kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc
-
Upload
jennifer-brock -
Category
Documents
-
view
15 -
download
2
description
Transcript of kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan struktur tulang
(perubahan mikroarsitektur jaringan tulang) sehingga menyebabkan tulang menjadi mudah
patah. (Hughes, 2006). Secara tidak langsung massa tulang yang dimiliki lebih rendah dari
orang normal. Sehingga peluang terjadinya patah tulang akan lebih tinggi dibandingkan yang
tidak mengalami osteoporosis.(Cosman, 2009)
Osteoporosis sering disebut juga dengan ”silent disease”, karena penyakit ini datang
secara tiba-tiba, tidak memiliki gejala yang jelas dan tidak terdeteksi hingga orang tersebut
mengalami patah tulang. Akan tetapi, seseorang yang mengalami osteoporosis akan merasa
sakit/pegal-pegal di bagian punggung atau daerah tulang tersebut. (Yatim,2003).
Sesuai dengan bertambahnya usia dan pertumbuhan penduduk serta banyak faktor
lainnya, jumlah pasien dengan osteoporosis telah meningkat secara signifikan. Saat ini osteo-
porosis telah menjadi masalah di seluruh dunia dengan perkiraan pasien telah mencapai 75
juta orang di Eropa, Amerika dan Japan.( Priminiarti,2010)
Data pemeriksaan di lima kota besar di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan
bahwa 36% dari subyek menderita osteopenia, dan 29% menderita osteoporosis. Di
Indonesia, osteoporosis yang terjadi pada usia di bawah 50 tahun adalah 14%, kemudian
meningkat menjadi 28% pada usia 50-60 tahun, dan 47% pada usia 60-70 tahun. ( Prim-
iniarti,2010)
Postmenopause adalah berhentinya menstruasi dan kesuburan secara perma-
nen yang terjadi 12 bulan setelah menstruasi terakhir. Pada usia empat puluhan, siklus mulai
memanjang lagi. Meskipun kebanyakan orang cenderung percaya bahwa dua puluh delapan
hari merupakan panjang siklus yang normal, penelitian telah membuktikan bahwa hanya
12,4% wanita benar-benar mempunyai siklus 28 hari dan 20% dari semua wanita mengalami
siklus tidak teratur.(Ghozally,2005)
Usia postmenopause perempuan Indonesia bervariasi tergantung usia menarche, tetapi
secara umum rata-rata sekitar usia 45-55 tahun. Tahun- tahun pertama setelah menopause,
wanita mengalami kehilangan kepadatan tulang, yang pelan tapi secara terus menerus terjadi.
Tingkat hilang tulang sekitar 0,5-1 % per tahun dari berat tulang pada wanita pasca-
menopause. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen pada
wanita yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat.
(Ghozally,2005)
Penyakit reumatik yang biasa disebut arthritis (radang sendi) dan dianggap sebagai
satu keadaan sebenarnya terdiri atas lebih dari 100 tipe kelainan yang berbeda. Penyakit ini
terutama mengenai otot–otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian pada laki–
laki maupun wanita dengan segala usia. Sebagian gangguan lebih besar kemungkinannya un-
tuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan pasien atau lebih menyerang jenis ke-
lamin yang satu dibandingkan lainnya. Dampak keadaan ini dapat mengancam jiwa penderi-
tanya atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh
penyakit reumatik tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan ak-
tivitas hidup sehari – hari tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas tetapi dapat menimbulkan
kegagalan organ dan kematian atau mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri. Keadaan mu-
dah lelah, perubahan citra diri serta gangguan tidur (Kisworo, 2008)
Arthritis rheumatoid merupakan kasus panjang yang sangat sering diujikan.
Biasanya terdapat banyak tanda-tanda fisik. Insiden puncak dari arthritis rheumatoid
terjadi pada umur dekade ke empat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih
sering dari pada laki-laki (Kisworo, 2008)
Didasarkan pengukuran kepadatan sumsum tulang atau Bone Mass Density (BMD),
wanita dengan rheumatoid arthritis ternyata memiliki resiko dua kali lebih tinggi terkena
osteoporosis, Penurunan BMD secara signifikan ditemukan pada tulang paha pasien rheuma-
toid arthritis yang berumur 50-59 tahun (4,2%) dan 60-70 tahun (5,0%). Reduksi secara sig-
inifikan juga terlihat dalam ukuran BMD tulang pinggul total dari wanita berumur 40-49
tahun (3,7%), 50-59 tahun (6,0%) dan 60-70 tahun (8,5%).Tetapi ukuran BMD tidak menu-
run secara siginifikan pada tulang punggung (L2-4).(Kisworo,2008)
Berdasarkan fenomena diatas itulah penulis tertarik melakukan penelitian ten-
tang “HUBUNGAN ANTARA OSTEOPOROSIS DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS
PADA WANITA POSTMENOPAUSE DI KELURAHAN WARU, SIDOARJO”
Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara rheumatoid arthritis dengan osteoporosis pada wanita
postmenopause di Kelurahan Waru Sidoarjo?
Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan hubungan antara
rheumatoid arthritis pada wanita postmenopause di kelurahan Waru, Sidoarjo
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran rheumatoid arthritis pada wanita postmenopause
dengan osteoporosis pada wanita post menopause di kelurahan Waru, Sidoarjo
b. Untuk mengetahui gambaran osteoporosis pada wanita post menopause di
kelurahan Waru, Sidoarjo.
Manfaat hasil penelitian
1. Bagi Masyarakat
Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya pada wanita pra-
menopause terhadap rheumatoid arthritis yang dapat meningkatkan resiko os-
teoporosis pada wanita postmenopause.
2. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyu-
luhan kepada wanita usia produktif mengenai osteoporosis pada masa postme-
nopause dan Riwayat penyakitnya khususnya Rheumatoid arthritis.
3. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan ilmu kedokteran khususnya ilmu kesehatan
tentang osteoporosis dan rheumatoid arthritis yang mempengaruhinya.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan informasi untuk
penelitian berikutnya.
5. Bagi Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma Surabaya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan referensi mahasiswa
lainnya di Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma mengenai hubungan rheumatoid arthritis
dengan osteoporosis pada wanita postmenopause.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan tentang osteoporosis
2.1.1 Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan kuali-
tas dan kepadatan massa tulang, sehingga menyebabkan tulang menjadi rapuh dan risiko
patah tulang (WHO 1994).
2.1.2 indikasi
Gejala osteoporosis sering diabaikan oleh pasien karena tidak ada gejala spesifik. Gejala da-
pat berupa nyeri pada tulang dan otot, terutama sering terjadi pada punggung.
