KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G...

118
PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DALAM RANGKA PELAKSANAAN KEDAULATAN RAKYAT DI INDONESIA (Analisis Yuridis Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : TIGOR EINSTEIN NIM:109048000031 KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/2014 M

Transcript of KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G...

Page 1: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DALAM RANGKA

PELAKSANAAN KEDAULATAN RAKYAT DI INDONESIA

(Analisis Yuridis Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden

dan Wakil Presiden)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

TIGOR EINSTEIN

NIM:109048000031

KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1435 H/2014 M

Page 2: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

i

Page 3: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

ii

Page 4: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

iii

Page 5: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

iv

ABSTRAK

Tigor Einstein. NIM 109048000031. PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL

PRESIDEN DALAM RANGKA PELAKSANAAN KEDAULATAN RAKYAT DI

INDONESIA (Analisis Yuridis Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi

Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1434 H / 2013 M. x + 73 halaman + halaman

lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden di Indonesia yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun

2008, serta untuk mengetahui apakah UU Nomor 42 Tahun 2008 telah sesuai dengan

UUD 1945. Pada penelitian ini penulis memilih objek penelitian yaitu Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan

sistem studi pustaka, serta menggunakan bahan-bahan lainnya seperti makalah,

jurnal, dan sumber dari internet.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mekanisme pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden secara Langsung yang diatur didalam UU Nomor 42 Tahun 2008

masih bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945, karena dalam Pembukaan UUD

1945 dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan

Permusyawaratan-Perwakilan. Serta untuk masalah Calon Presiden dan Wakil

Presiden harus dari Partai Politik jika dikaitkan dengan pasal 27 ayat (1) dan pasal

28D ayat (3) UUD 1945, karena calon presiden dan wakil Presiden hanya dari parpol,

merupakan bentuk ketidakadilan bagi masyarakat tidak berpartai. Oleh karena itu

karena penulis merasa ada ketidaksesuaian antara Pembukaan UUD 1945 dan Batang

Tubuh UUD 1945, maka sebaiknya MPR bersidang untuk menetapkan UUD yang

sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita Bangsa Indonesia. Setelah itu Presiden

bersama DPR membentuk kembali Undang-Undang dan Peraturan dibawahnya

berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita Bangsa Indonesia

Kata kunci: Kedaulatan Rakyat, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008.

Pembimbing : JM. Muslimin, MA. Ph.D

Daftar Pustaka : Tahun 1956 s.d. Tahun 2012

Page 6: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Allahmdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan limpahan rahmat dan nikmatnya, sehingga pada akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “PEMILIHAN PRESIDEN DAN

WAKIL PRESIDEN DALAM RANGKA PELAKSANAAN KEDAULATAN

RAKYAT DI INDONESIA (Analisis Yuridis Undang-Undang Nomor 42 Tahun

2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden)” ini merupakan salah satu

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penulisan ini, penulis banyak sekali mendapat bimbingan,

bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. K.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Selaku

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Drs. Abu Tamrin, SH,

M.Hum. Selaku Kepala dan Sekretaris Prodi Ilmu Hukum yang sudah

memberikan luang waktu, saran dan masukan terhadap kelancaran proses

penyusunan skripsi ini.

Page 7: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

vi

3. Bapak JM. Muslimin, MA. Ph.D. selaku dosen Pembimbing yang

dengan sabar telah memberikan arahan dan masukan serta bimbingan

terhadap proses penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dedy Nursamsi, SH. M. Hum dan Bapak Ismail Hasani, SH. MH

yang telah bersedia untuk menguji skripsi ini dan memberikan masukan

untuk menyempurnakan skripsi ini.

5. Kedua orang tuaku ayahanda Thomas Sinaga dan Ibunda Nuri

Rochmawati yang ku sayangi dan ku hormati, terimakasih tak terhinga

atas kasih sayang, do’a, bimbingan, nasehat, materi serta segala yang

telah diberikan untuk ananda.

6. Seluruh sahabat-sahabat prodi Ilmu Hukum yang baik hati, khususnya

prodi Ilmu Hukum angkatan 2009 terimakasih yang tak terhingga yang

sudah membantu dan memotivasi penulis.

7. Seluruh kawan-kawan yang tak dapat satu persatu disebutkan namanya,

yang telah banyak memberi masukan, dorongan, dan bantuan sampai

selesainya skripsi ini.

8. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta

membalas kebaikan mereka (Amien).

Page 8: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

vii

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi

penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat

bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr, Wb.

Jakarta, 9 Januari 2014

Penulis,

Tigor Einstein

Page 9: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

viii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .......................................................................ii

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................iii

ABSTRAK...................................................................................................................iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................................v

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….....viii

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah......................................................................1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah.....................................................7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................8

D. Metode Penelitian................................................................................9

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu................................................13

F. Sistematika Penelitian........................................................................14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEDAULATAN RAKYAT, PARTAI

POLITIK, DAN PEMILIHAN UMUM.....................................................15

A. Kedaulatan Rakyat.............................................................................15

B. Partai Politik......................................................................................26

Page 10: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

ix

C. Pemilihan Umum...............................................................................36

BAB III PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008.....................................44

A. Persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden...............................44

B. Mekanisme Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008................................48

BAB IV ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TERHADAP

PRINSIP KEDAULATAN RAKYAT YANG TERMAKTUB DI

DALAM UNDANG-UNDANG DASAR 1945…………...........................55

A. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung Melalui

Pemilu………………………………………………………............55

B. Calon Presiden dan Wakil Presiden dan Wakil Presiden Independen

dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.................................66

BAB V PENUTUP....................................................................................................70

A. Kesimpulan........................................................................................70

B. Saran..................................................................................................71

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................73

Page 11: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-VII/2009

Page 12: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring berayunnya bandul sejarah, sejak proklamasi kemerdekaan

Negara Republik Indonesia dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945

hingga sekarang, bangsa Indonesia ternyata telah mengenal lima konstitusi,

yaitu: Konstitusi Pertama, adalah Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Konstitusi Kedua, adalah Konstitusi

(Sementara) Repubik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) tahun 1949, buah

dari Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tanggal 27 Desember 1949.

Konstitusi Ketiga, adalah Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) tahun

1950 yang ditetapkan tanggal 15 Agustus 1950, dengan Undang-undang

nomor 7 tahun 1950. Konstitusi Keempat, sama dengan konstitusi pertama

yang berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan nuansa spirit Piagam

Djakarta. Konstitusi Kelima, Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang telah diubah empat kali, tahun 1999 sampai

2002.1

Kekecewaan yang mendalam terhadap pemerintahan yang dianggap

sangat otoriter mendorong terjadinya reformasi disegala bidang, termasuk

perubahan UUD 1945. Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik

1 Taufiqurrohman Syahuri,Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum(Jakarta: Kencana,

2011), h. v-vi.

Page 13: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

2

Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) memberikan landasan yang

kuat bagi bangsa untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara,

terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan demokrasi dan

hak-hak asasi manusia sesuai harapan rakyat dan semangat reformasi.2

Perubahan UUD 1945 pun telah membawa dampak yang besar terhadap

perubahan sistem hukum dan perundang-undangan yang berhubungan erat

dengan masalah kenegaraan.3

UUD 1945 saat ini telah mengalami perubahan secara mendasar.

Dikatakan mendasar bukan saja karena adanya penambahan secara signifikan

dalam jumlah ketentuannya (bab, pasal, ayat) maupun diadopsinya lembaga-

lembaga negara baru melainkan memang ada hal fundamental yang berubah

sehingga membawa dampak sistemik.4Perubahan itu telah melahirkan

konstitusi yang baru meskipun tetap dinamakan sebagai UUD NRI Tahun

1945. Pokok-pokok pikiran yang terkandung didalam rumusan pasal-pasal

UUD NRI tahun 1945 benar-benar berbeda dari pokok pikiran yang

terkandung dalam naskah asli UUD NRI Tahun 1945 yang pertama kali

disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.5

2 Majelis Permusyawaratan Rakyat, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia (Jakarta: Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia, 2012), h. xvii.

3 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan (1): Jenis, Fungsi ,

Materi Muatan (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 1-2.

4 I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint):

Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional (Jakarta: Sinar Grafika,

2013), h. 492-493.

Page 14: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

3

Perubahan UUD NRI Tahun 1945 berdampak pada perubahan

kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. Kedudukan MPR tidak lagi sebagai

lembaga yang memegang dan melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat,

karena kedaulatan rakyat pasca perubahan konstitusi dilaksanakan menurut

UUD NRI Tahun 1945. Kedudukan MPR, seperti halnya lembaga-lembaga

negara lain, tergantung pada wewenang, tugas, dan fungsi yang diberikan

oleh UUD NRI Tahun 1945. Perubahan kedudukan MPR tersebut juga

berimplikasi pada hilangnya wewenang MPR untuk membentuk Ketetapan

MPR yang bersifat megatur keluar, seperti Garis-Garis Besar Haluan

Negara.6Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memilih Presiden dan

Wakil Presiden-pun hilang.

Sejak tumbangnya Orde Baru pada 1998, Indonesia telah menempuh

jalan demokrasi.7 Pengertian dan pelaksanaan demokrasi bagi rakyat

Indonesia tidak merupakan soal baru.8 Di dalam UUD NRI Tahun 1945

Amandemen tidak menjelaskan satupun didalam klausul-klausulnya tentang

Lembaga Negara yang menjalankan kedaulatan rakyat tersebut, sehingga

pelaksanaan kedaulatan rakyat itu dijalankan dengan pemilu yang dilakukan

oleh rakyat secara langsung tanpa perlu dilembagakan. Indonesia sejak

digulirkannya reformasi kembali menggunakan demokrasi (pemilu) secara

5 Majelis Permusyawaratan Rakyat, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, h. xix.

6 Ibid., h. xix-xx.

7 AE Priyono, dkk, Menjadikan Demokrasi Bermakna: Masalah dan Pilihan di

Indonesia (Jakarta: Demos, 2007), h. 43.

8 Soepardo, dkk, Manusia Dan Masyarakat Baru Indonesia: Civics (Jakarta:

Departemen P. P. Dan K., 1960), h. 81.

Page 15: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

4

langsung dalam mengangkat orang-orang yang akan menjabat didalam

lembaga-lembaga Negara yang ada di Negara Republik Indonesia, termasuk

Presiden dan Wakil Presiden.

Bagi sejumlah Negara yang menerapkan atau mengklaim diri sebagai

Negara demokrasi, pemilu memang dianggap sebagai lambing sekaligus

tolok ukur utama dan pertama demokrasi.9 Partai politik mempunyai posisi

(status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap demokrasi.Partai

memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses

pemerintahan dengan warga Negara. Bahkan banyak yang berpendapat

bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi.10

Demokrasi digamabarkan oleh Aristoteles ialah “… landasan

demokratis adalah kebebasan; yang menurut pendapat orang pada umumnya,

hanya dapat dinikmati dalam Negara semacam itu, hal ini diakui sebagai

tujuan utama setiap demokrasi. Salah satu prinsip kebebasan ialah setiap

orang secara bergantian wajib memerintah dan diperintah, dan memang

keadilan demokratis merupakan penerapan persamaan jumlah bukan

proporsi, dari situ disimpulkan bahwa mayoritas harus memiliki kekuasaan

tertinggi, dan apa pun yang disetujui oleh mayoritas harus menjadi tujuan dan

adil. Setiap warga Negara, dikatakan, harus mempunyai persamaan, dan oleh

karenanya dalam sebuah demokrasi, kaum miskin mempunyai kekuasaan

lebih banyak daripada kaum kaya, karena jumlah mereka lebih besar, dan

9Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

UUD 1945 (Jakarta: Kencana, 2010), h. 329.

10

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jakarta: Rajawali Pers,

2009), h. 401.

Page 16: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

5

kehendak mayoritaslah yang paling tinggi. Oleh karena itu hal ini merupakan

salah satu sifat kebebasan yang dianut oleh kaum democrat sebagai perinsip

Negara mereka.”11

Untuk memahami pelaksanaan kedaulatan rakyat di Indonesia ini, baik

sebelum UUD 1945 di amandemen maupun sesudah UUD 1945

diamandemen, ada baiknya perkataan Prof. Soepomo yang juga menjadi

penjelasan didalam UUD 1945 menjadi acuan, yaitu, “Memang untuk

menyelidiki hokum dasar (droit constitutionnel) satu Negara, tidak cukup

hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya (loi

constitutionelle) saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana

prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichen Hintergrund)

dari Undang-Undang Dasar itu.”

Indonesia mengalami banyak perubahan kedaulatan dan pelaksanaan

kedaulatan tersebut beriringan dengan konstitusi yang berlaku. Bahkan

fenomena yang sekarang terjadi ialah kedaulatan rakyat yang diatur dalam

UUD 1945 Amandemen, makin lama kedaulatan rakyat tersebut malah

cenderung bergeser atau berubah menjadi kedaulatan parpol.

Perkembangan menunjukan, dalam industri politik harga demokrasi

ternyata sangat mahal. Butuh modal banyak kalau ingin investasi dalam pasar

demokrasi.12

Pada pemilu tahun 2004, beberapa partai politik mengeluarkan

dana cukup besar untuk belanja iklan. Berdasarkan pemantauan Transparancy

11

Diane Ravitch dan Abigail Thernstrom, Demokrasi: Klasik dan Modern (Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 13.

12

Ruslan Ismail Mage, Industri Politik: Strategi Investasi Politik Dalam Pasar

Demokrasi, (Jakarta: RMBOOKS, 2009), h. xii.

Page 17: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

6

International (TI), Indonesia selama pekan pertama kampanye di 15 persen

daerah pemilihan, tercatat PDIP mengeluarkan dana kampanye terbanyak

sebesar Rp. 3,6 miliar. Nilai ini masih ditambah dengan dengan biaya iklan di

televisi yang biaya penayangannya saja hingga minggu kedua kampanye

mencapai Rp. 7 miliar. Dibelakangnya menyusul PAN dengan Rp. 1,9 miliar,

PPP Rp. 1,8 miliar, PKB Rp. 1,4 miliar, PKS Rp. 1,3 miliar, Golkar Rp. 867

Juta, serta PBB Rp. 284 juta.13

Selain itu, dari beberapa liputan media

menjelaskan, untuk menjadi caleg di kabupaten/ kota, harus menyiapkan dana

75 sampai 100 juta, untuk caleg tingkat satu di Provinsi 150 sampai 300 juta,

untuk caleg DPR RI 500 juta sampai 1 miliar. Lebih mengejutkan lagi, untuk

pilkada menurut hitungan Asro Kamal Rokan harus mengeluarkan 30 miliar

untuk satu pasangan, untuk gubernur pasti lebih besar lagi. Jika rata-rata

setiap calon bupati dan walikota mengeluarkan sekitar 30 miliar, maka uang

tidak produktif yang beredar didalam 483 pilkada seluruh indonesia sekitar

14,4 triliun. Sedang untuk 33 provinsi jika rata-rata 75 miliar lebih, maka

uang tidak produktif bertebar sekitar 2,4 triliun rupiah.14

Maka tak heranlah,

jika setiap calon yang berhasil menduduki jabatan yang diincarnya berusaha

untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkannya dan mencari modal

kembali untuk persiapan pemilu periode berikutnya lewat jalan korupsi.

Selain itu, para elit yang terlibat masalah korupsi uang negara dan uang

rakyat – sudah jelas-jelas dengan bukti nyata – berhasil lolos melarikan diri

malahan menduduki jabatan penting. Bahkan, sibuk menyiapkan diri untuk

13

Ibid., h. 116.

14

Ibid., h. 168.

Page 18: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

7

berlaga dalam komedi capres mendatang untuk menyelamatkan diri sendiri.15

Oleh karena masalah itulah, penulis menulis skripsi ini dengan judul yaitu:

“PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DALAM RANGKA

PELAKSANAAN KEDAULATAN RAKYAT DI INDONESIA (Analisis

Yuridis Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden

Dan Wakil Presiden).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tidak membahas persoalan

seluruh pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang pernah dilaksanakan di

Indonesia, penulis hanya memfokuskan penelitian pada pelaksanaan

kedaulatan rakyat di Indonesia dalam hal memilih Presiden dan Wakil

Presiden pada era reformasi yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 42

Tahun 2008.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah yang akan dihasilkan

ialah:

a) Bagaimana mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di

Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun

2008?

15

Adhie M. Massardi, dkk, Pilpres Abal-Abal Republik Amburadul (Jakarta:

Republika Penerbit, 2011), h. xiii.

Page 19: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

8

b) Apakah pemilihan presiden yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 42 tahun 2008 telah sesuai dengan prinsip Kedaulatan Rakyat

yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945?

C. Tujuan dan manfaat penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini ialah:

a) Untuk mengetahui mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42

Tahun 2008.

b) Untuk mengetahui keselarasan pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008

dengan prinsip Kedalatan Rakyat yang termaktub di dalam Undang-

Undang Dasar 1945.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

a. Manfaat akademis

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu hokum

khususnya ilmu hukum kelembagaan Negara.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan

pemasukan bagi pejabat-pejabat di lembaga-lembaga Negara dalam

Page 20: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

9

menetapkan hukum untuk membangun kehidupan berbangsa dan

bernegara.

c. Manfaat untuk masyarakat

Penelitian ini pun diharapkan dapat memberi pemahaman

kepada masyarakat luas akan kedaulatan yang berada ditangannya,

dan memberikan kesadaran kepada rakyat agar kedaulatan tersebut

tidak hilang begitu saja dan dapat dipergunakan dengan sebaik-

baiknya, terutama dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden.

D. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ialah jenis penelitian normatif.

Penelitian hukum normatif adalah jenis penelitian yang lazim dilakukan

dalam kegiatan pengembangan Ilmu Hukum yang di Barat biasa juga disebut

dogmatika Hukum.16

Penelitian hukum normatif mencakup penelitian

terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian

terhadap sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian

perbandingan hukum.17

16

Sulistiyowati Irianto dan Shidarta, ed., Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan

Refleksi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 142.

17

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1983), h. 51

Page 21: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

10

2. Teknik Pendekatan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan

perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual

approach dan pendekatan sejarah (history approach).18

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang akan digunakan adalah

UUD 1945, UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden, serta Peraturan perundang-undangan lain yang menunjang

penelitian skripsi ini.

Pendekatan konseptual diambil dari pandangan-pandangan dan doktrin-

doktrin yang berkembang dalam penelitian ini. Secara konseptual,kedaulatan

rakyat dan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sudah tertuang

dalam UU Nomor 42 Tahun 2008, namun untuk melengkapi, maka perlu

diadakan penelitian lebih lanjut terhadap pandangan-pandangan dari berbagai

pihak serta konsep yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan

yang pernah digunakan atau yang masih berlaku sampai saat ini berkaitan

dengan kedaulatan rakyat dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Selnjutnya ialah pendekatan sejarah sebagai pelengkap untuk

mengetahui latar belakang yang mempengaruhi berubahnya pelaksanaan

kedaulatan rakyat dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

3. Jenis Data Dan Bahan Hukum

18

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2005), h. 93.

