KREATIF MENULIS FIKSI - Budi Utomo Malang
Transcript of KREATIF MENULIS FIKSI - Budi Utomo Malang
KREATIF MENULIS FIKSI MENULIS CARA UNTUK BERBICARA
ANITA KURNIA RACHMAN, M.Pd.
SUSANDI, M.Pd.
1 | P a g e
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT, yang
telah memberikan nikmat kesehatan, rahmat, hidayah, kemudahan, dan
kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Modul Menulis Fiksi
Modul Menulis Fiksi ini disusun sebagai panduan Menulis Fiksi pada Prodi
pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora,
IKIP Budi Utomo Malang.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam modul
ini, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca dan
pengguna modul ini sebagai bahan untuk pengembangan dan perbaikan Modul
Menulis Fiksi. Penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu penyusunan modul ini.
Semoga modul ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
pengguna modul ini dalam pengembangan menulis fiksi.
Malang, Februari 2019
Penulis
2 | P a g e
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
A. Mengapa Harus Menulis? 3
B. Siapa Saya? Kenapa Saya Menulis Kreatif? 5
C. Saya Seorang Akademisi!
Saya Butuh Ruang dan Waktu untuk Berkembang!
Ayo Semangat! 6
D. Tahap-Tahap Penulisan Kreatif 8
E. Unsur-Unsur Menulis Kreatif 13
3 | P a g e
Penulisan kreatif bisa diartikan sebagai kemampuan untuk mengendalikan
pikiran-pikiran kreatif yang bergumul dalam pikiran seseorang dan untuk menyusunnya
ke dalam sebuah kalimat dengan struktur yang baik; konsep dari menulis kreatif lebih
berbobot daripada menyimpan imajinasi karena tidak semua imajinasi adalah pikiran
yang kreatif. Kreativitas lahir di dalam pikiran yang mapan dan matang. Seorang penulis
sama baiknya dengan pemikirannya sendiri.
Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses belajar.
Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan menyampaikan pesan dengan
menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Dalam komunikasi tulis
setidaknya ada empat unsur yang terlibat yaitu penulis, pesan atau isi tulisan, media
berupa tulisan, dan pembaca. Menulis merupakan suatu proses. Untuk menghasilkan
tulisan yang baik umumnya orang melakukannya berkali-kali.
Sastra merupakan salah satu hasil seni. Sebagai hasil seni, seni sastra merupakan
hasil cipta manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, tanggapan,
dan perasaan penciptanya tentang kehidupan dengan bahasa imajinatif dan emosional.
Tokoh-tokoh, kejadian, peristiwa, suasana, bahkan ruang tempat dan waktu kejadian
adalah „dunia‟ ciptaan pengarang. Dunia ciptaan itu mungkin bukan fakta. Dunia ciptaan
itu merupakan „tiruan‟ dunia fakta, tetapi bukan tiruan yang sama seperti duplikat atau
potret. Tiruan itu lebih merupakan tanggapan penciptanya atas dunia fakta.
Karya sastra sebagai hasil kreativitas, kepekaan pikiran, dan perasaan pengarang
dalam menanggapi peristiwa di sekitarnya, menuntut penciptanya untuk memiliki daya
kreativitas yang tinggi. Dalam penciptaan karya sastra, kreativitas sangat diperlukan
MENGAPA HARUS
MENULIS?
4
agar karya sastra yang dihasilkannya dapat bersifat dulce et utile. Kalau karya yang
dihasilkannya tidak dulce et utile, karya tersebut belum dapat dikatakan bernilai sastra.
Menurut Horace dalam Pradop hakikat karya sastra adalah dulce et utile, yang artinya
menyenangkan dan berguna. Maksudnya, karya sastra harus mampu memberikan
kesenangan kepada pembaca, dan berguna bagi kehidupan pembaca dalam menambah
kedewasaan dan kebijaksanaan dalam bermasyarakat.
Karya sastra menyajikan nilai-nilai keindahan dan paparan peristiwa yang
memberikan kepuasan batin pembaca, mengandung pandangan atau komtemplasi batin,
baik yang berhubungan dengan masalah agama, filsafat, politik, dan budaya, maupun
berbagai problem yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan yang tergambar
lewat media bahasa media tulisan, dan struktur wacana.
Menulis adalah suatu cara untuk
bicara, berkata, menyapa,
menyentuh seseorang yang lain
entah dimana
Seno Gumira Ajidarma
5
Menulis merupakan suatu keahlian dalam menuangkan suatu ide, gagasan atau
gambaran yang ada di dalam pikiran manusia menjadi sebuah karya tulis yang dapat
dibaca dan mudah dimengerti atau dipahami orang lain. Menulis merupakan sarana paling
ampuh untuk menyampaikan gagasan. Seorang penulis yang baik, mampu menyampaikan
gagasan dengan baik pula. Era pendidikan yang maju perlu menempatkan pendidikan di
sekolahnya, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi meletakkan kewajiban menulis
sebagai sebuah kewajiban yang harus ditempuh. Oleh karena itu, penulis yang baik perlu
memperhatikan beberapa syarat mutlak yang harus dikuasai di antaranya: (a) kemampuan
menggali masalah, (b) kemampuan menuangkan gagasan ke dalam kalimat dan paragraf,
(c) menguasai teknik penulisan seperti penerapan tanda baca (pungtuasi), dan (d)
memiliki sejumlah kata yang diperlukan.
Menulis digunakan oleh pelajar untuk mencatat atau merekam, meyakinkan,
melaporkan atau memberitahukan, dan mempengaruhi. Maksud dan tujuan menulis dapat
dicapai dengan baik oleh seseorang yang dapat menyusun gagasan, pikiran, argumen, dan
menuangkannya dengan jelas. Kejelasan ini tergantung pada penalaran, organisasi,
bahasa, ejaan, dan tanda baca yang digunakan.
Keterampilan menulis, sebagaimana keterampilan berbahasa yang lain, menuntut
penguasaan aspek bahasa yang meliputi (a) penguasaan secara aktif sejumlah besar
perbendaharaan kata, (b) penguasaan kaidah-kaidah sintaksis secara aktif, (c) kemampuan
menemukan gaya (genre) yang paling cocok untuk menyampaikan gagasan, dan (d)
tingkat penalaran atau logika yang dimiliki seseorang.
SIAPA SAYA?
KENAPA SAYA MENULIS KREATIF?
