KONFLIK ASET DI DAERAH PEMEKARAN Studi Konflik · PDF fileTeori Konflik dan Konsep Pemekaran...
Transcript of KONFLIK ASET DI DAERAH PEMEKARAN Studi Konflik · PDF fileTeori Konflik dan Konsep Pemekaran...
KONFLIK ASET DI DAERAH PEMEKARAN
Studi Konflik Serah Terima Aset Pasar Tradisional di
Tangerang Selatan
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Muhamad Rizky
1110112000043
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang Berjudul :
KONFLIK ASET DI DAERAH PEMEKARAN: Studi Konflik Serah Terima
Aset Pasar Tradisional di Tangerang Selatan
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Oktober 2014
Muhamad Rizky
ii
KONFLIK ASET DI DAERAH PEMEKARAN: Studi Konflik Serah Terima
Aset Pasar Tradisional di Tangerang Selatan
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)
Oleh :
Muhamad Rizky
NIM : 1110112000043
Dibawah Bimbingan
Dr. Haniah Hanafie, M.Si
NIP. 19610524 200003 2 002
JURUSAN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa :
Nama : Muhamad Rizky
NIM : 1110112000043
Progam Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul :
KONFLIK ASET DI DAERAH PEMEKARAN: Studi Konflik Serah Terima
Aset Pasar Tradisional di Tangerang Selatan
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji :
Jakarta, 7 Oktober 2014
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Ali Munhanif, Ph. D Dr. Haniah Hanafie M.Si
NIP. 19651212 199203 1 004 NIP. 19610524 200003 2 002
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
KONFLIK ASET DI DAERAH PEMEKARAN
Studi Konflik Serah Terima Aset Pasar Tradisional di Tangerang Selatan
Oleh :
Muhamad Rizky
1110112000043
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13
November 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua Sekretaris
Ali Munhanif, Ph.D M. Zaki Mubarak, M.Si
NIP. 19651212 199203 1 004 NIP. 19730927 200501 1 008
Penguji I Penguji II
Dr. Agus Nugraha, M.Si Suryani, M.Si
NIP. 19680801 200003 1 001 NIP. 19770424 200710 2 003
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 13 November
2014.
Ketua Program Studi
FISIP UIN Jakarta,
Ali Munhanif, Ph.D
NIP. 19651212 199203 1 004
v
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang konflik aset di daerah pemekaran yaitu
terkendalanya serah terima aset daerah khususnya aset pasar tradisional di Kota
Tangerang Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor
penyebab, dampak yang ditimbulkan, dan proses penyelesaian dari serah terima
aset pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan.
Peneliti menggunakan Teori Konflik dan Konsep Pemekaran Wilayah.
Peneliti menemukan bahwa setelah pemekaran daerah Kota Tangerang Selatan
terdapat kendala dalam serah terima aset daerah khususnya badan usaha milik
daerah (BUMD) yang salah satunya adalah pasar tradisional. Metodologi yang
digunakan adalah kualitatif. Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten
Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, tepatnya di Badan Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tangerang, Dinas Pengelolaan Pendapatan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Tangerang Selatan dan PD.Pasar
Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang. Teknik pengumpulan data pada
penelitian ini adalah dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Dari penelitian yang dilakukan berdasarkan studi lapangan dalam bentuk
wawancara dan observasi, peneliti menemukan bahwa faktor penghambat dalam
serah terima aset tersebut terdiri dari beberapa faktor diantaranya faktor struktural
yaitu perdebatan dalam undang-undang dan peraturan yang digunakan oleh kedua
Pemerintah Daerah, faktor kepentingan yaitu kepentingan dalam pengelolaan
badan usaha milik daerah (BUMD) yang mempunyai pendapatan yang dapat
dijadikan pendapatan asli daerah (PAD), faktor hubungan antar manusia yaitu
perbedaan pendapan antara elit kedua Pemerintah Daerah dan faktor data yaitu
ketidak sesuaian data yang dibutuhkan untuk dilakukannya serah terima aset pasar
tradisional. Akibat yang ditimbulkan adalah pengelolaan pasar tradisional yang
tidak optimal mengakibatkan kesemrawutan, kemacetan, dan penumpukan
sampah sehingga pasar tradisional di Tangerang Selatan tidak tertata dengan baik
yang menghambat pembangunan Kota Tangerang Selatan. Proses penyelesaian
sampai saat ini yang dilakukan adalah pertemuan antara pihak yang bersangkutan
untuk membahas permasalahan dalam kelanjutan serah terima aset BUMD
PD.Pasar dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan terakhir akan meminta bantuan
kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk membantu dalam memfasilitasi
serah terima aset daerah yang berupa badan usaha milik daerah (BUMD) termasuk
didalamnya aset pasar tradisional yang berada di Kota Tangerang Selatan.
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“Konflik Aset di Daerah Pemekaran: Studi Konflik Serah Terima Aset Pasar
Tradisional di Tangerang Selatan”. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya dari awal
hingga akhir zaman.
Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan didalamnya. Oleh karena itu peneliti mengaharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak. Penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Ali Munhanif, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si selaku sekretaris Program Studi Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Dr. Haniah Hanafie M.Si selaku dosen pembimbing. Terima kasih
telah sabar dan ikhlas, serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
membimbing dan memberikan masukan serta nasehat kepada peneliti, dan
memberikan motivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Agus Nugraha, M.Si dan Ibu Suryani M.Si sebagai Dosen
penguji skripsi yang telah menguji dan memberi masukan kepada peneliti.
6. Bapak Sugeng Setiarso selaku Kasi Mutasi Aset Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Tangerang Selatan,
Bapak Sutono sebagai Kasubag Inventarisasi bidang aset Badan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tangerang dan Bapak
Nurachman sebagai Humas PD.Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten
vii
Tangerang. Terima kasih telah meluangkan waktunya untuk diwawancari
dan meminta data untuk keperluan penelitian.
7. Orang tua tercinta Alm. Bapak Sagimin dan Ibu Miyem serta Nenek
tercinta Mbah Ketip yang memberikan segala bentuk dukungan berupa
finansial dan moral sehingga skripsi ini dapat selesai.
8. Kakak dan adik peneliti, Purwowidodo, Purwaningsihati dan Adi Surya
Muhammad Kurniawan serta keponakan peneliti, Carissa Aqila
Maheswari Widodo dan Bima Kafaf Faiz Jabar Sa’adan yang selalu
memberikan dukungan dan hiburan kepada peneliti.
9. Ryandi Hermawan, M. Rizal Habibi, Novian Dwi Cahyo, Galih Priyo
Jatmiko, Rizki Andika, Wahyu Windiasko, M. Erdiansyah, Dara Amalia
dan teman-teman SMAN 90 Jakarta serta Warlux. Terima kasih telah
menjadi sahabat baik peneliti dan memberi semangat selama penelitian.
10. Choir, Angga, Ikbal, Dona, Faisal, Yosep, Febrian, Ferdian, Indra, Ismet,
Fadil, Imam, Ramdhan, Enda, Ujang, Abdau, Ade, Adi, Sandi, Ikhsan
Sopyan, Adeandri dan seluruh sahabat Ilmu Politik 2010. Terima kasih
telah memberikan semangat dan tidak pernah lelah membantu skripsi
peneliti dari awal sampai akhir.
11. Keluarga KKN AGORITMA 2013, yang selalu memberikan semangat
kepada peneliti.
12. Seluruh pihak yang membantu yang tidak dapat peneliti sebutkan satu
persatu.
Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran bagi
para pembaca sekalian.
Jakarta, 7 Oktober 2014
Muhamad Rizky
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN........................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI.............................. iv
ABSTRAK.......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR....................................................................................... vi
DAFTAR ISI..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah............................................................................ 1
B. Pertanyaan Penelitian.......................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka................................................................................ 9
E. Metodelogi Penelitian......................................................................... 12
F. Sistematika Penelitian......................................................................... 15
BAB II LANDAAN TEORI
A. Konflik .............................................................................................. 18
1. Pengertian Konflik……................................................................. 19
2. Penyelesaian Konflik..................................................................... 21
B. Pemekaran Wilayah ........................................................................... 24
1. Konsep Pemekaran Wilayah.......................................................... 24
2. Hak dan Kewajiban Daerah ......................................................... 30
3. Aset Daerah................................................................................... 40
BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN TANGERANG DAN KOTA
TANGERANG SELATAN
A. Kabupaten Tangerang........................................................................ 43
1. Sejarah.....................................................................................… 43
2. Letak Geografis................ ........................................................... 46
B. Kota Tangerang Selatan..................................................................... 47
1. Sejarah......................................................................................... 47
2. Letak Geografis............................................................................ 49
BAB IV KONFLIK ASET DI DAERAH PEMEKARAN
A. Konflik Serah Terima Aset Daerah
Kota Tangerang Selatan.................................................................... 50
1. Aset Daerah Kota Tangerang Selatan ......................................... 50
2. Konflik Serah Terima Aset Pasar Tradisional
di Kota Tangerang Selatan............................................................ 53
ix
B. Faktor Penghambat Serah Terima Aset Pasar Tradisional
Kota Tangerang Selatan.................................................................... 57
1. Faktor Stuktural............................................................................ 58
2. Faktor Kepentingan..................................................................... 63
3. Faktor Nilai................................................................................. 65
4. Faktor Hubungan Antar Manusia................................................ 66
5. Faktor Data................................................................................. 67
C. Dampak Terkendalanya Serah Terima Aset Pasar Tradisional
di Kota Tangerang Selatan ................................................................ 69
D. Proses Penyelesaian Serah Terima Aset Pasar Tradisional
di Kota Tangerang Selatan dari Kabupaten Tangerang…………..… 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 79
B. Saran ................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... xi
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel IV.I. Nilai Aset Daerah yang Diserahkan
Kabupaten Tangerang kepada
Kota Tangerang Selatan.................................................... 55
Tabel IV.II Aset PD.Pasar Niaga Kerta Raharja
Kabupaten Tangerang di Wilayah
Tangerang Selatan…......................................................... 63
Tabel IV.III Pendapatan, Biaya, dan Laba (Rugi)
PD. Pasar Niaga Kerta Raharja
Kabupaten Tangerang Tahun 2005-2013...........................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Negara Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan yang mempunyai
daerah begitu luas, menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dengan memberikan kesempatan daerah untuk menyelengarakan
otonomi daerah. Persoalan kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu aspek
yang mendapat perhatian hingga saat ini. Dalam salah satu kebijakan
desentralisasi politik, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian di revisi ke dalam Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Proses
peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah
daerah dengan otonomi, yaitu dengan diserahkannya urusan pemerintah kepada
pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi
pemerintahan. Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan tugas ini antara lain
menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan
2
kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah dan meningkatkan daya
saing daerah dalam proses pertumbuhan.1
Kebijakan desentralisasi melalui otonomi daerah yang diikuti dengan kebijakan
pemekaran daerah mengakibatkan perubahan pola perkembangan wilayah. Dalam
kurun waktu sepuluh tahun sejak keluarnya Undang-Undang Otonomi Daerah
tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Pemekaran Daerah tahun 2000 jumlah
daerah otonom bertambah hampir dua kali lipat.2 Saat ini jumlah Daerah Otonom
di Indonesia sampai dengan bulan Juli 2013 berjumlah 539, yang terdiri atas 34
provinsi, 412 kabupaten, dan 93 kota (tidak termasuk 5 kota administratif dan 1
kabupaten administratif di Provinsi DKI Jakarta).3 Semakin banyaknya daerah
otonom yang diikuti oleh rendahnya pencapaian tujuan pemekaran daerah
menjadikan suatu permasalahan akibat semakin besarnya beban
pendanaan otonomi.
Pemekaran wilayah biasanya merupakan wujud dari keinginan masyarakat
di suatu daerah untuk lebih tumbuh dan berkembang dari segi ekonomi, politik,
sosial, budaya dan keamanan. Pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah
solusi untuk mempercepat proses pembangunan melalui peningkatan kualitas dan
kemudahan memperoleh pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat. Pemekaran
wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan
1 HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005),
h. 17. 2Djoko Harmantyo, Desentralisasi, Otonomi, Pemekaran Daerah dan Pola
Perkembangan Wilayah di Indonesia, artikel diakses dari http://geografi.ui.ac.id/portal/sivitas-
geografi/dosen/makalah-seminar/496-2/ pada tanggal 27 Januari 2013. 3 Diakses dari http://otda.kemendagri.go.id/index.php/data-otda/data-
provkabkota?format=pdf pada 18 Desember 2014.
3
pemerintah daerah dalam meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintah
dan pengelolaan pembangunan.
Berkembangnya wilayah administratif yang berbatasan dengan kota-kota
besar menjadi cikal bakal terbentuknya daerah otonom baru dari pemekaran
daerah induknya. Salah satu daerah hasil pemekaran yang berbatasan langsung
dengan DKI Jakarta dan menjadi daerah termuda di Provinsi Banten adalah Kota
Tangerang Selatan yang merupakan hasil dari proses pemekaran wilayah
Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan resmi menjadi daerah otonom
baru pada 29 Oktober 2008 dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 51
Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan yang ditandatangani
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 26 November 2008.4 Kota
Tangerang Selatan meliputi 7 Kecamatan yaitu Kecamatan Ciputat, Ciputat
Timur, Pamulang, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara dan Setu.
Sebagai daerah otonom baru, Pemerintah Kota Tangerang Selatan
menyelenggarakan pemerintahan daerah yang mencakup bidang pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan. Untuk menjalankan berbagai kegiatan
pemerintahan tersebut, diperlukan penanganan yang baik dalam rangka
pembangunan daerah dan jika perlu daerah dapat melakukan kerjasama yang
saling menguntungkan. Tetapi bisa saja terjadi permasalahan-permasalahan
kepentingan antara daerah dengan pihak lain, yang mengakibatkan terjadinya
perselisihan. Perselisihan itu sendiri dapat muncul karena adanya kepentingan
4 Abdul Rojak, Sirojudin, M. Istijar Nusantara, Sejarah Berdirinya Kota Tangerang
Selatan (Tangsel: Green Komunika, 2010), h. 21.
4
masing-masing daerah yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang terjadi antara pemerintah kabupaten/kota, yang berada dalam satu provinsi.5
Proses pelaksanaan pemerintahan daerah setelah pembentukan daerah
otonom baru memang tidak semudah yang dibayangkan. Harapan yang cukup
besar akan terlaksanannya pelayanan yang baik bagi masyarakat dan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat di daerah otonomi baru tidak serta merta
dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat. Pemekaran Kabupaten Tangerang
dengan membentuk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2008 sampai saat ini
masih saja menyimpan masalah, salah satunya adalah masalah pembagian aset
milik daerah dan proses penyerahannya dari Kabupaten Tangerang kepada Kota
Tangerang Selatan.
Permasalahan pembagian dan penyerahan aset daerah yang mendapat
sorotan sampai saat ini adalah belum diserahkannya 6 pasar tradisional yang
berada di Kota Tangerang selatan. Keenam pasar tradisional tersebut adalah Pasar
Ciputat, Pasar Jombang, Pasar Serpong, Pasar Bintaro, Pasar Cimanggis dan Pasar
Gedung Hijau.6 Proses penyerahan aset daerah sebenarnya sudah diatur didalam
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang
Selatan. Dimana didalam pasal 13 yang membahas tentang Personel, Aset dan
Dokumen di jelaskan bahwa penyerahan aset dan dokumen dilakukan paling
lambat 5 (lima) tahun sejak pelantikan pejabat Walikota. Apabila penyerahan dan
5 M. Aries Djanuri, dkk, Sistem Pemerintahan Daerah (Jakarta: Universitas Terbuka,
2010), h. 8.17. 6“Pemkot Tunggu Surat Bupati Zaki Soal Aset Pasar,” Tangsel Pos, 13 Desember 2013,
h. 3.
5
pemindahan aset serta dokumen tidak dilaksanakan oleh Bupati Tangerang,
Gubernur Banten selaku wakil Pemerintah wajib menyelesaikannya.
Merujuk pada Undang-Undang pembentukan Kota Tangerang Selatan,
nampaknya masih menyimpan masalah yang belum dapat terselesaikan untuk
mengurusi aset daerah Kabupaten Tangerang yang seharusnya diserahkan kepada
Kota Tangerang Selatan. Penyerahan aset daerah khususnya aset 6 pasar
tradisional yang berada di dalam teritorial Kota Tangerang Selatan yang akan
mendukung terselenggaranya pelayanan masyarakat dalam bidang perdagangan
diharapkan sudah terselesaikan sebelum peringatan hari jadi Kota Tangerang
selatan yang ke-5. Namun pada kenyataannya sampai saat ini setelah 5 tahun
berdirinya Kota Tangerang Selatan yang bertepatan pada tanggal 29 Oktober 2013
aset ini belum juga diserahkan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Tangerang.
Aset 6 pasar tradisional ini masih menjadi perebutan yang belum jelas arah
penyelesaian yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Secara normatif
Kabupaten Tangerang diharuskan menyerahkan aset daerah tersebut sebagaimana
yang diamanatkan dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 51 Tentang Pembentukan
Kota Tangerang Selatan. Jika sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Tangerang
belum menyerahkan aset tersebut, bisa dikatakan Bupati Tangerang melanggar
UU yang akan menjadi sengketa dan itu harus dimediasi oleh pihak provinsi.
Pemkot Tangerang Selatan melalui Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset
Daerah (DPPKAD) akan mengambil alternatif dengan meminta bantuan kepada
Gubernur Banten untuk memfasilitasi penyelesaian masalah aset ini.7
7Ibid., h. 3.
6
Kondisi pasar-pasar tersebut saat ini menjadi sangat tidak layak dan sulit
untuk dilakukan penataan. Bahkan, pembersihan sampah pasar pun menjadi
terkendala karena sering kali tidak terangkut oleh petugas. Dengan masih
dikelolanya pasar tradisional oleh Kabupaten Tangerang, Pendapatan Asli daerah
(PAD) dari retribusi pasar tidak masuk ke Kota Tangerang Selatan melainkan
masuk ke Kabupaten Tangerang. Seharusnya pendapatan dari retribusi pasar bisa
dimanfaatkan kembali untuk melakukan penataan pasar. Faktor ekonomi seperti
ini yang diduga kuat menjadi salah satu hal yang meyebabkan terjadinya sengketa
aset daerah pasca pemekaran wilayah. Pihak Kabupaten Tangerang selaku daerah
induk hingga saat ini masih melakukan kajian terkait penyerahan aset tersebut
terutama dengan masalah kontrak dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah pihak
swasta.
