Kurikulum bahasa evaluasi studi kasus

7
[email protected] Makalah Kurikulum Bahasa Model Evaluasi Studi Kasus_1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Tidak diragukan lagi bahwa evaluasi kerikulum memiliki peranan yang sangat penting bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan formal. Melalui evaluasi kurikulum kemajuan efektifitas mengajar guru dapat diukur, prestasi siswa dapat dipantau dengan lebih cermat, dan bagi pengembang kurikulum dapat memanfaatkan hasil evaluasi untuk perbaikan kurikulum di masa yang akan datang. Model evaluasi kurikulum dibagi menjadi dua, model evaluasi kuantitatif dan model evaluasi kualitatif. Model evaluasi kurikulum kuantitatif terdiri atas: model Black Box Tyler, model Teoritik Taylor dan Maguire, model Pendekatan Sistem Alkin, model Countenance Stake, dan model CIPP. Sedangkan model evaluasi kualitatif terdiri dari model studi kasus, model iluminatif, dan model responsive. Antara satu model evaluasi dengan model evaluasi yang lain memiliki kelebihan dan kekurangan. Satu model eveluasi hanya mementingkan hasil tanpa memperhatikan proses pencapaian hasil, sedang yang lain sebaliknya.. Untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dimungkinkan untuk menggunakan lebih dari satu model evaluasi, sehingga evaluasi bisa lebih optimal. Makalah ini hanya akan menjelaskan model evaluasi kurikulum studi kasus. Dari pengertian model evaluasi kurikulum studi kasus, karakteristik yang ada, dan tahapan evaluasinya.

description

Kurikulum bahasa evaluasi studi kasus

Transcript of Kurikulum bahasa evaluasi studi kasus

[email protected]

Makalah Kurikulum Bahasa Model Evaluasi Studi Kasus_1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Tidak diragukan lagi bahwa evaluasi kerikulum memiliki peranan yang sangat

penting bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan formal. Melalui evaluasi

kurikulum kemajuan efektifitas mengajar guru dapat diukur, prestasi siswa dapat

dipantau dengan lebih cermat, dan bagi pengembang kurikulum dapat memanfaatkan

hasil evaluasi untuk perbaikan kurikulum di masa yang akan datang.

Model evaluasi kurikulum dibagi menjadi dua, model evaluasi kuantitatif dan

model evaluasi kualitatif. Model evaluasi kurikulum kuantitatif terdiri atas: model

Black Box Tyler, model Teoritik Taylor dan Maguire, model Pendekatan Sistem

Alkin, model Countenance Stake, dan model CIPP. Sedangkan model evaluasi

kualitatif terdiri dari model studi kasus, model iluminatif, dan model responsive.

Antara satu model evaluasi dengan model evaluasi yang lain memiliki

kelebihan dan kekurangan. Satu model eveluasi hanya mementingkan hasil tanpa

memperhatikan proses pencapaian hasil, sedang yang lain sebaliknya.. Untuk

mendapatkan hasil yang lebih maksimal dimungkinkan untuk menggunakan lebih

dari satu model evaluasi, sehingga evaluasi bisa lebih optimal.

Makalah ini hanya akan menjelaskan model evaluasi kurikulum studi kasus.

Dari pengertian model evaluasi kurikulum studi kasus, karakteristik yang ada, dan

tahapan evaluasinya.

