Konsep Nafs Dalam

23
BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Di dalam ayat tersebut terdapat kata anfus jama’ dari kata nafs yang banyak disebut dalam al-Qur’an. Konsep tentang nafs dalam al-Qur’an banyak variasi maknanya. Hal itu disebabkan karena berasal dari bervariasinya makna kata kata nafs itu sendiri dalam sumbernya, yaitu berbagai ayat dalam al-Qur’an. Namun, secara umum dapat dikatakan bahwa nafs dalam konteks pembicaraan manusia, menunjuk kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk. Berdasarkan hal inilah, maka perlu dibahas suatu konsep tentang hakekat manusia yang tertera dalam ayat-ayat al-Qur’an yang berbunyi nafs. Pembahasan tentang nafs sangat menarik untuk dikaji, karena di dalam al- Qur’an cukup banyak menyebutnya. Hal ini menandakan bahwa pribadi manusia atau nafs itu sangat penting untuk dibahas dan dianalisis. Ruh adalah zat murni yang tinggi, hidup dan hakekatnya berbeda dengan tubuh. Tubuh dapat diketahui dengan pancaindra, sedangkan ruh menelusup ke dalam tubuh sebagaimana menyelusupnya air ke dalam bunga, tidal larut dan tidak terpecah-pecah. Untuk memberi kehidupan pada tubuh selama tubuh mampu menerimanya. Sudah lama "kemisteriusan" ruh menjadi perdebatan di kalangan ulama Islam (teolog, filosof dan ahli sufi) yang berusaha menyingkap dan menelanjangi 1

Transcript of Konsep Nafs Dalam

BAB IPendahuluanA. Latar belakangDi dalam ayat tersebut terdapat kataanfus jamadari katanafsyang banyak disebut dalam al-Quran. Konsep tentang nafsdalam al-Quran banyak variasi maknanya. Hal itu disebabkan karena berasal dari bervariasinya makna kata kata nafsitu sendiri dalam sumbernya, yaitu berbagai ayat dalam al-Quran. Namun, secara umum dapat dikatakan bahwanafsdalam konteks pembicaraan manusia, menunjuk kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk. Berdasarkan hal inilah, maka perlu dibahas suatu konsep tentang hakekat manusia yang tertera dalam ayat-ayat al-Quran yang berbunyinafs. Pembahasan tentangnafssangat menarik untuk dikaji, karena di dalam al-Quran cukup banyak menyebutnya. Hal ini menandakan bahwa pribadi manusia ataunafs itu sangat penting untuk dibahas dan dianalisis. Ruh adalah zat murni yangtinggi, hidup dan hakekatnya berbeda dengan tubuh. Tubuh dapat diketahui dengan pancaindra, sedangkan ruh menelusup ke dalam tubuh sebagaimana menyelusupnyaairke dalam bunga, tidal larut dan tidak terpecah-pecah. Untuk memberi kehidupan pada tubuh selama tubuh mampu menerimanya. Sudah lama "kemisteriusan" ruh menjadi perdebatan di kalangan ulama Islam (teolog, filosof dan ahli sufi) yang berusaha menyingkap dan menelanjangi keberadaannya. Mereka mencoba mengupas dan mengulitinya guna mendapatkan kepastian tentang hakekat ruh.

B. Rumusan Masalah1. Apa konsep nafs dan ruh dalam Islam ?2. Apa konsekuensi menyatu dan terjadinya ruh dengan jasad.C. Tujuan 1. Mengetahui pengertian nafs dan ruh.2. Mengetahui konsep nafs dan ruh dalam islam.3. Mengetahui konsekuensi nafs dan ruh dalam islam.

BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian nafs dan ruh

a. Pengertian nafsSecara bahasa dalam kamus al-Munjid,nafs(jamanyanufusdananfus) berarti ruh (roh) danain(diri sendiri). Sedangkan dalam kamus al- Munawir disebutkan bahwa katanafs(jamaknyaanfusdannufus) itu berarti roh dan jiwa, juga berartial-jasad(badan, tubuh),al-sahsh(orang),al-sahsh alinsan(diri orang),al-dzatataualain(diri sendiri). Dalam kitab Lisan al-Arab, Ibnu Manzur menjelaskan bahwa katanafsdalam bahasa Arab digunakan dalam dua pengertian yakninafsdalam pengertian nyawa, dannafsyang mengandung makna keseluruhan dari sesuatu dan hakikatnya menunjuk kepada diri pribadi. Setiap manusia memiliki duanafs,nafsakaldannafsruh. Hilangnya nafs akal menyebabkan manusia tidak dapat berpikir namun ia tetap hidup, ini terlihat ketika manusia dalam keadaan tidur. b. Pengertian ruh Dalam bahasa Arab, kata ruh mempunyai banyak arti. Katauntuk ruh Kata(rih) yang berarti angin Kata(rawh) yang berarti rahmat.Ruh dalam bahasa Arab juga digunakan untuk menyebut jiwa, nyawa, nafas, wahyu, perintah dan rahmat.3Jika kata ruhani dalambahasa Indonesiadigunakan untuk menyebut lawan dari dimensi jasmani, maka dalam bahasa Arab kalimat *

Digunakan untuk menyebut semua jenis makhluk halus yang tidak berjasad, seperti malaikat dan jin.

B. Konsep nafs dan ruh dalam Islama. Konsep nafs dalam Islam Dalam pembahasan ini yang dimaksud nafs adalah makhluk ciptaan Allah yang termasuk makhluk hidup, dan karena itu nafs juga dimatikan (QS:21;35), ciri khusus nafs adalah bernafas, sebagai tanda dari kehidupan dan keberadaannya menyatu dengan unsur fisika kimiawi, dan dari unsur tanah dan air (QS:6;2). Nafs sebagai makhluk Allah diciptakan atau berasal dari nafs wahidah (QS:7;189). Para ahli tasawuf membagi perkembangan jiwa menjadi tiga tingkatan: Tingkat pertama manusia cenderung untuk hanya memenuhi naluri rendahnya yang disebut dengan jiwa hayawaniyah/ kebinatangan (nafs ammarah) berdasar pada surat Yusuf (12) ayat 53. Tingkat kedua, manusia sudah mulai untuk menyadari kesalahan dan dosanya, ketika telah berkenalan dengan petunjuk Ilahi, di sini telah terjadi apa yang disebutnya kebangkitan rohani dalam diri manusia. Pada waktu itu manusia telah memasuki jiwa kemanusiaan, disebut dengan jiwa kemanusiaan (nafs lawwamah) berdasar pada surat al-Qayimah (73) ayat 2. Tingkat ketiga adalah jiwa ketuhanan yang telah masuk dalam kepribadian manusia, disebut jiwa ketuhanan (nafs muthmainnah) berdasar pada surat al-Infithar (89) ayat 27-30. Tingkatan jiwa ini hampir sama dengan konsep psikoanalisanya Freud yaitu Id, Ego, dan Superego.Fazlurrahman menjelaskan terkait dengan tingkatan-tingkatan jiwa bahwa sebaiknya dipahami sebagai keadaan-keadaan, aspek-aspek, watak-watak, atau kecenderungan pribadi manusia yang bersifat psikis (yang berbeda dengan Phisik), yang tidak dipahami sebagai sebuah substansi yang terpisah. Makanafs(jiwa) sebaiknya dipahami sebagai totalitas daya-daya ruhani berikut interaksinya dan aktualisasinya dalam kehidupan manusia.Nafsdalam pengertian ini diasumsikan sebagai gerak imanen (gerak dalam) yang bersifatqalbiyah(ke-hati-an), dan sebagai pusat grativasi manusia, pusat komando yang mengatur seluruh potensi kemanusiaan. Nafs ini berisi impuls-impuls yang berupa rasa sedih, rasa benci, rasa iri hati, yang terkumpul dalam hati. Nafs diciptakan oleh Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan.Secara etimologis, kata hawa bermakna kosong, jauh, sedangkan dari sudut leksiologis kata tersebut bermakna kecenderungan atau kecintaan kepada yang jelek, kecenderungan hati kepada kejelekan. Al-Raghib menambahkan bahwa kecenderungan jiwa pada syahwat disebutal-hawa, karena ia menjatuhkan seseorang akan kehidupan dunia ini ke dalam kecelakaan dan dalam kehidupan akherat ke dalam neraka.Dalam al-Quran dibedakan antararuhdannafs, pada kedua kata itu bukanlah sinonim. Kata ruh disebutkan sebanyak21 kali, antara lain menunjuk arti pembawa wahyu (QS:26;192-195), dan ruh yang membuat hidup manusia (QS:15;126). Sedangkan katanafsdalam al-Quran semua memiliki pengertian dzat secara umum terdiri dari dua unsur material dan immatrial, yang akan mati dan terbunuh (QS: 32;9). Dengan kemutlakan seperti ini, maka katanafsbukanlah sinonim dari kataal-ruh.Adapun Shafii membagai perkembangannafsmenjadi 7 taraf perkembangan, yaitu: 1).nafs nabatiyah(jiwa tumbuhan); 2).nafs alhayawaniyah(jiwa kebinatangan); 3).nafs al-mulhimah(jiwa yang terilhami); 4).nafs al-muthmainnah(jiwa yang tenang tentram); 5).nafs al-radliyah(jiwa yang ridla terhadap Allah); 6).Nafs al-mardliyah(jiwa yang mendapat ridla dari Allah); 7).nafs al-kamilah(jiwa yang sempurna).

