KRITIK SOSIAL CITIZEN JOURNALISM DALAM KASUS...
Transcript of KRITIK SOSIAL CITIZEN JOURNALISM DALAM KASUS...
KRITIK SOSIAL CITIZEN JOURNALISM DALAM KASUS EKSPANSI
INDUSTRI SEMEN DI PEGUNUNGAN KENDENG
(Studi Semiotika Film Dokumenter Samin Vs Semen di Channel Youtube
Watchdoc Image)
Skripsi Ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
SKRIPSI
OLEH :
TITIS ANIS FAUZIYAH
NIM. 43010160091
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI)
FAKULTAS DAKWAH
IAIN SALATIGA
2020
ii
KRITIK SOSIAL CITIZEN JOURNALISM DALAM KASUS EKSPANSI
INDUSTRI SEMEN DI PEGUNUNGAN KENDENG
(Studi Semiotika Film Dokumenter Samin Vs Semen di Channel Youtube
Watchdoc Image)
Skripsi Ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
SKRIPSI
OLEH :
TITIS ANIS FAUZIYAH
NIM. 43010160091
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI)
FAKULTAS DAKWAH
IAIN SALATIGA
2020
iii
iv
ABSTRAK
v
AABSTRAK
vi
Kritik Sosial Citizen Journalism Dalam Kasus Ekspansi Industri Semen di Pegunungan Kendeng (Studi Semiotika Film Dokumenter Samin Vs Semen di Channel Youtube Watchdoc Image)
Melalui film, masyarakat dapat menuangkan kritik sosial dari realitas kehidupan seperti halnya film Marsinah karya Slamet Raharjo yang kala itu menjadi simbol perlawanan kaum buruh. Dalam hal ini Watchdoc menggunakan platform youtube untuk publikasi film dokumenternya. Samin vs Semen merupakan film dokumenter yang secara mendalam merekam perjuangan warga Samin atau petani Kendeng yang melawan ekspansi industri semen di pegunungan Kendeng. Watchdoc sebagai pelaku citizen journalism dengan bantuan warga melalukan peliputan di Pati dan Rembang karena komitmennya menyuarakan kaum marjinal. Terlebih mengingat kasus ini jarang diangkat oleh media arus utama.
Tujuan penelitian berdasarkan pada argumen, yaitu dapat menguraikan kritik sosial citizen journalism dalam film dokumenter Samin vs Semen pada youtube channel Watchdoc Image. Penelitian kualitatif dilakukan melalui studi semiotika John Fiske. Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang tidak lazim. Analisisnya bersifat paradigmatik dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks. Selanjutnya peneliti menguraikan kritik sosial dalam film dokumenter menggunakan teori kode pertelevisian John Fiske yang dibagi menjadi tiga level, yaitu: realitas, representasi, dan ideologi. Data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dari situlah penulis mengambil kesimpulan.
Meskipun tidak menyebut karyanya sebagai jurnalisme warga, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam praktik dan cara kerjanya Watchdoc termasuk citizen journalism. Salah satunya pada film dokumenter Samin vs Semen yang meliput dari sudut pandang warga Samin dan membela hak-hak yang diperjuangkan warga setempat beserta petani Kendeng lainnya. Dari analisis semiotika John Fiske dalam film Samin vs Semen, peneliti menyimpulkan adanya kritik sosial. Kritik atas ketimpangan sosial diperlihatkan pada narasi yang disampaikan Watchdoc dalam film. Seperti halnya penguasaan sumber daya alam hanya dipegang oleh kaum elit dan para pemodal yang lebih mementingkan kepentingan ekonomi serta politik golongan tertentu ketimbang masyarakat. Dan sisi ideologi feminisme para wanita Samin selaku para petani Kendeng yang berada di garis terdepan memperjuangkan hak-hak mereka.
Kata kunci: Kritik sosial, citizen journalism, studi semiotika, film dokumenter.
vii
MOTTO
را س ر ي س ع ل ع ا ن م إSesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (Al Insyirah: 6)
“Dear mahasiswa, setinggi apapun angan dan cita-cita kita, tidak mudah
diraih bila masih berstatus mahasiswa dan tidak segera mengerjakan skripsi
lalu lulus”.
viii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, melalui proses yang tidak mudah, akhirnya peneliti mampu
menyelesaikan skripsi di tengah masa pandemi corona ini. Motivasi, dukungan dari
berbagai pihak tentunya menambah semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Dengan demikian saya ucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kepada orang tua saya, bapak ibu yang selalu menjadi pengingat ketika saya
malas mengerjakan skripsi. Dukungan moral dan spiritual yang mendorong
peneliti segera menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih yang tak terhingga
dan tidak mungkin mampu saya membalas jasanya.
2. Kakak sepupu saya yang selalu memotivasi untuk melakukan yang terbaik
seperti mereka, sekaligus teman ngopi dan teman curhat terdekat rumah.
3. Angkatan 2016 teman-teman mahasiswa KPI IAIN Salatiga seperjuangan.
4. Teman-teman Prestigious 89 IAIN Salatiga yang meramaikan masa-masa
perkuliahan di kampus tercinta.
5. Teman-teman LPM DinamikA yang pernah berkerja dan berjuang bersama
dari awal masuk hingga berhasil menerbitkan majalah hebat edisi 29.
6. Sahabat-sahabat online tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu setia
mendengar curhat colongan (curcol) peneliti selama pandemi corona dan
tetap saling support dalam kebaikan.
7. Terakhir untuk Bangtan Boys. Terima kasih telah menemani peneliti dalam
mengerjakan skripsi dengan musik indahnya yang selalu menghibur dan
memotivasi terputar melalui playlist Spotify.
ix
KATA PENGANTAR
Pertama dan utama peneliti panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya kepada penulis selama
melakukan penelitian ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
nabi agung nabi besar Muhammad SAW, suri tauladan umat Islam yang selalu kita
nantikan syafaatnya di hari akhir nanti.
Dalam tugas akhir ini penulis mengambil tema kritik sosial citizen
journalism dalam penelitian. Menurut peneliti penting untuk media atau pers
memenuhi tanggung jawab sosial, salah satunya dengan melakukan kritik. Peneliti
memilih Wacthdoc selaku citizen journalism karena dalam praktiknya kru telah
melakukan kritik sosial melalui platform youtube dengan film dokumenternya.
Peneliti berharap ke depannya masyarakat, khususnya mahasiswa lebih sadar isu
sosial melalui karya-karya semacam ini.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis penulis bermaksud menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. Mukti Ali, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga.
3. Ibu Dra. Maryatin, M.Pd. selaku Ketua prodi KPI IAIN Salatiga.
4. Bapak Muhamad Fahrudin Yusuf, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang
sangat sabar membimbing peneliti mengejar deadline skripsi.
5. Bapak Dr. Rifqi Aulia Erlangga, M.Hum. selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu menerima keluh kesah selama perkuliahan.
6. Seluruh dosen yang telah memberi ilmu kepada peneliti selama perkuliahan,
Peneliti sangat menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak
kelemahan dan kekurangan, maka dari itu peneliti sangat terbuka untuk menerima
saran agar ke depannya bisa lebih baik untuk melakukan kajian penelitian. Akhir
kata peneliti sampaikan permohonan maaf yang tulus, banyak kekurangan dan
kesalahan. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi kita semua.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
MOTTO ......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 10
D. Kerangka Berpikir ............................................................................. 10
E. Sistematika Penulisan ........................................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .................. 13
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 13
B. Landasan Teori .................................................................................. 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 21
A. Metodologi Penelitian ....................................................................... 21
B. Subjek dan Objek Penelitian ............................................................. 22
C. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 22
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 22
xi
E. Teknik Analisa Data .......................................................................... 23
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA .......................................... 25
A. Sejarah dan Gambaran Umum Citizen Journalism di Indonesia ....... 25
B. Gambaran Umum Rumah Produksi Watchdoc Image ...................... 26
C. Karya-Karya Produksi Watchdoc ..................................................... 27
D. Profil Film Dokumenter Samin vs Semen ........................................ 29
E. Transkip Film Dokumenter Samin vs Semen .................................... 31
F. Analisis Semiotika John Fiske dalam film Samin vs Semen ............. 60
1. Level Realitas .............................................................................. 61
2. Level Representatif ..................................................................... 77
3. Level Ideologi ............................................................................. 95
G. Pembahasan ....................................................................................... 98
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 104
A. Kesimpulan ....................................................................................... 104
B. Saran .................................................................................................. 105
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 106
LAMPIRAN ................................................................................................. 109
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Level Realitas ................................................................................ 62
Tabel 1.2 Level Representatif ....................................................................... 78
Tabel 1.3 Level Ideologi ............................................................................... 96
xiii
DAFTAR GAMBAR (BAGAN)
Bagan 1.1 25 Negara Pengguna Internet Terbanyak Tahun 2013-2018 ........ 5
Bagan 1.2 Perbandingan Pengguna Aktif Platform Sosial Tahun 2019 ........ 6
Bagan 1.3 Presentase Aktivitas Streaming Pengguna Internet Tahun 2019 .. 7
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri penyiaran Indonesia berkembang pesat pasca runtuhnya rezim
Orde Baru pada tahun 1998. Menurut data dari Kementrian Komunikasi dan
Informasi (Kominfo.go.id) Indonesia memiliki 6 stasiun televisi pada tahun
2008, menjadi 62 stasiun pada tahun 2012 (Data Ditjen PPI, 2012). Jumlah
lembaga penyiaran radio juga meningkat dari 700 stasiun radio hingga pada
2010 terdapat 2590 stasiun yang berproses di Kemkominfo (Data PRSSNI
2011). Namun tingginya biaya untuk mendirikan mainstream media ini
mengindikasikan bahwa tak sembarang orang bisa memiliki media arus utama.
Para pemilik media ini kebayakan para pemain swasta, tentunya dengan latar
konglomerat. Karena untuk mendirikan stasiun TV memerlukan miliyaran
rupiah. Tidak sebatas untuk kepentingan publik, namun terdapat kepentingan
lainnya baik kepentingan ekonomi maupun politik dalam mendirikan media.
Saat ini teknologi memungkinkan munculnya partisipasi warga yang
sehat. Namun media raksasa (mainstream media) justru cenderung semakin
hierarkis dan menerapkan komunikasi dari atas ke bawah (top-down). Upaya
menggenjot laba menjadi tujuan utama. Program bahkan diatur sedemikian rupa
guna memaksimalkan tujuan tersebut. Benar bahwa mereka berupaya
menemukan cara baru guna merebut perhatian penonton, seperti pemungutan
suara penonton (audience voting) lewat telepon dan ruang obrolan internet
(chat). Cara tersebut memberikan ilusi adanya keterlibatan penonton. Namun
metode itu sepenuhnya monolog, bukan dialog (Schecther, 2007: 5).
Menurut Garnham dalam buku Teori Komunikasi Massa, kualitas
pengetahuan tentang masyarakat yang diproduksi oleh media untuk masyarakat,
sebagian besar dapat ditentukan oleh nilai tukar pelbagai ragam isi dalam
kondisi yang memaksakan perluasan pasar, dan juga ditentukan oleh
2
kepentingan ekonomi para pemilik dan penentu kebijakan. Konsekuensi
keadaan seperti itu tampak dalam wujud berkurangnya jumlah sumber media
independen, terciptanya konsentrasi pada pasar besar, munculnya sikap masa
bodoh terhadap calon khalayak pada sektor kecil (Mc Quail, 1991: 63).
Menurut Murdock dan Golding efek kekuatan ekonomi tidak
berlangsung secara acak, tetapi terus menerus mengabaikan suara kelompok
yang tidak memiliki kekuasaan ekonomi dan sumber daya. Pendapat yang
diterima kebanyakan berasal dari kelompok yang cenderung tidak melancarkan
kritik terhadap distribusi kekayaan dan kekuasaan yang berlangsung. Di tengah
kecenderungan yang mengarah pada dominasi media massa oleh kartel kecil
yang terdiri atas korporasi konglomerasi raksasa, muncul teknologi dan
kesadaran baru akan pentingnya suara-suara yang berbeda. Dengan
berkembangnya teknologi dan lahirnya new media, struktur distribusi isi
konvensional dapat diubah total. Hal inilah yang mendorong lahirnya citizen
journalism (Mc Quail, 1991:37).
Tom Rosenstiel, penulis The Elements of Journalism dalam forum
publik TED Talks di Atlanta pada tahun 2013, menyampaikan bahwa kelebihan
media online yang serba cepat membuat sebagian media berlomba-lomba
menjadi yang tercepat dalam mempublikasikan berita dan mengesampingkan
laporan investigasi. Tidak jarang mereka juga mengesampingkan verifikasi atau
kebenaran dari berita tersebut. Hal ini tak lain karena untuk melakukan
verifikasi ataupun investigasi memerlukan biaya dan dedikasi waktu yang lebih
banyak dan membuat berita tertunda untuk dilaporkan pada khalayak.
(https://www.youtube.com/watch?v=RuBE_dP900Y diakses pada 14 April
2020, pukul 15.30)
Sebagian media hanya biasanya hanya ingin menunjukan eksistensi
dengan label investigasi tapi enggan melakukan investasi untuk
mewujudkannya. Sebuah proyek investigasi untuk isu yang kompleks tentu
membutuhkan biaya besar, bahkan terkadang harus menyebrangi lautan. Tetapi
3
untuk topik-topik yang ada di sekeliling kita kadang malah tidak membutuhkan
biaya yang signifikan selain kerelaan mengorbankan waktu. Rela membebaskan
wartawan dari kewajiban “mengejar setoran” berita harian dan memberinya
kesempatan menggali informasi untuk melakukan penyelidikan sendiri. Kultur
itulah yang belum banyak tumbuh (Laksono, 2018: 84).
Telah menjadi hal lazim koran yang memiliki ratusan wartawan dan
puluhan redaktur, tetapi sangat jarang menghasilkan karya investigasi. Data
Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) tahun 2008 menyebut ada 1008 penerbitan
media cetak. Sementara panitia Mochtar Lubis Award tahun 2008 hanya
menerima 13 kiriman karya investigasi. Barangkali banyak karya yang tidak
dikirim atau bahkan memang tidak ada. Hal ini cukup memprihatinkan
mengingat banyaknya media massa besar di Indonesia, yang bahkan kantornya
megah, gaji karyawannya lumayan dan iklannya berlimpah.
Peran jurnalisme sebagai anjing penjaga (watch dog) menjadikannya
sebagai salah satu pilar demokrasi. Sebagai anjing penjaga, tidak hanya
memantau pemerintahan, namun isu yang berkaitan hingga lapisan bawah
masyarakat juga menjadi tugas jurnalisme. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel
dalam bukunya 9 Elemen Jurnalisme mengatakan tujuan utama jurnalisme
adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan warga, menyampaikan
kebenaran, agar mereka bisa hidup merdeka dan mengatur diri sendiri (Kovach,
2003: 12).
Mengingat kasus kematian Ian Tomlinson, seorang penjual koran
Evening Standard yang disampaikan dalam forum TED Talks. Ian bukan
demonstran, sepulang kerja dia hanya melewati lokasi demo G20 di London
pada 1 April 2009. Setelah dikabarkan mati, seorang polisi Simon Harwood
menyatakan Ian meninggal akibat serangan jantung, polisi tersebut juga
mengaku tidak melakukan kontak personal terhadap Ian. Kejanggalan tersebut
membuat para demonstran curiga.
4
Seorang jurnalis The Guardian, Paul Lewis menggali kasus kematian
Ian melalui twitter. Lebih dari 10 orang menjadi saksi bahwa Ian dibunuh oleh
polisi, namun kesaksian saja tidak cukup. Lalu seorang manajer investor
keuangan di New York melapor dan mengirimkan video yang tidak sengaja
direkam saat polisi menendang Ian di tengah keramaian demonstran. Video
tersebut menjadi bukti kuat atas pembunuhan Ian yang mana tidak diperoleh
media manapun. Hal demikian menunjukan kekuatan dari citizen journalism.
(https://youtu.be/9APO9_yNbcgg diakses pada 14 April 2020 pukul 16.15)
Sebagian besar adalah persoalan mindset. Orientasi bisnis informasi
sebagai komoditas menuntut produktivitas tinggi. Sayangnya produktivitas
hanya ditafsirkan secara kuantitatif dan jarang secara kualitatif. Sehingga
mainstream media lebih mengutamakan jumlah berita harian yang diproduksi
daripada laporan investigasi. Inilah yang mendorong warga ikut andil dalam
peliputan jurnalisme warga atau citizen journalism.
Film dokumenter adalah suatu media komunikasi massa yang sangat
penting untuk mengkomunikasikan realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam banyak kesempatan, jurnalisme warga juga andil dalam membuat
film dokumenter khususnya untuk memperjuangkan hak-hak kemanusiaan.
Asosiasi Revolutioner Wanita Afghanistan melaporkan eksekusi wanita di
bawah kekuasaan Taliban melalui video cam-recorder secara diam-diam.
Begitu pula warga aktivis kota Raqqa, Suriah yang ikut memproduksi City of
Ghost merekam kekejaman ISIS (Wahl-Jorgensen, 2009:269).
Menurut Data Film Indonesia 2008-2012 dari Direktorat Pengembangan
Industri Perfilman Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Kemenparekraf) yang diolah www.filmindonesia.co.id, pada tahun 2010-2012
bidang produksi dan eksibisi film Indonesia mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah layar sebesar 7% (676 menjadi 721) menyebabkan
peningkatan jumlah daya serap penonton sebesar 15% (16.290.076 menjadi
18.685.814), walaupun kenaikan harga tiket bioskop sebesar 67% (15.000
5
menjadi 25.000). Ringkasnya, peningkatan jumlah layarlah yang disebut
sebagai perluasan pasar dan mendorong peningkatan potensi daya serap
penonton film Indonesia.
Di tahun 2011, Motion Picture Association of America (MPA)
melakukan boikot terhadap pemerintah Indonesia, sehingga film impor tidak
dapat tayang di bioskop. Pada saat itu, kekosongan slot film di bioskop diisi
oleh film Indonesia. Yang menarik adalah pada tahun 2011 itu, penonton film
Indonesia mengalami kenaikan sebesar 8% (2010-2011) dan terus meningkat
sebesar 20% (2011-2012). Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penonton film
Indonesia tetap berlangsung, meski tanpa kehadiran film impor.
(http://filmindonesia.or.id/article/investasi-industri-film-indonesia-lokal-atau-
asing#.XpM6blUzbIV diakses pada tanggal 14 April 2020 pukul 23.00)
Peningkatan tersebut membuka peluang bagi setiap orang untuk dapat
ikut berkontribusi dalam dunia perfilman Indonesia. Bahkan melalui film,
masyarakat dapat menuangkan kritik sosial dari realitas kehidupan seperti
halnya film Marsinah karya Slamet Raharjo. Film tersebut menceritakan
Marsinah yang menjadi lambang perlawanan buruh yang tertindas kala itu.
BAGAN 1.1
25 NEGARA PENGGUNA INTERNET TERBANYAK TAHUN 2013-2018.
(sumber: www.eMarketer.com)
6
Dari data yang diunggah oleh Kominfo, menurut lembaga riset pasar e-
Marketer, populasi netter Tanah Air mencapai 83,7 juta orang pada 2014. Pada
2017, e-Marketer memperkirakan netter Indonesia dapat mencapai 112 juta
orang, mengalahkan Jepang di peringkat ke-5 yang pertumbuhan jumlah
pengguna internetnya lebih lamban. Banyaknya jumlah pengguna internet yang
terus bertambah membuktikan ketergantungan masyarakat terhadap informasi
yang berdampak pada peningkatan jumlah citizen journalism.
Data di bawah ini menunjukan tingginya intensitas masyarakat dalam
menggunakan berbagai platform media sosial dalam kesehariannya, terutama
medsos yang paling awal muncul facebook, diikuti youtube. Data berikut jelas
menunjukan intensitas pengguna internet dalam melakukan streaming, dengan
hasil terbanyak yaitu aktivitas menonton video streaming. Youtube memiliki
kelebihan kemudahan akses, hanya dengan jaringan internet semua orang dapat
menonton video tanpa mengeluarkan biaya. Ini merupakan salah satu alasan
penulis memilih untuk meneliti Watchdoc yang menggunakan platform
youtube untuk publikasi film dokumenternya.