Peneliti tertarik melakukan penelitian ini karena melihat realita di era
otonomi daerah seperti sekarang ini, yang seharusnya daerah mempunyai
kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri dalam memberikan
pelayanan dan mempercepat pembangunan masih harus terganjal dengan masalah-
masalah seperti sengketa aset daerah. Aset daerah seharusnya menjadi salah satu
pemasukan keuangan daerah yang dapat digunakan untuk pembangunan di daerah
otonom baru. Konflik atas aset daerah ini terjadi antara dua Kota/Kabupaten yang
berada dalam satu provinsi dimana kedua belah pihak sama-sama ingin
memperoleh dan mempertahankan kepentingan daerahnya, Pemerintah Kabupaten
Tangerang sebagai daerah induk seharusnya menjalin kerjasama yang baik dengan
Pemerintah Kota Tangerang Selatan guna meningkatkan kesejahteraan bersama
7
dan mencegah ketimpangan antar daerah. Maka dari uraian pernyataan masalah
diatas, peneliti melakukan penelitian tentang permasalahan aset di daerah
pemekaran karena belum diserahkannya aset daerah berupa 6 pasar tradisional
(Pasar Ciputat, Pasar Jombang, Pasar Serpong, Pasar Bintaro, Pasar Cimanggis
dan Pasar Gedung Hijau) selama 5 tahun berdirinya Kota Tangerang Selatan oleh
Pemerintah Kabupaten Tangerang.
B. Pertanyaan Penelitian
Skripsi ini secara umum ingin memberikan analisa tentang permasalahan
aset daerah yang terjadi di Kota Tangerang Selatan. Peneliti membatasi penulisan
sengketa aset yang dimaksud khususnya pada permasalahan dalam serah terima 6
aset pasar tradisional yaitu Pasar Ciputat, Pasar Jombang, Pasar Serpong, Pasar
Bintaro, Pasar Cimanggis dan Pasar Gedung Hijau yang sampai saat ini belum
diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang. Peneliti memfokuskan untuk
mengetahui jawaban dari pertanyaan sebagai berikut:
1. Mengapa serah terima aset pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan
mengalami kendala?
2. Apa dampak yang ditimbulkan dari terkendalanya serah terima aset
pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan?
3. Bagaimanakah proses penyelesaian serah terima aset pasar tradisional
antara Pemerintah Kabupaten Tangerang dengan Kota Tangerang
selatan?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian:
a. Untuk mengetahui mengapa serah terima aset pasar tradisional di Kota
Tangerang Selatan mengalami kendala.
b. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari terkendalanya serah
terima aset pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan.
c. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian serah terima aset
pasar tradisional antara Pemerintah Kabupaten Tangerang dengan Kota
Tangerang selatan.
2. Manfaat penelitian:
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang terdiri dari manfaat
akademis dan manfaat praktis.
a. Manfaat Akademis
1) Penelitian ini bermanfaat memberi informasi mengapa serah terima
aset pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan mengalami kendala.
2) Penelitian ini bermanfaat memberi informasi dampak yang
ditimbulkan dari terkendalanya serah terima aset pasar tradisional di
Kota Tangerang Selatan.
3) Penelitian ini bermanfaat memberi informasi bagaimana proses
penyelesaian serah terima aset pasar tradisional antara Pemerintah
Kabupaten Tangerang dengan Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
4) Penelitian ini memberi manfaat bagi pengembangan Ilmu Politik
dalam hal otonomi daerah khususnya dalam bidang pemekaran
9
wilayah, yang menggambarkan tentang realita setelah pemekaran
wilayah yang masih meninggalkan masalah seperti sengketa aset
daerah.
b. Manfaat Praktis
1) Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi literatur keilmuan
serta menjadikan penulisan ini sebagai literatur dalam bidang Ilmu
Politik.
2) Menambah informasi bagi penulisan skripsi yang serupa di waktu yang
akan datang.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, sebelumnya telah terdapat penelitian yang mengkaji
tentang permasalahan aset daerah di era otonomi. Pertama, Jurnal ilmiah yang
berjudul “Sengketa Wilayah Perbatasan Gunung Kelud antara Pemerintah
Kabupaten Blitar dengan Kabupaten Kediri ditinjau dari Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan
Daerah” dengan nama peneliti Ade Laurens mahasiswa Universitas Surabaya.
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan perbedaan dengan penelitian yang
penulis buat diantaranya mengenai aset daerah yang menjadi sengketa dan daerah
yang bersengketa yang diteliti oleh penulis sebelumnya adalah sengketa
perbatasan objek pariwisata Gunung Kelud yang merupakan salah satu sumber
pendapatan daerah antara Kabupaten Blitar dengan Kabupaten Kediri. Dalam
pengelolaan aset ini antara Pemerintah Kabupaten Blitar dengan Pemerintah
Kabupaten Kediri tidak membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan
10
kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah, melainkan kedua
daerah ini mempermasalahkannya sehingga menjadikan konflik antar wilayah.
Sedangkan pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada permasalahan serah
terima aset pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan.
Kedua, penelitian yang berjudul “Sengketa Pasca Pemekaran Kota dan
Kabupaten Tasikmalaya” yang dilakukan oleh Fitriyani Yuliawati, S.IP dan
Subhan Agung, S.IP, MA dari laboratorium ilmu politik FISIP Universitas
Siliwangi Tasikmalaya. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa sengketa aset
daerah antara Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya terjadi karena
masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang berbeda dalam sengketa
tersebut. Kabupaten Tasikmalaya menginginkan agar penyerahan aset tersebut
dibarengi dengan ganti rugi untuk Kabupaten Tasikmalaya, sedangkan pihak Kota
Tasikmalaya berpegang pada peraturan yang ada tentang pembentukan Kota
Tasikmalaya. Dari penelitian ini yang membedakan adalah peneliti lebih terfokus
pada permasalahan serah terima aset pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan.
Ketiga, Peneliti membahas buku yang terkait dengan Otonomi Daerah
yang di dalamnya juga terdapat konflik dalam Otonomi Daerah diantaranya
konflik sumber pendapatan dan pengelolaan aset daerah yaitu buku yang ditulis
oleh Pheni Chalid berjudul “Otonomi Daerah: Masalah, Pemberdayaan, dan
Konflik”. Dalam buku ini dijelaskan bahwa konflik pengelolaan sumber
pendapatan daerah terjadi karena kekurangpahaman daerah atas pembagian
kepemilikan aset daerah antara provinsi dan kabupaten/kota. Sebagai contoh
Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah tingkat II yang tidak memiliki sumber
11
daya alam (SDA). Untuk itu pemerintah Kabupaten Sidoarjo berupaya
menginvetarisasi peluang-peluang yang dapat meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD). Salah satu peluang yang coba dibidik adalah kawasan Bandara
Juanda yang secara geografis berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo, namun
sebenarnya merupakan aset provinsi. Selain itu Pemerintah Daerah Sidoarjo juga
menuntut adanya pembagian dari pajak dan retribusi pajak kendaraan bermotor
(PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) yang ditarik oleh
provinsi.
Konflik pengelolaan aset yang menjadi sumber pendapatan asli daerah
tidak hanya terjadi antara daerah, tapi juga antara pusat dan daerah, karena
ketidakjelasan pembagian aset. Seperti yang terjadi antara pemerintah DKI Jakarta
dengan Pemerintah Pusat dalam hal pengelolaan Bandara Internasional Soekarno-
Hatta, jalan tol, dan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, kawasan Kemayoran dan
Senayan. Pengelolaan kelima aset tersebut berdasarkan UU 25/1999 seharusnya
berada dalam kewenangan pemerintah daerah DKI, namun demikian dalam
praktiknya pemerintah pusat masih enggan menyerahkan pengelolaan kelima aset
tersebut ke tangan pemerintah daerah DKI Jakarta. Adapun hal yang membedakan
dari buku ini terletak pada aset daerah dan daerah yang bermasalah, yaitu peneliti
memfokuskan pada permasalahan serah terima aset pasar tradisional di Kota
Tangerang Selatan.
12
E. Metodelogi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian kualitatif akan menghasilkan prosedur analisis dan tidak
menggunakan analisis data statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Secara prosedur
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan
perilaku yang diamati, seperti dinyatakan oleh Lexy J. Moleong dalam buku
metode penelitian kualitatif.8 Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam
mengkaji permasalahan ini adalah pendekatan kualitatif, karena sesuai dengan
penelitian yang diambil oleh peneliti yaitu melihat sedetail mungkin permasalahan
aset daerah di Kota Tangerang Selatan yang terfokus pada serah terima 6 aset
pasar tradisional (Pasar Ciputat, Pasar Jombang, Pasar Serpong, Pasar Bintaro,
Pasar Cimanggis dan Pasar Gedung Hijau).
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian yang telah disebutkan maka pelaksanaan
dalam penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten
Tangerang, khususnya pada institusi Pemerintah Daerah yang berwenang
menangani aset daerah. Sedangkan waktu penelitian dilakukan secara bertahap
hingga penelitian selesai.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara (interview) adalah pertemuan antara peneliti dan responden,
dimana pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung
8Lexy J.Moleong.Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:Rosdakarya,2006). H. 4.
13
oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat
atau direkam dengan alat perekam (tape recorder). Teknik wawancara juga dapat
dilakukan dengan telepon.9 Dalam penelitian ini, Peneliti melakukan wawancara
dengan informan sejumlah 3 (tiga) orang yang berasal dari dinas dan perusahaan
yang mengelola aset daerah yaitu: 1). Sugeng Setiarso sebagai Kasi Mutasi Aset
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) Kota
Tangerang Selatan, 2). Sutono sebagai Kasubag Inventarisasi bidang aset Badan
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tangerang dan 3).
Nurachman sebagai Humas PD.Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang.
Kedua dinas dan perusahaan daerah tersebut adalah pihak yang berwenang dalam
mengurusi aset daerah khususnya pasar tradisional yang diharapkan dapat
memberikan informasi sedetail mungkin kepada peneliti dalam menyelesaikan
penelitian tentang permasalahan aset daerah yang terjadi antara Kota Tangerang
Selatan dan Kabupaten Tangerang. Maka dalam pemilihan narasumber, peneliti
menggunakan purposive sampling. Informan ditentukan selaras dengan maksud
dan tujuan penelitian yaitu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
penelitian ini.10
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman
wawancara, recorder dan buku catatan. Pedoman wawancara digunakan agar
peneliti dapat menyaring apa saja yang seharusnya ditanyakan agar fokus pada
permasalahan yang diteliti. Recorder digunakan untuk merekam subjek yang
difokuskan yaitu Pemerintah Kota Tangerang Selatan dan Pemerintah Kabupaten
9 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h.
67. 10
Lisa Harrison, Metode Penelitian Politik, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 26.
14
Tangerang yang menangani aset daerah. Buku catatan dipergunakan untuk
mencatat hal-hal yang tidak direkam.
b. Dokumentasi
Pengumpulan data melalui dokumentasi dilakukan untuk memeroleh data
sekunder melalui literatur dengan tujuan untuk memeroleh bahan-bahan yang
memberikan penjelasan dari bahan primer maupun hasil penelitian, jurnal, karya
tulis, dokumen-dokumen resmi seperti: Undang-Undang pembentukan daerah,
surat-surat resmi dan sebagainya.
4. Sumber dan Jenis Data
Sumber data diperoleh dari telaah dokumen-dokumen yang peneliti
masukan serta hasil dari observasi dan wawancara yang akan dilakukan oleh
peneliti. Sebelum digunakan dalam proses analisis, data dikelompokan terlebih
dahulu sesuai dengan jenis dan karakteristik yang menyertainya. Berdasarkan
sumber pengambilannya, data dibedakan atas dua macam, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung dari wawancara.11
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dan dari dokumen-dokumen
yang ada.
5. Analisis Data Penelitian
Analisis data penelitian dilakukan untuk mengelola data yang sudah
dikumpulkan, peneliti menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah suatu penelitian yang diupayakan untuk mengamati permasalahan secara
11
Pupuh Fathurahman, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia,
2011), h. 146.
15
sistematis dan akurat mengenai fakta dan sifat objek tertentu.12
Analisis deskriptif
dalam kualitatif fokusnya pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan dan
penempatan data pada konteksnya masing-masing, dan seringkali digambarkan di
dalam kata-kata dari pada di dalam angka-angka. Untuk itu data perlu disusun
kedalam pola tertentu, kategori tertentu, tema tertentu atau pokok permasalahan
tertentu. Karenanya setiap hasil dari pengumpulan data, baik itu dari hasil
wawancara, observasi ataupun dari sejumlah dokumen perlu di reduksi dan
dimasukan kedalam pola, kategori, fokus, atau tema tertentu yang sesuai. Hasil
reduksi tersebut perlu di tampilkan secara tertentu untuk masing-masing pola,
kategori, fokus, atau tema yang hendak dipahami dan dimengerti
permasalahannya. Pada akhirnya peneliti dapat mengambil kesimpulan-
kesimpulan tertentu dari hasil pemahaman dan pengertiannya.13
Adapun untuk panduan penulisan, penelitian ini berdasarkan pada buku
Panduan Penyusunan Proposal & Penulisan Skripsi, yang di terbitkan oleh
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2012.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan, maka dalam skripsi ini pembahasannya
akan terbagi menjadi lima bab dan masing-masing bab akan terbagi lagi menjadi
sub-sub bab yang terdiri sebagai berikut:
12
Ibid., h. 100. 13
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), h.
256.
16
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi pernyataan masalah, pertanyaan
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metodelogi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini menjelaskan teori dan konsep yang di
gunakan dalam penelitian ini yaitu teori konflik dan konsep
pemekaran wilayah.
BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN TANGERANG
DAN KOTA TANGERANG SELATAN
Dalam bab ini membahas gambaran umum daerah
Kabupaten Tangerang sebagai daerah induk dan Kota
Tangerang Selatan sebagai daerah hasil pemekaran.
BAB IV PERMASALAHAN ASET DAERAH KOTA
TANGERANG SELATAN
Dalam bab ini menjelaskan permasalahan serah terima aset
pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan yang
membahas penyebab permasalahan, dampak yang
ditimbulkan dan proses penyelesaiannya.
17
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan
dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan memberikan
saran yang berkaitan dengan masalah yang dibahas untuk
memperoleh solusi atas permasalahan tersebut.
18
BAB II
LANDASAN TEORI
Telah disebutkan sebelumnya bahwa fokus penelitian ini adalah
permasalahan serah terima aset daerah yaitu 6 pasar tradisional antara Kota
Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Berkaitan dengan tema tersebut,
permasalahan ini merupakan salah satu kasus dari sejumlah permasalahan atas
aset pasca pemekaran daerah yang terjadi di daerah lain. Hal ini ditunjukan
dengan beberapa bahasan ataupun studi berkaitan dengan tema tersebut yang
beberapa diantaranya digunakan dalan penelitian ini sebagai referensi.
Oleh karena itu, dalam bab ini diuraikan secara teoretis mengenai konflik
di era otonomi. Disamping itu juga perlu di kemukakan konsep pemekaran
wilayah sebagai batasan yang digunakan dalam penelitian ini.
A. Konflik
Di dalam dunia politik, kegiatan untuk mempengaruhi proses perumusan
dan pelaksanaan kebijakan umum merupakan upaya untuk mendapatkan dan/atau
mempertahankan nilai-nilai. Dalam memperjuangkan upaya itu, sering terjadi
perbedaan pendapat, perdebatan, persaingan bahkan pertentangan yang bersifat
fisik diantara pelbagai pihak. Dalam hal ini antara pihak yang berupaya
mendapatkan nilai-nilai dan mereka yang berupaya keras mempertahankan apa
yang selama ini telah mereka dapatkan, antara pihak yang sama-sama berupaya
19
keras untuk mendapatkan nilai-nilai yang sama dan pihak yang sama-sama
mempertahankan nilai-nilai yang selama ini mereka kuasai.14
1. Pengertian Konflik
Konflik secara sederhana dapat diartikan sebagai perselisihan atau
persengketaan antara dua atau lebih kekuatan baik secara individu atau kelompok
yang kedua belah pihak memiliki keinginan untuk saling menjatuhkan atau
menyingkirkan atau mengalahkan atau menyisihkan.15
Di dalam dunia politik:
“tiada lawan yang abadi dan tiada pula kawan abadi, kecuali kepentingan
abadi.” Sehingga konflik kepentingan identik dengan konflik politik. Realitas
politik selalu diwarnai oleh dua kelompok yang memiliki kepentingan yang saling
berbenturan. Benturan kepentingan tersebut disebabkan oleh gejala satu pihak
ingin merebut kekuasaan dan kewenangan, di pihak lain terdapat kelompok yang
berusaha mempertahankan dan mengembangkan kekuasaan yang sudah ada di
tangan mereka.16
Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan,
seperti kerusuhan, kudeta, terorisme dan revolusi. Konflik mengandung arti
benturan, seperti perbedaan pendapat, persaingan dan pertentangan antar individu
dan individu, kelompok dan kelompok dengan pemerintah. Masing-masing pihak
yang berkonflik berupaya untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan sumber
yang sama, yang kemudian akan menuju kearah kesepakatan dan kekerasan bukan
14
Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 10. 15
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya), (Jakarta: Kencana, 2010), h. 348. 16
Ibid., h. 353.
20
satu-satunya cara penyelesaian.17
Konflik politik digambarkan secara umum
sebagai perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan diantara sejumlah
individu, kelompok ataupun organisasi dalam upaya mendapatkan dan/atau
mempertahankan sumber-sumber dari keputusan yang dibuat dan dilaksanakan
pemerintah.18
Otonomi daerah seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan
pemerintahan daerah dapat terlaksana dengan baik apabila penyelenggaraan
urusan pemerintahan diiringi dengan sumber-sumber pendapatan yang cukup
kepada daerah. Salah satu sumber pendapatan daerah adalah yang berasal dari
aset-aset yang dimiliki oleh daerah tersebut. Maka aset daerah menjadi penting
dalam mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh daerah. Namun pada
kenyataannya pasca pemekaran sebuah daerah, aset daerah menjadi perebutan
antar daerah yang menimbulkan permasalahan. Sehingga penelitian ini
menggunakan perspektif teori konflik dalam bingkai otonomi daerah.
Pada dasarnya konflik tercipta dari kompetisi memperebutkan akses
terhadap otoritas (kekuasaan) dan sumber ekonomi atau kemakmuran dari aktor-
aktor yang berkepentingan.19
Pada era otonomi daerah, daerah mempunyai porsi
kewenangan yang sangat besar. Sehingga daerah akan merasa terancam
17
Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 191. 18
Ibid.,h. 193. 19
Syamsul Hadi, dkk, DisintegrasiPasca Orde Baru: Negara, Konflik Lokal dan
Dinamika Internasional, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. 272.
21
kepentingan politik dan ekonominya bila gagal mempertahankan sumber-sumber
yang bisa meningkatkan pendapatan daerah. Hal tersebut dapat menjadi latar
belakang timbulnya konflik dan kesalahpahaman antar daerah.