b. Konsep Ruh dalam Islam Ibnu Sina (370-428 H/980-1037 M)Ibnu Sina membagi daya jiwa (ruh) menjadi 3 bagian yang masing-masing bagian saling mengikuti, yaitu : Jiwa (ruh) tumbuh-tumbuhan, mencakup daya-daya yang ada pada manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Jiwa ini merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanistik, baik dari aspek melahirkan, tumbuh dan makan. Jiwa (ruh) hewan, mencakup semua daya yang ada pada manusia dan hewan. Ia mendefinisikan ruh ini sebagai sebuah kesempurnaan awal bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik dari satu sisi, serta menangkap berbagai parsialitas dan bergerak karena keinginan.Jiwa (ruh) rasional, mencakup daya-daya khusus pada manusia. Jiwa ini melaksanakan fungsi yang dinisbatkan pada akal. Ibnu Sina mendefinisikannya sebagai kesempurnaan awal bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik, dimana pada satu sisi ia melakukan berbagai perilaku eksistensial berdasarkan ikhtiar pikiran dan kesimpulan ide, namun pada sisi lain ia mempersepsikan semua persoalan yang bersifat universal.

Imam Ghazali (450-505 H/1058-1111 M)Sebagaimana Ibnu Sina, al-Ghazali membagi jiwa menjadi tiga golongan, yaitu: Jiwa nabati(al-nafs al-nabatiyah), yaitu kesempurnaan awal baqgi benda alami yang hidup dari segi makan, minum, tumbuh dan berkembang. Jiwa hewani(al-nafs al-hayawaniyah), yaitu kesempurnaan awal bagi benda alami yang hidup dari segi mengetahui hal-hal yang kecil dan bergerak dengan iradat (kehendak). Jiwa insani(al-nafs al-insaniyah), yaitu kesempurnaan awal bagi benda yang hidupdari segi melakukan perbuatan dengan potensi akal dan pikiran serta dari segi mengetahui hal-hal yang bersifat umum.Ibn Tufail (Awal abad IV/580 H/ 1185 M)Menurut Ibn Tufail, sesungguhnya jiwa yang ada pada manusia dan hewan tergolong sebagai ruh hewani yang berpusat di jantung. Itulah faktor penyebab kehidupan hewan dan manusia beserta seluruh perilakunya. Ruh ini muncul melalui saraf dari jantung ke otak, dan dari otak ke seluruh anggota badan. Dan inilah yang yang menjadi dasar terwujudnya semua aksi anggota badan.Ruh berjumlah satu. Jika ia bekerja dengan mata, maka perilakunya adalah melihat; jika ia bekerja dengan telinga maka perilakunya adalah mendengar; jika dengan hidung maka perilakunya adalah mencium dsb. Meskipun berbagai anggota badan manusia melakukan perilaku khusus yang berbeda dengan yang lain, tetapi semua perilaku bersumber dari satu ruh, dan itulah hakikat zat, dan semua anggota tubuh seperti seperangkat alat".

