KONSEP ULUL ALBAB Q.S ALI-IMRAN AYAT 190-195 DAN...
Transcript of KONSEP ULUL ALBAB Q.S ALI-IMRAN AYAT 190-195 DAN...
KONSEP ULUL ALBAB Q.S ALI-IMRAN AYAT 190-195
DAN RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN
ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Ilmu Pendidikan Islam
Oleh:
MIFTAHUL ULUM
NIM : 073111133
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Miftahul Ulum
NIM : 073111133
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil
penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk dari
sumbernya.
Semarang, 25 Juni 2011
Saya yang menyatakan,
Miftahul Ulum
NIM.073111133
iii
PENGESAHAN
Naskah skripsi ini dengan:
Judul : Konsep Ulul Albab Q.S Ali-Imran ayat 190-195 dan
Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam
Nama : Miftahul Ulum
NIM : 073111133
Jurusan ; Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam.
Semarang, 25 Juni 2011
DEWAN PENGUJI
Ketua, Sekretaris,
Nasirudin, M. Ag Yunita Rahmawati, M.A
19780627 2005012 004 19780627 2005012 004
Penguji I, Penguji II,
Ismail SM, M. Ag H. Mahfud Siddiq, LC.M.A
19711021 1997031 002 15031312 7000001 000
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. H. Hamdani Mu’in, M.Ag Ridwan, M. Ag.
NIP. 19720405 1999031 001 NIP. 19630106 1997031 001
iv
Nomor : In.06.3/JI/PP.00.1/3499/2011 Semarang, 29 Januari 2011
Lamp : -
Hal : Penunjukan Pembimbing
Kepada Yth.
1. Dr. H. Hamdani Mu’in, M.Ag
2. Ridwan, M.A.
Dosen Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
Di Semarang
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Berdasarkan hasil pembahasan usulan judul penelitian di jurusan
Pendidikan Agama Islam (PAI), maka Fakultas Tarbiyah menyetujui
Judul Skripsi mahasiswa:
Saudara : Miftahul Ulum
NIM : 073111133
Judul : Konsep Ulul Albab Q.S Ali-Imran ayat 190-195 dan
Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam.
Dan menunjuk saudara:
1. Dr. H. Hamdani Mu’in, M.Ag Sebagai pembimbing I
2. Ridwan, M.Ag. Sebagai pembimbing II
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
A.n Dekan
Kajur PAI
Drs. Nasirudin, M. Ag
NIP. 19691012 1996031 002
Tembusan:
1. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo (sebagai laporan)
2. Mahasiswa yang bersangkutan
3. Arsip
v
ABSTRAK
Miftahul Ulum, 73111133 (Konsep Ulul Albab dalm Q.S Ali Imran dan
Relevansinya dengan Tujuan) Skripsi: Program Strata 1 Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1). Konsep ulul albab yang
terdapat pada surat ali Imran ayat 190-195. 2). Hakekat tujuan Pendidikan Islam.
3). Relevansi ulul albab yang terdapat pada surat ali Imran ayat 190-195 terhadap
tujuan pendidikan Islam
Penelitian ini merupakan Library Research (penelitian kepustakaan), yakni
dengan cara melakukan penelusuran terhadap sumber-sumber tertulis yang
berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkat dengan pendekatan content
analisys. Data yang terkumpul di analisis dengan menggunakan metode tafsir
tahlili dan maudhu’i.
Konsep ulul albab yang terdapat pada Q.S Ali Imran ayat 190-195 adalah
orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara berzikir di
manapun dan kapanpun dia berada. Mereka selalu menancapkan kalimatullah
dalam hatinya, di samping itu dia mau menggunakan kecerdasannya dengan selalu
berfikir dan menganalisa ciptaan Allah SWT, sehingga dengan kegiatan berfikir
dan berzikir tersebut mereka mampu mengambil faidah darinya atas semua
keagungan Allah SWT dan mau mengingat hikmah akal dan keutamaannya dalam
segala situasi dan kondisi. Jelaslah bahwa dalam Q.S Ali Imran ayat 190-195,
mengandung dua hal yang tidak terpisahkan, yaitu zikir dan fikir. Dengan
melakukan dzikir dan fikir, maka sampailah manusia pada suatu kesimpulan
bahwa Allah SWT menciptakan alam ini sarat dengan tujuan dan kemanfaatan
bagi manusia. Selanjutnya mereka memohon kepada Allah SWT supaya mereka
diberi petunjuk dan dihindarkan dari siksa api neraka.
Pada dasarnya hakikat tujuan pendidikan Islam diarahkan kepada pencapaian
target yang berkaitan dengan hakikat penciptaan manusia oleh Allah SWT. Dari
sudut pandang ini, hakikat tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kesadaran
terhadap hakikat peserta didik sebagai abdullah yang selalu tunduk dan patuh atas
semua aturan-aturan Allah SWT. Dan terbentuknya kesadaran akan fungsi dan
tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi dan selanjutnya dapat diwujudkan
dalam kehidupannya sehari-hari. Melalui kesadaran ini seorang akan termotivasi
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, meningkatkan sumber daya
manusia, mengelola lingkungannya dengan baik, dan lain-lain.
Konsep ulul albab dan tujuan pendidikan Islam merupakan dua kata yang saling
ada keterikatan, karena antara konsep yang ada pada ulul albab dengan tujuan
pendidikan adalah sama-sama bertujuan untuk menjadikan peserta didik sebagai
abdullah yang selalu tunduk menghambakan diri kepada Allah SWT dengan cara
menjalankan semua perintah Allah SWT dan meninggalkan semua larangannya
agar benar-benar tercipta pada diri peserta didik menjadi manusia yang muttaqin.
Disamping secara vertikal mereka menjadi seorang abdullah yang selalu
vi
beribadah, secara horisontal mereka adalah kholifah fil ardz yang mana mereka
harus siap sedia menjalin persaudaraan antar sesama hidup bersosial dengan
masyarakat luas, yang mana seorang kholifah fil ardz harus mampu
mengaplikasikan pengetahuannya dan mau menyebarkan apa yang mereka miliki,
sehingga ilmu yang mereka miliki tidak untuk diri sendiri tetapi juga untuk
berdakwah li I’lai kalimatillah dan akhirnya menjadi manusia yang di damba
masyarakat dan dipuja oleh Allah SWT sebagai insan yang sempurna (insan
kamil).
vii
MOTTO
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah
bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi
peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".(Q.S. Yunus: 101)1
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya,( Bandung: CV diponegoro,
2008) hlm. 220
viii
PERSEMBAHAN
Tiada sesuatupun yang dapat memberikan rasa bahagia melainkan senyum
manis penuh bangga dengan penuh rasa bakti, cinta dan kasih sayang dan
dengan segala kerendahan hati kupersembahkan skripsi ini untuk
Ayahanda Bapak Irsyad dan Ibunda Jumronah tercinta yang telah
mendidik dan membesarkanku serta mencurahkan kasih sayangnya.
Kakak-kakak ku ( Rusikhah, Abdul Rouf, Nurus Shobah, Muidah, Abdul
Muid, Al-haritsah) yang senantiasa memberi inspirasi untuk selalu
semangat dalam hidupku.
Syeh KH Abdul Wahid Zuhdi (alm) ( Pengasuh Ponpes Al-Ma’ruf
Bandungsari Ngaringan Grobogan sekaligus pendiri Ponpes fadhlul Wahid
Ngangkruk Ngaringan Grobogan) yang telah membekali penulis ilmu
agama.
KH. Imam Taufiq. M,Ag dan Ibu Hj Arikhah beserta keluarga yang telah
memberikan bimbingan dan bantuan baik spirituil dan materiil untuk
penulis sehingga mampu menyelesaikan studi sampai selesai.
Semua guru-guruku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang
telah nggulowentah dan yang telah memberikan berbagai ilmu
pengetahuan, semoga ilmu yang penulis dapatkan bisa berkah
Keluarga besar perpustakaan Fakultas Tarbiyah ( Pak Rozi, pak Mahmud,
Pak Rikza, Bu Sayidah dan teman-teman seperjuangan bea siswa
perpustakaan) jangan jemu untuk selalu noto buku, semoga ada berkah
dan manfaatnya.
Pengurus Ta’mir dan atau MADIN Raudlatul Jannah dan juga keluarga
besar Perumahan Bank Niaga Ngaliyan SMG, yang telah memberi
kesempatan dan izin berteduh dan belajar bermasyarakat
Sahabat-sahabat PAI 07D (Nurul Septiani, Misbahul Munir, dan teman-
teman semua) senasib seperjuangan yang telah memberikan motivasi dan
membantu untuk menyelesaikan skripsi ini.
Dan tak lupa pembaca budiman sekalian
Semoga amal dan kebaikan mereka mendapat balasan yang berlipat ganda
dari Allah Yang Maha Kuasa.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillâhi rabill ‘aalamin. Segenap puja dan puji syukur peneliti
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan petunjuk, bimbingan
dan kekuatan lahir batin kepada dir peneliti, sehingga penelitian hasil dari sebuah
usaha ilmiah yang sederhana ini guna menyelesaikan tugas akhir kesarjanaan
terselesaikan dengan sebagaimana mestinya.
Sholawat dan salam semoga dilimpahkan oleh-Nya kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW, sosok historis yang membawa proses transformasi
dari masa yang gelap gulita ke zaman yang penuh peradaban ini, juga kepada para
keluarga, sahabat serta semua pengikutnya yang setia disepanjang zaman.
Berbagai usaha dalam rangka menyelesaikan skripsi yang berjudul Konsep
Ulul Albab dalam Q.S Ali Imran Ayat 190-195 dan Relevansinya dengan Tujuan
memang tidak bisa lepas dari berbagai kendala dan hambatan, mulai dari flesdis
hilang, computer error dll, tetapi dengan semangat untuk segera menyelesaikan
karya ilmiah ini, alhamdullah penulis dapat menyelesaikan juga walaupun masih
banyak kekurangan. Oleh karena, itu izinkan peneliti ingin mengucapkan terima
kasih kepada hamba-hamba Allah yang membantu peneliti sehingga karya
sederhana ini bisa menjadi kenyataan, bukan hanya angan dan keinginan semata,
diantaranya kepada:
1. Prof. Dr. H Muhibbin, M. A Rektor IAIN Walisongo Semarang
2. Dr. Sudja`i, MAg. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
3. Nasirudin, M.Ag.. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo
yang telah membantu dalam kelancaran pembuatan skripsi ini.
4. Dr. Hamdani Mu’in, M. Ag. Dosen Pembimbing I dan Ridwan, M.Ag. selaku
Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan
motivasi kepada penulis sampai skripsi ini selesai.
5. Abdurrahman M,Ag. Selaku dosen wali studi penulis dan seluruh Bapak/Ibu
Dosen, karyawan, pegawai IAIN Walisongo, yang telah memberi nasehat dan
motivasi dan memberi pengarahan kepada penulis
x
6. Ayahanda Bapak Irsyad dan Ibunda Jumronah tercinta yang telah mendidik
dan membesarkanku serta mencurahkan kasih sayangnya. Kakak-kakak ku (
Rusikhah, Abdurrouf, Nurusshobah, Muidah, Abdul Muid, Alharitsah) yang
senantiasa memberi inspirasi untuk selalu semangat dalam hidupku.
7. Syeh KH Abdul Wahid Zuhdi (alm) ( Pengasuh Ponpes Al-Ma’ruf
Bandungsari Ngaringan Grobogan sekaligus pendiri Ponpes fadhlul Wahid
Ngangkruk Ngaringan Grobogan) yang telah membekali penulis ilmu agama.
8. KH. Imam Taufiq. M,Ag dan Ibu Hj Arikhah, M.Ag beserta keluarga yang
telah memberikan bimbingan dan bantuan baik spirituil dan materiil untuk
penulis sehingga mampu menyelesaikan studi sampai selesai.
9. Keluarga besar perpustakaan Fakultas Tarbiyah ( Pak Rozi, pak Mahmud, pak
Rikza, Ibu Sayidah dan teman-teman seperjuangan bea siswa perpustakaan)
jangan jemu untuk selalu noto buku, semoga ada berkah dan manfaatnya.
10. Semua guru-guruku yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu yang telah
me-nggulowentah dan yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan,
semoga ilmu yang penulis dapatkan bisa berkah
11. Pengurus Ta’mir dan atau MADIN Raudlatul Jannah dan juga keluarga besar
Perumahan Bank Niaga Ngaliyan SMG, yang telah memberi kesempatan dan
izin berteduh dan belajar bermasyarakat
12. Sahabat-sahabat PAI 07D (Nurul Septiani, Misbahul Munir, dan teman-teman
semua) senasib seperjuangan yang telah memberikan motivasi dan membantu
untuk menyelesaikan skripsi ini.
13. Serta berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu hanya
ucapan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam penulis haturkan dan
semoga amal dan jasa baik sahabat-sahabat akan dicatat sebagai amal
kebajikan dan dibalas sesuai amal perbuatan oleh Allah SWT.
Akhirnya, penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan. Namun, terlepas dari kekurangan yang ada, kritik dan saran
yang konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan
datang. Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri sendiri
maupun orang lain.
xi
Semarang, 24 Juni 2011
Penulis,
MIFTAHUL ULUM
NIM: 0 7 3 1 1 1 133
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN........................................................................... ii
PENGESAHAN................................................................................................. iii
NOTA PEMBIMBING...................................................................................... iv
ABSTRAK......................................................................................................... v
MOTTO…........................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR..................................................................................... viii
DAFTAR ISI..................................................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Penegasan Istilah.......................................................................... 4
C. Rumusan Masalah...................................................................... 6
D. Tujuan Dan Manfaat................................................................... 6
E. Kajian Pustaka ............................................................................. 6
F. Metode Penelitian ........................................................................ 8
BAB II : ULUL ALBAB DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Tujuan Pendidikan Islam................................... 12
B. Dasar Tujuan Pendidikan Islam........................................... 14
C. Tahapan Tujuan Pendidikan Islam....................................... 20
D. Tujuan Pendidikan Islam..................................................... 24
BAB III : KONSEP ULUL ALBAB DALAM Q.S ALI IMRAN AYAT 190-
195
A. Konsep Ulul albab..................................................................... 39
xiii
1. Pengertian Ulul albab.......................................................... 35
2. Karaktristik ulul albab............................................................ 39
B. Telaah Konsep Ulul Albab Q.S Ali-Imran ayat 190-195 ...... 43
1. Asbab Al-Nuzul..................................................................... 43
2. Arti Mufradat ......................................................................... 44
3. Asbab An-Nuzul ..................................................................... 45
4. Munasabah.......................................................................... 46
5. Isi Kandungan Q.S Ali-Imran Ayat 190-195....................... 49
BAB IV : RELEVANSI KONSEP ULUL ALBAB DENGAN TUJUAN
PENDIDIKAN ISLAM
A. Konsep Ulul Albab Q.S Ali-Imran ayat 190-195 Dan Tujuan
Pendidikan Islam............................................................................. 64
1. Analisis Konsep Ulul Albab................................................... 68
2. Analisis Tujuan Pendidikan Islam.................………........... 76
B. Relevansi Konsep Ulul Albab Dengan Tujuan Pendidikan Islam….71
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................. 80
B. Saran-Saran............................................................................. 81
C. Kata Penutup......................................................................... 82
DAFRAT PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
KONSEP ULUL ALBAB DALAM Q.S ALI IMRAN AYAT 190-195 DAN
RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang memiliki kelebihan
dibandingkan dengan makhluq lain, ini semua dikarenakan manusia
dibekali potensi yang luar biasa yaitu berupa akal, akal juga yang
membedakan manusia dari mahluk Allah yang lain, keintlektualan dan
bentuk jasad sempurna yang dianugrahkan Allah kepadanya. Sehingga
manusia mampu berfikir dan memungkinkan pula baginya untuk
mengamati, menganalisis apa-apa yang di ciptakan Allah di alam bumi ini.
Kemampuan manusia untuk berfikir inilah yang menjadikannya sebagai
makhlukNYA yang diberi amanat untuk dapat beribadah kepadaNYA
serta diberi tanggung jawab dengan segala pilihan dan keinginan. Akal
pula yang menjadikan manusia terpilih untuk menjadi khalifah di muka
bumi ini dan berkewajiban untuk membangunnya dengan sebaik-bainnya.1
Dalam diri manusia terdapat dua daya sekaligus, yaitu daya fikir
yang berpusat di kepala dan daya rasa (qalbu) yang berpusat di dada.
Untuk mengembangkan daya ini telah ditata sedemikian rupa oleh Islam,
misalnya untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan dengan cara
beribadah seperti sholat, zakat, puasa, haji dan lain-lain dan untuk
mempertajam daya fikir perlu arahan ayat kauniyah yakni ayat-ayat
mengenai visi cosmos yang menganalisa dan menyimpulkan yang
melahirkan gagasan inovatif demi pengembangan peradaban manusia
sebagai kholifah di muka bumi.2
Sesuatu yang sangat agung dari petunjuk Al-Qur’an, berkenaan
dengan visi pemikiran dan ilmu pengetahuan, adalah bahwa Al-Qur’an
memberi penghargaan terhadap ulul albab dan kaum cendikiawan, atau
1 Musfir bin Said Az-zahrani, Konseling Terapi,( Jakarta: Gema Insani, 2005 ), Hlm 274
2 Syahrin harahap, Al-qur’an dan Sekularisasi, ( Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994) hlm
50
2
kaum intlektual.Allah memuji mereka dalam banyak ayat dalam surat-
surat Makiyah dan Madaniyah. Trem ulul albab atau Ulil albab terulang
dalam Al-Qur’an sebanyak 16 kali. Sembilan diantaranya terdapat dalam
Al-Qur’an Makiyah dan tujuh lainnya terdapat dalam Al-Qur’an Madani.3
Al-Qur’an mengekspos keluhuran orang yang beriman dan berilmu
sebagai hamba-hamba Allah yang memiliki kedudukan tinggi. Bahkan,
diberi gelar khusus untuk mereka yang memiliki kedudukan ini, yang
mampu mendayagunakan anugrah Allah (potensi akal,kalbu, dan nafsu)
pada sebuah panggilan, yaitu ulul albab. Allah tidak menafikan potensi
yang dianugrahkan oleh-NYA kepada manusia agar tidak tergiur dan
terpesona oleh hasil dirinya sendiri, sehingga keterpesonaan itu membuat
dirinya menjadi hamba dunia, karena kecintaan yang berlebihan pada
dunia.4
Sejalan dengan kelebihan dan keistimewaan yang dimiliki oleh
manusia yang dirahmatkan sang khaliq tersebut, maka manusia harus bisa
memposisikan diri sebagai mahluk yang tidak hanya memikirkan atau
peduli terhadap dirinya sendiri, tetapi harus senantiasa peduli dan peka
terhadap keberadaan sekelilingnya, sehingga potensi fikir dan dzikir
senantiasa menyelimuti aktifitasnya sehari-hari sebagai bahwa manusia
adalah tidak hanya sebagai mahluk Allah yang paling sempurna tetapi juga
sebagai keharusan untuk menuju insan kamil yang di dalam Al-Qur’an
sering disebut dengan istilah ulul albab.
