Konteks Historis Al-Qur’an

download Konteks Historis Al-Qur’an

of 15

Transcript of Konteks Historis Al-Qur’an

KONTEKS HISTORIS AL-QURANOleh Sopyan M. Asyari

Situasi DuniaAl-Qur'an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. pada tanggal 01 Februari 610 M.1 di kota Makkah, wilayah bagian barat-tengah Jazirah Arab. Menjelang Al-Qur'an diturunkan, situasi dunia diwarnai oleh persaingan antarkekuatan politik. Pada saat itu, kekuatan politik dunia didominasi oleh dua adikuasa, yaitu Kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Persia. Sementara itu, kekuatan politik yang lain tidak ikut ambil bagian dalam persaingan itu disebabkan oleh kondisi internal yang tidak stabil. Kekaisaran Roma yang berkuasa di wilayah Eropa bagian barat berada dalam posisi lemah. Sebab, Gregory Yang Agung yang menjadi Paus di Roma berada di bawah kontrol dan kekuasaan Kekaisaran Bizantium.2 Di Prancis, raja-raja Merovingian hanya memerintah secara nominal.3 India yang berada di wilayah Asia bagian timur tidak menunjukkan kemajuan, sebab Raja Harsha (606647 M.) penguasa terakhir kerajaan Hindu di bagian utara India tidak lagi dapat mempertahankan kekuasaannya. Adapun Kekaisaran Cina yang pada saat itu dalam keadaan stabil sebab sejak Dinasti Sui melakukan konsolidasi kekuasaan yang diteruskan oleh Dinasti Tang perkembangan ekonomi dan budaya di Cina terus mengalami kemajuantidak tertarik dalam persaingan politik tersebut.4 Kekaisaran Bizantium atau juga dikenal dengan Kekaisaran Romawi Timurdengan ibu kota Konstantinopelmerupakan bekas Imperium Romawi pada masa klasik dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Asia Kecil, Siria, Mesir dan bagian tenggara Eropa hingga Danube, pulau-pulau kecil di Laut1 Ab `Abdullh Az-Zanjan, Trkh al-Qur'n, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar & A. Qurtubi Hasan, Wawasan Baru Tarikh Al-Qur'an (Cet. II; Bandung: Mizan, 1991), hlm. 30. 2 M. Quraish Shihab, et al., Sejarah dan `Ulmul Qur'n (Cet. III; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm 4. 3 W. Montgomery Watt, Bells Introduction to the Quran, terj. Lillian, Richard Bell: Pengantar Quran (Jakarta: INIS, 1998), hlm. 3. 4 Marshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam: Conscience and History in a World Civilization, The Classical Age of Islam, Vol. I (Chicago & London: The University of Chicago Press, 1997), hlm. 139.

1

Tengah dan sebagian daerah Italia serta sejumlah kecil wilayah di pesisir Afrika Utara.5 Adapun lawan berat Kekaisaran Bizantium, yaitu Kekaisaran Persia dengan ibu kota Ctesiphon (al-Mad'in) yang terletak sekitar dua puluh mil di sebelah tenggara kota Bagdad sekarangyang ketika itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Sasanid (Sasaniyah) memiliki wilayah kekuasaan yang terbentang dari Irak dan Mesopotamia di barat sampai perbatasan timur Iran modern dan Afganistan.6 Dalam periode persaingan kekuatan politik dengan Kekaisaran Persia, di bawah pemerintahan Yustinus (528565 M.), Kekaisaran Bizantium mencapai kedudukan dengan kekuasaan yang mantap. Kondisi ini dimulai pada tahun 527 M., ketika Yustinus kembali ke Konstantinopelibu kota Kekaisaran Bizantium dan berhasil menyatukan kekuatan Bizantium sehingga dapat merebut kembali kota-kota penting yang pernah lepas dari kekuasaan Bizantium, termasuk wilayah Italia dan Afrika bagian utara. Menjelang akhir masa pemerintahan Yustinus, telah dicapai persetujuan perdamaian selama lima puluh tahun, tetapi persetujuan ini tidak dilaksanakan. Setelah Yustinus meninggal pada tahun 565 M., Kekaisaran Bizantium kembali goyah dan lemah. Situasi ini dimanfaatkan oleh Khosrau II dari Persia untuk melakukan provokasi dan memulai tindakan bermusuhan dengan dalih membalas pembunuhan atas Kaisar Maurice yang telah membantunya pada awal pemerintahannya. Phocas (602610 M.), yang menggantikan Maurice, ditimpa sikap apatis dan berbagai pemberontakan terjadi di beberapa wilayah hingga tidak berdaya menangkis serangan Persia yang (kemudian) berhasil merebut kembali Asia Kecil.7 Ketika Bizantium berada pada titik kelemahan, pada tahun 610 M., Heracliusputra Gubernur Afrika Utaradengan armada perang datang ke Konstantinopel dan mengambil alih kekuasaan Bizantium sehingga ia dinobatkan sebagai kaisar dan berkuasa sampai tahun 641 M. Meskipun kekuatan Bizantium mulai kembali, tetapi Heraclius masih menghadapi bangsa Barbar yang telah

5 6 7

Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran (Cet. I; Yogyakarta: FkBA, 2001), hlm. 9. M. Quraish Shihah, et al., loc. cit. W. Montgomery Watt, loc. cit.