BAGAN 1.2
PERBANDINGAN PENGGUNA AKTIF PLATFORM SOSIAL TAHUN 2019.
(Sumber: https://wearesocial.com)
7
BAGAN 1.3
PRESENTASE AKTIVITAS STREAMING PENGGUNA INTERNET
TAHUN 2019
(Sumber: https://wearesocial.com)
Rumah produksi audio visual Watchdoc yang didirikan oleh dua
jurnalis, Andy Panca Kurniawan dan Dandhy Laksono, adalah salah satu rumah
produksi yang konsisten melakukan kritik sosial melalui karya jurnalistik
berbentuk film dokumenter. Semua produk jurnalistik mereka publikasikan
melalui channel youtube. Antusiasme masyarakat terhadap karya mereka
terlihat dari jumlah subscriber yang mencapai 529 ribu dan terus meningkat.
Beberapa judul film dokumenter Watchdoc diantaranya: Kala Benoa,
Baduy, Belakang Hotel, Samin VS Semen, Rayuan Pulau palsu, Jakarta Unfair,
Asimetris, Huhate hingga yang paling popular Sexy Killer. Film dokumenter
tersebut dengan tegas menunjukan keberpihakan Watchdoc kepada warga.
Media alternatif yang menyambung lidah masyarakat dan menyuarakan aspirasi
mereka mampu memberi dorongan agar masyarakat dapat dengan vokal
memperjuangkan hak mereka. Hal ini disambut khalayak dengan sangat baik,
beberapa film dokumenter memiliki jutaan viewers. Bahkan Sexy Killer yang
8
belum genap satu tahun telah mencapai 31 juta viewers, membuktikan bahwa
Watchdoc berhasil meningkatkan minat masyarakat pada film dokumenter.
Berdasarkan latar belakang tersebut, channel youtube Watchdoc Image
dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini. Watchdoc Image meliput berita
dengan pendekatan investigasi yang dilakukan secara independen oleh Dandhy
dan kru. Salah satu rangkaian perjalanan liputannya disebut Ekspedisi Indonesia
Biru, mereka mengulik dan mendokumentasikan berbagai fenomena sosial
untuk menyampaikan ketimpangan dan isu-isu yang terjadi di tengah
masyarakat. Bahkan dalam filmnya Watchdoc menyatakan bahwa liputan
independen tersebut dibuat untuk menyuarakan kaum marjinal.
Dalam film dokumenter yang dipilih peneliti untuk dijadikan subjek
penelitian ialah “Samin Vs Semen”. Awalnya terjadi polemik terkait
pembangunan pabrik PT Semen Indonesia yang berlokasi di Rembang. Warga
Rembang yang menolak pembangunan pabrik melakukan demonstrasi dan
menggugat di pengadilan untuk menghentikan proyek PT Semen Indonesia.
Warga rembang (Orang Samin) atau yang biasa disebut sedulur sikep
merupakan masyarakat adat yang hidup di sepanjang pegunungan Karst
Kendeng, Jawa Tengah sejak jaman penjajahan Belanda. Pada tahun 2006 PT
Semen Gresik Indonesia akan membangun pabrik di Kecamatan Sukolilo Pati,
namun warga sekitar menolak rencana tesebut karena dianggap mengancam
pertanian dan mata air. Kala itu ada 2009 warga Pati memenangi gugatan di
PTUN hingga Mahkamah Agung. Lalu pada tahun yang sama PT Semen Gresik
Indonesia mengalihkan rencananya ke Kecamatan Gunem, Rembang.
Satu tahun kemudian, 2010 PT Indocement memasuki Pati dan
merencanakan pembangunan pabrik di Kecamatan Kayen dan Tambakromo,
bersebelahan dengan pemukiman orang Samin. Pada tahun 2014 PT Semen
Gresik Indonesia berhasil masuk Rembang dan mendirikan pabrik. Dengan
bantuan orang Samin segala perlawanan kembali dilakukan oleh warga sekitar.
Jurnalis Watchdoc ikut serta merekam rentetan proses penolakan warga
9
melawan PT Semen Indonesia dan Indocement hingga kekerasan yang
dilakukan oleh aparat. Kritik tajam hasil kerja keras para jurnalis dilakukan
demi menyambung lidah masyarakat yang tertindas.
Dalam konteks keislaman, kritik sosial merupakan sebuah sikap yang
dianjurkan. Karena saling mengingatkan terhadap sesuatu yang kurang baik
dan merugikan. Seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an yaitu:
تم ر كن هون بلمعروف تمرون للناس اخرجت امة خي بلل وت ؤمن ون منكرال عن وت ن (110)ال عمران:
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. (Ali Imran 3: 110)
Ayat tersebut menasihati untuk amar ma’ruf nahi munkar;
memerintahkan hal yang baik dalam tinjauan Syariat, dan melarang yang buruk.
Hal ini menunjukan bahwa pada dasarnya kerja jurnalisme tidak jauh berbeda
dengan dakwah. Dakwah dan jurnalisme sama-sama menyampaikan informasi
dan kebenaran. Hanya saja fokus pada hal yang berbeda, dakwah untuk Islam
sedangkan jurnalisme untuk informasi secara umum.
Dalam ayat tersebut juga ditekankan pentingnya sikap keterbukaan
untuk saling mengingatkan demi tegaknya keadilan di bumi. Dalam konteks ini,
warga yang terkena dampak atas pembangunan pabrik semen, jurnalis
Watchdoc melakukan kritik sosial kepada pihak pengelola pabrik dan
pemerintah melalui liputan yang didokumentasikan dalam sebuah film
dokumenter yang berjudul “Samin Vs Semen”.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari konteks ruang publik yang mana mayoritas berita
diproduksi oleh mainstream media, citizen journalism yang tergolong sebagai
media alternatif berani mengungkapkan kritik terhadap konflik yang terjadi.
10
Oleh karena itu, penelitian ini mempertanyakan “Bagaimana kritik sosial yang
dilakukan citizen journalism dalam film dokumenter Samin Vs Semen di
Channel Youtube Watchdoc Image?”
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan pada argumen, yaitu dapat
menguraikan kritik sosial citizen journalism dalam film dokumenter Samin
Vs Semen pada youtube channel Watchdoc Image.
2. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat menjadi sumbangsih bagi kajian komunikasi, terutama dalam
bidang jurnalisme.
b. Dapat menjadi kajian tentang komunikasi massa yang berkaitan
dengan film dokumenter dan teori semiotika.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi, masukan,
evaluasi, dan pertimbangan bagi seluruh komponen yang terkait
dengan citizen journalism dan analisis semiotika.
b. Diharapkan dapat menjadi salah satu referensi penelitian bagi
mahasiswa mengenai analisis semiotika dalam film dokumenter.
D. Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran merupakan kerangka yang berisi tentang peta konsep
peneliti dalam melakukan penelitian agar mengikuti alur yang jelas. Berikut
kerangka pemikiran yang digunakan peneliti:
11
Sumber:
Communication, Cultural, Media Studies (The Key Concept) by John Hartley.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini maka digunakan sistematika
penulisan. Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman
mengenai penelitian ini. Maka dari itu, penulis membagi penelitian ini ke dalam
enam bab. Adapun sistematika penulisannnya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini berupa pendahuluan yang membahas latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka berpikir serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab II berisi tinjauan pustaka sebagai referensi utama dalam penelitian
berupa beberapa skripsi dan jurnal terkait. Bab ini juga memuat landasan teori
12
yang digunakan yaitu konsep citizen journalism, kritik sosial beserta beberapa
teori semiotika John Fiske.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab III menjelaskan mengenai metode dan pendekatan yang digunakan
dalam penelitian. Selain itu keterangan subjek dan objek, waktu penelitian,
sumber data yang digunakan, serta teknik pengumpulan data, teknik analisis
data dan teknik validitas data.
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA
Pada bab IV menjelaskan secara singkat tentang citizen journalism dan
profil dari Rumah Produksi Watchdoc, perjalanan selama melakukan liputan
dan juga penjelasan mengenai film dokumenter Samin Vs Semen. Bab ini
merupakan inti dari dari penelitian, karena bagian ini berisi transkip film dan
hasil analisis data-data yang telah diperoleh.
BAB V PENUTUP
Bab V ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
Penulis mencoba menarik kesimpulan dari temuan yang didapatkan serta
memberikan saran sebagai masukan dari penulis.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Penulis mengambil beberapa referensi skripsi dan artikel jurnal yang
memiliki kesamaan pembahasan dan memberikan inspirasi untuk lebih
memahami dan mendalami tema penelitian. Diantaranya adalah:
Pertama, yaitu artikel jurnal berjudul “Perkembangan Citizen
Journalism di Indonesia: Peluang dan dan Tantangan”, yang diteliti oleh Rani
Diah Anggraini, 2017, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi, Universitas
Gadjah Mada.
Penelitian Rani Diah membahas secara detail perkembangan citizen
journalism di Indonesia sejak awal tahun 2000 dipelopori oleh radio El Shinta
dan berlanjut hingga lahirnya platform citizen journalism di media online yaitu
Kompasiana. Kriteria dan batasan citizen journalism juga dipaparkan secara
jelas, sehingga membantu dalam memahami peluang dan tantangan penggunaan
channel youtube sebagai platform citizen journalism. Penelitian Rani Diah juga
mendukung pernyataan dan argumen yang dibangun dalam penelitian ini.
Kedua, Skripsi berjudul “Kritik Sosial Dalam Film Kuldesak”, oleh
Delvi Faisal Arvi, 2016, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Sekolah Tinggi Ilmu
Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA-AWS). Ia
menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dalam memahami dan
mendalami kritik sosial dalam film Kuldesak. Penelitian tersebut menggunakan
analisis semiotika menurut teori Roland Barthes.
Persamaan penelitian di atas dengan peneliti yaitu penekanan pada kritik
sosial dalam film. Perbedaanya, peneliti di atas meneliti film dan menggunakan
analisis semiotika milik Roland Barthes. Sedangkan peneliti lebih melihat kritik
dalam film dokumenter dari kacamata citizen journalism dan analisa yang
14
digunakan menurut teori John Fiske. Semiotika milik Fiske cenderung mudah
digunakan untuk menganalisis produk audio visual secara rinci, oleh karena itu
peneliti memilih kode pertelevisian John Fiske.
Ketiga, skripsi yang berjudul “Jurnalisme Advokasi dalam Film
Dokumenter Jakarta Unfair Produksi Watchdoc” oleh Sri Mulyawati, 2018,
mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
(KPI), UIN Syarif Hidayatullah. Paradigma yang digunakan dalam penelitian
tersebut adalah kontruktivis, dimana realitas bersifat subjektif. Sedangkan
metode penelitiannya deskriptif kualitatif.
Objek peneliti di atas yaitu menganalisa enam unsur jurnalisme
advokasi yang terdapat dalam film dokumenter Jakarta Unfair. Sedangkan
peneliti di sini fokus pada kritik sosial yang dilakukan citizen journalism dalam
peliputan film dokumenter Samin Vs Semen.
Selanjutnya, artikel jurnal milik Mohamad Amirsyah Gani dan Reni
Nuraeni, 2019, mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu
Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom, yang berjudul “Representasi
Kritik Sosial dalam Film Dokumenter Dibalik Frekuensi”. Penelitian tersebut
menggunakan pendekatan kualitatif dan dalam analisanya memilih teori
semiotika menurut John Fiske. Kesamaan dalam penelitian ini yaitu analisis
semiotika milik John Fiske yang dapat mendukung peneliti.
Terakhir, skripsi milik Akhmad Kurniawan, 2015, mahasiswa Program
Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta yang berjudul “Analisis Isi Kritik Sosial dalam Film
Dokumenter Belakang Hotel”. Kesamaan dalam penelitian ini yaitu kru
Watchdoc melibatkan warga setempat dalam memproduksi film dokumenter,
dan meneliti kritik sosial di dalamnya. Dari sisi perbedaannya, peneliti di atas
menggunakan pendekatan kuantitatif analisis isi, sedangkan peneliti memilih
pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika milik John Fiske.
15
Kelima penelitian di atas memiliki fokus permasalahan yang berbeda.
Pada penelitian pertama membahas citizen journalism, selanjutnya membahas
kritik sosial dalam film, jurnalisme advokasi pada film documenter, dan dua
penelitian terakhir focus pada kritik sosial dengan pendekatan yang berbeda.
Sedangkan peneliti di sini mencoba menggabungkan dan mencari keterkaitan
antara kritik sosial, citizen journalism dan film dokumenter dalam satu
penelitian dengan menganalisa kritis sosial dalam film dokumenter “Samin vs
Semen” milik Watchdoc di channel youtubenya.
B. Landasan Teori
Agar penelitian dapat dipertanggungjawabkan maka sangat diperlukan
pemaparan teori-teori yang mendukung penelitian. Diantaranya sebagai berikut:
1. Citizen Journalism
Citizen journalism (participatory journalism) adalah “the act of
citizens playing an active role in the process of collecting, reporting,
analyzing, and disseminating news and information. The intent of this
participation is to provide independent, reliable, accurate, wide-ranging
and relevant information that a democracy requires”. Dalam hal ini, citizen
journalism dikatakan sebagai suatu kegiatan aktif dari warga dalam proses
mengumpulkan, menyampaikan, menganalisis, dan menyajikan informasi.
Tujuan dari partisipasi ini adalah untuk memberikan informasi independen,
andal, akurat, luas dan relevan yang dibutuhkan oleh demokrasi (Bowman
and Willis, 2003:9).
Selain citizen journalism, istilah lain yang menunjukkan kegiatan
melaporkan suatu peristiwa atau informasi oleh warga adalah participatory
journalism, public journalism, democratic journalism, independent
journalism, wiki journalism, open source journalism, dan street journalism.
Lasica mengklasifikasi media bagi citizen journalism dalam lima
tipe, yakni: (1) audience participation seperti komentar pengguna yang
16
melampirkan berita, (2) blog pribadi, foto, atau video; (3) situs web berita
atau informasi independen, situs berita partisipatoris murni, situs media
kolaboratif; (4) thin media seperti mailing list, newsletter, dan e-mail; serta
(5) situs penyiaran pribadi.
(https://www.jdlasica.com/journalism/what-is-participatory-journalism/
Diakses 14 April 2020 pukul 13.40)
Sementara itu, Steve Outing mengklasifikasi citizen journalism
dalam sebelas kategori, yakni: (1) komentar publik terhadap tulisan jurnalis
profesional; (2) kontribusi masyarakat dalam artikel yang ditulis jurnalis
profesional; (3) kolaborasi antara jurnalis profesional dengan non jurnalis
yang memiliki kemampuan dalam bidang yang akan dibahas dalam artikel;
(4) bloghouse yang mengundang pembaca untuk ikut berkomentar; (5)
newsroom citizen transparency blogs yang disediakan sebagai upaya
transparansi sebuah organisasi media; (6) stand-alone citizen journalism
site yang melalui proses editing sebelum berita dipublikasikan; (7) stand-
alone citizen journalism site yang meniadakan proses editing pada publikasi
beritanya; (8) stand-alone citizen-journalism website yang juga
menyediakan versi cetak untuk informasi warganya; (9) hybrid: pro +
citizen journalism yang melibatkan jurnalis profesional dalam proses gate
keeping informasi dari jurnalis warganya; (10) penggabungan antara
jurnalis professional dan jurnalis warga dalam satu organisasi media; serta
(11) citizen journalism model wiki yang memberi kesempatan kepada
pembaca untuk menjadi editor bagi berita yang dipublikasikan.
(https://www.poynter.org/news/11-layers-citizen-journalism diakses pada
14 April 2020 pukul 13.30)
2. Film Dokumenter
Film menurut UU No 8 tahun 1992 tentang perfilman adalah karya
cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-
17
dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada
pita seluloid, pita video, piringan video, atau bahan hasil penemuan
teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses
kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara,
yang dapat dipertunjukkan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi
mekanik, eletronik, atau lainnya.
Menurut KBBI, film dokumenter merupakan dokumentasi dalam
bentuk film mengenai suatu peristiwa bersejarah atau suatu aspek seni
budaya yang mempunyai makna khusus agar dapat menjadi alat penerangan
dan alat pendidikan (https://kbbi.web.id/film diakses 4 Juni 2020).
Sama seperti film fiksi lainnya, film dokumenter juga mendapat
perlakuan kreatif sehingga memungkinkan untuk dipandang bukan sebagai
suatu rekaman kejadian nyata. Penonton sering menyaksikan dokumenter
yang dipandu oleh voiceover, wawancara dari para ahli, saksi dan pendapat
anggota masyarakat, penempatan lokasi yang terlihat nyata, potongan
kejadian langsung dan materi yang berasal dari arsip yang ditemukan.
Varian dari film dokumenter saat ini semakin berkembang, dulu film
dokumenter hanya dibuat orang untuk mendokumentasikan sebuah
peristiwa yang berfungsi sebagai alat untuk memberitahukan suatu kegiatan
atau peristiwa. Saat ini film dokumenter telah berkembang semakin cepat,
tidak hanya sebagai sebuah pendokumentasian saja, namun telah
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, mulai dari bagian jurnalistik
televisi, features, hingga sebagai alat advokasi untuk kepentingan tertentu.
(https://idseducation.com/articles/film-dokumenter-adalah-sebuah-
rekaman-aktualitas/ diakses pada 4 Juni 2020 pukul 20.00)
3. Kritik Sosial
Kritik adalah sarana atau alat untuk menghubungkan pengalaman
yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari dengan lebih dalam,
18
pengetahuan yang lebih rasional terhadap dunia. Bagi Kant, aktivitas kritik
diterapkan untuk menghubungkan persepsi objek dalam pikiran (fenomena)
dan pemahaman rasional dan konseptual kita tentang benda-benda itu
(noumena) (Thompson, 2017:2).
Konflik dan kritik sosial tidak perlu dipahami sebagai tindakan yang
akan membuat proses disintegrasi tetapi dapat memberi kontribusi terhadap
harmonisasi sosial. Sebab stabilitas atau harmoni itu intinya adalah
keseimbangan dari kehidupan konflik yang ada di dalam, dimana semua
pihak saling mendapatkan imbalan yang sama. Pada tingkat ini kritik sosial
harus jelas dan transparan yang berfungsi sebagai sistem kontrol.
Pemikiran ini akan mengubah ketersinggungan yang didasari
tindakan atau emosional berdasarkan atas penalaran bahwa kritik sangat
diperlukan ketika ada orang lain dirugikan oleh sekelompok penguasa. Pada
tingkat ini tidak ada lagi ketersinggungan misalnya apabila presiden
Amerika Serikat menyatakan bahwa Indonesia termasuk negara yang
tergolong tidak demokratis (Susetiawan. 1997:14).
Teori kritis bukan hanya sub bidang dalam teori sosial, filsafat, atau
sosial ilmu pengetahuan. Ini adalah bentuk teori yang berbeda karena teori
ini mengemukakan teori yang lebih komprehensif, alat untuk memahami
realitas sosial dan mendiagnosis patologi sosial. Itu ditandai bukan oleh nilai
etis atau politik apriori yang ingin ditegaskannya di dunia, tetapi untuk
memahami totalitas kehidupan individu dan sosial serta proses sosial yang
membentuknya. Ini adalah bentuk kritik sosial yang di dalamnya berisi
benih-benih penilaian, evaluasi, dan praktis, aktivitas transformatif
(Thompson, 2017:1).
Berbicara kritik sosial tidak dapat melewatkan teori kritis Habermas
yang identik dengan Mazhab Frankfurt. Dengan teori komunikatif tindakan,
Habermas berpaling dari Marxis dan bergerak menuju aksi sosial Kantian-
pragmatis yang membentuk konsepsi demokratis tentang alasan yang
19
mempertahankan impor kritisnya. Struktur bahasa dan komunikasi, dilihat
sebagai serangkaian tindak tutur, sekarang dipandang sebagai wahana untuk
mencapai bentuk solidaritas yang rasional melalui konsensus bersama.
Kapasitas untuk membenarkan, untuk membuka pernyataan, norma, dan
institusi untuk kritik komunikatif, justifikasi sekarang menjadi teori
kerangka kerja untuk teori demokrasi baru dengan niat kritis-teoritis.