Menurut A.M. Saefudin, bahwa ulul albab adalah pemikir
intlektual yang memiliki ketajaman analisis terhadap gejala dan proses
alamiyah dengan metode ilmiah induktif dan deduktif, serta intlektual
yang membangun kepribadian dengan dzikir dalam keadaan dan sarana
ilmiah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan seluruh umat manusia. ulul
3 Yusuf Qardawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta:
Gema Insani,1998), hlm,29-30
4 Toto Tasmara, Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri,( Jakarta: Gema
Insani,2000), hlm 118-119
3
albab adalh intlektual muslim yang tangguh yang tidak hanya memiliki
ketajaman analisis obyektif, tetapi juga subyektif.5
Konsep ulul albab yang terdapat dalam Surat Ali Imran ayat 190-
195 memberikan penjelasan bahwa orang yang berakal adalah orang yang
melakukan dua hal, yaitu tazakur yakni mengingat Allah dengan ucapan
dan atau hati dalam situasi dan kondisi apapun dan tafakkur memikirkan
ciptaan Allah, yakni kejadian di alam semesta. Dengan melakukan dua hal
tersebut, seseorang diharapkan ia sampai kepada hikmah yang berada di
balik proses mengingat dan berfikir , yaitu mengetahui, memahami,
menghayati bahwa dibalik fenomena alam dan segala sesuatu yang ada
didalamnya menunjukkan adanya sang pencipta, Allah SWT.6
Pendidikan Islam sebagai salah satu dari ajaran agama Islam,
memiliki tujuan mulia yang sesuai dengan aturan dan tuntunan Al-Qur’an
yaitu untuk membentuk kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian yang
seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam.7
Tujuan pendidikan Islam
yang ingin dicapai mencakup aspek kognitif (akal), aspek afektif (moral)
dan spiritual. Dengan kata lain, terciptanya kepribadian yang seimbang,
yang tidak hanya menekankan perkembangan akal, tetapi juga
perkembangan spiritual.8
Sedangkan menurut Ibnu Katsir yang tertuang dalam karyanya
(Tafsir Ibnu Katsir) bahwa yang disebut ulul albab adalah:
العقىل التام الزكية التى تدرك االشياء بحقا ئقها علي جليا تها و ليسىا كالصن و البكن الذين
. ال يعقلىن
5 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Islam, Pemberdayaan, Pengembangan,
kurikulum Hingga redifinisi Islamisasi Ilmu Pengetahuan,( Jakarta: Nuansa, 2003) hlm 268 6 M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,(Jakarta:
Lentera Hati), hlm 308-309 7 Zakiah Daradjat, dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2001), cet. II, hlm. 72 8 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2000), cet. V, hlm. 41
9 Abi Fada’ Al-Hafidz Ibnu Katsir Ad-dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1,(Bairut; Darul
Kutub Ilmiyah,1994),hlm 403
4
Yaitu akal yang sempurna dan bersih yang dengannya dapat diketemukan
berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai sesuatu bukan seperti
orang-orang yang buta dan bisu yang tidak dapat berfikir.
Allah SWT telah memuliakan manusia dengan akal dan nurani, ia
sebagai pengontrol utama atas semua yang berlaku dalam aktifitas
manusia, namun dalam prakteknya, posisi dan peran akal sering kali
tersalahkan oleh nafsu dan kehendak syaitan. Hasilnya, kemaksiatan
dimana-mana. Kemaksiatan yang terjadi merupakan dampak yang
ditimbulkan oleh pertentangan yang luar biasa antara akal dan nafsu.10
.
Ketika akal lebih dominan maka tindakan positif yang terjadi, sebaliknya
jika hawa nafsu lebih dominan, maka tindakan negatiflah yang akan
muncul.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk
mengkaji konsep ulul albab yang terdapat dalam Surat Ali Imran ayat 190-
195 yang direlevansikan dengan tujuan pendidikan Islam.
B. Penegasan Istilah
Agar memudahkan pemahaman dan menjaga supaya tidak terjadi
kesalah fahaman tentang judul ini, maka perlu kiranya penegasan istilah
sebagai berikut:
a. Ulul albab
Istilah ulul albab berasal dari dua kata yakni ulu dan albab,
kata ulu artinya yang memiliki. Sedangkan albab berasal dari kata al-
lubb yang artinya otak atau pikiran (intellect) albab di sini bukan
mengandung arti otak atau pikiran beberapa orang, melainkan hanya
dimiliki oleh seseorang. Dengan demikian ulul albab artinya orang
yang memiliki otak yang berlapis-lapis. Ini sebenarkan membentuk arti
kiasan tentang orang yang memiliki otak yang tajam.11
10
Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi, Potret Islam Universal, ( Tuban: Syauqi Press, 2008 ),
hlm 15. 11
M. Dawam Rahardjo,Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-
Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 2002),hlm 556
5
Sedangkan menurut pendapat Abuddinata dalam karyanya,
Tafsir ayat-ayat pendidikan, bahwa Ulul albab adalah orang yang
melakukan dua hal yaitu tazakkur yakni mengingat(Allah), dan
tafakkur memikirkan (ciptaan Allah)12
Sedangkan yang maksud ulul albab dalam skripsi ini adalah
orang yang mampu mengambil kesimpulan, pelajaran, peringatan dari
ayat-ayat Allah dalam Al-Qur’an, segala masyarakat, peristiwa searah
dan fenomena alam, di dalam dirinya selalu terkandung suatu refleksi
serta potensi dzikir dan fikir.
b. Relevansi
Kata relevansi berasal dari bahasa Inggris relevance yang berarti
bersangkut paut atau bisa disebut juga hubungan.14
Dalam kamus
popular dijelaskan bahwa makna relevansi adalah hubungan,
keterkaitan atau pertalian.15
Sedangkan dalam penelitian ini diartikan
dengan hubungan yaitu adanya hubungan antara satu hal dengan hal
lain yang dapat berguna secara langsung untuk menambah atau
melengkapi satu sama lain.
c. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan berdasarkan etimologi pendidikan Islam berarti ‘arah
maksud atau haluan’, dalam bahasa Arab tujuan diistilahkan dengan
kata ‘ghayat, atau muqosid’. Sedangkan dalam bahasa Inggris
diistilahkan dengan ‘goal, purpose, objektif, atau aim’. Secara
terminologi tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah
sebuah usaha atau kegiatan selesai.13
12
Abuddinata, Tafsir ayat-ayat pendidikan,(Jakarta: Raja grafindo,2002), hlm 131 14
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta:
Gramedia,1993),hlm.475. 15
M.D.J. Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer,(Bandung: CV. Pustaka
Setia,2000),hlm.261. 13
Armai Arief, Pengantar Umum dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), hlm. 15.
6
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah peneliti paparkan diatas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yaitu:
1. Bagaimanakah konsep ulul albab yang terdapat pada Q.S Ali Imran
ayat 190-195?
2. Bagaimana hakikat tujuan Pendidikan Islam?
3. Bagaimana relevansi Ulul albab pada Q.S Ali Imran ayat 190-195
dengan tujuan pendidikan Islam?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui konsep ulul albab yang terdapat pada surat ali Imran ayat
190-195
2. Mengerti bagaimana hakekat tujuan Pendidikan Islam
3. Faham akan relevansi ulul albab pada Q.S Ali Imran ayat 190-195
terhadap tujuan pendidikan Islam
Sedangkan harapan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Supaya lebih termotivasi untuk menggali segala potensi yang dimiliki
akal agar menjadi insan kamil
2. Menjadi sumbangan pemikiran terhadap siapa saja yang
membutuhkan.
3. Menambah pengetahuan peneliti tentang bagaimana konsep ulul albab
yang berimplikasi terhadap pendidikan Islam.
4. Menambah koleksi perbendaharaan refrensi perpustakaan fakultas
tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan,
perbandingan yang masing-masing mempunyai andil besar mencari teori,
7
konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan landasan
teoritis bagi penelitian yang hendak dilakukan.14
Penulis menyadari bahwa konsep ulul albab telah banyak dibahas
dalam karya-karya tulis baik buku, skripsi maupun yang lain yang masing-
masing saling melengkapi antar satu dengan yang lain.
Pertama, buku karya Toto Tasmara dengan judul, Menuju Muslim
Kaffah Menggali Potensi Diri,buku ini menerangkan bahwa seorang ulul
albab memiliki jiwa yang tangguh serta kritis terhadap lingkungannya.
Mereka ini bukan tipe kentura, bukan pula tipe teknokrat Haman.
Ketajaman intuisi dan intlektualnya, harmonitas pikir dan zikirnya
merupakan ciri khas yang di miliki Ulil albab
Kedua, buku dengan judul: Al-qur’an berbicara tentang akal dan
ilmu pengetahuan, karya Dr. Yusuf Qardhawi. Dalam buku ini terdapat
bahasan betapa Al-qur’an sangat memuji kaum ulul albab, di buku tersebut
juga di terangkan tentang pengertian ulul albab di sertakan ayat-ayat Al-
qur’an yang menerangkan tentang ulul albab
Ketiga, skripsi yang berjudul Ulul Albab Dalam Al Qur’an
Implikasinya Dalam Tujuan Pendidikan Islam, Karya Sulaiman. Dalam
skripsi ini menerangkan bahwa ulul albab adalah orang yang mempunyai
kedalaman keilmuan dan ketajaman pemikiran serta mampu mengambil
kesimpulan, pelajaran, peringatan dari ayat- ayat Allah dalam Al-qur’an
dan senantiasa terkandung suatu refleksi serta potensi dzikir dan fikir.
Keempat, skripsi yang berjudul : Konsep Akal Dalam Tafsir Al
Misbah an Implikasinya Dalam Pendidikan Islam, Karya Anisatul
Ainiyah, Dalam skripsi ini menjelaskan tentang fungsi akal yang mana
mencakup dalam hal tafakkur dan tadzakkur kepada Allas SWT,
sedangkan kalau di kaitkan dengan dunia pendidikan bahwa pendidikan
yang baik adalah pendidikan yang dapat mengembangkan akal.pendidikan
harus membina dan mengembangkan potensi akal .
14
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1995), hlm 65
8
Berbeda dengan beberapa penelitian di atas, bahwa peneliti dengan
judul KONSEP ULUL ALBAB DALAM Q.S ALI IMRAN 190-195 DAN
RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM, karena
dalam penelitian ini memfokuskan untuk mengetahui konsep yang ada
pada ulul albab yang terkandung dalam surat ali-Imran ayat 190-195 serta
relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam. Dengan harapan agar
konsep yang ada pada ulul albab dapat menjadi acuan untuk merumuskan
tujuan pendidikan Islam, dengan menggunakan metode tahlili dan
maudhu’i
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode
penelitian kepustakaan (library research)15
, yaitu dengan
mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema
pembahasan dan permasalahannya, yang diambil dari sumber-sumber
kepustakaan.
2. Sumber Data
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber-sumber yang memberikan
data secara langsung dari tangan pertama atau merupakan sumber
asli.16
Dalam skripsi ini sumber primer yang dimaksud adalah al-
Qur’an Surat Ali imran ayat 190-195.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber-sumber yang diambil dari
sumber yang lain yang tidak diperoleh dari sumber primer.17
Dalam
skripsi ini sumber-sumber sekunder yang dimaksud adalah kitab-
15
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset,1999), Jilid I, hal. 9. 16
Nasution, Metode Reseach Penelitian Ilmiah, Edisi I, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001),
Cet. IV, hal. 150. 17
Saifuddin Anwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pelajar Offset, 1998), hal. 91.
9
kitab tafsir yang ada hubungannya dengan al-Qur’an Surat Ali
imran ayat 190-195.
c. Sumber Tersier
Sumber tersier adalah sumber-sumber yang diambil dari
buku-buku selain sumber primer dan sumber sekunder sebagai
pendukung. Yang dimaksud sumber tersier dalam skripsi ini adalah
buku-buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang
menjadi pokok bahasan skripsi ini.
Selanjutnya untuk memberi penjelasan atau penafsiran
terhadap ayat tersebut, melalui metode studi pustaka (library
research), maka langkah yang ditempuh adalah dengan cara
membaca, memahami serta menelaah buku-buku, baik berupa
kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain yang berkenaan
dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.
3. Metode Analisis Data
Guna mencari jawaban dari beberapa permasalahan yang ada di
atas, penulis menggunakan metode tahlili dan maudhu’i
Metode tahlili adalah metode kajian al-Qur’an dengan
menganalisis secara kronologis dan memaparkan berbagai aspek yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan urutan bacaan
yang terdapat dalam dalam urutan mushaf uthmani.18
Adapun langkah-langkahnya adalah :
a. Menerangkan hubungan (munasabah) baik antara satu ayat dengan
ayat yang lain, maupun satu surah dengan surah yang lain.
b. Menjelaskan tentang sebab-sebab turunnya ayat (asbab an-nuzul).
c. Menganalisis kosa kata (mufradat) dan lafal dari sudut pandang
bahasa arab.
d. Memaparkan kandungan ayat secara umum dan maksudnya.
18
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, ( Yogyakarta:Tazzafa, 2009), hlm 128-
129
10
e. Menerangkan unsur-unsur fashoha, bayan dan i’jaznya, bila
dianggap perlu. Khususnya apabila ayat-ayat yang ditafsirkan itu
mengandung keindahan balaghah.
f. Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas,
khususnya apabila ayat-ayat yang ditafsirkan adalah ayat-ayat
ahkam.
g. Menerangkan makna dan maksud syara’ yang terkandung dalam
ayat bersangkutan. Sebagai sandarannya, mufasir mengambil
keterangan dari ayat-ayat lainnya, hadis Nabi, pendapat sahabat,
tabi’in dan ijtihad mufasir sendiri.19
Metode Maudhu’i (tematik) ialah menafsirkan ayat al-Qur’an
tidak berdasarkan atas arutan ayat dan surah yang terdapat dalam
mushaf, tetapi berdasarkan masalah yang dikaji. Mufasir dengan
menggunakan metode ini, menentukan permasalah yang akan dicari
jawabannya dalam Al-qur’an. Kemudian, mufasir mengumpulkan ayat-
ayat yang berkenaan dengan masalah tersebut yang tersebar dalam
berbagai surah.
Adapun langkah-langkahnya adalah :
a. Menentukan permasalahan atau topik yang akan dikaji.
b. Menentukan kata kunci mengenai permasalahan itu dan
padanannya dalam Al-qur’an
c. Mengumpulkan ayat-ayat yang berbicara mengenai topik tersebut
yang tersebar dalam berbagai surah.
d. Menyusun ayat-ayat itu sesuai dengan kronologis turunnya (Jika
memungkinkan)
e. Menjelaskan maksud ayat-ayat tersebut berdasarkan penjelasan
ayat-ayat yang lain, perkataan nabi, sahabat dan analisis bahasa.20
19
Azyumardi Azra (ed.), Sejarah dan Ulum al-Qur’an: Bunga Rampai, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1999), cet I. Hlm. 172.
20
Kadar M. Yusuf, Studi Al qur’an, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm.146
11
Dengan metode ini penulis akan mengulas ayat di atas dari
berbagai sudut, terutama dari bagian yang bisa secara langsung membantu
untuk menarik kesimpulan ayat sehingga pada akhirnya akan diperoleh
suatu pendapat bahwasanya seberapa besar pengaruh dari kesabaran dan
ketekunan peserta didik dalam proses pembelajaran dan hasilnya terhadap
pendidikannya.
12
BAB II
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan merupakan salah satu hal yang harus ada ketika seseorang
melakukan suatu usaha, tanpa adanya tujuan pastilah suatu usaha tidak
akan terarah dan tidak ada artinya, sekecil apapun suatu usaha, harus ada
bentuk tujuan yang pasti, begitu juga dengan pendidikan yang mana dalam
suatu proses pembelajaran yang membutuhkan tujuan yang mulia yang
sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul-NYA.
Tujuan berdasarkan etimologi pendidikan Islam berarti „arah
maksud atau haluan, dalam bahasa Arab tujuan diistilahkan dengan kata
„ghayat, atau muqosid’. Sedangkan dalam bahasa Inggris diistilahkan
dengan „goal, purpose, objektif, atau aim’. Secara triminologi tujuan
adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan
selesai.1
Tujuan juga bisa diartikan sebagai batas akhir yang di cita-citakan
oleh seseorang dan dijadikannya pusat perhatianya untuk di capai melalui
usaha.2 Dengan demikian, tujuan adalah sasaran atau cita-cita yang akan
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan.
Kata aims menunjukkan arti sesuatu yang menentukan cara
berkenaan dengan tujuan yang diharapkan. Kata aims bersinonim dengan
kata goals. Kedua kata ini menunjukkan suatu hasil usaha yang ingin
dicapai dengan mengerahkan usaha sekuat tenaga, karena tanpa penekanan
usaha itu hasilnya tidak akan tercapai.
Dalam Bahasa arab kata ghayyat (غياة) digunakan untuk mengartikan
tujuan akhir di luar yang tidak ada. Ahdaf (أهدف ) dipergunakan untuk
memberi arti peranan-peranan yang lebih tinggi dan dapat dimiliki oleh
seseorang berkenaan dengan tinjauan luas yang menyiratkan hal ini sangat
1 Armai Arief, Pengantar Umum dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), hlm. 15. 2 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 51
13
diperlukan. Ahdaf juga berarti menempati suatu sasaran yang lebih dekat.
Istilah maqasid (مقاصد) artinya sesuatu yang diperoleh dari suatu cara yang
menunjukkan kepada jalan yang lurus.3
Secara terminologis, banyak ahli pendidikan yang mendefinisikan
tentang tujuan. Abdurrahman an-Nahlawi mendefinisikan tujuan adalah
apa yang di canangkan oleh manusia, diletakkannya sebagai pusat
perhatian, dan demi merealisasikannya dan menata tingkah lakunya4.
Sementara Zakiah darajat mendefinisikan tujuan sebagai sesuatu yang di
harapkan tercapai setelah melakukan usaha atau kegiatan selesai.5
Pengertian tujuan pendidikan Islam menurut Dr. Zakiah Daradjat
adalah suatu yang hendak dicapai dengan kegiatan pembelajaran dalam
pembentukan kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian yang seluruh
aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam.6Sedangkan menurutnya Prof. Dr.
Qodry A. Azizy, M.A., mengungkapkan bahwa Tujuan pendidikan Islam
adalah untuk menghubungkan pertumbuhan personal seseorang kepada
kehidupan publik dengan cara mengembangkan keterampilan yang kuat,
pengetahuan akademik, kebiasaan/ habitat untuk pencarian, dan
keingintahuan yang kritis tentang masyarakat, kekuasaan, ketidaksamaan
(perlakuan), dan perbuatan. Oleh karena itu, berbicara mengenai
pendidikan agama Islam, baik makna ataupun tujuannya, haruslah
mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan
melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga
dalam rangka keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak didik yang
kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak.7
Tujuan pendidikan Islam, menurut seminar pendidikan Islam se-
Indonesia, tanggal 7 -11 Mei 1960 di Cipasung Bogor, adalah menamkan
3 Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab – Indonesia, (Yogyakarta:
Pon. Pes. Krapyak, 1984), hlm.1208. 4 Abdurahman an-Nahlawi, Prinsi-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung:
Diponegoro, 1989), hlm. 160. 5 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), cet. 2, hlm. 29.
6 Zakiah Daradjat, dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2001), cet. II, hlm. 72 7 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 121.
14
taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk
manusia yang berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran agama. Tujuan
tersebut didasarkan kepada proposi bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan terhadap pertumbukan rohani dan jasmani menurut ajaran
Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan
mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.8
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah sesuatu yang hendak dicapai melalui
kegiatan pembelajaran untuk menanamkan nilai-nilai keIslaman terhadap
anak didik sehingga keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT
menjadi kuat dan akhirnya terbentuklah seorang hamba yang mukmin dan
muttaqin, siap menghadapi tantangan hidup yang kapan saja bisa
mengancam dirinya untuk terjerumus kelembah yang nista, dan dengan
keimanan dan ketaqwaan peserta didik sanggup dan siap menjadi khalifah
di muka bumi ini dengan selalu mendekatkan diri kepada Penciptanya.
B. Dasar Tujuan Pendidikan Islam
Dasar tujuan pendidikan Islam yang dimaksud di sini adalah semua
acuan atau rujukan yang darinya akan memancarkan ilmu-ilmu
pengetahuan dan tentunya telah diyakini kebenaran dan keabsahannya, di
antara dasar-dasar tujuan pendidikan Islam adalah:
a. Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah firman Allah SWT yang berfungsi sebagai
mu‟jizat yang di turunkan kepada nabi Muhammad yang di tulis dalam
mushaf, yang di riwayatkan secara mutawattir, dan membacanya adalah
ibadah.9 Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat
dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad.
Ajaran yang terkandung dalam al-Qur'an menyangkut hubungan
8 Baihaqi AK, Mendidik Anak Dalam Kandungan Menurut Ajaran Pedagogis Islam,
(Jakarta: Darul Ulum Press, 200), Cet 1, hlm. 13 9 M. Nor Ichwan, Memasuki Dunia Al-Qur’an, (Semarang:Lubuk Raya, 2001), hlm. 37.
15
manusia dengan Tuhannya, dengan sesamanya dan hubungan dengan
alam semesta.