Page 22: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

11

Data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data

sekunder. Data sekunder dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh

dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur

atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian

yang sering disebut bahan hukum.19

Adapun data sekunder atau bahan hukum yang digunakan penulis

adalah:

a. Bahan hukum primer terdiri atas peraturan perundang-undangan,

yurisprudensi atau keputusan pengadilan dan perjanjian

internasional (traktat).20

Bahan hukum primer yang digunakan

penulis dalam penelitian ini antara lain seperti UUD 1945 (sebelum

amandemen), UUD NRI 1945 amandemen, Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 2008, ketetapan MPRS Nomor XI/MPRS/1966

tentang pemilu, Putusan MK Nomor 98/PUU-VII/2009, Putusan

MK Nomor 99/PUU-VII/2009, Putusan MK Nomor 102/PUU-

VII/2009.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat

berupa rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, buku,

19

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif Dan Empiris (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 156.

20

Ibid., h. 157.

Page 23: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

12

buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar (koran), pamflet, leaflet,

brosur, dan berita internet.21

c. Bahan non hukum, ini dapat berupa semua literatur yang berasal

dari non hukum, sepanjang berkaitan atau mempunyai relevansi

dengan topik penelitian.22

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan

dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan/atau bahan

non hukum. Penelusuran bahan bahan hukum tersebut dilakukan dengan

membaca, melihat, mendengarkan, maupun dilakukan penelusuran dengan

melalui media internet.23

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah data dan bahan hukum dikumpulkan tahap selanjutnya adalah

adalah melakukan pengolahan data, yaitu mengelola data sedemikian rupa

sehingga data dan bahan hukum tersebut tersusun secara runtut, sistematis,

sehingga akan memudahkan penulis melakukan analisis.24

Dalam penelitian hukum normatif, pengolahan bahan berwujud

kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum

21

Ibid., h. 157-158.

22

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 143.

23

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum, h.

160.

24

Ibid., h. 180.

Page 24: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

13

tertulis. Dalam hal ini pengolahan bahan dilakukan dengan cara, melakukan

seleksi data sekunder atau bahan hukum, kemudian melakukan klasifikasi

menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian

tersebut secara sistematis.25

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun2012.

E. Review Kajian Terdahulu

Banyak ahli-ahli yang membahas tentang kedaulatan rakyat,

diantaranya ialah Sri Edi Swasno (Pembangunan BerwawasanSejarah:

Kedaulatan Rakyat, Demokrasi Ekonomi, Dan Demokrasi Politik) dan Bagar

Manan (Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia, Dan Negara Hukum).

Selain itu banyak pula sarjana-sarjana yang menulis skripsi tentang

kedaulatan rakyat ini, seperti Herni Lestari, Kedaulatan Rakyat Dalam

Perspektif Politik Islam Dan Politik Indonesia (UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2004) dan Nurul Ghazy, Pengaruh Globalisasi Terhadap Kedaulatan

Negara Indonesia (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2009).

Namun penulis menganggap bahwa skripsi ini unik daripada yang lain,

karena selain membahas tentang teori-teori tentang demokrasi, pemilu, dan

partai politik, serta konsep kedaulatan rakyat dalam perspektif Islam. Selain

25

Ibid., h. 181.

Page 25: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

14

itu juga skripsi ini berusaha untuk menggali konsep dan pelaksanaan

kedaulatan rakyat bangsa Indonesia berdasarkan sejarah. Oleh karena itu

skripsi ini diharapkan dapat melengkapi pustaka-pustaka ilmu hukum

Kelembagaan Negara.

F. Sistematika Penelitian:

Bab I: berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,

review kajian terdahulu, dan sistematika penelitian.

Bab II: berisi pengertian kedaulatan rakyat, pengertian partai

politik, dan pengertian pemilu.

Bab III: menguraikan syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan

Wakil Presiden serta mekanisme pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun

2008

Bab IV: menguraikan putusan MK terhadap pengujian Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 2008, dan analisa Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 2008 terhadap prinsip kedaulatan

rakyat yang terdapat dalam UUD 1945.

Bab V bab ini merupakan bab terakhirdari penulisan skripsi ini,

untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil

penelitian serta memberikan saran dan kritik yang dianggap

perlu pada permasalahan yang diteliti.

Page 26: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

15

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KEDAULATAN RAKYAT, PARTAI

POLITIK, DAN PEMILIHAN UMUM

A. Kedaulatan Rakyat

1. Sejarah Kedaulatan Rakyat (Demokrasi)

Dalam perkembangannya, teori kedalatan memiliki beberapa macam

antara lain Kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Raja, Kedaulatan Negara,

kedaulatan Hukum, dan Kedaulatan Rakyat. Di abad 21 ini, Kedaulatan

Rakyat yang hampir dipakai oleh seluruh negara-negara di dunia, atau yang

lebih dikenal dengan istilah demokrasi.

Pada permulaan pertumbuhannya, demokrasi telah mencakup beberapa

asas dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau, yaitu

gagasan mengenai demokrasi dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan

mengenai kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran reformasi serta

perang agama yang menyusulnya. Sistem demokrasi yang terdapat di negara

kota (citystate) Yunani Kuno abad ke-6 sampai abad ke-3 sebelum masehi

merupakan demokrasi langsung, yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana

hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung

oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.26

Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan hilang dari muka dunia

barat waktu bangsa Romawi berkuasa, yang dikatakan oleh suku bangsa

26

Ni’matul Huda, Ilmu Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 197.

Page 27: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

16

Eropa Barat dan benua Eropa memasuki Abad Pertengahan dari tahun 600-

1400. Masyarakat Abad Pertengahan dicirikan oleh struktur sosial yang

feodal, yang kehidupan sosial serta spiritualnya dikuasai oleh Paus dan

pejabat-pejabat agama lainnya, yang kehidupan politiknya ditandai oleh

perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu sama lain. Dilihat dari sudut

perkembangan, demokrasi Abad Pertengahan menghasilkan suatu dokumen

yang penting, yaitu Magna Charta 1215.

Sebelum abad pertengahan berakhir, di Eropa Barat , pada permulaan

abad ke-16, muncul negara-negara nasional (national state) dalam bentuk

yang modern, menyebabkan Eropa Barat mengalami beberapa perubahan

sosial dan kultural dalam rangka mempersiapkan jalan untuk memasuki

zaman yang lebih modern dengan keyakinan bahwa akal dapat

memerdekakan diri dari pembatasan-pembatasannya. Dua kejadian ini ialah

Renaissnce (1350-1650) yang terutama berpengaruh di Eropa Selatan, seperti

Italia, dan Reformasi (1500-1650) yang mendapat banyak pengikutnya di

Eropa Utara, seperti Jerman, Swiss, dan sebagainya.

Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada

kesuastraan dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama Abad Pertengahan

telah disisihkan. Aliran ini membelokkan perhatian yang tadinya semata-mata

diarahkan kepada tulisan-tulisan keagamaan kearah soal-soal keduniawian

dan mengakibatkan timbulnya pandangan-pandang baru. Reformasi serta

perang-perang agama yang menyusul, menyebabkan manusia berhasil

melepaskan diri dari penguasaan kereja, baik di bidang spiritual dalam bentuk

Page 28: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

17

dogma maupun di bidang sosial dan politik. Hasil dari pergumulan ini ialah

timbulnya gagasan mengenai perlunya ada kebebasan beragama serta ada

garis pemisah yang tegas antara soal-soal agama dan soal-soal keduniawian,

khususnya dibidang pemerintahan. Ini dinamakan pemisahan antara gereja

dan negara.

Kedua aliran pikiran tersebut, mempersiapkan orang Eropa Barat pada

masa 1650-1800 menyelami masa Aufklarung (Abad Pemikiran) beserta

Rasionalisme, suatu aliran pikiran yang ingin memerdekakan pemikiran

manusia dari batas-batas yang ditentukan oleh gereja dan mendasarkan

pemikiran atas akal (ratio) semata-mata.27

Kebebasan berpikir membuka jalan

untuk meluasakan gagasan ini dibidang politik. Timbullah gagasan bahwa

manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh

raja dan mengakibatkan dilontarkannya kecaman-kecaman terhadap raja,

yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan

tak terbatas.

Monarki-monarki absolut ini telah muncul dalam masa 1500-1700,

sesudah berakhirnya Abad Pertengahan. Raja-raja absolut menganggap

dirinya berhak atas tahtanya berdasarkan konsep “Hak Suci Raja” (Divine

Right of Kings). Kecaman-kecaman yang dilontarkan terhadap gagasan

absolutisme mendapat dukungan kuat dari golongan menengah (middle class)

yang mulai berpengaruh berkat majunya kedudukan ekonomi serta mutu

pendidikannya.

27

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.

238-241.

Page 29: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

18

Pendobrakan terhadap kedudukan raja-raja absolut ini didasarkan atas

suatu teori rasionalistis yang umumnya dikenal sebagai social contract

(kontrak sosial). Salah satu dari gagasan kontrak sosial ialah bahwa dunia

dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam yang mengandung prinsip-prinsip

keadilan yang universil. Kontrak sosial beranggapan bahwa raja diberi

kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan penertiban dan menciptakan

suasana dimana rakyat dapat menikmati hak-hak alamnya dengan aman.

Sebagai akibat dari pergolakan tersebut, pada akhir abad ke 19 gagasan

mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkrit sebagai program dan

sistem politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan

mendasarkan dirinya atas azas-azas kemerdekaan individu, kesamaan hak

(equal rights) serta hak pilih untuk semua warga negara (universal suffrage)28

Sejak awal abad ke-20, gelombang aspirasi kearah kebebasan dan

kemerdekaan umat manusia dari penindasan dan penjajahan meningkat tajam

dan terbuka dengan menggunakan “pisau” demokrasi dan HAM sebagai

instrument perjuangan yang efektif dan membebaskan.29

2. Pengertian Kedaulatan Rakyat

Kedaulatan adalah sebuah istilah hukum yang sangat dalam dan jauh

arti maknanya, walaupun mempunyai perbatasan yang tegas bagi para ahli

28

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2005), h. 55-56.

29

Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis (Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), h. 533.

Page 30: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

19

hokum internasional.30

Sifat khusus pada suatu negara yang membedakannya

dengan semua unit perkumpulan lainnya adalah negara memiliki kekuasaan

untuk membuat dan melaksanakan undang-undang dengan segala cara

maupun paksaan yang diperlukan. Kekuasaan seperti ini disebut kedaulatan.31

Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam

negara. Sifat-sifat kedaulatan itu tunggal, asli, dan tidak terbagi.32

Jadi kalau

suatu undang-undang atau tindakan menimbulkan percekcokan dalam suatu

negara, maka kekuasaan tertinggi itulah yang akan menjatuhkan putusan

terakhir. Itulah yang terkuasa, yang berdaulat.33

Secara internal, istilah ini bermakna supermasi seseorang atau

sekumpulan orang didalam negara atas individu-individu atau perkumpulan

individu dalam wilayah yuridiksinya. Secara eksternal, berarti independensi

mutlak satu negara sebagai suatu keseluruhan dalam hubungannya dengan

negara-negara lainnya. Secara etimologi, kata kedaulatan berarti superiritas

belaka, tetapi ketika diterapkan pada negara, kata tersebut berarti superioritas

dalam arti khusus.34

Menurut Locke: “Negara diciptakan karena suatu perjanjian

kemasyarakatan antara rakyat. Tujuannya ialah melindungi hak milik, hidup,

30

Muhammad Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid Ketiga (Jakarta: Siguntang,

1960), h. 893.

31

C. F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Kajian Tentang Sejarah Dan

Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2008), h. 8.

32

Abu Daud Busroh, Ilmu Negara (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 69.

33

Tan Malaka, Merdeka 100%: Tiga Percakapan Ekonomi Politik (Jakarta: Marjin

Kiri, 1987), h. 12.

34

C. F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, h. 9.

Page 31: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

20

dan kebebasan, baik terhadap bahaya-bahaya dari dalam maupun bahaya-

bahaya dari luar. Orang memberikan hak-hak alamiah kepada masyarakat,

tetapi tidak semuanya.”35

Teori kedaulatan rakyat ini antara lain juga diikuti

oleh Immanuel Kant, yaitu yang mengatakan bahwa tujuan Negara itu adalah

untuk menegakan hukum dan menjamin kebebasan daripada para warga

negaranya.36

Kedaulatan rakyat dapat diartikan dua macam:

a. Kedaulatan rakyat dalam arti: rakyatlah yang diangap menjadi

sumber atau asal segala kekuasaan dalam negara. Segala hokum

dan peraturan yang diciptakan oleh rakyat harus ditaati lebih

dari hokum atau peraturan manapun juga, lebih dari hukum yang

diperintahkan oleh Tuhan sekalipun. Dalam hal ini berlakulah

semboyan: “suara rakyat suara Tuhan”.

b. Kedaulatan rakyat dalam arti: rakyat merupakan tempat

kekuasaan yang tertinggi, kekuasaan mana sebenarnya karunia

Tuhan. Karena souvereiniteit menurut paham ini karunia Tuhan,

maka kebenaran hokum rakyat wajib diukur (diselaraskan)

dengan kehendak Tuhan.37

3. Konsep Demokrasi

Ada bermacam-macam istilah demokrasi. Semua konsep ini memakai

itilah demokrasi, yang menurut asal kata berarti “rakyat berkuasa” atau

35

Ni’matul Huda, Ilmu Negara, h. 189.

36

Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Liberty, 2005), h. 161.

37

Notohamidjojo, Teras Tatanegara (Solo: Sadu Budi, 1956), h. 5

Page 32: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

21

“goverment or rule by the people”. (Kata Yunani demos berarti rakyat,

kratos/kratein berarti kekuasaan/ berkuasa).38

Tokoh yang menjadi bapak dari ajaran ini adalah J. J. Rousseau.

Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau

menyerahkan kekuasaannya kepada negara. Kemudian negara memecah

menjadi beberapa kekuasaan yang diberikan kepada pemerintah ataupun

lembaga perwakilan. Apabila pemerintah tidak melaksanakan tugasnya sesuai

dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak untuk mengganti

pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang

disebut dengan volonte generale oleh Rousseau.39

Kemauan bersama (volonte generale) ini, sebagai suatu kualitas.

Kemauan bersama senantiasa bertujuan kebaikan dan kepentingan bersama, ia

senantiasa benar dan adil. Ia akan mengalahkan kepentingan diri, yang

menurut pendapat Rousseau memang tidak akan muncul apabila manusia itu

dibiarkan berpikir sendiri tanpa dipengaruhi oleh bisikan dan hasutan dari

luar. Kemauan bersama, katanya, tidak sama dengan kemauan semua sekutu

(volonte des tous), ini termasuk dalam lingkungan kuantitas, yakni berupa

jumlah dari kemauan-kemauan yang ada. Kemauan bersama, adalah

pemegang kedaulatan yang tidak terbatas, tidak dapat diserahkan dan tidak

dapat pula dibagi-bagi. Kedaulatan terletak pada pihak yang memerlukan

kemauan bersama, jadi rakyat keseluruhan. Kemauan bersama juga

38

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 50.

39

Jazim Hamidi, dkk, Teori Hukum Tata Negara: A Turning Point Of The State

(Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2012), h. 5.

Page 33: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

22

merupakan sumber hukum yang senantiasa harus didasarkan pada

“bersamanya” bukan diuntukkan bagi seseorang atau segolongan.40

Oleh karena negara untuk kepentingan bersama, maka menurut

Montesquieu kekuasaan negara haruslah dipisah-pisahkan.41

Salah satu konsep demokrasi yang kita kenal ialah demokrasi

konstitusional. Demokrasi Konstitusional sendiri memiliki ciri tersendiri,

yaitu terbatasnya kekuasaan pemerintah serta tidak dibenarkannya tindakan

sewenang-wenang pemerintah kepada masyarakat. Kedua hal itu termaktub

secara gambling dalam konstitusi, yang menjadi acuan bagi pemerintah. Ciri

tersebut memiliki nafas yang sama dengan pernyataan Lord Acton, “power

tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely” (manusia yang

memiliki kekuasaan cenderung akan menyalah-gunakannya, dan apabila

manusia memiliki kekuasaan yang absolute atau tidak terbatas, tentunya akan

disalah gunakan). Pemisahan dan/atau pembagian kekuasaan, sehingga

kekuasaan tidak terpusat hanya pada satu lembaga atau individu, dalam

prakteknya di Indonesia dapat dilihat melalui tiga lembaga Negara utama

yang berperan dalam menjalankan roda pemerintahan, yaitu eksekutif

(presiden), legislatif (DPR) serta yudikatif (MA).

Sama halnya dengan sang induk, demokrasi konstitusional juga

berkembang merespon pada tuntutan zamannya. Setelah pada abad 19

menitik beratkan pada penegakan hokum serta HAM, dalam

40

Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Ideologi, Dan Pengaruhnya

Terhadap Dunia Ke-3 (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 155.

41

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Ilmu Negara (Jakarta: Sinar Grafika,

2007), h. 160.

Page 34: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

23

perkembangannya dewasa ini, terdapat syarat-syarat bagi penyelenggaraan

demokrasi konstitusional, yaitu:

a. Perlindungan konstitusionil, yang mencakup perlindungan terhadap

hak-hak individu serta prosedur untuk memperoleh perlindung

tersebut.

b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.

c. Pemilihan umum yang bebas.

d. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.

e. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.

f. Pendidikan kewarganegaraan (civic education).42

Ciri khas demokrasi konstitusionil adalah :

a. Gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah

yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak

sewenang-wenang terhadap negaranya.

b. Pembatasan tercantum dalam konstitusi.

c. Disebut “constitutional government“

Konsep demokrasi konstitusional memiliki tiga aspek utama, yaitu

penataan lembaga negara, proses legislasi, dan judicial review.

Aspek pertama, penataan lembaga negara merupakan hal penting

karena lembaga negara ini yang menjalankan kekuasaan negara. Prinsip

pembagian kekuasaan (division of powers) yang semula diagungkan diganti

42

B. Harimurti, “Sistem Pemerintahan Indonesia-Demokrasi Konstitusional”, artikel

diakses pada 10 Januari 2014 dari http://www.koranpagi.com/sistem-pemerintahan-

indonesia/

Page 35: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

24

pemisahan kekuasaan (separation of powers) dengan prinsip checks and

balances. Perubahan signifikan dengan meninggalkan doktrin supremasi

parlemen menjadi supremasi konstitusi.Pemisahan kekuasaan dimaksudkan

agar tidak terjadi penumpukan kekuasaan yang berpeluang disalahgunakan.

Prinsip checks and balances ditandai fungsi legislasi di tangan Dewan

Perwakilan Rakyat (dan Dewan Perwakilan Daerah), tetapi presiden masih

memiliki hak mengajukan rancangan undang-undang, membahas, dan

memberikan persetujuan. Kekuasaan legislasi juga dikontrol dan diimbangi

Mahkamah Konstitusi dalam menguji konstitusionalitas undang-undang

(judicial review). Begitu pula kekuasaan eksekutif dikontrol dengan fungsi

pengawasan DPR dan DPD.

Prinsip ini melengkapi doktrin pemisahan kekuasaan dengan kelemahan

tidak mungkin kekuasaan mutlak diisi orang-orang dan fungsi yang murni

berbeda dan terpisah.Tetapi, pemisahan kekuasaan ini bukan tanpa masalah.

