kusta

download kusta

of 13

description

semoga bermanfaat

Transcript of kusta

5. Patogenesis:

Patogenitas dan daya invasi rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu, kusta dapat disebut penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selulernya daripada intensitas infeksinya.MasuknyaM.LepraekedalamtubuhakanditangkapolehAPC(Antigen PresentingCell)danmelaluiduasignalyaitusignalpertamadansignalkedua.Signal pertamaadalahtergantungpadaTCR-terkaitantigen(TCR=Tcellreceptor)yang dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul kostimulator APC yang berinteraksidenganliganselTmelaluiCD28.Adanyakeduasignaliniakan mengaktivasi To sehingga To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF dan IL 12 akan membantu differensiasi To menjadi Th1. Th2akanmenghasilkanIL 4,IL 10,IL 5,IL 13.IL 5 akan mengaktifasi dari eosinofil. IL4 dan IL10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4akan mengaktifasi sel B untukmenghasilkanIgG4 dan IgE. IL 4, IL10, dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast. Signal I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya sel T anergi dan tidak teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan responkearah Th2.Pada TuberkoloidLeprosy,kitaakan melihat bahwa Th1 akan lebih tinggi dibandingkan denganTh2 sedangkan padaLepromatousleprosy, Th2akanlebihtinggidibandingkan dengan Th1.APC pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum sum tulang dan melalui darah didistribusikan ke jaringan non limfoid. Sel dendritik merupakan APC yang paling efektif karena letaknya yang strategis yaitu di tempat tempat mikroba dan antigen asing masuk tubuh serta organ organ yang mungkin dikolonisasi mikroba. Sel denritik dalam hal untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari IDC menjadi DC. Idc akandiaktifkanolehadanyapeptidadariMHCpadapermukaansel,selainitudengan adanyamolekulkostimulatorCD86/B72,CD80/B7.1, CD38danCD40. Setelah DC matang, DC akan pindah dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik karena adanya ekspresidariCCR7(reseptorkemokinsatusatunyayangdiekspresikanolehDC matang).M. LepraemengaktivasiDCmelaluiTLR2TLR1heterodimer dan diasumsikan melalui triacylated lipoproteinseperti19kda lipoprotein. TLR 2 polimorfisme dikaitkan denganmeningkatnyakerentananterhadapleprosy.Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf tepi dan hampir semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari masuknya bakteri ke dalam saraf tepi. Bakteri ini tidak menyerang otak dan medulla spinalis.Kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri, panas dan dingin menurun, sehingga penderita yang mengalami kerusakan saraf tepi tidak menyadari adanya luka bakar, luka sayat atau mereka melukai dirinya sendiri. Kerusakan saraf tepi juga menyebabkan kelemahan otot yang menyebabkan jari-jari tangan seperti sedang mencakar dan kaki terkulai.Karena itu penderita lepra menjadi tampak mengerikan. Penderita juga memiliki luka di telapak kakinya.Kerusakan pada saluran udara di hidung bisa menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat menyebabkan kebutaan.Penderita lepra lepromatosa dapat menjadi impoten dan mandul, karena infeksi ini dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.

