Kompetensi Guru dalam Penilaian Pendidikan: Sebuah Aksioma

4

Click here to load reader

description

Di dalam diktum yang berjudul Standards for Teacher Competence in Educational Assessment of Students – yang diamangkan (digagas) oleh American Federation of Teachers, National Council on Measurement in Education, dan National Education Association (1990) – disebutkan tujuh standar kompetensi yang mesti dimiliki oleh seorang guru yang bertalian dengan penilaian pendidikan.

Transcript of Kompetensi Guru dalam Penilaian Pendidikan: Sebuah Aksioma

Page 1: Kompetensi Guru dalam Penilaian Pendidikan: Sebuah Aksioma

Kompetensi Guru dalam Penilaian Pendidikan: Sebuah Aksioma

OlehWidiatmoko

[email protected]://widiatmoko.blog.com

Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta

Di dalam diktum yang berjudul Standards for Teacher Competence in Educational Assessment of Students – yang diamangkan (digagas) oleh American Federation of Teachers, National Council on Measurement in Education, dan National Education Association (1990) – disebutkan tujuh standar kompetensi yang mesti dimiliki oleh seorang guru yang bertalian dengan penilaian pendidikan.

Pertama, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk memilih metoda penilaian yang tepat untuk pengambilan keputusan dalam pembelajaran. Kemampuan ini merupakan prasyarat yang berguna bagi guru ketika ia akan menggunakan informasi tentang karakteristik para siswanya yang diperoleh melalui penilaian untuk mendukung keputusan tentang keberhasilan atau kegagalan pembelajaran di kelas. Karakteristik siswa dalam pembelajaran yang diperoleh melalui penilaian itu mencakupi intelegensi, motivasi, bakat, minat, persepsi, dan sebagainya – tentu, tidak semua karakteristik yang bersifat laten (yang tidak atau sulit teramati secara fisik) tersebut dinilai di kelas. Di samping itu, kemampuan tersebut bertaut-rapat dengan perencanaan pembelajaran dan proses pembelajaran di kelas. Perencanaan pembelajaran, lazimnya, bertalian dengan desain kurikulum dan silabi. Sedangkan proses pembelajaran bertalian dengan pemilahan metoda pembelajaran (kooperatif, eksperimental, penemuan, dsb), manajemen kelas (teknik umpan balik, diagnosa kebutuhan dan kesulitan belajar, teknik motivasi, dsb), dan pengembangan materi ajarnya. Mereka semua saling berkelindan (intergrated). Oleh karena itu, ada sebuah konjektur (dugaan), keberhasilan pembelajaran di kelas berkorespondensi dengan perencanaan dan proses pembelajarannya dengan tidak berlepas-diri dari pemilihan metoda penilaian yang akan digunakan.

Kedua, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan metoda penilaian yang tepat untuk pengambilan keputusan dalam pembelajaran. Ini bermakna bahwa tidak semua alat penilaian yang setakat (sejauh) ini beredar tersebut cocok digunakan oleh guru di kelas. Dengan demikian, ada kalanya, metoda dan alat penilaian yang mesti dikembangkan oleh guru dapat berupa perpaduan antara tes dan wawancara, observasi dan tes, kuesioner dan observasi, dan sebagainya. Itu semua tentu didasarkan pada tujuan penilaian yang akan dilakukan. Memang, seiring dengan akselerasi perubahan metoda penilaian pendidikan, kini dikenalilah tes tertulis (objektif, uraian), penilaian portofolio, penilaian produk, penilaian performa, penilaian diri, penilaian projek, dan penilaian sikap (Pusat Penilaian Pendidikan, 2003). Ragam penilaian tersebut memungkinkan untuk dipilih oleh guru dengan memperhatikan kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Bahkan, pertimbangan pemilahan utamanya justru terletak pada bagaimana upaya guru dalam pemenuhan kompetensi dasar siswanya melalui materi ajar yang diberikan.

Ketiga, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan penilaian, memberikan skor, dan menginterpretasikan hasil penilaian. Pelaksanaan itu mencakupi penilaian formal di kelas (tes tertulis), penilaian melalui observasi, wawancara, skala, dan sebagainya. Sedangkan, penskoran dan interpretasi hasil penilaian dapat mencakupi jabaran yang luas, seperti, skor baku, persentil, rataan (means), nilai simpangan, distribusi normal baku, dan sebagainya di mana mereka lebih banyak bertalian dengan statistika. Dengan demikian, penguasaan statistika untuk pengukuran pembelajaran menjadi penting bagi seorang guru (lih. Azwar, 2002; Popham, 1981; Ebel, 1979; Cronbach, 1970).

