KORELASI ANTARA KONSENTRASI KALSIUM SERUM DENGAN …
Transcript of KORELASI ANTARA KONSENTRASI KALSIUM SERUM DENGAN …
i
KORELASI ANTARA KONSENTRASI KALSIUM SERUM
DENGAN FUNGSI PARU PENDERITA
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT
(BBKPM) MAKASSAR
CORRELATION BETWEEN SERUM CALCIUM
CONCENTRATION AND LUNG FUNCTION IN PATIENTS
WITH CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE
(COPD) IN THE PUBLIC LUNG HEALTH CENTERMAKASSAR
FARAH FAUZIYAH RADHIYATULQALBI AHMAD
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
ii
KORELASI ANTARA KONSENTRASI KALSIUM SERUM
DENGAN FUNGSI PARU PENDERITA
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT
(BBKPM) MAKASSAR
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Ilmu Biomedik Konsentrasi Fisiologi
Disusun dan diajukan oleh
FARAH FAUZIYAH RADHIYATULQALBI AHMAD
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas segala karunia dan ridho-Nya, sehingga tesis dengan judul
“Korelasi antara Kalsium Serum dengan Fungsi Paru pada Penyakit Paru
Obstruksi Kronik (PPOK) Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM) Makassar”ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Magister Biomedik (M.Biomed) dalam bidang
kedokteran pada program studi Ilmu Biomedik konsentrasi Fisiologi
Universitas Hasanuddin Makassar.Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa hormat dan menghaturkan terima kasih yang
sebesar-besarnya, kepada:
1. Suami saya Aryo Budhi Wicaksono, S.E, yang telah menemani,
banyak membantu, serta mendukung dan mendoakan segala
pencapaian saya. Serta untuk anak saya Qanshana Faiqah
Oksana Aryo, terimakasih sudah bersabar untuk berpisah
dengan ibu selama proses studi ini.
2. Ayahanda tercinta Dr. Ahmad Tanaka, S.Ag, S.Pd, M.Pd dan
ibunda Nurtiah Kadir, S.Pd, M.Pd atas segala dukungan moril
dan materi serta doa yang tidak ada hentinya hingga penulis
bisa mencapai tahap ini.
3. Ayahanda mertua Alwi, dan ibunda mertua Nurwiah. K, yang
telah menggantikan peran saya sebagai ibu membantu
menjaga dan merawat Qanshana dengan baik.
4. Dr. dr. Ika Yustisia, M.Sc, selaku ketua program studi ilmu
Biomedik Universitas Hasanuddin Makassar.
5. dr. Arif Santoso, Sp.P(K), Ph.D, FAPSR dan dr. Andriany
Qanitha, M.Sc, Ph.D selaku pembimbing 1 dan 2 atas segala
vi
ilmu dan arahan yang telah diberikan selama proses
penyelesaian studi ini.
6. Prof. Dr. dr. Wardihan Sinrang, M.S., Sp.And, Dr. dr. Irfan Idris,
M.Kes, dan dr. Andi Ariyandi, Ph.D yang telah memberikan
banyak masukan pada saat ujian proposal dan ujian seminar
hasil.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Dengan keterbatasan pengalaman ilmu maupun pustaka yang
ditinjau, penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan
membutuhkan pengembangan lanjut agar benar-benar bermanfaat. Oleh
sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar tesis ini
lebih sempurna serta sebagai masukan bagi penulis untuk penelitian dan
penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita
semua terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Makassar,18 Juni 2020
Farah Fauziyah R. Ahmad
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HalamanJudul i
Halaman Pengajuan Tesis ii
Halaman Pengesahan iii
Pernyataan Keaslian iv
Kata Pengantar v
Daftar Isi vii
Daftar Tabel x
Daftar Grafik xi
Daftar Lampiran xii
Abstrak xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
1. Tujuan Umum 4
2. Tujuan Khusus 4
D. Manfaat Penelitian 5
1. Manfaat Pengembangan Ilmu 5
2. Manfaat Aplikasi 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) 6
1. Definisi 6
2. Epidemiologi 6
3. Etiologi 7
4. Patogenesis 8
viii
5. Tanda dan Gejala 10
6. Klasifikasi PPOK 11
7. Prognosis 12
B. Kalsium 12
1. Definisi 12
2. Kadar Kalsium 12
3. Fungsi Kalsium 13
4. Hormon yang Mengatur Kalsium 14
5. Metabolisme Absorbsi Kalsium 14
6. Peran Kalsium terhadap Mekanisme
Kontraksi Otot
16
7. Kadar Kalsium Serum dan PPOK 18
C. Kerangka Teori 21
D. Kerangka Konsep 22
E. Hipotesis Penelitian 22
F. DefinisiOperasional 23
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian 25
B. Waktu dan TempatPenelitian 25
C. Populasi dan Sampel 25
1. Populasi 25
2. Sampel 25
D. KriteriaPenelitian 26