Janedjri menyatakan, bisa muncul ketegangan yang mengganggu fungsi

masing-masing lembaga negara karena beda tafsir atas kekuasaan masing-

masing dan personifikasi lembaga dengan pribadi pejabat. Hubungan tidak

sehat manakala melibatkan hubungan emosional.

Aspek kedua, yaitu pembuatan hukum melalui proses legislasi.

Pembentukan hukum harus dilakukan melalui mekanisme demokratis dan

cerminan ideal dan kebutuhan masyarakat. Hak-hak konstitusional, termasuk

hak-hak masyarakat hukum adat, tidak boleh dilanggar norma yang

hierarkinya lebih rendah karena konstitusi akan turun derajat tertingginya.

Page 36: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

25

Selain itu, Janedjri juga mengulas secara mendalam prasyarat demokratisasi

pembentukan undang-undang agar terpenuhi yaitu dengan ada keterbukaan,

forum publik, dan partisipasi dari masyarakat.

Aspek ketiga yaitu judicial review. Mekanisme ini penegasan prinsip

checks and balances, memperkuat negara demokrasi konstitusional, dan

mengawal konstitusi sebagai supreme law dan menjaga konstitusi agar

hidup.43

Carol C. Gould mengklasifikasikan demokrasi dalam tiga model, yaitu

(1) model individualisme liberal, (2) model pluralis, dan (3) model sosialisme

holistik. Teori model demokrasi model individualisme liberal menjeaskan

demokrasi sebagai pelindung orang dari kesewenang-wenangan kekuasaan

pemerintah, dan mendudukan pemerintah sebagai pelindung kebebasan

seluruh rakyat dari ancaman dan gangguan. Model demokrasi ini

menginginkan kesamaan universal bagi seluruh rakyat dan kesamaan hak bagi

seluruh rakyat itu dalam proses politik. Pandangan ini ditandai oleh one man

one vote.

Teori model pluralis merupakan kebalikan dari individualisme abstrak

yang menekankan kepentingan pribadi individu-individu yang saling lepas.

Dalam hal ini pluralisme memusatkan perhatian pada kepentingan kelompok

sebagai agregasi dari kepentingan individual, dan pemunculannya akan

mengakibatkan konflik dalam proses politik. Sehingga demokrasi politik

43

Flory Kresinda Sonnie, “Konsep Demokrasi dan Demokrasi Konstitusional

Indonesia”, artikel diakses pada 10 Januari 2014 dari

http://konsepdemokrasi.blogspot.com/2012/03/konsep-demokrasi.html

Page 37: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

26

ditafsirkan sebagai sistem pemerintahan yang menengahi konflik (kompetisi)

itu untuk memperoleh keseimbangan sosial. Menurut teori ini demokrasi

politik memaksimumkan terwakilinya individu-individu yang kepentingannya

mungkin tidak akan diwakili secara memadai oleh kekuasaan kelompok

tempat ia bergabung. Teori ini juga menyatakan bahwa pluralisme

melindungi kebebasan memilih para individu dengan menyediakan alternatif-

alternatif politik yang mampu mewakili pluralitas kelompok kepentingan

(interest group) ataupun partai. Struktur politik yang diciptakannya adalah

menutup kemungkinan hegemoni dari suatu kelompok atau partai tunggal.

Model pandangan ketiga, sosialisme holistik, merupakan salah satu

pendekatan yang menekankan demokrasi ekonomi dan muncul untuk

menanggapi ditolaknya kenyataan hubungan sosial dan ekonomi yang

dilontarkan oleh individualisme liberal.44

B. Partai Politik

1. Sejarah Partai Politik

Partai politik pertama lahir dinegara-negara Eropa Barat. Dengan

meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu

diperhitungkan serta diikut sertakan dalam proses politik, maka partai politik

telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat

disatu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai politik umumnya dianggap

sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang

44

Hendra Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 60-62.

Page 38: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

27

sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari itu, dewasa ini di

negara-negara baru pun partai sudah menjadi lembaga politik yang biasa

dijumpai.45

Di negara-negara yang menganut paham paham demokrasi, gagasan

mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak

turut menentukan siapa-siapa yang akan menjadi pemimpin yang nantinya

menentukan kebijaksanaan umum (public policy). Di negara-negara totaliter

gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pandangan elit politiknya bahwa

rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng.

Untuk mencapai tujuan itu, partai politik merupakan alat yang baik.46

Pada permulaan perkembangannya di negara-negara Barat seperti,

Inggris, Perancis, kegiatan politik pada mulanya dipusatkan pada kelompok-

kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan-ini mula-mula bersifat elitis dan

aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap

tuntutan raja. Dengan meluasnya hak pilih, kegiatan politik juga berkembang

di luar parlemen dengan dengan terbentuknya panitia-pantia pemilihan yang

mengatur pengumpulan suara para pendukungnya menjelang masa pemilihan

umum. Oleh karena di rasa perlu memperoleh dukungan dari berbagai

golongan masyarakat, kelompok politik dalam parlemen lambat laun berusaha

memperkembangkan organisasi massa, dan dengan demikian terjalinlah suatu

hubungan tetap antara kelompok-kelompok politik dalam parlemen dengan

panitia pemilihan yang memiliki paham dan kepentingan yang sama, dan

45

A. Rahman H. I., Sistem Politik Indonesia (Yogyakarta: Graha ilmu, 2007), h. 101.

46

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 159-160.

Page 39: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

28

lahirlah partai politik. Partai politik semacam ini menekankan kemenangan

dalam pemilihan umum dan dalam masa antara kedua pemilihan umum

biasanya kurang aktif. Ia bersifat partai lindungan (patronage party) yang

biasanya tidak memiliki disiplin partai yang ketat. 47

Dalam perkembangan selanjutnya di Eropa Barat, timbul pula partai

yang lahir di luar parlemen. Partai-partai ini bersandar pada suatu pandangan

hidup atau ideologi tertentu seperti Sosialisme, Kristen Demokrat, dan

sebagainya. Dalam partai semacam ini disiplin partai lebih kuat, sedangkan

pimpinan lebih terpusat.48

Dinegara-negara jajahan partai-partai politik sering didirikan dalam

rangka pergerakan nasional di luar DPR kolonial. Malahan partai-partai

kadang-kadang menolak untuk duduk dalam badan legislatif, seperti yang

terjadi di India dan Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan dicapai dan dengan

meluasnya proses urbanisasi, komunikasi massa, serta pendidikan umum,

maka bertambah kuatlah kecenderungan untuk berpartisipasi dalam proses

politik melalui partai.49

2. Definisi Partai Politik

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu

kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,

nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh

47

A. Rahman H. I., Sistem Politik Indonesia, h. 101-102.

48

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 160.

49

A. Rahman H. I., Sistem Politik Indonesia, h. 102.

Page 40: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

29

kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik melalui cara yang

konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan yang mereka miliki.50

Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik,

definisi partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk

oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan

kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan

politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara, serta memelihara keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dibawah ini disampaikan beberapa definisi mengenai partai politik:

a) Carl J. Friedrich: Partai politik adalah sekelompok manusia

yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau

mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi

pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini

memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang

bersifat idiil maupun materil.

b) R. H. Soltau: Partai politik adalah sekelompok warga negara

yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu

kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya

untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan

melaksanakan kebijaksanaan umum mereka

50

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 160-161.

Page 41: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

30

c) Sigmund Neumann: Partai Politik adalah dari aktivis-aktivia

politik yang berusaha untuk menguasai pemerintah serta

merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu

golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai

pandangan yang berbeda.

3. Tujuan Partai Politik

Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik,

tujuan partai politik dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus. Tujuan umum partai politik adalah:

a) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa indonesia sebagaimana

dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

b) Menjaga dan memeihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

c) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila

dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia, dan.

d) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tujuan khusus partai Politik adalah:

a) Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam

rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan.

b) Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan.

Page 42: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

31

c) Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

4. Fungsi Partai Politik

Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik,

partai politik memiliki fungsi antara lain:

a) Pendidikan bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi

warga indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

b) Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan

bangsa indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.

c) Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik

masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan

negara.

d) Partisipasi politik warga negara indonesia, dan.

e) Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik

melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan

kesetaraan dan keadilan gender.

Menurut A. Rahman H. I., fungsi partai politik adalah meliputi:

a) Sosialisasi politik

b) Partisipasi politik

c) Komunikasi politik

d) Artikulasi kepentingan

e) Agregasi kepentingan

Page 43: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

32

f) Pembuatan kebijaksanaan51

Sedangkan menurut Miriam Budiardjo, partai politik di dalam negara

demokratis menyelenggarakan beberapa fungsi, antara lain:

a) Partai sebagai sarana komunikasi politik.

Partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi

masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga

kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang.

b) Partai sebagai sarana sosialisasi politik.

Adalah fungsi sebagai proses melalui mana seseorang

memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang

umumnya berlaku dalam masyarakat dimana dia berada.

Disamping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui

mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai

dari satu generasi ke generasi berikutnya.

c) Partai politik sebagai sarana recruitment politik.

Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang

yang berbakatuntuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai

anggota partai.

d) Partai politik sebagai sarana pengatur konflik.

Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat

dalam masyarakat adalah wajar. Jika sampai terjadi konflik,

partai politik berusaha untuk mengatasinya.

51

A. Rahman H. I., Sistem Politik Indonesia, h. 103-104.

Page 44: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

33

5. Klasifikasi Partai

Klasifikasi partai dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bila dilihat

dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya, secara umum dapat dibagi

dalam dua jenis, yaitu:

a) Partai Massa.

Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan

jumlah anggota, oleh karena itu ia biasanya terdiri dari

pendukung-pendukung dari berbagai aliran politik dalam

masyarakat yang sepakat untuk bernaung dibawahnya dalam

memperjuangkan suatu program yang biasanya luas dan kabur.

b) Partai kader

Partai kader mementingkan ketaatan organisasi dan disiplin

kerja dari anggota-anggotanya. Pimpinan partai biasanya

menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan

mengadakan saringan terhadp calon anggotanya dan memecat

anggota yang menyeleweng dari garis partai yang ditetapkan.52

Klasifikasi lainnya menurut sifat dan orientasi, partai politik dapat

dibagi dalam dua jenis:

a) Partai Lindungan (Patronage Party).

Partai lindungan umumnya memiliki organisasi nasional yang

kendor (sekalipun organisasi ditingkat lokal cukup ketat),

disiplin yang lemah dan biasanya tidak terlalu mementingkan

52

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 166.

Page 45: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

34

pemungutan iuran secara teratur. Maksud utamanya ialah

memenangkan pemilihan umum untuk anggota-anggota yang

dicalonkannya, karena itu hanya giat menjelang masa-masa

pemilihan umum.

b) Partai Ideologi.

Partai ideologi atau partai azas (Sosialisme, Fasisme,

Komunisme, Kristen-Demokrat) biasanya mempunyai

pandangan hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan

pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai yang kuat dan

mengikat. Terhadap calon anggota diadakan saringan,

sedangkan untuk menjadi anggota pimpinan disyaratkan lulus

melalui beberapa tahap percobaan. Untuk memperkuat ikatan

bathin dan kemurnian ideologi, maka dipungut iuran secara

teratur dan disebarkan organ-organ partai yang memuat ajaran-

ajaran serta keputusan-keputusan yang telah dicapai oleh

pimpinan.53

Klasifikasi partai politik menurut jumlah sistem partai yang ada dalam

suatu negara. Klasifikasi ini antara lain:

a) Sistem Partai Tunggal.

Sistem satu partai atau sistem partai tunggal tidaklah layak

disebut sebagai “sistem” karena ia bukanlah kumpulan atau

unsur yang saling berhubungan karena tidak ada yang bersaing

53

A. Rahman H. I., Sistem Politik Indonesia, h. 105.

Page 46: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

35

dalam sistem kepartaian tersebut. Bentuk partai tunggal identik

dengan sistem politik totaliter dan/atau sistem politik

komunisme.

b) Sistem Partai Hegemonik.

Agak berbeda dengan bentuk kepartaian tunggal, sistem partai

hegemonik hegemonik memberi ruang bagi partai-partai lain

untuk turut terlibat dalam konstelasi pemilihan umum dalam

sebuah sistem kepartaian. Namun tidak ubahnya dengan bentuk

partai tunggal, sistem partai hegemonik ternyata hanya

menyediakan ruang pengakuan bagi partai besar dukungan

pemerintah. Artinya, partai-partai politik lain yang terlibat

dalam sistem kepartaian hanya dijadikan legitimasi formal

pemerintah dalam rangka kebutuhan politik internasional rezim

yang berkuasa agar disebut sebagai pemerintahan yang

demokratis.

c) Sistem Dua Partai.

Sistem kepartaian ini menyediakan ruang bagi dua partai untuk

bersaing guna mendapatkan dan/atau mempertahankan

otoritasnya dalam suatu sistem politik. Dalam sistem ini

terbangun secara pasti antara partai berkuasa dengan partai

oposisi. Partai politik yang memenangkan suara terbanyak

dalam pemilihan umum secara otomatis menjadi partai berkuasa

selama waktu yang ditetapkan oleh konstitusi. Sedangkan partai

Page 47: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

36

yang kalah menjadi partai oposisi yang memberikan antitesisi

atau counterpart pada setiap kebijakan dan/atau keputusan

politik yang dihasilkan oleh pemerintah.

d) Sistem Multi Partai.

Sistem multi partai adalah sistem kepartaian yang terdiri atas

dua atau lebih partai politik yang dominan. Sistem multi partai

merupakan produk dari struktur masyarakat yang pluralis,

heterogen, serta majemuk.54

C. Pemilihan Umum

1. Definisi Pemilihan Umum

Menurut Dr. Indria Samego, pemilihan umum disebut juga dengan

“Political Market”. Artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik

tempat individu/ masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial

(perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik)

dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu

melakukan serangkaian aktifitas politik yang meliputi kampanye, propaganda,

iklan politik melalui media massa cetak, audio, maupun audio visual, serta

media lainnya seperti spanduk, pamflet, selebaran bahkan komunikasi antar

pribadi yang berbentuk face to face (tatap muka) atau lobby yang berisi

penyampaian pesan mengenai program, platform, azas, ideologi serta janji-

janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan

54

Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik: Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik,

(Yogyakarta: Graha ilmu, 2007), h. 114-118.

Page 48: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

37

dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi

peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun

eksekutif.55

Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, pemilihan umum

adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Tujuan Pemilihan Umum

Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, tujuan penyelenggaraan pemilihan

umum itu ada empat, yaitu:

a) Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan

pemerintahan secara tertib dan damai.

b) Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan

mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.

c) Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat, dan.

d) Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.56

3. Azas Pemilihan Umum

Azas Pemilu yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden

dan Wakil Presiden, yaitu:

55

A. Rahman H. I., Sistem Politik Indonesia, h. 147.

56

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 424.

Page 49: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

38

a) Langsung

Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung

memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya

tanpa perantara.

b) Umum

Artinya semua warga negara yang telah berusia 17 tahun atau

telah menikah berhak untuk memilih dan telah berusia 21 tahun

berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi.

c) Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya

tanpa adanya pengaruh, tekanan, atau paksaan dari siapapun

atau dengan apapun.

d) Rahasia

Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan

diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa

yang dipilihnya.

e) Jujur

Semua pihak yang terlibat dalam pemilu harus bersikap jujur

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f) Adil

Setiap pemilihan dan parpol peserta pemilu mendapat perlakuan

yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

Page 50: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

39

4. Sistem Pemilihan Umum

Sistem pemilu berbeda satu sama lain, tergantung darimana hal itu

dilihat. Dari sudut kepentingan rakyat, apakah rakyat dipandang sebagai

individu yang bebas untuk menentukan pilihannya, dan sekaligus

mencalonkan dirinya sebagai calon wakil rakyat, atau apakah rakyat hanya

dipandang sebagai anggota kelompok yang sama sekali tidak berhak

menentukan siapa yang akan menjadi wakilnya dilembaga perwakilan rakyat,

atau juga tidak berhak untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.

Berdasarkan hal tersebut, sistem pemilu dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu antara sistem pemilihan mekanis dan sistem pemilihan organis.

Sistem pemilihan mekanis mencerminkan pandangan yang bersifat mekanis

yang melihat rakyat sebagai massa individu-individu yang sama. Baik aliran

liberalisme, sosialisme, dan komunisme sama-sama mendasarkan diri pada

pandangan mekanis.

Sementara itu dalam sistem pemilihan yang bersifat organis, pandangan

organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu yang hidup bersama

dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan genealogis (rumah

tangga, keluarga), fungsi tertentu (ekonomi, industri), lapisan-lapisan sosial

(buruh, tani, cendikiawan), lembaga-lembaga sosial (universitas). Kelompok-

kelompok dalam masyarakat dilihat sebagai suatu organisme seperti

komunitas atau persekutuan-persekutuan hidup. Dengan pandangan demikian,

persekutuan-persekutuan hidup itulah yang diutamakan sebagai penyandang

dan pengendali hak pilih. Dengan perkataan lain, persekutuan-persekutuan

Page 51: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

40

itulah yang mempunyai hak pilih untuk mengutus wakil-wakilnya kepada

badan perwakilan masyarakat.57

Sistem yang lebih umum, yaitu sistem pemilihan mekanis, sistem ini

biasa dilaksanakan dengan dua cara, yaitu:

a) Single-Member Constituency (satu daerah pemilihan memilih

satu wakil, biasanya disebut Sistem Distrik).

b) Multi-Member Constituency (satu daerah pemilihan memilih

beberapa wakil, biasanya dinamakan Sistem Perwakilan

Berimbang).58

Sistem yang pertama, sistem distrik. Dinamakan demikian karena

wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan atau dapil yang

jumlahnya sama dengan jumlah anggota lembaga perwakilan yang diperlukan

dipilih,59

dan hanya mempunyai satu wakil dalam lembaga perwakilan.

Calon yang dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak menang,

sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dalam distrik

itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi.60

Sementara itu, pada sistem yang kedua, yaitu sistem perwakilan

berimbang atau perwakilan proporsionil, persentase kursi di lembaga

perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan

persentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Umpamanya,

57

Ibid., h. 421-422.

58

A. Rahman H. I., Sistem Politik Indonesia, h. 151.

59

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 424.

60

A. Rahman H. I., Sistem Politik Indonesia, h. 151.

Page 52: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

41

jumlah pemilih yang sah pada suatu pemilu tercatat ada 1.000.000 orang.

Jumlah kursi di lembaga perwakilan yang ditentukan 100 kursi, berarti untuk

satu orang wakil rakyat dibutuhkan jumlah suara 10.000. Pembagian kursi di

Badan Perwakilan Rakyat tersebut tergantung kepada berapa jumlah suara

yang didapat setiap partai politik yang ikut pemilihan umum.61

5. Kedaulatan Rakyat dan Pemilihan Presiden di Indonesia

Indonesia pernah mengalami beberapa metoda dalam hal pemilihan

Presiden dan Wakil Presiden. Jika dilihat dari metoda yang digunakan,

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dibagi menjadi 2 (dua), yaitu

pemilihan langsung dan pemilihan tak langsung.