Otonomi sering diterjemahkan oleh kabupaten/kota lebih dari sekedar
dapat mengatur rumah tangganya sendiri, sehingga tidak mau dicampuri oleh
pihak lain walaupun dalam konteks koordinasi dan sinkronisasi antar daerah. Di
samping itu, kabupaten/kota sering menerjemahkan otonomi ini sebagai
kewenangan untuk menggali pendapatan daerah yang sebanyak-banyaknya
melalui pajak dan retribusi serta eksploitasi sumber daya alam dengan
mengabaikan kepentingan jangka panjang dan generasi mendatang.20
Pruitt dan Rubin dalam Teori Konflik Sosial21
menjelaskan bahwa konflik
terjadi ketika tidak terlihat adanya alternatif yang dapat memuaskan aspirasi
kedua belah pihak dan lebih jauh masing-masing pihak memiliki alasan untuk
percaya bahwa mereka mampu mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri
mereka sendiri atau mereka percaya bahwa mereka berhak memiliki obyek
tersebut. Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa adanya obyek bernilai
yang dianggap berhak dimiliki oleh masing masing pihak sehingga menimbulkan
konflik.
2. Penyelesaian Konflik
Konflik merupakan gejala yang tidak mungkin dapat dihilangkan, maka
konflik hanya dapat diatur mekanisme penyelesaiannya. Perbedaan, persaingan,
20
Nanang Kristiyono, “Konflik Dalam Penegasan Batas Daerah antara Kota Magelang
dengan Kabupaten Magelang; Analisis terhadap Faktor-faktor Penyebab dan Dampaknya,” (Tesis
Magister Ilmu Politik, Universitas Dipinegoro Semarang, 2008), h. 11. 21
Dean G. Pruit & Jeffrey Z Rubin, Teori Konflik Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004), h. 26.
22
dan pertentangan dalam upaya mendapatkan dan/atau mempertahankan nilai-nilai
yang dianggap penting dapat diselesaikan melalui mekanisme yang disepakati
bersama. Dialog dan musyawarah untuk mencapai mufakat, dialog untuk
mengadakan pemungutan suara (voting), atau perpaduan keduanya merupakan
beberapa bentuk mekanisme untuk mencapai kesepakatan berupa keputusan
politik. bentuk lain dari kesepakatan itu berupa kerjasama dalam bentuk koalisi
dan aliansi untuk membuat dan melaksanakan keputusan. Sebagaimana
dinyatakan oleh Gaetano Mosca, pemerintahan akan dapat berjalan dengan baik
dan stabil serta berhasil apabila terjadi koalisi atau kerjasama antara satu atau
lebih kekuatan politik.22
Apabila pertentangan itu belum juga dapat mencapai
kesepakatan antara pihak yang berkonflik dan dianggap akan menggangu
kepentingan umum kalau tidak ditangani, maka permasalahan tersebut dapat
dibawa ke lembaga pengadilan (lembaga pemerintah), dimana pemerintah
bertindak sebagai mediator maupun sebagai arbitrator.23
Penyelesaian konflik (conflict resolution) lebih merujuk kepada sebab-
sebab konflik dari pada manifestasi konflik. Maka selama ada antagonisme
kepentingan didalamnya, konflik akan selalu terjadi dan konflik tidak akan pernah
dapat diselesaikan. Maka dalam hal ini dibutuhkan pengaturan konflik berupa
bentuk-bentuk pengendalian yang lebih diarahkan pada manifestasi konflik dari
pada sebab-sebab konflik, maka konflik dapat diatur sehingga tidak menimbulkan
perpecahan. Menurut Ralf Dahrendorf dalam Memahami Ilmu Politik Ramlan
22
Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 24. 23
Ibid., h. 192.
23
Subakti, pengaturan konflik yang efektif bergantung pada tiga faktor.24
Pertama,
kedua pihak harus mengakui kenyataan dan keadaan konflik yang terjadi diantara
mereka (adanya pengakuan atas kepentingan yang diperjuangkan oleh pihak lain).
Kedua, kepentingan-kepentingan yang diperjuangkan harus terorganisir secara
rapi, tidak tercerai-berai, dan terkotak-kotak sehingga masing-masing pihak
memahami dengan jelas lingkup tuntutan pihak lain. Ketiga, kedua pihak
menyepakati aturan main (rules of the game) yang menjadi landasan dan
pegangan dalam hubungan dan interaksi diantara mereka. Lalu Dahrendorf
menyebutkan tiga bentuk pengaturan konflik, yaitu:
a. Konsiliasi, yaitu mempertemukan kedua belah pihak yang berkonflik
di lembaga seperti parlemen atau kuasi-parlemen dimana semua pihak
berdiskusi dan berdebat secara terbuka dan dalam mencapai
kesepakatan tidak ada pihak-pihak yang memonopoli pembicaraan
atau memaksakan kehendak. Kebanyakan konflik politik disalurkan
dan diatur dengan bentuk konsiliasi;
b. Mediasi, yaitu kedua belah pihak yang berkonflik sepakat mencari
nasihat dari pihak ketiga (seorang mediator berupa tokoh, ahli atau
lembaga tertentu yang dipandang memiliki pengetahuan dan keahlian
yang mendalam mengenai hal yang dipertentangkan);
c. Arbitrasi, yaitu kedua belah pihak sepakat untuk mendapatkan
keputusan akhir yang bersifat legal sebagai jalan keluar konflik pada
pihak ketiga sebagai arbitrator.
24
Ibid., h. 204-205.
24
Ketiga bentuk pengaturan konflik ini dapat dilaksanakan salah satunya atau
bahkan ketiganya secara bertahap.
B. Pemekaran Wilayah
1. Konsep Pemekaran Wilayah
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, proses pemekaran wilayah terjadi
begitu pesat dan cenderung tidak terkendali. Secara umum pemekaran wilayah
adalah pembentukan wilayah administrasi baru di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota dari daerah induknya. Pemekaran wilayah dipandang sebagai
sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan dan meningkatkan pelayanan
bagi masyarakat.
Pada dasarnya pembentukan satu daerah dalam struktur Negara Indonesia
sebagai subsistem dimaksudkan demi meningkatkan pelayanan publik guna
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana
pendidikan politik di tingkat lokal.25
Pemekaran wilayah dipahami sebagai wujud
kedewasaan dan harapan untuk mengurus dan mengembangkan potensi daerah
dan masyarakatnya yang diharapkan mampu menjadi media untuk membuka
simpul-simpul keterbelakangan akibat jangkauan pelayanan pemerintah yang
terlalu luas, sehingga perlu dibuka kesempatan bagi daerah tersebut untuk
mendirikan pemerintahan sendiri berdasarkan potensi yang dimiliki.26
25
B.N. Marbun, Otonomi Daerah 1945-2010 Proses dan Realita, (Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan, 2010), h. 109. 26
Dede Mariana dan Caroline Paskarina, Demokrasi & Politik Desentralisasi,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h. 179.
25
Djohermansyah Djohan dalam “Blue Print Otonomi Daerah Indonesia”
menjelaskan konsep pemekaran daerah dari tiga dimensi, yaitu: dimensi politik,
dimensi administrasi/teknis, dan dimensi kesenjangan wilayah.27
a. Dimensi Politik
Kebutuhan akan desentralisasi atau pembentukan daerah otonom sejak
awal sebenarnya bukan didasarkan pada pertimbangan teknis, tetapi merupakan
hasil dari tarik menarik atau konflik politik antara daerah dan pusat. Dimensi
politik dari pembentukan daerah yaitu pemerintahan yang dilokalisir sebagai
bagian dari suatu landasan untuk kesamaan dan kebebasan politik. Dimensi politik
desentralisasi mencakup beberapa faktor, antara lain: 1). Faktor geografis, 2).
Faktor sosial-budaya, 3). Faktor demografi, dan 4). Faktor sejarah.
Faktor geografi pembentukan daerah otonom adalah faktor yang terkait
dengan pembentukan daerah otonom sebagai akibat munculnya ikatan-ikatan yang
bermotif politik antara masyarakat yang tinggal di suatu daerah. Ikatan tersebut
dapat dilatarbelakangi oleh kesatuan geografis maupun sejarah, sehinngga
masyarakat merasa dihubungkan oleh suatu ikatan secara politis. Kuat lemahnya
ikatan tersebut sangat tergantung kepada seberapa besar daya tarik politik
terhadap hadirnya kesatuan masyarakat tersebut sebagai suatu kesatuan politis.
Faktor sosial budaya mengansumsikan jika suatu masyarakat terikat
dengan suatu sistem budaya tersendiri yang memberi perbedaan identitas budaya
dengan masyarakat lain, maka secara politis ikatan kesatuan masyarakat tersebut
27
M. Zaki Mubarak, dkk, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia, (Jakarta: Yayasan
Harkat Bangsa, 2007), h. 120-130.
26
akan lebih kuat. Faktor ini secara langsung terkait dengan persoalan etnisitas dan
mungkin saja keagamaan.
Faktor demografi mengansumsikan bahwa homogenitas penduduk akan
mendorong lahirnya kesatuan penduduk secara politis. Suatu masyarakat dengan
penduduknya yang homogen, akan memiliki tingkat kesatuan politis yang lebih
tinggi dibanding masyarakat yang heterogen, jika faktor homogenitas ini
dikolaborasikan dengan kesatuan secara geografis, maka secara politis kekuatan
pembentukan kesatuan masyarakat tersebut akan lebih kuat dan secara langsung
akan semakin mendorong tuntutan terbentuknya daerah otonom.
Faktor sejarah memberikan asumsi bahwa struktur sejarah kepemerintahan
masa lalu dari suatu masyarakat akan berpengaruh terhadap keinginan masyarakat
tersebut menjadi suatu daerah otonom. Meskipun sejarah kadang-kadang
berlangsung secara terputus-putus dalam kurun waktu yang cukup panjang, tetapi
tetap menjadi salah satu faktor yang sering mengikuti kemunculan suatu daerah
otonomi. Apalagi jika simbol-simbol sejarah tersebut masih kental dalam suatu
masyarakat, walaupun hanya dalan bentuk tatanan dan upacara-upacara budaya.
Faktor-faktor di atas pada dasarnya tidak berdiri sendiri. Keempat faktor
politis itu saling terkait dan saling berhubungan dalam proses pembentukan suatu
daerah otonom. Biasanya salah satu faktor diantara keempat faktor tersebut ada
yang lebih dominan dibanding faktor lainnya, tetapi kadang semua faktor di atas
berpengaruh merata dan komperehensif dalam pembentukan suatu daerah otonom.
27
b. Dimensi Administrasi/Teknis
Kebutuhan desentralisasi dari perspektif administrasi adalah untuk
membangun hubungan dengan wilayah pelayanan dengan membentuk organisasi
pelaksana di wilayah kerja atau daerah untuk sejumlah tugas-tugas. Wilayah-
wilayah yang diberi status otonom atau yang didesentralisasikan diyakini akan
meningkatkan pelaksanaan administrasi dan pelayanan kepada masyarakat, karena
desentralisasi dapat memberi peluang pada penyesuaian administrasi dan
pelayanan terhadap karakteristik wilayah-wilayah yang beraneka ragam sebagai
konsekuensi dari perbedaan-perbedaan yang membentuk geografis. Geografi
dalam pengertian fisik menjadi dasar penentuan batas-batas administrasi, dimana
suatu wilayah geografis dengan wilayah yang relaif kecil diharapkan tepat untuk:
1) Pelayanan lebih optimal, karena wilayah pelayanan relatif sempit.
2) Pemerintahan lebih responsif karena lebih dekat dengan komunitas
yang dilayani.
3) Partisipasi masyarakat lebih meluas karena akses masyarakat yang
relatif terbuka.
4) Konsultasi masyarakat menjadi lebih mudah karena kedekatan instansi
pemerintahan dengan masyarakat.
5) Pengawasan menjadi lebih efektif karena wilayah pengawasan yang
relatif sempit.
Dari sudut pandang administrasi, pemberian desentralisasi selain
menyangkut soal teknis pelaksanaan juga pembentukan kelembagaan yang
obyektif. Dimensi teknis pembentukan daerah otonom juga terkait dengan aspek-
28
aspek ekonomi. pembahasan aspek-aspek ekonomi sebagai dasar pembentukan
daerah otonom baru muncul setelah banyaknya berkembang kota-kota yang
tumbuh sebagai akibat dari perkembangan kegiatan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi, khususnya industrialisasi telah melahirkan konsep baru tentang
kemunculan daerah otonom. Menurut teori ini, daerah otonom tidak mungkin
terbentuk jika daerah tidak dapat memenuhi pelayanan minimal yang dibutuhkan
oleh masyarakat.
c. Dimensi Kesenjangan Wilayah
Banyak kasus dalam penyelenggaraan pemerintahan nasional dalam
hubungannya dengan pemerintahan daerah sering terjadi ketidakseimbangan
perkembangan antar daerah. Ada daerah yang menjadi sangat maju, tetapi
sebaliknya ada daerah yang relatif tidak berkembang dan bahkan mengalami
kemunduran setelah berjalannya pemerintahan.
Hubungan antar daerah yang maju dengan yang kurang maju tersebut
tidaklah menimbulkan permasalahan, sepanjang hubungan tersebut bersifat
komplementer. Tetapi berbeda jika hubungannya berkembang jauh menjadi
kooptasi daerah maju terhadap daerah kurang maju, sehingga menimbulkan
perlawanan dari daerah kurang maju. Konsep inilah yang melandasi pemikiran
hubungan antara daerah dalam melihat persoalan pembentukan daerah otonom.
Menurut teori ini daerah otonom terbentuk karena munculnya kesenjangan antara
wilayah dalam suatu daerah.
Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom baru hasil pemekaran
telah memenuhi persyaratan yang telah disebutkan Peraturan Pemerintah No 78
29
Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penggabungan dan Penghapusan
Daerah. Dalam pasal 4 disebutkan bahwa pembentukan daerah harus memenuhi
syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Syarat administratif meliputi
persetujuan DPRD kabupaten/kota induk, persetujuan Bupati/Walikota yang
bersangkutan, persetujuan DPRD Provinsi dan Gubernur, serta rekomendasi dari
Menteri Dalam Negeri. Sementara syarat teknis meliputi faktor kemampuan
ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah,
pertanahan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat,
dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintah daerah. Sedangkan persyaratan
fisik meliputi paling sedikit 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi
calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintah. Dengan demikian, Kota
Tangerang Selatan telah resmi menjadi daerah otonom baru dengan disahkannya
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kota Tangerang
Selatan.
Pemekaran wilayah di satu sisi perlu di syukuri karena memberikan tempat
bagi aspirasi, keberagaman dan otonomi lokal. Namun di sisi lain fenomena
pemekaran wilayah dirasa cukup mengkawatirkan melihat pemekaran daerah
terwujud hanya demi kepentingan politik segelintir orang, sehingga menyebabkan
persoalan seperti tidak tersedianya infrastruktur, pembiayaan dan personil, dan
ketergantungan kepada daerah induk dan pemerintah pusat. Bahkan dibeberapa
daerah muncul konflik horizontal antar masyarakat daerah dan konflik vertikal
antara daerah pemekaran dan daerah induk.28
28
Ibid., h. 118.
30
Contoh permasalahan yang timbul di daerah-daerah pemekaran
misalnya:29
1). Konflik dengan kekerasan; 2). Menurunnya jumlah penduduk dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara drastis; 3). Menyempitnya luas wilayah
dan beban daerah induk; 4). Perebutan wilayah dan masalah ibukota pemekaran,
dan; 5). Perebutan aset daerah.
2. Hak dan Kewajiban Daerah
Setelah dilakukan pemekaran wilayah dengan disahkannya sebuah daerah
menjadi daerah otonom baru, daerah mempunya hak dan kewajiban dalam
menjalankan pemerintahan. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah,
daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dimana dalam
penyelenggaraan otonomi, daerah mempunyai hak yang diatur dalam pasal 21
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai berikut:30
a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. Memilih pimpinan daerah;
c. Mengelola aparatur daerah;
d. Mengelola kekayaan daerah;
e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. Mendapatkan hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang berada di daerah;
g. Mendapatkan sumber-sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
29
Tri Ratnawati, Pemekaran Daerah; Politik Lokal & Beberapa Isu Terseleksi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 16-17. 30
B.N. Marbun, Otonomi Daerah 1945-2010 Proses dan Realita, (Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan, 2010), h. 115.
31
h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
Sedangkan dalam pasal 22 dijelaskan dalam menyelenggarakan otonomi,
daerah mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan, masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Daerah otonomi baru juga mendapatkan pembinaan awal dari pemerintah
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara
32
Pembentukan, Penggabungan dan Penghapusan Daerah. Dijelaskan dalam pasal
24 Pemerintah melakukan pembinaan melalui fasilitasi terhadap daerah otonom
baru sejak peresmian daerah dan pelantikan pejabat kepala daerah. Pemberian
fasilitasi tersebut berupa:31
a. Penyusunan perangkat daerah;
b. Pengisian personil;
c. Pengisian anggota DPRD;
d. Penyusunan APBD;
e. Pemberian hibah dari daerah induk dan pemberian bantuan dari
provinsi;
f. Pemindahan personil, pengalihan aset, pembiayaan dan dokumen;
g. Penyusunan rencana umum tata ruang daerah; dan
h. Dukungan bantuan teknis infrastruktur penguatan investasi daerah.
Dalam menjalankan pemerintahan, pemerintah daerah mempunyai
kewenangan dalam menjalankan urusan yang menjadi urusan wajib dan urusan
pilihan yang diatur dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 dan Perarturan
Pemerintah No. 38 Tahun 2007.
Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan
oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota yang
berkaitan dengan pelayanan dasar. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 terdapat urusan
wajib, yaitu urusan wajib provinsi dan urusan wajib kabupaten/kota. Sedangkan
31
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 pasal 24 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
33
dalam PP No.38 Tahun 2007, urusan wajib pemerintah daerah tidak dibagi dua
seperti yang terdapat dalam UU No. 32 Tahun 2004.
Urusan wajib kabupaten/kota yang terdapat dalam Pasal 14 ayat (1) UU
No. 32 Tahun 2004 meliputi:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. Penanganan bidang kesehatan;
f. Penyelenggaraan pendidikan;
g. Penanggulangan masalah sosial;
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. Fasilitasi pengambangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. Pengendalian lingkungan hidup;
k. Pelayanan pertanahan;
l. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. Pelayanan administrasi penanaman modal;
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan.
34
Dalam PP No. 38 tahun 2007 pasal 7 ayat (2) urusan yang wajib
diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota meliputi:
a. Pendidikan;
b. Kesehatan;
c. Lingkungan hidup;
d. Pekerjaan umum;
e. Penataan ruang;
f. Perencanaan pembangunan;
g. Perumahan;
h. Kepemudaan dan olahraga;
i. Penanaman modal;
j. Koperasi, dan usaha kesil dan menengah;
k. Kependudukan dan catatan sipil;
l. Ketenagakerjaan;
m. Ketahanan pangan;
n. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
o. Keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
p. Perhubungan;
q. Komunikasi dan informatika;
r. Pertanahan;
s. Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
35
t. Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,
perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
u. Pemberdayaan masyarakat dan desa;
v. Sosial;
w. Kebudayaan;
x. Statistik;
y. Kearsipan; dan
z. Perpustakaan.
Urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Hal ini terdapat dalam
pasal 13 ayat (2) dan pasal 14 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004.
Sementara itu, dalam pasal 7 ayat (3) PP No. 38 Tahun 2007, urusan
pilihan pemerintahan daerah meliputi:
a. Kelautan dan perikanan;
b. Pertanian;
c. Kehutanan;
d. Energy dan sumber daya mineral;
e. Pariwisata;
f. Industri;
g. Perdagangan; dan
h. Ketransmigrasian.
36
Aset daerah menjadi salah satu hak daerah pemekaran demi kelancaran
kegiatan pemerintahan daerah. Kota Tangerang Selatan mempunyai hak atas aset
daerah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008
Tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan. Proses penyerahan aset daerah
diatur dalam pasal 13, sebagai berikut:
1) Bupati Tangerang bersama Penjabat Walikota Tangerang Selatan
menginventarisasi, mengatur, serta melaksanakan pemindahan personel,
penyerahan aset dan dokumen kepada Pemerintah Kota Tangerang
Selatan.
2) Pemindahan personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lambat 6 (enam) bulan sejak pelantikan penjabat walikota.
3) Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun sejak pelantikan penjabat walikota.
4) Personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi
pegawai negeri sipil yang karena tugas dan kemampuannya diperlukan
oleh Kota Tangerang Selatan.
5) Pemindahan personel serta penyerahan aset dan dokumen kepada
Pemerintah Kota Tangerang Selatan difasilitasi dan dikoordinasikan oleh
Gubernur Banten.
6) Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) selama belum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kota Tangerang Selatan dibebankan pada anggaran pendapatan dan
37
belanja dari asal satuan kerja personel yang bersangkutan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
7) Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
meliputi:
a. barang milik dan/atau yang dikuasai baik barang bergerak maupun
tidak bergerak dan/atau yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota
Tangerang Selatan yang berada dalam wilayah Kota Tangerang
Selatan;
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Tangerang yang
kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan;
c. utang piutang Kabupaten Tangerang yang kegunaannya untuk Kota
Tangerang Selatan; dan
d. dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kota
Tangerang Selatan.
8) Apabila penyerahan dan pemindahan aset serta dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) tidak dilaksanakan oleh Bupati Tangerang,
Gubernur Banten selaku wakil Pemerintah wajib menyelesaikannya.
9) Pelaksanaan pemindahan personel serta penyerahan aset dan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Gubernur Banten
kepada Menteri Dalam Negeri.
Daerah dalam menjalankan otonomi diberi hak, kewenangan, dan
kewajiban untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat, termasuk salah satunya untuk mengelola barang milik
38
daerah. Pengelolaan barang milik daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 152 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah
dinyatakan dalam Pasal 2 bahwa Pengelolaan Barang Daerah, sebagai bagian dari
Pengelolaan Keuangan Daerah, dilaksanakan secara terpisah dari pengelolaan
barang Pemerintah.
Kabupaten Tangerang mengelola barang milik daerah salah satunya
dengan mendirikan Perusahaan Daerah. Terkait dengan pasar tradisional,
didirikan PD.Pasar Niaga Kerta Raharja dengan melalui Peraturan Daerah
Kabupaten Tangerang No. 25 Tahun 2004 Tentang Perusahaan Daerah Niaga
Kerta Raharja Kabupaten Tangerang. Pembentukan ini dijelaskan dalam pasal 2,
sebagai berikut:
1) Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk Perusahaan Daerah yang bernama
Perusahaan Daerah Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang;
2) Dalam statusnya sebagai badan hukum, Perusahaan Daerah berhak
menyelenggarakan kegiatan usaha perpasaran menurut ketentuan yang
berlaku;
Tempat kedudukan dan wilayah kerja PD.Pasar Niaga Kerta Raharja di
jelaskan dalam pasal 3 dan pasal 4, tempat kedudukan dalam pasal 3 disebutkan
Perusahaan Daerah berkedudukan di Daerah. Wilayah kerja disebutkan dalam
pasal 4, sebagai berikut:
1) Untuk menyelenggarakan kegiatan dan usaha sebagaimana dimaksud
pada pasal 2 ayat (2), perusahaan Daerah memiliki wilayah kerja yang
meliputi seluruh Daerah.
39
2) Perusahaan Daerah dapat menyelenggarakan kegiatan dan usaha diluar
wilayah kerja yang ditetapkan pada ayat (1), sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3) Perusahaan Daerah melakukan kegiatan secara otonom dan mandiri
termasuk dengan pihak-pihak yang berkeinginan untuk kerjasama sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Asas dan tujuan dijelaskan dalam pasal 5, pasal 6, pasal 7 dan pasal 8.
Dalam pasal 5 disebutkan bahwa Perusahaan Daerah dalam melaksanakan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi yang mengedepankan profesionalisme,
transparansi dan akuntabilitas. Tujuan dari PD.Pasar dijelaskan dalam pasal 6,
yaitu:
1) Melakukan perencanaan, pengembangan dan atau pembangunan pasar;
2) Pemeliharaan dan pengawasan terhadap pasar;
3) Pelaksanaan pembinaan terhadap para pedagang/pelaku usaha dan
masyarakat pengguna pasar;
4) Pemberian fasilitas dalam rangka penciptaan stabilitas harga dan
kelancaran arus distribusi barang dipasar;
5) Meningkatkan nilai ekonomi dari Pasar Pemerintah Kabupaten Tangerang.
Pasal 7 menjelaskan dalam rangka pelaksanaan asas dan tujuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 6, Perusahaan Daerah dapat
mengadakan hubungan kerjasama dengan institusi pemerintahan dan atau institusi
non-pemerintahan, baik di dalam maupun diluar Daerah. Selanjutnya, Pasal 8
menjelaskan Perusahaan Daerah dapat mengadakan penganekaragaman usaha
40
dalam rangka penyelenggaraan asas dan tujuan sebagaimana dimaksud pada pasal
5 dan pasal 6.
Permodalan PD.Pasar diatur dalam pasal 9, dimana disebutkan bahwa:
1) Modal dasar Perusahaan Daerah meliputi tanah, bangunan fasilitas
penunjang pasar, alat perlengkapan kantor, barang berharga lainnya dan
bagi hasil dari kerjasama pembangunan pasar dengan pihak ketiga berikut
fasilitas penunjang lainnya yang saat ini dikelola dan/atau dipergunakan
oleh Unit Pelaksana Teknis Pasar Kabupaten Tangerang senilai Rp.
29.057.205.900,- (dua puluh Sembilan milyar lima puluh tujuh juta dua
ratus lima ribu Sembilan ratus rupiah);
2) Modal dasar Perusahaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
merupakan aset yang dipisahkan dari kekayaan Daerah;
3) Modal Dasar yang berupa tagihan terhadap pihak ketiga hasil kerjasama
sebesar Rp. 1.428.986.400,- (satu milyar empat ratus dua puluh delapan
juta Sembilan ratus delapan puluh enam ribu empat ratus rupiah);
4) Modal dasar Perusahaan Daerah tersebut dapat ditambah atau dikurangi
dengan melalui peraturan daerah.
3. Aset Daerah
Aset daerah atau barang milik daerah merupakan salah satu unsur penting
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang harus
dikelola dengan baik, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel. Menurut
Mahmudi dalam buku “Manajemen Keuangan Daerah”32
, Aset daerah adalah
32
Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 146.
41
semua kekayaan daerah yang dimiliki maupun yang dikuasai pemerintah daerah,
yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya
yang sah, misalnya sumbangan, hadiah, donasi, waqaf, hibah, swadaya, kewajiban
pihak ketiga, dan sebagainya. Secara umum aset daerah dapat dikategorikan
menjadi dua bentuk, yaitu aset keuangan dan aset non keuangan. Aset keuangan
meliputi kas dan setara kas, piutang serta surat berharga baik berupa investasi
jangka pendek maupun jangka panjang. Aset non keuangan meliputi aset tetap,
aset lainnya dan persediaan.
Sementara itu jika dilihat dari penggunaannya, aset daerah dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1) aset daerah yang digunakan untuk
operasional pemerintah daerah (local government used assets), 2) aset daerah
yang digunakan masyarakat dalam rangka pelayanan publik (social used assets),
3) aset daerah yang tidak digunakan untuk pemerintah maupun public (surplus
property). Aset daerah jenis ketiga tersebut pada dasarnya merupakan aset yang
menganggur dan perlu dioptimalkan pemanfaatannya.33
Dari penjelasan diatas, yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu aset
daerah Kota Tangerang Selatan yang berasal dari barang milik daerah Kabupaten
Tangerang baik itu yang bergerak maupun tidak bergerak. Aset tersebut dapat
berupa tanah, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, peralatan dan
mesin, BUMD dan aset tetap lainnya. Aset pasar tradisional yang merupakan
permasalahan dalam penelitian ini adalah salah satu badan usaha milik daerah
33
Ibid., h. 146.
42
(BUMD) milik Kabupaten Tangerang yang berada di Kota Tangerang Selatan
yang sampai saat ini belum diserahkan kepada Kota Tangerang Selatan.
Aset Kabupaten Tangerang yang berupa barang tidak bergerak dan Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di
Kota Tangerang Selatan wajib diserahkan seluruhnya kepada Kota Tangerang
Selatan. Sedangkan aset yang bergerak disesuaikan dengan kebutuhan Kota
Tangerang Selatan. Penyerahan aset ini dilakukan secara bertahap dan paling
lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan pejabat walikota.34
34
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan
43
BAB III
GAMBARAN UMUM KABUPATEN TANGERANG DAN KOTA
TANGERANG SELATAN
A. Kabupaten Tangerang
Kabupaten Tangerang adalah salah satu bagian dari provinsi Banten yang
mempunyai pemerintahan sama dengan kabupaten lainnya. Dalam
menyelenggarakan pemerintahan, Kabupaten Tangerang memiliki unit
pemerintahan antara lain kecamatan yang terdiri atas beberapa kelurahan dan
desa. Kabupaten ini memiliki unit pemerintahan sebanyak 29 kecamatan, 28
kelurahan, dan 246 desa. Kabupaten Tangerang saat ini berada dibawah pimpinan
Bupati Ahmed Zaki Iskandar, B.Bus, SE dan Wakil Bupati Drs. H. Hermasyah,
MM untuk periode 2013-2018.
1. Sejarah
Sejarah menceritakan pada saat kesultanan Banten terdesak oleh Agresi
Militer Belanda di pertengahan abad ke-16, ditugaskan tiga maulana yang
berpangkat Tumenggung yaitu: Tumenggung Aria Yudhanegara, Aria
Wangsakara, dan Aria Jaya Santika untuk membuat wilayah pertahanan dan
pemerintahan yang berbatasan dengan Batavia di wilayah yang saat ini dikenal
sebagai kawasan Tigaraksa. Dari legenda tersebut disimpulkan cikal bakal
Kabupaten Tangerang adalah Tigaraksa yang mempunyai arti “Tiang Tiga atau
44
Tilu Tanglu”, sebuah nama sebagai penghormatan untuk ketiga Tumenggung
yang menjadi pimpinan saat itu.35
Sebuah tugu prasasti dibangun di bagian barat sungai Cisadane yang saat
ini diyakini berada di Kampung Gerendeng. Tugu itu dibangun oleh seorang putra
Sultan Ageng Tirtayasa yaitu Pangeran Soegri yang dinamakan sebagai
Tangerang, dimana dalam bahasa sunda berarti tanda. Dalam tugu itu terdapat
sebuah prasasti yang bertuliskan huruf arab gundul berbahasa jawa kuno yang
berbunyi ”Bismillah pget Ingkang Gusti/Diningsun juput parenah kala Sabtu/Ping
Gangsal Sapar Tahun Wau/Rengsena perang netek Nangaran/Bungas wetan
Cipamugas kilen Cidurian/Sakabeh Angraksa Sitingsun Parahyang”. Yang berarti
”Dengan nama Allah Yang Maha Kuasa/Dari Kami mengambil kesempatan pada
hari Sabtu/Tanggal 5 Sapar Tahun Wau/Sesudah perang kita memancangkan
tugu/untuk mempertahankan batas Timur Cipamungas (Cisadane) dan Barat
Cidurian/Semua menjaga tanah kaum Parahyang. Sebutan ”Tangerang” yang
berarti ”tanda” itu seiring berjalannya waktu berubah sebutan menjadi Tangerang
sebagaimana yang kita kenal saat ini.36
Dikisahkan selanjutnya pemerintah “Tiga Maulana”, ”Tiga Pimpinan” atau
”Tilu Tanglu” jatuh pada tahun 1684, sehingga terjadi perjanjian antara pasukan
Belanda dan Kesultanan Banten pada 17 April 1684. Didalamnya memaksa
wilayah Tangerang masuk kekuasaan penjajahan Belanda. Kemudian Belanda
membentuk pemerintahan kabupaten terlepas dari Kesultanan Banten dibawah
pimpinan bupati. Para Bupati yang pernah memimpin Kabupaten Tangerang di
35
Website Resmi Kabupaten Tangerang, diakses pada tanggal 19 Mei 2014 dari
tangerangkab.go.id 36
Ibid.,
45
era pemerintahan Belanda pada periode tahun 1682-1809 adalah Kyai Aria
Soetadilaga I-VII. Setelah keturunan Aria Soetadilaga dirasa tidak mampu lagi
memerintah Kabupaten Tangerang, Belanda mengahapus pemerintahan ini dan
memindahkannya ke Batavia.37
Kemudian pada masa penjajahan Jepang status daerah Tangerang
ditingkatkan menjadi Daerah Kabupaten, maka daerah Kabupaten Jakarta menjadi
Daerah Khusus Ibu Kota. Pada tanggal 8 Desember 1942 bertepatan dengan
peringatan Hari Pembangunan Asia Raya, pemerintah Jepang mengganti nama
Batavia menjadi Jakarta. Pada akhir 1943, jumlah kabupaten di Jawa Barat
mengalami perubahan, dari 18 menjadi 19 kabupaten. Hal ini disebabkan,
pemerintah Jepang telah mengubah status Tangerang dari kewedanaan menjadi
kabupaten. Perubahan status ini didasarkan pada dua hal; pertama, kota Jakarta
ditetapkan sebagai Tokubetsusi (kota praja), dan kedua, pemerintah Kabupaten
Jakarta dinilai tidak efektif membawahi Tangerang yang wilayahnya begitu luas.38
Atas dasar hal tersebut, Gunseikanbu mengeluarkan keputusan tanggal 9
November 1943 yang isinya: ”Menoeroet kepoetoesan Gunseikan tanggal 9
boelan 11 hoen syoowa 18 (2603) Osamu Sienaishi 1834 tentang pemindahan
Djakarta Ken Yakusyo ke Tangerang, maka dipermakloemkan seperti di bawah
ini: Pasal 1: Tangerang Ken Yakusyo bertempat di Kota Tangerang, Tangerang
Son, Tangerang Gun, Tangerang Ken. Pasal 2: Nama Djakarta Ken diganti
menjadi Tangerang Ken. Atoeran tambahan Oendang-Oendang ini dimulai
diberlakukan tanggal 27 boelan 12 tahoen Syouwa 18 (2603). Djakarta, tanggal 27
37
Ibid., 38
Ibid.,
46
boelan 12 tahoen Syouwa 18 (2603). Djakarta Syuutyookan. Sejalan dengan
keluarnya surat keputusan itu, Atik Soeardi yang menjabat sebagai pembantu
Wakil Kepala Gunseibu Jawa Barat, Raden Pandu Suradiningrat, diangkat
menjadi Bupati Tangerang (1943-1944).39
Hari jadi Kabupaten Tangerang ditetapkan tanggal 27 Desember 1943
(Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1984 tanggal 25 Oktober 1984) pada masa
Bupati Kabupaten Tangerang dijabat H. Tadjus Sobirin (1983-1988 dan 1988-
1993) bersama DPRD Kabupaten Tangerang. Setelah pemerintah Kota Tangerang
tanggal 27 Februari 1993 melakukan pemekaran berdasarkan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1993, pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pindah ke
Tigaraksa. Pemindahan ibukota ke Tigaraksa dinilai strategis, karena menggugah
kembali cita-cita dan semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan
kehidupan masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan,
kebodohan dan ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju dan
sejahtera.40
2. Letak Geografis
Kabupaten Tangerang terletak di bagian Timur Propinsi Banten pada
koordinat 106°20′-106°43′ Bujur Timur dan 6°00′-6°20′ Lintang Selatan.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 959,6 km2 atau 9,93 % dari seluruh luas
wilayah Propinsi Banten yang berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara,
berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang di sebelah timur,
39
Ibid., 40
Ibid.,
47
Kabupaten Bogor dan Kota Depok di sebelah selatan, dan Kabupaten Serang dan
Lebak di sebelah barat.41
Kabupaten Tangerang berada pada wilayah dataran rendah dan dataran
tinggi. Dataran rendah sebagian besar berada di wilayah utara yaitu Kecamatan
Teluknaga, Mauk, Kemiri, Sukadiri, Kresek, Kronjo, Pakuhaji, dan Sepatan.
Sedangkan dataran tinggi berada di wilayah bagian tengah ke arah selatan.
B. Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan adalah kota termuda yang menjadi salah satu
bagian dari Provinsi Banten yang merupakan hasil dari pemekaran Kabupaten
Tangerang. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kota Tangerang
Selatan memiliki unit pemerintahan antara lain kecamatan yang terdiri atas
beberapa kelurahan dan desa. Kota ini memiliki unit pemerintahan sebanyak 7
kecamatan, 49 kelurahan, dan 5 desa. Kota Tangerang Selatan saat ini berada
dibawah pimpinan Walikota Hj. Airin Rachmi Diany, SH, MH dan Wakil
Walikota Drs. H. Benyamin Davnie untuk periode 2011-2016.
1. Sejarah
Dalam sejarahnya, kajian pemekaran Kota Tangerang Selatan yang
dilakukan Pemerintah Kabupaten Tangerang didorong oleh potensi sumber daya
manusia yang secara terus-menerus melakukan penelitian akademis, kajian
kelayakan yang komperhensif dan perjuangan yang melibatkan stakeholder dari
masyarakat, DPRD Provinsi Banten, dan Pemerintah Provinsi Banten.42
41
Ibid., 42
Abdul Rojak, Sirojudin, M. Istijar Nusantara, Sejarah Berdirinya Kota Tangerang
Selatan (Tangsel: Green Komunika, 2010), h. 10.