Apa yang oleh Habermas akan disebut sebagai “wacana etika ”tidak
hanya dipahami sebagai kritik terhadap praktik yang ada, tetapi juga juga
kapasitas untuk menghasilkan etika baru dan lebih berakar secara
demokratis dan kesadaran dan norma politik melalui kemampuan agen
sosial untuk mencapai kesepakatan bersama melalui wacana. Habermas
menaruh perhatian pada persoalan publik serta kekuatan non kekerasan
yang terkandung dalam argumen yang lebih baik, yang ia sebut dengan
diskursus praktik rasional. Menurut Habermas, setiap teori kritik
masyarakat seharusnya membahas isu-isu substantif serta dilema-dilema
yang ada pada masyarakat modern, sekaligus memiliki sikap refleksif
terhadap kategori-kategori teoritisnya sendiri (Thompson, 2017:11).
4. Teori Tanggung Jawab Sosial
Saat ini muncul kesadaran bahwa dalam hal-hal tertentu yang
penting, pasar bebas telah gagal memenuhi janji kebebasan pers untuk
menyampaikan maslahat yang diharapkan masyarakat. Secara khusus,
perkembangan teknologi dan perdagangan pers dikatakan telah
menyebabkan kurangnya kesempatan akses bagi orang-orang dan berbagai
kelompok. Serta rendahnya standar prestasi dalam upaya memenuhi
kebutuhan informasi, sosial dan moral dari masyarakat. Hal ini juga
dipandang telah meningkatkan kekuatan pers tertentu. Pada saat yang sama,
munculnya media radio dan film tampaknya sangat berpengaruh untuk
menunjukan adanya kebutuhan jenis pengendalian publik dan sarana yang
20
sesuai bagi media cetak telah lama mapan terorganisasi secara profesional
(Mc Quail, 1991: 116).
Dapat dilihat bahwa teori tanggung jawab sosial harus berusaha
mengawinkan tiga prinsip yang agak berbeda: prinsip kebebasan dan pilihan
individual; prinsip kebebasan media; prinsip kewajiban media terhadap
masyarakat. Boleh dikatakan tidak mungkin ada satu-satunya cara
mengatasi kemungkinan ketidakonsistenan itu, teori ini memiliki dua
penanggulangan utama yang lebih disukai. Pertama adalah pengembangan
lembaga publik, tetapi mandiri untuk mengelola siaran. Kedua adalah
pengembangan profesionalitas untuk mencapai standar prestasi yang lebih
tinggi. Profesionalisme yang didukung teori tanggungjawab sosial tidak
hanya mencangkup penekanan pada prestasi tinggi tetapi juga pada hakikat
“keseimbangan” dan kenetralan dalam media.
Pengaruh siaran sebagai pengungkapan praktis dari teori tanggung
jawab sosial atas pers yang dimiliki secara pribadi telah diperlihatkan
dengan semakin meningkatnya kehendak pemerintah untuk merenungkan
atau melakukan aktivitas yang secara formal bertentangan dengan
kebebasan pers. Ini mencangkup sebagai bentuk intervensi hukum dan
anggaran yang dirancang untuk mencapai tujuan sosial yang positif atau
membatasi dampak tekanan dan kecenderungan pasar. Upaya ini
menampakkan wujudnya dalam beberapa bentuk: kode etik jurnalistik;
pengaturan periklanan; pengaturan anti monopoli; pembentukan dewan
pers; tinjauan berkala oleh komisi pengkajian; pengkajian parlementer;
sistem subsidi pers (Mc Quail, 1991:117).
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
C. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pendekatan
kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan
pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia. Pada pendekatan ini, prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati
dan perilaku yang diamati (Siyoto, 2015:17).
Penelitian kualitatif dilakukan melalui studi semiotika John Fiske.
Menurut Sandra Moriarty dalam Handbook of Visual Communication:
Theory, Methods, and Media, Chapter Visual Semiotics Theory, semiotika
adalah studi tentang tanda-tanda dan kode, tanda yang digunakan dalam
memproduksi, menyampaikan, dan menafsirkan pesan dan pesan kode yang
mengatur penggunaannya. Dalam teori semiotik, sebuah tanda adalah apa
pun yang mewakili sesuatu yang lain, yaitu sebuah tanda mewakili makna
dari suatu objek atau konsep (Moriarty, 2005:225).
Jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, kalimat,
tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban
arti (significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang
menghubungkan tanda dengan apa yangditandakan (signifie) sesuai dengan
konvensi dalam system Bahasa yang bersangkutan (Sobur, 2018:17).
Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar
untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan
22
lebih lanjut ketika kita membaca teks, narasi atau wacana tertentu.
Analisisnya bersifat paradigmatik dalam arti berupaya menemukan makna
termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks. Maka orang
sering mengatakan semiotika adalah upaya menemukan makna ‘berita di
balik berita’ (Wibowo, 2013:11).
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah platform Citizen Journalism, channel
youtube Watchdoc Image yang dipimpin oleh jurnalis profesional, yaitu
Dandy Dwi Laksono. Sedangkan objeknya adalah film dokumenter berjudul
“Samin Vs Semen” dengan durasi 39 menit 26 detik.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini diadakan selama tiga bulan sejak awal April 2020 hingga
Juni 2020. Tempat penelitian untuk mendapatkan data referensi adalah e-
book yang diakses secara online. Hal ini dikarenakan saat penelitian
berlangsung, pandemi covid-19 tengah mewabah di dunia termasuk
Indonesia. Pemberlakuan physical distancing membuat aktivitas di luar
rumah saat dibatasi dengan ketat.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan dokumentasi yang berkaitan dengan
permasalahan dalam penelitian, berupa buku-buku literatur, riset jurnal,
makalah-makalah penelitian, arsip-arsip berita yang mendukung
penelitian. Dalam hal ini peneliti mendapatkan dokumentasi film
dokumenter Samin Vs Semen yang diunggah ke youtube pada 4 Maret
2015 oleh Watchdoc. Hingga bulan April 2020 sudah ditonton sebanyak
332.773 kali.
23
b. Observasi
Penelitian ini dilakukan dengan cara menonton film dokumenter
Samin Vs Semen dengan mengamati tiap-tiap detail adegan.
Pengamatan dilakukan untuk mengetahui kritik sosial yang terdapat di
film dokumenter Samin Vs Semen dan memaknainya menggunakan
teori semiotika John Fiske.
c. Simak Dan Catat
Teknik simak dilakukan dengan memperlihatkan dan mempelajari
dengan seksama objek yang diteliti berupa gambaran kritik sosial dalam
film dokumenter Samin Vs Semen. Kemudian teknik transkip dan catat,
pencatatan dilakukan setelah data yang berupa gambaran-gambaran
kritik sosial tersebut dinilai cukup untuk dijadikan data penelitian. Data
kemudian dicatat dalam tabel untuk dianalisis menggunakan analisis
semiotika John Fiske.
5. Teknik Analisa Data
Penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan analisis data, yaitu
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil observasi, dengan mengelompokkan data ke dalam antar bagian
untuk memperoleh pengertian dan pemahaman secara keseluruhan,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang tepat
untuk dipelajari dan membuat kesimpulan yang mudah dipahami.
Data yang terkumpul dianalisa dengan mengunakan teori semiotika
John Fiske. John Fiske dalam (Hartley, 2004:208) berpendapat bahwa
semiotika memiliki tiga bidang studi utama. Pertama, tanda: misalnya,
ucapan, kata atau gambar. Kedua, kode dan sistem di mana tanda diatur.
Kode melibatkan ‘pilihan dan rantai’ sampai paradigma dan sintagag.
Ketiga, budaya di mana tanda dan kode ini beroperasi. Artinya adalah
tergantung pada struktur pemahaman bersama.
24
Selanjutnya peneliti dapat menguraikan kritik sosial dalam film
dokumenter menggunakan teori kode pertelevisian John Fiske yang
dibagi menjadi tiga level, yaitu: realitas, representasi, dan ideologi. Data-
data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dari situlah penulis
mengambil kesimpulan terhadap penelitian.
Pertama adalah level realitas (reality). Peristiwa yang ditandakan
sebagai realitas dengan meninjau hal-hal seperti: penampilan, pakaian,
make-up, lingkungan, perilaku, gaya bicara, gestur, ekspresi, suara dan
dalam bahasa tulis berupa dokumen, transkip wawancara, dsb.
Selanjutnya ada level representasi (representation) dapat ditinjau
dari sisi teknis, seperti sudut pandang kamera, pencahayaan, musik yang
mentransmisikan kode representasional konvensional, misalnya: narasi,
konflik, karakter, tindakan, dialog, casting, dll.
Konsep representasi dapat artikan sebagai bagaimana tanda tanda
me-mediasi antara dunia luar dengan dunia luar kita, atau bagaimana
sebuah tanda yang ada untuk suatu hal atau menggantikan suatu hal dari
dunia nyata dalam pikiran seseorang. Tegasnya bagaimana tanda itu
mewakili suatu benda yang sebenarnya dan bagaimana seseorang
menafsirkan tanda itu (Yusuf, 2019:8).
Dan yang terakhir adalah ideologi (ideology) yang dikemas agar
koheren dan dapat diterima oleh masyarakat sosial sesuai kode ideologi.
Diantaranya seperti: individualisme, patriarki, kelas sosial, meterialisme,
kapitalisme, dst.
(http://culturca.narod.ru/Fiske1.htm diakses pada 17 April 2020, pukul
16.00)
25
BAB IV
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
A. Sejarah dan Gambaran Umum Citizen Journalism di Indonesia
Sebagai gambaran awal mula perkembangan citizen journalism di
Indonesia, Radio Elshinta dapat dijadikan sebagai contoh pelopor kemunculan
jurnalistik warga di Tanah Air. Elshinta didirikan pada tahun 1966 sebagai radio
yang menyiarkan budaya Indonesia. Setelah sebelumnya beroperasi sebagai
radio yang multi program, pada tahun 1998 Elshinta mulai bertransformasi
menjadi radio berita dengan jaringan di 60 kota dan jam siar 24 jam sehari.
Sementara itu, media massa lain seperti televisi atau media cetak, pada awal
tahun 2000-an memiliki pandangan berbeda dalam merespon kehadiran
jurnalisme warga. Mereka pada umumnya masih enggan untuk mengadopsi
konsep citizen journalism karena takut kehilangan kredibilitas, reputasi, dan
problem etika jurnalistik. Meski demikian, setelah Elshinta sukses menangkap
peluang dengan mengembangkan citizen journalism sebagai media alternatif
penyaji informasi. Stasiun TV swasta seperti SCTV, RCTI, ANTV, Metro TV,
Net TV, dan beberapa stasiun radio mulai mengadopsi konsep jurnalisme warga
tersebut dalam program acaranya (Anggraini, 2017: 9).
Kehadiran media baru memberi peluang luas bagi perkembangan citizen
journalism. Kemajuan teknologi telah mengubah pola atau cara-cara
masyarakat dalam mengakses informasi. Arus informasi yang dihasilkan oleh
citizen journalism pun semakin beragam. Berbagai macam platform dapat
digunakan, mulai dari channel youtube, website, blog, akun media sosial seperti
instagram, twitter, facebook, dsb. Bahkan kebanyakan mainstream media yang
dulunya konvensional, kini mulai beradaptasi menggunakan new media.
26
Mereka menyediakan ruang di media online miliknya untuk citizen journalism,
seperti kompasiana, kompas muda, jurnal warga, dsb.
Data yang diunggah oleh Kominfo di latar belakang menunjukan pengguna
internet yang terus bertambah. Hal ini membuktikan meningkatnya
ketergantungan masyarakat terhadap informasi yang secara tidak langsung
berdampak pada peningkatan jumlah citizen journalism. Data tersebut juga
menunjukan aktivitas menonton video streaming penduduk Indonesia paling
tinggi dibandingkan aktivitas online lainnya.
Pada umumnya, masyarakat menggunakan youtube untuk menonton video.
Dengan kelebihan kemudahan akses dan jaringan internet semua orang dapat
menonton video tanpa mengeluarkan biaya. Ini merupakan salah satu alasan
penulis memilih untuk meneliti Watchdoc (citizen journalism) yang
menggunakan platform youtube untuk mempublikasikan film dokumenternya.
B. Gambaran Umum Rumah Produksi Watchdoc Image
Watchdoc adalah rumah produksi audio visual yang didirikan dua jurnalis,
Andy Panca Kurniawan dan Dhandy Dwi Laksono sejak 2009. Dalam kurun
waktu 10 tahun, Watchdoc Image merekam 10.000 jam video dan menghasilkan
lebih dari 1.000 video yang terbagi dari beberapa kategori (komersial dan non
komersial). Ada 20 lebih perusahaan yang pernah bekerja sama dengan mereka,
baik dari perusahaan negara, swasta maupun NGO nasional dan internasional.
(https://watchdoc.co.id/about-us/ diakses pada 27 April 2020 pukul 00.35)
Didirikannya Watchdoc memang untuk mendukung masyarakat marjinal
agar dapat menyuarakan aspirasinya. Dengan mengangkat isu konflik tertentu
dalam dokumenternya, dan merilis dalam skala nasional hal tersebut diyakini
dapat meningkatkan kepercayaan dan semangat warga terkait. Orientasi liputan
Watchdoc fokus pada seberapa dampak yang diberikan kepada warga sekitar
yang diliput dalam film tersebut. Dengan begitu liputannya dapat memberi
manfaat untuk orang yang tepat dan dapat menginspirasi bagi masyarakat
27
lainnya. Sedangkan penonton atau viewers adalah faktor kesekian yang bukan
fokus utama dalam peliputan.
Alasan Dandhy memilih menyajikan liputannya dalam film dokumenter
karena minat baca masyarakat Indonesia yang masih cukup rendah. Sedangkan
platform youtube dipilihnya lantaran pengguna internet di Indonesia cukup
tinggi (data terlampir di Bagan 1.1.) sehingga memungkinkan jangkauan yang
luas. Baginya film dokumenter bukan sekedar seni, namun bagian dari konteks
sosial. Karya-karya yang disajikan Watchdoc ditunjukan untuk mendorong
pergerakan atau social movement, bukan sekadar memperhatikan sisi
sinematografi, memenangkan penghargaan dan mendapatkan jutaan viewers.
C. Karya-Karya Produksi Watchdoc
Sejak berdiri tahun 2009, setidaknya Watchdoc telah memproduksi 165
episode dokumenter, 715 feature televisi, dan sedikitnya 45 karya video
komersial dan non-komersial yang memperoleh berbagai penghargaan. Karya
pertamanya yaitu Kiri Hijau Kanan Merah (2009). Video berdurasi 48 menit
yang berkisah tentang sosok Munir Said Thalib, pegiat HAM yang dibunuh
dalam perjalanan ke Amsterdam.
(https://www.youtube.com/user/watchd0c/about diakses pada 27 April
2020 pukul 00.57)
Tahun 2015-2016 Dhandy dan seorang kawan jurnalisnya melakukan
perjalanan panjang berkeliling Indonesia dengan memakai sepeda motor.
Perjalanan panjang ini dinamai Ekspedisi Biru. “Biru” pada nama ekspedisi ini
bukan ihwal maritim, melainkan konsep kehidupan sosial yang berkeadilan
secara ekonomi, arif dalam budaya, dan lestari bagi lingkungan.
Biru adalah konsep sosial yang dikenalkan Gunter Pauli, pengarang asal
Belgia. Ekonomi biru mengajak berhenti berpikir tentang globalisasi,
sentralisme, dan penyeragaman, mulai mengembangkan sumber daya lokal,
meretas ketergantungan, dan mengubah aturan main. Dhandy dan kawannya
28
melakukan dokumentasi terkait isu-isu energi, ekonomi mikro, kearifan lokal,
sosial-budaya, dan menghasilkan beberapa film dokumenter pendek yang
membahas isu-isu lokal namun sensitif dan berdaya jangkau nasional yang
jarang dilaporkan oleh media arus utama secara mendalam.
(https://tirto.id/m/dandhy-dwi-laksono-hM diakses pada 27 April 2020
pukul 00.50)
Dalam perjalanan Ekspedisi Indonesia Biru mereka melihat dan merekam
konflik yang terjadi pada masyarakat adat, petani dan nelayan berbagai daerah.
Merasakan pekat asap dan melawati banjir. Mereka melihat kebijakan
pemerintah kurang tepat sasaran dan cenderung diskriminatif. Kerusakan alam,
sumber air, dan hutan dampak perkebunan sawit dan tambang menjadi
keprihatinan mereka.
Perjalanan yang dimulai pada awal Januari 2015 tersebut menghasilkan
puluhan video dokumenter. Film Samin Vs Semen yang dijadikan peneliti
sebagai objek penelitian diproduksi pada tahun ini. Pada tahun 2016, Watchdoc
memproduksi film dokumenter Baduy. Film tersebut menceritakan kehidupan
Suku Baduy di pedalaman Jawa Barat yang mempertahankan tradisi tanpa
ketergantungan teknologi. Tidak mudah melakukan liputan Baduy karena suku
Baduy dalam tidak bersedia direkam. Meski demikian kru Watchdoc tetap
diizinkan tinggal bersama orang Baduy dan berhasil memproduksi film
dokumenter berdurasi 26 menit 32 detik.
Selanjutnya pada tahun 2018 Watchdoc menggarap film Huhate yang
menceritakan konflik yang dihadapi nelayan Cakalang di perairan Maluku
Utara. Film dengan jumlah viewers hampir tiga juta lebih itu merupakan film
ke tujuh dari Ekspedisi Indonesia Biru. Penggunaan rumpon illegal oleh kapal
nelayan asing menghentikan alur migrasi ikan, sehingga nelayan lokal hanya
sedikit memperoleh hasil tangkapan ikan. Selain itu persoalan lainnya adalah
mahalnya harga BBM yang menyebabkan banyak nelayan beralih profesi.
29
Nelayan juga mengeluhkan bantuan kapal yang diberikan oleh pemerintah tidak
dilengkapi dengan sarana dan prasarana penangkapan ikan yang memadai.
Tidak hanya itu, pada 2019 lalu Watchdoc merilis film dokumenter Sexy
Killers sekaligus mengakhiri Ekspedisi Indonesia Biru. Belum genap setahun
film tersebut meraup 30 juta penonton. Tidak lain karena isu yang diangkat
sangat sensitif dan publikasi bertepatan dengan pemilihan umum presiden 2019.
Selain mengambil sisi kemanusiaan, Watchdoc juga memaparkan dengan
sangat jelas kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perusahaan tambang.
Terlebih, film tersebut mengungkapkan pejabat negeri dalam pusaran oligarki
pemilik saham di perusahaan batu-bara, tidak terkecuali keterlibatan kedua
pasangan calon presiden (capres) dalam bisnis tambang.
Dengan adanya kritik sosial dalam film dokumenter, banyak komunitas,
aktivis maupun mahasiswa yang mengadakan nobar dan screening film untuk
kemudian mendorong munculnya gerakan sosial. Alasan utama Wacthdoc
menyajikan liputan dalam bentuk film dokumenter agar menjadi dorongan bagi
berbagai kalangan untuk berkumpul (gathering) dan tahap selanjutnya
membangun pergarakan (sosial movement).
D. Profil Film Dokumenter Samin Vs Semen
Film dokumenter Samin Vs Semen menceritakan perlawanan warga
kecamatan Gunem Kabupaten Rembang terhadap ekspansi pembangunan
pabrik semen milik PT Semen Gresik dan PT Indocement yang dilakukan
beberapa tahun lalu di daerahnya. Mereka menolak penambangan karena
sebagian besar karst pegunungan Kendeng telah menjadi sumber pengairan bagi
pertanian produktif dan adanya proyek tersebut merusak ekosistem dan sumber
air di daerah itu. Meski demikian, selama proses peliputan tidak satu pun warga
yang pro terhadap proyek semen bersedia untuk diwawancarai kru Watchdoc.
Mayoritas warga Samin atau biasa disebut Sedulur Sikep yang tinggal di
sepanjang pegunungan kast Kendeng menolak kehadiran pabrik semen. Selain
30
berdemonstrasi, warga Sukolilo memenangkan pesidangan di PTUN melawan
PT Semen Gresik. Warga Tambakromo, Kayen dan juga petani di Tegaldowo
Rembang harus melawan PT Semen Indonesia hingga PTUN. Namun, setelah
warga Samin gagal di pengadilan, kini pabrik semen berhasil masuk daerah
tersebut.