Diturunkannya Al-Qur'an secara berangsur-angsur bertujuan
untuk memecahkan setiap problema yang timbul dalam masyarakt. Dan
juga menunjukkan suatu kenyataan bahwa pewahyuan total pada waktu
adalah mustahil, karena Al-Qur'an turun menjadi petunjuk bagi kaum
muslimin dari waktu-kewaktu yang selaras dan sejalan dengan
kebutuhan yang terjadi.10
Al-Qur'an sebagaimana dikatakan Manna Khalil al-Qattan dalam
kitabnya Mabahis fi Ulum al-Qur'an adalah mukjizat Islam yang kekal
dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia
diturunkan Allah kepada Rasulullah, Muhammad Saw untuk
mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang,
serta membimbing mereka ke jalan yang lurus.11
Semua isi Al-Qur‟an
merupakan syari‟at, pilar dan azas agama Islam, serta dapat memberikan
pengertian yang komprehensif untuk menjelaskan suatu argumentasi
dalam menetapkan suatu produk hukum, sehingga sulit disanggah
kebenarannya oleh siapa pun.12
Tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur‟an adalah sebagai landasan
dalam segala hal termasuk sebagai dasar pendidikan, Allah berfirman
dalam kalamnya yang berbunyi :
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa (Q.S Al-Baqarah :2)13
10
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 153. 11
Manna Khalil al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Qur'an, (Mansurat al-A'sr al-Hadis, 1973),
hlm. 1. 12
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Qur’an dan Paradigma Peradaban, Terj. M.Thohir dan Team
Titian Ilahi, (Yogyakarta: Dinamika,1996), hlm. 16. 13
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro,
2007), hlm. 2
16
Al-Qur‟an sendiri mulai diturunkan dengan ayat-ayat pendidikan.
Di sini terdapat isyarat, bahwa tujuan terpenting al-Quran adalah
mendidik manusia dengan metoda memantulkan, mengajak, menelaah,
membaca, belajar dan observasi ilmiah tentang penciptaan manusia,
sejak masih berbentuk segumpal darah beku di dalam rahim ibunya. 14
Firman Allah SWT :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.
Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya.15
Al-Qur'an bersisi aturan yang sangat lengkap dan tidak punya cela,
mempunyai nilai universal, dan tidak terikat oleh ruang dan waktu, nilai
ajarannya mampu menembus segala dimensi ruang dan waktu.16
Maka
Al-Qur'an menjadi landasan yang kokoh dan paling strategis bagi
orientasi pengembangan intelektual, spiritual dan keparnipurnaan hidup
manusia secara hakiki.
b. As-Sunnah
Dasar yang kedua selain Al-Qur'an adalah as-Sunnah Rasulullah.
Amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW dalam proses perubahan
hidup sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan Islam karena Allah
SWT menjadikan Muhammad sebagai teladan bagi umatnya.
14
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung:
CV. Diponegoro, 1992), hlm. 45. 15
15
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro,
2007), hlm. 597
16
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Qur’an dan Paradigma Peradaban, Terj. M.Thohir dan Team
Titian Ilahi, (Yogyakarta: Dinamika,1996), hlm. 154.
17
As-Sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari nabi, baik
berupa perkataan, perbuatan, takrir, perangai, budi pekerti, perjalanan
hidup baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya17
. As-
Sunnah merupakan ajaran kedua sesudah al-Qur'an. Seperti al-Qur'an,
as-Sunnah juga berisi aqidah dan Syariah.
Pada mulanya as-Sunnah dimaksudkan untuk mewujudkan dua
tujuan yaitu :
1) Menjelaskan kandungan al-Qur‟an, makna ini diisyaratkan oleh al-
Qur‟an surat an-Nahl: 44
Dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (Q.S. an-
Nahl: 44 )18
2) Menerangkan syari‟at dan adab-adab lain, sebagaimana firman
Allah SWT
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka
Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (Q.S.
al-Jumu‟ah: 2 )19
Dalam lapangan pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai
dua faidah yang sangat besar, yaitu :
17
Munzier Suparta, Ilmu Hadis,.(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2003), cet. 3, hlm 7. 18
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro,
2008), hlm. 272 19
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro,
2008), hlm. 553
18
a) Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat di dalam al-
Qur‟an dan menerangkan hal-hal kecil yang tidak terdapat di
dalamnya.
b) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah
bersama sahabat, perlakuannya terhadap anak-anak, dan
pendidikan keimanan ke dalam jiwa yang dilakukannya.20
Menetapkan Al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai dasar pendidikan Islam
bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada
keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam
kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat
dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Sebagai
pedoman, Al-Qur'an tidak ada keraguan padanya (QS. Al-Baqarah/2:2).
Al-Qur‟an tetap terpeliharan kesucian dan kebenarannya (QS. Ar-
Ra‟d/15:9), baik dalam pembinaan aspek kehidupan spiritual maupun
aspek sosial budaya dan pendidikan. Demikian pula dengan kebenaran al-
hadits sebagai dasar kedua bagi pendidikan Islam, secara umum, al-hadits
difahami sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, serta ketetapannya, kepribadian Rasul
sebagai uswatun-hasanah yaitu contoh tauladan yang baik (QS. Al-Ahzab
/33:21). Oleh karena itu, perilakunya senantiasa terpeliharan dan dikontrol
oleh Allah SWT (QS. An-Najm/ 53:3-4).21
c. Ijtihad
Ijtihad adalah istilah fuqoha, yaitu berfikir dengan menggunakan
seluruh ilmu yang dimiliki Islam untuk menetapkan atau menentukan
suatu hukum syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum tegas
20
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Bandung:
CV. Diponegoro, 1992), hlm. 46-47. 21
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 34-35.
19
hukumnya oleh al-Qur'an dan as-Sunnah22
. Ijtihad dalam hal ini dapat saja
meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan.
Ijtihad adalah usaha-usaha pemahaman yang serius dari kaum
muslimin terhadap Al-qur‟an dan as-sunnah sehingga memunculkan
kreativitas yang cemerlang di bidang pendidikan Islam, atau bahkan
karena adanya tantangan zaman dan desakan kebutuhan sehingga
melahirkan ide-ide fungsional yang gemilang.23
Akan tetapi tetap
berpedoman pada Al-Quran dan as-sunnah. Namun demikian, Ijtihad harus
mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para Mujtahid dan tidak
bertentangan dengan isi al-Qur‟an dan as-sunnah, oleh karena itu ijtihad
dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat dibutuhkan
setelah wafatnya Rasulullah.
Muhammad Abu Zahrah dalam kitabnya Usûl al-Fiqh
mengemukakan bahwa ijtihad artinya adalah upaya mengerahkan seluruh
kemampuan dan potensi untuk sampai pada suatu perkara atau perbuatan.
Ijtihad menurut ulama usul ialah usaha seorang yang ahli fiqh yang
menggunakan seluruh kemampuannya untuk menggali hukum yang
bersifat amaliah (praktis) dari dalil-dalil yang terperinci.24
Menurut Ahmad Tafsir, karena pendidikan menduduki posisi
terpenting dalam kehidupan manusia, maka wajarlah orang Islam
meletakan al-Qur'an, as-Sunnah dan akal sebagai dasar teori-teori
pendidikannya. Itulah ilmu pendidikan Islam, yang memilih al-Qur'an dan
as-Sunnah sebagai dasarnya. Lebih lanjut Ahmad Tafsir mengatakan kata
“akal” tidak perlu disebutkan secara formal, karena telah diakui bahwa al-
Qur'an dan as-Sunnah menyuruh menggunakan akal. Jadi sepantasnyalah
22
Tengku Hasbi Ash-Shiddieqi, Pengantar Ilmu Fikih, (Semarang:Riski Putra,1999), cet.
2, hlm.200. 23
Widodo Supriono, Ilmu Pendidikan Islam dalam Ismail SM (eds) , Paradigma
Pendidikan Islam ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerja Sama Dengan Fakultas tsrbiyah IAIN
Walisongo Semarang, 2001), hlm 35-36 24
Muhammad Abu Zahrah, Usûl al-Fiqh, (Cairo: Dâr al-Fikr al-„Arabi, 1958), hlm. 379.
20
umat Islam menjadikan al-Qur'an dan Hadist sebagai dasar pendidikannya,
karena keduannya dijamin kebenarannya.25
Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan
yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan
pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan
kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian
pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam
adalah Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Jadi tujuan dalam pendidikan Islam tidak cuma disandarkan atas
ijtihad manusia tetapi jauh dari pada itu bahwa dasar dari tujuan
pendidikan Islam adalah kalamullah yang tidak dapat diragukan lagi
keasliannya, dan juga sunnatullah yang menjadi penjelas isi kandungan
yang terdapat dalam al-Qur‟an, seperti halnya yang telah diisyaratkan oleh
al-Qur‟an:
Dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan (Q.S. an-Nahl: 44 )26
C. Tahapan Tujuan pendidikan Islam
Untuk mencapai suatu tujuah pendidikan Islam, tidak mungkin
dilakukan sekaligus secara serentak. Pencapaian tujuan harus dilakukan
secara bertahap dan berjenjang. Meskipun demikian, setiap tahap dan
jenjang memiliki hubungan dan keterkaitan sesamanya karena adanya
landasan yang sama serta tujuan yang tunggal.
25
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2005), cet.V, hlm. 22. 26
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro,
2008), hlm. 272
21
Menurut pendapat Zakiyah Daradjat, tujuan pendidikan Islam
dibagi menjadi empat tahap, yaitu:27
a. Tujuan umum, yakni tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan
pendidikan. Bentuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat
tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik.
b. Tujuan akhir, tujuan akhir pendidikan Islam dapat dipahami sebagai
upaya untuk kembali kepada Allah dalam keadaan takwa dan berserah
diri kepada-Nya. Insan kamil yang mati dalam keadaan takwa kepada
Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.
c. Tujuan sementara, adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik
diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu
kurikulum pendidikan formal.
d. Tujuan operasional, yaitu tujuan praktis yang akan dicapai dengan
sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan
dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan
mencapai tujuan tertentu yang disebut tujuan operasional.
Sedangkan menurut Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany
bahwa tujuan pendidikan ada tiga tahap, yaitu:28
a. Tujuan tertinggi atau terakhir adalah tujuan yang tidak diatasi oleh
tujuan lain. Tujuan tertinggi tidak terbatas pelaksanaannya pada
institusi-institusi tertentu melainkan wajib dilaksanakan oleh semua
institusi-institusi masyarakat.
b. Tujuan umum yaitu perubahan-perubahan yang dikehendaki yang
diusahakan oleh pendidikan untuk mencapainya. Tujuan ini dapat
dikaitkan dengan institusi pendidikan tertentu.
c. Tujuan khas yaitu perubahan-perubahan yang diingini yang bersifat
cabang atau bagian yang termasuk di bawah tujuan umum pendidikan
atau dengan kata lain gabungan pengetahuan, keterampilan, pola-pola
27
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1996 ), hlm.30-32 28 Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung,
( Jakarta: Bulan Bintang, 1979 ), hlm. 405
22
tingkah laku, sikap yang terkandung dalam tujuan tertinggi atau tujuan
umum.
Ahmadi menambahkan bahwa tujuan pendidikan Islam terbagi
menjadi tiga tahapan yaitu: 29
30
a. Tujuan akhir: pada dasarnya tujuan ini sesuai dengan tujuan hidup
manusia dan peranannya sebagai ciptaan Allah, yaitu menjadi hamba
Allah yang bertakwa, mengantarkan subyek didik menjadi
khalifatullah di bumi dan memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
b. Tujuan umum: tujuan ini berfungsi sebagai arah yang taraf
pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap,
perilaku dan kepribadian peserta didik sehingga mampu menghadirkan
dirinya sebagai pribadi yang utuh.
c. Tujuan khusus: tujuan ini bersifat relatif sehingga dimungkinkan
untuk diadakan perubahan dimana perlu disesuaikan dengan tuntutan
dan kebutuhan, selama masih berpijak pada kerangka tujuan tertinggi,
terakhir dan umum.
Menurut al-Syaibani, tujuan pendidikan Islam mempunyai
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Tujuan Individual, tujuan ini berkaitan dengan masing-masing
individu dalam mewujudkan bperubahan yang diinginkan pada
tingkah laku dan aktivitasnya, di samping untuk mempersiapkan
mereka dapat hidup bahagia baik di dunia dan akhirat.
Dalam mendidik individu yang shaleh, pendidikan Islam
berupaya agar ia mampu menjalin hubungan secara terus menerus
dengan Allah.31
29
29Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam,Paradigma Humanisme Teosentris, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), hlm.95-101
31 Hery Noer Ay dan Munziers, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Insani, 2005),
hlm. 144
23
b. Tujuan sosial, tujuan ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat
sebagai keseluruhan dan tingkah laku mereka secara umum, di
samping juga berkaitan dengan perubahan dan pertumbuhan
kehidupan yang diinginkan serta memperkaya pengalaman dan
kemajuan.
c. Tujuan profesional, tujuan ini berkaitan dengan pendidikan dan
pengajaran sebagai sebuah ilmu, sebagai seni dan sebagai profesi serta
sebagai satu aktivitas di antara aktivitas masyarakat.32
Pendidikan Islam mendidik individu agar berjiwa suci (berhati
bersih). Dengan jiwa yang demikian, individu akan hidup dalam
ketenangan bersama Allah, teman, keluarga, masyarakat, dan umat
manusia diseluruh dunia. Dengan demikian, pendidikan Islam tidak ikut
andil dalam mewujudkan tujuan-tujuan khusus agama Islam, yaitu
menciptakan kebaikan umum bagi individu keluarga, masyarakat dan umat
manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Islam membebaskan individu dari
penyembahan terhadap selain Allah; dari rasa takut kehilangan rizki,
kehormatan dan kehormatan serta dari pembudakan oleh hawa nafsu.
Setelah itu Islam memberinya pendidikan rohaniah-amaliah melalui
membaca al-Qur‟an, dzikir dan ibadah praktis. Dengan berada dalam
naungan al-Qur‟an dan ma‟rifat kepada Alla, maka jiwanya akan menjadi
tenang dan senantiasa terlepas dari kegelisahan.33
Dari keterangan di atas sudah jelas, bahwa untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam dibutuhkan usaha yang tidak pernah henti, selama
seseorang masih hidup, di situlah seseorang berkesempatan untuk meraih
setinggi mungkin tahapan-tahapan dalam meraih tujuan pendidikan Islam,
sinilah dalam Islam dikenal dengan istilah konsep pendidikan sepanjang
hayat.
32
Armai Arief, Pengantar Umum dan Metodologi Pendidikan Islam., (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), hlm. 25-26. 33
Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani,
2003), hlm. 144.
24
Sedangkan di lembaga sekolah formal dikembangkan istilah tujuan
institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional, tujuan semester, tujuan
catur wulan, tujuan kelas dan sebagainya. Namun semua itu dapat
dikualifikasikan sebagai tujuan perantara bila diukur dari tujuan
pendidikan Islam yang identik dengan tujuan hidup manusia.34
Pentahapan tujuan pendidikan ini hanya merupakan cara untuk
dapat mencapai tujuan akhir atau tertinggi pendidikan Islam. Tujuan akhir
pendidikan Islam tidak dapat tercapai secara instan melainkan melaui
proses. Sepanjang hidupnya manusia akan terus berusaha mencapai tujuan
hidupnya, selama inilah proses pendidikan akan terus berlangsung.
D. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan merupakan suatu harapan yang ingin dicapai setelah
melakukan usaha. Setiap usaha tanpa tujuan tidak akan berarti apa-apa.
Oleh karenanya setiap usaha pasti ada tujuannya, begitu juga dengan
pendidikan.
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa tujuan adalah
sasaran yang hendak dicapai oleh suatu aktivitas manusia. Setiap aktivitas
manusia pasti mempunyai tujuan tertentu. Sebab aktifitas yang tidak
mempunyai tujuan adalah pekerjaan yang sia-sia.
Selain itu, tujuan pendidikan Islam terangkum dalam upaya
mengaplikasikan cita-cita setiap muslim, yaitu kebahagiaan hidup didunia
dan akhirat.35
Dengan demikian pendidikan itu diarahkan pada perubahan
tingkah laku seseorang dalam segala aspek kehidupan, sebagaimana hal ini
dikemukakan oleh Mc.Donald, pendidikan yaitu :
“A process or an activity which is directed at producing desirable
changes is the behavior of human beings”.36
34 Ahmad Syar‟i, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 29
35 Jalaludin dan Umar Said, Filasafat Pendidikan Islam, (Jakarta: raja grafindo persada,
1994), hlm. 39
25
“Suatu proses atau aktifitas yang mengarahkan pada perubahan
tingkah laku seseorang”
Muhaimin dan Abdul Mujib mengatakan bahwa pada hakekatnya
tujuan pendidikan Islam terfokus pada tiga hal, yaitu:37
a. Terbentuknya insan kamil yang mempunyai wajah-wajah Qur‟ani.
b. Terciptanya insan kaffah yang memiliki dimensi-dimensi religius,
budaya dan ilmiah.
c. Penyadaran fungsi manusia sebagai khalifatullah serta sebagai
warasatul anbiya’ dan memberikan bekal yang memadai dalam
rangka pelaksanaan fungsi tersebut.
Untuk menetapkan tujuan pendidikan haruslah difahami terlebih
dahulu untuk apa manusia hidup atau diturunkan Allah ke bumi ini
menurut Islam. Sebab tujuan pendidikan itu adalah identik dengan tujuan
hidup manusia di bumi ini. Pada hakikatnya manusia dididik adalah untuk
mencapai tujuan hidupnya itu.38
Islam telah menegaskan, bahwa manusia diturunkan Allah ke muka
bumi untuk menjadi khalifah-NYA. Sebagai mana firman Allah SWT:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.". (QS. al-Baqarah: 30) 39
Dalam hal ini, John Dewey memberikan penjelasan mengenai
kriteria tujuan pendidikan yang baik adalah:
(1) the aim set up must be an outgrowth of existing conditions,
36
F.J. Mc. Donald, Educational Psychology, (California: Wadsworth Publishing
Company, 1959), hlm. 4.
37 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filisofis Dan
Kerangka Opersionalnya, (Bandung: Tri Genda Karya, 1993), hlm. 164-166. 38
Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1986), cet.I, hlm. 35-36 39
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro,
2008), hlm. 6
26
(2) we have spoken as if aims could be completely formed prior to the
attempt to realize them,
(3) the aim must always represent a freeing of activities.40
kriteria tujuan pendidikan yang baik adalah:
(1) tujuan harus disusun mengetahui kondisi yang ada,
(2) tujuan-tujuan yang disusun tersebut akan menjadi sempurna jika lebih
mengutamakan upaya merealisasikannya,
(3) suatu tujuan harus selalu memberikan kebebasan dalam beraktivitas.
Menurut Arifin, tujuan pendidikan Islam secara filosofis
berorientasi kepada nilai-nilai islami yang bersasaran pada tiga dimensi
hubungan manusia selaku "khalifah" di muka bumi, yaitu sebagai berikut.
a. Menanamkan sikap hubungan yang seimbang dan selaras dengan
Tuhannya.
b. Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang
dengan masyarakatnya.
c. Mengembangkan kemampuannya untuk menggali, mengelola, dan
memanfaatkan kekayaan alam ciptaan Allah bagi kepentingan
kesejahteraan hidupnya dan hidup sesamanya serta bagi kepentingan
ubudiahnya kepada Allah, dengan dilandasi sikap hubungan yang
harmonis pula.41
Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, yaitu:42
a. Tujuan tugas manusia di muka bumi, baik secara vertikal maupun
horisontal.
b. Sifat-sifat manusia.
c. Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban manusia.
40
John Dewey, Democracy and Education, (New York: The Macmillan Company, 1964),
hlm. 104-105.
41Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 121.
42 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: Ciputat Press, 2002),hlm, 35-36.
27
d. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam aspek ini, setidaknya
ada tiga macam dimensi ideal Islam, yaitu:
1) Mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia di muka bumi.
2) Mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk
meraih kehidupan yang baik.
3) Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan
kehidupan dunia dan akhirat.
Dalam konteks Islam, pendidikan itu tidak lain adalah upaya sadar
yang dilakukan untuk menjadi manusia sebagai manusia utuh atau dengan
kata lain pemanusiaan adalah tugas utama pendidikan dalam Islam.