1. Kriteria Inklusi 26
2. Kriteria Eksklusi 27
E. Tehnik Pengambilan Sampel 27
ix
F. Alur Penelitian 28
G. Izin Penelitian dan Kelayakan Etik 29
H. Alat dan Bahan Penelitian 29
I. Prosedur Penelitian 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 32
1. Demografi Subjek Penelitian 32
2. Analisis Korelasi Bivariat 37
B. Pembahasan 39
1. Demografi Subjek Penelitian 39
2. Analisis Korelasi Bivariat 46
C. Keterbatasan Penelitian 49
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 50
A. Kesimpulan 50
B. Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 51
x
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Klasifikasi PPOK berdasarkan GOLD 11
2. Definisi Operasional 23
3. Disibusi Subjek Penelititan 35
4. Distribusi Nilai Kalsium Subjek Penelitian Berdasarkan
Klasifikasi derajat PPOK berdasarkan GOLD
35
5. Uji Hipotesis antara Kadar Kalsium Serum Subjek
Penelitian dengan Derajat PPOK berdasarkan GOLD
36
xi
DAFTAR GRAFIK
No. Halaman
1. Mekanisme Transpor Kalsium 16
2. Mekanisme Kerja Otot 18
3. Kerangka Teori 21
4. Kerangka Konsep 22
5. Alur Penelitian 28
6. Frekuensi Jenis Kelamin Subjek Penelitian 32
7. Frekuensi IMT Subjek Penelitian 33
8. Demografi Klasifikasi PPOK Subjek Penelitian 34
9. Korelasi antara Kadar Kalsium Serum dengan KV (%) 37
10. Korelasi antara Kadar Kalsium Serum dengan
VEP1(%)
38
11. Korelasi antara Kadar Kalsium Serum dengan
VEP1/KVP (%)
39
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Rekomendasi Persetujuan Etik 58
2. Check Listfungsi paru 59
3. Kuesioner mMRC 60
4. Proses pemgambilan whole blood pada pasien dengan
PPOK 62
5. Proses pemeriksaan fungsi paru menggunakan alat
spirometer 62
xiii
ABSTRAK
FARAH. Korelasi Antara Kadar Kalsium Serum dengan Fungsi Paru pada
Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) diBalai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar.(dibimbing oleh Arief
Santoso dan Andriyani Qanitha).
Patologi PPOK menunjukkan gangguan inflamasi kronis yang
dapat menyebabkan penyumbatan aliran udara di paru-paru, sedangkan
kalsium diketahui memiliki kemampuan mengembalikan aspek respon
bawaan yang dapat membantu perbaikan akibat gangguan
inflamasi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kalsium serum dengan fungsi paru pada penderita Penyakit Paru
Obstruksi Kronik (PPOK).
Penelitian ini menggunakan metode cross sectional.Sampel
penelitian dipilih menggunakan teknik purposive sampling dengan
beberapa kriteria, terdiri atas 36 orang penderita PPOK. Data diperoleh
dengan mengambil sampel darah untuk pemeriksaan kalsium serum dan
dilakukan pemeriksaan fungsi paru yakni, Kapasitas Vital (KV), Volume
Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) dan Volume Ekspirasi Paksa detik
pertama dibandingkan dengan Kapasitas Vital Paksa (VEP1/KVP
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
fungsi paru dan kalsium serum (P> 0,05), diperlukan penelitian lebih lanjut
dengan sampel yang lebih besar dan penelitian dengan menggunakan
variabel lebih spesifik yaitu serum ion kalsium.
Kata Kunci : PPOK, kalsium serum, fungsi paru
xiv
ABSTRACT
FARAH. Correlation Between Serum Calcium Level and Lung Function of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) Patientsin in Community
Pulmonary Health Center Of Makassar. (Supervised by Arief Santoso and
Andriyani Qanitha)
The pathology of COPD suggests a chronic inflammatory disorder
that can cause obstruction of airflow in the lungs, whereas calcium is
known to have the ability to reverse aspects of the response that can help
with damage from inflammatory disorders. This study aims to determine
the correlation between serum calcium and lung function in patients with
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
This study used a cross sectional method. Samples in this study
were selected based on the inclusion criteria consisting of 36 people with
COPD. The data were obtained by taking blood samples for serum
calcium examination and direct lung function examinations using a
spirometer, include Vital Capacity (VC), Forced Expiratory Volume in One
Second (FEV1) and Forced Expiratory Volume in One Second compared
to Forced Vital Capacity (VEP1 / FVC).