Menurut teori, pengisian jabatan Presiden dapat dibedakan menjadi dua

cara utama, yaitu:

a) Pemilihan langsung (popular vote). Rakyat secara langsung

memilih calon-calon Presiden yang diajukan atau memajukan

diri dalam pemilihan.

b) Pemilihan tidak langsung (indirect popular vote). Pemilihan

tidak langsung dapat dibedakan antara:

Presiden dipilih oleh badan perwakilan rakyat seperti

Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden dipilih oleh badan atau lembaga pemilih (electoral

college) yang sengaja “dibentuk” melalui pemilihan langsung

oleh rakyat untuk setiap kali pemilihan Presiden.

61

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 425.

Page 53: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

42

Presiden dipilih oleh badan perwakilan rakyat pusat bersama-

sama dengan badan perwakilan rakyat negara bagian.

Presiden dipilih oleh badan perwakilan rakyat pusat dan oleh

anggota-anggota yang khusus dipilih badan perwakilan

rakyat negara bagian.62

I. Pemilihan Presiden Langsung

Setelah Amandemen UUD 1945 selesai dilaksanakan maka tuntutan

akan pemilihan umum Presiden secara langsung dapat terrealisir. Ini

disebabkan karena Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Salah satu wujud dari

kedaulatan rakyat adalah penyelenggaraan Pemilihan Umum untuk memilih

Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan secara demokratis dan

beradab melalui partisipasi rakyat seluas-luasnya berdasarkan asas langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Pasal 6A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu

pasangan secara langsung oleh rakyat. Pasangan Calon Presiden dan Wakil

Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta

pemilihan umum sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum.63

62

Jimly Asshiddiqie, dkk, Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden

Secara Langsung (Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006), h. 36-37.

63

Aris Sutanto, “Pemilihan Presiden Secara Langsung”, artikel diakses pada 22

November 2013 dari http://arissutanto.blogspot.com/2009/03/pemilihan-presiden-secara-

langsung_29.html

Page 54: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

43

II. Pemilihan Presiden Tidak Langsung

Pemilihan Presiden secara Tidak Langsung pernah dilakukan di

Indonesia sebelum Amandemen UUD 1945 dilakukan, khususnya terjadi

pada masa Orde Baru. Pada Masa Orde Baru Pemilihan Presiden

dilaksanakan oleh MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat sesuai dengan

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum amandemen. Namun Proses Pemilu

secara tidak langsung terjadi karena, MPR yang berisikan DPR dan Utusan

dari daerah-daerah serta utusan dari golongan-golongan, DPR dipilih melalui

pemilihan umum secara langsung oleh rakyat. Namun sayangnya pada masa

kepemimpinan Presiden Soeharto, sebagian besar anggota MPR ditunjuk dan

diberhentikan oleh presiden, sehingga memungkinkan Soeharto menjabat

presiden berulang kali.

Page 55: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

44

BAB III

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008

A. Persyaratan Calon Presiden Dan Wakil Presiden

Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, persyaratan

untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden antara lain:

1) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2) Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah

menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri.

3) Tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah

melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat

lainnya.

4) Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas

dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

5) Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

6) Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang

memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara.

7) Tidak sedang memilik tanggungan utang secara perseorangan

dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya

yang merugikan keuangan negara.

8) Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan .

Page 56: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

45

9) Tidak pernah melakukan perbuatan tercela

10) Terdaftar sebagai pemilih.

11) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah

melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 (lima) tahun

terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan

Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.

12) Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden

selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

13) Setia kepada pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita

Proklamasi 17 Agustus 1945.

14) Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena

melakukan tindak pidana karena melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

15) Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun.

16) Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas

(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain

yang sederajat.

17) Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis

Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang

yang terlibat langsung dalam G30S/PKI.

Page 57: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

46

18) Memiliki visi misi dan program dalam melaksanakan

pemerintahan negara Republik Indonesia.

Lalu menurut Pasal 8 UU Nomor 42 Tahun 2008, calon Presiden dan

Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau

Gabungan Partai Politik. Jika calon presiden atau Wakil Presiden itu adalah

pejabat negara, maka menurut pasal 6 ayat (1) UU Nomor 42 Tahun 2008,

bahwa Pejabat Negara yang dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan

Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus

mengundurkan diri dari jabatannya.

Kemudian bakal pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tersebut

mendaftarkan diri dengan melengkapi persyaratan, antara lain:

1) Kartu tanda penduduk dan akta kelahiran Warga Negara

Indonesia.

2) Surat keterangan catatan kepolisian dari Markas Besar

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3) Surat keterangan kesehatan dari rumah sakit pemerintah yang

ditunjuk oleh KPU.

4) Surat tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta

kekayaan pribadi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK).

5) Surat keterangan tidak sedang dalam keadaan pailit dan/atau

tidak memiliki tanggungan utang yang dikeluarkan oleh

pengadilan negeri.

Page 58: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

47

6) Fotokopi NPWP dan tanda bukti pengiriman atau penerimaan

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak

Orang Pribadi selama 5 (lima) tahun terakhir.

7) Daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam jejak setiap

bakal calon.

8) Surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden dan

Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan

yang sama.

9) Surat pernyataan setia kepada Pancasila sebagai dasar negara,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana yang

dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

10) Surat keterangan dari pengadilan negeri yang menyatakan

bahwa setiap bakal calon tidak pernah dijatuhi pidana penjara

berdasarkan putusan pengadilam yang telah mempunyai

ketetapan hukum tetap karena telah melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidan penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

11) Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB, syahadah,

sertifikat, atau surat keterangan lain yang di legalisasi oleh

satuan pendidikan atau program pendidikan menengah.

12) Surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang dan

G30S/PKI dari kepolisian.

Page 59: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

48

13) Surat pernyataan bermaterai cukup tentang kesediaan yang

bersangkutan diusulkan sebagai bakal calon Presiden dan bakal

calon Wakil Presiden secara berpasangan.

B. Mekanisme Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Yang Diatur Dalam

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008

Tatacara atau prosedur pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menurut

Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen IV, yaitu:64

1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara

langsung oleh rakyat (pasal 6A ayat 1), setelah amandemen III.

2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh

partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan

umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum (pasal 6A ayat 2),

setelah amandemen III.

3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan

suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam

pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di

setiap propinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah

propinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil

Presiden (pasal 6A ayat 3), setelah amandemen III.

4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara

64

Irzu Muhammad, “Mekanisme Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden”, artikel

diakses pada 4 oktober 2013 dari http://id.shvoong.com/social-sciences/political-

sciences/2242883-mekanisme-pemilihan -presiden-dan wakil/#ixzz2gkhrQcEB.

Page 60: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

49

terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih

oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh

suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil

Presiden.(pasal 6A ayat 4), setelah mandemen IV.

5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

lebih lanjut diatur dalam Undang-undang (pasal 6A ayat 5),

setelah amandemen III.

6) Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima

tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang

sama, hanyauntuk satu kali masa jabatan (pasal 7), setelah

amandemen I.

7) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden

bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-

sungguh dihadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau

Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut.

8) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan

Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil

Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan

dengan sungguh-sungguh dihadapan pimpinan Majelis

Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan

Mahkamah Agung. (pasal 9 ayat 2), setelah amandemen I.

Sedangkan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang

lebih rinci diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, antara lain:

Page 61: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

50

1) Pendaftaran bakal pasangan calon.

Pendaftaran bakal pasangan calon didaftarkan oleh partai politik

atau gabungan partai politik. (pasal 13 ayat 1)

2) Verifikasi bakal pasangan calon.

KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran

dokumen persyaratan administratif bakal pasangan calon paling

lama 4 (empat) hari sejak diterimanya surat pencalonan (pasal

16 ayat 1). KPU memberitahukan secara tertulis hasil verifikasi

terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan

administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada

pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang

bergabung dan pasangan calon pada har kelima sejak

diterimanya surat pencalonan. (pasal 16 ayat 2). Dalam hal

persyaratan administratif bakal pasangan calon sebagaimana

dimaksud didalam pasal 14 dan pasal 15 belum lengkap, KPU

memberikan kesempatan kepada pimpinan partai politik atau

para pimpinan partai politik yang bergabung dan/atau bakal

pasangan calon untuk memperbaiki dan/atau melengkapi dalam

waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya surat

pemberitahuan hasil verifikasi dari KPU sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 ayat (2) (pasal 17 ayat 1). Dalam hal bakal

pasangan calon yang diusulkan tidak memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 dan pasal 15, KPU

Page 62: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

51

meminta kepada Partai Politik dan/atau gabungan partai politik

yang bersangkutan untuk menguslkan bakal pasangan calon

yang baru sebagai pengganti (pasal 18 ayat 1).

3) Penetapan dan pengumuman pasangan calon.

KPU menetapkan dalam sidang pleno KPU tertutup dan

mengumumkan nama-nama pasangan calon yang telah

memenuhi syarat sebagai peserta pemilu Presiden dan Wakil

Presiden, 1 (satu) hari setelah selesai verifikasi (pasal 21 ayat 1).

Penetapan nomor urut pasangan calon sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU

terbuka dan dihadiri seluruh pasangan calon, 1 (satu) hari

setelah penetapan dan pengumuman sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) (pasal 21 ayat 2). KPU mengumumkan secara luas

nama-nama dan nomor urut pasangan calon setelah sideng pleno

KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) (pasal 21 ayat 3).

4) Kampanye.

Kampanye dilakukan dengan prinsip jujur, terbuka, dialogis

serta bertanggung jawab dan merupakan bagian dari pendidikan

politik masyarakat (pasal 33).

5) Debat pasangan calon.

Debat paasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diselenggarakan oleh KPU dan disiarkan langsung secara

nasionalal oleh media elektronik (pasal 39 ayat 2).

Page 63: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

52

6) Pemungutan suara.

Pemungutan suara pemilu Presiden dan Wakil Presiden

dilaksanakan paling lama 3 (tiga) bulan setelah pengumuman

hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan

DPRD Kabupaten/Kota (pasal 112).

7) Perhitungan suara.

Perhitungan suara di TPS/TPSLN dilaksanakan setelah waktu

pemungutan suara berakhir (pasal 132 ayat 1). Perhitungan suara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dan

selesai di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari/tanggal

pemungutan suara (pasal 132 ayat 2).

8) Penetapan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

KPU menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan

mengumumkan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam

sidang Pleno terbuka dihadiri oleh pasangan calon dan Bawaslu

(pasal 158 ayat 1). Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak hari

pemungutan suara (pasal 158 ayat 2).

9) Penetapan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang

memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari

jumlah suara dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan

sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang

Page 64: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

53

tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia

(pasal 159 ayat 1). Dalam hal tidak ada pasangan calon terpilih

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) pasangan calon

yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih

kembali oleh rakyat secara langsung dalam pemilu Presiden dan

Wakil Presiden (pasal 159 ayat 2). Dalam hal perolehan suara

terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua)

pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut dipilih kembali

oleh rakyat secara langsung dalam pemilu Presiden dan Wakil

Presiden (pasal 159 ayat 3). Dalam hal perolehan suara

terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3 (tiga)

pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan

kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan

suara yang lebih luas secara berjenjang (pasal 159 ayat 4).

Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang

sama di peroleh oleh lebih dari satu pasangan calon,

penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah

perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang (pasal 159

ayat 5).

10) Pelantikan

Pasangan calon terpilih dilantik menjadi Presiden dan Wakil

Presiden oleh MPR (pasal161 ayat 1). Dalam hal calon Wakil

Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon

Page 65: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

54

Presiden terpilih dilantik menjadi Presiden (pasal 161 ayat 2).

Dalam hal calon Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum

pelantikan,calon Wakil Presiden yang terpilih dilantik menjadi

Presiden (pasal 161 ayat 3).

Page 66: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

55

BAB IV

ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TERHADAP PRINSIP

KEDAULATAN RAKYAT YANG TERMAKTUB DI DALAM UNDANG-

UNDANG DASAR 1945

A. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Secara Langsung Melalui

Pemilu.

Jika Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 dikaitkan dengan pasal 6A

ayat (1) UUD 1945, yang menentukan bahwa jabatan Presiden dan Wakil

Presiden merupakan satu kesatuan paket pasangan yang dipilih langsung oleh

rakyat65

, maka Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 itu tidak bertentangan

dengan klausul UUD tersebut.

Namun jika kita mengarah kepada pembukaan UUD 1945, maka akan

ditemukan kejanggalan terhadap pemilihan presiden secara langsung ini.

Dalam mukadimah alina IV dapat dibaca kalimat: suatu susunan Negara

Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada (sila

yang lima).66

Dimana salah satu sila-nya berbunyi: “Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”

Untuk mengetahui pertentangan yang ada diantara Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 2008 terhadap pembukaan UUD 1945 serta makna dari

65

Jimly Asshiddiqie, Komentar Atas Undang-Undang dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 27

66

Muhammad Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid Kedua (Jakarta: Siguntang,

1960), h. 83.

Page 67: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

56

pembukaan UUD itu, maka pandangan para penyusun UUD 1945 dan para

pejuang kemerdekaan dapat dikatakan relevan dan dapat dipakai untuk

menyelidiki makna dari kedaulatan rakyat yang termaktub di dalam

pembukaan UUD 1945 tersebut karena pembukaan UUD 1945 belum

tersentuh perubahan sama sekali.

Sejarah kedaulatan di tanah Indonesia tidaklah sama dengan sejarah

kedaulatan ditanah Barat.67

Para penyusun UUD 1945 membuat sistem

pemerintahan sendiri.Beliau-beliau mendapat ilham dari Inggris yang

mempunyai lembaga tertinggi, yang “supreme” tempat kedaulatan rakyat

(locus of souverignty) berada.68

Perbedaan Kedaulatan Rakyat Indonesia dengan Kedaulatan Rakyat

yang lahir di Eropa Barat berdasarkan sejarah yang berbeda ditegaskan oleh

Moh. Hatta sebagai berikut:

“Dalam memperluas itu kita sampai kita kepada teori Kedaulatan

Rakyat! Ini bukan satu barang import, satu tiruan dari

volkssouvereiniteit, yang berkembang di Eropa Barat, yang berdasar

Individualisme.69

67

Ibid., h. 88.

68

RM. A. B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945: Memuat Salinan

Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan (Jakarta:

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009), h.38

69

Yayasan Hatta. Daulat Ra’jat: Buku 1 Tahun 1931-1932 (Jakarta: Yayasan Hatta,

2002), h. 98.

Page 68: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

57

Pendapat yang serupapun, perbedaan yang terdapat didalam kedaulatan

rakyat Indonesia dan Kedaulatan Rakyat negara lain dinyatakan oleh Bung

Karno bahwa:

“Cara pemerintahan ini sekarang menjadi cita-cita semua partai-

partai nasionalis di Indonesia. Tetapi dalam mencita-citakan paham dan

cara pemerintahan demokrasi itu kaum Marhaen toch harus berhati-hati.

Artinya jangan meniru saja “demokrasi-demokrasi” yang kini

dipraktekkan di dunia luaran.70

Perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan sejarah itu, menyebabkan

perbedaan sifat, watak dan cita-cita yang sangat mempengaruhi prinsip

Kedaulatan Rakyat yang ada di Indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Moh,

Hatta:

“Apalagi bagi kaum tani yang turun temurun hidup di

desanya.Cita-cita Kedaulatan Rakyat mudah sekali masuk kedalam otak

mereka, karena merupai pergaulan hidup yang asli, yang dapat

diketahui mereka daripada cerita dari mulut ke mulut. Pergaulan

Collectivisme, suatu kelanjutan yang mestinya dari pada Kedaulatan

Rakyat, masih tinggal jadi darah daging kaum tani, yang belum

dipengaruhioleh semangat Geldwirtschat.71

70

Sukarno. Dibawah Bendera Revolusi Jilid Pertama (Jakarta: Panitya Penerbit

Dibawah Bendera Revolusi, 1965), h. 171

71

Yayasan Hatta. Daulat Ra’jat: Buku 2 Tahun 1933-1934 (Jakarta: Yayasan Hatta,

2002), h. 89.

Page 69: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

58

Sedangkan Kedaulatan rakyat yang ada di Eropa Barat itu sangat besifat

Individualisme, ini semua disebabkan oleh karena seperti yang di terangkan

oleh Tan Malaka:

“Kalau kita pikir lagi, bahwa anggota-anggota Dewan itu asalnya

dari golongan yang tinggi yang tiada campur dengan orang banyak,

tiada merasa susahnya si Kromo (orang kecil), tiadalah kita sia-sia

mengatakan yang anggota Dewan bukan wakil rakyat dan tiadalah kita

heran, kalau keperluan mereka itu berlawanan dengan keperluan

rakyat.72

Selain itu perbedaan yang mendasar antara Kedaulatan Rakyat

Indonesia dengan Kedaulatan Rakyat di negara lain, adalah sebagai berikut,

seperti yang dinyatakan oleh Sukarno:

Demokrasi kita bukanlah demokrasi adu suara dalam pemungutan,

bukan tempat untuk mencari popularitas dikalangan masyarakat, bukan

alat untuk memperkuda rakyat untuk kepentingan seseorang atau

sesuatu partai. Demokrasi mengajak kita semua dan member

kesempatan kepada kita semua untuk bermusyawarah atas dasar terang

gamblang yaitu bagaimana melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat,

bagaimana memperbaiki nasib penghidupan rakyat sehari-hari,

bagaimana memberikan Harapan dan nanti Kenyataan kepada rakyat

tentang nasib bahagia di kemudian hari.73

72

Tan Malaka.Parlemen atau Soviet? (Jakarta: Yayasan Massa, 1987), h. 12

73

Sukarno. Dibawah Bendera Revolusi Jilid Kedua (Jakarta: Panitya Penerbit

Dibawah Bendera Revolusi, 1965), h. 464

Page 70: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

59

Oleh karena hasrat adu suara untuk merebut kekuasan dan mencari

popularitas itulah itulah, sehingga Kedaulatan Rakyat bergeser menjadi

Kedaulatan Partai.Partai dijadikan tujuan dan Negara menjadi alatnya.74

Sebagai falsafah bangsa, Pancasila adalah merupakan sikap

keberpihakan Bangsa Indonesia di dalam membangun kehidupan berbangsa

dan bernegara dengan mendekatkan kebenaran relatif terhadap kebenaran

absolutnya. Kebenaran relatif ini adalah suatu kebenaran yang berasal dari

proses ikhtiar atas pekerjaan yang dikerjakan. Sedangkan, kebenaran absolut

adalah kebenaran yang telah ditetapkan dan berasal dari Allah SWT.75

Moral Pancasila, dalam arti kata yang mengharuskan kita untuk dalam

tingkah laku kita sehari-hari, baik sebagai pemegang kekuasaan yang

dikuasakan oleh Rakyat dan Negara kita, maupun sebagai rakyat biasa selalu

bersedia mempertanggung jawabkan tingkah laku dan sikap tindakan kita

kepada Tuhan Yang Maha Esa; selalu menempuh cara-cara perikemanusiaan

dan mengutamakan jalan musyawarah dan mufakat dengan Rakyat kita; dan

selalu memusatkan usaha ikhtiar dan daya upaya kita kepada terlaksananya

kebahagiaan dan keadilan dibidang rohani dan jasmani, untuk kebesaran dan

kejayaan Jiwa Bangsa Indonesia.76

74

Mohammad Hatta. Demokrasi Kita (Jakarta: Pustaka Antara, 1966), h. 15. 75

Agus Kodri, “Pancasila Sebagai Dasar Indonesia Merdeka”, artikel diakses pada 4

oktober 2013 dari http://pejuangtanpaakhir.wordpress.com/2008/03/12/pancasila-sebagai-

dasar-indonesia-merdeka/

76

Roeslan Abdulgani. Penjelasan Manipol dan Usdek (Jakarta: Departemen

Penerangan Republik Indonesia, 1960), h. 55.