Patah tulang yang paling umum terjadi di bagian pinggul, tulang belakang, dan pergelangan
tangan. Terjadinya patah tulang ini meningkat seiring meningkatnya usia baik pada wanita
maupun pria.(Cosman,2009)
Patah tulang belakang dapat berimbas pada beberapa konsekuensi yang cukup serius, antara
lain: menurunnya tinggi badan, rasa sakit pada punggung yang menyiksa, dan berubahnya
bentuk tulang. Sedangkan patah tulang pinggul, terkadang dibutuhkan operasi lebih lanjut un-
tuk penanganannya.(Priminiarti,2010)
Osteoporosis terjadi bila hilangnya massa tulang lebih besar daripada produksinya. Beberapa
penyebab osteoporosis:
1). Primer
A. Osteoporosis postmenopause
Terjadi karena turunnya kadar estrogen, hormon utama pada wanita yang
menyebabkan osteoklas (sel perusak tulang) menjadi lebih aktif dan pembentukan tu-
lang menurun sehingga hilangnya massa tulang berlangsung dengan cepat. Biasanya
gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai
muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang
sama untuk menderita osteoporosis postmenopause, wanita kulit putih dan daerah
timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. (Tjandra,2009)
B. Osteoporosis senilis
Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia
dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang
yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit
ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang
wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. (Tjan-
dra,2009)
2).Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan
medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal
kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-
obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk
keadaan ini. (Tjandra,2009)
3) Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini ter-
jadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari ra-
puhnya tulang (Tjandra,2009)
Gambar 1.1 Perbandingan tulang normal dan osteoporosis (Tjandra,H, 2010)
Gambar dia atas menunjukan perbandingan antara massa tulang normal dengan massa
tulang yang terkena osteoporosis. Terlihat bahwa terjadi pengurangan serta pengeroposan
massa tulang sehingga rongga pada tulang terlihat lebih renggang.
2.1.3 Risiko osteoporosis
Pada penyakit osteoporosis yang su-
dah lanjut da- pat menimbulkan beberapa
risiko komp- likasi. Risiko komplikasi
tersebut antara lain:(Cosman,2009)
a. .Sakit yang kronis
b. Menurunnya fungsi mobilitas
c. Berkurangnya fungsi paru-paru
d. Sangat bergantung pada orang lain
e. Susah tidur
f. Patah tulang di tulang belakang, pergelangan tangan dan pinggul
g. Kecacatan tulang belakang ( misalnya tidak bertambahnya tinggi dan menjadi
bungkuk)
2.1.4 Pencegahan osteoporosis.
Penyakit osteoporosis dapat ditekan perkembangannya. Penekanan jumlah
tersebut dapat dengan memperhatikan beberpa aspek, antara lain :
Zat gizi
a. Kalsium
Mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh yaitu kalsium. Kebutuhan kalsium
ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Karena pada usia lebih dari 30 tahun,
massa tulang akan mulai berkurang.(Tjandra, 2009)
b. Vitamin D
Penyakit yang cukup serius seperti osteoporosis dapat timbul akibat kurangnya asupan
vitamin D.Vitamin D mempunyai peranan penting dalam pemeliharaan dan pertumbuhan tu-
lang. . Seseorang cukup mendapatkan sinar matahari pada kulit, maka tidak akan mengalami
kekurangan asupan vitamin D.(Tjandra, 2009)
c. Fosfor
Fosfor merupakan mineral kedua yang banyak berperan dalam tubuh. Kalsium dan
fosfor menjadi komponen dalam tulang. Akan tetapi, jika jumlah fosfor lebih besar daripada
kalsium akan menyebabkan berkurangnya masa tulang. Karena pada makanan sumber fosfor
dapat meningkatkan hormon paratiroid yang dapat memicu pengeluaran kalsium melalui
urine, sehingga masa tulang pun akan berkurang. (Barker, 2002)
d. Vitamin K
Vitamin K mempunyai peranan dalam mengatur protein dalam tulang. Kekurangan
vitamin K akan mempengaruhi berkurangnya sintesis osteokalsin, sehingga tulang menjadi
kurang kuat. Dan pada beberapa studi penelitian, mengatakan bahwa seseorang yang memi-
liki asupan vitamin K yang tinggi, tulang yang dimiliki pun lebih padat dan resiko terjadinya
patah tulang menjadi rendah. (Heaney, 2005)
e. Protein
Terjadinya ostoporosis juga disebabkan oleh asupan protein yang berlebih. Karena
protein dapat menghasilkan asam jika diuraikan dalam tubuh. Sehingga asam tersebut ditahan
oleh tulang dan terjadilah pelepasan kalsium melalui urine. Ada studi yang mengatakan
adanya peningkatan asupan protein mempengaruhi kehilangan masa tulang. Dengan asupan
protein sebanyak 1 gram dapat meningkatkan pengeluaran kalsium lewat urin sebanyak 1 mg.
(Hughes, 2006)
Gaya hidup
a. Aktivitas fisik
Aktivitas yang dilakukan setiap orang berberbeda-beda. Dengan aktivitas fisik, berarti
otot tubuh bergerak dan menghasilkan energi. (Sutarina, 2008) Menurut Baecke, aktivitas
fisik dibagi menjadi 3, yaitu waktu bekerja, waktu olahraga, dan waktu luang. ( Kamso,2000)
Seseorang yang jarang melakukan aktivitas fisik akan mengakibatkan turunnya massa
tulang dan dengan bertambahnya usia terutama pada usia lanjut, otot pun akan menjadi
lemah, sehingga akan berpeluang untuk timbulnya patah tulang. (Compston, 2002) Hal terse-
but juga telah dibuktikan bahwa peluang terjadinya patah tulang 2 kali lebih besar pada
wanita usia lanjut yang jarang melakukan aktivitas fisik (berdiri < 5 jam) daripada yang ser-
ing melakukan aktivitas fisik. (Jahari et al, 2007)
b. Kebiasaan merokok
Dengan merokok, hormon estrogen dalam tubuh akan menurun dan akan mudah kehi-
langan masa tulang (BMD rendah/terjadi osteoporosis), sehingga lebih besar untuk men-
galami fraktur tulang. (Hughes, 2006)
Kebiasaan merokok sejak dini pada wanita akan lebih awal untuk mengalami
menopause, sehingga kadar estrogen akan lebih cepat menurun dan lebih berisiko untuk men-
galami osteporosis. (Compston, 2002)
c. Kebiasaan konsumsi kafein
Kebiasaan mengkonsumsi kafein dalam jumlah banyak, sekitar 6 cangkir atau lebih
dalam sehari, akan lebih besar untuk berisiko terkena osteoporosis. Akan tetapi, dalam buku
concept andcontroversies, pada orang yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi 2gelas/hari
peluang kehilangan kalsium pun akan meningkat. Karena ada penelitian yang mengatakan
bahwa berkurangnya masa tulang diakibatkan dari konsumsi kafein yang berlebihan, tetapi
jika dalam jumlah yang normal tidak akan membuat massa tulang berkurang. (Jahari et al,
2007)
d. Kebiasaan Konsumsi Alkohol
Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, akan meningkatkan terjadinya resiko patah
tulang. Hal ini disebabkan alkohol dapat mengurangi masa tulang, mengganggu metabolisme
vitamin D dan menghambat penyerapan kalsium. Sehingga terjadinya osteoporosis pun lebih
besar pada orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak
daripada orang yang tidak mengkonsumsi alkohol. (Compston, 2002)
2.1.5 metode tes
Standar untuk mendiagnosa osteoporosis adalah tes BMD, yang mengukur kepadatan
tulang dan menentukan risiko fraktur dengan menggunakan mesin dual X-Ray absorptiome-
try (DXA) yang banyak dipakai.
