Kualitas Hidup
-
Upload
dinda-bintoro -
Category
Documents
-
view
243 -
download
9
Transcript of Kualitas Hidup
KUALITAS HIDUP
A. Definisi Kualitas Hidup
Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup adalah
tingkat di mana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi dalam
hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya
yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan kenikmatan itu sendiri
terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau
prestasi (Universitas Toronto, 2004).
Hays (1992) menyatakan bahwa kualitas hidup dapat disimpulkan dua bagian yaitu
pertama kesehatan fisik terdiri dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri pada
tubuh, dan persepsi kesehatan secara umum, kedua kesehatan mental terdiri dari
vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan peran emosional, dan kondisi mental.
Kualitas Hidup berarti hidup yang baik, hidup yang baik sama seperti hidup dengan
kehidupan yang berkualitas tinggi (Ventegodt, Merriek, Andersen, 2003). Hal ini
digambarkan pada kebahagiaan, pemenuhan kebutuhan, fungsi dalam konteks sosial,
dan lain-lain.
Menurut WHO (1994), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu
sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai
di mana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan,
dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks
mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan kepada
karakteristik lingkungan mereka.
B. Komponen Kualitas Hidup
Beberapa literatur menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu
internal individu, kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungan), dan harapan
(prestasi dan aspirasi individu).
a. Internal individu
Internal individu dalam kualitas hidup dibagi 3 yaitu secara fisik, psikologis, dan
spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan fisik yang terdiri dari kesehatan
fisik, personal higienis, nutrisi, olohraga, pakaian, dan penampilan fisik secara
1
umum. Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian psikologis,
kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri, dan kontrol diri. Secara spiritual terdiri
dari nilai-nilai pribadi dan kepercayaan spiritual.
b. Kepemilikan
Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup
dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial. Secara fisik yang terdiri dari rumah, tempat
kerja/sekolah, secara sosial terdiri dari tetangga/lingkungan dan masyarakat,
keluarga, teman/rekan kerja, lingkungan dan masyarakat.
c. Harapan
Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas dapat dibagi dua yaitu
secara praktis dan secara pekerjaan. Secara praktis yaitu rumah tangga, pekerjaan,
aktivitas sekolah atau sukarela dan pencapaian kebutuhan atau sosial. Secara
pekerjaan yaitu aktivitas peningkatan pengetahuan dan kemampuan serta adaptasi
terhadap perubahan dan penggunaan waktu santai, aktivitas relaksasi dan reduksi
stress.
World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) membagi kualitas hidup
dalam enam domain yaitu fisik, psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial,
lingkungan, spiritual, agama atau kepercayaan seseorang (WHO, 1998).
1. Domain fisik
WHOQOL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu:
a. Nyeri dan ketidaknyamanan
Aspek ini mengeksplor sensasi fisik yang tidak menyenangkan yang dialami
individu, dan selanjutnya berubah menjadi sensasi yang menyedihkan dan
mempengaruhi hidup individu tersebut. Sensasi yang tidak menyenangkan
meliputi kekakuan, sakit, nyeri dengan durasi lama atau pendek, bahkan
penyakit gatal juga termasuk. Diputuskan nyeri bila individu mengatakan
nyeri, walaupun tidak ada alasan medis yang membuktikannya (WHO, 1998).
b. Tenaga dan lelah
Aspek ini mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan individu untuk selalu
dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sebaik aktivitas lain seperti rekreasi.
Kelelahan membuat individu tidak mampu mencapai kekuatan yang cukup
untuk merasakan hidup yang sebenarnya. Kelelahan merupakan akibat dari
2
beberapa hal seperti sakit, depresi, atau pekerjaan yang terlalu berat (WHO,
1998).
c. Tidur dan istirahat
Aspek ini fokus pada seberapa banyak tidur dan istirahat. Masalah tidur
termasuk kesulitan untuk pergi tidur, bangun tengah malam, bangun di pagi
hari dan tidak dapat kembali tidur dan kurang segar saat bangun di pagi hari
(WHO, 1998).
Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto
mengidentifikasikan Physical being sebagai aspek dari kesehatan fisik, kebersihan
diri, nutrisi, olahraga, perawatan, berpakaian, dan penampilan fisik (Universitas
Toronto, 2004).
2. Domain Psikologis
WHOQOL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu:
a. Perasaan positif
Aspek ini menguji seberapa banyak pengalaman perasaan positif individu dari
kesukaan, keseimbangan, kedamaian, kegembiraan, harapan, kesenangan dan
kenikmatan dari hal-hal baik dalam hidup. Pandangan individu, dan perasaan
pada masa depan merupakan bagian penting dari segi ini (WHO, 1998).
b. Berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi
Aspek ini mengeksplor pandangan individu terhadap pemikiran,
pembelajaran, ingatan, konsentrasi dan kemampuannya dalam membuat
keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan kejelasan individu
memberikan gagasan (WHO, 1998).
c. Harga diri
Aspek ini menguji apa yang individu rasakan tentang diri mereka sendiri. Hal
ini bisa saja memiliki jarak dari perasaan positif sampai perasaan yang ekstrim
negatif tentang diri mereka sendiri. Perasaan seseorang dari harga sebagai
individu dieksplor. Aspek dari harga diri fokus dengan perasaan individu dari
kekuatan diri, kepuasan dengan diri dan kendali diri (WHO, 1998).
d. Gambaran diri dan penampilan
Aspek ini menguji pandangan individu dengan tubuhnya. Apakah penampilan
tubuh kelihatan positif atau negatif. Fokus pada kepuasan individu dengan
3
penampilan dan akibat yang dimilikinya pada konsep diri. Hal ini termasuk
perluasan dimana apabila ada bagian tubuh yang cacat akan bisa dikoreksi
misalnya dengan berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan dan
sebagainya (WHO, 1998).
e. Perasaan negatif
Aspek ini fokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan negatif individu,
termasuk patah semangat, perasaan berdosa, kesedihan, keputusasaan,
kegelisahan, kecemasan, dan kurang bahagia dalam hidup. Segi ini termasuk
pertimbangan dari seberapa menyedihkan perasaan negatif dan akibatnya pada
fungsi keseharian individu (WHO, 1998).
Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto
mengidentifikasikan Psychological being sebagai aspek dari kesehatan psikologis
dan penyesuaian seseorang, pengertian, perasaan, dan perhatian pada evaluasi diri,
dan kontrol diri (Universitas Toronto, 2004).
3. Domain Tingkat kebebasan
WHOQOL membagi domain tingkat kebebasan pada empat bagian, yaitu:
a. Pergerakan
Aspek ini menguji pandangan individu terhadap kemampuannya untuk
berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bergerak di sekitar rumah, bergerak
di sekitar tempat kerja, atau ke dan dari pelayanan transportasi (WHO, 1998).
b. Aktivitas hidup sehari-hari
Aspek ini mengeksplor kemampuan individu untuk melakukan aktivitas sehari-
hari. Hal ini termasuk perawatan diri dan perhatian yang tepat pada
kepemilikan. Tingkatan dimana individu tergantung pada yang lain untuk
membantunya dalam aktivitas kesehariannya juga berakibat pada kualitas
hidupnya (WHO, 1998).
c. Ketergantungan pada pengobatan atau perlakuan
Aspek ini menguji ketergantungan individu pada medis atau pengobatan
alternatif (seperti akupuntur dan obat herba) untuk mendukung fisik dan
kesejahteraan psikologisnya. Pengobatan pada beberapa kasus dapat berakibat
negatif pada kualitas hidup individu (seperti efek samping dari kemoterapi) di
4
saat yang sama pada kasus lain menambah kualitas hidup individu (seperti
pasien kanker yang menggunakan pembunuh nyeri) (WHO, 1998).
d. Kapasitas pekerjaan
Aspek ini menguji penggunaan energi individu untuk bekerja. Bekerja
didefenisikan sebagai aktivitas besar dimana individu disibukkan. Aktivitas
besar termasuk pekerjaan dengan upah, pekerjaan tanpa upah, pekerjaan
sukarela untuk masyarakat, belajar dengan waktu penuh, merawat anak dan
tugas rumah tangga (WHO, 1998).
