Konveksi Alami Dan Paksa

17
Nama : Nur Fitriany Kelas : 4 KB NIM : 0613 3040 0328 Mata Kuliah : Perpindahan Panas Perpindahan kalor konveksi terjadi akibat adanya perbedaan suhu, dimana kalor berpindah dari tempat yang bersuhu lebih tinggi ke tempat yang bersuhu lebih rendah. Perpindahan kalor secara konveksi dan konduksi sama-sama membutuhkan medium, tetapi dalam konveksi, aliran kalor juga melibatkan pergerakan fluida. Konveksi dapat terjadi secara alami maupun paksa. Suatu konveksi dikatakan terjadi secara alami apabila aliran kalor terjadi akibat adanya sebab alami, bukan akibat adanya gaya paksa dari luar. Contoh dari sebab alami ini adalah buoyancy force atau gaya apung, yang timbul akibat adanya perbedaan densitas pada fluida setelah menerima kalor Gerakan fluida dalam konveksi bebas, baik fluida tersebut gas maupun cair, terjadi karena adanya gaya apung (buoyancy force) yang dialaminya. Gaya apung (bouyancy force)dari suatu fluida ialah gaya angkat yang dialami suatu fluida apabila densitas fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya apung tidak akan terjadi apabila fluida tersebut tidak mengalami gaya dari luar seperti gravitasi (gaya berat). Walaupun gravitasi bukanlah satu- satunya medan gaya luar yang dapat menghasilkan arus konveksi

description

konveksi alami

Transcript of Konveksi Alami Dan Paksa

Nama : Nur Fitriany

Kelas : 4 KB

NIM : 0613 3040 0328

Mata Kuliah : Perpindahan Panas

Perpindahan kalor konveksi terjadi akibat adanya perbedaan suhu, dimana kalor

berpindah dari tempat yang bersuhu lebih tinggi ke tempat yang bersuhu lebih rendah.

Perpindahan kalor secara konveksi dan konduksi sama-sama membutuhkan medium, tetapi

dalam konveksi, aliran kalor juga melibatkan  pergerakan fluida. Konveksi dapat terjadi

secara alami maupun paksa. Suatu konveksi dikatakan terjadi secara alami apabila aliran

kalor terjadi akibat adanya sebab alami, bukan akibat adanya gaya paksa dari luar. Contoh

dari sebab alami ini adalah buoyancy  force atau gaya apung, yang timbul akibat adanya

perbedaan densitas pada fluida setelah menerima kalor

Gerakan fluida dalam konveksi bebas, baik fluida tersebut gas maupun cair, terjadi

karena adanya gaya apung (buoyancy force) yang dialaminya. Gaya apung (bouyancy

force)dari suatu fluida ialah gaya angkat yang dialami suatu fluida apabila densitas fluida di

dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya apung

tidak akan terjadi apabila fluida tersebut tidak mengalami gaya dari luar seperti gravitasi

(gaya berat). Walaupun gravitasi  bukanlah satu-satunya medan gaya luar yang dapat

menghasilkan arus konveksi  bebas, fluida yang terkurung dalam mesin rotasi mengalami

medan gaya sentrifugal, dan area tersebut mengalami arus konveksi bebas bila salah satu atau

beberapa permukaannya yang dalam kontak dengan fluida itu dipanaskan. Jadi,  jika densitas

fluida di dekat permukaan dinding berkurang, maka fluida akan  bergerak ke atas membawa

kalor, dan digantikan dengan fluida di atasnya yang densitasnya lebih besar. Densitas fluida

ini juga akan berkurang akibat  pemanasan, kemudian bergerak ke atas membawa kalor. Dan

fluida berikutnya yang densitasnya lebih besar bergerak ke permukaan dinding, begitu

seterusnya. Gaya apung yang menyebabkan arus konveksi bebas disebut gaya badan (body

force).

Laju perpindahan kalor suatu benda sebanding dengan beda temperatur antara benda

dengan fluida sekelilingnya. Dapat dirumuskan menjadi

Q = h.A.(To - T∞).

Dimana :

Q = laju perpindahan kalor (W)

h = koefisien perpindahan panas (W/m2K)

A = Luas permukaan objek (m2)

To = Temperatur permukaan objek (K)

T∞ = Temperatur lingkungan/fluida (K) [4].