Pada film yang berdurasi 39 menit 26 detik merekam bahwa warga Samin
dengan vokal “menolak pabrik semen di Jawa” baik dalam demontrasi maupun
tertulis di kaos dan spanduk warga Samin yang menjadi korban ekspansi pabrik
semen. Setelah putusan MA, pertemuan membahas pabrik Semen Indonesia di
Rembang diadakan di ruang rapat Kementerian Lingkungan Hidup, pada 14
Desember 2016. Pemerintah menyatakan dukungan pada proyek pabrik semen
dalam pertemuan tersebut. Gubernur Jawa Tengah berdalih bahwa PT Semen
Indonesia merupakan bagian dari BUMN maka hal ini dilakukan demi
kepentingan bangsa dan negara. Sedangkan tidak banyak media arus utama
yang menyorot permasalahan ini dalam pemberitaan.
(https://tirto.id/upaya-ganjar-mengamankan-semen-rembang-ceBE diakses
pada 15 Mei 2020 pukul 23.00)
Film yang dipublikasikan pada tanggal 4 Maret 2015 oleh Watchdoc.
Hingga bulan April 2020 sudah ditonton sebanyak 332.773 kali. Seperti yang
sudah menjadi kebiasaan, sebelum dipublikasikan di youtube digelar nonton
bareng (nobar) dan diskusi film Samin Vs Semen. Bahkan setelah film ini
dirilis, pada April hingga Mei 2017 kru Watchdoc mengadakan tur pemutaran
film Samin Vs Semen di 10 kota di Jerman. Kehadiran pembuat film Samin vs
Semen Dandhy Laksono dan Gunarti sebagai warga Samin di Jerman
merupakan prakarsa solidaritas warga Jerman dan beberapa komunitas di
Jerman yang sengaja dengan maksud mendorong perusahaan induk Heidelberg
Cement mempertimbangkan kembali pendirian pabrik semen di Kendeng.
(https://www.dw.com/id/samin-vs-semen-diputar-di-10-kota-di-jerman/a-
38652664 diakses pada 15 Mei 2020 pukul 23.20)
31
Setelah sukses dengan Samin Vs Semen, Watchdoc merilis film
lanjutannya satu tahun setelahnya. Film tersebut berjudul “Pergolakan di
Kendeng Utara” menggambarkan keadaan masyarakat setelah ekspansi
industri semen. Warga petani Kendeng tetap melakukan berbagai upaya meski
saat itu telah diletakan batu pertama pendirian pabrik semen, salah satunya
dengan demostrasi. Film berdurasi 10 menit 38 detik ini merekam dampak
penambangan semen pada pegunugan kapur dan gamping. Selain
menyebabkan polusi udara, pabrik semen juga merusak kualitas sumber air dan
berdampak pada lahan pertanian di bawah gunung.
(https://www.youtube.com/watch?v=8QqUbxDU8JA&t=53s diakses pada 16
Mei 2020 pukul 23.07)
E. Transkip Film Dokumenter Samin Vs Semen
1. 00.15-01.00: Establishing shot scene hamparan luas pegunungan karst
Kendeng menggunakan latar musik jawa (tembang macapat: dandang gulo)
GAMBAR 1.1.
32
2. 00.20: Teks narasi: Ini film tentang pengikut ajaran SAMIN yang pernah
menolak membayar pajak kepada pemerintah kolonial Belanda pada tahun
1890. Teks dalam background hitam secara singkat.
GAMBAR 1.2.
3. 01.30-02.23: Scene aerial landscape gambaran luas lahan pertanian di
bawah Pegunungan Kendeng, menggunakan latar instrumen (unseen force
at work) yang diselingi teks narasi dalam inter cut scene tersebut, yaitu:
1) 01.30: 2006 PT Semen Gresik akan membangun pabrik di Kecamatan
Sukolilo, Pati, Jawa Tengah.
2) 01.41: Warga Samin menolak karena dianggap mengancam pertanian
dan mata air.
3) 01.48: 2009 Orang Samin memenangi gugatan di PTUN hingga
Mahkamah Agung.
4) 01.55: 2009 PT Semen (Gresik) Indonesia mundur dari Pati dan pindah
ke Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang.
5) 02.07: 2010-kini, Grup INDOCEMENT masuk Pati dengan rencana
pabrik di Kecamatan Kayen dan Tambakromo, tetangga desa orang-
orang Samin.
33
GAMBAR 1.3
4. 02.24-04.08: Cut scene aerial landscape hamparan lahan tambang proyek
pembangunan pabrik semen, diselingi teks narasi :
1) 02.33: PT Semen Indonesia berhasil masuk Rembang dan mendirikan
pabrik mulai 14 Juni 2014.
2) 02.41: Kini warga Pati dan Rembang dibantu orang-orang Samin
menghadapi Semen Indonesia dan Grup Indocement.
3) 02.54: Untuk para geologi, ahli hukum, pakar lingkungan, pemerintah,
media, pabrik semen, polisi, tentara, kreditur atau pemegang saham.
4) 03.03: Film ini hanya mengambil satu sudut pandang, orang SAMIN.
5) 03.40: Judul film dokumenter: “SAMIN vs SEMEN”
34
GAMBAR 1.4
5. 04.14: Full shot mobil polisi melintas di jalan desa dan segerombol
demonstran beramai-ramai menuju lokasi proyek, diselingi keterangan
agenda hari tersebut “Rembang, 16 Juni 2014, peletakan batu pertama
pabrik PT Semen Indonesia”.
GAMBAR 1.5
35
6. 04.22: Cut scene polisi dan tentara dalam jumlah cukup banyak bekerjasama
dalam mengkawal agenda peletakan batu pertama pabrik tersebut.
GAMBAR 1.6
7. 04.25: Potret demonstran para petani Kendeng yang duduk di pinggir jalan
menggunakan spanduk kertas ala kadarnya, yang bertuliskan “tanah leluhur
kami bela sampai mati, tolak pabrik semen, dsb”
GAMBAR 1.7
36
8. 04.30: Cut scene demonstran yang duduk di pinggiran jalan dengan zoom
out video, lalu segerombol polisi melintas di depannya mengendarai motor.
GAMBAR 1.8
9. 04.40-04.56: Video amatir yang diambil dengan berdesak-desakan diantara
demonstran (mayoritas perempuan), polisi, tentara dan security mencoba
menghentikan demostran yang berjalan menuju proyek.
GAMBAR 1.9
10. 04.57-05.40: “Asal ibu-ibu tau ya, menyatakan pendapat itu boleh. Tetapi
harus sesuai dengan undang-undang. Sampai saat ini Polres Rembang tidak
pernah menerima pemberitahuan tentang kegiatan yang dilaksanakan pada
37
pagi hari ini. Maka atas nama undang-undang ibu-ibu saya buka untuk
meyampaikan pendapat. Kalau ibu-ibu melakukan blokir seperti ini, saya
tangkap.” jelas seorang petugas polisi dengan lantang di depan para
demonstran yang duduk memblokir jalan masuk area tambang.
GAMBAR 1.10
11. 05.50-05.56: Polisi menodong seorang kameramen dan menanyainya
dengan nada tinggi, “Kau media mana? Mana?” kemudian menggeretnya
keluar dari kerumunan demonstran.
GAMBAR 1.11
38
12. 06.28: Polisi menyeret dan menggotong demostran yang memblokir jalan.
GAMBAR 1.12
13. 06.45-07.11: Para petani yang ikut demo melakukan do’a bersama dan
bersholawat pada malam hari di lokasi yang sama. Diriringi teks narasi:
“Sejak peristiwa 16 Juni 2014, warga mendirikan tenda di tapak pabrik
(Kecamatan Gunem, Rembang).” Seorang petani wanita menangis histeris
dengan membawa bendera merah putih dipangkuannya.
GAMBAR 1.13
39
14. 07.16-07.40: Januari 2016, cut scene dua truk proyek muatan besar melintas
di depan warung makan dengan spanduk “Warung makan pro semen, by
masyarakat pro tambang dan semen”. Namun tidak ada warga pro-semen
yang bersedia difilmkan.
GAMBAR 1.14
15. 07.45: Dua orang warga keluar dari rumah dengan dinding bercat karikatur
unik bertuliskan, “Jangan rebut tanah kami! Petani mboten tiyang bodo
(petani bukan orang bodoh)”
GAMBAR 1.15
16. 08.03: Sekumpulan petani Kendeng yang mengobrol di warung, lalu inter
cut scene dinding kayu dengan karikatur tentang penolakan tambang semen.
40
GAMBAR 1.16
17. 08.19-08.48: Wawancara bersama pertani Kendeng, “Ya mungkin ketika
waktu itu kami nggak bergerak, ya mungkin pihak semen akan dengan
bebasnya membuat kita jadi miskin, membuat hidup kita terancam” lalu
Dandhy menanyakan jumlah lahan sekitar yang telah dijual kepada pihak
semen, “Yang saya tahu sih dari luas lahan di Desa Tegaldowo itu ya hampir
30 persenlah yang sudah dijual. Rata-rata mereka membeli truk untuk
angkutan, dan sebagainya seperti itu” sebagian besar warga pro-semen yang
menjual lahan sawahnya telah beralih profesi dan meninggalkan pertanian.
GAMBAR 1.17
41
18. 09.00-09.35: Inter cut scene wajah beberapa warga peserta rapat yang
diambil secara close up. Lalu tokoh masyarakat yang menolak semen
berbicara “Ampun sami ngelokro, niki mpun karek sak tiit. Soale nek
berdasarkan bukti-bukti lapangan, bukti-bukti cacate (hukum) pabrik
semen (di PTUN) iku sing jelas yakin sewu persen tuntutane awake dewe
bakal menang.” dijawab dengan kompak “Aamiin” oleh warga yang hadir.
GAMBAR 1.18
19. 09.40-10.13: Point of view shot kegiatan warga pengikut Samin di Sukolilo,
Pati, 35 km dari Rembang. “niki sedoyo sedulur?” Tanya Dandhy, “heem,
sak keluarga sedulur sikep. Mbiyen mung Mbah Sampir, saiki yo wis
mengkar sak turun-turune putune.” jawab Gunarti, salah seorang warga.
42
GAMBAR 1.19
20. 10.15-11.40: Inter cut scene Gunarti memasuki kandang, lalu close up shot
sapi memakan rumput dalam kandang. Dilanjutkan wawancara bersama
Gunarti. “Biaya urip saben sasi, aku ning mondokan karek wong papat.
Wong anakku sing mbarep wes duwe mondokan dewe. Ning sesasine kuwi
ra cukup rong yuto. Mongko saben sasi durung mesti bojoku kui entuk
penghasilan. Sing sak yuto rongatus kuwi dikei kemurahan soko banyu ra
usah tuku. Dadi 2 yuto luwih kui sing sak yuto soko banyu. Dadi kanggo
kecukupan sak bendino, kanggo sapi, kuwi durung sing sawah.” Lalu
memaparkan proses pembuatan pupuk cair alami dari kotoran sapi.
GAMBAR 1.20
43
21. 11.45-13.05: Gunretno, seorang pengikut Samin juga menerangkan cara
mengolah kotoran sapi sebagai energi gas dan dapat menjadi pupuk padat.
Kemudian diwawancarai oleh Dandhy, “wes ora percoyo karo ajine
kuasane awake dewe bahwa awake dewe mampu. Pikirane mung piye
carane entuk duit, engko opo-opo iso tuku. Nek iki kan (awake dewe) ora
kudu ngono”. Dilanjutkan dengan inter cut scene sapi membuang kotoran
dan anak-anak merebus air di panci sederhana di dapur rumahnya.
GAMBAR 1.21
22. 13.07-14.16: “Terkait penolakan pabrik semen, sedulur sikep iki kan opo
yo.. nggo menghidupi kehidupane mung kepengen dadi tani (pantang
berdagang). Lha terus jerone tetanen iki kan yo tani butuh lemah. Kan yo
ora mung lemah thok, yo butuh piye carane ben lemah kui produktif yo
butuh banyu. Kui jaman Mbah Samin kan erane pancen uwong-uwong
dipekso kon mbayar pajak. Ono nganti pajek werno-werno koyo ngono. Sak
bare Mbah Samin kui ono sing nutukno kui mantune, Mbah Surokidi. Yo iso
dikandakno nek kui wes jamane kemerdekaan, wes jamane orde lama. Tapi
neng jamane kui ugo bab-bab ketidak adilan kui yo ono-ono wae. Bentuke
bedo, iso ugo sing nindak ono ora ono keadilan kui iso ugo bangsane dewe”
jelas Gunretno saat diawancarai Dhandy di kediamannya. Disambung
dengan inter cut aksi kekerasan aparat saat demo.
44
GAMBAR 1.22
23. 14.29: Full shot scene bentrok antara demonstran petani Kendeng yang
mayoritas wanita dengan aparat kepolisian dan tentara di lokasi proyek
tambang semen.
GAMBAR 1.23
24. 14.54-15.05: Kamera tim Watchdoc sempat hampir diminta paksa polisi
saat merekam kejadian di lokasi.
45
GAMBAR 1.24
25. 15.07: Joko Prianto, seorang petani Rembang menceritakan awal aksi
penolakan proyek semen, “Dulu ada sekitar enam orang yang mengawali
pergerakan ini di akhir 2011. Dan ternyata 2012 sekitar bulan Juni itu kala
nggak salah AMDAL keluar. AMDAL PT Semen Indonesia keluar, dan
sejak saat itu kami melakukan perlawanan terhadap pihak semen. Tapi awal-
awal (jumlah) kami masih sedikit itu luar biasa intimidasinya ke kami, mulai
dari pihak polisi, TNI, preman, pemerintah desa, itu luar biasa sekali. Kita
diancam waktu itu, diculik, ada yang temen saya dibawakan parang malam-
malam seperti itu”.
Inter cut bentrok demostran, lalu lanjutan wawancara Joko Prianto “Banyak
ejekan, banyak hinaan, ada yang bilang ‘wah PKI, komunis dan sebagainya”
Lanjutan wawancara setelah inter cut “Seharusnya pemerintah Jawa Tengah
menjadikan Jawa Tengah ini khusunya Rembang sebagai lumbung pangan,
bukan lumbung semen kan seperti itu, karena disini mayoritas petani.”
“Alasan mereka kesejahteraan, tapi saat saya menayakan mereka,
kesejahteraan yang bagaimana yang pabrik semen berikan ke kami?
Sedangkan kami sekarang sudah sejahtera dengan pertanian.” Dilanjutkan
dengan inter cut pengendara motor di jalan sempit pinggiran sawah.
46
GAMBAR 1.25
26. 15.54: Di tengah wawancara dengan Joko Prianto diselipkan inter cut
adegan bentrok antara demonstran petani dengan preman.
GAMBAR 1.26
27. 16.48: Inter cut kondisi demo di lokasi proyek semen. Polisi menyingkirkan
spanduk besar yang di pasang para petani demonstran di tengah jalan. Truk-
truk proyek semen muatan besar pun dapat melintas tanpa halangan.
47
GAMBAR 1.27
28. 17.39: Overshoulder shot scene jurnalis watchdoc dibonceng warga
menyusuri jalanan sempit sawah dengan kendaraan bermotor memasuki
Desa Karangawen, Kecamatan Tambakromo (Pati), desa yang terancam
akan terkena dampak tapak pabrik PT Indocement. Menurut penjelasan
Gunretno sebagai warga setempat “Indocement akan menggunakan 180
hektar lahan pertanian milik warga empat desa. Desa Mojomulyo, Desa
Karangawen, Desa Larangan dan Desa Tambakromo, milik 560 orang.”
GAMBAR 1.28
48
29. 19.37-21.00: Close up shot, Dandhy kembali mewawancarai Gunarti di
kediamannya, “Aku itungane duwe anak telu, wedok, wedok, lanang. Ndak
sekolah formal, mbiyen aku yo ora sekolah formal” memasuki ruang utama
di rumahnya dan melanjutkan cerita “Yo tak telateni ngeneki, terus tak
tulisno ning nggone (papan tulis).” Lalu anak-anaknya mengeja tulisan di
papan. “Tujuane wong sikep nyekolahke anakne ning mondokane dewe
kuwi tujuane ora nggayuh derajat pangkat. Ning gegayuhane mung cukup
kepingin mbecikno kelakuan mbenerno ucapan. Kanggo nyukupi kebutuhan
sakbendino, cukup tani.”
“trus mbiyen mbah (pesen) tujuane (pendidikan) kan ora kepingin pinter,
sing penting ngerti. Nek pinter ki jarene mengko ndak digawe minteri
(orang lain) utowo gawe ngakali.”
GAMBAR 1.29
30. 21.10-21.52: overshoulder shot yang disambung dengan full shot. Para
petani wanita Kendeng berkumpul bersama di kali (sungai kecil desa) dan
menyanyikan lagu Kendeng Lestari “Tempat kita takkan ku lepas, tempat
kita tempat kita hidup bersama, selamanya harus kita jaga. Jawa Tengah
yang jaya, Jawa Tengah yang jaya itulah itulah harapan kita semua, Jawa
Tengah yang jaya. Kita pasti menang, pasti menang, pastilah menang, pasti
49
menang, pastilah menang.” Lalu seorang pekerja seni, Melani Subono yang
ikut menemani juga mendukung, “Lagi, sekali lagi yang kompak ya..”
GAMBAR 1.30
31. 21.56: Dengan close up shot scene Gunarti menunjukan KTP miliknya “Iki
duwe KTP awale yo ora aku dewe sing (gawe). Kosong kolong agamane
ora dicantumke. Iki pun awale aku debat ning kecamatan.”
GAMBAR 1.31
32. 23.13: Kembali pada adegan para petani wanita bernyanyi mars di kali
dengan close up shot. Mereka bernyanyi dengan raut wajah semangat
sembari mengepalkan tangannya.
50
GAMBAR 1.32
33. 23.52: Close up shot para petani bubar setelah berlatih menyanyi. Lalu
Melani Subono berbicara di pinggir lalu lalang, “Jadi begini, nggak ada
yang lebih keren dari saat (melihat) perempuan itu berjuang. Yang bikin gue
pertama kali kesini adalah perempuan-perempuan pejuang. Gue menghargai
cowok, cowok itu udah sering berjuang. Tapi yang bikin gue terenyuh
adalah perempuan-perempuan disini. Sementara perempuan-perempuan di
ibukota itu udah mulai yang ‘ah gue mesti ke mal, ah ada wi-fi nggak ya?’
sementara mereka disini berjuang untuk makan, untuk anak cucu mereka,
untuk tanah air. Namanya tanah air, tanah kita yang punya masak air beli?”.
GAMBAR 1.33
51
34. 24.31-25.40: Inter cut scene wide angle petani mencangkul di lahan
sawahnya yang kering, petani menyiram pestisida di lahan lain, petani
mencangkul jalan pengairan sawah yang kering, tiga petani menanam padi,
gemercik aliran air sungai, seorang laki-laki berjalan memasuki sungai
dalam gua untuk mandi, tetes air dari bebatuan dalam gua, anak-anak
bermain di sungai.
GAMBAR 1.34
35. 25.45-26.03: Extreme wide shot bentangan lahan pertanian yang terbelah
oleh jalanan desa diambil dari kamera atas atau drone.
GAMBAR 1.35
52
36. 26.29: Point of view shot, para warga makan bersama di rumah Gunarti.
GAMBAR 1.36
37. 27.00: Inter cut hamparan lahan pertanian yang diambil dengan extreme
wide shot dari atas, kemudian lahan proyek semen (pertambangan).
