Konsep Dasar Kejang Demam
-
Upload
zuhir-manto -
Category
Documents
-
view
29 -
download
0
description
Transcript of Konsep Dasar Kejang Demam
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu
tubuh ( suhu rectal lebih dari 380 C ) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium ( Mansjoer, 1999 ). Kejang demam atau convulsion adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh ( suhu rectal
lebih diatas 380 C ) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
( Ngastiyah, 1997: 229 ). Kejang demam adalah suatu kondisi saat tubuh
anak sudah dapat menahan serangan demam pada suhu tertentu
( Hardiono, 2004: 11 ). Kejang ( konfulsi ) merupakan akibat dari
pembebasan lostrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral
yang ditandai dengan serangan tiba-tiba terjadi gangguan kesadaran ringan
aktifitas motorik dan atau atas gangguan fenomena sensori ( Doegoes,
2000: 476 ). Menurut pengertian di atas maka dapat disimpulkan kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu lebih
dari 380C yang disebabkan oleh proses ekstrakranium atau akibat dari
pembesaran listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral.
B. Anatomi dan Fisiologi
Penerapan dan proses keperawatan pada pasien dengan masalah
neurologi memerlukan pengetahuan tentang struktur dan fungsi sistem
persarafan. Sistem saraf bekerja sebagai konduktor sistem listrik, saraf
mengaturdan mengendalikan seluruh aktifitas tubuh. Aktifitas dapat
dikelompokkan dalam 4 fungsi berikut: menerima informasi ( stimulus )
dari lingkungan internal dan eksternal melalui jalur sensori ( af-ferent
), menghubungkan informasi yang diterima pada berbagai tingkat
refleks ( medulla spinalis ) dan mengingatkan ( otak yang lebih
tinggi ) untuk menentukan respon yang sesuai dengan situasi,
menghubungkan informasi antara sistem saraf perifer dan pusat,
menyalurkan informasi dengan cepat melalui berbagai jalur motorik
( efferent ) ke organ tubuh. Dalam pembahasan kejang demam ini akan
diuraikan sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer.
1. Saraf Pusat
a. Otak
Otak dibagi menjadi tiga bagian: Serebrum, Batang otak dan
serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut
tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang
berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal,
parietal,temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga
bagian fossa-fossa anterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer:
bagian tengah fosa berisi lobus parietal, temporal dan okspital dan bagian
fossa posterior berisi batang dan medula.
1). Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus Subtansia grisen
terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan Subtansia alba menutupi
dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnyakomposisi subtansia gisea
yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi korteks serebri,
nukleus dan basl ganglia. Subtansia alba terdiri dari sel-sel saraf yang
menghubungkan bagian-bagian otak dengan yang lain.
a) Frontal Lobus terbesar, terletak pada fossa anterior. Area ini
mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri.
b) Parietal lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi
rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur
individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhya.
Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom hemineglect.
c) Temporal brefungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau dan
pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan
daerah ini.
d) Okspital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
Gambar 2.1
Gambar otak terlihat dari luar yang memperlihatkan bagian penting dan lobus
(Brunner, 2002)
2) Batang Otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini
terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Otak tengah
(midbrain atau mesensefalon) menghubungkan pons dan serebelum
dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik
dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di
depan serebelum antara otak tengah dan medula dan merupakan
jembatan antara dua bagian serebelum dan juga antara medula dan
serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik. Medula oblongata
meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke medulla spinalis dan
serabut-serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan serabut-
serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-pusat
terpenting dalam mengontrol jantung, pernafasan dan tekanan darah
dan sebagai asal-usul saraf otak kelima sampai kedelapan.
3) Serebelum
Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer
serebral, lipatan durameter, tentorium serebelum. Serebelum mempunyai
dua aksi yaitu merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang
luas terhadap koordinasi dan gerakkan halus. Ditambah mengontrol
gerakkan yang benar, keseimbangan, posisi dan mengitegrasikan input
sensorik.
Fosa bagian tengah atau diensefalon berisi talmus, hipotalamus dan
kelenjar hipofisis.
