KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL PELATIH DAN ATLET TENIS MEJA ...
Transcript of KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL PELATIH DAN ATLET TENIS MEJA ...
KOMUNIKASI INSTRUKSIONAL PELATIH DAN ATLET
TENIS MEJA TUNANETRA KOTA BEKASI
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi skripsi pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Disusun Oleh :
Henry Pramudya Soegiana
6662092665
KONSENTRASI JURNALISTIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2014
ABSTRAK
Henry Pramudya Soegiana. NIM 092665. Skripsi. Komunikasi Instruksional
Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi. Program Studi Ilmu
Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan
AgengTirtayasa. 2014.
Penelitian ini membahas bagaimana komunikasi instrukisonal antara pelatih dan
atlet tenis meja tunanetra pada proses latihan. Perbedaan fisik antara pelatih dan
atlet tenis meja tunanetra memicu permaslahan komunikasi, dimana instruksi yang
semestinya disampaikan oleh pelatih dengan cara audio dan visual. Pelatih hanya
mengandalkan audio untuk menggambarkan sebuah isntruksi. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui proses komunikasi, untuk mengethaui metode
komunikasi, dan untuk mengetahui komunikasi verbal dalam menyampaikan pesan
antara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan mengumpulkan data melalui
wawancara dan observasi. Informan dalam penelitian ini adalah satu pelatih tenis
meja tunanetra dan empat atlet tenis meja penyandang tunanetra. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori identifikasi Kenneth Burke, dimana
kesamaan adalah satu cara identifikasi yang tercipta di antara pelatih dan atlet tenis
meja tunanetra, identifikasi meningkat, penyatuan makna meningkat, sehingga akan
meningkatkan pemahaman. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pertama proses
komunikasi melalui tahap awal komunikasi, yang akhirnya tercipta cara pelatih dan
atlet tenis meja tunanetra berkomunikasi. Kedua, metode komunikasi instruksional
yang digunakan pelatih dalam proses latihan adalah menggunakan metode
praktikum, dan metode diskusi. Ketiga, komunikasi instruksional yang dilakukan
oleh pelatih dan atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi adalah komunikasi verbal
secara lisan.
Keywords : Komunikasi Instruksional, Tunanetra, Identifikasi Kenneth
Burke
ABSTRACT
Henry Pramudya Soegiana, NIM 092265. Thesis. Instructional Communication
Of Table Tennis Trainer and the Athlete with Vision Disabilities in Bekasi City.
Communication Science, Faculty of Political and Social Science. Sultan Ageng
Tirtayasa University. 2014.
This research examines how the instructional communications work on between the
table tennis trainer and the athlete with vision disabilities during the training
process. The physical differences between the trainer and the athlete trigger a
communication problem, where the instruction that should be delivered by the
trainer with both of audio and visual, in this case they only rely on an audio for
giving a perspective of instruction. The purposes of this research is to describe the
communication process between the table tennis trainer and the athlete with vision
disabilities of Bekasi City during the training, and to identify what instructional
communication method using by the table tennis trainer and the athlete, then to
know what a verbal communication technic that the trainer use to deliver a message
to the athlete. This research using the qualitative descriptive method, which is the
writer interviewing and observing to collect the data. The informant of this research
is one table tennis trainer and four athletes with vision disabilities. Kenneth Burke
identification theory is the main theory of this research, where the similarity whit
this case is once the one way identification has made between the trainer and the
athlete, the identification increase, the fusion of meaning increase, then will
increase the comprehension. The result shown that first, communication process
passing the first step of communication, well then the communication between both
created. Second, the instructional communication method used by the trainer
during the training process is the practicum method and the discussion method.
Third, the instructional communication used by the trainer and the athlete is verbal
communication verbally.
Keyword: Kenneth Burke Identification theory, Instructional Communication,
vision disabilities.
ix
KATA PENGANTAR
Assallamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas berkah,
rahmat, dan hidayah dari-Nya, skripsi yang berjudul “Komunikasi Instruksional
Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi” ini Alhamdulillah dapat
diselesaikan.
Dalam pembuatan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
sejumlah pihak sehingga skripsi ini bisa diselesaikan. Pada kesempatan ini,
penulis mempersembahkan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya adalah :
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
3. Kandung Sapto N, S.Sos,. M.Si, Selaku Pembantu Dekan I Bidang
Akademik, Mia Dwiana, S.Sos., M.Si, selaku Pemabntu Dekan II
Bidang Keuangan, dan Gandung Ismanto, S.Sos., MM, selaku
Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
4. Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si, selaku Ketua Jurusan Program Ilmu Studi
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa serta Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.Ikom,
selaku sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sultan Ageng Tirtayasa
5. Yuliana, S.Sos, M.Si, selaku dosen pembimbing satu dan Andin Nesia,
M.I.Kom, dosen pembimbing dua, yang telah sabar membimbing
penulis dan menyediakan waktunya. Serta seluruh dosen pengajar di
program studi Ilmu Komunikasi.
x
6. Toni Budi Santoso, Wahyu Wendi Kurnia, Surono, Yulianto, Yanto
Sugiharto, Sarah Wijaya, dan Iis Wulandari selaku informan sekaligus
keluarga besar NPC Kota Bekasi yang telah memberikan bantuan
sangat besar untuk penelitian ini.
7. Kedua orang tua, Bapak Nanang dan Ibu Heni. Keluarga besar di
Serang, A Maman, Bi Elis, Bi Nani, Bi Rini, Om Ade, Om Esa, Gogo,
Mega, Aca, Okta, Ica, dan Meizy. Terimakasih atas segala dukungan
dan do’a yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah
sampai gelar sarjana.
8. Teman diskusi, Annisa Rizky, M.I.Kom. Terimakasih atas segala
waktu dan ide-idenya, sehingga sangat membantu penulis dalam
mengerjakan penelitian ini.
9. Teman baik, Aulia, Tulus, Andri, Ica, Cony, Augia, Galuh, Alan, dan
semua teman-teman Ilmu Komunikasi 2009. Keluarga besar
KOVIKITA, Untirta TV, Teater Kafe Ide, dan Djogja Production
tempat penulis mengembangkan minat dan bakat. Terimakasih atas
waktu dan pengalaman yang pernah diberikan.
10. Sahabat-sahabat PEMBURU Aji, Putra, dan Billi tempat penulis
berbagi keluh kesah.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sadar, skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu,
penulis bersedia menerima kritik sebagai bahan intropeksi diri dan pembelajaran.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Serang, Oktober 2014
Penulis
Henry Pramudya Soegiana
xi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. iv
LEMBAR PERSEMBAHAN .............................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................ vi
ABSTRACT ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 6
1.3 Identifikasi Masalah .................................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 7
1.5.1 Manfaat teoritis ............................................................... 7
1.5.2 Manfaat Praktis ............................................................... 7
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 8
2.1 Tinjauan Teoritis ........................................................................ 8
2.1.1 Definisi Komunikasi ................................................... .... 10
2.1.2 Unsur-unsur Komunikasi ................................................ 12
2.1.3 Fungsi Komunikasi ......................................................... 12
2.1.4 Komunikasi Verbal .......................................................... 13
2.1.4 Proses Komunikasi........................................................... 17
2.2 Komunikasi Instruksional ......................................................... 19
2.2.1 Pengertian Komunikasi Instruksional .............................. 20
2.2.2 Fungsi dan Manfaat Komunikasi Instruksional ............... 20
2.2.3 Metode Komunikasi Instruksional ................................... 22
2.3 Tunanetra .................................................................................. 23
2.3.1 Pengertian Tunanetra ....................................................... 23
2.3.2 Klasifikasi Tunanetra ....................................................... 24
2.3.3 Sebab Tunanetra............................................................... 26
2.3.4 Tenis Meja Tunanetra ...................................................... 27
2.4 National Paralympic Indonesia ................................................ 30
xii
2.5 Teori Identifikasi Kenneth Burke ............................................. 32
2.6 Penelitian Sebelumnya .............................................................. 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................... 37
3.1 Metode Penelitian ..................................................................... 37
3.2 Paradigma Penelitian ................................................................ 38
3.3 Teknik Pengambilan Data .......................................................... 39
3.4 Teknik Sampling ....................................................................... 42
3.5 Analisis Data ............................................................................. 43
3.6 Uji KValiditas Data .................................................................... 44
3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian .................................................... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................... 47
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ........................................................ 47
4.2 Deskripsi Informan .................................................................... 49
4.2.1 Yulianto ........................................................................... 59
4.2.2 Yanto Sugiharto ................................................................ 50
4.2.3 Toni Budi Santoso ............................................................ 50
4.2.4 Sarah WIjaya .................................................................... 50
4.2.5 Iis Wulandari .................................................................... 51
4.3 Analisis Data dan Pembahasan ................................................. 51
4.3.1 Proses Identifikasi Pelatih dan Atlet
Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi .................................. 52
4.3.2 Proses Komunikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja
Tunanetra Kota Bekasi .................................................... 57
4.3.2.1 Masalah Komunikasi ............................................ 59
4.3.2.2 Cara Pelatih dan Atlet Berkomunikasi ................. 60
4.3.2.3 Feed Back ............................................................. 61
4.3.3 Metode Komunikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja
Tunanetra Kota Bekasi ..................................................... 67
4.3.3.1 Lisan ..................................................................... 70
4.3.3.2 Diskusi .................................................................. 74
4.3.4 Komunikasi Verbal Pelatih dan Atlet Tenis Meja
Tunanetra Kota Bekasi ..................................................... 77
4.3.4.1 Lisan ..................................................................... 80
4.3.4.2 Ceramah ................................................................ 81
4.3.4.3 Diskusi .................................................................. 83
xiii
BAB V PENUTUP ................................................................................ 86
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 86
5.2 Saran ......................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 89
LAMPIRAN ........................................................................................... 91
BIODATA PENULIS ........................................................................... 110
viii
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya ........................................................... 36
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian .................................................................... 46
Tabel 4.1 Kategorisasi Proses Identifikasi
Pelatih dan Atlet Tenis Meja Kota Bekasi ............................. 52
Tabel 4.2 Kategorisasi Proses Komunikasi
Instruksional Pelatih dan Atlet
Tenis Meja Kota Bekasi ........................................................ 57
Tabel 4.3 Kategorisasi Metode Komunikasi
Pelatih dan Atlet Tenis Meja Kota Bekasi ............................. 67
Tabel 4.4 Kategorisasi Komunikasi Verbal Pelatih dan Atlet
Tenis Meja Kota Bekasi ......................................................... 77
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ........................................................... 34
Gambar 4.1 Proses Komunikasi Pelatih dan Atlet
Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi .................................... 63
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Biodata Informan Yulianto ............................................ 91
Lampiran 3 Transkip Wawancara Yulianto ....................................... 91
Lampiran 4 Biodata Yanto Sugiharto ................................................ 94
Lampiran 5 Transkip Yanto Sugiharto .............................................. 94
Lampiran 7 Biodata Toni Budi Santoso ............................................. 97
Lampiran 7 Transkip Wawancara Toni Budi Santoso ........................ 98
Lampiran 6 Biodata Sarah Wijaya ..................................................... 100
Lampiran 7 Transkip Wawancara Sarah Wijaya ................................ 101
ix
ix
Lampiran 8 Biodata Iis Wulandari ..................................................... 103
Lampiran 7 Transkip Wawancara Iis Wulandari ................................ 104
Lampiran 8 Dokumentasi .................................................................. 106
Lampiran 7 Biodata Penulis................................................................ 109
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tidak mudah tentunya bagi Yulianto pelatih tenis meja tunanetra Kota
Bekasi untuk menyamakan kesepahaman dengan atlet tenis meja tunanetra yang
didiknya dalam proses latihan. Karena perbedaan fisik antara pelatih dan atlet
tenis meja tunanetra memicu masalah komunikasi. Masalah komunikasi yang
dialami adalah dalam menyatukan pemahaman instruksi yang diterima atlet tenis
meja tunanetra saat proses latihan.
Arahan-arahan yang seharusnya digambarkan melalui audio dan visual
untuk memudahkan atlet tenis meja menerima arahan pelatih, dalam hal ini tidak
bisa digunakan. Pelatih tenis meja tunanetra mengandalkan pesan-pesan yang
berbentuk audio, karena indera penglihatan pada tunanetra tidak bisa maksimal,
sehingga indera pendengaran menjadi andalan dalam menerima instruksi dari
pelatih, oleh karena itu pelatih harus menggunakan arahan yang tepat untuk
menyampaikan pesan atau instruksi.
Dalam hal ini pelatih memaksimalkan komunikasi verbal untuk
mendeskripsikan sebuah instruksi dengan menggunakan bahasa yang dimengerti
agar bisa menyampaikan instruksi yang diberikan kepada atlet tenis meja
tunanetra.
2
Selain itu, sebelum memulai proses latihan, pelatih harus mengidentifikasi
dengan cara mengenal karakter, kemampuan teknis, dan kemampuan nalar dalam
menerima instruksi yang dimiliki atlet tenis meja tunanetra itu sendiri. Hal
tersebut dilakukan untuk membangun sebuah proses komunikasi yang efektif
dalam pelatihan tenis meja tunanetra.
Peraturan dan peralatan tenis meja tunanetra sudah dirancang sedemikian
rupa dan berbeda dengan tenis meja pada umumnya, tetapi dalam tenis meja
tunanetra tetap sulit, karena membutuhkan ketepatan dan kecepatan dalam
mengantisipasi bola pingpong yang bergulir di atas meja dalam keadaan mata
tertutup, sebab itu indera pendengaran menjadi sangat penting. Yulianto, pelatih
tenis meja tunanetra yang menangani atlet-atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi
memberikan pernyataan betapa pentingnya pendengaran dalam proses latihan.
“Seorang atlet tenis meja harus betul-betul cerdas, terutama di dalam
pendengaran, kalau hilang atau buyar konsentrasi dia akan kalah dengan lawan.
Maka dari itu saya selalu berpesan harus latihan konsentrasi pendengaran. Jadi
setiap saya melatih, saya akan selalu mengimbau kepada atlet-atlet binaan saya
untuk hal ini, karena percuma kalau punya kemampuan smash keras tapi
pendengarannya kurang”.
Komunikasi yang diterapkan oleh pelatih dalam proses pelatihan ini hanya
memaksimalkan komunikasi verbal. Komunikasi verbal dalam hal ini berupa
arahan soal teknis tenis meja dan motivasi. Adapun suntikan motivasi diberikan
agar atlet bertambah keyakinan dalam dirinya untuk dapat memenangkan
kejuaraan tertentu. Motivasi berperan penting dalam peningkatan prestasi atlet.
3
Sementara itu, seorang atlet pada umumnya memiliki tubuh yang sempurna
demi menunjang karier dan prestasinya, tetapi bermodalkan indera pendengaran,
para atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi dituntut untuk bisa menerima pesan
atau instruksi dengan baik yang diberikan oleh pelatih dalam proses komunikasi
instruksional.
Gangguan penglihatan tidak menghalangi empat atlet tenis meja untuk
mendalami minatnya di bidang olahraga tenis meja tunanetra. Empat atlet tersebut
adalah Yanto Sugiharto, Toni Budi Santoso, Sarah Wijaya, dan Iis Wulandari.
Keempat atlet tenis meja tersebut tergabung dalam National Paralympic
Committee (NPC) Kota Bekasi cabang olahraga tenis meja tunanetra. NPC
merupakan organisasi yang mewadahi olahraga penyandang disabilitas di
Indonesia dan berwenang mengkoordinasikan kegiatan olahraga prestasi bagi
penyandang disabilitas. Organisasi ini bernaung di bawah Komite Olahraga
Nasional Indonesia (KONI) dan kepengurusannya tersebar di seluruh daerah,
salah satunya NPC cabang Kota Bekasi. Cabang olahraga yang biasanya
diperlombakan yaitu atletik, catur, bulu tangkis, tenis lapangan, bola basket, dan
tenis meja.
Meskipun keterbatasannya dalam penglihatan menimbulkan kesulitan ketika
mereka menjalani aktivitas, khususnya sebagai atlet tenis meja, tetapi keempat
atlet tersebut pernah meraih medali di berbagai ajang kompetisi olahraga tenis
meja tunanetra. Seperti Yanto Sugiharto yang pernah meraih medali emas di
kategori single putra pada ajang Pekan Olahraga Nasional (PEPARNAS) ke XIV,
Sarah Wijaya pernah meraih medali perunggu di ajang yang sama, Toni Budi
4
Santoso pun mendapatkan medali perak di ajang yang sama, dan Iis Wulandari
pernah mendapatkan Medali Perunggu pada Pekan Olahraga Cacat Nasional
(PORCANAS) di Kalimantan Timur tahun 2008.
Ada jejak rekam pelatih di belakangnya dalam keberhasilan para atlet tenis
meja tunanetra Kota Bekasi. Peran pelatih dalam prestasi atlet sangat strategis
karena pelatihlah yang melakukan pembinaan secara langsung terhadap atletnya.
Pelatih berperan memberikan instruksi dan memantau perkembangan atlet yang
ditanganinya. Seperti yang diungkapkan oleh Pawit M. Yusuf, para pelaksana
instruksional di lapangan seperti pelatih atau siapa saja yang pekerjaannya
menyampaikan informasi dengan tujuan mengubah perilaku sasaran, perlu
mengetahui proses perubahan perilaku yang terjadi pada seseorang atau sasaran
secara baik. 1
Meskipun begitu proses komunikasi instruksional dalam pelaksanaan
kegiatan pelatihan ini tetap berjalan. Pelatih sebagai orang yang menyampaikan
instruksi atau pesan (komunikator), dan atlet itu sendiri orang yang menerima
pesan atau instruksi dari pelatih (komunikan). Pesan yang ditujukan kepada
komunikan dikemas secara khusus untuk menyamakan kesepahaman dalam
instruksi-instruksi yang diberikan, demi meningkatkan kemampuan yang dimiliki
komunikan, sebab komunikasi instruksional adalah sebuah proses dan kegiatan
1 Pawit M. Yusuf „Komunikasi Instruksional: Teori dan Praktek‟ (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
hal. 64.
5
komunikasi yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan nilai tambah bagi
pihak sasaran.2
Menurut Yulianto, keberhasilan seorang atlet bisa diukur dari medali yang
diraih. Agar atlet tenis meja bisa berprestasi, atlet harus mempunyai mental,
kedisiplinan, dan skill tenis meja yang mumpuni. Dan medali bukan hal yang
mustahil untuk diraihnya. Sejalan dengan apa yang dikatakan Pawit M. Yusuf
“Yang akan diukur keberhasilannya adalah pihak sasaran. Sasaran telah memiliki
kemampuan yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotor”. 3
Belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik merujuk pada taksonomi yang
dibuat untuk tujuan pembelajaran. Dalam taksonomi Bloom, tujuan pembelajaran
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ranah, yaitu: Kognitif; berkenaan dengan
kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berpikir. Afektif; berkenaan
dengan sikap, kemampuan dan penguasaan segi-segi emosional, yaitu perasaan,
sikap, dan nilai. Psikomotorik; berkenaan dengan suatu keterampilan-
keterampilan atau gerakan fisik.4
Dalam proses pelatihan ini, tidak mudah tentunya untuk membangun sebuah
komunikasi instruksional yang padu, dengan segala keterbatasan yang dimiliki
oleh atlet tenis meja yang memiliki cacat pada mata. Persaingan yang ketat yang
dihadapi pelatih dan atlet tenis meja bukan hanya sekadar kompetisi di tingkat
daerah namun bersaing di tingkat nasional. Hal itulah yang membuat peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian ini.
2Pawit M. Yusuf „Komunikasi Instruksional: Teori dan Praktek‟ (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal
2. 3 Ibid, hal 271.
4 Rusman „Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer‟ (Bandung: alfabeta, 2012) hal. 125
6
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut bagaimana komunikasi instruksional yang dilakukan oleh pelatih dan
atlet tenis meja tunanetra dari ranah kognitif dengan mengadakan penelitian yang
berjudul “Komunikasi Instruksional antara Pelatih dan Atlet Tenis Meja
Tunanetra”.