48
Kota Tangerang Selatan adalah hasil dari pemekaran Kabupaten
Tangerang, yang dimana pada tahun 2007 memiliki luas wilayah 1.159,05 km2
dengan jumlah penduduk 3.315.584 jiwa, terdiri dar 36 kecamatan. Kabupaten
tersebut mempunyai potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung
peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan begitu luasnya
daerah dan banyaknya jumlah penduduk, pelaksanaan pembangungan dan
pelayanan kepada masyarakat dirasakan belum menjangkau keseluruhannya.
Maka dari kondisi itu diperlukannya melakukan pembentukan daerah otonomi
baru guna memperpendek rentang kendali pemerintahan sehingga terjadi
peningkatan dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik demi
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.43
Berdasarkan hal diatas, pemerintah telah melakukan pengkajian secara
mendalam dan menyeluruh tentang kelayakan pembentukan daerah yang
mengambil kesimpulan bahwa perlu dibentuk Kota Tangerang Selatan. Secara
resmi Kota Tangerang selatan terbentuk pada 29 Oktober 2008 melalui Rapat
Paripurna DPR RI dengan disahkannya Undang-Undang No. 51 Tahun 2008
tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan dan ditandatangani oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 26 November 2008. Dalam
menjalankan pemerintahan otonom, Kota Tangerang Selatan melakukan berbagai
usaha dalam meningkatkan kemampuan di bidang ekonomi, sarana dan prasarana
pemerintahan, pemberdayaan dan peningkatan sumberdaya manusia, serta
43
Website Resmi Kota Tangerang Selatan, diakses pada tanggal 19 Mei 2014 dari
tangerangselatankota.go.id
49
pengeloalaan sumber daya alam sesuai perundang-undangan guna mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
2. Letak Geografis
Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten yang
berada pada titik koordinat 106'38' - 106'47' Bujur Timur dan 06'13'30' - 06'22'30'
Lintang Selatan. Kota Tangerang Selatan memiliki luas wilayah 147,19 Km2 atau
14.719 Ha. Kota ini berbatasan langsung dengan provinsi DKI Jakarta dan Kota
Tangerang di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI
Jakarta dan Kota Depok, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor
dan Kota Depok, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Tangerang. Wilayah Kota Tangerang Selatan sebagian besar merupakan dataran
rendah dan merupakan daerah yang relatif datar.44
44
Ibid.,
50
BAB IV
KONFLIK ASET DI DAERAH PEMEKARAN
A. Konflik Serah Terima Aset Daerah Kota Tangerang Selatan
1. Aset Daerah Kota Tangerang Selatan
Pemekaran daerah merupakan fenomena yang mengiringi
penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia yang berkembang pesat sejak
awal reformasi. Dalam implementasinya pemekaran daerah diharapkan dapat
memberikan pelayanan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta
menciptakan daerah yang semakin mandiri dan demokratis. Pada tanggal 26
November 2008 melalui Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 Tentang
Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang Selatan resmi menjadi
daerah otonom baru yang merupakan pembentukan daerah melalui proses
pemekaran daerah Kabupaten Tangerang.
Pemekaran daerah diharapkan dapat memunculkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi baru dan mampu meningkatkan potensi yang selama ini
belum dikelola secara optimal, baik potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya serta memicu motivasi masyarakat untuk aktif
ikut secara dalam proses pembangunan dalam rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat setempat. Harapan yang cukup besar akan meningkatnya pelayanan
kepada masyarakat dan maningknya kesejahteraan masyarakat juga menjadi
harapan dari sebuah pemekaran daerah. Namun dalam proses pelaksanaan
pemerintahan daerah, memang tidak semudah yang dibayangkan. Pemekaran
51
Kabupaten Tangerang dengan membentuk Kota Tangerang Selatan pada tahun
2008 ternyata sampai saat ini masih menyisakan masalah yang belum
terselesaikan. Salah satu permasalahan yang mengemuka adalah permasalahan
pembagian aset milik daerah dan penyerahannya dari Kabupaten Tangerang
kepada Kota Tangerang Selatan.
Proses serah terima aset daerah Kabupaten Tangerang kepada Kota
Tangerang Selatan sudah belangsung sejak tahun 2010 dan melalui 2 tahap. Aset
daerah yang diserahkan berupa barang bergerak maupun tidak bergerak yang
terdiri dari tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan, jaringan
dan irigasi serta aset tetap lainnya.
“Dalam kurun waktu 2010 kami pihak kabupaten sudah menyerahkan aset daerah
tahap pertama dengan nilai aset sebesar Rp. 1,3 triliun yaitu berupa aset peralatan
mesin senilai Rp. 54 miliar, aset tanah senilai Rp. 789 miliar, aset gedung dan
bangunan sebesar Rp. 256 miliar, aset jalan, irigasi dan jaringan senilai Rp. 230
miliar dan aset tetap lainnya sebesar Rp. 5 miliar. Lalu penyerahan tahap kedua
di tahun 2014 ini secara bertahap kami akan menyerahkan aset senilai Rp. 7,7
Miliar yaitu berupa aset tanah senilai Rp. 3,7 miliar, aset peralatan dan mesin
senilai Rp. 135,5 juta, aset gedung dan bangunan senilai Rp. 2,5 miliar, aset jalan,
irigasi dan jaringan senilai Rp.1,2 miliar.”45
Dibawah ini adalah rincian nilai aset daerah yang telah diserahkan
Kabupaten Tangerang kepada Kota Tangerang Selatan.
45
Wawancara langsung dengan Sutono Kasubid Inventarisasi Aset Daerah Kabupaten
Tangerang pada 19 Agustus 2014.
52
Tabel IV.I.
Nilai Aset Daerah yang Diserahkan Kabupaten Tangerang kepada Kota
Tangerang Selatan
No Aset Daerah
Nilai aset (Rp) Nilai aset (Rp) Tahap
Tahap I (2010) Tahap II
(2014) Selanjutnya
1 Tanah 789 Miliar 3,7 Miliar -
2 Gedung dan Bangunan 256 Miliar 2,5 Miliar -
3 Peralatan dan Mesin 54 Miliar 135 Juta -
4 Jalan, Irigasi dan
Jaringan 230 Miliar 1,2 Miliar -
5 Aset tetap lainnya 5 Miliar - -
6 BUMD - - -
Total 1,3 Triliun 7,7 Miliar -
Sumber: Bidang Aset Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah
(DPPKAD) Kota Tangerrang Selatan
Penyerahan tahap pertama dilakukan pada tahun 2010, dimana Kabupaten
Tangerang menyerahkan aset senilai total Rp. 1,3 Triliun. Aset tersebut berupa
aset tanah senilai Rp. 789 Miliar, aset peralatan dan mesin senilai Rp. 54 Miliar,
aset gedung dan bangunan senilai Rp. 256 Miliar, aset jalan, irigasi dan jaringan
senilai Rp. 230 Miliar dan aset tetap lainnya senilai Rp. 5 miliar.46
Penyerahan tahap kedua dilaksanakan tahun 2014 oleh Kabupaten
Tangerang kepada Kota Tangerang Selatan. Aset yang diserahkan senilai Rp. 7,7
Miliar yaitu berupa aset tanah senilai Rp. 3,7 miliar, aset peralatan dan mesin
senilai Rp. 135 Juta, aset gedung dan bangunan senilai Rp. 2,5 miliar, aset jalan,
irigasi dan jaringan senilai Rp.1,2 miliar.47
46
Wawancara langsung dengan Sutono Kasubid Inventarisasi Aset Daerah Kabupaten
Tangerang pada 19 Agustus 2014. 47
Wawancara langsung dengan Sutono Kasubid Inventarisasi Aset Daerah Kabupaten
Tangerang pada 19 Agustus 2014.
53
Sampai saat ini, masih ada aset Kabupaten Tangerang yang belum
diserahkan kepada Kota Tangerang Selatan yaitu aset Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) berupa PDAM dan PD. Pasar. Dalam penyerahan aset tahap selanjutnya
diharapkan Kabupaten Tangerang dapat melakukan penyerahan aset tersebut.
“Kami berharap agar masalah yang ada di aset pasar itu secepatnya agar dapat
diselesaikan dan aset pasar itu diserahkan yah oleh pihak kabupaten pada
penyerahan tahap selanjutnya. Agar kami dapat menjalankan peraturan-peraturan
yang ada untuk pembangunan di tangsel ini.”48
2. Konflik Serah Terima Aset Pasar Tradisional di Kota Tangerang
Selatan
Pemekaran daerah akan diikuti oleh pembagian, bahkan pemecahan sumber daya
yang dimiliki daerah. Pembagian ataupun pemecahan tersebut terjadi baik di tingkat elite
maupun masyarakat, sehingga konflik merupakan konsekuensi yang sulit dihindari.
“Eko Prasojo dkk, dalam makalah Grand Desain Penataan Daerah dari Aspek
Sosial, Politik dan Budaya menyebutkan pemekaran daerah akan diikuti oleh
pembagian, bahkan pemecahan sumber daya yang dimiliki daerah. Pembagian
ataupun pemecahan tersebut terjadi baik di tingkat elite maupun masyarakat,
sehingga konflik merupakan turunan yang sulit dihindari. Salah satu
permasalahan yang timbul adalah adanya kesenjangan yang lebar antara daerah
dan pusat dan antar-daerah sendiri dalam kepemilikan sumber daya alam, sumber
daya budaya, infrastruktur ekonomi, dan tingkat kualitas sumber daya
manusia.”49
Konflik tercipta karena perbedaan pendapat dan persaingan dalam upaya
untuk mempertahankan dan/atau mendapatkan akses terhadap otoritas
(kekuasaan) dan sumber ekonomi. Permasalahan dalam serah terima aset daerah
di Kota Tangerang Selatan menjadikan konflik antar daerah, dimana terjadi
perbedaan pendapat antara Kabupaten Tangerang sebagai daerah induk yang
mempertahankan objek bernilai yang selama ini dikuasai, dengan Kota Tangerang
48
Wawancara langsung dengan Sugeng Setiarso Kasi Mutasi Aset Tangerang Selatan
pada 11 Agustus 2014. 49
Kurniawan T. Arief, Pemekaran Wilayah: Menimbulkan Masalah Baru, artikel diakses
pada tanggal 25 Mei 2014 dari http://kompasiana.com/post/read/528530/2/pemekaran-wilayah-
dan-kemiskinan-baru-bag2.html
54
Selatan sebagai daerah hasil pemekaran yang berupaya mendapatkan objek
bernilai yang seharusnya menjadi hak daerah pemekaran. Sehingga hal ini
mengakibatkan adanya aset yang belum diserahkan dari pihak Kabupaten
Tangerang kepada pihak Kota Tangerang Selatan.
Aset daerah yang belum diserah-terimakan berupa Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) Kabupaten Tangerang yang berada di Kota Tangerang Selatan
salah satunya adalah PD.Pasar. Aset pasar tradisional yang berada di Tangerang
Selatan berjumlah enam pasar yaitu Pasar Ciputat, Pasar Serpong, Pasar Bintaro,
Pasar Jombang, Pasar Cimanggis atau Ciputat Permai, dan Pasar Gedung Hijau.
Dalam hal ini, aset daerah tersebut merupakan objek bernilai yang diperebutkan
oleh kedua belah pihak.
“Memang sampai saat ini serah terima aset dari kabupaten masih bermasalah
sehingga masih ada beberapa yah yang belum diserahkan terutama pdam dan pd
pasar yah pasar total ada enam pasar yaitu pasar ciputat, pasar serpong, pasar
bintaro, pasar jombang, pasar cimanggis atau ciputat permai, dan pasar gedung
hijau. Sampai saat ini pengelolaan aset tersebut masih dibawah kabupaten
Tangerang.”50
Aset PD Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang yang terletak di
wilayah Kota Tangerang Selatan yang belum diserahkan dengan total nilai Rp.
384.384.700.000,- (Tiga Ratus Delapan Puluh Empat Miliar Tiga Ratus Delapan
Puluh Empat Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah) dengan rincian berdasarkan NJOP
(Surat dari PD.Pasar Niaga Kerta Raharja no: 539/394-PD.P tanggal 09 Nopember
2009) dengan rincian:51
50
Wawancara langsung dengan Sugeng Setiarso Kasi Mutasi Aset Tangerang Selatan
pada 11 Agustus 2014. 51
Data bidang aset DPPKAD Tangerang Selatan
55
a. Pasar Serpong dengan nilai aset Rp.58.843.000.000,- (lima puluh delapan
miliar delapan ratus empat puluh tiga juta rupiah)
b. Pasar Bintaro Jaya dengan nilai aset Rp. 19.517.500.000,- (sembilan belas
miliar lima ratus tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah)
c. Pasar Jombang dengan nilai aset Rp.19.137.500,000,- (sembilan belas
miliar seratus tiga puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah)
d. Pasar Ciputat dengan nilai aset Rp. 59.102.000.000,- (lima puluh sembilan
miliar seratus dua juta rupiah)
e. Pasar Ciputat Permai dengan nilai aset Rp. 2.080.000.000,- (dua miliar
delapan puluh juta rupiah)
f. Pasar Gedung Hijau dengan nilai aset Rp. 9.142.200.000,- (sembilan
miliar seratus empat puluh dua juta dua ratus ribu rupiah).
Selanjutnya dibawah ini dipaparkan dalam tabel IV.II luas tanah dari aset
pasar tradisional yang berada di wilayah Kota Tangerang Selatan.
56
Tabel IV.II
Aset PD.Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang di Wilayah
Tangerang Selatan
No Penggunaan Alamat Jenis Luas (M2)
1 Pasar Serpong Kec. Serpong Tanah ± 8.730
2 Pasar Bintaro Kec. Ciputat Timur Tanah ± 2.615
3 Pasar Jombang Kec. Ciputat Tanah ± 6.097
4 Pasar Ciputat Kec. Ciputat Tanah ± 5.670
5 Pasar Ciputat Permai Kec. Ciputat Timur Tanah ± 1.000
6 Pasar Gedung Hijau Kec. Serpong Utara Tanah ± 3.396
Total ± 27.506
Sumber: Bidang Aset Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah
(DPPKAD) Kota Tangerrang Selatan
Proses penyerahan aset daerah diatur dalam pasal 13 Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan,
Penyerahan aset dan dokumen dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun sejak
pelantikan penjabat walikota. Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud meliputi
barang milik dan/atau yang dikuasai baik barang bergerak maupun tidak bergerak
dan/atau yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang
berada dalam wilayah Kota Tangerang Selatan dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) Kabupaten Tangerang yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada
di Kota Tangerang Selatan. Apabila penyerahan dan pemindahan aset serta
dokumen tidak dilaksanakan oleh Bupati Tangerang, Gubernur Banten selaku
wakil Pemerintah wajib menyelesaikannya. Pelaksanaan pemindahan personel
57
serta penyerahan aset dan dokumen dilaporkan oleh Gubernur Banten kepada
Menteri Dalam Negeri.52
Jika mengacu kepada hal tersebut, dijelaskan bahwa penyerahan aset
daerah dilaksanakan maksimal 5 tahun. Semua aset daerah yang lokasinya berada
didalam wilayah Kota Tangerang Selatan termasuk diantaranya Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) berupa PD.Pasar dan PDAM harus sudah diserahkan.
Namun pada kenyataannya aset tersebut permasalahannya cukup kompleks, tidak
hanya sekedar berbicara perpindahan atau penyerahan aset saja, namun berikut
sumber daya manusia, legalitas dari aset, dan kemudian permasalahan-
permasalahan yang sebelumnya harus diselesaikan. Sehingga sampai saat ini aset
tersebut belum diserahkan.
“Berbicara mengenai undang-undang nomor 51 pembentukan kota tangsel itu
dijelaskan disitu penyerahan aset itukan maksimal itu 5 tahun yah, termasuk aset
pasar dan pdam ya pokoknya semualah yah aset-aset yang eksisting berada
didalam wilayah kota tangerang selatan. Nah berarti seharusnya kan 1 januari
2014 yakan itu sudah harus diserahkan semua namun disinilah kan ternyata
memang aset itu kan permasalahannya cukup kompleks, bukan cuma sekedar
berbicara aset sata tetapi juga kan perpindahan atau penyerahan, namun berikut
sdmnya legalitasnya kemudian permasalahan-permasalahn dilapangan itu yang
harus kita selesaikan terlebih dahulu. Makanya sampe saat ini aset itu belum
diserahkan gitu.” 53
B. Faktor Penghambat Serah Terima Aset Pasar Tradisional Kota
Tangerang Selatan
Penyebab permasalahan aset di daerah pemekaran seperti ini dapat
diketahui tidak hanya berupa faktor tunggal, namun terdiri atas beberapa faktor
yaitu: 1). Faktor struktural, 2). Faktor kepentingan, 3). Faktor nilai, 4). faktor
52
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kota Tangerang
Selatan. 53
Wawancara langsung dengan Sugeng Setiarso Kasi Mutasi Aset Tangerang Selatan
pada 11 Agustus 2014.
58
hubungan antar manusia dan 5). faktor data.54
Dalam penelitian ini peneliti
menemukan beberapa faktor yang menyenyebabkan permasalahan dalam serah
terima aset daerah khususnya aset pasar tradisional di Tangerang Selatan.
1. Faktor Struktural
Faktor struktural yaitu sebab-sebab yang berkaitan dengan kekuasaan,
wewenang formal, kebijakan umum (baik dalam bentuk peraturan perundang-
undangan maupun kebijaan formal lainnya), dan juga persoalan geografis dan
faktor sejarah.55
Peneliti menemukan penyebab permasalahan yang menjadi
perdebatan berasal dari peraturan perundang-undangan dan peraturan yang
berlaku di kedua pemerintahan dan wewenang formal dari BUMD PD.Pasar.
Pertama, undang-undang pembentukan daerah yaitu Undang-Undang Nomor 51
Tahun 2008 sebagai Undang-Undang pembentukan Kota Tangerang Selatan dan
Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 25 Tahun 2004 sebagai peraturan
tentang Perusahaan Daerah Pasar Niaga Kerta Raharja.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan mendesak Pemerintah Kabupaten
Tangerang untuk menuntaskan persoalan aset sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2008, menurutnya mangacu kepada undang-undang pemekaran
Tangerang Selatan sudah jelas batas waktunya yaitu selambat-lambatnya 5
tahun.56
Dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pembentukan
Kota Tangerang Selatan disebutkan dalam pasal 13 bahwa Bupati Tangerang
54
Nanang Kristiyono, “Konflik Dalam Penegasan Batas Daerah antara Kota Magelang
dengan Kabupaten Magelang; Analisis terhadap Faktor-faktor Penyebab dan Dampaknya,” (Tesis
S2 Magister Ilmu Politik, Universitas Dipinegoro Semarang, 2008), h. 56. 55
Ibid., h. 56. 56
“Airin Minta Aset, Zaki Butuh Proses,” Satelit News, 4 September 2013 diakses dari
http://satelitnews.co.id/?p=22160
59
diharuskan melaksanakan penyerahan aset kepada Pemerintah Kota Tangerang
Selatan sebagai hak daerah otonomi baru hasil pemekaran selambat-lambatnya 5
tahun. Aset yang dimaksud termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Kabupaten Tangerang yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota
Tangerang Selatan. Undang-Undang tersebut dijadikan landasan pihak Kota
Tangerang selatan untuk menuntut agar serah terima aset pasar tradisional yang
termasuk dalam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) segera dilaksanakan karena
sampai saat ini sudah lebih dari 5 tahun aset tersebut belum juga di serahkan.
