KONTEKSTUALISASI SUFISME DI...

98
KONTEKSTUALISASI SUFISME DALAM KEMODERNAN DAN KEINDONESIAAN (Studi atas Relevansi Pemikiran Sufisme Nurcholish Madjid di Indonesia) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Akidah Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I.) Oleh M. Leliyanto NIM. 104033101057 PROGRAM STUDI AQIDAH-FILSAFAT FAKULTAS USHULUDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H./2010 M.

Transcript of KONTEKSTUALISASI SUFISME DI...

Page 1: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

KONTEKSTUALISASI SUFISME DALAM KEMODERNAN DAN KEINDONESIAAN (Studi atas Relevansi Pemikiran Sufisme Nurcholish Madjid

di Indonesia)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Akidah Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I.)

Oleh M. Leliyanto

NIM. 104033101057

PROGRAM STUDI AQIDAH-FILSAFAT

FAKULTAS USHULUDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H./2010 M.

Page 2: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang Maha Pencipta dan Yang Maha

Memelihara ciptaan-Nya. Dengan kekuatan-Nya, penulisan skripsi ini telah dapat

terselesaikan, meskipun kekurangan dan kesalahan tentunya masih menghiggapi

penulisan skripsi ini. Salawat dan salam senantiasa terlimpah kepada Nabi

Muhammad Saw., keluaraga, sahabat, serta para pengikutnya yang senantiasa

setia kepada ajarannya hingga akhir zaman.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini, penulis

banyak melibatkan banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung,

ikut memberikan partisipasinya dalam penyusunan atau pun dalam pengumpulan

data yang dibutuhkan dalam skripsi ini. Untuk itu, sudah selayaknya penulis

memberikan penghargaan kepada semua pihak yang tulus telah memberikan

konstribusi, dengan ucapan terima kasih yang tak terhingga.

Sebagai pihak yang ditunjuk selaku pembimbing dan pengarah kepada

penulis, penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Bapak Dr.

Syamsuri, M.Ag., yang dengan tulus dan sabar membimbing dan memberikan

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya Kepada pihak dekanat dan

jajarannya, penulis haturkan terima kasih khususnya kepada Bapak Prof. Dr.

Zainun Kamaluddin, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Fisafat, juga

kepada Bapak Drs. Agus Darmaji, M.Fils., selaku ketua jurusan Akidah Filsafat

beserta Ibu Dra. Tien Rahmatin, M.Ag., selaku sekretaris jurusan.

Segenap dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah

yang telah banyak berjasa memberikan motivasi serta bimbingan dalam

i

Page 3: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

perkuliahan di kampus tercinta. Serta pihak perpustakaan Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat dan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah. Kepada pihak

Yayasan Paramadina yang telah memberikan pelayanan serta menyediakan

referensi berupa buku-buku karya Nurcholish Madjid kepada penulis, sehingga

penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Teman-teman di bangku perkuliahan kelas AF angkatan 2004 yang telah

memberikan dukungan dan informasi selama berdiskusi di kelas dan dalam

penyelesaian skripsi ini. Teman-teman Organsisasi Pemuda 16 (Gebang Raya),

dan teman spesial penulis Wiwin yang memberi penulis semangat baru dalam

menjalani kehidupan.

Rasa syukur dan bakti penulis haturkan kepada Ayahanda Uja bin Juki,

serta Ibunda tercinta Siti Maemunah yang tak henti-hentinya bekerja keras, sabar

dalam mendidik, penuh kasih sayang dalam mengasuh, dan ikhlas dalam berdo’a

yang senantiasa diperuntukkan kepada penulis. Terima kasih semuanya.

Akhirnya, dengan segala keterbatasan dan kekurangan, penulis menyadari

betul bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, sumbangsih

berupa saran dan kritik sangat penulis harapkan. Namun penulis berharap, semoga

dengan skripsi ini, sedikit banyak dapat memberikan manfaat dan konstribusi

yang positif khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Amin.

Tangerang, 15 Maret 2010

Penulis,

M. Leliyanto

ii

Page 4: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

PEDOMAN TRANSLITERASI

Tidak dilambangkan = l = ا ل

b = m = ب م

t = n = ت ن

ts = w = ث و

j = h = ج ه

’ = h = ح ء

kh = y = خ ي

d = د

dz = ذ

r = ر

z = ز

sy = ش

sh = ص

dl = ض

th = ط

zh = ظ

‘ = ع

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

iii

Page 5: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

Vokal Panjang (Mad) dan Diftong

= â ا = û و

= î ي

iv

اي

= ay

aw = او

Ta Marbûthah ( )

dalam posisi di-mudlaf-kan = “t”

Contoh: rawdat al-jannah, wahdat al-wujûd

dalam posisi tidak di-mudlaf-kan = “h”

ة

ة

ة

Contoh: tharîqah, al-islâmiyyah

Page 6: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………...

KATA PENGANTAR …………………………………………………....... i

PEDOMAN TRANSLITERASI …………………………………………... iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. v

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………........ 1

A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ……………………………... 7

C. Tinjauan Pustaka ……………………………………………. 7

D. Tujuan Penulisan ……………………………………………. 9

E. Metode Penelitian ………………………………………........ 9

F. Sistematika Penulisan ……………………………………….. 10

BAB II BIOGRAFI INTELEKTUAL NURCHOLISH MADJID …… 12

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan ……………………………… 12

B. Corak Pemikiran dan Iklim Intelektual yang Mempengaruhinya15

C. Karier Kepnulisan dan Karya-karya …………………………. 21

BAB III SUFISME DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID 26

A. Makna dan Hakikat Sufisme serta Kedudukannya dalam Islam 26

B. Tradisi Awal Sufisme dan Perkembangannya ……………….. 31

C. Tarekat dan Korelasinya dengan Sufisme …………………… 38

D. Sufisme Baru ………………………………………………… 43

v

Page 7: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

vi

BAB IV KONTEKSTUALISASI SUFISME DALAM KEMODERNAN

DAN KEINDONESIAAN ……………………………………… 50

A. Sufisme dalam Konteks Kemodernan ……………………….. 50

1. Makna Kemodernan ………………………………………. 50

2. Sufisme dan Kemodernan ………………………………… 54

B. Sufisme dalam Konteks Keindonesiaan …………………….. 60

1. Sufisme dan Kebudayaan Lokal ………………………… 60

2. Sufisme dan Kebhinekaan ………………………………. 64

3. Sufisme dan Politik ……………………………………… 69

4. Sufisme dan Pendidikan Moral Bangsa ………………..... 75

5. Sufisme dan Dunia Usaha ………………………………. 80

BAB V PENUTUP ……………………………………………………… 87

A. Kesimpulan ……………………………………………… 88

B. Saran-Saran ……………………………………………… 90

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 92

Page 8: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peradaban dunia kahir-akhir ini tengah menjalankan proyek modernisme

dimana penekanan individualisme dan rasionalisme empirisme serta sikapnya

yang sangat agresif terhadap kemajuan menjadi salah satu ciri masyarakatnya

yang paling menonjol. Harus diakui bahwa modernisme telah memacu

perkembangan msyarakat dalam bebagai bidang kehidupan. Namun pada saat

yang sama, modernisme meggiring manusia memasuki masa-masa krisis bagi

kualitas nilai kemanusiaannya. Hal ini ditandai dengan fenomena perilaku dan

pola pikir manusia yang semakin menjauh dari eksistensi kemanusiaanya. Nilai-

nilai kemanusiaa telah banyak diabdikan dan dikorbankan oleh kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Supremasi rasionalisme, empirisme, positivisme dan

pragmatisme tampil dengan gagahnya di permukaan bumi ini, seraya dianggap

telah berhasil menggeser dogmatisme agama.1

Dengan didorong oleh berbagai prestasi yang dicapai oleh ilmu

pengetahuan dan teknologi, masyarakat modern berusaha mematahkan mitos

kesakralan alam raya. Realitas alam raya yang oleh doktrin-doktrin agama selalu

dikaitkan dengan selubung metafisika dan kebesaran Sang Pencipta, kini hanya

dipahamai semata-mata sebagai benda otonom yang tidak ada kaitannya dengan

1 Nurcholish Madjid et. Al., Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern: Respon dan

Transformasi Nilai-Nilai Islam Menuju Masyarakat Madani, (Jakarta: Mediacita, 2000), h. 97.

1

Page 9: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

2

Tuhan.2 Akibatnya, kehidupan masyarakat modern menjadi kehilangan salah satu

aspeknya yang paling fundamental yaitu aspek spiritual. Pada gilirannya, manusia

lupa akan eksistensi dirinya sebagai ‘âbid (hamba) di hadapan Tuhan, karena

mereka sudah terputus dari akar-akar spiritualitas. Ini merupakan fenomena yang

menunjukkan betapa manusia modern spiritualitasnya begitu akut, yang

mengakibatkan mereka cenderung tidak mampu menjawab berbagai persoalan

hidupnya, kemudian terperangkap dalam “kehampaan spiritual”, atau yang dalam

bahasa sosiolog disebut alienasi.3

Masalah alienasi adalah masalah kejiwaan dimana manusia mengalami

keterasingan jiwa. Dalam konteks ajaran Islam, untuk mengatasi keterasingan jiwa

manusia dan sekaligus membebaskannya dari derita aliensi, jusru dengan

menjadikan Tuhan sebagai tujuan akhirnya (ultimate goal), karena Tuhan Maha

Wujud (omnipresent) dan Maha Absolut. Segala eksistensi yang relatif dan nisbi

akan tidak berarti di hadapan eksistensi Yang Absolut. Keyakinan dan perasaan

inilah yang akan memberikan kekuatan, kendali, dan kedamaian jiwa seseorang

sehingga yang bersangkutan merasa senantiasa berada dalam “orbit” Tuhan, yang

selalu menjadi pegangan hakiki.4 Dengan kata lain, manusia tidak bisa dipahami

tanpa ketergantungan dengan Tuhan sekaligus keterkaitan dengan manusia lain

baik secara individual maupun komunal. Pemahaman seperti ini sesungguhnya

berada dalam wacana spritualitas dan dalam khazanah intelektual Islam yang

biasa disebut “tasawuf” atau “sufisme”.

2 Nurcholish et. Al., Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern: h. 99. 3 M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2005), h. 3. 4 Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, h. 5.

Page 10: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

3

Tasawuf, sebagai aspek mistisisme dalam Islam, pada intinya adalah

kesadaran akan adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang

selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat (qurb) dengan Tuhan.5 Selanjutnya

tasawuf atau sufisme menjadi salah satu khazanah Islam yang menarik perhatian

kaum intelkutaual baik di Timur maupun di Barat. Doktrin-doktrin sufisme terus

merembes – terlepas dari beberapa golongan dari tradisi keilmuan Islam yang

menolak doktrin tasawuf6 – ke dalam ranah intelektual para pemikir besar Islam.

Dalam pada itu, sekalipun sufisme berkembang dan dapat bertahan hingga

berabad-abad, namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam perkembangannya,

terdapat pula pergeseran dalam ajaran-ajaranya. Karena dalam masa

perkembangannya tasawuf menerima, atau barangkali lebih tepat memasukkan

unsur-unsur dari luar. Hal ini terjadi karena adanya kontak antara kaum Muslim

dengan bangsa-bangsa taklukannya di Syiria dan Persia yang dalam beberapa hal,

khususnya di bidang filsafat lebih dulu maju daripada kaum Muslim sendiri.7

Namun demikian, Kenyataannya sufisme terus berkembang pesat dan masih tetap

hidup selama berabad-abad hingga mencapai kepulauan Indonesia.

Kehadiran ajaran tasawuf berikut lembaga-lembaga tarekatnya di

Indonesia, sama tuanya dengan kehadiran Islam itu sendiri sebagai agama yang

masuk di kawasan ini. Sufisme secara langung terlibat dalam penyebaran Islam di

5 Harun Nasutian, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, jilid II, (Jakarta: UI Press, 1986),

h. 71. 6 Dalam perkembangannya, terdapat hubungan yang senantiasa tidak harmonis antara

tasawuf dengan kedua cabang ilmu-ilmu keislaman lainnya, yaitu ilmu kalam dan ilmu fiqh atau syari’ah. Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina,1997), h. 47.

7 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 48.

Page 11: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

4

Indonesia.8 Aktivitas para pendakwah sufi bertindak sebagai motor dalam

penyebaran Islam hingga akhirnya sufisme tersebar di berbagai kepulauan

Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

pandangan religius, spiritual, dan intelektual di Kepulauan Indonesia. Bukan

hanya dalam proses islamisasi semata, tasawuf juga menunjukkan peranannya

yang cukup signifikan dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Republik

Indonesia.9

Namun demikian, perlu diingat bahwa Islam bukanlah agama pertama

yang masuk di Indonesia. Pra-Islam, Indonesia telah memiliki “agama asli”10

yakni berupa konsep-konsep keruhanian dalam masyarakat suku yang secara

internal tumbuh, berkembanga dan mencapai kesempurnaannya sendiri tanpa

imitasi atau pengaruh eksternal. Selanjutnya, agama yang kemudian dianut orang-

orang Indonesia adalah Hindu-Budha yang dibawa oleh para pedagang India.11

Jadi, sebelum Islam datang, Indonesia telah memiliki tradisi dan kebudayaan lokal

yang sudah melekat dalam keyakinan mereka, yakni tradisi dan kebudayaan

agama asli serta Hindu-Budha. Kebudayaan lokal inilah yang nantinya akan

berdampingan dan berkolaborasi dengan ajaran-ajaran Islam [baca:sufisme].

8 Nor Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia,

(Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2007), h. 252. 9 Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat; Telaah Histori Gerakan Politik

Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah di Pulau Jawa, (Bandung:Pustaka Hidayah, 2002), h. 27.

10 Agama asli tersebut tidak jauh berbeda dengan agama-agama berhala yang melakukan pemujaan atas dasar pandangan bersahaja terhadap fenomena-fenomena alam. Mereka mempercayai adanya Ruh Tuhan yang mengalir dalam setiap makhluk. Kekuatan tubuh sesuai dengan kapasitas Ruh Tuhan yang mengalir di dalamnya sehingga di antara mereka ada yang memuja dan mengultuskan leluhur atas dasar keyakinan bahwa ruh leluhur lebih kuat daripada ruh mereka sendiri. Bahkan ada yang menyembah binatang buas. Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, (Bandung: Mizan, 2001), h. 2.

11 Alwi, Islam Sufistik, h. 3.

Page 12: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

5

Sufisme hadir dalam bentuk yang menarik terutama dengan menekankan

kontinuitas daripada perubahan dalam kepercayaan dan praktik tradisi keagamaan

lokal. Karenanya, model Islam yang tersebar di kawasan ini selama periode awal

Islam di Indonesia adalah model sufisme-sinkretis yang dalam beberapa hal tidak

sesuai dengan ajaran syariah.12 Hal inilah yang nantinya menjadi sasaran kritik

tokoh-tokoh intelektual Muslim modernis.

Terkait dengan hal tersebut dan dalam konteks itu pula, Nurcholish Madjid

merupakan salah satu tokoh intelektual muslim modernis yang patut

diperhitungkan pemikirannya. Beliau menaruh perhatian yang cukup tinggi dan

memiliki pandangan tersendiri mengenai konsep tasawuf serta memiliki

pandangan positif terhadap ajaran tasawuf (sufisme) di tengah-tengah habitat

modernitas. Nurcholish Madjid menganggap bahwa tasawuf – yang merupakan

inti keagamaan (religiusitas) yang bersifat esoteris – masih, dan akan tetap relevan

dalam konteks kemodernan dan keindonesiaan.

Menurut Nurcholish Madjid kita harus lebih mencermati dan memahami

dengan seksama konsep ajaran dan tradisi-tradisi sufisme sehingga tidak terjadi

penyelewengan dari ajaran Al-Quran dan hadis. Sufisme tidak harus terkungkung

dalam teks-teks kuno yang diwariskan oleh tokoh-tokoh sufi terdahulu. Kerena

sufisme tradisional – seiring dengan perkembangannya – dalam beberapa hal

banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur asing.13 Oleh karena itu, sufisme perlu

dipahami secara kontekstual, namun tetap terjaga kemurniannya. Dalam pada itu,

sebagai bentuk pembaruan konsep ajaran sufisme tradisional, Nurcholish Madjid

12 Huda, Islam Nusantara, h. 253. 13 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 48.

Page 13: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

6

menawarkan sebuah konsep sufisme baru atau yang biasa disebut dengan “neo-

sufisme”.14

Relevansi tasawuf dalam kehidupan manusia modern diungkapkan oleh

Nurcholish Madjid, misalnya, dalam sebuah pengantar pada Melacak Pemikiran

Tasawuf di Nusantara, karya M. Solihin. Nurcholish Madjid (dalam buku itu)

menegaskan betapa pentingnya tasawuf dalam dimensi kehidupan mayarakat

Indonesia-modern karena tasawuf dapat mewarnai segala aktivitas baik yang

berdimensi sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan bangsa ini. Ia bisa

diamalkan oleh setiap Muslim, dari lapisan sosial mana pun dan di tempat mana

pun.15

Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam dan

melakukan penelitian lebih lanjut tentang pandangan sufisme Nurcholish Madjid

ini. Dalam pada itu, sesunggunya konsep sufisme yang ditawarkan Nurcholish

Madjid ini sangatlah relevan bila dikaitkan dalam konteks kemodernan dan

keindonesiaan mengingat masyarakat Indonesia saat ini telah terkungkung dalam

pola hidup modern, dimana manusia menjadi serba dilayani perangkat teknologi

yang serba otomatis dan canggih, yang pada gilirannya akan membuat manusia

lengah dan tidak menyadari bahwa dimensi spiritualnya terdistorsi. Akibatnya,

manusia lupa eksistensi dirinya sebagai ‘âbid (hamba) di hadapan Tuhan.

Demikianlah yang mejadi latar belakang masalah penulisan skripsi ini dengan

14 Istilah neo-sufisme berasal dari Fazlur Rahman, seorang pengkaji Ibn Taimîyah yang

sangat bergairah. Neo-sufisme yang dia maksud adalah suatu paham kesufian yang tidak terlalu banyak terkungkung oleh sufisme tradisonal (poluler). Budhy Munawar Rachman, Ahmad Gaus AF, et.all. (e.d), Ensiklopedi Nurcholish Madjid, (Bandung: Mizan, 2006), h. 3311.

15 Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, h. 6.

Page 14: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

7

judul “Kontekstualisasi Sufisme dalam Kemodernan dan Keindonesiaan

(Studi atas Relevansi Pemikiran Sufisme Nurcholish Madjid di Indonesia)”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini agar tidak terjadi kerancuan dan pembahasan

yang melebar, penulis tidak membahas seluruh aspek pemikiran Nurcholish

Madjid, namun dibatasi hanya seputar pandangan sufisme, yang menurut

anggapan penulis mempunyai relevansi yang cukup signifikan dalam konteks

kemodernan dan keindonesiaan.

Setelah membatasi permasalahan penulis merumuskan masalah dalam

skripsi ini, rumusannya adalah pertama, bagaimana pandangan Nurcholish Madjid

tentang sufisme? Kedua, bagaimana memahami konsep sufisme secara

kontekstual sehingga terlihat relevansi yang cukup signifikan dalam konteks

kemodernan dan keindonesiaan menurut Nurcholish Madjid?

C. Tinjauan Pustaka

Sejauh pengetahuan dan tinjauan pustaka yang penulis lakukan, terdapat

beberapa karya tulis baik berbentuk skripsi, tesis maupun karya buku utuh yang

telah mengkaji lebih dahulu mengenai pemikiran Nurcholish Madjid. Namun

demikian, berdasarkan analisa penulis – dari seluruh kajian ilmiah tersebut –

belum ada satu pun penelitian yang mengangkat sebuah relevansi dalam konteks

kemodernan dan keindonesiaan dari konsep sufisme Nurcholish Madjid.

Page 15: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

8

Untuk menunjukkan asumsi tersebut, maka di sini penulis akan

menguraikan beberapa karya tulis, yang penulis anggap sudah cukup mewakili

karya-karya tulis lainnya. Pertama, buku yang ditulis oleh Sudirman Tebba

dengan judul Orientasi Sufistik Cak Nur: Komitmen Moral Seorang Guru Bangsa

(Jakarta: Paramadina, 2004). Dalam buku tersebut dibahas secara gamblang sisi

religiusitas Nurcholish Madjid, dimana iman dan tauhid merupakan dasar dari

pandangan dan sikap sufistik Nurcholish Madjid. Kedua, tulisan Mahmud Afifi

dengan judul Teologi Islam Agama-Agama: Analisa Kritis Pemikiran Nurcholish

Madjid (tesis, UIN Jakarta, 2003). Dalam penelitiannya, Mahmud Afifi ingin

melihat sejauh mana keabsahan pandangan teologi Nurcholish Madjid tentang

agama-agama (yang benar), dilihat dari kacamata doktirn Islam (Al-Quran) serta

relevansi dalam konteks saat ini. Ketiga, karya Anwar Sodik Tauhid dan Nilai-

nilai Kemanusiaan dalam Pandangan Nurcholish Madjid (skripsi, UIN Jakarta,

2008). Tidak jauh berbeda dengan pembahasan sebelumnya, Anwar Sodik pun

ingin mengangkat sisi religiusitas Nurcholish Madjid. Dalam penelitiannya,

Anwar Sodik menilai bahwa konsep tauhid Nurcholish Madjid sarat dengan

dimensi nilai-nilai kemanusian.

Berdasarkan data-data tersebut, apa yang ingin dikaji penulis dalam

penelitian ini tentulah sangat berbeda. Perbedaan itu dikarenakan penelitian ini

lebih memfokuskan pada kajian konsep sufismenya Nurcholish Madjid, yang

menurut pandangan penulis terdapat relevansi yang cukup signifikan dalam

konteks kemodernan dan keindonesiaan. Oleh karenanya, adalah sebuah

keharusan ilmiah dan intelektual untuk melakukan penelitan lebih lanjut dan

Page 16: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

9

menguji kebenaran hipotesis tersebut. Maka, masih terbuka lebar bagi penulis

untuk melakukan penelitan (skripsi) ini, di samping juga belum ada yang meneliti

sebelumnya sebagaimana telah penulis kemukakan di atas.

D. Tujuan Penulisan

1. Tujuan untuk melengkapi tugas akademi, sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana Strata satu (S1) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Mengetahui secara jelas pemahaman Nurcholish Madjid tentang sufisme

dan relevansinya dalam konteks kemodernan dan keindonesiaan.

E. Metode Penelitian

Dalam upaya memaparkan penelitian ini, penulis menggunakan metode

library research atau penelitian kepustakaan. Artinya, data-data yang dihadirkan

diperoleh dari data primer dalam hal ini tentunya buku-buku yang ditulis oleh

Nurcholish Madjid. Sebagaian karya Nurcholish Madjid yang menjadi rujukan

utama dalam penelitan ini adalah Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta:

Paramadina, 2008), Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan,

1987) dan beberapa karya lain yang ditulis olehnya. Disamping itu, penulis juga

menggunakan beberapa data sekunder berupa buku-buku yang mengkaji tentang

pemikiran Nurcholish Madjid serta buku-buku lainnya yang memiliki korelasi

dengan topik pembahasan dalam skripsi ini.

