KT Anak Lengkap (BAB I & BAB II)
-
Upload
putri-kodok -
Category
Documents
-
view
176 -
download
13
Transcript of KT Anak Lengkap (BAB I & BAB II)
1
BAB I
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Gastroenteritis adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh
berbagai bakteri, virus, dan patogen parasitik. (Donna L. Wong, 2003 : 492).
Diare adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar kurang dari 3 kali
untuk anak dan 4 kali untuk bayi dengan konsistensi feses encer, dapat
bercampur lendir dan darah atau lendir saja. (Ngastiyah, 2005 : 224).
Diare akut didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi defekasi dan
kandungan air pada tinja yang berlangsung selama 5-7 hari. ( Schwartz, M.
William, 2005 : 265).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa diare adalah
inflamasi lambung dan usus yang menyebabkan buang air besar lebih dari 3
kali sehari dengan konsistensi encer.
B. ETIOLOGI
Diare disebabkan oleh beberapa faktor menurut Ngastiyah (2005 : 224),
antara lain yaitu :
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral
Adalah saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
1
2
utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
1. Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
2. Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO ,Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
3. Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides),
Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis), Jamur : Candida albicans.
b. Infeksi parenteral
Adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : Otitis
Media Akut (OMA) tonsilitis / tonsilofaringitis , bronkopneumonia,
ensefalitis.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa ), monosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa dan glaktosa ).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak.
c. Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan : makanan basi , makanan beracun , alergi terhadap
makanan.
4. Faktor psikologis : rasa takut, rasa cemas.
3
C. PATOFISIOLOGI
Menurut Ngastiyah (2005 : 224) mekanisme dasar yang menyebabkan
gastroenteritis adalah :
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan
sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga
usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik usus akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare.
Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul pula diare.
4
Diare juga terjadi karena berbagai faktor antara lain :
Pertama infeksi (parasit, bakteri, virus, jamur) masuk dan berkembang
didalam usus yang mengakibatkan terjadinya hipersekresi air dan elektrolit
sehingga isi rongga usus meningkat yang menyebabkan diare.
Faktor kedua ialah malabsorbsi yang meliputi karbohidrat, protein, dan
lemak menyebabkan makanan tidak dapat diserap sehingga terjadi
peningkatan pada tekanan osmotic sehingga terjadi diare.
Faktor ketiga ialah psikologis faktor ini disebabkan karena adanya
kecemasan yang menyebabkan hiperperistaltik pada usus sehingga
kesempatan usus menyerap makanan menjadi turun sehingga muncul diare.
Faktor keempat makanan disebabkan karena keracunan makanan,
makanan yang basi, dan jumlah yang berlebih mengakibatkan toksin tidak
dapat diserap yang menyebabkan hiperperistaltik pada usus sehingga
kesempatan usus menyerap makanan menjadi turun sehingga muncul diare.
Hiperperistaltik juga dapat menyebabkan radang pada mukosa lambung
sehingga terjadi mual dan muntah yang mengakibatkan intake tidak adekuat
sehingga muncul masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Toksin juga
dapat mempengaruhi munculnya masalah karena toksin yang tidak dapat
diserap dapat membentuk endotoksin yang merangsang sintesis dan pelepasan
zat pirogen sehingga mempengaruhi sel point termosat hipotalamus sehingga
menyebabkan hipertermi. Diare dapat mengakibatkan kehilangan cairan
berlebih karena output yang banyak sehingga muncul masalah keperawatan
kekurangan volume cairan. Diare juga dapat menyebabkan gelisah atau
5
bingung karena ketidaktahuan keluarga tentang kondisi penyakit yang dialami
anggota keluarganya. Hal ini karena kurangnya binformasi keluarga tentang
penyakit anaknya, sehingga muncul masalah keperawatan kurang pengetahuan
keluarga. Perawatan yang terjadi di RS juga dapat mengakibatkan hospitalisasi
pada anak – anak yang mungkin menjadi menangis dan gelisah sehingga
muncul masalah keperawatan cemas. Diare juga dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan elektrolit sehingga terjadi hiponatremi yang
akibatnya kulit menjadi dingin dan kejang sehingga terjadi kekurangan
volume cairan dan dapat mengakibatkan syok. Diare menyebabkan frekuensi
buang air besar meningkat dan terdapat adanya asam laktat sehingga
menyebabkan iritasi kulit anal, hal ini karena banyaknya asam laktat yang
berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare sehingga
menyebabkan masalah keperawatan kerusakan integritas kulit.
6
D. PATHWAY
Faktor Infeksi Faktor Faktor makanan Faktor Psikologi Malabsorbsi Karbohidrat,
Protein, lemak Keracunan basi Jumlah berlebihan
Masuk dan Berkembang Dalam Makanan tidak Toksin tidak Usus dapat diserap dapat diserap cemas
Membentuk endotoxin Tekanan osmotik Hiperperistal
Hipersekresi meningkat (menurunnya kesempatanair dan elektrolit Merangsang sintesis usus menyerap makanan)(isi rongga usus dan pelepasan zat pirogen
meningkat) mukosa lambung radang
Pergeseran air Mempengaruhi dan elektrolit set point termosat kerongga usus hipotalamus mual, muntah
Intake tidak adekuat
Gangguan Kehilangan Keluarga Masuk RS Frekuensi BABkeseimbangan cairan berlebih gelisah, meningkatElektrolit bingung Hospitalisasi
Adanya asam
hiponatremi Output Kurang mengetahui Menangishipokalemia berlebih keadaan klien gelisah penurunan Iritasiklorida serum Kurang informasi kulit
analKulit dingin
Syok
HIPERTERMI
NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN
TUBUHDIARE
KURANGVOLUMECAIRAN RESIKO
KERUSAKANINTEGRITAS
KULIT
CEMAS
KURANGPENGETAHUAN
KELUARGA
7
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala diare menurut Ngastiyah (2005 : 225 ) antara lain
sebagai berikut :
1. Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat.
2. Nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare.
3. Tinja cair mungkin disertai lendir atau bercampur darah.
4. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena dering defekasi.
5. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit.
6. Karena kehilangan cairan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak antara
lain : berat badan turun, `turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung (pada bayi) selaput lendir pada mulut dan kulit
tampak kering
Penilaian derajat dehidrasi menurut Behram (2000 : 261) adalah :
Tanda dan gejala Ringan Sedang Berat
Kehilangan berat
badan
3 - 5 6 - 9 10 atau lebih
Kesan dan
kondisi umum
bayi dan anak
kecil
Haus, sadar dan
gelisah
Haus, gelisah,
atau letargis
tetapi iritabel
bila dipegang
Mengantuk,
ekstre-mitas
lemas, dingin
sianotik, lembab,
8
atau mengantuk bisa koma
Anak besar dan
dewasa
Haus, sadar dan
gelisah
Haus, sadar,
hipotensi
postural
Biasanya sadar,
kuatir,
ekstremitas
dingin, lembab,
sianotik, kulit
jari tangan dan
kaki berkerut,
kejang otot
Nadi radial Kecepatan dan
tekanan normal
Cepat dan lemah Cepat, sangat
lemah, kadang
tidak teraba
respirasi Normal Dalam, mungkin
cepat
Dalam dan cepat
Fontanella
anterior
Normal Cekung Sangat cekung
Tekanan darah
sistolik
Normal Normal atau
rendah, hipotensi
ortostatik
Rendah,
mungkin tidak
teratur
Elastisitas kulit Cubitan segera
kembali
Cubitan kembali
perlahan
Cubitan tidak
segera kembali
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada atau Tidak ada
9
berkurang
Membrana
mukosa
Lembab Kering Sangat kering
Keluaran
kencing
Normal Jumlah
berkurang dan
pekat
Anuria atau
oliguria berat
Pengisian
kembali kapiler
Normal 2 detik Lebih dari 3
detik
Perkiraan defisit
cairan (mL/kg)
30 - 50 60 - 90 100 atau lebih
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dan uji daiagnostik menurut Betz, Cecily L
(2002 : 160) antara lain adalah :
1. Hematest feses untuk memeriksa adanya darah (lebih umum dengan pada
yang bakterial).
2. Evaluasi feses terhadap volume, warna, konsistensi, adanya pus.
3. Hitung darah lengkap dengan diferensial.
4. Uji antigen imunoesei enzim untuk memastikan rotavirus.
5. Kultur feses (jika anak dihospitalisasi, pus dalam feses yang
berkepanjangan) untuk menentukan patogen.
6. Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit.
10
7. Aspirasi duodenum (jika diduga G. lamblia)
8. Urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi; organisme
Shigella keluar melalui urin).
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan dasar gastroenteritis menurut Ngastiyah (2005 : 225) adalah
sebagai berikut :
1. Pemberian cairan
Jenis cairan yang diberikan yakni cairan parenteral (misalnya Ringer
Laktat) dan cairan dehidrasi oral meliputi formula yang lengkap
mengandung NaCL, NHCO, KCL, dan glukosa. Formula ini sering disebut
oralit. Formula tidak lengkap misalnya larutan gula garam, larutan air tajin
garam, larutan tepung beras garam, dan sebagainya yang mengandung
NaCl dan sukrosa.