GAMBAR 1.37
38. 27.38: Dengan close up shot Gunarti berkumpul bersama beberapa warga,
lalu menjelaskan kronologi singkat penolakan semen di depan kamera,
“Ning Sukolilo kui ono pitung ndeso, sing bakal keno dampak rencana
pendirian semen gresik, soko pitung ndeso iku uga, tak tekani dari desa ke
desa, setiap aku ketemu sing salah sawijine mondokane sedulur, ono
beberapa ibu-ibu sing kumpul, soko kono kui aku akhire berharap, ayo do
53
ngilingno tonggo omah, tonggo sawah supoyo iso ngelindungi wekke dewe,
ojo didol, ojo do gumun duit akeh, mergo nek duit kui iso entek nek lemah
kui ora isoh entek.” “Senajan perjalanane abot ning ternyata yo tetep ketika
kita bersatu yo iso ngundurno semen gresik tahun 2009 tanggal 16 Mei. Nah
mundur 2009, 2010, Indocement arep mlebu ning wilayahe iki Tambakromo
karo Kayen. Aku pun mulai jalan ning deso kono, ngilingno, supoyo podo
biso ngukuhi tekke dewe-dewe.”
“Wiwit nenek moyang butuh tanah, butuh air, butuh pangan, ora butuh
semen. Tinimbangane krisis pangan, mending krisis semen. Wiwit bayi lahir
butuh banyu, butuh lemah, butuh pangan. Nek wong mbangun sing wong
sugih sing duwe duit. Hla nek wong ndeso ora duwe duit, omah pring wis
cukup, sing penting iso mangan.”
GAMBAR 1.38
39. 29.25-30.07: Inter cut scene seorang warga Samin mengenakan pakaian
adat bersandar pada pohon di halaman rumah berlatar tanah, segerombol
warga berinteraksi satu sama lain di depan warung dengan kendaraannya
masing-masing, back drop baleho besar yang di pasang di pinggir jalan,
seorang lansia duduk melamun di kursi kayu depan rumah dengan latar
sepeda tua, papan bertuliskan “usir antek-antek semen” yang di tempel di
pohon, backdrop atau baleho besar di jalan utama desa bertuliskan
54
“Pencabut surat ‘tolak = pengkhianat (kubela tanahku sampai mati)”, dan
kehidupan warga Samin setempat. Scene diiringi latar musik jawa (tembang
macapat: Dandang Gulo).
GAMBAR 1.39
40. 30.24: Salah seorang wanita Samin yang diwawancarai bersama Gunarti,
“Lemah garapan niku mboten kengeng didol, kanggone niku kanggo
lumantar anak putune. Lha nek didol nyandang, mangane pripun? Mergi
sedulur sikep niku nyandang mangane teko toto nggauto. Lemah garapan
niku kanggo dowone lumantar anak putu, contone kados kulo, gadah lemah
garapan niku kulo kukohi, niku teko lumantar teko bapak mbokke kulo. Hla
nek kulo tetep kulo kukohi, nggeh saget neng larene kulo niki. Lha nek
disade lha terus larene kulo seng cilik niki pripun?”
55
GAMBAR 1.40
41. 31.46: Gunretno saat diwawancarai Dhandy, “Lha kalo seperti itu ya cari
tempat karst yang tidak penduduknya padat, Jawa ini kan padat, jadi jumlah
penduduk di Jawa ini kan padat sekali. Kalo mikirnya itu pemerataan
pembangunan, taruhlah di Irian Jaya (Papua) itukan satu sak semen
1.700.000, buatlah pabrik semen disana. Kalo masih memaksa di Jawa ini
yang pokoknya ini bukan masyarakat, ini pokonya mereka yang ingin ada
pabrik semen ini mayoritas sekiranya yang kapitalis, seperti itu.” Lalu
dilanjut dengan long shot suasana rapat bersama warga di kediamannya.
GAMBAR 1.41
56
42. 32.27: Wide shot kondisi sekitar PT Semen Indonesia di Tuban yang diputar
dengan inter cut. Menampakkan pabrik semen dari laut, seorang warga di
pinggir pantai, lahan yang terdampak tambang dan lokasi sekitarnya.
GAMBAR 1.42
43. 32.56-35.23: Gunretno mendatangi dua orang pria paruh baya di kebun
sekitar lahan tambang pabrik semen tersebut dan mewawancarai mereka
berdua, “Disuruh tiyang ageng kon ngedol ngono lho pak, ajeng mboten,
tapi wedi. Jaman sak monten niku onten banbinsa turene ‘nek ora didol
nggone neng tengah, arep metu ngendi nek garap (sawah)?’ sedoyo niku
tambah ajrih pak wong ndek riyin niku. Nek saknini nggeh duko. Nggeh
enten sing arep adol nggeh enten sing mboten. Namine tiyang katah.
Namine nggeh penduduk pak, enten sing ajrih. Mergo nggeh sedoyo
ditumbas. Sing setunggale mbandel mengkeh nggeh dos pundi nggeh, wedi
gampangane.” Lalu Gunretno menanyainya lagi, “Niki nek wayah ketigo,
bleduk dugi mriki mboten?”. “Masyaalloh, nggeh dugi mriki, dugi ndeso-
ndeso. Lha mpun enten (filter) tanemane ngeten niki nggeh. Sampe teng
Desa Koro niku nggeh keluhane tiyang alit mboten saget nopo-nopo. Nggeh
terimo mawon, wong maune mpun kadung kok. Kulo nderek tanglet
jenengan pegawai pundi pak?” Tanya pria itu pada Gunretno. “Kulo, deso
kulo niku Tlatah Pati mbah. Pengaron kulo Gunretno. Lha riyin panji kulo
57
nolak pabrik semen ning wilayah Pati. Ngeten kulo niku ngjogo
keseimbangane Jowo mbah. Mergo nek Jawa Timur wes rusak, Jawa Barat
wis rusak, Jawa Tengah dirusak, ngko nasibe petani pripun? Mulanipun
jenengan kulo rekam niki, nggeh ben dadi pasinaone dulur-dulur mriko ben
ora gampang ngedol lemahe. Mergo lemah niki kan saget dituronno kagem
anak putu, lha tapi nek duit lak gelis entek. Duite jenengan tasih mboten
niki?” Guritno bertanya, “Lha nggeh mboten, nggeh (sekarang) kirang yotro
kok” jawab pria tua dengan yakin.
GAMBAR 1.43
44. 36.54: Gunretno menyanyai pria tua lainnya yang melewati jalanan kebun
tersebut mengenai hal serupa seperti narasumber sebelumnya, “Riyin sing
medeni sinten mbah?” pria tua berkaus hijau menjawab “Sing medeni nggeh
tiyang gede-gede klambi ijo-ijo niku. Teko mriki rong montor pak meden-
medeni. Nek ngoten nggeh sampean tumbas. Mboten enten niku medal
pundi?”. “Mergo wedi ora dikei dalan, akhire ora didol, dadi didol?” Tanya
gunretno kembali, “Wong pacen tiyang cilik, nggeh ngoten niku. Barang
sakniki nggeh getune teng mburi. Bumi kekke pabrik sedanten, tur bocah
katah, mboten enteng sing digarap” jawabnya.
58
GAMBAR 1.44
45. 37.55-38.14: Landscape wide shot yang diambil dari low angle, para petani
Kendeng berjalan menyusuri sawah, dengan teks narasi di ujung kiri bawah:
“Saat film ini diproduksi petani Gunem di Rembang masih bertahan di
tenda. Bersama warga Samin di Pati, mereka menunggu putusan PTUN
melawan PT Semen Indonesia. Sementara warga Kayen dan Tambakromo
di Pati melanjutkan usaha mencegah grup Indocement.” Demikian tim
Watchdoc mengakhiri film dokumenter Samin vs Semen. Dilanjutkan
dengan close up shot petani wanita paruh baya, very wide shot lahan
pertanian yang diambil dari atas langit diiringi keterangan kredit orang-
orang yang ikut berkontribusi dalam proses produksi film tesebut. Terakhir
aeriel shot atau landscape wide shot ratusan petani berjajar rajin sepanjang
jalanan sempit sawah, membentuk formasi bertuliskan “Tolak pabrik semen
di Jawa” dari kain putih. Lalu di bawahnya terbentang bendera merah putih
berukuran besar. Video yang diambil menjauh dari fokus objek petani
hingga tulisan tersebut tidak terlihat karena kamera zoom out semakin
menjauh ke langit.
59
GAMBAR 1.45
GAMBAR 1.46
60
F. Analisis Semiotika John Fiske dalam Samin Vs Semen
Film dokumenter ini memberi ruang warga Samin selaku korban ekspansi
proyek semen di Kendeng saat media arus utama seakaan tidak mendengar
mereka. Proyek pembangunan pabrik semen di Pati dan Rembang dilakukan
dengan dalih demi kesejahteraan mereka dan juga dukungan terhadap BUMN
untuk kepentingan bangsa dan negara. Padahal mereka justru kehilangan mata
pencaharian karena dipaksa menjual lahan pertaniannya untuk proyek semen.
Belum lagi dampak lingkungan yang ditimbulkan pabrik semen. Selain
mempengaruhi sumber mata air yang digunakan untuk bertani, debu yang
ditimbulkan mempengaruhi pertanian juga kualitas hidup masyarakat setempat.
Seperti genrenya yaitu film dokumenter, semua laporan direkam sesuai
fakta dan apa adanya. Meski sejak awal Dandhy sudah menyatakan bahwa
liputannya mengambil sudut pandang masyarakat kecil yang perlu dibantu dan
didukung. Dalam film ini tidak disertai narasi dari kru Watchdoc. Kebanyakan
video yang disajikan merekam lokasi proyek tambang, pegunungan Kendeng
dan lahan pertanian di sekitarnya. Kemudian wawancara dengan warga Samin
maupun demontrasi mereka yang jarang diekspos di media arus utama.
Analisis semiotik code of television milik John Fiske dibagi ke dalam tiga
level, yaitu: realitas, representasi, dan ideologi. Tiap level digunakan untuk
melihat makna yang terkandung dalam film dokumenter “Samin vs Semen”.
Dengan menganalisa beberapa kode yang ditangkap penonton dalam film,
kemudian mereka dapat menyimpulkan makna sesuai dengan tafsiran masing-
masing. Kode diolah melalui alat indra menyesuaikan referensi yang dimiliki
penonton. Dalam analisa data, peneliti akan mencantumkan data ke dalam tiga
level semiotika John Fiske.
61
1. Level Realitas
Peristiwa yang ditandakan sebagai realitas dengan meninjau hal-hal
seperti: penampilan, pakaian, make-up, lingkungan, perilaku, gaya bicara,
gestur, ekspresi, suara dan dalam bahasa tulis berupa dokumen, transkip
wawancara, dsb.
TABEL 1.1.
NO KODE KETERANGAN SCENE
1. Kode Ekspresi
dan perilaku
Scene 9
04.40-04.56: Video amatir yang diambil
dengan berdesak-desakan diantara demonstran
(mayoritas perempuan), polisi, tentara dan
security mencoba menghentikan demostran
yang berjalan menuju proyek.
Kode ekspresi: Jengkel, gelisah.
Scene 11
05.50-05.56: Polisi menodong seorang
kameramen dan menanyainya dengan nada
tinggi, “Kau media mana? Mana?” kemudian
menggeretnya keluar dari kerumunan
demonstran.
Kode ekspresi: Marah dan menggertak.
Scene 12
06.28: Polisi menyeret dan menggotong
demostran yang memblokir jalan.
Kode ekspresi: Perlakuan kasar.
Scene 13
06.45-07.11: Para petani yang ikut demo
melakukan do’a bersama dan bersholawat pada
62
malam hari di lokasi yang sama. Diriringi teks
narasi: “Sejak peristiwa 16 Juni 2014, warga
mendirikan tenda di tapak pabrik (Kecamatan
Gunem, Rembang).” Seorang petani wanita
menangis histeris dengan membawa bendera
merah putih dipangkuannya.
Kode ekspresi: Takut, cemas, sedih.
Scene 18
09.00-09.35: Inter cut scene wajah beberapa
warga peserta rapat yang diambil secara close
up. Lalu tokoh masyarakat yang menolak
semen berbicara “Ampun sami ngelokro, niki
mpun karek sak tiit. Soale nek berdasarkan
bukti-bukti lapangan, bukti-bukti cacate
(hukum) pabrik semen (di PTUN) iku sing jelas
yakin sewu persen tuntutane awake dewe bakal
menang.” dijawab dengan kompak “Aamiin”
oleh warga yang hadir.
Kode ekspresi: Cemas dan penuh harap.
Scene 23
14.29: Full shot scene bentrok antara
demonstran petani Kendeng yang mayoritas
wanita dengan aparat kepolisian dan tentara di
lokasi proyek tambang semen.
Kode ekspresi: Marah, emosi.
Scene 24
63
14.54-15.05: Kamera tim Watchdoc sempat
hampir diminta paksa polisi saat merekam
kejadian di lokasi.
Kode ekspresi: Perilaku paksaan.
Scene 26
15.54: Di tengah wawancara dengan Joko
Prianto diselipkan inter cut adegan bentrok
antara demonstran petani dengan preman.
Kode ekspresi: Marah dan emosi.
2. Kode Gestur Scene 6
04.22: Cut scene polisi dan tentara dalam
jumlah cukup banyak bekerjasama dalam
mengkawal agenda peletakan batu pertama
pabrik tersebut.
Kode gestur: Jabat tangan antara aparat
polisi dan tentara bermakna kesepakatan
dan kerjasama.
Scene 7
04.25: Potret demonstran para petani Kendeng
yang duduk di pinggir jalan menggunakan
spanduk kertas ala kadarnya, yang bertuliskan
“Tanah leluhur kami bela sampai mati, tolak
pabrik semen, dsb”.
Kode gestur: Demonstran yang duduk
terpinggirkan menunjukan petani yang tak
berdaya tidak memiliki kekuatan besar.
64
Scene 11
05.50-05.56: Polisi menodong seorang
kameramen dan menanyainya dengan nada
tinggi, “Kau media mana? Mana?” kemudian
menggeretnya keluar dari kerumunan
demonstran.
Kode gestur: Tangan aparat polisi
menodong kepada kameramen menunjukan
sikap yang mengintimidasi.
Scene 32
23.13: Kembali pada adegan para petani wanita
bernyanyi mars di kali dengan close up shot.
Mereka bernyanyi dengan raut wajah semangat
sembari mengepalkan tangannya.
Kode gestur: Tangan mengepal ke atas saat
bernyanyi menunjukan semangat juang.
Scene 39
29.25-30.07: Inter cut scene seorang warga
Samin mengenakan pakaian adat bersandar
pada pohon di halaman rumah berlatar tanah,
segerombol warga berinteraksi satu sama lain
di depan warung dengan kendaraannya
masing-masing, back drop baleho besar yang
di pasang di pinggir jalan, seorang lansia duduk
melamun di kursi kayu depan rumah dengan
latar sepeda tua, papan bertuliskan ‘usir antek-
antek semen’ yang di tempel di pohon,
backdrop atau baleho besar di jalan utama desa
65
bertuliskan “Pencabut surat ‘tolak =
pengkhianat (kubela tanahku sampai mati)”,
dan kehidupan warga Samin setempat. Scene
diiringi latar musik jawa (tembang macapat:
Dandang Gulo).
Kode gestur: Kedua wanita tua (nenek-
nenek mengenakan pakaian adat kebaya)
yang pasrah terhadap nasib dan hidup
mereka.
3. Kode Kostum Scene 26
15.54: Di tengah wawancara dengan Joko
Prianto diselipkan inter cut adegan bentrok
antara demonstran petani dengan preman.
Kode Kostum: Kaos bertuliskan “Tolak
Pabrik Semen” yang dikenakan Joko
Prianto saat wawancara menunjukan simbol
perlawanan nyata dan terang-terangan.
Scene 32
23.13: Kembali pada adegan para petani wanita
bernyanyi mars di kali dengan close up shot.
Mereka bernyanyi dengan raut wajah semangat
sembari mengepalkan tangannya.
Kode Kostum: Pakaian para petani wanita
kaos oblong menunjukan kesederhanaan
masyarakat Kendeng.
4. Kode
Percakapan
Scene 11
05.50-05.56: Polisi menodong seorang
kameramen dan menanyainya dengan nada
66
tinggi, “Kau media mana? Mana?” kemudian
menggeretnya keluar dari kerumunan
demonstran.
Kode percakapan: Perkataan yang
diucapkan dengan nada tinggi menunjukan
sikap superior polisi kepada masyarakat.
Scene 17
08.19-08.48: Wawancara bersama pertani
Kendeng, “Ya mungkin ketika waktu itu kami
nggak bergerak, ya mungkin pihak semen akan
dengan bebasnya membuat kita jadi miskin,
membuat hidup kita terancam” lalu Dandhy
menanyakan jumlah lahan sekitar yang telah
dijual kepada pihak semen, “Yang saya tahu
sih dari luas lahan di Desa Tegaldowo itu ya
hampir 30 persenlah yang sudah dijual. Rata-
rata mereka membeli truk untuk angkutan, dan
sebagainya seperti itu” sebagian besar warga
pro-semen yang menjual lahan sawahnya telah
beralih profesi dan meninggalkan pertanian.
Kode percakapan: menunjukan adanya
kesadaran dan dorongan dari petani
Kendeng untuk memperjuangkan lahan
pertanian mereka.
Scene 18
09.00-09.35: Inter cut scene wajah beberapa
warga peserta rapat yang diambil secara close
up. Lalu tokoh masyarakat yang menolak
67
semen berbicara “Ampun sami ngelokro, niki
mpun karek sak tiit. Soale nek berdasarkan
bukti-bukti lapangan, bukti-bukti cacate
(hukum) pabrik semen (di PTUN) iku sing jelas
yakin sewu persen tuntutane awake dewe bakal
menang.” dijawab dengan kompak “Aamiin”
oleh warga yang hadir.
Kode percakapan: Menunjukan besar
harapan masyarakat Kendeng untuk dapat
mempertahankan tanah mereka.
Scene 20
10.15-11.40: Inter cut scene Gunarti memasuki
kandang, lalu close up shot sapi memakan
rumput dalam kandang. Kemudian dilanjutkan
dengan wawancara bersama Gunarti. “Biaya
urip saben sasi, aku ning mondokan karek
wong papat. Wong anakku sing mbarep wes
duwe mondokan dewe. Ning sesasine kuwi ra
cukup rong yuto. Mongko saben sasi durung
mesti bojoku kui entuk penghasilan. Sing sak
yuto rongatus kuwi dikei kemurahan soko
banyu ra usah tuku. Dadi 2 yuto luwih kui sing
sak yuto soko banyu. Dadi kanggo kecukupan
sak bendino, kanggo sapi, kuwi durung sing
sawah.” Gunarti melanjutkan pemaparan
proses pembuatan pupuk cair alami dari
kotoran sapi.
68
Kode percakapan: Menunjukan
ketergantungan hidup masyarakat
setempat terhadap alam, pertanian dan
peternakan.
Scene 21
11.45-13.05: Gunretno, seorang pengikut
Samin juga menerangkan cara mengolah
kotoran sapi sebagai energi gas dan dapat
menjadi pupuk padat. Kemudian diwawancarai
oleh Dandhy, “wes ora percoyo karo ajine
kuasane awake dewe bahwa awake dewe
mampu. Pikirane mung piye carane entuk duit,
engko opo-opo iso tuku. Nek iki kan (awake
dewe) ora kudu ngono”. Dilanjutkan dengan
inter cut scene sapi membuang kotoran dan
anak-anak merebus air di panci sederhana di
dapur rumahnya.
Kode percakapan: Menunjukan keyakinan
masyarakat setempat bahwa mereka
mampu mencukupi hidup dari yang telah
disediakan alam.
Scene 22
13.07-14.16: “Terkait penolakan pabrik semen,
sedulur sikep iki kan opo yo.. nggo menghidupi
kehidupane mung kepengen dadi tani (pantang
berdagang). Lha terus jerone tetanen iki kan yo
tani butuh lemah. Kan yo ora mung lemah thok,
yo butuh piye carane ben lemah kui produktif
69
yo butuh banyu. Kui jaman Mbah Samin kan
erane pancen uwong-uwong dipekso kon
mbayar pajak. Ono nganti pajek werno-werno
koyo ngono. Sak bare Mbah Samin kui ono sing
nutukno kui mantune, Mbah Surokidi. Yo iso
dikandakno nek kui wes jamane kemerdekaan,
wes jamane orde lama. Tapi neng jamane kui
ugo bab-bab ketidak adilan kui yo ono-ono
wae. Bentuke bedo, iso ugo sing nindak ono
ora ono keadilan kui iso ugo bangsane dewe”
jelas seorang tokoh sedulur sikep saat
diawancarai Dhandy di kediamannya.