Page 17: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

10

Adapun pendekatan metodologi penelitan ini besifat deskriptif dan analisis

kritis. Pendekatan deskriptif ini mengandaikan sebuah uraian yang cermat dan

objektif berdasarkan beberapa sumber yang digunakan. Artinya, penelitian ini

ingin mengungkapkan pemikiran sufisme yang memiliki relevansi dengan konteks

kemodernan dan keindonesiaan semata-mata apa adanya (objektif). Sedangkan

pendekatan analisis kritis adalah menganalisa serta menilai scara kritis

keseluruhan data yang telah diperoleh melalui pendekatan deskriptif tersebut,

sehingga dapat terungkap akan kekuatan dan begitu pula kelemahan dari konsep

sufisme Nurcholish Madjid.

Terakhir berkaitan dengan teknik penulisan, penulis merujuk pada buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan

oleh Ceqda Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Cetakan I, 2007.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gamabaran yang jelas tentang apa yang menjadi topik

kajian dalam skripsi ini, maka penulis merasa perlu untuk memaparkan

sistematika penulisannya.

Bab I, menjelaskan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,

tinjauan pustaka, tujuan penulisan, metode penelitan, dan sistematika penulisan.

Bab II, penulis menampilkan profil Nurcholish Madjid dengan memotret

riwayat hidup dan pendidikan, serta corak pemikiran dan iklim intelektual sekitar

yang mempengaruhinya, berikut beberapa karyanya yang merefleksikan

perkembangan pemikirannya.

Page 18: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

11

Bab III, memaparkan tentang pandangan Nurcholish Madjid tentang

sufisme secara umum. Bab ini meliputi: makna dan hakikat sufisme serta

kedudukannya dalam Islam, tradisi awal sufisme dan perkembangannya, Tarekat

dan Korelasinya dengan sufisme, kemudian Sufisme Baru.

Bab IV, menjelaskan pandangan Nurcholish Madjid tentang

kontekstualisasi sufisme dalam kemodernan dan keindonesaan. Bab ini meliputi:

Pertama, sufisme dalam konteks kemodernan, di dalamnya mencakup makna

kemodernan, serta kedudukan tasawuf dalam kemodernan. Kedua, sufisme dalam

konteks keindonesiaan, mencakup relevansi sufisme dan kebudayaan lokal,

sufisme dan kebhinnekaan, sufisme dan politik, sufisme dan pendidikan, serta

sufisme dan dunia usaha.

Bab V, penutup berupa kesimpulan akhir sebagai jawaban dari rumusan

masalah yang diajukan dalam penelitian ini dan diakhiri dengan saran.

Page 19: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

12

BAB II

BIOGRAFI INTELEKTUAL NURCHOLISH MADJID

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan

Nurcholish Madjid (yang populer dipanggil Cak Nur) – selanjutnya dalam

tulisan ini akan disebut Nurcholish – adalah seorang cendikiawan muslim yang

merupakan ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Ia

dilahirkan pada 17 Maret 1939, bertepatan dengan 26 Muharam 1358 H. di

Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur.1 Ia dibesarkan dari latar keluarga pesantren.

Ayahnya (Abdul Madjid), seorang kiai jebolan Pesantren Tebuireng, Jombang,

yang didirikan dan dipimpin oleh pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratus

Syaikh Hasyim Asy‘ari.2 Meskipun ayahnya berlatar belakang pendidikan NU,

namun dalam segi politik, ayahnya, begitu pula ibunya adalah tokoh pendukung

MASYUMI yang tulus.

Nurcholish, pertama kali mendapatkan pelajaran agama lewat ayah dan

ibunya serta di madrasah yang didirikan oleh keluarganya pada 1948. Selain itu, ia

juga mengikuti Sekolah Rakyat (SR) di kampungnya.3 Setelah tamat Sekolah

Rakyat, Kemudian melanjutkan pendidikannya (tingkat menengah SMP) di

pesantren Dârul ‘Ulûm, Rejoso, Jombang selama dua tahun,4 dan kemudian

1 Budhy Munawar Rachman, Ahmad Gaus AF, et.all. (e.d), Ensiklopedi Nurcholish

Madjid, (Bandung: mizan, 2006), h. iv. 2 Dedy Djamaludin Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam: Pemikiran dan

Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amin Rais, Nurcholish Madjid, dan Jalaluddin Rakhmat, (Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998), h. 121.

3 Dedy, Zaman Baru Islam, h. 122. 4 Ada dua alasan, yang menurut Nurcholish Madjid, mengapa ia hanya bertahan selama

dua tahun nyantri di Rejoso. Pertama, karena alasan kesehatan, dan kedua, karena alasan ideologi atau politik. Dedy, Zaman Baru Islam, 123.

12

Page 20: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

13

akhirnya ia pindah ke pesantren KMI (Kulliyatul Mu‘allimîn Al-Islâmiyyah),

Pesntren Dâr al-Salâm di Gontor, Ponorogo.5

Pondok “modern” Gontor dimana Madjid mengenyam pendidikan Islam

tingkat SLTP/SLTA, adalah pondok pesantren yang berkecenderungan

“modernis”.6 Di tempat inilah Nurcholish mendapatkan pengetahuan lebih

mendalam tentang dasar-dasar agama Islam, serta pelajaran untuk berpikir kritis,

tidak memihak pada salah satu mazhab secara fanatik.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Pesantren Gontor, Nurcholish

melanjutkan pendidikannya di IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.7

Di masa inilah Nurcholish berjodoh dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI),

organisasi yang dibesarkan dan sekaligus membesarkannya. Setiap jenjang

organisasi dilaluinya dengan penuh semangat. Karirnya di HMI dimulai dari

komisariat, lalu menjadi Katua Umum HMI Cabang Jakarta, hingga akhirnya

berhasil menjadi Katua Umum PB-HMI selama dua periode berturut-turut, yakni

pada 1966-1968 dan 1968-1970.8 Dalam masa itu pula, ia menjadi presiden

pertama PEMIAT (Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara), dan Wakil Sekjen

IIFSO (International Islamic Federation of Students Organizations), 1969-1971.9

5 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. iv. 6 Disebut “modernis” karma pendidikan di pesantren Gontor berbeda dengan pesantren

“tradisional”. Pembeda dari pondok-pondok yang “tradisional”, adalah di Gontor, kitab-kitab kuning yang dikaji sudah bersifat majemuk. Hal ini menjadi pembeda, karena di pesantren “tradisional”, kitab kuning tertentu saja yang dikaji. Jadi, ada tradisi dan sikap untuk kaji banding yang mengisyaratkan adanya peluang luas menumbuhkan sikap dan cara pikir “ijtihad”, yang bersifat sintesis, yang memunculkan asumsi bahwa pendapat masa lampau ditempatkan secara non-mutlak. Muhammad Hari Zamharir, Agama dan Negara: Analisis Kritis Pemikiran Politik Nurcholish Madjid, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 96.

7 Zamharir, Agama dan Negara, h. 101. 8 Dedy, Zaman Baru Islam, h. 125. 9 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. vi.

Page 21: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

14

Masih dalam dunia akademik, pada tahun 1978 Nurcholish pergi ke

Amerika untuk mendalami ilmu politik dan filsafat Islam di Universitas Chicago,

Kemudian pada tahun 1984 ia kembali ke Indonesia10 dengan meraih gelar Ph.D.

dalam bidang filsafat Islam dengan disertasi mengenai filsafat dan kalam (teologi)

menurut Ibn Taimiyah (Ibn Taymiya on Kalam and Falsafah: Problem of Reason

and Revelatiaon in Islam).11

Intelektualitas Nurcholish tidak dapat diragukan, dan eksistensinya dalam

ranah pemikiran Islam bersinar hingga taraf internasional sejak tahun 1970-an.

Tahun 1977, ia menjadi sarjana tamu dan pembicara pada konferensi tahunan

MESA (Middle East Studies Association) di San Fransisco, AS. Juga masih dalam

posisi dan peran yang sama, pada AAR (American Academy or Religion).12 Pada

tingkat nasional, Nurcholish mulai berkiprah tahun 1980-an, antara lain dengan

ditandai oleh kedudukannya sebagai: (1) anggota Dewan Pers (1991-1997); (2)

Anggota Komnas HAM (1993-1998); (3) Anggota Dewan Riset Nasional (1994-

1998); dan (4) Anggota Dewan Penasihat Ikatan Cendikiawan Muslim se-

Indonesia (ICMI), 1995-1998. Pada tahun 1998, Nurcholish dikukuhkan sebagai

Guru Besar Luar Biasa dalam bidang Falsafah dan Kalam pada Fakultas

Ushuluddin, IAIN (kini UIN) Jakarta.13

Gagasan Nurcholish terus berkembang, khususnya setelah ia bersama

tokoh-tokoh pembaru Islam yang lain mendirikan Yayasan Wakaf Paramadina

10 Ketika Nurcholish Madjid pulang dari Amerika pada 1984, lebih dari 100 orang

menyambutnya di Pelabuhan Udara Internasional Halim Perdana Kusuma, Jakarta. http:/www.kampusislam.com/index?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=426, artikel diakses tanggal 4 November 2009.

11 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. vi. 12 Zamharir, Agama dan Negara, h. 102. 13 Zamharir, Agama dan Negara, h. 103.

Page 22: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

15

pada Oktober 1986.14 Sejak Paramadina didirikan, aktivitas dakwah dan

menulisnya dalam bidang keislaman pun semakin menjadi, hingga akhirnya, ikon

pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia ini, menghembuskan nafas

terakhir dengan wajah damai setelah melafalkan nama Allah pada Senin 29

Agustus 2005 pukul 14.05 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta

Selatan.15 Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta, 30

Agustus 2005, dengan upacara militer dipimpin oleh Ketua MPR-RI, Dr. Hidayat

Nurwahid, MA.16

B. Corak Pemikiran dan Iklim Intelektual yang Mempengaruhinya

Jika kita kategorikan pemikiran Islam di Indonesia kepada dua golongan,

yakni Islam tradisional dan Islam modern, maka Nurcholish adalah sosok pemikir

Islam yang berada pada keduanya sekaligus. Karena dilihat dari lingkungan

keluarga, ia berasal dari keluarga – dimana untuk pertama kalinya ia mendapatkan

pelajaran agama – yang berkultur keagamaan NU. Dalam hal ini ia menulis:

“…….bolehlah dikatakan bahwa saya ini adalah seorang (dengan kultur) NU, meskipun bukan anggota NU! Sebab sampai dengan sekitar umur 15 tahun, kegiatan utama saya adalah mempelajari kitab-kitab kuning……”.17 Namun, ditinjau dari dari jenjang pendidikan, ia banyak mengenyam

pengetahuan tentang Islam modern, mulai dari pesantren Gontor, IAIN (sekarang

UIN) Jakarta, dan Universitas Chicago. Karier intelektualnya, sebagai pemikir

14 Dedy, Zaman Baru Islam, h. 137. 15 Nurcholish Madjid meninggal akibat penyakit hati yang dideritanya.

http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/n/nurcholish-madjid/biografi/index.html, artikel diakses tanggal 4 November 2009.

16 Marwan Saridjo, Cak Nur di antara Sarung dan Dasi dan Musdah Mulia Tetap Berjilbab, (Jakarta: Penamadani, 2005), h. 62.

17 Zamharir, Agama dan Negara, h. 97.

Page 23: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

16

Muslim, dimulai ketika ia menjadi mahasiswa UIN Jakarta, khususnya ketika

menjadi Ketua Umum PB-HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).18 Dalam masa

inilah Nurcholish membangun citra dirinya sebagai seorang pemikir muda Islam.

Bahkan karena karya-karya ilmiahnya di masa ini – dan terutama bakat

intelektualnya yang luar biasa, dan pemikirannya yang berkecenderungan modern,

tetapi sekaligus sosialis religius – ia pun oleh generasi Masyumi yang lebih tua,

sangat diharapkan dapat menjadi pemimpin Islam di masa mendatang,

menggantikan Mohamad Natsir, sehingga di masa ini ia pun dikenal sebagai

“Natsir Muda”, sampai saatnya pada 1970, mereka, dolongan tua, kecewa akibat

makalah Nurcholish yang mempromosikan paham sekularisasi.19

Intelektualitas Nurcholish semakin terbentuk ketika ia belajar di

Universitas Chicago, dimana ia secara leluasa bisa berjumpa dengan kepustakaan

Islam klasik abad pertengahan yang bergitu luas dan kaya langsung di bawah

bimbingan ilmuwan neo-Modernis asal Pakistan Prof. Fazlur Rahman. Fazlur

Rahman barangkali bisa disebut sebagai “guru utama” yang penting dalam

pematangan intelektual Nurcholish Madjid. 20

Selain kepada Fazlur Rahman, ia tentu saja mengagumi orang-orang yang

paling dekat dalam kehidupannya. Mereka, diantaranya adalah ayahnya sendiri,

pamannya,21 dan beberapa pejuang nasional yang kapasitas kecendikiaan dan

komitmen keislamannya cukup kuat seperti K.H. Agus Salim dan Bung Hatta.

18 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. vi. 19 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. ix. 20 Dedy, Zaman Baru Islam, h. 128. 21 Paman Nurcholish Madjid adalah salah seorang tokoh masyarakat santri yang tinggal di

sebuah desa Jombang, Jawa Timur, yang dipandang gagah berani saat itu. Dedy, Zaman Baru Islam, h. 133.

Page 24: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

17

Namun demikian, di antara sekian banyak tokoh yang mempengaruhi

pemikirannya, Nurcholish rupanya merasa berhutang budi kepada almarhum

Buya Hamka. Lebih dari itu, “…Beliau (Hamka) adalah tempat saya berdiskusi

dan menyelsaikan problem pribadi…” tulis Nurcholish.22

Dari berbagai unsur-unsur di atas, teramu sosok intelektual muslim

Indonesia yang – acap kali menemukakan gagasan – konteoversial,23 yakni

Nurcholish Madjid. Pola pemikiran keagamaannya dapat dilacak sejak

pembaruannya melalui ide “Islam yes, partai Islam no.” Kemudian dilanjutakan

dengan ide tentang sekularisasi, yang kemudian disalah pahami kebanyakan orang

kerena disamakan begitu saja dengan sekularisme.24

Dalam pada itu, Nurcholish menegaskan bahwa terdapat konsistensi antara

sekularisasi dan rasionalisasi. Sebab, inti sekularisasi ialah: pecahkan dan pahami

masalah-masalah duniawi ini dengan mengerahkan kecerdasan atau rasio.

Kemudian, terdapat pula konsistensi antara rasionalisasi dan desakralisasi. Sebab,

pendekatan rasional kepada seuatu benda atau masalah yang telah menjadi sakral,

22 Nurcholish Madjid sangat berterimakasih kepada Hamka karena tradisi menulisnya

semakin berkembang tatkala ia bertempat tinggal di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Sebuah bilik di masjid tersebut yang sengaja disediakan Hamka untuk tempat tinggal perantau muda ini. Dedy, Zaman Baru Islam, 129.

23 Setidaknya, terdapat dua buah buku sengaja ditulis untuk membantah dan mengoreksi pendapat Nurcholish Madjid yang membuat kontroversi ini semakin menghangatkan iklim intelektual Islam Indonesia. Pertama, yang ditulis Rasjidi, Sekularisme dalam Persoalan Lagi: Suatu Koreksi atas Tulisan Drs. Nurcholish Madjid, (Jakarta: Yayasan Bangkit, 1972) dan Suatu Koreksi Lagi Bagi Drs. Nurcholish Madjid, (Jakarta: DDII, 1973), semuanya kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku oleh Bulan Bintang; kedua, yang ditulis oleh Endang Saefudin Anshari, Kritik atas Paham dan Gerakan Pembaruan Drs. Nurcholish Madjid, (Bandung: Bulan Bintang, 1973), yang merupakan kritik paling panjang dari rekan segenerasi Nurcholish Madjid. Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. xxvii.

24 Di antara reaksi kontroversi Nurcholish Madjid tentang pembaruan yang pernah dikemukakan pada awal tahun 1970, ialah ketidaksetujuan terhadap istilah “sekularisasi”, dan mungkin jenis reaksi ini adalah yang paling keras. Untuk kajian lebih konfrehensif mengenai “sekularisasi”nya Nurcholish Madjid, lihat, Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1987), h. 221-237.

Page 25: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

18

tabu, dan lain-lain menjadi tidak mungkin. Sebelum kita mengadakan pemecahan

dan pemahaman rasional atas sesuatu, maka sesuatu tersebut harus bebas dari

bungkus ketabuan dan kesakralan. Maka dalam hal ini, untuk kembali kepada

prisip tauhid dalam kalimat syahadat, orang harus mantap untuk tidak men-tabu-

kan sesuatu. Tuhan-lah yang tabu, dan karenanya tak mungkin dimengerti oleh

manusia dengan rasionya itu. Artinya, dengan bertitik tolak dari syahadat itu,

manusia dapat memecahkan masalah-masalah kehidupannya dengan

mempertaruhkan kemampuan potensial yang ada pada dirinya sendiri, yaitu

kecerdasan.25

Bedasarkan gambaran di atas, jelas corak pemikiran Nurcholish berada

pada psosisi seimbang dalam menilai tradisi dan modernitas. Oleh karena itu,

Nurcholish juga dikenal sebagai tokoh neo-modernisme Islam Indonesia.26 Ia

mencoba untuk mengkombinasikan dua unsur penting dalam peradaban Islam

Indonesia: moderinisme dan tradisionalisme. Nurcholish menganggap bahwa

Kehadiran modernisme memang tidak mungkin dihindari. Tetapi, dengan

mengakomodasikan ide-ide modernisme tersebut tidak berarti bahwa

tradisionalisme harus dibuang. Dalam neo-modernisme, kedua ide yang berbeda

ini dapat dipertemukan dalam satu sintesis. Neo-Modernisme jauh lebih siap

untuk menerima ide-ide paling maju yang dikembangkan kalangan modernis, dan,

pada saat yang sama, juga bisa mengakomodasi pandangan kaum tradisionalis.27

25 Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 229. 26 Lihat, misalnya, Ahmad Amir Aziz, Neo-Modernisme Islam di Indonesia: Gagasan

Sentral Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid, (Jakarta: Rineka, 1999), h.22. 27 Fauzan Saleh, Teologi Pembaruan: Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad

XX, (Jakarta: serambi, 2004), h.321.

Page 26: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

19

Dalam potret demikian, ia merumuskan apa yang harus dibangun oleh ide

pembaruan Islam, yaitu usaha penyegaran pemahaman. Jadi, inti makna

pembaruan adalah up dating pemahaman orang atas ajaran agamanya dan cara

mewujudkan ajaran itu dalam masyarakat. Sedangkan tujuan pembaruan itu

sendiri adalah untuk membuat agama yang diyakini itu lebih fungsional dalam

memberi jawaban terhadap tantangan modern.

Selanjutnya, corak pemikiran Nurcholish pada masa belakangan ini lebih

mengarah ke usaha menampilkan Islam secara inklusif, dalam rangka untuk lebih

mengaktualkan nilai-nilai keislaman masa meodern. Ciri mendasar teologi inklusif

adalah penegasan bahwa Islam itu agama terbuka, dan penolakan ekslusifisme dan

absolutisme. Paradigma terpenting dari teologi inklusif adalah komitmen pada

pluralisme. Dengan pluralisme, kita ingin menumbuhkan suatu sikap kejiwaan

yang melihat adanya kemungkinan orang lain itu benar. Ini penting sekali

(menurut Nurcholish) dalam agama kita. Ketika dalam agama disebutkan bahwa

manusia itu diciptakan dalam keadaan fitrah (suci, sacred), maka setiap orang

pada dasarnya suci dan benar. Potensi untuk benar adalah primer. Inklusivisme,

dengan demikian adalah suatu kemanusiaan universal yang dalam Al-Qur’ân,

surat ar-Rûm, ayat 30,28 disebutkan sebagai agama yang benar.29

Jikalau ini kita jadikan dasar, maka inklusivisme akan menjadi suatu

konsekuensi logis. Karena logika dari kemanusiaan universal adalah inklusivisme

itu sendiri. Juga termasuk di sini adalah pluralisme. Dunia ini, sebetulnya, secara

28 “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah

Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. al-Rûm:30).

29 Nurcholish Madjid, sekapur sirih dalam, Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, (Jakarta: Kompas, 2001), h. xiii.

Page 27: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

20

sejati mengalami mayarakat yang pluralistik. Atau yang pluralis dalam arti

menerima plurlitas sebagai satu kenyataan positif.30

Dari sini kita bisa melihat misi Madjid yang mengupayakan penghadiran

Islam dan memberi isi, serta peranannya di tengah masyarakat yang sedang

berubah. Maksudnya mengadirkan Islam dalam tuntutan kemodernan. Dengan

kata lain, gerakan Madjid, terutama ialah mendorong kepada tegaknya subtansi

Islam. Sementara tokoh-tokoh Islam yang lain banyak yang sibuk membicarakan

wadah gerakan Islam, seperti Negara Islam, partai Islam, syariat Islam, dan

institusi-institusi lain yang diharapkan dapat membawa kepada kemajuan Islam.

Sementara Nurcholish lebih mengedepankan substansi daripada wadah atau kulit.

Itulah sebabnya selama ini ia sering melontarkan pernyataan yang terkesan

kontroversial dan mengagetkan orang, terutama orang yang sibuk mengurus

wadah dari pada substansi.

Mengembangkan substansi adalah cara berpikir tasawuf. Sebagaimana

yang dinyatakan oleh Nurcholish bahwa tasawuf sangat banyak menekankan

pentinganya pengahayatan ketuhanan melaui pengalaman-pengalaman nyata

dalam olah rohani (spiritual exercise) yang mengutamakan intuisi.31 Jadi, tasawuf

merupakan orientasi keagamaan yang lebih esoteris.32

Cara berpikir tasawuf bersifat utuh dan padu, di mana iman, ibadah, amal

saleh, dan akhlak yang mulia itu merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan

30 Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, h. xiv. 31 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:

Paramadina,1997), h. 47. 32 “Esoteris” dari bahasa Yunani “soteros” yang artinya “dalam” atau “batin”. Lorrens

Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2002), h. 216.

Page 28: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

21

satu sama lain. Keterpaduan dan keutuhan pemikiran itu akan melahirkan

kekuatan untuk membangun umat dan peradaban manusia umumnya.