Menurut The National Osteoporosis Foundation (NOF), tes BMD diperuntukkan bagi:
• Semua wanita berusia 65 tahun atau lebih, tanpa memperhitungkan faktor resiko.
• Wanita yang mengalami menopause awal, dengan satu atau lebih faktor resiko (selain
keturunan Kaukasia, menopause dan wanita).
• Wanita yang telah mengalami menopause dan telah mengalami patah tulang (untuk
memastikan perlu dilakukan diagnosa dan menentukan tingkat keparahan penyakit)
• Wanita yang kekurangan hormon estrogen beresiko klinis menderita osteoporosis.
• Setiap orang yang memiliki tulang belakang yang tidak normal.
• Setiap orang yang telah mendapatkan, atau berencana untuk mendapatkan terapi
glukokortikoid (terapi yang mengandung steroid, seperti kortison, yang diproduksi
oleh korteks adrenal) dalam jangka panjang. Biasanya digunakan untuk mengobati
penyakit asthma.
• Setiap orang yang memiliki penyakit hipertiroid.
Tes BMD mengukur satu atau lebih tulang dari seseorang, umumnya pada bagian pinggul, tu-
lang belakang atau pergelangan tangan. Densitas terukur dari tulang-tulang ini kemudian
dibandingkan dengan usia, jenis kelamin dan ukuran tubuh.
Seseorang akan didiagnosis osteoporosis apabila BMD < – 2,5. (Compston,2013)
Hologic Sahara Quantitative Ultrasound Sonometry (QUS)
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan
densitas masa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Pada penelitian ini osteoporosis dinilai dengan menggunakan
Hologic Sahara Quantitative Ultrasound Sonometry (QUS) pada tulang calcaneus.
Alat ini menggabungkan pengukuran BUA (desibel per megahertz) dan SOS (meter
per detik) pada zona sentral calcaneus, untuk mengetahui perkiraan densitas mineral
tulang tumit (Heel Bone Mineral Density) yang kemudian ditampilkan sebagai skor T
yang dihitung berdasarkan persamaan: HBMD (gram/cm2) = 0,002692 ×
(BUA+SOS) – 3,687. Quantitative Ultrasound mengukur densitas massa tulang den-
gan mengukur kecepatan dan jumlah suara yang ditransmisikan ke tulang dan alat ini
dapat digunakan pada tulang dengan jaringan lunak dalam jumlah sedikit seperti cal-
caneus atau tumit.(Handayani et al, 2013)
2.2 Tinjauan tentang menopause
2.2.1 Definisi
Menopause adalah berhentinya menstruasi dan kesuburan secara permanen yang ter-
jadi 12 bulan setelah menstruasi terakhir. Pada usia empat puluhan, siklus mulai memanjang
lagi. Meskipun kebanyakan orang cenderung percaya bahwa dua puluh delapan hari meru-
pakan panjang siklus yang normal, penelitian telah membuktikan bahwa hanya 12,4% wanita
benar-benar mempunyai siklus dua puluh delapan hari dan 20% dari semua wanita mengalami
siklus tidak teratur. (Baziad,2002)
Menopause sendiri memiliki dua tahapan, yaitu Perimenopause dan Postmenopause
Perimenopause
Pada tahap ini anda akan mulai mengalami tanda dan gejala menopause meskipun
anda tetap mengalami menstruasi. Hormon anda akan meningkat dan turun dengan tidak mer-
ata, dan anda mungkin mengalami gejala menopause. (Baziad,2002)
Postmenopause
Ketika 12 bulan telah lewat sejak menstruasi terakhir, ovarium menghasilkan sedikit
estrogen dan tidak ada progesteron. (Baziad,2002)
2.2.2 Gejala.
Berikut ini beberapa gejala wanita mengalami menopause dini : ((Baziad,2002)
1. Kekeringan vagina
Ketika mengalami siklus hormonal, vagina akan selalu dilumasi den-
gan baik. Tetapi jika vagina menjadi kering untuk jangka waktu yang cukup lama, itu
merupakan tanda-tanda menopause semakin dekat
2. Sensasi terbakar
Sensasi terbakar adalah tanda yang paling umum dari menopause.
Tanda ini biasanya terasa seperti telinga terbakar.
3. Perubahan suasana hati
Wanita mengalami perubahan suasana hati di mana merasa mudah marah,
sedih, melankolis dan sering merasa tertekan.
4. Perubahan pola tidur
Beberapa wanita mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat tidur nyenyak
karena depresi atau gejolak hormonal. Perubahan pola tidur ini dapat mempengaruhi
suasana hati, produktivitas kerja dan juga hubungan pribadi.
5. Gairah seksual yang rendah
Pada usia 20-an dan 30-an, dorongan seksual wanita seharusnya sedang berada
di puncak. Tetapi jika Anda telah menghindari seks dan membuat banyak alasan un-
tuk mengalihkan perhatian pasangan, Anda perlu segera memeriksakan kadar hormon
Anda.
6. Menstruasi tidak teratur
Ketika siklus menstruasi menjadi tidak teratur secara tiba-tiba, Anda perlu
berkonsultasi dengan dokter. Periode menstruasi yang tidak teratur adalah bukti kon-
klusif dari menopause dini.
7. Rendah kalsium
Ketika tingkat estrogen berkurang dalam tubuh, tulang mulai kehilangan kal-
sium. Jadi jika Anda mengalami sakit sendi atau tulang yang lemah, itu bisa berarti
masa menopause sedang mendekati Anda.
8. Palpitasi
Hormon reproduksi wanita melindungi jantung dari kerusakan. Ketika masa
menopause sudah dekat, kondisi itu akan mulai mempengaruhi kesehatan jantung.
Palpitasi adalah tanda masalah jantung.
9.Infertilitas
Jika kadar hormon dan menstruasi menjadi tidak teratur, Anda akan memiliki
kesulitan untuk hamil. Infertilitas atau ketidaksuburan menjadi hal yang umum di an-
tara wanita yang mendekati menopause dini.