There is no significant correlation between lung function and serum
calcium where the value of p >0.05, further research is needed with a
larger sample and using a more specific variable, namely serum calcium.
Keywords : COPD, serum calcium, lung function
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PPOK merupakan salah satu penyakit paru pada saluran napas
yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang tidak reversible
atau reversible parsial(PDPI, 2003; GOLD, 2019).Menurut GOLD (Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease), PPOK terbagi dalam
beberapa kategori yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat.Klasifikasi
ini dibagi berdasarkan fungsi paru dari hasil pemeriksaan spirometri
setelah dilakukan pemberian terapi bronkodilator (GOLD, 2019).
PPOK menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk di
Indonesia.Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitaspenyakit ini terus
meningkat.Menurut WHO sebanyak 64 juta orang menderita PPOK dan 3
juta orang meninggal karenanya.WHO memprediksi PPOK menjadi
penyebab kematian utama ke-3 di dunia pada tahun 2020(WHO, 2017).
Tetapi saat ini PPOKtelah menjadi penyebab utama kematian ke-4 di
dunia(Julike, 2018).
Di Indonesia prevalensi PPOK pada tahun 2013 mencapai 3,7
persen. Provinsi dengan prevalensi PPOK tertinggi mencapai 10%, terjadi
di Nusa Tenggara Timur(Sidabutar, Rasmaliah and Hiswani, 2014).Di
2
Medan pada tahun 2015didapatkan sebanyak 170 penderita dengan
sebaran berdasarkan jenis kelamin laki-laki 146 jiwa (85,9%) dan
perempuan 24 jiwa (14,1%)(Julike, 2018; Sidabutar, Rasmaliah and
Hiswani, 2014). Sedangkan di Sulawesi Selatan PPOK merupakan
penyebab kematian pertama untuk penyakit tidak menular berbasis rumah
sakit rawat inap yang berjumlah 43 kasus pada tahun 2016(Junaidin,
Syam and Irwan, 2019). Menurut data rekam medis dari Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar jumlah kasus PPOK
periode Januari sampai Juli 2019 terdapat 419 kasus dan menjadi urutan
ke-enam daftar penyakit rawat jalan terbesardi Kota Makassar.
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa pada penderita PPOK
memiliki nilai kalsium serum yang cenderung rendah (Rompies, R.,
Sumampow, C. and Wahani, A. 2016).Penurunan nilai kalsium pada
penderita PPOK, selain karena nutrisi juga sangat dipengaruhi oleh asap
rokok.Menurut data, prevalensi perokok di Indonesia merupakan yang
tertinggi di dunia dan diprediksi lebih dari 97 juta penduduk Indonesia
terpapar asaprokok (Riskesdas, 2013). Merokok dapat mengganggu
pensinyalan kalsium, sehingga fungsi kalsium yang merupakan pembawa
pesan utama dalam semua fungsi fisiologis terutama fungsi pernapasan
juga dapat terganggu.(Khalloufi et al. 2017).
Pada penelitian ini dilakukan pembagian nilai kadar kalsium
menjadi 3 kategori yaitu <9 mg/dL, 9-10 mg/dL, dan >10
mg/dL.Pembagian ini ditetapkan oleh peneliti karena belum terdapat
3
sumber pustaka yang dapat dijadikan acuan dalam pembagian klasifikasi
ini. Kadar kalsium dalam tubuh pada umumnya akan selalu berada dalam
ambang batas normal, hal ini terjadi karena terdapat peran homeostatis
dalam tubuh.
Jumlah penderita PPOK masih tinggi sampai saat ini, sedangkan
penelitian mengenai kadar kalsium dikaitkan dengan proses respirasi
masih sedikit dilakukan, maka berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai korelasi antara kadar kalsium
serum dengan fungsi parupada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK).
4
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalahapakah
terdapatkorelasi antara kadar kalsium serum dengan fungsi paru pada
penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui korelasi antara kadar kalsium serum dengan fungsi
paru pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui demografi subjek penelitian
b. Mengetahui distribusi nilai kalsium serum dan fungsi paru
berdasarkan derajat PPOK
c. Mengetahui perbandingan antara kadar kalsium serum dengan
fungsi paru pada penderita PPOK
d. Menganalisis korelasi antara kadar kalsium serum dengan
fungsi paru pada penderita PPOK
5
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Pengembangan Ilmu
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan di bidang Ilmu Fisiologi dan Penyakit Paru, serta dapat
memberikan gambaran mengenai korelasi antara kadar kalsium serum
dengan fungsi paru penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).