Laju perpindahan kalor (Q) merupakan besarnya perpindahan panas yang terjadi terhadap

suatu objek. Koefisien perpindahan panas (h) merupakan koefisien konveksi aliran. Luas

permukaan objek (A) adalah luas permukaan yang dikenakan perpindahan panas. Ada

beberapa rumus luasan yaitu :

a. Pada plat datar (A = P x L)

b. Pada silinder (Ar = 2πrL)

Gradien temperatur (∆T) merupakan selisih temperatur antara temperatur objek dan

temperatur lingkungan/fluida[5].

Konveksi adalah proses perpindahan kalor dari satu bagian fluida ke bagian lain fluida

oleh pergerakan fluida itu sendiri. Konveksi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu konveksi

alamiah dan konveksi paksa.

a. Dimana konveksi alami adalah konveksi yang terjadi akibat pemaksaan oleh gaya

apung, dimana karena perbedaan massa jenis yang diakibatkan oleh variasi suhu pada

fluida. Sedangkan konveksi paksa terjadi ketika aliran disebabkan oleh gaya dari luar,

seperti kipas, pompa, atau angin di atmosfer. Konveksi alamiah merupakan

pergerakan fluida yang terjadi akibat perbedaan massa jenis. Bagian fluida yang

menerima kalor/dipanasi memuai dan massa jenisnya menjadi lebih kecil, sehingga

bergerak ke atas. Kemudian tempatnya akan digantikan oleh bagian fluida dingin

yang jatuh ke bawah karena massanya jenisnya lebih besar. Contoh: pemanasan air.

Pada pemanasan air, massa jenis air yang dipanasi mengecil sehingga air yang panas

naik digantikan air yang massa jenisnya lebih besar.

Gambar 3.3 Skema konveksi alami [3].

Konveksi Bebas Bidang dan Silinder Vertikal, Silinder Horizontal, dan Plat

Horizontal

A. Konveksi Bebas Dari Bidang dan Silinder Vertikal

Permukaan Isotermal

Untuk permukaan vertikal, angka Nusset dan angka Grashof dibentuk dengan

L, yaitu tinggi permukaan, sebagai dimensi karakteristik. Jika tebal lapisan-

batas tidak besar dibandingkan dengan diameter silinder (D), perpindahan

kalor dapat dihitung dengan rumus seperti untuk plat vertikal, dengan syarat :

...(1)

Untuk permukaan isotermal, nilai untuk konstanta ada pada tabel 1 pada

lampiran, dengan GrfPrf > 109 untuk turbulen. Rumus-rumus yang lebih rumit

diberikan oleh Churchill dan Chu dan berlaku untuk rentang angka Rayleigh

(Ra = Gr Pr) yang lebih luas.

untuk RaL < 109

...(2)

untuk 10-1 < RaL < 1012

dimana Nu adalah koefisien perpindahan kalor konveksi-bebas rata-rata.

Fluks Kalor Tetap

Percobaan-percobaan yang ekstensif mengenai konveksi-bebas dari

permukaan vertikal atau miring ke air pada kondisi fluks-fluks-kalor-tetap,

hasilnya dinyatakan dengan angka Grashof yang dimodifikasi, Gr* :

Dimana qw ialah fluks kalor dinding. Koefisien perpindahan kalor lokal untuk

aliran laminar dikorelasikan oleh rumus

105 < < 1011 ; qw = konstan

Kriteria untuk aliran laminar dengan menggunakan factor tidak sama

dengan yang menggunakan Grx. Transisi lapisan batas akan terlihat bermula

antara dan 4 x 1013 dan berakhir antara 2 x 1013 dan 1014,

dan dilanjutkan sampai . Untuk daerah turbulen, koefisien

perpindahan kalor lokal dikorelasikan oleh

2 x 1013 < < 1016 ; qw = konstan

Korelasi yang dihasilkan dari percobaan yang dilakukan dengan air tersebut

berlaku juga untuk udara. Akan tetapi koefisien perpindahan kalor rata-rata

untuk kasus fluks kalor tetap tidak dapat dievaluasi. Jadi, untuk daerah

laminar, untuk mengevaluasi hx,

qw = konstan

Persamaan untuk bentuk perpindahan kalor lokal dapat dikorelasikan dengan

persamaan , sebagai berikut

Dengan menyisipkan didapatkan

atau

Jadi, bila nilai “karakteristik” m untuk aliran laminar dan turbulen

dibandingkan dengan eksponen , didapatkan

Laminar, :

Turbulen, :

Perumusan Gr* itu mudah digunakan untuk kasus-kasus fluks kalor tetap dan

eksponen karakteristik sangat cocok dengan kerangka yang digunakan untuk

korelasi permukaan isothermal.

