Kota Surabaya

16
I - 1 STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD) KOTA SURABAYA 2011 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro tahun 1992, telah menghasilkan strategi pengelolaan lingkungan hidup yang dituangkan ke dalam agenda 21. Dalam agenda 21 Bab 40 disebutkan perlunya kemampuan pemerintahan dalam mengumpulkan dan memanfaatkan data dan informasi multisektoral pada proses pengambilan keputusan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan. hal tersebut menuntut ketersediaan data, keakuratan analisis serta penyajian informasi lingkungan hidup yang normatif. Pada pasal 28F Undang Undang dasar 1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Khusus di bidang lingkungan hidup, Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain menyatakan bahwa sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lainnya. Selain itu undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah melimpahkan kewenangan pengelolaan lingkungan hidup kepada pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan meningkatnya kemampuan pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) diharapkan akan semakin meningkatkan kepedulian kepada pelestarian lingkungan hidup. Di dalam melaksanakan ketetuan pasal 6 ayat (3) Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) yang menjelaskan bahwa pemerintah berkewajiban mengevaluasi kinerja pemerintahan daerah dalam memanfaatkan hak yang diperoleh daerah dengan capaian keluaran dan hasil yang telah direncanakan. Sumber informasi utama EKPPD adalah Laporan Penyelengaraan Pemerintahan daerah (LPPD) yang disampaikan kepada pemerintah. Pelaporan status lingkungan hidup sebagai sarana penyediaan data dan informasi lingkungan dapat menjadi alat yang berguna dalam menilai dan menentukan prioritas masalah dan membuat rekomendasi bagi penyusunan kebijakan dan

description

Gambaran Kota Surabaya

Transcript of Kota Surabaya

Page 1: Kota Surabaya

I - 1

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Konferensi Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan

Pembangunan di Rio de Janeiro tahun 1992, telah menghasilkan strategi pengelolaan

lingkungan hidup yang dituangkan ke dalam agenda 21.

Dalam agenda 21 Bab 40 disebutkan perlunya kemampuan pemerintahan

dalam mengumpulkan dan memanfaatkan data dan informasi multisektoral pada

proses pengambilan keputusan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan. hal

tersebut menuntut ketersediaan data, keakuratan analisis serta penyajian informasi

lingkungan hidup yang normatif.

Pada pasal 28F Undang – Undang dasar 1945 disebutkan bahwa setiap orang

berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi

dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki

menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala

jenis saluran yang tersedia.

Khusus di bidang lingkungan hidup, Undang – Undang Nomor 32 tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain menyatakan

bahwa sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi mengenai

status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup

lainnya.

Selain itu undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah telah melimpahkan kewenangan pengelolaan lingkungan hidup kepada

pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan meningkatnya kemampuan

pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota dalam penyelenggaraan

pemerintahan yang baik (good governance) diharapkan akan semakin meningkatkan

kepedulian kepada pelestarian lingkungan hidup. Di dalam melaksanakan ketetuan

pasal 6 ayat (3) Undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 ditetapkan Peraturan

Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah (EKPPD) yang menjelaskan bahwa pemerintah berkewajiban

mengevaluasi kinerja pemerintahan daerah dalam memanfaatkan hak yang diperoleh

daerah dengan capaian keluaran dan hasil yang telah direncanakan. Sumber informasi

utama EKPPD adalah Laporan Penyelengaraan Pemerintahan daerah (LPPD) yang

disampaikan kepada pemerintah.

Pelaporan status lingkungan hidup sebagai sarana penyediaan data dan

informasi lingkungan dapat menjadi alat yang berguna dalam menilai dan menentukan

prioritas masalah dan membuat rekomendasi bagi penyusunan kebijakan dan

Page 2: Kota Surabaya

I - 2

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

perencanaan untuk membantu pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan

hidup dan menerapkan mandat pembangunan berkelanjutan. Adapun tujuan dasar dari

laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) yaitu :

1. Menyediakan data dasar bagi perbaikan pengambilan keputusan pada semua

tingkat

2. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan kecenderungan dan kondisi

lingkungan

3. memfasilitasi pengukuran kemajuan menuju keberlanjutan

Laporan SLHD dimaksudkan untuk mendokumentasikan perubahan dan

kecenderungan kondisi lingkungan. Pelaporan yang rutin akan menjamin akses

informasi lingkungan yang terkini dan akurat secara ilmiah bagi publik, industri,

organisasi non-pemerintah serta semua tingkatan lembaga pemerintah. Laporan SLHD

juga akan menyediakan referensi dasar tentang keadaan lingkungan bagi pengambil

kebijakan sehingga akan memungkinkan diambilnya kebijakan yang baik dalam rangka

mempertahankan proses ekologis serta meningkatkan kualitas kehidupan di masa kini

dan masa datang. Pelaporan SLHD yang baik dapat dipergunakan untuk berbagai

keperluan berikut :

1. Secara rutin menyediakan informasi tentang kondisi lingkungan kini dan

prospeknya di masa mendatang yang akurat, berkala, dan terjangkau bagi publik,

pemerintah, organisasi non-pemerintah serta pengambil keputusan

2. Memfasilitasi pengembangan, penilaian dan pelaporan himpunan indikator dan

indeks lingkungan yang disepakati pada tingkat nasional.