Page 71: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

60

Musyawarah dan demokrasi adalah merupakan dua metoda

penyelesaian masalah kehidupan dunia yang berbeda.Musyawarah dapat

diartikan sebagai suatu forum tukar menukar pikiran, gagasan ataupun ide,

termasuk saran-saran yang diajukan dalam memecahkan sesuatu masalah

sebelum tiba pada suatu pengambilan keputusan.77

Musyawarah menghasilkan

suatu keputusan yang disebut mufakat. Sedangkan, demokrasi menghasilkan

suatu keputusan yang disebut penetapan pihak yang memenangkan pemilihan

yang dilaksanakan.

Mufakat sebagai hasil keputusan musyawarah merupakan hasil dari

suatu proses pengajuan dasar-dasar pemikiran pemecahan masalah yang

disepakati dan ditetapkan secara bersama di dalam suatu Lembaga/Majelis

terhadap suatu persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara,

proses demokrasi selalu menetapkan pihak pemenang melalui penghitungan

suara sebagai dasar keputusan yang diselenggarakan oleh suatu organisasi

kepanitiaan yang melaksanakan pemilihan.

Oleh karena itu, proses musyawarah adalah lebih cenderung pada

penggunaan hak bicara bukan hak suara. Sehingga, musyawarah akan lebih

mengandalkan kepada kemampuan keilmuan seseorang atas persoalan yang

akan dipecahkan, dan prosesnya akan mencerdaskan hadirin yang hadir

terlibat.78

Dalam menetapkan dan mencari jalan keluar dari masalah-masalah

77

Syaiful Bakhri, Ilmu Negara: Dalam Konteks Negara Hukum Modern (Yogyakarta:

Total Media, 2010), h. 85.

78

Agus Kodri, “Dengan Musyawarah Bukan Dengan Demokrasi membangun

Kehidupan Bangsa Dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, artikel diakses pada 4

oktober 2013 dari http://pejuangtanpaakhir.wordpress.com/2008/01/31/17/

Page 72: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

61

yang dihadapi itu, kita bermusyawarah, mengikutsertakan semua pihak yang

berkepentingan, akan tetapi sekali keputusan bersama diambil berdasarkan

hasil musyawarah, maka tidak seorangpun, tidak satu golonganpun boleh

ingkar terhadap putusan tadi.79

Adapun proses demokrasi adalah lebih cenderung menggunakan hak

suara daripada hak bicara. Sehingga, proses ini akan lebih ditentukan oleh

kekuatan ikatan primordial seseorang terhadap seseorang baik secara individu

maupun secara kelompok atau organisasi. Sehingga, transfer ilmu

pengetahuan sebagai suatu proses pencerdasan bangsa akan sangat lemah

terjadi.80

Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa proses musyawarah akan

membentuk seseorang lebih menjadi pemimpin, sedangkan proses demokrasi

lebih cenderung membentuk seseorang menjadi penguasa. Hal ini dapat

dijelaskan dari pemahaman bahwa hanya seseorang yang memahami sejarah

dan masa depan kehidupan Bangsa dan Negara Republk Indonesia yang

layak ditetapkan untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Ini hasil dari proses

musyawarah. Tetapi, proses demokrasi lebih memaksakan seseorang

menduduki suatu jabatan tertentu tanpa melihat kemampuan atau kapasitas

keilmuan orang yang dicalonkan tersebut.81

79

Krissantono, Ed. Pandangan Presiden Soeharto Tentang Pancasila (Jakarta: CSIS,

1976), h. 61

80

Agus Kodri, “Dengan Musyawarah Bukan Dengan Demokrasi”.

81

Ibid.

Page 73: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

62

Menurut Muhammad Yamin, adat tiga hal didalam dasar

permusyawaratan itu meberi kemajuan pada ummat yang hidup dalam negara

dilindungi oleh kebesaran Ketuhanan:

1) Karena dengan dasar musyawarat itu manusia

memperhalus perjuangannya dan bekerja diatas jalan

Ketuhanan dengan membuka pikiran dalam

permusyawaratan sesama manusia.

2) Oleh permusyawaratan, maka negara tidaklah dipikul

oleh seorang manusia atau pikiran yang berputar dalam

otak sebuah kepala, melainkan dipangku oleh segala

golongan, sehingga negara tidak berpusing disekeliling

seorang insan, melainkan sama-sama membentuk negara

sebagai suatu batang tubuh, yang satu-satu cel

mengerjakan kewajiban atas permufakatan yang

menimbulkan perlainan atau perbedaan kerja, tetapi untuk

kesempurnaan seluruh badan.

3) Permusyawaratan mengecilkan atau menghilangkan

kekhilafan pendirian atau kelakuan orang seorang,

permusyawaratan membawa negara kepada tindakan yang

betul segala kesesatan.82

82

Muhammad Yamin,Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid Pertama (Jakarta: Siguntang,

1971), h. 85.

Page 74: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

63

Dalam Al-Quran beberapa ayat yang menggariskan prinsip

musyawarah. Salah satunya terdapat dalam surat Asy-Syura/42:38: “adapun

urusan kemasyarakatan diputuskan dengan musyawarah antara mereka”.

Ayat ini menggambarkan bahwa dalam setiap persoalan yang menyangkut

masyarakat atau kepentingan umum Nabi selalu mengambil keputusan

setelah melakukan musyawarah dengan dengan para sahabatnya.83

Prinsip

musyawarah-pun diterangkan pula di surat lain, yaitu seperti surat Ali Imran

ayat 159, sebagai berikut:

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah

lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati

kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu

ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan

bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila

kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.

83

Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya

Diihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa

Kini (Jakarta: Kencana, 2007), h. 111.

Page 75: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

64

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-

Nya.

Dalam ajaran Al-Quran, dilihat dari hasil dan daya ikat keputusannya,

“musyawarah” ada dua macam; Pertama musyawarah yang hasilnya bersifat

mengikat (mulzimah) atas para pihak yang terlibat, baik langsung dalam

proses musyawarah sebagai peserta, maupun secara tidak langsung melalui

perwakilannya. Musyawarah katagori ini, sebagaimana dimaksudkan dalam

Al-Quran surat Asy-Syura ayat 38 di atas, adalah musyawarah untuk

mengambil keputusan bersama diantara pihak yang memiliki kedudukan

sosial yang sama atau setara. Kedua, musyawarah yang dimaksudkan untuk

mencari masukan/konsultasi dan/atau sosialisasi suatu kebijakan dari

seseorang pemimpin dengan staf atau anak buahnya.84

Berdasarkan perjalanan sejarah bangsa, Bangsa Indonesia terlahir pada

tanggal 28 Oktober 1928 melalui Sumpah Pemuda di dalam Kongres Pemuda

II, yang telah dilaksanakan oleh pemuda-pemuda (yong-yong) yang berasal

dari pulau dan kepulauan yang ada di wilayah Indonesia. Kelahiran Bangsa

Indonesia adalah merupakan suatu bentuk perjuangan kebangsaan yang

dilaksanakan oleh Orang-orang Bangsa Indonesia Asli untuk mengangkat

harkat dan martabat hidup kaum pribumi yang merupakan kelompok

masyarakat kelas terbawah.Kelompok kelas masyarakat di atasnya terdiri dari

kaum ningrat pribumi dan para pedagang dari Asia Timur, seperti Cina,

84

Masdar Farid Mas’udi, Syarah Konstitusi UUD 1945 dalam Prespektif Islam

(Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011), h. 58-59.

Page 76: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

65

India, dan Arab.Adapun kelompok masyarakat kelas teratas adalah bangsa

Belanda dan orang-orang bangsa Eropa lainnya.85

Setelah Bangsa Indonesia terlahir, perjuangan kebangsaan berikutnya

adalah merebut kemerdekaan Bangsa Indonesia.Perjuangan ini dilakukan

oleh Orang-orang Bangsa Indonesia Asli dan dibantu oleh bangsa-bangsa

asing yang tinggal dan hidup di wilayah Indonesia. Sehingga, setelah

kemerdekaan Bangsa Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

1945, atau setelah hampir 17 tahun sejak Bangsa Indonesia terlahir, Negara

Republik Indonesia kemudian dibentuk, yaitu tepatnya pada tanggal 18

Agustus 1945.86

Proses Musyawarah-Mufakat telah melahirkan Bangsa Indonesia dan

tercapainya kemerdekaan Bangsa Indonesia serta telah membentuk

NKRI.Oleh karena itu, Musyawarah-Mufakat merupakan Jatidiri

Bangsa.Sehingga,proses Musyawarah-Mufakat harus menjadi metoda yang

selalu digunakan di dalam menetapkan kebijakan Bangsa Indonesia dan

NKRI.87

85

Agus Kodri, “Hilangnya Pancasila Penyebab Hilangnya Bangsa Indonesia dan

Hancurnya NKRI”, artikel diakses pada 4 oktober 2013

darihttp://pejuangtanpaakhir.wordpress.com/2009/09/28/hilangnya-pancasila-penyebab-

hilangnya-bangsa-indonesia-dan-hancurnya-nkri/ 86

Ibid.

87

Agus Kodri, “Tumbuhnya Demokrasi Makna Surutnya Kehidupan Bangsa

Indonesia dan Terancamnya kesinambungan NKRI”, artikel diakses pada 4 oktober 2013 dari

http://pejuangtanpaakhir.wordpress.com/2008/03/04/tumbuhnya-demokrasi-makna-surutnya-

kehidupan-bangsa-indonesia-dan-terancamnya-kesinambungan-nkri/

Page 77: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

66

B. Calon Presiden dan Wakil Presiden Independen Dalam Pemilihan

Presiden danWakil Presiden.

Serta pasal 6A ayat (2) yang menentukan bahwa pasangan calon

Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan

partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan

umum, maka dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008

tidak bertentang dengan pasal 6A ayat (1) dan (2) tersebut.

Namun jika dikaitkan dengan pasal 27 ayat (1), terlihat pertentangan

antara Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 dengan pasal 27 ayat (1) dan

pembukaan UUD 1945 itu. Didalam pasal 27 ayat (1) dinyatakan bahwa

segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap warga negara

berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Oleh karena

itu pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang hanya dapat

diikuti oleh partai politik atau orang-orang yang diusung oleh partai politik

atau gabungan partai politik merupakan bentuk suatu ketidakadilan.

Dalam konstitusi itu telah ditetapkan bahwa di dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia ini yang berdulat adalah rakyat. Jadi rakyatlah yang

berdaulat, bukan negara, yang berdaulat itu bukan konstitusi karena konstitusi

Page 78: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

67

itu dibentuk oleh rakyat yang berdaulat itu. yang berdaulat juga bukan partai,

tetapi yang berdaulat adalah rakyat.88

Dari sini, muncullah pendapat perlu dibolehkannya calon Presiden dan

Wakil Presiden Independen untuk maju mencalonkan diri, karena publik

cukup merindukan tampilnya kandidat presiden yang berasal dari luar partai

politik.89

Namun harapan akan adanya calon Presiden dan Wakil Presiden

Independen tidak dibolehkan oleh konstitusi. Sebagian pihak telah

mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi untuk menguji

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 ini untuk membolehkan calon

Presiden dan Wakil Presiden dapat memajukan diri, namun Mahkamah tetap

tidak menerima dan menolak permohonan selebihnya. Salah satunya ialah

Putusan Nomor 26/PUU-VII/2009, dimana Mahkamah berpendapat, bahwa

pembatasan dalam pasal 8, pasal 9 dan pasal 13 ayat (2) UU 42/2008 tidaklah

bertentangan dengan UUD 1945 dan bukanlah merupakan pengaturan yang

diskriminatif.

Majelis menilai ketentuan pasal ini sudah jelas baik secara tekstual

maupun dengan penafsiran melalui original intent atau kehendak awal.

Berdasarkan original intent, UUD 1945 hanya mengenal adanya pasangan

88

M, Dimyati Hartono, Memahami Makna Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

dari Sudut Historis, Filosofis, Ideologis, dan Konsepsi Nasional (Jakarta: Gramata

Publishing, 2010), h. 73.

89

Zaenal Arifin, “Pemilihan Presiden Langsung Substansi dan Problematikanya”,

artikel diakses pada 4 oktober 2013 dari

http://www.oocities.org/infopmkri/pilih_presidenlangsung.html

Page 79: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

68

calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik peserta pemilihan umum, ujar Hakim Konstitusi

Arsyad Sanusi.

Putusan yang dibuat oleh delapan hakim konstitusi ini tidak bulat. Tiga

Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar, Maruarar Siahaan, dan Akil

Mochtar menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion.

Maruarar menilai bila Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 dianggap sebagai

hak konstitusional parpol, maka hak itu merupakan derivasi dari hak-hak

dasar warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan. Ia menjelaskan

seharusnya Majelis melihat juga hak-hak konstitusional lain yang diatur

dalam UUD 1945. Di antaranya adalah hak-hak yang dijamin oleh Pasal 28,

Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (3) dan Pasal 28I ayat (3).

Tafsir Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang mengesampingkan pasal-pasal

UUD yang disebut di atas, pasti menggambarkan kerancuan berpikir yang

tidak logis dalam paham konstitusionalisme dalam kehidupan bernegara, jelas

Maruarar.

Sedangkan Hakim Konstitusi Akil Mochtar mengkritik pendapat

koleganya yang hanya menafsirkan secara tekstual Pasal 6A ayat (2). Ia

berpendapat untuk menjaga spirit dan moralitas konstitusi, seharusnya

konstitusi juga harus dibaca dalam konteks kekinian.

Meski ketiga hakim konstitusi mengaku setuju dengan capres

independen, namun mereka mengakui capres independen belum bisa

Page 80: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

69

diterapkan pada Pemilu 2009. Barangkali pada Pemilu 2014 atau Pemilu

2019 baru dapat diwujudkan, ujar Mukthie.

Karenanya, Mukthie menilai seharusnya putusan ini berbunyi

conditionally constitutional atau konstitusional bersyarat. Artinya, pasal-

pasal yang dimohonkan tetap dinyatakan konstitusional sepanjang memberi

ruang bagi calon perseorangan.90

90 Hukum Online.com, “Pemilihan Presiden Langsung Substansi dan

Problematikanya”, artikel diakses pada 22 November 2013 dari

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21216/mk-tolak-permohonan-capres-

independen

Page 81: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa:

1. Mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang

termaktub didalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 telah

sesuai dengan batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945 yang berlaku saat ini, khususnya Pasal

6A ayat (2),Pasal 6A ayat (3),Pasal 6A ayat (4),Pasal 6A ayat (5).

Karena pembentukan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008

merupakan mandat daripada klausul-klausul batang tubuh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tersebut.

2. Namun terdapat ketidak sesuaian antara Undang-Undang Nomor

42 Tahun 2008 terhadap prinsip kedaulatan rakyat serta

pelaksanaan kedaulatan rakyat tersebut dalam rangka pemilihan

Presiden dan Wakil Presidan yang terdapat di dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 menyatakan bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam

rangka pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan

dengan permusyawaratan-perwakilan. Sedangkan di dalam Batang

Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, dinyatakan bahwa

pelaksanakan kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut UUD. Dan

Page 82: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

71

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan cara

pemilihan umum secara langsung, dengan calon yang diusung

oleh partai politik atau gabungan partai politik.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini, peneliti ingin memberikan saran dan masukan terhadap

proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam rangka pelaksanaan kedaulatan

rakyat agar lebih baik kedepannya nanti. Antara lain:

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat mengkaji kembali Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berlaku saat

ini, apakah di dalamnya terdapat pertentangan atau tidak,

khususnya tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

terhadap prinsip Kedaulatan Rakyat. Jika terdapat pertentangan,

Majelis Permusyawaratan Rakyat segera mengubah dan

menetapkan Undang-Undang Dasar sesuai dengan sifat, watak,

serta cita-cita Bangsa Indonesia.

2. Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat hendaknya menetapkan

peraturan dan perundang-undang tentang pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden dalam rangka pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

sesuai dengan Undang-Undang Dasar yang telah kaji ulang,

dirubah, dan ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat

sebagaimana diatas.

Page 83: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

72

3. Pusat-pusat pengkajian melakukan kajian yang lebih dalam lagi

terhadap pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan

Prinsip Kedaulatan Rakyat yang terdapat di dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945.

Page 84: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

73

DAFTAR PUSTAKA

A. Kitab Suci Al Quran

B. Buku-Buku

Abdulgani, Roeslan. Penjelasan Manipol dan Usdek. Jakarta: Departemen

Penerangan Republik Indonesia, 1960.

Agustino, Leo. Perihal Ilmu Politik: Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik.

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Asshiddiqie, Jimly, dkk. Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden

secara Langsung. Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006.

----------. Komentar Atas Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

----------. Menuju Negara Hukum Yang Demokratis. Jakarta: Sekertaris Jenderal dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,2008.

----------. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Azhary, Muhammad Tahir. Negara Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya

Diihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara

Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Kencana, 2007

Bakhri, Syaiful. Ilmu Negara: Dalam Konteks Negara Hukum Modern. Yogyakarta:

Total Media, 2010.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2005.

Busroh, Abu Daud, Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Dewata, Mukti Fajar Nur dan Achmad, Yulianto. Dualisme Penelitian Hukum

Normatif Dan Empiris. Jakarta: Pustaka Pelajar. 2010.

Hamidi, Jazim, dkk. Teori Hukum Tata Negara: A Turning Point Of State. Jakarta:

Penerbit Salemba Humanika, 2012

Page 85: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

74

Hartono, M. Dimyati. Memahami Makna Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:

Dari Sudut Historis, Filosofis, Ideologis, Dan Konsepsi Nasional. Jakarta:

Gramata Publishing, 2010.

Hatta, Mohammad. Demokrasi Kita. Jakarta: Pustaka Antara, 1966.

Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Huda, Ni’matul. Ilmu Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Irianto, Sulistyowati dan Shidarta, Ed. Metode Penelitian Hukum: Konstelasi Dan

Refleksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009.

Kansil, C. S. T. dan Kansil, Christine. S. T. Ilmu Negara. Jakarta: Sinar Grafika,

2007.

Krissantono, Ed. Pandangan Presiden Soeharto Tentang Pancasila. Jakarta: CSIS,

1976.

Kusuma, RM. A. B. Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945: Memuat Salinan Otentik

Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan.

Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009.

Mage, Ruslan Ismail. Industri Politik: Strategi Investasi Politik dalam Pasar

Demokrasi. Jakarta: RMBOOKS, 2009.

Majelis Permusyawaratan Rakyat. Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2012.

Malaka, Tan. Merdeka 100%: Tiga Percakapan Ekonomi Politik. Jakarta: Marjin

Kiri, 1987.

----------. Parlemenatau Soviet?. Jakarta: Yayasan Massa, 1987.

Manan, Bagir, Ed. Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia, Dan Negara Hukum.

Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2005.