Disambung dengan inter cut aksi kekerasan
aparat saat demo.
Kode percakapan: Menunjukan keresahan
warga Samin akibat mata pencahariannya
terancam oleh ekspansi pabrik semen.
Mereka percaya bahwa ketidak adilan tidak
hanya terjadi masa colonial, tapi dapat juga
dilakukan oleh bangsa sendiri (pemerintah).
Scene 25
15.07: Joko Prianto, seorang petani Rembang
menceritakan awal aksi penolakan proyek
semen, “Dulu ada sekitar enam orang yang
mengawali pergerakan ini di akhir 2011. Dan
ternyata 2012 sekitar bulan Juni itu kala nggak
salah AMDAL keluar. AMDAL PT Semen
Indonesia keluar, dan sejak saat itu kami
70
melakukan perlawanan terhadap pihak semen.
Tapi awal-awal (jumlah) kami masih sedikit itu
luar biasa intimidasinya ke kami, mulai dari
pihak polisi, TNI, preman, pemerintah desa, itu
luar biasa sekali. Kita diancam waktu itu,
diculik, ada yang temen saya dibawakan
parang malam-malam seperti itu”.
Inter cut bentrok demostran, lalu lanjutan
wawancara Joko Prianto “Banyak ejekan,
banyak hinaan, ada yang bilang ‘wah PKI,
komunis dan sebagainya”
Lanjutan wawancara setelah inter cut
“Seharusnya pemerintah Jawa Tengah
menjadikan Jawa Tengah ini khusunya
Rembang sebagai lumbung pangan, bukan
lumbung semen kan seperti itu, karena disini
mayoritas petani.”
“Alasan mereka kesejahteraan, tapi saat saya
menayakan mereka, kesejahteraan yang
bagaimana yang pabrik semen berikan ke
kami? Sedangkan kami sekarang sudah
sejahtera dengan pertanian.” Dilanjutkan
dengan inter cut pengendara motor di jalan
sempit pinggiran sawah.
Kode percakapan: Menunjukan
kekecewaan pada pemerintah Jawa Tengah
atas kebijkan yang diambil secara sepihak.
Bahkan bagi petani yang sejak awal
71
memperjuangkan (hak mereka) penolakan
pabrik semen mengalami intimidasi dari
berbagai pihak (pro-semen).
Scene 29
19.37-21.00: Medium close up shot, Dandhy
kembali mewawancarai Gunarti di
kediamannya, “Aku itungane duwe anak telu,
wedok, wedok, lanang. Ndak sekolah formal,
mbiyen aku yo ora sekolah formal” memasuki
ruang utama di rumahnya dan melanjutkan
cerita “Yo tak telateni ngeneki, terus tak tulisno
ning nggone (papan tulis).” Lalu anak-
anaknya mengeja tulisan di papan. “Tujuane
wong sikep nyekolahke anakne ning
mondokane dewe kuwi tujuane ora nggayuh
derajat pangkat. Ning gegayuhane mung cukup
kepingin mbecikno kelakuan mbenerno
ucapan. Kanggo nyukupi kebutuhan
sakbendino, cukup tani.”
“trus mbiyen mbah (pesen) tujuane
(pendidikan) kan ora kepingin pinter, sing
penting ngerti. Nek pinter ki jarene mengko
ndak digawe minteri (orang lain) utowo gawe
ngakali.”
Kode percakapan: Menunjukan sikap
sederhana, hidup secukupnya dan belajar
tanpa menempuh pendidikan di sekolah
formal. Karena bagi mereka ilmu terlalu
72
tinggi dapat membuat serakah dan
menyakiti orang lain.
Scene 33
23.52: Medium shot para petani bubar setelah
berlatih menyanyi. Lalu Melani Subono yang
juga cucu B.J. Habibi berbicara di pinggir lalu
lalang, “Jadi begini, nggak ada yang lebih
keren dari saat (melihat) perempuan itu
berjuang. Yang bikin gue pertama kali kesini
adalah perempuan-perempuan pejuang. Gue
menghargai cowok, cowok itu udah sering
berjuang. Tapi yang bikin gue terenyuh adalah
perempuan-perempuan disini. Sementara
perempuan-perempuan di ibukota itu udah
mulai yang ‘ah gue mesti ke mal, ah ada wi-fi
nggak ya?’ sementara mereka disini berjuang
untuk makan, untuk anak cucu mereka, untuk
tanah air. Namanya tanah air, tanah kita yang
punya masak air beli?” jelasnya depan kamera.
Kode percakapan: Menunjukan
kekaguman dan apresiasi seorang pagiat
seni kepada perjuangan wanita Samin yang
ada di garda depan menolak pabrik semen
dan mempertahankan tanah air mereka.
Scene 38
27.38: Dengan close up shot Gunarti
berkumpul bersama beberapa warga, lalu
menjelaskan kronologi singkat penolakan
73
semen di depan kamera, “Ning Sukolilo kui ono
pitung ndeso, sing bakal keno dampak rencana
pendirian semen gresik, soko pitung ndeso iku
uga, tak tekani dari desa ke desa, setiap aku
ketemu sing salah sawijine mondokane
sedulur, ono beberapa ibu-ibu sing kumpul,
soko kono kui aku akhire berharap, ayo do
ngilingno tonggo omah, tonggo sawah supoyo
iso ngelindungi wekke dewe, ojo didol, ojo do
gumun duit akeh, mergo nek duit kui iso entek
nek lemah kui ora isoh entek.” “Senajan
perjalanane abot ning ternyata yo tetep ketika
kita bersatu yo iso ngundurno semen gresik
tahun 2009 tanggal 16 Mei. Nah mundur 2009,
2010, Indocement arep mlebu ning wilayahe iki
Tambakromo karo Kayen. Aku pun mulai jalan
ning deso kono, ngilingno, supoyo podo biso
ngukuhi tekke dewe-dewe.”
“Wiwit nenek moyang butuh tanah, butuh air,
butuh pangan, ora butuh semen. Tinimbangane
krisis pangan, mending krisis semen. Wiwit
bayi lahir butuh banyu, butuh lemah, butuh
pangan. Nek wong mbangun sing wong sugih
sing duwe duit. Hla nek wong ndeso ora duwe
duit, omah pring wis cukup, sing penting iso
mangan.”
Kode percakapan: menunjukan sikap tegas
warga Samin, khususnya wanita untuk
74
mempertahankan tanah mereka dan
menjaga tradisi nenek moyang mereka
(hidup sederhana dengan menjaga alam dan
bertani).
Scene 40
30.24: Salah seorang wanita Samin yang
diwawancarai bersama Gunarti, “Lemah
garapan niku mboten kengeng didol, kanggone
niku kanggo lumantar anak putune. Lha nek
didol nyandang, mangane pripun? Mergi
sedulur sikep niku nyandang mangane teko
toto nggauto. Lemah garapan niku kanggo
dowone lumantar anak putu, contone kados
kulo, gadah lemah garapan niku kulo kukohi,
niku teko lumantar teko bapak mbokke kulo.
Hla nek kulo tetep kulo kukohi, nggeh saget
neng larene kulo niki. Lha nek disade lha terus
larene kulo seng cilik niki pripun?”
Kode percakapan: Menunjukan kecintaan
warga Samin pada tradisi yang berlaku.
Menjaga tanah pemberian tetua terdhulu
untuk diwariskan anak cucu kemudian hari.
Bagi mereka memiliki tanah lahan tani lebih
berharga daripada harta uang.
75
Scene 43
32.56-35.23: Gunretno mendatangi dua orang
pria paruh baya di kebun sekitar lahan tambang
pabrik semen tersebut dan mewawancarai
mereka berdua, “Disuruh tiyang ageng kon
ngedol ngono lho pak, ajeng mboten, tapi wedi.
Jaman sak monten niku onten banbinsa turene
‘nek ora didol nggone neng tengah, arep metu
ngendi nek garap (sawah)?’ sedoyo niku
tambah ajrih pak wong ndek riyin niku. Nek
saknini nggeh duko. Nggeh enten sing arep
adol nggeh enten sing mboten. Namine tiyang
katah. Namine nggeh penduduk pak, enten sing
ajrih. Mergo nggeh sedoyo ditumbas. Sing
setunggale mbandel mengkeh nggeh dos pundi
nggeh, wedi gampangane.” Lalu Gunretno
menanyainya lagi, “Niki nek wayah ketigo,
bleduk dugi mriki mboten?”. “Masyaalloh,
nggeh dugi mriki, dugi ndeso-ndeso. Lha mpun
enten (filter) tanemane ngeten niki nggeh.
Sampe teng Desa Koro niku nggeh keluhane
tiyang alit mboten saget nopo-nopo. Nggeh
terimo mawon, wong maune mpun kadung kok.
Kulo nderek tanglet jenengan pegawai pundi
pak?” Tanya pria itu pada Gunretno. “Kulo,
deso kulo niku Tlatah Pati mbah. Pengaron
kulo Gunretno. Lha riyin panji kulo nolak
pabrik semen ning wilayah Pati. Ngeten kulo
76
niku ngjogo keseimbangane Jowo mbah.
Mergo nek Jawa Timur wes rusak, Jawa Barat
wis rusak, Jawa Tengah dirusak, ngko nasibe
petani pripun? Mulanipun jenengan kulo
rekam niki, nggeh ben dadi pasinaone dulur-
dulur mriko ben ora gampang ngedol lemahe.
Mergo lemah niki kan saget dituronno kagem
anak putu, lha tapi nek duit lak gelis entek.
Duite jenengan tasih mboten niki?” Guritno
bertanya, “Lha nggeh mboten, nggeh
(sekarang) kirang yotro kok” jawab pria tua
dengan yakin.
Kode percakapan: Menunjukan ketakutan
penduduk Tuban terhadap pemerintah orde
baru yang saat itu tidak kenal ampun pada
siapapun yang menentang kebijakan.
Mereka menyesali keputusannya di masa
lalu karena saat ini merasakan dampak
kerusakan yang disebabakan pabrik semen
tersebut. Namun mereka hanya bisa pasrah
mengingat suara kaum kecil seperti mereka
tidak didengar oleh pemerintah.
Scene 44
36.54: Gunretno menyanyai pria tua lainnya
yang melewati jalanan kebun tersebut
mengenai hal serupa seperti narasumber
sebelumnya, “Riyin sing meddeni sinten
mbah?” pria tua berkaus hijau menjawab “Sing
77
medeni nggeh tiyang gede-gede klambi ijo-ijo
niku. Teko mriki rong montor pak meden-
medeni. Nek ngoten nggeh sampean tumbas.
Mboten enten niku medal pundi?”. “Mergo
wedi ora dikei dalan, akhire ora didol, dadi
didol?” Tanya gunretno kembali, “Wong pacen
tiyang cilik, nggeh ngoten niku. Barang sakniki
nggeh getune teng mburi. Bumi kekke pabrik
sedanten, tur bocah katah, mboten enteng sing
digarap” jawabnya.
Kode percakapan: Menunjukan ketakutan
warga Tuban pada pemerintah orde baru
yang memaksa untuk menjual tanah warga
pada pabrik semen. Tinggal penyesalan
karena tidak memiliki harta yang tersisa
untuk mencukupi hidupnya di hari tua.
2. Level Representasi
Level representasi (representation) dapat ditinjau dari sisi teknis,
seperti sudut pandang kamera, pencahayaan, musik yang mentransmisikan
kode representasional konvensional, yang membentuk representasi,
misalnya: narasi, konflik, karakter, tindakan, dialog, casting, dll.
TABEL 1.2.
NO KODE TEMUAN DATA
1. Kode Kamera Establishing Shot/Very Wide Shot
Scene 1
00.15-01.00: Establishing shot scene hamparan
luas pegunungan karst Kendeng menggunakan
78
latar musik jawa (tembang macapat: dandang
gulo).
Kode kamera: Establishing shot berfungsi
menceritakan keterangan latar tempat,
waktu, dan situasi. Hamparan pegunungan
karst Kendeng menggambarkan keindahan
alam dan merepresentasikan bawa film ini
menceritakan ekspansi pabrik semen yang
terjadi di Kendeng, Rembang.
Scene 3
01.30-02.23: Scene aerial landscape gambaran
luas lahan pertanian di bawah Pegunungan
Kendeng, menggunakan latar instrumen
(unseen force at work) yang diselingi teks
narasi dalam inter cut scene tersebut, yaitu:
2006 PT Semen Gresik akan membangun
pabrik di Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa
Tengah. Warga Samin menolak karena
dianggap mengancam pertanian dan mata air.
2009 Orang Samin memenangi gugatan di
PTUN hingga Mahkamah Agung. 2009 PT
Semen (Gresik) Indonesia mundur dari Pati
dan pindah ke Kecamatan Gunem, Kabupaten
Rembang. 2010-kini, Grup INDOCEMENT
masuk Pati dengan rencana pabrik di
Kecamatan Kayen dan Tambakromo, tetangga
desa orang-orang Samin.
79
Kode kamera: Merepresentasikan
gambaran lahan pertanian di bawah
pegunungan Kendeng yang terancam
kerusakan alam oleh proyek tambang dan
pabrik semen.
Scene 4
02.24-04.08: Cut scene aerial landscape
hamparan lahan tambang proyek pembangunan
pabrik semen, diselingi teks narasi : PT Semen
Indonesia berhasil masuk Rembang dan
mendirikan pabrik mulai 14 Juni 2014. Kini
warga Pati dan Rembang dibantu orang-orang
Samin menghadapi Semen Indonesia dan Grup
Indocement. Untuk para geologi, ahli hukum,
pakar lingkungan, pemerintah, media, pabrik
semen, polisi, tentara, kreditur atau pemegang
saham. Film ini hanya mengambil satu sudut
pandang, orang-orang SAMIN. Judul film
dokumenter: “SAMIN vs SEMEN”.
Kode kamera: Merepresentasikan
keberhasilan pabrik semen memulai
proyeknya. Menunjukan kondisi
pegunungan setelah pabrik semen berhasil
masuk dan mulai mendirikan pabrik.
Scene 35
25.45-26.03: Extreme wide shot bentangan
lahan pertanian yang terbelah oleh jalanan desa
diambil dari kamera atas atau drone.
80
Kode kamera: Merepresentasikan
keindahan alam nusantara di wilayah
Kendeng dan sekitarnya.
Scene 45
37.55-38.14: Landscape wide shot yang
diambil dari low angle, para petani Kendeng
berjalan menyusuri sawah, dengan teks narasi
di ujung kiri bawah: “Saat film ini diproduksi
petani Gunem di Rembang masih bertahan di
tenda. Bersama warga Samin di Pati, mereka
menunggu putusan PTUN melawan PT Semen
Indonesia. Sementara warga Kayen dan
Tambakromo di Pati melanjutkan usaha
mencegah grup Indocement.” Demikian tim
Watchdoc mengakhiri film dokumenter Samin
vc Semen. Dilanjutkan dengan close up shot
petani wanita paruh baya, very wide shot lahan
pertanian yang diambil dari atas langit diiringi
keterangan kredit orang-orang yang ikut
berkontribusi dalam proses produksi film
tesebut. Terakhir aeriel shot atau landscape
wide shot ratusan petani berjajar rajin
sepanjang jalanan sempit sawah, membentuk
formasi bertuliskan “Tolak pabrik semen di
Jawa” dari kain putih. Lalu di bawahnya
terbentang bendera merah putih berukuran
besar. Video yang diambil menjauh dari fokus
objek petani hingga tulisan tersebut tidak
81
terlihat karena kamera zoom out semakin
menjauh ke langit.
Kode Kamera: Wide shot di awal video
menggambarkan kondisi sawah di
Kendeng. Lalu diikuti low angle shot para
petani menyusuri sawahmenunjukan
superioritas. Bahwa para petani berhak atas
kepemilikan lahan sawah mereka. Close up
shot menunjukan kesederhanaan petani.
Wide shot dari high angle di akhir film
merepresentasikan bahwa petani tak lagi
memiliki kuasa atas lahan sawahnya akibat
ekspansi yang dilakukan pabrik semen.
Full shot
Scene 5
04.14: Full shot mobil polisi melintas di jalan
desa dan segerombol demonstran beramai-
ramai menuju lokasi proyek, diselingi
keterangan agenda hari tersebut “Rembang, 16
Juni 2014, peletakan batu pertama pabrik PT
Semen Indonesia”.
Kode Kamera: Menunjukan gambaran
jelas peran ikut serta polisi dalam aktivitas
demo pada hari peletakan batu pertama di
lokasi pabrik semen.
Scene 23
14.29: Full shot scene bentrok antara
demonstran petani Kendeng yang mayoritas
82
wanita dengan aparat kepolisian dan tentara di
lokasi proyek tambang semen.
Kode Kamera: Menunjukan secara jelas
situasi demonstrasi bentrok antara para
petani dan apparat kepolisian dan tentara.
Scene 30
21.10-21.52: overshoulder shot yang
disambung dengan full shot. Para petani wanita
Kendeng berkumpul bersama di kali (sungai
kecil desa) dan menyanyikan lagu “Tempat kita
takkan ku lepas, tempat kita tempat kita hidup
bersama, selamanya harus kita jaga. Jawa
Tengah yang jaya, Jawa Tengah yang jaya
itulah itulah harapan kita semua, Jawa Tengah
yang jaya. Kita pasti menang, pasti menang,
pastilah menang, pasti menang, pastilah
menang.” Lalu seorang pekerja seni, Melani
Subono yang ikut menemani juga mendukung
para petani, “Lagi sekali lagi yang kompak
ya..”
Kode Kamera: Merepresentasikan wanita
Samin yang ikut mengambil peran penting
dalam memperjuangkan tanah Kendeng.
Inter cut shot
Scene 6, 7, 8.
04.22: Cut scene polisi dan tentara dalam
jumlah cukup banyak bekerjasama dalam
83
mengkawal agenda peletakan batu pertama
pabrik tersebut.
04.25: Potret demonstran para petani Kendeng
yang duduk di pinggir jalan menggunakan
spanduk kertas ala kadarnya, yang bertuliskan
“Tanah leluhur kami bela sampai mati, tolak
pabrik semen, dsb”
04.30: Cut scene demonstran yang duduk di
pinggiran jalan dengan zoom out video, lalu
segerombol polisi melintas di depannya
dengan mengendarai motor.
Kode kamera: Merepresentasikan situasi
demonstrasi dari kedua pihak, petani dan
aparat polisi dan tentara, juga menunjukan
superioritas aparat polisi dan tentara.
Scene 15, 16.
07.45: Dua orang warga keluar dari rumah
dengan cat karikatur unik bertuliskan, “Jangan
rebut tanah kami! Petani mboten tiyang bodo
(petani bukan orang bodoh)”
08.03: Sekumpulan petani Kendeng yang
mengobrol di warung, lalu inter cut scene
dinding kayu dengan karikatur tentang
penolakan tambang semen.
Kode kamera: Merepresentasikan
kehidupan warga Samin yang menolak
pabrik semen beserta perlawanan yang
84
ditunjukkan melalui karikatur tembok
rumah mereka.
Scene 25,
15.07: Joko Prianto, seorang petani Rembang
menceritakan awal aksi penolakan proyek
semen, “Dulu ada sekitar enam orang yang
mengawali pergerakan ini di akhir 2011. Dan
ternyata 2012 sekitar bulan Juni itu kala nggak
salah AMDAL keluar. AMDAL PT Semen
Indonesia keluar, dan sejak saat itu kami
melakukan perlawanan terhadap pihak semen.
Tapi awal-awal (jumlah) kami masih sedikit itu
luar biasa intimidasinya ke kami, mulai dari
pihak polisi, TNI, preman, pemerintah desa, itu
luar biasa sekali. Kita diancam waktu itu,
diculik, ada yang temen saya dibawakan
parang malam-malam seperti itu”.
Inter cut bentrok demostran, lalu lanjutan
wawancara Joko Prianto “Banyak ejekan,
banyak hinaan, ada yang bilang ‘wah PKI,
komunis dan sebagainya”
Lanjutan wawancara setelah inter cut
“Seharusnya pemerintah Jawa Tengah
menjadikan Jawa Tengah ini khusunya
Rembang sebagai lumbung pangan, bukan
lumbung semen kan seperti itu, karena disini
mayoritas petani.”