2.2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya menopause antara lain: (Panay,2007)
1. Penurunan hormon reproduksi secara alamiah yang terjadi seiring dengan usia sekitar
40an tahun.
2. Hysterectomy (pergerakan uterus). Meskipun anda tidak lagi mengalami menstruasi,
ovarium akan tetap memproduksi sel telur dan hormon estrogen dan progesteron.
Tetapi proses perpindahan tidak akan terjadi karena berpindahnya uterus dan ovarium.
3. Kemoterapi dan terapi radiasi lain yang digunakan untuk mengobati kanker dapat
menyebabkan menopause.
4. Tidak cukup memproduksi hormon reproduksi.
2.2.4 Faktor resiko
beberapa faktor lain yang mendukung menopause itu terjadi dan kapan menopause itu
terjadi, diantaranya ialah :(Ghozally,2005)
1. Usia saat haid pertama kali ( menarche )
Jika seorang wanita pertama kali mengalami menstruasi terbilang dalam usia yang
masih belia, maka menopause yang akan terjadi semakin lama.
2. Faktor psikis
Mereka para wanita yang belum menikah dan bekerja sangat mempengaruhi
menopause itu lebih cepat terjadi dibanding dengan mereka yang tidak menikah dan tidak
bekerja. Hal ini sangat mempengaruhi keadaan psikis wanita.
3. Jumlah anak
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa wanita yang melahirkan banyak anak,
cenderung lebih mudah dan lebih cepat mengalami penuaan dini dan mereka makin dekat
dengan masa menopause.
4. Usia melahirkan
Ketika seorang wanita melahirkan atau memilii seorang anak dalam usia yang cukup
tua misalnya memiliki anak di usia 35 tahun, maka semakin lama wanita tersebut memasuki
usia menopause. Hal ini disebabkan oleh ketika seorang dalam masa kehamilan dan persali-
nan di usia yang cukup tua akan berpengaruh pada lambannya proses sistem kerja dari organ
reproduksi dan memperlambat proses penuaan dini
5. Pemakaian kontrasepsi
Pemilihan dalam pemakaian alat kontrasepsi juga dapat mempengaruhi seorang
wanita mengalami keterlambatan dalam menopause.
6. Merokok
Rokok memang menjadi salah satu penyebab dari banyak penyakit. Wanita yang suka
merokok cenderung lebih cepat mengalami masa menopause.
2.2.5 meminimalkan risiko
Risiko Menopause
Oleh karena menopause adalah kejadian biologis yang terjadi secara alamiah maka
tak ada cara apapun untuk dapat mencegah terjadinya hal tersebut.
Meskipun demikian, terdapat cara-cara tertentu untuk mencegah resiko terjadinya
penyakit yang diakibatkan oleh hilangnya estrogen antara lain osteoporosis dan penyakit jan-
tung. Cara-cara itu adalah :(Ghozally,2005)
a. Meningkatkan konsumsi phytoestrogen :
• Asupan phytoesterogen (isoflavon dan lignan) yang cukup tinggi dapat membantu
mengurangi keluhan menopause. Bahan tersebut juga menurunkan resiko penyakit
yang terjadi akibat hilangnya estrogen. Secara alamiah, phytoestrogen terdapat dalam
makanan tertentu:
• Isoflavone: kacang kedelai, buncis , kacang panjang dan kacang polong.
• Lignan: biji-bijian tumbuhan, beberapa jenis buah dan sayuran.
• Vitamin E , ubi jalar dan “black cohosh” diperkirakan dapat mengurangi gejala
menopause
b. Konsumsi makanan yang sehat :
• Diet dengan makanan sehat dapat memperbaiki perasaan sehat pada diri anda dan
menurunkan resiko penyakit jantung, osteoporosis dan jenis keganasan tertentu.
• Diet harus rendah lemak jenuh dan banyak makan buah-buahan, sayur dan biji-bijian.
• Asupan kalsium yang cukup ( 1200 sampai 1500 mg perhari) dapat membantu menu-
runkan resiko osteoporosis. Anda dapat meningkatkan asupan kalsium dalam makanan
dengan konsumsi makanan sehari-hari yang mengandung kalsium (disarankan yang
rendah atau tanpa lemak) misalnya sayuran hijau yang segar, makanan atau saribuah
yang mengandung kalsium tinggi. Vitamin D yang dijumpai pada sinar matahari dan
sejumlah makanan tertentu (susu, hati dan ikan tuna) dapat membantu proses penyera-
pan kalsium
c. Hindari kafein dan alkohol :
• Menghentikan minum kafein dan alkohol dapat menurunkan gejala kecemasan dan
gangguan tidur.
• Selain itu, dengan menghentikan minum kopi dan alkohol maka terjadi penurunan
hilangnya kalsium tubuh dan risiko menderita gangguan kesehatan lain.
d. Menghentikan merokok :
Merokok adalah penyebab kematian pada usia muda yang paling dapat dicegah.
Menghindari rokok dapat menurunkan resiko terjadinya menopause dini, penyakit jantung,
osteoporosis dan sejumlah keganasan termasuk kanker paru dan servik
Banyak wanita yang mampu menghentikan kebiasaan merokok melalui serangkaian
perjuangan yang hebat. Dokter anda dapat membantu dengan memberikan obat tertentu untuk
menghentikan kebiasaan merokok seperti misalnya melalui pemberian obat antidepresan.
Kelas-kelas pendukung penghentian kebiasaan merokok seringkali memperlihatkan
manfaat yang sangat penting.
Keberhasilan utama dalam program penghentian kebiasaan merokok adalah kombi-
nasi antara modifikasi perilaku dan penggunaan obat-obatan.
e. Olahraga teratur:
Olah raga teratur adalah cara utama dalam menghilangkan sejumlah gejala
menopause. Olah raga teratur akan memperbaiki pola tidur, merangsang biokimiawi otak
yang dapat menurunkan perasaan negatif dan depresi.
Berjalan kaki, menaiki tangga, mengangkat tubuh dapat memperkuat struktur tulang dan
menurunkan resiko osteoporosis.
f. Mengatasi stres:
Selama menopause, anda mungkin akan berhadapan dengan sejumlah keadaan yang
menyebabkan stress seperti misalnya anak yang sudah beranjak dewasa atau meninggalkan
rumah, perawatan orang tua anda dan pengaturan tanggung jawab yang lain. Anda dapat
mengurangi stres dengan cara anda sendiri seperti makan makanan yang sehat, istirahat yang
cukup, olahraga teratur, menyediakan waktu yang cukup.
Terdapat sejumlah tehnik relaksasi yang dapat membantu anda dalam mengatasi stress secara
efektif seperti yoga, olah pengaturan pernafasan, meditasi.