Cara pemberian cairan menurut Ngastiyah (2005 : 227) berdasarkan
derajat dehidrasi adalah :
a. Belum ada tanda dehidrasi
Per oral sebanyak anak m au minum atau 1 gelas tiap defekasi dan
selanjutnya 125 ml/kg berat badan per hari.
b. Dehidrasi ringan
1. Satu jam pertama 50 sampai 100ml/kg BB peroral.
2. Selanjutnya 125 ml/kg BB hari ad libitum
c. Dehidrasi berat
11
Untuk anak umur 1 bulan sampai 2 tahun, berat badan 3-10 kg
1. 1 jam pertma : 40 ml/kg BB/jam = 10 tetes/kg BB/menit (set infus
berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13/kg BB/menit (set infus 1 ml =
20 tetes),
2. 7 jam berikutnya : 12 ml/kg BB/jam = 3 tetes/kg BB/Menit (set
infus 1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kg BB/menit (set infus 1 ml = 20
tetes),
3. 16 jam berikutnya : 125 ml/kg BB oralit peroral atau bila anak
tidak mau minum dapat dib erikan DG aa intravena 2 tetes/kg
BB/menit (1 ml =15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (set 1 ml = 20
tetes).
Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak menurut
Ngastiyah (2005 : 226) adalah sebagai berikut :
Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak dibawah 2 tahun :
Derajat dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 200 25 350
Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan pasien dan
umur :
Berat badan Umur PWL NWL CWL Jumlah
0 – 3 kg 0 – 1 bulan 150 125 25 300
12
3 – 10 kg 1 -2 bulan 125 100 25 250
10 -15 kg 2 – 5 tahun 100 80 25 205
15 – 25 kg 5 – 10 tahun 80 25 25 130
Keterangan :
a. PWL, Previouus Water Loss (ml/kgBB), cairan yang hilang karena
muntah.
b. NWL, Normal Water Loss (ml/kgBB), cairan hilang lewat urine, kulit,
pernafasan.
c. CWL, Concomitant Water Loss (ml/kgBB), cairan hilang karena
muntah hebat.
2. Pengobatan dietik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg jenis makanan diantaranya :
a. Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron).
b. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila
anak tidak mau minum susu.
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misal
susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai
sedang atau tidak jenuh.
Cara memberikannya :
13
Hari 1 : setelah dehidrasi segera diberikan makanan peroral. Bila diberi
ASI/susu formula tetapi diare masih sering, berikan oralit selang seling
dengan ASI misalnya 2 kali ASI atau susu khusus, 1 kali oralit.
Hari 2 – 4 : ASI atau susu formula rendah laktosa penuh.
Hari 5 : bila tidak ada kelainan pasien dipulangkan.
3. Obat – obatan
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang
melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin).
a. Obat anti sekresi Asetosal dosis 25 mg/tahun dengan dosis minimum
30 mg, Klorpromazin dosis 0,5 – 1 mg/kg BB/hari.
b. Obat spasmolitik seperti Papaverin.
H. FOKUS PENGKAJIAN
Fokus pengkajian menurut Smeltzer (2002 : 1049) antara lain adalah :
1. Pengkajian subyektif meliputi :
a. Riwayat kesehatan sekarang.
b. Terapi obat-obatan saat ini.
c. Riwayat medis dan bedah terdahulu.
d. Asupan diet harian.
e. Apa ada kram abdomen dan nyeri.
f. Frekuensi dan dorongan mengeluarkan feses.
g. Adanya feses cair atau berminyak, mukus, pus dan darah dalam feses.
14
2. Pengkajian obyektif meliputi :
a. Penimbangan berat badan.
b. Mengkaji terhadap adanya hipotensi postural atau takikardi.
c. Inspeksi feses dalam hal konsistensi, bau dan warna.
d. Auskultasi abdomen menunjukkan adanya bising usus dan
karakteristiknya.
e. Perhatikan adanya distensi abdomen atau nyeri tekan.
f. Inspeksi membran mukosa dan kulit.
g. Inspeksi kulit perianal terhadap adanya iritasi.
Sedangkan fokus pengkajian menurut Donna L. Wong (2003 : 492) antara lain
adalah :
1. Kemungkinan memakan makanan atau air yang terkontaminasi.
2. Kemungkinan infeksi ditenpat lain.
3. Lakukan pengkajian fisik rutin.
4. Observasi dan catat adanya tanda-tanda yang berkaitan (tenesmus, kram
dan muntah).
5. Bantu dengan prosedur diagnostik (misal : tampung spesimen sesuai
program, feses untuk pil, gula darah).
6. Deteksi sumber infeksi.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Nanda (2005 - 2006) pada klien dengan gastroenteritis dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
15
1. Diare berhubungan dengan kehilangan volume aktif (Nanda, 2005 - 2006 :
89).
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume aktif,
kegagalan dalam mekanisme pengaturan (Nanda, 2005 - 2006 : 89).
3. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi (Nanda, 2005 - 2006 : 107).
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi
makanan karena faktor biologi, psikologi, atau ekonomi (Nanda, 2005 -
2006 : 139).
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status
kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.
(Nanda, 2005 - 2006 : 9).
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena
diare.(Nanda, 2005 - 2006 : 197).
7. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang informasi.
(Nanda, 2005-2006 : 125).
J. FOKUS INTERVENSI
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada dapat ditemukan intervensi
keperawatan menurut Nanda (2005 - 2006) sebagai berikut :
1. Diare berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif (Nanda, 2005 –
2006 : 89).
16
Dengan batasan karakteristik yaitu sedikitnya BAB cair lebih dari 3
kali dalam sehari, suara usus hiperaktif, nyeri perut, kram, urgensi (Nanda,
2005 – 2006 : 67).
Tujuan yang diharapkan terhadap diagnosa tersebut adalah diare
berkurang dengan kriteria hasil penurunan frekuensi defekasi, konsistensi
kembali normal.
Menurut NIC (2007 : 134), intervensi yang diberikan untuk diagnosa
tersebut antara lain :
a. Kaji dan dokumentasikan frekuensi defekasi, warna, konsistensi, dan
jumlah feses.
Rasionalisasi : untuk mengkaji beratnya penyakit.
b. Kaji dan dokumentasikan turgor kulit dan kondisi mukosa mulut.
Rasionalisasi : untuk mengkaji beratnya penyakit.
c. Ajarkan keluarga/klien tentang cara menggunakan obat anti diare
dengan benar.
Rasionalisasi : menambah pengetahuan keluarga.
d. Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil, sering dan jumlah
ditingkatkan secara bertahap.
Rasionalisasi : untuk mengurangi absorbsi makanan.
e. Lakukan tindakan untuk mengistirahatkan usus besar (puasa, diet cair)
Rasionalisasi : untuk menurunkan rangsangan cairan makanan.
f. Konsultasi dengan dokter anak untuk alternatif tipe pemberian
makanan.
17
Rasionalisasi : memberikan diet yang sesuai.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam
mekanisme pengaturan (Nanda, 2005 - 2006 : 89).
Batasan karakteristik yaitu kelemahan, haus, penurunan turgor kulit,
membran mukosa/kulit kering, nadi meningkat, tekanan darah menurun,
volume/tekanan nadi menurun, penurunan pengisian kapiler, perubahan
status mental, penurunan urin output, peningkatan konsentrasi urin,
peningkatan suhu tubuh, hematokrit meningkat, kehilangan berat badan
mendadak (Nanda, 2005 – 2006 : 89).
Tujuan yang diharapkan terhadap diagnosa tersebut adalah volume
cairan terpenuhi dengan kriteria hasil memperlihatkan volume cairan
adekuat dibuktikan dengan membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
keseimbangan masukan dan haluaran urine normal dalam konsistensi atau
jumlah.
Menurut NIC (2007 : 177) intervensi untuk diagnosa tersebut antara
lain :
a. Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan.
Rasionalisasi : untuk mengkaji rehidrasi.
b. Observasi terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misalnya
diare) .
Rasionalisasi : untuk mengkaji rehidrasi.
18
c. Identifikasi faktor yang terkontribusi terhadap bertambah buruknya
dehidrasi (misalnya : obat-obatan, demam, stres dan program
pengobatan).
Rasionalisasi : untuk mengetahui faktor penyebab.
d. Pantau status dehidrasi ( kelembaban membran mukosa keadekuatan
nadi, dan tekanan osmotik).
Rasionalisasi : untuk mengetahui status dehidrasi.
e. Pertahankan keakuratan catatan asupan dalam haluaran.
Rasionalasasi : untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
f. Tingkatkan asupan oral.
Rasionalisasi : untuk rehidrasi dengan pergantian cairan melalui feses.
g. Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan.
Rasionalisasi : untuk mencegah dehidrasi.
h. Kolaborasi dalam pemberian terapi IV.
Rasionalisasi : menambah masukan cairan klien.
3. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi (Nanda, 2005 - 2006 : 107).
Batasan karakteristik yaitu peningkatan suhu tubuh di atas normal.