3. Menyediakan peringatan dini akan masalah potensial, serta memungkinkan

adanya evaluasi akan rencana mendatang

4. Melaporkan keefektifan kebijakan dan program yang akan dirancang untuk

menjawab perubahan lingkungan, termasuk keajuan dalam mencapai standard

dan target lingkungan

5. Memberikan sumbangan dalam menelaah kemajuan bangsa dalam menjamin

keberlanjutan ekologis

6. Merancang mekanisme integrasi informasi lingkungan, sosial, dan ekonomi

dengan tujuan untuk menyediakan gambaran yang jelas tentang keadaan bangsa

7. Mengidentifikasi adanya jeda pengetahuan tentang kondisi dan kecenderungan

lingkungan serta merekomendasikan strategi penelitian dan pemantauan untuk

mengisi jeda tersebut

8. Membantu mengambil keputusan untuk membuat penilaian yang terinformasi

mengenai konsekuensi luas dari kebijakan dan rencana sosial, ekonomis, dan

terkait lingkungan serta memenuhi kewajiban bangsa untuk pelaporan lingkungan.

Page 3: Kota Surabaya

I - 3

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

I.2 Gambaran Umum Kota Surabaya

Kota Surabaya merupakan kota terbesar di Indonesia setelah DKI Jakarta.

Secara nasional, Surabaya merupakan pusat Indonesia bagian timur. Namun secara

regional Kota Surabaya merupakan ibukota di Jawa Timur. Dengan luas sekitar 330,48

Km2, total penduduk tahun 2011 di Kota Surabaya mencapai 3.024.321 jiwa. Sebagai

ibukota Propinsi Jawa Timur, Kota Surabaya menjadi pusat pemerintahan,

perdagangan, jasa dan kebudayaan di Jawa Timur.

I.2.1 Kondisi Geografis Surabaya

Surabaya adalah ibu kota Propinsi Jawa Timur yang dikenal sebagai Kota Pahlawan

Letak : 07 derajat 9 menit - 07 derajat 21 menit LS (Lintang

Selatan) dan 112 derajat 36 menit - 112 derajat 54 menit

BT (Bujur Timur)

Ketinggian : 3 - 6 meter di atas permukaan air laut (dataran rendah),

kecuali di bagian selatan terdapat dua bukit landai di

daerah Lidah & Gayungan dengan ketinggian 25-50

meter di atas permukaan air laut

Batas Wilayah : Sebelah Utara : Selat Madura

Sebelah Timur : Selat Madura

Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo

Sebelah Barat : Kabupaten Gresik

Luas Wilayah : 33.306,30 Ha

Jumlah Kecamatan : 31

Jumlah Desa /Kelurahan : 163

Kelembaban Udara : rata-rata minimum 42% dan maksimum 96%

Tekanan Udara : rata-rata minimum 1.005,38 Mbs dan maksimum

1.014,41 Mbs

Temperatur : rata-rata minimum 23,3 °C dan maksimum 35,2 °C

Musim kemarau : Mei – Oktober

Musim hujan : Nopember – April

Page 4: Kota Surabaya

I - 4

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

I.2.2 Demografi Kota Surabaya

Surabaya merupakan Kota multietnis yang kaya budaya. Beragam etnis ada di

Surabaya seperti etnis melayu, Cina, India, Arab dan Eropa. Etnis Nusantara pun

dapat dijumpai seperti Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali, Sulawesi yang

membaur dengan penduduk asli Surabaya membentuk pluralisme budaya yang

selanjutnya menjadi ciri khas Kota Surabaya. Sebagian besar masyarakat Surabaya

adalah orang Surabaya asli dan orang Madura.

Ciri khas masyarakat asli Surabaya adalah mudah bergaul. Gaya bicaranya

sangat terbuka. Walaupun tampak seperti bertemperamen kasar, masyarakat di sini

sangat demokratis, toleran dan senang menolong orang lain.

Kota Surabaya merupakan kota lama yang berkembang hingga mencapai

bentuknya seperti saat ini. Awalnya masyarakat tinggal di perkampungan. Dengan

tingkat pertumbuhan penduduk 1.2 % setahun, tentu saja kebutuhan kebutuhan akan

perumahan sangat besar. Masyarakat dapat menetap dalam perkampungan padat

ataupun memilih berpindah ke real estate yang lebih teratur. Pilihan real estate pun

sangat beragam. Hunian bertaraf internasional yang dilengkapi dengan padang golf

dengan keamanan yang ketat juga tersedia di sini.

Seperti belahan manapun di dunia, dikotomi miskin dan kaya tentu saja juga

terjadi di Surabaya. Akan tetapi masing – masing dapat berdampingan dengan damai

dan tidak menjadi alasan hidup di Surabaya menjadi kurang nyaman.