Ibn Taimiyah ( 661-728 H/1263-1328 M)Ia menyatakan bahwa kataal-ruhjuga digunakan untuk pengertian jiwa (nafs). Ruh yang mengatur badan yang ditinggalkan setelah kematian adalah ruh yang dihembuskan ke dalamnya (badan) dan jiwalah yang meninggalkan badan melalui proses kematian. Ruh yang dicabut pada saat kematian dan saat tidur disebut ruh dan jiwa (nafs). Begitu pula yang diangkat ke langit disebut ruh dan nafs. Ia disebutnafskarena sifatnya yang mengatur badan, dan disebut ruh karena sifat lembutnya. Kata ruh sendiri identik dengan kelembutan, sehingga angin juga disebut ruh. Ibn Taimiyah menyebutkan bahwa kata ruh dan nafs mengandung berbagai pengertian, yaitu: Ruh adalah udara yang keluar masuk badan. Ruh adalah asap yang keluar dari dalam hati dan mengalir di darah. Jiwa (nafs) adalah sesuatu itu sendiri, sebagaimana firman AllahSWT:... Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang ... (QS. al-'An'am, 54). Jiwa (nafs) adalah darah yang berada di dalam tubuh hewan, sebagaimana ucapan ahli fiqih,"Hewan yang memiliki darah yang mengalir dan hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir". Jiwa (nafs) adalah sifat-sifat jiwa yang tercela atau jiwa yang mengikuti keinginannya.Tentang tempat ruh dan nafs di dalam tubuh, Ibn Taimiyah menjelaskan: "Tidak ada tempat khusus ruh di dalam jasad, tetapi ruh mengalir di dalam jasad sebagaimana kehidupan mengalir di dalam seluruh jasad. Sebab, kehidupan membutuhkan adanya ruh. Jika ruh ada di dalam jasad, maka di dalamnya ada kehidupan (nyawa); tetapi jika ruh berpisah dengan jasad, maka ia berpisah dengan nyawa".Ibn Taimiyah menyatakan bahwa jiwa (nafs/ruh) manusia sesungguhnya berjumlah satu, sementaraal-nafs al-ammarah bi al-su', jiwa yang memerintahkan pada keburukan akibat dikalahkan hawa nafsu sehingga melakukan perbuatan maksiat dan dosa,al-nafs al-lawwamah, jiwa yang terkadang melakukan dosa dan terkadang bertobat, karena didalamnya terkandung kebaikan dan keburukan; tetapi j ika ia melakukan keburukan, ia bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Dan dinamakanlawwamah(pencela) karena ia mencela orang yang berbuat dosa, tapi ia sendiri ragu-ragu antara perbuatan baik dan buru, danal-nafs al-mutmainnah, jiwa yang mencintai dan menginginkan kebaikan dan kebajikan serta membenci kejahatan.Ibn Qayyim al-Jauziyah (691-751 H/1292-1350 M)Ibn Qayyim al-Jauziyah Menggunakan istilah ruh dannafsuntuk pengertian yang sama. Nafs (jiwa) adalah substansi yang bersifat nurani'alawi khafif hayy mutaharrikataujismyang mengandung nur, berada di tempat yang tinggi, lembut, hidup dan bersifat dinamis.Jizmini menembus substansi anggota tubuh dan mengalir bagaikan air atau minyak zaitun atau api di dalam kayu bakar. Selama anggota badan dalam keadaan baik untuk menerima pengaruh yang melimpah di atasnya darijismyang lembut ini, maka ia akan tetap membuat jaringan dengan bagian-bagian tubuh. Kemudian pengaruh ini akan memberinya manfaat berupa rasa, gerak dan keinginan. Ibn Qayyim menjelaskan pendapat banyak orang bahwa manusia memiliki tiga jiwa, yaitu nafs mutmainnah, nafs lawwamah dan nafs amarah. Ada orang yang dikalahkan oleh nafs mutmainnah, dan ada yang dikalahkan oleh nafs ammarah.Mereka berargumen dengan firman Allah:Wahai jiwa yang tenang (nafs mutmainnah) ...(QS. Al-Fajr: 27).Aku sungguh-sungguh bersumpah dengan hari kiamat dan aku benar-benar bersumpah dengan jiwa lawwamah(QS. al-Qiyamah: 1-2)Sesungguhnya jiwa itu benar-benar menyuruh kepada keburukan (nafs ammarah)(QS. Yusuf: 53)Ibn Qayyim menjelaskan bahwa sebenarnya jiwa manusia itu satu, tetapi memiliki tiga sifat dan dinamakan dengan sifat yang mendominasinya. Ada jiwa yang disebut mutmainnah (jiwa yang tenang) karena ketenangannya dalam beribadah, ber-mahabbah, ber-inabah, ber-tawakal, serta keridhaannya dan kedamaiannya kepada Allah. Ada jiwa yang bernamanafs lawwamah, karena tidak selalu berada pada satu keadaan dan ia selalu mencela; atau dengan kata lain selalu ragu-ragu, menerima dan mencela secara bergantian. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwanafs lawwamahdinamakan demikian karena orangnya sering mencela. Sedangkannafs ammarahadalah nafsu yang menyuruh kepada keburukan.Jadi, jiwa manusia merupakan satu jiwa yang terdiri dari ammarah, lawwamah dan mutmainnah yang menjadi tujuan kesempurnaan dan kebaikan manusia. Sehingga kemiripan antara pendapat Ibn Qayyim dengan pendapat Ibn Taimiyah tentang tiga sifat jiwa ini.Ibn Qayyim juga menjelaskan dan membagi menjadi tiga kelompok kaum filosof yang terpengaruh oleh ide-ide Plato. Ia menyebutkan tiga jenis cinta pada masing-masing kelompok tersebut, yaitu:1. Jiwa langit yang luhur(nafs samawiyah 'alawiyah)dan cintanya tertuju pada ilmu pengetahuan, perolehan keutamaan dan kesempurnaan yang memungkinkan bagi manusia, dan usaha menjauhi kehinaan.2. Jiwa buas yang penuh angkara murka(nafs sab'iyyah ghadabiyyah)dan cintanya tertuju pada pemaksaan, tirani, keangkuhan di bumi, kesombongan, dan kepemimpinan atas manusia dengan cara yang batil.3. Jiwa kebinatangan yang penuh syahwat(nafs hayawaniyyah shahwaniyyah)dan cintanya tertuju pada makanan, minuman dan seks.Dari konteks pembicaraan Ibn Qayyim ini, dapat dipahami bahwa ketiga macam jiwa ini bukan berdiri sendiri dan bukan pula berarti jiwa yang yang tiga, tetapi ia merupakan tiga daya untuk satu jiwa.C. Konsekuensi menyatu dan terpisahnya ruh dengan jasad