2. Manfaat Aplikasi
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi
penelitian selanjutnya, serta dapat digunakan sebagai acuan dalam
melakukan penatalaksanaan pemberian diet tinggi kalsium atau
pemberian suplemen bagi penderita PPOK dalam upaya meningkatkan
fungsi paru.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
1. Definisi
PPOK merupakan salah satu penyakit paru pada saluran napas
yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang tidak reversible
atau reversible parsial, berkaitan dengan respon inflamasi dan
berkontribusi terhadap besarnya derajat penyakit(GOLD, 2019).
2. Epidemiologi
PPOK menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk di
Indonesia.Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas penyakit ini terus
meningkat. Menurut WHO sebanyak 64 juta orang menderita PPOK dan 3
juta orang meninggal karenanya, WHO memprediksi PPOK menjadi
penyebab kematian ke 3 di dunia pada tahun 2020(WHO, 2017). Tetapi
pada tahun 2018 PPOK telah menjadi penyebab utama kematian ke-4 di
dunia(Julike, 2018).
Di Indonesia prevalensi PPOK pada tahun 2013 mencapai 3,7
persen. Provinsi dengan prevalensi PPOK tertinggi mencapai 10%, terjadi
di Nusa Tenggara Timur(Sidabutar, Rasmaliah and Hiswani, 2014). Di
7
Medan pada tahun 2015 didapatkan sebanyak 170 jiwa penderita PPOK
dengan sebaran berdasarkan jenis kelamin laki-laki 146 jiwa (85,9%) dan
perempuan 24 jiwa (14,1%)(Julike, 2018; Sidabutar, Rasmaliah and
Hiswani, 2014). Sedangkan di Sulawesi Selatan, PPOK merupakan
penyebab kematian pertama untuk penyakit tidak menular berbasis rumah
sakit rawat inap yang berjumlah 43 kasus pada tahun 2016(Junaidin,
Syam and Irwan, 2019). Berdasarkan data dari Balai Besar Kesehatan
Paru Masyarakat (BBKPM) Makassar, jumlah kasus PPOK periode
Januari sampai Juli 2019 sebanyak 419 kasus dan menjadi urutan ke-
enam daftar penyakit rawat jalan terbesar di Kota Makassar.
3. Etiologi
Penyebab penyakit ini belum diketahui secara jelas.Namun
penyakit ini dikaitkan dengan beberapa faktor risiko (Julike, 2018)antara
lain:
a. Merokok dalam waktu yang lama. Asap rokok dapat merusak
epitel bronchial pada cilia, goblet, dan club cell. Para perokok
aktif dan perokok pasifakan terjadi drainase lendir yang
terganggu pada saluran pernapasannya, yang disebabkan oleh
kelumpuhan bulu getar selaput lendir. Hal ini dapat
menyebabkan semakin banyaknya bakteri yang tumbuh
(Aurelie et al. 2019)
b. Polusi udara, studi sebelumnya menjelaskan bahwa salah satu
penyebab terjadinya PPOK adalah polusi udara, dalam hal ini
8
termasuk polusi udara terkait lalu lintas, rumah tangga, paparan
pekerjaan, dsb. Studi tersebut menunjukan bahwa paparan
polusi udara terkait asap rumah tangga menjadi penyebab
kematian PPOK sebesar 1/3 kematian.
c. Infeksi paru berulang, pada beberapa kasus ditemukan adanya
infeksi virus atau infeksi parasit yang berulang, seperti infeksi
parasit visceral leishmaniasis (LV) yang dapat terjadi di
beberapa daerah tertentu seperti Maroko (Wang. F., Ni. S S.,
and Liu., H 2016).
d. Infeksi TB. Terdapat gambaran fibrotik klasifikasi yang minimal
yang merupakan gambaran khas tuberculosis, ini dimasukkan
dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis
(SOPT)(Wang. F., Ni. S S., and Liu., H 2016).
e. Umur
f. Jenis kelamin,
g. Ras
h. Defisiensi alfa-1 antitripsin dan defisiensi anti oksidan
4. Patogenesis
PPOK terjadi karena pada bagian luar dinding saluran napas terjadi
peningkatan formasi folikel limfoid yang menyebabkan penebalan pada
saluran napas kecil, sehingga dapat terjadi restriksi pada jalan napas.