I.3 Isu Lingkungan Hidup Kota Surabaya

Konsep pembangunan di Kota Surabaya didasari oleh kesadaran bahwa

pembangunan ekonomi sosial, dan budaya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan

Curah Hujan : rata-rata 183,2 mm, curah hujan diatas 200 mm terjadi

pada bulan Desember s/d Mei

Kecepatan Angin : rata-rata 7,0 Knot dan maksimum 26,3 Knot

Penguapan Panci

Terbuka

: rata-rata 165,2

Struktur Tanah : terdiri atas tanah aluvial, hasil endapan sungai dan

pantai, di bagian barat terdapat perbukitan yang

mengandung kapur tinggi

Topografi : 80% dataran rendah, ketinggian 3-6 m, kemiringan < 3 %

20% perbukitan dengan gelombang rendah, ketinggian

< 30 m dan kemiringan 5-15%

Page 5: Kota Surabaya

I - 5

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

hidup. Dan disadari bahwa pembangunan di Kota Surabaya tidak dapat dilepaskan dari

kesepakatan semua pihak baik itu antar pemerintah daerah maupun hubungan kerja

sama yang baik dengan pemerintah pusat.

Oleh karena itu dalam perkembangan pembangunan Kota Surabaya dilandasi

juga dengan kebijakan – kebijakan yang telah disepakati bersama untuk dapat

mengelola daerah berbasis lingkungan hidup. Secara makro menggambarkan bahwa

pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumber daya alam, namun eksploitasi

sumber daya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung

lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan.

Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta

kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan, yang

akan digambarkan beberapa Isu-isu lingkungan hidup di Kota Surabaya Tahun 2011,

sebagai berikut :

1. Pencemaran Udara

Pencemaran udara di perkotaan umumnya disebabkan oleh adanya emisi yang

ditimbulkan oleh aktivitas industri, transportasi, dan timbulan sampah dalam jumlah

besar. Kegiatan tersebut menghasilkan zat pencemar udara seperti CO2, CH4, N2O,

yang merupakan Gas Rumah Kaca (GRK).

Permasalahan transportasi khususnya transportasi darat di Kota Surabaya

cukuplah kompleks, karena transportasi merupakan suatu sistem yang saling

berkaitan, maka satu masalah yang timbul di satu unit ataupun satu jaringan akan

mempengaruhi sistem tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah pada transportasi darat di

Kota Surabaya sangat beragam, antara lain ledakan penduduk, kurangnya kesadaran

masyarakat akan emisi kendaran bermotornya, tingginya pertumbuhan kendaraan

bermotor, rendahnya pelayanan angkutan umum, kurang optimalnya fasilitas alih

moda, serta sarana prasarana transportasi yang belum optimal. Tingginya populasi

penduduk dan rendahnya pelayanan angkutan umum dapat menyebabkan

penggunaan kendaraan pribadi semakin meningkat. Penggunaan kendaraan yang

semakin meningkat menyebabkan kapasitas jalan tidak seimbang sehingga akses dan

jaringan jalan belum optimal.

Kota Surabaya juga merupakan tempat perantara antara Gresik dan Sidoarjo.

Masyarakat asal Sidoarjo yang bekerja di Gresik akan melewati Surabaya sehingga

menyebabkan kemacetan yang sangat padat. Kemacetan tersebut dapat secara

langsung menurunkan kualitas udara di Kota Pahlawan ini. Selain transportasi,

Page 6: Kota Surabaya

I - 6

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

penyebab menurunnya kualitas udara di Kota Surabaya adalah adanya emisi industri.

Adapun emisi industri turut menyumbang terhadap penurunan kualitas udara karena

belum semua industri memiliki alat pengendali pencemar udara yang memadai..

Permasalahan gas CH4 yang dihasilkan oleh timbulan sampah juga menjadi

perhatian serius Pemerintah Kota Surabaya karena kekuatan gas CH4 sama dengan

21 kali lebih besar daripada gas CO2. Dalam perkembangannya, Kota Surabaya relatif

telah berhasil dalam mereduksi timbulan sampah langsung dari sumbernya.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan Kota Surabaya untuk mengatasi

permasalahan transportasi adalah dengan melakukan pelebaran badan jalan dan

pembangunan jalan – jalan baru. Upaya tersebut merupakan upaya dalam mengatasi

permasalahan yang ada pada sistem transportasi darat, mengingat transportasi darat

memiliki sistem dan permasalahan yang lebih kompleks. Namun alternatif-alternatif

tersebut hanya akan sia-sia apabila tidak diimbangi dengan kesadaran semua pihak

untuk mencapai sebuah sistem transportasi Indonesia yang berkelanjutan.

Sedangkan upaya yang dilakukan untuk mengatasi polusi asap industri adalah

dengan menggunakan teknologi pengolahan peningkatan pengawasan dan pembinaan

oleh instansi terkait guna meminimalisasi dampak pencemaran.

2. Pencemaran Tanah

Seperti halnya transportasi, pencemaran tanah pun diakibatkan oleh kegiatan

manusia. Hal ini dapat disebabkan limbah domestik, limbah industri, dan limbah

pertanian. Limbah domestik berasal dari daerah pemukiman penduduk,

perdagangan/pasar/tempat usaha hotel dan lain-lain.