Kejang dan konvulsi, takikardi, frekuensi nafas meningkat, diraba hangat,
kulit merah (Nanda, 2005 – 2006 : 107) .
Tujuan yang diharapkan dari intervensi diagnosa tersebut adalah
mendemonstrasikan suhu badan dalam batas normal dengan kriteria hasil
19
mempertahankan nomothermi yang ditunjukkan dengan tidak terdapatnya
tanda dan gejala hipertermi seperti takikardi, kulit kemerahan.
Menurut NIC (2007 : 222) intervensi untuk diagnosa tersebut antara
lain :
a. Pantau suhu minimal setiap 2 jam sesuai dengan kebutuhan.
Rasionalisasi : peningkatan suhu tubuh menunjukkan adanya
toksin penyebab diare.
b. Ajarkan klien atau keluarga dalam mengatur suhu untuk mencegah dan
menggali secara dini hipertermi.
Rasionalisasi : menambah pengetahuan klien.
c. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi klien hanya dengan
selembar pakaian.
Rasionalisasi : guna mempercepat proses penguapan.
d. Anjurkan asupan cairan oral.
Rasionalisasi : untuk mencegah dehidrasi.
e. Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik sesuai kebutuhan.
Rasionalisasi : untuk mengurangi demam.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, menaabsorpsi
makanan karena faktor biologi, psikologi, ekonomi (Nanda, 2005 - 2006 :
139).
20
Batasan karkteristik yaitu berat badan di bawah ideal lebih dari 20%,
melaporkan intake makanan kurang dari kebutuhan yang dianjurkan,
konjungtiva dan membran mukosa pucat, lemah otot untuk menelan atau
mengunyah, luka. Inflamasi pada rongga mulut, mudah merasa kenyang
sesaat setelah mengunyah makanan, melaporkan kurang makan,
melaporkan perubahan sensasi rasa, tidak mampu mengunyah makanan,
enggan makan, kerusakan minat terhadap makanan (Nanda, 2005 – 2006 :
139).
Tujuan yang diharapkan dari intervensi terhadap diagnosa tersebut
adalah kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil menunjukkan
peningkatan masukan per oral.
Adapun intervensi menurut NIC (2007 : 323) untuk diagnosa tersebut
antara lain :
a. Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya
nafsu makan.
Rasionalisasi : untuk membantu memilih intervensi.
b. Identifikasi faktor pencetus mual/muntah.
Rasionalisasi : untuk mengetahui faktor penyebab mual/muntah.
c. Catat warna, jumlah dan frekuensinya.
Rasionalisasi : untuk mengetahui nutrisi yang hilang.
d. Ciptakan hubungan saling percaya dan mendukung dengan klien.
Rasionalisasi : mempermudah komunikasi.
e. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan.
21
Rasionalisasi : untuk meningkatkan kenyamanan.
f. Bersihkan mulut secara teratur.
Rasionalisasi : untuk meningkatkan selera makan.
g. Berikan makanan bergizi, tinggi kalori dan bervariasi.
Rasionalisasi : mengganti nutrisi yang hilang.
h. Konsultasi dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori harian.
Rasionalisasi : perlu bantuan dalam perencanaan diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status peran, status kesehatan,
pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.(Nanda, 2005 -
2006: 9).
Batasan karakteristik yaitu penuruna produktifitas, kontak mata buruk,
gelisah, pandangan sekilas, pergerakan yang tidak bermakna (jalan
menyeret, gerak tangan dan kaki), ekspresi yang mendalam terhadap
perubahan hidup, insomnia, resah. (Nanda, 2005 – 2006 : 9).
Tujuan yang diharapkan dari intervensi terhadap diagnosa tersebut
adalah ansietas teratasi dengan kriteria hasil menggunakan mekanisme
koping yang efektif dalam menghadapi stress.
Adapun intervensi menurut NIC (2007 : 26) untuk diagnosa tersebut
adalah :
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
Rasionalisasi : untuk meningkatkan keyakinan keluarga pada perawat.
b. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan klien.
22
Rasionalisasi : untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi situasi yang mencetuskan ansietas.
Rasionalisasi : untuk mengetahui faktor pencetus.
g. Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pada klien.
Rasionalisasi : untuk menempatkan klien pada posisi yang positif.
h. Beri dorongan pada klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasionalisasi : untuk mengeksternalisasikan ansietas.
f. Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis perawatan dan
prognosis.
Rasionalisasi : menambah pengetahuan dan mengurangi kecemasan.
g. Instruksikan klien tentang penggunaan tehnik relaksasi.
Rasionalisasi : untuk mengurangi kecemasan.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena diare.
(Nanda, 2005 - 2006 : 197)
Batasan karakteristik menurut Nanda (2005 - 2006 : 197) yaitu infeksi
struktur tubuh, kerusakan lapisan kulit, disrupsi permukaan kulit
(epidermis).
Tujuan yang diharapkan menurut Donna L. Wong (2004 : 497)
dariintervensi terhadap diagnosa tersebut adalah anak tidak mengalami
bukti-bukti kerusakan kulit. Dengan kriteria hasil mengembalikan kondisi
atau keutuhan kulit klien.
23
Menurut NIC (2007 : 469) intervensi yang dapat diberikan untuk
diagnosa tersebut adalah :
a. Pantau kulit dari adanya ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembaban
dan keringat yang berlebih, area kemerahan dan rusak.
Rasional : untuk mengetahui tanda-tanda kerusakan kulit dan memulai
terapi.
b. Bersihkan kulit saat terkena kotoran.
Rasional : untuk mengurangi kelembaban.
c. Minimalkan kulit terpajan pada kelembaban.
Rasionalisasi : mengurangi resiko infeksi.
d. Gunakan lapisan pelindung seperti krim atau bantal..
Rasionalisasi : untuk menghilangkan kelembaban yang berlebih.
e. Gunakan balutan transparan untuk area yang beresiko.
Rasionalisasi : untuk melindungi kulit dari kebasahan.
f. Ganti posisi dengan hati-hati.
Rasionalisasi : untuk menghindari cidera pada kulit yang sama
.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (Nanda, 2005
- 2006 : 125).
Adapun batasan karakteristik menurut nanda (2005 - 2006 : 125) yaitu
mengungkapan adanya masalah, mengikuti instruksi tidak akurat, tes
penampilan tidak akurat, perilaku berlebihan atau tidak sesuai
(histeris,bermusuhan, agitas, apatis).
24
Tujuan yang diharapkan terhadap intervensi terhadap diagnosa tersebut
adalah keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit dengan
kriteria hasil keluarga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan, ekspresi wajah kembali tenang.
Intervensi dapat diberikan untuk diagnosa tersebut menurut NIC (2007
: 275) antara lain :
a. Tentukan tingkat pengetahuan keluarga/klien dan pahami isinya.
Rasionalisasi : untuk mengetahui seberapa jauh tingkat
pengetahuan keluarga tentang penyakit.
b. Tentukan kemampuan klien/keluarga untuk mempelajari informasi.
Rasionalisasi : untuk mengetahui kemampuan klien.
c. Tentukan motivasi klien/keluarga untuk mempelajari informasi.
Rasionalisasi : untuk mengetahui tujuan klien mengetahui
informasi tersebut.
d. Memberikan pengajaran sesuai tingkat pemahaman klien/keluarga.
Rasionalisasi : untuk mengetahui tingkat pemahaman klien /
keluarga.
e. Menggunakan pendekatan pengajaran multipel, dan demonstrasi
secara verbal.
Rasionalisasi : umpan balik.
f. Merencanakan penyesuaian dalam penanganan bersama klien dan
dokter.
25
Rasionalisasi : untuk memfasilitasi kemampuan klien / keluarga
mengikuti penanganan yang dianjurkan.
K. KONSEP TUMBUH KEMBANG
Berikut ini penulis akan menyampaikan tentang tumbuh kembang anak
usia 18 bulan sesuai dengan kasus yang didapat penulis yaitu :
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa anak usia 1 – 2 tahun menurut
(Hidayat, Azis Alimul, 2005 : 25) adalah pertumbuhan dan perkembangan
pada tahun kedua pada anak akan mengalami beberapa perlambatan dalam
pertumbuhan fisik, dimana pada tahun kedua anak akan mengalami kenaikan
berat badan sekitar 1,5 – 2,5 kg dan panjang badan 6 – 10 cm, kemudian
pertumbuhan otak juga akan mengalami perlambatan yaitu kenaikan lingkar
kepala hanya 2 cm, untuk pertumbuhan gigi terdapat tambahan 8 buah gigi
susu termasuk gigi geraham pertama, dan gigi taring sehingga seluruhnya
berjumlah 14 – 16 buah.
Pertumbuhan dan perkembangan selama masa bayi umur 18 bulan menurut
(Donna L. Wong, 2003 : 190) antara lain :
a. Dalam perkembangan motorik kasar anak diawali kemampuan untuk
berlari secara kikuk, sering terjatuh, berjalan naik tangga dengan satu
tangan berpegangan, menarik dan mendorong mainan, melompat di tempat
dengan kedua kaki, duduk sendiri di kursi, melempar bola dari satu tangan
ke tangan lain tanpa jatuh.