6
Pada dasarnya, menulis kreatif berbeda dengan menulis ilmiah. Sebagian orang
menempatkan menulis kreatif adalah menulis untuk sastra seperti puisi, cerpen, dan
sebagainya. Menulis kreatif dibangun dari dua unsur penting, menulis sebagai
keterampilan dan kreatif sebagai mentalitas yang cenderung untuk menciptakan. Menulis
merupakan keterampilan untuk menuangkan ide dan gagasan secara tertulis. Kreatif
berhubungan dengan kemampuan dalam mencipta. Menulis kreatif dapat didefinisikan
sebagai proses menulis yang bertumpu pada pengembagan daya cipta dan ekspresi pribadi
dalam bentuk tulisan yang baik dan menarik. Artinya, menulis kreatif menekankan pada
proses aktif seseorang untuk menuangkan ide dan gagasan melalui cara yang tidak biasa
sehingga mampu menghasilkan karya cipta yang berbeda, yang tidak hanya baik tetapi
juga menarik.
7
Menurut White karangan yang baik dalam prosesnya mempertimbangkan empat
hal, yakni (1) the appeal target audience (menentukan target pembaca), (2) a coherent
structure (struktur tulisan yang koheren), (3) a smooth, detailed development (ketuntasan
pengembangan masalah tulisan), dan (4) an appropriate, well articulated style (gaya
tulisan yang menarik). Selain itu, selama proses menulis, penulis perlu serangkaian
aktivitas yang melibatkan beberapa fase. Fase-fase tersebut yaitu prapenulisan
(persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan) dan pascapenulisan (telaah dan revisi
atau editing). Ketiga fase tersebut akan dijabarkan seperti berikut ini.
Menulis merupakan perilaku kreatif karena membutuhkan pemahaman atau
merasakan sesuatu: sebuah pengalaman, tulisan, dan peristiwa. Menulis kreatif
merupakan proses yang apabila berlangsung secara konsisten maka akan menjadi
keterampilan (skill) sebagai modal untuk menekuni profesi sebagai penulis kreatif.
Didalam menulis kreatif ada proses, keterampilan dan profesi.
Menulis kreatif dapat dikatakan sebagai ekspresi cara berfikir dalam menuangkan
ide atau gagasan yang tidak biasa sehingga mampu dituangkan menjadi karya yang
berbeda. Menulis kreatif bisa menjadi cara baru dalam melihat sesuatu yang memadukan
kecerdasan dan imajinasi, dan perpaduan itulah yang menjadi ciri khas dalam menulis
kreatif.
Menulis kreatif adalah menulis dengan cara yang berbeda karena sumber
penciptaan karya kreatif pada dasarnya adalah kehidupan manusia itu sendiri. Misalnya
seseorang mengalami peristiwa yang sama tetapi dalam penulisannya berbeda. Intinya
menulis kreatif memadukan keterampilan menulis dan kreatifitas yang dimiliki seseorang.
Menulis kreatif lebih menekankan pada keberanian untuk menulis dan berkarya, atau
ingin terlibat dan bergelut dengan kegiatan pengalaman kreatif atau ekstetik.
8
Fokus perhatian
pada pilihan untuk
berprestasi secara
maksimal!
TAHAP-TAHAP
PENULISAN KREATIF
Menurut William Miller (dalam Komaidi, 2011:5) tahapan menulis kreatif terdiri
atas.
a. Tahap persiapan atau pra penulisan, yaitu ketika penulis merencanakan, menyiapkan
diri, mengumpulkan bahan, dan mencari informasi untuk menulis. Tahap ini penting
untuk menentukan arah dan fokus tulisan, membuat tafsiran terhadap realitas yang
akan disajikan dalam tulisan, untuk memperkaya jalan cerita serta memperkuat
pikiran penulisnya.
b. Tahap inkubasi yaitu ketika penulis memproses ide dan bahan tulisan yag dimiliki
untuk dijadikan jalan cerita, menentukan konflik, dan penyelesaian cerita. Pesan atau
amanat cerita sangat ditentukan oleh tahap inkubasi.
c. Tahap iluminasi yaitu ketika penulis mampu menambahkan dan memperbanyak
inspirasi dalam menulis. Ide dan gagasan dapat datang belakangan atau tiba-tiba,
maka iluminasi penulis menjadi wadah untuk menampungnya sehingga dapat
diwujudkan dalam alur cerita yang lebih menarik.
d. Tahap verifikasi atau evaluasi yaitu ketika penulis melakukan pengecekan kembali
terhadap jalan cerita, memeriksa kembali tulisan yang telah ada. Ada bagian cerita
yang tidak perlu dihapus atau ada bagian yang ditambahkan untuk membentuk nilai
9
estetika cerita. Tahap ini membutuhkan kreativitas penulis untuk menyempurnakan
cerita agar lebih baik dan menarik.
e. Tahap publikasi yaitu ketika penulis telah selesai menulis cerita secara utuh dan
pantas untuk dipublikasikan. Tulisan yang baik dan menarik sangat layak untuk
dipublikasikan.
Menurut Roekhan (1991) tahap menulis kreatif dikenal dengan 4P yaitu sebagai
berikut:
a. Tahap pemunculan ide yaitu tahap untuk mengenali bagaimana ide dapat muncul
dalam diri penulisnya. Ide sering muncul disembarang tempat dan tanpa mengenal
waktu. Untuk itu seorang penulis harus cepat mencatat ide yang muncul agar dapat
menjadi bahan yang dapat memperkaya tulisan.
b. Tahap pengembangan ide yaitu tahap untuk menambahkan atau mengembangkan ide-
ide yang sudah ada sebelumnya.
c. Tahap pelahiran ide yaitu tahap untuk menuangkan ide kedalam bentuk tulisan.
Mulailah menulis ide yang telah ditemukan. Namun pada tahap ini terdapat kendala
yaitu penulis seringkali terhambat oleh kosa kata, diksi yang tidak memadai,
kesulitan dalam merangkai kata, atau kendala psikologis karena penulis merasa takut
atau malu untuk membuat tulisan sehingga menyebabkan pelahiran ide menjadi tidak
lancar.
d. Tahap penyempurnaan ide yaitu tahap untuk menyempurnakan tulisan yang sudah
dibuat. Biasanya ide bersifat tidak utuh dan tidak sempurna maka diperlukan upaya
untuk membaca kembali agar lebih sempurna. Penyempurnaan ide dapat dilakukan
secara langsung atau tidak langsung oleh penulis, baik sekali maupun berulang- ulang
sampai tulisan tersebut sempurna.
Menurut Yunus (2015, 24-25) tahap penulisan kreatif yang dapat digunakan untuk
penulis pemula, yaitu teknik ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi). Teknik ATM dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. A = Amati, yaitu langkah menulis yang dilakukan dengan mengamati penulis yang
sudah berhasil, bagaiman cara penulis tersebut menulis, amati kebiasaanya saat
menulis, dan amatilah karya sastra yang laris dipasaran, sehingga menumbuhkan atau
memberi, inspirasi untuk memulai menulis tentang topic lainnya yang sama dengan
cara yang berbeda.