1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagiamana komunikasi pelatih terhadap atlet tenis meja tunanetra di Kota
Bekasi ?
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat di identifikasikan
sebagai berikut :
1.) Bagaimana proses komunikasi instruksional antara pelatih dan atlet tenis
meja tunanetra?
2.) Bagaimana metode komunikasi instruksional yang dilakukan oleh pealtih
tenis meja tunanetra Kota Bekasi dalam proses latihan?
3.) Bagaimana Komunikasi verbal pelatih dalam menyampaikan pesan kepada
atlet tenis meja Kota Bekasi?
7
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan
yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.) Untuk menegetahui proses komunikasi instruksional anatara pelatih dan atlet
tenis meja tunanetra Kota Bekasi
2.) Untuk mengetahui metode komunikasi instruksional pelatiht enismeja Kota
Bekasi
3.) Untuk mengetahui komunikasi verbal dalam menyampaikan pesan kepada
atlet tenis meja Kota Bekasi
1.5 Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini bisa berguna bagi banyak pihak di
kemudian hari. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1.) Manfaat Teoritis, dapat menambah pengetahuan dan wawasan, terutama
terkait dengan masalah dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini juga
dapat dijadikan bahan bacaan atau literatur tambahan bagi peneliti-peneliti
selanjutnya yang tertarik terhadap bidang kajian ini.
2.) Manfaat Praktis, dapat dijadikan bahan masukan mengenai penerapan
komunikasi instruksional yang padu antara komunikator dan komunikan,
sehingga diharapkan dapat membuat komunikasi instruksional dengan
pemahaman yang baik.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai teori-teori yang
berhubungan dengan penelitian yang diangkat oleh peneliti, yaitu komunikasi
instruksional pelatih dan atlet tenis meja tunanetra.
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi secara etimologis berasal dari bahasa Latin, yaitu cum,
kata depan yang artinya dengan atau bersama dengan, dan kata units, kata
bilangan yang berarti satu. Kedua kata tersebut kemudian membentuk kata benda
communio, yang dalam bahasa inggris disebut dengan communion, yang berarti
kebersamaan, persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan, atau hubungan.
Karena untuk melakukan communion diperlukan usaha dan kerja, kata communion
dibuat kata kerja communicate yang berarti membagi sesuatu dengan seseorang,
tukar menukar, membicarakan sesuatu dengan orang, memberitahukan sesuatu
kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, percakapan,
pertukaran atau hubungan.5
5 Kadar Nurjaman & Khairul Umam „Komunikasi & Public Relation‟ Bandung : Pustaka Setia,
2012) Hal 3
8
9
Untuk memperjelas pengertian komunikasi di dalam penelitian ini, berikut
adalah pengertian komunikasi menurut beberapa ahli:
Pengertian komunikasi secara luas, “komunikasi adalah setiap bentuk tingkah
laku seorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain.
Komunikasi mecakup pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara. Setiap
bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan
sebentuk komunikasi.6
Pakar yang lain juga memberikan definisi tentang komunikasi. Carl I. Hovland
berpendapat bahwa komunikasi ialah suatu proses dimana seseorang
memindahkan perangsang yang biasanya berupa lambang kata-kata untuk
mengubah tingkah laku orang lain.7
Pendapat lain mengenai pengertian komunikasi berasal dari Tubbs dan Moss,
yakni komunikasi diartikan sebagai proses pembentukan makna diantara dua
orang atau lebih.8
Sedangkan menurut Everett M. Rogers dalam Mulyana, mendefinisikan
“komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu
penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.9
Definisi lain yang dikemukakan oleh Raymond S. Ross:
6 Supratiknya „Komunikasi Antarpribadi‟ (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hal. 30.
7 A.W. Widjadja „Ilmu Komunikasi Pengantar Studi‟ (Jakarta : Rineka Cipt, 2000). Hal 26.
8 Ahmad Sihabudin & Rahmi Winangsih „Komunikasi Antar ManusiaEdisi 1 Bahan Ajar
Pengantar Ilmu Komunikasi‟ (Serang: FISIP Untirta, 2008) Hal 10 9 Deddy Mulyana „Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar‟ (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.
62.
10
“Komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-
simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna
atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang
dimaksudkan komunikator”.10
2.1.2 Unsur-unsur Komunikasi
Berdasarkan yang dibuat pakar komunikasi Harold Laswell, komunikasi
memiliki lima unsur yang saling berketergantungan satu sama lain, diantaranya
adalah (source), sering juga disebut pengirim (sender), penyandi (encoder),
komunikator dan pembicara. Selanjutnya Laswell menyebutkan lima unsur utama
komunikasi, yaitu :
1) Sumber (komunikator), yaitu pihak yang beinisiatif atau mempunyai
kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber bisa menjadi seorang individu,
kelompok, atau bahkan sebuah organisasi. Proses ini dikenal sebagai
penyandian (encoding).
2) Pesan, yaitu seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili
perasaan, nilai, dan gagasan dari komunikator.
3) Saluran, yaitu alat atau wahana yang digunakan komunikator untuk
menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran merujuk kepada
penyampaian pesan, bisa melalui tatap muka.
10
Mulyana „Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar‟ (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.62
11
4) Penerima, yaitu orang yang menerima pesan dari sumber yang biasa disebut
dengan sasaran atau tujuan, komunikator, penyandi-balik, khalayak,
pendengar, atau penafsir.
5) Efek, yaitu kejadian pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut,
meliputi penambahan pengetahuan, terhibur, perubahan sikap, perubahan
keyakinan, atau perubahan perilaku.11
2.1.3 Fungsi Komunikasi
Sejumlah pakar komunikasi memiliki pendapat yang berbeda-beda soal fungsi
komunikasi. Akan tetapi, semua merujuk pada titik yang sama, yakni
menyebarkan informasi untuk memberikan efek tertentu terhadap pesan yang
disampaikan oleh komunikator .
Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, komunikasi mempunyai dua
fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup sehari-hari, meliputi
keselamtan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita pada
orang lain, dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup
masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan
keberadaan suatu masyarakat.12
11
Mulyana „Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar‟ (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 69 –
71. 12
Ibid, hal. 5
12
2.1.4 Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang lazim
digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan melalui tulisan maupun lisan.
Bentuk komunikasi ini memiliki struktur yang teratur dan terorganisasi dengan
baik.
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan
satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang disadari masuk dalam
kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar
untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap
sebagai suatu sistem kode verbal.
Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan
untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami
suatu komunitas.
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan,
dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan
berbagai aspek realitas individual.13
Bahasa sebagai suatu sistem simbol atau dapat dibayangkan sebagai kode,
yang digunakan untuk membentuk pesan-pesan verbal. Dapat mendifinisikan
bahasa sebagai sistem produktif yang dapat dialih-alihkan dan terdiri atas simbol-
13
Mulyana „Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar‟ (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 237 –
238
13
simbol yang cepat lenyap, bermakna bebas, serta dipancarkan secara cultural.
Berikut adalah sifat bahasa :
a) Produktifitas
Bahasa bersifat produktif , terbuka, dan kreati. Artinya pesan-pesan verbal
merupakan gagasan-gagasan baru.
b) Pengalihan
Bahasa mengenal pengalihan (displacement), dapat berbicara mengenai hal-
hal yang jauh, baik dari segi tempat maupun waktu. Kita dapat berbicara
tentang masa lalu dan masa depan semudah berbicara tentang masa kini, dan
kita bisa bebricara tentang hal-hal yang tidak pernah kita lihat – tentang
manusia duyung, kuda bertanduk, dan makhluk dari planet lain.
c) Pelenyapan cepat
Suara bicara melenyap dengan cepat. Suara harus diterima segera setelah itu
dikirimkan atau tidak akan pernah menerimanya. Semua isyarat berangsur-
angsur akan melenyap; simbol-simbol tertulis dan bahkan simbol-simbol
yang dipahatkan pada batu tidaklah permanen. Tapi, secara relative, isyarat
suara barangkali merupakan yang paling tidak permanen diantara semua
media komunikasi; inilah yang dimaksud dengan pelenyapan cepat.
d) Kebebasan Makna
Isyarat bahasa mempunyai kebebasan makna (arbitrary); mereka tidak
memiliki katakteristik atau sifat fisik dari benda atau hal yang mereka
14
gambrakan. Suatu kata memiliki arti atau makna yang mereka gambarkan
karena kitalah yang secara bebas menentukan arti atau maknanya.
Implikasi untuk Komunikasi antar Manusia. Sifat bahasa mempunyai
beberapa implikasi penting bagi komunikasi antarmanusia. Berikut ini
diberikan beberapa fungsi diantaranya:
e) Kaidah Bahasa dan Produktivitas
Produktivitas memungkinkan kita menciptakan kalimat-kalimat yang belum
pernah kita ucapkan sebleumnya secara tak terbatas., tetapi kalimat-kalimat
ini harus mengikuti aturan atau kaidah bahasa agar dapat dimengerti orang
lain. Makin banyak pesan kita melanggar kaidah bahasa, makin kecil
kemungkinan pesan dimengerti orang lain.
f) Kemampuan Berdusta
Dapat berdusta karena mampu menciptakan pemikiran-pemikiran baru
(Produktivitas) dan karena pemikiran-pemikiran baru ini tidak terbatas hanya
pada apa yang ada dalam lingkungan sekitar (pengalihan). Yang terpenting
adalah kenyataan bahwa kalimat yang benar dan kalimat yang dusta
mempunyai bentuk yang sama.
g) Kemudahan dimengerti dengan cepat
Karena cepat lenyap, pesan-pesan lisan harus cepat dimengerti; jika tidak
mereka akan hilang. Oleh karenanya, kejelasan merupakan elemen terpenting
dalam komunikasi lisan (oral).
15
h) Makna dan kebebasan makna
Karena semua simbol bebas diberi makna, perlu menarik makna tidak saja
pada kata melainkan juga pada orang yang mengkomunikasikannya.
i) Karena semua simbol linguistik bebas diberi makna, perlu mencari makna
tidak saja pada kata-kata melainkan juga pada orang yang
mengkomunikasikannya.14
Selain memiliki sifat, bahasa memiliki fungsi. Menurut Larry L. Barker
dalam Deddy Mulyana, bahasa memiliki tiga fungsi, yaitu :
a.) Penamaan (naming atau labeling)
Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek,
tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk
dalam komunikasi.
b.) Interaksi
Fungsi interaksi menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat
mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingunan
c.) Transmisi Informasi
Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Fungsi
bahasa ini yang disebut fungsi transmisi. Keistimewaan bahasa sebagai
sarana transmisi informasi yang lintas waktu, dengan menghubungkan masa
14
Joseph A. Devito, „Komunikasi antar Manusia‟ (Jakarta: Profesional Books, 1997), hlm 119 –
121.
16
lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan. Tanpa
bahasa tidak mungkin bertukar informasi, tanpa bahasa tidak mungkin
menghadirkan semua objek dan tempat untuk rujukan dalam komunikasi.15
2.1.5 Proses Komunikasi
Komunikasi tidak pernah terlepas dari sebuah proses, oleh karena itu
apakah pesan dapat tersampaikan atau tidak tergantung dari proses
komunikasi yang terjadi. Seperti yang diungkapkan oleh Ruslan bahwa :
“Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesan-
pesan (message) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada
penerima pesan sebagai komunikan tersebut bertujuan (feed back) untuk
mencapai saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah
pihak”.16
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu
kelompok lain. Lukiati Komala megungkapakan ada lima langkah dalam
proses komunikasi, yaitu :
1) Yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan
atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation
ini merupakan landasan bagi suatu pesan akan disampaikan.
15
Deddy Mulyana, „Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar‟ (Bandung : PT Rosda Karya, 2005) hlm,
243. 16
Rosady Ruslan „Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi‟ (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006), hal. 81
17
2) Dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber
menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kata, tanda-
tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan
informasi yang diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. Pesan
atau message adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan
gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tertulis ataupun perilaku
nonverbal.
3) Dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi
(encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara
berbicara, menulis, menggambar, ataupun melalui suatu tindakan
tertentu. Pada langkah ketiga ini, mengenal istilah channel atau saluran,
yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk
komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka. Sumber berusaha untuk
membebaskan saluran komunikasi dari gangguan atau hambatan,
sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
4) Perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan,
maka penerima perlu menjadi pendengar yang baik, karena jika
penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini,
penerima melakukan encoding, yaitu memberikan penafsiran atau
interpretasi terhadap pesan yang disampaikan. Pemahaman merupakan
kunci untuk melakukan encoding dan hanya terjadi dalam pikiran
penerima. Akhirnya penerima yang akan memnentukan bagaimana suatu
pesan dan bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
18
5) Dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang
memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah
disampaikan kepada penerima. Respon atau umpan balik dari penerima
terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata
ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan
tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat
dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.17
2.2 Komunikasi Instruksional
2.2.1 Pengertian Komunikasi Instruksional
Komunikasi sebagai interaksi psikologis antara dua orang atau lebih
berdampak pada berubahnya pengetahuan, sikap dan keterampilan dipihak
komunikan, pada saat komunikator membantu upaya perubahan tersebut
dengan teknik dan alat tertentu, terangkum dalam komunikasi instruksional.
Istilah instruksional berasal dari kata instruction. Ini bisa berarti
pengajaran, pelajaran, atau bahkan perintah atau instruksi. Hal ini bisa lihat
pada kamus-kamus bahasa, baik yang umum dalam satu bahasa maupun yang
dua bahasa. Memang terdapat beberapa kemungkinan makna dari kata
instruksional tersebut karena bergantung pada bidang dan konteks
pembahasannya.
17
Lukiati Komara „Ilmu Komunikas, Perspektif, Proses, dan Konteks‟ (Jatinangor : Widya
Padjadjaran, 2009), hal 86-87.
19
Webster‟s Third International Dictionary of the English Language
mencantumkan kata instructional (dari kata to instruct) dengan arti
memberikan pengetahuan atau informasi khusus dengan maksud melatih
berbagai bidang khusus, memberikan keahlian atau pengetahuan dalam
berbagai bidang seni atau spesialisasi tertentu. Di sini juga dicantumkan
makna lain yang berkaitan dengan komando atau perintah.18
Dalam pelaksanaannya, komunikasi instruksional bisa menggunakan
pendekatan komunikasi antar pribadi, dimana peran masing-masing
komunikator atau komunikan secara bersama membagi dan menciptakan
pemahaman secara bersama.19
2.2.2 Fungsi dan Manfaat Komunikasi Instruksional
Komunikasi instruksional mempunyai fungsi edukatif, atau tepatnya
mengacu pada fungsi edukatif dari fungsi komunikasi secara keseluruhan.
Sebgai fungsi edukasi, komunikasi instruksional bertugas mengelola proses-
proses komunikasi yang secara khusus dirancang untuk tujuan memberikan
nilai tambah bagi pihak sasaran, atau setidaknya untuk memberikan
perubahan-perubahan dalam kognisi, afeksi, dan konasi atau psikomotor di
18
Pawit M. Yusuf „Komunikasi Instruksional: Teori dan Praktek‟ (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
hal. 57. 19
Pawit M. Yusuf „Komunikasi Instruksional: Teori dan Praktek‟ (Jakarta: Bumi Aksara, 2010),
hal.95
20
kalangan masyarakat, khususnya yang dikelompokan ke dalam ranah sasaran
pada komunikasi instruksional.20
Adapun manfaat adanya komunikasi instruksional antara lain efek
perubahan perilaku, yang terjadi sebagai hasil tindakan komunikasi
instruksional, bisa dikontrol atau dikendalikan dengan baik.21
Pencapaian tujuan pembelajaran menurut bloom yang diungkapkan Nana
Sujana dibedakan menjadi tiga, yaitu :
Bidang Kognitif
Bidang kognitif berkenaan dengan perilaku pencapaian tujuan yang
berhubungan dengan berfikir, mengetahui, dan memecahkan. Bidang ini
memiliki beberapa tingkatan, tingkatan yang paling rendah dan tingkatan yang
paling tinggi. Tingkat kemampuan ini melalui aspek pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Bidang Afektif Bidang ini berkenaan dengan perilaku pencapaian tujuan
yang berhubungan dengan penguasaan, sikap, dan nilai-nilai, minat (interest)
dan penyesuaian peran sosial. Bidang afektif memiliki tingkatan, yaitu aspek
kemampuan menerima, menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya,
ketelitian, dan ketekunan.
20
Pawit M. Yusuf „Komunikasi Instruksional: Teori dan Praktek‟ (Jakarta: Bumi Aksara, 2010),
hlm.10 21
Ibid, hlm.11
21
Bidang Psikomotor.
Bidang ini berkenaan dengan perilaku pencapaian tujuan yang berhubungan
dengan keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu. Ada beberapa
tingkatan dalam bidang psikomotor yaitu gerakan reflek, keterampilan pada
gerakan dasar, kemampuan di bidang fisik, gerakan-gerakan skill dan
sebgaianya.22
2.2.3 Metode Komunikasi Instruksional
Metode merupakan bagian dari strategi, artinya suatu teknik atau cara
yang runtut untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau kegiatan yang sudah
direncanakan.23
Macam-macam jumlah metode mengajar mulai yang paling tradisional
sampai yang paling modern, sesungguhnya banyak dan hampir tidak dapat
dihitung dengan jari tangan.
Seperti yang diungkapkan oleh Fathurrohman dan Sutikno beberapa
metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, diantaranya :
1) Metode diskusi
Salah satu cara mendidik yang berupaya memecahkan masalah yang
dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan
argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya.
22
Nana Sudjana. ‟Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar‟ (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya,
1989), hlm. 50. 23
Ibid, hlm.275
22
Tujuan penggunaan metode diskusi ini ialah untuk memotivasi dan
memberi stimulasi kepada siswa agar berfikir dengan renungan yang dalam.24
2.) Metode Praktikum
Metode praktikum dapat dilakukan kepada atlet setelah pelatih
memberikan arahan, aba-aba, petunjuk untuk melaksanakannya. Kegiatan ini
berbentuk praktik dengan mempergunakan alat-alat tertentu, dalam hal ini
pelatih melatih keterampilan atlet dalam penggunaan alat-alat yang telah
diberikan kepadanya serta hasil dicapai mereka.25
2.3 Tunanetra
2.3.1 Pengertian Tunanetra
Menurut Pradopo anak tunanetra adalah anak yang rusak penglihatannya,
sedangkan para tunanetra adalah mereka yang menyandang kerusakan mata
atau kerusakan penglihatan, dapat disimpulkan bahwasannya tunanetra adalah
seseorang yang mengalami hambatan dalam penglihatan sehingga membatasi
kemampuannya dalam beraktifitas dan menerima informasi dari luar.
Dalam buku ensiklopedi kesehatan, yang dimaksud dengan cacat adalah
hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan kerja tubuh tertentu, baik untuk
sementara ataupun selamanya, kemampuan itu dapat beranekaragam baik
kemampuan yang sangat jelas seperti melihat, mendengar dan lain sebagainya.
24
Fathurohman dan Sutikno. „Strategi Belajar Mengajar‟ (Bandung: PT. Refika Aditama , 2007),
hlm. 61-62 25
Martinis Yamin „Desain Baru Pembelajaran Konstruvistik‟ (Jakarta : Referensi, 2012) hal. 109
23
Pengertian tunanetra atau buta disini memiliki pengertian secara luas,
pengertian tunanetra secara sempit adalah kehilangan sebagian atau seluruh
kemampuan untuk melihat, sedangkan pengertian dalam arti luas adalah
kehilangan penglihatan demikian banyak sehingga tidak dapat dibantu dengan
kacamata biasa.26
2.3.2 Klasifikasi Tunanetra
Apabila dilihat dari jenis penglihatannya, maka tunanetra dapat
diklasifikasikan dalam penglihatan normal, penglihatan lemah (low vision)
dan buta.27
- Penglihatan normal: dapat melihat secara normal tanpa gangguan apapun.