2.3 C. Rheumatoid Arthritis (RA)
1. Pengertian
Rheumathoid Arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi sistemik kronik yang menye-
babkan tulang sendi destruksi dan deformitas, serta mengakibatkan ketidakmampuan . RA
adalah suatu penyakit autoimun dan inflamasi sistemik kronik terutama mengenai jaringan
sinovium sendi dengan manifestasi utama poliarthritis progresif dan melibatkan seluruh organ
tubuh. (Brunner&Suddarth, 2002).
2. Epidemiologi
Dengan tingkat prevalensi 1 sampai 2 % di seluruh dunia, prevalensi meningkat
sampai hampir 5 % pada wanita di atas usia 50 tahun. Angka penderita RA belum dapat di-
pastikan Pada tahun 2000 ditemukan kasus baru RA yang merupakan 4,1 % dari seluruh ka-
sus baru di Poliklinik Rheumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Seiring dengan
bertambahnya umur, penyakit ini meningkat baik wanita Maureen laki-laki. Puncak kejadi-
anya pada umur 20-45 tahun.. Prevalensi lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki
laki, lebih dari 75 % penderita RA adalah wanita dengan perbandingan 3:1 . Rheumatoid Fak-
tor pada serum darah ditemukan 85% pasien penderita RA (Brunner&Suddarth, 2002).
3. Patofisiologi
Pada Rheumathoid Arthritis (RA), reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan
sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut
akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, poliferasi membran sinovial dan akhirnya
pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tu-
lang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan menganggu gerak sendi.
Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya elastisitas otot dengan kekuatan kontraksi otot (Junaidi,2002).
Gambar 2.1 Perbandingan Sendi Normal dengan Sendi Rheumatoid Arhtritis (Handono
dan Isbagyo, 2005)
Gambar diatas menunjukan perbandingan antara sendi yang normal dan sendi yang
terkena osteoporosis. Bahwa terlihat pada sendi yang mengalami RA mengalami kehilan-
gan masa tu- lang, erosi
tulang rawan serta men-
galami pem- bengkakan
pada synovial membrane.
Gambar ini dikutip dari
4. Penyebab
Penyebab RAsampai
saat ini masih belum dike-
tahui dengan pasti. Penyebab
RA ini masih terus diteliti di berbagai belahan dunia, namun agen infeksi seperti virus, bak-
teri, dan jamur, sering dicurigai sebagai pencetusnya. Sejumlah ilmuwan juga berpendapat,
bahwa beberapa faktor resiko seperti faktor genetik dan kondisi lingkungan pun ikut berperan
dalam timbulnya RA, seperti: (Brunner&Suddarth, 2002).
a. Genetik
Terdapat hubungan antara HLA-DW 4 dengan RA seropositif yaitu penderita mem-
punyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.
b. Hormon Sex
Faktor keseimbangan hormonal diduga ikut berperan karena perempuan lebih banyak
menderita penyakit ini.
c. Infeksi
Dengan adanya infeksi timbul karena permulaan sakitnya terjadi secara mendadak dan
disertai tanda-tanda peradangan. Penyebab infeksi diduga oleh bakteri, mikroplasma atau
virus.
d. Heart Shock Protein (HSP)
Heart Shock Protein merupakan sekelompok protein berukuran sedang yang dibentuk
oleh tubuh sebagai respon terhadap stres.
e. Radikal Bebas
Radikal superoksida dan lipid peroksidase yang merangsang keluarnya prostaglandin
dan pembengkakan. Penyebab RA belum diketahui dengan jelas, namun teori yang paling
banyak diterima menyebutkan bahwa RA merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan
peradangan pada sendi dan jaringan penyambung. Insiden meningkat dengan bertambahnya
usia terutama pada wanita. Insiden puncak adalah antara 40-60 tahun dan penyakit ini meny-
erang orang diseluruh dunia dan berbagai suku bangsa
5. Manifestasi Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita reumatoid artri-
tis. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena
penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi ((Junaidi,2002).
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan de-
mam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi di ar-
trodial dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam dapat bersifat generalisasi terutama
menyerang sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang bi-
asanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradan-
gan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radio-
gram.
e. Deformitas. kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas
boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada
penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari
subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan
kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.
f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar seper-
tiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas
ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan,
walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya
nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih be-
rat.
g. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain
di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat
rusak. Kelainan yang terjadi pada daerah artikule dibagi menjadi dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium Sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan diri pada jaringan sinovium (jaringan sendi tipis
yang berada di sendi). Sinovitis aktif mempunyai tanda-tanda hangat, pembengkakan di seki-
tar sendi yang radang, nyeri saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
Sendi-sendi yang terkena biasanya sendi-sendi superficial dimana kapsul sendi mudah dilihat
seperti, lutut, pergelangan tangan dan jari-jari.
2. Stadium Destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada
jaringan sekitar, ditandai adanya kontraksi tendon. Destruksi sendi yang progresif atau sub
luksasio (dislokasi parsial) terjadi ketika satu tulang bergeser terhadap lainnya dan menghi-
langkan rongga sendi. Selain tanda dan gejala tesebut terjadi pula perubahan bentuk pada tan-
gan yaitu bentuk jari Swan-Neck.
3. Stadium Deformitas
Pada stadium ini, terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali deformitas dan
gangguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali sinovitis berlanjut pada pem-
bentukan pannus, ankilisis fibrosa dan terakhir ankilosis tilang. Deformitas disebabkan oleh
ketidaksejajaran sendi (misalignment) yang terjadi akibat pembengkakan
6. Penatalaksanaan Rheumatoid Arhtritis (RA)
Rheumatoid Arhtritis (RA) saat ini belum ada obatnya, kecuali dibebabkan oleh in-
feksi. Obat yang tersedia hanya mengatasi gejala penyakitnya. Tujuan pengobatan yang di-
lakukan adalah untuk mengurangi nyeri, mengurangi terjadinya proses inflamasi pada sendi,
memelihara, dan memperbaiki fungsi sendi dan mencegah kerusakan tulang (Syamsul,2007).
Mengingat keluhan utama penderita Rheumatoid Arhtritis adalah timbulnya rasa ny-
eri, inflamasi, kekakuan, maka strategi penetalaksanaanya nyeri mencangkup pendekatan far-
makologi dan non farmakologi (Syamsul,2007).
a. Penatalaksanaan Farmakologi
Mengkombinasikan beberapa tipe pengobatan dengan menghilangkan nyeri. Obat anti
infalamasi yang dipilih sebagai pilihan pertama adalah aspirin dan NSAIDs dan pilihan ke
dua adalah kombinasi terapi terutama Kortikosteroid (Bruke&Laramie, 2000). Pemberian ko-
rtikosteroid digunakan untuk mengobati gejala Rheumatoid Arthritis saja seperti nyeri pada
sendi, kaku sendi pada pagi hari, lemas, dan tidak nafsu makan. Cara kerja obat Kortokos-
teroid dengan menekan sistem kekebalan tubuh sehingga reaksi radang pada penderita berku-
rang (Handono&Isbagyo, 2005). Efek samping jangka pendek menggunakan Kortikosteroid
adalah pembengkakan, emosi menjadi labil, efek jangka panjang tulang menjadi keropos,
tekanan darah menjadi tinggi, kerusakan arteri pada pembuluh darah, infeksi, dan katarak.