Proses yang terjadi tersebut akan membuat lumen saluran napas
9
mengecil dan berkurang akibat tertumpuknya eksudat inflamasi pada
mukosa(Yudhawati and Prasetiyo, 2019).
Studi sebelumnya mengatakan bahwa terdapat kaitan antara epitel
bronkus dengan molekul adhesi yaitu melalui ekspresi CD146.Sel epitel
bronkus normal terhubung satu sama lain oleh molekul adhesi sel,
sehingga ketika molekul adhesi ini tidak ada, yang pasti akan
menyebabkan sel epitel terpisah dan luruh. Mereka menunjukkan bahwa
ekspresi CD146 menurun secara signifikan di jaringan paru-paru penderita
PPOK yang perokok.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hilangnya
fungsi CD146 merusak integritas endotel paru.Selain asap rokok, salah
satu yang dapat memicu hal tersebut adalah polusi asap dan radikal
bebas (Verma, S.K et al. 2009).
Stress oksidatif akan timbul karena dipengaruhi oleh gas polutan,
dan selanjutnya akanmenyebabkan terjadinya peroksidasi lipid.
Kerusakan sel dan inflamasi dapat terjadi karena adanya kerusakan
peroksidasi lipid.Sel makrofag alveolar akan diaktifkan karena proses
inflamasisehinggaterjadi proses pelepasan faktor kemotaktik neutrofil
seperti interleukin 8, leukotrien B4,tumor necrosis factor (TNF), monocyte
chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactiveoxygen species (ROS)(Saetta et
al., 2001).
Radikal bebas akan menyebabkan batuk kronis yang akan
membuat perubahan fungsi paru sekunder setelah perubahan struktur
saluran napas. (GOLD, 2019).
10
Sedangkan air trapping disebabkan oleh penumpukan udara dalam
alveoli pada saat inspirasi namun tidak dapat keluar pada saat
ekspirasi.Hal ini dapat terjadi karena adanya kerusakan yang
menyebabkan obstruksi pada bronkiolus terminalis. Gejala yang muncul
akibat dari proses ini yaitu adanya keluhan sesak napas. Obstruksi
tersebut juga dapat menyebabkan pemanjangan fase ekspirasi sehingga
terjadi kelainan fungsi-fungsi paru (ventiasi, distribusi gas, difusi gas,
maupun perfusi darah).(PDPI, 2003).
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala terbagi menjadi dua yaitu bronkitis kronis (blue
bloater) dan gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers). Secara
umum pasien datang dengan keluhan sebagai berikut: badan lemah,
sesak napas saat aktivitas, batuk berdahak, dan napas berbunyi (mengi).
Pada pemeriksaan fisik akan sering dijumpai ekspirasi yang
memanjang, Barrel Chest, penggunaan otot bantu pernapasan, suara
napas yang melemah, pernapasan paradoksal, edema kaki,dan asites.
(Wirdani, 2018).
11
6. Klasifikasi PPOK
Selain pemeriksaan fisik, diperlukan juga pemeriksaan spirometri
yang dapat dibagi dalam klasifikasi GOLD 1, 2, 3, dan 4.Spirometri
merupakan gold standaruntuk mendiagnosis PPOK(PDPI, 2003; GOLD,
2019).Pengukuran spirometri dilakukan dengan memenuhi kapasitas
udara kemudian dikeluarkan secara paksa dari titik inspirasi maksimal, ini
disebut dengan kapasitas vital paksa (KVP), selanjutnya kapasitas udara
yang dikeluarkan pada detik pertama atau volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1), dan rasio kedua pengukuran tersebut
(VEP1/KVP)(Vestbo et al., 2013).
GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease)
merupakan acuan pedoman dalam penanganan penderita penyakit
pernapasan. Menurut GOLD PPOK dibagi menjadi beberapa klasifikasi
yang didasarkan pada pemeriksaan spirometri setelah dilakukan terapi
bronkodilator (Vestbo et al., 2013).
Tabel2.1.Klasifikasi PPOK berdasarkan GOLD
Pada Pasien dengan VEP1 / KVP < 0,7
GOLD 1 Ringan VEP1 ≥ 80% prediksi
GOLD 2 Sedang 50% ≤ VEP1 < 80% prediksi
GOLD 3 Berat 30% ≤ VEP1 < 50% prediksi
GOLD 4 Sangat Berat Sangat Berat VEP1 < 30% prediksi
12
7. Prognosis
PPOKmerupakan penyakit yang progresifdan berlangsung seumur
hidup, dapat memburuk dari tahun ke tahun.Banyak hal yang dapat
mempengaruhi perjalanan penyakit ini, seperti kebiasaan merokok, polusi
udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca(Julike,
2018).