10
b. T = Tiru, yaitu langkah menulis yang dilakukan jalan cerita atau tokoh yang disajikan.
Meniru pada tahap ini dimaksudkan untuk menjadi inspirasi. untuk merangkai kata,
yang meliputi jalan cerita dan cara tokoh dalam bertindak. Meniru dalam kaitan esensi
pesan da nisi tulisan yang dibumbui dengan gaya bahasa dan cara penceritaan
menurut kita sendiri. Intinya topik boleh sama tetapi cara penyajian tetap berbeda
sesuai daya imajinasi dan kreatifitas yang kita miliki.
c. M = Modifikasi, yaitu langkah menulis yang dilakukan dengan membubuhkan nuansa
baru atau jalan cerita yang berbeda dari kisah yang disajikan dalam cerita. Modifikasi
berkaitan dengan ciri identic yang membedakan karya yang satu dengan karya yang
lainnya. Modifikasi adalah menciptakan banyak perbedaan pada tiap cerita dari kisah
yang menjadi inspirasi. Modifikasi pada alur cerita, tokoh, latar, atau sudut pandang
dapat menjadi sarana untuk memperkaya cerita yang ingin ditulis.
Berdasarkan berbagai teori tentang menulis kreatif tersebut dapat disimpulkan
bahwa proses menulis kreatif dapat dilakukan melalui tiga langkah sebagai berikut
1. Pramenulis/Prapenulisan (persiapan)
Pramenulis adalah tahap persiapan untuk menulis dan merupakan tahap awal
dalam penulisan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap pramenulis adalah: (1) memilih
topik, (2) mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan pembaca, serta (3) mengidentifikasi
dan menyusun ide-ide. Tahap pramenulis sangat penting dan menentukan dalam tahap-
tahap menulis selanjutnya. Mahasiswa menyiapkan diri untuk menulis, mereka berpikir
tentang tujuan penulisan. Misalnya, apakah mahasiswa akan menulis untuk menghibur,
menginformasikan sesuatu, mengklarifikasi, membuktikan atau membujuk. Untuk
membantu penulis merumuskan tujuan tersebut, penulis dapat bertanya pada diri sendiri,
Apakah tujuan saya menulis topik ini? Mengapa saya menulis topik ini? Dalam rangka
apa saya menulis? Pertanyaan-pertanyaan di atas sangat membantu mahasiswa dalam
menentukan tujuan menulis.
Langkah berikutnya, penulis memperhatikan sasaran tulisan (pembaca). Penulis
merencanakan, apakah menulis untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain. Penulis
memperhatikan, siapa yang akan membaca, bagaimana level pendidikannya, serta apa
kebutuhannya. Selain itu, penulis harus mempertimbangkan bentuk atau struktur tulisan
yang akan ditulis agar pembaca mudah memahami isi tulisan. Setelah memilih topik,
11
menentukan tujuan (corak wacana), mempertimbangkan pembaca, maka langkah
selanjutnya adalah menata ide-ide tulisan menjadi runtut. Penulis perlu menyusun ide- ide
untuk menulis dalam bentuk kerangka karangan. Kerangka karangan digunakan seorang
penulis untuk mempersiapkan diri menulis sebagai fase terakhir prapenulisan. Kerangka
karangan atau kerangka konsep adalah suatu rencana kerja yang memuat garis-garis besar
karangan yang akan ditulis. Artinya, kerangka karangan merupakan panduan seseorang
dalam menulis ketika mengembangkan suatu karangan. Sebagai panduan, kerangka
karangan dapat membantu penulis untuk mengumpulkan dan memilih bahan tulisan yang
sesuai. Selain itu, kerangka karangan akan mempermudah pengembangan karangan
menjadi terarah, teratur, dan runtut.
2. Penulisan (pengembangan isi karangan)
Kerangka karangan tersusun, penulis siap melakukan kegiatan menulis. Kegiatan
menulis adalah mengungkapkan fakta-fakta, gagasan, sikap, pikiran, argumen, perasaan
dengan jelas dan efektif kepada pembaca. Penulis menuangkan butir demi butir ide-
idenya ke dalam tulisan. Penulis fokus menuangkan ide-ide dengan tetap memperhatikan
aspek-aspek teknis menulis seperti struktur, ejaan, dan tanda baca.
Penulis mengungkapkan ide dan gagasan sekaligus memperhatikan bahasa dalam
karangannya. Bagian isi karangan menyajikan bahasan topik atau ide utama tulisan. Ide
utama di dalam tulisan dapat diperjelas dengan ilustrasi, informasi, bukti, argumen, dan
alasan. Oleh karena itu, penulis akan dituntut pada multiple competence terhadap bahasa
dan gagasannya. Ketika proses menulis, masalah yang sering dihadapi penulis adalah
munculnya ide-ide baru. Sebaiknya, penulis tetap melanjutkan karangannya menjadi utuh
sesuai dengan kerangka karangan. Untuk memperbaiki atau menambah ide-ide baru dapat
dilakukan setelah karangan selesai ditulis. Penulis perlu menyisipkan ide baru dengan
mencatatnya pada kerangka karangan atau bagian tulisan yang diinginkan untuk
menghindari lupa. Penulis dapat menambahkan ide itu sekaligus memperbaikinya setelah
selesai menulis atau pada tahap penyuntingan. Pada fase penulisan, setiap butir yang telah
direncanakan dikembangkan secara bertahap dengan memperhatikan jenis informasi yang
disajikan, pola pengembangan, pembahasan, dan sebagainya. Setelah fase ini selesai,
penulis membaca kembali, memeriksa, dan memperbaiki karangannya.
12
3. Pascapenulisan (telaah dan revisi atau editing)
Pascapenulisan merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan tulisan kasar
yang kita hasilkan. Kegiatan ini meliputi penyuntingan dan merevisi. Tompkins dan
Hosskisson menyatakan bahwa penyuntingan adalah pemeriksaan dan perbaikan unsur
mekanik karangan seperti ejaan, puntuasi, diksi, pengkalimatan, pengalineaan, gaya
bahasa, dan konvensi penulisan lainnya. Adapun revisi lebih mengarah perbaikan dan
pemeriksaan subtansi isi tulisan.