85
“Alasan mereka kesejahteraan, tapi saat saya
menayakan mereka, kesejahteraan yang
bagaimana yang pabrik semen berikan ke
kami? Sedangkan kami sekarang sudah
sejahtera dengan pertanian.” Dilanjutkan
dengan inter cut pengendara motor di jalan
sempit pinggiran sawah.
Kode kamera: Merepresentasikan
perjuangan warga Samin menolak pabrik
semen melalui berbagai cara baik jalur
hukum maupun demonstrasi yang sudah
lama dilakukan belum selesai hingga saat
ini.
Scene 34
24.31-25.40: Inter cut scene wide angle petani
mencangkul di lahan sawahnya yang kering,
petani menyiram pestisida di lahan lain, petani
mencangkul jalan pengairan sawah yang
kering, tiga petani menanam padi, gemercik
aliran air sungai, seorang laki-laki berjalan
memasuki sungai dalam gua untuk mandi, tetes
air dari bebatuan dalam gua, anak-anak
bermain di sungai.
Kode kamera: Merepresentasikan
kehidupan petani Kendeng dan warga
setempat yang sejahtera dan sederhana.
86
Scene 35, 36, 37.
25.45-26.03: Extreme wide shot bentangan
lahan pertanian yang terbelah oleh jalanan desa
diambil dari kamera atas atau drone.
26.29: Point of view shot, para warga makan
bersama di rumah Gunarti.
27.00: Inter cut hamparan lahan pertanian yang
diambil dengan extreme wide shot dari atas,
kemudian lahan proyek semen
(pertambangan).
Kode kamera: Merepresentasikan warga
Kendeng di tengah hidupnya yang sudah
mereka anggap cukup dan sejahtera harus
memperjuangkan lahan tanahnya dari
ekspansi pabrik semen.
Scene 39
29.25-30.07: Inter cut scene seorang warga
Samin mengenakan pakaian adat bersandar
pada pohon di halaman rumah berlatar tanah,
segerombol warga berinteraksi satu sama lain
di depan warung dengan kendaraannya
masing-masing, back drop baleho besar yang
di pasang di pinggir jalan, seorang lansia duduk
melamun di kursi kayu depan rumah dengan
latar sepeda tua, papan bertuliskan ‘usir antek-
antek semen’ yang di tempel di pohon,
backdrop atau baleho besar di jalan utama desa
bertuliskan “Pencabut surat ‘tolak =
87
pengkhianat (kubela tanahku sampai mati)”,
dan kehidupan warga Samin setempat. Scene
diiringi latar musik jawa (tembang macapat:
Dandang Gulo).
Kode kamera: Merepresentasikan
kehidupan masyarakat adat (warga Samin)
dari berbagai kalangan di tengah
perlawanan menolak pabrik semen.
Ditunjukan melalui simbol-simbol yang
ditulis di papan maupun baleho besar.
Scene 42
32.27: Wide shot kondisi sekitar PT Semen
Indonesia di Tuban yang diputar dengan inter
cut. Menampakkan pabrik semen dari laut,
seorang warga di pinggir pantai, lahan yang
terdampak tambang dan lokasi sekitarnya.
Kode kamera: Merepresentasikan
gambaran dari daerah lain yang menjadi
korban ekspansi pabrik semen beserta
dampak pada lingkungan sekitar.
Overshoulder shot
Scene 28
17.39-: Overshoulder shot scene jurnalis
watchdoc dibonceng warga menyusuri jalanan
sempit sawah dengan kendaraan bermotor
memasuki Desa Karangawen, Kecamatan
Tambakromo (Pati), desa yang terancam akan
terkena dampak tapak pabrik PT Indocement.
88
Menurut penjelasan Gunretno sebagai warga
setempat “Indocement akan menggunakan 180
hektar lahan pertanian milik warga empat desa.
Desa Mojomulyo, Desa Karangawen, Desa
Larangan dan Desa Tambakromo, milik 560
orang.”
Kode kamera: Pengambilan video dengan
oevrshoulder shot menunjukan bahwa
wartawan memposisikan diri dan hidup
layaknya masyarakat setempat hingga
dapat dikatakan bagian dari warga Samin.
Scene 30
21.10-21.52: overshoulder shot yang
disambung dengan medium shot. Para petani
wanita Kendeng berkumpul bersama di kali
(sungai kecil desa) dan menyanyikan lagu
Kendeng Lestari “Tempat kita takkan ku lepas,
tempat kita tempat kita hidup bersama,
selamanya harus kita jaga. Jawa Tengah yang
jaya, Jawa Tengah yang jaya itulah itulah
harapan kita semua, Jawa Tengah yang jaya.
Kita pasti menang, pasti menang, pastilah
menang, pasti menang, pastilah menang.” Lalu
seorang pekerja seni, Melani Subono yang ikut
menemani juga mendukung para petani, “Lagi
sekali lagi yang kompak ya..”
89
Kode kamera: Menunjukan bahwa
Watchdoc juga ikut menjadi warga dan
bernyanyi Kendeng Lestari bersama.
Point of view shot
Scene 19
09.40-10.13: Point of view shot kegiatan warga
pengikut Samin di Sukolilo, Pati, 35 km dari
Rembang. “niki sedoyo sedulur?” Tanya
Dandhy, “heem, sak keluarga sedulur sikep.
Mbiyen mung Mbah Sampir, saiki yo wis
mengkar sak turun-turune putune.” jawab
Gunarti, salah seorang warga.
Kode kamera: Point of view shot sangat
merepresentasikan sudut pandang warga
dan selaras dengan prinsip citizen
journalism. Menunjukan seolah kru
watchdoc bagian dari warga yang hidup
bersama sedulur sikep.
Scene 36
26.29: Point of view shot, para warga makan
bersama di rumah Gunarti.
Kode kamera: Merepresentasikan warga
Samin yang hidup dalam kesederhanaan
dan kebersamaan.
Close up shot
Scene 29, 31.
19.37-21.00: Close up shot, Dandhy kembali
mewawancarai Gunarti di kediamannya, “Aku
90
itungane duwe anak telu, wedok, wedok,
lanang. Ndak sekolah formal, mbiyen aku yo
ora sekolah formal” memasuki ruang utama di
rumahnya dan melanjutkan cerita “Yo tak
telateni ngeneki, terus tak tulisno ning nggone
(papan tulis).” Lalu anak-anaknya mengeja
tulisan di papan. “Tujuane wong sikep
nyekolahke anakne ning mondokane dewe kuwi
tujuane ora nggayuh derajat pangkat. Ning
gegayuhane mung cukup kepingin mbecikno
kelakuan mbenerno ucapan. Kanggo nyukupi
kebutuhan sakbendino, cukup tani.”
“trus mbiyen mbah (pesen) tujuane
(pendidikan) kan ora kepingin pinter, sing
penting ngerti. Nek pinter ki jarene mengko
ndak digawe minteri (orang lain) utowo gawe
ngakali.”
21.56: Dengan close up shot scene Gunarti
menunjukan KTP miliknya “Iki duwe KTP
awale yo ora aku dewe sing (gawe). Kosong
kolong agamane ora dicantumke. Iki pun awale
aku debat ning kecamatan.”
Kode kamera: Merepresentasikan kedekatan
terhadap kehidupan warga Samin.
Scene 32, 33.
23.13: Kembali pada adegan para petani wanita
bernyanyi mars di kali dengan close up shot.
91
Mereka bernyanyi dengan raut wajah semangat
sembari mengepalkan tangannya.
23.52: Close up shot para petani bubar setelah
berlatih menyanyi. Lalu Melani Subono yang juga
cucu B.J. Habibi berbicara di pinggir lalu lalang,
“Jadi begini, nggak ada yang lebih keren dari saat
(melihat) perempuan itu berjuang. Yang bikin gue
pertama kali kesini adalah perempuan-perempuan
pejuang. Gue menghargai cowok, cowok itu udah
sering berjuang. Tapi yang bikin gue terenyuh
adalah perempua-perempuan disini. Sementara
perempuan-perempuan di ibukota itu udah mulai
yang ‘ah gue mesti ke mal, ah ada wi-fi nggak ya?’
sementara mereka disini berjuang untuk makan,
untuk anak cucu mereka, untuk tanah air. Namanya
tanah air, tanah kita yang punya masak air beli?”
jelasnya depan kamera.
Kode kamera: Merepresentasikan kedekatan
terhadap wanita Samin dan perjuangnya
menolak pabrik semen. Menunjukan
antusiasme dari sisi pegiat seni yang datang dan
ikut mendukung wanita Samin.
2. Kode Musik Tembang macapat dandang gula
Lagu yang disajikan sebagai pembuka film saat
menunjukan keindahan pegunungan karst
Kendeng, beserta beberapa scene lainnya.
Unseen force at work instrument
Musik latar yang digunakan pada extreme wide
shot video yang diambil dari high angle.
92
Instrumen dramatis ini mengiringi hamparan
lahan tambang dan teks narasi yang bergantian.
Dua musik tersebut menjadi ciri khas dan
komponen musik utama dalam film
dokumenter “Samin vs Semen”. Kolaborasi
antara lagu jawa yang kental dengan nada
sinden bersama instrument dramatis yang
menunjukan keseriusan konflik dalam film.
Lagu Kendeng Lestari
Merepresentasikan perjuangan wanita Samin
melalui lagu yang dilantunkan dengan lantang.
3. Kode Karakter Karakter yang ditunjukkan dalam film yaitu
petani dan masyarakat yang menolak pabrik
semen dan pihak pro-semen (perwakilan
pemerintah) seperti polisi, tentara, perangkat
desa, dan preman bayaran.
Polisi dan tentara
Dominan dengan karakter keras yang
ditunjukan dari sikap represif aparat terhadap
warga sipil saat demontrasi berlangsung.
Petani
Peran paling menonjol dalam film yang
ditunjukan melalui beberapa tokoh utama,
yaitu: Gunarti (wanita Samin), Gunretno
(warga Kendeng), dan Joko Prianto (pemuda
dan petani Kendeng).
Gunarti merupakan representasi wanita Samin
yang dengan vocal memperjuangkan tanah
93
mereka dari ekspansi tambang dan pabrik
semen. Gunretno merupakan salah seorang
warga yang memahami dengan baik apa yang
diperjuangkan dan siapa yang dilawan. Dia
pergi ke daerah terdampak pabrik semen di
Tuban demi mewawancarai warga di sana.
Sedangkan Joko Prianto menurut wawancara
dia sejak awal memperjuangkan Kendeng
melalui berbagai jalur dan merasakan
intimidasi yang cukup serius dari pihak pro-
semen.
4. Kode Setting Scene 15,
07.45: Dua orang warga keluar dari rumah
dengan cat karikatur unik bertuliskan, “Jangan
rebut tanah kami! Petani mboten tiyang bodo
(petani bukan orang bodoh)”
Kode setting: Merepresentasikan kritik dan
perlawanan melalui karikatur dinding
rumah warga Samin.
Scene 27
16.48: Inter cut kondisi demo di lokasi proyek
semen. Polisi menyingkirkan spanduk besar
yang di pasang para petani demonstran di
tengah jalan. Truk-truk proyek semen muatan
besar pun dapat melintas tanpa halangan.
Kode setting: Merepresentasikan
perlawanan antara polisi dangan warga
94
sipil (petani kendeng) pada saat
demonstrasi berlangsung.
Scene 34
24.31-25.40: Inter cut scene wide angle petani
mencangkul di lahan sawahnya yang kering,
petani menyiram pestisida di lahan lain, petani
mencangkul jalan pengairan sawah yang
kering, tiga petani menanam padi, gemercik
aliran air sungai, seorang laki-laki berjalan
memasuki sungai dalam gua untuk mandi, tetes
air dari bebatuan dalam gua, anak-anak
bermain di sungai.
Kode setting: Merepresentasikan bahwa
warga Samin dapat hidup sejahtera tanpa
adanya pabrik semen yang masuk ke daerah
mereka.
Scene 39
29.25-30.07: Inter cut scene seorang warga
Samin mengenakan pakaian adat bersandar
pada pohon di halaman rumah berlatar tanah,
segerombol warga berinteraksi satu sama lain
di depan warung dengan kendaraannya
masing-masing, back drop baleho besar yang
di pasang di pinggir jalan, seorang lansia duduk
melamun di kursi kayu depan rumah dengan
latar sepeda tua, papan bertuliskan ‘usir antek-
antek semen’ yang di tempel di pohon,
backdrop atau baleho besar di jalan utama desa
95
bertuliskan “Pencabut surat ‘tolak =
pengkhianat (kubela tanahku sampai mati)”,
dan kehidupan warga Samin setempat. Scene
diiringi latar musik jawa (tembang macapat:
Dandang Gulo).
Kode setting: Merepresentasikan penolakan
pabrik semen dalam kehidupan mereka
yang terlihat melalui simbol perlawanan,
baleho atau papan bertuliskan “Tolak
pabrik semen!” dan sebagainya.
Scene 42
32.27: Wide shot kondisi sekitar PT Semen
Indonesia di Tuban yang diputar dengan inter
cut. Menampakkan pabrik semen dari laut,
seorang warga di pinggir pantai, lahan yang
terdampak tambang dan lokasi sekitarnya.
Kode setting: Merepresentasikan dampak
kerusakan yang diakibatkan pabrik semen
di daerah lain (Tuban). Beserta penyesalan
warga sekitar yang saat itu terpaksa
menjual lahan lantaran paksaan di masa
orde baru.
3. Level Ideologi
Level ideologi (ideology) merupakan elemen yang dikemas agar
koheren dan dapat diterima oleh masyarakat sosial sesuai kode-kode
ideologis. Diantaranya seperti: individualisme, patriarki, kelas sosial,
meterialisme, kapitalisme, dst.
96
Peneliti menganalisis bahwa tedapat ideologi kapitalisme dan
feminisme dalam film dokumenter “Samin vs Semen”. Kapitalisme dapat
diartikan sebagai kegiatan usaha yang menggunakan modal sebagai
kekuatan utamanya, kekuatan modal tersebut bisa berwujud mesin dan alat-
alat produksi yang digunakan untuk aktivitas industri dengan harapan untuk
menghasilkan laba atau keuntungan. Secara tidak langsung, hal ini
menyebabkan perusahaan-perusahaan negara di sektor manufaktur (semen,
kertas, mesi, dan pupuk) bertambah besar dan kian padat modal dibanding
perusahaan-perusahaan swasta. (Hiariej:96)
Kapitalisme para pemilik modal seperti halnya PT Semen Indonesia
yang berlabel BUMN telah mempermudah mereka melakukan ekspansi ke
berbagai daerah termasuk Pati dan Rembang. Mereka mendirikan pabrik
semen dengan dalih kepentingan bangsa dan negara. Kekuasaan pemerintah
dalam hal ini ditunjukan melalui aparat polisi dan tentara yang hadir
melakukan pengamanan ketat bahkan perlakuan represif terhadap warga
sipil, para petani Kendeng. Juga ditunjukan melalui sikap pemerintah
khususnya gubernur Jawa Tengah yang mendukung proyek tersebut tanpa
mengkaji ulang tuntutan warga Samin.
Hal ini menunjukan bahwa negara memainkan peran menentukan
dalam pembangunan ekonomi dan melindungi para pemodal. Keterlibatan
dalam pembangunan ekonomi diwarnai dengan kian merosotnya peran
langsung negara lewat pemilikan sumber daya, terutama sejak krisis minyak
pertengahan 1980-an. Di lain pihak upaya negara melindungi kelas kapitalis
menunjukan gambaran yang tidak kalah menarik. Secara garis besar
ketegangan antara hubungan negara-pemodal yang subjektif dan objektif
masih terus berkecamuk. Krisis selalu menjadi titik penting bagi setiap
upaya mendesak pola hubungan yang objektif. Tapi ketika situasi pulih,
godaan untuk mengembalikan pola hubungan yang subjektif tetap besar.
(Hiariej:115)
97
Adanya penurunan kesejahteraan secara nasional, telah mendorong
wanita untuk berperan serta dalam membantu kesejahteraan keluarga perlu
mendapat perhatian dan dukungan yang positif. Peran kaum perempuan
yang memiliki dorongan untuk bekerja di Indonesia sebagai negara yang
mayoritas beragama Islam di saat kini tidak dapat dinilai semata-mata
sebagai sebuah alasan untuk mencari kebebasan, tapi sebagai suatu usaha
mulia seorang hamba Allah yang dapat mengangkat harkat dirinya dan
keluarganya atau dengan kata lain sebagai suatu usaha untuk merevitalisasi
seluruh aspek kehidupannya yang tetap berada dalam rentang kendali Al
Qur’an dan Hadist. (Djoeffan:285)
Perjuangan mereka tidak semata berfokus kepada isu gender semata
yang membela buruh wanita, bahkan kini telah mengarah kepada naluri
keibuan sebagai pembela anak-anak , pembela kaum tak berpunya (tukang
becak) yang dipelopori oleh Wardah Hafiz, demokrasi oleh Ratna
Sarumpaet. Menurut teori feminis Ropers-Huilman terdapat tiga prinsip:
pertama, wanita memiliki peran dalam segala aspek kehidupan. Kedua,
sebagai kelompok yang kerap mendapat tekanan, wanita menjadi sulit
meraih potensi, memperoleh penghargaan, atau dapat berpartisipasi penuh
di masyarakat. Ketiga, penelitian mengenai feminis harus melakukan lebih
dari sekadar kritik, namun juga bergerak untuk perubahan sosial. (Pasque:5)
Sedangkan feminisme yang peneliti temukan dalam film “Samin vs
Semen” ditunjukan melalui peran besar para wanita Samin yang juga petani
di daerah setempat dalam memperjuangkan hak-hak mereka dan menolak
keras pabrik semen. Mulai dari berkumpul bersama tokoh masyarakat,
demonstrasi di garda terdepan memblokir jalanan lokasi pabrik, berdo’a
bersama pada malam hari di pabrik semen, mendirikan tenda dan menjaga
secara bergantian, bernyanyi lagu perjuangan, dll. Peran penting wanita
Samin ditunjukkan melalui karakter Gunarti sebagai ibu rumah tangga,
pendidik anaknya dan juga petani. Para wanita Kendeng dalam film
98
menunjukan sikapnya bahwa mereka merupakan warga Samin bagian dari
buruh (petani) yang menjaga keluarga, suku, dan alam.
Secara keseluruhan, kritik sosial dalam film tersebut dapat dilihat
dari ketiga level, secara realitas, representasi dan ideologi yang sudah
dianalisa peneliti dalam table. Namun secara ideologi, kritik tersebut
kebanyakan tersirat dalam wawancara seperti pada scene 17, 21, 22, 25, 38,
40. Selain itu terlihat dari setting berbagai atribut yang menunjukan
penolakan semen, seperti pada scene 39 dan 15. Kritik juga
direpresentasikan melalui demonstrasi yang mereka lakukan di lokasi
pabrik. Dan yang terakhir kritik sosial sangat gamblang pada lagu Kendeng
Lestari yang dinyanyikan para wanita Samin pada scene 30.
G. Pembahasan
Dalam penelitian ini Watchdoc membangun persepsi kepada publik bahwa
tidak mudah bagi rakyat kecil menentang kehendak para kapitalis, seperti yang
ditunjukan dalam judulnya “Samin vs Semen”. Watchdoc ingin menampakan
sisi lain dari proyek pembangunan pabrik semen di Rembang dan Pati yang
jarang diangkat di media arus utama. Bahwa sejatinya sebagian besar
masyarakat Samin sangat menentang proyek tersebut, dan berbagai cara mereka
tempuh demi mempertahankan hak-haknya.
Hanya saja Watchdoc tidak memaparkan dengan jelas kronologi perjalanan
tuntutan hukum yang ditempuh warga Samin secara detail. Juga bukti otentik
yang diajukan pihak Samin ke pengadilan yang membenarkan upaya yang
mereka tempuh dan meyakinkan penonton akan perjuangan warga Samin.
Padahal dalam film dokumenter juga diperlukan fakta dan bukti otentik
tersebut. Jika lebih dominan menceritakan kesedihan yang dialami korban,
dikhawatirkan condong menjadi jurnalisme provokasi.