a. Keadaan awal ruh saat penciptaannya,dan keadaan akhirnya

Sejak awal diciptakannya oleh Allah, semua jenis ruh (juga ruh manusia dan para makhluk gaib, dan bahkan iblis) justru "tinggal di surga" (pada penciptaan Adam). Sedang keadaan semua ruh itu masih sangat suci-murni, dan bersih dari dosa, sejak saat awal penciptaannya itu sampai tiap zat makhluk-Nya telah mulai berbuat dosa pertamanya (pada manusia biasanya terjadi di sekitar usia akil baliqnya).Bahwa hakekat tiap makhluk-Nya (termasuk manusia), adalah terletak pada ruhnya. Sehingga segala sesuatu hal yang terkait dengan tiap makhluk-Nya di alam batiniah ruhnya (atau alam akhirat), seperti: pahala, beban dosa, dsb, mestinya terbawa bersama zat ruhnya, sedang tubuh wadahnya hanya sekedar alat-sarana sementara bagi keperluan zat ruhnya selama hidup di alam dunia yang fana ini.Maka hanya zat ruh (tidak beserta tubuh wadahnya), yang akan dikumpulkan dan dipertemukan-Nya dekat di hadapan 'Arsy-Nya dan dihisab-Nya pada Hari Kiamat, kemudian diminta-Nya pertanggung-jawabannya atas segala amal-perbuatannya di dunia. Perwujudan dari segala amal-perbuatan tiap makhluk-Nya sepanjang hidupnya, adalah perubahan keadaan batiniah ruhnya, dari keadaan awalnya yang masih sangat suci-murni di atas, sampai keadaan akhirnya ketika meninggal dunia (sesuai dengan segala amal-perbuatannya). Setelah kematiannya itu, zat ruhnya pasti akan kembali ke hadapan 'Arsy-Nya.Bahwa seluruh amal-perbuatan yang dianjurkan dalam ajaran-ajaran agama-Nya, adalah cara-cara untuk bisa menjaga kesucian, dan juga untuk bisa makin mensucikan ruh. Serta biasa disebut pula, agar manusia bisa "kembali ke fitrahnya yang murni-suci-mulia".

b. Keadaan awal ruh pada kelahiran anak manusia

Di dalam ajaran agama Islam justru tidak dikenal adanya "dosa turunan" dan "anak haram". Setiap anak manusia justru terlahir 'sama' (ruhnya sangat suci-murni dan bersih dari dosa). Tentunya tidak ada seorang bayipun ketika kelahirannya, yang telah menanggung segala beban dosa dari orang-tuanya ataupun semua orang-lainnya. Demikian pula tiap manusia pasti hanya menanggung beban dosa dan mendapat pahala-Nya, dari segala hasil amal-perbuatannya sendiri.Terkait dengan hal di atas, bahwa sejak kelahirannya tiap bayi memang telah mendapat beratnya beban ujian-Nya yang berbeda-beda (lahiriah dan batiniah). Seperti ujian-ujian-Nya yang langsung dialami oleh tiap bayi-bayi yang terlahir: cacat (fisik ataupun mental); miskin keluarganya; tanpa mengenal ayah ataupun ibunya; lingkungan tempat tinggalnya yang penuh dengan segala kemungkaran dsb.Bahwa segala ujian-Nya bagi tiap manusia justru bukan suatu bentukazab, siksaan ataupun hukuman-Nya, atas dosa-dosa yang telah dilakukannya. Bahkan jika makin berat beban ujian-Nya, justru makin ringan beban dosa yang diterimanya atas setiap amal-keburukannya, yang dilakukannya ketika ia sedang mengalami ujian-Nya itu (asalkan dilakukan tanpa disengaja dan tanpa dalam keadaan terpaksa).