Limbah pertanian dapat berupa sisa-sisa pupuk sintetik untuk menyuburkan

tanah/tanaman, misalnya pupuk urea. Selain itu, limbah pertanian juga dapat berasal

dari sisa-sisa pestisida pemberantas hama tanaman, misalnya DDT. Untuk diketahui,

luas areal sawah di Kota Surabaya sebesar 1.741 Ha dan lahan bukan sawah sebesar

26.011 Ha.

Selain itu, timbunan sampah dapat menghasilkan gas nitrogen dan asam

sulfida. Adanya zat mercury, chrom dan arsen pada timbunan sampah dapat

menimbulkan gangguan terhadap bio tanah, tumbuhan, merusak struktur permukaan

dan tekstur tanah. Terdapat pula limbah lain seperti oksida logam, baik yang terlarut

maupun tidak pada permukaan tanah menjadi racun.

Sampah anorganik tidak terbiodegradasi, yang menyebabkan lapisan tanah

tidak dapat ditembus oleh akar tanaman dan tidak tembus air sehingga peresapan air

dan mineral yang dapat menyuburkan tanah hilang dan jumlah mikroorganisme di

Page 7: Kota Surabaya

I - 7

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

dalam tanah pun akan berkurang. Hal ini berakibat pada tanaman yang akhirnya sulit

tumbuh bahkan mati karena tidak memperoleh makanan untuk berkembang.

Limbah air rumah tangga berupa black water dan grey water, deterjen, oli

bekas, jika meresap kedalam tanah akan merusak kandungan air tanah bahkan zat-zat

kimia yang terkandung di dalamnya dan dapat membunuh mikro organisme di dalam

tanah.

Sedang limbah padat hasil buangan industri berupa padatan, lumpur, bubur

yang berasal dari proses pengolahan. Dengan tertimbunnya limbah ini dalam jangka

waktu lama, permukaan tanah menjadi rusak dan air yang meresap ke dalam tanah

terkontaminasi dengan bakteri tertentu dan mengakibatkan turunnya kualitas air tanah

pada musim kemarau. Selain itu timbunan akan mengering dan mengundang bahaya

kebakaran. Jumlah industri kecil pada tahun 2011 di Kota Surabaya sebanyak

726.357.Untuk jumlah industri sedang pada tahun 2011 di Kota Surabaya sebanyak

15.556.

3. Pencemaran Air Limbah

Selain pencemaran tanah dan transportasi, permasalahan air limbah yang

menurunkan kualitas badan air di Kota Surabaya juga harus diperhatikan karena air

merupakan suatu kebutuhan yang sangat vital dalam menunjang sebagian besar

aktifitas warga. Karena itulah permasalahan air limbah di kota metropolis seperti di

Kota Surabaya sangat krusial. Seiring pula dengan bertambahnya kebutuhan

penduduk akan produk industri, maka secara tidak langsung akan menambah

kuantitas limbah industri di Kota Surabaya.

Air limbah Kota Surabaya secara garis besar menjadi dua yakni limbah

domestik dan indutri. Khusus air limbah domestik dari rumah tangga merupakan

sumber dominan terhadap menurunnya kualitas air buangan.

Sesuai data Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya, parameter pencemaran

secara keseluruhan sungai-sungai di Kota Surabaya, mulai dari DO, pH, BOD, COD,

TSS dan deterjen menunjukkan kecenderungan naik.

Urgenitas penanganan air limbah disebabkan karena air limbah tersebut

dibuang ke sungai. Di sisi lain salah satu sungai yaitu kali Surabaya digunakan sebagai

bhan baku PDAM.

Selain sungai-sungai di Kota Surabaya, keberadaan saluran drainase primer

yang seharusnya hanya menampung air hujan, saat ini berfungsi penampung air

limbah rumah tangga terutama grey water (air bekas cuci dan kamar mandi). Sehingga

beberapa saluran dalam kondisi septik yang menandakan adanya buangan tinja

manusia baik langsung ke saluran maupun melalui pipa yang dihubungkan ke

Page 8: Kota Surabaya

I - 8

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

sungai.Kondisi saluran drainase baik primair, sekunder maupun tersier saat ini terisi

oleh limbah domestik penduduk bahkan pada saat-saat tertentu limbah industri

membuang air limbah pada saluran yang berdekatan dengan lokasi industri.

Berdasar dari fungsinya maka sungai-sungai di Kota Surabaya yang perlu

diamankan dari pencemaran limbah rumah tangga dan industri adalah Kali Surabaya,

Kali Mas, Kali Wonokromo dan Kali Kedurus. Keberadaan keempat sungai tersebut

sangat penting karena merupakan air baku yang diperlukan untuk memasok PDAM

Kota Surabaya. Saat ini potensi air baku yang cukup stabil adalah dari keempat sungai

ini sehingga untuk tambahan pasokan air baku ke depan perlu direncanakan agar

beban polusi dapat terkurangi.

Seperi halnya kota besar lainnya yang padat penduduk, kualitas air tanah di

Kota Surabaya sudah tidak layak untuk digunakan sebagai sumber air minum. Di

beberapa lokasi, sumur penduduk terindikasi sudah terkontaminasi bakteri E-Coli dan

mengandung nitrate/nitrit. Kontaminasi ini disebabkan oleh pengelolaan air limbah

rumah tangga yang konvensional (septic tank dan sumur peresapan).