- Penglihatan lemah (low vision): masih dapat melihat tapi dengan bantuan
alat seperti kacamata dan sebagainya
- Buta: tidak bisa melihat sama sekali walaupun dengan alat Bantu seperti
kacamata.
Apabila dilihat dari tajam penglihatannya, dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: 28
26
3 Hermaya, T, „ensiklopedi kesehatan‟ (Jakarta: PT Cipta adi pustaka, 1992), hlm. 93 27
Sidarta Ilyas, „penuntun ilmu penyakit mata‟ (fakultas kedokteran universitas Indonesia, 1993),
hlm. 155. 28
Ibid, hlm.156
24
- Penglihatan normal Penglihatan dinyatakan normal apabila tajam
penglihatan lebih baik 6/10, pada keadaan ini penglihatan mata adalah
normal dan sehat.
- Penglihatan hampir normal Pada keadaan ini tidak menimbulkan masalah
yang gawat, akan tetapi perlu diketahui penyebabnya mungkin suatu
penyakit yang masih bisa diperbaiki.
- Penglihatan lemah atau low vision Penglihatan lemah (low vision)
dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Penglihatan lemah (low vision) sedang Dengan kacamata kuat atau
kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat
2) Penglihatan lemah (low vision) berat Masih mungkin orientasi dan
mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada lalu lintas dan
melihat mobil, untuk membaca diperlukan kaca pembesar kuat,
membaca jadi lambat.
3) Penglihatan lemah (low vision) nyata Bertambahnya masalah orientasi
dan mobilisasi. Dengan keadaan ini diperlukan tongkat putih untuk
mengenal lingkungan, hanya minat yang kuat masih mungkin
membaca dengan kaca pembesar, umumnya memerlukan braile, radio,
pustaka kaset.
25
- Buta
Buta dibedakan menajdi dua macam, yaitu:
1) Hampir buta Pada keadaan ini penglihatan kurang dari empat kaki
untuk menghitung jari, penglihatan tidak bermanfaat kecuali pada
keadaan tertentu harus mempergunakan alat nonvisual.
2) Buta total Pada keadaan ini tidak mengenal rangsangan sinar sama
sekali, seluruhnya tergantung pada alat indra lainnya.29
2.3.3 Sebab Tunanetra
Low vision dan buta adalah buta yang tidak reversible keduanya tidak
dapat diperbaiki secara medis, keadaan ini terjadi bila terdapat kerusakan pada
selaput jala mata ataupun saraf penglihatan. Berikut adalah penyebab
seseorang bisa mengalami tunanetra :
- Buta sejak lahir diakibatkan glaucoma dan diabetes mellitus
- Galukoma dapat diturunkan atau merupakan penyulit
- Diabetes mellitus merupakan penyakit usia lanjut Diakibatkan cidera mata
Sebab-sebab lemah penglihatan (low vision)
- Cacat bawaan
29
Sidarta Ilyas, „penuntun ilmu penyakit mata‟ (fakultas kedokteran universitas Indonesia, 1993),
hlm.157
26
- Penyakit yang diturunkan
- Kecelakaan atau ruda paksa
- Diabetes
- Glaucoma
- Dan berhubungan dengan usia lanjut.30
2.3.4 Tenis Meja Tunanetra
Olahraga tenis meja bukan hanya milik mereka yang bisa melihat.
Tunanetra pun bermain tenis meja. Jenis olahraga ini juga dipertandingkan
di turnamen-turnamen olahraga untuk para penyandang disabilitas. Olahraga
tenis meja biasanya diajarkan di sekolah-sekolah luar biasa serta pusat-pusat
rehabilitasi untuk tunanetra. Seperti halnya permainan tenis meja pada
umumnya, tenis meja tunanetra juga dimainkan oleh laki-laki ataupun
perempuan, baik single maupun double. Namun, peralatan yang digunakan
tunanetra sedikit berbeda dari tenis meja yang dimainkan orang yang tidak
tunanetra.
Ukuran bola tenis meja untuk tunanetra sama dengan bola tenis meja
pada umumnya. Perbedaannya, bola tenis meja tunanetra dilengkapi dengan
30
Sidarta Ilyas, „penuntun ilmu penyakit mata‟ (fakultas kedokteran universitas Indonesia, 1993),,
hlm.158
27
gotri, yaitu biji-bijian sebesar kacang hijau dari logam, yang dimasukkan ke
dalam bola. Fungsi biji-biji logam ini adalah sebagai sumber bunyi.
Saat bola dipukul atau menggelinding, biji-biji logam akan saling
beradu dan menimbulkan bunyi. Bunyi ini membuat tunanetra yang bermain
tenis meja mengetahui arah bola bergerak. Biji-biji logam itu membuat bola
tenis meja tunanetra menjadi lebih berat dibandingkan bola tenis meja biasa.
Meja tenis untuk tunanetra juga berbeda. Sepanjang sisi meja
dilengkapi jalur seperti parit kecil berpermukaan landai selebar kurang lebih
5 cm dengan kedalaman setengah besar bola. Parit kecil ini berfungsi
sebagai tempat jatuh bola. Dengan demikian, ukuran meja untuk tunanetra
lebih lebar dibanding tenis meja biasa. Namun, ukuran areal meja sebagai
bidang bermain pada dasarnya sama.
Di dalam parit tadi, baik sisi kanan maupun kiri, terdapat garis batas
bola masuk yang berarti menambah poin angka atau bola keluar atau bola
mati yang berarti tidak menambah poin. Pada parit yang berada di hadapan
pemain terdapat “garis ganda”, yaitu garis yang memisahkan posisi pemain
ganda. Kedua garis tersebut dibuat dalam bentuk timbul, sehingga dapat
diraba tunanetra yang sedang bermain.
Peletakan net pada tenis meja tunanetra juga sedikit berbeda. Net
dipasang dengan posisi lebih tinggi, kurang lebih berjarak 4 cm di atas meja.
Fungsi ruang yang lebih tinggi ini sebagai jalan bergulirnya bola dari satu
28
sisi meja ke sisi lainnya. Dalam pertandingan, ketinggian net selalu dicek
agar tidak mengganggu permainan atau merugikan pemain.
Perbedaan-perbedaan tersebut membuat strategi atau taktik-taktik
untuk mengecoh lawan atau memenangi permainan dalam tenis meja
tunanetra juga berbeda. Antara lain, saat giliran memukul bola, memelintir
bola sedemikian rupa, dengan cara memukul datar sambil menggeserkan
tangan ke kanan atau ke kiri. Dengan pelintiran seperti ini, bola yang berisi
butir-butir logam menjadi tidak bersuara terlalu nyaring atau bahkan tidak
bersuara sama sekali, sehingga lawan tidak dapat mendengar dengan baik
dan terkecoh.
Tentu saja strategi ini hanya dapat dilakukan oleh pemain yang sudah
piawai dan berpengalaman. Jika tidak, salah-salah malah bola keluar arena
atau terpelanting, dan mati. Pilihan jenis olahraga bagi tunanetra memang
tidak banyak. Di antara pilihan yang sedikit itu, tenis meja adalah salah satu
olahraga yang cukup digemari tunanetra.
Perbedaan lain permainan tenis meja tunanetra adalah cara memukul
bola. Dalam permainan tenis meja tunanetra bola tidak dipukul memantul,
tetapi dipukul mendatar ke arah lawan. Bola akan menggelinding, bergerak
di atas meja ke arah lawan, melewati bawah net.
Tunanetra harus mengandalkan pendengaran, mendengar suara bola,
mengikuti ke mana arah bola bergerak, lalu memukul balik bola ke arah
lawan. Jika bola yang dipukul masuk ke dalam parit di sisi kanan atau kiri
29
meja sebelum garis batas bola, berarti out atau bola keluar. Jika bola masuk
ke parit setelah garis batas atau masuk ke parit yang terletak di hadapan
lawan, berarti in atau bola masuk.
Sering terjadi, jika pemain memukul bola terlalu keras, saat melakukan
smash misalnya, bola keluar melewati parit hingga jatuh ke lantai.
Gangguan suara menjadi tantangan tersendiri dalam pertandingan tenis meja
tunanetra. Tak jarang, sorak-sorai penonton menenggelamkan suara bola,
sehingga tunanetra tidak dapat mengikuti dengan baik arah bola
menggelinding. Karena itu, sebelum pertandingan tenis meja tunanetra
dimulai, wasit mengingatkan agar penonton menjaga ketenangan atau tidak
bersorak terlalu gaduh, agar tidak mengganggu pendengaran atlet yang
sedang bertanding.
Sorak-sorai ini sering digunakan pendukung atau suporter sebagai
strategi untuk mengganggu atau mengintimidasi lawan pemain yang mereka
dukung. Dalam kondisi seperti ini, wasit berhak memperingatkan atau
menegur para suporter.31
2.4 National Paralympic Indonesia
Atas saran Prof. Dr. Soeharso, pendiri Rehabilitasi Cacat yang kini
berganti nama menjadi Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa, Pada
tanggal 31 Oktober 1962, Pairan Manurung mendirikan sebuah organisasi
bernama Yayasan Pembina Olahraga Cacat (YPAC) di Surakarta, Jawa
31
„Tunanetra Juga Main Tenis Meja‟ http://majalahdiffa.com diakses pada : 16 April 2014
30
Tengah, Indonesia. Dalam perkembangannya yayasan ini berhasil membina
beberapa atlit penyandang disabilitas di masanya.
Pada Muyawarah Olahraga Nasional yang diselenggarakan di
Yogyakarta pada tanggal 31 Oktober - 1 November 1993, beberapa orang
menyarankan mengganti nama YPAC menjadi Badan Pembina Olahraga
Cacat (BPOC). Maka sejak tanggal 31 Oktober 1993 itulah nama BPOC
digunakan dengan tujuan supaya organisasi ini nantinya bisa mendapatkan
bantuan dana dari pemerintah.
Berdasarkan keputusan yang dibuat pada International Paralympic
Committee (IPC) General Assembly pada 18 November 2005, yang
mewajibkan para anggotanya untuk memakai kata 'paralympic' untuk gerakan
dan kegiatan yang berkaitan dengan olahraga penyandang disabilitas, maka
BPOC yang kala itu sudah menjadi anggotanya pun kemudian berganti nama
menjadi National Paralympic Committee of Indonesia (NPC). Hingga kini
nama itulah yang digunakan sebagai nama resmi organisasi dan telah diakui
legalitasnya oleh IPC dan Pemerintah Republik Indonesia sebagai induk
organisasi pembinaan olahraga untuk penyandang disabilitas di Indonesia.
Hingga saat ini NPC Indonesia telah resmi menjadi anggota dari
beberapa organisasi olahraga penyandang disabilitas baik di tingkat regional
maupun international seperti misalnya, IPC, Asian Paralympic Committee,
Asean Para Sport Federation. National Paralympic Committee of Indonesia
senantiasa berjuang untuk membina atlet-atlet penyandang disabilitas
31
Indonesia hingga kini telah banyak prestasi yang diraih dalam berbagai
kompetisi baik di tingkat regional maupun internasional.32
2.5 Teori Identifikasi Kenneth Burke
Kenneth Burke adalah ahli teori simbol yang terbesar. Ia menulis hampir
selama lebih 50 tahun dan teorinya adalah salah satu dari teori-teori symbol
yang paling komprehensif. Dalam penelitian teori komunikasi dimulai dengan
konsep tindakan. Kemudian, akan beralih ke ide inti dari symbol, bahasa, dan
komunikasi.
Burke menyetujui bahwa bahasa berfungsi sebagai kendaraan untuk
tindakan. Karena kebutuhan sosial membutuhkan orang untuk bekerja sama
dengan tindakannya, sehingga bahasa membentuk perilaku. Bahasa, seperti
halnya pandangan Burke, selalu bermuatan emosional. Tidak ada kata yang
dapat menjadi netral. Sebagai akibatnya, perilaku, penilaian, dan perasaan.
Bahasa bersifat selektif dan abstrak serta focus pada aspek realitas tertentu
dalam kekuasaan aspek lainnya.
Ketika dua orang tunanetra sedang melakukan aktivitas yang santai ,
mereka berkomunikasi satu sama lain dengan bebas dan cara yang mudah
karena mereka berbagi makna bahasa yang sedang digunakan. Dalam istilah
Burke, mereka sedang mengalami kesamaan (consubstantiality). Sebaliknya,
jika seorang tunanetra berhubungan dengan orang lain yang bukan tunanetra,
32
Sejarah NPC Indonesia http://www.npcindonesia.org/ diakses pada : 20 April 2014
32
misalnya dengan penjual makanan di restoran kecil, mungkin mereka akan
frustasi karena makna yang kurang menyatu.
Kesamaan adalah satu cara identifikasi yang tercipta di antara manusia.
Dalam metode yang berputar, sebagaimana identifikasi meningkat, penyatuan
makna meningkat, sehingga akan meningkatkan pemahaman. Dengan
demikian, identifikasi dapat berarti ajakan dan penyampaian yang efektif atau
menjadi akhir dari komunikasi itu sendiri. Identifikasi dapat disadari atau
tidak disadari, direncanakan atau tidak direncanakan.
Identifikasi bukan sebuah/maupun kejadian, tetapi menyangkut dengan
derajat. Beberapa kesamaan akan selalu ada hanya dengan kemanusiaan yang
terbagi secara nyata diantara dua orang. Identifikasi bisa besar atau kecil serta
bisa meningkat atau menurun oleh tindakan pelaku komunikasi.33
2.4 Kerangka Berfikir
Dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan bagaimana penyatuan
makna sebagai latar belakang masalah. Perbedaan fisik antara pelatih dan
atlet tenis meja tunanetra menimbulkan dua hambatan; pertama, pelatih
mengandalkan komunikasi verbal dalam memberikan instruksi saat proses
latihan tenis meja tunanetra. Kedua, instruksi atau pesan yang disampaikan
33
Stephen W.LittleJohn & Karen A.Foss „Teori Komunikasi‟, (Jakarta : Salemba Humanika,
2011) hlm. 167-168.
33
saat proses latihan harus benar-benar detail agar atlet tenis meja tunanetra
paham dengan instruksi yang disampaikan.
Sebelum proses latihan pelatih terlebih dulu mengidentifikasi atlet dari
segi karakter, kemampuan teknis, dan kemampuan nalar dalam menerima
instruksi. Hal tersebut dilakukan untuk membangun sebuah proses komunikasi
yang efektif dalam pelatihan tenis meja tunanetra.
Teori identifikasi Kenneth Burke mengkategorikan identifikasi kepada
tiga bagian, yaitu; Identifikasi materi, identifikasi idealistis, dan identifikasi
formal. Dengan demikian, identifikasi dapat berarti ajakan dan penyampaian
yang efektif atau menjadi akhir dari komunikasi itu.34
Dari itu semua diketahui cara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra
menerapkan komunikasi instruksional dalam proses latihan dengan tiga
identifikasi yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu proses komunikasi
instruksional, metode komunikasi instruksional, dan komunikasi verbal
komunikasi instruksional pelatih dan atlet tenis meja tunanetra.
34
Stephen W.LittleJohn & Karen A.Foss „Teori Komunikasi‟, (Jakarta : Salemba Humanika,
2011) hlm.168
34
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Perbedaan Fisik
Pelatih Atlet
Teori Identifikasi
Komunikasi Instruksional
Pelatih dan Atlet Tenis Meja
Tunanetra
Proses
Komunikasi
Metode Komunikasi
Verbal
Komunikasi
35
2.3 Penelitian Sebelumnya
Melalui penelitian sebelumnya, penulis bisa mengetahui apa perbedaan
ini dengan perbedaan peneliti terdahulu. Ada tiga penelitian yang dianggap
memiliki kemiripan kasus dengan yang dibahas dalam penelitian ini. Berikut
tiga penelitian yang penulis dapatkan dari e-library.
Nama
Peneliti
Trimukti
Oktaviasari
Liena Kusuma
Ningrum
Desianti
Yuanita
Judul
Penelitian
Pola komunikasi
interpersonal di
national
paralympic
committee
surakarta (studi
deskriptif
kualitatif pola
komunikasi
interpersonal
antara pelatih
dan atlet difabel
di organisasi
national
paralympic
committee
surakarta)
strategi
komunikasi
instruksional di
sma tarakanita
magelang
Hubungan
Antara
Komunikasi
Instruksional
dengan Prestasi
Belajar Siswa
Tahun
Penelitian
2013 2011 2012
Tujuan
Penelitian
untuk
mengetahui pola
komunikasi
interpersonal di
NPC Surakarta,
mengetahui
bagaimana forum
komunikasinya,
metode yang
Untuk
mengetahui
strategi
komunikasi
instruksional di
sma tarakanita
Magelang
Untuk
mengetahui ada
atau tidaknya
hubungan
kredibelitas
guru, materi,
pelajaran,
metode
instruksional,
36
digunakan, aliran
komunikasi yang
terjadi, isi pesan
yang
disampaikan, dan
hambatan
komunikasi yang
terjadi.
media
instruksional,
dan lingkungan
belajar dengan
prestasi belajar
anak
Metode
Penelitian
Kualitatif Kualitatif Kuantitatif
Kesimpul
an
Penelitian
pola komunikasi
interpersonal
antara pelatih
dengan atlet
NPC Surakarta
dibagi menjadi
dua, yaitu pada
saat latihan
(formal) dan
diluar jam
latihan
(informal).
karakteristik
guru, siswa dan
hubungan
antara guru dan
siswa terjalin
dengan baik
sehingga
mempunyai
peran positif
dalam
berhasilnya
proses
instruksional.
Terdapat
hubungan
kredibilitas guru
ddengan
prestasi belajar
siswa,
hubungan
antara metode
pengajaran
dengan prestasi
belajar siswa,
antara media
pengajaran
dengan prestasi
belajar siswa
Sumber
Penelitian
Perpustakaan
Pusat UNS
Perpustakaan
Pusat Atma Jaya
Yogyakarta
Perpustakaan
Pusat UNPAD
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan peneliti adalah menggunakan pendekatan
kualitatif. Lexy J. Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain lain,
secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata –kata dan bahasa.35
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang cenderung bersifat
analitis dengan memaparkan situasi atau peristiwa, peneliti tidak hanya
menggambarkan atau menjelaskan masalah-masalah yang diteliti sesuai dengan
fakta, tetapi juga didukung oleh pertanyaan-pertanyaan dengan melakukan
wawancara dengan pihak yang memiliki kaitan dengan objek penelitian yang
kemudian datanya dikumpulkan, disusun, dijelaskan kemudian dianalisa, disertai
dengan pemecahan masalah atau solusi sesuai dengan masalah yang diteliti.
Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Tujuan penggunaan
metode ini adalah untuk melukiskan secara sistematis mengenai fakta dan karakter
populasi secara faktual dan cermat.36
35 Lexy J Moleong, „Metodologi Penelitian Kualitatif.‟ (Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2007).
Hal.6 36
Rachmat Kriyantono, S.Sos., M.Si. Teknik Praktisi Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006),
hal.67
37
38
3.2 Paradigma Penelitian
Paradigma adalah suatu kerangka konseptual (conceptual frame work),
suatu perangkat asumsi, nilai, atau gagasan yang menmpengaruhi persepsi, dan
pada gilirannya mempengaruhi cara bertindak dalam suatu situasi. Paradigma
suatu pandangan dunia dalam memandang segala sesuatu, paradigma
mempengaruhi pandangan mengenai fenomena.37
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivistis, penulis
mempresentasikan teks berdasarkan kerangka dan pemahaman tertentu. Penulis
menyajikan realitas-realitas sosial yang telah dikonstruksi, generalisasi-
generalisasi lokal, pusat-pusat intrepretif, khasanah pengetahuan,
intersubyektivitas, pemahaman-pemahaman praktis, dan pembicaraan tak
umum.38
Aliran konstruktivistis menerapkan metode hermeneutics yaitu interpretasi
makna dan dialectic yang berarti komunikasi dua arah dalam mencapai kebenaran,
metode pertama dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi
pendapat dari orang-perorang, sedangkan metode kedua mencoba untuk
membandingkan dan menyilangkan pendapat dari orang-orang yang diperoleh
melalui metode pertama untuk mendapatkan konsesus kebenaran dan disepakati
bersama. Dengan demikian, hasil akhir dari suatau kebenaran merupakan
37
Deddy Mulyana. „Metodologi Penelitian Kualitatif‟ (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal.