1) Talmus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan
aktifitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang
diterima. Semua impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
2) Hipotalamus terletak pada anterior dan inferiro talamus. Berfungsi
mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga
bekerjasama dengan hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan
cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan
vasokonstriksi atau vasolidasi dan mempengaruhi sekresi hormonal
dengan kelenjar hipofisis. Hipotalamus juga sabagai pusat lapar dan
mengontrol berat badan. Sebagai pengatur tidur, tekanan darah,
perilaku agresif dan seksual dan pusat respons emosional ( misal ras
malu, marah, depresi, panik dan takut ).
3) Kelenjar hipofisis dianggap sebagai master kelenjar karena sejumlah
hormon-hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Dengan
hormon-hormonnya hipofisis dapat mengontrol fungsi ginjal, pankreas,
organ-organ lain. Hipofisis merupakan bagian otak yang tiga kali lebih
sering timbul tumor pada orang dewasa, biasanya terdeteksi dengan
tanda dan gejala fisik yang dapat menyebar ke hipofisis.
a. Medulla spinalis
Medulla spinalis merupakan sambungan medulla oblongata yang turun ke
bawah. Di mulai dari foramen magnum dan berakhir pada L 2. Medulla
spinalis menjadi lancip pada daerah thoracic bagian bawah dan membentuk
struktur seperti kerucut yang disebut cones medularis. Medula spinalis
termasuk pusat benda kelabu (badan-badan sel ) dan yang terbentuk huruf H
dikelilingi oleh benda putih yang merupakan jalur ascending dan
descending. Benda kelabu berbentuk kupu-kupu. Bagian depan atau
ventral horn (tanduk ventral ) mengarah ke lambung terdiri dari struktur
neuron multipolar seperti badan sel dendrit yang membentuk neuron
efferent dari akar ventral dan saraf spinal. Tanduk dorsal berisi badan
sel dan sel dendrit dari neuron eferant dan reseptor sensori dari periofer.
Benda kelabu berisi intermucial neuron yang mengirim impuls dari satu
tingkat ketingkat yanglain, dari dorsal ke tanduk ventral dan dari setengah
medula spinalis ke yang lain. Jalur ascenden menyalurkan informasi sensori
dari reseptor pada perifer ke medula spinalis dan otak. Jalur yang
menurun menyalurkan impuls dari otak kepada motor neuron dalam
medulla spinalis (neuron motor atas / upper motor neuron ) atau kepada
sistem saraf perifer ( neuron motor bawah / lower motor neuron ). Medulla
spinalis juga merupakan jalur refleks. Refleks tidak memerlukan penyakuran
( relay ) ke tingkat otak untuk kegiatan dan itu merupakan contoh sirkuit
yang sederhana. Kegiatan refleks, respon motoris yang spesifik stereotive
terhadap stimulus sensori yang adekuat. Respon bisa berbentuk gerakkan
otak skeletal. Refleks hanya melibatkan satu tingkat dari medula spinalis
( refleks segmental ). Salah satu contoh arus refleks yang sederhana ketukan
pada sendi lutut. Cairan cerebro spinalis ( Cerebro Spinalis Fluid /
CSF ) didapati dalam ventrikel otak, di dalam kanalis sentralis medula
spinalis, dan di dalam ruangan-ruangan subarachnoid. Liquor bekerja
sebagai bantalan pada sistem saraf dan menunjang bobot otak. CSf dibuat
pada ventrikel-ventrikel di pleksus khoroideus. Di dalam 24 jam plexux
choridu mensekresi 500 sampai 570 ml CSf.Namun hanya 125 ml sampai
150 ml saja yang bersirkulasi pada setiap saat. Setelah bersirkulasi diseputar
otak dan medula spinalis, cairan kembali ke otak dan diabsorbsi villi.
Kemudian CSF terus masuk ke dalam sistem venous dan mengalir ke vena
jugularis ke vena cafasuperior masuk ke dalam sirkulasi dalam sistemik.
Dalam keadan normal terdapat sampai 8 limfosit / ml dari cairan CSF.