2

menduduki beberapa provinsi di Eropa, sehingga perlu bertahun-tahun sebelum ia bisa mencapai kemajuan dalam melawan Persia. Sementara Bizantium menghadapi bangsa Barbar di Eropa, Persia berbalik ke selatan dan berhasil mencapai serangkaian kemajuan berarti dalam memperluas wilayah kekuasaan politiknya. Pada tahun 611 M., Persia berhasil menaklukkan kota Raha, pada tahun 613 M. menguasai Siria, menyusul Yerussalem pada tahun 614 M. dan Mesir pada tahun 617 M. Penjarahan Persia atas Yerussalem, pembantaian terhadap penduduk kota tersebut, dan perampasan atas benda yang diyakini sebagai salib suci telah membangkitkan sentimen keagamaan dan menyulut amarah umat Kristen di seluruh Kekaisaran Bizantium. Kondisi demikian ini memberikan kesempatan kepada Heracliuspenguasa tertinggi Bizantium ketika ituuntuk menggalang kembali kekuatan militernya. Sesudah menghadapi orang-orang Avars yang menyerang Konstantinopel dari utara, pada tahun 622 M. Heraclius kembali memusatkan kekuatan Bizantium untuk menghadapi Persia dan berhasil merebut kembali Asia Kecil. Namun, pada tahun 626 M. Persia berhasil mengepung Konstantinopel meskipun hanya sebentar dan tanpa hasil. Serangan ini dibalas oleh Heraclius dengan melakukan invasi ke Irak pada tahun 627 M. dan mengalahkan tentara Persia di sana. Meskipun bala tentara Bizantium ditarik mundur setelah penyerbuan itu, namun akibat peperangan yang berkepanjangan itu telah timbul keteganganketegangan di Kekaisaran Persia hingga pada bulan Februari 628 M. Khosrau II penguasa Persia saat itudibunuh dan putranya yang menggantikannya mempunyai banyak musuh dan menginginkan perdamaian. Perang besar antara kedua adikuasa ini pun usai dan orang-orang Bizantium mendapat manfaat yang besar. Negosiasi penyerahan kembali provinsi-provinsi Bizantium yang direbut Persia berjalan berlarut-larut hingga bulan Juni 629 M. dan pada bulan September barulah Heraclius kembali ke Konstantinopel dengan kemenangan di tangan dan salib suci dikembalikan ke Yerussalem pada bulan Maret 630 M.8 Situasi dunialebih khusus Timur Tengahpada akhir abad ke-6 dan awal abad ke-7 yang didominasi oleh pertikaian dua adikuasa, Kekaisaran Bizantium8

Ibid., hlm. 34.

3

dan Kekaisaran Persia, dalam memperebutkan pengaruh di wilayah-wilayah sekitarnya memiliki pengaruh nyata terhadap situasi politik di Arabia ketika itu. Sebab, Jazirah Arab yang umumnya berupa gurun pasir memanjang dari utara ke selatan sampai ke pantai selatan itu terletak di antara kedua kekaisaran itu. Pertikaian dua adikuasa, Kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Persia, dalam memperebutkan pengaruh di wilayah-wilayah sekitarnya dinilai oleh Watt sebanding dengan pertikaian antara Blok Soviet dan kekuatan negara-negara Atlantik (baca: NATO) dalam dasawarsa sesudah Perang Dunia Kedua.9 Dalam konteks ini, untuk memperoleh kontrol politik atas Jazirah Arab, masing-masing kekuatan politik berupaya meluaskan wilayah pengaruhnya dan mengurangi pengaruh pihak lain, dan biasanya dilakukan secara tidak langsung seperti dengan strategi mendukung penguasa-penguasa kecil di perbatasan wilayah ini. Kontrol politik Kekaisaran Persia atas sejumlah kota kecil di pesisir timur dan selatan Jazirah Arab, misalnya, diperoleh dengan cara mendukung kelompokkelompok politik pro-Persia di kawasan tersebut. Demikian juga halnya dengan Kekaisaran Bizantium. Dalam rangka untuk meluaskan wilayah pengaruhnya di Jazirah Arab, Kekaisaran Bizantium mengambil strategi mendukung penguasapenguasa kecil di perbatasan kawasan itu. Kira-kira pada tahun 521 M., Kerajaan Kristen Abesinia atau Ethiopia dengan dukungan penuh Bizantium menyerbu serta menaklukkan dataran tinggi Yaman yang subur di bagian barat daya Arabia. Penguasa Arabia Selatan, Dzu Nuwas, yang pro-Persia merasa terancam dengan serbuan itu dan pada sekitar tahun 523 M. bereaksi dengan membantai orangorang Kristen Najran yang menolak untuk memeluk agama Yahudi dan membakar mereka di dalam parit.10 Pada tahun 525 M., atas desakan dan dukungan Bizantium, suatu ekspedisi yang dilakukan oleh orang-orang Abesinia berhasil menggulingkan kekuasaan Dzu Nuwas, penguasa Arabia Selatan.11 Menjelang kelahiran Nabi Muhammad saw. (571 M.), kira-kira pada tahun 552 M., penguasa Abesinia di YamanAbraham atau lebih populer dirujuk dalam literatur IslamIbid., hlm. 4. Lebih lengkap baca: A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I (Cet. VIII; Jakarta: Pustaka Alhusna, 1994), hlm. 3941. Peristiwa pembantaian ini memiliki pengaruh traumatik terhadap keseluruhan Jazirah Arab dan dirujuk Allah dalam QS. al-Burj [85]:45: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar . 11 Taufik Adnan Amal, op. cit., hlm. 10.10 9