Pihak Kabupaten Tangerang mengacu kepada Peraturan Daerah
Kabupaten Tangerang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Perusahaan Daerah Pasar
Niaga Kerta Raharja. Tempat kedudukan dan wilayah kerja PD.Pasar Niaga Kerta
Raharja di jelaskan dalam pasal 3 dan pasal 4, tempat kedudukan dalam pasal 3
disebutkan Perusahaan Daerah berkedudukan di Daerah. Wilayah kerja
disebutkan dalam pasal 4, sebagai berikut: Untuk menyelenggarakan kegiatan dan
usaha perusahaan Daerah memiliki wilayah kerja yang meliputi seluruh Daerah.
Perusahaan Daerah dapat menyelenggarakan kegiatan dan usaha diluar wilayah
kerja yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perusahaan Daerah melakukan kegiatan secara otonom dan mandiri termasuk
dengan pihak-pihak yang berkeinginan untuk kerjasama sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dijelaskan dalam pasal 9 bahwa perusahaan ini mempunyai modal dasar
meliputi tanah, bangunan fasilitas penunjang pasar, alat perlengkapan kantor,
barang berharga lainnya dan bagi hasil dari kerjasama pembangunan pasar dengan
60
pihak ketiga berikut fasilitas penunjang lainnya yang saat ini dikelola dan/atau
dipergunakan oleh Unit Pelaksana Teknis Pasar Kabupaten Tangerang senilai Rp.
29.057.205.900,- (dua puluh sembilan milyar lima puluh tujuh juta dua ratus lima
ribu Sembilan ratus rupiah) yang merupakan aset yang dipisahkan dari kekayaan
daerah. Ditambah modal dasar yang berupa tagihan terhadap pihak ketiga hasil
kerjasama sebesar Rp. 1.428.986.400,- (satu milyar empat ratus dua puluh delapan
juta sembilan ratus delapan puluh enam ribu empat ratus rupiah). Modal dasar
perusahaan daerah tersebut dapat ditambah atau dikurangi dengan melalui
peraturan daerah. Sehingga pemerintah Kabupaten Tangerang dalam serah terima
aset pasar ini banyak pertimbangan dan data yang harus dikumpulkan dan di
selesaikan terlebih dahulu baru kemudian diajukan kepada DPRD untuk
perumusan peraturah daerah mengenai serah terima aset-aset tersebut.
“Kami belum menyerahkan sepenuhnya aset pasar kepada pemkot tangsel karena
sebelum pemekaran, pengelolaan pasar diatur pd pasar yang berpedoman kepada
permendagri 152 tahun 2004 tentang pengelolaan barang milik daerah. Dimana
semuanya diatur disitu, sehingga tahun 2004 keluar perda nomor 25 tentang pd
pasar niaga kerta raharja kabupaten tangerang. Oleh karena itu dalam
penyerahannya berbeda dengan aset yang dikuasai/digunakan langsung oleh
pemda seperti aset gedung pemerintahan gedung-gedung, kantor dan dinas-dinas,
tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, jaringan dan irigasi.
Sehingga dalam serah terima aset pasar ini banyak pertimbangan dan data yang
harus dikumpulkan dan di selesaikan terlebih dahulu baru kemudian diajukan
kepada DPRD untuk dikeluarkannya perda. Disamping itu juga ada beberapa
pasar tersebut masih terikat kontrak dengan pihak ketiga, yaitu pd pasar terikat
kontrak dengan pihak swasta.” 57
Humas PD.Pasar Nurachman juga mengatakan bahwa sebenarnya
PD.Pasar sebagai BUMD tidak serta merta harus diserahkan kepada Kota
Tangerang Selatan, melainkan dapat melakukan kerja sama. Karena hal ini sesuai
dengan lembar penjelasan pasal 13 Undang-Undang Nomor 51 Tentang
57
Wawancara langsung dengan Sutono Kasubid Inventarisasi Aset Daerah Kabupaten
Tangerang pada 19 Agustus 2014.
61
Pembentukan Kota Tangerang Selatan yang menjelaskan bahwa BUMD yang
pelayanan/kegiatan operasionalnya mencakup kabupaten induk dan kota baru,
pemerintah daerah yang bersangkutan dapat melakukan kerja sama.
“Nanti coba mas buka undang-undang 51 tahun 2008 itu pasar 13 tolong dibuka
lembar penjelasannya, disitu ada kalimat bumd dapat melakukan ekspansi atau
bekerja sama dengan daerah baru dalam hal ini tangsel gitu. Jadi ngga serta merta
kita diwajibkan untuk menyerahkan gitu aja sebenarnya, sebetulnya kita bekerja
sama dengan tangsel untuk retribusinya bisa. Cuma ya gitu deh sampe sekarang
masih jadi perdebatan.”58
PD.Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang sebagai pengelola
juga masih ada keterkaitan dengan pihak ketiga yaitu kerjasama dengan pihak
swasta. Pihak Kabupaten Tangerang beranggapan bahwa bukan pihak kabupaten
tidak mau menyerahkan aset pasar yang berada di Tangerang Selatan, akan tetapi
PD.Pasar Kabupaten Tangerang masih mempunyai kontrak dengan pihak swasta.
Yang sedang Pemerintah Kabupaten lakukan saat ini adalah mereview ulang
kontrak tersebut agar diselesaikan oleh PD.Pasar secepatnya. Begitu kontrak
selesai dengan PD.Pasar Kabupaten Tangerang, semua itu akan diserahkan kepada
Kota Tangerang Selatan. Dalam penyerahan aset seperti pasar tradisional agar
tidak melanggar aturan dan menyerahkannya bersih tanpa ada masalah lagi
dengan pihak ketiga.
“Mengenai aset, aset pasar dan pdam. Pak bukan kami tidak mau menyerahkan,
tidak. Pd pasar kabupaten tangerang itu punya kontrak dengan pihak swasta, yang
sedang kami lakukan saat ini adalah mereview ulang kontrak tersebut agar
diselesaikan oleh pd pasar secepat-cepatnya pak. Begitu kontrak itu selesai
dengan pd pasar kabupaten tangerang itu semuanya akan kita serahkan kepada
kota tangerang selatan, ngga ada yang di pegang-pegang itu ngga ada niatan kita
mau pegang-pegang aset yang ada di kota tangerang selatan, tidak. Sekali lagi
saya ulangi pak untuk pd pasar dalam waktu dekat akan kita serahkan dengan
catatan kontrak-kontrak yang ada dengan pd pasar kabupaten tangerang itu sudah
selesai semua nih tuntas kontraknya. Dalam penyerahan aset seperti pasar
58
Wawancara langsung dengan Nurachman Humas PD.Pasar Niaga Kerta Raharja
Kabupaten Tangerang pada 19 September 2014.
62
tradisional agar tidak melanggar aturan dan menyerahkannya bersih tanpa ada
masalah lagi dengan pihak ketiga.”59
Pihak Kabupaten Tangerang akan memutus kontrak tiga pasar di Kota
Tangerang Selatan itu dengan pihak ketiga sebelum diserahkan. Terlebih, Pemkab
Tangerang saat ini tengah melakukan evaluasi pasar tradisional yang ada di
wilayah Kabupaten Tangerang. Nantinya, seluruh pasar tradisional diurus sendiri
oleh pihak kabupaten, tidak lagi bekerjasama dengan pihak ketiga atau swasta.
Tidak ada niatan Kabupaten mau menahan aset yang ada di Kota Tangerang
Selatan. Untuk aset pasar dalam waktu dekat akan diserahkan dengan catatan
kontrak-kontrak yang ada dengan PD.Pasar Kabupaten Tangerang itu sudah
selesai semua kontraknya. Jadi kedepannya tidak ada masalah hukum perdata,
gugat menggugat antara pengelola baru dengan pengelola lama dengan PD.Pasar
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, hal seperti itu yang ingin
hindari.
“Untuk itu kami akan memutus kontrak tiga pasar di Kota Tangsel itu dengan
pihak ketiga sebelum diserahkan. Terlebih, Pemkab Tangerang saat ini tengah
melakukan evaluasi pasar tradisional yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang.
Nantinya, seluruh pasar tradisional diurus sendiri oleh pihak kabupaten, tidak lagi
bekerjasama dengan pihak ketiga atau swasta. Jadi kedepannya tidak ada masalah
hukum perdata gugat menggugat antara pengelola baru dengan pengelola lama
dengan pd pasar kabupaten tangerang dan pemkot tangerang selatan itu yang kita
hindari.”60
Pasar yang masih terikat kontrak dengan swasta adalah Pasar Serpong saat
ini masih terikat kontrak dan dikelola oleh PT. Bina Sarana untuk 5 tahun kedua
59
Keterangan Ahmed Zaki Iskandar dalam acara fun bike dan talk show interaktif
“Pemimpin Muda Membangun Tangerang pada 11 Mei 2014. 60
Keterangan Ahmed Zaki Iskandar dalam acara fun bike dan talk show interaktif
“Pemimpin Muda Membangun Tangerang pada 11 Mei 2014.
63
dan Pasar bintaro saat ini masih terikat kontrak dan dikelola 1 tahun lagi dengan
PT. Andika mas.61
2. Faktor Kepentingan
Faktor kepentingan yaitu sebab karena adanya persaingan kepentingan
yang dirasakan.62
Dalam hal ini kepentingan yang dirasakan adalah pengelolaan
potensi ekonomi dari aset yang belum di serahkan yaitu pengelolaan keenam aset
pasar tradisional yang dianggap berpotensi menyumbang pendapatan asli daerah
(PAD) yang cukup besar. Karena sampai saat ini belum diserahkan ke Pemkot
Tangerang Selatan, pengelolaan pasar-pasar tersebut masih di bawah pengelolaan
pihak Kabupaten Tangerang dalam hal ini yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan adalah PD. Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang. Untuk
pengelolaan keamanan dan juga perizinan-perizinan lain PD.Pasar yang mengatur
itu. Sedangkan untuk kebersihan pihak kabupaten tidak menarik retribusi untuk
sampah di pasar-pasar tersebut. Pendapatan yang masuk ke Kabupaten yaitu
retribusi-retribusi pasar karena PD.Pasar dibawah naungan Kabupaten Tangerang.
“Pengelolaan pasar-pasar tersebut masih di bawah pengelolaan pihak kabupaten
tangerang, yang bertanggung jawab untuk mengelola adalah PD. Pasar Niaga
Kerta Raharja. Untuk pengelolaan keamanan juga itu masih di kelola oleh pihak
pd pasar, dan juga perizinan-perizinan lain juga pd pasar yang mengatur itu.
sedangkan untuk kebersihan sepertinya pihak kabupaten tidak menarik retribusi
untuk sampah di pasar-pasar itu. Hanya retribusi-retribusi pasar yang masuk ke
Kabupaten Tangerang karena pd pasar dibawah naungan Kabupaten yang di
Perda ttg PD.Pasar sudah mengatur demikian.” 63
Berikut adalah pendapatan PD.Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten
Tangerang dari tahun 2005-2013 yang ditampilkan dalam tabel IV.II.
61
Notulensi rapat tentang perkembangan serah terima aset pasar tradisional pada 4 Juni
2014 di DPPKAD Tangerang Selatan. 62
Kristiyono, Konflik Dalam Penegasan Batas Daerah, h. 56. 63
Wawancara langsung dengan Sutono Kasubid Inventarisasi Aset Daerah Kabupaten
Tangerang pada 19 Agustus 2014.
64
Tabel IV.III
Pendapatan, Biaya, dan Laba (Rugi) PD. Pasar Niaga Kerta Raharja
Kabupaten Tangerang Tahun 2005-2013
No Tahun Pendapatan (Rp) Biaya (Rp) Laba/Rugi (Rp)
1 2005 2.064.252.368 2.861.391.084 -797.138.716
2 2006 2.195.710.425 3.088.456.160 -892.745.735
3 2007 2.580.373.542 2.885.341.374 -304.967.805
4 2008 2.507.725.780 3.117.404.153 -609.678.373
5 2009 4.121.828.244 3.948.491.182 173.337.062
6 2010 4.378.465.017 3.493.356.578 885.108.439
7 2011 5.108.721.548 3.776.310.179 1.332.411.369
8 2012 5.204.408.868 4.000.172.254 1.204.236.623
9 2013 5.112.000.000* 4.200.000.000* 912.000.000* Sumber: PD. Pasar Niaga Kerta Raharja
Keterangan: *) data sementara
Dari tabel diatas terlihat bahwa sebelum tahun 2009 PD.Pasar selalu
mengalami kerugian dan mulai mendapatkan keuntungan dari tahun 2009 sampai
sekarang. Humas PD.Pasar Nurachman mengatakan bahwa keenam pasar
tradisional di Tangerang Selatan mempunyai peranan yang besar dalam
meningkatkan pendapatan PD.Pasar. Hal ini karena pasar-pasar tersebut
mempunyai penghasilan yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh pasar
yang di kelola oleh PD.Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang.
“Iya mengenai pendapatan lebih besar betul. Keenam pasar yang ada di kota
tangsel memang pendapatannya lebih besar diantara 22 pasar yang ada di bawah
pengelolaan pd.pasar kabupaten.”64
Selaras dengan pernyataan tersebut, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten
Tangerang yang membidangi Aset Daerah Muhlis mengatakan, sampai saat ini
bupati tidak pernah mengusulkan penyerahan aset Pasar Ciputat, Pasar Jombang
dan Pasar Serpong kepada DPRD jadi tidak mungkin ada penyerahan aset pasar
ke Pemkot Tangerang Selatan. Menurutnya sampai saat ini ketiga pasar tersebut
64
Wawancara langsung dengan Nurachman Humas PD.Pasar Niaga Kerta Raharja pada
19 Seotember 2014.
65
masih dianggap penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten
Tangerang terbesar dibanding pasar-pasar yang tersebar di Kabupaten Tangerang.
Jadi, kemungkinan besar Bupati belum akan menyerahkan aset pasar tersebut.65
Di lain pihak, Sekretaris Komisi B DPRD Tangerang Selatan Abdul Kohar
mengatakan, pasar tradisional cukup signifikan untuk menambah PAD
(Pendapatan Asli Daerah) karena mempunyai pendapatan yang cukup besar.66
Selaras dengan ini Kepala Kantor Penanaman Modal Daerah (KPMD) Kota
Tangsel Oting Ruhiyat mengatakan, jika pasar diserahkan sebagai aset BUMD
Kota Tangerang Selatan, untuk pendapatan sewa kiosnya saja bisa mencapai
Rp.1,9 M, belum lagi aset berupa los, sewa kaki lima, kebersihan dan keamanan,
serta parkiran yang ada di dalam pasar, potensi pendapatannya bisa sangat
menguntungkan jika pengelolaannya bisa dilaksanakan langsung oleh pihak
Tangerang Selatan.67
3. Faktor nilai
Faktor nilai yaitu nilai-nilai khas yang dipegang oleh masyarakat sekitar.68
Dalam hal ini peneliti tidak menemukan nilai-nilai khas yang di pegang
masyarakat dari aset pasar tradisional di Tangerang Selatan.
65
“Sumbang PAD Besar Pemkab Tangerang Mikir Serahkan Tiga Pasar Ke Tangsel,”
Detak.co.id, diakses dari http://www.detak.co.id/tangerang/item/524-sumbang-pad-besar-pemkab-
tangerang-mikir-serahkan-tiga-pasar-ke-tangsel 66
“Pemkot Tangsel Tuntut Penyerahan Aset Pasar”Harian Umum Suara Tangsel, 30
Maret 2012 diakses dari http://appsitangsel.wordpress.com/2012/03/30/pemkot-tangsel-tuntut-
penyerahan-aset-pasar-pasar-tradisional-semrawut/ 67
“Aset Belum Diserahkan Program Kerja KPMD Tangsel Terganggu”Kabar6.com,
diakses dari http://www.kabar6.com/tangerang-raya/tangerang-selatan/7463-aset-belum-
diserahkan-program-kerja-kpmd-tangsel-terganggu.html 68
Kristiyono, Konflik Dalam Penegasan Batas Daerah, h. 56.
66
4. Faktor Hubungan Antar Manusia
Faktor hubungan antar manusia yaitu penyebab yang berasal dari salah
persepsi di kalangan elit dari kedua belah pihak yang bermasalah.69
Dalam kasus
ini adanya statement-statement dikalangan elit yang cenderung tidak sepaham.
Sebagai contoh statement yang disampaikan Sukarya Ketua Pansus Aset DPRD
Kota Tangerang Selatan di media massa. Ia menilai Pemerintah Kabupaten
Tangerang tidak memiliki kemauan untuk menyerahterimakan aset ke Pemerintah
Kota Tangerang Selatan. Jika Pemkab Tangerang paham dan berniat untuk
menyerahterimakan aset, maka sebelum ulang tahun Kota Tangsel aset tersebut
sudah diserahterimakan. Dengan belum diserahterimakannya, terkesan Pemkab
Tangerang tidak ada kemauan untuk serahterimakan aset ini. Ia menambahkan
jika masih ada masalah dalam dokumen aset, serahkan saja dengan permasalahan
yang ada.70
Sementara itu di lain pihak Pemkab Tangerang mengatakan sebaliknya,
seperti yang dikutip dari pernyataan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar,
“Kabupaten Tangerang bukan ingin ngekepin aset daerah yang menjadi hak Kota
Tangsel, akan tetapi ditahannya penyerahan aset seperti pasar tradisional agar
tidak melanggar aturan dan menyerahkannya bersih tanpa ada masalah lagi
dengan pihak ketiga”.71
Dikhawatirkan kalau sampai terjadi perang statement
69
Ibid., h. 56 70
“Ini Alasan Pemkab Tangerang Tidak Serahkan Aset Ke Pemkot Tangsel,”
TangselOke.com, 9 September 2013 diakses dari http://tangseloke.com/news/2013/09/09/ini-
alasan-pemkab-tangerang-tidak-serahkan-aset-ke-pemkot-tangsel/ 71
“Pemkab Akan Putus Kontrak 3 Pasar di Tangsel,” HarianTangerang.com, 11
Desember 2013 diakses dari http://hariantangerang.com/news/2013/12/pemkab-akan-putus-
kontrak-3-pasar-di-tangsel
67
yang terjadi antara kedua elit pemerintahan akan menghambat peyelesaian serah
terima aset.