4. Domain Hubungan sosial
WHOQOL membagi domain hubungan sosial pada tiga bagian, yaitu:
a. Hubungan perorangan
Aspek ini menguji tingkatan perasaan individu pada persahabatan, cinta, dan
dukungan dari hubungan yang dekat dalam kehidupannya. Aspek ini termasuk
pada kemampuan dan kesempatan untuk mencintai, dicintai dan lebih dekat
dengan orang lain secara emosi dan fisik. Tingkatan dimana individu merasa
mereka bisa berbagi pengalaman baik senang maupun sedih dengan orang yang
dicintai. (WHO, 1998).
b. Dukungan sosial
Aspek ini menguji apa yang individu rasakan pada tanggung jawab, dukungan,
dan tersedianya bantuan dari keluarga dan teman. Aspek ini fokus pada
seberapa banyak yang individu rasakan pada dukungan keluarga dan teman,
faktanya pada tingkatan mana individu tergantung pada dukungan di saat sulit
(WHO, 1998).
c. Aktivitas seksual
Aspek ini fokus pada dorongan dan hasrat pada seks, dan tingkatan dimana
individu dapat mengekspresikan dan senang dengan hasrat seksual yang tepat
(WHO, 1998).
Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto
mengidentifikasikan Social belonging sebagai hubungan dengan lingkungan sosial
dan termasuk perasaan dari penerimaan yang dekat, keluarga, teman, rekan kerja,
dan tetangga serta masyarakat (Universitas Toronto, 2004).
5
5. Domain Lingkungan
WHOQOL membagi domain lingkungan pada delapan bagian, yaitu:
a. Keamanan fisik dan keamanan
Aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari kejahatan fisik.
Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa sumber seperti tekanan
orang lain atau politik. Aspek ini berhubungan langsung dengan perasaan
kebebasan individu (WHO, 1998).
b. Lingkungan rumah
Aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal (tempat
berlindung dan menjaga barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat dinilai
pada kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal (WHO, 1998).
c. Sumber penghasilan
Aspek ini mengeksplor pandangan individu pada sumber penghasilan (dan
sumber penghasilan dari tempat lain). Fokusnya pada apakah individu dapat
mengahasilkan atau tidak dimana berakibat pada kualitas hidup (WHO, 1998).
d. Kesehatan dan perhatian sosial: ketersediaan dan kualitas
Aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan perhatian sosial di
kedekatan sekitar. Dekat berarti berapa lama waktu yang diperlukan untuk
mendapatkan bantuan (WHO, 1998).
e. Kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan
Aspek ini menguji kesempatan individu dan keinginan untuk mempelajari
keterampilan baru, mendapatkan pengetahuan baru, dan peka pada apa yang
terjadi. Termasuk program pendidikan formal, atau pembelajaran orang dewasa
atau aktivitas di waktu luang, baik dalam kelompok atau sendiri (WHO, 1998).
Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto mengidentifikasikan
Growth becoming sebagai kegiatan perbaikan atau pemeliharaan pengetahuan
dan keterampilan (Universitas Toronto, 2004).
f. Partisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang
Aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan keinginan untuk
berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan dan relaksasi (WHO, 1998).
Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto mengidentifikasikan
Leisure becoming sebagai aktivitas yang menimbulkan relaksasi dan penurunan
stress. Disini termasuk permainan kartu, pembicaraan dengan tetangga, dan
6
kunjungan keluarga, atau aktivitas dengan durasi yang lama seperti liburan
(Universitas Toronto, 2004).
g. Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim)
Aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya. Hal ini mencakup
kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan dimana pelayanan ini dapat
meningkatkan atau memperburuk kualitas hidup (WHO, 1998).
h. Transportasi
Aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah untuk
menemukan dan menggunakan pelayanan transportasi (WHO, 1998).
6. Domain Spiritual/ agama/ kepercayaan seseorang
Aspek ini menguji kepercayaan individu dan bagaimana dampaknya pada
kualitas hidup. Hal ini bisa membantu individu untuk mengkoping kesulitan
hidupnya, memberi kekuatan pada pengalaman, aspek ini ditujukan pada individu
dengan perbedaan agama (Buddha, Kristen, Hindu, dan Islam), sebaik individu
dengan kepercayaan individu dan kepercayaan spiritual yang tidak sesuai dengan
orientasi agama (WHO, 1998)
Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto
mengidentifikasikan Spiritual being sebagai refleksi nilai diri, standar diri dari
tingkah laku, dan kepercayaan spiritual dimana terhubung atau tidak dengan
pengaturan kepercayaan (Universitas Toronto, 2004).
Sedangkan World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL)-BREF
membagi kualitas hidup dalam empat domain yaitu fisik, psikologis, hubungan sosial,
dan lingkungan.
Berikut akan dibahas satu per satu dari indikator kualitas hidup lanjut usia.
7
I. SPIRITUAL
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terlihat ada hubungan yang positif antara
agama, spiritualitas dan well-being (Burke, Chauvin & Miranti, 2005). Di Amerika,
lansia Afrika Amerika dan kelompok minoritas lainnya mempunyai tingkat komitmen
beragama dan partisipasi yang tinggi daripada kaum mudanya. Hasil penelitian ini
menghasilkan sesuatu yang positif yaitu kuatnya sistem keyakinan di dalam diri,
menemukan kebenaran pada kekuatan yang lebih tinggi, dan akhirnya akan membawa
pada kebermaknaan dalam kehidupan sehari-hari bagi lansia, dan system keyakinan ini
akan membuat hilangnya stereotip negatif pada lansia.
Aspek positif dari keterlibatan religious/spiritual dapat ditemukan pada orang
dewasa lanjut (Levin & Vanderpool,1992). Berdasarkan karakteristik tersebut, Idler
(1987), menemukan fakta bahwa populasi lansia wanita yang melakukan kegiatan
agama di masyarakat memperlihatkan tingkat depresi yang lebih rendah dibandingkan
dengan pria, mereka melakukan perilaku beragama secara pribadi dan berpengaruh
terhadap tingkat depresi yang rendah. Perbedaan gender memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kesehatan. Perasaan terisolir biasanya juga dialami oleh lansia,
mereka juga kehilangan mobilitas dan merasa kehilangan akan kematian keluarga dan
teman dekat. Koenig, George, dan Siegler (1988) melaporkan hasil penelitiannya bahwa
agama dan spiritual adalah sumber coping yang biasanya digunakan oleh lansia ketika
mengalami sedih, kesepian dan kehilangan. Krause dan Tran (1989) menemukan bahwa
keyakinan beragama dan spiritual dapat menangani individu yang mengalami stress.
Tornstam (2003) dalam Lee, dkk (2007) menempatkan lansia sebagai individu yang
bergerak dalam memandang hidup secara materialistic kepada cara pandang transenden
dan spiritual. Berdasarkan pendapat Tornstam tersebut, lansia yang transenden
(gerotranscendent) berubah secara transenden dalam memandang hidup yang ditandai
dengan tiga faktor berikut :
1. Cosmic transcendent, yaitu merasa terhubung dengan alam semesta dan seisinya).
2. Coherence, yaitu memaknai hidup
3. Solitude, yaitu merasa puas dengan diri sendiri/bersyukur dan lebih bijaksana.
8
Atkinson (1983) menjelaskan latar belakang yang menjadi penyebab
kecenderungan sikap keagamaan pada manusia usia lanjut, secara garis besar ciri-ciri
keberagamaan di usia lanjut adalah :
1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan.
2. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
3. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih
sungguh-sungguh.
4. Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama
manusia, serta sifat-sifat luhur.
5. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan usia yang
bertambah lanjut.
9
Spiritual Well-Being and the FACIT-Sp
(FACIT-Sp: Functional Assessment of Chronic Illness Therapy – Spiritual well-being)
10
11
12
II. PEKERJAAN
ADL
Kegiatan hidup sehari-hari (ADL = activity daily living) adalah istilah yang digunakan
dalam perawatan kesehatan untuk merujuk kepada harian aktivitas perawatan diri dalam
tempat individu tinggal, di lingkungan luar, atau keduanya. Profesional kesehatan rutin
mengacu pada kemampuan atau ketidakmampuan untuk melakukan ADL sebagai
pengukuran status fungsional dari seseorang, terutama dalam hal para penyandang cacat
dan orang tua.
ADL didefinisikan sebagai "hal-hal yang biasanya kita lakukan ... seperti memberi
makan diri kita sendiri, mandi, berpakaian, perawatan, pekerjaan, kerumahtanggaan,
dan rekreasi." Sejumlah survei nasional mengumpulkan data tentang status ADL dari
penduduk AS. Sementara kategori dasar ADL telah diusulkan, apa yang secara khusus
merupakan ADL tertentu dalam suatu lingkungan tertentu untuk orang tertentu mungkin
berbeda.