4

sebagai Abrahahmelakukan invasi ke Makkah, tetapi gagal menaklukkan kota tersebut disebabkan epidemi cacar yang menimpa bala tentaranya sebagai yang dirujuk Al-Quran dalam surah al-Fl [105].12 Terakhir, insiden pada sekitar tahun 590 M. yang berkaitan dengan nama `Utsman ibn al-Huwairits juga dapat dipandang sebagai upaya Kekaisaran Bizantium untuk menguasai Makkah dengan membantu orang ini menjadi penguasa boneka di kota itu.13 Akan tetapi, orangorang Makkah terlihat tidak berminat menjadi bawahan salah satu dari dua adikuasa dunia itu lantaran implikasi politiknya, dan orang dukungan Kekaisaran Bizantium dipaksa keluar dari kota mereka. Persaingan antara dua adikuasa dunia itu dalam memperebutkan kekuasaan, sebagaimana diuraikan di atas, mendapat perhatian seriua dari orangorang Makkah ketika itu lantaran relevansi politiknya yang nyata terhadap mereka. Mengenai perebutan kekuasaan antara dua adikuasa ini, Al-Quran merujuknya dalam surah ar-Rm [30]:26: Telah dikalahkan bangsa Rumawi14 di negeri yang terdekat15 dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun (lagi).16 Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (Sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat lalai. Bagian awal dari pernyataan ayat-ayat di atas merujuk kepada serangkaian kekalahan yang diderita Kekaisaran Bizantium pada kira-kira tahun 614615 M., terutama pendudukan Yerussalem oleh balatentara Persia. Sementara bagian yang lebih lanjut merupakan prediksi mengenai kemenangan akhir KekaisaranEkspedisi ini pada prinsipnya memiliki tujuan yang secara utuh berada dalam kerangka politik internasional ketika itu, yaitu upaya Bizantium untuk menyatukan suku-suku Arab di bawah pengaruhnya untuk menentang Persia. Namun, di samping itumenurut para sejarawan Muslimekspedisi itu dimaksudkan untuk menghancurkan Ka`bah dalam rangka menjadikan gereja megah di San`ayang dibangun Abrahahsebagai pusat ziarah keagamaan di Jazirah Arab. Lihat: Ibid. 13 W. Mongmery Watt, op. cit., hlm. 45. 14 Yang dimaksud adalah Rumawi Timur atau Kekaisaran Bizantium yang b erpusat di Konstantinopel. 15 Yang dimaksud adalah terdekat dengan negeri Arab, yaitu Siria dan Palestina sewaktu menjadi jajahan Kekaisaran Bizantium. 16 Yang dimaksud beberapa tahun ialah antara tiga sampai sembilan tahun. Adapun waktu antara kekalahan Bizantium (tahun 614615 M.) dengan kemenangannya (tahun 622 M.) ialah kira-kira tujuh tahun.12

5

Bizantium17 yang kemudian menjadi kenyataan pada tahun 622 M. Beberapa keberhasilan yang dicapai oleh Nabi Muhammad saw. untuk memperoleh pengaruh di Jazirah Arab bisa disebabkan oleh kenyataan bahwadengan mundurnya Persia sekitar tahun 628 M.sebagian besar kelompok-kelompok politik pro-Persia bergabung kembali dengan Nabi Muhammad saw. untuk mendapat dukungan dan kemudian memeluk Islam.18