Penyuntingan merupakan kegiatan merevisi atau perbaikan tulisan. Penyuntingan
karangan meliputi perbaikan unsur mekanik dan subtansi isi. Fokus pada tahap ini yaitu
melakukan perubahan-perubahan aspek mekanik karangan. Penulis memperbaiki
karangannya pada ejaan dan tanda baca atau kesalahan bahasa yang lain. Tujuan
penyuntingan agar karangan lebih mudah dan enak dibaca orang lain. Pada tahap
penyuntingan, penulis melakukan kegiatan (a) konsentrasi terhadap karangan, (b)
membaca cepat untuk menentukan kesalahan, dan (c) memperbaiki kesalahan. Mahasiswa
akan menjadi penyunting yang baik jika konsentrasinya terpusat pada karangan.
Mahasiswa dapat melakukan penyuntingan untuk karangan sendiri ataupun karangan
milik temannya.
Merevisi karangan adalah kegiatan yang fokus pada penambahan, pengurangan,
penghilangan, dan penyusunan kembali isi karangan sesuai dengan kebutuhan pembaca.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah (1) membaca ulang seluruh draf,
(2) sharing atau berbagi pengalaman tentang draf kasar karangan dengan teman, dan (3)
mengubah atau merevisi tulisan dengan memperhatikan reaksi, komentar atau masukan
dari teman atau dosen. Setelah itu, penulis membaca kembali tulisan kasarnya. Ketika
membaca ulang inilah, penulis membuat perubahan dengan menambah, mengurangi,
menghilangkan atau memindahkan bagian-bagian tertentu dalam draf karangan. Penulis
dapat menandai bagian-bagian yang akan diubah dengan memberinya tanda-tanda
tertentu atau menggarisbawahi.
13
Unsur-Unsur Menulis Kreatif
Kegiatan yang harus dilakukan oleh mahasiswa dalam proses kreatif menulis fiksi.
Mahasiswa harus memahami unsur pembangun fiksi, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan Unsur Ekstrinsik menurut Nurgiyantoro (2009: 23)
adalah unsur yang berada di luar karya fiksi yang mempengaruhi lahirnya karya namun
tidak menjadi bagian di dalam karya fiksi itu sendiri. Sebelumnya Wellek dan Warren
(dalam Nurgiyantoro, 2009: 23) juga berpendapat bahwa unsur ektrinsik merupakan
keadaan subjektivitas pengarang yang tentang sikap, keyakinan, dan pandangan hidup
yang melatarbelakangi lahirnya suatu karya fiksi, dapat dikatakan unsur biografi
pengarang menentukan ciri karya yang akan
dihasilkan.
Unsur Intrinsik merupakan unsur pembangun karya sastra yang berasal dari dalam
karya itu sendiri. Pada novel unsur intrinsik itu berupa, tema, plot, penokohan, latar, sudut
pandang, gaya bahasa, dan amanat. Berikut ulasan unsur-unsur intrinsik novel.
Rileks dan bergembiralah !!!
Ayo membuat dokumen dan
monumen prestasi akademik!!!!
14
A. TEMA
Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel
(Nurgiyantoro, 2009: 70). Tema dapat juga disebut ide utama atau tujuan utama.
Berdasarkan dasar cerita atau ide utama, pengarang akan mengembangkan cerita. Tema
pokok adalah tema yang dapat memenuhi atau mencakup isi dari keseluruhan cerita.
Tema pokok yang merupakan makna keseluruhan cerita tidak tersembunyi, namun
terhalangi dengan cerita-cerita yang mendukung tema tersebut.
Tema menurut Nurgiyantoro (2009: 77) dapat digolongkan menjadi dua, tema
tradisional dan nontradisional. Tema tradisional adalah tema yang biasa atau sudah
diketahui secara umum oleh masyarakat. Tema ini banyak digunakan dalam berbagai
cerita seperti, kebenaran dan keadilan mengalahkan kejahatan, kawan sejati adalah
kawan di masa duku, atau setelah menderita orang baru mengingat Tuhan. Tema
tradisional bersifat universal dan novel-novel serius sering menggunakan tema
tradisional dalam menyajikan kisah-kisahnya. Tema selanjutnya adalah tema
nontradisional. Tema nontradisional adalah lawan dari tema tradisional yang artinya
tema yang tidak sesuai dengan harapan pembaca atau melawan arus. Pada dasarnya
pembaca menggemari hal-hal yang baik, jujur, kesatria, atau sosok protagonis harus
selalu menang, namun pada tema nontradisional tidak seperti itu.
B. PLOT
Plot merupakan hubungan antarperistiwa yang bersifat sebab akibat, tidak hanya
jalinan peristiwa secara kronologis (Nurgiyantoro, 2009: 112). Plot adalah cerita yang
berisi urutan kejadian yang di dalamnya terdapat hubungan sebab akibat. Suatu peristiwa
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Plot juga dapat berupa
cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan
mengambil sikap terhadap masalah yang dihadapi. Pengembangan plot dalam cerita
didasarkan pada peristiwa, konflik, dan klimaks. Tiga unsur penentu plot ini memiliki
keterkaitan yang rapat. Kemenarikan cerita tergantung dari ketiga unsur ini.
Luxemburg dkk (dalam Nurgiyantoro, 2009: 117) menjelaskan bahwa peristiwa
adalah peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Peristiwa juga dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan. Peristiwa fungsional adalah
peristiwa yang menentukan atau mempengaruhi perkembangan plot. Keterjalinan
15
peristiwa fungsional adalah inti cerita dari sebuah novel atau karya fiksi. Peristiwa
kaitan adalah peristiwa yang berfungsi sebagai pengait peristiwa-peristiwa penting.
Seperti perpindahan dari lingkungan satu ke lingkungan yang lain. Peristiwa yang
terakhir adalah peristiwa acuan. Peristiwa acuan merupakan peristiwa yang
berhubungan dengan kejelasan perwatakan atau suasana yang terjadi di batin seorang
tokoh dalam cerita (Nurgiyantoro, 2009: 116).
Unsur penentu plot berikutnya adalah konflik. Konflik menurut Wellek dan
Warren (dalam Nurgiyantoro, 2009: 122) sesuatu yang dramatik dan mengarah pada
pertarungan antara dua kekuatan serta menyiratkan aksi-aksi balasan. Konflik merupakan
peristiwa, peristiwa-peristiwa berikut dapat konflik eksternal dan konflik internal.
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi pada seorang tokoh dengan sesuatu yang
berada di luar dirinya. Konflik eksternal dapat dibagi menjadi dua, yaitu konflik fisik dan
konflik sosial. Konflik fisik adalah konflik yang ditandai dengan adanya permasalahan
seorang tokoh dengan lingkungan alam. Sedangkan konflik sosial adalah konflik yang
muncul karena adanya permasalahan dengan tokoh lain atau permasalahan yang
berkenaan dengan hubungan antarmanusia.