Persamaan untuk perubahan hx dengan x pada kedua ragam karakteristik untuk

aliran laminar m = ¼,

Dalam daerah turbulen m = 1/3, didapatkan

= konstan terhadap x

Jadi, dalam hal konveksi bebas turbulen, koefisien perpindahan kalor lokal

hamper tidak berubah dengan x.

Churhill dan Chu menunjukkan bahwa Persamaan ( ) dapat diubah agar

berlaku untuk kasus fluks kalor tetap jika angka Nusselt rata-rata didasarkan

atas fluks kalor dinding dan beda suhu pada pusat plat (x = L/2). Hasilnya

adalah

Dimana dan pada L/2 - T∞

B. Konveksi Bebas Dari Silinder Horizontal

Pada silinder horizontal, persamaan Nusselt yang lebih spesifik dapat

digunakan.

untuk 10-5 < GrPr <

1012

Persamaan yang lebih sederhana tetapi berlaku hanya pada aliran laminar dari 10-6

< GrdPr < 109 :

Persamaan perpindahan kalor dari silinder horizontal ke logam cair

C. Konveksi Bebas Dari Plat Horizontal

Permukaan Isotermal

Koefisien perpindahan-kalor rata-rata dan plat-rata horizontal dihitung dengan

memakai konstanta yang diberikan pada tabel 1 pada lampiran. Dimensi

karakteristik yang digunakan dalam persamaan ini ialah panjang sisi bagi

bujur-sangkar, rata-rata kedua dimensi untuk siku-empat, dan 0,9d untuk

piring bundar. Kesesuaian dapat dicapai jika dimensi karakteristik :

Dimana A adalah luas, dan P merupakan perimeter basah (wetter perimeter)

permukaan itu. Dimensi karakteristik ini juga berlaku untuk bidang berbentuk

taksimetri.

Fluks Kalor Tetap

Untuk fluks kalor tetap pada plat horizontal, dapat digunakan persamaan jika

muka yang dipanaskan menghadap ke atas

untuk GrL Pr < 2 × 108

untuk 2 × 108 < GrL Pr < 1011

Sedangkan untuk muka yang menghadap kebawah, digunakan

untuk 106 < GrL Pr < 1011

Dalam persamaan di atas semua sifat, kecuali β, dievaluasi pada suhu Te yang

didefinisikan dengan

dan Tw adalah suhu dinding rata-rata yang, seperti terdahulu, dihubungkan

dengan fluks kalor oleh

Angka Nusselt, seperti dahulu, dibentuk oleh

Benda Bentuk Tak Teratur

Tidak ada persamaan umum yang berlaku untuk benda padat yang bentuknya

tak teratur. Namun, dapat digunakan

dengan C = 0,775 dan m = 0,208 untuk silinder vertikal yang tingginya sama

dengan diameternya. Angka Nusselt dan angka Grashof dievaluasi dengan

menggunakan diameter sebagai panjang karakteristik.

Tabel 1 Konstanta persamaan untuk permukaan isotermal

Aplikasi Konveksi Alami

Terjadinya angin laut dan angin darat Air laut mempunyai kalor jenis yang lebih

tinggi daripada daratan, sehingga matahari hanya memberikan efek yang sangat kecil

pada suhu lautan. Sebaliknya, daratan menjadi panas sepanjang siang dan menjadi

dingin dengan cepat sepanjang malam. Di dekat pesisir, perbedaan suhu antara

daratan dan lautan ini menimbulkan angin laut pada siang hari dan angin darat

padamalam hari.

b. Konveksi paksa, fluida yang telah dipanasi akan langsung diarahkan oleh sebuah

blower atau pompa. Contoh: Lampu minyak dan sirkulasi udara diruang tamu.

Cerobong asap pabrik dan cerobong asap dapur. Terjadinya angin darat maupun angin

laut.

Gambar 3.2 Skema konveksi paksa [3].