Sedangkan menurut al-Ghazali, tujuan pendidikan Islam adalah:
a. Mendekatkan diri kepada Allah SWT, yang terwujud dalam
kemampuan dan kesadaran diri melaksanakan ibadah.
b. Menggali, mengembangkan potensi atau fitarah manusia.
c. Mewujudkan profesionalisasi manusia untuk mengemban tugas
keduniaan dengan sebaik-baiknya.
d. Membentuk manusia yang berakhlak mulia, suci jiwanya dari
kerendahan budi dan sifat tercela.
e. Mengembangkan sifat-sifat manusia yang utama sehingga menjadi
manusia yang mansuiawi.
Unsur-unsur dalam rumusan tersebut yang akan membentuk
manusia shalih, yaitu manusia yang mempunyai kemampuan
melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dan kepada manusia
yang lain.43
Muhammad athiyah al-Abrasyi dalam kajiannya tentang
pendidikan Islam telah menyimpulkan lima tujuan yang asasi bagi
pendidikan Islam, antara lain:
a. Untuk membantu pembentukan akhlak mulia
43
Abiding Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogayakarta: Pustaka
Pelajar, 1998), hlm. 66.
28
b. Persiapan menghadapi kehidupan dunia-akhirat
c. Perasiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi-segi kemanfaatan
d. Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada peajaran dan
memuaskan keinginan ari untuk mengetahui (Curiosity) dan
memungkinkan ia mengkaji ilmu sebagai ilmu
e. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis dan perusahaan
supaya ia dapat menguasai profesi tertentu, dapat mencari rizki dalam
hidup, dan hidup dengan mulia disamping memelihara segi kerohanian
dan keagamaan.44
Sedangkan menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly, tujuan
pendidikan Islam menurut Al-Qur'an meliputi: Pertama menjelaskan
posisi peserta didik sebagai manusia di antara makhluk Allah lainnya dan
tangung jawabnya dalam kehidupan ini. Kedua Menjelaskan hubungannya
sebagai makhluk sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat. Ketiga Menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan
tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan dengan cara
memakmurkan alam semesta. Keempat Menjelaskan hubungannya dengan
sang Khaliq sebagai pencipta alam semesta.45
Tujuan agama Islam adalah memberi kebahagiaan kepada individu
di dunia dan di akhirat dengan memerintahkan kepadanya untuk tunduk,
bertaqwa, dan beribadah dengan baik kepada Allah. Noer Hery membagi
tujuan pendidikan Islam menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus.
a. Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan Islam sinkron dengan tujuan agama
Islam yaitu berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk,
bertaqwa, dan beribadah dengan baik kepada Allah. Sehingga
memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Untuk
44
Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di
Tengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 65-66. 45
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 36
29
merealisasikan tujuan tersebut, Allah mengutus para Rasul untuk
menjadi guru dan pendidik serta menurunkan kitab-kitab samawi.
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan
hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata,( Q.S. al-Jumu‟ah: 2)46
b. Tujuan Khusus
Dari tujuan umum pendidikan Islam yang berpusat pada
ketakwaan dan kebahagiaan tersebut dapat digali tujuan-tujuan khusus
sebagai berikut:
1) Mendidik individu yang saleh dengan memperhatikan segenap
dimensi perkembangnnya: rohaniah, emosional, sosil, intelektual,
dan fisik.
2) Mendidik anggota kelompok sosial yang shaleh, baik dalam
keluarga maupun masyarakat muslim.
3) Mendidik manusia yang saleh bagi masyarakat insani yang besar
benar.47
Adapun menurut Baihaqi AK, tujuan dari pendidikan Islam adalah
mendidik manusia agar menjadi hamba Allah seperti Nabi Muhammad
SAW. Sifat-sifat yang harus melekat pada diri hamba Allah itu adalah
sifat-sifat yang tercermin dalam kepribadiannya. Di antara sifat-sifat itu
adalah: 48
1. Beriman dan beramal shaleh untuk mencapai hasanah fid-dunya dan
hasanah fil akhirah
46
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro,
2008), hlm. 553 47
Hery Noer, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), hlm. 141-
142 48
Baihaqi AK, Mendidik Anak Dalam Kandungan Menurut Ajaran Pedagogis Islam,
Cet.1, hlm. 14
30
2. Berilmu yang dalam dan luas, bekerja keras untuk kemakmuran
kehidupan dunia
3. Berakhlak mulia dalam pergaulan
4. Cakap memimpin di permukaan bumi.
5. Mampu mengolah isi bumi untuk kemakmuran umat manusia
6. Dan sifat-sifat mulia Nabi Muhammad SAW lainnya.49
Adapun menurut Armai Arif, inti dari tujuan pendidikan Islam
terfokus pada :
a. Terbentuknya kesadaran terhadap hakikat dirinya sebagai manusia
hamba Allah yang diwajibkan menyembah kepadanya. Melalui
kesadaran ini pada akhirnya dirinya akan berusaha agar potensi dasar
keagamaan (fitrah) yang dimiliki dapat tetap terjaga kesuciannya
sampai akhir hayatnya. Sehingga, hidup dalam keadaan beriman dan
meninggalnya juga dalam keadaan beriman (muslim).
b. Terbentuknya kesadaran akan fungsi dan tugasnya sebagai khalifah
Allah di muka bumi dan selanjutnya dapat diwujudkan dalam
kehidupannya sehari-hari. Melalui kesadaran ini seorang akan
termotivasi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki,
meningkatkan sumber daya manusia, mengelola lingkungannya
dengan baik, dan lain-lain. sehingga pada akhirnya akan mampu
memimpin dirinya dan keluarganya, masyarakat dan alam
sekitarnya.50
Para pakar pendidikan Islam dalam konferensi pendidikan Islam
pada tahun 1977 telah merumuskan tujuan pendidikan Islam antara lain
sebagai berikut:
1. Menumbuhkan dan mengembangkan ketakwaan kepada Allah,
sebagaimana firman Allah :
49
Baihaqi AK, Mendidik Anak Dalam Kandungan Menurut Ajaran Pedagogis
Islam,(Jakarta: Darul Ulum Press, 200), Cet.ke-1, hlm. 15 50
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam , Jakarta: Ciputat
Press, 2002, hlm. 26.
31
.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-
benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam Keadaan beragama Islam.51
2. Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah :
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku. (QS. adz-Dzariyat: 56)52
3. Membina dan memupuk akhlak karimah
4. Menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang selalu amar ma‟ruf
nahi munkar. Sebagaimana firman Allah:
Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". (QS. al-Baqarah: 30)53
5. Menumbuhkan kesadaran ilmiah melalui kegiatan penelitian, baik
terhadap kehidupan manusia, alam maupun kehidupan makhluk Allah
diseluruh semesta alam54
. Sebagaimana dalam firman Allah :
51
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro,
2008), hlm. 52
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro,
2008), hlm. 523 53
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro,
2008), hlm. 6 54
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam,( Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
1996 ), hlm. 101-103
32
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka. (QS. Ali Imron: 190-195) 55
Setelah menelaah dari beberapa pandangan dan pendapat para
pakar pendidikan tentang tujuan pendidikan Islam, pada dasarnya tidak
ada pertentangan satu sama lain. Jika terlihat ada perbedaan, maka
perbedaan tersebut hanyalah segi penekananya saja. Ada yang
mengemukakan tujuan pendidikan Islam secara global, dan ada yang
mengemukakan secara spesifik.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat penulis simpulkan bahwa
sesungguhnya yang menjadi tujuan dalam pendidikan Islam adalah
mengarahkan peserta didik agar taat menjalankan semua ajaran agama dan
berakhlak mulia, juga mampu mengembangkan seluruh potensi yang di
miliki peserta didik, baik dalam segi jasmaniah, rohaniah, emosional
maupun intelektual dan bisa bertanggung jawab terhadap individu maupun
sosial, serta mampu berperan secara maksimal untuk selalu beribadah
kepada Allah SWT,sebagaimana hamba dan khalifah Allah yang
mempunyai keimanan dan ketaqwaan yang kuat.
55
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV. Diponegoro,
2008), hlm. 75
33
BAB III
KONSEP ULUL ALBAB DALAM Q.S ALI IMRAN AYAT 190-195
A. Konsep Ulul Albab
1. Pengertian Ulul albab
Istilah ulul albab berasal dari dua kata yakni ulu dan albab,
Kata ulu dalam bahasa arab berarti dzu yaitu memiliki1. Sedangkan
albab berasal dari kata al-lubb yang artinya otak atau pikiran
(intellect) albab di sini bukan mengandung arti otak atau pikiran
beberapa orang, melainkan hanya dimiliki oleh seseorang. Dengan
demikian ulul albab artinya orang yang memiliki otak yang berlapis-
lapis. Ini sebenarkan membentuk arti kiasan tentang orang yang
memiliki otak yang tajam.2
Di dalam bahasa arab ada beberapa istilah yang mempunyai arti
sama dengan lafal qolb yaitu al-lub, al-aql, al-qolbu, al-fu’ad, al-
shodr. Menurut Prof dr. Mahmud Yunus mengartikan Qolbun
dengan hati, jantung, akal. Menurut Jalaludin Rahmad Qolb adalah
masdar dari qolaba, artinya membalikkan, mengubah, mengganti.
Qolb juga mempunai dua makna qolb dalam bentuk fisik dan qolb
dalam bentuk ruh. Dalam arti fisik qolb dapat kita tarjamahkan
sebagai “jantung”.3
Lafal qolb bisa ditetapkan untuk dua arti. Pertama, daging yang
terdapat dalam dada sebelah kiridan di dalam rongganya berisi darah
hitam. Ia adalah sumber roh dan tempat tinggalnya. Kedua, adalah
bisikan robbaniyah Ruhaniah yang mempunyai suatu hubungan
dengan daging ini. Bisikan inilah yang mengenal Allah SWT dan
1 Ahmad Warson al-Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia, (
Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1984), hlm.49 2 M. Dawam Rahardjo,Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 2002),hlm 557 3 Moh. Saifullah Al-Aziz, Cahaya Penerang Hati, (Surabaya: Terbit Terang,
2004), hlm,13
34
memahami apa yang tak dapat dijangkau oleh hayalan dan agan-
angan, dan itulah hakikat manusia dan dialah yang diseru.4
Lafal fuadun-Af’idatun mempunyai makna hati, akal5 pikiran.
Sebagaimana firman Allah yang artinya:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.6
Lafalz akal berasal dari masdar aqola yang artinya akal, pikiran,
hati ingatan 7Menurut Abu Hilal al-„iskary mengatakan bahwa akal
adalah ilmu pengetahuan yang pertama mencegah keburukan, dan
setiap orang yang pencegahannya lebih kuat maka ia adalah orang
yang sangat cerdas (sangat cemerlang akalnya). Sebagian ulama‟
mengatakan bahwa akal adalah pemeliharaan. 8
Lafald shodr adalah masdar dari shodaro yang mempunyai arti
dada, bagian atas, terbuka9
Dari semua istilah yang ada di atas sebenarnya mempunyai arti
yang sama, apa bila yang dimaksud adalah hati yang dipunyai
seorang ulul albab maka bisa diartikan kecerdasan yang cemerlang
yang mempunyai potensi untuk diasah melalui pembelajaran.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, ulul albab diartikan
sebagai orang yang cerdas, berakal atau orang yang mempunyai
4 Moh. Saifullah Al-Aziz, Cahaya Penerang Hati, (Surabaya: Terbit Terang,
2004), hlm,29 5 Mahmud yunus, Kamus Arab-Indonesia, ( Jakarta: Yayasan Penarjamah,
1973), 306 6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 50 7 Ahmad Warson al-Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia, (
Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1984), hlm.957 8 Moh. Saifullah Al-Aziz, Cahaya Penerang Hati, (Surabaya: Terbit Terang,
2004), hlm,32 9 Ahmad Warson al-Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia, (
Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1984), hlm.768
35
kecerdasan tinggi dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu
pengetahuan,10
Menurut pendapat Abuddinata dalam karyanya, Tafsir ayat-ayat
pendidikan, bahwa Ulul albab adalah orang yang melakukan dua hal
yaitu tazakkur yakni mengingat(Allah), dan tafakkur memikirkan
(ciptaan Allah)11
Sedangkan menurut Ibnu Katsir yang tertuang dalam karyanya
(Tafsir Ibnu Katsir) bahwa yang disebut ulul albab adalah:
اىؼقه اىخا اىضمت اىخ حذسك االشاء بحقا ئقا ػي جيا حا ىسا اىص اىز ال
.ؼقي
Yaitu akal yang sempurna dan bersih yang dengannya dapat
diketemukan berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai
sesuatu bukan seperti orang-orang yang buta dan bisu yang
tidak dapat berfikir.
A.M. Saefudin memberi pengertian bahwa ulul albab adalah
pemikir intlektual yang memiliki ketajaman analisis terhadap gejala
dan proses alamiyah dengan metode ilmiah induktif dan deduktif,
serta intlektual yang membangun kepribadian dengan dzikir dalam
keadaan dan sarana ilmiah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan
seluruh umat manusia. ulul albab adalah intlektual muslim yang
tangguh yang tidak hanya memiliki ketajaman analisis obyektif,
tetapi juga subyektif.13
Ulul albab adalah orang yang memiliki pemikiran dan
pemahaman yang benar. Mereka membuka pandangannya untuk
menerima ayat-ayat Allah SWT pada alam semesta, tidak memasang
penghalang-penghalang, dan tidak menutup jendela-jendela antara
10
Pusat Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2003),ed.3 hlm 437 11
Abuddinata, Tafsir ayat-ayat pendidikan ,(Jakarta: Raja grafindo,2002), hlm
131 12
Abi Fada‟ Al-Hafidz Ibnu Katsir Ad-dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, Juz
1,(Bairut; Darul Kutub Ilmiyah,1994),hlm 403 13
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Islam, Pemberdayaan, Pengembangan,
kurikulum Hingga redifinisi Islamisasi Ilmu Pengetahuan,( Jakarta: Nuansa, 2003), hlm
268
36
mereka dan ayat-ayat ini. Mereka menghadap kepada Allah SWT
dengan sepenuh hati sambil berdiri, duduk dan berbaring. Maka
terbukalah mata (pandangan) mereka, menjadi lembutlah
pengetahuan mereka, berhubungan dengan hakekat alam semesta
yang dititipkan Allah SWT kepadanya., dan mengerti tujuan
keberadaannya, alasan ditumbuhkannya, dan unsur-unsur yang
menegakkan fitrahnya demi ilham yang menghubungkan antara hati
manusia dan undang-undang alam ini.14
Dalam Al-Qur‟an ulul albab, bisa mempunyai berbagai arti
tergantung dari penggunaannya. Dalam A Concordance of the
Qur’an yang dikutip oleh Dawam Rahardjo, kata ini bisa
mempunyai beberapa arti :15
a. orang yang mempunyai pemikiran (mind) yang luas atau
mendalam,
b. orang yang mempunyai perasaan (heart) yang peka, sensitif atau
yang halus perasaannya
c. orang yang memiliki daya pikir (intellect) yang tajam atau kuat
d. orang yang memiliki pandangan dalam atau wawasan (insight)
yang luas dan mendalam
e. orang yang memiliki pengertian (understanding) yang akurat,
tepat atau luas
f. orang yang memiliki kebijakan (wisdom), yakni mampu
mendekati kebenaran, dengan pertimbangan-pertimbangan yang
terbuka dan adil.
Seorang ulul albab adalah orang yang sadar akan ruang dan
waktu artinya mereka ini adalah orang yang mampu mengadakan
inovasi serta eksplorasi, mampu menduniakan ruang dan waktu,
seraya tetap konsisten terhadap Allah, dengan sikap hidup mereka
14
Sayyid Quthb, Tafsir Fidzilalil Qur’an Jilid II, (Jakarta: Gema Insani,2008),
hlm. 245 15
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci., (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 557.
37
yang berkesadaran zikir terhadap Allah SWT. Ulul albab memiliki
ketajaman intuisi dan intlektual dalam berhadapan dengan dunianya
karena mereka telah memiliki memiliki potensi yang sangat langka
yaitu hikmah dari Allah SWT.16
Seorang ulul albab mempunyai dorongan yang kuat untuk
belajar banyak dan berfikir mendalam, mencari pengertian yang
paling hakiki atau inti yang hanya dilakukan apabila seseorang itu
berfikir secara radikal ke akar-akarnya. Dari aktifitas itulah orang
akan sampai pada tingkat kebijaksanaan (wisdom).17
Al-Qur‟an mengekspos keluhuran orang yang beriman dan
berilmu sebagai hamba-hamba Allah yang memiliki kedudukan
tinggi. Bahkan, diberi gelar khusus untuk mereka yang memiliki
kedudukan ini, yang mampu mendayagunakan anugrah Allah
(potensi akal,kalbu, dan nafsu) pada sebuah panggilan, yaitu ulul
albab. Allah tidak menafikan potensi yang dianugrahkan oleh-NYA
kepada manusia agar tidak tergiur dan terpesona oleh hasil dirinya
sendiri, sehingga keterpesonaan itu membuat dirinya menjadi hamba
dunia, karena kecintaan yang berlebihan pada dunia.18
Dari beberapa pengertian yang telah penulis paparkan di atas
tentang beberapa pengertian ulul albab, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa ulul albab adalah seseorang yang memiliki
wawasan yang luas dan mempunyai ketajaman dalam menganalisis
suatu permasalahan, tidak menutup diri dari semua masukan yang
datang dari orang lain, dengan kecerdasan dan pengetahuan yang
luas mereka tidak melalaikan Tuhannya, bahkan mereka
menggunakan kelebihan yang dimiliki untuk selalu mendekatkan diri
kepada Allah dengan cara mengingat ( dzikir ) dan memikirkan (
16
Toto Tasmara, Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri, ,( Jakarta:
Gema Insani,2000), hlm 122 17
M.Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci, (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm 77
18
Toto Tasmara, Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri, ( Jakarta:
Gema Insani,2000), hlm 118-119
38
fikir ) semua keindahan ciptaan dan rahasia-rahasia ciptaanNYA,
sehingga tumbuh ketaqwaan yang kuat dalam dirinya dan selalu
bermawas diri dari gejolak nafsu yang bisa menjerumuskan dirinya
kedalam lembah kenistaan.
2. Karakteristik Ulul albab
Jalaluddin Rahmat mengemukakan lima tanda ulul albab dalam al-
Qur'an yaitu:19
a. Bersungguh-sungguh mencari ilmu, seperti disebutkan dalam Al-
Qur‟an. Firman Allah :
“dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal” (QS.
3:7)20
Salah satu hal yang termasuk dalam bersungguh-sungguh
mencari ilmu ialah kesenangannya mentafakuri ciptaan Allah di
langit dan di bumi.
Firman Allah:
19
Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif: Ceramah-ceramah di Kampus,
(Bandung: Mizan, 1993), Cet. V, hlm. 213-215 20
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 50
39
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal” (QS. 3:190)21
b. Mampu memisahkan yang jelek dari yang baik kemudian ia pilih
yang baik, walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan
itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh sekian banyak
orang. Allah berfirman :
Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik,
meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka
bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar
kamu mendapat keberuntungan." (QS. 5:100 )22
c. Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-
nimbang ucapan, teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan oleh
orang lain. Sebagaimana firman Allah :
21
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 75 22
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 124
40
Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang
paling baik di antaranya . mereka Itulah orang-orang yang
Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang
yang mempunyai akal. (QS. 39:18 )23
d. Bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk
memperbaiki masyarakatnya, bersedia memberikan pengertian
kepada masyarakat, terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidak
beresan di tengah-tengan masyarakat. Sebagaimana firman Allah :
“ (Al-Quran) Ini adalah penjelasan yang Sempurna bagi
manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya,
dan supaya mereka mengetahui bahwasanya dia adalah
Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal
mengambil pelajaran”. (QS. 14:52 )24
23
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 460 24
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 261
41
orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah
dan tidak merusak perjanjian, Dan orang-orang yang
menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan , dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut
kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar
Karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan kepada
mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak
kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang
mendapat tempat kesudahan (yang baik”), (QS. 13:19-22 ).25
e. Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah SWT.
Firman Allah :
Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah
takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang
berakal. (QS. 39:18 )26
Sedangkan meurut Dawam Rahardjo dalam karyanya
Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep
25
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 252 26
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 460
42
Kunci, bahwa ulul albab mempunyai beberapa ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Mempunyai pengetahuan atau orang yang tahu
2) Yang memenuhi perjanjian dengan Allah dan tidak akan ingkar
dari janji tersebut (yaitu, beriman, berbuat baik dan menjauhi
yang keji dan yang mungkar).