16. 38
Septiawan Santana, „Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif‟ (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2007), hal. 32-33.
39
perpaduan pendapat yang bersifat relative, subjektif, dan spesifik mengenai hal-
hal tertentu.39
Penulis ingin menyajikan data secara jelas seperti apa yang disampaikan
informan dalam penelitian ini. Pelatih tenis meja tunanetra yang bekerja sama
dengan atletnya, mengenalkan dunianya kepada penulis secara mendalam
kemudian penulis akan menganalisis dan menyajikan data tentang bagaimana
komunikasi instruksional pelatih dan atlet tenis meja tunanetra tersebut bisa
diterapkan.
3.3 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Untuk memperoleh data yang
dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa teknik,
cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis
penelitian kualitatif, salah satunya yaitu:
1) Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui pembuatan daftar
pertanyaan yang nantinya diajukan secara lisan terhadap narasumber. Wawancara
menurut Moleong adalah percakapan dengan maksud tertentu.40
39
Agus Salim „Teori dan Paradigma Penelitian Sosial‟ (Yogya: PT Tiara Wacana Yogya, 2001),
hal.42-43.
40
Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to
face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data
yang dibutuhkan. Sesuai dengan jenisnya, peneliti memakai jenis wawancara
mendalam (depth interview) seperti yang dijelaskan dalam buku Teknik Riset
Komunikasi oleh Rachmat Kriyantono.41
Sebelum melakukan wawancara peneliti
menghubungi para informan untuk diminta melakukan proses wawancara sebagai
informan dalam penelitian ini.
Pada wawancara mendalam ini penulis terlebih dahulu menyiapkan
sejumlah pertanyaan yang ditulis dalam pedoman wawancara. Dalam melakukan
wawancara dengan informan, penulis merekam melalui perekam suara dari
handphone, lalu menulis ulang semua yang informan ucapkan secara garis besar
2) Observasi
Dikemukakan Nasution teknik observasi dapat menjelaskan secara luas
dan rinci tentang masalah-masalah yang dihadapi karena data observasi
berupa deskripsi yang faktual, cermat dan terinci mengenai keadaan lapangan,
kegiatan manusia dan sistem sosial, serta konteks tempat kegiatan itu terjadi.
Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik pengamatan atau observasi
agar bisa mengamati atlet dan pelatih tenis meja tunanetra secara langsung,
melalui pencitraan lapangan.42
Ketika teknik komunikasi lainnya tidak
dimungkiknkan, pengamatan dapat mengamati perilaku objek penelitian ini, yaitu
40
Ibid. Hal 186 41
Rahmat Kriyantono. 2006. Tekhnik Riset Komunikasi, Yogyakarta : Prenada Media Group hal
98 42
Mahi M. Hikmat, ‟Teknik dan Ilmu Pengetahuan : Statistik dan Penelitian‟ (Yogyakarta : Graha
Ilmu, 2011) hal 73
41
pelatih dan atlet tenis meja tunanetra, dan pengamatan atau observasi juga
mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian,
perilaku tak sadar, dan kebiasaan.43
Pada observasi ini penulis terlebih dahulu menyiapkan sejumlah
pertanyaan yang ditulis dalam pedoman observasi. Dalam melakukan observasi
dengan informan, penulis merekam dengan handphone dan melihat secara
langsung kegiatan dan perilaku yang berhubungan dengan penelitian ini. Berikut
hal yang akan di observasi oleh peneliti guna memaksimalkan penelitian :
- Mengobservasi bagaimana proses komunikasi instruksional bisa berjalan,
dan bentuk proses komunikasi instruksional antara pelatih dan atlet tenis
meja tunanetra
- Mengobservasi metode yang digunakan oleh pelatih tenis meja tunanetra
guna menyampaikan instruksi-instruksi dalam proses pelatihan.
- Mengobservasi mengenai bahasa yang disepakati oleh pelatih dan atlet tenis
meja tunanetra dalam proses latihan tenis meja tunanetra.
Dengan demikian, secara metodologis teknik ini dapat memanfaatkan
kemampuan dan peran peneliti secara optimal dalam mengamati berbagai
peristiwa dan situasi yang dapat memberikan gambaran secara visual mengenai
kegiatan komunikasi instruksional antara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra
dilakukan dengan cara mengamati apa yang pelatih dan atlet lakukan, terutama
saat melakukan komunikasi instruksional. Penulis kemudian mencatat hal-hal
penting yang sesuai dengan penelitian.
43
Lexy J. Moloeng, ‟Metodologi Penelitian Kualitatif‟ (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006),
hal.174.
42
3.4 Teknik Sampling
Dalam menentukan informan, penulis menggunakan teknik purposive
sampling. Teknik purposive sampling adalah jumlah sampel yang digunakan
tetap.44
. Jumlah sampel yang digunakan oleh peneliti adalah tetap dan memenuhi
kriteria-kriteria sebagai sumber data.
Berikut key informan dalam penelitian ini :
1. Yulianto, yaitu pelatih tenis meja tunanetra Kota Bekasi
2. Yanto Sugiharto, yaitu atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi
Berikut informan tambahan dalam penelitian ini adalah :
1. Toni Budi Santoso, yaitu atlet tenis meja tuanetra Kota Bekasi
2. Sarah Wijaya, yaitu atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi
3. Iis Wulandari, yaitu atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi
Key informan dalam penelitian ini adalah satu orang pelatih dan satu orang atlet
tenis meja tunanetra, sedangkan informan tambahan diambil dari tiga atlet tenis
meja tunaetra Kota Bekasi.
Pada penelitian ini yang akan digunakan sebagai informan adalah para
tunanetra yang memiliki kaitan dengan tenis meja tunanetra yang dijadikan
sebagai objek penelitian. Adapun syarat dan ketentuan informan yang akan diikut
sertakan dalam penelitian ini adalah :
44
Sugiyono. „Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D‟, ( Bandung: CV. Alfabeta,
2009). hal 219
43
Key Informan :
1. Tergabung dalam National Paralympic Kota Bekasi
2. Telah berkecimpung minimal 5 tahun dalam Tenis Meja Tunanetra
3. Mempunyai Prestasi dibidang Tenis Meja Tunanetra
Informan tambahan :
1. Memahami tenis meja tunanetra
2. Berpartisipasi dalam kegiatan tenis meja tunanetra
3.5 Analisis Data
Bogdan menyatakan, analisis data adalah proses mencari data dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawncara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari,
dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.45
Adapun
penjabaran tentang analisis data, sebagai berikut :
- Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih
45
Sugiyono „Penelitian kuantitatif, Kualitatif, dan R&D‟ (Bandung : Alfabeta, 2008) hal, 244.
44
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, kemudian dicari
tema dan polanya
- Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
- Conclusion Drawing/Verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan
dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten
saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.46
3.6 Uji Validitas Data
Dalam metode kualitatif, hasil temuan atau data yang diperoleh peneliti
dapat dinyatakan valid apabila hasil temuan atau data yang diperoleh sesuai
dengan temuan atau data yang sebenarnya terjadi pada objek yang diteliti.
46
Sugiyono „Penelitian kuantitatif, Kualitatif, dan R&D‟ (Bandung : Alfabeta, 2008) hal, 247-252
45
Demikian juga dengan penelitian mengenai komunikasi instruksional yang yang
peneliti lakukan ini. Penelitian ini dianggap valid apabila hasil temuan yang
diperoleh peneliti sesuai atau sama dengan yang sebenarnya terjadi pada objek
penelitian. Untuk itu diperlukan uji validitas data.
Salah satu metode yang digunakan untuk menguji validitas data adalah
dengan analisis triangulasi, yaitu menganalisis jawaban subjek dengan meneliti
kebenaran dengan data empiris yang tersedia.
Menurut Dwidjowinoto ada beberapa macam triangulasi dalam setiap
penelitian, seperti yang dikutip oleh Rachmat Kriyantono, yaitu: triangulasi
sumber, triangulasi waktu, triangulasi teori, triangulasi periset, dan triangulasi
metode. Dari beberapa triangulasi, peneliti menggunakan triangulasi sumber.
Triangulasi sumber yaitu membandingkan atau mengecek ulang derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda. 47
3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian
3.7.1.Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, Kementerian
Sosial Republik Indonesia, unit pelaksanaan teknis, Bulak Kapal Kota
Bekasi, Jawa Barat.
47 Rachat Kriyantono „Teknik Praktis Riset Komunikasi‟ (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2006) hal, 71.
46
3.7.2.WaktuPenelitian
Waktu penelitian ini akan dilaksanakan sesuai dengan gambaran table
di bawah ini:
Tabel 2
Waktu dan Rincian dalam Proses Penelitian
No. Jenis Kegiatan Januari Februari Juni Juli Agustus September
1.
Pra Observasi
Penyusunan
Bab I, Bab II,
Bab III
2. Riset
3.
Penyusunan,
Penganalisisan
data, dan
penyelesaian
Bab IV, dan
Bab V
47
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Peneltian
National Paralympic Committee atau yang biasa disingkat NPC,
merupakan induk organisasi Pembina olahraga penyandang disabilitas di
Indonesia. Organisasi ini bernaung di bawah Komite Olahraga Nasional Indonesia
(KONI) dan kepengurusannya tersebar di seluruh daerah, salah satunya NPC
cabang Kota Bekasi. NPC berfungsi untuk mengatur kegiatan pembinaan, dan
pelatihan olahraga cacat, serta mengusahakan peningkatan prestasi dan
kesejahteraan atlet. Selain itu, NPC juga bertujuan untuk membentuk watak
kepribadian penyandang cacat Indonesia dan membentuk kebugaran fisik serta
mental agar sehat dan kuat melalui olahraga. Cabang olahraga yang biasanya
diperlombakan yaitu atletik, catur, bulu tangkis, tenis lapangan, bola basket, sepak
bola, futsal, goalball dan tenis meja.
Pada dasarnya, pelatih dan atlet tenis meja tunanetra mengiginkan
pemahaman di antara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra yang sama. Salah satu
jalan untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui komunikasi. Komunikasi
mempunyai peran yang besar sebgai salah satu cara untuk menerapkan instruksi,
agar prestasi bisa tercapai.
Kesamaan pemahaman komunikasi adalah hal yang dituju dengan cara
identifikasi yang tercipta di antara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra.
Sebagaimana identifikasi meningkat, penyatuan makna meningkat, sehingga akan
78
48
meningkatkan pemahaman. Dengan demikian, identifikasi dapat berarti
penyampaian yang efektif atau menjadi akhir dari komunikasi.48
Namun demikian, tidak semua bentuk komunikasi bisa mewujudkan
keinginan dan harapan. Salah satu cara terbaik dalam mewujudkan prestasi adalah
menerapkan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif kerap
didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi pengertian anatara komunikator dan
komunikan, menimbulkan kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan perilaku,
dan perubahan perilaku.49
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
komunikasi yang efektif akan membuat pesan yang ingin disampaikan
komunikator dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Jika dikaitkan dengan
penelitian ini maka pesan yang ingin disampaikan pelatih atau atlet tenis meja
tunanetra bisa sampai dengan baik kepada komunikan dan memberikan pengaruh
atau respon terhadap pesan yang disampaikan.
Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu
wawancara dan observasi yang dilakukan dari bulan Juni sampai September.
Adapun data-data yang dicari dalam penelitian ini adalah data yang dapat
menjawab identifikasi masalah penelitian yang telah dijabarkan pada bab 1, yaitu
bagaimana proses komunikasi antara pelatih dengan atlet tenis meja tuanetra,
bagaimana metode komunikasi instruksional pelatih tenis meja tunanetra dalam
proses latihan, dan bagaimana komunikasi verbal atlet tenis meja tunanetra.
48
Stephen W.Little John & Karen A.Foss, op. cit, hlm 168 49
Rachmat Kriyantono, op. cit, hlm 4
49
Penulis melakukan penelitian ini dengan wawancara dan observasi
ditempat yang telah disepatakati oleh informan. Penulis melakukan kegiatan
wawancara dengan menggunakan alat tulis dan rekaman. Data-data yang
diperoleh peneliti dari hasil wawancara dan observasi di kategorisasikan sesuai
dengan identifikasi masalah. Kemudian, data tersebut dijabarkan dengan jelas
sehingga dapat ditarik kesimpulan. Berikut informan yang berkaitan dengan
penelitian.
4.2 Informan
4.2.1 Yulianto
Yulianto adalah pelatih tenis meja tunanetra Kota Bekasi pada kejuaraan
Pekan Olahraga Daerah (PORDA) Jawa Barat yang akan berlangsung pada bulan
November 2014 di Kabupaten Bekasi. Selain menjadi pelatih tenis meja tunanetra,
Yulianto adalah Pegawai Negeri Sipil sebagai pekerja sosial yang bertugas
sebagai motivator tunanetra, fasilitator tunanetra, memberikan pelayanan
rehabilitasi sosial bagi anak penyandang tunanetra, mengajar dalam bidang
orientasi mobilitas (OM) untuk anak tunanetra yang duduk di bangku SD dan
SMP, dan mengajar pendidikan jasmani kesehatan SD dan SMP Tan Miyat Kota
Bekasi.
Yulianto juga aktif dalam berbagai kegiatan pelatihan tentang seluruh
olahraga tunanetra , seperti mengikuti diklat Orientasi Mobilitas tingkat mahir
yang diadakan oleh diknas utnuk melatih dasar-dasar olahraga tunanetra.
50
4.2.2 Yanto Sugiharto
Sudah sepuluh tahun Yanto Sugiharto bermain tenis meja tunanetra. Pria
yang lahir di Bandung pada 10 Oktober tahun 1987, Pada tahun 2010 pernah
mendapatkan Juara 1 Pekan Olahraga Daerah (PORDA) Jawa Barat, dua tahun
setelah itu yaitu pada tahun 2012 Yanto Sugiharto berhasil mendapatkan Juara 1
Pekan Paralimpiade Nasional (PEPARNAS) Pekan Baru Riau.
4.2.3 Toni Budi Santoso
Toni Budi Santoso adalah ketua National Paralympic Committee Kota
Bekasi saat ini. Selain menjabat menjadi ketua National Paralympic Committee
Kota Bekasi, Toni juga merangkap menjadi atlet tenis meja tunanetra Kota
Bekasi. Prestasi Toni dibidang tenis meja tunanetra adalah pernah mendapatkan
medali perak diajang Pekan Paralimpiade Nasional ke-XIV yang digelar di Riau
pada tahun 2012.
4.2.4 Sarah Wijaya
Sarah Wijaya atau biasa dipanggil Sarah, merupakan salah satu atlet tenis
meja perempuan di Kota Bekasi. Sarah bermain Tenis Meja sejak SMP.
Sebelumnya Sarah adalah atlet tenis meja tunanetra Kabupaten Tangerang, saat
menjadi atlet Kabupaten Tangerang, Sarah pernah meraih medali emas pada
Pekan Olagrahraga Daerah (PORDA) Provinsi Banten pada tahun 2011. Saat
menjadi atlet tenis meja Kota Bekasi, Sarah pernah mendapatkan medali perunggu
pada ajang Pekan Paralimpiade Nasional (PEPARNAS) ke-XIV yang digelar di
Riau pada tahun 2012.
51
4.2.5 Iis Wulandari
Iis Wulandari memulai karir sebagai atlet tenis meja pada saat Sekolah
Menengah Atas, dimulai dengan mengikuti kejuaraan Pekan Olahraga Pelajar
Cacat Nasional (POPCANAS) di Ragunan Jakarta Selatan tahun 2003, saat itu Iis
Wulandari mendapatkan medali perak.
Setahun setelah itu, tepatnya pada tahun 2004 Iiis wulandari kembali
mendapatkan medali perak di Pekan Olahraga Cacat Nasional (PORCANAS)
Palembang. Empat tahun berikutnya di pekan PORCANAS pada tahun 2008 di
Kalimantan Timur Iis Wulandari mendapatkan medali perunggu. Terakhir medali
yang pernah diraih Iis Wulandari adalah saat Pekan Olahraga Daerah (PORDA)
Jawa Barat pada tahun 2010, saat itu Iis Wulandari mendapatkan medali perak. Iis
Wulandari adalah salah satu dari dua atlet perempuan Kota Bekasi saat ini.
4.3 Analisis Data dan Pembahasan
Dalam tahap ini, penulis akan menjabarkan penelitian dari hasil wawancara
dan observasi dengan informan sesuai dengan identifikasi masalah penelitian.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, ditemukan data bahwa dalam pelaksanaan
kegiatan proses latihan, yang dilakukan oleh pelatih dan atlet tenis meja tunanetra.
Berikut penjabaran proses komunikasi pelatih dan atlet tenis meja tunanetra :
52
4.3.1 Proses Komunikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra
Tabel 4.1
Kategorisasi Proses Komunikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra
Kota Bekasi
Proses
Komunikasi
Pelatih Atlet
Yulianto Yanto Toni Sarah Iis
Tahap Awal
Komunikasi
Sebelum
memulai
latihan,
mengakrabkan
diri dengan
atlet, dengan
mengenalkan
diri lebih
dalam lagi,
agar saat
latihan tidak
canggung
dalam
berkomunikasi.
Agak sulit
karena baru
kenal tapi
makin kesini
makin dekat
dan
komunikasi
lancar – lancar
saja
Tidak perlu
adaptasi
dengan
Pelatih,
karena saya
sudah kenal
sebelumnya.
Sudah
kenal sejak
SMP
dengan Pak
Yulianto,
jadi tidak
merasa ada
masalah
ketika
berkomuni
kasi saat
latihan
Saya sudah
kenal
dengan
Pelatih
(Yulianto)
sejak SMP.
Tidak sulit
untuk
menyesuaik
an diri
dengan
Pelatih
(Yulianto)
Masalah
Komunikasi
Pelatih & Atlet
Perbedaan
fisik. Karena
perbedaan fisik
yang dialami
saya dan para
atlet berbeda,
dimana atlet
tidak bisa
melihat. Hal
Tidak ada
Tidak ada,
karena
Mendengark
an lalu
mempraktek
an
Tidak ada
Tidak sulit,
tidak ada
yang rumit
dalam
komunikasi
dengan
pelatih
53
ini membuat
arahan yang
saya berikan
harus sejelas
mungkin, agar
bisa dimengerti
oleh mereka.
Cara Pelatih &
Atlet
Berkomunikasi
Bicara
langsung untuk
memberikan
motivasi, dan
terkadang
menggunakan
sentuhan untuk
memperjelas
arahan soal
tehnik
Bicara
langsung
Bicara
langsung,
kadang-
kadang
meraba
Bicara
langsung
Bicara
Langsung
Feed back
Memastikan
arahan bisa
dipahami
dengan cara,
sering
menanyakan
kembali sudah
jelas atau
belum .