C. Karier Kepenulisan dan Karya-karya

Sebagaimana yang telah disinggung di atas, karier intelektual Nurcholish

sebagai pemikir muslim dimulai pada masa di IAIN Jakarta, khususnya ketika

menjadi Ketua Umum PB-HMI. Namun demikian, Nurcholish tidak menonjol di

lapangan sebagai demonstran. Bahkan namanya juga tidak berkibar di lingkungan

politik sebagai pengurus Komite Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), kumpulan

mahasiswa yang dianggap berperan menumbangakan Presiden Soekarno dan

mendudukkan Mayor Jenderal Soeharto sebagai penggantinya. Prestasi

Nurcholish lebih terukir di pentas pemikiran.33

Pada masa ini (1968) ia menulis “Modernisasi ialah Rasionalisasi, Bukan

Westernisasi”, sebuah karangan yang dibicarakan di kalangan HMI seluruh

Indonesia. Setahun kemudian, 1969, ia menulis sebuah buku pendoman ideologis

HMI, yang disebut “Nilai-nilai Dasar Perjuangan” (NDP) yang sampai sekarang

masih dipakai sebagai buku dasar keislman HMI, dan bernama nilai-nilai identitas

kader (NIK).34 buku kecil ini merupakan pengembangan dari artikel Nurcholish

yang pada awalnya dipakai sebagai bahan training kepemimpinan HMI, yaitu

dasar-dasar islamisme.35

33 http:/www.kampusislam.com/index?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=426, artikel

diakses tanggal 4 November 2009. 34 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. vi. 35 Ide-ide pembaruan Madjid – yang tertuang dalam buku kecil ini, yang kemudian

diidentikkan dengan jati diri HMI – sebenarnya merefleksikan dilema kalangan muda Muslim yang merasa teralienasi karena perebutan politik di kalangan umat Islam serta adanya citra yang

Page 29: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

22

Gagasan Nurcholish “muda” memang sudah mulai menggelindingkan isu-

isu demokrasi, keadilan sosial, kebebasan berbicara dan berpikir, teloransi agama,

dunia intelektual, dan masalah figur pemimpin yang diyakinya ideal baik menurut

pendangan Islam atau pun bedasarkan kriteria demokrasi modern. Namun, yang

paling dominan pada masa itu adalah kentalnya gagasan Nurcholish tentang

persamaan manusia dan pembelaannya terhadap kaum lemah.

Gagasan Nurcholish “muda”, seperti tampak lewat tulisan-tulisannya yang

dimuat di Pos Bangsa, Tribun dan Mimbar sekitar tahun 1970-an merupakan

contoh dari pergumulan pemikiran dalam merespons tentang pertumbuhan yang

diperdebatkan di awal masa pembangunan politik ekonomi Orde-Baru.36 Juga dari

tulisan-tulisan Nurcholish pada kurun itu, kita bisa melihat bagaimana komitmen

seorang intelektual muda Islam yang hadir dalam kapasitasnya sebagai pembela

kaum lemah.37

Keprihatinan Nurcholish terhadap nasib kaum lemah yang sudah sejak

awal muncul, misalnya, bisa kita lihat dari salah satu tulisannya berjudu “kaum

buruh seluruh Indonesia, bersatulah”. Tulisan itu tampaknya akan tetap relevan

dalam konteks Indonesia mutakhir saat persoalan nasib buruh kecil dan kaum

penggiran merupakan agenda kebangsaan yang belum sepenuhnya tuntas.38

kurang bagus tentang Islam sendiri. Kebangkitan gerakan pembaruan pemikiran ini juga merupakan gambaran dari adanya krisis identitas yang dialami kalangan intelektual Muslim pada saat loyalitas pada ideologi primordial menjadi bertentangan dengan cita-cita para penguasa di pemerintahan. Formulasi yang ditawarkan Madjid tentang pembaruan ini merupakan upaya menyelesaikan persoalan ketegangan internal di kalangan umat Islam. Fauzan, Teologi Pembaruan, h.321.

36 Amir, Neo-Modernisme Islam di Indonesia, h.22. 37 Dedy, Zaman Baru Islam, h. 130. 38 Dedy, Zaman Baru Islam, h. 131.

Page 30: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

23

Selanjutnya, Nurcholish menulis artikel yang berjudu “Keharusan

Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”.39 Sebuah artikel

yang dipresentasikan Madjid pada pertemuan silaturahim antara para aktivis,

anggota, dan keluarga dari empat organisasi Islam, yaitu PERSAMI, HMI, GPI,

dan PII yang diselenggarakan oleh PII cabang Jakarta, di Jakarta 3 Januari 1970.40

Dalam artikel ini, Madjid menggambarkan persoalan-persoalan yang

sangat mendesak untuk dipecahkan, khususnya menyakngkut integrasi umat

akibat terpecah belah oleh paham-paham dan kepartaian politik. Nurcholish

dengan jargon “sekularisasi”-nya dan “Islam yes, partai Islam no” hendak

mengajak umat Islam untuk mulai melihat kemandekan-kemandekan berpikir dan

kreativitas yang telah terpasung oleh berbagai bentuk kejumudan. Karena itulah,

ia menyarankan suatu kebebasan berpikir, pentingnya the idea of progress, sikap

terbuka, dan kelompok pembaruan yang liberal, yang bisa menumbuhkan suatu

istilah Nurcholish sendiri, psychological striking force (daya tonjok psikologis)

yang menumbuhkan ikiran-pikiran segar.41

Karena artikel ini sangat subtansial, dan menimbulkan kontroversi besar,

– bahkan sempat membuat Nurcholish kehilangan reputasi baik di kalangan tua

yang konservatif – maka Nurcholish merasa perlu memeberikan penjelasan lebih

mendalam tentang artikelnya itu. Kemudian ia pun menulis “Beberapa Catatan

Sekitar Masalah Pembaruan Pemikiran Islam”, yang muncul tidak lama setelah

heboh kertas kerja 3 Januari 1970 itu, dan “Sekali Lagi Tentang Sekularisasi”

39 Artikel inilah yang kemudian menimbulkan perdebatan besar di kalangan intelektual

Muslim Indonesia mengenai sekularisasi-sekularisme. 40 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. x. 41 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. xi.

Page 31: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

24

(1972) dan “Perspektif Pembaruan Pemikiran dalam Islam” (artikel ditampilkan

dalam acara sastra Dewan Kesenian Jakarta, 20 Oktober 1972).42

Selanjutnya, setelah kembali dari Chicago, pada 1984, dengan

menggondol gelar Doktornya, Nurcholish mencoba mengaktualkan kembali

gagasan-gagasan pembaruan 1970-an itu dengan subtansi yang lebih mendalam.

Tulisan pertamanya yang sangat mendalam terbit bebarapa saat sebelum

kedatangannya, yaitu wawancara tertulis yang diberi judul “Cita-cita Politik

Kita”. Dalam tulisan tersebut, Nurcholish memberi substansi atas gagasan

sekularisasi politiknya yang dulu dirumuskan dalam jargon “Islam Yes, Partai

Islam No.” dalam tulisan inilah, Madjid terlihat mempergunakan perspektif

hermeneutika Neo-Modernisme dalam melihat persoalan kemodernan Islam.43

Pada saat yang hampir bersamaan, terbit pula buku pertama Nurcholish yang

merupakan karya terjemahan dan diberi kata pengantanya sendiri, yaitu Khazanah

Intelktual Islam, diterbitkan Bulan Bintang, Jakarta bekerja sama dengan Yayasan

Obor Indonesia.44 Pada 1987, terbit pula bukunya yang lain – kumpulan tulisan

Nurcholish selama 20 tahun – yaitu Islam Kemodernan dan Keindonesiaan,

diterbitkan oleh penerbit Mizan, Bandung. Lewat buku ini kita bisa melihat

bagaimana pergolakan pemikiran Madjid dalam mengaitkan persoalan keislaman

dalam konteks keindonesiaan.45

Tulisan Nurcholish yang lain yang tak kalah pentingnya juga terkoleksi

dalam bunga rampai karya Gloria Dabis, What is Modern Indonesia?, 1979. Di

42 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. xii. 43 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. xxix. 44 Dedy, Zaman Baru Islam, h. 131. 45 Dedy, Zaman Baru Islam, h. 132.

Page 32: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

25

situ Nurcholish menyumbangkan tulisan dengan topik “The Issues of

Modernization Among Muslims in Indonesia”. Di kesempatan lain, ia juga telah

menuangkan gagasan tentang: “Islam in Indonesia: Challenges and

Opportunities” yang ikut menghiasi kumpulan karangan Cyriac K. Pullapilly,

Islam in The Contemporary World, terbit 1980.46

Gagasan Nurcholish terus berkembang, khususnya setelah ia dan kawan-

kawannya yang lain mendirikan Yayasan Wakaf Paramadina, pada Oktober 1986.

Maka sejak Paramadina didirikan hampir setiap bulan ia menulis paper untuk

keperluan diskusi di Klub Kajian Agama (KKA). Sebagian makalah-makalah

Madjid kemudian menjadi buku seperti Islam: Doktrin dan Peradaban (1992),

Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (1994), Islam Agama Peradaban

(1995), Islam Agama Kemanusiaan (1995), dan bebarapa buku lain yang tidak

terkait dengan KKA, tetapi merupakan pengisian lebih detail ide-ide dalam KKA

itu, seperti Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan (1987) Islam, Kerakyatan dan

Keindonesiaan (1993), Pintu-Pintu Menuju Tuhan (1994), Kaki Langit Peradaban

Islam (1997) Bilik-Bilik Peasntren (1997), Perjalanan Religius Umrah dan Haji

(1997), dan Dialog Keterbukaan (1997).47

46 Dedy, Zaman Baru Islam, h. 133. 47 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. xxxii.

Page 33: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

26

BAB III

SUFISME DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID

A. Makna dan Hakikat Tasawuf serta Kedudukannya dalam Islam

Sebagai sistem ajaran keagamaan yang lengkap dan utuh, Islam memberi

tempat kepada jenis penghayatan keagaman eksoterik (zhâhirî, lahiri) dan esoterik

(bâthinî, batini) sekaligus. Tapi meskipun tekanan yang berlebihan kepada salah

satu dari kedua aspek pengahayaan itu akan menghasilkan kepincangan yang

menyalahi prinsip ekuilibirium (tawâzun) dalam Islam, namun kenyataanya

banyak kaum Muslim yang pengahayatan keislamannaya lebih mengarah kepada

yang lahiri (lalu disebut ahl al-zhawâhir) dan banyak pula yang lebih mengarah

kepada yang batini (dan disebut ahl al-bawâthin). Kaum syarî’ah, yaitu mereka

yang lebih menitik beratkan perhatian kepada segi-segi syarî’ah atau hukum,

sering juga disebut kaum lahiri. Sedangkan kaum tharîqah, yaitu mereka yang

berkecimpung dalam amalan-amalan “tarekat”, dinamakan kaum batini.1

“Esoterik” juga biasa disebut mistik atau mistisme. Kita harus ingat bahwa

diam atau tutup mulut adalah makna dasar kata Yunani muo yang menjadi akar

kata mysterion dan mistisme.2 Dengan demikian orang dapat mengaitkannya

dalam konteks Islam dengan istilah-istilah seperti asrâr (misteri-misteri) atau

bâthin (esoterik atau batin), mengingat bahwa kaum Sufi menyebut diri mereka

1 Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi

Doktrin Islam dalam Sejarah, Cet. 2, (Jakarta: Paramadina, 2000), h. 77. 2 Lihat. Lorrens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2002), h. 216.

26

Page 34: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

27

sebagai para penjaga misteri-misteri atau asrâr Ilahi.3 Mistisisme dalam Islam

diberi nama tasawuf dan oleh kaum orientaslis disebut sufisme. Kata sufisme

dalam istilah orientalis khusus dipakai untuk mistisme Islam. Sufisme tidak

dipakai untuk mistisme yang terdapat dalam agama-agama lain.4

Jadi, tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan

dimensi atau aspek spiritual dari Islam. Spiritualitas ini dapat mengambil bentuk

yang beraneka di dalamnya. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih

menekankan aspek rohaniya ketimbang aspek jasmaninya; dalam kaitannya

dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan

dunia yang fana; sedangkan dalam kaitannya dengan pemahaman keagamaan, ia

lebih menekakan aspek esoterik ketimbang eksoterik, lebih menekankan

penafsiran batini ketimbang penafsiran lahiriah. Karena para ahli taswuf, yang

kita sebut sufi, secara ontologis mereka percaya bahwa dunia spiritual lebih hakiki

dan real dibanding dengan dunia jasmani. Bahkan sebab terakhir dari segala yang

ada ini, yang kita sebut Tuhan, juga bersifat spiritual. Karena itu, realitas sejati

bersifat spiritual.5 Dari pengertian ini terlihat perbedaan orientasi keagamaan yang

signifikan antara kaum lahiri dan batini.

Sebagaimana yang menjadi pengetahuan kita, bahwa inti dari keseluruhan

sistem agama Islam adalah ajaran tawhîd, dan inti ajaran al-Qur’an adalah tawhîd

3 Sayyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Buku

Kedua, terj. Tim Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2003) h. 459. 4 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 2006),

h. 43. 5 Mulyadi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 3.

Page 35: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

28

merupakan sesuatu yang tidak boleh diragukan.6 Tawhîd kemudian

termanifestasikan dalam bentuk ibadah serta amal-perbuatan sebagai bentuk

institusi iman. Penghayatan dan pengamalan akan iman inilah yang berbeda

penekannya antara kaum lahiri dan kaum batini. Perbedaan atara kedua orientasi

keagamaan yang lahiri dan batini itu kemudian mewujudkan diri dalam divergensi

sistem-sistem penalaran masing-masing pihak pendukungnya. Maka dalam kedua-

duanya kemudian tumbuh cabang ilmu keislaman yang berbeda satu dari yang

lain, bahkan dalam beberapa hal tidak jarang bertentangan. Kedua-duanya seolah

hendak merebut sumber legitimasi dari al-Qur’an dan menganggap paham serta

jalan yang mereka tempuh par excellence.7

Sama halnya – perbedaan orientasi keagamaan – tasawuf dengan fiqih,

demikian pula halnya tasawuf dengan ilmu kalam. Bisa dikatakan antara tasawuf

dengan kedua cabang ilmu-ilmu keislaman lainnya, yaitu ilmu kalam dan ilmu

fiqih atau syari‘ah memang tidak senantiasa harmonis. Tetapi harus dikatakan di

sini bahwa pada awalnya perbedaan atara ketiga cabang ilmu itu, terutama antara

tasawuf dengan kalam, lebih terletak pada masalah tekanan daripada isi ajarannya.

Dikatakan bahwa perbedaan itu lebih terletak pada masalah tekanan dari pada

isinya, sebab baik ilmu kalam maupn ilmu tasawuf keduanya berpangkal tolak

pada kalimat syadadat lâ ilâha illa Allâh. Menurut kaum sufi, dari kalimat

syahadat itu dapat disimpulkan bahwa kenyataan yang benar atau al-Haqq

hanyalah Tuhan semata, sedangkan selain Dia hanyalah nisbi belaka. Kaum sufi

6 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:

Paramadina,1997), h. 45. 7 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Cet. 6, (Jakarta: Paramadina, 2008),

h. 252.

Page 36: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

29

bertujuan untuk sampai pada al-Haqq itu.8 Karenanya, para sufi menyebut diri

mereka “ahl al-haqîqah”. Penyebutan ini mencerminkan obesesi mereka terhadap

kebenaran yang hakiki. Maka, mudah dipahamai kalau mereka menyebut Tuhan

dengan “al-Haqq”, seperti yang tercermin dalam ungkapan al-Hallaj (w. 922 H.),

“anâ al-Haqq”.9 Dari sini terlihat immanensi Tuhan dalam ajaran tasawuf.

Selain persoalan transendealisme10, ilmu kalam juga lebih mengutamakan

pemahaman masalah-masalah ketuhanan dalam pendekatan yang rasional dan

logis. Sedangkan tasawuf sangat banyak menekankan pentingnya penghayatan

ketuhanan melalui pengalaman-pengalaman nyata dalam olah rohani (spiritual

exercise) yang mengutamakan intuisi.11 Yang dilakukan kaum sufi – untuk

sampai kepada al-Haqq – dengan hanya mencontoh perihidup Nabi Muhammad

yang merupakan prototype kehidupan ruhani dalam Islam. Dalam pada itu,

mereka pun menempuh jalan dalam mencari pengalaman ruhani yang ukuran

sempurnanya adalah mi‘raj Nabi.

Bagi kaum sufi, pengalaman Nabi dalam Isrâ’-Mi’râj itu adalah sebuah

contoh puncak pengalaman ruhani yang bisa dipunyai oleh seorang Nabi. Namun

kaum sufi berusaha untuk meniru dan mengulanginya bagi diri mereka sendiri,

dalam dimensi, skala dan format yang sepadan dengan kemampuan mereka.

Sebab inti pengalaman itu ialah penghayatan yang pekat akan situasi diri yang

8 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 48. 9 Mulyadi, Menyelami Lubuk Tasawuf, h. 6. 10 Dalam teologi aliran ilmu kalam (khususnya teologi Asy’ari) sangat ditekenkan ajaran

bahwa Tuhan adalah transendental, mengatasi dan terpisah dari apa pun yang merupakan ciptaan-Nya. Perincian tentang sifat-sifat Tuhan yang dua puluh mencakup sifat mukhâlafat li al-hawâdits, bahwa Tuhan berbeda dari seluruh makhluk atau alam ciptaan-Nya. Sedangkan dalam tasawuf sebaliknya, bahwa Tuhan adalah serba immanent, senantiasa hadir bersama hamba-Nya dan selalu mawjûd di mana-mana. Lihat. Madjid, Bilik-bilik Pesantren, h. 43-45.

11 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 47.

Page 37: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

30

sedang berada di hadapan Tuhan, dan bagaimana ia “bertemu” dengan Dzat Yang

Mahatinggi itu. “Pertemuan” dengan Tuhan adalah dengan sendirinya juga

merupakan puncak kebahagiaan, yang dilukiskan dalam sebuah Hadîts sebagai

“sesuatu yang tak pernah terlihat oleh mata, tak terdengar oleh telinga, dan tak

terbetik dalam hati manusia”. Sebab dalam “pertemuan” itu, segala rahasia

kebenaran “tersingkap” (kasyf) untuk sang hamba, dan sang hamba pun lebur dan

sirna (fanâ) dalam Kebenaran.12

Tasawuf lebih merupakan kumpulan perilaku daripada rumusan doktrin-

doktrin. Tasawuf ini seringkali bersifat sangat pribadi. Oleh karena itu

pengalaman mistis kaum sufi hampir mustahil dikomunikasikan kepada orang

lain, dan selamanya akan lebih merupakan milik pribadi si empunya sendiri.

Karenanya sering terjadi adanya tingkah laku eksentrik dan “di luar garis”, dan

orang lain, lebih-lebih sesama sufi sendiri, akan memandangnya dengan penuh

pengertian, bahkan kekaguman.13

Pengalaman mistis tertinggi menghasilkan situasi kejiwaan yang disebut

ekstase. Dalam perbedaharaan kaum sufi, ekstase itu sering dilukiskan sebagai

keadaan mabuk kepayang oleh minuman kebenaran. Kebenaran (al-haqq)

digambarkan sebagai minuman keras atau khamar. Bahkan untuk sebagaian

mereka minuman yang memabukkan itu tidak lain ialah apa yang mereka

namakan “dlamîr al-sya’n”, yaitu kata-kata “an” yang berarti “bahwa” dalam

kalimat syadat pertama, Asyhadu an lâ ilâh illa Allâh (aku bersaksi bahwa tidak

ada Tuhan selain Allah). Pelukisan ini untuk menunjukkan betapa intensnya

12 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 257. 13 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 258.

Page 38: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

31

mereka menghayati tawhîd, sehingga mereka tidak menyadari apa pun yang lain

selain Dia Yang Mahaada.14

Selanjutnya, di dalam al-Qur’an juga banyak ditegaskan tentang

pentingnya orientasi keruhanian yang bersifat ke dalam dan mengarah kepada

pribadi, termasuk ketika al-Qur’an berbicara tentang hukum. Seorang Muslim

harus merasakan ketentuan hukum itu sebagai sesuatu yang berakar dalam

komitmen spiritualnya. Kenyataan ini tercermin dalam susunan kitab-kitab fiqih

yang selalu dimulai dengan bab pensucian (thahârah) lahir, sebagai awal

pensucian batin.15 Di sini Madjid ingin mengatakan bahwa tasawuf merupakan

“faktor pengimbang” bagi fiqh yang banyak menekankan segi hukum yang lahiri,

bagi kalam yang lebih berorientasi kepada pembahasan rasional-dialektis, dan

bagi falsafah yang banyak mengandalkan kemampuan rasio atau akal lebih

daripada kalam.16

B. Tradisi Awal Sufisme dan Perkembangannya

Jika melacak tradisi awal sufisme, rasanya sulit untuk memastikan kapan

tepatnya mucul tradisi sufisme ini. Terlebih jika kita mengartikan tasawuf sebagai

“cara atau jalan – yang lebih mengarah kepada segi esoterik atau batini –

bagaimana seseorang dapat berada sedekat mungkin dengan Allah (al-Haqq)”.

14 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 260. 15 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, 255. 16 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 92.

Page 39: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

32

Sebab sejak manusia menyadari hubungannya dengan Yang Mahabenar (al-

Haqq), maka ia mencari kebenaran.17

Sebagaimana telah disinggung di atas, di dalam Islam yang menjadi pokok

pangkal agamanya adalah ajaran tawhîd atau pengesaan Tuhan, suatu monoteisme

yang keras dan tidak mengenal kompromi. Dalam pada itu, sepanjang ajaran al-

Qur’an, tawhîd adalah inti ajaran dan agama yang dianut para rasul dan nabi

sepanjang zaman. Di kalangan bangsa Arab sebelum Nabi Muhammad, agama

Nabi Ibrâhîm18 sudah dikenal, khususnya oleh penduduk kota Makkah suku

Quraisy. Para pengamal agama itu disebut “orang-orang hanîf” atau “hunafâ”,

yang berarti orang-orang yang memelihara dan memegang kebenaran. Sebelum

ditutusnya Nabi Muhammad, para pendahulu kaum sufi disebut sebagai hunafâ.19

Muhammad yang kelak menjadi nabi itu termasuk seorang hunafâ.20 Jadi,

menurut Nurcholish, kita bisa mengatakan bahwa sebelum Islam “tasawuf” tidak

ada, namun banyak terdapat tokoh-tokoh yang dianggap penempuh jalan sufi yang

biasa disebut para ahli zuhud (zâhid) atau ahli ibadah (âbid).

Kenyataannya, dalam tradisi tasawuf mengakui beberapa diantara sahabat-

sahabat Nabi sebagai nenek moyang rohani tasawuf. Kita sering mendengar apa

yang dikenal sebagai ahl as-suffah – salah-satu kata yang dirujuk sebagai asal

17 Syekh Khaled Bentounes, Tasawuf Jantung Islam: Nilai-nilai Universal dalam

Tasawuf, terj. Andityas, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), h. 24. 18 Ada petunjuk bahwa yang pertama mengememukakan ajara tawhîd itu dengan jelas dan

sistematis adalah Nabi Ibrahim yang kelak mewariskan agama-agama menoteistis utama. Tiga di antaranya tetap hidup sampai sekarang, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Lihat, Nurcholish Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 57-58.

19 Bentounes, Tasawuf Jantung Islam, h.25. 20 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 41.

Page 40: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

33

etimologi kata “sufi”21 – yakni anggota masyarakat yang miskin dan saleh yang

hidup di masjid Madinah. Sahabat-sahabat Nabi itu sering melontarkan ucapa-

ucapan tentang kemiskinan, dan ia muncul sebagai prototipe fakir sejati, si miskin

yang tidak memiliki apa pun tetapi sepenuhnya dimiliki Tuhan, menikmati harta-

Nya yang abadi.22

Namun demikian, – menurut Nurcholish – pada masa Nabi Muhammad

sendiri, dan selama satu abad sepeninggal beliau, dunia Islam belum mengenal

adanya kaum sufi, kaum mutakallimîn atau ahli kalam, maupun ahli hukum fiqih.