B. Kalsium
1. Definisi
Kalsium merupakan suatu mineral yang terdapat dalam tubuh
manusia yaitu sejumlah 1,5% sampai dengan 2% dari berat badan. 99%
kalsium yang terdapat ditulang dan sebanyak 1% terdapat di dalam cairan
tubuh seperti serum darah dan sel-sel tubuh(Guyton and Hall, 2011).
Kalsium juga banyak berperan dalam proses fisiologis dan patologis yang
teerjadi dalam tubuh(Pu, Chen and Xue, 2016).
2. Kadar Kalsium
Umumnya kadar kalsium dalam darah terus dikontrol agar
kadarnya tetap normal. Ketika terjadi hipokalsemia (penurunan kadar
kalsium dalam darah) maka tulang mengeluarkan kalsium untuk
mengembalikkan kadar normalnya. Sementara saat terjadi keadaan
kalsium dalam darah yang tinggi (hiperkalsemia) maka kalsium yang
berlebih tersebut disimpan dalam tulang atau dikeluarkan dari tubuh
13
melalui air seni dan feses(Amran, 2018).Kadar kalsium serum normal yaitu
8–10 mg/dl (2–2,5 mmol/L) dan kadarion kalsium normal yaitu 4-5,6 mg/dL
(1-1,4 mmol/L)(Mutia, 2018)(Li et al., 2013).
Meski ada banyak variasi asupan, penyerapan dan ekskresi
kalsium, konsentrasinya dalam darah tetap sangat konstan. Hal ini terjadi
karena ada mekanisme kontrol pertukaran di tempat untuk memastikan
bahwa kalsium selalu tersedia untuk memudahkan komunikasi yang
efisien antara sel dan untuk memastikan bahwa proses ini berjalan secara
terus menerus.
Di dalam sel eritrosit manusia kalsium total konsentrasinya bisa
bervariasi dari 0,8mg/L dan akan menjadi > 200mg/L pada sel otot atau
trombosit. Lebih dari 99,9% dari kalsium intraselular ini terikat pada
struktur sel termasuk nukleus, mitokondria dan retikulum
endoplasma(Mutia, 2018).
3. Fungsi Kalsium
Fungsi kalsium diantaranya adalah:
a. Membentuk struktur tulang dan gigi sebagai cadangan kalsium
tubuh. (Shita and Sulistiyani, 2010).
b. Peran kalsium adalah untuk kontraksi dan eksitasi otot jantung
dan otot lainnya. (Setyorini et al., 2009).
c. Kalsium juga memiliki peran dalam proses pembentukan
hormon.
14
d. Kalsium dapat membantu melenturkan otot pembuluh darah
sehingga memudahkan lepasnya plak atau endapan yang
menempel pada pembuluh darah.
e. Kalsium dapat mengurangi risiko kanker usus besar dengan
cara menekan efek iritasi pada usus yang disebabkan asam
empedu(Mann and Truswell, 2002).
f. Peran kalsium juga berpengaruh terhadap regulasi tekanan
darah, termasuk menurunkan aktivitas sistem renin-angiotensin,
meningkatkan keseimbangan natrium dan kalium, serta
menghambat konstriksi pembuluh darah(Sheerwood, 2013)
4. Hormon yang Mengatur Kalsium
Metabolisme kalsium diatur tiga hormon utama yaitu hormon
paratiroid (PTH), kalsitonin dan hormon kalsitriol (1,25
dihidroksikolekalsiferol/ vitamin D)(Guyton and Hall, 2011).
5. Metabolisme Absorbsi Kalsium
Absorpsi kalsium di usus halus dapat melalui 2 mekanisme, yaitu
aktif dan pasif.Transpor kalsium aktif terjadi terutama di duodenum dan
proximal jejenum, sementara transpor pasif terjadi pada seluruh usus
halus.Duodenum menjadi tempat absorbsi paling efisien karena dapat
mengambil kalsium bahkan pada keadaan diet sangat rendah kalsium
15
melalui mekanisme aktif, dan melalui jalur transcellular, dan
paracellular(Karmaya and Tirtayasa, 2014; Pu, Chen and Xue, 2016).
a. Transcellular Calcium Transport
Transcellular merupakan transpor aktif yang hanya terjadi di
duodenum.Transpor kalsium melalui jalur transcellular digunakan dalam
kondisi fisiologis dan jalur ini semakin penting ketika terjadi peningkatan
kebutuhan kalsium, misalnya ketika hamil dan menyusui. Jalur ini
distimulasi langsung oleh 1,25-(OH)2D3(Mann and Truswell, 2002;
Karmaya and Tirtayasa, 2014; Pu, Chen and Xue, 2016).
b. Paracellular Calcium Transport
Paracellular transport merupakan mekanisme aktif (cellular energy
dependent) dan pasif (calcium gradient dependent).Transport ini penting
terutama ketika terdapat konsentrasi kalsium luminal yang tinggi akibat
asupan kalsium yang tinggi(Pu, Chen and Xue, 2016).