3) Yang menyambung apa yang diperintahkan oleh Allah untuk
disambung, (misalnya ikatan cinta kasih)
4) Takut kepada tuhan (jika berbuat dosa) karena takut kepada
hasil perhitungan yang buruk
5) sabar karena ingin mendapat keridlaan Tuhan
6) Menegakkan shalat
7) Membelanjakan rizki yang diperoleh untuk kemanfaatan orang
lain, baik secara terbuka naupun tersembunyi.
8) Menolak kejahatan dengan kebaikan.27
B. Telaah Konsep Ulul albab dalam Q.S Ali Imran ayat 190-195
1. Redaksi dan Tarjamahan Q.S Ali Imran ayat 190-195
27
M. Dawam Rahardjo,Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 2002),hlm 567-568
43
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal,
yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha
Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Ya Tuhan kami, Sesungguhnya barangsiapa yang Engkau
masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh Telah Engkau
hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang
penolongpun.
Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang
menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada
Tuhanmu", Maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah
bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami
kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-
orang yang banyak berbakti.
Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang Telah Engkau janjikan
kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. dan
janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya
Engkau tidak menyalahi janji."
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan
berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau
perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari
sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang
diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku,
yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan
kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan
44
mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di
bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya
pahala yang baik."(QS. Ali Imron: 190-195) 28
2. Arti Mufrodat
1. Perkiraan dan penyusunan yang menunjukkan pada tatanan
yang mantap
2. yaitu alam yang ada di atasmu yang engkau sendiri
3. yaitu tempat hidup kamu
4. yaitu pergantian antara keduanya dan silih
bergantinya siang dan malam
5. . Sungguh merupakan tanda (dalil) yang
menunjukkan adanya Allah SWT dan kekuasaan-NYA
6. Bentuk tunggalnya lubbun, yang artinya akal
7. yaitu orang-orang yang mengingat Allah SWT
8. bentuk tunggalnya qaim dan qa‟id, yang artinya
berdiri dan duduk ( rukun-rukun shalat ).
9. Sia-sia yang tidak ada faidahnya
10. Maha suci Engkau dari hal-hal yang tidak layak bagi-
MU
11. Jadikanlah amal saleh itu sebagai tameng bagi
kami dari azab neraka.29
12. Merendahkan dan menghinakan mereka
28
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya, (Bandung:
Diponegoro,2004) , hlm. 75 29
Ahmad Mushthafa Al- Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid IV,
(Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993), hlm 286
45
13. Adalah perbuatan sembrono yang menyangkut muamalah
antara seorang hamba dengan hambanya
14. Adalah perbuatan sembrono dalam hal hak-hak Allah atau
sembrono dalam bermu‟amalah dengan orang lain
15. Wafatkanlah kami
16. orang yang baik dalam beramal
17. Mempercayai Rasul-rasulmu
18. Janji
19. Aku tidak akan membierkan pahalanya
20. Membaur dan saling membantu
21. Taat kepadaku, beibadah kepada-Ku dan agama-Ku
3. Asbab Al-nuzul
At-Tabari dan Ibnu Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.
bahwa orang-orang Quraisy datang kepada orang-orang Yahudi
dan bertanya “bukti-bukti kebenaran apakah yang dibawa Musa as
kepadamu ?” pertanyaan itu dimenjawab “Tongkat dan tangannya
terlihat putihbersinar bagi yang memandangnya”
Sesudah itu mereka pergi mendatangi kaum Nasrani dan
bertanya “bagaimana halnya Isa?” Pertanyaan itu dijawab, “Isa
menyembuhkan mata yang buta sejak lahir dan penyakit sopak
serta menghidupkan orang sudah mati” Selanjutnya mereka
mendatangi Rasulullah saw dan berkata, “Mintalah kepada
tuhanmu agar bukit shofa itu menjadi emas untuk kami. “Maka
berdo‟alah nabi Muhammad saw kepada Allah SWT dan turunlah
ayat ini, mengajak agar mereka memikirkan langit dan bumi
tentang kejadiannya, hal-hal yang menakjubkan di dalamnya,
seperti bintang-bintang, bulan dan matahari serta peredarannya,
46
laut,gunung-gunung, pohon-pohon, buah-buahan, binatang-
binatang, tambang-tambang dan sebagainya di bumi ini.30
4. Munasabah
Secara etimologi, munasabah berarti al-musyakalah dan al-
mugharabah yang berarti saling menyerupai dan saling
mendekati.31
Selain itu munasabah juga berarti persesuaian,
hubungan atau relevansi.32
Sedangkan secara terminologi, munasabah adalah adanya
keserupaan dan kedekatan di antara berbagai ayat, surat dan
kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan.33
Menurut Abdul
Jalal, munasabah adalah hubungan persesuaian antara ayat atau
surat yang satu dengan yang lain baik sebelum ataupun
sesudahnya.34
Hubungan tersebut bisa berbentuk keterikatan makna
ayat-ayat dalam macam-macam hubungan atau keniscayaan dalam
pikiran seperti hubungan sebab musabab, hubungan kesetaraan dan
hubungan perlawanan. Munasabah juga berbuntuk penguatan
penafsiran dan pengertian.35
Al-Qur‟an Q.S Ali-Imran ayat 190-195 mempunyai
munasabah yang sangat erat dengan ayat sebelumnya yaitu
menyebutkan keburukan-keburukan orang Yahudi, dan
menegaskan bahwa langit dan bumi milik Allah SWT, maka dalam
ayat-ayat ini Allah SWT menganjurkan untuk mengenal sifat-sifat
keagungan, kemuliaan dan kebesaran Allah SWT.36
30
Kementrian Agama RI, Al-qur’an Dan Tafsirnya, Jilid II, (Jakarta: Lentera
Abadi,2010), hlm 96-97 31
Ramli Abdul Wakhid, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo , 2002), hlm 91 32
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, ( Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm 154 33
Ramli Abdul Wakhid, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo , 2002), hlm
91 34
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm 154 35
Ramli Abdul Wakhid , Ulumul Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo , 2002), hlm
91 36
Kementrian Agama RI, Al-qur’an Dan Tafsirnya, Jilid II,( Jakarta: Lentera
Abadi,2010), hlm,96
47
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang
telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu
kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," lalu mereka
melemparkan janji itu[258] ke belakang punggung mereka dan mereka
menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang
mereka terima.
Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira
dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji
terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu
menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang
pedih.
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha
Perkasa atas segala sesuatu.
Di antara keterangan yang disembunyikan itu ialah tentang kedatangan
Nabi Muhammad s.a.w.
Menurut Al-ustazul-Imam menerangkan pula mengenai
hubungan ayat ini dengan ayat-ayat yang lalu. Maksudnya kata
beliau yaitu pada ayat-ayat yang lalu telah diterangkan Allah SWT
peristiwa kaum ahli kitab dan perihal sebagian orang-orang yang
beriman, seandainya jika mereka berfikir tentang kejadian langit
dan bumi tentulah mereka terhenti dari pada terperdaya dan
48
tentulah mereka mengetahui bahwa sudah sepatutnya Allah SWT
mengutus utusan-NYA (Muhammad SAW). 37
Q.S Ali-Imran Ayat 190-195 juga mempunyai munasabah
dengan ayat sesudahnya, yaitu ayat 196-200
Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-
orang kafir bergerak di dalam negeri.
Itu hanyalah kesenangan sementara, Kemudian tempat tinggal
mereka ialah jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang
seburuk-buruknya.
Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya,
bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya,
sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal
(anugerah) dari sisi Allah. dan apa yang di sisi Allah adalah
lebih baik bagi orang-orang yang berbakti.
37
A. Halim Hasan, dkk , Tafsir Al-Manar, Jilid IV, (Bairut: Darul Kutub
Ilmiyah,2005), hlm 483
49
Dan Sesungguhnya diantara ahli Kitab ada orang yang beriman
kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu
dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah
hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat
Allah dengan harga yang sedikit. mereka memperoleh pahala
di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-
Nya.
Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di
perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya
kamu beruntung. 38
Dalam ayat ini Allah SWT telah menjanjikan pada kaum
muslimin pahala sebagai penghargaan dari Allah SWT disamping
tempat tinggal beserta perlengkapan-perlengkapannya itu, adalah
lebih baik daripada kesenangan duniawi yang dinikmati orang-
orang kafir waktu masih hidup di alam fana'
5. Isi Kandungan Q.S Ali Imran ayat 190-195
Diriwatkan dari Aisyah r.a. Bahwa Rasulullah saw berkata:
”Wahai Aisyah, saya pada malam hari ini beribadah kepada Allah
SWT.“ Jawab Aisyah r.a. “Sesungguhnya saya senang jika
Rasulullah berada di sampingku. Saya senang melayani kemauan
dan kehendaknya. Tetapi baiklah! Saya tidak keberatan.” Maka
bangunlah Rasulullah saw dari tempat tidurnya lalu mengambil air
wudhu, tidak jauh dari tempatnya lalu sholat.
Pada waktu sholat beliau menangis sampai air matanya
membasahi kainnya, karena merenungkan ayat al-Qur‟an yang
dibacanya. Setelah shalat beliau duduk dan memuji Allah SWT dan
kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat
kedua belah tangannya berdo‟a dan menangis lagi dan air matanya
membasahi tanah. Setelah Bilal datang untuk azan shubuh dan
melihat Nabi saw menangis ia bertanya. ”Wahai Rasulullah!
38
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya,( Bandung: CV
diponegoro, 2004) hlm. 75-76
50
Mengapakah Rasulullah menangis, padahal Allah SWT telah
mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang
akan datang?” Nabi menjawab ”Apakah saya ini bukan seorang
hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada Allah SWT? Dan
bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allah SWT telah
menurunkan ayat kepadaku. Selanjutnya beliau berkata,” Alangkah
rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak
memikirkan dan merenungkan kandungan artinya.”39
Surat Ali Imran ayat 190 ini mirip dengan surat al-Baqarah ayat
164
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
SWT turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia
hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan
yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat)
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah SWT) bagi kaum
yang memikirkan. (Q.S 2: 164)40
Ayat ini menyebutkan delapan macam ayat-ayat Allah SWT,
sedangkan ayat 190 yang terdapat pada surat ali Imran terdapat tiga
ayat-ayat Allah SWT, kalau dengan ayat 164 surat al-Baqarah
39
Kementrian Agama RI, Al-qur’an Dan Tafsirnya, Jilid II, ( Jakarta: Lentera
abadi, 2010 ),hlm 95 40
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 25
51
bukti-bukti yang disebutkan adalah hal-hal yang terdapat di langit
dan di bumi, di sini penekannya pada bukti-bukti yang terbentang
di langit. Ini karena bukti-bukti tersebut lebih menggugah hati dan
pikiran, dan lebih cepat mengantar seseorang untuk meraih rasa
keagungan Ilahi.Di sisi lain surat ayat 164 surat al-Baqarah ditutup
dengan menyatakan bahwa yang demikian itu merupakan tanda-
tanda bagi orang yang berakal ( ), sedangkan pada
ayat ini setelah mereka berada pada tahap yang lebih tinggi maka
mereka juga telah mencapai kemurnian akal sehingga sangat wajar
ayat ini ditutup dengan ( ).41
Memikirkan pergantian siang dan malam, mengikuti terbit
dan terbenamnya matahari, siang lebih lama dari pada malam dan
sebaliknya. Semua itu menunjukkan atas kebesaran dan kekuasaan
penciptanya bagi orang-orang yang berakal. Memikirkan
terciptanya langit dan bumi, pergantian siang dan malam secara
teratur dengan menghasilkan waktu-waktu tertentu bagi kehidupan
manusia merupakan satu tantangan tersendiri bagi kaum intlektual
beriman. Mereka diharapkan dapat menjelaskan secara akademik
fenomena alam itu, sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa
Tuhan tidaklam menciptakan semua fenomena itu dengan sia-sia.42
Pada ayat tersebut dalam tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa
orang yang berakal adalah orang yang melakukan dua hal, yaitu
tazakur yakni mengingat Allah SWT dengan ucapat dan atau hati
dalam situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat,sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan tafakikur
memikirkan ciptaan Allah SWT, yakni kejadian dialam semesta.
41
M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jilid II (Jakarta: Lentera Hati, 2009),.hlm. 371 42
Kementrian Agama RI, Al-qur’an Dan Tafsirnya, Jilid II, ( Jakarta: Lentera
abadi, 2010 ),hlm97
52
Dengan melakukan dua hal tersebut ia sampai kepada hikmah yang
berada dibalik proses mengingat dan berfikir , yaitu mengetahui,
memahami menghayati bahwa dibalik fenomena alam dan segala
sesuatu yang ada didalamnya menunjukkan adanya sang pencipta,
Allah SWT.43
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal.44
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi serta keindahan ketentuan dan
keistimewaan penciptaannya, serta adanya pergantian siang dan
malam serta berjalannya waktu, serta pengaruhnya yang tampak
pada perubahan fisik dan kecerdasan yang disebabkan pengaruh
panas matahari dan dinginnya malam, serta pengaruhnya pada
binatang dan tumbuh-tumbuhan adalah bukti kesempurnaan ilmu
dan kekuasaan-NYA.45
Langit adalah yang di atas kita, yang menaungi kita. Entah
berapa lapisnya Tuhanlah yang tahu, sedang yang dikatakan
kepada kita hanya tujuh. Menakjubkan pada siang hari dengan
berbagai warna awan-gemawan, mengharukan malam harinya
dengan berbagai bintang-bintang.
43
M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jilid II, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm 308-309 44
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 75 45
Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Tarbawi, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002 ),hlm 133
53
Bumi adalah tempat kita berdiam ini, penuh dengan aneka
keganjilan, yang kian diselidiki kian mengandung rahasia ilmu
yang belum terurai. Langit dan bumi dijadilan oleh Kholik dengan
tersusun terjangkau dengan sangat tertib. Bukan hanya semata
dijadikan, tetapi setiap saat tampak hidup semua, bergerak menurut
aturan. Silih berganti perjalanan siang dengan malam sangat besar
pengaruhnya atas hidup kita ini dan hidup segala yang bernyawa.46
Konteks Al-Qur‟an di sini menggambarkan langkah-langkah
gerakan jiwa yang ditimbulkan oleh responnya terhadap
pemandangan yang berupa langit dan bumi dan pergantian malam
dan siang dalam perasaan ulul albab dengan gambaran yang
cermat. Pada waktu yang sama ia merupakan gambaran yang
memberikan kesan dan arahan, yang memalingkan hati kepada
manhaj yang sahih di dalam bergaul dengan alam semesta, di
dalam berbicara kepadanya dengan bahasanya, di dalam bersoal
jawabbersama fitrahnya dan hakikatnya, dan terkesan dengan
isyarat-isyarat dan pengrahan-pengarahannya. Juga menjadikan
“kitab” ilmu pengetahuan bagi manusia mukmin yang senantiasa
menjalin hubungan dengan Allah SWT dan dengan apa yang
diciptakan oleh tangan Allah SWT.47
Ibnu Katsir menyatakan bahwa yang disebut ulul albab adalah:
اىؼقه اىخا اىضمت اىخ حذسك االشاء بحقا ئقا ػي جيا حا ىسا ماىص اىبن
.اىز ال ؼقي48
Yaitu akal yang sempurna dan bersih yang dengannya dapat
diketemukan berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai
sesuatu bukan seperti orang-orang yang buta dan bisu yang tidak
dapat berfikir.
46
Abdul Malik Abdul Karim Abdullah, Tafsir Al-Azhar Jilid II ( Singapura:
Pustaka Nasional, 1999), hlm.1033 47
Sayyid Quthb, Tafsir Fidzilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm.245 48
Abi Fada‟ Al-Hafidz Ibnu Katsir Ad-dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, Juz II,
(Bairut; Darul Kutub Ilmiyah,2006),hlm 126
54
49
Selanjutnya Allah SWT menjelaskan ciri-ciri ulul albab, ciri-
ciri tersebut diantaranya adalah mereka yang selalu berdzikir
kepada Allah SWT dalam setiap langkah kehidupannya.
Rangkaian ayat-ayat ini dimulai dengan membandingkan
antara penghadapan hati kepada zikrullah dan ibadah kepadaNYA
“pada waktu berdiri, duduk dan berbaring” dengan memikirkan
penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dengan siang.
Sehingga, perenungan pemikiran ini menempuh jalan ibadah, dan
menjadikan sebagai salah satu sisi dari pemandangan zikir.50
Pengertian zikir di sini lebih dipakaikan dengan makna
umum. Artinya tidak husus dengan arti sholat saja. Jadi arti zikir
itu ialah mengingat Allah SWT dengan hati serta menghadirkannya
di dalam ingatan. MengingatNYA di dalam segenap hal yaitu di
waktu berdiri, duduk dan berbaring, karena seorang hamba tidak
lepas dari ketiga hal tersebut.51
Menurut Abdul Malik Abdul Karim Abdullah dalam
karyanya Tafsir Al-Azhar, orang yang berfikir yaitu orang–orang
yang mengingat Allah SWT sewaktu berdiri, duduk atau berbaring
artinya orang yang tidak pernah lepas Allah SWT dari ingatannya.
Di sini disebut yadzkuruna yang berarti ingat, berasal dari kalimat
zikir artinya yang artinya ingat. Dan disebutkan pula bahwaa zikir
itu hendaklah bertali di antara sebutan dan ingatan. Ketika
seseorang melihat atas kejadian langit dan bumi atau pergantian
siang dan malam langsung dia teringat kepada yang menciptakan.
49
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 75 50
Sayyid Quthb, Tafsir Fidzilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008) hlm.245-
246 51
A. Halim Hasan, dkk , Tafsir Al-Manar,Jilid IV, (Bairut; Darul Kutub
Ilmiyah,2005) hlm 243
55
Di sini bertemulah dua hal yang tidak terpisahkan, yaitu zikir
dan fakir. Difikirkan semua yang terjadi itu, maka lantaran
difikirkan timbul ingatan sebagai kesimpulan dari berfikir. Yaitu
bahwa semua itu tidaklah terjadi sendirinya, melainkan ada Tuhan
Yang Maha Pencipta52
Mengenai ayat tersebut diatas, Ibnu Katsir menjelaskan sebagai
berikut:
ا ف خيق اىساث االسض أ ز ف اس حفاػا احساػا ز ف اخفاضا
فا االاث اىشاذة اىؼظت مامب ساساث مثافخا احضاػا ا
ثابج بحاس جباه قفاس آشجاس باث صسع ثاس حا ؼاد افغ
أ حؼاقبا (اخخالف اىيو اىاس) خخيفت ااىا اىشائح اىطؼ اىخاص
ث ؼخذ ال ث أخز زا ,حقاسضا اىطه اىقصش فخاسة طه زا قصش زا
ما قصشا قصش اىز ما طال مو راىل حقذش اىؼضض زا فطه اىز
اىؼي53
Yaitu tidak pernah melupakan mengingat Allah SWT dalam
setiap langkah hidupnya. Mereka selalu merasakan kehadiran Allah
SWT baik ketika ia dalam suasana yang sepi atau sendiri maupun
ia dalam keramaian bersama-sama dengan orang lain. Ulul albab
selalu mengingat Allah SWT baik dengan hati, pikiran maupun
dengan lisan.
Untuk itu, dengan tidak henti-hentinya selalu mengingat dan
merasakan kehadiran Allah SWT pada kehidupan seseorang
tentunya dia bisa terkontrol dari perbuatan-berbuatan yang
mengarah pada rusaknya moral dan tidak mudah terseret dengan
model atau tren yang ahirnya bisa menjauhkan dirinya pada sang
Kholiq.