Tetapi dengan semakin meningkatnya kegiatan intelektual dan semakin

dikenalnya cara-cara pembahasan filosofis telah melahirkan paling tidak dua hal

penting. Pertama, sistem hukum yang terorganisikan, dan kedua teologi yang

sistematis. Maka melalui suatu proses yang sejajar dan oleh sebab kewajaran serta

keperluan adanya faktor pengimbang atas rasionalisasi lahiriah daripada agama

itu, persepsi keagamaan yang intuitif menjadi semakin peka dan sadar-diri. Usaha-

usaha dari kaum asketik dan zuhud yang telah ada sebelumnya untuk memperoleh

kesempurnaan etis tidak ditinggalkan samasekali, bahkan berangsur-angsur

dimurnikan dan ditransformasikan. Cita-cita etis yang dinyatakan melalui ajaran

“takhallaqû bi akhlâq Allâh” (berbudi-pekertilah kamu dengan budi-pekerti

Tuhan) tidak lagi terpuaskan dengan hanya melaksanakan aturan-aturan yang

21 Harun Nasution menyatakan terdapat lima teori yang dianggap sebagai asal etimologi

kata “sufi”: ahl al-suffah, saff, sûfî, sophos, dan shûf. Lihat, Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, h. 43-44.

22 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, terj. Sapardi Djoko Damono, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), h. 27.

Page 41: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

34

dipaksakan dari luar, tetapi menuntut adanya keserasian dengan makna

pengalaman ruhani yang mendalam dan nyata.23

Dari sudut pandang lain, menurut Nurcholish, tasawuf juga nampak

sebagai reaksi terhadap gejala kehidupan lahiriah atau material yang mewah dan

menyimpang dari ukuran kewajaran. Ini dapat dilihat dengan cukup jelas dari latar

belakang sosial-ekonomi dan politik serta budaya bagi lahirnya orientasi kesufian

yang sangat kuat justru di zaman keemasan Islam pada masa kekhalifahan Hârûn

al-Rasyîd (786 M.). Agaknya gejala ini juga dapat ditelusuri sejak masa Umayyah

(705 M.) di Damaskus, yang mendorong lahirnya gerakan-gerakan oposisi suci

(pious opposition) di kalangan tertentu, khususnya di Bashrah, Irak. Di zaman

Hârûn al-Rasyîd kota Bashrah menjadi saingan kota Kufah dalam tradisi

intelektual Islam. Jika Kufah banyak melahirkan ahli-ahli hukum (al-fuqahâ) yang

terkenal, sementara Bashrah banyak menampilkan “orang-orang suci” (al-nussâk

–para ahli nusuk atau ibadah; atau al-zuhhâd -para ahli zuhud atau asketik).

Dalam pada itu, Nurcholish menegaskan ada indikasi bahwa persaingan itu cukup

tajam, dengan masing-masing pihak mengaku lebih benar atau malah paling benar

daripada lainnya.24

Nama yang melambangkan awal sikap pertapa dan anti-pemerintah ini

adalah Hasan al-Basri (110 H./728 M.). Ketokohan Hasan cukup hebat, sehingga

kelompok-kelompok penentang rezin Umayyah banyak yang mengambil ilham

dan semangatnya dari Hasan. Begitu pula para ulama dengan orientasi Sunnî dan

orang-orang Muslim dengan kecenderungan hudup zuhud (asketik). Mereka yang

23 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 46. 24 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 92.

Page 42: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

35

tersebut terakhir inilah, sejak munculnya di Bashrah, yang disebut kaum sufi

(shûfî), konon karena pakaian mereka yang terdiri dari bahan wol (Arab: shûf)

yang kasar sebagai lambang kezuhudan mereka. Dari kata-kata shûf itu pula

terbentuk kata-kata tashawwuf (tasawuf), yaitu, kurang lebih, ajaran kaum sufi.25

Dalam perkembangannya lebih lanjut, tasawuf tidak lagi bersifat tertutama

sebagai gerakan oposisi politik. Meskipun semangat melawan atau mengimbangi

susunan mapan dalam masyarakat selalu merupakan ciri yang segera dapat

dikenali dari tingkah laku kaum sufi, tetapi itu terjadi pada dasarnya karena

dinamika perkembangan gagasan kesufian sendiri, yaitu setelah secara sadar

sepenuhnya berkembang menjadi mistisisme. Tingkat perkembangan ini dicapai

sebagai hasil pematangan dan pemuncakan rasa kesalehan pribadi.26 Karena apa

yang diajarkan tasawuf tidak lain adalah bagaimana menyembah Allah dengan

suatu kesadaran penuh bahwa kita berada di dekat-Nya sehingga kita “melihat”-

Nya atau bahwa Dia senantiasa mengawasi kita dan kita senantiasa berdiri di

hadapan-Nya.

Namun demikian, Nurcholish melanjutkan, sekalipun sufisme

mendasarkan ajaran-ajarannya pada al-Qur’an dan al-Sunnah, khususnya dalam

soal-soal doktrin, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam perkembangannya,

esoterisme Islam ini menerima, atau barangkali lebih tepat memasukkan, unsur-

unsur asing dari luar. Hal ini terjadi karena adanya kontak antara kaum muslim

dengan bangsa-bangsa taklukannya di Syria dan Persia yang dalam beberapa hal,

25 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 250. 26 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 251.

Page 43: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

36

khususnya di bidang filsafat, lebih dulu maju daripada kaum muslim sendiri.27

Kenyataannya, memang keberadaan unsur-unsur asing yang timbul baik karena

pengaruh langsung maupun tidak langsung, tidak seluruhnya dapat dicegah.

Tekanan ajaran tasawuf pada aspek imanensi Tuhan telah memungkinkan

terbukanya pintu bagi masuknya paham-paham panteisme.28 Sebut saja, misalnya,

paham seorang sufi dari Persia Abû Yazîd al-Bustâmî (w. 874 M.) tentang fanâ

(terleburnya diri pribadi dalam Tuhan) dan baqâ (mengekalnya diri pribadi dalam

kesatuan dengan Tuhan) berseru dengan kalimat subhânî (Maha Suci Aku), atau

paham hulûl pada al-Hallâj (858 M.) yang termasyhur dengan ucapannya Anâ al-

Haqq, yang dihukum mati di Bagdad pada tahun 922 M.29

Namun menurut Nurcholish, tidak adil rasanya jika kita mengatakan

bahwa tasawuf itu sesat. Karena jika kita menghukum unsur asing yang

menyusup, maka yang kita sedang hukum bukanlah tasawuf Islam, tapi unsur

asing tersebut. Tasawuf Islam ialah ruh yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-

Sunnah, hal ini merupakan pernyataan yang keluar dari para imam-imam sufi dan

hal ini pula yang diakui oleh para ulama yang bersikap objektif ketika mereka

berbicara masalah sufi. Mereka telah mencoba memberikan definisi tentang

tasawuf dengan puluhan definisi sesuai dengan pemahaman mereka dan

pengalaman spiritual mereka.30

27 Hal inilah yang menyebabkan para orientalis dalam membahas tentang tasawuf sering

mengesankan ketidak-aslian sufisme sebagai berasal dari Islam. Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 48.

28 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 50. 29 Lihat, misalnya, Julian Baldick, Islam Mistik: Mengantar Anda ke Dunia Tasawuf, terj.

Satrio Wahono, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002), h. 66-69. 30 Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Salafi: Menyucikan Tasawuf dari Noda-noda,

(Jakarta: Hikmah, 2002), h. 84.

Page 44: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

37

Bentuk yang sangat populer dari pengaruh luar terhadap sufisme adalah

praktek-praktek pemujaan kepada para wali. Praktek ini bersumber dari ajaran

tentang adanya kemampuan para wali untuk memberi berkah kepada orang lain,

baik semasa hidup maupun sesudah meninggal dunia. Ajaran ini mendorong

tumbuhnya kebiasaan mengagungkan makam orang-orang suci yang kemudian

dijadikan tempat perantara dalam berdo’a. Bahkan tidak jarang dijadikan tempat

tumpuan harapan bagi orang-orang yang memiliki ambisi tertentu.31 Hal inilah

yang menjadi sasarang kritik para pemikir modern Islam nantinya.

Tidak lama kemudian muncullah al-Qusyayrî dengan karyanya yang

terkenal Risâlah, dan al-Ghazâlî (w. 505 H./1111 M.) dengan karyanya yang

terkenal Ihyâ Ulûm al-Dîn yang merupakan seruan bagi dihidupkannya kembali

tasawuf. Al-Ghazâlî berperan besar dalam memberikan penyelesaian pada

sebagian besar pertikaian paham di kalangan kaum Muslimin (mutakallimîn,

fuqqahâ, dan sufi), sehingga ia memperoleh gelar Hujjah al-Islâm yang bisa

diartikan “argumentasi Islam” atau “pembela Islam”.32

Namun demikian, betapa pun besarnya jasa al-Ghazali, ia tidak luput dari

kritikan-kritikan tokoh-tokoh Islam setelahnya. Kritikan paling keras adalah yang

datang dari Ibnu Taymîyah, seorang ulama yang banyak mengilhami tokoh-tokoh

pergerakan pembaruan dalam Islam. Kecamannya terutama ditujukan pada

pandangan hidup al-Ghazâlî yang sangat mementingkan kehidupan asketik atau

zuhud sehingga menjadikan seseorang mengasingkan diri dari kehidupan duniawi

(’uzlah).

31 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 51. 32 Lihat, Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 52. dan Nurcholish Madjid, Kaki Langit

Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 86.

Page 45: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

38

Menurut Nurcholish, sekarang ini sikap dunia Islam terhadap tasawuf

seolah-olah terbagi dua, ada yang lebih berorientasi kepada imam al-Ghazâlî dan

mereka yang lebih merorientasi kepada Ibnu Taymîyah. Mungkin tidak bisa

dibuat garis pemisah yang tegas antara keduanya, tetapi perbedaan tekanan

orientasi itu sangat jelas terasa.

C. Tarekat dan Korelasinya dengan Sufisme

Kehidupan tasawuf dapat dilaksanakan baik dengan cara individual

maupun cara kolektif. Melaksanakan tasawuf secara individual ialah

mengamalkan sikap-siakp sufistik, seperti takwa, tawakal, sabar, syukur, ikhlas,

rida, dan sebagainya. Sedangkan mengamalkan tasawuf secara kolektif ialah

melaksanakannya secara bersama-sama melalui persaudaraan sufi yang biasa

disebut tarekat.33

Sebenarnya perkataan “tarekat” (tharîqah) itu sendiri – menurut Madjid –

secara harfiah berarti “jalan”, sama dengan arti perkataan “syarîa’ah”, “sabîl”,

“shirâth”, dan “manhaj”. Dalam hal ini yang dimaksud ialah jalan menuju

kepada Allah guna mendapatkan ridla-Nya, dengan menaati ajaran-ajaran-Nya.

Semua perkataan yang berarti “jalan” itu terdapat dalam kitab suci al-Qur’an:34

“Kalau saja mereka berjalan dengan terguh di atas thariqah, maka Kami (Allah) akan melimpahkan kepada mereka air (kehidupan sejati) yang melimpah”. (Q.S. al-Jinn: 16) Perkataan tharîqah dalam firman tersebut menunjuk pada agama secara

keseluruhan, bukan hanya suatu wujud atau institusi keagamaan seperti yang kita

33 Sudirman Tebba, Orientasi Sufistik Cak Nur: Komitmen Moral Seorang Guru Bangsa, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 177.

34 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 92.

Page 46: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

39

lihat sekarang sebagai “tarekat”.35 Agama memang selalu digambarkan sebagai

jalan. Sama dengan Marga atau Darma dalam bahasa Sansekerta, atau Tao dalam

bahasa Cina.36

Jadi dengan menempuh jalan yang benar secara mantap dan konsisten,

manusia dijanjikan Tuhan akan memperoleh karunia hidup bahagia yang tiada

terkira. Hidup bahagia itu ialah hidup sejati, yang dalam ayat suci tersebut

diumpamakan dengan air yang melimpah ruah. Dalam literatur kesufian, air

karunia Ilahi itu disebut “air kehidupan” (mâ’u al-hayâti). Inilah yang secara

simbolik dicari oleh para pengamal tarekat, yang wujud sebenarnya tidak lain

ialah “pertemuan” dengan Tuhan dengan ridla-Nya. Harapan kepada ridla Allah

itu juga dicerminkan dalam sebuah wirid tarekat yang berbunyi “Ilahî Anta

maqshûdî a ridlâ-Ka mathlûbî”37

Tarekat juga bisa didefiniskan sebagai sebuah persaudaraan kaum sufi

yang memiliki silsilah guru spiritual yang sama, tempat bagi para syekh atau

mursyid untuk mewisuda murid-muridnya dan memberikan mereka ijin resmi

untuk melanjutkan mazhab pemikiran dan amalan yang umum. Terekat ini ada

yang memiliki – ada yang tidak – organisasi. Namun, pada tingkat lokal terdapat

kegiatan yang terorganisir.38

Salah satu aspek penting dari suatu tarekat adala silsilah, yakni mata-rantai

para guru sufi yang berpangkal pada Nabi Muhammad. Ciri ini begitu penting,

35 Budhy Munawar Rachman, Ahmad Gaus AF, et.all. (e.d), Ensiklopedi Nurcholish

Madjid, (Bandung: Mizan, 2006), h. 3297. 36 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h.3300. 37 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 92. 38 Baldick, Islam Mistik, h. 103.

Page 47: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

40

sehingga pada tingkatan yang lebih luas, tarekat adalah sisilah itu sendiri: suatu

ekspresi hidup dari kesinambungan dari generasi ke generasi.39

Namun, menurut Nurcholish, penggunaan istilah “tharîqah” dalam arti

persaudaan kesufian (shûfî brotherhood) adalah hasil perkembangan makna

semantik perkataan itu, sama dengan yang terjadi pada perkataan “syarî’ah”

untuk ilmu hukum Islam (juga dapat disebut “fiqh” dalam pengertian yang sedikit

lebih sempit – sementara makna “fiqh” itu menurut asalnya ialah pemahaman

agama secara keseluruhan, tidak terbatas hanya kepada bidang hukum dan

peribadatan semata).40

Selanjunya, Nurcholish menegaskan, setiap ajaran esoterik atau batini

tentu memiliki segi-segi ekslusif. Jadi tidak dapat dibuat untuk orang umum. Segi-

segi eksklusif itu menyangkut hal-hal yang “rahasia”, yang bobot keruhaniannya

yang berat membuatnya sukar dimengerti oleh kaum awam (orang umum), atau

mudah menimbulkan salah paham pada mereka. Kerena itu segi-segi eksklusif

tersebut seyogyanya tidak dipahamai seseorang melalui kegiatan pribadinya

semata, melainkan dipahamai melalui tarekat dari seorang guru pembimbing

(mursyid) yang sudah diakui kewenangannya.41

Namun, segi-segi ekslusif seperti ini menimbulkan masalah “keabsahan”

tarekat – dalam pengertian – sebagai ikatan persaudaraan kaum sufi. Pengalaman

dalam sejarah agama-agama, termasuk Islam sendiri, menunjukkan bahwa

39 Semenjak abad ke-10, daftar guru sufi hanya merujuk sampai para tabiin, generasi

Islam yang hidup pada masa sesudah sahabat Nabi dan diangap memiliki otoritas kolektif. Baru setelah masa tabiin inilah mulai muncul penyebutan nama individu. Tapi, dalam sumber-sumber abad ke-12 dan terkemudian, kita menemukan bahwa daftar itu sengaja dibuat hingga sampai kepada Muhammad, yaitu melalui para penerus pertamanya. Baldick, Islam Mistik, h. 104.

40 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 93. 41 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 94.

Page 48: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

41

esoterisme yang tak terkendali dapat menjadi sumber kesesatan umum yang

mengacaukan masyarakat. Kenyataanya, saat ini – setidaknya – terdapat dua

Negara yang secara resmi melarang amalan tarekat yakni Kerajaan Saudi Arabia

dan Republik Turki.42

Tidak dapat disangkal bahwa keanggotaan dalam suatu tarekat dapat

memeberikan ketenteraman batin yang luar biasa. Secara doktrin, dzikir atau ingat

kepada Allah itulah yang memberikan ketenteraman. Tetapi kenyataan sosialnya,

“attachment” kepada organisasi tarekat yang dipimpin kiai itulah yang lebih

berfungsi. Karena itu, sering terjadi sseseorang yang telah luas pengatahuan

agamanya, yang secara teoretis telah memahami sendiri bagaimana menjalankan

zikir dan ibadah, masih merasa perlu mengikatkan diri kepada seorang kiai tarekat

dan ahli wirid yang sebenarnya pengetahuannya lebih rendah.43

Menurut Nurcholish, tradisi seperti ini mungkin saja ada manfaatnya.

Misalnya bagi orang-orang yang mental kagamaannya masih kekanak-kanakan,

dalam arti masih memerlukan bimbingan langsung tokoh yang disegani layakna

anak memerlukan bimbingan orang tua. Namun sifatnya yang hierarkis itu, tak

pelak lagi, sangatlah membahayakan bagi perkembangan kedewasaan keagamaan

kaum muslim pada umumnya. Sebab, dengan menempatkan seorang tokoh

sebagai “model” bagi segala macam tindakan, maka kesalahan atau kekhilafan

sekecil apa pun yang dilakukan tokoh tersebut akan berdampak besar bagi para

42 Kerajaan Saudi Arabia dan Republik Turki melarang kegiatan tarekat dengan alasan

yang berlainan. Saudi Arabia melarang tasawuf karena dinilai bertentangan dengan jaran-ajaran Islam murni (puritanisme ortodoks), sedangkan Turki melarangnya karena bertentangan dengan paham hidup modern (sekularisme). Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 54.

43 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. 3298.

Page 49: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

42

pengikutnaya.44 Hal ini dikarenakan bahwa seorang guru tarekat seringkali

dipadang memiliki kualitas-kualitas kewalian, pada gilirannnya menimbulkan

tradisi pengkultusan kepada sorang guru bahkan setelah guru atau syaikh itu

meninggal.45

Adanya unsur negatif seperti itu telah mengundang adanya generalasi

terhadap tarekat atau gerakan kesufian sebagai negatif. Namun demikian, menurut

Nurcholish, sikap negatif secara pukul rata jelas tidak dibenarkan, sebagaimana

sikap positif secara pukul rata (tanpa penilaian kritis atas kasus-kasus spesifknya)

juga tidak dapat dibenarkan. Kita harus secara kritis dan adil melihat perkaranya

masalah-demi-masalah, dan hendaknya tidak melakukan penilaian bedasarkan

generalisasi yang tidak ditopang oleh fakta. Karena itu organisasi-organsasi Islam

– khususnya di Indonesia – semisal NU (Nahdlatul Ulama) menetapkan kriteria

tertentu untuk dapat disahkannya suatu tarekat. Tarekat yang absah dan yang

secara syariat dapat dipertanggungjawabkan itu biasa disebut “tharîah

mu’tabarah”. Pada pokoknya suatu tarekat absah jika ia tidak menyimpang dari

syari’ah. Ini tentu saja merupakakan kelanjutan dari pemikiran al-Ghazâlî dan

juga al-Qusyairî sebelumnya,46 yang tercatat dalam sejarah Islam telah mencoba

“mendamaikan” antara orientasi lahiri (disiplin syarî’ah) dan orientasi batini

(disiplin tasawuf).

44 Ramli Bihar Anwar, Bertasawuf Tanpa Tarekat: Aura Tasawuf Positif, (Jakarta:

Hikmah, 2002), h. 24. 45 Setelah seorang guru tarekat meninggal, biasanya akan secara langsung dianggap wali

yang keramat sehingga makamnya banyak dikunjungi atau diziarahi orang-rang yang hendak meminta berkah. Lama-kelamaan seroang wali, apalagi makamnya, menajadi semacam mysterium tremendum et fascimosum yang memiliki daya tarik begitu kuat bagi kaum Muslim awam. Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 62.

46 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 96.

Page 50: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

43

Dari pemaparan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa tarekat bisa

dipahami dalam dua pengertian: pertama, tarekat dalam pengertian jalan spiritual

menuju Tuhan, dan ini meliputi metode sufistik dalam mendekatkan diri kepada

Tuhan; dan kedua dalam pengertian persaudaraan suci di mana berkumpul

sejumlah (sufi) murid dan seorang guru, yang dibantu oleh mursyid-mursyid

lainnya. Tarekat tidak membicarakan segi filsafat dari tasawuf, tetapi

membicarakan segi amalan atau prakteknya.

D. Sufisme Baru

Setiap gerakan pembaruan atau pemurnian agama (Islam) tentu mencakup

agenda pemberantasan bid‘ah dan khurafat, sebagai tindakan menambah-nambah

hal baru kepada agama tanpa dasar yang sah dalam prinsip agama itu sendiri.

Perbuatan bid‘ah tentu akan berakibat mengaburkan ajaran agama yang murni,

dan sebagai kepercayaan kepada obyek-obyek yang palsu khurafat dengan

sendirinya sudah merupakan penyimpangan dari kemurnian agama. Walaupun

begitu, untuk menentukan mana yang bid‘ah dan mana pula yang khurafat

bukanlah perkara yang dapat dengan mudah disepakati oleh semua kelompok

Islam sebab masing-masing kelompok mengaku sebagai penganut ajaran yang

murni, yang bebas dari bid‘ah dan khurafat. Beberapa gerakan pemurnian Islam

memiliki konsep yang tegas tentang apa yang mereka pendang sebagai bid‘ah dan

khurafat, serta melancarkan program pemberantasannya dengan gigih.

Gerakan pembaruan atau pemurnian juga terjadi di dalam dunia tasawuf

atau sufisme. Dalam konteks kemodernan, – setidaknya – ada dua istialah atau

Page 51: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

44

sebutan yang biasa dilekatkan kepada paham sufisme baru yang dianggap

(Nurcholish) sebagai pemurnian ajaran Islam (baca: tasawuf), yakni: sebuah

terminologi yang pertama kali dimuncukan oleh pemikir muslim kontemporer,

Fazlur Rahman, yakni “neo-sufisme”,47 dan istilah yang dipopularkan oleh

pemikir Islam Indonesia, pfof. Hamka, yakni “tasawuf modern”48.

Baik Hamka maupun Fazlur Rahman, keduanya adalah tokoh pembaruan

Islam yang sangat mengenal pemikiran kaum pembaharu klasik seperti Ibn

Taymîyah dan Ibn Qayyim al-Jawzîyah. Kedua tokoh itu (Fazlur Rahman dan

Hamka) menunjukkan kepada kenyataan yang sama, yaitu suatu jenis kesufian

yang terkait erat dengan syarî’ah, atau dalam wawasan Ibn Taymîyah, jenis

kesufian yang merupakan kelanjutan dari ajaran Islam itu sendiri sebagaimana

termaktub dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, dan tetap berada dalam pengawasan

kedua sumber utama ajaran Islam itu, kemudian ditambah dengan ketentuan untuk

tetap menjaga keterlibatan dalam mayarakat secara aktif.49

Di sini Nurcholish mencoba untuk merekonstruksi pemikiran sufisme

terdahulu (sufisme tradisional atau sufisme poluler) yang secara tegas

menempatkan penghayatan keagamaan yang paling benar pada pendekatan

esoteris, pendekatan batiniyah, yang berdampak kepada timbulnya kepincangan

dalam aktualisasi nilai-nilai Islam, karena lebih mengutamakan makna

47 Rivay Siregar, Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-sufisme, (Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2002), h. 311. 48 Istilah “neo-Sufisme” terasa lebih netral daripada istilah “tasawuf modern”. Istilah

“tasawuf modern” terasa lebih optimistik, karena “modern” acapkali berkonotasi positif dan optimis. Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. 3311.