Kondisi-kondisi inilah yang melatar belakangi perlunya rencana pengembangan

Sistem Penyediaan Air Limbah (SPAL) rumah tangga Kota Surabaya disusun agar

kebutuhan air minum dalam rangka pengembangan Kota ke depan dapat terpenuhi.

Langkah yang direkomendasikan dalam penangan sanitasi Kota Surabaya terutama

sektor air limbah domestik memprioritaskan penyelamatan Kali Surabaya. Bila

memungkinkan dilakukan relokasi industri di sepanjang kali Surabaya di wilayah

Surabaya.

Pemerintah juga perlu merumuskan strategi pengolahan air limbah di Kota

Surabaya. Diantaranya adalah SPAL industry Kota Surabaya yaitu berupa sistem

individual/ unit, sistem gabungan/ kolektif, dan gabungan sistem individual dan kolektif.

Sedang untuk SPAL rumah tangga dapat menggunakan sistem sanitasi off-site, sistem

sanitasi intermediate, dan sistem sanitasi on-site untuk limbah rumah tangga. Batasan

kepadatan dan pilihan teknologi sebagai berikut kepadatan penduduk rendah yaitu

kepadatan penduduk dibawah 150 jiwa/ha menggunakan sistem on-site. Untuk

kepadatan penduduk menengah yaitu kepadatan diatas 150 jiwa sampai 300 jiwa/ha,

menggunakan sistem intermediate (kombinasi onsite dan off-site). Sedang kepadatan

penduduk tinggi yaitu kepadatan diatas 300 jiwa/ha, menggunakan sistem off-site.

Bilamana dilihat dari ketiga isu lingkungan di atas maka isu pencemaran udara

merupakan isu yang memiliki tekanan yang paling besar dan mendesak untuk dicari

solusi yang tepat dalam menanganinya.

Page 9: Kota Surabaya

I - 9

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

A. Kondisi Pencemaran Udara Di Kota Surabaya

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1,

Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau

komponen lain ke udara ambient oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien

turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat

memenuhi fungsinya.

Sedangkan menurut Wardhana (1999) pencemaran udara diartikan sebagai

adanya materi atau zat-zat lain di dalam udara yang menyebabkan perubahan

susunan (komposisi) udara dari keadaan normal sehingga menyebabkan gangguan

pada kegiatan manusia. Udara dikatakan dalam keadaan normal apabila komposisinya

terdiri dari sekitar 78% Nitrogen, 20% Oksigen, 0,93% Argon, 0,03% Karbondioksida

(CO2) dan sisanya terdiri dari Neon (Ne), Helium (He), Methana (CH4), dan Hidrogen

(H2).

Pencemaran udara dapat terjadi karena berbagai sebab. Secara umum sumber

dari pencemar udara terbagi atas:

1. Sumber alami (Natural source), contohnya: letusan gunung berapi, kebakaran

hutan, dekomposisi biotik, debu, spora tumbuhan, dan sebagainya.

2. Kegiatan manusia (Antropogenic source), contohnya: pencemaran akibat aktivitas

transportasi, industri, pembangkit listrik dan sebagainya.

3. Sumber-sumber lain, contohnya: kebocoran tangki klor, timbulan gas dari Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) sampah, uap pelarut organik, dan sebagainya.

Berdasarkan kedudukan sumbernya, sumber pencemar udara terbagi atas

(Boedisantoso, 2002) :

1. Sumber bergerak (mobile source), contohnya : kendaraan bermotor, pesawat udara,

kereta api, dan sebagainya.

2. Sumber tidak bergerak (stationary source), contohnya : perumahan, daerah

perdagangan, daerah industri, dan sebagainya.

Tingkat kualitas udara akan sangat dipengaruhi oleh hal-hal berikut :

1. Interaksi atmosfer

Potensi dispersi dan difusi zat pencemar sangat menentukan kualitas udara pada

akhirnya.

2. Faktor meteorologi

Faktor ini sangat mempengaruhi waktu dan kapasitas atmosfer untuk menyerap dan

mendispersikan serta mengendapkan zat pencemar. Contoh faktor-faktor

meteorologi yang mempengaruhi pencemaran udara seperti angin, turbulensi,

stabilitas atmosfer, hujan, kabut dan radiasi surya.

Page 10: Kota Surabaya

I - 10

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

Menurut Sukarto (2006), transportasi atau pengangkutan adalah perpindahan

barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat

pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan (kuda, sapi,

kerbau), atau mesin. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan (trip)

antara asal (origin) dan tujuan (destination).

Transportasi merupakan sumber utama dari pencemaran udara di perkotaan.

Kegiatan transportasi menyumbangkan kira-kira 45%, 50%, dan 90% dari Nitrogen

Oksida (NOx), total Hidrokarbon (HC) dan emisi Karbon Monoksida (CO) (Olsson,

1994). Meskipun perkembangan teknologi terbaru secara signifikan dapat mengurangi

jumlah emisi, namun tingkat kenaikan dari jumlah kendaraan bermotor yang cukup

tinggi dan jauhnya jarak perjalanan membuat hal tersebut tidak berguna lagi (Carbajo

and Faiz, 1994). Oleh karena itu, pelaksanaan dari pengendalian pencemaran udara

menjadi sangat penting untuk mencegah efek kerugian pada perkembangan lalu lintas

pada perkotaan yang memiliki populasi penduduk sangat padat (Crabbe and Elsom,

1998).