[email protected]

Makalah Kurikulum Bahasa Model Evaluasi Studi Kasus_2

1.2 Rumusan Masalah

A. Apa pengertian dari Model Evaluasi Kurikulum Studi Kasus ?

B. Apa saja karakteristik dari Model Evaluasi Kurikulum Studi Kasus ?

C. Apa saja tahapan dari Model Evaluasi Kurikulum Studi Kasus ?

1.3 Tujuan

A. Mengetahui pengertian, karakteristik dan tahapan evaluasi dari Model Evaluasi

Kurikulum Studi Kasus

B. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Model Evaluasi Kurikulum

Studi Kasus

C. Memenuhi tugas Pengembangan Kurikulum Bahasa

[email protected]

Makalah Kurikulum Bahasa Model Evaluasi Studi Kasus_3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Model Evaluasi Studi Kasus

Model studi kasus (case study) adalah model utama dalam evaluasi

kualitatif. Model evaluasi kualitatif selalu merupakan model evaluasi yang

menempatkan proses pelaksanaan kurikulum sebagai fokus utama evaluasi dimana

dimensi kegiatan dan proses lebih mendapatkan perhatian dibandingkan dimensi

lain. Evaluasi model studi kasus memusatkan perhatiannya pada kegiatan

pengembangan kurikulum di satu satuan pendidikan. Unit tersebut dapat berupa

satu sekolah, satu kelas, bahkan terdapat seorang guru atau kepala sekolah.

Adapun datanya juga akan berupa data kualitatif yang dianggap lebih

memberikan makna dibanding data kuantitatif yang kering. Namun demikian

kualitatif tidak menolak secara mutlak data kuantitatif. Data kualitatif kaya dengan

deksripsi dan dianggap lebih memberikan makna dibandingkan data kuantitatif.

Data kualitatif dianggap lebih dapat mmengungkapkan apa yang terjadi di

lapangan. Proses yang direkam tidak dinyatakan dengan angka tetapi dengan

ungkapan menggambarkan peristiwa-peristiwa dalam proses sebagai suatu

rangkaian berkelasinambungan. Meskipun demikian, model studi kasus tidak

menolak pemakaian data kuantitatif apabila data tersebut memang diperlukan.

2.2 Karakteristik Model Evaluasi Studi Kasus

Sesuai dengan namanya, evaluasi yang menggunakan model studi kasus

memusatkan perhatiannya hanya kepada kegiatan kurikulum di satu unit kegiatan

pendidikan. Unit tersebut dapat saja satu sekolah, satu kelas bahkan hanya terhadap

seorang guru atau kepala sekolah. Dalam bahasa kualitatif, dikatakan bahwa studi

kasus dilakukan apabila n = 1. Dengan demikian persoalan pemilihan sampel yang

dihadapi dalam studi dengan model kuantitatif bukan merupakan persoalan dalam

studi dengan model kualitatif. Memang,konsekuensinya hasil yang diperoleh hanya

dinyatakan sahih untuk tempat di mana evaluasi itu dilakukan. Generalisasi hasil

evaluasi, yang memang bukan menjadi perhatian model kualitatif, tidak dilakukan.

[email protected]

Makalah Kurikulum Bahasa Model Evaluasi Studi Kasus_4

Karakteristik lain dari model evaluasi ini ialah data yang dikumpulkan

terutama data kualitatif. Data ini dianggap lebih memberikan makna dibandingkan

data yang ada di lapangan. Proses yang direkam tidak dapat dinyatakan dengan

angka kecuali dengan ungkapan proses pula. Meskipun demikian, model studi kasus

tidak menolak pemakaian data kuantitatif apabila data tersebut memang diperlukan

(catatan bahwa pengertian data kuantitatif di sini adalah data yang dinyatakan dalam

bentuk angka; jadi bukan dalam pengertian data kualitatif statistik di mana data

kualitatif diartikan sebagai data dari pengukuran tingkat nominal). Penolakan yang

dilakukan oleh model ini ialah model pengumpulan data kuantitatif.

Karakteristik ketiga ialah diakuinya adanya kenyataan yang tidak sepihak

(multiplerealistics). Maksudnya, kenyataan adalah sesuatu yang berhubungan dengan

konteks dan persepsi individu yang terlihat di dalamnya.Jadi bukan hanya kenyataan

yang dipersepsi oleh evaluator atau orang yang memberi tugas kepada evaluator.