49 Ibn Taymiyah dan ibn Qayyim al-Jawziyyah disebut-sebut sebagai kaum neo-Sufi, atau perintis kearah kecenderungan ini, karena mereka sangat memusuhi sufisme populer. Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h.78.

Page 52: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

45

batiniyahnya saja atau ketentuan yang tersirat saja dan sangat kurang

memperhatikan aspek lahiriyah formalnya. Akhirnya, wajar apbila kemudian

dalam penampilannya, kaum sufi (terdahulu) tidak tertarik untuk memikirkan

masalah-masalah sosial kemasyarakatan, bahkan terkesan mengarah ke privatisasi

agama.50

sementara sufisme baru menekankan kepada motif moral dan penerapan

metode dzikir dan murâqabah atau konsentrasi keruhanian guna mendekati

Tuhan, tetapi sasaran dan isi konsentrasi itu disejajarkan dengan doktrin salafi51

(ortodoks) dan bertujuan untuk meneguhkan keimanan kepada aqidah yang benar

dan kemurnian moral dari jiwa. Gejala yang dapat disebut sebagai sufisme baru

(atau neo-Sufisme) ini cenderung untuk menghidupkan kembali aktifisme salafi

dan menanamkan kembali sikap positif kepada dunia.52

Dalam pada itu, kaum neo-Sufisme juga mengakui, sampai batas tertentu,

kebenaran klaim sufisme intelektual: mereka menerima kasyf (pengalaman

penyingkapan kebenaran Ilahi) kaum Sufi atau ilham intuitif, tetapi menolak

klaim mereka seolah-olah tidak dapat salah (ma’shûm), dengan menekankan

bahwa kehandalan kasyf adalah sebanding dengan kebersihan moral dari kalbu,

yang sesungguhnya mempunyai tingkat-tingkat yang tak terhingga. Bahkan, baik

Ibn Taymîyah maupun Ibn Qayyim sesungguhnya mengaku pernah mengalami

kasyf sendiri. Jadi terjadinya kasyf dibawa kepada tingkat proses intelektual yang

50 Rivay, Tasawuf, h. 309. 51 Perkataan Arab “salaf” secara harfiah berarti “yang lampau”. Kemudian, dalam

perkembangan semantiknya, perkataan “salaf” mengandung konotasi masa lampau yang berkewenangan atau berotoritas sebagai sumber pemahaman ajaran agama Islam sekaligus menjadi teladan realisasi ajaran itu dalam kehidupan nyata. Karena dekat dengan masa hidup Nabi. Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 365.

52 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 79.

Page 53: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

46

sehat. Lebih jauh lagi, Ibn Taymîyah dan para pengikutnya menggunakan

keseluruhan terminoligi kesufian – termasuk istilah sâlik, penempuh jalan

keruhanian – dan mencoba memasukkan ke dalamnya makna moral yang puritan

dan etos salafi.53

Dalam semangat empatik, mungkin justru pengalaman mistis kaum sufi

harus dipandang sebagai bentuk pengalaman keagamaan yang sejati. Seperti

pengalaman Nabi dalam Mi‘râj yang tak terlukiskan, sehingga karenanya juga tak

terkomunikasikan, pengalaman mistis kaum sufi pun sesungguhnya berada di luar

kemampuan rasio untuk menggambarkannya. Kaum sufi gemar mengatakan

bahwa untuk mengetahui apa hakikat pengalaman itu, seseorang hanya harus

mengalaminya sendiri. Tidak munkinlah menjelaskan rasa manisnya madu jika

orang tidak pernah mencicipinya sendiri. Mereka mempunyai perbendaharaan

yang kaya untuk melukiskan kenyaaan itu.

Meskipun pengalaman mistis tertinggi dalam dunia kesufian (ekstase)

hanya bersifat sesaat (transitory), namun relevansinya bagi pembentukan budi

pekerti akan bersifat awet. Sebab dalam pengamalan intens sesaat itu orang

berhasil menagkap suatu kebenaran yang utuh. Kesadaran akan kebenaran yang

utuh itulah yang menimbulkan rasa bahagia dan tenteram yang mendalam, suatu

euphoria yang tak terlukiskan. Kemudian, suatu hal yang amat penting ialah

bahwa euphoria itu sekaligus disertai dengan kesadaran akan posisi, arti, dan

peran diri sendiri yang proporsional, yaitu “tahu diri” (ma‘rifat al-nafs) yang tidak

lebih dari pada seorang makhluk yang harus tunduk-patuh dan pasrah bulat

53 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 80.

Page 54: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

47

(Islâm)54 kepada Sang Maha Pencipta (al-Khâliq).55 Jadi, menurut Nurcholish,

tasawuf dengan pengertian seperti ini adalah Islâm itu sendiri.

Selanjutnya, mengenai pengasingan diri atau ‘uzlah – seperti yang

diajarkan oleh al-Ghazâlî dan para pemikir kesufian lainnya – dalam tingkatnya

yang melewati batas, dimana seseorang melakukannya tidak semata-mata karena

hendak melepaskan diri sementara dari kenyataan hidup sehari-hari dan hendak

menempuh hidup pasif dan tidak mau tahu kepada masalah kemasyarkatan, tentu

saja merugikan. Karena itu ‘uzlah pernah menjadi sasaran kritik kaum modernis,

seperti Hamka, karena ‘uzlah yang demikian dapat menjadi excuse atau alasan

bagi kepasifan dan ketidak-pedulian sosial.56

Menurut Nurcholish, ‘uzlah barang kali masih bisa dibenarkan, karena kita

sulit menilai suatu masalah secara jujur jika kita sendiri terlibat dalam masalah itu.

Keterlibatan kita tentu akan mempengaruhi pandangan dan penilaian kita,

sehingga sering terjadi kekeliruan.57 Tetapi ‘uzlah yang dimaksud Nurcholish

adalah sebatas pengasingan diri itu digunakan untuk merenung (tadabbur),

berpikir (tafakkur) dan mawas diri (ihtisâb). Hal yang demikian adalah sebagai

suatu “exercise” untuk memahami lebih baik keadaan sekitar, melalui

“disengagement” sementara (untuk memperoleh penilaian yang obektif dan

jujur). Semuanya itu harus kembali menuju kepada penemuan jawaban yang

sebaik-baiknya atas persoalan bagaimana melibatkan diri secara positif dalam

54 Islâm, artinya pasrah sepenuhnya (kepada Allah), sikap yang menjadi inti ajaran agama

yang benar di sisi Allah. Lihat, Nurcholish, Pintu-pintu Menuju Tuhan, h. 2-3. 55 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 260. 56 Sudirman, Orientasi Sufistik Cak Nur, h. 156. 57 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 283..

Page 55: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

48

hidup ini, sejalan dengan tujuan hidup itu sendiri.58 Artinya, tidak menutup diri

dari perkembangan dunia dan peradaban manusia, tetapi justru sangat

menekankan pentingnya pelibatan diri dalam masyarakat secara intensif.59

Jadi neo-sufisme menekankan perlunya pelibatan diri dalam masyarkat

secara lebih kuat dari pada sufisme lama, serta menolak secara keras sekali

terhadap palsunya hidup spiritualisme pasif dan isolatif (i‘tizâliyah). Selanjutnya,

Berkenaan dengan ajaran pokok spiritualisme sosial itu terdapat suatu nilai yang

sudah secara umum telah diketahui kaum Muslimin, yaitu nilai keseimbangan

(mîzân atau tawâzun) sesuai dengan prinsip yang difirmankan Allah:60

“Langit Ia tinggikan dan diadakannya neraca (keadilan), supaya jangan kamu lampaui batas timbangan.” (QS. Al-Rahmân: 7-8) Kalau kita perhatikan firman yang mengaitkan prinsip keseimbangan itu

dengan penciptaan langit, kita pun tahu bahwa prinsip keseimbangan adalah

hukum Allah untuk seluruh jagad raya, sehingga melanggar prinsip keseimbangan

merupakan suatu dosa kosmis, karena melanggar hukum yang menguasai jagad

raya. Selanjutnya, Nurcholish menegaskan, kalau manusia disebut sebagai “jagad

kecil” atau “mikrokosmos,” maka, tidak terkecuali, manusia pun harus

memelihara prinsip keseimbangan dalam dirinya sendiri, termasuk dalam

kehidupan spiritualnya.61

Sampai di sini dapat dipahami bahwa, – apa pun istilahnya – baik “neo-

sufisme” maupun “tasawuf modern”, adalah “reformed Sufism” atau sufisme

yang telah diperbaharui. Kalau pada era kecemerlangan sufisme terdahulu, aspek

58 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 283. 59 Rivay, Tasawuf, h. 316. 60 Sudirman, Orientasi Sufistik Cak Nur, h. 168. 61 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 81.

Page 56: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

49

yang paling dominan adalah sifat ekstatik metafisis atau mistis-filosofis, maka

dalam sufisme baru ini digantikan atau di-reform dengan prinsip-prinsip Islam

ortodok. Sufisme baru mengalihkan pusat pengamatan kepada rekonstruksi sosio-

moral masyarakat Muslim, sedangkan sufisme terdahulu terkesan lebih bersifat

individual dan (hampir) tidak melibatkan diri dalam hal-hal kemasyarakatan. Oleh

karena itu, karakter keseluruhan sufisme baru adalah “puritan dan aktivis”.

Page 57: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

50

BAB IV

KONTEKSTUALISASI SUFISME DALAM KEMODERNAN DAN

KEINDONESIAAN

A. Sufisme dalam Konteks Kemodernan

1. Makna Kemodernan

Penyebutan tahap perkembangan sejarah manusia yang sedang

berlangsung sekaran ini sebagai “zaman modern” bukannya tanpa masalah.

Masalah itu timbul karena inti dan hakikat zaman sekarang bukanlah kebaruannya

(“modern” berarti baru), seolah-olah sesudah tahap ini tidak ada lagi tahap yang

berarti berikutnya. Di samping itu, perkataan “modern” mengisyaratkan suatu

penilaian tertentu yang cenderung positif (“modern” berarti maju dan baik),

padahal dari sudut hakikatnya, zaman modern itu sesungguhnya bersifat netral.

Artinya, bisa bersifat atau berdampak fositif, dan juga sebaliknya.

menurut Nurcholish, pengertian yang mudah tentang “modernisasi” adalah

pengeritan yang identik, atau hampir identik dengan pengertian “rasionalisasi”,

yakni proses perombakkan pola berpikir dan tata kerja lama yang tidak akliah

(rasional), dan menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang

akliah.1 Maka “modernitas” bisa diartikan dengan kondisi konkret zaman modern

yang di dalamnya meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

Ditinjau dari sosio-historis, periode sejarah yang lazim disebut “modern”

mempunyai banyak perbedaan pandangan tentang jiwa dengan periode

1 Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1987) h.

172.

50

Page 58: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

51

sebelumnya (periode pertengahan)2. Menurut Bertrand Russell, ada dua hal

terpenting yang menandai sejarah modern, yakni runtuhnya otoritas agama (dalam

konteks Barat saat itu otoritas gereja), dan menguatnya otoritas sains.3 Peristiwa-

peristiwa penting yang turut mendorong modernitas antara lain, Revolusi Industri

Inggris dan Revolusi Prancis pada abad ke-18.4

Menurut Nurcholish, betapa pun hebatnya zaman modern, namun

kreativitas itu, dalam perspektif sejarah dunia dan umat manusia secara

keseluruhan, masih merupakan kelanjutan berbagai hasil usaha (achievements)

umat manusia sebelumnya. Unsur-unsur kultural kehidupan modern seperti

bahasa, norma-norma etis, bahkan huruf dan angka serta temuan-temuan ilmiah,

meskipun dalam bentuknya yang masih germinal dan embrionik, adalah produk

zaman sebelumnya, yaitu zaman Agraria. Tanpa pernah ada zaman Agraria,

zaman modern sendiri sama sekali mustahil. Oleh sebab itu, pertama-tama zaman

modern harus dipandang sebagai kelanjutan wajar dan logis perkembangan

kehidupan manusia dalam mencari jalan mengatasi kesulitan hidupnya di dunia

ini.5

Karena merupakan suatu kelanjutan logis sejarah, maka modernitas adalah

sesuatu yang tak terhindarkan. Lambat atau pun capat modernitas tentu muncul di

kalangan umat manusia, entah kapan dan di bagian mana dari muka bumi ini. Jika

2 Masyarakat abad pertengahan adalah masyarakat yang relatif kecil, homogen, tanpa pembagian kerja, dimana tradisi, adat istiadat, dan agama memainkan peran kunci. Donny Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006), h. 68.

3 Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat: dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, terj. Sigit Jatmiko et. al., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 645.

4 Donny, Percik Pemikiran Kontemporer, h. 69. 5 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Cet. 6, (Jakarta: Paramadina, 2008),

h. 446.

Page 59: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

52

“kebetulan” momentum zaman modern dimulai oleh Eropa Barat Laut sekitar dua

abad yang lalu, maka sebenarnya telah pula terjadi “kebetulan” serupa sebelumya,

yaitu dimulainya momentum zaman Agraria dari Lembah Mesopotamia (bangsa

Sumeria) sekitar lima ribu tahun yang lalu.6 Lebih jauh lagi, munculnya zaman

Agraria juga disebut sebagai permulaan sejarah, dan zaman sebelumnya disebut

zaman “prasejarah” yang tanpa “peradaban”. Karena itu Lembah Mesopotamia

dianggap sebagai tempat “buaian” peradaban manusia.7

Jadi, modernitas (kemodernan), jika seandainya sekarang ini belum

muncul, tentu akan membuka kemungkinan bagi kelompok manusia mana pun,

dengan keungulan relatif antara mereka, untuk memunculkannya. Namun karena

dimensi pengaruhnya yang global dan cepat itu, maka modernitas sekali dimulai

oleh suatu kelompok manusia (dalam hal ini bangsa-bangsa Barat), tidak mungkin

lagi bagi kelompok manusia lain untuk memulainya dari titik nol.

Kembali kepada kemodernan yang merupakan suatu kelanjutan logis

sejarah, pada gilirannya membawa dampak negatif yang sangat menantang, yaitu

materialisme. Dimulai dengan kenyataan bahwa teknikalisasi – sebagai salah satu

wujud kemodernan – dapat berakibat kepada merosotnya peranan agama,8 atau

paling tidak mendorong ajaran agama pada posisi pinggiran, jika bukan

6 Jika zaman modern membawa implikasi terbentuknya Negara-negara nasional, maka

konsep dan lembaga kenegaraan itu sendiri adalah akibat langsung dan diciptakan oleh zaman Agraria.

7 Patut diingat bahwa semua agama besar, baik yang Semitik (Yahudi, Kristen dan Islam) maupun yang “Asia” (Hiduisme, Budhisme, Konfusionisme) lahir dan berkembang di zaman Agraria. Zaman Agraria itu sendiri, semenjak permulaannya oleh bangsa Sumeria, telah berlangsung selama sekitar lima puluh abad, sementara zaman modern, dalam bentuknya yang mekar sekarang ini, baru berlangsung sekitar dua abad saja. Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 447.

8 Fenomena tragis ini telah ditunjukkan dalam sejarah awal zaman modern di Barat, dimana otoritas gereja digantikan oleh otoritas sains. Lihat, Russel, Sejarah Filsafat Barat, h. 645-647.

Page 60: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

53

membuatnya tidak relevan dengan kenyatan hidup manusia.9 Pada kenyataannya,

Masyarakat modern bukan lagi masyarakat kecil dimana satu sama lain saling

kenal dan bergotong royong secara sukarela. Masyarakat modern adalah

masyarakat orang-orang asing yang heterogen secara kultural dan agama, dimana

norma hubungan antar-manusia dieksploitasi dalam bentuk kontrak10 (“saya

bekerja bukan karena saya kenal anda, tetapi karena menurut perjanjian anda akan

mengupah saya 100 perak per jam”).

Berkenaan dengan bangsa Indonesia, masalah yang harus kita perhatikan

adalah kenyataan religo-sosio-kultural bahwa sebagian besar bangsa kita adalah

Muslim. Hal ini mengisyaratkan adanya potensi konflik antara modernitas –

dengan materialisme sebagai implikasinya – di satu pihak dan Islam-Indonesia di

pihak lainnya. Namun, menurut Nurcholish, sebenarnya ada segi dari Islam dan

tradisi kaum Muslim yang diharapkan (secara lebih menentukan) mengambil

bagian dalam usaha-usaha menanggulangi berbagai krisis zaman Modern, yakni

pemahaman hakikat tawhîd yang diwujudkan melalu amal perbuatan yang

dilakukan berdasarkan dorongan batinnya.11 Jika pola revolusi ilmiah umumnya

tidak lebih dari pada hasil dari mencari pemcehan teka-teki (puzzle solving) – dan

bukannya terbit dari semangat mencari Kebenaran Terakhir (Ultimate Truth)12 –

9 Nurcholish Madjid, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di

Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 72. 10 Donny, Percik Pemikiran Kontemporer, h. 69. 11 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 531. 12 Dalam proses-proses kreatifitas ilmiah modern, umumnya, tidak mau, atau tidak berani,

mengaku sebagai mencari “kebenaran”, melainkan lebih banyak mencari pemecahan berbagai teka-teki yang terkandung dalam suatu paradigma ilmiah yang dianggap mapan. Nurcholish, Tradisi Islam, h. 73.

Page 61: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

54

maka sebab utamanya adalah karena hilangnya semangat tawhîd dalam diri

manusia modern.

Dari penjelasan tentang kemodernan – dengan implikasi positif dan

negatifnya – sebagai suatu kelanjutan logis sejarah, maka faktor – yang disebut

Nurcholish dengan – “the man behind the gun” memegang peran amat

menentukan dalam menjadikan teknologi bermanfaat atau bermudarat. “The man”

adalah hakikat yang diwujudkan melalu amal perbuatan yang dilakukan

berdasarkan dorongan batinnya.13

2. Sufisme dan Kemodernan

Zaman modern, dengan perkembangan ilmu pengetahuan atau sains serta

teknologi sebagai bentuk terapannya, tidak dapat dibantah telah membuat hidup

umat manusia menjadi lebih baik, atau jauh lebih baik. Kenyataan ini diperkuat

oleh adanya dambaan semua bangsa untuk menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi sebagai landasan kemajuan, kekuatan dan kemakmurannya. Tetapi dari

sisi lain, – yang gelap – ialah ketika ilmu pengetahuan berkembang menjadi

“paham ilmu-pengetahuan” atau scientism, menuju ke arah pertumbuhan sebuah

ideologi tertutup. Yaitu ideologi atau paham yang memandang ilmu pengetahuan

sebagai hal terakhir (final), memiliki nilai kemutlakan, dan serba cukup dengan

dirinya sendiri. Kenyataan ini terlihat ketika sains (modern) meyakini bahwa

13 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 532.

Page 62: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

55

hakikat hanyalah kenyataan empirik, dan kemudian meragukan hal-hal di luar

jangkuannya.14

Pada gilirannya hal ini dapat berakibat kepada merosotnya peranan agama,

atau paling tidak mendorong agama pada posisi pinggiran, jika bukan

membuatnya tidak relavan dengan kenyataan hidup manusia.15 Dalam masyarakat

serupa itulah timbul sinyalemen bahwa teknologi modern mengakibatkan alienasi,

yaitu keadaan seseorang yang “terasing” dari dirinya sendiri dan nilai

kepribadiannya, karena ia menjadi tawanan sistem yang melingkarinya dan di

mana ia hidup, tanpa ia sendiri berdaya berbuat sesuatu apa pun.16 Pada

gilirannya, manusia modern menjual jiwanya untuk memperoleh kekuasaan

terhadap lingkungan alam manusia, dan ia menciptakan suatu situasi di mana

kontrol terhadap lingkungan berubah menjadi pencekikan, yang selanjutnya tidak

hanya berubah menjadi kehancuran tatanan masyarakat tapi juga perbuatan bunuh

diri.17 Dengan kata lain, Beberapa implikasi negatif dari kemodernan itu

melahirkan kegelisahan yang akut dalam jiwa manusia modern.

Permasalahan yang muncul – dari kemodernan – kemudian adalah jika

kemodernan – sebagaimana yang telah diungkapkan Nurcholish – adalah suatu

kelanjutan logis sejarah atau perkembangan alami manusia, maka ketidak cocokan

itu bisa bermakna serius, yaitu ketidak cocokan antara alam manusia dengan

manusia itu sendiri serta ajaran agamanya. Namun optimistik Nurcholish tetap

14 Budhy Munawar Rachman, Ahmad Gaus AF, et.all. (e.d), Ensiklopedi Nurcholish

Madjid, (Bandung: mizan, 2006h), h. 2768. 15 Nurcholish, Tradisi Islam, h. 73. 16 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 531. 17 Komaruddin Hidayat dan Muhamad Wahyu Nafis, Agama Masa Depan: Perspektif

Filsafat Perennial, (Jakarta, Gramedia, 2009), h. 1.

Page 63: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

56

kuat dalam memandang relevansi tasawuf dalam kemodernan. Menurut

Nurcholish, kita perlu menumbuhkan kembali keyakinan kepada keserasian atau

keseimbangan (mîzân atau tawâzun) atara diri kita (sebagai jagad kecil atau

mikro-kosmos) dengan dengan alam raya keseluruhan (sebagai makro-kosmos).18

Ini juga berarti menumbuhkan kembali dimensi religusitas dalam kehidupan

manusia (modern). Karena religiusitas adalah milik praktis setiap orang. Manusia

hidup tidak mungkin tanpa rasa dimensi kedalaman tertentu yang menyentuh

emosi dan jiwanya atau ruhaninya.19

Demikian pula pada manusia modern, dimensi religius atau spiritual

bukannya tak ada, tapi karena manusia modern “hidup di pingir lingkaran

eksistensi”, tidak pada pusat spiritualitas dirinya, sehingga mengakibatkan ia lupa

siapa dirinya.20 Dengan kata lain permasalahan modernitas, atau sebagaian orang

yang mempermasalahkan relavansi agama dengan modernitas, adalah dikarenakan

memudarnya daerah kegaiban atau mistik dalam penghayatan keagamaan. Padahal

tindakan keagamaan pada dasarnya dilakukan karena pengakuan adanya

kenyataan supra-empiris atau gaib dan misteri (mistik).21

Permasalahan tidak selesai sampai di situ. Pengakuan akan adanya

kenyataan supra-empiris atau gaib pun terdapat pada manusia primitif dengan

berbagai ritual pemujaannya22. Sebagai tokoh pembaru Islam, – yang mempunyai

misi memurnikan ajaran Islam dari bid‘ah dan khurafat – Nurcholish, justru

18 Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi

Doktrin Islam dalam Sejarah, Cet. 2, (Jakarta: Paramadina, 2000), h. 81. 19 Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 9. 20 Komaruddin, Agama Masa Depan, h. 3. 21 Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 148. 22 Seperti agama-agama berhala yang melakukan pemujaan atas dasar pandangan

bersahaja terhadap fenomena-fenomena alam serta pengkultusan kepada leluhur.