Unsur penentu plot yang terakhir adalah klimaks. Klimaks merupakan bagian
dari konflik. Pertemuan konflik yang terjadi dalam cerita, apapun jenisnya ketika
sampai pada titik puncak akan menyebabkan klimaks (Nurgiyantoro, 2009: 126).
Dalam plot terdapat kaidah yang harus dipenuhi, yaitu plausibilitas (plausibility), kejutan
(surprise), rasa ingin tahu (suspense), dan kepaduan (unity). Beberapa unsur tersebut
berfungsi untuk pengembangan plot dan membawa pembaca kepada fakta di dalam cerita
serta memikat agar pembaca menuntaskan ceritanya.
Kaidah plot yang pertama adalah plausibilitas. Plausibilitas adalah sifat cerita
yang disajikan dalam novel atau karya fiksi yang dapat dipercaya oleh pembaca. Sifat
plausibilitas muncul jika hal-hal yang ada dalam cerita dapat diimajinasikan dan
dipertanggungjawabkan. Plausibilitas dalam cerita bisa didapatkan dengan mengaitkan
realitas di kehidupan nyata atau kreativitas imajinatif pengarang tetap dengan syarat,
dapat dipertanggungjawabkan (Stanton dalam Nurgiyantoro, 2009: 131).
Suspense dalam plot merupakan unsur yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu
pembaca terhadap novel atau karya fiksi. Ketika pembaca menikmatai kisah yang
disajikan dan enggan berhenti, hal itu menandakan unsur suspense dalam karya fiksi
16
tersebut terjaga dan selalu menarik keingintahuan pembacanya. Unsur suspense
biasanya berada pada perasaan pembaca yang tidak mengetahui atau bimbang dalam
menentukan kelanjutan cerita.
Unsur surprise dalam plot merupakan unsur yang berdampingan dengan
suspense. Surprise adalah unsur yang bersifat mengejutkan dan pada umumnya
menyimpang atau bertentangan dengan harapan pembaca. Berdasarkan hal tersebut
pembaca akan tetap setia dan menyelesaikan karya fiksi tersebut. Unsur yang terakhir
dalam kaidah pemplotan adalah unity. Unity atau kesatupaduan kaidah pemplotan
adalah aspek keterjalinan yang padu antara unsur-unsur yang disajikan, seperti
peristiwa-peristiwa, konflik-konflik, dan seluruh pengalaman kehidupan yang harus
memiliki keterkaitan satu sama lain.
1) Kriteria Plot
Plot atau alur dapat dibedakan menjadi beberapa kriteria seperti urutan waktu,
jumlah, dan kepadatan. Kriteria-kriteria tersebut tidak terlepas dari unsur-unsur
pembentuk plot sebelumnya melainkan ada didalam kriteria-kriteria tersebut.
a) Kriteria Plot Berdasarkan Urutan Waktu
Kriteria plot berdasarkan urutan waktu merupakan teknik yang digunakan
pengarang untuk menyajikan urutan peristiwa dalam cerita berdasarkan urutan waktu
kejadian. Dalam kriteria plot yang terkait dengan urutan waktu ini, plot dibagi menjadi
dua jenis, kronologis dan tak kronologis. Kronologis dapat disebut pula plot progresif,
lurus, atau maju. Plot tak kronologis dapat disebut pula plot regresif, sorot balik,
mundur, dan campuran.
Plot progresif atau kronologis merupakan plot yang mengisahkan peristiwa-
peristiwa dengan ditandai adanya sebab dan akibat atau diceritakan secara runtut dimulai
dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan, dan konflik), tengah (konflik
meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Karya fiksi yang menggunakan jenis plot
ini cenderung mudah diikuti jalan ceritanya karena sifatnya yang sederhana dan tidak
berbelit-belit.
Plot regresif adalah plot yang urutan kejadiannya diceritakan tidak kronologis,
cerita dalam novel dapat dimulai dari tahap tengah maupun akhir. Plot seperti ini
langsung membawa pembaca pada kejadian yang tidak diketahui asalnya. Biasanya plot
jenis ini lebih tegas menceritakan dengan menghilangkan bagian-bagian yang tidak
17
perlu. Sehingga pembaca lebih memiliki ketertarikan untk mengetahui kelanjutan cerita
yang mengarah pada sebab atau awal cerita.
Plot berdasarkan urutan waktu yang terakhir adalah plot campuran. Plot campuran
adalah plot yang menyusun cerita dengan tidak maju maupun mundur. Plot campuran
dalam peenyusunan cerita tidak mutlak mundur namun tidak juga kronologis. Cerita
disajikan dapat dimulai dari tahap tengah dengan cerita yang tidak penuh, lalu tahap awal
sebagian, kembali ke tahap tengah, lalu ke awal, kemudian tahap akhir. Hal tersebut hanya
sebagai contoh. Pengarang dapat berkreasi dalam menentukan alur untuk menarik selera
pembacanya.
b) Kriteria Plot Berdasarkan Jumlah
Kriteria plot berdasarkan jumlah adalah banyaknya plot yang terdapat pada sebuah
karya fiksi. Dalam karya fiksi bisa terdapat satu plot atau mengandung beberapa plot.
Berdasarkan kriteria jumlah, plot dibedakan menjadi dua, yaitu plot tunggal dan sub-
subplot. Plot tunggal merupakan plot yang biasanya hanya mengembangkan satu cerita
dengan seorang tokoh protagonis. Plot jenis ini hanya menyoroti satu tokoh dengan
permasalahan-permasalahannya. Kehadiran disetiap konflik harus dihadiri oleh tokoh
protagonis.
Plot yang berikutnya adalah plot sub-subplot. Pada plot ini karya fiksi
menyajikan plot atau alur yang lebih dari satu. Dalam cerita akan terdapat satu plot utama
dengan satu atau lebih plot tambahan. Plot tambahan atau subplot ini adalah bagian dari
plot utama yang bersifat memperjelas dan memperluas pandangan pembaca terhadap plot
utama dengan mendukung keseluruhan cerita
c) Kriteria Plot Berdasarkan Tingkat Kepadatan
Plot ini merupakan plot yang menjelaskan sebuah karya fiksi tentang bagaimana
tingkat kepadatan atau keterjalinan cerita dalam sebuah karya fiksi. Pada kriteria plot
berdasarkan kepadatannya, plot dibagi menjadi dua, tingkat kepadatan/ kerapatan dan
longgar/ renggang. Berikut ulasan tentang plot berdasarkan tingkat kepadatannya.