Oleh karena itu, persepsi orang-orang yang terlibat seperti siswa, guru, kepala

sekolah, dan sebagainya adalah kenyataan yang harus dipertimbangkan oleh

evaluator.

2.3 Tahapan Evaluasi Model Studi Kasus

Dalam menggunakan model evaluasi studi kasus, tindakan pertama yang harus

dilakukan evaluator ialah familiarisasi dirinya terhadap kurikulum yang dikaji.

Familiarisasi ini sangat penting sehingga dapat dikatakan bahwa evaluator yang tidak

familiar terhadap kurikulum dan juga lingkungan satuan pendidikan yang

mengembangkan dan melaksanakan kurikulum tidak boleh melakukan evaluasi.

Ada dua jenis familiarisasi yang harus dilakukan dan keduanya mempunyai

fungsi dan waktu yang berbeda. Tetapi keduanya saling berhubungan dan saling

mendukung. Familiarisasi pertama adalah familiarisasi terhadap kurikulum sebagai

ide dan sebagai rencana. Evaluator harus mempelajari dasar-dasar pikiran yang

melahirkan kurikulum sebagai sebagai rencana dan kurikulum sebagai rencana itu

sendiri. Familiarisasi ini akan memberikan “frame of reference” bagi evaluator yang

diperlukannya pada waktu ia mengunjungi lapangan. Frame of reference itu memang

tidak mejadi dasar bagi evaluator untuk membuat instrumen. Tetapi ia akan

membantu evaluator dalam berhubungan dan berkomunikasi dengan lapangan.

[email protected]

Makalah Kurikulum Bahasa Model Evaluasi Studi Kasus_5

Familiarisasi kedua adalah ketika evaluator sudah berada di lapangan. Di sini

untuk beberapa waktu, tergantung dari keadaan lapangan dan pendekatan yang

dilakukan evaluator, evaluator harus menguasai keadaan lapangan dengan seluk

beluknya yang rumit tersebut. Evaluator harus menguasai kebiasaan-kebiasaan yang

ada sehingga ia tidak lagi merasa sebagai orang asing di tempat tersebut. Dia dapat

berkomunikasi dalam bahasa yang sama seperti yang digunakan di lapangan.

Setelah melakukan kedua familiarisasi tersebut, barulah evaluator dapat

mengobservasi lapangan dengan baik. Observasi merupakan teknik pengumpulan

data yang sangat dianjurkan dalam model studi kasus. Posisi penting ini dikarenakan

anggapan bahwa observasi adalah cara yang memungkinkan evaluator langsung

berhubungan dengan evaluan. Dengan hubungan langsung tersebut evaluator dapat

melihat langsung apa yang terjadi.

Adapun ketentuan bagi evaluator untuk melakukan observasi adalah; pertama,

evaluator harus memiliki visi dan pengetahuan yang luas mengenai fokus observasi.

Kedua, kecepatan berfikir. Hal ini penting karena evaluator berfungsi sebagai

instrumen yang selalu terbuka untuk fokus atau pun membuka dimensi baru dari

masalah yang sedang diamati. Ketiga, evaluator harus cermat dalam menangkap

informasi yang diterimanya. Kecermatan ini ditandai dengan adanya informasi

tertulis sebagaimana yang disampaikan oleh responders, pemaknaan informasi, dan

keterkaitan informasi dengan konteks yang lebih luas.

Selain observasi, pengumpulan data dapat dilakukan dengan kuisioner dan

wawancara. Misalnya, apabila seorang evaluator ingin mengetahui persepsi guru

tentang kurikulum yang berlaku, ia dapat mengumpulkan data tersebut dengan

wawancara. Demikian pula kalau evaluator ingin mengetahui tentang pendapat guru

mengenai sesuatu yang berhubungan dengan kualitas lingkungan kerja yang ada.