c. Terpisahnya ruh dengan jasadMati menurut pengertian secara umum adalah keluarnya Ruh dari jasad, kalau menurut ilmu kedokteran orang baru dikatakan mati jika jantungnya sudah berhenti berdenyut. Mati menurut Al-Quran adalah terpisahnya Ruh dari jasad dan hidup adalah bertemunya Ruh dengan Jasad. Kita mengalami saat terpisahnya Ruh dari jasad sebanyak dua kali dan mengalami pertemuan Ruh dengan jasad sebanyak dua kali pula. Terpisahnya Ruh dari jasad untuk pertama kali adalah ketika kita masih berada dialam Ruh, ini adalah saat mati yang pertama. Seluruh Ruh manusia ketika itu belum memiliki jasad. Allah mengumpulkan mereka dialam Ruh dan berfirman sebagai disebutkan dalam surat Al Araaf 172:Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan), (Al Araaf 172)Selanjutnya Allah menciptakan tubuh manusia berupa janin didalam rahim seorang ibu, ketika usia janin mencapai 120 hari Allah meniupkan Ruh yang tersimpan dialam Ruh itu kedalam Rahim ibu, tiba-tiba janin itu hidup, ditandai dengan mulai berdetaknya jantung janin tersebut. Itulah saat kehidupan manusia yang pertama kali, selanjutnya ia akan lahir kedunia berupa seorang bayi, kemudian tumbuh menjadi anak anak, menjadi remaja, dewasa, dan tua sampai akhirnya datang saat berpisah kembali dengan tubuh tersebut.Ketika sampai waktu yang ditetapkan, Allah akan mengeluarkan Ruh dari jasad. Itulah saat kematian yang kedua kalinya. Allah menyimpan Ruh dialam barzakh, dan jasad akan hancur dikuburkan didalam tanah. Pada hari berbangkit kelak, Allah akan menciptakan jasad yang baru, kemudia Allah meniupkan Ruh yang ada di alam barzakh, masuk dan menyatu dengan tubuh yang baru sebagaimana disebutkan dalam surat Yasin ayat 51: Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. 52- Mereka berkata: Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)? Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya). (Yasin 51-52)Itulah saat kehidupan yang kedua kali, kehidupan yang abadi dan tidak akan adalagi kematian sesudah itu. Pada saat hidup yang kedua kali inilah banyak manusia yang menyesal, karena telah mengabaikan peringatan Allah. Sekarang mereka melihat akibat dari perbuatan mereka selama hidup yang pertama didunia dahulu. Mereka berseru mohon pada Allah agar dizinkan kembali kedunia untuk berbuat amal soleh, berbeda dengan yang telah mereka kerjakan selama ini sebagaimana disebutkan dalam surat As Sajdah ayat 12: Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin. (As Sajudah 12). Itulah proses mati kemudian hidup, selanjutnya mati dan kemudian hidup kembali yang akan dialami oleh semua manusia dalam perjalanan hidupnya yang panjang dan tak terbatas. Proses ini juga disebutkan Allah dalam surat Al Baqaqrah ayat 28: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? (Al Baqarah 28)Demikianlah definisi mati menurut Al-Quran, mati adalah saat terpisahnya Ruh dari Jasad. Kita akan mengalami dua kali kematian dan dua kali hidup. Jasad hanya hidup jika ada Ruh, tanpa Ruh jasad akan mati dan musnah. Berarti yang mengalami kematian dan musnah hanyalah jasad sedangkan Ruh tidak akan pernah mengalami kematian.Pada saat mati yang pertama, jasad belum ada namun Ruh sudah ada dan hidup dialam Ruh. Pada saat hidup yang pertama Ruh dimasukan kedalam jasad , sehingga