Faktor penting yang menyebabkan pengaruh kegiatan transportasi menjadi

dominan terhadap peningkatan emisi karbon perkotaan di Indonesia, antana lain:

1. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat (eksponensial).

2. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada.

3. Pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat akibat terpusatnya kegiatan-

kegiatan perekonomian dan perkantoran di pusat kota.

4. Masalah turunan akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada,

misalnya daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauhi pusat kota.

5. Kesamaan waktu aliran lalu lintas.

6. Jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor.

7. Faktor perawatan kendaraan.

8. Jenis bahan bakar yang digunakan.

9. Jenis permukaan jalan.

Secara umum permasalahan pencemaran udara di Kota Surabaya diakibatkan

oleh transportasi, asap industri dan gas metana yang dihasilkan oleh timbulan sampah

di Kota Surabaya.

Dalam Data Carbon Footprint Kota Surabaya, jumlah kendaraan bermotor

berbagai jenis di Surabaya mencapai 1.827.806 unit pada tahun 2010 sedangkan

pertambahan kendaraan bermotor tiap tahunnya mencapai 30 %. Sepeda motor

mendominasi komposisi kendaraan bermotor di Kota Surabaya yaitu sebesar 80 % dari

total seluruh kendaraan bermotor di Kota Surabaya.

Page 11: Kota Surabaya

I - 11

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

Dengan volume kendaraan bermotor yang besar, pencemaran udara di

Surabaya harus mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kota Surabaya. Hal ini

dikarenakan emisi karbon dioksida yang dihasilkan akibat dari kendaraan bermotor

juga akan semakin besar seiring dengan terus meningkatnya volume kendaraan

bermotor setiap tahunnya.

Selain itu, seiring dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah dari tahun

ke tahun, maka kebutuhan akan produk pun ikut bertambah. Hal ini memacu

perkembangan industri di Surabaya. Limbah padat dari industri dan rumah tangga

yang berupa sampah pun keberadaannya tak terelakkan lagi.

Untuk sektor sampah rumah tangga, Kota Surabaya cukup berhasil dalam

menanganinya. Hal tersebut dapat dilihat dari penurunan timbulan sampah sebesar

1200 ton/hari pada tahun 2010 yang semula 1800 ton/hari pada tahun 2005 (sumber:

data Adipura 2011 - 2012)

Dalam pengelolaan sampah perkotaan, Kota Surabaya berhasil mendapatkan

berbagai penghargaan nasional maupun internasional diantaranya penghargaan

Adipura sejak tahun 2005 – 2011, penghargaan Indonesia Green Region Award

(IGRA) pada September 2011 dan Asean Environmental Award pada Nopember 2011.

Berbagai penghargaan tersebut telah menunjukkan bahwa Kota Surabaya dapat

mengelola sampah perkotaan dengan baik. Namun pengelolaan sampah di kota

Surabaya tetap harus mendapatkan perhatian serius karena timbulan sampah

perkotaan di Surabaya masih mencapai 1200 ton/hari.

Dalam perkembangannya, Kota Surabaya menggunakan Sanitary Landfill

sebagai Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA). Saat ini Kota Surabaya hanya

mempunyai 1 unit Sanitary Landfill dengan luas lahan sebesar 37,4 Ha.

B. Tekanan Pencemaran Udara di Kota Surabaya

Dari hasil perhitungan besarnya kekuatan emisi di jalan masuk Kota Surabaya

dan di dalam Kota Surabaya dapat diketahui total keseluruhan emisi kendaraan

bermotor Kota Surabaya. Jumlah total emisi CO2 dari sektor transportasi di Kota

Surabaya mencapai 5.269.460 ton CO2/tahun. Dengan emisi terbesar pertama

dihasilkan oleh mobil solar karena jumlah mobil solar se Surabaya terdata lebih banyak

dan lebih diminati masyarakat karena hemat bahan bakar.

Sedangkan Emisi terbesar kedua dihasilkan oleh sepeda motor karena

jumlahnya juga banyak dan diminati masyarakat serta lebih irit bahan bakar dibanding

mobil. Jika kebutuhan sepeda motor tak terkendali, bisa berpotensi sebagai

penyumbang emisi terbesar di jalan-jalan Kota Surabaya. Truck, Mobil Bensin dan

Kendaraan umum menjadi penghasil emisi terbesar selanjutnya.

Page 12: Kota Surabaya

I - 12

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

Dalam permasalahan sampah perkotaan, lahan TPA Benowo sebagai satu

satunya TPA yang dimiliki oleh Kota Surabaya lambat laun akan terisi penuh oleh

sampah. Saat ini tinggi timbunan sampah di TPA Benowo sudah mencapai sekitar 15

m sedangkan Pemerintah Kota Surabaya berencana untuk membatasi ketinggian

timbunan sampah di TPA Benowo sampai sekitar 20 m. Keterbatasan lahan untuk TPA

di Kota Surabaya harus menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Surabaya.