Massardi, Adhie M., dkk.Pilpres Abal-Abal Republik Amburadul. Jakarta: Republika

Penerbit, 2011.

Page 86: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

75

Mas’udi, Masdar Farid. Syarah Konstitusi UUD 1945 dalam Prespektif Islam.

Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011.

Notohamidjojo. Teras Tatanegara. Solo: Sadu Budi, 1956.

Nurtjahjo, Hendra. Filsafat Demokrasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Palguna, I Dewa Gede.Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint): Upaya

Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional. Jakarta: Sinar

Grafika, 2013.

Priyono, AE, dkk. Menjadikan Demokrasi Bermakna: Masalah dan Pilihan di

Indonesia. Jakarta: Demos, 2007.

Rahman H. I., Abdul. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Ravitch, Diane dan Thernstrom, Abigail. Demokrasi: Klasik Dan Modern.

Penerjemah Hermoyo. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.

Soehino. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty, 2005.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1983

Soepardo, dkk. Manusia Dan Masyarakat Baru Indonesia: Civics. Jakarta:

Departemen P. P. Dan K., 1960.

Soeprapto, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan (1): Jenis, Fungsi,

Materi Muatan. Jakarta: Kanisius, 2007

Strong, C. F. Konstitusi-Konstitusi politik Modern: Kajian Tentang Sejarah Dan

Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia. Penerjemah SPA Teamwork. Bandung:

Penerbit Nusa Media, 2008.

Sukarno. Dibawah Bendera Revolusi Jilid Pertama. Jakarta: Panitya Penerbit

Dibawah Bendera Revolusi, 1964.

----------. Dibawah Bendera Revolusi Jilid Kedua. Jakarta: Panitya Penerbit Dibawah

Bendera Revolusi, 1965.

Syam, Firdaus. Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Ideologi, Dan Pengaruhnya

Terhadap Dunia Ke-3. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Page 87: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

76

Syhuri, Taufiqurrohman. Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum. Jakarta: Kencana,

2011.

Triwayuningsih. Pemilihan Presiden Langsung: Dalam Kerangka Negara Demokrasi

Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001.

Tutik, Titik Triwulan. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

UUD 1945. Jakarta: Kencana, 2010.

Yamin, Muhammad. Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid Pertama. Jakarta:

Siguntang, 1971.

----------. Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid Kedua. Jakarta: Siguntang, 1960.

----------. Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid Ketiga. Jakarta: Siguntang, 1960.

Yayasan Hatta. Daulat Ra’jat: Buku 1 Tahun 1931-1932. Jakarta: Yayasan Hatta,

2002.

----------. Daulat Ra’jat:Buku 2 Tahun 1933-1934. Jakarta: Yayasan Hatta, 2002.

C. Peraturan Dan Perundang-Undangan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-VII/2009

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99/PUU-VII/2009

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Amandemen.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden.

Page 88: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

77

D. Sumber Internet

Arifin, Zaenal. “Pemilihan Presiden Langsung Substansi dan Problematikanya”,

artikel diakses pada 4 oktober 2013 dari

http://www.oocities.org/infopmkri/pilih_presidenlangsung.html

B. Harimurti, “Sistem Pemerintahan Indonesia-Demokrasi Konstitusional”, artikel

diakses pada 10 Januari 2014 dari http://www.koranpagi.com/sistem-

pemerintahan-indonesia/

Hukum Online.com. “Pemilihan Presiden Langsung Substansi dan Problematikanya”,

artikel diakses pada 22 November 2013 dari

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21216/mk-tolak-permohonan-

capres-independen

Kodri, Agus. “Dengan Musyawarah Bukan Dengan Demokrasi membangun

Kehidupan Bangsa Dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, artikel diakses

pada 4 oktober 2013 dari

http://pejuangtanpaakhir.wordpress.com/2008/01/31/17/

Kodri, Agus. “Hilangnya Pancasila Penyebab Hilangnya Bangsa Indonesia dan

Hancurnya NKRI”, artikel diakses pada 4 oktober 2013

darihttp://pejuangtanpaakhir.wordpress.com/2009/09/28/hilangnya-pancasila-

penyebab-hilangnya-bangsa-indonesia-dan-hancurnya-nkri/

Kodri, Agus. “Pancasila Sebagai Dasar Indonesia Merdeka”, artikel diakses pada 4

oktober 2013 dari

http://pejuangtanpaakhir.wordpress.com/2008/03/12/pancasila-sebagai-dasar-

indonesia-merdeka/

Kodri, Agus. “Tumbuhnya Demokrasi Makna Surutnya Kehidupan Bangsa

Indonesia dan Terancamnya kesinambungan NKRI”, artikel diakses pada 4

oktober 2013 dari

http://pejuangtanpaakhir.wordpress.com/2008/03/04/tumbuhnya-demokrasi-

makna-surutnya-kehidupan-bangsa-indonesia-dan-terancamnya-

kesinambungan-nkri/

Muhammad, Irzu. “Mekanisme Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden”, artikel

diakses pada 4 oktober 2013 dari http://id.shvoong.com/social-

sciences/political-sciences/2242883-mekanisme-pemilihan -presiden-dan

wakil/#ixzz2gkhrQcEB.

Page 89: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

78

Sonnie, Flory Kresinda, “Konsep Demokrasi dan Demokrasi Konstitusional

Indonesia”, artikel diakses pada 10 Januari 2014 dari

http://konsepdemokrasi.blogspot.com/2012/03/konsep-demokrasi.html

Sutanto, Aris. “Pemilihan Presiden Secara Langsung”, artikel diakses pada 22

November 2013 dari http://arissutanto.blogspot.com/2009/03/pemilihan-

presiden-secara-langsung_29.html

Page 90: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

PUTUSAN Nomor 26/PUU-VII/2009

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

[1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada

tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Permohonan

Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Presiden dan Wakil Presiden terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh:

[1.2] SRI SUDARJO, SPd, S.H., Jabatan Presiden Dewan Nasional

Lembaga Komite Pemerintahan Rakyat Independen Ibu Kota Negara Jalan

Percetakan Negara Nomor 91 A Cempaka Putih Jakarta Pusat, Jalan Jati Raya

Nomor 8 Jakarta Selatan, dan Jalan Angsoka I Nomor 2 Kelurahan Mataram Barat,

Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat, berdasarkan Akta Notaris Nomor 34,

Edi Hermasyah, S.H., Tahun 2008;

Selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------------------------- Pemohon;

[1.3] Membaca permohonan dari Pemohon;

Mendengar keterangan dari Pemohon;

Memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon;

2. DUDUK PERKARA

[2.1] Menimbang bahwa Pemohon mengajukan permohonan dengan surat

permohonan bertanggal 24 Maret 2009 yang diterima dan terdaftar di

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah)

pada tanggal 13 April 2008 dengan registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009, yang telah

diperbaiki dan diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 29 April 2009

yang menguraikan hal-hal sebagai berikut:

Page 91: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

2

1. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Pasal 24C ayat (1) Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) juncto Pasal 10 Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut

UU 24/2003) yang menyatakan, ”Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada

tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

a. menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

b. memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. memutuskan pembubaran partai politik; dan

d. memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.

2. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON

1. Pasal 51 ayat (1) UU 24/2003 memberikan kepada antara lain perseorangan

warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih

hidup kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Badan

Hukum Publik mengajukan permohonan judicial review karena dan/atau

kewenangan konstitusinya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia;

b. kesatuan masyarakat hukum adat sapanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara,

2. Bahwa Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU 24/2003 mengatakan, ”Yang

dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Bahwa Pemohon sebagai warga negara Republik Indonesia yang dirugikan hak

dan/atau wewenang konstitusionalnya dengan disahkannya Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

(selanjutnya disebut UU 42/2008). Karena dengan disahkannya UU 42/2008

Pemohon dirugikan hak-hak dan/atau wewenang konstitusionalnya

sehubungan dengan Pemohon mencalonkan diri sebagai Presiden Republik

Indonesia dari jalur independen. Di samping itu Pemohon yang juga perumus,

Page 92: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

3

penggagas, dan konseptor judisial review Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diubah menjadi Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008. Menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

5/PUU-V/2007 sebagai yurisprudensi agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan

permohonan Pemohon sebagai upaya penghargaan kepada Pemohon. Selain

itu juga sebagai terciptanya hubungan korelasi yang positif antara calon

Bupati/Walikota, dan calon Gubernur Independen yang telah dikabulkan oleh

Mahkamah Konstitusi dalam sidang terbuka tanggal 23 Juli 2007;

4. Bahwa sebagai yurisprudensi antara Pasal 8 juncto Pasal 9 dan Pasal 10 ayat

(1), ayat (2), dan ayat (3) UU 42/2008 dan Pasal 59 (1) huruf b UU Nomor 12

Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan keduanya bersumber pada

dasar hukum yang sama yaitu Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Hubungan antara

pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Pemda dan yang terdapat dalam

Undang-Undang Pilpres tersebut tidaklah dapat diposisikan sebagai hubungan

antara hukum yang khusus disatu pihak, yaitu Pasal 59 ayat (1) huruf b UU

Pemda dan hukum yang umum dipihak lain yaitu Pasal 8 juncto Pasal 9 dan

Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Pilpres. Karena ketentuan Pasal 59

(1) huruf b Undang-Undang Pemda bukan keistimewaan yang dimiliki oleh

Pemerintah Daerah. Oleh karena tidak dalam posisi hubungan antara hukum

yang khusus dengan hukum yang umum, adanya Pasal 59 (1) huruf b Undang-

Undang Pemda harus dimaknai sebagai penafsiran baru oleh pembentuk

undang-undang terhadap ketentuan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Apabila

kedua ketentuan tersebut berlaku bersama-sama tetapi untuk kekuasaan

pemerintahan yang berbeda, maka akan menimbulkan akibat adanya dualisme

dalam melaksanakan ketentuan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Dualisme

tersebut dapat mengakibatkan ketiadaan kedudukan yang sama antara Kepala

Daerah dan Kepala Negara di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,

yang artinya Kepala Negara memiliki hak konstitusional yang lebih sedikit

karena tidak dapat mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden

secara independen oleh karena tidak terdapatnya perlakukan yang sama dalam

hukum sebagaimana yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (3) UUD 1945;

5. Bahwa Pemohon harus mendapatkan persamaan hak warga negara dalam

pemerintahan sebagaimana yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (3) UUD 1945,

dapat dilakukan meski dengan menghapuskan Undang-Undang Pilpres, karena

Page 93: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

4

sejatinya independen tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan bukan pula

merupakan suatu tindakan dalam keadaan darurat, untuk itu UU Pilpres harus

menyesuaikan perkembangan baru yang telah dilakukan oleh pembentuk

undang-undang itu sendiri yaitu dengan memberi hak kepada calon

independen untuk dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan wakil

kepala daerah;

6. Bahwa menurut UU 42/2008 dinyatakan dalam konsideran Menimbang huruf b

bahwa Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan secara

demokratis dan beradab melalui partisipasi rakyat seluas-luasnya berdasarkan

asas Iangsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil untuk memilih Presiden

dan Wakil Presiden, sehingga disiratkan mekanisme independen agar dibuka

untuk terpenuhinya penyelenggaraan yang demokratis melalui partisipasi

rakyat yang seluas-luasnya;

7. Bahwa demokrasi sejatinya identik dengan salah satu aspirasi yang melibatkan

seluruh rakyat dalam setiap keputusan seperti yang diamanatkan oleh

demokrasi dan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya demokrasi adalah

paham kerakyatan yang tanpa diskriminasi atau intervensi yang bermuatan

kekuasaan jabatan maupun golongan. Demokrasi tidak boleh hanya sekedar

menjadi simbol yang hanya mengeksploitasi kepentingan rakyat dengan

memobilisasi rakyat kepada kepentingan sesaat;

8. Bahwa dengan munculnya independen di Pilkada yang mendapat kemenangan

mutlak sebagai Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan

Walikota/Wakil Walikota telah membuktikan rakyat sangat membutuhkan

independen dan tidak percaya lagi dengan partai politik (perusahaan) yang

syarat dengan transaksi politik jual-beli. Di samping itu Pemohon secara legal

opinion menjabat sebagai Presiden Komite Pemerintah Rakyat Independen

sesuai Akte Notaris Nomor 34 Eddy Hermansyah, SH Tahun 2008, yang

hakikatnya adalah partai politik peserta Pemilu Presiden;

III. ALASAN PERMOHONAN

Permohonan pengujian (judicial review) Undang-Undang Nomor 42

Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yaitu:

• Pasal 1 angka (2): ”Partai adalah Partai Politik yang telah ditetapkan sebagai

peserta pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat”;

Page 94: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

5

• Pasal 8: “Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu)

pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik”;

• Pasal 9: “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai

Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling

sedikit 20% (dua puluh persen) dan jumlah kursi DPR atau memperoleh 25%

(dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR,

sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;

• Pasal 10 ayat (1): ”Penentuan calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden

dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal

Partai Politik bersangkutan”;

• Pasal 10 ayat (2): ”Partai Politik dapat melakukan kesepakatan dengan partai

politik lain untuk melakukan penggabungan dalam mengusulkan Pasangan

Calon”;

• Pasal 10 ayat (3): ”Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mencalonkan 1 (satu) Pasangan Calon

sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik dan/atau musyawarah

Gabungan Partai Politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka”;

• Pasal 10 ayat (4): ”Calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden yang telah

diusulkan dalam satu pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dicalonkan lagi oleh Partai

Politik atau Gabungan Partai Politik lainnya”;

• Pasal 14 ayat (2): “Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak penetapan secara nasional hasil

Pemilu anggota DPR”;

Bertentangan dengan UUD 1945:

Pasal 6A ayat (2): “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum

sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Partai yang dimaksud oleh Pasal 6A ayat

(2) UUD1945 dalam arti bahasa berarti kelompok, kumpulan orang (Party/partie,

kb. 3 kelompok, kumpulan orang Kamus Indonesia Inggris An English-Indonesia

Dictionary Oleh JOHN M. ECHOLS DAN HASSAN SHADILY Penerbit, PT.

Gramedia Jakarta), sedangkan Politik dalam arti bahasa berarti bijaksana

(Politik/kebijaksana kamus Indonesia Inggris An English-Indonesia Dictionary Oleh

JOHN M. ECHOLS DAN HASSAN SHADILY Penerbit PT. Gramedia Jakarta). Jadi

Page 95: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

6

apabila digabungkan Partai Politik, dalam arti tersirat dan dalam arti bahasa berarti

kelompok kumpulan orang yang berpandangan, berpikir, berkata, bersikap,

bertindak, serta berbuat dengan bijaksana berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

dan tidak dapat diartikan sebagai kumpulan hewan, pepohonan, gambar-gambar

dilangit yang tidak mempunyai pandangan yang diatur berdasarkan kebijaksanaan

konstitusi yang penuh kemunafikan layaknya berdagang sapi. (Politic) serta

konstitusi Pancasila dan UUD 1945 tidak bisa ditafsirkan di luar makna yang

tersirat berdasarkan falsafah dan pribadi yang mendasar rakyat Indonesia;

Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 merupakan pokok pokiran, landasan roh

yang tidak bisa berdiri sendiri dan merupakan satu kesatuan yang utuh dengan

pasal dan ayat lainnya UUD 1945 serta tidak terlahir berdasarkan semangat privat

layaknya poorporated (perusahaan) swasta/nasional maupun asing jadi Partai

Politik dan Gabungan Partai Politik berdasarkan Pasal 6A ayat (2) merupakan

sarana partisipasi politik rakyat yang terlahir dan rakyat, oleh rakyat, dan untuk

rakyat sehingga mempunyai hubungan korelasi positif yang tidak saling

bertentangan, atau mengikat dan utuh dengan:

Pasal 1 ayat (2): ”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

menurut Undang-Undang Dasar, Pasal 1 ayat (3): “Negara Indonesia adalah

negara hukum”/Pasal 6A ayat (1): ”Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu

pasangan secara langsung oleh rakyat”/Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”/Pasal 28C

ayat (2): ”Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan

haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan

negaranya”/Pasal 28D ayat (1): ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di

hadapan hukum”/Pasal 28D ayat (3): ”Setiap warga negara berhak memperoleh

kesempatan yang sama dalam pemerintahan;/Pasal 28E ayat (3): ”Setiap orang

berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat;/Pasal

28H ayat (2): ”Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus

untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai

persamaan dan keadilan”/Pasal 28I ayat (2): ”Setiap orang berhak bebas dan

perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan

perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskrimitatif itu”, Pasal 28I ayat (4):

Page 96: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

7

”Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah

tanggung jawab negara, terutama pemerintah; Pasal 28I ayat (5): ”Untuk

menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara

hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur,

dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”/Pasal 28J ayat (1): ”Setiap

orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”;

Pokok-pokok pikiran Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia, dengan berdasar atas persatuan dengan

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya Negara

mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan demi

persatuan yang meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Hal tersebut

merupakan suatu dasar Negara yang tidak boleh dilupakan. Negara hendak

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Negara yang berkedaulatan

rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh

karena itu sistem Negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar dan

berdasarkan atas kedaulatan rakyat bukan kedaulatan partai politik. Dan uraian

mengenai landasan/dasar serta alasan-alasan permohonan judicial review tersebut

di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ketentuan muatan pasal UU 42/2008 Pasal 1 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal

10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) bertentangan dengan asas legalitas,

bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden sebagai sarana partisipasi yang diamanatkan Pancasila dan

UUD 1945 berdasarkan Pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada ditangan rakyat

dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar 1945;

2. Pertentangan antara UU 42/2008 Pasal 1 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10

ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 14 ayat (2), dengan UUD

1945 Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2),

Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2),

Pasal 28I ayat (2), ayat (4), ayat (5), Pasal 28J ayat (1), karena telah berakibat

merugikan hak konstitusional Pemohon selaku orang yang dirampas hak

kewarganegaraan yang hendak mencalonkan diri sebagai Presiden Republik

Indonesia melalui jalur independen yang dijamin oleh Pancasila dan UUD 1945

serta mengamanatkan bahwa kedaulatan ditangan rakyat;

Page 97: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

8

3. Bahwa ketentuan materi muatan pasal UU 42/2008 Pasal 1 ayat (2), Pasal 8,

Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan Pasal 14 ayat (2)

mempunyai penafsiran ganda dalam penerapan hukum, tidak memberikan

kepastian hukum, sehingga jelas bertentangan dengan maksud dan ketentuan

Pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia adalah negara hukum;

4. Berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas, maka Pasal 1 ayat (2), Pasal 8,

Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan Pasal 14 ayat (2)

secara arti tekstual dan arti kontekstual ketentuan dengan Pasal 6A ayat (2),

Pasal 1 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat

(1), ayat (3), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2), ayat

(2), ayat (4), ayat (5), dan Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 serta terbukti

mengakibatkan kerugian konstitusional yang disebut di atas;

Oleh karena itu Pemohon meminta kepada Ketua/Majelis Hakim Mahkamah

Konstitusi kiranya berkenan memeriksa dan memutuskan permohonan pengajuan

ini (judicial review) dengan menyatakan muatan pasal, ayat UU 42/2008 Pasal 1

ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan Pasal

14 ayat (2) a quo bertentangan dengan UUD 1945 dan dengan demikian

dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;

IV. POKOK PERKARA

1. Bahwa UU 42/2008 Pasal 1 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1),

ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan Pasal 14 ayat (2) bertentangan dengan UUD

1945 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

UU 42/2008 UUD 1945

• Pasal 1 ayat (2): Partai Politik adalah partai politik yang telah ditetapkan sebagai peserta pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

• Pasal 14 ayat (2): Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak penetapan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR.