Tidak sulit
untuk
menerima
arahan dari
pelatih, jadi
saya paham
dengan
instruksi yang
diberikan saat
latihan
instruksi
yang
diberikan
cukup jelas
Kalau ada
arahan
yang
kurang
jelas, cukup
ditanyakan
kembali
Suka
menanyakan
kembali
kalau ada
yang saya
tidak
mengerti
54
Komunikasi instruksional mempunyai fungsi edukatif, atau tepatnya
mengacu pada fungsi edukatif dari fungsi komunikasi secara keseluruhan. Sebagai
fungsi edukasi, komunikasi instruksional bertugas mengelola proses-proses
komunikasi yang secara khusus dirancang oleh pelatih untuk tujuan memberikan
nilai tambah bagi atlet tenis meja tunaetra.50
4.3.1.1 Tahap Awal Komunikasi
Sebelum proses latihan pelatih terlebih dulu mengidentifikasi atlet dari
segi karakter, kemampuan teknis, dan kemampuan nalar dalam menerima
instruksi. Hal tersebut dilakukan untuk membangun sebuah proses komunikasi
yang efektif melalui kesamaan. Kesamaan bisa menimbulkan komunikasi yang
efektif dari pelatih dan atlet tenis meja tunanetra, karena dalam teori identifikasi
kesamaan adalah satu cara identifikasi yang tercipta di antara pelatih dan atlet
tenis meja tunaetra, identifikasi meningkat, penyatuan makna meningkat,
sehingga akan meningkatkan pemahaman.51
Proses komunikasi dapat diartikan sebagai transfer informasi atau pesan-
pesan (message) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima
pesan sebagai komunikan tersebut bertujuan (feed back) untuk mencapai saling
pengertian (mutual understanding) antara kedua belah pihak”.52
Untuk mengidentifikasi hal tersebut, pelatih melakukan tahap awal
komunikasi, karena tahap awal komunikasi itu penting dalam melakukan
komunikasi dengan atlet tenis meja tunanetra. Tahap awal ini dilakukan agar
Pelatih mengenal baik dengan atlet-atlet tenis meja yang didiknya. Yulianto
50 Pawit M. Yusuf, op.cit, hlm.10 51
Stephen W.LittleJohn & Karen A.Foss, op.cit. hal 167 52
Rosady Ruslan, op.cit. hal. 81
55
mengatakan, sebelum memulai latihan ada waktu untuk perkenalan diri dengan
atlet. Hal ini dilakukan agar Yulianto sebagai pelatih tenis meja tunanetra bisa
mengenal karakter atlet yang dibinanya dan pada saat latihan mulai berjalan tidak
kaku karena sudah saling kenal. 53
“Awal proses latihan yaitu pengenalan untuk mengakrabkan diri dengan
atlet, agar saat latihan tidak canggung dalam berkomunikasi. Setelah sudah saling
kenal baru beranjak latihan soal teknik-teknik tenis meja”.
Dalam proses pengenalan diri, para informan tidak langsung membahas
soal teknis latihan, tapi dalam proses ini lebih membahas tentang perbincangan
ringan seperti Saling mengenalkan profil diri masing-masing. Hal ini dilakukan
agar tidak canggung saat memulai latihan tenis meja tunanetra, seperti yang
dikatakan oleh Yulianto Pelatih tenis meja tunanetra.54
“Pelatih harus pandai dan jeli mengenal karakter atlet. Meskipun atlet itu
berprestasi bukan jaminan untuk juara lagi. Saat proses pengenalan diri
adalah awal untuk mengenal karakter para atlet. Saya mencoba
memahami situasi dan kondisi para atlet, dan kemampuan awal yang
telah dimiliki oleh empat atlet tenis meja Kota Bekasi. Hal ini dilakukan
untuk menjalin komunikasi yang baik dengan atlet. Semakin banyak
yang diketahui, semakin besar kemungkinan sesuai dengan harapan.
Dengan begitu, segala sesuatu tentang para atlet tenis meja bisa diketahui
sejak awal, dan proses komunikasi yang dikehendaki bisa berjalan
dengan lancar.”
Empat atlet tenis meja mempunyai proses tahap awal yang berbeda.
Seperti Sarah Wijaya dan Iis Wulandari. Kedua atlet tenis meja tersebut sudah
kenal dengan Yulianto sejak SMP. Sarah dan Iis belajar dasar-dasar tenis meja
53
Hasil Wawancara Yulianto pada tanggal 20 Agustus 2014 54
Hasil Wawancara Yulianto pada tanggal 20 agustus 2014
56
sejak SMP bersama Yulianto, karena itu Yulianto pelatih tenis meja tunanetra
sudah mengenal betul karakter Sarah Wijaya dan Iis Wulandari.
”Saya kenal dengan Sarah Wijaya, Iis Wulandari dari awal mereka tidak
bisa bermain tenis meja, saat mereka SMP. Setelah lulus mereka masuk
NPC, saya sudah tahu karakter mereka masing-masing, dan memang
mereka hobi disitu (tenis meja). jadinya saat ini tinggal dipoles saja dari
segi tekniknya, dari kecepatannya. Untuk menciptakan atlet, yang
penting seorang tunanetra itu tertarik dulu dengan olahraga tenis meja,
setelah senang akan muncul rasa ingin tahu yang besar, tidak ada rasa
bosan dengan apa yang digeluti (tenis meja tunanetra), maka akan jadi
seorang atlet tenis meja seperti Sarah dan Iis”55
Berbeda dengan Yanto Sugiharto. Yanto Sugiharto merasakan canggung
pada awal perkenalan, karena Yanto Sugiharto Yanto Sugiharto baru pada event
Pekan Olahraga Daerah Jawa Barat (PORDA) tahun 2014 ini ditangani oleh
Yulianto : “Agak sulit karena baru kenal tapi makin kesini makin dekat dan
komunikasi lancar – lancar saja”.56
Pada tahap awal komunuikasi pelatih menanyakan tentang alasan bermain
tenis meja tunanetra, hal ini dilakukan agar pelatih bisa mengetahui lebih dalam
tentang karakter para atlet. Yanto Sugiharto menyatakan alasan tentang
ketertarikannya soal tenis meja tunanetra :
“Pada dasarnya saya menyukai tantangan, dan tenis meja tunanetra
mempunyai banyak tantangan untuk memainkannya, Karena tidak mudah untuk
memainkan tenis meja tunanetra walaupun peraturan dan perlatannya sudah
dirancang sedemikian rupa untuk tunanetra” .
Dari situ pelatih mengetahui, bahwa Yanto Sugiharto merupakan orang
yang gigih dalam mempelajari sesuatu. Medali emas pada ajang Pekan
55
Hasil Wawancara Yulianto pada tanggal 20 Agustus 2014 56
Hasil Wawancara Yanto Sugiharto pada tanggal 22 Agustus 2014
57
Paralimpiade Nasional di Riau pada tahun 2012 merupakan bukti dari kegigihan
Yanto Sugiharto dalam bidang tenis meja tunanetra. Seperti yang diungkapkan
oleh Yulianto pelatih tenis meja tunanetra.
“Pada tahap awal pelatihan tenis meja tunanetra, saya menanyakan
tentang alasan mereka suka dengan tenis meja tunanetra. Yanto sugiharto
merupakan orang yang gigih, karena kegigihannya itu Yanto sugiharto
berhasil menjadi atlet yang berprestasi.” 57
Berbeda dengan Yanto Sugiharto, Toni Budi Santoso salah satu atlet tenis
meja tunaetra Kota Bekasi sudah kenal lebih lama dengan Yulianto, karena Toni
adalah ketua NPC Kota Bekasi yang sering bekerja sama dalam berbagai kegiatan
olahraga tunanetra, karena itu Toni tidak perlu beradaptasi dengan pelatih
Yulianto:
“Tidak perlu adaptasi dengan Pelatih, karena saya sudah kenal sebelumnya dan
saya juga sudah sering bekerja sama dengan beliau, jadi saya sudah tidak
canggung lagi dalam proses latihan tenis meja tunanetra”.58
Menurut Sarah Wijaya, tidak ada kesulitan dalam adaptasi atau proses
awal komunikasi dengan Yulianto Pelatih tenis meja tunanetra :
“Sudah kenal sejak SMP dengan Pak Yulianto, jadi tidak merasa ada masalah
ketika berkomunikasi saat latihan”59
Sejalan dengan apa yang dikatakan Sarah Wijaya, bahwa tidak ada
masalah dalam tahap awal komunikasi, Iis Wulandari merasa lancar beradaptasi
dengan Yulianto pelatih tenis meja tunanetra :
57
Hasil Wawancara Yulianto pada tanggal 20 Agustus 2014 58
Hasil Wawancara Toni Budi Santoso pada tanggal 25 Agustus 2014
59
Hasil Wawancara Sarah Wijaya pada tanggal 27 Agustus 2014
58
“Saya sudah kenal dengan Pelatih sejak SMP. Jadi tidak sulit untuk menyesuaikan
diri dengan Pelatih”60
4.3.1.2 Masalah Komunikasi
Tunanetra adalah seseorang yang mengalami hambatan dalam penglihatan
sehingga membatasi kemampuannya dalam beraktifitas dan menerima informasi
dari luar.61
Kekurangan fisik berupa tidak bisa melihat yang dimiliki atlet tenis
meja tunanetra merupakan awal dari masalah komunikasi. Masalah komunikasi
dalam proses latihan tenis meja tunanetra ini menimbulkan masalah dalam
menyamakan symbol yang disepakati.
“Perbedaan fisik. Karena perbedaan fisik yang dialami saya dan para
atlet berbeda, dimana atlet tidak bisa melihat. Hal ini membuat arahan
yang saya berikan harus sejelas mungkin, agar bisa dimengerti oleh
mereka”.62
Karena keterbatasannya yang hanya memaksimalkan indera pendengran
dalam menerima arahan, maka arahan teknik-teknik tenis meja tunanetra yang
semestinya diperagakan dengan audio dan visual seperti, „smash‟ „topspin‟
„backspin‟ „block‟ „pembacaan arah bola‟ „service‟ „forehand‟ „backhand‟
„shakehand grip‟ „penholder grip‟ hanya bisa diinstruksikan melalui audio, maka
ada berbagai simbol yang pelatih dan atlet sepakati untuk saling memahami dalam
instruksi yang diterima oleh atlet.
Dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu pelatih
menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kata, tanda-tanda yang
disengaja untuk menyampaikan informasi atau instruksi yang diharapkan
60
Hasil Wawancara Iis Wulandari pada tanggal 29 Agustus 2014 61
3 Hermaya, T, op.cit. hal. 93 62
Hasil Wawancara Yulianto pada tanggal 20 Agustus 2014
59
mempunyai efek terhadap para atlet. Pesan atau message adalah alat-alat di mana
pelatih mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan.
Pesan yang disampaikan kepada atlet seperti instruksi untuk melakukan
smash . Pelatih tidak memperagakan smash secara visual untuk mencontohkan
bagaiamana smash yang keras dan terarah, dalam hal ini pelatih mengisntruksikan
smash yang tepat dan terarah dengan cara terus menerus mengatakan „arahkan
bola ke sisi kanan searah jarum jam 1 !‟ „pukualan lurus searah jarum jam 12‟
„pukul ke sisi kiri searah jarum jam 11 !‟ sampai pukulan atlet tenis meja dirasa
sudah mencapai kekuatan yang diinginkan oleh pelatih63
. Dengan begitu atlet
akan tergambar dengan jelas arahan yang diinstruksikan oleh pelatih.
4.3.1.3 Cara Pelatih dan Atlet Berkomunikasi
Cara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi Berkomunikasi,
dengan cara verbal, karena para atlet yang menyandang tunanetra tidak bisa melihat,
jadi komunikasi verbal menjadi hal yang utama dalam berkomunikasi. Komunikasi
verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang lazim digunakan untuk
menyampaikan pesan-pesan melalui tulisan maupun lisan. Bentuk komunikasi
ini memiliki struktur yang teratur dan terorganisasi dengan baik. Simbol atau
pesan verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata atau lebih.
Hampir semua rangsangan wicara yang disadari masuk dalam kategori pesan
verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk
63
Hasil Observasi Pada Tanggal 22 Agustus 2014
60
berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai
suatu system kode verbal.64
Dalam teori identifikasi Kenneth Burke, bahasa berfungsi sebagai
kendaraan untuk tindakan dan bahasa membentuk perilaku. Bahasa, seperti halnya
pandangan Burke, selalu bermuatan emosional. Tidak ada kata yang dapat
menjadi netral. Sebagai akibatnya, perilaku, penilaian, dan perasaan. Bahasa
bersifat selektif dan abstrak serta focus pada aspek realitas tertentu dalam
kekuasaan aspek lainnya.65
4.3.1.4 Feed Back
Feedback atau umpan balik merupakan pesan yang telah disampaikan
kepada penerima lalu pesan berbalik kepada sumber. Respons atau umpan balik
dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata
ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut
ataupun menyimpannya.66
Setelah pelatih merumuskan pesan untuk dikirim
kepada penerima pesan yaitu atlet tenis meja tunanetra, pelatih telah membuat
simbol linguistik berupa istilah-istilah yang dirancang agar atlet tenis meja
mengerti dengan apa yang disampaikan oleh atlet terhadap atlet tenis meja.
Untuk memastikan arahan yang diberikan, Yulianto pelatih tenis meja
tunaetra bisa diterima dengan baik atau tidak, Yulianto sering menanyakan
64
Lukiati Komara, op.cit. hal 86 65
Stephen W.LittleJohn & Karen A.Foss, op.cit. hal 167 66
Stephen W.LittleJohn & Karen A.Foss, op.cit. hal.87.
61
kembali dengan pertanyaan “jelas tidak instruksi yang saya berikan ?”
“mengerti?” “sudah paham?”.67
Menurut para atlet tenis meja, arahan-arahan yang diberikan oleh pelatih
cukup jelas, karena arahan-arahan yang diberikan dalam hal teknis tergambar
dengan baik. Seperti yang diungkapkan oleh Yanto Sugiharto :
“Tidak sulit untuk menerima arahan dari pelatih. Arahan-arahan yang
diberikan Pak Yulianto tergambar dengan baik bagi saya yang
tunanetra. Pak Yuli selain lantang, perkataannya juga cukup detil dalam
setiap arahan. Seperti saat ia mengarahkan untuk melakukan pukulan
melintir ( topspin ). “Siap ! Bola ke-3 pukulan melintir, arahkan ke arah
jarum jam 10” jadi saya paham ke aarah mana bola akan saya pukul”.
Toni Budi Santoso sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Yanto
Sugiharto, bahwa arahan-arahan yang diberikan pelatih tenis meja tunanetra
cukup jelas :
“instruksi yang diberikan cukup jelas, saya bisa membayangkan dengan
baik instruksi yang diberikan oleh Pak Yulianto. Misalnya saat Pak
Yulianto menginstruksikan tentang cara bertahan yang baik. Pak
Yulianto sering mengatakan, cara bertahan yang baik adalah dengan
konsentrasi. Cara konsentrasi yang benar adalah dengan memfokuskan
pendengran pada bunyi bola yang bergulir. Kalau konsnetrasi hilang,
maka pendengaran pun akan kacau. Pendengaran adalah pusat pertahan
kami”.68
Jika arahan yang diberikan oleh pelatih kurang jelas Sarah Wijaya dan Iis
Wulandari tidak ragu-ragu untuk menanyakan kembali arahan yang dberikan oleh
pelatih :
“Biasanya bukan kalimat Pak Yulianto yang tidak bisa dimengerti, tapi
kalau suara Pak Yulianto agak kecil biasanya kita suka kurang ngerti.
Kalau ada arahan yang kurang jelas, cukup ditanyakan kembali Suka
menanyakan kembali kalau ada yang saya tidak mengerti.”.
67
Hasil Observasi Pada tanggal 22 Agustus 2014 68
Hasil Wawancara Toni Budi Santoso 22 Agustus 2014
62
4.3.1.5 Gambar Proses Komunikasi Instruksional Pelatih dan Atlet Tenis
Meja Tunanetra Kota Bekasi
Gambar 4.1
Proses Komunikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra Kota Bekasi
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) yaitu Yulianto pelatih
tenis meja tunanetra Kota Bekasi. Lukiati Komala megungkapakan ada lima
langkah dalam proses komunikasi, yaitu :69
Langkah pertama yang dilakukan Yulianto adalah ideation yaitu
penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk
dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan akan
disampaikan. Dalam hal ini Yulianto merancang pesan yang semestinya
69
Lukiati Komala, op.cit hal.86-87
Pelatih Pesan Channel Atlet
Feedback
Encoding
Decoding
63
diperagakan secara visual namun karena keterbatasan yang dimiliki tunanetra
tidak bisa melihat, maka Yulianto hanya bisa menyampaikan arahan hanya
dengan audio.
Langkah kedua, dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu
sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kata, tanda-
tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi yang
diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. Pesan atau message adalah alat-
alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan.
Contoh symbol-simbol yang dibuat Yulianto dalam proses latihan adalah :
- Smash yaitu pukulan keras setelah service pada bola ke-3,
- Topspin adalah teknik pukulan yang membuat bola melintir dengan cara
memiringkan bet dengan melengkungan pergelangan tangan sehingga bola
melintir dan bunyi bola berkurang.
- Block adalah teknik untuk mengembalikan bola smash atau pukulan topspin
- Pembacaan arah bola, adalah cara atlet berkonsentrasi mendengar bunyi bola
yang bergerak, sehingga atlet bisa tahu kemana arah bola bergulir dan bisa
mengembalikan serangan.
- „service‟ adalah pukulan awal, dalam peraturan tenis meja tunanetra, service
tidak boleh kencang.
- Backhand‟ adalah gerakan tangan saat memukul bola. Tangan bagian luar
berada di depan
- Forehand adalah kebalikan dari backhand, yaitu gerakan tangan saat
memukul bola. Tangan bagian dalam berada di depan.
64
- Shakehand grip adalah cara memegang bet. Posisi tangan saat memgang bet
seperti berjabat tangan.
- Smash arah jam 12 , istilah ini digunkan untuk memberikan arahan memukul
bola lurus.
- Smash arah jam 10 pukulan keras yang mengarah pada sudut kiri lawan
- „smash arah jam 2. Pukulan keras yang mengarah pada sudut kanan lawan.70
Semua simbol-simbol tersebut telah disepakatai oleh pelatih dan atlet tenis
meja tunanetra, sehingga ketika pelatih mengisntruksikan salah satu dari simbol
tersebut atlet sudah paham.
Langkah ketiga, dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang
telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan
cara berbicara. Pada langkah ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran,
yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan
adalah komunikasi tatap muka. Yulianto pelatih tenis meja tunanetra berusaha
untuk membebaskan saluran komunikasi dari gangguan atau hambatan, sehingga
pesan dapat sampaikan kepada penerima seperti yang dikehendaki.
Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan, yaitu atlet
tenis meja tunanetra. Pesan yang diterapkan dalam proses latihan tenis meja
bersifat lisan, maka atlet perlu menjadi pendengar yang baik, karena jika atlet
tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, atlet melakukan
encoding, yaitu memberikan penafsiran atau interpretasi terhadap pesan yang
disampaikan. Pemahaman merupakan kunci untuk melakukan encoding dan hanya
70
Hasil Observasi Pada Tanggal 25 & 29 Agustus 2014
65
terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya atlet tenis meja tunanetra yang akan
memnentukan bagaimana suatu pesan dan bagaimana pula memberikan respons
terhadap pesan tersebut. Respon yang disampaikan oleh para atlet adalah dengan
menganggukan kepala jika mengerti, dan juga bila ada arahan tidak jelas atlet
tenismeja tunanetra akan bertanya tentang arahan yang diberikan pelatih.
Langkah kelima, dalam proses komunikasi pelatih dan atlet tenis meja
tunanetra adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber
mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikan kepada penerima.
Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan
sumber dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima
bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya.71
71
Lukiati Komara op,cit hal. 86-87
66
4.3.2 Metode Komunikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra
Tabel 4.2
Kategorisasi Metode Komunikasi yang Digunakan Pelatih dan Atlet Tenis
Meja Tunanetra Kota Bekasi Pada Saat Proses Latihan
Metode Pelatih Atlet
Yulianto Yanto Toni Sarah Iis
Praktikum
Saat latihan
sering
mengingatkan
peraturan tenis
meja seperti,
Service harus
lurus dan pelan,
juga
sebelumnya
harus memberi
kode kepada
lawan dengan
bilang siap?