Plot padat atau rapat adalah plot yang menyajikan peristiwa secara cepat dan bersifat
fungsional. Peristiwa-peristiwa yang terjalin dalam plot ini tidak dapat dipenggal atau
dihilangkan karena sifatnya yang fungsional tinggi, sehingga jika satu peristiwa saja
dihilangkan, pembaca akan kehilangan cerita, tidak memahami sebab akibat, bahkan
tidak dapat mengerti isi keseluruhan cerita.
18
Plot longgar atau renggang adalah plot yang menyajikan pergantian peristiwa dengan
lambat dan memiliki hubungan antar peristiwa yang tidak erat. Plot longgar ditandai
dengan adanya sela pada keterjalinan peristiwa sehingga dapat disisipi oleh peristiwa
tambahan.
C. PENOKOHAN
Penokohan dalam novel adalah unsur yang sama pentingnya dengan unsur-
unsur yang lain. Penokohan adalah teknik bagaimana pengarang menampilkan tokoh-
tokoh dalam cerita sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh (Siswandarti,
2009: 44). Unsur penokohan mencakup pada tokoh, perwatakan, dan bagaimana
penempatan dan pelukisannya dalam
1) Tokoh
Tokoh rekaan dalam sebuah karya fiksi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis.
Pembedaan tersebut didasarkan pada sudut pandang dan tinjauan seperti, tokoh utama,
tokoh protagonis, tokoh berkembang, dan tokoh tipikal.
a) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel. Tokoh
yang paling banyak diceritakan, sering hadir dalam setiap kejadian, dan berhubungan
erat dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh utama kemungkinan ada lebih dari satu dalam
sebuah novel. Kadar keutamaannya ditentukan dengan dominasi penceritaan dan
perkembangan plot secara utuh. Sedangkan tokoh tambahan merupakan lawan dari
tokoh utama. Tokoh tambahan lebih sedikit pemunculannya dalam cerita dan
kehadirannya hanya ada permasalahan yang terkait tokoh utama (Nurgiyantoro, 2009:
177).
b) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Berdasarkan fungsi penampilannya dalam cerita tokoh dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu tokoh protagonis dan antagonis. Altenberd dan Lewis (via Nurgiyantoro,
2009: 178) mengemukakan bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi dan
sering dijadikan pahlawan yang taat dengan norma-norma, nilai-nilai sesuai dengan
konvensi masyarakat.
Tokoh antagonis merupakan tokoh yang menjadi lawan dari tokoh protagonis.
Tokoh antagonis tidak banyak digemari karena banyak menganut nilai-nilai
penyimpangan.
19
c) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu perwatakan tertentu,
kepribadian yang tunggal, dan tidak memungkinkan terjadi perubahan pandangan tentang
sifat yang yelah dianutnya. Tokoh sederhana mudah diidentifikasi oleh pembaca karena
kedataran sifat dari tokoh tertentu ketika menghadapi permasalahan
d) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan pada tokoh-tokoh dalam
cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah
tokoh yang tidak mengalami perubahan watak walaupun menghadapi permasalahan-
permasalahan dalam cerita (Altenberd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2009: 188).
Tokoh berkembang adalah tokoh yang memiliki perkembangan watak sesuai dengan
peristiwa dan alur cerita yang mempengaruhi tokoh tersebut (Nurgiyantoro, 2009: 188).
Nurgiyantoro (2009: 189) menjelaskan bahwa pada tokoh statis terdapat dua tokoh, yaitu
tokoh hitam dan putih. Tokoh hitam yang dimaksud adalah tokoh yang berwatak jahat
dan tokoh putih adalah tokoh yang berwatak baik. Kedua tokoh tersebut dari awal
kemunculan hingga akhir memiliki watak maupun penyikapan yang tetap dan saling
berlawanan.
e) Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Berdasarkan pencerminan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi dua,
yaitu tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal adalah tokoh yang dicerminkan
melalui status sosialnya seperti profesi, kebangsaan, dan sesuatu yang terkait dengan
lembaga atau yang menggambarkan eksistensinya (Altenberd dan Lewis, 1966: 60 via
Nurgiyantoro, 2009: 190). Tokoh netral adalah tokoh yang hadir dalam cerita tanpa ada
unsur keterkaitan status yang ada pada seseorang di dunia nyata. Kehadirannya berupa
pelaku murni imajinasi pengarang dan yang mempunyai cerita dalam novel
Pelukisan tokoh dalan karya fiksi dapat dibedakan sebagai berikut.
a) Teknik Ekspositori
Teknik Ekspositori adalah teknik pendeskripsian, uraian, maupun penjelasan
pada suatu tokoh yang diberikan secara langsung oleh pengarang. Pelukisan terhadap
tokoh dijelaskan oleh pengarang dengan sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca.
20
b) Teknik Dramatik
Pada teknik dramatik, pendeskripsian sifat dan tingkah laku tokoh digambarkan
tidak secara langsung, melainkan dengan aktivitas atau tindakan verbal melalui kata-
kata (percakapan dan kata-kata dalam pikiran), tindakan nonverbal atau tindakan fisik,
dan melalui setiap peristiwa yang dialami oleh tokoh tersebut atau mengacu pada latar.
Dari beberapa teknik penggambaran tokoh tersebut dalam teknik pelukisan tokoh
melalui teknik dramatik dapat dibagi menjadi beberapa teknik. Berikut ulasan teknik-
teknik tersebut.
c) Teknik Cakapan
Teknik cakapan merupakan teknik pelukisan tokoh melalui percakapan antar
tokoh. Percakapan yang efektif dan fungsional dapat menunjukkan perkembangan alur
sekaligus dapat menggambarkan perwatakan dan segala pandangan hidup dari suatu
tokoh.
d) Teknik Tingkah Laku
Teknik pelukisan melalui tingkah laku adalah penggambaran tokoh yang
dilakukan pengarang dengan pendeskripsian tindakan fisik atau bersifat nonverbal.
Tindakan tersebut dilandasi dengan tanggapan, reaksi, sifat, dan sikap suatu tokoh
terhadap peristiwa yang terjadi sehingga dapat melukiskan jati dirinya.
e) Teknik Pikiran dan Perasaan
Kondisi pikiran dan perasaan dapat menjadi indikator perwatakan dari suatu
tokoh. Tindakan baik verbal maupun nonverbal merupakan bentuk konkret hasil
pemikiran dan perasaan dari tokoh tersebut dalam memilih penyikapan terhadap
permasalahan yang dihadapi. Melalui hal tersebut perwatakan dan kepribadian dari
suatu tokoh dapat diketahui.
f) Teknik Reaksi Tokoh
Reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata-kata, dan sikap
tingkah laku tokoh lain dapat mencerminkan perwatakan dari tokoh tersebut.