Peningkatan jumlah sel-sel menunjukkan adanya infeksi, seperti
tuberculosis atau infeksi virus. Infeksi oleh bakteri seperti meningitis
tuberculosa menyebabkan berkurangnya kadar gula dan kadar khlorida,
protein cairan CSF meningkat pada penyakit degeneratif dan pada tumor
otak. Terdapatnya darah dalam CSF menunjukkan terjadinya hemoragi pada
salah satu ventrikel. Lihat karakteristik normal dari CSF berikut dibawah ini,
yaitu: BD: 1.007, pH: 7.35 sampai 7.45, chloride: 120 sampai 130
mEq/L, glucose: 50 sampai 80/100ml, tekanan: 50 sampai 200 mm
air,volume total: 80 sampai 200 ml (15 ml dalam ventrikel), total
protein: 15 samopai 45 mg/100 ml ( lumbal ), 10 sampai 15 mg/100 ml
(cisterna), 5 samapi 15 mg/100 ml ( ventrikel ), gamma globulin: 6% sampai
13 % dari total protein. Jumlah sel darah: eritrosit: negatif, lekosit: 0 – 5, 0 -
10 sel-sel ( semua limfosit dan monosit ).
b. sistem saraf perifer
Sistem saraf perifer merupakan seperangkat saluran biasa yang terletak di
luar sistem saraf pusat. Saraf perifer merupakan saraf tunggal, yaitu saraf
motorik, sensorik atau “campuran” ( serabut sensorik dan motorik ). Saraf
perifer terdiri dari 12 pasang saraf kranial, yang membawa impuls dari
neuron ke otak, 31 pasang saraf spinal, yang membawa impuls ke dan dari
medulla spinalis. Tiap saraf spinal memberi penginderaan, bagian-bagian
tersebut dermatomes. Beberapa saraf spinal bersatu dan membuat pleksus-
pleksus/jalinan saraf. Saraf perifer yang menyalurkan informasi ke saraf
pusat ialah aferen dan sensori, saraf perifer yang mengirim informasi dari
pusat saraf disebut eferen atau motorik. Pada sistem saraf perifer motorik dan
sensorik berjalan bersam tapi terpisah ada tingkat medula spinalis masuk
ke bagian anterior atau akar motorik. Sistem saraf perifer dibagi menjadi
sistem saraf somatis dan autonom. Sistem saraf somatis membuat
persarafan pada otot skeletal berserat lintang. Serabut dari yang akan
menghasilkan potensial aksi dan gerakan. Saraf Kepala ( Saraf Otak )
susunan saraf terdapat pada bagian kepala yang ke luar dari otak dan
melewati lubang yang terdapat pada tulang tengkorak berhubungan erat
dengan otot panca indera mata, telinga, hidung, lidah dan kulit. Di dalam
kepala ada 2 saraf kranial, beberapa diantaranya adalah serabut campuran
gabungan saraf motorik dan saraf sensorik tetapi ada yang terdiri dari saraf
motorik dan saraf sensorik saja, misalnya alat-alat panca indera. Saraf kepala
terdiri dari:
a. Nervus Olfaktorius: Sifatnya sensorik menyuplai hidung membawa
rangsangan aroma ( bau-bauan ) dari rongga hidung ke otak. Fungsinya
saraf pembau yang keluar dari otak di bawah dahi yang disebut lobus
olfaktorius, kemudian saraf ini melalui lubang yang ada di dalam tulang
tapis akan menuju rongga hidung selanjutnya menuju sel-sel panca indera.
b. Nervus Optikus: Sifatnya sensoris, mensarafi bola mata membawa
rangsangan penglihatan ke otak.
c. Nervus Mandibularis: Sifatnya majemuk ( sensori dan motoris ), serabut-
serabut motorisnya mensarafi otot-otot pengunyah, serabut-serabut
sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
Serabut rongga mulut dan lidah dapat membawa rangsangan cita rasa ke
otak. Fungsinya sebagai saraf kembar 3 di mana saraf ini merupakan saraf
otak terbesar yang mempunyai 2 buah akar saraf akson menyalurkan neuro
transmitor acetycholin ke sel-sel otot skelet, besar yang mengandung
serabut saraf penggerak. Dan di ujung tulangbelakang yang terkecil
mengandung serabut saraf penggerak. Di ujung tulang karang bagian
perasa membentuksebuah ganglion yang dinamakan simpul saraf serta
meninggalkan rongga tengkorak.