5. Faktor Data
Faktor data yaitu permasalahan yang disebabkan oleh data yang berkaitan
dengan kelengkapan aset-aset yang akan diserah-terimakan.72
Pemerintah
Kabupaten Tangerang saat ini masih terbatas data, bukan hanya asetnya saja
tetapi juga personel dan dokumen kelengkapan pasar-pasar yang berada di
wilayah Kota Tangerang Selatan. Pemerintah Kabupaten sempat mencari
sertifikat dari pasar-pasar tradisional ternyata baru menemukan 6 sertifikat dari
total 22 pasar, yang berada di Tangerang Selatan baru 1 (satu) yang ditemukan.
Kemudian adanya ketidaksesuaian antara yang tercatat di PD.Pasar dengan yang
tercatat di bidang aset Kabupaten Tangerang. Data dalam buku PD.Pasar yang
tercatat sebagai aset hanya ruang kantor kepala dan tanah pasar adalah lahan
sewa, akan tetapi di aset Kabupaten Tangerang dicatat sebagai aset daerah.73
Data
yang Pemerintah Kabupaten miliki sangat minim dan meminta kepada PD.Pasar
untuk menyiapkan data, dokumen, perjanjian yang dimiliki baik yang sudah,
sedang atau pun akan diproses. Kemungkinan kejadian seperti ini dapat terjadi
karena keteledoran dari birokrasi Kabupaten Tangerang dalam melakukan
inventarisasi pada aset-asetnya atau bahkan terjadi kesengajaan untuk
memanipulasi data sehingga menghambat proses penyerahan aset kepada Kota
Tangerang Selatan.
72
Kristiyono, Konflik Dalam Penegasan Batas Daerah, h. 56. 73
Notulensi rapat tentang perkembangan serah terima aset pasar tradisional pada 4 Juni
2014 di DPPKAD Tangerang Selatan.
68
PD.Pasar pun berharap dalam penyerahannya nanti sumber daya
manusianya juga diserahkan berikut aset pasarnya karena akan membebani
PD.Pasar jika sumber daya manusianya tidak ikut diserahkan. PD.Pasar
menganggap jika dilakukan penyerahan maka pendapatan akan berkurang dan jika
sumber daya manusianya tidak diserahkan maka beban pengeluaran akan tetap.
Hal ini juga sesuai dengan UU Pembentukan Tangerang Selatan yang juga
mengaruskan penyerahan data, personel dan aset.
“Kita mengharapkan juga jika ada serah terima nantinya pegawai kita juga ikut
diserahkan biar ga jadi beban buat kitanya nanti. Kan misalnya kita udah
dikurangin nih pendapatan kita dari pasar yang di serahin, masa beban kita tetap.
Kan juga spirit dari undang-undang 51 itu kan kalo memang harus diserahkan itu
beserta personel yang ada didalamnya kan.”74
PD.Pasar juga menjelaskan bahwa adanya permasalahan di beberapa pasar
yang terkait dengan tanah di pasar-pasar yang berada di Tangerang Selatan.
Permasalahan tersebut diantaranya:75
1. Tanah Pasar Bintaro 2600 m2 saat ini (bertamabah) karena ada badan
jalan yang terkonstruksi menjadi pasar.
2. Pasar Cimanggis (Ciputat Permai) diklaim oleh pemilik (1200 m2)
sertifikat masih oleh yang bersangkutan.
3. Berita acara penyerahan dari PT. Lestari sampai saat ini tidak
ditemukan. (tahun 73)
4. Lahan Pasar Gedung Hijau sebagian sudah berdiri puskesmas oleh
Pemkot Tangerang Selatan.
74
Wawancara langsung dengan Nurachman Humas PD.Pasar Niaga Kerta Raharja pada
19 Seotember 2014. 75
Notulensi rapat tentang perkembangan serah terima aset pasar tradisional pada 4 Juni
2014 di DPPKAD Tangerang Selatan.
69
5. Pasar Ciputat tanahnya habis kurang lebih 2000m2 digunakan oleh 148
kepala keluarga.
6. Luas Pasar jombang di IMB sebelumnya 8000 m2 saat ini hanya
6000m2.
Pihak Pemkot Tangerang Selatan mengaku kesulitan apabila ada aset yang
diserahkan itu dokumen-dokumen kelengkapannya tidak jelas. Karena dari
pengalaman terkait aset yang sudah diserahkan adanya masalah baru yang timbul
misalnya gedung kelurahan atau gedung sekolah yang diakui oleh ahli waris
terkait ketidakjelasan kepemilikannya.
C. Dampak Terkendalanya Serah Terima Aset Pasar Tradisional di Kota
Tangerang Selatan
Pemekaran daerah Tangerang Selatan yang sudah berjalan lima tahun
lebih sampai saat ini masih meninggalkan permasalahan dalam serah terima aset
daerah. Salah satu yang menjadi perhatian publik adalah belum diserahkannya
pasar-pasar tradisional yang berada di Tangerang Selatan yang menimbulkan
permasalahan-permasalahan sosial yang dirasakan oleh masyarakat.
Belum diserahkannya aset-aset pasar tradisional dari pihak Kabupaten
Tangerang ke pihak Pemkot Tangerang Selatan membuat pengelolaan pasar
tradisional menjadi kurang optimal dan menimbulkan banyak dampak yang
dirasakan masyarakat. Selain Pemkot Tangerang Selatan tidak mendapatkan
pemasukan yang dihasilkan oleh pasar-pasar tradisional yang dapat dijadikan
pendapatan asli daerah (PAD), permasalahan lain juga timbul di sekitaran pasar
tradisional. Karena terjadi perkumpulan masa yang melakukan aktifitas keramaian
dari transaksi jual-beli di pasar, dapat dilihat dari kondisi di pasar-pasar tersebut
70
menimbulkan berbagai dampak sosial seperti masalah kesemrawutan, kemacetan
dan penumpukan sampah.
“Betul pasti berdampak, dalam permasalahan belum diserahkannya aset-aset
pasar tradisional dari pikah kabupaten ke pihak pemkot memang menimbulkan
banyak dampak yang dirasakan, pengelolaan pasar tradisional juga kurang
maksimal. Selain pemkot tangsel tidak mendapatkan pemasukan dari pasar-pasar
tersebut ya, kalo yang kita bisa lihat sendiri dari pasar-pasar itu khususnya ya,
karena disitu terjadi perkumpulan masa yang melakukan aktifitas keramaian atau
kerumunan dari transaksi jual-beli disitu timbul berbagai permasalahan sosial
seperti masalah sampahnya, kemacetannya, keruwetannya itukan efek-efek dari
permasalahan ini.”76
Pemkot Tangerang Selatan kesulitan dalam melakukan penataan secara
optimal dari kesemrawutan pasar-pasar tradisional, sebagai contoh Pemkot
kesulitan dalam penataan pedagang kaki lima (PKL) yang membuat keruwetan
dan kemacetan di pasar-pasar tradisional. Ketika Pemkot Tangerang Selatan ingin
melakukan penertiban, penataan, perbaikan dan revitalisasi pasar tradisional,
menjadi terkendala dikarenakan pasar-pasar tersebut belum tercatat sebagai aset
milik Tangerang Selatan yang belum diserah-terimakan dari Kabupaten
Tangerang. Hal ini mengakibatkan pembangunan Kota Tangerang Selatan
menjadi terhambat.
“Disini juga karena asetnya yang belum kita kuasai secara legalitas sehingga
banyak terjadi hambatan hambatan ketika kita pihak Pemkot Tangsel ingin
menjalankan peraturan-peraturan yang sudah ada, karena itukan jelas masih
belum aset kita kan. Misalnya kita ingin melakukan revitalisasi, kita mau
perbaiki, kita mau rapihkan dan melakukan penataan itu kan harus tercatat dulu
di aset kita. Namun pada kenyataannya itu kan belum tercatat sebagai aset milik
kita sehingga kita tidak bisa bergerak secara leluasa yakan. Revitalisasi aset-aset
tersebut kan bagian dari tata ruang kota ya mas, Setiap daerah kan mempunyai
pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek itu seperti
apa nantinya, daerah ini akan seperti apa gitukan, kedepannya akan menjadi
seperti apa. Nah itu pasti akan berpengaruh disitu juga pastinya dimana dengan
76
Wawancara langsung dengan Sugeng Setiarso Kasi Mutasi Aset Tangerang Selatan
pada 11 Agustus 2014.
71
adanya permasalahan aset khususnya aset pasar, pembangunan tersebut menjadi
terganggu prosesnya.”77
Permasalahan sampah juga menjadi akibat yang ditimbulkan dari kurang
maksimalnya pengelolaan pasar tradisional di Tangerang Selatan. Tumpukan
sampah yang juga menimbulkan bau tidak sedap menjadi pemandangan setiap
harinya di sekitar pasar-pasar tradisional. Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan,
dan Pemakaman (DKPP) Tangerang Selatan Yepi Suherman mengakui
pengelolaan sampah di wilayah hasil pemekaran Kabupaten Tangerang itu belum
maksimal. Hal ini bisa dilihat dari masih sedikitnya sampah yang terangkut setiap
harinya. Dari 600 ton sampah per hari, hanya 20 persen atau 120 ton yang bisa
diangkut. 40 persen sampah berasal dari pasar dan sisanya sampah rumah tangga.
Ada empat pasar tradisional yang menjadi penyumbang sampah terbesar di
Tangerang Selatan, yaitu Pasar Ciputat, Jombang, Cimanggis, dan Serpong. Untuk
armada pengangkut sampah, Tangerang Selatan mengandalkan 29 truk
pengangkut dan 30 mobil pick up. Daya angkut kendaraan itu hanya 5-8 m3
sampah sekali angkut.78
Retribusi sampah yang dihasilkan pasar tradisional juga dinilai minim
karena terkendala aset yang masih dikelola oleh pihak Kabupaten Tangerang.
Padahal, kalau di kelola Pemkot Tangerang Selatan potensinya cukup besar untuk
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Yepi, mengatakan retribusi dari pengelolaan
sampah di tiga Pasar Tradisional yang saat ini masih dikelola PD Pasar Niaga
77
Wawancara langsung dengan Sugeng Setiarso Kasi Mutasi Aset Tangerang Selatan
pada 11 Agustus 2014. 78
“Hanya 20 Persen Sampah Tangerang Selatan Terangkut,” Tempo.co.id, 4 Juni 2014
diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2014/06/04/083582343/Hanya-20-Persen-Sampah-
Tangerang-Selatan-Terangkut
72
Kerta Rahaja Kabupaten Tangerang, sangat minim. retribusi yang diterima
pihaknya dari tiga pasar yakni Pasar Serpong, Pasar Ciputat dan Pasar Cimanggis
tidak lebih dari Rp. 18,1 juta perbulannya. Rinciannya, Pasar Serpong Rp. 10 juta
per bulan, Pasar Ciputat Rp. 4,5 juta per bulan dan Pasar Cimanggis Rp. 3,6 juta
per bulan. Setiap harinya, sebanyak 1.800 meter kubik sampah dihasilkan dari
pasar tradisional. Pasar tradisional itu dikelola oleh PD Pasar Kerta Rahaja
Kabupaten Tangerang karena belum diserahkan sebagai aset Pemkot Tangerang
Selatan pasca pemekaran 2008 lalu. Pihaknya hanya mengangkut sampah-sampah
di pasar tersebut ke Tempat Pembuangan Akhir di Cipeucang. Sedangkan, yang
menarik retribusi merupakan petugas dari PD Pasar Niaga Kerta Rahaja dan
DKPP menerima uang hasil retribusi melalui transfer dari PD Pasar.79
Dilain
pihak, PD.Pasar mengklaim bahwa permasalahan dalam pengelolaan sampah
pasar-pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan adalah kesalahan dari Dinas
Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman (DKPP) Tangerang Selatan. Karena
jika pengelolaan sampah ada di bawah pengelolaan PD.Pasar yang dapat bekerja
sama dengan pihak swasta, maka permasalahan penumpukan sampah tersebut bisa
diatasi.
“Sebenernya ya mas untuk masalah penumpukan sampah yang ada di pasar-pasar
itu kalo kita yang mengelola sebenernya ga akan itu terjadi penumpukan-
penumpukan, kita gampang aja sebenernya kerjasama sama swasta untuk hal
sampah gitu ya beres tp ini kan sekarang yg kelola sampahnya DKPP Tangsel
kalo numpuk gitu ya mungkin ada kekurangan apa gitu disana armada
pengangkut atau apa.”80
79
“Tiga Pasar Belum Diserahkan ke Tangsel,” DetakSerang.com, 25 Oktober 2013
diakses dari http://www.detakserang.com/tangerang-selatan/item/254-tiga-pasar-belum-di-
serahkan-ke-tangsel 80
Wawancara langsung dengan Nurachman Humas PD.Pasar Niaga Kerta Raharja
Kabupaten Tangerang pada 19 September 2014.
73
Belum tertanganinya sampah-sampah secara optimal yang dikarenakan
belum diserahkannya aset pasar dari Kabupaten Tangerang juga mengakibatkan
gagalnya Kota Tangerang Selatan mendapatkan Adipura di April tahun 2014 ini.
Kegagalan mendapatkan Adipura dikarenakan masih banyaknya sampah yang
menumpuk di pasar-pasar tradisional dan beberapa akses jalan utama.
Dalam permasalahan ini dampak yang dirasakan tidak hanya oleh Kota
Tangerang Selatan, melainkan pihak Kabupaten Tangerang juga merasakan
dampak dari terkendalanya serah terima aset tersebut. Dalam pengelolaan dari
aset pasar di Kota Tangerang Selatan, menjadikan koordinasi yang kurang optimal
antara pihak-pihak yang berkegiatan di pasar-pasar tersebut dengan PD.Pasar. Hal
ini dikarenakan lokasi pasar di Kota Tangerang Selatan dan PD.Pasar di
Kabupaten Tangerang. Selanjutnya Kabupaten Tangerang mendapatkan penilaian
jelek dari masyarakat karena dianggap serakah dan tidak mempunyai niatan untuk
menyerahkan aset kepada Kota Tangerang Selatan. Ditambah kondisi beberapa
pasar yang kumuh dinilai pihak Kabupaten Tangerang tidak serius dalam
mengelola pasar-pasar tersebut.
“Ya seperti kita ketahui bersama dan juga banyak di beritakan oleh media cetak
maupun media online yang ditimbulkan adalah permasalahan penumpukan
sampah dan kemacetan setaip harinya, pemkab disini juga banyak yang menilai
tidak mempunyai niatan untuk menyerahkan pasar seperti yang di beritakan yang
padahal kita juga sedang melakukan kajian terhadap permasalahan yang ada
disana sebelum diserahkan. Yang jelas dampak lainnnya yaitu koordinasinya
kurang optimal antara masyarakat yang melakukan aktifitasnya di pasar-pasar
tersebut dengan pihak pd.pasar karena lokasi pasar-pasar tersebut berada di Kota
Tangsel dan pd pasar di kabupaten.”81
“Penilaian masyarakat terhadap kami pd.pasar juga jelek sih ya karna ada
beberapa kondisi pasar yg jelek seperti tidak terurus. Kaya tadi yg saya bilang
81
Wawancara langsung dengan Sutono Kasubid Inventarisasi Aset Daerah Kabupaten
Tangerang pada 19 Agustus 2014.
74
untuk melakukan revitalisasi sudah diniatkan tapi karna sekarang masih jadi
permasalahan kaya gini kan juga mending nanti-nanti dulu liat keputusannya
kaya gimana. Apa diserahkan apa tetap dibawah pengelolaan kita.”82
D. Proses Penyelesaian Serah Terima Aset Pasar Tradisional di Kota
Tangerang Selatan dari Kabupaten Tangerang
Dalam menyikapi permasalah terkendalanya serah-terima aset pasar
tradisional yang sampai saat ini belum dilaksanakan, Pemerintah Kota Tangerang
Selatan telah membentuk panitia khusus (pansus) yang mengurusi masalah aset
daerah dan melakukan koordinasi dengan Kabupaten Tangerang sebagai daerah
induk serta PD.Pasar Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang untuk membahas
permasalahan dan kelanjutan serah-terima aset pasar tradisional yang berada di
wilayah Kota Tangerang Selatan. Hal ini dilakukan untuk membahas berbagai
permasalahan yang ada dan mencari jalan keluar terbaik guna menyelesaikan
serah-terima aset-aset pasar tradisional. Sementara ini data yang berkaitan dengan
pasar-pasar tersebut harus segera dilengkapi lalu kemudian akan dilakukan joint
opname (kerjasama perawatan), dan mapping permasalahan, mengenai sumber
daya manusia akan dicari jalan keluarnya.
“Untuk penyelesaiannya sih kami dari pihak tangsel sudah membentuk panitia
khusus (pansus) yang mengurus masalah aset, kami pun selalu berkoordinasi
dengan pihak kabupaten sebagai daerah induk kami dan pd pasar kabupaten yah
dan dalam permasalahan ini, fasilitasi dari pihak provinsi sepertinya ngga ada
setahu saya. Kami melakukan pertemuan hanya pihak-pihak terkait saja untuk
membahas permasalahan dalam kelanjutan serah terima aset ini khususnya untuk
pasar tradisional dan pdam yah.” 83
Dalam penyelesaiannya serah-terima aset pasar ini akan diterbitkan 2
Peraturan Daerah, yaitu Perda pencabutan dan Perda penyerahan. Setelah
82
Wawancara langsung dengan Nurachman Humas PD.Pasar Niaga Kerta Raharja
Kabupaten Tangerang pada 19 September 2014. 83
Wawancara langsung dengan Sugeng Setiarso Kasi Mutasi Aset Tangerang Selatan
pada 11 Agustus 2014.
75
melakukan koordinasi dengan mengadakan pertemuan-pertemuan yang membahas
kelanjutan serah terima aset dengan berbagai masalah dan kiranya bagaimana
jalan keluar yang harus diambil pihak Kabupaten Tangerang harus melakukan
mekanisme Perda dengan mengeluarkan Perda pencabutannya terlebih dahulu lalu
kemudian dilanjutkan dengan Perda serah-terimanya ke pihak Tangerang Selatan.
Ketika Pemkab Tangerang membahas permasalahan ini dibutuhkan data-data
yang akan disampaikan ke DPRD, yang berarti data yang dibutuhkan harus valid.
Sehingga ketika dilakukan serah-terima tidak menimbulkan permasalahan baru.
“Setelah melakukan koordinasi dengan mengadakan pertemuan-pertemuan yang
membahas kelanjutan serah terima aset dengan berbagai masalah dan kiranya
bagaimana jalan keluar yang harus diambil mereka harus melakukan mekanisme
perda dengan mengeluarkan perda penghapusannya dulu lalu dilanjutkan dengan
perda serah terimanya ke pihak tangsel. Ketika mereka membahas itukan harus
ada data-data yang disampaikan ke legislatifnya ya, itu berarti kan data-datanya
harus valid, mungkin saat ini pihak kabupaten juga sedang melakukan kajian dulu
kan sebelum diserahkan ke kami (tangsel) atau diajukan ke dewan untuk
penghapusannya gitu kan yah.” 84
Pihak Kabupaten Tangerang juga sampai saat ini sedang melakukan kajian
terhadap permasalahan serah-terima aset pasar. Ketika Pemerintah Kabupaten
akan menyerahkan apakah sesuai dengan dokumen awal atau sesuai eksisting, aset
yang akan dicabut dengan yang akan diserahkan harus sama. Maka bersama
PD.Pasar, Pemerintah Kabupaten Tangerang sedang melengkapi seluruh data dan
dokumen yang diperlukan, setelah itu akan dilakukan mapping permasalahan.