Patogenesis Kerusakan Saraf pada Pasien KustaM.Leprae memiliki bagian G domain of extracellular matriks protein laminin 2 yangakanberikatandenganselschwaanmelaluireseptordystroglikanlaluakan mengaktifkanMHC kelas II setelah itumengaktifkanCD4+. CD4+ akan mengaktifkan Th1danTh2dimanaTh1danTh2akanmengaktifkanmakrofag.Makrofaggagal memakanM.Lepraeakibatadanyafenolatglikolipid I yangmelindunginyadidalam makrofag.Ketidakmampuanmakrofagakanmerangsangdiabekerjaterus-menerus untukmenghasilkansitokindanGFyanglebihbanyaklagi.SitokindanGFtidak mengenelai bagianself ataunonself sehingga akan merusaksaraf dan sarafyang rusak akandigantidenganjaringanfibroussehinggaterjadilahpenebalansaraftepi.Sel schwann merupakan APC non professional.Patogenesis reaksi KustaReaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalan kronis penyakit kusta yang dianggap sebagai suatu kelaziman atau bagian dari komplikasi penyakit kusta. Ada dua tipe reaksi dari kusta yaitu reaksi kusta tipe I dan reaksi kusta tipe II. Reaksi kusta tipe I seringdisebutreaksilepranonnodularmerupakanreaksihipersensitifitastipeIV (Delayed Type Hipersensitivity Reaction). Reaksi tipe I sering kita jumpai pada BT dan BL. M. Leprae akan berinteraksi dengan limfosit T dan akan mengakibatkan perubahan sistemimunitasselluleryangcepat.Hasildarireaksiiniadaduayaituupgrading reaction / reversal reaction , dimana terjadi pergeseran ke arah tuberkoloid (peningkatan sistemimunitasselluler)danbiasanyaterjadipadaresponterhadapterapi,dan downgrading,dimanaterjadipergeserankearahlepromatous(penurunansistem imunitas selluler) dan biasanya terjadi pada awal terapi. Reaksi kusta tipe II adalah hipersensitivitas humoraltepatnya hipersensitivitas tipe III. Reaksi tipe dua sering juga disebut eritema nodosum lepromatous. Reaksi ini sering terjadipadapasienLL.M.Leprae akanberinteraksidenganantibodimembentuk kompleks imun dan mengendap pada pembuluh darah. Komplemen akan berikatan pada komples , imundanmerangsangnetrofiluntukmenghasilkanenzimlisosom.Enzim lisosom akan melisis sel.6. Gejala klinis:

Bila kumanM. Lepraemasuk kedalam tubuh seseorang, maka dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut.Bentuk tipe klinis tergantung pada sistem imunitas seluler (SIS) penderita. Bila SIS baik maka akan tampak gambaran klinis ke arahtuberkuloid, dan sebaliknya apabila SIS rendahakan memberikan gambaran ke arahlepromatosa.Bentuk-bentuk Lepra :1.Bentuk Lepra tuberkuloid.Disebut juga dengan nama Lepra paucibacillair. Pada tahap ini pasien masih mudah disembuhkan, karena ternyata pasien LT masih punya daya-tangkis imunologi yang baik. Bentuk ini paling sering dijumpai, kurang lebih 75% dari jumlah penderita akan tetapi tidak bersifat menular. Gejalanya pertama, berupa noda-noda putih pucat dikulit yang hilang-rasa dan penebalan saraf-saraf yang nyeri diberbagai tempat diseluruh tubuh, terutama di telinga, muka, kaki-tangan. Dapat merusak saraf-saraf jika tidak segera diobati, oleh karena tidak luka-luka nya yang dirasakan pasien, maka biasanya lama-kelamaan lukanya akan membentuk borok, dan membuat puntung terutama jika luka yang menginfeksi kaki-tangan (cacat hebat sekunder).

2.Bentuk Lepra lepromatosa atau Lepra multibacillair.Adalah bentuk tersebar yang sangat menular dan banyak terdapat basil, dengan ciri bentol merah (nodule), demam, dan anemia. Pasien yang terkena bentuk lepra yang kedua ini bisa dikatakan dengan pasien berparas-singa. Karena timbul deformasi akibat infiltrat di muka, kelumpuhan urat saraf-saraf muka (paresis facialis) dan mutilasi hidung karena rapuhnya tulang rawan. Bila tidak diobati, pasien yang terkena basil ini akan mengalami kerusakan organ juga.

3. Bentuk Lepra borderline (LB)adalah bentuk kombinasi dari kedua bentuk diatas yaitu LT dan LL, yang akan terbagi lagi menjadi tiga bentuk peralihan.Tergantung dari cirinya masing-masing apakah menjadi LTB (lepra tuberculoid borderlin), LLB (lepra lepromateus borderline), dan lepra tak tentu.

Menurutklasifikasi Ridley-Jopling 1962 kusta terbagi atas : I:intermedinate; tidak termasuk dalam spectrum TT:Tuberkuloid polar (bentuk stabil); tuberkuloid 100% jadi tidak akan berpindah tipe. Ti:Tuberkuloid indefinite; tipe campuran tubeculoid dan lepromatosa (Tuberkuloid lebih banyak) BT:Borderline Tuberkuloid; tipe campuran, tapi Tuberkuloid lebih banyak BB:Mid Borderline; tipe campuran (50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa) BL:Borderline Lepromatosa; tipe campuran, tapi lepromatosa lebih banyak Li:Lepromatosa indefinite; tipe campuran tuberkuloid dan lepromatosa (lepromatosa lebih banyak) LL:Lepromatosa polar (bentuk stabil); lepromatosa 100% jadi tidak akan berpindah tipe.