• Pasal 6A ayat (2): Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

a. Partai yang dimaksud oleh Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 dalam arti bahasa berarti “Kelompok, kumpulan orang” (Party/partie/, kb. 3 kelompok, kumpulan orang Kamus Indonesia Inggris An English Indonesia Dictionery Oleh JOHN M.

Page 98: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

9

ECHOLS DAN HASSAN SHALILY Penerbit PT Gramedia Jakarta), sedangkan politik dalam arti bahasa bertarti Bijaksana(Politik/kebijaksana kamus Indonesia Ingris An English Indonesia Dictionery Oleh JOHN M. ECHOLS DAN HASSAN SHALILY Penerbit, PT Gramedia Jakarta). Jadi apabila digabungkan Partai Politik, dalam arti tersirat dan dalam arti bahasa berarti kelompok kumpulan orang yang berpandangan, berpikir, berkata, bersikap, bertindak, serta berbuat dengan bijaksana berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan sumber dan segala sumber hukum.

“Dan dapat pula diartikan bahwa partai politik bukanlah kumpulan hewan, pepohonan, gambar-gambar di langit yang tidak mempunyai pandangan yang diatur berdasarkan kebijaksanaan konstitusi yang penuh kemunafikan layaknya berdagang sapi “(Politik);

Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 merupakan pokok pikiran, landasan roh yang tidak bisa berdiri sendiri dan merupakan satu kesatuan yang utuh dengan pasal dan ayat lainnya UUD 1945 serta tidak terlahir berdasarkan semangat privat layaknya Coorporated (perusahaan) swasta/nasional maupun asing, jadi Partai politik dan Gabungan Partai Politik berdasarkan Pasal 6A ayat (2) merupakan sarana partisipasi politik rakyat yang terlahir dan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sehingga mempunyai hubungan korelasi positif yang tidak saling bertentangan, atau mengikat utuh antara pasal dan ayat lainnya dalam UUD 1945.

b. Saat dan waktu diusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008 paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak penetapan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR. Hal ini sangat jelas bertentangan dengan yang diamanatkan oleh Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, sebagaimana saat dan waktu pendaftaran calon Presiden dan Wakil Presiden adalah sebelum pelaksanaan pemilihan umum (sebelum pemilihan umum legislatif).

UU 42/2008 UUD 1945

c. Pasal 9 ayat (2): Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 % (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

• Pasal 1 ayat (2): Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

• Pasal 6A ayat (1): Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

c. Bahwa Pasal 9 UU 42/2008 mengenai persyaratan pengusulan calon Presiden dan Wakil Presiden, menggambarkan dan menonjolkan sistem pemerintahan parlementarian yang diisaratkan dengan hasil pemilu DPR. Hal ini jelas bertentangan dengan sistem presidensil yang diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 6A ayat (1) UUD 1945. Dalam sistem presidensil di Republik Indonesia, Kepala Negara mempunyai kedaulatan yang dijamin berdasarkan legitimasi rakyat. Karena presiden dipilih langsung oleh rakyat bukan dipilih melalui lembaga perantara (DPR) dan tidak dibatasi oleh institusi parlementarian yang berdasarkan kebutuhan Partai peserta pemilu melalui fraksi-fraksi DPR;

Page 99: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

10

d. Hasil pemilu yang menghasilkan DPR sejatinya tidak memiliki korelasi secara yuridis, dengan pengusulan calon Presiden dan Wakil Presiden, atau dengan kata lain hasil pemilu tidak dapat dijadikan alat legitimasi untuk pengusulan Presiden dan Wakil Presiden. Pengusulan calon Presiden dan Wakil Presiden haruslah mengacu pada sistem presidensil yang meletakkan hak konstitusional pemegang kedaulatan sebagai pengusul calon Presiden dan Wakil Presiden yang telah dijamin dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 6A ayat (1) UUD 1945;

e. Pasal 9 UU 42/2008 telah melenceng dari sistem ketatanegaraan yang bersifat presidensil, sehingga membuat pemaknaan ambivalen atau dualisme, karena mengalami makna ganda sehingga diartikan rancu dan bertentangan dengan UUD 1945;

Seharusnya UU 42/2008 Pasal 9 ayat (2) menyatakan Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan pemilihan presiden atau pasangan calon diusulkan oleh Komite Pemerintahan Rakyat Independent/Calon Independent yang memenuhi persyaratan melalui pilihan dan dukungan rakyat berdasarkan amanat Pancasila dan UUD 1945.

UU 42/2008 UUD 1945

• Pasal 8: Calon Presiden dan calon Wakil Calon Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

• Pasal 10 ayat (1): Penentuan calon Presiden dan/atau Presiden dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal partai politik bersangkutan.

• Pasal 10 ayat (2): Partai Politik dapat melakukan kesepakatan dengan Partai Politik lain untuk melakukan penggabungan dalam mengusulkan Pasangan Calon.

• Pasal 10 ayat (3) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mencalonkan 1 (satu) Pasangan Calon sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik dan/atau musyawarah Gabungan Partai Politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka.

• Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

• Pasal 28C ayat (2): Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

• Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

• Pasal 28D ayat (3): Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

• Pasal 28E ayat (3): Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpuI, dan mengeluarkan pendapat.

Page 100: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

11

• Pasal 10 ayat (4) Calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden yang telah diusulkan dalam satu pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dicalonkan lagi oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik lainnya.

• Pasal 28H ayat (2): Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

• Pasal 28I ayat (2): Setiap orang berhak bebas dan perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskrimitatif

• Pasal 28I ayat (4): Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.)

• Pasal 28I ayat (5): Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

• Pasal 28J ayat (1): Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Demokrasi sejatinya identik dengan salah satu aspirasi yang melibatkan seluruh rakyat dalam setiap keputusan seperti yang diamanatkan oleh demokrasi partisipatoris dan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya demokrasi adalah paham kerakyatan yang tanpa diskriminasi atau intervensi yang bermuatan kekuasaan jabatan maupun golongan. Demokrasi tidak boleh hanya sekedar menjadi simbol yang hanya mengeksploitasi kepentingan rakyat dengan memobilisasi rakyat kepada kepentingan sesaat.

Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) UU 42/2008 sama sekali tidak memiliki semangat demokrasi partisipatoris seperti yang disyaratkan oleh Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), ayat (3), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28I ayat (2), Pasal 28I ayat (4), Pasal 28I ayat (5), Pasal 28J ayat (1) UUD 1945;

Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) UU 42/2008 hanya menjelaskan tentang hak pencalonan Presiden dan Wakil Presiden oleh Parpol secara kaku dan paku Belanda/tidak fleksibel dengan memandang partai politik melalui tafsir yang menyesatkan dan tidak memiliki kepastian hukum, yang akan berdampak deligitimasi rakyat yang mengarah pada perpecahan, sebagai konsekuensi logis dan pertentangannya dengan UUD 1945 yang kita yakini sebagai sumber dari segala sumber hukum.

• Berdasarkan UU 42/2008 Pasal 8 berbunyi, ”Bahwa calon presiden dan calon

Page 101: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

12

wakil/presiden diusulkan dalam 1(satu) pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik atau calon presiden dan calon wakil presiden, diusulkan dalam 1(satu) pasangan oleh Komite Pemerintahan Rakyat independent atau gabungan calon independent”;

• Pasal 10 ayat (1) berbunyi, ”Penentuan calon presiden dan/atau calon wakil presiden dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal partai politik bersangkutan atau penentuan calon presiden dan/atau calon wakil presiden dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal Komite Pemerintahan Rakyat Independen atau calon Independen bersangkutan”;

• Pasal 10 ayat (2) berbunyi, ”Partai politik dapat melakukan kesepakatan dengan partai politik lain untuk melakukan penggabungan dalam mengusulkan pasangan calon, atau komite pemerintahan rakyat independent dapat melakukan kesepakatan dengan calon independent lain untuk melakukan penggabungan dalam melakukan pengusulan pasangan calon preseiden”

• Pasal 10 ayat (3) berbunyi, ”Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mencalonkan 1 (satu) pasangan calon sesuai dengan mekanisme internal partai politik dan/atau musyawarah gabungan partai politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka atau komite pemerintahan partai independent atau gabungan calon independent sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua) hanya dapat mencalonkan 1 (satu) pasangan calon sesuai dengan mekanisme internal calon independent dan/atau musyawarah gabungan calon independent yang dilakukan secara demokratis dan terbuka”;

• Pasal 10 ayat (4) berbunyi, “Calon presiden dan/atau calon wakil presiden yang telah diusulkan dalam satu pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dicalonkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya atau calon presiden dan/atau calon wakil presiden yang diusulkan dalam satu (1) pasangan oleh komite pemerintahan rakyat independent atau gabungan calon independent sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak boleh dicalonkan lagi oleh komite pemerintahan rakyat independent atau gabungan calon independent lainnya;

2. Bahwa UU 42/2008 Pasal 1 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1),

ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan Pasal 14 ayat (2) berdasarkan fakta yuridis

tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sehingga tidak dapat

menjawab asas kepastian hukum sedangkan pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden harus mempunyai asas kepastian hukum yang tidak boleh

bertentangan dengan asas legalitas dan/atau asas kepastian hukum yang

dianut dalam sistem hukum nasional (hukum positif tentang

penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, karena

pasal, materi, atau/dan muatan ayat hanya mengakomodir partai politik

dalam kata-kata kaku dan paku Belanda namun tidak menjelaskan tentang

keikutsertaan calon independen sebagai Calon Presiden dan Wakil

Presiden maka dari itu UU 42/2008 Pasal 1 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal

Page 102: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

13

10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 14 ayat (2). Sangat

tidak mengikat dan penjelasannya tidak tersirat sesuai dengan ketentuan

alamiah rakyat akan kepastian hukum yang dijamin secara konstitusi oleh

UUD 1945 sebagai dasar hukum yang bersumber dan segala sumber

hukum;

3. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasarkan

kekuasaan belaka (machstaat) sesuai dengan amanat UUD 1945, Pasal (1)

ayat (3) berbunyi, “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Berdasarkan

alasan-alasan dan pertimbangan tersebut pasal UU 42/2008, Pasal 1 ayat

(2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3),

Pasal 10 ayat (4) harus mendapat tambahan dengan menyertakan Calon

Presiden dan Wakil Presiden Independen agar tidak bertentangan dengan

amanat Pancasila dan UUD 1945;

4. Bahwa materi muatan pasal UU 42/2008, Pasal 1 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9,

Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) hanya menjelaskan

tentang hak pencalonan Presiden dan Wakil Presiden oleh Parpol secara

kaku dan paku Belanda tidak fleksibel dengan tidak menyertakan Calon

Independen akan menimbulkan penafsiran ganda dan ketidakpastian

hukum serta dapat menimbulkan golongan putih dan perpecahan, bahkan

dengan tidak menyertakan Calon Presiden dan Wakil Presiden dari

Independen jelas-jelas bertentangan dan berhianat kepada UUD 1945

Pasal 1 ayat (2) menyatakan, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar 1945”;

V. PETITUM

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas dengan ini Pemohon meminta

kepada Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi kiranya berkenan memeriksa

dan memutus permohonan pengujian ini (judicial review) dengan menyatakan:

1. Menerima dan mengabulkan permohonan seluruhnya;

2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Pasal 1 ayat (2), Pasal 8,

Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 14 ayat

(2) bertentangan dengan UUD 1945;

3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 42 Tahun Pasal 1 ayat (2), Pasal 8, Pasal

9, Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 14 ayat (2)

tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;

Page 103: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

14

Atau, apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon

putusan seadil-adilnya.

[2.2] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil-dalilnya, Pemohon

mengajukan bukti surat atau tulisan yang diberi tanda P-1 sampai dengan P-9,

sebagai berikut:

1. Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

2. Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi;

3. Bukti P-3 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden;

4. Bukti P-4 : Fotokopi Buku Revolusi Konstitusi Demokrasi Independen

menuju Indonesia Baru;

5. Bukti P-5 : Fotokopi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Nomor 5/PUU-V/2007 mengenai Pengujian Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daetah terhadap

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

6. Bukti P-6 : Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah;

7. Bukti P-7 : Fotokopi Akta Pendirian Lembaga Komite Pemerintahan Rakyat

Independen tanggal 30 Desember 2008;

8. Bukti P-8 : Fotokopi kutipan kamus Inggris – Indonesia, John M. Echols

dan Hasan Shadily;

9. Bukti P-9 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

[2.4] Menimbang bahwa Pemohon pada persidangan tanggal 7 Mei 2009

telah memberikan keterangan yang pada pokoknya mempertegas kembali

kedudukan hukumnya sebagai Presiden Dewan Nasional Komite Pemerintahan

Rakyat Independen. Menurut Pemohon melihat independen tidak dalam bentuk

privat, melainkan independen merupakan sikap politik;

Page 104: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

15

[2.5] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini,

maka segala sesuatu yang tertera dalam berita acara persidangan telah termuat

dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari putusan ini;

3. PERTIMBANGAN HUKUM

[3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan a quo adalah untuk

menguji Pasal 1 angka 2, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3),

dan ayat (4) serta Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008

tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disebut UU

42/2008) terhadap Pasal 1 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 6A ayat (1) dan

ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan ayat (3),

Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2), ayat (4) dan ayat (5)

serta Pasal 28J ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (selanjutnya disebut UUD 1945);

[3.2] Menimbang bahwa sebelum memasuki pokok permohonan, terlebih

dahulu Mahkamah akan mempertimbangkan mengenai:

a. Kewenangan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) untuk

memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo;

b. Kedudukan hukum (legal standing) pemohon untuk mengajukan permohonan

a quo;

Kewenangan Mahkamah

[3.3] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD

1945 junctis Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Tahun 2003 Nomor 98,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316, selanjutnya disebut

UU MK) dan Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah berwenang mengadili pada tingkat

pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-

Undang terhadap UUD 1945.

[3.4] Menimbang bahwa permohonan Pemohon adalah untuk menguji

konstitusionalitas norma Pasal 1 angka 2, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), ayat

Page 105: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

16

(2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008 terhadap UUD 1945

yang menjadi salah satu kewenangan Mahkamah, sehingga oleh karenanya

Mahkamah berwenang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan a quo;

Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon

[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta

Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang

terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu

Undang-Undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang

mempunyai kepentingan sama);

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang diatur dalam undang-undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara;

Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD

1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:

a. kedudukannya sebagai pemohon sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU

MK;

b. ada tidaknya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan

oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang

dimohonkan pengujian;

[3.6] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-

III/2005 bertanggal 31 Mei 2005, Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal 20

September 2007, dan Putusan-Putusan selanjutnya berpendirian bahwa kerugian

hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1)

UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh

UUD 1945;

b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap

dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

Page 106: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

17

c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau

setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan

akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud

dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka

kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;

[3.7] Menimbang bahwa Pemohon dalam permohonannya mengkualifikasikan

dirinya sebagai warga negara Republik Indonesia yang dirugikan hak

konstitusionalnya oleh berlakunya Pasal 1 angka 2, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10

ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008.

Menurut Pemohon berlakunya pasal a quo telah menyebabkan Pemohon terbatasi

hak konstitusionalnya untuk mencalonkan diri sebagai Presiden Republik

Indonesia melalui jalur independen. Namun demikian pada persidangan tanggal

7 Mei 2009 Pemohon telah merevisi kedudukan hukumnya tidak lagi sebagai

warga negara Indonesia, melainkan sebagai Presiden Lembaga Dewan Nasional

Komite Pemerintahan Rakyat Independen berdasarkan Akta Notaris Herman Eddy,

S.H., tanggal 30 Desember 2008 Nomor 34. Pemohon melihat independen tidak

dalam bentuk privat, tetapi melihat independen sebagai sikap politik wadah

kolegial (sic);

[3.8] Menimbang bahwa Pasal 5 Akta Pendirian Lembaga Komite

Pemerintahan Rakyat Independen Nomor 34 pada huruf d dan huruf e pada

pokoknya menyatakan bahwa Maksud dan Tujuan Lembaga ini adalah untuk

memperjuangkan hak politik rakyat yang berkeadilan menuju masyarakat adil dan

makmur, dan membangun “independensi politikal rakyat” dan “politikal rakyat

independen”. Lembaga Komite Pemerintahan Rakyat Independen yang dibentuk

dengan akta Notaris tersebut dimaksudkan untuk memperoleh status sebagai satu

badan hukum perdata. Akan tetapi dari alat-alat bukti yang diajukan, tidak ternyata

bahwa badan hukum tersebut telah memperoleh pengesahan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia, sehingga oleh karenanya menurut Mahkamah, Pemohon

belum dapat dikualifikasikan sebagai badan hukum, akan tetapi dapat

dikualifikasikan sebagai perorangan atau kelompok orang yang mempunyai

kepentingan yang sama;

Page 107: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

18

[3.9] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan mempunyai kepentingan

untuk memperjuangkan hak politik rakyat, dan dengan demikian, sebagai

perorangan, memiliki hak konstitusional berdasarkan UUD 1945 untuk tidak

diperlakukan diskriminatif, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk turut

serta dalam pemerintahan, termasuk hak untuk memilih dan dipilih. Namun, untuk

menentukan adanya kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, masih harus

dibuktikan apakah pasal yang dimohonkan pengujian ada kaitannya dengan

kerugian hak konstitusional Pemohon, yang sifatnya spesifik, baik yang aktual

maupun potensial, serta apakah kerugian atas hak konstitusional Pemohon

berkaitan langsung dengan diberlakukannya undang-undang yang dimohonkan

untuk diuji;

[3.10] Menimbang bahwa Pemohon dalam permohonan a quo telah

mengajukan permohonan pengujian Pasal 1 angka 2, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10

ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008, yang

masing-masing berbunyi :

• Pasal 1 ayat (2): ”Partai adalah Partai Politik yang telah ditetapkan sebagai

peserta pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat”;

• Pasal 8: “Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu)

pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik”;

• Pasal 9: “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai

Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling

sedikit 20% (dua puluh persen) dan jumlah kursi DPR atau memperoleh 25%

(dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR,

sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden”;

• Pasal 10:

Ayat (1): ”Penentuan calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden dilakukan

secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal

Partai Politik bersangkutan”;

Ayat (2): ”Partai Politik dapat melakukan kesepakatan dengan partai politik lain

untuk melakukan penggabungan dalam mengusulkan Pasangan

Calon”;

Ayat (3): ”Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) hanya dapat mencalonkan 1 (satu) Pasangan Calon

Page 108: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

19

sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik dan/atau

musyawarah Gabungan Partai Politik yang dilakukan secara

demokratis dan terbuka”;

Ayat (4): ”Calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden yang telah diusulkan

dalam satu pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dicalonkan lagi

oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik lainnya”;

• Pasal 14 ayat (2): “Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak penetapan secara nasional hasil

Pemilu anggota DPR”;

[3.11] Menimbang bahwa pasal-pasal yang dimohonkan pengujian oleh

Pemohon pada dasarnya merupakan pasal-pasal yang mengatur mengenai

mekanisme pengusulan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, terutama yang

hanya memungkinkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan

oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat mencapai

perolehan 20% kursi di DPR atau memperoleh 25 % dari suara sah secara

nasional dalam Pemilu anggota DPR, sehingga pasal-pasal a quo tidak

memungkinkan adanya calon independen atau perseorangan. Dengan

menerapkan 5 (lima) syarat kerugian hak konstitusional yang ditentukan oleh

Mahkamah, maka secara prima facie menurut Mahkamah terdapat kerugian hak

konstitusional Pemohon dan ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara

kerugian hak konstitusional Pemohon dengan berlakunya Undang-Undang yang

dimohonkan pengujian; oleh karenanya Pemohon memenuhi syarat kedudukan

hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan pengujian a quo;

[3.11.1] Menimbang bahwa karena Mahkamah berwenang untuk memeriksa,

mengadili dan memutus permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan

hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah lebih

lanjut akan memeriksa pokok permohonan.