Rumus Perhitungan Konveksi Paksa

Rumusan konveksi paksa erat hubungannya dengan angka Reynolds (Re), Prandtl

(Pr), Nusselt (Nu). Ketiga bilangan ini membentuk persamaan:

Nud = C . Redm . Prn

Ket : Nud = Bilangan Nusselt

Red = Bilangan Reynold

Pr = Bilangan Prandtl

n = 0,4 (Pemanasan)

0,3 (Pendinginan)

Dimana C, m, dan n adalah konstanta yang harus ditentukan dari percobaan [6].

1. Bilangan Reynold

Bilangan tak berdimensi yang mengukur rasio gaya inersia dari fluida dengan

viskositas. Digunakan untuk menentukan kriteria aliran laminar dan turbulen.

Ket: Red = bilangan Reynold

µm = laju aliran udara (m/s)

ρ = massa jenis (kg/m3)

d = diameter (m)

µ = viskositas fluida (kg/m.s)

Batasan:

- Aliran Laminar (Re ≤ 2300)

- Aliran Turbulen (Re ≥ 2300) [1].

2. Bilangan Prandtl

Bilangan Prandtl merupakan bilangan yang digunakan sebagai perbandingan

viskositas kinematik fluida terhadap difusivitas termal fluida.

Pr = =

Dimana: v = viskositas kinematik

a = difusivitas termal (m

2

/s)

µ = viskositas dinamik (kg/m.s)

Cp

= koefisien panas gas (kJ/kg.°C)[6].

Untuk aliran dalam pipa, seperti halnya aliran melewati plat datar profil

kecepatan serupa dengan profil suhu untuk fluida yang mempunyai bilangan

Prandtl satu.

3. Bilangan Nusselt

a. Aliran laminar berkembang penuh

Batasan Red.Pr

Ket:Nud= bilangan Nusselt

µ = viskositas dinamik (kg/m.s)

µw= viskositas dinding (kg/m.s)

D = diameter pipa (m)

L = panjang pipa (m)[6].

b. Aliran turbulen berkembang penuh

Berdasar Sneider & Tate:

Ket: Nud = bilangan Nusselt

µ = viskositas dinamik (kg/m.s)

µw= viskositas dinding (kg/m.s) [1].

c. Aliran turbulen berkembang penuh pada tabung licin

Nud = 0,023. Red0,8.Prn

Batasan : n = 0,4 (Pemanasan)

n = 0,3 (Pendingin)

0,6 < Pr < 100 (untuk aliran turbulen yang tidak berkembang sepenuhnya

didalam tabung licin dan dengan beda suhu moderat antara dinding fluida)

4. Variabel perpindahan panas konveksi

.∆T

Keterangan : 𝑸 = Perpindahan Kalor (joule)

h = Koefisien Konveksi

A = Luas Penampang (m2)

T = Suhu (kelvin)

5. Koefisien Perpindahan Kalor

(W/m2.oC)

Dimana : h =koefisien perpindahan kalor (W/m2.°C)

K =konduktivitas termal (W/m.oC)

Nud =Nusselt number [1].

6. Pemanas Heater

Qheater = h. 2π. r. L ( Tw- Tb ) (Watt)

Ket: Q = Banyaknya kalor (Watt)

h = Koefisien perpindahan kalor (W/m2.°C)

r = Jari-jari (m)

L = Panjang Pipa (m)

Tb = Temperatur udara keluar (°C)

Tw = Temperatur dinding (°C)[6].

7. Suhu Limbak/Suhu Film

Ket: = Suhu film (°C)

Untuk konsep suhu limbak (bulk temperatur) yaitu perpindahan kalor yang

melibatkan aliran dalam saluran tertutup,energi total yang ditambahkan dapat

dinyatakan dengan beda suhu-limbak:

Ket : = massa per satuan waktu (m/kg)

cp = kalor jenis pada tekanan konstan(Joule/Kg oC)

Tw = temperatur dinding (0C)

Tb = temperatur bulk (0C) [6].

Aplikasi Konveksi Paksa

Gambar 3.5 Skema Perpindahan Panas pada Radiator[7].

Salah satu aplikasi konveksi paksa adalah kipas pada radiator mobil. Konveksi paksa

terjadi ketika kipas radiator pada mobil berputar dan menghasilkan tekanan udara ke

radiator yang menyebabkan cairan radiator pada mesin temperaturnya turun.