Hasil analisis semiotika citizen journalism (jurnalisme warga) dalam
“Samin vs Semen” melalui kode pertelevisian John Fiske dilakukan dengan
99
pembagian tiga level. Pertama, level realitas melihat aspek peristiwa yang
ditandakan sebagai realitas dengan meninjau hal-hal seperti: penampilan,
pakaian, make-up, lingkungan, perilaku, gaya bicara, gestur, ekspresi, suara dan
dalam bahasa tulis berupa dokumen, transkip wawancara, dsb.
Berdasarkan analisis melalui level realitas, peneliti menggunakan empat
kode yaitu: kode ekspresi dan perilaku, kode gestur, kode kostum, dan kode
percakapan. Temuan data pada kode ekspresi sebanyak delapan scene, kode
gestur sebanyak lima scene, kode kostum sebanyak dua scene, dan kode
percakapan sebanyak 13 scene. Dari keempat kode dapat disimpulkan
bahwasanya terdapat kritik sosial yang disampaikan dalam berbagai potongan
scene film, seperti adanya kode ekspresi jengkel, sedih, marah. Setelah itu
adanya kode gestur seperti tangan menunjuk, jabat tangan, tangan mengepal ke
atas sebagai sebagai tanda semangat perjuangan dan sebagainya. Kode kostum
ditunjukan dengan kesederhanaan cara berpakaian petani Kendeng, juga kaos
sablon “tolak pabrik semen” yang dikenakan narasumber. Lalu beberapa scene
percakapan yang mengandung kritik sosial dikarenakan narsumber
mengungkap bahwa pabrik semen menjanjikan kesejahteraan semu di saat
mereka sudah merasa hidup sejahtera dengan kehidupannya.
Kedua, level representasi (representation) ditinjau dari sisi teknis,
seperti sudut pandang kamera, pencahayaan, musik yang mentransmisikan kode
representasional konvensional, yang membentuk representasi, misalnya: narasi,
konflik, karakter, tindakan, dialog, casting, dll. Dalam analisa pada level ini,
peneliti menggunakan empat kode, yaitu: kode kamera, kode musik, kode
karakter, dan kode setting. Pada kode kamera terdapat temuan data sebanyak 28
scene, kode musik sebanyak tiga jenis musik, kode karakter sebanyak dua
karakter dan kode setting sebanyak lima scene.
Pada kode kamera, teknik pengambilan video terdiri dari establishing
shot (extreme wide shot), full shot, intercut shot, overshoulder shot, point of
view, dan close up. Pengambilan video dengan establishing long shot
100
bermaksud menceritakan keterangan latar tempat, waktu, dan situasi. Hamparan
pegunungan karst Kendeng menggambarkan keindahan alam dan
merepresentasikan bawa film ini menceritakan ekspansi pabrik semen yang
terjadi di Kendeng, Rembang. Setiap teknik pengambilan video memiliki
maksudnya masing-masing. Full shot memberikan gambaran jelas, intercut
memberi gambaran dengan menggabungkan berberapa sudut pandang,
overshoulder dan point of view menunjukan kedekatan wartawan pada subjek
yang diliput, dan close up menunjukan sisi kemanusiaan dan emosional.
Kebanyakan scene diambil dengan full shot dan close up shot karena sebagian
besar berisi wawancara dengan warga Kendeng.
Selanjutnya pada kode musik terdapat tiga komponen utama, yaitu:
Tembang Macapat Dandang Gulo sebagai pembuka film, instrument dramatis
Unseen Force at Work, dan lagu Kendeng Lestari. Kedua musik tersebut
menjadi ciri khas dan komponen musik utama dalam film dokumenter “Samin
vs Semen”. Kolaborasi antara lagu jawa yang kental dengan nada sinden
bersama instrument dramatis yang menunjukan keseriusan konflik dalam film.
Sedangkan lagu Kendeng Lestari merepresentasikan perjuangan wanita Samin
melalui lagu yang dilantunkan dengan lantang. Lirik dalam lagu tersebut
tersebut mengandung kritik sosial dan semangat perjuangan.
Serta terdapat kode karakter yang ditemukan oleh peneliti, yaitu tentara
dan petani. Namun karakter utama yang diangkat ialah beberapa tokoh petani
yang juga warga Samin. Diantaranya Gunarti, Gunretno, dan Joko Prianto.
Gunarti seorang wanita Samin yang memperjuangkan hak-haknya dan menolak
pabrik semen dengan melakukan advokasi dari pintu ke pintu dan desa ke desa.
Gunretno dan Joko Prianto juga berperan melalui jalur lainnya, temasuk
mengajukan gugatan ke pengadilan. Kode setting dapat dilihat dari scene
demonstrasi di lokasi pendirian pabrik, dinding warga yang dicat dengan
karikatur “tolak pabrik semen” beserta simbol-simbol perlawanan lainnya yang
mengandung kritik sosial.
101
Ketiga, level ideologi merupakan elemen yang dikemas agar koheren
dan dapat diterima oleh masyarakat sosial sesuai kode-kode ideologis.
Diantaranya seperti: individualisme, patriarki, kelas sosial, meterialisme,
kapitalisme, dst. Selain menampilkan ketimpangan sosial yang terjadi, dalam
film “Samin vs Semen” dinarasikan dengan jelas bahwa ketimpangan tersebut
merupakan akibat dari kapitalisme di Indonesia. Warga sipil, para petani
Kendeng tidak dapat memepertahankan tanah milik mereka dan menjaga alam
pegunungan Kendeng. Ideologi kapitalisme ini terlihat dengan adanya
kepentingan ekonomi politik antara pemerintah dengan pemodal, terlebih
mengingat PT Semen Indonesia merupakan bagian dari BUMN.
Selain kapitalisme, peneliti juga menemukan ideologi feminisme dalam
film “Samin vs Semen” ditunjukan melalui peran besar para wanita Samin yang
juga petani di daerah setempat dalam memperjuangkan hak-hak mereka dan
menolak keras pabrik semen. Para wanita Kendeng yang banyak ditampilkan
dalam film menunjukan sikapnya dengan tegas bahwa mereka merupakan
warga Samin bagian dari buruh (petani) yang menjaga keluarga, suku, dan alam
yang mereka cintai.
Platform youtube yang digunakan untuk mempublikasikan film
dokumenter untuk khalayak sangat tepat. Semua kalangan dapat mengakses
film tersebut tanpa terkecuali, hanya membutuhkan koneksi internet untuk
menonton. Komunikasi massa yang terjadi disini bukan saja komunikasi searah,
karena penonton dapat memberikan feedback dalam kolom komentar. Seperti
yang disampaikan pada teori semiotika John Fiske di atas, penonton juga bebas
memaknai nilai dalam film.
Beberapa film dokumenter yang diproduksi Watchdoc meraih jutaan
viewers, bahkan Sexy Killers yang dirilis tahun lalu kini mencapai 31 juta
viwers di channel youtube Watchdoc Image. Hal ini membuktikan antusiasme
masyarakat untuk menonton film dokumenter yang dapat dengan mudah
diakses melalui youtube oleh semua orang. Film Samin vs Semen pun meliliki
102
951 komentar hingga 4 Juni 2020. Selama masa physical distancing saat
pandemi corona, jumlah viewers cukup meningkat. Sebagian penonton
berkomentar bahwa mereka mengisi waktu luangnya dengan menonton channel
tersebut sebagai salah satu bentuk melek isu sosial. Tidak sedikit pula yang
menuangkan pujian di kolom tersebut, juga menyampaikan poin penting yang
mereka pelajari dari film yang ditontonnya.
Efisiensi penggunaan platform youtube dapat dilihat dari meningkatnya
jumlah viewers, dan juga jumlah pengguna internet dan pengakses youtube yang
terus meningkat setiap waktu. Para viewers yang menyukai salah satu film milik
Watchdoc pun tidak segan untuk subscribe dan menyalakan notifikasi agar
dapat update apabila video baru dirilis. Sejak dibuatnya channel tersebut hingga
kini memiliki 529 ribu subscriber dan kian bertambah. Hal ini menjadi salah
satu bukti bahwa masyarakat ingin membuka mata dan memahami konflik atau
isu sosial yang tengah terjadi di negeri ini.
Pasca film ini rilis pun respon masyarakat sangat baik. Bahkan dua
tahun setelahnya melakukan tur nonton bareng film dokumenter Samin vs
Semen di 10 kota di Jerman. Meski demikian, ada pihak yang tidak suka dengan
kehadiran film tersebut hingga membuat konten palsu yang bermaksud
menjatuhkan film Samin vs Semen. Beberapa pihak juga menuduh bahwa
tuntutan dan penolakan warga Samin terhadap pabrik semen ditunggangi
oknum. Namun dengan cukup literasi media, tentunya masyarakat dapat
menyaring dan memilah media mana yang kredibel, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Hasil analisis secara keseluruhan menunjukan bahwa dalam pembuatan
film Samin vs Semen, secara teknis Watchdoc telah melakukan praktik citizen
journalism. Mereka menyajikan film dari sudut pandang warga Samin,
mengangkat fakta-fakta yang jarang diungkap media arus utama. Watchdoc
menyebut diri mereka sebagai media alternatif, yakni dengan memberikan
pilihan pada penonton selain media arus utama. Sedangkan citizen journalism
103
merupakan bagian dari media alternatif seperti yang peneliti sampaikan pada
landasan teori. Melalui liputan tersebut, diharapkan film ini dapat membuka
mata, mempengaruhi opini publik dan mempengaruhi kebijakan setelahnya.
Peran citizen journalism juga disampaikan Nabi Muhammad SAW
dalam sebuah hadist. Rasulullah Sholallahu ‘alahi wa sallam menggambarkan
bahwa seorang muslim dengan muslim yang lain seperti sebuah bangunan.
يانيشد كالب ن عليهوسلمقالإنالمؤمنللمؤمن ب عضهعنأبموسىعنالنبيصلىالل ب عضاوشبكأصابعه
Artinya: Dari Abu Musa dari nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam beliau
bersabda: “Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti sebuah
bangunan, yang mana sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” Dan
beliau merapatkan jari-jarinya.” (HR Al Bukhori dan Muslim)
Maka dari sini kita mengetahui bahwasanya Islam menganjurkan untuk
saling tolong menolong diantara sesama manusia. Dengan tolong menolong
akan terjalin tali persaudaraan yang kokoh. Dan diantara bentuk tolong
menolong terhadap sesama adalah dengan memerintahkan kebaikan dan
melarang dari kemunkaran. Kerja-kerja jusnalistik, khususnya citizen
journalism yang dijadikan subjek oleh peneliti pada dasarnya sejalan dengan
Islam dalam menyampaikan kebenaran dan menolong saudara yang
membutuhkan bantuan, terlebih kelompok yang lebih lemah.
Secara praktis, citizen journalism sejalan dengan teori tanggung jawab
sosial, sistem pers yang dianut di negeri ini. Pers tanggungjawab sosial bukan
saja mewakili kebanyakan masyarakat, namun juga memberi ruang dan peluang
bagi golongan minoritas atau oposisi untuk ikut bersuara melalui medianya.
Media alternatif citizen journalism Wacthdoc Image memilih menggunakan
film dokumeter dalam menyajikan produk jurnalistik. Hal tersebut juga salah
satu bentuk pemenuhan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat.
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Meskipun tidak menyebut karyanya sebagai jurnalisme warga,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam praktik dan cara kerjanya
Watchdoc termasuk citizen journalism. Salah satunya pada film dokumenter
Samin vs Semen yang meliput dari sudut pandang warga Samin dan
membela hak-hak yang diperjuangkan warga setempat beserta petani
Kendeng lainnya. Dengan demikian, Watchdoc menjadi media alternatif
dalam penyajian produk jurnalisme warga yang sekaligus melakukan
tanggung jawab sosial kepada publik.
Dari analisis semiotika John Fiske dalam film Samin vs Semen,
peneliti menyimpulkan adanya kritik sosial. Kritik atas ketimpangan sosial
diperlihatkan pada narasi yang disampaikan Watchdoc dalam film. Seperti
halnya penguasaan sumber daya alam hanya dipegang oleh kaum elit dan
para pemodal yang lebih mementingkan kepentingan ekonomi serta politik
golongan tertentu ketimbang masyarakat. Dan sisi ideologi feminisme para
wanita Samin selaku para petani Kendeng yang berada di garis terdepan
memperjuangkan hak-hak mereka.
Analisa ketiga level dari kode pertelevisian John Fiske menunjukan
bahwa Watchdoc telah memberi ruang kepada warga Samin untuk bersuara.
Dalam scene demontrasi menolak pabrik hingga shalawat bersama di malam
hari, para wanita menyanyikan lagu Kendeng Lestari, atribut dan baleho di
setiap sudut rumah yang menyakatan penolakan pabrik semen. Scene utama
yang berisi wawancara dengan beberapa warga Samin memaparkan
perjuangannya melawan kapitalisme industri semen yang terabaikan oleh
pemerintah maupun media arus utama.
105
B. Saran
Pada akhir penelitian, penulis merasa perlu memberi saran terhadap
subjek penelitian ini. Masukan yang diberikan bertujuan agar penelitian
yang menggunakan media massa khususnya film dokumenter dapat lebih
baik dalam penelitian. Adapun saran dari penulis atau peneliti yaitu:
1. Bidang Akademis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
perkembangan penelitian Ilmu Komunikasi. Yakni untuk peneliti
lainnya yang bermaksud meneliti jurnalisme warga, representasi kritik
sosial dalam film, dan penelitian yang berkaitan dengan teori semiotika
dan kode pertelevisian John Fiske. Peneliti menyarankan agar
memperluas penyampaian dan analisa aspek sosial dan memaparkan
makna rinci dari karya jurnalisme berbentuk audio visual tersebut.
2. Bidang Praktis
Penulis berharap para filmmaker atau pembuat film di negeri ini
khusunya film dokumenter, dapat lebih banyak mengungkap
permasalahan sosial dalam karyanya. Hal ini bermaksud agar genre film
dokumentar dapat menjadi medi kritik bagi permasalahan sosial
khususnya yang kerap menimpa rakyat kecil. Seperti yang telah
dilakukan kru Watchdoc sebagai penyambung lidah masyarakat, penulis
menyarankan agar ke depannya Watchdoc tetap konsisten mengawal
narasi kepentingan publik khususnya rakyat kecil dan kaum minoritas
yang jarang ditampilkan di media arus utama.
106
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bowman, Shayne and Willis, Chris. 2003. We Media: How Audiences are
Shaping the Future of News and Information. US: The Media Center at American
Press Institute.
Denis, Mc Quail. 1991. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Hertley, John, 2004. Communication, Cultural and Media Studies. Routledge
Taylor and Francis Group: London and Newyork.
Kovach, Bill. 2003. Sembilan Elemen Jurnalisme, Jakarta: Pantau.
Laksono, Dandhy Dwi. 2018. Jurnalisme Investigasi. Yogyakarta: Penerbit Circa.
Schechter, Danny. 2007. Matinya Media dan Perjuangan Menyelamatkan
Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Siyoto, Sodik, 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Literasi Media
Publishing:Yogyakarta.
Smith, Moriarty, Barbatsis, Kenney. 2005. Handbook of Visual Communication:
Theory, Methods, and Media. Lawrence Erlbaum Associates Publishers: London.
Sobur, Alex, 2018. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Thomson, Michael J., 2017. The Palgrave Handbook of Critical Theory. Palgrave
Macmillan US: Basingstoke, United Kingdom.
Wahyuni, Isti Nursih. 2014. Komunikasi Massa, Yogyakarta: Untirta Press.
Wahl-Jorgensen, Karin. Hanitzsch, Thomas. 2009. The Handbook of Jornalism
Studies. NewYork:Routledge
Skripsi
Arvi, Delvi Faisal, 2016. “Kritik Sosial Dalam Film Kuldesak”. Mahasiswa Ilmu
Komunikasi, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya
(STIKOSA-AWS).
Kurniawan, Akhmad, 2015. “Analisis Isi Kritik Sosial dalam Film Dokumenter
Belakang Hotel”. Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
107
Mulyawati, Sri, 2018. “Jurnalisme Advokasi dalam Film Dokumenter Jakarta
Unfair Produksi Watchdoc”. Mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik, Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Jurnal
Anggraini, Rani Diah, 2017. Perkembangan Citizen journalism di Indonesia:
Peluang dan dan Tantangan, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Gani, Amirsyah dan Nuraeni, Reni, 2019. “Representasi Kritik Sosial dalam Film
Dokumenter Dibalik Frekuensi” Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom.
Susetiawan. 1997. “Harmoni, stabilitas politik dan kritik sosial”, dalam Jurnal
UNISIA NO. 32/XV1I/1V/1997
Hiariej, Eric, 2006. Perkembangan Kapitalisme di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Volume 10, Nomor 1, Juli 2006.
ISSN 1410-4946.
Djoeffan, Sri Hidayati, 2001. Gerakan Feminisme di Indonesia: Tantangan dan
Strategi Mendatang. Dalam Jurnal Mimbar No 3 Tahun XVII Juli 2001,
UNISBA.
Pasque, P. A. & Errington Nicholson, S. (Eds.), 2011. Empowering women in
higher education and student affairs: Theory, research, narratives and practice
from feminist perspectives. Sterling, VA: Stylus and the American College
Personnel Association.
Yusuf, Muhamad Fahrudin, 2019. Dakwah Simbolik Hijrah Dan Moderasi Islam
Di Media Online. Jurnal AQLAM (Jurnal of Islam and Plurality), Volume 4, Nomer
2, Desember 2019. IAIN Manado.
Video
(https://www.youtube.com/watch?v=RuBE_dP900Y diakses pada 14 April 2020,
pukul 15.30)
( https://youtu.be/9APO9_yNbcgg diakses pada 14 April 2020 pukul 16.15)
(https://www.youtube.com/watch?v=8QqUbxDU8JA&t=53s diakses pada 16 Mei
2020 pukul 23.07)
108
Website
(https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3464/Konvensi+RSKKNI+Produs
er+TV/0/berita_satker Diakses pada 16 April 2020 pukul 22.00)
(https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/4286/Pengguna+Internet+Indonesi
a+Nomor+Enam+Dunia/0/sorotan_media Diakses pada 16 April 2020 pukul 22.20)
(https://wearesocial.com/blog/2019/01/digital-2019-global-internet-use-
accelerates Diakses pada 16 April 2020 pukul 22.30)
(https://pakarkomunikasi.com/teori-new-media Diakses 16 April 2020 pukul 22.00)
(https://wearesocial.com/blog/2019/01/digital-2019-global-internet-use-
accelerates diakses pada tanggal 14 Maret 2020 pukul 23.00)
(http://filmindonesia.or.id/article/investasi-industri-film-indonesia-lokal-atau-
asing#.XpM6blUzbIV diakses pada tanggal 14 April 2020 pukul 23.00)
(https://www.jdlasica.com/journalism/what-is-participatory-journalism/ Diakses
14 April 2020 pukul 13.40)
(https://www.poynter.org/news/11-layers-citizen-journalism diakses 16/4/2020)
(https://www.jdlasica.com/journalism/what-is-participatory-journalism/? diakses
14 April 2020 pukul 13.40)
(http://culturca.narod.ru/Fiske1.htm diakses pada 17 April 2020, pukul 16.00)
(https://kbbi.web.id/film diakses pada 4 Juni 2020 pukul 16.20)
(https://watchdoc.co.id/about-us/ diakses pada 27 April 2020 pukul 00.35)
(https://www.youtube.com/user/watchd0c/about diakses pada 27 April 2020-00.57)
(https://tirto.id/m/dandhy-dwi-laksono-hM diakses 27 April 2020 pukul 00.50)
(https://tirto.id/upaya-ganjar-mengamankan-semen-rembang-ceBE,15/5/2020)
(https://www.dw.com/id/samin-vs-semen-diputar-di-10-kota-di-jerman/a-
38652664 diakses pada 15 Mei 2020 pukul 23.20)
(https://www.bbc.co.uk/academy/id/articles/art20140328100504834 diakses pada
27 Mei 2020 pukul 23.00)
(https://idseducation.com/articles/film-dokumenter-adalah-sebuah-rekaman-
aktualitas/ diakses pada 4 Juni 2020 pukul 20.00)
109
LAMPIRAN
Film Dokumenter “Samin vs Semen”