d. Nervus Abdusen: Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya
sebagai saraf penggoyang sisi mata di mana saraf ini keluar di sebelah
bawah jembatan pontis menembus selaput otak sela tursika. Sesudah
sampai di lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.
e. Nervus Fasialis: Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), serabut-serabut
motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir rongga mulut. Di
dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk
wajah dan kulit kepala. Fungsinya: sebagai mimik wajah dan
meghantarkan rasa pengecap, yang mana saraf ini keluar sebelah belakang
dan beriringan dengan saraf pendengar.
f. Nervus Auditorius: Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengar membawa
rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai
saraf perasa, di mana saraf ini keluar dari sumsum penyambung dan
terdapat di bawah saraf lidah tekak.
g. Saraf Assesorius: Sifatnya motoris, ia mensarafi muskulus sternokloide
mastoid dan muskulus trapezius. Fungsinya, sebagai saraf tambahan,
terbagi atas 2 bagaian, bagian yang berasal dari otak dan bagian yang
berasal dari sumsum tulang belakang
h. Nervus Hipoglosus: Sifatnya motoris, ia mensarafi otot-otot lidah.
Fungsinya: sebagai saraf lidah di mana ini terdapat di dalam sumsum
penyambung. Akhirnya bersatu dan melewati lubang yang terdapat di sisi
foramen oksipital. Saraf ini juga memberikan ranting-ranting pada otot
yang melekat pada tulang lidah dan otot lidah.
i. Nervus Vagus: Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi faring, tosil dan
lidah, rangsangan cita rasa.
j. Nervus Vagus: Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi faring, laring,
paru-paru dan esofagus.
k. Nervus Okulomotoris: Sifatnya motorik mensarafi penggerak bola mata
dan mengangkat kelopak mata.
l. Nervus Troklearis: Sifatnya motorik mensarafi mata, memutar mata dan
penggerak mata.
C. Etiologi.
Sebesar 10% – 20% tidak dapat ditemukan etiologinya dan sebaliknya tidak
jarang ditemukan lebih dari satu penyebab kejang pada neonotus.
1. Gangguan vaskuler.
Perdarahan berupa petekia akibat anaksia dan asfiksia yang dapat terjadi
intraserbal atau antraventrikel, sedangkan Perdarahan akibat trauma langsung
yaitu berupa perdarahan di subaraknoidal atau subdural, terjadi
Trombosis, adanya penyakit perdarahan seperti defisiensi vitamin K
Sindrom hiperviskositas disebabkan oleh meningginya jumlah eritrosit dan
dapat diketahui dari peninggian kadar hematokrit. Gejala klinisnya antara
lain pletora, sianosis, letargi dan kejang.
2. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme meliputi Hipokalsemia, hipomagnesia,
hipoglikemia,defisiensi dan ketergantungan akan piridoksin,
aminoasiduria, hiponatremia, hipernatremia, hiperbilirubinemia.
3. Infeksi
Kejang demam disebabkan oleh infeksi meliputi : Meningitis sapsis,
ensefalitis, toksoplasma kongenital, penyakit-penyakit cytomegalic
inclusion,
4. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital meliputi : Porensetali, hidransefali, agnesis ( sebagian
dari otak )
5. Lain-lain
Disebabkan oleh Narcotic withdrawal, neoplasma.
(dr. Rusepto, 2005:1141)
D. Patofisiologi.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan energi yang dapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskular. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadan normal membran sel dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium ( K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+ ) dan eletrolit lainnya, kecuali ion klorida (CL-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrsi Na+ rendah, sedang di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron.Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial
membrane ini dapat diubah oleh: perubahan konsentrasi ion diruang
ekstravaskuler, rangsangan tang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan patofisiologi dari
membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Dalam keadaan demam
kenaikkan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme basal 10-
15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikkan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui
membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita
kejang pada kenaikkan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C sebab anak dengan ambang
kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu mencapai 400C atau lebih. Dari
kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien
menderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya
tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjai
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis lakta disebabkan oleh metabolisme
anaerobic, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot, dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat. Rangkaian kejadian di
atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya keruskan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting dalam gangguan peredaran
darah yang mngakibatkan hipoksia sehingga meninggikanpermeabilitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron
otak. Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian
hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
hingga terjadi epilepsi ( Ngastiyah, 1997)
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak
kebanyakan bersamaan dengan kenaikkan suhu badan yang tinggi dan cepat
yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat misalnya tosilitis,
otitis ade akut, bronkitis, furunkolosis dan lain-lain ( Ngastiyah, 1997:231 ).