16
Gambar 2.1. Mekanisme Transpor Kalsium (Muliani, 2012)
6. Peran Kalsium terhadap Mekanisme Kontraksi Otot
Terjadinya potensial aksi yang terjadi dalam mekanisme kerja otot
yaitu melalui potensial aksi yang dihantarkan ke ujung saraf motorik,
sehingga saraf akan melepaskan neurotransmitter asetilkolin ke celah
sinaps dan selanjutnya akan berdifusi melalui celah sinaps, setelah itu
asetilkolin akan menempel pada reseptornya.Hal inilah yang
menyebabkan ion natrium masuk ke serabut saraf dan terjadi depolarisasi.
17
Cross bridge merupakan jembatan silang yang memungkinkan
terjadinya penempelan aktin pada miosin, cross bridge tersebut terjadi
karena sisi aktin terbuka, hal tersebut terjadi karena proses potensial aksi
yang melewati tubulus T transversus menuju ke retikulum sarkoplasma
(RS) sehingga ion kalsium yang tersimpan akan terlepas dan berikatan
dengan troponin C, hal itulah yang membuka sisi aktin dan membentuk
cros bridge(Sheerwood, 2013)
Di kepala miosin, ATP akan dihidrolisis menjadi ADP dan fosfat,
sehingga menjadi energi kontraksi, inilah yang menyebabkan bergesernya
serabut satu sama lain dan membentuk kontraksi, ketika ATP baru
menempel maka ikatan aktin dan miosin akan terlepas. Setelah itu, ion
kalsium akan masuk dan disimpan di dalam RS hingga potensial aksi otot
baru datang lagi. Bila kadar kalsium di RS rendah maka interaksi antara
aktin dan miosin terhenti, tropomiosin kembali menutup sehingga otot
akan berelaksasi. Proses ini terus berulang ketika otot
berkontraksi(Sheerwood, 2013).
18
Gambar 2.2. Mekanisme Kerja Otot
7. Kadar kalsium serum dan PPOK
Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa asupan nutrisi
yang terhambat dapat menyebabkan defisiensi nutrisi dan resiko individu
terkena infeksi meningkat, begitu juga dengan mineral, dalam hal ini yaitu
kalsium.Makrofag alveolar pada PPOK telah menunjukan gangguan
fagositosis bakteri dan sekresi sitokin yang tidak teratur dan bergantung
oleh proses kalsium. Jumlah neutrofil dan makrofag yang bertambah
menyebabkan ketidakmampuan membersihkan bakteri patogen, hal inilah
yang dapat menyebabkan eksaserbasi yang berulang sehingga PPOK
semakin memburuk (Aubrer.M., and Viires. N: 1998)
Makrofag alveolar mampu merusak fagositosis bakteri sehingga
memerlukan internalisasi dari f-aktin sehingga terjadi penataan ulang
19
sitoskeleton, hal ini membutuhkan pembentukan phagolysosome yang
efektif. Proses tersebut membutuhkan peran kalsium dalam mengatur
respon kekebalan terhadap bakteri (Aubrer. M., and Viires. N: 1998).
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kalsium juga terbukti
berkaitan dengan sekresi sitokin yang terkait dengan respon imun bawaan
seperti TNFα, IL2, IL6, IL8, IL12, dan IL23).Terdapat juga hipotesis bahwa
kalsium dapat memberikan satu jalan untuk memulihkann aspek-aspek
respon bawaan. Hal tersebut juga bersesuaian dengan penelitian lain
yang mengatakan bahwa kalsium ekstraseluler, membran sel, dan kalsium
channel berkaitan dengan phagolysosome dalam fagositosis dan
pembentukan oksidatif fagosomal, serta sekresi sitokin inflamasi (Aubrer.
M., and Viires. N: 1998).
PPOK dapat disebabkan oleh paparan polusi udara dan partikel
berbahaya termasuk asap rokok serta pencemaran udara dari dalam
maupun luar ruangan yang berlangsung lama. Sebagai kompensasi
terhadap hal tersebut maka dibutuhkan peran otot-otot pernapasan.Otot
asesori pada leher dan dada bagian atas ikut digunakan secara
berlebihan untuk meningkatkan pergerakan dinding dada. Otot-otot ini
tidak dapat digunakan jangka panjang karena akan berakibat pada
kelelahan (Tarigan, 2008).