Kondisi Jazirah ArabIslam sebagai risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw. memiliki keterkaitan dengan kondisi lingkungan masyarakat Arab, di mana untuk pertama kali agama ini diturunkan, terumata masyarakat kota Makkah dan Madinah. Yang pertama merupakan kota kelahiran Islam dan yang keduayang sebelum itu bernama Yatsribbisa disebut sebagai kota kelahiran yang kedua setelah Nabi Muhammad saw. hijrah dan menetap di sana sampai akhir masa hidup beliau. AlQuran sebagai sumber syariat Islam, karena itu juga, tentu ungkapan-ungkapan dan tema-tema pembicaraannya tidak terlepas dari konteks dan latar masyarakat di mana ia diturunkan. Kondisi Geografis Jazirah Arab merupakan wilayah padang pasir yang terletak di bagian barat daya Asia dengan luas wilayah 120.000 mil persegi. Dalam peta dunia zaman kunoketika benua Australia dan Amerika belum ditemukanJazirah Arab merupakan wilayah strategis disebabkan letaknya berada pada posisi pertemuan tiga benua: Asia, Eropa, dan Afrika. Di sebelah barat, Jazirah Arab berbatasan dengan Laut Merah; di sebelah selatan dengan Lautan Hindia; di sebelah timur dengan Teluk Arab; dan di sebelah utara dengan Gurun Irak dan Gurun Syam (Siria). Karena dikelilingi laut pada ketiga sisinya, maka wilayah ini dikenal sebagai Jazrah al-`Arab Semenanjung Arab.19

Taufik Adnan Amal, op. cit., hlm. 11. W. Mongmery Watt, op. cit., hlm. 5. 19 A. Syalabi, op. cit., hlm. 3031; Ismail R. al-Faruqi & Lois Lamya al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam (New York: MacMillan Publishing Company, 1986), hlm. 3.18

17

6

Wilayah Arab terbagi menjadi lima provinsi, yaitu Hijaz, Najd, Yaman, Hadramaut, dan Uman. Bagian utara Jazirah Arab merupakan wilayah tandus. Sepertiga lebih dari wilayah ini berupa padang pasir, dan padang pasir yang terbesar adalah ad-Dahna yang terletak di pertengahan wilayah utara. Berbeda dengan bagian utara, bagian selatan Jazirah Arab merupakan wilayah subur dengan Hadramaut dan Yaman sebagai wilayah yang paling subur. Suhu udara jazirah Arab sangat panas dan kering, kecuali sebagian wilayah pesisir dan lembah-lembah yang berair. Meskipun Jazirah Arab dikelilingi lautan pada ketiga sisinya, namun wilayah ini nyaris tidak memiliki sungai, kalaupun ada hanyalah sungai-sungai kecil yang tidak dapat berfungsi sebagai sarana pelayaran.20 Kondisi Demografis Jazirah Arab dengan luas wilayah 120.000 mil persegi itu berpenduduk rata-rata 5 (lima) jiwa setiap mil persegi. Penduduk Jazirah Arab terbagi menjadi dua kelompok, yaitu penduduk kota dan penduduk gurun atau lebih dikenal sebagai Badui. Penduduk kota bertempat tinggal menetap. Mereka telah mengenal cara mengelola tanah pertanian, juga telah mengenal tata cara perdagangan, bahkan hubungan perdagangan mereka sampai ke wilayah luar negeri. Dibandingkan dengan penduduk Badui, mereka lebih berbudi dan berperadaban. Berbeda dengan penduduk kota yang hidup secara menetap, penduduk Badui hidup secara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Di tengah perjalanan biasanya mereka beristirahat pada suatu tempat dengan mendirikan kemah. Kaum laki-laki penduduk Badui melakukan pekerjaan mengendarai unta, menggembalakan domba dan keledai, berburu, dan menyerbu musuh. Menyerang, membalas serangan, merampok, dan menjarah merupakan kejahatan yang sudah melekat dengan kehidupan penduduk Badui.21 Kondisi Politik

20 K. Ali, A Study of Islamic History , terj. Ghufran A. Mas'adi, Sejarah Islam: Tarikh Pramodern (Cet. I; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 1314. 21 Ibid., hlm. 16.

