan intelektual yang
menonjol, yakni :
1. Penekanan pada kualitas dinamis realitas sosial yang dapat menyebar kesegala
arah, yakni membayangkan masyarakat dalam keadaan bergerak (berproses).
2. Tidak memperlakukan masyarakat (kelompok ataupun organisasi) sebagai sebuah
obyek dalam arti menyangkal konkretisasi (concretization) pada realitas sosial.
Impilkasi pertamanya adalah bahwa pertentangan anatara keadaan statis dan dinamis
mungkin hanya ilusi dan tak ada obyek atau struktur atau kesatuan tanpa mengalami
perubahan. Pemikiran ini berasal dari ilmu alam. Alfred N. Whitehead (1925) dalam
Sztompka (2004) menyebutnya sebagai konsep “perubahan menjadi sifat sesuatu”.
Pandangan dinamis ini segera berubah menjadi pendekatan dominan, menjadi kecenderungan
ilmu modern untuk lebih memperhatikan peristiwa ketimbnag keadaannya sebagai komponen
utama relitas itu sendiri.
Bagi sosiologi, ini berarti bahwa masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai sebuah
sitem yang tetap, melainkan sebagai sebuah proses yang berjalan, serta bukan sebagai obyek
semu yang kaku, tetapi sebagai aliran peristiwa terus menerus tanpa henti. Diakui bahwa
masyarakat hanya dapat dikatakan ada sejauh dan selama terjadi sesuatu di dalamnya, yakni
ada tindakan tertentu yang dilakukan, ada perubahan tertentu, dan ada proses tertentu yang
senantiasa bekerja. Secara ontologi, dapat dikatakan bahwa masyarakat tak berada dalam
keadaan tetap secara terus menerus. Semua realitas sosial senantiasa berubah dengan derajat
kecepatan, intensitas, irama, dan tempo yang tentunya berbeda-beda. Bukan kebetulan jika
orang berbicara mengenai kehidupan sosial dimana kehidupan itu merupakan sebuah gerakan
perubahan. Dengan kata lain, maka apabila proses perubahan itu terhenti, maka tak ada lagi
kehidupan sosial melainkan hanya suatu keadaan yang berbeda yang disebut dengan
ketiadaan atau kematian (Sztompka, 2004). Perubahan dalam sitem tatanan masyarakat inilah
yang dinamakan dengan perubahan sosial.s
39
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami anggota masyarakat serta semua
unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan masyarakat
secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola
kehidupan, budaya, dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan
pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial yang baru.
Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk
meninggalkan unsur-unsur budaya dan sistem sosiala lama dan mulai beralih menggunakan
unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial dianggap sebagai konsep
yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik pada tingkat individual, kelompok,
masyarakat, negara, dan dunia yang mengalami perubahan.
Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek-aspek sebagai berikut.
Pertama, perubahan pola pikir dan sikap masyarakat menyangkut persoalan sikap masyarakat
terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya disekitarnya yang berakibat terhadap
pemerataan pola-pola pikir baru yang dianut oleh masyarakat sebagai sikap yang modern.
Contohnya, sikap terhadap pekerjaan bahwa konsep dan pola pikir lama tentang pekerjaan
adalah sektor formal (menjadi pegawai negeri), sehingga konsep pekerjaan dibagi menjadi
dua, yaitu sektor formal dan sektor informal. Saat ini terjadi perubahan terhadap konsep kerja
lama dimana pekerjaan konsep tidak sebagai sektor formal (menjadi pegawai negeri), akan
tetapi dimana saja yang penting mengahsilkan pendapatan yang maksimal. Dengan demikian,
maka bekerja tidak saja di sektor formal, akan tetapi bebas dimana sajaa yang penting
menghasilkan uang yang maksimal, dengan demikian konsep kerja menjadi sektor formal,
yaitu bekerja di pemerintahan, sektor swasta yaitu bekerja di perusahaan swasta besar, sektor
informal yaitu bekerja disektor informal yaitu bekerja disektor informal, seperti wiraswasta
kecil, kaki lima, LSM, dan sebagainya, serta sektor lepas, yaitu bekerja scara kontrakan, di
berbagai kegiatan, proyek, dan sebagainya. Kedua, perubahan perilaku masyarakat
menyangkut persoalan perubahan sistem-sistem sosial, dimana masyarakat meninggalkan
sistem sosial lama dan menjalankan sistem sosial baru, seperti perubahan perilaku
pengukuran kinerja suatu lembaga atau instansi. Apabila pada sistem lama ukuran-ukuran
kinerja hanya dilihat dari aspek output dan proses harus mengukur sampai dimana output dan
proses itu dicapai, maka pada sistem sosial yang baru, sebuah lembaga atau instansi diukur
sampai pada tingkat kinerja output dan proses itu, yakni dengan menggunakan standar
sertifikasi seperti BAN-PT pada perguruan tinggi dan sertifikasi ISO pada lembaga-lembaga
umum termasuk perguruan tinggi. Ketiga, perubahan budaya materi menyangkut perubahan
artefak budaya yang digunakan oleh masyarakat, seperti model pakaian, karya fotografi,
40
karya film, teknologi, dan sebagainya yang terus berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
1. Tahapan atau Fase Transisi Sosiologis
Masyarakat memulai kehidupan mereka pada suatu fase yang disebut primitif dimana
manusia hidup secara terisolir dan berpindah-pindah yang disesuaikan dengan lingkungan
alam sekitar dan makanan yang tersedia. Manusia saat ini hidup dalam kelompok-kelompok
kecil (band) dan terpisah dengan kelompok manusia lainnya. Keadaan seperti ini bisa kita
lihat pada pola kehidupan masyarakat pada zaman manusia purba.