Perilaku masyarakat Surabaya yang semakin konsumtif juga membuat

permasalahan sampah menjadi semakin kompleks. Hal ini terlihat pada pengelolaan

sampah di TPA di tahun 2011, volume sampah masuk per hari mencapai 10.000

m3/hari. Perkiraan jumlah timbulan sampah tahun 2011 untuk 806.794 rumah tangga

yaitu sebesar 1200 ton/hari. Sedangkan komposisi sampah di Surabaya tahun 2011

terdiri dari organik sebesar 39,7 Ha, kertas sebesar 18,3 Ha, plastik sebesar 25,8 Ha,

logam sebesar 2,5 Ha, dan kayu 1,9 Ha. Sumber sampah di Surabaya tahun 2011

terdiri atas Pemukiman 79,19%, pasar 8,6%, pertokoan 1,64%, hotel 1,11%, rumah

Sakit 1,37%, jalan 0,62%, industri 6,86%, dan lahan terbuka 0,61%.

Berkaitan dengan pengelolaan TPA Benowo pasca operasi. Dengan timbulan

1200 ton yang masuk ke TPA Benowo setiap harinya, maka juga akan dihasilkan gas

CH4 dalam jumlah yang besar pula. Jika setiap 1 ton sampah menghasilkan 50 Kg

CH4, maka potensi gas metana yang akan dihasilkan mencapai 60 ton gas CH4. Jika

dikonversi dengan CO2 menjadi sebesar 3.465 ton.

Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius mengingat gas CH4 merupakan

salah satu Bahan Perusak Ozon (BPO) di atmosfer bumi sehingga menyebabkan

terjadinya pemanasan global. Satu mol CH4 dapat menangkap panas yang dipantulkan

kembali oleh bumi 25 kali lebih banyak daripada satu mol CO2. Dengan kemampuan

tersebut maka CH4 mempunyai andil 25 kali lebih besar dalam pemanasan global

daripada CO2.

C. Respon Penanganan Pencemaran Udara di Kota Surabaya

Berdasarkan data di atas, maka Pemerintah Kota Surabaya melaksanakan

program – program untuk menangani permasalahan udara perkotaan diantaranya :

Pembatasan Kendaraan Pribadi

Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya telah menggalakkan suatu sistem

pembatasan kendaraan pribadi dengan cara menyelenggarakan Car Free Day

rutin setiap minggu sekali dan hari bebas kendaraan di sekitar kantor Pemerintah

Kota Surabaya setiap hari Jum’at di minggu terakhir tiap bulan.

Green Transportation

Page 13: Kota Surabaya

I - 13

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

Transportasi hijau atau green transport dapat diterapkan melalui banyak

cara, seperti mengganti bahan bakar minyak yang digunakan kendaraan bermotor

dengan bahan bahar yang lebih ramah lingkungan, pengurangan penggunaan

kendaraan bermotor pribadi, ataupun peningkatan kualitas fasilitas transportasi.

Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat sangat penting dalam pewujudan green

transportasi karena tanpa adanya peran dan kesadaran dari masyarakat maka

upaya green transportation tidak akan berjalan dengan maksimal.

Ruang Terbuka Hijau

Adanya penanaman pepohonan di Jalur-jalur Surabaya sangat bermanfaat

karena dapat menyerap banyak gas beracun yang berasal dari asap kendaraan

bermotor. Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan unsur kota yang terpenting

dalam menyejukkan kota. RTH antara lain terdiri dari kawasan kota, kawasan hijau,

jalur hijau, kawasan hijau khusus, kawasan rekreasi, kawasan hijau hutan kota,

kawasan hijau olahraga, kawasan hijau pemakaman, kawasan hijau pertanian, dan

kawasan hijau pekarangan.

RTH telah menjadi kesatuan program pembangunan di banyak negara dan

diintensifkan untuk mengatasi pemanasan global (global warming) yang

disebabkan peningkatan karbon dioksida di udara. Dalam kerangka pelaksanaan

perdagangan emisi karbon dunia maka percepatan pengadaan RTH dimaksudkan

untuk menyerap karbon dioksida ke dalam jaringan tumbuhan.

Dewasa ini tren pembangunan ke arah serba beton dan besi dengan anti

ruang perkotaan sudah menyebar kemana-mana. Tren tersebut seharusnya

diimbangi dengan pengembangan lansekap yang bertumpu pada alam seperti

RTH.

Gangguan yang terlihat sekarang bahwa RTH telah banyak berubah

menjadi lahan beton dan baja. RTH tersebut telah tergantikan oleh kemegahan

gedung-gedung pencakar langit. Namun bukan berarti sebuah kota harus

terhambat pembangunannya hanya karena mengedepankan aspek keseimbangan

lingkungan. Sebuah kota tetap dapat mempertahankan aspek pembangunan tetapi

tidak mengenyampingkan aspek lingkungan. Kota yang demikian harus mencari

alternatif solusi untuk mempertahankan kesetimbangan ingkungannya. Diantaranya

adalah dengan melakukan pembangunan jalan dan monorail, pemberdayaan

angkutan massal, dan penambahan RTH. Kondisi ideal RTH Surabaya yang

seharusnya memenuhi 20% luas kota atau sekitar 6.527.353,6 ha RTH. Menurut

data Bappeko, luasan RTH kota Surabaya tahun 2011 sebesar 6.671,21 Ha. Jika

Page 14: Kota Surabaya

I - 14

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

dibandingkan dengan luas Kota Surabaya yang sebesar 33.084 Ha, maka luas

RTH mencapai 20,19 % dari luas kota.