Sebelum diajukan ke DPRD untuk persetujuan pencabutan dan serah-terimanya.
Perkembangan terakhir semua aset pasar yang berada di wilayah Tangerang
Selatan sedang dilakukan inventarisasi yang jika sudah selesai dan lengkap data-
data yang dibutuhkan maka draftnya akan di bahas di DPRD dan dirapatkan. Jika
84 Wawancara langsung dengan Sugeng Setiarso Kasi Mutasi Aset Tangerang Selatan
pada 11 Agustus 2014.
76
di dalam rapat tersebut telah disetujui, maka dari Pihak Kabupaten Tangerang
akan segera melakukan serah terima aset pasar tradisional tersebut ke pihak Kota
Tangerang Selatan.
“Kami juga terus berkoordinasi membahas penyelesaian masalah bersama di
perusahaan daerah tersebut. Kalau sudah selesai dibahas kan pastinya nanti ada
serah terima. Tetapi saya tidak tahu persis ya kapan akan di serahkannya itu kan
nanti keputusan pimpinan dan pengumpulan data-data yang diperlukan.
Perkembangan terakhir semua aset pasar yang berada di wilayah Tangerang
Selatan sudah di inventarisasi yang sebentar lagi draft nya akan di bahas di
dewan dan dirapatkan. Kalau dewan setuju nanti kita pemda juga akan langsung
menyerahkan.”85
Pemerintah Kabupaten Tangerang menjanjikan permasalahan serah terima
aset pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan akan selesai di akhir tahun 2014
dengan catatan kontrak-kontrak yang ada dengan PD.Pasar Niaga Kerta Raharja
Kabupaten Tangerang itu sudah selesai. Mengenai kontrak dengan pihak ketiga,
yang sedang dilakukan oleh pihak Kabupaten Tangerang adalah mereview ulang
kontrak tersebut agar diselesaikan oleh PD.Pasar, begitu kontrak itu selesai
dengan PD.Pasar Kabupaten Tangerang aset pasar semuanya akan diserahkan
kepada Kota Tangerang Selatan. Hal ini dilakukan supaya dalam penyerahan aset
pasar tradisional tidak melanggar aturan dan bersih tanpa ada masalah lagi dengan
pihak ketiga. Untuk itu pihak Kabupaten Tangerang akan memutus kontrak pasar
di Kota Tangerang Selatan itu dengan pihak ketiga sebelum diserahkan. Untuk
menghindari kedepannya tidak ada masalah hukum perdata, gugat menggugat
antara pengelola baru dan pengelola lama dengan PD.Pasar Kabupaten Tangerang
dan Pemkot Tangerang Selatan. Terlebih, Pemkab Tangerang saat ini tengah
melakukan evaluasi pasar tradisional yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang.
85
Wawancara langsung dengan Sutono Kasubid Inventarisasi Aset Daerah Kabupaten
Tangerang pada 19 Agustus 2014.
77
“Yang sedang kami lakukan saat ini adalah mereview ulang kontrak tersebut agar
diselesaikan oleh pd pasar secepat-cepatnya pak. Begitu kontrak itu selesai
dengan pd pasar kabupaten tangerang itu semuanya akan kita serahkan kepada
kota tangerang selatan, Sekali lagi saya ulangi pak untuk pd pasar dalam waktu
dekat akan kita serahkan dengan catatan kontrak-kontrak yang ada dengan pd
pasar kabupaten tangerang itu sudah selesai semua nih tuntas kontraknya. Dalam
penyerahan aset seperti pasar tradisional agar tidak melanggar aturan dan
menyerahkannya bersih tanpa ada masalah lagi dengan pihak ketiga. Untuk itu
kami akan memutus kontrak tiga pasar di Kota Tangsel itu dengan pihak ketiga
sebelum diserahkan. Terlebih, Pemkab Tangerang saat ini tengah melakukan
evaluasi pasar tradisional yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang. Jadi
kedepannya tidak ada masalah hukum perdata gugat menggugat antara pengelola
baru dengan pengelola lama dengan pd pasar kabupaten tangerang dan pemkot
tangerang selatan itu yang kita hindari. Yak akhir tahun ini juga akan selesai itu
bisa diserahkan, akhir tahun kalo sudah tidak ada masalah. Terimakasih” 86
Pemerintah Kota Tangerang Selatan juga telah melakukan koordinasi
dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan berkirim surat untuk
memfasilitasi persoalan-persoalan mengenai serah terima aset daerah antara
Pemkot Tangerang Selatan dan Pemkab Tangerang, terutama mengenai pasar ini.
Dalam hal ini BPK siap untuk memfasilitasi permasalahan aset di Tangerang
Selatan. Sehingga harapannya kekhawatiran pihak Kabupaten Tangerang dalam
persoalan kontrak dengan pihak ketiga, dapat didiskusikan dan diselesaikan
bersama. Karena kalau hanya mengandalkan pihak Kabupaten dengan pengelola
yang sekarang tidak akan selesai-selesai permasalahan aset pasar ini.
“Tadi saya sudah bisik-bisik ke pak zaki bahwa hasil penemuan BPK bahwa apa
yang menjadikan ke khawatiran dari pihak pemkab kabupaten tangerang, kita
sudah minta, di undang-undang 51 pembentukan Kota Tangerang Selatan yang
memfasilitasi untuk serah terima aset itu adalah provinsi Banten, Gubernur dalam
hal ini. Tapi di satu sisi kita juga melihat ke khawatiran dari BPK, sehingga kita
juga sudah berkirim surat kepada BPK dan BPK juga sudah memberikan balasan
kepada kami bahwa mereka siap untuk memfasilitasi persoalan-persoalan
mengenai serah terima aset daerah antara pemkot tangsel dan pemkab tangerang,
terutama mengenai pasar ini. Jadi harapannya kekhawatiran pak bupati tadi
persoalan dengan pihak ketiga, kita duduk bareng sama-sama bisa selesai.
Harapan saya sebagai pemimpin tangsel sih ya secepatnya jangan menunggu
akhir tahun. Makanya kita minta nanti difasilitasi oleh BPK, jadi difasilitasi oleh
86
Keterangan Ahmed Zaki Iskandar dalam acara fun bike dan talk show interaktif
“Pemimpin Muda Membangun Tangerang pada 11 Mei 2014.
78
BPK. Apalagi kami pemkot tangsel sedang sorotan luar biasa persoalan hukum.
Sehingga kami pun tidak mau salah melangkah. Kami mebuat kebijakan, kami
berkirim surat dan Alhamdulillah surat jawabannya sudah ada dari BPK dan kami
sudah bertelfon langsung dengan kepala BPK nya “siap bu wali. kapan pak
bupati dan bu wali siap kita akan membantu untuk memfasilitasi agar tidak ada
jangan ada salah secara aturan dan ketentuan tentunya.”87
Harapan besar dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan adalah secepatnya
serah terima aset pasar tradisional ini dapat dilaksanakan, dan permasalahan yang
ditimbulkan dapat segera diselesaikan dengan baik. Karena saat ini Pemerintah
Kota Tangerang Selatan juga sedang menjadi sorotan publik mengenai persoalan
hukum, sehingga tidak ingin salah melangkah dalam mengambil kebijakan.
87
Keterangan Airin Rachmi Diany dalam acara fun bike dan talk show interaktif
“Pemimpin Muda Membangun Tangerang” pada 11 Mei 2014.
79
BAB V
PENUTUP
Pembentukan daerah otonom baru melalui pemekaran wilayah pada
dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sarana pendidikan politik di
tingkat lokal. Akan tetapi dalam perjalanannya, daerah hasil pemekaran masih
saja dihadapkan dengan permasalahan yang mengakibatkan kurang optimalnya
pelayanan kepada masyarakat. Sebagai contoh permasalahan pembagian dan
penyerahan aset pasar tradisional yang berada di Kota Tangerang Selatan sebagai
daerah hasil pemekaran. Walaupun sudah berdiri sejak 2008, sampai saat ini di
tahun 2014 aset tersebut belum juga diserahkan oleh pihak Kabupaten Tangerang
sebagai daerah induk.
Mengingat bahwa ada tiga tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk
mengetahui faktor penyebab, mengetahui dampak dan mengetahui penyelesaian
permasalahan serah-terima aset pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan, maka
dalam bab terakhir ini berisi kesimpulan guna memenuhi tujuan dari penelitian
ini. Peneliti juga memberikan saran yang diharapkan dapat digunakan sebagai
pertimbangan penyelesaian permasalahan yang terjadi.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dari penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
80
1. Penyebab permasalahan dalam serah terima aset pasar tradisional di
Tangerang Selatan terdiri dari beberapa faktor diantaranya: Faktor
struktural, berasal dari Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008
Tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan dan Peraturan Daerah
Kabupaten Tangerang Nomor 25 Tentang Perusahaan Daerah Pasar
Niaga Kerta Raharja Kabupaten Tangerang dan PD.Pasar masih terikat
kontrak kerjasama dengan pihak swasta. Faktor kepentingan, yaitu
adanya kepentingan dalam pengelolaan keenam aset pasar tradisional
di Kota Tangerang Selatan yang dianggap berpotensi menyumbang
pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup besar. Faktor hubungan
antar manusia, adanya ketidak sepahaman antara elit kedua
pemerintahan, disatu sisi pihak Kabupaten Tangerang akan
menyerahkan aset pasar tetapi diselesaikan terlebih dahulu
permasalahannya, disisi lain pihak Tangerang Selatan menilai tidak
ada niatan Kabupaten Tangerang untuk menyerahkan aset dan
menuntut agar segera diserahkan beserta permasalahan yang ada.
Faktor data, adanya keterbatasan data dan dokumen kelengkapan aset
pasar tradisional di pihak Kabupaten Tangerang dan ketidaksesuaian
yang tercatat sebagai aset di PD.Pasar dengan Pemerintah Kabupaten
Tangerang.
2. Dampak yang diakibatkan dari belum diserah-terimakan aset pasar
tradisional di Kota Tangerang Selatan adalah Pemerintah Kota
Tangerang Selatan tidak mendapatkan pemasukan atau pendapatan
81
yang berasal dari badan usaha pasar tradisional. Disamping itu
timbulnya permasalahan seperti kesemrawutan di sekitaran pasar-pasar
tradisional dengan tidak tertatanya pedadang kaki lima (PKL) yang
mengakibatkan kemacetan dan penumpukan sampah yang kadang
tidak terangkut oleh petugas kebersihan yang menjadi salah satu
indikator kegagalan Kota Tangerang Selatan meraih adipura di tahun
2014. Selain itu, Pemerintah Kota Tangerang Selatan terkendala untuk
melakukan penataan dan revitalisasi pasar-pasar tradisional karena
belum tercatat sebagai aset daerah Tangerang Selatan.
3. Dalam penyelesaian permasalahan serah-terima aset pasar tradisional,
Pemerintah Kota Tangerang membentuk panitia khusus (pansus) yang
mengurusi masalah aset daerah dan melakukan koordinasi dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan yang diwakili oleh pihak terkait
yaitu dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang dan PD.Pasar Niaga
Kerta Raharja Kabupaten Tangerang untuk membahas berbagai
permasalahan yang ada dan mencari jalan keluar terbaik dalam
menyelesaikan serah-terima aset pasar tradisional di Tangerang
Selatan. Pihak Kabupaten Tangerang sedang melakukan kajian dan
mengumpulkan data dan dokumen kelengkapan aset pasar yang
kemudian akan diserahkan ke DPRD untuk persetujuan dan
dikeluarkan Perda pencabutan dan Perda penyerahan. Dalam hal
keterkaitan dengan pihak ketiga, Pemerintah Kabupaten Tangerang
melakukan review ulang terhadap perjanjian tersebut sebelum
82
diserahkan untuk menghindari permasalahan dikemudian hari.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan juga meminta Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) untuk memfasilitasi permasalahan dalam serah
terima aset yang berada di Tangerang Selatan.
B. SARAN
Peneliti menyarankan agar Pemerintah Kota Tangerang Selatan meminta
pihak Provinsi Banten untuk memfasilitasi permasalahan serah-terima aset-aset
yang belum diserahkan dari pihak Kabupaten Tangerang. Seharusnya pihak
Provinsi Banten juga sudah melakukan tindakan untuk menyelesaikan
permasalahan dalam serah terima aset di Kota Tangerang Selatan sebab
permasalahan ini sudah berlangsung lebih dari lima tahun. Karena mengacu
kepada Undang-Undang Nomor 51 Tentang Pembentukan Kota Tangerang
Selatan dijelaskan paling lambat penyerahan aset daerah adalah lima tahun,
apabila itu tidak dilaksanakan oleh pihak Kabupaten Tangerang, Gubernur Banten
selaku wakil pemerintah wajib menyelesaikannya.
xi
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Djanuri, M. Aries, dkk., Sistem Pemerintahan Daerah. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2010.
Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers, 2003.
Fathurahman, Pupuh. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia,
2011.
Hadi, Syamsul, dkk., Disintegrasi Pasca Orde Baru: Negara, Konflik Lokal dan
Dinamika Internasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.
Harrison, Lisa. Metode Penelitian Politik. Jakarta: Kencana, 2007.
Kristiyono, Nanang. “Konflik Dalam Penegasan Batas Daerah antara Kota
Magelang dengan Kabupaten Magelang; Analisis terhadap Faktor-faktor
Penyebab dan Dampaknya.” Tesis Magister Ilmu Politik, Universitas
Dipinegoro Semarang, 2008.
Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 146.
Marbun, B.N. Otonomi Daerah 1945-2010 Proses dan Realita. Jakarta, Pustaka
Sinar Harapan, 2010.
Mariana, Dede. dan Caroline Paskarina, Demokrasi & Politik Desentralisasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya, 2006.
Mubarak, M. Zaki, dkk., Blue Print Otonomi Daerah Indonesia. Jakarta: Yayasan
Harkat Bangsa, 2007.
Pruit, Dean G. dan Jeffrey Z Rubin, Teori Konflik Sosial, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004.
Ratnawati, Tri. Pemekaran Daerah; Politik Lokal & Beberapa Isu Terseleksi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Rojak, Abdul, dkk., Sejarah Berdirinya Kota Tangerang Selatan. Tangsel: Green
Komunika, 2010.
xii
Setiadi, Elly M, dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya).
Jakarta: Kencana, 2010.
Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008.
Subakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo, 2010.
Widjaja, HAW. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers,
2005.
Koran/Internet:
“Airin Minta Aset, Zaki Butuh Proses,” Satelit News, 4 September 2013 diakses
dari http://satelitnews.co.id/?p=22160
Arief, Kurniawan T. Pemekaran Wilayah: Menimbulkan Masalah Baru. artikel
diakses dari
http://kompasiana.com/post/read/528530/2/pemekaran-wilayah-dan-
kemiskinan-baru-bag2.html
“Aset Belum Diserahkan Program Kerja KPMD Tangsel Terganggu”Kabar6.com,
diakses dari
http://www.kabar6.com/tangerang-raya/tangerang-selatan/7463-aset-
belum-diserahkan-program-kerja-kpmd-tangsel-terganggu.html
“Hanya 20 Persen Sampah Tangerang Selatan Terangkut,” Tempo.co.id, 4 Juni
2014 diakses dari
http://www.tempo.co/read/news/2014/06/04/083582343/Hanya-20-Persen-
Sampah-Tangerang-Selatan-Terangkut
Harmantyo, Djoko. Desentralisasi, Otonomi, Pemekaran Daerah dan Pola
Perkembangan Wilayah di Indonesia. artikel diakses dari
http://geografi.ui.ac.id/portal/sivitas-geografi/dosen/makalah-seminar/496-
2/
“Ini Alasan Pemkab Tangerang Tidak Serahkan Aset Ke Pemkot Tangsel,”
TangselOke.com, 9 September 2013 diakses dari
http://tangseloke.com/news/2013/09/09/ini-alasan-pemkab-tangerang-
tidak-serahkan-aset-ke-pemkot-tangsel/
xiii
“Pemkab Akan Putus Kontrak 3 Pasar di Tangsel,” HarianTangerang.com, 11
Desember 2013 diakses dari
http://hariantangerang.com/news/2013/12/pemkab-akan-putus-kontrak-3-
pasar-di-tangsel
“Pemkot Tangsel Tuntut Penyerahan Aset Pasar”Harian Umum Suara Tangsel, 30
Maret 2012 diakses dari
http://appsitangsel.wordpress.com/2012/03/30/pemkot-tangsel-tuntut-
penyerahan-aset-pasar-pasar-tradisional-semrawut/
“Pemkot Tunggu Surat Bupati Zaki Soal Aset Pasar,” Tangsel Pos, 13 Desember
2013.
“Sumbang PAD Besar Pemkab Tangerang Mikir Serahkan Tiga Pasar Ke
Tangsel,” Detak.co.id, diakses dari
http://www.detak.co.id/tangerang/item/524-sumbang-pad-besar-pemkab-
tangerang-mikir-serahkan-tiga-pasar-ke-tangsel
“Tiga Pasar Belum Diserahkan ke Tangsel,” DetakSerang.com, 25 Oktober 2013
diakses dari http://www.detakserang.com/tangerang-selatan/item/254-tiga-
pasar-belum-di-serahkan-ke-tangsel
Website Resmi Kabupaten Tangerang. tangerangkab.go.id
Website Resmi Kota Tangerang Selatan. tangerangselatankota.go.id
Dokumentasi:
Dokumentasi fun bike dan talk show interaktif “Pemimpin Muda Membangun
Tangerang pada 11 Mei 2014.
Notulensi rapat tentang perkembangan serah terima aset pasar tradisional pada 4
Juni 2014 di DPPKAD Tangerang Selatan.
Peraturan:
Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perusahaan Daerah Pasar Niaga
Kerta Raharja Kabupaten Tangerang
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah
xiv
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerinyahan Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang
Selatan
Wawancara:
Wawancara langsung dengan Nurachman Humas PD.Pasar Niaga Kerta Raharja
pada 19 September 2014.
Wawancara langsung dengan Sugeng Setiarso Kasi Mutasi Aset Daerah DPPKAD
Tangerang Selatan pada 11 Agustus 2014.
Wawancara langsung dengan Sutono Kasubid Inventarisasi Aset Daerah BPKAD
Kabupaten Tangerang pada 19 agustus 2014.