26
b. Perkembangan motorik halus dimulai dengan membangun menara 3
sampai 4 kotak, membalik halaman dalam buku 2 atau 3 lembar sekaligus,
dalam menggambar membuat tekanan sesuai tiruan dan mampu mengatur
sendok tanpa memutar.
c. Pada perkembangan bahasa mampu mengatakan 10 kata atau lebih,
menunjuk objek umum seperti sepatu, bola, dan dua atau tiga bagian
tubuh.
d. Perkembangan sosialisasi dapat mengatur sendok dengan baik,
melepaskan sarung tangan, kaos kaki, sepatu serta resleting, mulai sadar
kepemilikan ( ‘mainanku’).
L. HOSPITALISASI PADA ANAK
Hospitalisasi menurut Donna L. Wong (2003 : 333) mengemukakan
bahwa sakit dan hospitalisasi akan menimbulkan krisis pada kehidupan anak.
Perasaan yang sering muncul pada anak dengan usia 1,5 tahun di rumah sakit,
anak harus menghadapi lingkungan yang asing, pemberi asuhan yang tidak
dikenal dan gangguan terhadap gaya hidup mereka. Sering kali anak harus
mengalami prosedur yang menimbulkan nyeri, kehilangan kemandirian dan
berbagai hal yang tidak diketahui. Interpretasi mereka terhadap kejadian
respon mereka terhadap pengalaman dan signifikasi yang mereka tempatkan
pada pengalaman secara langsung berhubungan dengan tingkat perkembanga.
Reaksi anak terhadap perpisahan meliputi berbagai aspek yang pertama
yaitu protes, menangis, berteriak, melihat pada orang tua, memegang erat
27
orang tua, menghindari dan menolak kontak dengan orang asing. Perilaku
tersebut dapat berakhir dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Protes
seperti menangis dapat berlangsung terus menerus, akan berhenti apabila
sudah lelah. Pendekatan orang asing dapet menimbulkan peningkatan proses.
Yang kedua yaitu putus asa biasanya anak tidak aktif, menarik diri, depresi,
sedih dan tidak tertarik pada lingkungan sekitar. Prilaku tersebut dapat berlaku
variabel waktu, kondisi fisik dapat menyimpang dan menolak makan minum
atau bergerak. Dan yang terakhir adalah pelepasan meliputi : menunjukkan
peningkatan minat pada sekitar, berinteraksi pada orang asing atau pemberi
asuhan yang dikenalnya, membentuk hubungan baru tetapi bersifat superfisal,
tampak bahagia.
28
BAB II
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN DATA
1. IDENTITAS KLIEN
Setelah penulis melakukan pengkajian data tanggal 12 Januari 2011
jam 08.00 WIB didapatkan gambaran umum dari kasus tersebut yang
meliputi identitas klien. Nama An.Y, umur 1,5 tahun, jenis kelamin laki-
laki, agama Islam, suku Jawa, bangsa Indonesia, alamat Roworejo Rt
01/Rw 04 Kebumen, tanggal masuk rumah sakit 11 Januari 2011 jam
06.30 WIB,dengan diagnosa medis gastroenteritis, nama ayah Tn P. umur
29 tahun, pekerjaan swasta, nama ibu Ny R. umur 28 tahun, pekerjaan ibu
rumah tangga.
2. KELUHAN UTAMA
Keluhan utama adalah ibu klien mengatakan anaknya buang air besar
lebih dari enam kali sehari.
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Riwayat penyakit sekarang adalah ibu klien mengatakan anaknya
buang air besar lebih dari enam kali sehari dengan konsistensi cair sedikit
ampas, keluan ini muncul sejak tanggal 10 Januari 2011 sekitar jam 18.00
WIB, muntah 2 kali, dan badannya demam.
4. PENANGANAN SELAMA DIRUMAH
Ibu klien mengatakan anaknya buang air besar cair lebih dari enam kali
sehari dengan konsistensi cair disertai demam. Sebelum dibawa ke rumah
29
sakit Ibu klien tidak memberikan obat apapun, Ibu klien hanya
mengompres agar panasnya turun. Kemudian pada hari senin 11 Januari
2011 pada pukul 06.30 WIB klien dibawa di RSUD Kebumen.
5. RIWAYAT KESEHATAN LAMPAU
Klien belum pernah menderita diare dan penyakit serius. Klien
belum pernah dirawat di RS, klien mendapatkan imunisasi lengkap.
Riwayat kehamilaan dan kelahiran : selama hamil Ibu klien tidak pernah
menderita penyakit dan tidak ada keluhan selama kehamilannya. Selama
hamil Ibu klien mendapatkan imunisasi tetanus sebanyak dua kali. Ibu
klien selama hamil setiap bulan selalu mengontrolkan kehamilannya
dibidan terdekat.
Riwayat natal : Ny. R. mengatakan klien lahir dengan spontan dan normal
dengan BB : 3,3 kg dan panjang : 50 cm. Kondisi Ibu dan klien sehat.
Riwayat neonatal : klien mendapat imunisasi hepatitis, BCG, polio, DPT
dan campak.
Imunisasi An. Y :
UMUR JENIS IMUNISASI
0 Bulan Hepatitis B (HB) 0
1 Bulan BCG, Polio 1
2 Bulan DPT / HB 1, Polio 2
3 Bulan DPT / HB 2, Polio 3
4 Bulan DPT / HB 3, Polio 4
9 Bulan Campak
30
6. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Ibu klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit kronis, menular dan keturunan.
Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis pernikahan
: Garis keturunan
: Klien
: Tinggal satu rumah
Dari hasil uji Denver pada tanggal 12 Januari 2011 yang dilakukan
pada An Y didapatkan hasil normal karena An Y dapat melakukan semua
31
item pada garis umur. Data-data yang didapat sesuai dengan uji Denver
yaitu pada personal sosial, An Y dapat makan menggunakan sendok atau
garpu, membuka pakaian, menyuapi boneka, gosok gigi dengan bantuan.
Pada adaptif motorik halus An Y dapat mencorat-coret, mengambil manik-
manik dan ditunjukkan, membangun menara dari 2 kubus, membangun
menara dari 4 kubus, membangun menara dari 6 kubu. Pada tahap bahasa
An Y dapat mengucapkan 2 kata, mengucapkan 3 kata, mengucapkan 6
kata, menunjukkan 2 gambar, dapat melakukan kombinasi kata, dan dapat
bicara dengan dimengerti. Pada motorik kasar An Y dapat berjalan
mundur, berlari, berjalan naik tangga, menendang bola kedepan, dan
melempar bola keatas.
7. RIWAYAT SOSIAL
Dari pengkajian didapatkan data pada riwayat sosial klien diasuh
kedua orang tuanya, terutama ibunya karena ayahnya bekerja, hubungan
dengan anggota keluarga baik. Pembawaan secara umum klien adalah
anak yang periang. Tetapi saat didekati oleh perawat klien kelihatan
ketakutan klien menangis saat mau diinjeksi. Tetapi klien dapat diajak
bercanda dan ketawa.
8. KEADAAN KESEHATAN
Pada pemeriksaan fisik diperoleh data : keadaan umum klien lemah,
kesadaran composmentis, pemeriksaan tanda-tanda vital suhu 380C, nadi
120 kali per menit, respirasi 30 kali per menit. Berat badan klien 10 kg,
tinggi badan 88 cm. Pada pemeriksaan to head toe didapatkan data pada
32
mata simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva an anemis, pupil isokor,
hidung simetris bersih tidak ada polip, telinga simetris tidak ada serumen,
mulut bersih, mukosa bibir kering, pada ekstremitas atas terpasang infus
RL 20 tetes per menit di tangan kiri, tidak terdapat udema.
9. PENGKAJIAN POLA FUNGSIONAL
a. Pola nutrisi dan metabolik
Ibu klien mengatakan nafsu makan klien baik, klien masih di beri
ASI,sebelum sakit klien minum sehari sekitar 800 cc, selama sakit
nafsu minum klien sedikit menurun, klien makan 3 kali sehari dengan
nasi, lauk, dan sayur dengan menggunakan mangkuk dan sendok,
klien masih mau makan walaupun tidak habis dari porsi diit makanan
yang diberikan RS.Klien tidak mempunyai alergi makanan. Berat
badan klien saat ini 10 kg, tinggi badan 88 cm.
b. Pola eliminasi
Sebelum sakit ibu klien mengatakan dalam sehari klien buang air
besar 1 sampai 2 kali dengan konsistensi lembek berwarna kuning,
buang air kecil sehari 5 sampai 6 kali sehari. Selama sakit ibu klien
mengatakan dalam sehari klien buang air besar lebih dari enam kali
dengan konsistensi cair terdapat sedikit ampas berwarna kuning, buang
air kecil 4 sampai 5 kali sehari.
c. Pola aktivitas dan latihan
Pola aktifitas dan latihan klien sebelum sakit kegiatan klien
makan, tidur, bermain bersama ibu,bapak, dan kakak, jika ada waktu
33
luang ibu klien mengajak klien bermain di tetangga, selama di rumah
sakit klien hanya terbaring lemah di tempat tidur, kadang klien rewel,
pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti makan, mandi, dan toileting
masih di bantu penuh oleh orang tuanya
d. Pola istirahat dan tidur
Pola istirahat dan tidur, sebelum sakit dimalam hari klien tidur 10
sampai 11 jam, di siang hari tidur 2 sampai 3 jam , selama sakit klien
rewel dimalam hari klien tidur 9 sampai 10 jam, disiang hari tidur 2
sampai 3 jam dengan pengantar tidur dengan minum ASI kadang
digendong ibu, gangguan pada saat tidur biasanya ketika klien
ngompol.
e. Pola bicara, persepsi dan kognitif
Klien sudah bisa bicara, klien bisa memanggil “ibu, bapak, mbah,
mas”. Kemampuan untuk bekerjasama dan berkomunikasi : klien
sudah bisa diajak bekerjasama dan berkomunikasi, jika ibunya
menyuruh untuk mengambilkan mainan klien dapat mengambilnya.