7

Selama periode Jahiliah, seluruh wilayah Jazirah Arab senantiasa dalam keadaan merdeka, kecuali sebagian kecil wilayah bagian utara yang dikuasai dan diperebutkan oleh Kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Persia secara bergantian, seperti diuraikan terdahulu. Penduduk Jazirah Arab terpecah menjadi sejumlah suku yang masing-masing memiliki seorang kepala suku yang disebut "Syaikh". Mereka terikat persaudaraan dengan sesama warga suku. Hubungan mereka yang berlainan suku bagaikan musuh. Mereka tidak segan-segan turun ke medan pertempuran untuk membela kehormatan sukunya, sekalipun harus mengorbankan jiwa. Mereka tidak mengenal pemerintahan pusat, karena itu jika terjadi permusuhan antara suku-suku tersebut tidak ada pihak yang menjadi penengah, sehingga permusuhan ini dapat mengakibatkan peperangan yang dapat berlangsung selama beberapa tahun. Peperangan dan penyerbuan antarsuku bagaikan kesibukan mereka setiap hari.22 Sebagian besar kehidupan mereka belum mengenal sistem hukum. Adapun hukum yang berlaku bagaikan hukum rimba, "yang kuat menindas yang lemah". Dalam situasi politik seperti ini tampaklah bahwa politik masyarakat Arab terpecah-pecah, retak menjadi kepingan-kepingan disebabkan permusuhan antarsuku.23 Kondisi Ekonomi Keadaan geografis Jazirah Arab yang sebagian besar tandus dan gersang menyebabkan mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah beternak, sedangkan sebagian yang lain bertani dan berdagang. Keadaan demikian ini menyebabkan kondisi perekonomian mereka pada umumnya payah. Penduduk yang tinggal di bagian utara Jazirah Arab yang merupakan wilayah tandus dan gersang adalah penduduk Badui dengan mata pencaharian beternak. Unta, kuda, biri-biri, dan kambing merupakan binatang piaraan yang umum di Jazirah Arab. Unta24 merupakan binatang yang paling berharga, sebab unta merupakan alat transportasi sekaligus alat tukar di lingkungan masyarakat Jazirah Arab.

Permusuhan antarsuku yang sering terjadi di kalangan masyarakat Arab ini dirujuk Al-Quran dalam surah lu `Imrn [3]:103: dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan . 23 K. Ali, op. cit., hlm. 18. 24 Mengenai binatang unta ini, Al-Quran merujuknya dalam surah al-An`m [6]:144 dan al-Ghsyiyah [88]:17.22

8

Adapun mata pencaharian penduduk di bagian selatan Jazirah Arab adalah bertani dan berdagang. Penduduk Yaman menghasilkan gandum dan kopi. Jagung dan padi dihasilkan oleh penduduk di beberapa wilayah Uman. Penduduk di wilayah-wilayah pantai banyak menghasilkan buah-buahan dan sayur-mayur. Sedangkan penduduk Hadramaut dan Mahra utamanya menghasilkan palawija. Kurma merupakan tanaman primadona di wilayah Jazirah Arab. Hasil-hasil pertanian merupakan barang-barang pokok yang diperdagangkan di Jazirah Arab. Pada saat itu, kota Makkahtempat kelahiran Nabi Muhammad saw. merupakan pusat perniagaan25 yang sangat makmur, sedangkan Yatsribtempat tinggal kedua Nabi Mihammad saw. setelah hijrah yang kemudian berganti nama dan lebih populer dengan Madinahadalah sebuah oase kaya yang juga merupakan kota niaga meskipun tidak sebesar kota Makkah.26 Posisi kota Makkah yang strategis inilah yang mendukung para pedagang besar kota Makkah hingga memperoleh kontrol monopoli atas perniagaan yang lewat bolak-balik dari pinggiran pesisir barat Jazirah Arab ke Laut Tengah. Kafilah-kafilah dagang yang biasa pergi ke selatan pada musim dingin dan ke utara pada musim panas dirujuk Al-Quran dalam surah Quraisy [106]:12: Karena kebiasaan orang-orang

Quraysy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Rute ke selatan adalah ke Yaman, dan biasa juga diperluas sampai ke Abesinia; sementara rute ke utara adalah ke Siria.27 Dengan demikian, mereka tidak hanya menguasai hubungan perdangan domistik, (tetapi) bahkan (juga) menguasai hubungan perdagangan luar negeri. Para pedagang besar di kota Makkah yang melakukan perjalan dagang ke luar negeri itu biasanya dari kalangan bangsawan Arab. Empat bersaudara dari keluarga `Abd al-Manf: Hsyim, al-Muththallib, `Abd asy-Syams, dan Nawfal dikabarkan memperoleh jaminan keamanan dari penguasa-penguasa Bizantium, Persia, Abesinia, dan Himyari. Kondisi perekonomian mereka lebih baik, namun25 Mata pencaharian masyarakat Arab, khususnya masyarakat kota Makkah, yang bertumpu pada perniagaan ini menjadi latar belakang ungkapan-ungkapan Al-Quran yang banyak menggunakan istilah-istilah perniagaan dalam menyampaikan ajaran Islam. Seorang sarjana Amerika beragama Yahudi, C.C. Torrey, yang melakukan penelitian dengan judul The Commercial-Theological Terms in the Koran, menyimpulkan bahwa istilah-istilah perniagaan digunakan AlQuran untuk mengungkapkan butir-butir doktrin yang paling mendasar, bukan sekedar kiasan-kiasan ilustratif. Lihat: Taufik Adnan Amal, op. cit., hlm. 13. 26 W. Mongmery Watt, loc. cit. 27 Taufik Adnan Amal, op. cit., hlm. 12.