Lalu lawan
menjawab
“siap” atau “ya”
baru dilakukan
service, jika hal
ini tidak
lakukan maka
pertandingan
tenis meja tidak
akan berjalan,
bahkan kalau
service terlalu
kencang atau
melenceng akan
mendapatkan
Yang dipelajari
dari pelatih,
seperti cara
menyerang,
dan cara
bertahan yang
diajarkan
Pelatih dengan
cara menjadi
lawan tanding
saya. Ada hal
baru yang saya
dapatkan dari
pelatih, seperti
teknik block,
teknik ini dapat
digunakan
untuk
mengembalika
n atau
mengatasi bola
melintir
(topspin). Dan
bola melintir
(topspin) dari
lawan tidak
terlalu lemah,
maka block
Pelatih
memberikan
contoh dengan
cara menjadi
lawan tanding
saat latihan.
Dan juga
pelatih saat
latihan suka
mengingatkan
tentang
peraturan-
peraturan tenis
meja, kadang-
kadang hal kecil
kita suka lupa.
Saat latihan
kalau
melakukan
kesalahan
pasti ditegur
pelatih,
misalnya
kalau
kebanayakan
out suka
diperingati
„pukulannya
harus lurus‟
Melakuka
n latihan
tiga kali
dalam
seminggu
untuk
meningkat
kan
performa.
Dalam
latihan
pelatih
suka
menjadi
lawan
tanding
kita.
Karena
pelatih
mengetah
ui
kelemahan
saya,
maka
pelatih
selalu
mengatasi
nya
67
kerugian.denga
n kehilangan
point
dan juga
menjadi sparing
partner untuk
mengetahui
kelemahan para
atlet. Cara saya
menutupi
kelemahan
mereka dengan
cara
„menghantam
sisi-sisi
kelemahan
mereka‟, misal
kelemahan
terletak pada
sisi kiri, saya
akan terus
menerus smash
keras pada
bagian itu
sampai mereka
bisa mengatasi
kelemahan
mereka.
adalah cara
paling tepat
untuk
mengembalika
n bola tersebut.
dengan
cara
smash
dibagian
kelemahan
saya.
68
Diskusi
Melakukan
diskusi pada
saat evaluasi
untuk
membicarakan
kesulitan-
kesulitan saat
latihan, selain
membicarakan
tentang teknis
saya selalu
memastikan ada
masalah non
teknis atau
tidak. Masalah
non teknis
biasanya
tentang hal
pribadi, hal ini
saya lakukan
untuk
memastikan
keadaan mereka
baik-baik saja
secara mental.
Saat diskusi
pada evaluasi,
selain
membicarakan
teknis juga
pelatih suka
mengingatkan
tentang
peraturan tenis
meja yang
terkadang suka
terlupakan.
Dalam diskusi
ini juga pelatih
menanyakan
tentang
keadaan kami
dalam hal
teknis ataupun
non teknis
seperti
memastikan
saya tidak ada
masalah
dengan urusan
pribadi saya.
Berbicara soal
kekuatan lawan
yang akan
dihadapi, dan
Pak Yulianto
juga suka
menanyakan
kesiapan saya
tentang
turnamen
PORDA
sebagai atlet
tenis meja yang
akan dihadapi,
karena
konsentrasi saya
tidak hanya
pertandingan
tenis meja
tunanetra tapi
saya sebagai
ketua NPC
mengurusi
persiapan
PPORDA
JABAR yang
akan digelar di
bulan
November
secara
keseluruhan, hal
ini sering saya
diskusikan
dengan Pak
Yuli
Pelatih sering
memberi
tahu kriteria
pemain yang
bagus,
kemudian
bicara soal
itu. Selain itu
juga pelatih
sering
menanyakan
keadaan
keluarga
saya.
Membicar
akan
kelemahan
yang
dipunya.
Dan juga
saya suka
ngobrol
tentang
masalah
saya yang
mengakib
atkan pada
kurangnya
konsentras
i saat saya
latihan.
69
Komunikasi sebagai interaksi psikologis antara pelatih dan atlet tenis meja
tunaetra berdampak pada berubahnya pengetahuan, sikap dan keterampilan
dipihak atlet tenis meja tunanetra, pada saat pealtih tenis meja tunanetra
membantu upaya perubahan tersebut dengan metode tertentu, terangkum dalam
komunikasi instruksional.72
Dalam penerapan komunikasi instruksional pada
penelitian ini, pelatih menggunakan metode komunikasi instruksional praktikum
dan diskusi.
4.3.2.1 Praktikum
Penerapan metode praktikum merupakan kegiatan yang berbentuk praktik
dengan mempergunakan alat-alat tertentu, dalam hal ini pelatih melatih
keterampilan atlet dengan praktik dengan penggunaan alat-alat yang telah
diberikan kepada atlet.73
Metode praktikum ini dilakukan setelah tahap pengenalan antara pelatih
dan atlet tenis meja tunanetra, dalam metode praktikum berupa praktik latihan
yang rutin dilakukan di hari senin, rabu, dan jumat dari jam 13.00 WIB sampai
dengan jam 16.00 WIB.
Isi dari metode praktikum adalah arahan-arahan soal teknik tenis meja.
Pelatih tenis meja Yulianto seringkali menjadi sparing partner untuk mengukur
kemampuan atlet sejauh mana, dan untuk mengethaui kelemahan atlet. Menurut
Yulianto, yang membedakan cara melatih tenis meja tunanetra dan tenis meja
biasa salah satu caranya adalah dengan menjadi lawan tanding. Cara ini yang
diandalkan Yulianto dalam melatih pada saat metode praktikum berlangsung.
72
Pawit M. Yusuf, op.cit, hal. 57. 73
Martinis Yamin „Desain Baru Pembelajaran Konstruvistik‟ (Jakarta : Referensi, 2012) hal. 109
70
“Menjadi sparing partner (lawan tanding) untuk mengetahui kelemahan
para atlet. Cara saya menutupi kelemahan mereka dengan cara
„menghantam sisi-sisi kelemahan mereka‟, misal kelemahan terletak pada
sisi kiri, saya akan terus menerus smash keras pada bagian itu sampai
mereka bisa mengatasi kelemahan mereka”.74
Dalam metode praktikum tidak hanya soal strategi menyerang atau
bertahan, namun Yulianto sering mengingatkan peraturan-peraturan tenis meja
tunanetra yang lupa diterapkan, hal ini juga terkadang menjadi kelemahan para
atlet yang harus ditutupi.
“Saat latihan sering mengingatkan peraturan tenis meja seperti, Service
harus lurus dan pelan, juga sebelumnya harus memberi kode kepada
lawan dengan bilang siap? Lalu lawan menjawab “siap” atau “ya” baru
dilakukan service, jika hal ini tidak lakukan maka pertandingan tenis
meja tidak akan berjalan, bahkan kalau service terlalu kencang atau
melenceng akan mendapatkan kerugian.dengan kehilangan point. Maka
dari itu hal dasar ini penting untuk diteraokan pada saat latihan, agar
tidak lupa dengan hal ini”.75
Arahan yang disampaikan dalam proses latihan cukup jelas, karena pelatih
menyampaikan arahan dengan bahasa yang dimengerti oleh para atlet untuk
menambah kemampuan dalam tenis meja tunanetra. Menurut Yanto Sugiharto,
cara melatih pelatih dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan skill dalam
teknik tenis meja tunanetra. Teknik yang menambah pengetahuan Yanto
Sugiharto adalah teknik pukulan topspin dan block.
“Yang dipelajari dari pelatih, seperti cara menyerang, dan cara bertahan
yang diajarkan Pelatih dengan cara menjadi lawan tanding saya. Ada hal
baru yang saya dapatkan dari pelatih, seperti teknik block, teknik ini
dapat digunakan untuk mengembalikan atau mengatasi bola melintir
(topspin). Dan bola melintir (topspin) dari lawan tidak terlalu lemah,
maka block adalah cara paling tepat untuk mengembalikan bola tersebut.
Pelatih memberi pemahaman tentang teknik block dengan mengatakan,
konsentrasi pada bunyi bola, karena hasil pukulan bola melintir suara
74
Hasil wawancara Yulianto pada tanggal 20 Agustus 2014 75
Hasil wawancara Yulianto pada tanggal 20 Agustus 2014
71
kerincing pada bola itu berkurang dan sulit terdengar. Ketika saya sudah
mendengar kemana arah bola, saya akan mengembalikan bola tersebut
dengan pukulan yang tidak keras, karena ketika bola melintir saya pukul
dengan keras itu rentan bola akan melenceng ”.76
Topspin atau pukulan melintir adalah salah satu teknik pukulan dalam
tenis meja tunanetra, pukulan dengan menggesek bola membuat arah bola menjadi
melengkung dan bunyi dari bola berkurang, maka dari itu teknik pukulan melintir
menjadi andalan. Sedangkan block adalah cara bertahan dari pukulan melintir atau
topspin. Block dilakukan dengan cara memukul bola dengan gerakan menstop
bola atau tindakan membendung bola dengan sikap bet tertutup.
Pelatih dan atlet telah menyepakati istilah topspin dan block menjadi salah
satu arahan, jadi ketika pelatih menginstruksikan „block !‟ atau „topspin‟ maka
atlet akan mengerti dengan kedua istilah tersebut.
Di dalam metode praktikum yang dilakukan pada saat proses latihan
dengan cara menjadi lawan tanding juga dirasa efektif oleh Toni Budi Santoso.
Manfaat yang dirasakan oleh Toni Budi Santoso adalah untuk mengukur
kemampuan dirinya dalam bermain tenis meja tunanetra :
“Pelatih memberikan contoh dengan cara menjadi lawan tanding saat latihan. Dan
juga pelatih saat latihan suka mengingatkan tentang peraturan-peraturan tenis
meja, kadang-kadang hal kecil kita suka lupa”.77
Meskipun sudah pada level atlet, dimana sudah tidak belajar lagi tentang
dasar-dasar tenis meja tunanetra dan pelatih hanya memoles kemampuan dari para
atlet namun peran pelatih dirasa sangat dibutuhkan dalam mengawasi kelemahan
76
Hasil wawancara Yanto Sugiharto pada tanggal 22 Agustus 2014 77
Hasil wawancaraToni Budi Santoso pada tanggal 25 Agustus 2014
72
untuk meningkatkan kemampuan atlet tenis meja tunanetra. Hal ini dirasakan oleh
Sarah Wijaya pada saat proses latihan :
“Saat latihan kalau melakuakan kesalahan pasti ditegur pelatih, misalnya kalau
kebanayakan out suka diperingati „pukulannya harus lurus, mengarah searah
jarum 12‟.”78
Pelatih tidak hanya mengisntruksikan „pukulan harus lurus‟ namun
ditamabah dengan instruksi „searah jarum jam 12‟. Dengan mengatakan arah jam
12, atlet tenis meja tunanetra bisa membayangkan dengan jelas arahan yang
diberikan oleh pekatih.
Latihan tiga kali dalam satu minggu dirasa cukup untuk meningkatkan
performa para atlet tenis meja tunanetra dalam meningkatkan skill dan kebugaran
untuk menjaga stamina. Saat proses latihan Iis Wulandari merasakan metode
latihan yang diterapkan pelatih dirasa membantu dirinya untuk meningkatkan
kemampuan dan kebugarannya :
“Melakukan latihan tiga kali dalam seminggu untuk meningkatkan performa.
Dalam latihan pelatih suka menjadi lawan tanding kita. Karena pelatih
mengetahui kelemahan saya, maka pelatih selalu mengatasinya dengan cara smash
dibagian kelemahan saya”.79
Salah satu cara Yulianto sebagai pelatih tenis meja tunanetra untuk
menutupi kelemahan para atlet tenis meja tunaetra dengan menjadi lawan tanding
atlet yang dilatihnya. Saat menjadi lawan tanding, pelatih akan mencari
78
Hasil wawancara Sarah Wijaya pada tanggal 27 Agustus 2014 79
Hasil wawancara Iis Wulandari pada tanggal 29 Agustus 2014
73
kelemahan atlet, ketika sudah terdeteksi kelemahannya ada dimana, maka pelatih
akan menutupi kelemahan tersebut. Iis Wulandari memiliki kelemahan di bagian
kiri, saat menerima smash keras dari lawan di sebelah kirinya seringkali Iis
wulandari tidak bisa mengembalikan smash tersebut. Maka, Yulianto saat menjadi
lawan tanding Iis Wulandari menrima smash di bagian kiri terus menerus hingga
ada peningkatan sampai Iis Wulandari bisa menutupi kelemahannya tersebut.
4.3.2.1 Diskusi
Metode diskusi adalah salah satu cara melatih yang berupaya memecahkan
masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing
mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya. Tujuan penggunaan
metode diskusi ini ialah untuk memotivasi dan memberi stimulasi kepada siswa
agar berfikir dengan renungan yang dalam.80
Sehingga penyajian arahan oleh sang
pelatih mengandung makna bagi seluruh atlet.
Dalam penelitian ini terdapat metode diskusi yang dilakuakn pelatih dan
atlet tenis meja tunanetra, metode ini seringkali digunakan pada saat evaluasi.
Pada evaluasi tidak hanya soal teknik yang dibahas namun soal non teknis berupa
permasalahan pribadi yang mengganggu proses latihan pun dibahas. Menurut
Yulianto hal ini dilakukan untuk memastikan kondisi fisik dan mental para atlet.
”Melakukan diskusi pada saat evaluasi untuk membicarakan kesulitan-
kesulitan saat latihan, selain membicarakan tentang teknis saya selalu
memastikan ada masalah non teknis atau tidak. Masalah non teknis
biasanya tentang hal pribadi, hal ini saya lakukan untuk memastikan
keadaan mereka baik-baik saja secara mental”.81
80
Fathurohman dan Sutikno, op,cit. hal 62 81
Hasil Wawancara Yulianto pada tanggal 20 Agustus 2014
74
Yanto Sugiharto menerangkan apa saja yang menjadi bahan diskusi saat
proses latihan berlangsung. Para atlet sering diingatkan tentang peraturan tenis
meja. Peraturan tenis meja tunanetra kadang-kadang terlupakan, dan akan
menimbulkan kerugian. Selain itu pelatih selalu memastikan tidak ada masalah
pribadi yang dihadapi para atlet, hal ini diungkapkan oleh Yanto Sugiharto.
“Saat diskusi pada evaluasi, selain membicarakan teknis juga pelatih
suka mengingatkan tentang peraturan tenis meja yang terkadang suka
terlupakan. Dalam diskusi ini juga pelatih menanyakan tentang keadaan
kami dalam hal teknis ataupun non teknis seperti memastikan saya tidak
ada masalah dengan urusan pribadi saya”.82
Menurut Sarah Wijaya, pelatih sering mendiskusikan tentang kriteria
pemain yang bagus. Pemain yang bagus itu adalah pemain yang selalu menjaga
performanya dalam setiap pertandingannya, dan juga selalu mendapatkan prestasi
yang lebih pada setiap eventnya, hal itu ditentukan kedisiplinan para atlet dalam
latihan :
“Pelatih sering memberi tahu kriteria pemain yang bagus, kemudian bicara soal
itu. Selain itu juga pelatih sering menanyakan keadaan keluarga saya”.83
Bagi Toni Budi Santoso hal-hal yang dibicarakan dalam diskusi adalah
seputar kekuatan lawan yang akan dihadapi, dan juga pelatih memastikan kondisi
para atlet dengan menanyakan hal non teknis seperti kondisi Toni Budi Santoso
yang konsentrasinya harus terbelah, karena Budi Santoso tidak hanya focus pada
latihan tenis meja, namun Toni Budi Santoso juga mengurusi manajemen untuk
persiapan Pekan Olahraga Daerah (PORDA) yang akan dihadapi pada bulan
82
Hasil Wawancara Yanto Sugiharto pada tanggal 22 Agustus 2014 83
Hasil Wawancara Sarah WIjaya pada tanggal 27 Agustus 2014
75
November 2014 nanti, Toni Budi Santoso adalah ketua NPC Kota Bekasi yang
merangkap sebagai atlet tenis meja tunanetra Kota Bekasi :
”Berbicara soal kekuatan lawan yang akan dihadapi, dan Pak Yulianto
juga suka menanyakan kesiapan saya tentang turnamen PORDA sebagai
atlet tenis meja yang akan dihadapi, karena konsentrasi saya tidak hanya
pertandingan tenis meja tunanetra tapi saya sebagai ketua NPC
mengurusi persiapan PPORDA JABAR yang akan digelar di bulan
November secara keseluruhan, hal ini sering saya diskusikan dengan Pak
Yuli”.84
Selain mendiskusikan tentang lawan yang akan dihadapi, pelatih juga
sering membahas tentang kelemahan yang dipunya oleh para atlet tenis meja
tunanetra. Seperti yang dikatakan Iis Wulandari tentang diskusi yang dibicarakan
pada saat evaluasi :
“Membicarakan kelemahan yang dipunya. Dan juga saya suka ngobrol tentang
masalah saya yang mengakibatkan pada kurangnya konsentrasi saat saya
latihan”.85
84
Hasil Wawancara Toni Budi Santoso pada tanggal 25 Agustus 2014 85
Hasil Wawancara Iis Wulandari pada tanggal 29 Agustus 2014
76
4.3.3 Komunikasi Verbal Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra
Tabel 4.3
Kategorisasi Komunikasi Verbal Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra
Kota Bekasi
Klasifikasi Bahasa Pelatih Atlet
Yulianto Yanto Toni Sarah Iis
Verbal Lisan
Ceramah
Karena
Tunanetra
kelebihannya
pada
pendengaran
yang peka,
maka lebih
sering
menggunakan
lisan
dibandingkan
dengan
meraba untuk
menjelaskan
sebuah tehnik,
karena
mereka sudah
terlatih dan
berlebel atlet,
jadi
komunikasi
secara lisan
menjadi
andalan.
Untuk
meningkatkan
skill saya suka
Kita
diberitahu
atau
diingatkan
kembali
Istilah-
istilah tenis
meja
tunanetra
seperti, top
spin
(pukulan
melintir),
pukulan ini
mengurang
i bunyi
kerincingan
dalam bola,
sehingga
dapat
membingu
ngkan
lawan.
“service”
pukulan
awal,
service
Teknik tenis
meja,
seperti
„pukulan
melintir‟,
juga suka
memberikan
arahan
untuk
control
permainan,
jangan
lengah
ketika bola
ketiga dan
ke empat‟ .
karena pada
peraturan
tenis meja
tunanetra,
bola
pertama dan
bola kedua
itu tidak
boleh smash
harus pelan,
ketika bola
Pelatih
suka
memberi
arahan-
arahan soal
teknik tenis
meja,
selain itu
juga pelatih
sering
mengingatk
an
peraturan
dasar tenis
meja
tunanetra
yang sering
lupa,
berupa
“Service
miring
seperti
garis panah
hijau
berarti
salah dan
di
Pelatih
sering
meneka-
nkan
tentang
teknik,
yaitu
„kecepa-
tan dan
power
mukul
atau
smash‟.
Kalau
pukulan
saya
belum
maksim-
al, Pak
Yulianto
terus
menyur-
uh saya
untuk
memuk-
ul
sekeras-
77
meneriaki
pada saat
latihan untuk
„tambahkan
power
pukulannya‟
„terus!‟
„tambah
terus!‟ sampai
pukulannya
atau smash
mereka
maksimal.
Selain itu juga
saya suka
memberi
arahan cara
bertahan dan
menyerang
agar
kelemahan
mereka bisa
tertutupi.
dalam tenis
meja
tunanetra
service
harus pelan
dan terarah.
ketiga baru
bisa smash,
namun
biasanya
pada bola ke
empat kita
suka lengah.
ulangsamp
ai 3 kali,
apabila 3
kali salah
terus
berarti
point untuk
lawan.