Pokok Permohonan.

[3.12] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan sebagai berikut:

Page 109: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

20

• Pasal 1 angka 2, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan

ayat (4) UU 42/2008 bertentangan dengan asas legalitas, dan prinsip

penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai

sarana partisipasi yang diamanatkan Pancasila, serta bertentangan dengan

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Kedaulatan berada di

tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar;

• Pasal 1 angka 2, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan

ayat (4), serta Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008 yang dimohonkan pengujian,

bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), Pasal 27 ayat (1),

Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3),

Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan Pasal 28J ayat (1)

UUD 1945, karena pasal a quo telah merugikan hak konstitusional Pemohon

selaku orang yang dirampas hak kewarganegaraan yang hendak mencalonkan

diri sebagai Presiden Republik Indonesia melalui jalur independen yang dijamin

oleh Pancasila dan UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa kedaulatan di

tangan rakyat;

• Bahwa Pasal 1 angka 2, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3),

dan ayat (4), serta Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008 mempunyai penafsiran ganda,

tidak memberikan kepastian hukum, sehingga bertentangan dengan maksud

dan ketentuan Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan Negara Indonesia adalah

negara hukum;

• Bahwa Pasal 1 angka 2, dan Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008 bertentangan

dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, karena pengusulan Presiden dan Wakil

Presiden menurut Pasal 6A ayat (2) diusulkan oleh partai politik atau gabungan

partai politik sebelum pelaksanaan pemilihan umum (sebelum pemilihan umum

legislatif) [sic]. Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 merupakan landasan roh yang

tidak dapat berdiri sendiri dan merupakan satu kesatuan yang utuh dengan

pasal dan ayat dalam UUD 1945. Oleh karena itu Partai Politik dan Gabungan

Partai Politik sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945

merupakan sarana partisipasi politik rakyat yang terlahir dari rakyat, oleh

rakyat, dan untuk rakyat sehingga mempunyai hubungan korelasi positif yang

tidak saling bertentangan, atau mengikat utuh antara pasal dan ayat lainnya

dalam UUD 1945;

Page 110: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

21

• Bahwa Pasal 9 UU 42/2008 telah menonjolkan sistem pemerintahan

parlementarian, sehingga bertentangan dengan sistem presidensil

sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 6A ayat (1)

UUD 1945. Hasil pemilu tidak dapat dijadikan alat legitimasi untuk pengusulan

Presiden dan Wakil Presiden. Pengusulan calon Presiden dan Wakil Presiden

haruslah mengacu pada sistem presidensil yang meletakkan hak konstitusional

pemegang kedaulatan sebagai pengusul calon Presiden dan Wakil Presiden

yang telah dijamin dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 6A ayat (1) UUD 1945;

• Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU 42/2008 tidak memiliki

semangat demokrasi partisipatoris sebagaimana yang disyaratkan oleh

Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), ayat (3), Pasal 28E

ayat (3), Pasal 28I ayat (2), ayat (4), dan ayat (5), serta Pasal 28J ayat (1)

UUD 1945;

[3.13] Menimbang bahwa selain itu Pemohon mendalilkan Komite

Pemerintahan Rakyat Independen pada hakikatnya partai politik peserta pemilu

Presiden, oleh karena itu Pasal 8, Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (1), ayat (2),

ayat (3) dan ayat (4) UU 42/2008 harus dilakukan revisi yang pada pokoknya

menyatakan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sebelum diusulkan oleh

Partai Politik dan Gabungan Partai Politik harus terlebih dahulu diusulkan oleh

Komite Pemerintahan Rakyat Independen atau gabungan calon independen. Bunyi

selengkapnya revisi Pasal 8, Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3)

dan ayat (4) UU 42/2008 yang dimohonkan oleh Pemohon adalah sebagai berikut:

• Pasal 8: Bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam

1(satu) pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik atau calon

Presiden dan calon Wakil Presiden, diusulkan dalam 1(satu) pasangan oleh

Komite Pemerintahan Rakyat Independent atau gabungan calon independent”;

• Pasal 9 ayat (2): Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan

partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling

sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25%

(dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR,

sebelum pelaksanaan pemilihan presiden atau pasangan calon diusulkan oleh

Komite Pemerintahan Rakyat Independent/Calon Independent yang memenuhi

Page 111: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

22

persyaratan melalui pilihan dan dukungan rakyat berdasarkan amanat

Pancasila dan UUD 1945;

• Pasal 10 ayat (1): ”Penentuan calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden

dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal

partai politik bersangkutan atau penentuan calon Presiden dan/atau calon

Wakil Presiden dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan

mekanisme internal Komite Pemerintahan Rakyat Independen atau calon

Independen bersangkutan”;

• Pasal 10 ayat (2): ”Partai politik dapat melakukan kesepakatan dengan partai

politik lain untuk melakukan penggabungan dalam mengusulkan pasangan

calon, atau Komite Pemerintahan Rakyat Independen dapat melakukan

kesepakatan dengan calon independent lain untuk melakukan penggabungan

dalam melakukan pengusulan pasangan calon Presiden”

• Pasal 10 ayat (3): ”Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mencalonkan 1 (satu) pasangan calon

sesuai dengan mekanisme internal partai politik dan/atau musyawarah

gabungan partai politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka atau

Komite Pemerintahan Partai Independent atau gabungan calon independent

sebagaimana dimaksud pada ayat 2 hanya dapat mencalonkan 1 (satu)

pasangan calon sesuai dengan mekanisme internal calon independent dan/

atau musyawarah gabungan calon independent yang dilakukan secara

demokratis dan terbuka”;

• Pasal 10 ayat (4): “Calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden yang telah

diusulkan dalam satu pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dicalonkan lagi oleh partai

politik atau gabungan partai politik lainnya atau calon presiden dan/atau calon

wakil presiden yang diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Komite

Pemerintahan Rakyat Independen atau gabungan calon independent

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh dicalonkan lagi oleh Komite

Pemerintahan Rakyat Independent atau gabungan calon independent lainnya;

[3.14] Menimbang bahwa pasal-pasal dalam UU 42 Tahun 2008 yang

dimohonkan pengujiannya oleh Pemohon adalah menyangkut pasal-pasal yang

telah diuji dan diputus oleh Mahkamah dalam putusan-putusan sebelumnya, yaitu:

Page 112: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

23

a. Putusan Nomor 054/PUU-II/2004 dan Nomor 057/PUU-II/2004 masing-masing

bertanggal 6 Oktober 2004, yang dalam pertimbangan hukumnya telah

mengemukakan bahwa untuk menjadi Presiden atau Wakil Presiden adalah

hak setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi sesuai dengan ketentuan

Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 sepanjang memenuhi

persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 6A Undang-Undang

Dasar 1945. Sedangkan dalam melaksanakan hak termaksud Pasal 6A ayat (2)

UUD 1945 menentukan tatacaranya, yaitu harus diajukan oleh partai politik

atau gabungan partai politik. Diberikannya hak konstitusional untuk

mengusulkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden kepada partai

politik oleh UUD 1945 bukanlah berarti hilangnya hak konstitusional warga

Negara, in casu para Pemohon, untuk menjadi Calon Presiden atau Calon

Wakil Presiden “karena hal itu dijamin oleh UUD 1945”, sebagaimana

ditegaskan oleh Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 apabila

warga negara yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan

oleh Pasal 6 dan dilakukan menurut tata cara sebagaimana dimaksud oleh

Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, persyaratan mana merupakan prosedur atau

mekanisme yang mengikat terhadap setiap orang yang berkeinginan menjadi

Calon Presiden Republik Indonesia;

b. Putusan Nomor 56/PUU-VI/2008 tanggal 17 Februari 2008. Dalam

pertimbangan hukumnya, Mahkamah telah menyatakan hal-hal berikut:

1. Ketentuan umum yang dimaksud dalam suatu peraturan perundang-

undangan dimaksudkan agar batas pengertian atau definisi, singkatan atau

akronim yang berfungsi menjelaskan makna suatu kata atau istilah memang

harus dirumuskan sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda.

Permohonan yang mempersoalkan batasan pengertian, singkatan atau hal-

hal lain yang bersifat umum yang dijadikan dasar/pijakan bagi pasal-pasal

berikutnya dalam undang-undang a quo, sangat tidak beralasan dan tidak

tepat;

2. Kehendak awal (original intent) pembuat UUD 1945 tentang Pasal 6A ayat

(2) UUD 1945 sudah jelas bahwa “Pasangan Calon Presiden dan Wakil

Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta

pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. Berdasarkan

original intent tersebut, UUD 1945 hanya mengenal adanya Pasangan

Page 113: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

24

Calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik

peserta pemilihan umum, sehingga secara umum UU 42 Tahun 2008 hanya

merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 6A ayat (5) UUD 1945, yang

menyatakan “Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang”;

3. Dengan demikian, pengaturan tentang partai politik atau gabungan partai

politik peserta pemilihan umum yang berhak mengusulkan Pasangan Calon

Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 8

dan Pasal 13 ayat (1) UU 42/2008, merupakan pelaksanaan ketentuan

Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, yang menetapkan, “Pasangan calon Presiden

dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai poltik

peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. Dengan

perkataan lain, konstruksi yang dibangun dalam konstitusi, bahwa

pengusulan Pasangan Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik

mencerminkan bahwa sistem politik yang dibangun mengacu pada sistem

komunal/kolegial, bukan berlandaskan pada sistem individual

(perseorangan);

4. Dalil yang menyatakan bahwa Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan

ayat (3) serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 merupakan bentuk perwujudan

dari kedaulatan rakyat yang dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945

adalah benar. Akan tetapi pelaksanaan dari Pasal 1 ayat (2) UUD 1945

tersebut tidaklah melanggar hak seseorang “untuk memilih dan dipilih”,

karena dalam pelaksanaan Pemilu setiap orang mempunyai hak dan

dijamin untuk melaksanakan kedaulatannya untuk memilih Presiden dan

Wakil Presiden; namun demikian untuk dipilih menjadi Presiden dan Wakil

Presiden terdapat syarat-syarat yang dimuat dalam Pasal 6A ayat (2) UUD

1945, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam UU 42/2008 a quo. Dengan

demikian pembatasan dalam Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 13 ayat (2)

UU 42/2008 tidaklah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 dan

bukanlah merupakan pengaturan yang diskriminatif. Apalagi jika dilihat

ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menjelaskan bahwa kedaulatan

rakyat itu harus dilaksanakan menurut UUD 1945;

c. Putusan Nomor 51-52-59/PUU/2008 bertanggal 18 Februari 2009, Mahkamah

telah mempertimbangkan hal berikut ini:

Page 114: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

25

1. bahwa terhadap dalil Pemohon yang menyatakan Pasal 9 UU 42/2008

berpotensi menyebabkan tidak terselenggaranya Pemilu yang demokratis,

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, Mahkamah berpendapat

tidak ada korelasi logis antara syarat dukungan 20 % (dua puluh perseratus)

kursi DPR atau 25 % (dua puluh lima perseratus) suara sah secara nasional

yang harus diperoleh partai untuk mengusulkan Pasangan Calon Presiden

dan Wakil Presiden dengan Pemilihan Umum yang demokratis, langsung,

umum, bebas, rahasia jujur dan adil, karena justru pencapaian partai atas

syarat tersebut diperoleh melalui proses demokrasi yang diserahkan pada

rakyat pemilih yang berdaulat. Hal demikian juga untuk membuktikan

apakah partai yang mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presiden

mendapat dukungan luas dari rakyat pemilih;

2. Lagi pula, syarat dukungan partai politik atau gabungan partai politik yang

memperoleh 20% (dua puluh perseratus) kursi di DPR atau 25 % (dua puluh

lima perseratus) suara sah nasional sebelum pemilihan umum Presiden,

menurut Mahkamah, merupakan dukungan awal; sedangkan dukungan

yang sesungguhnya akan ditentukan oleh hasil Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden, terhadap calon Presiden dan Wakil Presiden yang kelak akan

menjadi Pemerintah sejak pencalonannya telah didukung oleh rakyat

melalui partai politik yang telah memperoleh dukungan tertentu melalui

Pemilu;

3. Bahwa Mahkamah dalam fungsinya sebagai pengawal konstitusi tidak

mungkin untuk membatalkan undang-undang atau sebagian isinya, jikalau

norma tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka yang dapat

ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk undang-undang. Meskipun

seandainya isi suatu undang-undang dinilai buruk, maka Mahkamah tidak

dapat membatalkannya, sebab yang dinilai buruk tidak selalu berarti

inkonstitusional, kecuali kalau produk legal policy tersebut jelas-jelas

melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable.

Sepanjang pilihan kebijakan tidak merupakan hal yang melampaui

kewenangan pembentuk undang-undang, tidak merupakan hal yang

melampaui kewenangan pembentuk undang-undang, tidak merupakan

penyalahgunaan kewenangan, serta tidak nyata-nyata bertentangan dengan

Page 115: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

26

UUD 1945, maka pilihan kebijakan demikian tidak dapat dibatalkan oleh

Mahkamah;

[3.15] Menimbang bahwa terhadap Pasal 8 dan Pasal 9 UU 42/2008 a quo,

yang dimohonkan pengujiannya oleh Pemohon, dengan alasan-alasan yang tidak

berbeda dengan alasan dan dasar konstitusionalitas yang diajukan dalam

6 (enam) perkara secara keseluruhan yang telah diperiksa dan diputus oleh

Mahkamah sebelumnya, maka Mahkamah tidak dapat lagi menguji pasal-pasal

tersebut.

[3.16] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 60 UU MK dan Peraturan

Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005, maka terhadap materi muatan ayat,

pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji oleh Mahkamah,

tidak dapat dimohonkan pengujian kembali, kecuali jika diajukan dengan alasan-

alasan konstitusionalitas yang berbeda. Mahkamah berpendapat bahwa alasan

yang diajukan oleh Pemohon dalam pengujian materi muatan ayat, pasal dan/atau

bagian undang-undang yang diuji, terutama pengujian terhadap Pasal 1 ayat (2),

Pasal 6A ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1),

Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2),

ayat (4), ayat (5) dan Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 yang dijadikan sebagai dasar

pengujian tidak berbeda, sehingga oleh karenanya Mahkamah harus menyatakan

permohonan Pemohon tidak dapat diterima;

[3.17] Menimbang bahwa khusus terhadap Pasal 1 angka 2 dan Pasal 10

ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008,

Mahkamah berpendapat sebagai berikut:

1. Pasal 1 angka 2 UU 42/2008, merupakan bagian dari ketentuan umum yang

menguraikan pengertian atau definisi operasional, yang dimaksudkan agar

batas pengertian atau definisi, singkatan atau akronim yang berfungsi

menjelaskan makna suatu kata atau istilah yang harus dirumuskan sehingga

tidak menimbulkan pengertian ganda. Permohonan yang mempersoalkan

batasan pengertian, singkatan atau hal-hal lain yang bersifat umum, yang

dijadikan dasar bagi pasal-pasal berikutnya dalam Undang-Undang a quo,

sangat tidak beralasan.

Page 116: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

27

2. Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU 42/2008 yang juga

dimohonkan diuji mengatur tentang mekanisme internal Partai Politik dalam

pemilihan dan pengusulan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

dalam Pemilihan Umum, sama sekali tidak memiliki masalah konstitusionalitas

yang harus dipersoalkan dan alasan yang diajukan sepanjang mengenai

pengujian Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU 42/2008

tersebut tidak berdasar hukum;

3. Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008 yang hanya menentukan tenggang waktu untuk

pendaftaran Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, merupakan pilihan

pembentuk undang-undang yang menjadi kewenangannya sehingga materinya

tidak dapat dimintakan pengujian. Berdasarkan ketiga alasan tersebut maka

permohonan Pemohon sepanjang mengenai Pasal 1 angka 2, Pasal 10

ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), serta Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008

harus dinyatakan ditolak.

[3.18] Menimbang bahwa alasan-alasan permohonan tentang usul perubahan

pasal-pasal sebagaimana tertera dalam paragraf [3.13] menurut Mahkamah tidak

rasional sehingga tidak berdasar hukum untuk dipertimbangkan.

4. KONKLUSI

Berdasarkan pertimbangan hukum dan fakta di atas, Mahkamah

berkesimpulan:

[4.1] Mahkamah berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus

permohonan a quo;

[4.2] Pemohon sebagai kelompok perorangan yang mempunyai kepentingan

yang sama memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan

permohonan a quo, sedangkan sebagai Komite Pemerintahan Rakyat Independen

Ibukota Negara tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing);

[4.3] Materi muatan Pasal 8 dan Pasal 9 UU 42/2008 yang dimohon untuk

diuji telah pernah diputus oleh Mahkamah dalam perkara sebelumnya.

Page 117: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

28

[4.4] Pengujian terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat

(3) dan ayat (4), serta Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008 tidak beralasan dan tidak

berdasar hukum.

5. Amar Putusan

Dengan mengingat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 serta Pasal 56 ayat (5) dan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4316).

Mengadili,

Menyatakan Permohonan Pemohon terhadap Pasal 8 dan Pasal 9

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924) tidak dapat

diterima.

Menolak Permohonan Pemohon selebihnya.

Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh

sembilan Hakim Konstitusi pada hari Kamis tanggal sepuluh bulan September

tahun dua ribu sembilan dan diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum

pada hari Senin tanggal empat belas bulan September tahun dua ribu sembilan,

oleh kami sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD, selaku Ketua

merangkap Anggota, Abdul Mukthie Fadjar, Maruarar Siahaan, Achmad Sodiki,

Harjono, M. Arsyad Sanusi, M. Akil Mochtar, Muhammad Alim, dan Maria Farida

Indrati, masing-masing sebagai Anggota dengan dibantu oleh Sunardi sebagai

Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemohon, Pemerintah atau yang mewakili, dan

Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakil.

KETUA

ttd

Moh. Mahfud MD

Page 118: KONSENTERASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25038/1/Tigor... · berdasarkan UUD yang sesuai dengan sifat, watak, dan cita-cita

29

ANGGOTA-ANGGOTA,

ttd.

Abdul Mukthie Fadjar

ttd.

Maruarar Siahaan

ttd.

Achmad Sodiki

ttd.

Harjono

ttd.

M. Arsyad Sanusi

ttd.

M. Akil Mochtar

ttd.

Muhammad Alim

ttd.

Maria Farida Indrati

PANITERA PENGGANTI,

Ttd

Sunardi