9

jumlah mereka tidak banyak. Adapun kondisi masyarakat pada umumnya miskin dan menderita, sehingga praktik pinjam meminjam yang didasarkan sistem renten (rib)28 merajalela.29 Sistem Kebudayaan Masyarakat Jazirah Arab sangat terkenal dengan kemahiran dalam bidang sastra: bahasa dan syair. Bahasa mereka sangat kaya dan sebanding dengan bahsa bangsa Eropa sekarang ini. Keistimewaan bangsa Arab di bidang bahasa merupakan kontribusi yang cukup penting terhadap perkembangan dan penyebaran Islam. Kemajuan mereka di bidang syair tidak diwarnai dengan semangat kebangsaan Arab, melainkan oleh kesukuan Arab. Pujangga-pujangga syair zaman jahiliah membanggakan suku dan kemenangan dalam suatu pertempuran, membesarkan nama tokoh-tokoh dan pahlawan, serta nenek moyang mereka. Mereka juga memuja wanita dan orang-orang yang mereka cintai dalam syair-syair mereka. Pada saat itu, puisi atau syair bukanlah merupakan kebiasaan elit tertentu saja, melainkan syair hanyalah merupakan media ekspresi sastra. Syair bangsa Arab pra-Islam merupakan salah satu objek penelitian sejarah. Syairsyair mereka menggambarkan seluruh aspek kehidupan masyarakat Arab ppaIslam. Pujangga syair pada saat itu antara lain Imra'ul Qays, Tarafa ibn al-Abbad, Harits ibn Hilliza, Ibn Syadad, dan Amru ibn Khulthum.30 Sistem Kepercayaan Mayoritas masyarakat Arab adalah penyembah berhala kecuali sebagian kecil pengenut agama Yahudi dan Nasrani. Selain menyembah berhala, sebagian mereka juga menyembah matahari, bintang, dan angin. Bahkan, terkadang mereka juga menyembah batu-batu kecil dan pepohonan. Mereka tidak mempercayai Tuhan Yang Maha Esa, adanya hari pembalasan, dan mempercayai keabadian jiwa manusia. Masing-masing daerah mempunyai dewa-dewi yang banyak jumlahnya. Al-Uzza, al-Latta, Manat, dan Hubal merupakan dewa atau berhala

Mengenai praktik rib dirujuk Al-Quran dalam surah al-Baqarah [2]:275, 276, 278; lu `Imrn [3]:130; anNis [4]:161; dan ar-Rm [30]:39. 29 K. Ali, op. cit., hlm. 19. 30 Ibid.,hlm. 20.28

10

mereka yang terbesar dan paling dimuliakan.31 Tidak kurang dari 360 berhala ditata di sekeliling ka'bah untuk disembah. Setiap tahun masyarakat Arab dari berbagai penjuru datang ke Ka'bah untuk melakukan penyembahan massal terhadap berhala-berhala itu, bersamaan dengan diselenggarakannya pekan raya yang dikenal dengan "Pekan Raya Ukaz". Kondisi Sosial dan Moral Semenjak zaman Jahiliah, sesungguhnya masyarakat Arab telah memiliki berbagai sifat dan karakter yang positif, seperti pemberani, ketahanan fisik yang prima, daya ingatan yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan, setia terhadap suku dan pemimpin, pola kehidupan sederhana, ramahtamah, dan mahir dalam bersyair.32 Namun, sifat-sifat dan karakter yang baik itu seakan tidak ada artinya disebabkan oleh kondisi yang menyelimuti kehidupan mereka, yakni ketidakadilan, kejahatan, dan keyakinan terhadap takhayul. Pada masa itu, kaum wanita menempati kedudukan terendah sepanjang sejarah umat manusia. Masyarakat Arab pra-Islam memandang wanita ibarat binatang piaraan, atau bahkan lebih hina. Mereka sama sekali tidak mendapatkan kehormatan sosial dan tidak memiliki hak apa pun. Kaum laki-laki dapat saja mengawini wanita sesuka hati, demikian pula mereka gampang saja

menceraikannya dengan sesuka hati. Bilamana seorang ayah diberitahukan atas kelahiran seorang anak perempuan, seketika wajahnya berubah pasi lantaran malu, terkadang mereka tega menguburkan bayi perempuan hidup-hidup. Mereka kebanyakan membunuhnya lantaran rasa malu dan khawatir bahwa anak perempuan hanya akan menimbulkan beban ekonomi dan kemiskinan. Kondisi demikian dicatat Allah swt. dalam QS. an-Nahl [16]:5859. Pada masa itu, tidak hanya poligami yang berkembang di kalangan masyarakat Arab jahiliah, tetapi juga praktik poliandri. Seorang laki-laki di samping mempunyai banyak istri, mereka juga memiliki sejumlah gundik. Suami seringkali mengizinkan istrinya "bergaul" dengan laki-laki lain untuk mendapat tambahan penghasilan. Wanita-wanita lajang biasanya pergi ke luar kota untuk31 32