Rangsangan yang diimbangi dengan reaksi suatu tokoh akan menentukan
kepribadiannya dalam cerita tersebut.
g) Teknik Reaksi Tokoh Lain
Reaksi tokoh lain adalah tanggapan yang diberikan suatu tokoh terhadap tokoh
utama. Dari reaksi tokoh lain inilah perwatakan tokoh utama akan teridentifikasi. Tokoh
21
lain akan memberikan reaksi berupa pandangan, sikap, pendapat, dan penilaian tentang
tokoh utama. Secara tidak langsung akan terlihat kepribadian suatu tokoh utama dari
reaksi tokoh lain yang demikian.
D. LATAR
Latar menurut Siswandarti (2009: 44) juga menegaskan bahwa latar adalah
pelukisan tempat, waktu, dan situasi atau suasana terjadinya suatu peristiwa.
Berdasarkan pengertian tersebut latar dapat disimpulkan sebagai pelukisan tempat,
waktu, dan suasana pada suatu peristiwa yang ada di cerita fiksi. Menurut Nurgiyantoro
(2009: 220) latar dibedakan menjadi dua, latar netral dan latar tipikal. Latar netral
merupakan latar yang tidak mendeskripsikan secara khas dan tidak memiliki sifat
fungsional. Latar netral tidak menjelaskan secara pasti cerita terjadi dimana, kapan, dan
dalam lingkungan sosial yang seperti apa. Contoh latar netral seperti di desa, kota, hutan,
suatu waktu, dan lain sebagainya. Lain halnya dengan latar tipikal, latar tipikal
menjelaskan secara konkret sifat khas latar tertentu. Kejelasan latar tipikal memudahkan
pembaca dalam pengimajinasian, karena pada latar tipikal ada keterkaitan yang rapat
dengan realitas pada kehidupan nyata.
1) Unsur-unsur Latar
Unsur-unsur latar menurut Nurgiyantoro (2009: 227) dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Berikut ulasan tentang unsur-unsur latar tersebut.
a) Latar Tempat
Latar tempat adalah suatu unsur latar yang mengarah pada lokasi dan
menjelaskan dimana peristiwa itu terjadi. Bila latar tersebut termasuk latar tipikal, akan
disebutkan nama dari tempat tersebut. Bisa berupa nama terang seperti Yogyakarta,
Jakarta, Madiun, atau nama inisial seperti, Y, J, M.
b) Latar Waktu
Latar waktu merupakan unsur latar yang mengarah pada kapan terjadinya suatu
peristiwa-peristiwa di dalam sebuah cerita fiksi (Nurgiyantoro: 2009: 230). Waktu dalam
latar dapat berupa masa terjadinya peristiwa tersebut dikisahkan, waktu dalam hitungan
detik, menit, jam, hari, bulan, tahun, dan lain sebagainya. Memahami latar waktu harus
dikaitkan dengan unsur latar yang lain, karena sudah menjadi syarat utama bagi karya
fiksi memiliki sifat yang padu.
22
c) Latar Sosial
Latar sosial adalah latar yang menjelaskan tata cara kehidupan sosial
masyarakat yang meliputi masalah-masalah dan kebiasan-kebiasaan pada masyarakat
tersebut. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
cara berpikir, dan lain sebagainya (Nurgiyantoro, 2009: 233). Penggunaan bahasa dan
nama-nama tokoh juga dapat diidentifikasi menjadi latar sosial.
E. SUDUT PANDANG
Unsur intrinsik karya fiksi berikutnya adalah sudut pandang. Nurgiyantoro
(2009: 246) berpendapat bahwa sudut pandang adalah cara penyajian cerita, peristiwa-
peristiwa, dan tindakan-tindakan pada karya fiksi berdasarkan posisi pengarang di
dalam cerita. Siswandarti (2009: 44) juga sependapat bahwa sudut pandang adalah
posisi pengarang dalam cerita fiksi.
Sudut pandang menurut Nurgiyantoro (2009: 256) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
sudut pandang persona ketiga: dia dan sudut pandang persona pertama: aku. Berikut
penjabaran tentang sudut pandang tersebut.
1) Sudut Pandang Persona Ketiga: Dia
Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang persona ketiga adalah
penceritaan yang meletakkan posisi pengarang sebagai narator dengan menyebutkan
nama-nama tokoh atau menggunakan kata ganti ia, dia, dan mereka. Sudut pandang
persona ketiga dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu “dia” mahatahu dan “dia”
terbatas, “dia” sebagai pengamat. Berikut penjabaran tentang sudut pandang-sudut
pandang tersebut.
a) “Dia” Mahatahu
Pada sudut pandang persona ketiga “dia” mahatahu pengarang menjadi narator
dan dapat menceritakan hal apa saja yang menyangkut tokoh “dia”. Narator mengetahui
berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, sampai pada latar belakang tindakan
tersebut dilakukan. Narator menguasai semua hal tentang tokoh-tokoh “dia” baik yang
sudah berwujud tindakan maupun baru berupa pikiran.
b) “Dia” Terbatas, “Dia” sebagai pengamat
“Dia” terbatas merupakan sudut pandang yang menempatkan pengarang sebagai
narator yang mengetahui apa yang dilihat, didengar, dipikir, dan dirasakan terbatas pada
23
satu orang tokoh “dia” (Stanton, 1965: 26 via Nurgiyantoro, 2009: 259). Karena fokus
dari pengarang hanya pada satu tokoh “dia”, maka selanjutnya pengarang akan menjadi
pengamat bagi tokoh lain. Pengarang yang bertindak sebagai narator akan menceritakan
apa yang bisa ditangkap oleh idera penglihat dan indera pendengar saja. Narator dalam
cerita ketika menggunakan sudut pandang ini hanya akan menjadi perekam dari kegiatan-
kegiatan tokoh-tokoh lain selain tokoh “dia” yang menjadi fokus perhatian.
2) Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”
Sudut pandang persona pertama “aku” merupakan sudut pandang yang
menempatkan pengarang sebagai “aku” yang ikut dalam cerita. Kata ganti “dia” pada
sudut pandang ini adalah “aku” sang pengarang. Pada sudut pandang ini kemahatahuan
pengarang terbatas. Pengarang sebagai “aku” hanya dapat mengetahui sebatas apa yang
bisa dia lihat, dengar, dan rasakan berdasarkan rangsangan peristiwa maupun tokoh lain
(Nurgiyantoro, 2009: 262).
a) “Aku” Tokoh Utama”
Dalam sudut pandang “aku” tokoh utama, pengarang bertindak sebagai pelaku
utama dalam cerita serta praktis menjadi pusat kesadaran dan penceritaan. ”Aku” tokoh
utama merupakan tokoh protagonis dan memiliki pengetahuan terbatas terhadap apa
yang ada di luar dirinya.
b) “Aku” Tokoh Tambahan
“Aku” tokoh tambahan merupakan sudut pandang yang menempatkan
pengarang sebagai tokoh “aku” dalam cerita sebagai tokoh tambahan. Tokoh tambahan
ini akan bercerita dan mendampingi tokoh utama menceritakan berbagai
pengalamannya, setelah cerita tokoh utama selesai, tokoh tambahan kembali
melanjutkan kisahnya.
3) Sudut Pandang Campuran
Sudut pandang campuran adalah sudut pandang yang menggabungkan antara
sudut pandang orang ketiga “dia” dan sudut pandang orang pertama “ aku”. Pengarang
melakukan kreativitas dalam penceritaan dengan mencampurkan sudut pandang
tersebut. Penggunaan sudut pandang ini tentu berdasarkan kebutuhan. Tidak semua
penceritaan menggunakan sudut pandang ini, namun tergantung dengan efek yang
diinginkan oleh pengarang saja.
24
F. GAYA BAHASA
Bahasa sesuai dengan pendapat Siswandarti (2009: 44) merupakan jenis bahasa
yang dipakai pengarang, sebagai contoh misalnya gaya pop untuk remaja, gaya
komunikatif, atau jenis bahasa yang kaku (seperti pada cerita terjemahan). Nurgiyantoro
(2009: 272) juga berpendapat bahwa bahasa merupakan sarana pengungkapan yang
komunikatif dalam sastra.
1) Leksikal
Unsur leksikal dapat disebut juga sebagai diksi atau pilihan kata. Pengarang akan
menggunakan pilihan kata tertentu dalam mengisahkan peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam novel. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan efek keindahan melalui
segi bentuk dan makna serta memberikan kepahaman kepada pembaca tentang isi cerita
secara utuh, karena pada dasarnya karya fiksi merupakan dunia kata yang dapat
ditafsirkan.
2) Struktur Kalimat
Struktur kalimat atau unsur gramatikal adalah sebuah gagasan yang diungkapkan
pengarang melalui bentuk kalimat yang berbeda-beda struktur dan kosakatanya.Struktur
kalimat tetap harus mengedepankan kebermaknaan tanpa menghilangkan sifat estetis
yang ingin dicapai.
3) Retorika
Retorika merupakan suatu cara pengarang mengungkapkan cerita melaui
pendayagunaan unsur-unsur retorika yang berupa pemajasan, penyiasatan struktur, dan
pencitraan. Berikut penjelasan tentang unsur-unsur tersebut.
a) Pemajasan
Pemajasan adalah teknik pengungkapan bahasa atau penggayabahasaan yang tidak
mengarah pada makna harfiah malainkan makna yang tersirat didalam kalimat- kalimat
tersebut. Pemajasan yang merupakan bahasa kias sengaja diciptakan pengarang untuk
ditafsirkan oleh pembaca terkait dengan peristiwa-peristiwa agar terkesan estetis serta
mendukung suasana dan nada tertentu dalam cerita.
b) Penyiasatan Struktur
Penyiasatan struktur merupakan gaya pengarang dalam memadukan unsur
retoris dan pemajasan yang bisa berbentuk pengulangan (pengulangan kata, frase, dan
kalimat) maupun bentuk-bentuk yang lain seperti, repetisi, pararelisme, anaphora,
25
polisindenton, asindenton, antithesis, alitrasi, klimaks, antiklimaks, dan pertanyaan
retoris. Dari penyiasatan struktur yang seperti itu diharapkan novel memiliki nilai
keindahan yang memanjakan pembaca menikmati isi cerita.
c) Pencitraan
Pencitraan dapat diartikan dengan penginderaan. Dalam karya fiksi akan
terdapat perasaan indera pada tubuh ikut menerima rangsangan terhadap peritiwa-
peristiwa yang diungkapkan. Pembaca akan dibawa kepada pengalaman melihat,
mendengar, mencium, mengecap, dan kinestetik secara imajinasi. Pembaca harus
menghadirkan pengalaman penginderaan dalam menafsirkan tiap peristiwa agar
tersampaikan makna yang dimaksudkan oleh pengarang.
d) Kohesi
Kohesi merupakan unsur penyiasatan struktur yang bersifat menghubungkan
atau bertugas sebagai pengait antara kalimat satu dengan kalimat yang lain. Kohesi bisa
berupa kata sambung dalam bentuk preposisi maupun konjungsi, dapat juga berupa
kelompok kata seperti, oleh karena, akan tetapi, dan jadi.
G. AMANAT
Amanat atau nilai moral merupakan unsur isi dalam karya fiksi yang mengacu
pada nilai-nilai, sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan yang dihadirkan
pengarang melalui tokoh-tokoh di dalamnya.
Amanat menurut Siswandarti (2009: 44) adalah pesan-pesan yang ingin
disampaikan pengarang melalui cerita, baik tersurat maupun tersirat. Berdasarkan
pengertian tersebut Amanat merupakan pesan yang dibawa pengarang untuk dihadirkan
melalui keterjalinan peristiwa di dalam cerita agar dapat dijadikan pemikiran maupun
bahan perenungan oleh pembaca.
26
Menulislah, kamu akan kaya!
Kaya pengalaman batin yang terpenting.
Kaya pengalaman menulis kreatif sudah pasti.
Kaya pengetahuan benar sekali
Kaya raya sangat mungkin terjadi
Ide menulis bukan didapat dari menunggu
dan menunggu sepanjang hari sampai ide itu
tiba-tiba datang sendiri. Ide menulis
muncul jika diciptakan.
Penulis dapat menentukan tokoh bahkan
dapat menentukan takdir sang tokoh
Tugas terstruktur yang harus dilakukan mahasiswa ada dua sebagai berikut.
1. Dalam menulis fiksi banyak teknik yang digunakan, salah satunya dengan
menggunakan teknik menulis Diary. Teknik ini cukup sederhana karena
mengajak mahaiswa untuk menulis fiksi seperti menulis diary. Ciri menulis fiksi
model ini, yaitu terdapat tempat kejadian, tanggal, bulan,tahun, dan waktu
seperti menulis diary.
2. Teknik yang kedua, mahasiswa diminta menulis cerpen bebas sesuai dengan
imajinasinya.
TUGAS