Kalsium diketahui memiliki peran terhadap kinerja otot, pengaturan
kontraksi dan relaksasi otot, yaitu berdasarkan aktin dan miosin. Ion
kalsium berfungsi untuk melakukan potensial aksi terhadap otot sehingga
20
massa otot dapat dipertahankan termasuk otot-otot pernapasan sebagai
usaha dalam mempertahankan ventilasi paru (Marieb and Hoehn, 2007).
Penyebab utama dari PPOK adalah merokok yang telah dilaporkan
dapat menurunkan tingkat CFTR (cystic fibrosis transmembrane
conductance regulator) yang berfungsi menjaga saluran udara tetap
bersih dari partikel-partikel asing yang masuk dan memastikan lendir yang
dikeluarkan terhidrasi dengan cukup untuk pergerakan sepanjang
permukaan partikel.CFTR diatur oleh ion kalsium. Paparan asap rokok
akan meningkatkan Ca+ bebas sistolik dalam epitel saluran napas.
Peningkatan Ca+ sitosol berkontribusi terhadap hilangnya CFTR yang
pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kadar cairan permukaan
saluran napas yang disekresikan. (Braun. 2014)
21
C. Kerangka Teori
Gambar 2.3. Kerangka Teori
Paparan polusi udara dan
asap rokok
Penurunan CFTR
Proses inflamasi
Peran kalsium
dalam melakukan
perbaikan
Stress oksidatif dan peroksidasi lipid
Sel makrofag alveolar teraktivasi
Dilepaskannya faktor kemotaktik neutrofil
Penurunan kadar cairan permukaan
saluran napas yang disekresikan
Perubahan pada bagian paru
Peran otot-otot pernapasan
22
D. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel dependen
VariabelAntara
Gambar 2.4. Kerangka Konsep
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat korelasi antara kadar
kalsium serum dengan fungsi paru pada penderita PPOK.
Fungsi paru penderita PPOK
Konsentrasi
Kalsium serum
Penyakit yang dapat menurunkan kadar kalsium dalam tubuh
(penyakit paratiroid, gagal ginjal kronis, luka bakar yang luas,
pankreatitis)
23
F. Definisi Operasional
Tabel 2.2.Definisi operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Penderita
PPOK
Penderita PPOKyang datang
berobat di BBKPM dan
terkonfirmasi PPOK oleh
dokter ahli paru.
2. Klasifikasi
PPOK
Klasifikasi penderita PPOK
berdasarkan GOLD, yaitu
berdasarkan nilai fungsi paru
pemeriksaan spirometri
setelah dilakukan terapi
bronkodilator.
Spirometer Ordinal
3. KV
(Kapasitas
Vital)
Jumlah alian udara yang dapat
diekspirasi oleh pasien setelah
melakukan inspirasi
Spirometer Numerik
4. VEP1
(Volume
Ekspirasi
Paksa detik
pertama)
Merupakan jumlah udara
dalam liter yang dapat
diekspirasi maksimal secara
paksa pada detik pertama
setelah inspirasi maksimal.
VEP1 dapat diukur setelah
pasien melakukan perasat
KVP.
Spirometer Numerik
5. VEP1/KVP
(Volume
ekspirasi
detik
pertama /
Kapasitas
Vital Paru)
Perbandingan nilai VEP1dan
KVP yaitu perbandingan udara
yang dapat ditarik dan
dihembuskan dalam satu kali
bernapas penuh dalam satu
detik
Spirometer Numerik
24
6. Kadar
kalsium
serum
Jumlah zat kalsium yang
terdapat pada serum (dalam
satuan mg/dL), pemeriksaan
dilakukan oleh analis
kesehatan dengan
menggunakan metode
Arsenaso III
Dibagi menjadi 3:
1. <9 mg/dL
2. 9-10 mg/dL
3. >10 mg/dL
Ordinal
7. Indeks
Massa
Tubuh
Perolehan nilai dari
pengukuran tinggi badan dan
berat badan penderita PPOK
untuk melihat status gizi.
Dengan cara berat badan
dalam satuan kilogram dibagi
dengan tinggi badan dalam
satuan meter dan
dipangkatkan 2. Pembagian
klasifikasi berdasarkan
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Stature
meter dan
timbangan
berat badan
digital
1. Underweight =
< 17.0-18.4
2. Normal = 18.5-
25.0
3. Overweight =
25.1- >27.0
Ordinal