Fase berikutnya adalah fase agrokultural, yakni ketika lingkungan alam tidak lagi
mampu memberikan dukungan terhadap manusia, termasuk juga karena populasi manusia
mulai banyak, maka pilihan budayanya adalah bercocok tanam disuatu daerah dan memanen
hasil pertanian itu serta berburu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada fase ini,
budaya berpindah-pindah masih tetap digunakan walaupun dalam skala waktu yang relatif
lama.
Kemudian adalah fase tradisional. Fase ini dijalani oleh masyarakat dengan hidup
secara menetap disuatu tempat yang dianggap startegis untuk penyediaan berbagai kebutuhan
hidup masyarakat, seperti pinggir sungai, di pantai, lereng bukit, dataran tinggi, daratan
rendah yang datar, dan sebagainya. Pada fase ini juga manusia mulai mengenal kata “desa”
dimana beberapa band (kelompok kecil masyarakat) memilih menetap dan saling berinteraksi
satu dengan yang lainnya sehingga menjadi kelompok besar dan menjadi komunitas desa,
mengembangkan budaya dan tradisi internal, serta membina hubungan dengan masyarakat di
sekitarnya.
Selanjutnya, adalah fase transisi. Pada fase ini, kehidupan desa sudah sangat maju,
isolasi kehidupan hampir tidak ditemukan lagi dalam skala luas, transportasi sudah lancar
walaupun untuk masyarakat desa tertentu masih menjadi maslah. Penggunaan media
informasi sudah hampir merata. Namun, secara geografis, masyarakat transisi berada di
pinggiran kota serta hidup mereka masih secara tradisional, termasuk pola pikir dan sistem
sosial lama masih silih berganti digunakan dan mengalami penyesuaian dengan hal-hal baru
yang lebih inovatif. Dengan demikian, maka umumnya masyarakat transisi bersifat mendua
atau ambigu terhadap sikap, pandangan, dan perilaku mereka sehari-hari. Pola pikir
masyarakat masih tradisional dan masih memelihara kekrabatan namun perilaku masyarakat
sudah terlihat individualis. Sesuatu yang masih dominan dalam kehidupan masyarakat ini
adalah proses asimilasi budaya dan sosial yang belum tuntas dan terlihat masih canggung
disemua level masyarakat.
41
Fase berikutnya setelah fase transisi adalah fase modern. Fase ini ditandai dengan
perubahan sosial yang lebih jelas meninggalkan fase transisi. Kehidupan masyarakat sudah
kosmopolitan dengan kehidupan individual yang sangat menonjol, profesionalisme di segala
bidang dan penghargaan terhadap profesi menjadi kunci hubungan-hubungan sosial diantara
elemen masyarakat. Di sisi lain, sekulerisme menjadi sangat dominan terhadap sistem religi
dan kontrol sosial masyarakat serta sistem kekerabatan mulai diabaikan. Anggota masyarakat
hidup dalam sistem yang sudah mekanik, kaku, dan hubungan-hubungan sosial ditentukan
berdasarkan pada kepentingan masing-masing elemen masyarakat. Masyarakat modern ini
umumnya juga berpendidikan relatif lebih tinggi dari masyarakat transisi sehingga memiliki
tingkat pengetahuan yang lebih luas dan pola pikir yang lebih rasional dari semua tahapan
kehidupan masyarakat sebelumnya, walaupun terkadang tingkat pendidikan formal saja tidak
cukup untuk mengantarkan masyarakat pada tingkat poengetahuan dan pola pikir semacam
itu. Secara demografis, masyarakat modern menempati lingkungan perkotaan yang cenderung
gersang dan jauh dari situasi sejuk dan rindang, ditambah lagi karena kehidupan mereka yang
serba mekanik sepanjang minggu sehingga masyarakat kota memiliki kepedulian yang tinggi
terhadap kebutuhan rekreasi diakhir minggu untuk rileks dan melepaskan kepenatan.