Sedangkan langkah paling efektif untuk dapat mengatasi besarnya timbulan

sampah di Kota Surabaya adalah dengan mereduksi sampah dari sumbernya

langsung. Menyadari akan hal tersebut maka Pemerintah Kota Surabaya membuat

program – program yang disusun untuk dapat mereduksi sampah dari sumbernya

langsung diantaranya :

Rumah Kompos

Jumlah penduduk yang semakin meningkat di Kota Surabaya

menyebabkan timbulan sampah juga semakin meningkat, oleh karena itu alangkah

baiknya jika timbulan sampah tersebut diproses lebih lanjut menjadi kompos.

Terdapat 16 rumah kompos di Surabaya, masing -masing terletak di Keputih,

Wonorejo, Rungkut Asri, Tenggilis Utara, Tenggilis Rayon Taman, Bratang, Menur,

Srikana, Keputran, Gayungsari, Bibis Karah, Jambangan, Putat Jaya, Sonokwijena,

Benowo, dan Sumberejo.

Rumah kompos di Kota Surabaya melakukan proses pengolahan sampah

organiknya berasal dari daun-daun dan ranting pohon. Di samping itu juga

menggunakan keranjang takakura dalam pengolahan sampah di Surabaya. Melalui

proses metabolisme mikro organisme, dalam kondisi cukup oksigen, bahan organic

sampah dapat diuraikan kembali (dekomposisi) menjadi senyawa yang lebih

sederhana hingga membentuk jaringan sel. Proses composting menghasilkan

energy panas, apabila diukur maka temperaturnya akan naik kemudian suhu

menurun pada saat proses composting berakhir, demikian hingga pada waktunya

sudah menjadi kompos.

Green & Clean dan Bank Sampah

Terdapat sekitar 30.000 orang yang telah menjadi kader lingkungan di

kawasan Kota Surabaya. Selain banyaknya kader lingkungan, juga terdapat

beberapa bank sampah di Kota Surabaya yaitu Bank Sampah Bina Mandiri dan

Bank Sampah Rukun Karya, keduanya terletak di Kelurahan Baratajaya,

Kecamatan Gubeng.

Bank Sampah Bina Mandiri menawarkan nasabah untuk menyimpan hasil

penjualan sampahnya dalam bentuk simpanan buku tabungan yang dapat diambil

sewaktu-waktu. Tidak dikenakan biaya administrasi dan prosesnya sangat mudah

untuk membuka rekening serta menabung.

Proses menabung di Bank Sampah adalah nasabah menyetor sampah

yang sudah dipilah, lalu sampah nasabah tersebut ditimbang oleh teller, kemudian

hasil penjualan sampahnya dimasukkan dalam buku tabungan Bank Sampah

Page 15: Kota Surabaya

I - 15

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

Mandiri. Nasabah dapat mengetahui update tabungannya serta mengambilnya

sewaktu-waktu.

Penerapan 3R di Kota Surabaya

Pengolahan sampah berbasis masyarakat di Surabaya dilakukan dengan

mengolah sampah organik menjadi kompos, sampah anorganik dijual pada

pengepul atau dipergunakan menjadi material daur ulang, serta dengan

pengembangan dan peningkatan rumah kompos.

3R terdiri atas reuse, reduce, dan recycle. Reuse berarti menggunakan

kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun

fungsi lainnya. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan

sampah. Dan Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi

barang atau produk baru yang bermanfaat.

Penerapan sistem 3R atau reuse, reduce, dan recycle menjadi salah satu

solusi pengelolaan sampah di samping mengolah sampah menjadi kompos atau

memanfaatkan sampah menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

Dalam perkembangannya, Pemerintah Kota Surabaya telah melakukan beberapa

penjajakan untuk bekerja sama dengan investor dalam memanfaatkan kandungan

gas metana pada TPA Benowo sebagai pembangkit Listrik Tenaga Sampah.

Page 16: Kota Surabaya

I - 16

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD)

KOTA SURABAYA 2011

D. Skema

ISU STRATEGIS PERMASALAHAN KOTA

TEKANAN

Jumlah penduduk yang semakin meningkat turut menyebabkan pencemaran udara di Kota Surabaya

Banyaknya limbah industri, pertanian, dan domestik yang masuk ke badan air akan terserap oleh tanah dan menyebabkan pencemaran tanah.

Kurangnya kesadaran pihak industry dalam mengolah air limbah yang dihasilkan.

RESPON

Kesadaran masyarakat Surabaya sangat

berperan penting guna mewujudkan

Surabaya bebas polusi.

Upaya yang dilakukan pemerintah yaitu

dengan cara membuat kebijakan yang

berperan untuk mereduksi polusi

Adanya pengolahan dari pihak industry

dalam mengolah limbah sebelum

dibuang ke badan air, udara, dan tanah,

STATUS

Banyaknya pencemaran sampah dan transportasi yang menyumbang pencemaran udara di Kota Surabaya

Pencemaran tanah yang berasal dari pertanian, industri, dan domestik.

Pencemaran air dari limbah domestik dan industri.