ADL dasar (BADLs) terdiri dari perawatan diri tugas, termasuk:
1. Personal hygiene dan perawatan
2. Memakai dan membuka baju
3. Makan sendiri
4. Fungsional transfer (masuk ke dan keluar dari tempat tidur atau kursi roda,
mendapatkan ke atau dari toilet, dll)
5. Manajemen BAK dan BAB
6. Ambulation (berjalan dengan atau tanpa menggunakan perangkat bantu (walker,
tongkat, atau kruk) atau menggunakan kursi roda
13
Berikut adalah contoh pasien yaitu oma Laningsih Surya
ADL
MandiriMemerlukan bantuan
orang lainBergantung pada
orang lain
Mandi +
Transfer +
Berpakaian +
Kebersihan +
Ke toilet +
Makan +
Menyiapkan makanan +
Mengatur keuangan +
Mengatur pengobatan +
Menggunakan telepon +
Apakah klien inkontinensia ?
Urin : tidak Alvi : tidak
IADL
Instrumental kegiatan hidup sehari-hari (IADLs) tidak diperlukan untuk fungsi dasar,
tapi mereka membuat individu hidup mandiri di masyarakat.
Yang dinilai adalah:
1. Pekerjaan rumah tangga
2. Mengambil obat yang diresepkan
3. Mengelola uang
4. Belanja untuk bahan makanan atau pakaian
5. Penggunaan telepon atau bentuk komunikasi lainnya
6. Menggunakan teknologi (sebagaimana berlaku)
7. Transportasi dalam masyarakat
14
INSTRUMENT ACTIVITY DAILY LIVING
A. Ability to use telephone
- operates telephone on own initiative, looks up & dials numbers,etc(1)
- dials a few well-known numbers (1)
- answers telephone but does not dial (1)
- does not use telephone at all (0)
B. Shopping
- takes care of all shopping needs independently (1)
- shops independently for small purchases (0)
- needs to beaccompanied on any shopping trip (0)
- completely unable to shop (0)
C. Food preparation
- plans, prepares & serves adequate meals independently (1)
- prepares adequate meals if supplied with ingredients (0)
- heats, serves, dan prepares meals or prepares meals but doesn’t maintain
adequate diet (0)
- needs to have meals, prepared and served (0)
D. Housekeeping
- Maintains house alone or with occasional assistance (1)
- Performs light daily tasks such as dish washing, bed making (1)
- Performs light daily tasks but cannot maintain acceptable level of cleanliness (1)
- Needs help with all home maintenance tasks (1)
- Does not participate in any houskeeping tasks (0)
E. Laundry
- Does personal laundry completely (1)
- Launders small items, rinses stockings etc (1)
- All laundry must be done by others (0)
F. Mode of Transportation
- Travel independently on public transportation or drive own car (1)
- Arrange own travel via taxi, but does not otherwise use public
transportation (1)
- Travels on public transportation when accompanied of another (1)
- Travel limited to taxi or automobile with assistance of another (0)
- Does not travel at all (0)
15
G. Responsibility for own medication
- Is responsible for taking medication in correct dosages at correct time (1)
- Takes responsibility if medication is prepared in advance in separate dosage (0)
- Is not capable of dispensing own medication (0)
H. Ability to handle finances
- Manage financial matters independently (budgets, writes checks, pays rent, bill
goes to bank) collect & keeps track of income (1)
- Manage day to day purchases, but needs help with banking major
purchases (1)
- Incapable if handling money (0)
Hasil : Clients are scored according to their highest level of functioning in that
category. A summary score ranges from 0 (low function, dependent) to 8 (high
function, independent) for women, and 0 through 5 for men.
Kesimpulan : score 6 independent
16
III. SOSIAL
Global Assessment of Fuctioning (GAF) adalah skala numerik (0 sampai 100) yang
digunakan oleh dokter spesialis jiwa dan dokter umum untuk menilai subyektif fungsi
sosial, pekerjaan, dan psikologis orang dewasa, misalnya, seberapa baik atau adaptif
seseorang memenuhi berbagai masalah dalam hidup. Skala disajikan dan dijelaskan
dalam DSM-IV-TR. Skor tersebut sering diberikan sebagai suatu range, seperti
diuraikan di bawah:
GLOBAL ASSESMENT OF FUNCTIONING (GAF) SCALE
100 – 91 = Gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak
tertanggulangi
90 – 81 = Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian
biasa.
80 -71 = Gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam pekerjaan, sosial,
sekolah, dll.
70 – 61 = Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara
umum masih baik.
60 – 51 = Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
50 – 41 = Gejala berat (serious), disabilitas berat.
40 -31 = Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,
disabilitas berat dalam beberapa fungsi.
30 – 21 = Disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi
dalam hampir semua bidang.
20 – 11 = Bahaya mencederai diri sendiri atauapun orang lain, disabilitas sangat berat
dalam komunikasi dan mengurus diri.
10 – 01 = Seperti diatas persisten dan lebih serius
0 = Informasi tidak adekuat
17
IV. AKTIVITAS FISIK
Bertambahnya usia seseorang akan diikuti oleh berbagai perubahan yang berpotensi
menimbulkan masalah-masalah kesehatan. Setiap perubahan kesehatan dapat menjadi
stressor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Salah satunya adalah adanya
perubahan fisik yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi
kebutuhan hidup terutama untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dasar sehari-harinya.
Perubahan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis, ketidakmampuan
dalam melakukan perawatan diri akan mempengaruhi konsep diri. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat kemampuan perawatan diri
lansia dengan perubahan konsep diri lansia. Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan
mengalami kemunduran, terutama di bidang kemampuan fisik yang dapat
mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan
timbulnya gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat
meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.
Perubahan patofisiologis pada korteks serebri mengakibatkan lansia mengalami
defisit perawatan diri. Sehingga perlu diupayakan penyusunan aktivitas sehari-hari yang
lebih sederhana dan singkat yang dapat menimbulkan kepuasaan bagi lansia dalam
melakukannya (Smeltzer, 2001). Dalam Nursalam (2009), klasifikasi tingkat
kemampuan perawatan diri (tingkat ketergantungan klien) berdasarkan teori Orem
terdiri dari butuh sedikit bantuan (minimal care), butuh bantuan sebagian dalam
pemenuhan kebutuhan perawatan diri (partial care), dan butuh bantuan penuh dalam
mmenuhi perawatan diri (total care). Berdasarkan indeks Activity Daily Living (ADL)
Barthel, tingkat ketergantungan klien terdiri dari mandiri, ketergantungan ringan,
ketergantungan sedang, ketergantungan berat, dan ketergantungan total.
a. Aktivitas kehidupan sehari – hari / Indeks Katz
1. Bathing : Mandiri
2. Dressing : Mandiri
3. Toiletting : Mandiri
4. Transfering : Mandiri
5. Continence : Mandiri
6. Feeding : Mandiri
18
Interpretasi hasil :
Katz A : mandiri dalam hal makan, kontinen BAK/BAB, mengenakan pakaian,
pergi ke toilet, berpindah dan mandi
Katz B : mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi di atas
Katz C : mandiri, kecuali mandi dan salah satu dari fungsi di atas
Katz D : mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan salah satu dari fungsi di atas
Katz E : mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi
diatas
Katz F : mandiri, kecuali mandi, bepakaian, ke toilet, berpindah dan salah satu
dari fungsi di atas
Katz G : ketergantungan untuk semua fungsi di atas
b. Indeks ADL (Activity of Daily Living) Barthel
No.
Fungsi Nilai Keterangan
1 Mengontrol BAB 0 Inkontinensia
1 Kadang – kadang
2 Kontinen teratur2 Mengontrol BAK 0 Inkontinensia
1 Kadang – kadang
2 Kontinen teratur3 Membersihkan Diri (Lap Muka,
Sisir Rambut, Sikat Gigi)0 Butuh pertolongan orang lain1 Mandiri
4 Toileting 0 Butuh pertolongan orang lain
1 Perlu pertolongan pada beberapa aktivitas
2 Mandiri5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu seseorang memotong makanan
2 Mandiri6 Berpindah Dari Tidur Ke
Duduk
0 Tidak mampu
1Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 Bantuan minimal 1 orang
3 Mandiri
7 Mobilisasi/ Berjalan 0 Tidak mampu
19
1 Bisa berjalan dengan kursi roda
2Berjalan dengan bantuan orang lain/ walker
3 Mandiri8 Berpakaian 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu
2 Mandiri9 Naik Turun Tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri (naik turun)10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri
Nilai ADL :
20 : mandiri
12 – 19 : ketergantungan ringan
9 – 11 : ketergantungan sedang
5 – 8 : ketergantungan berat
0 – 4 : ketergantungan total
20
V. PERKEMBANGAN KEHIDUPAN PRIBADI LANSIA
A. TEORI PERKEMBANGAN (Development Theory)
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah di alami lanjut usia
pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu di pahami teori Freud, Buhler,
Jung dan Erikson. Sigmund Freud meneliti tentang psikoanalisa dan perubahan
psikososial anak dan balita.