Fase postmodern, adalah sebuah fase perkembangan masyarakat yang pertama-tama
dikenal di Amerika Serikat pada akhir tahun 1980an. Di Indonesia, ciri masyarakat
postmodern dideteksi ada sejak tahun 1990an. Masyarakat postmodern sesungguhnya adalah
masyarakat modern yang secara finansial, pengetahuan, relasi, dan semua prasyarat sebagai
masyarakat modern sudah dilampauinya. Walaupun terkadang ada satu atau dua masyarakat
modern terlihat memiliki ciri postmodern walaupun belum memiliki kemampuan tersebut,
namun hal itu bersifat temporer dan meniru-niru kelompok lain yang lebih mapan. Jadi,
masyarakat postmodern adalah masyarakat modern dengan kelebihan-kelebihan tertentu
dimana kelebihan-kelebihan itu menciptakan pola sikap dan perilaku serta pandangan-
pandangan mereka terhadap diri dan lingkungan sosial yang berbeda dengan masyarakata
atau masyarakat sebelum itu. Sifat-sifat yang menonjol dari masyarakat postmodern adalah
sebagai berikut.
Memiliki pola hidup nomaden, artinya kehidupan mereka yang terus bergerak dari
satu tempat ke tempat lain menyebabkan orang sulit menemukan mereka secara jelas
termasuk dapat mendeteksi dimana tempat tinggal menetapnya. Hal ini disebabkan
karena kesibukan mereka dengan berbagai usaha dan bisnis, akhirnya mereka bisa
saja memiliki rumah di mana-mana di dunia ini.
42
Secara sosiologis, mereka berada pada titik nadir, antara struktur dan agen, yaitu pada
kondisi tertentu orang postmodern patuh pada strukturnya, namun pada sisi lain ia
mengekpresikan dirinya sebagai agen yang memproduksi struktur atau paling tidak
agen yang terlepas dari strukturnya. Berdasarkan hal tersebut, maka berdasarkan
pengamatan dari beberapa peneliti luar negeri, sesungguhnya pribadi postmodern
adalah pribadi yang secara permanen ambivalensia atau mereka yang ambigu dalam
pilihan-pilihan hidup mereka. Namun, sesungguhnya pada pribadi-pribadi postmodern
hal tersebut adalah pilihan-pilihan hidup yang demokratis dan ekspresi dari kebebasan
pribadi orang-orang kosmopolitan.
Manusia postmodern lebih suka menghargai privasi, dan kegemaran mereka melebihi
apa yang mereka anggap berharga dalam hidup mereka, dengan demikian kegemaran
spesifik mereka menjadi aneh-aneh dan unik.
Kehidupan pribadi yang bebas menyebabkan mereka cenderung menjadi sangat
sekuler, memiliki pemahaman nilai sosial yang subjektif dan liberal sehingga condong
terlihat sangat mobile pada seluruh komunitas masyarakat dan agama serta berbagai
pandangan politik sekalipun.
Pemahaman orang postmodern yang bebas pula menyebabkan mereka cenderung
melakukan gerakan back to nature, back to village, back to traditional atau bahkan
back to religi. Namun, karena mereka pemahaman mereka yang luas tentang
persoalan kehidupan, maka “gerakan kembali” itu memiliki perspektif yang berbeda
dengan orang lain yang selama ini sudah dan sedang ada di wilayah tersebut.
Kehidupan masyarakat kota pada umumnya satu sama lain tidak mengenal dan
interaksi-interaksi mereka didasari oleh kepentingan dan kebutuhan yang dilandasi pada
hubungan sekunder, sehingga secara real media massa telah menjadi salah satu kebutuhan
dalam berinteraksi di dalam masyarakat perkotaan satu dengan yang lainnya. Namun,
penggnunaan media massa berbeda dengan komunikasi antar pribadi. Media massa
membutuhkan persyaratan tertentu dari pemakainya. Pertama adalah orang harus bisa
membaca sebelum mengonsumsi surat kabar atau majalah. Kedua, orang harus memiliki
pesawat radio atau televisi, bila akan mengikuti siarannya, atau punya uang untuk beli karcis
bila akan menonton film. Ketiga, kebiasaan memanfaatkan media (media habit). Untuk
menjadi khalayak media massa, maka ketiganya perlu dimiliki atau dilakukan. Apabila tidak,
maka mereka tidak bisa menjadi khalayak media massa atau masyarakat media.
Dalam penyampaian berbagai produk tayangan, media massa berupaya menyesuaikan
dengan khalayaknya yang heterogen dan berbagai sosio-ekonomi, kultural dan lainnya.