Bola
pengembali
an service
juga
dilakukan
dengan
pelan
(pelandisini
maksudnya
diharapkan
sama
seperti
jalannya
bola
service).
Service
harus
sampai
pada area
service.
Kalau tidak
sampai
area
itu berarti
point untuk
lawan.
kerasnya
, tidak
hanya
keras
tapi
harus
terarah
juga
78
Dalam menyampaikan arahan-arahan pelatih tenis meja tunanetra
mengandalkan komunikasi verbal, karena tunanetra mengalami gangguan pada
penglihatan dan tidak bisa menerima arahan-arahan dalam bentuk visual.
Komunikasi verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang lazim
digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan melalui tulisan maupun lisan.
Bentuk komunikasi ini memiliki struktur yang teratur dan terorganisasi dengan
baik. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan
satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang disadari masuk dalam
kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar
untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap
Diskusi
saat evaluasi
di waktu akhir
latihan, suka
menanyakan
kepada atlet
„sebenarnya
kesulitan
kamu dimana
tadi ?‟
Berdiskusi
tentang
cara
mengatasi
kelemahan-
kelemahan
Dari
pengamatan
pak yuli,
suka
didiskusikan
tentang cara
bermain
yang bagus
itu
bagaimana.
Saya juga
selalu
menanyakan
peningkatan
permainan
saya
Selalu
ditanya
Pelatih
untuk
memastika-
n paham
atau tidak
arahan
yang
diberikan
Biasan-
ya
mendis-
kusikan
peta
kekuat-
an lawan
79
sebagai suatu system kode verbal.86
Bahasa bersifat selektif dan abstrak serta
focus pada aspek realitas tertentu dalam kekuasaan aspek lainnya.87
Dalam
penelitian ini pelatih dan atlet tenis meja tunanetra bebricara secara lisan yang
diterpakan dalam ceramah dan diskusi pada saat proses latihan.
4.3.3.1 Lisan
Komunikasi lisan adalah suatu kegiatan komunikasi verbal yang
menggunakan suara sebagai sarananya. Termasuk ke dalam jenis komunikasi ini
adalah menyimak dan berbicara.88
Di dalam komunikasi verbal lisan, menyimak
merupakan kegiatan penerimaan dan pemahaman pesan yang disampaikan oleh
orang atau pihak lain. Dalam konteks ini, atlet berperan sebagai komunikan yang
menafsirkan dan memahami pesan lisan yang diterimanya.
Agar dapat terarah, komunikasi verbal secara lisan dalam proses latihan
yang disampaikan pelatih terhadap atlet tenis meja Kota Bekasi dapat dilihat
sebagai berikut:
4.3.3.2 Ceramah
Jenis komunikasi verbal secara lisan yang sering digunakan dalam proses
latihan tenis meja tunanetra Kota Bekasi salah satunya adalah ceramah. Bahasa
yang diucapkan semasa berceramah perlu sesuai dengan khalayak. Perlu
menggunakan kadar keterbacaan yang rendah bagi khalayak biasa sebaliknya
86
Deddy Mulyana, op.cit hal.62 87 Stephen W.LittleJohn & Karen A.Foss, op.cit hal. 167 88
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PENDIDIKAN_BAHASA_DAN
_SASTRA_DI_SEKOLAH_DASAR_KELAS_RENDAH/BBM_1.pdf . Diakses pada tanggal 7
Maret 2014, pukul 12.35 WIB
80
kadar keterbacaan yang tinggi jika khalayak berpelajaran dan berpendidikan
tinggi.89
Ceramah secara umum merupakan proses memberikan arahan atau pesan
kepada pendengar dengan satu arah, atau pada h ini adalah atlet tenis meja
tunanetra Kota Bekasi. Adapun atlet tenis meja yang terdapat di Kota Bekasi
merupakan tunanetra yang sudah paham dasar-dasar tenis meja dan sudah pada
taraf atlet, sehingga pelatih tidak sulit untuk berkomunikasi secara verbal kepada
atlet tenis meja Kota Bekasi dalam memberikan arahan-arahan.
Dalam hal ini pelatih menggunakan jenis komunikasi ceramah untuk
menyampaikan arahan kepada semua atlet. Hal tersebut sesuai dengan paparan
pelatih tenis meja tunanetra Yulianto berikut ini:
“Karena Tunanetra kelebihannya pada pendengaran yang peka, maka
lebih sering menggunakan lisan dibandingkan dengan meraba untuk
menjelaskan sebuah teknik, karena mereka sudah terlatih dan berlebel
atlet, jadi komunikasi secara lisan menjadi andalan. Untuk meningkatkan
skill saya suka meneriaki pada saat latihan untuk „tambahkan power
pukulannya‟ „terus!‟ „tambah terus!‟ sampai pukulannya atau smash
mereka maksimal. Selain itu juga saya suka memberi arahan cara
bertahan dan menyerang agar kelemahan mereka bisa tertutupi”.90
Isi pesan dari ceramah yang biasa disampaikan Yulianto, menurut Yanto
Sugiharto berupa istilah-istilah tenis meja :
“Kita diberitahu atau diingatkan kembali Istilah-istilah tenis meja
tunanetra seperti, top spin (pukulan melintir), pukulan ini mengurangi
bunyi kerincingan dalam bola, sehingga da pat membingungkan
lawan. “service” pukulan awal, service dalam tenis meja tunanetra
service harus pelan dan terarah”.91
89
http://drilias-zaidi.blogspot .com/2011/04karangan-jenis-ceramah-pengenalan-dan.html .
Diakses pada tanggal 9 Juni 2014, pukul 00.10 WIB 90
Hasil Wawancara Yulianto pada tanggal 20 Agustus 2014 91
Hasil Wawancara Yanto Sugiharto pada tanggal 22 Agustus 2014
81
Ceramah biasa dilakukan pada saat simulasi tenis meja tunanetra dan
dilakukan pada saat evaluasi. Sejalan dengan apa yang dipaparkan oleh Yanto
Sugiharto, isi dari pesan pelatih saat ceramah, sebagai berikut :
“Teknik tenis meja, seperti „pukulan melintir‟, juga suka memberikan
arahan untuk control permainan, jangan lengah ketika bola ketiga dan ke
empat‟ . karena pada peraturan tenis meja tunanetra, bola pertama dan
bola kedua itu tidak boleh smash harus pelan, ketika bola ketiga baru bisa
smash, namun biasanya pada bola ke empat kita suka lengah”.92
Salah satu kelemahan yang dimiliki oleh atlet tenis meja tunanetra adalah
konsentrasi pada soal peraturan tenis meja tunanetra, maka dari itu pelatih sering
ceramah tentang peraturan tenis meja untuk menutupi kekurangan yang dimiliki
oleh para atlet tenis meja tunanetra, hal tersebut sesuai dengan paparan Sarah
Wijaya :
“Pelatih suka memberi arahan-arahan soal teknik tenis meja, selain itu
juga pelatih sering mengingatkan peraturan dasar tenis meja tunanetra
yang sering lupa, berupa “Service miring seperti garis panah hijau berarti
salah dan di ulangsampai 3 kali, apabila 3 kali salah terus berarti point
untuk lawan. Bola pengembalian service juga dilakukan dengan pelan
(pelandisini maksudnya diharapkan sama seperti jalannya bola service).
Service harus sampai pada area service. Kalau tidak sampai area
itu berarti point untuk lawan”.93
Yulianto sering ceramah tentang penambahan power untuk meningkatkan
kualitas smash para atlet tenis meja. Iis Wulandari mengungkapkan, ceramah
pelatih pada saat simulasi latihan sebagai berikut :
“Pelatih sering menekankan tentang teknik, yaitu „kecepatan dan power
memukul atau smash‟. Kalau pukulan saya belum maksimal, Pak
Yulianto terus menyuruh saya untuk memukul sekeras-kerasnya, tidak
92
Hasil Wawancara Toni Budi Santoso pada tanggal 25 Agustus 2014 93
Hasil Wawancara Sarah Wijaya pada tanggal 27 Agustus 2014
82
hanya keras tapi harus terarah juga. pelatih terus meneriakan „smash terus
!‟ „kurang!‟ „tambah lagi powernya‟ „smash arah jam 12 !‟.94
4.3.3.3 Diskusi
Diskusi adalah salah satu bentuk komunikasi verbal yang dilakukan pada
saat proses latihan tenis meja antara pelatih dan atlet tunanetra. Diskusi dilakukan
setelah simulasi latihan, tepatnya pada saat evaluasi.
Menurut Yulianto pelatih tenis meja tunanetra, saat diskusi review kembali
dengan menanyakan hal-hal apa saja yang menjadi kesulitan atlet tenis meja
tunanetra saat simulasi :
“saat evaluasi di waktu akhir latihan, suka menanyakan kepada atlet „sebenarnya
kesulitan kamu dimana tadi ?‟.95
Bentuk diskusi pada proses latihan komunikasi dua arah, dimana pelatih
dan atlet saling menyampaikan pesan. Menurut Yanto Sugiharto berdiskuasi
biasanya membicarakan tentang mengatasi kelemahan-kelemahan :
“Berdiskusi tentang cara mengatasi kelemahan-kelemahan”96
Pada proses diskusi ini, terkadang atlet yang memulai pembicaraan untuk
membahas tentang simulasi latihan yang telah dilakukan. Seperti yang dikatakan
oleh Toni Budi Santoso yang sering menanyakan tentang perkembangan skill nya:
“Dari pengamatan pak yuli, suka didiskusikan tentang cara bermain yang bagus
itu bagaimana. Saya juga selalu menanyakan peningkatan permainan saya”97
94
Hasil Wawancara Iis Wulandari pada tanggal 29 Agustus 2014 95
Hasil Wawancara Yulianto Pada tanggal 20 Agustus 2014 96
Hasil Wawancara Yanto Sugiharto pada tanggal 22 Agustus 2014
83
Menurut Sarah Wijaya, Pelatih tenis meja tunanetra Yulianto sering
menanyakan kepada para atlet, sudah tepat dan bisa diterima dengan baik atau
tidak arahan-arahan yang diberikan kepada para atlet :
“Selalu ditanya Pelatih untuk memastikan paham atau tidak arahan yang
diberikan”98
Selain itu juga pelatih sering mendiskusikan tentang peta kekeuatan lawan.
Pelatih sudah mempunyai prediksi tentang kekuatan-kekuatan lawan yang akan
dihadapi, hal ini berdasarkan pengamatan Yulianto sebagai pelatih tenis meja
tunanetra. Seperti yang diungkapkan Iis Wulandari, pentingnya diskusi dalam
proses latihan :
“Biasanya mendiskusikan peta kekuatan lawan, hal ini penting bagi kami untuk
meningkatkan kemampuan”.99
Dalam pelaksanaannya, komunikasi instruksional bisa menggunakan
pendekatan komunikasi antar pribadi, dimana peran masing-masing komunikator
atau komunikan secara bersama membagi dan menciptakan pemahaman secara
bersama.100
Hal ini sejalan dengan apa yang dilakukan pelatih yang menerapkan
diskusi pada saat evaluasi setelah latihan simulasi tenis meja tunanetra, bahwa
diskusi penting untuk mencapai pemahaman bersama.
97
Hasil Wawancara Toni Budi Santoso Pada tangga 25 Agustus 2014 98
Hasil Wawancara Sarah Wijaya pada tanggal 27 Agustus 2014 99
Hasil Wawancara Iis Wulandari pada tanggal 29 Agustus 2014 100
Pawit M. Yusuf, op.cit hal.95
84
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
komunikasi instruksional pelatih dan atlet tenis meja tunanetra sebagai berikut :
1. Proses Komunikasi Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra
Dari satu pelatih tenis meja tunanetra dan empat atlet tenis meja
tunanetra, dapat disimpulkan bahwa dengan identifikiasi yang dilakukan pelatih
terhadap atlet, proses komunikasi berjalan melalui tahap awal komunikasi, dan
akhirnya tercipta cara pelatih dan atlet tenis meja tunanetra berkomunikasi. Atlet
tenis meja tunanetra mengandalkan bahasa verbal untuk berkomunikasi.
Pesan-pesan yang seharusnya dijelaskan secara audio dan visual dalam
menginstruksikan sebuah arahan, dalam hal ini pesan hanya menggunakan
dengan audio, kemudian untuk membuat komunikasi menjadi efektif, pelatih
tenis meja tunanetra akan menggambarkan instruksi-instruksi dengan simbol-
simbol yang disepakati oleh pelatih dan atlet tenis meja tunanetra.
Pengalaman terdahulu saat menghadapi permasalahan komunikasi
dengan tuanetra juga membantu pelatih tenis meja tunanetra dalam tahap awal
komunikasi. Terciptalah cara pelatih berkomunikasi dan atlet tenis neja
tunanetra, yaitu dengan menggunakan instilah-istilah tenis meja tunanetra yang
dipahami oleh pelatih dan atlet tenis meja tunanetra.
84
85
2. Metode Komunikasi Instruksional Pelatih dan Atlet Tenis Meja
Tunanetra
Metode komunikasi instruksional yang digunakan dalam melatih atlet
tenis meja tunanetra adalah menggunakan metode praktikum, dan metode
diskusi. Dengan menggunakan metode tersebut pelatih tenis meja tunanetra
dapat mengarahkan instruksi-isntruksinya dengan baik.
3. Komunikasi Verbal Pelatih dan Atlet Tenis Meja Tunanetra
Jenis komunikasi yang digunakan pelatih dalam pelatihan tenis meja
tunaetra menggunakan jenis komunikasi verbal yaitu, dengan menggunakan
kalimat jelas, tegas, dan bahasa yang disepakati sehingga atlet tenis meja
tunanetra mudah memahami pesan yang disampaikan oleh pelatih.
5.2 Saran
Adapun saran penulis untuk judul penelitian komunikasi instruksional
pelatih dan atlet tenis meja tunanetra ini adalah:
1. Bagi National Paralympic Kota Bekasi cabang olahraga tenis meja tunanetra,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak informasi kepada para
pelatih tenis meja tunanetra untuk selalu meningkatkan potensi dan bakat
atlet tenis meja tunanetra. National Paralympic juga harus memberi
dukungan dengan menambah jumlah atlet agar makin banyak tunanetra yang
mempunyai kesempatan meraih prestasi, dan mengkurususkan pelatih agar
86
menambah kualitas pelatih tenis meja tunanetra dengan metode-metode
pelatihan yang lebih variatif
2. Kepada masyarakat, hendaknya lebih terbuka terhadap penyandang tunanetra
karena mereka memiliki kesempatan yang sama untuk dapat menghasilkan
prestasi.
3. Untuk peneliti selanjutnya, penulis tahu bahwa penelitian ini masih banyak
kekurangan. Jika akan menggunakan topik yang sama hendaknya
memperdalam dibagian pembahasan
87
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchana. 2005. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Devito, Joseph A. 1997 Komunikasi antar Manusia. Jakarta: Profesional Books
Fathurohman dan Sutikno. 2007 Strategi Belajar Mengajar. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Hikmat, Mahi M. 2011. Teknik dan Ilmu Pengetahuan : Statistik dan Penelitia.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Ilyas, Sidarta. 1993. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. fakultas kedokteran
universitas Indonesia.
Kincaid, D. Lawrence & Scrhamm, Wilbur. 1987. Asas-asas Komunikasi Antar
Manusia. Jakarta: LP3ES.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktisi Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Little John, Stephen W. & Foss, Karen A. 2011 Teori Komunikasi. Jakarta :
Salemba Humanika.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
RemajaRosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2007 Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja
Rosda Karya.
Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Ruslan, Rosady. 2006 Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Rusman. 2012 Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Bandung: alfabeta.
Santana, Septiawan. 2007. Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogya: PT Tiara
Wacana Yogya.
88
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Supratiknya. 2009. Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Kanisius.
T, 3 Hermaya. 1992. ensiklopedi kesehatan. Jakarta: PT Cipta adi pustaka.
Yusuf , Pawit M. 2010. Komunikasi Instruksional: Teori dan Praktek Jakarta:
Bumi Aksara.
Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruvistik. Jakarta :
Referensi
Sumber Lain
Pertuni : Anggapan Tuanetra Sakit Picu Diskriminasi‟ http://health.detik.com
(diakses pada :11 November 2013, pukul 20.10 WIB)
Sejarah National Paralympic Indonesia. http://www.npcindonesia.org/ (diakses
pada : 20 April 2014, pukul 15.20 WIB)
Karangan Jenis Ceramah http://drilias-zaidi.blogspot .com/. (diakses pada :
tanggal 9 Juni 2014, pukul 00.10 WIB)
Pendidikan Sastra di Sekolah Dasar Kelas Rendah http://file.upi.edu/Direktori/
(Diakses pada : tanggal 7 Maret 2014, pukul 12.35 WIB)
89
DAFTAR LAMPIRAN BIODATA
INFORMAN DAN TRANSKIP
WAWANCARA
90
Biodata Informan (Pelatih Tenis Meja Tunanetra)
1. Biodata Yulianto
Nama Lengkap : Yulianto
Tempat, Tanggal Lahir : Djogjakarta, 1 April 1967
Alamat : Jl. Hj. Martono Bulak Kapal Blok 1 no. 33 Kota
Bekasi
No. Telepon : 083893440324
Pelatihan / Kursus
Olahraga Tunanetra : DIKLAT Orientasi Mobilitas tingkat mahir yang
diadakan oleh diknas utnuk melatih dasar-dasar olahraga tunanetra.
2. Transkip Wawancara Yulianto
Wawancara ini dilakukan pada Rabu, 20 Agustus 2014 pada pukul 16.30 WIB.
Wawancara dengan Yulianto ini dilakukan di Departemen Sosial RI Bulak Kapal
Kota Bekasi.
Bagaimana pendekatan awal anda terhadap atlet tunanetra?
91
Sebelum memulai latihan, mengakrabkan diri dengan atlet, seperti dengan
mengenalkan diri lebih dalam lagi, agar saat latihan tidak canggung dalam
berkomunikasi. Setelah sudah saling kenal baru beranjak latihan soal teknik-
teknik tenis meja. Saya kenal dengan Sarah Wijaya, Iis Wulandari dari awal dia ga bisa
main tenis meja. setelah lulus mereka masuk NPC, saya sudah tau karakter mereka
masing-masing, dan memanag mereka hobi disitu (tenis meja) jadinya tinggal dipoles aja
dari segi tehniknya, dari kecepatannya. Toni saya sudah sering kerja bareng dalam
kegiatan NPC, jadinya saya ga ada masalah saat memulai latihan tenis meja. kalau Yanto
baru pada kejuaraan ini saya melatih dia. Yanto orang yang cepat tangkap dan gigih
dalam berlatih.
Bagaimana cara anda menyampaikan instruksi kepada atlet tunanetra ?
Karena Tunanetra kelebihannya pada pendengaran yang peka, maka lebih sering
menggunakan lisan dibandingkan dengan meraba untuk menjelaskan sebuah
tehnik, karena mereka sudah terlatih dan berlebel atlet, jadi komunikasi secara
lisan menjadi andalan. Untuk meningkatkan skill saya suka meneriaki pada saat
latihan untuk „tambahkan power pukulannya‟ „terus!‟ „tambah terus!‟ „arahkan
bola searah jarum jam 1‟ „jarum jam 11‟, dan jarum jam 12‟ sampai pukulannya
atau smash mereka maksimal. Selain itu juga saya suka memberi arahan cara
bertahan dan menyerang agar kelemahan mereka bisa tertutupi. Pada dasarnya
komunikasi yang saya gunakan adalah dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Feedback apa yang anda terima dari hasil instruksi anda ?
Saya sering menanyakan kembali sudah jelas atau belum. Misalnya pada saat
evaluasi di waktu akhir mau selesai latihan, saya suka menanyakan „sebenarnya kesulitan
92
kamu dimana tadi ?‟ „pak ada gangguan angin‟…… „pak ada berisik‟…. „pak aku lemah
di bagian sini‟ „pak aku udah lama ga main tenis meja udah kaku„.