jasad tersebut bisa hidup. Pada saat mati yang kedua, Ruh dikeluarkan dari jasad , sehingga jasad tersebut mati, namun Ruh tetap hidup dan disimpan dialam barzakh. Jasad yang telah ditinggalkan oleh Ruh akan mati dan musnah ditelan bumi. Pada saat hidup yang kedua, Allah menciptakan jasad yang baru dihari berbangkit, jasad yang baru itu akan hidup setelah Allah memasukan Ruh yang selama ini disimpan dialam barzak kedalam tubuh tersebut. Kehidupan yang kedua ini adalah kehidupan yang abadi, tidak ada lagi kematian atau perpisahan antara Ruh dengan jasad sesudah itu.Kalau kita amati proses hidup dan mati diatas ternyata yang mengalami kematian dan musnah hanyalah jasad, sedangkan Ruh tidak pernah mengalami kematian dan musnah. Ruh tetap hidup selamanya, ia hanya berpindah pindah tempat, mulai dari alam Ruh, alam Dunia, alam Barzakh dan terakhir dialam Akhirat. Pada saat datang kematian pada seseorang yang sedang menjalani kehidupan didunia ini, maka yang mengalami kematian hanyalah jasadnya saja, sedangkan Ruhnya tetap hidup dialam barzakh. Allah mengingatkan hal tersebut dalam surat Al Baqarah ayat 154 : Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu h idup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (Al Baqarah 154)Kematian merupakan sesuatu yang pasti, dan setiap yang bernyawa pasti mengalaminya. Tetapi kematian juga merupakan misteri, tak seorang pun tahu kapan kematian menjemputnya. Ia datang kepada kita tanpa mengenal waktu dan keadaan. Oleh karena itu, janganlah terkelabui oleh badan yang sehat, tubuh yang kekar, tenaga yang kuat, dan usia muda. Janganlah mengira bahwa kematian itu hanya mendekat kepada orang sakit dan orang yang telah beranjut usia. Betapa sering kita melihat atau mendengar kematian yang masih belia, orang yang sehat walafiat atau orang yang sedang menjalankan aktivitas sehari-hari. Tidak ada kata tidak siap dalam mengahadapi kematian, karena ia di luar kehendak kita. Tetapi hendaklah kita mempersiapkan diri sebaik-baiknya sejak dini, sehingga kapanpun kematian itu datang, kita telah memiliki bekal untuk menempuh perjalanan panjang.Perihal kematian, Allah azza wa Jalla berfirman, sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya (Qs ali Imran [3]: 145).Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal yang ditentukan [untuk berbangkit] yang ada pada sisi-Nya [yang Dia sendirilah mengetahuinya], kemudian kamu masih ragu-ragu [tentang berbangkit itu] (Qs al Anam [6]: 2).Tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang ditentukan. Maka, apabila telah tiba waktu [yang ditentukan ] bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak [pula] mendahulukannya (Qs al-Nahl [16]:61).Tidak [dapat] sesuaatu umat pun mendahului ajal mereka, dan tidak [ dapat pula] mereka terlambat [dari ajal itu] (Qs al_muminun [23]:43).Dan sekali-sekali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan [suda ditetapkan] dalam kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhmya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah (Qs Fathir [35] :11).Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhklan kalian sampai pada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang taidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui (Qs Nuh [71]: 4).