52
Abdul Malik Abdul Karim Abdullah, Tafsir Al-Azhar Jilid II ( Singapura:
Pustaka Nasional, 1999), hlm.1033-1034 53
Abi Fada‟ Al-Hafidz Ibnu Katsir Ad-dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, Juz
II,(Bairut; Darul Kutub Ilmiyah,2006),hlm 126
56
Ulul albab adalah orang yang memiliki pemikiran dan
pemahaman yang benar. Mereka membuka pandangannya untuk
menerima ayat-ayat Allah SWT pada alam semesta, tidak
memasang penghalang-penghalang, dan tidak menutup jendela-
jendela antara mereka dan ayat-ayat ini. Mereka menghadap
kepada Allah SWT dengan sepenuh hati sambil berdiri, duduk dan
berbaring. Maka terbukalah mata (pandangan) mereka, menjadi
lembutlah pengetahuan mereka, berhubungan dengan hakekat alam
semesta yang dititipkan Allah SWT kepadanya., dan mengerti
tujuan keberadaannya, alasan ditumbuhkannya, dan unsur-unsur
yang menegakkan fitrahnya demi ilham yang menghubungkan
antara hati manusia dan undang-undang alam ini.54
Ahmad Mushthafa Al- Maraghi menyimpulkan, bahwa ulul
albab adalah orang-orang yang tidak melalaikan Allah SWT dalam
sebagian waktunya. Mereka merasa tenang dengan mengingat
Allah SWT dan tenggelam dalam kesibukan mengoreksi diri secara
sadar bahwa Allah SWT selalu mengawasi mereka. Dan hanya
dengan melakukan zikir kepada Allah SWT, hal itu masih belum
cukup untuk menjamin hadirnya hidayah. Tetapi harus pula
dibarengi dengan memikirkan keindahan ciptaan dan rahasia-
rahasia ciptaan-NYA.55
Setelah Allah SWT menuturkan ciri-ciri seorang ulul albab
yang yang mana dia selalu mengingat-NYA di manapun dan
kapanpun dia berada, maka ciri-ciri berikutnya adalah selalu
berfikir
56
54
Sayyid Quthb, Tafsir Fidzilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008) hlm.245 55
Ahmad Mushthafa Al- Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid IV,
(Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993), hlm 290 56
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 75
57
Ciri-ciri ulul albab selanjutnya adalah orang-orang yang
selalu mengedepankan aktifitas berfikir. Allah SWT menyuruh
umat manusia untuk memikirkan gejala dan fenomena alam yang
terjadi karena dengan memikirkan hal tersebut, manusia akan
sampai pada pengetahuan tentang hukum-hukum alam yang dapat
dikembangkan menjadi tekonogi yang berguna bagi kehidupan
manusia dan pada tingkatan yang lebih tinggi akan mengantarkan
manusia kepada suatu kenyakinan bahwa gejala dan fenomena
tersebut pada hakekatnya telah diatur oleh yang maha kuasa.
Ibnu Katsir memaknai kalimah tersebut dengan
:
ا فق ا فا اىحن اىذاىت ػي ػظت اىخاىق قذسة ػي حن اخخاس
سحخ57
Memahami dalil-dalil keagungan, kekuasaan dan rahmat
Allah SWT melalui gejala-gejala yang timbul di alam jagad raya.
Memahami kebenaran terhadap ketetapan alam semesta dan
fenomena-fenomenanya, artinya menurut ulul albab ialah bahwa di
sana terdapat ketetapan dan aturan, hikmah dan tujuan, serta
kebenaran dan keadilan dibalik kehidupan manusia di planet ini.
Kalau begitu di sana pasti ada hisab (perhitungan) dan pembalasan
sesuai dengan amalan-amalan yang dilakukan manusia. Di sana
pasti ada negeri yang berbeda dengan negeri dunia ini yang di sana
akan terwujud kebenaran dan keadilan dalam pembalasan.58
Dalam penciptaan langit dan bumi serta keindahan ketentuan
dan keistimewaan penciptanya, serta adanya pergantian siang dan
malam serta berjalannya waktu, serta pengaruhnya yang tampak
pada perubahan fisik dan kecerdasan yang disebabkan pengaruh
panas matahari dan dinginnya malam, serta pengaruhnya pada
57
Abi Fada‟ Al-Hafidz Ibnu Katsir Ad-dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, Juz
II,(Bairut; Darul Kutub Ilmiyah,2006),hlm 126 58
Sayyid Quthb, Tafsir Fidzilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm.247
58
binatang dan tumbuh-tumbuhan adalah bukti kesempurnaan ilmu
dan kekuasaan-NYA.59
Disisi lain, hasil pemikiran ini sangat sesuai dengan
pemohonan mereka selanjutnya. Yakni karena semua makhluk
tidak diciptakan sia-sia
Dengan melakukan dzikir dan fikir, maka sampailah
manusia pada suatu kesimpulan bahwa Allah SWT menciptakan
alam ini sarat dengan tujuan dan kemanfaatan bagi manusia.
Selanjutnya mereka memohon kepada Allah SWT supaya mereka
dihindarkan dari siksa api neraka.
Inilah sentuhan pertama yang menyentuh hati ”ulul albab”
yang memikirkan penciptaan langit dan bumi serta pergantian
malam dan siang dengan merasakan ibadah, zikir dan berhubungan
dengan Allah SWT Sang Pencipta. Inilah sentuhan yang mencetak
perasaan mereka dengan kebenaran yang mendasar dilubuk alam
semesta. Sehingga, meluncurlah dari lisannya ucapan tasbih untuk
mensucikan Allah SWT dari menciptakan alam dengan sia-sia.
Kemudian jiwanya terus bergerak, menghadapi sentuhan sentuhan
alam dan arahannya.60
Ayat ini menunjukkan betapa besarnya siksaan yang teramat
keras yaitu kehinaan yang diberikan agar kedudukan permintaan
(do‟a) ini benar-benar sesuatu yang besar. Sebab seseorang yang
minta kepada tuhannya akan sesuatu, kemudian ia menjelaskan
besarnya hal yang diminta dan sangat kuat, maka dorongan untuk
59
Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Tarbawi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), ,hlm 173 60
Sayyid Quthb, Tafsir Fidzilalil Qur’an,((Jakarta: Gema Insani, 2008),
hlm.246-247
59
melakukan do‟a lebih sempurna, keikhlasan dalam berdoa lebih
kuat.61
Orang zalim ialah orang yang menyimpang dari jalan yang
lurus. Dalam ayat ini orang yang masuk neraka digambarkan
sebagai orang yang zalim, untuk kezalimannya
Artinya bahwa orang yang selalu berfikir itu melihat
kehebatan Allah SWT, Tuhan Maha Luhur yang menciptakan alam
semesta yang dipenuhi dengan rahasia-rahasia dan hikmah.
Sehinga mereka mengetahui bahwa tidak mungkin seseorang
mengalahkan Allah SWT
Pada ayat di atas adalah petikan do'a yang dipanjatkan
seorang ulul albab, dalam do'a tersebut terdapat nida' (panggilan) .
Hal ini mengisyaratkan sempurnanya penghadapan mereka kepada
Tuhan. Mereka sama sekali tidak pernah melupakannya, yang juga
disertai tentang kesempurnaan merendahkan diri dan
mengagungkan terhadap orang yang membiasakan (mendidik
mereka kepada kebajikan dan keutamaan.63
Dari ayat di atas terlihat bahwa mereka bermohon tiga hal
pokok.
61
Ahmad Mushthafa Al- Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid IV,
(Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993), hlm 292-293 62
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya ( Bandung: CV.
Diponegoro, 2008), hlm. 75 63
Ahmad Mushthafa Al- Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid IV,
(Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993 293-294
60
Pertama, yang artinya ampunilah bagi kami dosa-
dosa kami.
Kedua, yang artinya dan tutuplah dari kami
kesalahan- kesalahan kami.
Ketiga, Permohonan untuk dimatikan beserta orang-orang yang
berbakti.64
Setelah memohon pengampunan, kini dalam ayat ini mereka
mengharapkan buah pengampunan itu dengan bermohon:”Tuhan
kami, dan anugerahilah kami kemampuan beramal sehingga kami
dapat meraih apa yang telah engkau janjikan kepada kami melalui
rasul-rasul-MU, yakni melalui Muhammad Saw.”65
Seorang ulul albab selalu berdo'a agar mereka di selamatkan
dari siksa api neraka, "Ya Allah, janganlah Engkau membuka
rahasia kami kelak pada hari kiamat dengan memasukkan kami
kedalam neraka yang dianggap hina bagi orang-orang yang
memasukinya.66
Ya Allah, janganlah Engkau mengabaikan kami
dengn memperlihatkan memperlihatkan keburukan-keburukan
kami pada hari kiamat serta memasukkan kami kedalam neraka"67
64
M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jilid II (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm,, 313 65
M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jilid II (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm, 314 66
Ahmad Mushthafa Al- Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid IV,
(Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993), hlm 295 67
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur,
(Semarang; Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm, 763
61
Ayat ali-Imran ayat 194 ini adalah penagiahan terhadap janji
Allah yang telah disampaikan Allah lewat para rasul, karena
meraka percaya kepada janji Allah yang tidak mungkin diingkari.
Semua ini menunjukkan betapa sensitifnya hati mereka ( ulul
albab), dan betapa cermat, halus, takwa, dan malunya meraka
kepada Allah Swt.68
Makna ayat di atas adalah bahwa orang-orang yang beriman
yang berakal memohon apa yang dikemukakan di depan, maka
permohonan itu dikabulkan oleh Rabb mereka. Hal itu disambung
dengan menggunakan fa’ ta’qib ( menggabungkan dengan yang
sebelumnya).69
Firman Allah SWT di atas yang menyebut amal-amal saleh
setelah menjelaskan pengabulan do‟a mereka, menunjukkan bahwa
do‟a dalam bentuk ucapan saja tidak cukup, tetapi harus disertai
dengan amal dan usaha dari yang berdo‟a itu. Lafald
adalah satu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan kebersamaan atau kemitraan. Laki-laki dan
perempuan adalah sama-sama dari satu keturunan, dihimpun oleh
68
Sayyid Quthb, Tafsir Fidzilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm.248 69
Abi Fada‟ Al-Hafidz Ibnu Katsir Ad-dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, Juz
II,(Bairut; Darul Kutub Ilmiyah,2006),hlm 216
62
satu ayah dan ibu, karena itu keadaan mereka sama dalam
menerima permohonan mereka.70
Sesungguhnya pengabulan do'a bisa jadi tidak sesuai
dengan apa yang telah diminta seseorang dalam do'anya. Mereka
telah meminta kepada Allah ampunan dari segala dosa, pemaafan
atas kejelekan-kejelekan, dan diwafatkan kedalam golongan orang-
orang yang berbakti. Tetapi Allah menjawab mereka bahwa setiap
pengamal akan ditunaikan balasan amalnya. Dalam hal ini
terkandung peringatan yang menyatakan bahwa yang terpenting
dalam hal ini (pahala) ialah selamat dari siksa dan memperoleh
pahal yang baik, dan sesungguhnya hal-hal itu hanya dapat
diperoleh berkat amal yang baik dan ikhlas kepada Allah dalam
beramal.71
Setelah Allah mengaitkan antara pembalasan dengan
perbuatan, kemudian Dia menjelaskan bahwa perbuatan yang
berhak mereka terima sebagai penutup bagi kejelekan mereka,
seperti kehendak mereka untuk memperoleh surga (memasuki
surga-Nya) ialah hijrah dari tanah air untuk berkhidmah kepada
rasulullah SAW, dan meninggalkan rumah lantaran diusir orang-
70
M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jilid II (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm, 316 71
Ahmad Mushthafa Al- Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid IV,
(Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993),hlm 296-297
63
orang kafir untuk keluar dari rumah, disakiti, diperangi, dibunuh itu
semua demi pengorbanan untuk agama Allah Swt, dan Allah akan
membalasnya dengan surga yang dibawahnya mengalir sungai-
sungai.72
Menurut Ibnu Katsir menafsiri bahwa di tengah-tengah surga
itu mengalir berbagai macam minuman,berupa susu, madu, khamr,
air tawar dan lain-lainnya yang tidak pernah dilihat oleh mata dan
tidak pernah pernah didengar oleh telinga serta tidak pernah
terbetik dalam hati manusia.73
Pahala itu didasarkan dan dinisbatkan kepada-NYA agar
menjadi petunjuk bahwa Allah SWT itu maha Agung, karena Rabb
yang Maha Agung lagi Maha Mulia itu tidaklah memberi kecuali
dengan jumlah yang banyak. Pahala itu dari allah secara khusus,
tidak ada yang mampu memberikannya selain dari pada-NYA.
Ayat ini mengukuhkan kemuliaan pahala itu, karena Allah Maha
Kuasa terhadap segala sesuatu , tidak membutuhkan seorang pun,
Allah pasti Maha Pemurah, Maha Dermawan, dan Maha Pemberi
kebajikan.74
Ayat-ayat 191 sampai dengan ayat 195 merupaka metode
yang sempurna bagi bagi penyucian jiwa, penalaran dan
pengamatan yang diajarkan Islam. Ayat-ayat itu bermula dengan
membawa jiwa kearah kesucian, lalu mengarahkan akal kepada
fungsi pertama di antara sekian banyak fungsinya, yakni
mempelajari ayat-ayat Tuhan yang terbentang, hingga akhirnya
72
Ahmad Mushthafa Al- Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid IV,
(Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993), hlm 298 73
Abi Fada‟ Al-Hafidz Ibnu Katsir Ad-dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, Juz
II,(Bairut; Darul Kutub Ilmiyah,2006),hlm 217 74
Ahmad Mushthafa Al- Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid IV,
(Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993), hlm 300
64
berakhir dengan kesungguhan beramal, sampai kepada tingkat
pengorbanan diri karena allah SWT.75
Melalui pemahaman para mufasirin terhadap ayat Allah SWT
Q.S Ali-Imran ayat 190-195, akan dijumpai peran dan fungsi akal
secar lebih luas. Obyek-obyek yang dipikirkan akal dalam ayat
tersebut adalah al-khalq yang berarti batasan dan ketentuan yang
menunjukkan adanya keteraturan dan ketelitian, as-samawat yaitu
segala sesuatu yang ada diatas kita dan terlihat dengan mata kepala,
al-ardl yaitu tempat dimana kehidupan berlangsung diatasnya,
ikhtilaf al-lail wa an-nahar artinya pergantian siang dan malam
secara beraturan la-ayah artinya dalil-dalil yang menunjukkan
adanya Allah SWT dan kekuasaannya.76
Semua itu menjadi obyek atau sasaran dimana akal akan
memikirkan dan mengingatnya. Dengan adanya potensi yang
dimiliki oleh akal itu sendiri, selain berfungsi sebagai alat untuk
pengingat, memahami, mengerti juga menahan, mengikat dan
mengendalikan hawa nafsu. Melalui proses memahami dan
mengerti secara mendalam terdapat sejala ciptaan Allah SWT
sebagaimana dikemukakan pada surat ali-Imran ayat 190-195,
manusia selain akan menemukan berbagai temuan dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi juga akan membawa dirinya selalu
dekat dengan Allah SWT. Dan melaui proses menahan, mengikat
dan mengendalikan hawa nafsunya membawa manusia berada di
jalan yang benar, jauh dari kesesatan dan kebinasaan.77
Kesimpulannya dari uraian di atas menggambarkan bahwa
sebagai makhluk yang diberi kesempurnaan oleh Allah SWT
berupa akal fikiran, seseorang di suruh untuk mempergunan akal
75
M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jilid II (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm, 317 76
M. Qurais Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jilid II (Jakarta: Lentera Hati, 2009),.hlm.133 77
Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Tarbawi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), hlm 136
65
tersebut untuk memikirkan ciptaan Allah, tidak Cuma itu saja,
karena sebagai hamba NYA, seseorang diwajibkan untuk selalu
mengingat dan selalu ibadah dengan setulus hati, dan dari uraian di
atas juga menegaskan bahwa objek zikir adalah Allah SWT.
Sedang objek fikir adalah makhluk-makhluk Allah SWT berupa
fenomena alam. Ini berarti pengenalan kepada Allah SWT lebih
banyak didasarkan kepada kalbu, sedang pengenalan alam raya
oleh penggunaan akal, yakni berfikir. Akal memiliki kebebasan
seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia
memiliki keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah SWT.
67
BAB IV
RELEVANSI KONSEP ULUL ALBAB Q.S ALI IMRAN AYAT 190-195
DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Analisis Konsep Ulul albab Q.S Ali-Imran Ayat 190-195 Dan Tujuan
Pendidikan Islam
1. Analisis Konsep Ulul albab Q.S Ali-Imran Ayat 190-195
Pada bab II sudah dipaparkan bahwa ulul albab adalah orang yang
memiliki pemikiran dan pemahaman yang benar. Mereka membuka
pandangannya untuk menerima ayat-ayat Allah SWT dengan tanpa adanya
keraguan. Mereka menghadap kepada Allah SWT dengan sepenuh hati kapan
pun dan di manapun mereka berada. Maka terbukalah mata (pandangan)
mereka untuk mengambil pelajaran dari alam semesta yang dititipkan Allah
SWT kepadany.
Kesempurnaan demikian membuat seorang ulul albab menempati
kedudukan tertinggi diantara makhluk-makhluk-NYA, yakni menjadi
khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi, seperti dalam surat al-Baqarah ayat 30.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."1
Di samping itu seorang ulul albab mempunya tugas yang tidak bisa
ditawar lagi yaitu dituntut untuk selalu beribadah kepada-NYA. Firman Allah
SWT
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya, (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm.6
68
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.(Q.S adz-Dzariyat:56 )2
Pada dasarnya semua manusia mempunyai potensi untuk menyandang
gelar ulul albab karena manusia mempunyai akal yang bisa digunakan untuk
berfikir dan qolb yang dapat digunakan untuk berdzikir. Anugrah akal
hendaknya digunakan untuk berfikir, disinilah ada naluri akal, yaitu ingin
tahu yang harus ditunjang dengan kemampuan bertanya memiliki kreatifitas
serta inovasi dalam mengembangkan pertanyaan juga memiliki frame di
dalam mengembangkan pertanyaan. Dengan mengembangkan pertanyaan
akan didapatkan berbagai pengetahuan teknologi, kemampuan mengatur serta
hukum baik dari Allah maupun yang disusun manusia. Meningkatkan
kemampuan akal sama juga dengan meningkatkan intlektual.3
Dari pemaparan di atas yang merujuk pada Q.S ali-Imran ayat 190-195
terlihat jelas bahwa konsep ulul albab adalah :
a. Orang yang selalu berzikir kepada Allah kapanpun dan di manapun dia
berada.
Seorang ulul albab selalu menghadikan Allah SWT dalam setiap
hembusan nafasnya dan selalu melangkahkan kaki dan anggota tubuh
lainnya hanya semata-mata untuk beribadah kepada Allah sebagai bentuk
zikir (mengingat) Allah dan sebagai bentuk rasa syukur atas segala nikmat
yang telah dilimpahkan kepadanya.
b. Orang yang berusaha menggali ke-Esa-an Tuhannya dengan selalu
memikirkan ciptaanNYA.
Ulul albab adalah orang-orang yang selalu mengedepankan
aktifitas berfikir, dengan kelebihan kemampuan kecerdasan akal
fikirannya di dianugrahkan Allah, mereka berusaha keras menyingkap
tabir rahasia-rahasia yang terdapat pada jagat raya ini. Hal ini sesuai
dengan perintah Allah SWT menyuruh umat manusia untuk memikirkan
2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya, (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm.523 3 M. Dawam Rahadja, Keluar Dari Kemelut Pendidikan Nasional,: menjawab tantangan
kualitas SDM abad 21. ( Jakarta: Inremesa, 1997). Hlm.39
69
gejala dan fenomena alam yang terjadi karena dengan memikirkan hal
tersebut, manusia akan sampai pada pengetahuan tentang hukum-hukum
alam yang dapat dikembangkan menjadi tekonogi yang berguna bagi
kehidupan manusia dan pada tingkatan yang lebih tinggi akan
mengantarkan manusia kepada suatu kenyakinan bahwa gejala dan
fenomena tersebut pada hakekatnya telah diatur oleh yang Maha kuasa.
Seorang ulul albab juga berfikir tentang penciptaan langit dan bumi
dan apa yang ada di dalamnya serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di
dalamnya. Seperti perbedaan ruang dan waktu serta keteraturan alam
semesta ini. Fenomena alam seperti ini memancing manusia untuk berfikir
dan menyadari keadaan penciptanya, yaitu Allah SWT. Melalui jalan
berfikir ini manusia akan mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.
Kebahagiaan tersebut dapat dilihat dengan munculnya penemuan manusia
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya
merupakan generalisasi atau teorisasi terhadap gejala-gejala dan hukum-
hukum alam yang terdapat dalam jagat raya ini. Penemuan dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi ini pada hakikatnya adalah hasil dari
proses berfikir manusia.