Fungsi penglihatan, pendengaran, penghidu, peraba, nyeri : semua
fungsi tersebut berfungsi dengan baik (normal).
Respon terhadap suara berisik, sentuhan, perbincangan dan musik :
klien dapat merespon terhadap suara berisik, sentuhan, perbincangan
dan musik yang keras dibuktikan jika klien masih tidur klien dapat
bangun.
Pengalaman pendidikan, klien belum pernah sekolah.
34
f. Pola reproduksi sosial
Klien sudah mengetahui tentang jenis kelaminnya, teman dekat
klien adalah ibu.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Penampilan klien bersih, kebiasaan klien menangis, saat klien
dirawat di rumah sakit klien terlihat ketakutan bila didekati oleh
perawat apalagi saat mau diinjeksi, klien dapat diajak bercanda dan
tertawa.
h. Pola koping
Respon terhadap perubahan tekanan (lingkungan baru,
hospitalisasi), selama dirawat di rumah sakit klien belum dapat
beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit, klien tampak rewel, klien
hanya terbaring dan kadang di gendong ibunya.
i. Pola nilai dan kepercayaan
Ibu klien menginginkan agar anaknya cepat sembuh dan keluar
dari rumah sakit, ibu klien mengatakan bahwa kesehatan sangatlah
penting , ibu klien mengatakan sakitnya anaknya ini merupakan
cobaan dari Tuhan.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 11 Januari 2011.
1.
Nama Hasil Normal Satuan
WBC 10,92 L 5 – 10
P 5 – 10
10^3/UL
35
RBC 4,20 L 4,5 – 5,5
P 4 – 5
10^6/UL
HGB 10,5 L 13 – 16
P 12 - 15
9/dl
HCT 33,9 L 40 – 48
P 37 – 43
%
MCV 80,7 79,0 – 99,0 Fl
MCH 25,0 27,0 – 31,0 Pg
MCHC 31,0 33,0 – 37,0 g/dl
PLT 471 150 – 400 10^3/UL
RDW-CV 17,3 11,5 – 14,5 %
RDS-SD 48,9 35 – 47 Fl
PDW 8,3 9,10 – 13,0 Fl
MPV 8,0 7,2 – 11,1 Fl
P-LCR 10,8 15,0 – 11,1 %
2. Feses rutin : bakteri (+), jamur (+).
3. Widal : (-)
Program pengobatan antara lain : infus RL 20 tetes per menit, paracetamol
syrup 3 x 1 sendok teh, cefotaxime 2 x 250 mg, zinc 1 x 1 tab, dialac 3 x ½
sachet.
36
Program pengobatan yang diberikan tanggal 12 Januari 2011 adalah infus
RL 20 tetes per menit, paracetamol syrup 3 x 1 sendok teh, injeksi cefotaxime
2 x 250 mg, zinc 1 x 1 tab, dialac 3 x ½ sachet.
B. ANALISA DATA
Setelah dilakukan pengkajian pada tanggal 12 Januari 20111 didapatkan
hasil analisa data sebagai berikut :
Tgl / Jam Data Problem Etiologi
12-01-11
09.00 WIB
DS : Ibu klien mengatakan anak-
nya buang air besar lebih
dari 6 kali sehari dengan
konsistensi cair sedikit
ampas dan berwarna kuning
dan muntah 2 kali.
DO : - Klien tampak lemah
-Mukosa bibir sedikit
kering
- Kesadaran
composmentis
-Warna feses kuning cair
sedikit ampas
- Mata cekung
- BB 10 kg
Kekurangan
volume
cairan menit
Kehilangan
volume
cairan aktif
37
- Infus RL 20 tetes per
menit
- Nadi 120 kali per menit
- Turgor kulit berkurang
-Peristaltik usus 24 kali per
menit
09.00 WIB DS : Ibu klien mengatakan anak-
nya panas sejak 10 Januari
2011 sampai sekarang masih
panas (12 Januari 2011).
DO : - Klien tampak lemah
- Badan teraba panas
- Klien tampak berkeringat
banyak
- Klien rewel
- Suhu 380C
- Nadi 120 kali per menit
- RR : 30 kali per menit
- Mukosa bibir sedikit
kering
Hipertermi Intake
cairan
kurang
adekuat
(dehidrasi)
09.00 WIB DS : Ibu klien mengatakan belum
Mengetahui tentang penye-
Kurang
pengetahuan
Kurang
informasi
38
bab diare dan cara pencega-
hanya
DO : - Ibu klien bertanya-tanya
tentang diare
- ibu klien tampak bingung
mengenai
penyakit
diare
Prioritas Masalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif (diare).
2. Hipertermi berhubungan dengan cairan kurang adekuat (dehidrasi).
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
penyakit diare.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan analisa data hasil pengkajian pada An. Y muncul diagnosa
keperawatan berdasarkan prioritas masalah adalah sebagai berikut :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif.
2. Hipertermi berhubungan dengan intake cairan kurang adekuat, efek
sirkulasi endotoksin (dehidrasi).
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
penyakit diare.
39
D. RENCANA KEPERAWATAN
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan, yang meliputi tujuan keperawatan, penetapan pemecahan
masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien.
Tujuan rencana keperawatan adalah konsolidasi dan organisasi informasi
pasien ssebagai sumber dokumentasi, sebagai alat komunikasi perawat klien,
sebagai alat komunikasi antar anggota tim kesehatan, langkah dari proses
keperawatan yang merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Rencana tindakan keperawatan untuk 3 diagnosa yang penulis angkat
adalah sebagai berikut :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(diare).
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24
jam diharapkan volume cairan terpenuhi.
Kriteria hasil : Memperlihatkan volume cairan adekuat yang dibuktikan
dengan membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
keseimbangan masukan dan haluaran urin normal dalam
konsistensi atau jumlah.
Intervensi :
a. Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan.
Rasionalisasi : untuk mengkaji rehidrasi.
b. Tingkatkan tirah baring klien.
40
Rasionalisasi : istirahat dapat menurunkan mortilitas usus.
c. Tingkatkan masukan cairan per oral secara bertahap.
Rasionalisasi : memberikan istirahat pada kolon dengan
menurunkan rangsang cairan atau makanan.
d. Kaji turgor kulit dan kondisi mukosa bibir.
Rasionalisasi : mengkaji beratnya penyakit.
e. Konsultasi dengan ahli gizi untuk alternatif tipe pemberian makanan.
Rasionalisasi ; memberika diet yang sesuai.
f. Kelola dalam pemberian cairan IV.
Rasionalisasi : menambah masukan cairan.
2. Hipertermi berhubungan dengan intake cairan kurang adekuat efek
sirkulasi endotoksin (dehidrasi).
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24
jam diharapkan dapat mempertahankan nomothermi
yang ditunjukkan dengan tidak terdapatnya tanda-tanda
gejala hipertermi.
Kriteria hasil : Badan klien tidak panas saat diraba, suhu badan antara
360C – 37,50C.
Intervensi :
a. Pantau suhu minimal setiap 2 jam sesuai kebutuhan.
Rasionalisasi : Peningkatan suhu tubuh adanya toksin penyebab diare.
41
b. Ajarkan klien dan keluarga dalam mengatur suhu untuk mencegah dan
menggali secara dini hipertermi.
Rasionalisasi : Menambah pengetahuan klien dan keluarga.
c. Lepaskan pakaian yang berlebih dan ditutup hanya dengan selembar
pakaian.
Rasionalisasi : Mempercepat proses penguapan.
d. Kelola dalam pemberian obat antipiretik sesuai kebutuhan.
Rasionalisasi :Untuk mengurangi demam.
e. Ajarkan cara kompres hangat.
Rasionalisasi : Mempercepat sirkulasi suhu tubuh.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 1 x 30
menit, pengetahuan keluarga bertambah.
Kriteria hasil : Orang tua klien paham dan mengerti tentang penyakit
diare serta perubahan dalam pola hidup serta dapat
menjelaskan kembali materi yang sudah diberikan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga dan pahami isinya.
Rasionalisasi : Untuk mengetahui faktor penyebab.
b. Motifasi keluarga untuk mempelajari informasi.