Setelah data selesai dikumpulkan, maka pengolahan data dapat langsung

dilakukan. Hal ini sebaiknya dilakukan saat evaluator masih berada di lapangan. Cara

ini memiliki beberapa keuntungan di antaranya ialah persoalan baru yang mungkin

muncul dari hasil analisis data dapat segera ditelusuri. Kedua, hal-hal yang tidak

jelas dapat segera dikomunikasikan kembali ke responden untuk mendapat

kejelasan. Ketiga, waktu untuk kegiatan evaluasi dapat dipersingkat mengingat

hakikat data kualitatif yang dikumpulkan.

[email protected]

Makalah Kurikulum Bahasa Model Evaluasi Studi Kasus_6

Setelah melakukan pengolahan data, evaluator dapat melanjutkan untuk

mengklasifikasi data. Evaluator harus memahami satu persatu data yang

dikumpulkan untuk dapat diklasifikasi. Proses pemahaman ini akan menyita waktu

cukup banyak. Apabila itu dilakukan ketika evaluator masih di lapangan, pekerjaan

tersebut dimulai dengan jumlah yang masih sedikit sehingga pekerjaan lebih mudah

dan proses klasifikasi dapat dilakukan secara progresif. Artinya, klasifikasi berjalan

terus sejalan dengan data yang masuk dan kelompok data yang baru muncul

bersamaan dengan masuknya data tadi.

Pada saat mengklasifikasi data, biasanya persoalan-persoalan akan muncul

ke permukaan. Tetapi,evaluator diharapkan jangan sampai terlena oleh tumpukan

data yang masuk. Kalau evaluator tidak hati-hati ia akan terbenam oleh pekerjaan

klasifikasi. Oleh karena itu dari hasil klasifikasi tersebut evaluator harus mampu

membuat“memoing”, yaitu pembuatan memo mengenai konsep penting yang dapat

diambil dari klasifikasi. Dengan memo ini evaluator dapat mengarahkan

pekerjaannya lebih baik. Ia juga membantu evaluator pada waktu menulis laporan

akhir.

Tahapan terakhir yang harus dilakukan evaluator adalah membuat laporan hasil

evaluasi. Pekerjaan memoles laporan akhir ini akan lebih mudah karena evaluator

tidak lagi berhubungan dengan data secara langsung tetapi dengan memo yang telah

dibuatnya.

[email protected]

Makalah Kurikulum Bahasa Model Evaluasi Studi Kasus_7

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Model studi kasus (case study) adalah model utama dalam evaluasi kualitatif.

Evaluasi model studi kasus memusatkan perhatiannya pada kegiatan pengembangan

kurikulum di satu satuan pendidikan. Evaluasi studi kasus hanya dilakukan dalm satu

unit kegiatan, unit tersebut dapat berupa satu sekolah, satu kelas, bahkan terdapat

seorang guru atau kepala sekolah, atau dapat dikatakan n=1. Data yang dikumpulkan

dalam model evaluasi studi kasus adalah data kualitatif, bukan data kuantitatif,

seperti proses rekaman yang tidak dapat ditulis dengan angka dan harus diungkapkan

dengan proses pula.

Tahapan yang harus dilakukan dalam evaluasi studi kasus adalah familiarisasi

terhadap kurikulum dan keberadaan evaluator dilapangan; melakukan observasi,

kuisioner atau wawancara; pengolahan data; pengklasifikasian data dan pembuatan

memo; dan terakhir adalah pembuatan laporan akhir.

3.2 Saran

Evaluasi kurikulum dengan model studi kasus sangat penting dilakukan apabila

para evaluator menginginkan data secara kualitatif. Oleh sebab itu, penting bagi

evaluator untuk memahami apa saja yang harus ia lakukan dalam tahapan evaluasi

dengan model studi kasus. Sehingga evaluasi kurikulum dapat berjalan dengan baik

dan bermanfaat sebagaimana tujuan dari evaluasi itu sendiri.