7. Pemeriksaan PenujnjangDiagnostik:Menurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut:1)Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.Lesikulit dapat tunggal atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga biasanya berupa: makula, papul, nodul. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot.

2)BTA positifPada beberapa kasus ditemukan BTA dikerokan jaringan kulit. Penebalan saraf tepi, nyeri tekan, parastesiDiagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis bakterioskopik , histopatologis dan serologis.1.Pemeriksaan bakterioskopik (kerokan jaringan kulit )Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakan diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA), antara lain dengan ZIEHL-NEELSEN. Bakterioskopik negatif pada seorang penderita bukan berarti orang tersebut tidak mengandung kumanM. Leprae.Cara pengambilan bahan kerokan :Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:1. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.2. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecualitidak ditemukan lesi ditempat lain.3. Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.4.Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan leprae ialah:a. Cuping telinga kiri atau kananb. Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain5. Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:a. Tidak menyenangkan pasienb. Positif palsu karena ada mikobakterium lainc. Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaputlendir hidung apabila sedian apus kulit negatif.d. Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit ditempat lain.6. Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:a. Semua orang yang dicurigai menderita kustab. Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagaipasien kustac. Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) ataukarenatersangka kuman resisten terhadap obatd. Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali7. Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam, yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett.Cara Pemeriksaan sediaan BTA lepraa) Pengambilan jaringan kulita.Bagian yang diambil ,dibersihkan dengan kapas alcoholb.Bagian tersebut dijepit diantara ibu jari dan jari telunjuk sedemikian kuat sehingga kulit kelihatan menjadi pucat, supaya kemungkinan perdarahan sedikiy sekali.c. Dengan lancet steril dibuat sayatan sepanjang 1/2 cm sedalam 2 mmd.Darah yang keluar pertama dibersihkan, kemudian sisa dan dasar luka dikerok dengan vaccine pen untuk mendapatkan bubur jaringan epidermis dan dermis