Perintah untuk berfikir pada diri manusia itu bertujuan untuk
mengingatkan manusia tentang nilai-nilai dan rahasia-rahasia yang
terdapat dalam dirinya yang menggambarkan kekuasaan Allah, sehingga
manusia akan bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepada dirinya
dan semakin mendekatkan diri dengan-Nya.
c. Orang yang bersungguh-sungguh mencari ilmu dan berusaha untuk
mendalaminya
Konsep yang ada pada diri seorang ulul albab bertupa semangat
dalam hal mencari dan menggali suatu ilmu pengetahuan sangatlah luar
biasa, mereka seakan haus akan pengetahuan, jaraknya tempat dalam
mencari ilmu maupun banyaknya umur tidak menjadi penghalang bagi
mereka untuk selalu mendalami suatu ilmu pengetahuan, mereka yakin
70
bahwa “siapa yang bersungguh-sungguh dia akan mendapatkannya” hal
itulah salah satu yang menjadi tetap semangat dan tidak mengenal lelah
dalam memperkaya ilmu Ilahi
d. Orang yang memasrahkan jiwa dan raganya hanya kepada Allah SWT
Seorang ulul albab tidak hanya intlek dalam segi pemikirannya,
tidak hanya berzikir untuk mengingat Allah tetapi lebih dari itu mereka
menyerahkan secara totalitas jiwa dan raga kepada sang Khaliq, tentunya
setelah mereka menjalankan semua kewajiban yang telah dita'lifkan
kepada mereka, setelah segala upaya telah dilaksanakan dengan sekuat
tenaga dan kemampuannya, setelah segala macam upaya telah
dilaksanakan sebagai bentuk ikhtiyar maka selanjutnya mereka
memasrahkan semuanya kepada Sang penguasa alam.
e. Orang yang mengimani dan mentaati seruan dari Allah SWT
Dalam diri ulul albab tertanam subur keimanan atas semua ajaran
yang diemban oleh nabi agung Muhammad Saw, dengan cara
mempercayai dalam hati semua acaran yang disampaikan beliau dan juga
melaksanakan lewat amalan ibadah sehari-hari dengan harapan mendapat
ridho dari Allah SWT dan akhirnya diberi balasan yang terbaik menurut-
NYA
f. Orang yang selalu ta’zhim paa guru (pendidik) dengan cara merendahkan
diri dan mengagungkannya.
Menghormati dan memulyakan guru adalah syarat mutlak yang
harus tertanam pada masing jiwa seseorang, seorang ulul albab mengerti
betapa berjasanya seorang guru pada dirinya, sehingga tidak layak jika
seseorang berani atau tidak mentaati apa-apa yang menjadi aturan dari
guru, itu semua agar ilmu yang diperoleh dapat berkah dan manfaat, baik
bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
g. Orang yang selalu membentengi dirinya dengan taqwa kepada Allah SWT.
Taqwa merupakan benteng yang kokoh dan kuat yang selalu
dijadikan seorang ulul albab sebagai benteng dalam kehidupannya dengan
71
cara menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangn-
NYA adalah, itulah pokok dari segala tugas manusia di muka bumi ini,
karena secara otomatis ketika seseorang mampu meninggalkan apa-apa
yang dilarang oleh Allah SWT dan menjalankan semua perintahNYA, dia
akan menjadi hamba yang mulia dan menjadi sosok yang muttaqin yang
diidam-idamkan semua orang yang beriman dan akan dibalah oleh Allah
tempat yang terindah di sisiNYA.
Beberapa konsep ulul albab di atas merupakan hal yang sangat penting
yang akan diwujudkan oleh Pendidikan Islam sebagai sebuah tujuan, karena
menurut hemat penulis bahwa tujuan akhir dari Pendidikan Islam adalah
berkaitan dengan penciptaan manusia dimuka bumi ini oleh Allah SWT, yaitu
membentuk pribadi muslim sejati, memiliki kedalaman keilmuan, ketajaman
pemikiran, dan keluasan pandangan, kekuatan iman yang sempurna dan
bertakwa kepada Allah, serta kemampuan berkarya melalui kerja-kerja
kemanusiaan dalam dimensi kehidupan, serta manusia-manusia yang sampai
pada derajat ma’rifatullah yang diberi gelar “khalifatullah fil ardh”.
Dalam konsep yang terdapat pada ulul albab di atas titik akhirnya
adalah supaya menjadi manusia yang sempurna yang selalu menghambakan
diri kepada Allah SWT (abdullah), dan juga bisa berkarya dan bisa memberi
kemanfaatn bagi orang lain, akhirnya menjadi khalifatullah fil ardh yang di
damba masyarakat dan dipuja oleh Tuhannya.
2. Analisis Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi semua
perbuatan atau semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan
pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta keterampilannya
kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkan mereka agar dapat
memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmani maupun rohani.
Disamping itu, pendidikan sering juga diartikan sebagai suatu usaha
manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa ketingkat kedewasaan,
dalam arti sadar dan mampu memikul tanggung jawab atas segala
72
perbuatannya dan mampu berdiri sendiri.4 Tujuan agama Islam adalah
memberi kebahagiaan kepada individu di dunia dan di akhirat dengan
memerintahkan kepadanya untuk tunduk, bertaqwa, dan beribadah dengan
baik kepada Allah.
Pada hakikatnya tujuan dari pendidikan Islam tidak lepas dari dua hal,
yaitu:
a. Terbentuknya kesadaran terhadap hakikat dirinya sebagai abdullah yang
diwajibkan menyembah kepadanya. Melalui kesadaran ini pada akhirnya
dirinya akan berusaha agar potensi dasar keagamaan (fitrah) yang
dimiliki dapat tetap terjaga kesuciannya sampai akhir hayatnya.
Sehingga, hidup dalam keadaan beriman dan meninggalnya juga dalam
keadaan beriman (muslim).
b. Terbentuknya kesadaran akan fungsi dan tugasnya sebagai khalifah Allah
di muka bumi dan selanjutnya dapat diwujudkan dalam kehidupannya
sehari-hari. Melalui kesadaran ini seorang akan termotivasi untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki, meningkatkan sumber daya
manusia, mengelola lingkungannya dengan baik, dan lain-lain.
Dari pemaparan tujuan pendidikan Islam yang telah penulis paparkan
pada bab II,yang di nukil dari beberapa pendapat para ahli pendidikan, maka
penulis dapat menganalisis bahwa sesungguhnya di dalam tujuan pendidikan
Islam mempunyai tiga tahapan, yaitu:
1. Tujuan Umum
Yaitu suatu tujuan yang di usahakan oleh dunia pendidikan untuk
mencapai terwujudnya pribadi yang mampu mewujudkan kepribdian yang
utuh , sehingga mempunyai dasar ketaqwaan yang kuat terrhadap Allah
SWT. Tujuan ini berfungsi sebagai arah yang mana taraf keberhasilannya
dapat diukur, dikarenakan perubahan ini merupakan perubahan sikap bagi
anak didik.
4 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Praktis Dan Teoritis, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2000), hlm. 10
73
Tujuan umum pendidikan Islam sinkron dengan tujuan agama
Islam yaitu berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk, bertaqwa,
dan beribadah dengan baik kepada Allah SWT. Sehingga memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Untuk merealisasikan tujuan
tersebut, Allah mengutus para Rasul untuk menjadi guru dan pendidik
serta menurunkan kitab-kitab samawi.
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul
di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As
Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata,( Q.S. al-Jumu’ah: 2)5
2. Tujuan Khusus
Pada dasarnya tujuan khusus itu merupakan tujuan yang bersifat
relatif dalam arti bahwa tujuan ini adalah gabungan dari pengetahuan,
ketrampilan maupun yang lain, tujuan ini harus memperhatikan segenap
dimensi perkembangan bagi peserta didik baik dalam segi rohaniah,
emosional, sosil, intelektual, maupun fisik asalkan masih berpijak pada
kerangka tujuan umum.
3. Tujuan akhir
Tujuan akhir dalam pendidikan Islam pada dasarnya sesuai
dengan tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai ciptaan Allah, yaitu
menjadi hamba Allah yang bertakwa, mengantarkan subyek didik menjadi
khalifatullah di bumi dan memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat.
Uraian di atas menerangkan tentang tahapan-tahapan tujuan
pendidikan Islam, dari uraian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa pada
intinya dalam tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai adalah membina
5. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya, (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm. 553
74
peserta didik agar mempunyai ketaqwaan yang kokoh supaya mampu
menjalankan fungsinya sebagai abdullah dan khalifah-Nya, sehingga
menjadi manusia yang benar-benar mampu menghadapi tantangan zaman
dengan berbekal ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT, dan akhirnya mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat.
B. Relevansi konsep Ulul albab Q.S Ali-Imran Ayat 190-195 Dengan Tujuan
Pendidikan Islam
Setelah penulis memaparkan tentang konsep yang ada pada ulul albab
dan juga tujuan pendidikan Islam, penulis akan melanjutkan tentang
relevansi antara konsep ulul albab dengan tujuan pendidikan Islam.
Ulul albab dan tujuan pendidikan Islam adalah dua kata yang saling
berhubungan, karena sebenarnya tujuan dari pendidikan Islam adalah suatu
misi yang diemban dan hendak direalisasikan oleh seorang ulul albab melalui
berbagai aktifitas dalam kehidupan yang dijalaninya. Sedangkan ulul albab
adalah merupakan salah satu tujuan akhir dari pendidikan Islam.
Ketidak terpisahan antara ulul albab dengan tujuan pendidikan Islam
memang merupakan suatu hal yang tak bisa dielakkan lagi. Karena sebenarnya
ulul albab itu merupakan salah satu tujuan akhir dari pendidikan Islam.
Sedangkan pendidikan Islam merupakan salah satu misi yang diemban dan
hendak direalisasikan oleh ulul albab melalui berbagai aktivitas dalam
kehidupannya.
Sedangkan bentuk relevansi antara konsep ulul albab yang terdapat
pada Q.S ali-Imran ayat 190-195 dengan tujuan pendidikan Islam sebagi
berikut:
1. Orang yang selalu berzikir kepada Allah kapanpun dan di manapun dia
berada.
Dalam konsep yang ada pada diri ulul albab yang berupa terus
menerusnya mereka mengingat Allah SWT adalah hasil dari terbentuknya
kesadaran terhadap hakikat dirinya sebagai manusia hamba Allah yang
diwajibkan menyembah kepada-NYA. Melalui kesadaran ini pada
75
akhirnya dirinya akan berusaha agar potensi dasar keagamaan (fitrah)
yang dimiliki dapat tetap terjaga kesuciannya sampai akhir hayatnya.
Sehingga, hidup dalam keadaan beriman dan meninggalnya juga dalam
keadaan beriman (muslim), hal ini juga yang menjadi pokok dari tujuan
yang akan dicapai dari Pendidikan Agama Islam
2. Orang yang berusaha menggali ke-Esa-an Tuhannya dengan selalu
memikirkan ciptaan-NYA secara bersungguh-sungguh dan berusaha untuk
mendalaminya
Salah satu dari tujuan pendidikan Islam adalah menumbuhkan
kesadaran ilmiah melalui kegiatan penelitian, baik terhadap kehidupan
manusia, alam maupun kehidupan makhluk Allah diseluruh semesta alam.
Dengan menggali ayat-ayat Allah tentunya akan menambah tunduknya
dan sadarnya mereka akan kedhoifan yang ada pada dirinya.
Sudah dikemukakan pada bab II bahwa seorang ulul albab
mempunyai dorongan yang kuat untuk belajar banyak dan berfikir
mendalam, mencari pengertian yang paling hakiki atau inti yang hanya
dilakukan apabila seseorang itu berfikir secara radikal ke akar-akarnya.
Dari aktifitas itulah orang akan sampai pada tingkat kebijaksanaan.
Firman Allah:
Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (ali-Imran:
7) 6
Di dalam Q.S ali-Imran: 190-195 juga menerangkan bahwa Istilah
ulul albab adalah orang-orang yang mau menggunakan pikirannya,
6Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya, (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm.50
76
mengambil faidah darinya, menggambarkan keagungan Allah SWT dan
mau mengingat hikmah akal dan keutamaannya dalam segala situasi dan
kondisi, mereka juga mau memikirkan tentang kejadian langit dan bumi
beserta rahasia-rahasia dan manfaat-manfaat yang terkandung di dalamnya
yang menunjukkan pada ilmu yang sempurna, hikmah tertinggi dan
kemampuan yang utuh.
Ciri has yang dimiliki seorang ulul albab adalah patuhnya mereka
untuk selalu berfikir dan berdzikir. Dzikir tidak hanya dengan terus
membaca ayat-ayat qauliyah saja, tetapi juga dengan tafakkur terhadap
ayat-ayat tersebut. Dengan bertafakkur itulah, seorang ulul albab berfikir.
Pemahaman terhadap potensi berfikir (tafakkur) yang dimiliki akal
sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya memiliki
hubungan yang sangat erat dengan tujuan pendidikan. Hubungan tersebut
antara lain terdapat dalam rumusan tujuan pendidikan. Benyamin Bloom,
Cs dalam bukunya Taxonomy of educational Objektive (1956) yang
dikutip oleh Nasution, membagi tujuan-tujuan pendidikan dalam tiga ranah
(domain), yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. 7
Dalam ranah kognitif terkandung fungsi mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Fungsi-fungsi
ini erat kaitannya dan sangat relevan dengan fungsi akal pada aspek
berfikir (tafakkur), sedangkan dalam ranah afektif terkandung fungsi
memperhatikan, merespon, menghargai dan mengkaraktersasi. Fungsi ini
juga sangat erat kaitannya dengan fungsi akal pada aspek mengingat
(tafakkur) yang mana sesuai dengan penjelasan yang ada dalam surat ali-
Imran ayat 190-195 yang sudah dijelaskan pada bab di atas.
Sedangkan dalam aspek afektif adalah kecerdasan spiritual atau
emosional, yaitu suatu kemampuan mengelola diri agar dapat diterima oleh
lingkungan sosialnya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
keberhasilan seseorang dimasyarakat ternyata tidak semata-mata
ditentukan oleh prestasi akademik di sekolah, melainkan juga oleh
7 Nasution, Asas-Asas Kurikulum,( Jakarta: Bumi Aksara, 1994),hlm 50
77
kemampuan mengelola diri, yang dilakukan secara terus menerus
berulang-ulang.
Pada ranah psikomotor atau psycho-motor domain diantaranya
meliputi tingkat kegiatan berupa memperlihatkan kemampuan fisik yang
mengandung ketahanan kekuatan, kelenturan, kelincahan dan kecepatan
bereaksi. Hal ini sejalan dengan konsep ulul albab yang mana pada diri
ulul albab tidak cuma kecerdasan intlektualnya saja yang digali tetapi
tindakan untuk mengekspresikan pengetahuannya dengan tindakan nyata
yang semata-mata untuk mencari ridho-NYA.
Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa konsep ulul albab
dan tujuan pendidikan Islam mempunyai relevansi yang sangat kuat dalam
rangka mewujudkan tujuan hidup manusia, yaitu sebagai khalifatullah
yang selalu ta’abud ilallah, yang semua itu dapat diwujudkan melalui
pendidikan dengan cara mengembangkan potensi- potensi yang ada dalam
diri manusia sehingga terbentuk insan kamil.
Dari semua uraian diatas sebenarnya pendidikan Islam diharapkan
dapat menggerakkan pola fikir dan dzikir manusia yang selanjutnya dapat
diwujudkan dalam bentuk amal. Adanya keseimbangan pengembangan
Dzikir, fikir, dan amal inilah yang nantinya dapat menghasilkan
kepribadian sempurna yang diharapkan mampu menjalankan segala misi
kehidupan kekhalifahan sebagaimana yang menjadi amanat Allah dan
tujuan pendidikan Islam.
3. Orang yang tunduk dan memasrahkan jiwa raganya dengan cara beribadah
kepada Allah SWT dengan mengimani dan mentaati seruan dari Allah
SWT. Sebagaimana firman Allah :
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku. (QS. adz-Dzariyat: 56)8
8 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya, (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm.523
78
Berkaitan dengan tugas hidup manusia tersebut, Ahmadi
berpendapat bahwa tujuan diciptakanya manusia oleh Allah terdiri dari:
pertama, tujuan utama penciptaanya ialah agar manusia beribadah kepada-
Nya. Kedua, manusia diciptakan untuk berperan sebagai wakil Tuhan di
muka bumi (khalifatullah fil ardl). Ketiga, manusia diciptakan untuk
membentuk masyarakat, manusia yang saling mengenal hormat-
menghormati dan tolong menolong antar yang satu dengan yang lain
dalam rangka menunaikan tugas kekhalifahannya.9
Manusia tidak akan dapat menanggung beban tugasnya sebagai
khalifah jika dalam dirinya tidak terbentuk perasaan tunduk (ibadah) yang
total kepada Allah. Pendidikan Islam pun mempunyai tujuan agar anak
didik selalu bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT, yang terwujud
dalam kemampuan dan kesadaran diri melaksanakan ibadah.
Ulul albab juga selalu menjaga dan menghidarkan dirinya dari
taghut, yakni setan, berhala dan sesembahan selain Allah SWT. Serta
segala sesuatu yang melampaui batas, kekufuran dan kedzaliman, mereka
hanya tulus menyembah dan beribadah kepada Allah.
Kedudukan manusia dalam sistem penciptaanya adalah sebagai
hamba Allah sekaligus sebagai khalifah di bumi ini. Kedudukan itu
berhubungan dengan peranan yang ideal. Yaitu pola perilaku yang di
dalamnya terkandung hak, kewajiban, dan tugas manusia yang terkait
dengan kedudukannya di hadapan Allah sebagai pencipta. inilah tanda
khas yang membedakan ulul albab dengan ilmuwan, intelektual lainnya.
Ulul albab rajin bangun tengah malam untuk bersujud, ruku’ dihadapan
Allah.
Sebagaimana firman Allah:
9 Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2006 ), hlm. 41
79
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan
berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang yang berakAllah SWT yang dapat menerima
pelajaran.10
Dengan merujuk Firman Allah diatas inilah tanda khas yang
membedakan ulul albab dengan ilmuwan dan intelektual lainnya. Ulul
albab rajin bangun tengah malam untuk bersujud, ruku’ dihadapan Allah.
Dia merintih pada waktu mengajukan segala derita dan segala permohonan
ampunan kepada Allah SWT semata-mata hanya mengharap rahmat-Nya.
Karena telah melembaga keimanan dalam hati sanubarinya ulul albab,
maka akhirnya melahirkan kesadaran dan keikhlasan serta tanggung jawab
untuk mengabdikan diri kepada Allah, seluruh aktivitas hidupnya hanya
semata-mata karena diperuntukkan Allah bukan karena supaya mendapat
prestise dari sesama manusia.
Dengan demikian, manusia diciptakan bukan sekedar untuk hidup
mendiami dunia ini dan kemudian mengalami kematian tanpa adanya
pertanggung jawaban kepada pencipta-Nya, melainkan manusia diciptakan
oleh Allah untuk mengabdi kepada-Nya.
Seorang ulul albab dalam menggali ilmu lebih mementingkan
kemaslahatan masyarakat dan kemajuan peradaban manusia secara merata
bukan untuk kepentingan pribadi. Jadi dalam kesungguhan mencari ilmu
ada dua kegiatan yang dilakukan insan ulul albab yaitu tafakkur dan
tasyakkur. Tafakkur berarti merenungkan ciptaan Allah di langit dan di
bumi, kemudian menangkap hukum-hukum yang terdapat di alam semesta.
Sedangkan Tasyakkur berarti memanfaatkan nikmat dan karunia Allah
dengan menggunakan akal pikiran sehingga kenikmatan makin bertambah.
10
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya, (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm. 459
80
Seorang ulul albab akan selalu bersedia menyampaikan ilmunya
kepada orang lain untuk memperbaiki masyarakatnya, bersedia
memberikan pengertian kepada masyarakat, menegur apabila terjadi
ketimpangan, dan terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidak beresan
di tengah-tengan masyarakat.
4. Orang yang selalu ta’zhim pada guru (pendidik) dengan cara merendahkan
diri dan mengagungkannya.