Keempat, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk menggunakan hasil penilaian untuk kepentingan pembuatan keputusan, perencanaan pengajaran, pengembangan kurikulum, dan prestise sekolah. Hasil penilaian yang berkaitan dengan pembuatan keputusan laiknya terjadi di dalam tes seleksi (lolos/tidak lolos), tes prestasi (lulus/gagal), tes formatif (menguasai/belum menguasai), dan sebagainya. Yang bersinggungan dengan perencanaan pengajaran lazimnya terdapat di dalam tes awal

1

Page 2: Kompetensi Guru dalam Penilaian Pendidikan: Sebuah Aksioma

atau penjajagan (untuk menentukan dari mana pembelajaran akan dimulai). Pengembangan kurikulum umumnya didasarkan atas hasil evaluasi melalui tes prestasi (achievement test), tes diagnostik, kuesioner untuk penilaian kebutuhan siswa, dan sebagainya. Dan, yang bertalian dengan upaya peningkatan dan prestise sekolah lumrah mengacu pada keputusan yang diambil berdasarkan pada hasil tes prestasi, tes kemahiran, atau tes lainnya baik yang berskala nasional maupun internasional.

Kelima, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan prosedur pemberian peringkat (grading) siswa. Pemeringkatan mengindikasikan pada tingkat performansi yang siswa peroleh dan ia juga merupakan nilai guru ketika ia mampu membuat pemeringkatan secara tepat berdasarkan pada hasil penilaian terhadap performansi tersebut. Kegiatan pemeringkatan ini selanjutnya memiliki faedah untuk memetakan kompetensi siswa. Dengan demikian, melalui kegiatan ini dimungkinkan bagi seorang guru untuk memberikan dorongan atau hadiah (reward). Hadiah (reward) tersebut tentu dapat dijadikan alat penguatan (reinforcement) positif sehingga siswa yang berprestasi selalu dipacu untuk tetap mempertahankan prestasinya dan siswa yang belum berprestasi akan terdorong untuk mengejar ketertinggalannya.

Keenam, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan hasil penilaian kepada siswa, orang tua, guru, dan pihak lain. Ini merupakan tahap pelaporan hasil penilaian kepada berbagai pihak tersebut untuk berbagai tujuan. Tujuan-tujuan itu adalah untuk mengetahui prestasi belajar, kesulitan belajar, kelebihan yang dimiliki siswa (bagi siswa); untuk mengetahui potret kemampuan, proyeksi kecenderungan ilmu pengetahuan yang akan digeluti (bagi konselor); untuk menentukan dasar seleksi atau penerimaan ke jenjang yang lebih tinggi (bagi sekolah lain); dan sebagainya. Di sini, seorang guru juga dituntut untuk mampu mengkomunikasikan ihwal makna suatu angka (skor), misalnya skor 10, skor 90, skor 500 (untuk TOEFL), dan sebagainya kepada pihak-pihak yang memerlukan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk mengkomunikasikan hasil penilaian kepada berbagai pihak menjadi diperlukan.

Ketujuh, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk mengenali metoda penilaian yang lain, baik yang telah usang maupun yang tidak relevan lagi. Langkah yang perlu dilakukan adalah penguasaan konsep validitas dan reliabilitas suatu alat penilaian itu. Dengan memahami kedua hal itu, seorang guru tentu mampu memilah mana alat penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (konsep validitas) dan yang memiliki hasil pengukuran yang relatif konsisten (konsep reliabilitas) (lih. Popham, 1981; Ebel, 1979).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian kelas yang dilakukan oleh guru merupakan bagian integral profesi yang melekatinya yang mesti benar adanya (aksiomatik), di samping desain kurikulum dan silabi, pengembangan materi ajar dan alat bantu pembelajaran, dan penerapan metoda pembelajaran. Penilaian tersebut menjadi bermakna apabila seorang guru memperhatikan pemilihan dan pengembangan metoda penilaian, pelaksanaan penilaian, penskoran, interpretasi hasil penilaian, penggunaan hasil penilaian, pemeringkatan, komunikasi hasil penilaian kepada pihak-pihak yang memerlukan, dan konsep validitas dan reliabilitas. Oleh karena itu, guru yang profesional tidak hanya kompeten di bidang keilmuannya, tetapi juga kompeten di bidang penilaian atau evaluasi.

Pustaka AcuanAmerican Federation of Teachers, National Council on Measurement in Education, & National

Education Association (1990). Standards for teacher competence in educational assessment of students. Washington, DC: National Council on Measurement in Education.

Azwar, Saifuddin. (2002). Tes prestasi: Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cronbach, L.J. (1970). Essentials of psychological testing. New York: Harper and Row.Ebel, R.L. (1979). Essentials of educational measurement. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall.Hayat, Bahrul. (2003). Penilaian tingkat kelas. Makalah yang disajikan pada Sosialisasi Pedoman

Penilaian Kelas. Pusat Penilaian Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 14-16 Oktober.

Popham, W.J. (1981). Modern educational measurement. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall.

***

2