A. Syalabi, op. cit., hlm. 65. Ahmad Amn, Fajr al-Islm (Cet. XI; Bayrt: Dr al-Kutub, 1975), hlm. 10.

11

menjalin pergaulan bebas dengan pemuda kampung. Seorang ibu tiri dapat saja dikawini oleh anaknya dan bahkan sering terjadi perkawinan sesama saudara kandung. Pada saat itu, perempuan tidak memiliki hak warisan terhadap harta kekayaan ayah, suami, atau kerabatnya yang meninggal. Perbudakan merupakan sisi lain dari sistem sosial masyarakat Arab pada saat itu. Budak diperlakukan majikannya secara tidak manusiawi. Para budak dilarang menikah, baik dengan sesama budak maupun dengan orang merdeka. Para majikan tidak jarang menyiksa budaknya secara kejam hanya disebabkan kesalahan kecil, bahkan mereka menentukan hidup dan mati budak itu. Masyarakat Arab sehari-hari hidup dalam kejahatan, kekejaman, dan keyakinan takhayul. Mereka senantiasa mengubungi berhala sesembahannya sebelum melaksanakan sesuatu yang dianggap penting. Bahkan, untuk memuja dan meminta pertolongan kepada berhala, mereka berkorban dengan menyembelih manusia33 di depan berhala itu. Di samping itu, kehidupan mereka sehari-hari diwarnai permusuhan, perjudian, mabuk-mabukan, perampokan, dan berbagai bentuk kejahatan lain.34 Dalam kondisi sosial dan moral demikian itu, khususnya yang melanda Jazirah Arab dan umumnya yang terjadi di seluruh penjuru dunia, Nabi Muhammad saw. diutus oleh Allah sebagai pemberi peringatan dan pembimbing ke jalan yang lurus dengan membawa Al-Qur'an sebagai kitab petunjuk.

Kehidupan Nabi Muhammad Prapewahyuan Al-QuranPengetahuan tentang sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw. merupakan syarat bagi upaya memahami Al-Quran dengan benar. Nabi Muhammad lahir di kota Makkah pada hari Senin tanggal 12 Rabi'ul Awwal bertepatan dengan tanggal 20 April 571 M. dari keturunan Bani Hasyim.35 Ayahnya bernama Abdullah yang meninggal ketia ia masih dalam kandungan dan ibunya bernama Aminah yang meninggal tatkala ia berumur enam tahun.

33 34 35

A. Syalabi, op. cit., hlm. 74. K. Ali, op. cit., hlm. 2223. A. Syalabi, op. cit., hlm. 78.

12

Sesuai

dengan

kebiasaan

masyarakat

Arab

yang

menyerahkan

pemeliharaan anak kepada orang lain, maka Nabi Muhammad yang masih kecil itu diserahkan kepada Halimah, seorang ibu yang berasal dari Bani Sa`id. Nabi Muhammad hidup dalam pengasuhan Halimah selama lima tahun, dan selama itu pula Nabi Muhammad bergaul orang-orang Bani Sa`id sehingga berkembanglah bahasa Nabi Muhammad sesuai dengan lughat Arab Bani Sa`id yang terkenal sebagai bahasa Arab paling murni, paling indah, dan paling fasih di Jazirah Arab. Pada usia enam tahun, Nabi Muhammad diserahkan kembali kepada ibunya, Aminah. Namun, ketika Aminah membawanya ke Madinah untuk memperkenalkan kerabat-kerabatnya, Aminah jatuh sakit dan meninggal. Setelah ibunya meninggal, Nabi Muhammad diasuh oleh kakeknya, Abdul Muththalib, selama dua tahun sampai tatkala kakeknya itu meninggal dan kemudian ia diasuh oleh pamannya, Abu Thalib, seorang paman yang sangat sayang kepadanya dan hidup sampai satu atau dua tahun sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah pada 622 M. Ketika hidup bersama pamannya itu, Nabi Muhammad berlatih bekerja dengan menggembalakan biri-biri dan unta di bukit-bukit dan lembah di luar kota Makkah. Pada usia dua belas tahun, Nabi Muhammad menemani pamannya pergi berdagang ke Syam (Siria). Dalam perjalanan itu, ia bertemu dengan seorang pendeta Kristen yang bernama Bahra yang meyakini Muhammad sebagai calon rasul terakhir. Karena itu, sang pendeta menyampaikan pesan kepada Abu Thalib agar menjaga kemenakannya dengan baik. Dalam usia yang masih muda, nama Nabi Muhammad telah dikenal di seluruh pelosok Jazirah Arab. Disebabkan ketulusan dan kejujurannya, Nabi Muhammad mendapat kepercayaan dari seorang wanita pengusaha yang cukup kaya, yang bernama Khadijah, untuk mengurus barang dagangannya dalam perjalanan dagang ke Syam, dan ia begitu berhasil sehingga wanita itu mengawininya. Ketika iti, Nabi Muhammad berusia dua puluh lima tahun dan