Erikson (1930) membagi kehidupan menjadi 8 fase dan lanjut usia perlu
menemukan integritas diri melawan keputusasaan (ego integrity versus despair), seperti
berikut:
1. Lanjut usia menerima apa adanya
2. Lanjut usia takut mati
3. Merasakan hidup penuh arti
4. Penyesalan diri
5. Lanjut usia yang bertanggung jawab
6. Merasakan kegetiran dan kehidupannya berhasil
7. merasa terlambat untuk memperbaiki
Havighurst dan Duvall menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan
(developmental tasks) selama hidup yang harus dilaksanakan oleh lanjut usia yaitu:
a) Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis
b) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan
c) Menemukan makna kehidupan
d) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
e) Menemukan kepuasan dalam hidup keluarga
f) Penyesuian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia
g) Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia
Pokok – pokok dalam development theory adalah:
a) Masa tua merupakan saat lanjut usia tua merumuskan seluruh masa kehidupannya
b) Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan soasial yang baru
yaitu pensiun dan menduda atau menjanda
21
c) Lanjut usia harus menyesuaikan diri, akibat perannya yang berakhir di dalam
keluarga, kehilangan identitas dan hubungan sosial akibat pensiun, di tinggal mati
oleh pasangan hidup dan teman-temanya.
Tugas perkembangan lansia adalah :
1. Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
2. Menyesuaikan diri dengan masa pension dan penurunan pendapatan,
3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan
4. Memantapkan secara eksplisit bahwa ia ada pada kelompok usianya itu,
5. Mengadopsi dan mengadaptasi peran sosial secara fleksibel dan
6. Menetapkan pengaturan kehidupan yang memuaskan.
PROSES PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN PADA LANJUT USIA
Banyak literature yang mengatakan bahwa masa dewasa sebagai fase
perkembangan kepribadian yang mendatar/plateu, dan ini tentunya berbeda dengan
perkenbangan masa anak/remaja yang serung kali digambarkan dalam fase
berkembang/menanjak. Memang ada berbagai fungsi yang terpengaruh oleh
kemunduran fisik sehingga kemampuan dalam bereaksi, seperti refleks maupun
kemampuan menjawab dan menanggapi diskusi, agak menurun-walau persentase
menunjukkan angka sekitar 10%. Sesungguhnya terdapat pula hasil penelitian
mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir para lanjut usia masih tetap intact (penuh),
sedangkan kemampuan dibidang emosi tentunya banyak dipengaruhi oleh kelambanan
yang terjadi karena faktor fisik.
Baik dari teori Erikson maupun dari pengalaman para lanjut usia sendiri terungkap
bahwa kepribadian tetap berkembang dan setip manusia ingin mencapai dan
mengarahkan hidupnya untuk mencari kesempurnaan/wisdom. Oleh karena itu, setiap
ada kesempatan para lanjut usia sering mengadakan introspeksi. Dalam perjalanan
hidup tadi, terjadi proses kematangan dan bahkan tidak jarang terjadi pemeranan gender
(jenis kelamin) yang terbalik. Para wanita lanjut usia ternyata menjadi tegar dalam
menghadapi hidup, seolah-olah mereka tidak kalah dengan laki-laki, apalagi dalam
memperjuangkan hak-hak mereka. Sebaliknya, banyak pria lanjut usia tidak segan-
22
segan memerankan peran wanita seperti mengasuh cucu, menyediakan sarapan pagi,
membersihkan rumah dan lain kegiatan yang biasanya justru dilakukan oleh pihak
perempuan.
Walaupun teori perkembangan kepribadian masih tetap berkembang, kiranya ada
baiknya kita menelaah hasil kelompok ahli dari WHO pada tahun 1959, yang
mengatakan bahwa mental yang sehat/mental health mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut:
1. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau
realitas tadi buruk.
2. Memperoleh kepuasan dari perjuangannya.
3. Merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima.
4. Secara relative bebas dari rasa tegang dan cemas.
5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan.
6. Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan.
7. Menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
8. Mempunyai daya kasih saying yang besar.
No. Kriteria Nilai Keterangan Skor
1 Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis
0 Tidak dapat menyesuaikan terhadap penurunan fisik dan psikis
2
1 Kurang menyesuaikan terhadap penurunan fisik dan psikis
2 Dapat menyesuaikan terhadap penurunan fisik dan psikis
2. Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan
0 Tidak dapat menyesuaikan terhadap pensiun dan penurunan pendapatan
2
1 Kurang dapat menyesuaikan terhadap pensiun dan penurunan pendapatan
2 Dapat menyesuaikan terhadap pensiun dan penurunan pendapatan
3. Menemukan makna kehidupan
0 Tidak menemukan makna kehidupan 2
1 Dapat menemukan makna kehidupan tapi tidak dapat mengerti makna kehidupan
2 Menemukan dan mengerti makna kehidupan
4. Mempertahankan 0 Tidak dapat mempertahankan 2
23
pengaturan hidup yang memuaskan
pengaturan hidup yang memuaskan1 Kurang dapat dapat
mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
2 Dapat mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
5. Menemukan kepuasan dalam hidup keluarga
0 Tidak menemukan kepuasan dalam hidup keluarga
2
1 Kurang menemukan kepuasan dalam hidup keluarga
2 Menemukan kepuasan dalam hidup keluarga
6. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia
0 Tidak dapat menyesuaikan diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia
2
1 Kurang dapat menyesuaikan diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia
2 Dapat menyesuaikan diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia
7. Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia
0 Tidak dapat menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia
2
1 Kurang menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia
2 Dapat menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia
24
VI. ORIENTASI MASA DEPAN
Orientasi masa depan didefinisikan sebagai fenomena luas yang berhubungan
dengan bagaimana seseorang berpikir dan bertingkah laku menuju masa depan yang
digambarkan dalam Motivation, Planning dan Evaluation. Adanya orientasi masa depan
akan mendorong seseorang untuk menigkatkan kualitas hidup seseorang (Quality of
Life)
a. Motivasi (Motivation)
Menurut Nurmi, Motivation merujuk pada minat-minat yang dimiliki individu di
masa depannya. Motivasi merupakan aspek utama pendorong perubahan kualitas
hidup (quality of life). Selain itu unsur nilai (value) yang dimiliki oleh seseorang
juga termasuk pada bagian motivation kemudian membentuk tujuan-tujuan pribadi
(personal goals) yang ingin dicapai individu di masa mendatang. Dalam hal ini
maka peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi sehingga
kualitas hidup (quality of Life) dapat menjadi lebih baik.
Menuurut Nuttin, Sebagian besar motif, keinginan dan tujuan yang ada
diarahkan pada masa depan dalam upaya mengantisipasi kejadian di masa depan
dan tujuan yang akan dicapainya. Motif, keinginan dan tujuan dipelajari dengan
mempertanyakan harapan (hope) dan ketakutan (fear) yang dialami individu
terhadap masa depan. Isi dari harapan dan ketakutan tersebut akan dianalisis
berdasarkan topik yang mereka minati seperti pekerjaan, aktivitas di waktu luang,
keluarga, kekayaan dan aktualisasi diri.
Tahapan proses motivasi : INTEREST → EXPLORATION → GOAL
SETTING → COMMITMENT
Menurut Hainz Heckhausen (1967) motivasi akan mendorong individu untuk
meningkatkan dan mempertahankan kecakapan setinggi mungkin dalam segala
aktivitas di mana suatu standar keunggulan digunakan sebagai suatu pembanding.