Page 64: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

57

melihat sisi positif lainnya dari kemodernan. Bahkan kemodernan menopang dan

meningkatkan misi pemurnian ajaran agama atau meningkatkan religiusitas yang

paling murni dan sejati. Yakni sikap keagamaan yang memandang keparcayaan

atau iman sebagai tujuan pada dirinya sendiri, dan yang menimbulkan perasaan

bahagia karena nilai intrinsiknya. Religiusitas dalam dimensi ini tidak

mengaharapkan kegunaan di luari imannya sendiri. Maka agama menjadi semakin

murni, dalam arti bahwa keagamaan tidak lagi banyak mengandung nilai

instrumental.23

Dalam pada itu, sebagaimana telah diungkapkan Nurcholish, bahwa

modernisasi adalah rasionalisasi, yakni proses perombakan pola berpikir dan tata-

kerja lama yang tidak akliah (rasional), dan menggantinya dengan pola berpikir

dan tata-kerja baru yang akliah. Keguanaannya adalah untuk memperoleh daya

guna dan efisiensi yang maksimal. Maka dalam menetapkan penilaian tentang

kemodernan, juga berorientasi kepada nilai-nilai besar Islam. Di sini Nurcholish

ingin menegaskan bahwa modernisasi adalah suatu keharusan, malahan kewajiban

yang mutlak. Modernisasi merupakan pelaksanaan perintah dan ajaran Tuhan

Yang Maha Esa. Modernisasi berarti berpikir dan bekerja menurut fitrah atau

Sunnatullah (Hukum Ilahi) yang haqq (sebab alam adalah haqq). Sunnatullah

telah mengejawantahkan dirinya dalam hukum alam, sehingga untuk dapat

23 Contoh sederhana, karena “instrument” untuk memberantas hama tanaman dalam suatu

masyarakat industrial (modern) telah disediakan oleh ilmu dan teknoogi – misalnya dalam bentuk insektisida – maka orang akan semakin berkurang mendekati Tuhan – misalnya dalam bentuk doa – dengan tujuan agar tanamannya di sawah tidak terkena hama; ia – dengan modernitas – mungkin akan berpindah dari religiusitas berdimensi cultural instrumental ke cultural consumatory, di mana ia melihat ibadat sebagai tujuan pada dirinya sendiri yang menjadi sumber kebahagiaan. Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 149.

Page 65: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

58

menjadi modern, manusia harus mengerti terlebih dahulu hukum yang berlaku

dalam alam itu (perintah Tuhan).24

Namun demikian, karena keterbatasan kemampuannya, manusia tidak

dapat sekaligus mengerti seluruh hukum alam ini, melainkan sedikit demi sedikit

dari waktu ke waktu, maka menjadi modern adalah juga berarti progresif dan

dinamis. Maka sekalipun bersikap modern (to be modern) itu suatu keharusan

mutlak, tetapi kemodernan (modernitiy) itu sendiri relatif sifatnya, sebab terikat

oleh ruang dan waktu. Sedangkan yang modern secara mutlak ialah yang benar

secara mutlak, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta seluruh alam. Jadi,

modernitas berada dalam suatu proses, yaitu proses penemuan kebenaran-

kebenaran yang relatif, menuju ke penemuan Kebenaran Yang Mutlak, yaitu

Allah.25 Bukankah tujuan akhir (ultimate goal) hidup manusia ialah Kebenaran

Akhir (Ultimate Truth), yaitu Tuhan itu sendiri atau Kebenaran Ilahi?

Dari sini kita bisa melihat relevansi sufisme (tasawuf baru atau neo-

sufisme) yang ditawarkan Nurcholish. Tasawuf yang mengajarkan bahwa

kenyataan yang benar atau al-Haqq hanyalah Tuhan semata, dan kaum sufi

bertujuan untuk sampai kepada al-Haqq itu26 dengan memelihara prinsip

keseimbangan (mîzân atau tawâzun) dalam dirinya sendiri, termasuk dalam

kehidupan spiritualnya dan tetap bersikap positif kepada dunia.27

Pembahasan di atas diharapkan dapat memberi gambaran memadai tentang

prinsip-prinsip tawhîd, – sebagaimana semangat kaum sufi dalam menghayati dan

24 Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 172. 25 Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 174. 26 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:

Paramadina,1997), h. 48. 27 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 79.

Page 66: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

59

mengamalkan tawhîd – adalah prinsip abadi, berlaku untuk selama-lamanya.

Maka dengan sendirinya juga seharusnya dan memang berlaku untuk masa

sekarang di zaman modern ini, dan kita dapat melihat apa saja yang dihasilkan

sains (modern) yang sekiranya bisa menguatkan sistem keimanan agama. Itu

semua membawa kita ke dalam hidup dan menjalani kehidupan dengan selalu

bersandar (tawakal) kepada Allah, ingat (dzikir) dengan berdo‘a, dan berbuat

hanya atas perintah-Nya dan demi ridlâ-Nya.

Selanjutnya Nurcholish mengatakan bahwa yang diperlukan disni adalah

adanya sikap istiqâmah agar dapat memperoleh hikmah agama secara optimal –

lebih-lebih lagi – dizaman modern ini. Karena kemodernan (modernitas,

modernity) syarat dengan perubahan, bahkan “perubahan yang terlembagakan”

(institutionalized change).28 Istiqâmah yang di maksud (Nurcholish), tidak

bermakna statis. Meskipun mengandung arti kemantapan, tetapi tidak berarti

kemandekan, melainkan lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis. Jadi

dalam modernitas, yang bericirikan perubahan yang terlembagakan ini, kita harus

tetap bergerak, maju, namun tetap stabil, tanpa goyah, apalagi takut dengan oleh

lajunya perubahan. Ini bisa terwujud kalau kita – lagi-lagi – menyadari dan

meyakini apa tujuan hidup kita, berjalan di atas kebenaran demi kebenaran, untuk

sampai akhirnya kembali kepada Tuhan, Sang Kebenaran Mutlak dan Abadi.

28 “Institutionalized change” artinya, jika pada zaman-zaman sebelumya perubahan

adalah sesuatu yang “luar biasa” dan hanya terjadi di dalam kurun waktu yang amat panjang, di zaman modern perubahan itu merupakan gejala harian, dan sudah menjadi keharusan. Nurcholish Nurcholish, Pintu-pintu Menuju Tuhan, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 174.

Page 67: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

60

Kesadaran akan hidup menuju Tuhan itulah yang akan memberi kebahagiaan

sejati.29

B. Sufisme dalam Konteks Keindonesiaan

1. Sufisme dan Kebudayaan Lokal

Potret sejarah Indonesia menujukkan bahwa sebelum Islam masuk di

wilayah ini, kepulauan Nusantara telah mengenal kebudayaan Hindu-Budha.30

Kebudayaan yang kemudian berkembang dalam masyarakat Indonesia terbentuk

sebagai dampak dari kehadiran agama Hindu, Budha, dan Islam (dan belakangan

Kristen). Bangunan budaya yang perekembangannya besendikan ajaran agama

Islam dalam aspek-aspeknya yang tertentu, bertumpang tindih dengan budaya dan

sistem kepercayaan lokal (Hindu-Budha). Ini terlihat dari upacara-upacara

keagamaan di berbagai daerah di kepulauan Nusantara, bentuk dan corak sastra

atau keseniannya, serta dalam berbagai kearifan lokal.31

Berkaitan dengan kehadiran Islam di Indonesia, para da‘i sufi dengan

paham tasawufnya, memainkan peranan penting dalam proses islamisasi di

kepulauan Nusantara. Melalui tasawuf, semangat intelektual dan rasional Islam

memasuki alam pikiran masyarakat Indonesia. Dengan adanya akulturasi atau

29 Nurcholish, Pintu-pintu Menuju Tuhan, h. 175. 30 Bahkan jika melihat lebih jauh lagi, sebelum Hindu-Budha masuk di wilayah ini,

Indonesia telah memiliki agama asli (primitif), yakni berupa konsep-konsep keruhanian dalam masyarakat suku yang secara internal tumbuh, berkembang, dan mencapai kesempurnaannya sendiri tanpa imitasi atau pengaruh eksternal. Agama tersebut tidak jauh berbeda dengan agama-agama berhala yang melakukan pemujaan atas dasar pandangan bersahaja terhadap fenomena-fenomena alam. Mereka mempercayai adanya ruh Tuhan yang mengalir dalam setiap makhluk, bahkan ada yang menyembah binatang buas. Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, (Bandung: Mizan, 2001), h. 2.

31 Abdul Halim (ed.), Menembus Batas Tradisi Menuju Masa Depan yang Membebaskan: Refleksi atas Pemikiran Nurcholish Madjid, (Jakarta: Kompas, 2006), h. 95.

Page 68: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

61

hubungan timbal balik ajaran Islam (baca: tasawuf) dengan budaya lokal,

melahirkan manifestsi intelektual dan dan budaya baru yang tidak pernah ada

sebelum Islam datang.

Adanya kemungkinan akulturasi timbal balik antara Islam dan budaya

lokal memang diakui dalam suatu kaedah atau ketentuan dasar dalam ilmu Ushûl

al-Fiqh, bahwa “adat itu dihukumkan”, atau, lebih lengkapnya, “adat adalah

syarî‘ah yang dihukumkan”. Dengan kata lain, adat dan kebiasaan suatu

masyarakat, yaitu budaya lokalnya, bisa menjadi salah satu sumber hukum dalam

Islam. Namun Nurcholish menegaskan, bahwa unsur-unsur budaya lokal yang

dapat atau harus dijadikan sumber hukum ialah yang sekurang-kurangnya tidak

bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. unsur-unsur yang bertentangan dengan

prinsip Islam dengan sendirinya harus dihilangkan dan diganti.32

Namun, adalah hal yang sia-sia upaya menghilangkan dan menghapuskan

– sama sekali – pengaruh (budaya lokal) dalam penerapan ajaran-ajaran tasawuf.

Tetapi, dikarenakan adanya sejumlah titik temu (kemiripan) antara akidah Islam

versi kaum sufi dengan kepercayaan-kepercayaan Hindu-Budha33 yang sudah

terlebih dahulu berakar di Nusantara, dan oleh karena sifat-sifat dan sikap kaum

sufi yang lebih kompromis dan penuh kasih sayang, maka tasawuf pun mudah

diterima. Bahkan warisan ajaran-ajaran agama Hindu-Budha – menurut

Nurcholish – telah membantu mematangkan kesiapan bangsa Indonesia menerima

32 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 544. 33 Dalam agama Hindu terdapat ajaran yang mendorong manusia untuk meniggalkan

dunia dan mendekati Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman; Di dalam ajaran Budha terdapat paham nirwana. Untuk mencapai nirwana, orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Paham fana’ yang terdapat dalam sufisme hampir serupa dengan paham nirwana. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 2006), h. 45.

Page 69: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

62

kedatangan agama Islam melalui tasawufnya itu. Sebaliknya dalam

perkembangannya, sufisme telah ikut memepengaruhi ajaran-ajaran mistik

setempat.34 Dalam pada itu, Nurcholish menegaskan, bahwa apa yang disebut

“kejawen” pun dapat dilihat sebagai penjawaan sufisme Islam, atau pengislaman

mistisme Jawa. Pengaruh al-Ghazâlî juga amat terasa dalam kalangan

“kejawen”,35. Kenyataannya, dalam Kepustakaan Kejawen, banyak terdapat

naskah-naskah gubahan – kebanyakan – dalam bentuk sekar macapat (puisi),

yang isinya banyak mengungkapkan konsep-konsep ajaran martabat tujuh (suatu

ajaran tasawuf yang pada dasarnya berpaham pantheistis dari pengembangan Ibn

‘Arabi). Sastra Mistik yang berbentuk sekar dalam sastra Jawa disebut serat

suluk.36

Tetapi, kalau kita lihat para pengikut tasawuf di pesantren-pesantren di

Jawa, ternyata mereka tidak begitu paham dengan sastra mistik Jawa sendiri.

Umumnya mereka tidak mengenal bacaan-bacaan mistik seperti yang dikenal

dalam dunia kebatinan atau kejawen. Bahkan mereka memandang bacaan-bacaan

itu dengan curiga. Dalam mengamalkan tasawuf ini mereka hanya bersandar pada

sumber-sumber berbahasa Arab seperti yang diajarkan oleh kiai atau guru mereka.

Buku Imam al-Ghazâlî, Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn adalah yang paling banyak dipelajari

ketika mendalami ajaran-ajaran kesufian. Oleh karena pengaruh kuat dari kitab

Ihyâ’ itu maka boleh dikatakan tidak pernah ada ekses-ekses yang ditimbulkan

34 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 55. 35 Ini bisa dilihat dari banyaknya konsep kesufian dalam literatur kejawen, seperti konsep

tarikat, makrifat, hakikat, dan lain-lain. Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 67. 36 Lihat, Simuh, Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa,

(Yogyakarta: Bentang Budaya, 1999), h. 19-20.

Page 70: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

63

kaum sufi di pesantren, baik dalam hal pengembangan ajaran-ajarannya maupun

dalam amalan-amalannya.37

Sekalipun budaya lokal (Hindu-Budha), serta mistik setempat selalu

dianggap sebagai unsur dalam kalangan sufi, tetapi gejala itu tidak pernah menjadi

ciri yang menonjol. Paham-paham yang lebih murni atau ortodoks dari ilmu-ilmu

kalam dan fiqih senantiasa “mengawasi” amalan-amalan sufisme dan intuisinya

agar tidak jatuh dalam amalan-amalan yang menyimpang. Karena itu gerakan

sufisme dan tarekatnya tidak pernah terkena pengertian yang dikandung dalam

perkataan klenik. Klenik lebih banyak diasosiasikan dengan gerakan kebatinan di

luar tarekat-tarekat.38

Pendekatan kompromis yang dijalankan oleh para sufi dan guru-guru

tarekat yang tidak mempersoalkan kemurnian agama memang cukup luwes,

tasawuf bisa diterima berdampingan dengan tradisi lama tanpa menimbulkan

ketegangan yang berarti. Institusi-institusi lama seperti kenduri dan upacara-

upacara lainnya bisa diislamkan dengan mudah hanya dengan Pak Kiai yang

memberi berkah doa atau bacaan-bacaan tahlil dan bacaan ayat-ayat al-Qur’an.39

Inilah yang dimaksud Nurcholish dengan adanya kemungkinan akulturasi

timbal balik antara tasawuf dengan tradisi atau budaya lokal. Tradisi-tradisi

masyarakat yang pada masa lalu diliputi oleh praktik-oraktik yang berlawanan

dengan ajaran tawhîd serta ajaran-ajaran lain dalam Islam, seperti, misalnya,

37 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 56. 38 Organisasi seperti NU pun berjasa dalam mencegah adanya kecenderungan-

kecenderungan esoteris yang berlebihan. Sebagaimana telah disinggung di muka, NU menetapkan ketentuan tentang tarekat mana yang sah (mu‘tabarah) dan yang tidak sah (ghayr al-mu‘tabarah). Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 67.

39 Simuh, Sufisme Jawa, h. 21.

Page 71: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

64

takhayul dan mitologi, semuanya harus ditiadakan dan diganti dengan ajaran-ajran

Islam tentang tawhîd atau paham Ketuahanan Yang Maha Esa (dengan implikasi

terkuat anti pemujaan gejala alam dan sesama manusia atau kultus).40 Jadi,

kehadiran tasawuf di Indonesia mengakibatkan adanya perombakan masyarakat

atau “pengalihan bentuk” (transformasi) sosial menuju ke arah yang lebih baik.

Tapi, pada saat yang sama, kehadirannya tasawuf tidak mesti “distuptif” atau

memotong suatu tradisi masyarakat dari masa lampaunya semata.

2. Sufisme dan Kebhinnekaan

Kita di negeri ini biasa menyebut masyarakat Indonesia sebagai sebuah

mayarakat majemuk (plural).41 Menurut Nurcholish, kemajemukan (pluralis)

bangsa Indonesia bukanlah suatu keunikan dari kalangan masyarakat atau bangsa-

bangsa lain. Karena dalam kenyataan, tidak ada suatu masyarakat pun yang benar-

benar tunggal, uniter (unitary), tanpa ada unsur-unsur perbedaan di dalamnya.

Meskipun ada suatu masyarakat yang bersatu, tidak terpecah-belah, tetapi keadaan

bersatu (being united) itu tidak dengan sendirinya berarti kesatuan atau

ketunggalan (unity) yang mutlak. Sebab, persatuan itu dapat terjadi, dan justru

kebanyakan terjadi, dalam keadaan berbeda-beda (unity in diversity, E Pluribus

Unum, Bhinneka Tunggal Ika).42

40 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 546. 41 Dilihat dari segi geografis, Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia

dengan kurang lebih 13.000 pulau, baik dihuni atau tidak. Disamping itu, secara sosial, Indonesia terdiri dari beragam suku, bahasa, dan adat istiadat, yang menunjukkan tingkat kemajemukan yang sangat tinggi. Ahmad Amir Aziz, Neo-Modernisme Islam di Indonesia: Gagasan Sentral Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid, (Jakarta: Rineka, 1999), h. 49.

42 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 155.

Page 72: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

65

Dalam Kitab Suci terdapat petunjuk yang tegas bahwa kemajemukan

(kebhinnekaan) itu adalah kepastian atau ketentuan Ilahi (taqdîr menurut

maknanya dalam al-Qur’an) dari Allah Ta‘âlâ. Sebagai ketentuan Ilahi,

kemajemukan berarti termasuk ke dalam kategori sunnatullâh yang tak

terhindarkan karena kepastiannya.43 Tentu saja, dan tidak perlu lagi ditegaskan,

perbedaan yang dapat ditenggang itu ialah yang tidak membawa kepada

kerusakan kehidupan bersama, melainkan menumbuhkan sikap bersama yang

sehat dalam rangka kemajemukan itu sendiri.

Namun, dalam potret sejarah masyarakat Indonesia mempunyai pegalaman

kemajemukan internal, bahkan perpecahan dan pertentangan yang acapkali

mengalami eskalasi sampai ke tingkat yang berbahaya. Penomena ini pernah

terjadi di bidang politik, dan pendidikan.44 Kenyataan itu sebagian masih dapat

disaksikan sampai saati ini, dan masih mempengaruhi kalangan tertentu di antara

kita, baik antara umat Islam maupun antar umat lainnya.

Menurut Nurcholish, pertentangan antar umat atau golongan itu terjadi

dikarenakan kealpaan manusia terhadap prinsip-prinsip dalam berbagai nuktah

ajaran dalam Kitab Suci, yakni tentang Kebenaran Universal. Pokok pangkal

43 Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mangetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Hujarât: 13).

44 Di bidang politik di zaman penjajahan, pernah terjadi perbedaan yang cukup tajam antara mereka yang memilih sikap non-kooperatif (misalnya, Sarekat Islam) dan kooferatif (misalnya, Muhammadiyah). Di bidang pendidikan, juga terdapat pertentangan cukup gawat antara, misalnya, Muhammadiyah dan al-irsyad, yang membuka diri menerima unsur-unsur modern yang telah diperkenalkan oleh sistem sekolah Belanda (HIS, MULO, AMS, HBS, dan seterusnya) di satu pihak, dan, contohnya, Nahdlatul ‘Ulama yang menolak sistem Belanda dan mempertahankan sistem “asli” Islam dan bangsa sendiri (madrasah, pesantren, dan seterusnya) di lain pihak. Lihat, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 157-158.

Page 73: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

66

Kebenaran Universal yang tunggal itu ialah paham Ketuhanan Yang Maha Esa

atau tawhîd. Kebenaran Universal, dengan sendirinya adalah tunggal, meskipun

ada kemungkinan manifestasi lahiriahnya beragam. Ini juga mengahasilkan

pandangan antropologis bahwa pada mulanya umat manusia adalah tunggal,

karena berpegang kepada kebenaran yang tunggal. Tetapi kemudian mereka

berselisih sesama mereka, justru setelah penjelasan tentang kebenaran itu datang

dan mereka berusaha memahami setaraf dengan kemampuan mereka.45 Maka

terjadilah perbedaan penafisran terhadap kebenaran yang tunggal itu, yang

perbedaan itu kemudian menajam berkat masuknya vested interest akibat nafsu

memenangkan suatu persaingan.46

Disebabkan adanya prinsip Kebenaran Universal tersebut, maka al-Qur’an

mengajarkan paham kemajemukan keagamaan (religious pluralitiy). Ajaran itu

tidak perlu diartikan sebagai pengakuan langsung akan kebenaran semua agama

dalam bentuknya yang nyata sehari-hari. Akan tetapi ajaran kemajemukan

keagamaan itu menandaskan pengertian dasar bahwa semua agama diberi

kebebasan utnuk hidup, dengan resiko yang akan ditanggung oleh para pengikut

agama itu masing-masing, baik secara pribadi maupun secara kelompok.47

Sikap demikian dapat ditafsirkan sebagai suatu harapan kepada semua

agama yang ada. Karena – sebagaimana telah diuraikan di atas – semua agama itu

45 Semula manusia adalah yang tunggal, kemudian Allah mengutus para nabi yang

membawa kabar gembira dan memberi peringatan, dan Dia menurunkan bersama para nabi itu kitab suci untuk menjadi pedoman bagi manusia berkenaan dengan hal-hal yang mereka perselisihkan dan tidaklah berselisish tentang hal itu kecuali mereka yang telah menerima kitab suci itu sesudah datang kepada mereka berbagai keterangan, karena persaingan antara mereka. (Q.S: al-Baqarah: 213)

46 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 176. 47 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 180.

Page 74: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

67

pada mulanya mengantu prinsip yang sama, yaitu prinsip Ketuhanan Yang Maha

Esa dan keharusan manusia untuk berserah diri kepada-Nya (al-Islâm), maka

agama-agam itu, baik karena dinamika internalnya atau karena persinggungannya

satu sama lain, secara berangsur-angsur akan menemukan kebenaran asalnya

sendiri, sehingga semuanya akan bertumpu dalam suatu “titik temu”, “common

platform” atau dalam istilah al-Qur’an, “kalîmah sawâ”.48 Selanjutnya, melalui

semangat kebhinnekaan diusahakan mengubah perbedaan menjadi pangkal sikap

hidup yang positif, seperti “berlomba-lomba menuju kepada berbagai kebaikan

(al-khirât)”, dengan sikap saling menghormati sesama anggota masyarakat, dan

menghargai pendirian serta pandangan masing-masing.

Dalam pada itu, tradisi tasawuf atau mistisisme Islam, ada diskurusus yang

lebih menekankan sisi esoteris dan esensi (baca:hakikat). Di sana banyak kita

jumpai para asketis dan kaum Sufi yang tidak henti-hentinya mengajak

pentingnya persatauan agama-agama (wihdat al-adyân). Seperti yang

diungkapkan oleh Abû al-Mughîts Husain al-Hallâj (w. 309 H.), dan Muhy al-Dîn

Ibn ‘Arabî (w. 638 H./1240 M.) misalnya. Menurut mereka, semua agama itu

hakikatnya satu, yaitu mengakui, menyembah, dan mengabdi kepada Tuhan alam

semesta, Tuhan semua agama. Sementara namanya, yakni atribut dan simbol-

simbolnya, bisa saja bervariasi. Ada Yahudi, Nasrani, Majusi, Islam, atau pun

lainnya. Namun jelas, hakikatnya itu tidak ada bedanya.49 Perbedaan agama tak

ubahnya seperti lingkaran yang tak punya ujung dan pangkalnya. Dalam lingkaran

itu tergambar prinsip kausalitas yang menuntut adanya perbedaan keberagamaan.