Penghentian pemberian obat ini harus dilakukan secara bertahap dan tidak boleh secara men-
dadak (Bruke&Laramie, 2000)
b. Penatalaksanaan Non Farmakologi
Tindakan non farmakologi mencangkup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan
agen-agen fisik. Tujuannya adalah mengubah persepsi penderita tentang penyakit, mengubah
perilaku, dan memberikan rasa pengendalian yang lebih besar (Perry&Potter, 2006). Meng-
gunakan terapi modalitas maupun terapi komplementer yang digunakan pada kasus dengan
Rheumatoid Arhtritis pada lansia mencangkup :
1.) Terapi Modalitas
a) Diit makanan merupakan alternatif pengobatan non farmakologi untuk penderita Rheuma-
toid Arhtritis (Burke&Laramie, 2000). Bagi penderita Rheumatoid Arhtritis seperti
mengkonsumsi jus seledri dan daun selada, kubis, bawang putih, bawang merah, dan
wortel (Nainggolan, 2006). Penderita dapat mengkonsumsi buah musiman yaitu anggur,
cherry, sirsak, apricort, dan buah tin serta sebaiknya hindari makanan seperti lobak, bun-
cis, kacang tanah, adas, dan tomat. Mengkonsumsi minyak ikan yang mengandung
Omega 3 seperti ikan salmon, tuna, sarden, dan makarel akan mengurangi dan menghi-
langkan kekakuan pada sendi di pagi hari dan pembengkakan. 1 gram minyak ikan yang
dikonsumsi dapat menurunkan pembengkakan dan nyeri pada sendi. Begitu pula dengan
mengkonsumsi multivitamin setiap hari yang mempunyai sifat anti inflamasi dan anti ok-
sidan sangat bermanfaat bagi penderita Rheumatoid Arhtritis (Eliopoulus, 2005).
b) Kompres panas dan dingin serta massase. Penelitian membuktikan bahwa kompres panas
sama efektifnya dalam mengurangi nyeri (Brunner&Suddarth. 2002). Pilihan terapi panas
dan dingin bervariasi menurut kondisi penderita, misalnya panas lembab menghilangkan
kekakuan pada pagi hari, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan sendi yang
mengalami peradangan (Perry&Potter, 2006). Namun pada sebagian penderita, kompres
hangat dapat meningkatkan rasa nyeri, spasme otot, dan volume cairan sinovial. Jika
proses inflamsi bersifat akut, kompres dingin dapat di coba dalam bentuk kantung air din-
gin atau kantung es . Massase dengan menggunakan es dan kompres menggunakan kan-
tung es sangat efektif menghilangkan nyeri. Meletakkan es di atas kulit memberikan
tekanan yang kuat, diikuti dengan massase melingkar, tetap, dan perlahan. Lokasi pen-
gompresan yang paling efektif berada di dekat lokasi aktual nyeri, serta memakan waktu 5
sampai 10 menit dalam mengkompres dingin (Perry&Potter, 2006).
c) Olah raga dan istirahat. Penderita Rheumatoid Arhtritis harus menyeimbangkan kehidu
pannya dengan istirahat dan beraktivitas. Saat lansia merasa nyeri atau pegal maka
harus beristirahat (Brunner&Suddarth, 2002). Istirahat tidak boleh berlebihan karena akan
mengakibatkan kekakuan pada sendi. Latihan gerak (Range of Motion) merupakan terapi lati-
han untuk memelihara atau meningkatkan kekuatan otot (Brunner&Sudarth,2002). Mencegah
ketidaknyamanan akibat stress aktivitas atau stress akibat menanggung beban berat pada
sendi, penggunaan verban tekan, bidai, dan alat bantu mobilitas seperti tongkat, kruk,
dan tripod dapat membantu mengurangi rasa nyeri dengan membatasi gerakan
(Brunner&Suddarth, 2002).
d) Sinar Inframerah. Cara yang lebih modern untuk menhilangkan rasa saklit
akibat rematik adalah penyinaran menggunakan sinar inframerah. Meskipun
umumnya dilakukan di tempat-tempat fisioterapi, penyinaran tidak boleh
melampaui 15 menit dengan jarak lampu dan bagian tubuh yang disinari sekitar
1 meter. Harus diperhatikan juga agar kulit di tempat rasa sakit tadi tidak
sampai terbakar (Syamsul, 2007).
2.) Terapi Komplementer
a) Menggunakan obat-obatan dari herbal. Brithis Journal of Clinical Pharmacology mela-
porkan hasil penelitian menyatakan bahwa 82 % lansia dengan Rheumatoid Arhtritis men-
galami perbedaan nyeri dan pembengkakan dengan menggunakan obat-obatan dari herbal
(Eliopoulus, 2005). Beberapa jenis herbal yang bisa membuat mengurangi dan menghi-
langkan nyeri pada Rheumatoid Arhtritis misalnya jahe dan kunyit, biji seledri, daun lidah
buaya, aroma terapi, rosemary, atau minyak juniper yang bisa menghilangkan bengkak
pada sendi (Syamsul, 2007).
b) Accupresure. merupakan latihan untuk mengurangi nyeri pada Rheumatoid Arthritis. Ac-
crupresure memberikan tekanan pada alur energi disepanjang jalur tubuh. Tekanan yang
diberikan pada alur energi yang terkongesti untuk memberikan kondisi yang sehat pada pen-
derita ketika titik tekanan di sentuh, maka dirasakan sensasi ringan dengan denyutan di
bawah jari-jari. Mula-mula nadi dibeberapa titik akan terasa berbeda, tetapi karena terus-
menerus dipegang nadi akan menjadi seimbang, setelah titik tersebut seimbang dilanjutkan
dengan menggerakan nadi-nadi tersebut dengan lembut (Syamsul, 2007).
c) Relaxasi Progresive. Dapat diberikan dengan pergerakan yang dilakukan pada keseluruhan
otot, trauma otot extrim secara berurutan dengan gerakan peregangan dan pelemasan. Realax-
asi progresiv dilakukan secara berganitan. Terapi ini memilki tujuan untuk mengurangi kete-
gangan pada otot khususnya otot-otot extremitas atas, bawah, pernapasan, dan perut serta
melancarkan sistem pembuluh darah dan mengurangi kecemasan penderita (Syamsul, 2007).