Enam ciri individu yang memiliki motivasi yang akan mendorong seseorang
tersebut untuk mendapatkan kualitas hidup (quality of life) yang lebih baik antara
lain:
a. Memiliki gambaran diri yang positif, optimis dan percaya diri
b. Lebih memilih tugas yang tingkat kesukarannya lebih tinggi dibandingkan tugas
yang biasa saja
25
c. Berorientasi terhadap masa depan
d. Sangat menghargai waktu
e. Tabah dan tekun dalam mengerjakan tugas
f. Lebih memilih seorang yang ahli sebagai mitra daripada orang yang simpati
b. Perencanaan (Planning)
Perencanaan terdiri dari 3 fase :
1. Individu membuat suatu representasi dari tujuan dan konteks masa depan yang
ingin dicapainya dengan didasarkan pada pengetahuan individu tentang
konteks dan aktivitas masa depan. Representasi ini menjadi dasar bagi fase
berikutnya dalam perencanaan.
2. Individu menyusun rencana, proyek, dan strategi untuk mencapai tujuan dengan
konteks yang telah dipilih.
3. Rencana maupun strategi yang dibuat kemudian dilaksanakan dan dilihat tingkat
realisasi dari perencanaan yang telah dibuat. Dengan kata lain setiap tahapan
yang dijalankan setiap individu harus dicocokkan dengan tujuan awal sehingga
tujuan dapat dicapai dengan cara sistematis.
c. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi (Evaluation) adalah proses di mana seseorang memikirkan kembali
kemungkinan tercapainya tujuan-tujuan pribadi yang telah ia tentukan dan rencana-
rencana yang telah ia kembangkan. Evaluasi ini dibangun dalam 2 komponen yaitu
caussal atribution dan affects.
Caussal attribution merujuk pada sejumlah penyebab keberhasilan atau
kegagalan dapat diantisipasi dalam mempengaruhi prilaku menuju masa depan
sedangkan affects adalah respon emosi dan perasaan tertentu yang muncul dari apa
yang telah diperoleh atau belum diperoleh namun telah dapat dibayangkan sebagai
bentuk evaluasi.
Menurut Meadows kualitas hidup (Quality of Life) merupakan suatu tingkat
kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan itu adalah pemenuhan kebutuhan dasar
(ultimate means), pemenuhan keburuhan primer (intermediate means), pemenuhan
kebutuhan sekunder (intermediate ends) dan pemenuhan kebutuhan tersier (ultimate
ends). Dengan adanya peningkatan kesejahteraan maka dapat dikatakan bahwa
seseorang tersebut memiliki orientasi masa depan yang ingin dicapainya.
26
Score : Oma Azhar
1. Apakah anda merasa kehidupan anda tidak ada harapan? Tidak → 0
2. Apakah anda mempunyai semangat yang baik tiap hari? Ya → 0
3. Apakah anda menikmati kegiatan yang anda lakukan sekarang ini? Ya → 0
4. Apakah anda mempunyai ketakutan dalam hidup anda dalam menghadapi masa
depan? Tidak → 0
5. Apakah anada merasa keberhasilan anda saat ini mempengaruhi kehidupan anda di
masa mendatang ini? Ya → 0
6. Apakah anda merasa kegagalan anda saat ini mempengaruhi kehidupan anda di
masa mendatang ini? Tidak → 0
7. Apakah anda merasa puas dengan kehidupan yang anda capai saat ini? Ya → 0
8. Apakah anda merasa kehidupan orang lain lebih baik keadaannya dibandingkan
kehidupan anda? Tidak → 0
9. Apakah anda termasuk orang yang sangat menghargai waktu anda? Ya → 0
10. Apakah anda termasuk orang yang positif, optimis, dan percaya diri? Ya → 0
Hasil Score
< 5 : tidak memiliki orientasi masa depan
6- 8 : kemungkinan memiliki orientasi masa depan
9-10 : memiliki orientasi masa depan
27
VII. EKONOMI
Pada umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang
produktif lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia dapat digolongkan menjadi 3 (tiga)
yaitu golongan mantap, kurang mantap dan rawan (Trimarjono, 1997). Golongan
mantap adalah para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat menikmati
kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut dapat
mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Pada golongan kurang mantap lanjut usia
kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi, tetapi sempat mengadakan investasi
pada anak-anaknya, misalnya mengantar anak-anaknya ke jenjang pendidikan tinggi,
sehingga kelak akan dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu
lanjut usia yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup kepada anaknya sehingga
ketika purna tugas datang akan mendatangkan kecemasan karena terancam
kesejahteraan. Pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat ditinjau dari pendapatan lanjut
usia dan kesempatan kerja.
Pendapatan
Pendapatan orang lanjut usia berasal dari berbagai sumber. Bagi mereka yang
dulunya bekerja, mendapat penghasilan dari dana pensiun. Bagi lanjut usia yang sampai
saat ini bekerja mendapat penghasilan dari gaji atau upah. Selain itu sumber keuangan
yang lain adalah keuntungan, bisnis, sewa, investasi, sokongan dari pemerintah atau
swasta, atau dari anak, kawan dan keluarga. Upah/gaji sebagai imbalan dari hasil kerja
para lanjut usia tidaklah tinggi. Di perkotaan upah/gaji para lanjut usia yang bekerja
relatif lebih tinggi daripada di perdesaan. Namun hal ini tidak berarti lanjut usia
perkotaan lebih sejahtera daripada lanjut usia perdesaan. Adanya upah lanjut usia yang
sangat minim jika tidak ditunjang dengan dukungan finansial dari pihak lain baik
anggota keluarga maupun orang lain tidak dapat berharap bahwa lanjut usia tersebut
akan hidup dalam kondisi yang menguntungkan.
Tingkat pendidikan lanjut usia pada umumnya sangat rendah. Hal ini berpengaruh
terhadap produktivitas kerja sehingga pendapatan yang diperoleh juga semakin kecil.
Menurut Sedarmayanti (2001) pekerjaan yang disertai dengan pendidikan dan
keterampilan akan mendorong kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan maka akan
meningkatkan pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan
28
Nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif yang
mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan psikologis,
kelemahan fisik. Jadi jika lanjut usia dengan kondisi yang serba menurun bekerja sudah
tidak efektif lagi ditinjau dari proses dan hasilnya.
Kesempatan Kerja
Bekerja adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu
(Sumarjo, 1997). Bekerja sering dikaitkan dengan penghasilan dan penghasilan sering
dikaitkan dengan kebutuhan manusia. Untuk itu agar dapat tetap hidup manusia harus
bekerja. Dengan bekerja orang akan dapat memberi makan dirinya dan keluarganya,
dapat membeli sesuatu, dapat memenuhi kebutuhannya yang lain Saat ini ternyata di
antara lanjut usia banyak yang tidak bekerja. Tingkat pengangguran lanjut usia relatif
tinggi di daerah perkotaan, yaitu 2,2%. Dengan makin sempitnya kesempatan kerja
maka kecenderungan pengangguran lanjut usia akan semakin banyak. Partisipasi
angkatan kerja makin tinggi di perdesaan daripada di kota. Lanjut usia yang masih
bekerja sebagian besar terserap dalam bidang pertanian. Di perkotaan lebih banyak yang
bekerja di sektor perdagangan yaitu 38,4% sedangkan yang bekerja disektor pertanian
27,0%, sisanya berada disektor jasa 17,3%, industri 9,3% angkutan 3,3%, bangunan
2,8% dan sektor lainnya relatif kecil 1%. Seringkali mereka menemukan kenyataan
bahwa sangat sedikit kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka, walaupun mereka
ingin bekerja dan sanggup untuk melakukan pekerjaan tersebut, karena pendidikan yang
dimiliki lanjut usia tidak lagi terarah pada pasar tenaga kerja tidak dimasukkan dalam
kebijakan-kebijakan pendidikan yang berkelanjutan. Pembinaan keterampilan dan
pelatihan yang dilakukan terus-menerus hanya berlaku bagi orang-orang muda. Hal
inilah yang menyebabkan sulitnya lanjut usia bersaing di pasaran kerja, sehingga
banyak orang lanjut usia yang tidak bekerja meskipun tenaganya masih kuat dan mereka
masih berkeinginan untuk bekerja. Ada beberapa kondisi yang membatasi kesempatan
kerja bagi pekerja lanjut usia (Hurlock, 1994) :
(1) Wajib Pensiun, pemerintah dan sebagian besar industri/perusahaan mewajibkan
pekerja pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka tidak mau lagi merekrut pekerja
yang mendekati usia wajib pensiun, karena waktu, tenaga dan biaya untuk melatih
mereka sebelum bekerja relatif mahal.
(2) Jika personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka para lanjut usia
sulit mendapatkan pekerjaan.