b) Pembuatan preparata. Siapkan objeck glass yang bersih dan bebas lemak, diberi kode / tanda tentang no. lab., sampel yang diambil, daerah / bagian yang akan dipulas dengan sampel dsb.b. Bubur jaringan yang sudah diambil dipulaskan pada objeck glass yang sudah siap sedemikian rupa sehingga diperoleh smear yang tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, dengan diameter 1 1,5 cmc. Biarkan kering dengan sendirinya di udarad. Setelah kering di fiksasi dengan melewatkannya diatas nyala api Bunsen 2 3 kali, setelah dingin baru boleh dicatc) Pengecatana. Sediaan yang telah kering dilakukan fiksasi selama 5 menit.b.Sambil difiksasi, digenangi dengan Carbol Fuchsin 0,3%,dipanaskan diatas bunsen sampai menguap selama 5 menitc. Dicuci dengan air mengalir dan dikeringkand. Warna merah pada sediaan dilarutka dengan asam alkohol 3%e. Dicuci dengan air mengalir dan dikeringkanf. Digenangi dengan larutan methylen blue selama 20 30 detikg. Dicuci dengan air mengalir dan di keringkanh. Diamati dibawah mikroskopd)pembacaan sediaana.Sediaan yang telah kering ditetesi minyak imersi, dilihat dengan mikroskop dengan pembesaran 100xb. Dicari dengan adanya batang panjang atau pendek yang berwarna merah dengan latar belakang berwarna biru.Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau seperempat lingkaran.Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates), globus dan clumps.Indeks Bakteri (IB):Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala logaritma RIDLEY sebagai berikut:0 : bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang1 : bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang2 : bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang3 : bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang4 : bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang5 : bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang6 :bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandangIndeks Morfologi (IM)Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.2. Pemeriksaan HistopatologikSalah satu tugas makrofag adalah melakukan fagositosis, kalau ada kuman M leprae masuk, tergantung pada sistem kekebalan seluler orang tersebut bila sistem imunitas selulernya baik maka makrofag akan mampu memfagosit M. leprae. Datangnya histiosit ketempat kuman disebabkan karena proses imunologik dengan adanya faktor kemotaktik. Kalau datangnya berlebihan dan tidak ada lagi yang harus difagosit, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia Langhans. Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan SIS rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menghancurkan M. leprae yang sudah ada didalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembang biak dan disebut sel Virchow atau sel lepra atau sel busa dan sebagai alat pengangkut penyebarluasaan.Granuloma adalah akumulasi makrofag dan atau derivat-derivatnya. Gambaran histopatologik tipe tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada kuman atau hanya sedikit dan non-solid. Pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringannnya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe borderline, terdapat campuran unsur-unsur tersebut.3. Pemeriksaan serologikPemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi M leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M.leprae yaitu antibodi anti phenolic glycolipid (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD. Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM) yang juga dihasilkan oleh kuman M. tuberculosis.Kegunaan pemeriksaan serologik ini ialah dapat membantu diagnosis kusta yang meragukan karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. Disamping itu dapat membantu menentukan kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit misalnya pada narakontak serumah. Macam-macam pemeriksaan serologik kusta lainnya adalah:-Uji MLPA (mycobacterium leprae particle aglutination)-Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-sorbent assay)-ML dipstick test (Mycobacterium leprae dipstick)-ML flow test (Mycobacterium leprae flow test)8. Pencegahan penyakit kusta:1. Pencegahan primerPencegahan primer dapat dilakukan dengan :a. Penyuluhan kesehatanPencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat (Depkes RI, 2006)b. Pemberian imunisasiSampai saat ini belumditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbedapemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2006).2. Pencegahan sekunderPencegahan sekunderdapat dilakukan dengan :a.Pengobatan pada penderita kustaPengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).3. Pencegahan tertiera. Pencegahan cacat kustaPencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita. Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :a.Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.b.Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf.c.b. Rehabilitasi kustad.Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :e.Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur.f.Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan.g.Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.h.Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan normal terbatas pada tangan.i.Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.9.Pengobatan terhadap penyakit kusta :Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit. Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai berikut:a)Tipe PB ( PAUSE BASILER)Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO(1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.b)Tipe MB ( MULTI BASILER)Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas. Klofazimin 300mg/bln diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum di rumah. DDS 100 mg/hari diminum dirumah, Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.c) Dosis untuk anakKlofazimin:Umur, dibawah 10 tahun: /blnHarian 50mg/2kali/minggu, Umur 11-14 tahun, Bulanan 100mg/bln, Harian 50mg/3kali/minggu,DDS:1-2mg /KgBB,Rifampisin:10-15mg/Kg BBd)Pengobatan MDT terbaruMetode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.e)Putus obatPada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.10. Reaksi KustaReaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Adapun patofisiologinya belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Mengenai patofisiologi yang belum jelas tersebut akan diterangkan secara imunologik. Dimana reaksi imun tubuh kita dapat menguntungkan dan merugikan yang disebut reaksi imun patologik dan reaksi kusta tergolong di dalamnya. Reaksi kusta dapat dibedakan menjadi eritema nodosum leprosum (ENL) dan reaksi reversal atau reaksi upgrading.ENL terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula pada BL, berarti makin tinggi tingkat multibasilarny makin besar kemungkinanan timbulnya ENL. Secara imunopatologis, ENL termasuk respon imun humoral, berupa fenomena kompelks imun akibat reaksi antara antigen M leprae + antibodi (IgM & IgG) + komplemen yang kemudian akan menghasilkan komplek imun. Dengan terbentuknya kompleks imun ini maka ENL termasuk di dalam golongan penyakit komplek imun. Kadar antibodi imunoglobulin penderita kusta lepromatosa lebih tinggi daripada tipe tuberkuloid. Hal ini terjadi oleh karena pada tipe lepromatosa jumlah kuman jauh lebig banyak daripada tipe tuberkuloid. ENL lebih banyak terjadi pada saat pengobata. Hal ini terjadi karena banyak kuman kusta yang mati dan hancur yang kemudian kuman kuman lepra ini akan menjadi antigen, dengan demikian akan meningkatkan terbentuknya komplek imun. Kompleks imun ini terus beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat mengendap dan melibatkan berbagai organ.