Kejang demam dikelompokkan menjadi dua: kejang demam sederhana ( simple
febrile seizure ), kejang demam komplek ( complec febrile seizure ).
1. Kejang demam sederhana.
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun, kejang demam yang
berlangsung singkat, kejang berlangsung kurang dari 15 menit, sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik, klnik, tonik dan klonik, umumnya akan berhenti
sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks.
Kejang demam dengan ciri: kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal
atau parsial satu sisi atau kejang umum didahulai kejang parsial, berulang atau
lebih dari 1 kali dari 24 jam.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali / lebih daalm 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar.
F. Penatalaksanaan.
1. Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien kejang demam ialah resiko
terjadi kerusakkan sel otak akibat kejang, suhu yang meningkat di atas suhu
normal, resiko terjadi bahaya / komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman,
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
a. Risiko terjadi kerusakan sel otak akibat kejang
Setiap kejang menyebabkan kontriksi pembuluh darah sehingga aliran darah
tidak lancar dan mengakibatkan peredaran O2 terganggu. Kekurrangan O2
( anoksia ) pada otak akan mengakibatkan kerusakan sel otak dan dapat terjadi
kelumpuhan sampai retardasi mental bila kerusakannya berat. Jika kejang
hanya sebentar tidak banyak menimbulkan kerusakan, tetapi jika kejang
berlangsung lebih dari 15 menit biasanya berakhir dengan apnea yang akan
menimbulkan kerusakan otak yang makin berat (pada keadaan demam,
kenaikkan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme basal 10-
15%., kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Pada kejang demam yang
berlangsung lama kebutuhan O2 lebih banyak karena selain diperlukan untuk
metabolisme basal diperlukan juga untuk kontraksi otot-otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan
metabolisme anaerobik, disertai hipotensi arterial dan kelainan denyut
jantung yang menyebabkan metabolisme otak meningkat dan
mengakibtakan kerusakan nueron otak selama berlangsungnya kejang.
Oleh karena itu, kejang harus segera dihentikan dan apnea dihindarkan.
b. Suhu yang meningkat di atas normal
Masing-masing pasien mempunyai ambang kejang yang berbeda, tidak
selalu dalam keadaan hipirpireksia tetapi yang jelas bahwa pada kejang
demam selalu didahului kenaikkan suhu sebelum bangkitan kejang
terjadi. Pada anak dengan ambang kejang rendah, bila suhu naik
menjadi 380C atau lebih sedikit saja sudah timbul kejang. Oleh karena
itu, jika sudah diketahui suhu anak di atas normal anak akan menderita
kejang maka setelah diketahui suhu mulai naik di atas normal anak akan
menderita piretrik ( pemberian antipiretik dan petunjuk bahwa anak
menderita kejang demam didapat setelah berobat ke dokter dan biasanya kejang
sudah lebih dari 1 kali ).
c. Risiko terjadi bahaya / komplikasi
Seperti pasien lain yang kejang, akibatnya dapat terjadi perlukaan
misalnya lidah tergigit atau akibat gesekkan dengan gigi; akibat terkena
benda tajam atau keras yang ada disekitar anak, serta dapat juga
terjatuh. Oleh karena itu, setiap anak mendapat serangan kejang harus
ada yang mendampinginya.Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi
dapat terjadi akibat pemberian obat antikonvulsan ( dapat terjadi di rumah
sakit ), misalnya karena kejang tidak segera berheti padahal telah mendapat
fenobarbital kemudian diberikan diazepam maka dapat berakibat apnea. Begitu
pula jika memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat juga dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan. Oleh karena itu, bila
memberikan diazepam IV harus pelan sekali 1 ml selam 1 menit. Jika
keadaan memungkinkan dapat digunakan mikrodip untuk pemberian
diazepam pada bayi.
d. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan ini juga dapat terjadi seperti pasien lain sebagai akibat
penyakitnya sendiri dan tindakan-tindakan pertolongan selama kejang
atau tindakan pengobatan jika di rumah sakit misalnya pungsi lumbal,
pemasangan infus, pengisapan lendir,dan sebagainya. Walupun pasien
ketika kejang tidak sadar perlakuan lemah-lembut dan kasih sayang
perlu dilaksanakan ( misalnya pada waktu mengisap lendir harus dengan
hati-hati sehingga tidak melukai selaput lendir tenggorokan ).
e. Kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit
Pasien kejang tidak di rawat di rumah sakit; kecuali apabila ia menderita
komplikasi atau dalam keadaan status konvulsivus. Jika pasien telah
didiagnosis kejang demam, orangtuanya perlu dijelaskan mengapa anak
dapat kejang terutama yang berhubungan dengan kenaikkan suhu tubuh, kenaikkan
suhu tubuh tersebut disebabkan oleh infeksi. Orangtua perlu
diajari bagaimana cara menolong pada saat anak kejang ( tidak boleh
panik ) dan yang penting adalah mencegah jangan sampai timbul
kejang. Yang perlu dijelaskan adalah : harus selalu tersedia obat penurun panas
yang didapatkan atas resep dokter yang telah mengandung antikonvulsan,
agar anak segera diberikan obat antipiretik bila orangtua
mengetahui anak mulai demam ( jangan menunggu suhu meningkat
lagi) dan pemberian obat diteruskan sampai suhu sudah turun selama 24 jam
berikutnya, jika terjadi kejang, anak harus dibaringkan di tempat
yang rata, kepalanya dimiringkan, apabila terjadi kejang berulang atau
kejang terlalu lama walapun telah diberikan obat, segera bawa pasien
tersebut ke rumah sakit karena hanya rumah sakit yang dapat
memberikan pertolongan pada pasien yang menderita status kovulsivus,
apabila orangtua telah diberi obat persediaan diazepam rektal berikan
petunjuk cara meberikannya, yaitu ujung rektiol yang akan dimasukkan
ke dalam anus dioles pakai minyak sayur atau vaselin kemudian
dimasukkan ke dalam anus sambil dipencet sampai habis ( tetapi dengan
pelan-pelan memencetnya ) setelah kosong dan masih dipencet rektiol
dicabut kemudian anus dirapatkan ( jika tidak sambil masih dipencet
retktiol dicabut sebagian isinya akan ikut terisap kembali ), beritahukan
orangtua jika anak akan mendapatkan immunisasi agar memberitahukan
2. Non Keperawatan.
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu
dikerjakan, yaitu: memberantas kejang secepat mungkin, pengobatan
penunjang, memberikan pengobatan rumat, dan mencari dan mengobati
penyebab.
a. Memberantas kejang secepat mungkin.
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus, obat pilihan utama
adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Keampuhan diazepam yang
diberikan secara intravena ini tidak perlu dipersoalkan lagi karena
keberhasilan untuk menekan kejang sekitar 80 – 90%. Efek terapeutiknya
sangat cepat, yaitu kira-kira 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang
serius hampir tidak dijumpai apabila diberikan secara perlahan dan dosis tidak
melebihi 50 mg per suntikan. Dosis sesuai dengan berat badan; kurang dari 10
kg 0,5 – 0,75 mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg, dan di atas 20 kg
0,5 mg/kgBB. Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg/kgBB/kali dengan
maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada
anak yang lebih besar .
Setelah suntikan pertama secara intravena ditunggu selama 15 menit, bila
masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
intravena. Setelah 15 menit suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan
ketiga dengan dosis sama akan tetapi pemberiannya secara intramuskular;
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan
fenobarbital atau paraldehid 4% secara intravena. Akibat samping
diazepam adalah mengantuk, hipotensi, penekanan
pusat pernafasan, laringospasme dan henti jantung.
b. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak dilupakan perlunya pengobatan
penunjang.Semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring
untukmencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk
menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakuakn intubasi atau traketomi,
pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. Fungsi
vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung
diawasi secara ketat. Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan monitoring
untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Bila terdapat tekanan intrakranial yang
meninggi jangan diberikan cairan degan kadar natrium yang terlalu tinggi. Jika
suhu meningkat sampai hiperpireksia dilakukan hibernasi dengan kompres alkohol
dan Obat untuk hibernasi adalah klorpromazin 2 – 4 mg/kg/BB/hari dibagi
dalam 3 dosis; prometazon 4 – 6 mg/kg/BB/hari dibagi 3 dosis secara
suntikan.Untuk mencegah edema otak diberikan kortikosteroid dengan dosis 20 –
30 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukortikoid
misalnya deksametazon 0,5 – 1 ampul setiap 6 jam sampai keadan
membaik.
c. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja
diazepam sangat singkat, yaitu berkisar antara 45 – 60 menit sesudah
disuntikan; oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik dengan
daya kerja lebih lama misalnya fenobarbital atau defenilhidation.
Fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti dengan
diazepam. Dosis awal pada neonotus 30 mg; umur 1 bulan sampai 1
tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg dan cara memberikannya
intramuskuler. Sesudah itu fenobarbital diberikan sebagai dosis rumat.
Karena metabolisme di dalam tubuh per lahan pada anak cukup
diberikan dalam 2 dosis sehari dan kadar maksimal dalam darah
terdapat setelah 4 jam. Untuk mencapai kadar terapeutik secepat
mungkin diperlukan dosis yang lebih tinggi dari pada biasa. Dengan
dosis ganda 8 – 10 mg/kgBB/hari, kadar 10-20 mg/ml ialah kadar
efektif dalam darah tercapai dalam 48 – 72 jam. Di sub bagian anak
RSCM fenobarbital sebagai dosis “maintenance” diberikan setelah dosis
awal sebanyak 8 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis untuk hari
pertama dan kedua, diteruskan untuk hari berikutnya dengan dosis biasa
4 – 5 mg/kgBB sehari dibagi dalam 2 dosis. Selama keadaan belum
memungkinkan antikovulsan diberikan secara suntikan dan bila telah
membaik diteruskan secara oral.
d. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi
oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis
media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati
penyakit tersebut.
Secara akedemis pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali
sebaliknya dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Pada pasien
yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti pungsi
lumbal, darah lengkap, gula darah, kalium, magnesium,
kalsium,natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak,
EEG, ensefalografi dan lain-lain.
G. Komplikasi
1. Kerusakkan neurotransmiter.
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel ataupun ke membran sel yang menyebabkan kerusakkan pada
neuron.
2. Epilepsi.
Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
3. Kelainan anatomis di otak.
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan di
otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4 bulan sampai 5
tahun.
4. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena kejang yang disertai
demam.
5. Kemungkinan mengalami kematian.
( PP.IDAI, 2005: 6
4
I. Pathways Keperawatan
P e n in g k a ta n su h u tu b u h (d e m a m )
P e n in g k a ta n m e ta b o lism e b a sa l 1 0 - 1 5 %
P e n in g k a ta n k e b u tu h a n o k sig e n 2 0 %
P a d a a n a k ± 3 ta h u n
S irk u la sa i k e o ta k 6 5 %
P e ru b a h a n k e se im b a n g a n d a
ri m e m b ra n e s e l n e u tro n
d ifu si io n K + d a n N a +
L e p a s m u a ta n listrik y a n g b e sa r K e ja n g
N e u ro tra n sm itte r
M e lu a s k e se lu ru h tu b u h
K e ja n g d e m a m
P e n u ru n a n K e ru s a k a n le b ih D a ri 1 5 m e n it K e le m a h a n K u ra n g in fo rm a si
K o n d isi tu b u h n e u ro tra n sm itte r te n ta n g p e n y a k itn y a
R a w a t in a p R S O b stru k si tra k e o b p e n in g k a ta n a k tifita s k e su lita n K u ra n g
ra k ia l k e ru s a k a n o to t k e se im b a n g a n p e n g e ta h u a n
p e rs e p s i / k o g n itif
P e s u h u
H o sp ita lisa i t u b u h = d e m a m k e te rb a ta sa n k o g n itif /N a fa s t i d a k p e ru b a h a n k e sa d a ra n
e f e k t i f
C e m a s p a d a K e h ila n g a n k o o rd in a si
a n a k O to t b e sa r & k e c il
R e sti tra u m a / p e n g h e n tia n
( S u m b e r: N g a stiy a h , 1 9 9 7 )
35