29
(3) Sikap sosial. Kepercayaan bahwa pekerja yang sudah tua mudah kena kecelakaan,
karena kerja lamban, perlu dilatih agar menggunakan teknik-teknik modern
merupakan penghalang utama bagi perusahaan untuk mempekerjakan orang lanjut
usia.
(4) Fluktuasi dalam Daur Usaha. Jika kondisi usaha suram maka lanjut usia yang
pertama kali harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang yang lebih muda
apabila kondisi usaha sudah membaik.
Ketersediaan Dana
Dana dapat diartikan sebagai uang yang dapat digunakan sewaktu-waktu dan
bilamana perlu. Dana dapat berasal dari simpanan/tabungan uang di bank maupun
institusi keuangan yang diperoleh semasa usia muda sampai menjelang usia tua. Selain
tabungan, dana dapat diperoleh dari berbagai penghasilan, yaitu penghasilan utama
(primer) dari hasil usaha atau pekerjaan dan penghasilan sampingan (sekunder),
misalnya dari bunga tabungan atau hasil penanaman modal.
Contoh Indeks Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi
No. KriteriaNila
iKeterangan Skor
1 Sumber Pendapatan
0 Tidak bekerja, sokongan dari pemerintah atau swasta, atau dari anak, kawan dan keluarga
1
1 Keuntungan dari bisnis, sewa, dan investasi; gaji yang berasal dari dana pensiun
2 Bekerja mandiri mendapat penghasilan dari gaji atau upah
2 Kesempatan Kerja
0 Tidak memiliki keinginan untuk bekerja 11 Memiliki keinginan untuk bekerja, namun tidak
ada kesempatan dan tidak mampu menyalurkan pikiran/gagasannya dikarenakan kesulitan bersaing dengan orang yang lebih muda
2 Memiliki keinginan dan kesempatan bekerja, serta mampu menyalurkan pikiran/gagasannya
3 Mengatur Keuangan
0 Tidak mampu mengatur keuangan sehari-hari 21 Mampu mengatur keuangan untuk belanja
keperluaan sehari-hari, namun perlu bantuan dalam urusan perbankan, pembelian jumlah besar
2 Mampu mengatur masalah keuangan (anggaran rumah tangga, membayar sewa, kwitansi, urusan
30
bank)
4 Dana Abadi 0 Tidak memiliki investasi pribadi 2
1 Memiliki investasi yang memadai untuk saat ini, namun tidak memiliki investasi pribadi jangka panjang
2 Memiliki investasi jangka panjang yang dikelola sendiri, seperti asuransi, bunga deposito, dll.
5 Keadaan Keuangan
0 Hidup kekurangan bergantung dengan bantuan keuangan dari pihak lain
2
1 Hidup berkecukupan dengan pendapatan yang berasal dari sisa tabungan sendiri
2 Hidup berlebih dengan pendapatan yang berasal dari bekerja secara mandiri atau tabungan dalam jumlah besar
6 Kemampuan Keuangan
0 Tidak mampu mebiayai keinginan dan kebutuhan hidupnya
2
1 Tidak mampu memenuhi keinginan dengan biaya yang besar, hanya mampu membeli kebutuhan hidup sehari-hari
2 Mampu memenuhikeinginan dengan biaya yang besar, misalnya memiliki biaya untuk bepergian keluar negeri, makan mewah , dll
7 Harta Kekayaan
0 Tidak memiliki harta keuangan secara pribadi 2
1 Memiiki semua kebutuhan dasar, seperti rumah yang sederhana, pakaian, dll
2 Mampu memiliki barang mewah pribadi, seperti: properti mewah, mobil, dll
8 Pendapatan per Bulan
0 Tidak memiliki pendapatan -
1 Penghasilan di bawah pendapatan per kapita di daerahnya
2 Penghasilan di atas pendapatan per kapita di daerahnya
JUMLAH 16 12
Penilaian:
12 – 16 : Mandiri di bidang ekonomi
7 – 11 : Ketergantungan ringan di bidang ekonomi
4 – 6 : Ketergantungan sedang di bidang ekonomi
0 – 3 : Ketergantungan berat di bidang ekonomi
31
Kesimpulan
Kualitas perekonomian bagi lansia tidak hanya dipengaruhi oleh berapa besar
pendapatan atau jumlah uang yang dimilikinya, namun sebagian besar dipengaruhi oleh
bagaimana cara pengelolaan sumber keuangan yang dimiliki bagi pemenuhan
kebutuhan hidup di usia lanjut.
32
VIII. MASALAH KELUARGA
Masalah (problem) P, adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota (individu) keluarga. Penyebab
(etiologi) E, adalah suatu pernyataan yang dapat menyebabkan masalah dengan
mengacu kepada 5 (lima) tugas keluarga. Tanda (sign) S, adalah sekumpulan data
subyektif dan obyektif yang diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak
yang mendukung masalah dan penyebab.
Tipologi diagnosa keperawatan terdapat 3 (tiga):
• Diagnosa Aktual
• Diagnosa Resiko / Resiko Tinggi
• Diagnosa Potensial / Wellness
DIAGNOSA CONTOHAKTUALAdalah masalah keperawatan yang sedang dialami keluarga & memerlukan bantuan perawat dengan cepat.
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur khususnya pada Ny. W keluarga Tn. S yang b/d ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang nyaman untuk istirahat dan tidur.
2. Perubahan peran menjadi orang tua tunggal (single parent) pada Tn. M yang b/d ketidakmampuan keluarga mengenal masalah peran orang tua tunggal setelah istrinya meninggal.
RESIKO / RESTIAdalah masalah keperawatan yang belum terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keparawatan actual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segara mendapat bantuan / ditangani.
1. Resiko terjadinya serangan ulang yang berbahaya khususnya pada lansia Ny. P keluarga Tn. N yang b/d ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas) yang dekat dengan tinggal keluarga.
2. Resiko tinggi gangguan perkembangan balita khususnya pada An. U yang b/d ketidakmampuan keluarga melakukan stimulasi pada balita.
POTENSIAL / WELLNESSAdalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya & mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat ditingkatkan.
1. Potensial peningkatan kesejahteraan khususnya Ny. S yang sedang hamil pada keluarga Tn. B.
2. Potensial tumbuh kembang yang optimal bagi anak khususnya An. Y pada keluargaTn. W.
33
Adalah Skoring dilakukan apabila rumusan diagnosis lebih dari satu, proses scoring
menggunakan skala dirumuskan oleh Bailon & Maglaya (1978).
Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosis, yang terdiri dari :
• Tentukan skornya sesuai dengan criteria yang telah dibuat.
• Skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot.
No. Kriteria Skor Bobot
1. Sifat Masalah Tidak/kurangsehat Ancaman kesehatan Krisis atau keadaan sejahtera
321
1
2. Kemungkinan Masalah Dapat Diubah Dengan mudah Hanya sebagian Tidak dapat
210
2
3. Potensi Masalah Dapat Dicegah Tinggi Cukup Rendah
321
1
4. Menonjolnya Masalah Masalah berat, harus segera
ditangani Ada masalah, tetapi tidak perlu
segera ditangani Masalah tidak dirasakan
2
1
0
1
Keterangan :
Proses skoring dilakukan untuk diagnosa dengan ketentuan:
• Tentukan skor untuk setiap kriteria yang telah dibuat
• Selanjutnya skor dibagi dengan angka yang tertinggi dan dikalikan dengan bobot
Jumlah skor untuk setiap ktiteria, skor tertinggi adalah 5, sama dengan jumlah
keseluruhan dari bobot
Kriteria yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas masalah :
1. Sifat masalah
Sifat masalah dapat dikelompokkan kedalam tidak atau kurang sehat diberikan
bobot yang lebih tinggi karena masalah tersebut memerlukan tindakan yang segera
dan biasanya masalahnya dirasakan atau disadari oleh keluarga. Krisis atau
34
keadaan sejahtera diberikan yang paling sedikit atau rendah karena faktor-faktor
kebudayaan biasanya dapat memberikan dukungan bagi keluarga untuk mengatasi
masalahnya dengan baik.