Rasionalisasi : Agar keluarga mau mempelajari informasi yang
didapat.
42
c. Rencanakan penyesuaian dalam penanganan bersama keluarga dan
dokter.
Rasionalisasi : Untuk memotivasi kemampuan keluarga mengikuti
penanganan yang dianjurkan.
d. Lakukan kontrak waktu dengan keluarga untuk penyuluhan kesehatan.
Rasionalisasi : Menyiapkan waktu yang dapat diterima keluarga.
e. Lakukan penyuluhan kesehatan tentang diare.
Rasionalisasi : menambah pengetahuan keluarga dengan memberikan
informasi tentang diare.
E. IMPLEMENTASI
Adapun tindakan keperawatan yang dilakukan untuk tiga diagnosa yang
penulis angkat sebagai berikut :
Tanggal 12 Januari 2011
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif.
a. Memantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan (pukul
08.00 WIB).
Respon : warna kuning, jumlah + 30 cc dan frekuensi malam sampai
pagi lebih dari 6 kali.
b. Meningkatkan tirah baring klien (pukul 09 .00 WIB).
Respon : Klien tampak terbaring di tempat tidur.
c. Mengkaji tugor kulit dan kondisi mukosa bibir (pukul 09.30 WIB).
43
Respon : Tugor kulit elastis mukosa bibir sedikit kering.
d. Mengelola program terapi dokter cairan infus RL 20 tetes per menit
dan injeksi cefotaxime 250 mg (pukul 10.00 WIB).
Respon : Klien tampak ketakutan.
e. Menganjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering (pukul
10.20 WIB).
Respon : Ibu klien memberikan biskuit dengan sering.
f. Menimbang berat badan klien (pukul 11.00 WIB).
Respon : berat badan klien 10 kg.
2. Hipertermi berhubungan dengan intake cairan kurang adekuat efek cairan
endotoksin (dehidrasi).
a. Memantau suhu minimal setiap 2 jam sesuai kebutuhan (pukul 10.00
WIB).
Respon : Keluarga bersedia dan mengerti.
b. Melepaskan pakaian yang berlebih dan ditutupi hanya dengan
selembar pakaian (pukul 10.35 WIB).
Respon : Klien hanya berbalut baju dan celana saja.
c. Menganjurkan untuk memberikan asupan cairan oral terutama ASI
(pukul 10.45 WIB).
Respon : Ibu mau menyusui anaknya, memberikan obat penurun
panas paracetamol ½ sendok teh.
44
d. Mengajarkan keluarga dalam mengatur suhu untuk mencegah dan
menggali secara dini hipertermi.(10.45 WIB).
Respon : Keluarga berseedia dan mengerti.
3. Kekurangan pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
a. Melakukan penilaian tingat pengetahuan keluarga dan pahami isinya
(pukul 11.00 WIB).
Respon : Keluarga tidak tahu penyebab anaknya diare.
b. Memotivasi keluarga uuntuk mempelajari informasi (pukul 12.20
WIB).
Respon : Keluarga mau mempelajarinya.
c. Memberikan pengajaran tentang pengertian, penyebab, serta diet yang
boleh dan tidak boleh diberikan sesuai dengan tingkat pemahaman
keluarga (pukul 13.00 WIB).
Respon : Keluarga sedikit demi sedikit memahami.
Tanggal 13 Januari 2011
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
a. Memantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan (pukul
10.00 WIB).
Respon : Ibu klien mengatakan klien sudah buang air besar empat kali
dari pukul 07.00 sampai 10.00 WIB, konsisitensi masih cair,
warna kuning, berat badan klien 10 kg.
b. Meningkatkan tirah baring klien (pukul 08.30 WIB).
45
Respon : Klien tampak berbaring ditempat tidur
c. Mempertahankan cairan IV.(09.00).
Respon : Infus RL 20 tetes per menit.
d. Memonitor cairan infus.(10.00 WIB).
Respon : Cairan infus dalam flabot tetap menetes.
2. Hipertermi berhubungan dengan intake cairan kurang adekuat efek
sirkulasi endotoksin (dehidrasi).
a. Mengobservasi suhu tubuh dan vital sign (pukul 12.00 WIB).
Respon : Suhu tubuh klien 37,20C, nadi 110 kali per menit, pernafasan
26 kali per menit.
b. Mengelola pemberian paracetamol sirup ½ sendok teh (pukul 10.00
WIB).
Respon : Obat paracetamol masuk per oral.
3. Melakukan penyuluhan kesehatan tenntang diare (pukul 11.00 WIB).
Respon : Keluarga memperhatikan saat dilakukan penyuluhan yang
diberikan dan dapat menjelaskan kembali materi
penyuluhan
yang sudah diberikan.
F. EVALUASI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka penulis melakukan evaluasi
yaitu sebagai berikut :
1. Tanggal 12 Januari 2011 pukul 13.00 WIB.
46
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif.
S : Ibu klien mengatakan anaknya masih diare 6 kali, tetapi sudah
tidak muntah.
O : Faces cair, warna kuning, mengandung ampas, mukosa bibir
sedikit kering, peristaltik usus 24 kali per menit.
A : Masalah kekurangan volume cairan belum teratasi.
P : Lanjutkan intervrensi :
- Pantau warna jumlah dan frekuensi buang air besar.
- Kaji turgor kulit dan kondisi mukosa bibir.
- Anjurkan keluarga untukmemberi makan dalam porsi kecil
tapi sering.
- Kelola dalam pemberian cairan IV sesuai kondisi, terapi, dan
obat-obatan anti diare
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
S : Ibu klien mengatakan anaknya masih panas.
O : Klient tampak lemah, kesadaran composmentis, badan teraba
panas, klien mengeluarkan keringat banyak, suhu 380C, nadi 110
kali per menit.
A : Masalah hipertermi belum teratasi.
P : Lanjutkan intervrensi :
- Pantau suhu minimal setiap 2 jam sesuai kebutuhan.
47
- Lepaskan pakaian yang berlebih dan ditutupi hanya dengan
selembar pakaian.
- Anjurkan untuk memberikan asupan oral.
- Anjurkan untuk kompres hangat.
- Kelola dalam pemberian antipiretik sesuai kebutuhan.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
S : Ibu klien mengatakan belum mengetahui tentang anaknya diare
serta diet yang harus diberikan dan apa saja yang harus dihindari.
O : Ibu klien tampak bingung, ibu klien menyetujui kontrak waktu
untuk penyuluhan pada tanggal 13 Januari 2011 pukul 11.00
WIB selam 30 menit.
A : Masalah kurang pengetahuan belum teratasi.
P : Lanjutkan intervrensi :
- Lakukan penyuluhan kesehatan tentang diare sesuai waktu
yang telah disepakati.
2. Tanaggal 13 Februari 2011 pukul 10.00 WIB
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif.
S : Ibu klien mengatakan anaknya buang air besar 4 kali sejak
sealam mulai jam 20.00 WIB sampai jam 10.00 WIB.
O : Konsistensi feses lembek, warna kuning, peristaltik usus 22 kali
per menit keadaan umum membaik, mukosa bibir lembab, klien
terlihat banyak minum ASI.
48
A : Masalah kekurangan cairan teratasi sebagian
P : Penulis mendelegasikan pada perawat untuk melanjutkan
intervensi sebagai berikut.
- Observasi frekuensi buang air besar.
- Kelola dalam pemberian obat anti diare.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
S : Ibu klien mengatakan anaknya pananya sudah turun.
O : Keadaan umum klien baik, suhu 37,20C, nadi 110 kali per menit,
mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, pernafasan 26 kali
per menit, berat badan 10 kg, paracetamol sirup ½ sendok teh
sudah diminumkan klien.
A : Masalah hipertermi teratasi.
P : Pertahankan intervensi.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang infomasi.
S : Keluarga mengatakan sudah mengerti dan memahami tentang
pengertian, penyebab serta diet yang harus diberikan dan apa
saja yang harus dihindari.
O : Keluarga tampak lebih tenang, keluarga tidak gelisah
lagi,
keluarga dapat mengulang apa yang telah dijelaskan penyuluh
yaitu pengertian, penyebab dan perawatan pada penderita diare
serta cara membuat larutan gula garam.
49
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas masalah keperawatan yang muncul dan tidak
muncul dalam asuhan keperawatan pada An. Y. di bangsal melati RSUD
Kebumen dengan masalah gangguan pada saluran pencernaan gastroenteritis
disini akan dibahas tentang masalah atau diagnosa keperawatan yang muncul dan
tidak muncul beserta mengapa penulis tidak mengangkat masalah tersebut, tujuan,
rencana tindakan, rasional, tindakan keperawatan, serta respon klien dari tindakan
yang telah dilakukan dan hasil evalusasi yang telah dicapai setelah dilakukan
tindakan keperawatan ada tanggal 13 Januari 2011.
Pada asuhan keperawatan An. Y. dengan gastroenteritis setelah dilakukan
pengkajian ditemukan tiga masalah keperawatan :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan denganm kehilangan cairan aktif
(diare).