7. Hubungan antara RA dengan osteoporosis
Didasarkan pengukuran kepadatan sumsum tulang atau Bone Marrow Density
(BMD), wanita dengan rheumatoid arthritis ternyata memiliki resiko dua kali lebih
tinggi terkena osteoporosis, menurut Jurnal Arthritis and Rheumatism edisi
Maret. (Junaidi,2002).
Penurunan BMD secara signifikan ditemukan pada tulang paha pasien rheumatoid
arthritis yang berumur 50-59 tahun (4,2%) dan 60-70 tahun (5,0%). Reduksi secara sig-
inifikan juga terlihat dalam ukuran BMD tulang pinggul total dari wanita berumur 40-49
tahun (3,7%), 50-59 tahun (6,0%) dan 60-70 tahun (8,5%). Tetapi ukuran BMD tidak menu-
run secara siginifikan pada tulang punggung (L2-4).(Junaidi, 2002).
"Ukuran perbandingan dari seluruh pasien yang mengalami penurunan BMD
adalah..27,6% pada tulang paha, 31,6% pada seluruh tulang pinggul dan
19,6%... pada tulang punggung (L2-4),", Ukuran ini dapat dibandingkan dengan 16% yang
lazim dalam referensi.(Perry&Potter, 2006)
Wanita berumur 60-70 mempunyai kemungkinan untukmengalami penurunan BMD
pada ketiga jenis tulang tadi. Penggunaan prednisolonejuga sangat mungkin menyebabkan
penurunan massa tulang. Laporan itu jugamengindikasikan bahwa dalam model multivariat,
faktor usia lanjut, rendahnyaberat badan dan penggunaan corticosteroid dapat mempredik-
sikan rendahnya BMDpada ketiga jenis tulang tersebut. Nilai yang tertera pada "Higher
Health Assessment Questionnaire " juga memprediksikan hasil BMD yang lebih rendah
dari tulang paha dan pinggul, mengingat faktor penyebab rheumatoid secara positif juga dira-
malkan hanya dari penurunan BMD dari tulang paha.(Perry&Potter, 2006).
BAB III
Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka konsep
Faktor risiko osteoporosis dibagi menjadi 5, yaitu faktor medis, faktor klinis, faktor
perilaku, faktor nutrisi, faktor genetik. Penelitian ini berfokus pada faktor medis yaitu
Rheumatoid Arthritis sebagai penyebab osteoporosis pada wanita postmenopause.
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
Rheumatoid arthritis
Faktor resiko osteoporosis
Faktor Genetik
Faktor Nutrisi
Faktor Perilaku
Faktor Klinis
Faktor Medis Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
OSTEOPOROSIS
pada wanita post-menopause
Faktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor Genetik
Faktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor Nutrisi
Faktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor Perilaku
Faktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor Klinis
Faktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor Medis
Faktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosis
Hipotesis Penelitian
H0 : Tidak ada hubungan antara RA dengan osteoporosis pada wanita postmenopause di
kelurahan Waru, Sidoarjo.
H1: Ada hubungan antara RA dengan osteoporosis pada wanita postmenopause di kelura-
han Waru, Sidoarjo.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif. Merupakan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian asosi-
atif merupakan penelitian dengan tingkatan tertinggi dibanding penelitian deskriptif
dan komparatif. Dengan penelitian asosiatif dapat dibangun suatu teori yang berfungsi
untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala/fenomena. (Nasir,dkk,
2011)
4.2. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yang bertujuan un-
tuk mengamati hubungan antara faktor resiko dengan akibat yang terjadi berupa
penyakit atau keadaan kesehatan tertentu dalam waktu yang bersamaan, ditanya
masalahnya (akibat) sekaligus penyebabnya (faktor resiko) (Nasir,dkk, 2011).
4.3. Variabel Penelitian
Variabel adalah karakteristik objek yang dapat diklasifikasikan kedalam seku-
rang-kurangnya dua klasifikasi (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini menggunakan
dua variabel (Nasir,dkk, 2011), yaitu :
1. Variabel bebas, sering disebut juga sebagai variabel stimulus (Sugiyono,
2010). Merupakan variabel yang dapat mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent (terikat). Dalam peneli-
tian ini yang menjadi variabel bebas adalah penyakit RA
2. Variabel terikat, sering disebut juga variabel output (Sugiyono, 2010).
Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat
adalah osteoporosis pada wanita postmenopause.
4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Posyandu Lansia, Kelurahan Waru, Sidoarjo
4.5. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek / subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2010).
Populasi pada penelitian adalah wanita postmenopause yang berada di Kelura-
han Waru, Sidoarjo.
2. Sampel
Sampel yang diambil adalah wanita postmenopause di Posyandu Lan-
sia Kelurahan Waru, Sidoarjo
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
accidental sampling yaitu mengambil sample yang sesuai dengan ketentuan
atau persyaratan sample dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau
atau didapatkan.(kuntoro,2009) Didapatkan sekitar 94 wanita postmenopause,
baik yang menderita osteoporosis maupun tidak.
4.6. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan sebuah seperangkat instruksi yang lengkap
untuk menetapkan apa yang akan diukur dan bagaimana cara mengukur variabel dan
apa yang diukur dinyatakan dalam bentuk indikator atau subvariabel (Supriyanto,
2007).
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Osteoporsis adalah suatu keadaan dimana terjadi kerusakan pada jaringan
dalam tulang dan rendahnya massa tulang berdasarkan pemeriksaan DMT
yang menunjukan T score lebih dari sama dengan -2,5
2. Postmenopause adalah suatu kondisi dimana seseorang telah melewati proses
tahapan hilangnya aktivitas folikel ovarium (menopause) dalam waktu lebih
dari 12 bulan
3. Pernah periksa kepada dokter setempat bahwa menderita RA, meskipun per-
nah menderita RA maupun sampai sekarang.
4.7. Analisa data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diper-
oleh secara langsung dari subyek penelitian (Notoatmojo,2002) diperoleh dari
hasil wawancara dan tes BMD yang diikuti oleh semua subyek penelitian.
. 2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan 2 tahap. Pada tahap pertama di
lakukan wawancara kepada subyek untuk mengetahui apakah
subyek menderita Rheumatoid Arthritis, setelah selese wawancara, subyek
mengikuti tes BMD untuk mengetahui kepadatan tulang. (Notoatmojo,2002)
Inform Consent
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden apakah mempun-yai penyakit RA
Inform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform Consent
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RA
3. Analisis Bivariat
Analisis bivariabel digunakan untuk meneliti kekuatan hubungan an-
tara dua variabel (variabel bebas dengan variabel terikat). Uji statistik yang di-
gunakan adalah uji chi square untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dua
variabel analisis chi-square dilakukan dengan menggunakan SPSS dengan
tingkat signifikan p< 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Dasar pengambilan kepu-
tusan dengan tingkat kepercayaaan 95% adalah jika nilai p< 0,05 maka hipote-
sis penelitian diterima dan jika nilai p> 0,05 maka hipotesis penelitian di tolak
(Budiarto, 2002).