BAB IIIPENUTUPKesimpulanDari uraian tersebut disimpulkan bahwa katanafsdalam al-Quran itu menunjuk pada totalitas manusia. Nafsdapat mengandung pengertian jiwa, tetapi juga sekaligus berarti diri, nafs dalam arti jiwa dipahami sebagai totalitas daya-daya ruhani berikut internalisasi dan aktualisasinya dalam kehidupan manusia. Nafs juga berarti pribadi seseorang (person), nafs dapat juga berarti hati yang memberikan komando guna mengatur seluruh potensi manusia, dan nafs juga berarti aku manusia.Kata nafs juga berarti nafsu atau syahwat, namun nafs dalam pengertian nafsu berbeda dengan syahwat yang pejoratif, nafs bersifat netral bisa baik maupun buruk, tetapi pada dasarnya nafs berkecenderungan baik.Nafsjuga diartikan ruh atau nyawa, tapi berbedaal-ruh,nafsmempunyai pengertian umum, bersifat material sekaligus immaterial. Dari konsep nafs inilah para filosof dan ahli tasawuf mengembangkan teori kepribadian manusia dalam perspektif Islam.Dalam filsafat dan tasawuf Islam, di samping istilah ruh danal-nafs, ditemukan juga istilahal-qalbdanal-'aql. Empat istilah ini tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat ibarat kacang dengan kulit arinya.Para ulama di atas hampir semua sepakat bahwa pengertian ruh adalah sama dengannafs(kecuali Abu Hudhail). Hanya saja, ketika mereka berusaha mengupas lebih dalam lagi tentang peran, macam-macam, fungsi ruh dan tujuan penciptaan ruh bagi kehidupan manusia terkesan berbeda. Meskipun perbedaan tersebut amat tipis sekali karena kesemuaan pembahasan diatas saling berkaitan satu dengan yang lainnya yang terkadang pada proses dan fase tertentu mereka mendefinisikannya sama.

KRITIK DAN SARAN Apabila dalam penulisan makalah ini ada kesalahan, saya atas nama pemakalah ini memohon untuk memberikan kritik , saran dan masukan yang bersifat membangun demi menuju kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKAwww.google.com

16