13

wanita itu empat puluh tahun. Diperkirakan ia melanjutkan usaha itu dengan modal bersama selama lima belas tahun atau lebih.36 Dalam jangka waktu itu, sebelas per dua belas dari kehidupan Nabi Muhammad dihabiskan di tengah-tengah lingkungan masyarakat, dan dalam pandangan mata para sahabat beliau. Al-Quran surah Ynus [10]:16 mendasarkan argumen justru pada kehadiran Nabi Muhammad dalam waktu yang lama di tengah umat beliau, waktu yang cukup lama itu memungkinkan setiap orang mengenal sifat-sifat beliau yang baik, kesibukan beliau, serta beratnya beban beliau ketika memulai tugas menyampaikan risalah. Satu fakta yang pasti bahwa pada sekitar usia 35 tahun, beliau ambil bagian dalam rekonstruksi Ka`bah. Pada sisi lain, beliau selalu dikenal sangat bertanggung jawab atas keluarganya; dan dia memperoleh kebanyakan anaknya sebelum mendapat risalah.37 Sumber paling otentik menyebutkan bahwa waktu kontemplasi Nabi Muhammad hanya berlangsung sebulan sebelum pewahyuan Al-Quran. Sumbersumber ini menceritakan lebih rinci bahwa pada bulan tersebut pun di selingi beberapa kali waktu mengunjungi keluarga untuk memperoleh perbekalan dan didahului serangkaian mimpi yang sangat jelas, yang kemudian dibenarkan oleh sejumlah pengalaman nyata. Semua tanda-tanda pendahuluan ini terjadi menjelang usia beliau 40 tahun, dan sampai pada suatu malam ketika Nabi Muhammad sedang berkhalwat tiba-tiba terdengar suara yang menyuruhnya untuk membaca. Nabi Muhammad terkejut dan memberanikan diri untuk bertanya: "Apa yang saya baca"? Seperti ini pula jawaban Nabi Muhammad atas perintah membaca sebanyak tiga kali. Setelah itu, suara tersebut menuntun Nabi Muhammad membaca nama Tuhan dan seterusnya sebagaimana yang tertera dalam QS. al-`Alaq [96]:15.38 Inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad yang bertepatan dengan tanggal 17 bulan Ramadhan.39

W. Montgomery Watt, op. cit., hlm. 11. Syeikh M. Diraz, Pengantar dalam Malik Ben Nabi, The Quranic Phenomenon, diterjemahkan oleh Farid Wajdi dengan judul Fenomena Al-Qur'an: Pemahaman Baru Kitab Suci Agama-agama Ibrahim (Cet. I; Bandung: Marja, 2002), hlm. 1213. 38 K. Ali, op. cit., 3031. 39 Mengenai Al-Quran turun pada bulan Ramadhan, dirujuk dalam surah al-Baqarah [2]:185.37

36

14

Daftar Pustaka Az-Zanjan, Ab `Abdullh. Trkh al-Qur'n, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar & A. Qurtubi Hasan, Wawasan Baru Tarikh Al-Qur'an. Cet. II; Bandung: Mizan, 1991. Shihab, M. Quraish et al., Sejarah dan `Ulmul Qur'n. Cet. III; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001. Watt, W. Montgomery. Bells Introduction to the Quran, terj. Lillian, Richard Bell: Pengantar Quran. Jakarta: INIS, 1998. Hodgson, Marshall G.S. The Venture of Islam: Conscience and History in a World Civilization, The Classical Age of Islam, Vol. I. Chicago & London: The University of Chicago Press, 1997. Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah Al-Quran. Cet. I; Yogyakarta: FkBA, 2001. Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I. Cet. VIII; Jakarta: Pustaka Alhusna, 1994. al-Faruqi, Ismail R. & al-Faruqi, Lois Lamya. The Cultural Atlas of Islam. New York: MacMillan Publishing Company, 1986. Ali, K. A Study of Islamic History , terj. Ghufran A. Mas'adi, Sejarah Islam: Tarikh Pramodern. Cet. I; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996. Amn, Amad. Fajr al-Islm. Cet. XI; Bayrt: Dr al-Kutub, 1975. Nabi, Malik Ben. The Quranic Phenomenon, diterjemahkan oleh Farid Wajdi dengan judul Fenomena Al-Qur'an: Pemahaman Baru Kitab Suci Agamaagama Ibrahim. Cet. I; Bandung: Marja, 2002.

Daftar Pustaka [Tambahan Pengembangan] Ma`rifat, Muhammad Hadi. Trkh al-Qur'n. Terj. Thoha Musawa. Sejarah Al-Qur'an. Cet. I; Jakarta: Al-Huda, 1428 H./2007 M.

15