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
DAFTAR PUSTAKA
1. Baziad, A. 2002 Seputar masalah menopause, www.klinik_perempuan.com diakses tang-
gal 15 desember 2013
2. Barker, Helen M. 2002. Nutrition and Dietetics for Health Care. United Kingdom. Chur-
cill Livingstone.
3. Burke and Laramie.2000 Primary Care of The Older Adult A Multidisiplinary Approach.
St. Louis
4. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume
3.Jakarta :EGC.2002
5. Cosman,F.2009. Osteoporosis : Panduan Lengkap Agar Tulang anda Tetap Sehat. Yo-
gyakarta : PT Bintang Pustaka
6. Compston, A ,2013, Guideline for the diagnosis and management of osteoporosis, NOGG
National osteoporosis guideline group, UK
7. Compston, Juliet DR. 2002, Seri Kesehatan, Bimbingan Dokter pada Osteoporosis.
Jakarta : Dian Rakyat
8. Eliopoulus,C.2005 Gerontological Nursing Sixth Edition. Philadelphia : Lippincott
9. Ghozally, F. R. 2005 Kecerdasan emosi & kualitas hidup. Jakarta: Edsa Mahkot
10.Handayani,Y, Oktavianus,Trianto H.F,2013. Gambaran Risiko Osteoporosis Berdasarkan
Indeks Massa Tubuh Pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresnawerdah Mulia Dharma
Kabupaten Kubu Raya, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Univer-
sitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat.
11. Handono dan Isbagyo, 2005. Pemilihan Terapi Rematik yang Efektif, Aman, dan Ekonomis. Di-
unduh dari http://www.tempo.co.id/. Diaskes pada tanggal 1 Desember 2013.
3. Heaney,R,2005,The Vitamin D requirement in health and disease ,Creighton University,
USA
4. Hughes, Bess D, Osteoporosis, dalam Buku Modern Nutrition in Health and Disease
Tenth Edition, Lippincott Wiliams and Wilkins, 2006.
5. Jahari,et al. 2007 Risiko Osteoporosis di Indonesia. Puslitbang Giza dan Makanan Depkes
RI, Bogor.
6. Junaidi.2002 Iskandar. Rematik dan Asam Urat. Jakarta : Buana Ilmu Populer.
7. Kamso,S,2000, NUTRITIONAL ASPECTS OF HYPERTENTION IN THE INDONESIAN
ELDERLY : A COMMUNITY STUDY IN 6 BIG CITIES, (DISERTASI). Disertation Post
Graduate Program University of Indonesian, Depok.
8. Kisworo,B.2008 Demam Rematik. Cermin Dunia Kedokteran. No.116, Jakarta
9. Nainggolan. Terapi Jus dan Diet. Tanggerang : Argomedia. 2006
10. Kuntoro,2009. Dasar Fisiolofis Metodologi Penelitian. Pustaka Melati, Surabaya.
11. Nasir,A,dkk, 2011, Buku Ajar : Metodologi Penelitian Kesehatan, Yogyakarta:
Nuhamedika
12. Notoatmodjo,S,2002, Metodologi Pnelitian Kesehatan. Edisi Revisi (Cetakan kedua).
Jakarta. PT Adi Mahasatya.
13. Panay,N,2007 Menopause and the Postmenopausal Women in : Edmonds DK, ed,De-
whurst’s Textbook od obstetrics and Gynaecology. London
11.Perry, AG., Potter, PA.2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
12.Praktik Volum 2 Edisi 4. Jakarta : EGC.
13.Priminiarti ,M, 2010 RADIOGRAPHIC EVALUATION OF OSTEOPOROSIS
THROUGH DETECTION OF JAW BONE CHANGES: A SIMPLIFIED EARLY OS-
TEOPOROSIS DETECTION EFFORT, Jakarta, Indonesia
14.Sugiyono,2010, Statistika untuk Penelitian, Bandumg, Alfabeta.
15.Supriyanto,S,2007, Metodologi Riset.FKM Unair Surabaya, Surabaya.
16.Syamsul, A, 2007. Aplikasi Model Comunity As Partner dan Health Belief Model dalam
Rangka Pelayanan Askep pada Agrerat Lansia dengan Rematik Artikuler di Kelurahan
Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. (Tesis) FIK UI. Depok
17.Tjandra,H, 2010 Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang osteoporosis: mengenal,
mencegah dan mengatasi tulang keropos Gramedia, Indonesia.
18.Yatim,F, 2003, Osteoporosis Penyakit Kerapuhan Tulang Pada Manula, Pustaka Populer
Obor, Jakarta.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai kemudahan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Hubungan
Antara Osteoporosis Pada Wanita Menopause dengan Rheumatoid Arthritis” Penulis ter-
dorong untuk meneliti topik ini karena ingin mengetahui gambaran tentang pengaruh
Rheumatoid Arthritis pada wanita postmenopause terhadap kejadian osteoporosis.
Proposal ini berhasil dan dapat terselesaikan akibat dari dukungan berbagai pihak. Oleh sebab
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga
kepada:
1. Prof Dr.H. Janggan Sargowo, dr.Sp.PD, Sp.JP (K), FIHA, FACC, FCAPC, FESC,
FASCC, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah
memberi kesempatan kepada penulis menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Wijaya
Kusuma Surabaya.
2. Ibu Sri Lestari Utami M.Kes Sebagai pembimbing yang senantiasa memberikan bimbin-
gan, arahan, serta dorongan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. dr. Ernawati M.Kes, sebagai penguji proposal maupun Tugas Akhir.
4. Segenap Tim pelaksana Tugas Akhir dan Sekretariat Tugas Akhir Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah memfasilitasi proses penyelesaian Tugas
Akhir ini.
5. Semua pihak yang tidak mungkin kami sebut satu persatu yang telah membantu dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan segala masukan demi sempurnanya tulisan ini.
Akhirnya kami berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
Terkait.
Surabaya, Januari 2014
Penulis
HALAMAN PERSETUJUAN
PROPOSAL
HUBUNGAN ANTARA OSTEOPOROSIS DENGAN RHEUMA-
TOID ARTHRITIS PADA WANITA POSTMENOPAUSE DI KELU-
RAHAN WARU, SIDOARJO
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
Yonatan Prawirya Setyanugraha
10700124
Menyetujui untuk diuji
Pembimbing, Penguji,
Sri Lestari Utami, SSI., M. Kes. dr. Ernawati M. Kes
NIK: 99289-ET NIK: 02330-ET