2. Kemungkinan masalah dapat dicegah
Adalah kemungkinan berhasilnya mengurangi atau mencegah masalah jika ada
tindakan (intervensi). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan
skor kemungkinan masalah dapat dicegah :
Pengetahuan dan teknologi serta tindakan yang dapat dilakukan untuk
menangani masalah
Sumber-sumber yang ada pada keluarga baik dalam bentuk fisik, keuangan atau
tenaga
Sumber-sumber dari keperawatan misalnya: dalam bentuk pengetahuan,
keterampilan dan waktu
Sumber-sumber di masyarakat misalnya: dalam bentuk fasilitas kesehatan,
organisasi masyarakat, dukungan sosial masyarakat
3. Potensi masalah dapat dicegah
Adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul yang dapat dikurangi atau
dicegah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah :
Kepelikan dari masalah
Yaitu berkaitan dengan beratnya penyakit atau masalah, prognosa penyakit
atau kemungkinan merubah masalah.
Lamanya masalah
Hal ini berkaitan dengan jangka waktu terjadinya masalah tersebut. Biasanya
lamanya masalah mempunyai dukungan langsung dengan potensi masalah bila
dicegah.
Adanya kelompok high risk atau kelompok yang peka atau rawan
Adanya kelompok atau individu tersebut pada keluarga akan menambah
potensi masalah bila dicegah
4. Menonjolnya masalah
Adalah merupakan cara keluarga melihat dan menilai masalah tentang beratnya
masalah serta mendeksaknya masalah untuk diatasi. Hal yang perlu diperhatikan
35
dalam memberikan skor pada kriteria ini adalah perawat perlu menilai persepsi atau
bagaimana keluarga tersebut melihat masalah. Dalam hal ini jika keluarga
menyadari masalah dan merasa perlu untuk menangani segera maka harus diberikan
skor yang tinggi.
Contoh Prioritas : Resiko terjatuh (terpeleset) pada lansia yang tinggal di keluarga Tn.
A yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga menyediakan lingkungan yang
aman bagi lansia.
No. Kriteria Skor Pembenaran
1. Sifat masalahSkala : Ancaman kesehatan
2/3 X 1 = 2/3 Bila keadaan tersebut tidak segera diatasi akan membahayakan lansia yang tinggal bersama keluarga, karena lansia setiap hari dirumah tanpa pengawasan
2. Kemungkinan masalah dapat diubahSkala : Mudah
2/2 X 2 = 2 Penyediaan sarana yang murah dan mudah didapat oleh keluarga (misal; sandal karet)
3. Potensial masalah untuk dicegahSkala : Cukup
2/3 X 1 = 2/3 Keluarga mempunyai kesibukan yang cukup tinggi, tetapi merawat orang tua yang telah lansia merupakan penghormatan & pengabdian anak yang perlu dilakukan.
4. Menonjolnya masalahSkala : Masalah tidak dirasakan
0/2 X 1 = 0 Keluarga merasa keadaan tersebut telah berlangsung lama dari tidak pernah ada kejadian yang mengakibatkan lansia mengalami suatu cidera (terjatuh) dirumah akibat lantai yang licin.
Total Skor 3 1/3
Rencana tindakan pada keluarga meliputi :
1. Menstimulasi kesadaran / penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan,
dengan cara; memberikan informasi, mengidentifikasi kebutuhan keluarga,
mendorong sikap emosi untuk mendukung upaya kesehatan.
2. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat, dengan cara;
mengidentifikasi konsekuensi bila tidak melakukan tindakan, mengidentifikasi
sumber yang dimiliki keluarga, diskusi tentang tipe tindakan.
3. Memberikan kepercayaan diri selama merawat anggota keluarga yang sakit, dengan
cara; demonstrasi, menggunakan alat dan fasilitas dirumah, mengawasi keluarga
melakukan perawatan.
4. Membantu keluarga untuk memelihara (memodifikasi) lingkungan.
5. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitar.
36
IX. KESEHATAN
Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari harapan hidup
penduduknya. Demikian juga Indonesia sebagai suatu negara berkembang, dengan
perkembangan yang cukup baik, makin tinggi harapan hidupnya diproyeksikan dapat
mencapai lebih dari 70 tahun pada tahun 2000. GBHN dalam rumusan mengenai usia
lanjut menyatakan bahwa: “Dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan
makin panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat kemajuan yang telah dicapai
dalam pembangunan selama ini, maka mereka yang memiliki pengalaman, keahlian
dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan.
Kesejahteraan penduduk usia lanjut yang karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak
memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, perlu mendapatkan perhatian
khususnya dari pemerintah dan masyarakat.”
Untuk memperpanjang angka usia harapan hidup para lanjut usia, berbagai upaya
dalam meningkatkan kesehatan sangat diperlukan. Sedangkan untuk mencapai tingkat
kesehatan yang baik pada usia lanjut diperlukan upaya pencegahan penyakit dan
penjagaan kesehatan yang dari segi ilmiah bisa dimasukkan dalam kategori ilmu
gerontologi preventif atau geriatri preventif. Yang penting adalah bahwa harus diketahui
bahwa konsep kesehatan pada usia lanjut yang agak berbeda dengan konsep kesehatan
pada populasi lain. pada populasi usia lanjut ini terdapat pengertian status/ kapasitas
fungsional yang dimanifestasikan dengan AHS (=aktivitas hidup sehari-hari=activity of
daily living), masalah kesehatan utama yang sering dikeluhkan oleh penderita lanjut usia
(sindroma geriatrik) dan penyakit.
Status/ kapasitas fungsional adalah keadaan lansia sebagai akibat dari interaksi
antara fungsi kesehatan fisik, psikologik dan sosial-ekonomi (religius spiritual).
Interaksi dari ke-3 komponen tersebut menggambarkan keadaan fungsional organ
dan/atau tubuh secara keseluruhan, yang dapat dimengerti, merupakan gambaran
“kesehatan” secara luas pada usia lanjut. Status fungsional ini pada lansia menunjukkan
apakah seorang lansia sebagai individu masih dapat melakukan fungsinya sehari-hari.
Manifestasi status fungsional ini secara praktis diperiksa dengan menilai kemampuan
hidup sehari-harinya (=KHS=ADL). Untuk itu diperlukan sebuah asesmen yang dapat
memberikan gambaran mengenai status fungsional seorang lanjut usia.
37
Pelaksanaan fungsi fisik dan psikis lanjut usia dapat dibagi beberapa jenis, yaitu:
1. Aktivitas hidup sehari-hari (Activity Daily Living / ADL), yang hanya memerlukan
kemampuan tubuh untuk berfungsi sederhana, misalnya bangun dari tempat tidur,
berpakaian, ke kamar mandi/WC.
2. Aktivitas hidup sehari-hari instrumental (Instrumental ADL / IADL), yang selain
memerlukan kemampuan dasar, juga memerlukan berbagai koordinasi kemampuan
otot, susunan saraf yang lebih rumit, juga kemampuan berbagai organ kognitif lain.
3. Kemampuan mental dan kognitif, terutama menyangkut fungsi intelek, memori
lama dan memori tentang hal-hal yang baru saja terjadi.
Keadaan sosio-ekonomi para lanjut usia umumnya akan makin menurun dengan
bertambahnya usia dan akan lebih bergantung pada orang lain, yaitu keluarga, badan-
badan sosial (LSM), pemerintah dan sebagainya. Keluarga (anak-anak) masih
merupakan tempat berlindung yang paling disukai oleh lansia ini. Sampai sekarang
penelitian dan observasi tak menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa
anak/keluarga segan untuk melakukan hal ini. Menempatkan orang lansia di panti werda
masih merupakan alternatif terakhir.
Asesmen geriatri belum bisa dikatakan lengkap tanpa melakukan asesmen terhadap
lingkungan yang cukup penting untuk dapat menentukan kemampuan berfungsi seorang
lansia. Pelaksanaan asesmen lingkungan ini sebenarnya dapat dilaksanakan di mana saja
dengan menggunakan form yang telah tersedia, akan tetapi yang paling baik adalah
melaksanakannya di rumah penderita. Selain menanyakan berbagai hal mengenai
keadaan rumah, si penanya dapat dengan objektif melihat keadaan rumah dan
lingkungannya. Adanya hambatan, halangan bagi mobilitas lansia, keadaan penerangan
di kamar mandi dan lain sebagainya.
Dari berbagai asesmen baik dari aspek fisik, psikologik, maupun sosio-ekonomi,
dapat dibuat asesmen sederhana yang kira-kira dapat mencakup gambaran mengenai
kesehatan lansia, seperti pada tabel di bawah ini.
No. Pertanyaan Skor (0 – 5)
1. Ada/tidak gangguan penglihatan yang mengganggu aktivitas sehari-hari,
dengan melakukan tes baca koran atau dengan tes Snellen pada kedua mata.