43
Produk media pun pada akhirnya dibentuk sedemikian rupa, sehingga mampu diterima oleh
banyak orang. Disisi lain media juga sering kali menyajikan berita, film, dan informasi lain
dari berbagai negara sebagai upaya media memberikan pilihan yang memuaskan bagi
khalayaknnya. Produk media baik yang berupa berita, program keluarga, kuis, film, dan
sebagainya disebut sebagai upaya massa yaitu karya budaya.
Berdasarkan ciri yang demikian, maka seni hiburan ini banyak diproduksi media
untuk menarik sebanyak mungkin khalayaknya. Hal ini tidak hanya dipengaruhi kebutuhan
khalayak massa yang heterogen, juga adanya kepentingan komersial media yang kini masuk
sebagai industri yang membutuhkan dana besar melalui iklannya. Budaya massa dibentuk
disebabkan :
1. Tuntutan industri pencipta untuk menghasilkan karya yang banyak dalam tempo
singkat. Maka isi pencipta untuk menghasilkan karya yang banyak dalam tempo
singkat, tak sempat lagi berfikir dan dengan cepatnya menyelesaikan karyanya.
Mereka memiliki target produksi yang harus dicapai dalam waktu tertentu.
2. Karena massa budaya cenderung ‘latah’bmenyulap atau meniru segala sesuatu yang
sedang naik turun atau laris, sehingga media berlomba untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya.
Pada umumnya budaya massa dipengaruhi oleh budaya populer. Pemikiran tentang
budaya populer menurut Ben Agger dapat dikelompokkan pada empat aliran
a. Budaya dibangun berdasarkan kesenangan namun tidak substansial dan
mengentaskan orang dari kejenuhan kerja sepanjang hari
b. Kebudayaan populer menghancurkan nilai budaya tradisional
c. Kebudayaan menjadi masalah besar dalam pandangan ekonomi Marx kapitalis
d. Kebudayaan populer merupakan budaya yang menetes dari atas
Kebudayaan populer banyak berkaitan dengan masalah keseharian yang dinikmati
oleh semua orang atau kalangan orang tertentu, seperti pementasan mega bintang, kendaraan
pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh dan semacamnya.
Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan, maka budaya itu umumnya
menempatkan unsur populer sebagai unsur utamanya. Dan budaya itu akan memperoleh
kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai by pass penyebaran pengaruh
dimasyarakat. Seperti kapten medison avenue yang menggunakan media untuk menjual
produk melalui studio dan televisi.
Budaya memiliki nilai yang membedakan satu budaya dengan budaya yang lainnya.
Budaya yang memiliki nilai di bawahnya. Namun dalam budaya populer, ‘perangkat media
44
massa’ seperti pasar rakyat, film, buku, televisi, dan jurnalistik akan menuntun
perkembangan budaya pada ‘erosi nilai budaya’. Sedangkan kelompok konservatif seperti
Edmund Burke mengatakannya dengan ‘erosi peradaban berharga’. Sedangkan Allan Bloom
dalam bukunya The Clossing of The American Mind mengartikulasikan pemahaman kaum
neokonservatif dimana paham ini menyalahkan kebudayaan baru.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa sebenarnya gagasan-gagasan
perspektif sosiologi komunikasi telah ada bersamaan dengan lahirnya sosiologi itu sendiri
baik dalam perspektif struktural-fungsional maupun dalam perspektif konflik. Ini dirasa wajar
dimana dapat kita lihat sendiri bahwa komunikasi itu sendiri tidak bisa dipisahkan dengan
sosiologi sebagai ilmu sosial yang mengkaji masyarakat yang notabene adalah pelaku
komunikasi.
Selanjutnya, kita dapat melihat bahwa komunikasi massa itu memiliki beberapa
karakteristik. karakteristik yang dimiliki komunikasi massa inilah yang menyebabkan ia
berbeda dengan komunikasi antarpersonal. Karakteristik-karakteristik dari komunikasi massa
itu sendiri adalah seperti bersifat umum, berlansung satu arah, komunikatornya terlembaga,
bisa menimbulkan keserempakan, dan komunikannya bersifat heterogen.
Disamping itu, kita juga bisa melihat banyak manfaat yang ditimbulkan dari
komunikasi massa yang disebarkan melalui media massa. Manfaat itu diantaranya sebagai
penyampai informasi, penghibur, pendidik masyarakat (social learning), pengawasan,
transformasi budaya, dan fungsi untuk meyakinkan (to persuade).
45
Daftar pustaka
Bungin, Burhan Muhammad.2008.Sosiologi komunikasi: Teori, Paradigma, dan
diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat.Jakarta : kencana
Sutaryo.2005.Sosiologi Komunikasi.Yogyakarta: Arti Bumi Intaran
Vivian, John.2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana
46