48 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 181. 49 Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial; Mengedepankan Islam Sebagai

Inspirasi Bukan Aspirasi, (Bandung: Mizan, 2006), h. 280.

Page 75: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

68

Namun di balik itu, justeru terdapat kesatuan. Perbedaaan agama itu muncul

karena perbedaan hubungan-hubungan keilahian, atau berbedanya pintu-pintu

menuju Tuhan.50

Dari keterangan di atas kiranya menjadi jelas bahwa bentuk-bentuk

kegamaan tertentu dapat merupakan masalah dalam usaha mewujudkan Bhinneka

Tunggal Ika di Indonesia. Upaya menggoyahkan nilai luhur Bhinneka Tunggal

Ika, tidak lepas dari pemahaman yang belum tuntas akan makna “hidup” dan

“kehidupan”. Pemahaman nilai-nilai eksoteris dan ajaran formal agama yang

hanya mengutaman simbol-simbol ketimbang esensinya merupakan salah satu

kendala bagi implementasi somboyan tersebut. Begitu pula munculnya politik

yang sarat kepentingan pribadi dan golongan sebagai sarana pemuas hawa nafsu

belaka. Sejarah mencatat intrik-intrik tersebut, cepat atau lambat, akan

menceburkan manusia ke dalam kehidupan yang serba tidak menentu.51

Selanjutnya, Nurcholish menegaskan, untuk mewujudkan Bhinneka

Tunggal Ika, hendaknya manusia tidak membanggakan apa yang ada dalam diri

sendiri atau kelompok sendiri, yang antara lain dapat mengahasilkan pandangan

diri sendiri atau kelompok sendiri sebagai yang pasti paling benar dan diri orang

lain atau kelompok lain pasti salah. Bahkan hal ini dapat disebutkan sebagai jenis

kemusyrikan karena dibalik itu teselip pandangan memutlakkan diri sendiri dan

kelompok sendiri. Sikap ini jelas bertentangan dengan semangat tawhîd yang

konsekuensi logis utama dan pertamanya ialah meniadakan kemutlakan kepada

apa pun, termasuk diri sendiri dan kelompok sendiri, sebab yang mutlak hanya

50 Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, h. 314. 51 Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, h. 282.

Page 76: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

69

Allah, Tuhan Yang Maha Esa semata.52 Dengan kata lain, pemutlakan diri sendiri

dengan berbagai kecenderungan subyektifnya, begitu pula ketaatan mutlak kepada

sesama makhluk, adalah tidak sejalan dengan iman yang benar berdasarkan

tawhîd, sehingga akhirnya juga berdampak negatif kepada jiwa persaudaraan atas

dasar persamaan hak dan kewajiban serta harkat dan martabat manusia.

Di sini sesunggunhnya kita diajarkan untuk menerapkan prinsip kenisbian

ke dalam diri (internal relativism), tanpa klaim kemutlakan untuk diri sendiri dan

kelompok sendiri, sebagai yang benar. Maka yang diperlukan di sini adalah

penghayatan dalam batin (esoteris) tentang orientasi hidup pribadi yang

transendental, melalui tawhîd yang murni. Orientasi hidup pribadi itu kemudian

diterjemahkan ke dalam kehidupan sosial.53

Jadi, semangat Bhinneka Tunggal Ika (kemajemukan ras, bahasa dan

agama), dan juga pengalaman esoteris agama (seperti tasawuf dalam Islam) adalah

suatu keniscayaan bagi sebuah komunitas yang beragama di Indonesia sebagai

upaya menumbuhkan kerukunan hidup antar-umat beragama.54 Dengan demikian,

sufisme selalu up to date bagi masanya dan relevan dengan kehidupan dan

tantangan yang dihadapi manusia di setiap waktu dan tempat. Hal ini jelas akan

lebih baik jika dilakukan bersama-sama dengan membangun iklim dialog antar-

umat beragama yang kondusif.

3. Sufisme dan Politik

52 Nurcholish, Masyarakat Religius, h. 62. 53 Nurcholish, Masyarakat Religius, h. 65. 54 Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, h. 316.

Page 77: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

70

Sebagaimana telah disinggung bahwa tasawuf, – pada awal

pertumbuhannya di dunia Islam – selain sebagai olah rohani, juga merupakan

gerakan oposisi politik pada masa pemerintahan kaum Umawi di Damaskus (685-

705 M.) yang dipandang kurang “religius” oleh kaum Sufi (orang-orang Muslim

dengan kecenderungan hidup zuhud pada masa itu). Semangat melawan atau

mengimbangi susunan mapan dalam masyarakat selalu merupakan ciri yang

segera dapat dikenali dari tingkah laku kaum Sufi, tetapi itu terjadi pada dasarnya

karena dinamika perkembangan gagasan kesufian sendiri, yaitu setelah secara

sadar sepenuhnya berkembang menjadi mistisisme.55 Hal serupa juga terjadi di

beberapa tempat lainnya56 termasuk di Indonesia.

Di Indonesia, kaum sufi atau sufisme, selain telah menjadi perantara bagi

tersebarnya agama Islam, juga telah memilhara jiwa keagamaan di kalangan kaum

Muslim pada saat Indonesia mengalami kemunduran dalam hal kekuatan politik

dan militer pada masa kolonial Belanda (sejak abad ke-16 dan mencapai

puncaknya sekitar tahun 1930-an).57 Terlebih lagi ketika persepsi orang Indonesia

mengenai penjajah Belanda kala itu bahwa mereka datang ke Indonesia untuk

menghapus Islam dari negeri ini dan untuk kemudian digantikan dengan agama

55 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 251. 56 Di tempat-tempat yang ada pengikut tarekat hampir selalu bisa ditemukan suatu

pondokan atau zâwiyah guna menampung para fakir yang hendak melakukan wirid atau suluk. Zâwiyah itu dalam perkembangannya berubah menjadi gilda-gilda dan pusat-pusat kegiatan ekonomi, pendidikan, bahkan tidak jarang menjadi cikal bakal kekuatan politik yang besar pengaruhnya di kumudian hari. Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 55.

57 Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat; Telaah Histori Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah di Pulau Jawa, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), h. 30.

Page 78: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

71

Kristen. Hal ini mereka lihat dalam intensitas upaya yang dilakukan untuk

menghalang-halangi ulama menyerukan jihad demi agama dan negara.58

Kebijakan-kebijakan (ordonasi) kolonial yang dipahamai sebagai tekanan,

pada akhirnya menjadi akar keresahan orang Indonesia yang selanjutnya

membangun sikap emosi dan frustasi yang kumulatif. Keadaan ini menjadi lebih

buruk oleh runtuhnya kekuasaan para pemimpin mereka. Sejak akhir bad ke-18,

sultan-sultan di seluruh Jawa (seperti Demak dan Banten, selanjutnya Mataram

dan Cirebon) telah kehilangan hak-hak istimewa (previlage) dari rakyatnya, yang

dihancurkan oleh politik kolinal.59

Kehadiran Tarekat – terutama tarekat Qâdiriayah-Naqsyabandiyah – di

Indonesia, khususnya di Pulau Jawa terutama di pusat-pusat kegiatan Tarekat

Qadiriyah-Naqsyabandiyah seperti Banten, Kediri, dan Sidoarjo (sekitar tahun

1870 M.) telah membawa angin segar bagi rakyat jajahan yang ingin melepaskan

pola hidup tertekan. Pada saat itu pula ia memperoleh momentum pengikut yang

luar biasa, dan membuat gerakannya mengakar kuat di kalangan rakyat jajahan,

dengan isu-isu sentralnya: “jihâd fî sabîlillah”, “kolonial kafir yang harus diusir”,

dan sebagainya. Saat itu, tarekat mengubah fungsi dan perannya dari “sistem

sosial-organik” atau gerakan keagamaan ke “sistem religio-politik”.60 Semangat

perjuangan melawan kolonialisme semakin menggebu, juga dikarenakan – meski

pun secara samar-samar – kaum Muslim umumnya dan kalangan tarekat

khususnya memercayai akan datangnya seorang pemimpin besar bernama Imam

Mahdi. Apalagi tarekat Qâdiriayah-Naqsyabandiyah yang mengklaim pertautan

58 Alwi, Islam Sufistik, h. 194. 59 Ajid, Gerakan Politik Kaum Tarekat, h. 31. 60 Ajid, Gerakan Politik Kaum Tarekat, h. 32.

Page 79: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

72

amalannya dengan Nabi Muhammad adalah melalui ‘Alî, dan diperkuat oleh

unsur-unsur Syî‘ah yang masuk. Dalam kebatinan, – yang menurut Nurcholish

adalah sebagai penjawaan sufisme Islam, atau pengislaman mistisme Jawa –

pengharapan akan datangnya seorang pemimpin besar yang mendapat hidayah

atau petunjuk Ilahi dihubungkan dengan kedatangan Ratu Adil.61

Pengharapan akan datangnya seorang pemimpin besar atau yang biasa

disebut (messianisme),62 Menurut Nurcholish, adalah sumber kekuatan dan

semangat perjuangan bagi kaum tertindas, karena dengan messianisme itu mereka

tidak pernah kehilangan harapan kepada suatu bentuk pertolongan dari langit. Ia

menjadi tumpuan harapan bagi mereka yang dengan amat sangat mendambakan

kebebasan dan keadilan.63

Jadi, hubungan sufisme dalam perpolitikan di Indonesia dapat dilihat dari

bagaimana efektifnya potensi yang dimiliki kaum tarekat (khususnya Qâdiriayah-

Naqsyabandiyah) dengan kebutuhan psikologis dan sosiologis rakyat Indonesia. Ia

telah menjadi katalisator dalam menggerakkan massa, bukan hanya dalam arti

psikologis, tetapi juga dalam pemikiran politik, baik melalui konsep-konsep jihad

maupun dalam menentukan sasarana-sasaran pencapaiannya.

Sampai di sini kita melihat hubungan yang signifikan antara sufisme dan

dunia politik Indonesia pada masa kolonial atau sebelum kemerdekaan.

Selanjutnya, relevansi sufisme dan politik Indonesia juga sangat signifikan,

61 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. 3299. 62 Messianisme adalah suatu paham menantikan datangnya seorang “messiah” yang bakal

menyelamatkan umat manusia dan mewujudkan keadilan bagi penduduk bumi. “Messiah” beasal dari bahasa Ibrani, “messiah” yang merupakan padanan atau cognate perkataan Arab al-masîh. Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 103.

63 Nurcholish, Islam Agama Peradaban, h. 106.

Page 80: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

73

bahkan sangat dibutuhkan hingga masa kemerdekaan saat ini, dimana demokrasi

dengan nilai-nilai pancasila sebagai substansinya menjadi landasan politiknya.64

Menurut Nurcholish, demokrasi sudah barang tentu mengimplikasikan

sebuah kebebasan pribadi. Namun, banyak orang yang takut kebebasan, karena di

situ dituntut tanggung jawab pribadi yang lebih besar. Ketakutan itu bisa menjadi

penghalang yang besar atas terwujudnya demokrasi (khususnya di Indonesia).

Oleh karena itu, penting sekali diperhatikan segi pendidikan politik, yang di situ

masalah kebebasan dan tanggung jawab pribadi yang mengiringinya harus

diberikan secara proporsional. Suatu kebenaran yang mungkin terdengar ganjil

bahwa dimensi sosial hidup manusia – termasuk sistem politik demokrasinya –

akan membutuhkan tumbuhnya individu-individu yang kuat, yang menghargai

kebabasan dan siap menerima konsekuensinya berupa tanggung jawab pribadi.65

Masing-masing perorangan itu pulalah yang akhirnya dituntut untuk menampilkan

diri sebagai makhluk moral yang bertanggung jawab, yang akan memikul segala

amal perbuatannya (dalam pengadilan Hadirat Ilahi di akhirat nanti) tanpa

kemungkinan mendelgasikannya kepada pribadi yang lain.66

Jadi, untuk mewujudkan stabilitas politik guna memberi atmosfir yang

baik bagi pembangunan Negara Indonesia, dibutuhkan kekokohan pribadi (yang

bertanggungjawab), karena dalam nilai-nilai inilah terdapat makna dan tujuan

64 Meskipun dari rumusan verbalnya, pancasila, banyak menggunakan ungkapan-

ungkapan dari bagasa Sanskerta (seperti kata Maha Esa) dan dari bahaa Arab (seperti kata adil, adab, rakyat, hikmat, dan musyawarah), namun segi-segi substansinya telah benar-benar ada dalam budaya “asli” masyarakat Indonesia. Nurcholish, Tradisi Islam, h. 181.

65 Nurcholish, Tradisi Islam, h. 185. 66 Nurcholish, Masyarakat Religius, h. 68.

Page 81: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

74

hidup yang hakiki.67 Selanjutnya, tanggung jawab pribadi itu membawa akibat

adanya tanggung jawab sosial, karena setiap perbuatan pribadi yang bisa

dipertangung-jawbkan di hadapan Tuhan adalah sekaligus yang bisa

dipertangjawabkan di hadapan sesama manusia. Dengan menggunakan istilah

sufisme yang lebih khusus, tanggung jawab yang bersifat pribadi itu membawa

akibat adanya kesentosaan (salâmah)68 yang terwujud melalui amal saleh yang

ada dalam konteks interaksi antara sesama manusia dan bahkan sesama ciptaan

Tuhan dalam arti seluas-luasnya. Maka perolehanan spiritual pribadi akibat

adanya iman yang benar, sikap pasrah yang tulus (al-Islâm) ridlâ dan tawakal

kepada Allah serta ingat (dzikr) kepada-Nya, tidak bisa tidak melahirkan berbagai

konsekuaensi tingkah laku yang mewujud dalam kerangaka kehidupan sosial.69

Sebab, kebenaran bukanlah semata-mata persoalan kognitif; kebenaran harus

mewujudkan diri dalam tindakan.70

Dari sini bisa disimpulkan bahwa sikap sufistik atau sufisme – yang

merupakan esoterik Islam atau penghayatan keagamaan batin dan bersifat pribadi

– menurut Nurcholish, sangat diperlukan dalam dunia politik Indonesia yang

berlandaskan demokrasi pancasila. Terlebih sufisme yang dikehendaki Nurcholish

adalah sufisme yang hidup aktif dan terlibat dalam masalah-masalah

67 Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 156. 68 Salâm atau salâmah adalah rasa kedamaian dan keselaranan ruhani yang merupakan

buah langsung dari sikap pasrah yang tulus kepada Allah (al-Islâm mengahasilkan salâm). Sikap ini menghantarkan manusia kepada tingkat kebahagiaan ruhani yang tertinggi, yakni jiwa yang tenang-tentram (al-nafs al-muthma’innah). Lihat, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 340.

69 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaba, h. 343. 70 Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 157.

Page 82: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

75

kemasyarakatan atau sosio-politik.71 Kemudian yang menjadi prioritas utamanya

adalah perilaku dan moralitas manusia agar bisa berakhlak mulia, dan bukan

mengutamakan unsur legal-formal agama Islam seperti terwujudnya – sebuah

apologi – Negara Islam,72 kejayaan partai Islam, serta ekpresi simbolis dan idiom-

idiom politik, kemasyarakatan, dan budaya Islam sebagai bagian dari

eksperimentasi sistem ketatanegaraan Islam.73 Jadi, meskipun tasawuf tidak

secara sistematis mengajarkan praktek demokrasi, namun tasawuf memberi etos,

spirit, dan muatan doktrinal dalam individu-individu masyarakat Indonesia, yang

mendorong bagi terwujudnya kehidupan demokratik.

4. Sufisme dan Pendidikan Moral Bangsa

Dewasa ini, di Indonesia, terdapat persoalan-persoalan serius yang juga

menarik perhatian dunia internasional. Di antara persoalan-persoalan bangsa

tersebut yang paling terlihat dan bisa dirasakan sangat kuat adalah menurunnya

martabat bangsa. Ini ditandai dengan mudahnya individu-individu tergelincir ke

dalam berbagai pengaruh negatif yang datang dari modernisasi.74 Julukan yang

desematkan pada negeri kita pun semakin banyak saja, misalnya: “bangsa yang

tingkat korupsinya tertinggi” atau “low trust society” atau masyarakat yang

rendah tingkat kejujurannya. Sungguh sesuatu yang sangat ironis. Apalagi jika

71 Sudirman Tebba, Orientasi Sufistik Cak Nur: Komitmen Moral Seorang Guru Bangsa,

(Jakarta: Paramadina, 2004), h. 176. 72 Untuk kajian yang lebih komferehensif mengenai apologi “Negara Islam”, Lihat,

Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 253-255. 73 Halim (ed.), Menembus Batas Tradisi, h. 58. 74 Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, h. 236.

Page 83: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

76

dikaitkan dengan kenyataan bahwa negeri ini sebagaian besar penduduknya

adalah penganut agama Islam.

Kenyataan ini, jelas dikarenakan oleh pembangunan bangsa yang tidak

banyak memusatkan pada penataan nilai-nilai perwatakan budaya bangsa (nation

and character building). Pemusatan yang berlebihan pada “investasi kapital” telah

memakan korban pada penurunan mentalitas bangsa. Kepincangan ini akhirnya

menghasilkan rendahnya SDM, pupusnya kreativitas, tumbuhnya keenderungan

pembajakan budaya, serta tercerai-berainya moralitas bangsa. Dunia pendidikan

yang diharapkan menjadi “kawah candradimuka” bagi penyebaran tata nilai

humanis, serta ketahanan mental bangsa, ternyata banyak mendapat hardikan,

karena tidak berdaya mengemban amanah bangsa.

Maka pendidikan pun perlu diarahkan untuk melakukan perombakan-

perombakan substansial menuju penyadaran hakiki (fitrah) dengan bertumpu pada

pemaknaan hidup secara lebih humanis. Dengan kata lain, pendidikan, sebagai

sarana memperoleh ilmu pengetahuan, harus ditundukkan di bawah pertimbangan

fitrah kemanusiaan. Ia tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri tanpa bimbingan

kesadaran kemanusian, sehingga dapat memberi umpan balik yang merusak

kehidupan, bukan kebaikan.75 Maka, menurut Nurcholish, yang diperlukan oleh

manusia adalah sikap batin yang senantiasa komunikatif dengan Tuhan, karena

kebaikan, atau juga Kebenaran Sejati, ialah Tuhan sendiri. Kebaikan yang

memanusia ialah yang dirasakan oleh hati nurani ketika ia secara sungguh dan

mendalam berkomunikasi dengan Tuhan sebagai Kebaikan Sejati, serta

75 Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 270.

Page 84: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

77

menginsafi adanya kehidupan kekal nanti.76 Jadi, perubahan orientasi pendidikan

ini sepatutnya diarahkan pada “wilayah esoteris” yang merupakan kesadaran

hakiki terhadap potensi diri yang berwatak multidimensional. Kesadaran esoteris

ini senantiasa meneguhkan nilai-nilai Ilahiah yang menjadi sumber dari segala

bentuk kesadaran.

Sejak awal budaya manusia, pendidikan pada hakikatnya merupakan

proses sosialisasi dan inkulturasi yang menyebarkan nilai-nilai dan pengetahuan

yang terakumulasi dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat berjalan

berkelindan dengan pertumbuhan dan proses sosialisasi dan inkulturasinya dalam

bentuk yang bisa diserap secara optimal atau bahkan maksimal. Sebagaimana

telah disinggung, tasawuf bukanlah suatu penyikapan yang pasif atau apatis

terhadap kenyataan sosial. Sebaliknya, tasawuf berperan besar dalam mewujudkan

sebuah revolusi moral-spiritual dalam masyarakat. Kaum sufi adalah kelompok

garda depan di tengah masyarakatnya. Mereka sering kali memimpin gerakan

penyadaran akan adanya penindasan dan penyimpangan sosial. Pendidikan, yang

biasanya digelar di dalam maupun di serambi Nurcholish, merupakan instrument

penyadaran itu.77

Selanjutnya, pembicaraan tentang hubungan tasawuf dengan pendidikan

dalam kehidupan masyarakat Indonesia mengacu kepada pembicaraan peranan

pesantren yang merupakan penjabaran real sistem pendidikan dalam tasawuf.78

76 Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 271. 77 Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, h. 52. 78 Meskipun pesantren atau pondok merupakan perkembangan dari sistem zâwiyah yang

dikembangkan kaum sufi, tetapi bukan berarti setiap pesantren merupakan pusat gerakan tasawuf. Pada saat ini pesantren lebih dikenal sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran. Sedangkan yang melakkukan peranan sebagai pusat gerakan tarekat (tasawuf) hanya sedikit. Lebih sedikit lagi

Page 85: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

78

Pesantren memiliki peranan menentukan dalam bidang pendidikan. Tidak dapat

dibayangkan keadaan pendidikan pada umumnya dan agama khususnya bagi

masyarakat Indonesia tanpa adanya pesantren ini dan bagaimana mereka dapat

memainkan peran yang diinginkan karena pesantren umumnya di daerah pedesan

yang merupakan 80 persen dari jumlah penduduk Indonesia.79

Menurut Nurcholish, Jika melihat kenyataan di Indonesia, bahwa ajaran-

ajaran tasawuf merupakan bagian dari ajaran-ajaran Islam yang paling mudah dan

cepat menyesuaikan diri dengan unsur-unsur budaya dan mistik setempat

(kejawen). Tetapi, kalau kita lihat para pengikut tasawuf di pesantren-pesantren di

Jawa, ternyata mereka tidak begitu paham dengan sastra mistik Jawa sendiri.

Umumnya mereka tidak mengenal bacaan-bacaan mistik seperti yang dikenal

dalam dunia kebatinan atau kejawen. Bahkan mereka memandang bacaa-bacaan

itu dengan curiga. Dalam mengamalkan tasawuf ini mereka hanya bersandar pada

sumber-sumber berbahasa Arab.80

Buku Imam al-Ghazâlî, Ihyâ ‘Ulûm al-Dîn adalah yang paling banyak

dipelajari ketika mendalami ajaran-ajaran kesufian. Ghazaliisme dapat dikatakan

merupakan “modus vivendi” antara rasionalisme ilmu kalam ortodoks atau sunni

dan ilmu fiqhnya dengan intuisiisme kaum sufi. Karena pengaruh kuat dari kitab

Ihyâ itu maka boleh dikatakan tidak pernah ada ekses-ekses yang ditimbulkan

adalah pesantren yang mengkhususkan diri dalam bidang tasawuf sebagai objek pengajarannya. Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 55.

79 Alwi, Islam Sufistik, h. 194. 80 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 56.

Page 86: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

79

kaum sufi di pesantren, baik dalam hal pengembangan ajaran-ajarannya maupun

dalam amalan-amalannya.81

Namun demikian, terdapat berberapa permasalahan metodik-didaktik

dalam penerapan pendidikan yang berdimensi esoterik atau tasawuf di Indonesia.