Definisi kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan
interavasculer, interstisial, dan atau intraselular, mengarah kepada
dehidrasi, kehilangan tanpa perubahan sodium (Nanda, 2005 – 2006 : 89)
Batasan karakteristik menurut Nanda (2005 – 2006 : 89) antara lain :
kelemahan, haus, penurunan turgor kulit / lidah, membran mucus / kulit
49
50
kering, nadi meningkat, tekanan darah menurun, volume / tekan nadi
menurun, penurunan pengisihan kapiler, perubahan status mental,
penurunan urin output, peningkatan konsentrasi urin, peningkatan suhu
tubuh, hematokrit meningkat, dan kehilangan berat mendadak.
Penulis menegakkan diagnosa keperawata pada An. Y. karena pada
saat pengkajian pada tanggal 12 Januari 2011 ditemukan data-data yang
mendukung untuk munculnya masalah keperawatan tersebut yaitu, Ibu
klien mengatakan anaknya buang air besar lebih dari enam kali sehari
dengan konsistensi cair, warna kekuningan, sedikit ampas, mukosa bibir
sedikit kering, turgor kulit elastis, nadi 120 kali per menit, peristatik 24
kali per menit dan keadaan umum klien lemah dan rewel.
Penulis mengambil diagnosa kekurangan volume cairan kehilangan
cairan aktif (diare) sebagai prioritas masalah. Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan volume darah kolaps kardiovaskuler dan terjadi syok
hipovolemik. Sesuai dengan Hierarki Maslow masalah kekurangan volume
cairan merupaka kebutuhan dasar fisiologis masusia yang harus dipenuhi
terlebih dahulu oleh karena itu jika kehilangan cairan terus berlanjut bisa
menyebabkan kematian
Tujuan yang diharapkan pada diagnosa keperawatan kekurangan
volume cairan adalah volume cairan adi kuat dengan kriteria hasil
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pemasukan cairan meningkat.
Agar tidak terjadi dehidrasi sehingga penggantian cairan adikuat
(Doengoes, 2000 : 449).
51
Intervensi untuk diagnosa kekurangan volume cairan adalah kaji
keadaan umum klien karena keadaan klient dapat mempengaruhi
terjadinya diare. Pantau buang air besar, karakteristik, warna fases karena
buang air besar lebih dari tiga kali menandakan klien masih mengalami
diare, warna fases menandakan keadaan fases, seperti warna fases merah
menandaka ada darah dalm fases, warna fases kuning kehijauan
menandakan fases bercampur empedu. Tingkatkan tirah baring, karena
dengan istirahat dapat menurunkan mortilitas usus. Kaji turgor kulit dan
kondisi mukosa bibir, karena dengan kondisi turgor kulit dan mukosa bibir
yang buruk menunjukkan kehilangan cairan atau dehidrasi. Tingkatkan
masukan cairan per orang secara bertahap untuk memberika intirahat pada
kolon. Kolaborasi dalam pemberian caira IV dan obat anti diare, untuk
mencegah terjadinya dehidrasi dan mengganti cairan yang hilang bersama
fases dan untuk menghentikan diare. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk
pemberian diit makanan penulis melakukan interferensi ini dengan alasan
untuk memberika diit yang sesuai.
Tindakan keperawatan yang penulis lakukan untuk mengatasi
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(diare) adalah mengkaji keadaan umum klien, penulis melakukan tindakan
keperawatan ini tujuannya untuk mengetahui kedaan klien. Memantau
frekuensi buang air besar, karakteristik, warna, penulis melakukan
tindakan keperawatan ini tujuannya untuk mengetahui karakteristik dan
jumlah cairan yang hilang bersama fases itu. Meningkatkan kirah baring,
52
karena dengan tirah baring dapat mengurangi beban usus dan peristaltik
usus. Mengkaji turgor kulit dan mukosa bibir, karena dengan kondisi
turgor kulit dan mukosa bibir yang buruk menandakan klien kehilangan
cairan, meningkatkan cairan per oral secara bertahap setiap dua jam sekali
untuk menurunkan beban kerja usus dan mengistirahatkan usus agar
peristaltik kembali normal. Menimbang berat badan klien untuk
mengetahui apakah terjadi penurunan berat badan atau tidak, karena
dengan penurunan berat badan secara mendadak menandakan klien
mengalami dehidrasi. Melakukan kolaborasi dalam pembrian obat anti
diare dan cairan IV untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan mengganti
cairan yang hilang bersama fases, sedangkan obat anti diare digunakan
untuk mengurangi atau menghentikan diare.
Evaluasi yang dicapai setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2
x 24 jam adalah masalah teratasi sebagian, intervensi yang telah
direncanakan dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan dengan tepat
dan baik sehingga kekurangan volume cairan dapat diatasi yang
dibuktikan dengan mukosa bibir klien sedikit lembab, turgor kulit elastis,
dan buang air besar klien masih 4 kali sehari dengan konsistensi sedikit
cair dan mengandung ampas. Faktor pendukung keberhasilan tindakan
keperawatan ini adalah kerjasama antara keluarga dengan perawat yaitu
keluarga mau memberikan cairan yang cukup yaitu sekitar 1000 cc per
hari yang berupa ASI dan air putih.Sedangkan faktor yang menghambat
dari tindakan keperawatan yaitu klien masih rewel.
53
2. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi ( Nanda, 2005-2006 : 107).
Definisi dari hipertermi adalah peningkatan temperature tubuh di atas
rentang normal. (Nanda, 2005-2006 : 107).
Batasan karakteristik menurut (Nanda, 2005-2006 : 107) adalah
peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal, kejang atau konvulsi,
takikardi, frekwensi napas meningkat, diraba hangat, kulit memerah.
Penulis menegakkan diagnosa keperawatan ini karena pada saat
pengkajian ditemukan data yang mendukung yaitu suhu tubuh klien 380C,
nadi 120 kali per menit, pernapasan 30 kali per menit, mukosa bibir sedikit
kering, badan klien teraba panas, kulit klien terlihat memerah, data ini
masuk dalam karakteristik untuk menegakkan diagnosa hipertermi
berhubungan dengan dehidrasi. Masalah ini menjadi nomor dua, karena
menurut penulis hipertermi terjadi akibat tubuh kehilangan cairan, oleh
karena itu kekurangan volume cairan diprioritaskan terlebih dahulu agar
tidak terjadi kehilangan cairan lebih lanjut, sehingga dapat menurunkan
suhu tubuh. Bila penulis memprioritaskan masalah hipertermi terlebih
dahulu, penurunan suhu tubuh mungkin tidak akan terjadi, karena terjadi
kehilangan cairan terus-menerus. Suhu tubuh yang meningkat
mengakibatkan aliran darah pada otak yang abnormal sehingga akan
terjadi pelepasan hantaran listrik dalam otak akibatnya terjadi kekakuan
otak yang menyebabkan kejang.
Tujuan yang diharapkan pada diagnosa tersebut adalah suhu tubuh
dalam batas normal (360C – 37,50C) dengan kriteria hasil mempertahankan
54
nomothermi yang ditunjukkan dengan tidak terdapatnya tanda-tanda dan
gejala hipertermi seperti takikardi dan kulit kemerahan.
Intervensi untuk diagnosa keperwatan hipetermi adalah pantau suhu
tubuh minimal 2 jam sekali atau sesuai kebutuhan, karena jika terjadi
peningkatan suhu tubuh menunjukkan adanya toksin penyebab diare.
Anjurkan pada keluarga agar klien mengenakan pakaian tipis yang
menyerap keringat, karena dengan memakai pakaian tipis diharapkan
dapat menyerap keringat dan mempercepat proses penguapan. Ajarkan
pada keluarga cara mengompres hangat, karena air hangat dapat
menyebabkan vasodilatasi atau membukanya pembuluh darah sehingga
mempercepat menurunnya suhu tubuh.
Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik sesuai kebutuhan agar
dapat menurunkan suhu tubuh dengan menghambat toksin pada
hipotalamus.
Tindakan keperawatan yang penulis lakukan untuk mengatasi
hipertermi berhubungan dengan dehidrasi adalah memantau suhu minimal
2 jam sesuai kebutuhan untuk mengetahui suhu tubuh, karena suhu tubuh
yang tinggi menandakan terdapat adanya tanda-tanda dehidrasi.
Menganjurkan pada keluarga untuk mengenakan pakaian yang tipis dan
menyerap keringat pada klien, karena dengan pakaian yang tipis
diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh. Mengelola obat penurun panas
untuk mengurangi demam. Mengajarkan cara kompres hangat agar
55
keluarga dapat mengompres klien dengan cara yang benar sesuai apa yang
telah diajarkan.
Evaluasi yang telah dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam adalah masalah teratasi. Apabila tindakan keperawatan
dilakukan dengan baik dan rencana bisa terlaksana maka waktu tersebut
diharapkan cukup untuk menyelesaikan diagnosa keperawatan tersebut,
yang dibuktikan dengan suhu tubuh klien turun yang dari 380C menjadi
37,20C.