Pendidikan Islam harus berupaya membangun manusia dan
masyarakat secara utuh dan menyeluruh (insan kamil) dalam semua aspek
kehidupan yang berbudaya dan berperadaban yang tercermin dalam
kehidupan manusia yang bertakwa dan beriman, berpengetahuan dan
berakhlak mulia. Firman Allah:
Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, Maka bertakwalah
kepada Allah Hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-
orang yang beriman. Sesungguhnya Allah Telah menurunkan
peringatan kepadamu, di dunia dan akhirat.11
Dari ayat di atas Nurchalis Madjid menyebut bahwa orang-orang
seperti itu adalah seorang ulama’, dimana ulama’ adalah golongan
masyarakat yang diharapkan mempunyai kemampuan lebih dalam
meresapi ketakwaan dan mempunyai penampilan tingkah laku yang lebih
bermoral, beradab dan berakhlak atau keshalehan individual dan sosial.12
Karakteristik yang ada pada seorang ulul albab itu juga sebagai
puncak atau tujuan akhir dari dzikir adalah dzikir amaliyah. Dzikir ini
secara singkat diaplikasikan dalam taqwa yang sekaligus menjadi akhlak
mulia, hal ini relevan dengan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan
Islam yaitu membina dan memupuk akhlak karimah.
12 Nurchalis Madjid, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya Dalam Pembangunan di
Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 33.
81
5. Menumbuhkan dan mengembangkan ketakwaan kepada Allah,
sebagaimana firman Allah :
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-
benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam.(QS. Ali Imran: 102)13
Dalam QS.at-Thalaq Allah menjelaskan bahwa ulul albab adalah
orang–orang yang tidak diselubungi akal mereka oleh kerancuan, yakni
orang-orang yang beriman. Tidak ada alasan bagi seorang ulul albab untuk
tidak bertaqwa karena sungguh Allah SWT telah menurunkan buat ulul
albab peringatan yang demikian sempurna dan lengkap yakni al-Qur’an.14
Ulul albab juga tidak akan takut kepada siapapun kecuali kepada Allah
SWT, sehingga mereka selalu membentengi dan membekali dirinya
dengan rasa ketaqwaan kepada Tuhannya. Firman Allah :
Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-
Baqarah :197 )15
Dalam QS. At-Thalaq: 10 Allah menerangkan bahwa seorang ulul
albab harus beriman dan bertaqwa kepada Allah karena Allah telah
menurunkan peringatan yaitu Al-Qur’an yang mengingatkan segala
sesuatunya untuk menjadi pegangan dengan mengamalkan dan mematuhi
isinya.16
Orang-orang yang berakal sajalah yang mau mengambil pelajaran
13
. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya, (Bandung: Diponegoro,
2008), hlm. 63 14
M. Quraissh Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm 151-152 15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tarjamahannya, (Bandung: Diponegoro, 2008),
hlm.31 16
Departemen Agama Republik Indonesia,Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid X, (, (Bandung:
Diponegoro, 2004), hlm. 213.
82
pada kaum terdahulu yang di siksa karena mengingkari ajaran-ajaran yang
dibawa Rasulullah SAW. Allah menyeru kepada ulul albab supaya
bertaqwa kepada-Nya karena Dia telah menurunkan A1-Qur’an yang
penuh dengan petunjuk.
Menumbuhkan dan mengembangkan ketakwaan kepada Allah
adalah karakteristik yang dimiliki oleh ulul albab, hal ini sinkron dengan
tujuan pendidikan agama Islam yaitu berusaha mendidik individu mukmin
agar tunduk, bertaqwa, dan beribadah dengan baik kepada Allah. Sehingga
memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mengulas tentang konsep ulul albab dalam Al-Qur’an Q.S
Ali-Imran ayat 190-195 dan relevansinya dengan tujuan Pendidikan Islam
pada bab terdahulu, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Konsep ulul albab yang terdapat pada Q.S Ali Imran ayat 190-195 adalah
orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara
berzikir di manapun dan kapanpun dia berada. Mereka selalu menancapkan
kalimatullah dalam hatinya, di samping itu dia mau menggunakan
kecerdasannya dengan selalu berfikir dan menganalisa ciptaan Allah SWT,
sehingga dengan kegiatan berfikir dan berzikir tersebut mereka mampu
mengambil faidah darinya atas semua keagungan Allah SWT dan mau
mengingat hikmah akal dan keutamaannya dalam segala situasi dan
kondisi. Jelaslah bahwa dalam Q.S Ali Imran ayat 190-195, mengandung
dua hal yang tidak terpisahkan, yaitu zikir dan fikir. Dengan melakukan
dzikir dan fikir, maka sampailah manusia pada suatu kesimpulan bahwa
Allah SWT menciptakan alam ini sarat dengan tujuan dan kemanfaatan
bagi manusia. Selanjutnya mereka memohon kepada Allah SWT supaya
mereka diberi petunjuk dan dihindarkan dari siksa api neraka.
2. Pada dasarnya hakikat tujuan pendidikan Islam diarahkan kepada
pencapaian target yang berkaitan dengan hakikat penciptaan manusia oleh
Allah SWT. Dari sudut pandang ini, hakikat tujuan pendidikan Islam
adalah membentuk kesadaran terhadap hakikat peserta didik sebagai
abdullah yang selalu tunduk dan patuh atas semua aturan-aturan Allah
SWT. Dan terbentuknya kesadaran akan fungsi dan tugasnya sebagai
khalifah Allah di muka bumi dan selanjutnya dapat diwujudkan dalam
kehidupannya sehari-hari. Melalui kesadaran ini seorang akan termotivasi
81
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, meningkatkan sumber daya
manusia, mengelola lingkungannya dengan baik, dan lain-lain.
3. Konsep ulul albab dan tujuan pendidikan Islam merupakan dua kata yang
saling ada keterikatan, karena antara konsep yang ada pada ulul albab
dengan tujuan pendidikan adalah sama-sama bertujuan untuk menjadikan
peserta didik sebagai abdullah yang selalu tunduk menghambakan diri
kepada Allah SWT dengan cara menjalankan semua perintah Allah SWT
dan meninggalkan semua larangannya agar benar-benar tercipta pada diri
peserta didik menjadi manusia yang muttaqin. Disamping secara vertikal
mereka menjadi seorang abdullah yang selalu beribadah, secara horisontal
mereka adalah kholifah fil ardz yang mana mereka harus siap sedia
menjalin persaudaraan antar sesama hidup bersosial dengan masyarakat
luas, yang mana seorang kholifah fil ardz harus mampu mengaplikasikan
pengetahuannya dan mau menyebarkan apa yang mereka miliki, sehingga
ilmu yang mereka miliki tidak untuk diri sendiri tetapi juga untuk
berdakwah li I’lai kalimatillah dan akhirnya menjadi manusia yang di
damba masyarakat dan dipuja oleh Allah SWT sebagai insan yang
sempurna (insan kamil).
Sangat eratnya relevansi antara ulul albab dengan pendidikan Islam seperti
dua arah yang tidak dapat dipisahkan. Kedekatan relevansi ulul albab dengan
tujuan pendidikan Islam disebabkan karena adanya hubungan timbal balik
yang saling mengikat.
B. Saran – saran
Dari hasil kajian yang penulis lakukan pada bab-bab terdahuli, maka
penulis bermaksud memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Dalam suatu lembaga pendidikan Islam seharusnya peserta didik diarahkan
untuk dapat mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya agar dapat
berperan sebagai khalifah yang dapat menggali ayat-ayat kebesaran Allah
SWT tanpa mendiskriminasi antara ilmu umum dan ilmu agama.
82
2. Ketika konsep ulul albab ini dijadikan sebagai tujuan pendidikan Islam
maka diperlukan adanya keseriusan dan kesungguhan dari diri kita, karena
konsep ulul albab ini tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya
usaha yang maksimal.
3. Diharapkan bagi tokoh- tokoh pendidikan, melalui pemaknaan dan
pemahaman konsep ulul albab, dapat dijadikan pondasi dan pijakan dalam
merumuskan tujuan pendidikan Islam yang ideal. Sudah menjadi harga
mati bahwa seorang pendidik harus berusaha menanamkan serta
mengembangkan konsep ulul albab secara maksimal dalam diri peserta
didik, supaya terbentuk sikap yang selalu bertaqwa kepada Allah SWT.
4. Lembaga pendidikan seharusnya tidak hanya menekankan dalam segi
pengetahuan kognitif (intelektual), tetapi harus juga menumbuhkan segi-
segi kualitas psikomotorik dan kesadaran spiritual yang reflektif dalam
kehidupan sehari-hari. Dan Ilmu-ilmu yang dikembangkan harus tidak
mendeskriminasi antara ilmu-ilmu umum dan mampu memenuhi
kebutuhan jasmani dan rohani.
5. Sudah seharusnya bagi pendidik, tidak bosan-bosannya untuk berusaha
menanamkan dan mengembangkan konsep yang ada pada ulul albab
secara maksimal, sehingga akan terbentuk dalam diri jiwa peserta didik
rasa takut kepada Allah dimanapun dia berada. Hal ini sesuai dengan tugas
pendidik sebagaimana diungkapkan oleh al-Ghazali bahwa tugas pendidik
yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta
membawakan hati manusia untuk selalu mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Allah SWT.
C. Penutup
Alhamdulillah satu kalimah yang wajib penulis ikrarkan kepada Dzat
Pencipta alam atas semua kenikmatan yang tiada terhingga, sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya tulis yang sangat sederhana ini, semua ini semata-
mata karena hidayah dan pertolongan-NYA.
83
Penulis sadar atas semua kekurangan yang ada dalam karya ini, dengan
kerendahan hati saran dan kritik konstruktif dari para pembaca sangat penulis
harapkan, agar penulis dapat termotivasi untuk terus berusaha berkaya dan
tentunya lebih giat lagi menutupi segala kekurangan.
Akhirnya penulis mengharapkan ridha Allah dan semoga karya tulis ini
dapat menambah khasanah ilmiah dan bermanfaat bagi penulis pada
khususnya serta bagi pembaca pada umunya. Wallahu a’lam bisshowab.
1
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Abdul Malik, Abdul Karim, Tafsir Al-Azhar Jilid II Singapura: Pustaka
Nasional, 1999
Abduh, Muhammad Tafsir Al-Qur’anul Hakim, Juz IV, Beirut: Darul Fikr, 1973
Abdul Majid dan Dian Andayani (ed), Pendidikan Agama Islam berbasis
Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004
Abdul Wakhid, Ramli , Ulumul Qur’an, Jakarta: Raja Grafindo , 2002
Abu Zahrah, Muhammad Usûl al-Fiqh, Cairo: Dâr al-Fikr al-‘Arabi, 1958
Abuddinata, Tafsir ayat-ayat pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo, 2002
Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2006
Ali, Yunasril Manusia Citra Ilahi,(Jakarta: Paramadina, 1997),hlm.2-3
Al-Hafidz Ibnu Katsir Ad-dimasyqy, Abi Fada’ Tafsir Ibnu Katsir, Juz II, Bairut;
Darul Kutub Ilmiyah,2006
Al-Hafz Ibnu Katsir al-Dimasyqi, Imam Abi Al-Fida’ Tafsir Al-Qur’an al-
Azim.Jilid I Bairud: Dar al Fikr, 1992
Al-Mahally, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-suyutti, Tafsir Jalalain
Berikut Asbab An-nujulnya, Jilid I Bandung,: Sinar Baru, 1990
……….…, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-suyutti, Tafsir Jalalain
Berikut Asbabun Nuzulnya, Jilid II Bandung Sinar Baru,1990
Al- Maraghi, Ahmad, Mushthafa Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid III,
Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993
----------------, Ahmad, Mushthafa Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid IV,
Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993
---------------- Ahmad, Mushthafa Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid XIII,
Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993
---------------- Ahmad, Mushthafa Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid XIV,
Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993
2
---------------- Ahmad, Mushthafa Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Jilid XXIII,
Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1993
Aly, Hery Noer Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999
Aly, Hery Noer dan Munziers, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Insani,
2005
Al-Qattan, Khalil Mabahis fi Ulum al-Qur'an, (Mansurat al-A'sr al-Hadis, 1973
Anwar, Saifuddin, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pelajar Offset, 1998
An-Nahlawi, Abdurrahman Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam,
Bandung: CV. Diponegoro, 1992
Arief, Armai Pengantar Umum dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta:
Ciputat Press, 2002
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam, suatu Tinjauan Teoritis dan praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner Jakarta : Bumi Aksara, 2000
Arifin, Muzayyin Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Asy-Syanawi, Abdul Aziz Keutamaan Shalawat dan Fadholah Amal, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005
Azra Azyumardi, (ed.), Sejarah dan Ulum al-Qur’an: Bunga Rampai, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1999, cet I
Az-Zuhaili, Wahbah Al-Qur’an dan Paradigma Peradaban, Terj. M.Thohir dan
Team Titian Ilahi, Yogyakarta: Dinamika,1996
Baidan, Nashiruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998
Baihaqi AK, Mendidik Anak Dalam Kandungan Menurut Ajaran Pedagogis
Islam,(Jakarta: Darul Ulum Press, 200), Cet.ke-1
Daradjat,Zakiah dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 2001
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, Semarang: CV. AL WAAH,
2006
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid II,
Yogyakarta: PT.Dana Bhakti wakaf UII, 1995
3
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid X,
Yogyakarta: PT.Dana Bhakti wakaf UII, 1995
Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Tarjamahannya,
Bandung: CV diponegoro, 2004
Dewey, John, Democracy and education, New York: Mac Millan Compani, 1964
Djumransjah, Dimensi-dimensi Filsafat Pendidikan Islam, Malang: Kutub Minar,
2005
Donald,F.J. Mc. Educational Psychology, California: Wadsworth Publishing
Company, 1959
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset,1999, Jilid I
Halim Hasan, Ahmad dkk , Tafsir Al-Manar,Jilid IV Bairut; Darul Kutub
Ilmiyah,2005
Haqqi al-Buruswi, Ismail Tafsir Ruh al-Bayan, Juz VII Terj. Syihabuddin,
Bandung: CV. Diponegoro 1997
Harahap, Syahrin, Al-qur’an dan Sekularisasi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994
Harahap, Syahrin Islam Dinamis, (Jakarta: Rajawali, 1986)
Hasan, Muhammad tholhah Islam dan Masalah sumber Daya Manusia, (Jakarta:
lantabora, 2005)
Ibnu Katsir, Al- Imam Abu Fida Isma’il Terjemahan Tafsir Ibn Katsir Juz
2Jakarta: Sinar Baru AL- Gensindo, 2004
Ibnu Katsir Ad-dimasyqy, Abi Fada’ Al-Hafidz Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1,Bairut;
Darul Kutub Ilmiyah,1994
Jalal, Abdul Ulumul Qur’an I, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000
Karnadi dkk, Pedoman Penulisan Skripsi, Tarbiyah Press, 2004
Kementrian Agama RI, Al-qur’an Dan Tafsirnya, Jilid I, Jakarta: Lentera
Abadi,2010
--------------- Agama RI, Al-qur’an Dan Tafsirnya, Jilid II, Jakarta: Lentera
Abadi,2010
--------------- Agama RI, Al-qur’an Dan Tafsirnya, Jilid III, Jakarta: Lentera
Abadi,2010
4
--------------- Agama RI, Al-qur’an Dan Tafsirnya, Jilid VI, Jakarta: Lentera
Abadi,2010
--------------- Agama RI, Al-qur’an Dan Tafsirnya, Jilid VII, Jakarta: Lentera
Abadi,2010
--------------- Agama RI, Al-qur’an Dan Tafsirnya, Jilid VIII, Jakarta: Lentera
Abadi,2010
Langgulung, Hasan Asas-Asas Pendidikan Islam, ( Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1992), cet. II,
Madjid Nurchalis, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya Dalam Pembangunan di
Indonesia,Jakarta: Paramadina, 1997
Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Logos wacana
Ilmu, 1999
Masyhur Amin, M. Masyhur Amin, Moralitas Pembangunan Perspektif Agama-
Agama di Indonesia, Yogyakarta: LKPSM NU DIY, 1994
Ma’arif, Ahmad Syafi’i Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, Bandung:
Mizan, 1995
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Islam, Pemberdayaan, Pengembangan,
kurikulum Hingga redifinisi Islamisasi Ilmu Pengetahuan,( Jakarta:
Nuansa, 2003) hlm 268
Mujib, Abdul Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004
Muhammad bin Jarir at-Thabari, Abi Ja’far Tafsir at-Thabary, Juz 10, Bairud:
Darul Kurub Ilmiyah, 1992) Juz 4, hlm 627
Mutthahhari, Murtadho Perspektif Al-Qur’an Tentang manusia dan Agama
Bandung,Mizan, 1990
M. Yusuf , Kadar, Studi Al qur’an , Jakarta: Amzah, 2009
Nizar, Samsul Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
Jakarta: Ciputat Press, 2002
5
Nasir,Ridwan Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di
Tengah Arus Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta:Tazzafa, 2009
Nasution, Metode Reseach Penelitian Ilmiah, Edisi I, Jakarta: Bumi Aksara,
2001,Cet. IV
Nasution, Asas-Asas Kurikulum,( Jakarta: Bumi Aksara, 1994)
Nata, Abudin Paradigma Pendidikan Islam, Jakarta: Grasindo 2001
Nata, Abudin Tafsir Ayat-Ayat Tarbawi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002
Pusat Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2003
Qardawi,Yusuf Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu Pengetahuan,
Jakarta: Gema Insani,1998
Qurais Shihab, Muhammad, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an, Vol 2 Jakarta: Lentera Hati, 2009
Quthb, Sayyid Tafsir Fidzilalil Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 2008
Rahardjo, M. Dawam, Keluar Dari Kemelut Pendidikan Nasional,: menjawab
tantangan kualitas SDM abad 21. ( Jakarta: Inremesa, 1997).
Rahardjo, M. Dawam Ensiklopedi Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-
Konsep Kunci Jakarta: Paramadina, 2002
Rahardjo, Dawam, Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah
Cendekiawan Muslim, Bandung: Mizan, 1996
Rahmat, Jalaluddin. Islam Alternatif: Ceramah-ceramah di Kampus, Bandung:
Mizan, 1993
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mutiara, 1994, cet. 1
Ridho, Muhammad Rasyid Tafsir al-Qur’an al Karim, Tafsir Al-Manar, Beirut:
Dar al fikr, 1995
Rosyadi, Khoiron Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
6
Supriono, Widodo Ilmu Pendidikan Islam dalam Ismail SM (eds) , Paradigma
Pendidikan Islam Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerja Sama Dengan
Fakultas tsrbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2001
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1995
Suyuti, Ahmad Khutbah Cendekiawan Menjembatani Kesenjangan Intlektualis
Umat, Jakarta: Pustaka Amani, 1996
Tasmara, Toto Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri, Jakarta: Gema
Insani,2000
Thoha, M. Chabib Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1996
Undang-Undang RI No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:
BP. Cipta Jaya, 2003
Sanaky, Hujair AH. Paradigma Pendidikan Islam : Membangun Masyarakat
Madani Indonersia, ( Yogyakarta : Safiria Insania Press, 2003 )
Syari’ati, Ali, Ideologi Kaum Intelektual Suatu Wawasan Islam, Bandung: Mizan,
1994
Tasmara, Toto Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri, Jakarta: Gema
Insani,2000
Thoha, M. Chabib Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1996
Warson, Ahmad al-Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia,
Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1984
W. Al-Hafidz, Ahsin Kamus Ilmu Al-Qur’an Jakarta: Mizan, 2008
Zaini, Syahminan Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta:
Kalam Mulia, 1986, cet.I
Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan Dari al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara,
1991),
http://hukum.kompasiana.com/2010/11/17/gayus-tambunan-mengapa-orang-
pintar-korupsi/ Selasa, 8 Februari 2011, 15:42 WIB
7
http://nasional.vivanews.com/news/read/203567-kronologi-kerusuhan-
temanggung, Selasa, 8 Februari 2011, 15:42 WIB
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Miftahul Ulul
NIM : 73111133
Tempat/ Tanggal Lahir : Demak, 14 Agustus 1982
Alamat Asal : Kampung Poncol RT 02/RW V. Ds. Kenduren
Kec. Wedung, Kab. Demak
Alamat Sekarang : Perum Bank Niaga Tambak Aji Ngaliyan
Semarang
Jenjang Pendidikan :
1. MI Salafiyah lulus tahun 1996
2. MTs. Salafiyah lulus tahun 1999
3. Pesantren lulus tahun 2004
4. IAIN Walisongo Semarang
Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI angkatan tahun 2011
Semarang, Juli 2011
Penulis
Miftahul Ulum
NIM. 73111133