Masalah itu ditimbulkan oleh kenyataan bahwa pengajaran agama di lembaga-

lembaga pendidikan kita (sekolah dan madrasah, dari tingkat paling bawah sampai

tingkat paling tinggi) umumnya didominasi oleh orientasi lahiriah Fiqh dan

Kalam, atau oleh segi-segi eksoteris. Kondisi ini melahirkan anak-anak didik yang

lebih paham, misalnya, syarat dan rukun bagi sah-tidaknya shalat, tanpa dengan

mantap mengetahui apa sesungguhnya makna shalat itu bagi pembentukan diri

pribadinya, lahir dan batin. Kemudian, karena dominasi Kalam, mereka (anak-

anak didik) lebih mampu, misalnya, bagaimana membuktikan bahwa Tuhan ada,

tanpa memiliki keinsafan yang cukup mendalam tentang apa makan kehadiran

Tuhan (rasa Ketuhanan dalam kalbu) itu dalam hidup ini.82

Tetapi Nurcholish menegaskan, bukan berarti bahwa bukan berarti Fiqh

dan Kalam menjadi tidak penting. Fiqh dan Kalam tetap penting diajarkan kepada

anak didik, dan tasawuf – sehingga tumbuh menjadi disiplin kajian tersendiri

dalam lingkungan ilmu-ilmu keislaman – adalah sedikit banyak merupakan usaha

untuk membendung ekses orientasi lahiriah dari Fiqh dan Kalam (seperti yang

disebutkan diatas, umpanya). Tasawuf – sebagaimana yang dijelaskan Nurcholish

– lebih menekankan urusan batin, namun, tanpa meninggalkan urusan lahir.

Mereka terkenal kaya dengan lukisan-lukisan tentang bagaimana yang lahir itu

81 Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, h. 57. 82 Nurcholish, Masyarakat Religius, h. 141.

Page 87: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

80

terkait (tanpa mungkin dipisahkan) dengan yang batin, dan sebaliknya. “yang

batin memerlukan yang lahir, sebagaimana orang yang akan mampu mendaki

gunung (batiniah) dengan sendirinya harus mampu berjalan di tanah datar

(lahiriah).83

Jadi dalam masalah pendidikan yang berorientasi kepada pembinaan

moralitas adalah bagaimana cara menyadarkan anak didik akan makna ibadat-

ibadat itu bagi pembentukan diri pribadinya, yakni akhlaknya. Oleh karena itu,

tasawuf jelas sangat terkait dengan masalah ini. Karena ajaran tasawuf dapat

dikatakan sebagai pengejawantahan dari ajaran tentang ihsan, salah satu dari tiga

serangkai ajaran Islam (Islam, iman dan ihsan). Dengan demikian akan tertanam

dalam jiwa anak didik kesadaran akan hadirnya Tuhan dalam hidup, dan Tuhan

selalu mengawasi segala tingkah laku kita.84 “Kemana pun kamu menghadap,

maka di sanalah wajah Tuhan” (Q.S. 2:115). “Dia beserta kamu di mana pun

kamu berada, dan Dia mengetahui segala sesuatu yang kamu perbuat”. (Q.S. 57:4)

5. Sufisme dan Dunia Usaha

Masyarat Indonesia pada dasarnya adalah mayarakat yang baik dan tahan

menderita. Mereka bisa dibujuk untuk bersabar, termasuk tahan untuk menahan

lapar. Yang tidak bisa diterima oleh mereka adalah kalau anak-anak mereka juga

harus ikut menderita, tidak bisa makan, tidak bisa sekolah, dan lain-lain. Kondisi

ini yang biasa disebut dengan “kemiskinan” dalam arti yang sebenarnya, karena

sudah menyangkut sandang, pangan, dan papan. Pada gilirannya kejahatan, atau

83 Nurcholish, Masyarakat Religius, h. 142. 84 Sudirman, Orientasi Sufistik Cak Nur, h. 121.

Page 88: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

81

kriminalitas merejala rela karena kemiskinan adalah salah satu penyebab utama

kejahatan.85 Kalau kondisinya sudah sampai seperti itu, maka segala macam

himbauan moral menjadi tidak relevan lagi. Maka pembahasan ekonomi dan dunia

usaha dirasa sangat diperlukan. Terlebih jika melihat kemajuan peraadaban suatu

bangsa dewasa ini ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekologi

(IPTEK), dan perkembangan ekonomi. Indonesia saat ini misalnya dikatakan

terpuruk, karena kehidupan ekonomi dan bisnisnya mengalami kemerosotan sejak

pertengahan 1997. Dengan demikian, untuk memulihkan pembangunan di

Indonesia, maka ia harus dapat memulihkan kembali – selain memajukan mutu

pendidikan – kehidupan ekonominya.

Kita sering mengutuk Karl Marx (1818-1883 M.) yang mengatakan bahwa

agama adalah candu masyarakat. Tetapi tanpa sadar kita sering membiarkan

agama benar-benar menjadi candu, yakni ketika masyarakat memahami

kemiskinan yang menimpa mereka sebagai “takdir Tuhan” yang tidak bisa diubah,

dan tidak perlu diubah. Sehingga muncullah kepasrahan-kepasrahan yang tidak

pada tempatnya.86 Misalnya, “Biarlah saya hidup miskin di dunia, yang penting

bisa bahagia di akhirat”. Sepintas kepasrahan semacam itu menunjukkan

keluhuran budi yang tiada tara, bahkan seperti layaknya kapasitas akhlak seorang

sufi.

Menurut Nurcholish, ekonomi merupakan garis sentuh antara hidup

nafsani-ruhani manusia dengan lingkungan jasmani atau kebendaan di sekitarnya.

Dalam bahasa Arab, “ekonomi” adalah “iqtishâd”, suatu istilah yang mengarah

85 Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, cet. 3, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 129. 86 Nurcholish Madjid et. al., Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern: Respon dan

Transformasi Nilai-Nilai Islam Menuju Masyarakat Madani, (Jakarta: Mediacita, 2000), h. 463.

Page 89: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

82

kepada pengertian tindakan hemat, penuh perhitungan, berkeseimbangan, dan

tidak boros. Sebab penggunaan benda yang tersedia dalam alam lingkungan hidup

manusia itu harus dilakukan dengan cara yang hemat (“ekonomis”).87 Jadi, sudah

menjadi suatu keharusan bagi manusia untuk hidup dengan cara ekonomis, dan

bukan hidup dengan kepasrahan-kepasrahan yang tidak pada tempatnya tadi.

Pembicaraan tentang ekonomi erat hubungannya dengan dunia usaha atau

bisnis, baik yang dilakukan individu (perorangan) maupun kelompok, dan sudah

barang tentu berkaitan dengan individu atau kelompok lainnya. Oleh karena itu,

dalam dunia usaha diperlukan perangkat-perangkat hukum (seperti undang-

undang penanaman modal, undang-undang perbankan, undang-undang

ketenagakerjaan, dan lain-lain). Namun, perangkat hukum tersebut tidak dapat

sepenuhnya menunjang dalam dunia usaha. Oleh karena itu, dibutuhkan

perangakat lain, yakni “etos”88. Dalam konteks dunia usaha atau bisnis, maka

yang dibutuhkan adalah etos kerja yang matang pada setiap individu.

Perngertian etos ini mengarah kepada adanya keyakinan yang kuat akan

harga atau nilai sesuatu yang menjadi bidang kegiatan usaha atau bisnis. Yang

pertama-tama harus ada dalam etos bisnis ini ialah keyakinan yang teguh dan

mendalam tentang nilai penting dan penuh arti dari suatu bisnis. jadi, seseorang

disebut punya etos bisnis, jika padanya ada keyakinan yang kuat bahwa bisnisnya

bermakna pernuh bagi hidupnya. unsur keyakinan dalam bisnis ini umumnya

87 Nurcholish, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, h. 241. 88 “Etos” berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang bermakna watak atau karekter. Maka

secara lengkapnya “etos” ialah karakter dan sikap, kebiasaan seseorang individu atau sekelompok manusia. Dari perkataan “etos” terambil pula perkataan “etika” dan “etis” yang merujuk kepada makna “akhlâq” atau bersifat “akhlâqî”, yaitu kualitas esensial seseorang atau suatu kelompok, termasuk suatu bangsa. Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 401.

Page 90: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

83

terkait dengan masalah kesadaran tentang makna dan tujuan hidup. Seorang

pelaku bisnis harus dapat melihat bahwa bidang usahanya sebagai kelanjutan dari

makna dan tujuan hidupnya. Meskipun bisnis hanya bernilai alat atau jalan

mencapai tujuan, tapi karena dalam keyakinannya itu terletak demikian kuat

kaitan bisnis dengan makna dan tujuan hidupnya, maka seorang pelaku bisnis

tidak menyikapinya dengan setengah hati.89

Jika di atas disinggung bahwa “ekonomi” – yang erat kaitannya dengan

bisnis – adalah suatu istilah yang mengarah kepada pengertian tindakan hemat,

penuh perhitungan, berkeseimbangan, dan tidak boros, maka pepatah klasik

poluler “hemat pangkal kaya” adalah benar. Ini adalah sikap kesadaran seseorang

akan makna dan tujuan hidupnya yang berpandangan jauh ke depan. Asketisme

atau zuhud, baik perorangn maupun kemasyarakatan, diperlukan dalam etos bisnis

demi kesuksesannya sendiri. Zuhud merupakan the characteristic spirit, prevalent

tone of sentiment, of a people or community. Ungkapan “You may lose the battle,

but you shuld win the war”, “Wani ngalah duwur wekasane”, “Lebih baik mandi

keringat dalam latihan daripada mandi darah dalam pertempuran”, “Berakit-rakit

ke hulu berenang ketepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”

dan lain sebagainya”, adalah dalil-dalil yang sangat bersangkutan dengan etos

bisnis. Ini semua menunjukkan adanya sikap hidup berpandangan jauh ke depan,

dan tidak menjadi tawanan kekinian dan kedisinian.90

Sikap yang demikian, menurut Nurcholish, adalah sikap seorang yang

tidak berputus asa dan orang yang berani menempuh risiko. Tapi pada waktu yang

89 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. 3306. 90 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. 3308.

Page 91: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

84

sama seorang pelaku ia adalah aorang yang “tahu diri” secara “pas”, yakni, tanpa

melebihkan diri sehingga menjadi sombong, atau mengurangkan diri sehingga

menjadi rendah diri dan kurang bersyukur kepada Tuhan. Ia tidak “rendah diri”

tapi “rendah hati”. Karena itu, jika mengalami sukses ia tidak mengklaim “kredit”

atau pengakuan hanya untuk dirinya sendiri semata, dan jika mengalami

kegagalan ia tidak menjadi nelangsa dan kehilangan harapan. Sebab, semua itu

tidak seluruhnya manusia sendiri yang menentukan, melaikan ada juga campur

tangan Yang Gaib. Jadi ia terus melakukan “ikhtiyâr”.91

Selanjutnya, Nurcholish menegaskan, bahwa dalam ikhtiyâr, harus

tertanam komitmen yang teguh atau niat dalam hati sebagai dasar nilai kerja,

karena nilai setiap bentuk kerja itu tergantung kepada niat-niat yang dipunyai

pelakunya. Jika tujuannya tinggi (seperti tujuan mencapai ridlâ Allah) maka ia

pun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah (seperti

misalnya, hanya bertujuan memeproleh simpati sesama manusia belaka), maka

setingkat tujuan itu pulalah nilai kerjanya tersebut.92 Dengan niat yang ditujukan

kepada Allah, maka kita tidak akan melakukan pekerjaan kita secara asal-asalan,

karena kita bertanggung jawab langsung kepada-Nya. Karena itu, dalam etos kerja

mengenal konsep yang disebut ihsân, yakni – yang langsung relevan dengan

persoalan kita tentang etos kerja ini – perbuatan baik, dalam pengertian sebaik

mungkin atau secara optimal.93 Jadi, ihsân adalah optimalisasi hasil kerja, dengan

91 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. 3309. 92 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 404. 93 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 407.

Page 92: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

85

jalan melakukan pekerjaan itu sebaik mungkin, bahkan sesempurna mungkin.94

Kemudian di samping ihsân, juga digunakan ungkapan lain, yakni itqân yang

artinya kira-kira adalah mengerjakan sesuatau secara sunguh-sungguh dan teliti,

sehingga rapi, indah, tertib dan bersesuaian satu dengan yang lain dari bagian-

bagiannya95

Hal yang demikian itu, terkait dengan konsep mengenai eksistensi

manusia. Menurut Nurcholish, pemahaman akan eksistensi manusia amat penting

agar manusia tidak terjebak dalam kungkungan alienasi, dimana seseorang tidak

lagi mampu menemukan dirinya karena ia telah menjadi tawanan kerja.

Melainkan kerja itulah yang membuat atau mengisi eksistensi kemanusiaannya.

Jadi, jika filosof Perancis, Rene Descrates, terkenal dengan ucapannya, “Aku

berpikir, maka aku ada” (Cogito ergo sum) – karena berpikir baginya adalah

bentuk wujud manusia – maka sesungguhnya, dalam ajaran Islam, ungkapan itu

seharusnya berbunyi “Aku berbuat, maka aku ada”.96

Pandangan ini sentral sekali dalam sistem ajaran Kitab Suci. Ditegaskan

bahwa manusia tidak akan mendapatkan sesuatu apa pun kecuali yang ia usahakan

sendiri. Itulah yang dimakusdkan Nurcholish dengan ungkapan bahwa kerja

adalah bentuk eksistensi manusia. Yaitu bahwa harga manusia – yakni apa yang

dimilikinya – tidak lain ialah amal perbuatan atau kerjanya itu. Manusia ada

karena amalnya, dan dengan amalnya yang baik itu manusia mampu mencapai

94 Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan atas segala sesuatu. Karena itu jika kamu

membunuh, maka ber-ihsan-lah dalam membunuh itu; dan jika kamu menyembelih binatang (untuk dimakan), maka ber-ihsan-lah dalam menyembelih itu, dan hendaknya seseorang menajamkan pisaunya dan menenagkan binatang sembehannya itu. (H.R. Muslim)

95 Nurcholish et. al., Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern, h. 470. 96 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 409.

Page 93: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

86

harkat yang setinggi-tingginya, yaitu bertemu Tuhan dengan penuh keridlaan.97

Dengan demikian, manusia – dengan segala macam bidang usaha atau

pekerjaannya – tidak akan terjerumus dalam syirk, yakni mengalihkan tujuan

pekerjaannya selain kepada Tuhan, Sang Mahabenar (al-Haqq), yang menjadi

sumber nilai intrinsik pekerjaan manusia.

Yang demikian itu, adalah perilaku sufistik sebagai teknik pembebasan

manusia dari perangkap material ketika melakukan tindakan sosial-ekonomi

(baca: bisnis). Sebagaimana yang telah disinggung, praksis sufi bukan menjauhi

kehidupan sosial, ekonomi, dan politik, tapi melakukan semua tindakan itu

sebagai wahana pencapaian taraf kehidupan lebih luhur dan manusiawi dalam

tataran lebih spiritual dan Ilahiah. Itulah basis etik setiap laku sufi yang

seharusnya meresapi tiap tindakan manusia di dalam dunia usaha. Inti ajaran sufi

demikian itu mudah kita kenali di semua ajaran agama-agama di dunia yang

autentik.

Jadi, dengan dimensi esoteris Islam (sufisme) ini, bisnis berjalan sejajar

dengan kesungguhan dan dedikasi. Ia tidak dapat dilakukan sambil lalu. Dikaitkan

dengan makna dan tujuan hidup, semakin seseorang bersungguh-sungguh (Arab:

juhd, jihâd, ijtihâd, mujâhadah), semakin ia dapat diharap menemukan jalan

menuju tujuan hidupnya. Begitu pula kebalikannya, semakin jauh setengah hati,

semakin jauh pula tujuan untuk tercapai. Nurcholish menegaskan, Bisnis yang

berpandangan esotoerik seperti ini bukanlah mengada-ada. Kenyataannya, bahwa

dewasa ini banyak perusahaan dipimpin oleh para sufi, dalam arti nilai-nilai

97 Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 410.

Page 94: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

87

keruhanian telah memengaruhi begitu mendalam etos kerja para pimimpin

perusahaan. Inilah “Tasawuf@Work” (Tasawuf di Dunia Usaha).98

98 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. 3310.

Page 95: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

88

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tasawuf, sebagai aspek mistisme dalam Islam, pada intinya adalah

kesadaran akan adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang

selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat dengan Tuhan, yang kemudian

memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya. Segala

eksistensi yang relatif dan nisbi tidak ada artinya di hadapan eksistensi Yang

Absolut.

Tidak dapat dipungkiri, pada perkembangannya, dalam ajaran-ajaran

sufisme terdapat – atau setidaknya dianggap – penyimpangan-penyimpangan dari

ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah, dan tidak relevan dengan kehidupan manusia

modern, sehingga memunculkan kontroversi yang di kalangan umat Islam. Hal ini

menggugah Madjid – meski pun bukan orang yang pertama, karena sebelumanya

Fazlur Rahman dan Hamka, mislanya, telah mengemukakan hal yang serupa –

untuk melakukan pembaruan dalam ajaran-ajaran sufisme (khususnya di

Indonesia), dan menghadirkan relevansinya disetiap zaman.

Sufisme yang diperbarui atau di re-form oleh Madjid dengan istilah

“Sufisme baru” , atau “neo-Sufisme”, jika memang absah disebut demikian,

adalah sebuah esoterisisme atau penghayatan keagamaan batini yang

menghendaki hidup aktif dan terlibat dalam masalah-masalah kemasyarakatan.

Sesekali menyingkirkan diri (‘uzlah) mungkin ada baiknya, tapi jika hal itu

88

Page 96: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

89

dilakukan untuk menyegarkan kembali wawasan dan meluruskan pandangan,

yang kemudian dijadikan titik tolak untuk pelibatan diri dan aktifitas segar lebih

lanjut. Pengalaman metafisis pribadi seperti kasyf adalah absah, namun bersifat

pibadi dan tidak boleh diklaim sebagai mesti benar, sebab kebenaran suatu

pengalaman kasyf adalah sebanding dengan kebersihan hati yang bersangkutan.

Faqr (fakir) bukan hidup miskin tanpa harta dan kuasa, tapi berlaku bagai si

miskin atas harta dan kuasa yang dimiliki, sehingga seseorang mudah memberikan

harta dan kuasanya bagi kesejehteraan publik.

Di Indonesia, tasawuf mempunyai peranan penting dalam proses

islamisasi. Selanjutnya, sufisme merupakan teknik pembebasan manusia dari

perangkap meterialistik manusia modern ketika melakukan tindakan sosial,

politik, pendidikan, dan ekonomi (bisnis). Cara hidup sufi (perlilaku sufistik)

melakukan semua tindakan itu sebagai wahana pencapaian taraf kehidupan lebih

luhur dan manusiawi dalam tatanan lebih Ilahiah.

Jadi, sebagai kesimpulan akhir, sufisme memiliki relevansi yang sangat

signifikan di tengah-tengah habitan kemajuan ilmu dan teknologi kehidupan

masyarakat Indonesia-modern. Karena tasawuf merupakan potensi Ilahiah yang

berfungsi di antaranya untuk mendesain corak sejarah dan peradaban dunia.

Tasawuf dapat mewarnai segala aktivitas baik yang berdimensi sosial, poliitk,

ekonomi maupun kebudayaan; tasawuf berfungsi sebagai alat pengendali dan

pengontrol manusia, agar dimensi kemanusiaan tidak ternodai oleh modernisasai

yang mengarah kepada dekadensi moral dan anomali nilai-nilai, sehingga tasawuf

akan mengahantarakan manusia pada tercapainya supreme moralitiy (keunggulan

Page 97: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

90

moral); tasawuf mempunyai relevansi dan signifikansi dalam kemodernan dan

keindonesiaan, karena tasawuf secara imbang telah memberikan kesejukan batin

dan disiplin syarî‘ah sekaligus. Ia bisa diamalkan oleh setiap Muslim, dari lapisan

sosial mana pun dan di tempat mana pun.

B. Saran

Sufisme memiliki peranan besar dalam menentukan arah dan dinamika

kehidupan masyarakat. Meski pun kehadirannya sering menimbulkan kontroversi,

akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sufisme memiliki pengaruh tersendiri

dan layak diperhitungkan dalam upaya menuntaskan problem-problem kehidupan

sosial masyarakat Indonesia yang senantiasa berkembang mengikuti gerak

dinamikanya.

Menyikapi kontroversi tersebut, – sebagaimana yang dikemukakan Madjid

– hendaknya kita menunjukkan kemungkinan suatu penilaian dari sudut

pandangan yang netral. Sebab kaum Muslim sendiri rata-rata telah memiliki

komitmen dalam sikapnya terhadap segi esoterik Islam itu yang akan

mempengaruhi penilaiannya dalam pro-kontranya.

Barang kali benar tuduhan beberapa tokoh pemikir Islam yang mengatakan

bahwa tasawuf telah menyebabkan kaum Muslim mundur karena ajaran-ajarannya

yang mengakibatkan jiwa “melempem”, atau, tasawuf sebagai biang keladi

kemunduran dunia Islam sekarang ini.

Jika hal itu dibenarkan, maka yang dapat dilakukan pada saat ini adalah

meninjau kembali segi-segi kebaikan dan kekuatan gerakan-gerakan tasawuf –

Page 98: KONTEKSTUALISASI SUFISME DI INDONESIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4985/1/LELIYANTO... · Indonesia. Tasawuf memainkan peranan besar dan menentukan dalam membentuk

91

baik di berbagai perkumpulan-perkumpulan kaum sufi (tarekat) maupun di

pondok-pondok pesantren – serta meneliti segi-segi kelemahannya. Sebab, sampai

sekarang ini masih banyak kita temukan pusat-pusat atau institusi-institusi

penyebaran Islam yang menggunakan simbol-simbol tasawuf atau tarekat. Kita

mengenal tradisi marhabanan, sekaten, ratiban, dan sebagainnya yang tipikal

tasawuf. Kemudian, kelompok kaum Muslim yang memiliki “kesenian agama”

adalah terutama mereka yang dekat hubungannya dengan dunia tasawuf atau

tarekat, yaitu santri-santri, baik kesenian itu berupa seni baca al-Qur’an, qasidah,

sampai pada seni suluk dan bacaan shalawat – seperti “Shalawat Badar” yang

terkenal sangat mudah menggugah solidaritas dan semangat berjuang.

Memang, timbulnya praktek superstitious (takhayul) yang menyimpang

dari ajaran-ajaran ortodoks itu harus dicegah, tetapi jelas harus dipelihara unsur

kedalaman rasa keagamaan yang ada. Dalam hal ini, dunia tarekat di Indonesia

sendiri berhasil telah terlebih dahulu memagari diri, terlepas dari penilaian

berhasil atau tidaknya, dengan menekankan kesatuan mutlak antara syarî‘ah,

tharîqah, ma’rifah, dan haqîqah. Barangkali satu pagar lagi yang sangat

diperlukan, yaitu peningkatan taraf kecerdasan umat Islam pada umumnya. Suatu

tantangan baru yang harus diselesaikan oleh kaum sufi – baik di pesantren

maupun organisasi tarekat – di Indonesia.