Bagaimana anda mengenal karakter atlet anda ?
Pelatih harus pandai dan jeli mengenal karakter atlet. Meskipun atlet itu
berprestasi bukan jaminan untuk juara lagi. Saat proses pengenalan diri adalah
awal untuk mengenal karakter para atlet. Saya mencoba memahami situasi dan
kondisi para atlet, dan kemampuan awal yang telah dimiliki oleh empat atlet tenis
meja Kota Bekasi. Seperti mengetahui profil mereka, kenapa mereka tertarik
dengan tenis meja. Hal ini dilakukan untuk menjalin komunikasi yang baik
dengan atlet. Semakin banyak yang diketahui, semakin besar kemungkinan sesuai
dengan harapan. Dengan begitu, segala sesuatu tentang para atlet tenis meja bisa
diketahui sejak awal, dan proses komunikasi yang dikehendaki bisa berjalan
dengan lancar.
Apa kesulitan anda ketika berkomunikasi dengan para atlet?
Perbedaan fisik. Karena perbedaan fisik yang dialami saya dan para atlet berbeda,
dimana atlet tidak bisa melihat. Hal ini membuat arahan yang saya berikan harus
sejelas mungkin, agar bisa dimengerti oleh mereka
Penilaian apa saja yang anda gunakan dalam mengukur kemampuan para
atlet ?
93
3. Biodata Yanto Sugiharto
Nama Lengkap : Yanto Sugiharto
Tempat / Tanggal Lahir : Bandung, 10 Oktober 1987
Aalmat : Jl. Pajajaran No. 52 Bandung
No.Telepon : 0818 - 0909 – 8509
Prestasi Tenis Meja : - Medali Emas Pekan Paralimpiade Nasional
(PEPARNAS) Riau Pada tahun 2012
- Medali Emas Pekan Olahraga Daerah (PORDA)
Jawa Barat, pada tahun 2010
4. Transkip Wawancara Yanto Sugiharto
Wawancara ini dilakukan pada Jumat, 22 Agustus 2014 pada pukul 17.00 WIB.
Wawancara dengan Yulianto ini dilakukan di Departemen Sosial RI Bulak Kapal
Kota Bekasi.
Awal mula anda tertarik dengan tenis meja tunanetra, karena apa?
Pada dasarnya saya menyukai tantangan, dan tenis meja tunanetra mempunyai
banyak tantangan untuk memainkannya, Karena tidak mudah untuk
memainkan tenis meja tunanetra walaupun peraturan dan perlatannya sudah
dirancang sedemikian rupa untuk tunanetra
94
Bagaimana tahap awal anda berkomunikasi dengan pelatih ?
Tahap awal saya komunikasi dengan pa Yuli (pelatih) agak sulit, sebab untuk
mencairkan suasana saya harus kenal baik dengan pak Yuli, tapi makin kesini
kita makin deket dan komunikasi kita lancar – lancar aja. Saya nurut aja apa
yang pa Yuli instruksikan.
Apakah pesan/instruksi yang disampaikan pelatih bisa diterima dengan
baik? jelaskan
Tentu aja, walaupun pada awalnya memang ada hambatan karena bisa di
bilang kita baru kenal (saya dan pelatih) , tapi sekarang karena sudah sering
latihan sama dia jadi asik aja. Tidak sulit untuk menerima arahan dari pelatih.
Arahan-arahan yang diberikan Pak Yulianto tergambar dengan baik bagi saya
yang tunanetra. Pak Yuli selain lantang, perkataannya juga cukup detil dalam
setiap arahan. Seperti saat ia mengarahkan untuk melakukan pukulan melintir
( topspin ). “Siap ! Bola ke-3 pukulan melintir, arahkan ke arah jarum jam 10”
jadi saya paham ke aarah mana bola akan saya pukul.
Instruksi apa saja yang biasa diberikan oleh pelatih pada saat latihan?
Pak Yuli suka member instruksi, seperti cara menyerang, dan cara bertahan
yang diajarkan Pelatih dengan cara menjadi lawan tanding saya. Ada hal baru
yang saya dapatkan dari pelatih, seperti teknik block, teknik ini dapat
digunakan untuk mengembalikan atau mengatasi bola melintir (topspin). Dan
95
bola melintir (topspin) dari lawan tidak terlalu lemah, maka block adalah cara
paling tepat untuk mengembalikan bola tersebut. Pelatih memberi pemahaman
tentang teknik block dengan mengatakan, konsentrasi pada bunyi bola, karena
hasil pukulan bola melintir suara kerincing pada bola itu berkurang dan sulit
terdengar. Ketika saya sudah mendengar kemana arah bola, saya akan
mengembalikan bola tersebut dengan pukulan yang tidak keras, karena ketika
bola melintir saya pukul dengan keras itu rentan bola akan melenceng.
Bagaimana anda memaksimalkan keterbatasan dalam menerima
instruksi saat proses latihan ?
Pada saat latihan biasanya saya mendengar baik – baik apa yang pak Yuli
instruksikan dalam latihan. Lalu saya laksanakan seperti yang dia minta. Jadi
lebih kepada mendengarkan secara seksama apa yang pa Yuli instruksikan.
Bagaimana anda beradaptasi saat awal dalam proses latihan ?
Pelan – pelan sih yang pasti. Memang selama latihan ini yang saya tahu pa
Yuli orang nya tegas tetapi lama – kelamaan sudah terbiasa jadi hampir semua
instruksinya bisa saya pahami.
Bagaimana anda menyesuaikan diri dengan program latihan yang
diberikan pelatih ?
Saya selalu mengikuti program latihan dengan baik. Latihan biasanya
dilaksanakan pada hari senin rabu dan jumat pada pukul dua belas siang ,
96
tetapi khusu hari jumat latihan dimulai setelah selesai salat jumat. Say selalu
datang tepat waktu karena saya sudah terbiasa disiplin dengan para pelatih
saya sebelumnya.
Faktor pendukung apa saja yang mempermudah anda memahami
instruksi dalam latihan?
Pertama yang jadi faktor pendorong tentu saja diri saya sendiri karena saya
berusaha keras untuk memahami isi latihan dengan baik selain itu juga pa Yuli
selain tegas cara menyampaikan instruksinya juga jelas. Dia juga sabar
ngajarin saya kalau ada yang kuranng saya pahami.
Dari semua instruksi yang diberikan, instruksi mana yang menurut anda
paling sulit dipahami ? jelaskan?
Ga ada sih , saya paham semua instruksi pa Yuli, Cuma paling kaya misalkan
pukulan kurang terarah atau kurang keras pa Yuli suka mengintropeksi terus
saya lakasanakan koreksinya, gitu aja paling.
5. Biodata Toni Budi Santoso
Nama Lengkap : Toni Budi Santoso
Tempat / Tanggal lahir : Jakarta, 27 Juni 1979
Alamat : Jl. HJ. Jayun RT.05 RW.03 Kelurahan
Pengasinan Kecamatan Rawa Lumbu Kota Bekasi
97
No. Telepon : 081315802687
Prestasi Tenis Meja : - Medali perak diajang Pekan Paralimpiade
Nasional ke-XIV yang digelar di Riau pada tahun
2012
6. Transkip Wawancara Toni Budi Santoso
Wawancara ini dilakukan pada Senin, 25 Agustus 2014 pada pukul 15.30 WIB.
Wawancara dengan Yulianto ini dilakukan di Departemen Sosial RI Bulak Kapal
Kota Bekasi.
Bagaimana tahap awal anda berkomunikasi dengan pelatih ?
Tidak perlu adaptasi dengan Pelatih, karena saya sudah kenal sebelumnya.
Apakah pesan/instruksi yang disampaikan pelatih bisa diterima dengan
baik? Jelaskan
instruksi yang diberikan cukup jelas, saya bisa membayangkan dengan baik
instruksi yang diberikan oleh Pak Yulianto. Misalnya saat Pak Yulianto
menginstruksikan tentang cara bertahan yang baik.
Instruksi apa saja yang biasa diberikan pelatih pada saat latihan?
98
Pak Yulianto sering mengatakan, cara bertahan yang baik adalah dengan
konsentrasi. Cara konsentrasi yang benar adalah dengan memfokuskan
pendengran pada bunyi bola yang bergulir. Kalau konsnetrasi hilang, maka
pendengaran pun akan kacau. Pendengaran adalah pusat pertahan kami Teknik
tenis meja, seperti „pukulan melintir‟, juga suka memberikan arahan untuk
control permainan, jangan lengah ketika bola ketiga dan ke empat‟ . karena pada
peraturan tenis meja tunanetra, bola pertama dan bola kedua itu tidak boleh smash
harus pelan, ketika bola ketiga baru bisa smash, namun biasanya pada bola ke
empat kita suka lengah.
Bagaimana anda memaksimalkan keterbatasan dalam menerima instruksi
saat proses latihan ?
Dengan mendengarkan yang baik, dan langsung praktekan apa yang dikatakan
oleh pelatih
Faktor pendukung apa saja yang mempermudah anda memahami instruksi
dalam latihan?
Saya sudah kenal dengan Pak Yuli dengan baik, jadi saat latihan saya ga sungkan
kalau ada yang tidak saya mengerti, hal itu yang ngebuat saya mudah untuk
berkomunikasi dengan Pak Yuli terutama pada saaat latihan. Dan juga pak Yuli
memberikan contoh dengan cara menjadi lawan tanding saat latihan, juga Pak
Yuli saat latihan suka mengingatkan tentang peraturan-peraturan tenis meja,
kadang-kadang hal kecil kita suka lupa.
99
Dari semua instruksi yang diberikan, instruksi mana yang menurut anda
paling sulit dipahami ? jelaskan?
Tidak ada, karena Mendengarkan lalu mempraktekan
Saat evaluasi apa saja yang dibicarakan ?
Dari pengamatan pak yuli, suka didiskusikan tentang cara bermain yang bagus itu
bagaimana. Saya juga selalu menanyakan peningkatan permainan saya. Pelatih
sering memberi tahu kriteria pemain yang bagus, kemudian bicara soal itu. Selain
itu juga pelatih sering menanyakan keadaan keluarga saya.
7. Biodata Sarah Wijaya
Nama Lengkap : Sarah Wijaya
Tempat / Tanggal Lahir : Surabaya, 4 Juni 1976
Alamat : Villa Mutiara Gading 3 Blok 3 No.33 RT.05
RW.19 Kota Bekasi
No. Telepon : 085283510777
100
Prestasi Tenis Meja : - Medali emas pada Pekan Olagrahraga
Daerah (PORDA) Provinsi Banten pada tahun
2011.
- Medali perunggu pada ajang Pekan
Paralimpiade Nasional (PEPARNAS) ke-XIV
yang digelar di Riau pada tahun 2012.
8. Transkip Wawancara Sarah Wijaya
Wawancara ini dilakukan pada Rabu, 25 Agustus 2014 pada pukul 16.30 WIB.
Wawancara dengan Yulianto ini dilakukan di Departemen Sosial RI Bulak Kapal
Kota Bekasi.
Bagaimana tahap awal anda berkomunikasi dengan pelatih ?
Saya sudah kenal dengan Pak Yuli kenal sejak SMP, dimana saya saat itu belum
bisa main tenis meja sampai bisa main tenis meja berkat Pa Yuli, jadi tidak
merasa ada masalah ketika beradaptasi dengan Pak Yuli
Apakah pesan/instruksi yang disampaikan pelatih bisa diterima dengan
baik? jelaskan
Iya cukup jelas, Pelatih suka memberi arahan-arahan soal teknik tenis meja
dengan detil, selain itu juga pelatih sering mengingatkan peraturan dasar tenis
meja tunanetra yang sering lupa, berupa “Service miring seperti garis panah hijau
berarti salah dan di ulangsampai 3 kali, apabila 3 kali salah terus berarti point
untuk lawan. Bola pengembalian service juga dilakukan dengan pelan (pelandisini
101
maksudnya diharapkan sama seperti jalannya bola service). Service harus sampai
pada area service. Kalau tidak sampai area itu berarti point untuk lawan. Biasanya
bukan kalimat Pak Yulianto yang tidak bisa dimengerti, tapi kalau suara Pak
Yulianto agak kecil biasanya kita suka kurang ngerti. Kalau ada arahan yang
kurang jelas, cukup ditanyakan kembali Suka menanyakan kembali kalau ada
yang saya tidak mengerti.
Bagaimana anda memaksimalkan keterbatasan dalam menerima instruksi
saat proses latihan ?
Saya cukup konsentrasi supaya pendengaran saya tetap focus pada arahan-arahan
pelatih
Apa saja yang dibicirakan ketika evaluasi ?
Berbicara soal kekuatan lawan yang akan dihadapi, dan Pak Yulianto juga suka
menanyakan kesiapan saya tentang turnamen PORDA sebagai atlet tenis meja
yang akan dihadapi, karena konsentrasi saya tidak hanya pertandingan tenis meja
tunanetra tapi saya sebagai ketua NPC mengurusi persiapan PPORDA JABAR
yang akan digelar di bulan November secara keseluruhan, hal ini sering saya
diskusikan dengan Pak Yuli.
Faktor pendukung apa saja yang mempermudah anda memahami instruksi
dalam latihan?
102
Kita saling terbuka ketika ada arahan yang kurang jelas, cukup ditanyakan
kembali dan ketika saya melakukan kesalahan pasti ditegur, misalnya kalau
kebanayakan out suka diperingati „pukulannya harus lurus!‟
9. Biodata Iis Wulandari
Nama Lengkap : Iis Wulandari
Tempat / Tanggal Lahir : Surabaya, 11 November 1983
Alamat : Gg. Mojar RT. 03 RW.11 Bogor
No. Telepon : 081908707833
Prestasi Tenis Meja : - Medali perak, Pekan Olahraga Cacat
Nasional (POPCANAS) di Ragunan Jakarta
tahun 2003
- Medali Perak, Pekan Olahraga Cacat
Nasional (PORCANAS) di Palembang
tahun 2004
- Medali Perunggu, Pekan Olahraga Cacat
Nasional (PORCANAS) di Kalimantan
Timur tahun 2008
- Medali Perak, Pekan Olahraga Daerah
(PORDA) di Jawa Barat tahun 2010
103
10. Transkip Wawancara Iis Wulandari
Wawancara ini dilakukan pada Jumat, 29 Agustus 2014 pada pukul 16.30 WIB.
Wawancara dengan Yulianto ini dilakukan di Departemen Sosial RI Bulak Kapal
Kota Bekasi.
Bagaimana tahap awal anda berkomunikasi dengan pelatih ?
Saya sudah kenal dengan Pelatih (Yulianto) sejak SMP. Tidak sulit untuk
menyesuaikan diri dengan Pelatih (Yulianto)
Apakah pesan/instruksi yang disampaikan pelatih bisa diterima dengan
baik? Jelaskan
Tidak sulit, tidak ada yang rumit dalam komunikasi dengan pelatih. Dan saya
Suka menanyakan kembali kalau ada yang saya tidak mengerti
Instruksi apa yang biasa diberikan oleh pelatih pada saat latihan ?
Pelatih sering menekankan tentang teknik, yaitu „kecepatan dan power mukul atau
smash‟. Kalau pukulan saya belum maksimal, Pak Yulianto terus menyuruh saya
untuk memukul sekeras-kerasnya, tidak hanya keras tapi harus terarah juga
Bagaimana anda memaksimalkan keterbatasan dalam menerima instruksi
saat proses latihan ?
Mendengarkan setiap arahan yang diberikan oleh Pak Yuli dengan baik
104
Apa saja yang dibicirakan ketika evaluasi ?
Biasanya mendiskusikan peta kekuatan lawan, membicarakan kelemahan yang
dipunya, dan juga saya suka ngobrol tentang masalah saya yang mengakibatkan
pada kurangnya konsentrasi saat saya latihan.
Faktor pendukung apa saja yang mempermudah anda memahami instruksi
dalam latihan?
Melakukan latihan tiga kali dalam seminggu untuk meningkatkan performa.
Dalam latihan pelatih suka menjadi lawan tanding kita. Karena pelatih
mengetahui kelemahan saya, maka pelatih selalu mengatasinya dengan cara smash
dibagian kelemahan saya.
105
1. Yanto Sugiharto
2. Toni Budi Santoso
106
3. Iis Wulandari
4.Sarah Wiajaya
107
5.Yulianto saat diwawancarai
108
CURRICULUM VITAE
HENRY PRAMUDYA SOEGIANA [email protected]
BIODATA PERSONAL INFORMATION
Panggilan : Henry
Tempat / Tanggal Lahir : Lebak , 18 September 1990
Kewarganegaraan : Indonesia
Jenis Kelamin : Pria
Berat / Tinggi Badan : 55 kg / 170 cm
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat ;
Alamat Rumah : Jl. Udang III no.239 Rt. 08 Rw.08 Kec. Bekasi Selatan
Kota Bekasi 17144
Alamat Tinggal : Griya Permata Asri Blok E3/15 Kel. Dalung Kec.
Cipocok Jaya Kota Serang
Telepon / HP : 08999819829
Hobby : Nonton film, dengerin music/mp3, Naik Gunung
PENDIDIKAN FORMAL EDUCATION
109
Sekolah Dasar –Elementary School
SDN Kayuringin Jaya XIII Kota Bekasi, lulus 2003
Sekolah Menengah Pertama –Junior High School
SMP Negeri 7 Kota Bekasi, lulus 2006
Sekolah Menengah Kejuruan –Senior High School
SMK Negeri 1 Kota Bekasi, lulus 2009
Sekolah Tinggi –University
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Ilmu Jurnalistik 2009.
KEMAMPUAN ABILITY
Kemampuan Komputerisasi :
Sistem Operasi : Windows
Microsoft Office : Ms. Word, Ms. Excel, Ms. Power Point
Kemampuan Jaringan Sosial : Terbiasa menggunakan e-mail & internet
Kemampuan Berorganisasi : Terbiasa berorganisasi
Kemampuan dibidang broadcast : Mengoperasikan Kamera Video Sony HDV,
DSLR, Editing Video dengan software Adobe
Premiere Cs 6
PENGALAMAN ORG. & PRESTASI EXPERIENCE & AWARDING
Pengurus Osis SMP N 7 Kota Bekasi Sekbid III, 2005
Humas Dewan Penggalang Pramuka SMP N 7 Kota Bekasi, 2005
Penghargaan Tertinggi Pramuka Penggalang –“Penggalang Garuda”, 2005
110
Humas “Rohis Adz-Dzikru SMK 1 Kota Bekasi”, 2007 – 2008
“Pasukan Pengibar Bendera Pusaka –PASKIBRAKA Kota Bekasi”, 2007
“Purna Paskibraka Indonesia – PPI Kota Bekasi”, 2007
Pengurus PPI Kota Bekasi –Bidang Hubungan Antar Lembaga, 2007 – 2010
Peserta “RAIMUNA NASIONAL Kontingen KOTA BEKASI –Cibubur 2008”,
2008
Ketua Pelaksana Lomba Pramuka “SEVEN GAMES” se- Banten, DKI, Jawa
Barat, 2008
Wakil Ketua Televisi Komunitas “Untirta Tv”, 2011 – 2012
Direct of Photography film pendek “She Is Mine”, 2011
Camera Person Video Company Profile Kota Serang, 2011
Asisten Camera Person footage video Bappenas Sungai Citarum - Bandung,
Karawang, Bekasi 2011 - 2012
Camera Person Film Dokumenter “UANADAWAR”, 2012
10 Besar tingkat nasional dalam ajang Tourism Movie Competition dengan film
Dokumenter “UANADAWAR”
Tim Penata Musik “Kafe Ide” teater yang berjudul “Kasat tak Kusut” – dalam
festival teater festamasio ITS Surabaya, 2013
Camera Person Program TV Kabel “My Day” First Media, 2013
Produser Film “Bangku Taman”, 2014
Director Film “Moluska”, 2014