(tidak ada gangguan sama sekali = skor 0, sangat mengganggu = skor 5)
38
2. Ada/tidak gangguan pendengaran yang mengganggu aktivitas sehari-hari,
dengan melakukan tes bisikan kata pada telinga kanan dan kiri.
(tidak ada gangguan sama sekali = skor 0, sangat mengganggu = skor 5)
3. Fungsi anggota atas, dengan tes jabat tangan dan meminta klien untuk
mengangkat tangan di belakang kepala (bergantian, kanan-kiri).
(berfungsi sangat baik = skor 0, tidak berfungsi sama sekali = skor 5)
4. Fungsi anggota bawah, dengan meminta klien bangkit dari duduk dan
berjalan.
(berfungsi sangat baik = skor 0, tidak berfungsi sama sekali = skor 5)
5. Fungsi aktivitas hidup sehari-hari (ADL), tiap poin nilainya 0 – 2.
Mandi
Transfer
Berpakaian
Kebersihan
Ke toilet
Makan
Menyiapkan makanan
Mengatur keuangan
Mengatur pengobatan
Menggunakan telepon
# Nilai 0 = mandiri, 1 = perlu bantuan, 2 = bergantung total pada orang lain
# Total nilai 0 = skor 0, 1-4 = skor 1, 5-8 = skor 2, 9-12 = skor 3, 13-15 =
skor 4, 16-20 = skor 5
6. Fungsi instrumental aktivitas hidup sehari-hari (IADL), nilai tiap poin 0 – 2.
Menggunakan telepon
Berbelanja
Menyiapkan makanan
Mengurus rumah
Mencuci pakaian
Mengadakan transportasi
Tanggung jawab pengobatan
Mengatur keuangan
# Total nilai 0 = skor 0, 1-3 = skor 1, 4-6 = skor 2, 7-9 = skor 3, 10-12 =
skor 4, 13-16 = skor 5
7. Tentang kontinensia, ditanyakan seberapa baik klien dapat mengontrol BAK
dan/atau BAB-nya.
39
(mengontrol dengan sangat baik = skor 0, sama sekali tidak dapat
mengontrol = skor 5)
8. Status gizi klien dilaksanakan dengan mengukur TB/BB melalui IMT
Skor = 0 → Normoweight : 18,5 – 22,9
Skor = 1 → Underweight : < 18,5
Skor = 2 → Overweight : 23,00 - 24,9
Skor = 3 → Obesitas grade I : 25 – 29,9
Skor = 4 → Obesitas grade II : 30 – 34,9
Skor = 5 → Obesitas grade III : 35
9. Kemungkinan depresi diperiksa dengan menanyakan apakah klien sering
sedih dan tertekan.
(tidak pernah = skor 0, selalu depresi = skor 5)
10. Tentang dukungan sosial-ekonomi diperiksa dengan menanyakan ada atau
tidak orang yang membantu biaya dan seberapa mampu bila klien sakit atau
dalam keadaan darurat lain.
(dukungan pasti ada = skor 0, tidak ada dukungan sama sekali = skor 5)
11. Status kognitif diperiksa dengan menyebutkan 6 objek dan diminta
mengulang setelah 5 menit. (Benar 6 = skor 0, 5 = skor 1, 4 = skor 2, 3 =
skor 3, 2 = skor 4, 1 = skor 5, 0 = skor 6)
12. Keterangan tentang lingkungan diperiksa dengan menanyakan ada tidaknya
bahaya di sekitar rumah (anak tanggi tinggi, penerangan KM/WC)
(selalu aman = skor 0, sangat tidak aman = skor 5)
13. Tentang kehidupan spiritual/keagamaan, ditanyakan seberapa puas klien
dengan agama yang dianutnya saat ini. (sangat puas = skor 0, tidak puas =
skor 6)
TOTAL 65
Derajat Kesehatan :
Sangat baik = skor 0 – 10
Cukup baik = skor 11 – 25
Kurang baik = skor 26 – 45
Sangat buruk = skor 46 – 65
40
Contoh Kasus : Oma N. S.
No. Pertanyaan Skor (0 – 5)
1. Ada/tidak gangguan penglihatan yang mengganggu aktivitas sehari-hari,
dengan melakukan tes baca koran atau dengan tes Snellen pada kedua mata.
(tidak ada gangguan sama sekali = skor 0, sangat mengganggu = skor 5)
0
2. Ada/tidak gangguan pendengaran yang mengganggu aktivitas sehari-hari,
dengan melakukan tes bisikan kata pada telinga kanan dan kiri.
(tidak ada gangguan sama sekali = skor 0, sangat mengganggu = skor 5)
0
3. Fungsi anggota atas, dengan tes jabat tangan dan meminta klien untuk
mengangkat tangan di belakang kepala (bergantian, kanan-kiri).
(berfungsi sangat baik = skor 0, tidak berfungsi sama sekali = skor 5)
1
4. Fungsi anggota bawah, dengan meminta klien bangkit dari duduk dan
berjalan.
(berfungsi sangat baik = skor 0, tidak berfungsi sama sekali = skor 5)
3
5. Fungsi aktivitas hidup sehari-hari (ADL), tiap poin nilainya 0 – 2.
Mandi 0 1 2
Transfer 0 1 2
Berpakaian 0 1 2
Kebersihan 0 1 2
Ke toilet 0 1 2
Makan 0 1 2
Menyiapkan makanan 0 1 2
Mengatur keuangan 0 1 2
Mengatur pengobatan 0 1 2
Menggunakan telepon 0 1 2
# Nilai 0 = mandiri, 1 = perlu bantuan, 2 = bergantung total pada orang lain
# Total nilai 0 = skor 0, 1-4 = skor 1, 5-8 = skor 2, 9-12 = skor 3, 13-15 =
skor 4, 16-20 = skor 5
0
6. Fungsi instrumental aktivitas hidup sehari-hari (IADL), nilai tiap poin 0 – 2.
Menggunakan telepon 0 1 2
Berbelanja 0 1 2
Menyiapkan makanan 0 1 2
Mengurus rumah 0 1 2
Mencuci pakaian 0 1 2
Mengadakan transportasi 0 1 2
2
41
Tanggung jawab pengobatan 0 1 2
Mengatur keuangan 0 1 2
# Total nilai 0 = skor 0, 1-3 = skor 1, 4-6 = skor 2, 7-9 = skor 3, 10-12 =
skor 4, 13-16 = skor 5
7. Tentang kontinensia, ditanyakan seberapa baik klien dapat mengontrol BAK
dan/atau BAB-nya.
(mengontrol dengan sangat baik = skor 0, sama sekali tidak dapat
mengontrol = skor 5)
0
8. Status gizi klien dilaksanakan dengan mengukur TB/BB melalui IMT
Skor = 0 → Normoweight : 18,5 – 22,9
Skor = 1 → Underweight : < 18,5
Skor = 2 → Overweight : 23,00 - 24,9
Skor = 3 → Obesitas grade I : 25 – 29,9
Skor = 4 → Obesitas grade II : 30 – 34,9
Skor = 5 → Obesitas grade III : 35
0
9. Kemungkinan depresi diperiksa dengan menanyakan apakah klien sering
sedih dan tertekan.
(tidak pernah = skor 0, selalu depresi = skor 5)
1
10. Tentang dukungan sosial-ekonomi diperiksa dengan menanyakan ada atau
tidak orang yang membantu biaya dan seberapa mampu bila klien sakit atau
dalam keadaan darurat lain.
(dukungan pasti ada = skor 0, tidak ada dukungan sama sekali = skor 5)
0
11. Status kognitif diperiksa dengan menyebutkan 6 objek dan diminta
mengulang setelah 5 menit. (Benar 6 = skor 0, 5 = skor 1, 4 = skor 2, 3 =
skor 3, 2 = skor 4, 1 = skor 5, 0 = skor 6)
0
12. Keterangan tentang lingkungan diperiksa dengan menanyakan ada tidaknya
bahaya di sekitar rumah (anak tanggi tinggi, penerangan KM/WC)
(selalu aman = skor 0, sangat tidak aman = skor 5)
0
13. Tentang kehidupan spiritual/keagamaan, ditanyakan seberapa puas klien
dengan agama yang dianutnya saat ini. (sangat puas = skor 0, tidak puas =
skor 6)
0
TOTAL 7
Kesimpulan : Derajat kesehatan sangat baik
42