Faktor yang mendukung dalam keberhasilan tindakan keperawatan
dalam diagnosa keperawatan tersebut adalah kerjasama antara keluarga
dan perawat, keluarga mau mendemonstrasikan cara kompres hangat yang
sudah diajarkan, keluarga juga mau melakukan kegiatan yang disarankan
seperti mengenakan pakaian tipis yang dapat menyerap keringat.
Faktor yang menghambat keberhasilan tindakan keperawatan ini
adalah klien yang rewel jika ibu mengompres badannya sehingga
mengakibatkan suhu badan tidak cepat turun.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (Nanda, 2005-
2006 : 125 ).
Definisi dari kurang pengetahuan adalah tidak ada atau kurang
informasi kognitif berhubungan dengan topic yang spesifik (Nanda, 2005-
2006 : 125).
Batasan karakteristik kurang pengetahuan menurut (Nanda, 2005-2006
: 125) adalah mengungkapkan adanya masalah, mengikuti adanya instruksi
56
yang tidak adekuat, tes penampilan tidak akurat, perilaku berlebihan atau
tidak sesuai (histeris, bermusuhan, agitasi, apatis).
Penulis mengangkat diagnosa keperawatan ini didukung oleh data
yaitu ibu klien mengatakan tidak tahu tentang diare, ibu klien menanyakan
penyebab, pencegahan dan penanganan diare, ibu klien tampak bingung
dan bertanya-tanya.
Hal tersebut bila tidak segera diatasi maka keluiarga terutama ibu akan
mengalami kesulitan dalam perawatan lanjutan klien atau jika ada anggota
keluarga yang menderita diare. Penyebab diare selain karena infeksi
enteral maupun parenteral serta faktor lain. Tetapi mengingat ada beberapa
faktor resiko yang ikut berperan dalam timbulnya diare yang kebanyakan
karena kurangnya pengetahuan orang tua maka perlu diberikan
penyuluhan.
Tujuan yang diharapkan pada diagnosa keperawatan tersebut adalah
pengetahuan keluarga bertambah dengan kriteria hasil orang tua klien
khususnya ibu klien paham dan mengerti tentang penyakit diare serta
perubahan dalam pola hidup serta dapat menjelaskan kembali materi yang
sudah diberikan.
Intervensi untuk diagnosa keperawatan kurang pengetahuan adalah,
kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit, penulis melakukan
intervensi ini dengan alasan untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan
klien tentang penyakit anaknya. Motivasi keluarga untuk mempelajari
informasi tentang penyakit klien karena dengan kita memberikan motivasi
57
diharapkan keluarga dapat mengerti tentang penyakit klien.Lakukan
kontrak dengan keluarga untuk penyuluhan kesehatan supaya dapat
menyiapkan waktuyang dapat diterima keluarga. Lakukan penyuluhan
kesehatan tentang diare dan cara membuat larutan gula garam karena
dengan penyuluhan dapat menambah pengetahuan keluarga dengan
memberikan informasi tentang diare.
Tindakan keperawatan yang penulis lakukan untuk mengatasi kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi adalah, mengkaji
tingkat pengetahuan keluarga. Penulis melakukan tindakan keperawatan
ini tujuannya untuk mengetahui seberapa jauh keluarga mengetahui
tentang penyakit anaknya dan untuk mempersiapkan materi yang akan
diberikan oleh penyuluh. Memotivasi keluarga untuk mempelajari
informasi karena dengan belajar dapat menambah pengetahuan keluarga.
Melakukan kontrak dengan keluarga untuk penyuluhan kesehatan, agar
keluarga dapat menerima penyuluhan kesehatan pada waktu yang tepat.
Memberikan pengajaran tentang pengertian, penyebab, pencegahan, serta
cara membuat larutan gula garam sesuai dengan tingkat pemahaman
keluarga karena dengan penyuluhan diharapkan dapat menambah
pengetahuan keluarga dengan memberikan informasi tentang diare dan
juga dapat menambah ketrampilan keluarga tentang perawatan keluarga
tentang perawatan pertama diare dirumah.
Evaluasi yang dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1 x 30 menit adalah masalah teratasi. Apabila tindakan dilakukan dengan
58
baik dan rencana bisa terlaksana maka waktu tersebut diharapkan cukup
untuk menyelesaikan diagnosa tersebut.Dibuktikan dengan ibu klien dapat
menyebutkan kembali pengertian, penyebab, pencegahan, dan dapat
menjelaskan kembali cara membuaam untuk perawatan diaret larutan gula
garam untuk perawatan diare di riumah.
Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan tindakan penyuluhan
kesehatan yang dilakukan adalah media pendukung yang membantu proses
penyuluhan seperti leaflet serta adanya motifasi belajar, sehingga materi
penyuluhan yang diberikan mudah diterima.
Tidak ada faktor yang menghambat keberhasilan dalam tindakan
keperawatan yang dilakukan karena pada saat memberikan penyuluhan
klien sedang tidur, sehingga penyuluhan kesehatan dapat berjalan dengan
lancar.
Diagnosa keperawatan yang terdapat dalam teori tetapi tidak muncul
dalam kasus adalah :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak dapat mengabsorbsi makanan karena faktor biologi,
psikologi/ekonomi (Nanda, 2005 – 2006 : 139).
Definisi dari diagnosa keperawatan ini menurut NANDA (2005-
2006 : 139) adaah intake nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan metabolik.
Batasan karakteristik menurut NANDA (2005-2006 : 139) adalah
berat badan dibawah ideal, melaporkan intake makanan kurang dari
59
kebutuhan yang dianjurkan, konjungtiva dan membran mukus pucat,
lemah otot untuk menelan atau mengunyah, luka inflamasi pada
rongga mulut, mudah merasa kenyang sesaat setelah mengunyah
makanan, melaporkan kurang makan, melaporkan perubahan sensasi
rasa, tidak mampu mengunyah makanan, miskonsepsi, penurunan berat
badan dengan intake makanan adekuat, enggan makan, kram
abdominal, tonus otot buruk, nyeri abdomen patologi atau bukan,
kerusakan minat terhadap makanan, pembuluh kapiler rapuh, diare
atau steatorea, kehilangan rambut banyak, suara usus hiperaktif,
kurang informasi, misinformasi.
Penulis tidak mengangkat masalah tersebut karena pada saat
pengkajian tidak ditemukan data yang mendukung dibuktikan dengan
berat badan tidak turun lebih dari 20 %, intake makanan cukup, tidak
lemah otot untuk menelan atau mengunyah, tidak melaporkan kurang
makan dan kram abdomen.
2. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status
kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.
(Nanda, 2005 – 2006 :9)
Menurut NANDA ( 2005 – 2006 : 9 ) cemas adalah perasaan tidak
nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai dengan
respon otonom ( sumber terkadang tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu ), perasaan yang was – was untuk mengatasi bahaya. Ini
60
merupakan sinyal peringatan akan adanya bahaya dan memungkinkan
individu untuk mengambil langkah untuk menghadapinya.
Batasan karakteristik cemas menurut (Nanda, 2005 – 2006 : 9 – 11)
terbagi dalam perilaku, efektif, fisiologis dan kognitif. Gejala – gejala
bervariasi sesuai dengan tingkat cemas. Gejala perilaku diantaranya
adalah penurunan produktifitas, insomnia, gelisah dan resah. Gejala
afektif diantaranya adalah rasa menyesal, takut, gugup, mudah
btersinggung dan kewaspadaan meningkat. Gejala fisiologis
diantaranya adalah peningkatan frekuensi pernafasan, pucat atau
kemerahan, sering berkemih dan diare. Gejala kognitif diantaranya
mudah lupa, tidak dapat konsentrasi, dan kurang kesadaran tentang
lingkungan sekitar.
Penulis tidak mengangkat masalah tersebut karena pada saat
pengkajian tidak ditemukan data yang mendukung dibuktikan dengan
klien tidak berespon terhadap perubahan lingkungan tersebut, karena
klien merasa seperti dirumah dan dapat bermain dengan ibunya. Klien
tidak terlihat gelisah, pendekatan terhadap klien juga baik, sehingga
dampak dari hospitalisasi dapat diminimalkan. Masalah cemas tidak
muncul dalam pengelolaan kasus karena tidak terdapat data yang
mendukung untuk menegakkan diagnosa cemas berhubungan dengan
perubahan lingkungan dan ststus kesehatan akibat hospitalisasi.
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi kulit
akibat diare (Nanda, 2005 – 2006 : 197).
61
Menurut NANDA (2005 – 2006 : 197 ) resiko kerusakan integritas
kulit adalah perubahan pada epidermis dan dermis.
Batasan karakteristik dari diagnosa tersebut adalah invasi struktur
tubuh, kerusakan lapisan kulit ( dermis ) dan disrupsi permukaan kulit
( epidermis).
Penulis tidak mengangkat masalah tersebut karena pada saat
pengkajian tidak ditemukan adanya data – data yang mendukung untuk
menegakkan diagnosa tersebut dibuktikan dengan kemandirian orang
tua menjaga kebersihan daerah anus klien terutama setelah klien buang
air besar, tidak adanya gangguan jaringan epidermis maupun dermis,
kulit sekitar anus terlihat kering, tidak terlihat lecet dan kemerahan.