kolelitiasis

43
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam mengkonsumsi makanan tidak lepas dari zat yang bernama kolesterol. Koleterol tersebut di dalam tubuh dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit salah satunya adalah batu empedu. Batu emepdu tersebut dapat menyebabkan kolesistitis. Kolesistitis adalah Inflamasi kantung empedu akut atau kronis yang disebabkan oleh batu empedu yang terjepit dalam saluran sistik dan disertai inflamasi di balik obstruksi (Williams&Wilkins, 2011) Kolesistitis adalah Inflamasi kandung empedu akut atau kronik (Ovedoff, 2002). Dengan adanya penyakit kolesistitis kami mencoba membuat konsep tentang gangguan medis system pencernaan kolesistitis. 1.2 Rumusan Makalah 1) Apa yang dimksud dengan Kolesistitis ? 2) Apa saja etiologi dan patofisiologinya ? 3) Bagaimanakah anatomi kandung empedu ? 4) Bagaimana angka kejadian dan penyebaran kolesistitis ? 5) Sebutkan klasifikasi dan manifestasi klinisnya ?

description

askep

Transcript of kolelitiasis

Page 1: kolelitiasis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangManusia dalam mengkonsumsi makanan tidak lepas dari zat yang bernama

kolesterol. Koleterol tersebut di dalam tubuh dapat mengakibatkan berbagai

macam penyakit salah satunya adalah batu empedu. Batu emepdu tersebut dapat

menyebabkan kolesistitis.

Kolesistitis adalah Inflamasi kantung empedu akut atau kronis yang disebabkan

oleh batu empedu yang terjepit dalam saluran sistik dan disertai inflamasi di

balik obstruksi (Williams&Wilkins, 2011)

Kolesistitis adalah Inflamasi kandung empedu akut atau kronik (Ovedoff, 2002).

Dengan adanya penyakit kolesistitis kami mencoba membuat konsep tentang

gangguan medis system pencernaan kolesistitis.

1.2 Rumusan Makalah1) Apa yang dimksud dengan Kolesistitis ?

2) Apa saja etiologi dan patofisiologinya ?

3) Bagaimanakah anatomi kandung empedu ?

4) Bagaimana angka kejadian dan penyebaran kolesistitis ?

5) Sebutkan klasifikasi dan manifestasi klinisnya ?

6) Apa saja faktor yang menyebabkan Kolesistitis ?

7) Bagaimana tentang prognosis dan penatalaksanaan/terapi, komplikasinya ?

1.3 TujuanDengan adanya pembahasan pada makalah asuhan keperawatan kolesistitis dapat mengetahui tentang materi kolesistitis dari definisi sampai asuhan keperawatan.nya

Page 2: kolelitiasis

2

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Kolesistitis

Kolesistitis merupakan radang kandung empedu yang paling sering terjadi

diakibatkan adanya obstruksi duktus sistikus oleh batu empedu

(kolelitiasis/cholelithiasis). Sembilan puluh persen kasus kolesistitis disebabkan

batu di duktus sistikus (kolesistitis calculous), dan 10% sisanya merupakan

kasus kolesistitis acalculous (non batu). Faktor risiko untuk kolesistitis mirip

dengan cholelithiasis diantaranya : bertambahnya usia, jenis kelamin perempuan,

kelompok etnis tertentu, obesitas ataupun kehilangan berat badan yang cepat,

obat-obatan, dan kehamilan.

Meskipun kultur cairan empedu menunujukkan hasil positif adanya bakteri

dalam 50-75 % kasus, proliferasi bakteri kemungkinan sebagai akibat dari

kolesistitis dan bukan sebagai faktor pencetus kolesistitis. Kolesistitis Akalkulus

(Acalculous cholecystitis) terkait dengan kondisi yang menyebabkan empedu

stasis , termasuk kelemahan , operasi besar , trauma berat , sepsis , pemberian

nutrisi parenteral total dalam jangka panjang , dan puasa yang berkepanjangan .

Penyebab lain Kolesistitis Akalkulus

termasuk gangguan jantung , kelainan

sel darah merah sabit , infeksi

Salmonella , diabetes militus , dan

infeksi sitomegalovirus ,

kriptosporidiosis , atau infeksi

mikrosporidiosis pada pasien dengan

AIDS. Dalam ICD X, kolesistitis

digolongkan dalam kode k80 (dengan

batu kolelitias) dan k81 (tanpa

kolelitiasis)

Infeksi pada kandung empedu ada yang akut dan kronis. Kolesistitis akut

biasanya disertai nyeri tekan dan kekakuan pada abdomen kuadran kanan atas,

mual muntah dan tanda-tanda yang umum dijumpai pada inflamasi akut.

Page 3: kolelitiasis

3

Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu baik secara akut ataupun kronis

(Barbara C. Long, 1996 : 154).

Kolesistitis adalah inflamasi kandung empedu (Suzanne C. smeltzer dan Brenda

G. bare. 2001 : 2004).

Kolesistitis adalah inflamasi dinding kandung empedu yang disertai keluhan

nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan (prof. dr. H.M. Sjaifoellah

Noer: 1996)

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi

akut dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri keluhan perut kanan atas,

nyeri tekan dan panas badan ( www.google.com).

Kolesistitis dibagi menjadi dua yaitu kolisistitis akut adalah reaksi inflamasi akut

dinding kandung empedu, sedangkan kolisistitis kronis adalah suatu keadaan

dimana mukosa dan jaringan otot polos kandung empedu diganti dengan

jaringan ikat, sehingga kemampuan memekatkan empedu hilang ( Admin, 2009)

2.2 Etiologi dan Patofisiologi

Ada 2 tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan

batu yang terutama tersusun dari kolesterol.

Batu pigmen kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkontinyugasi

dalam emepdi mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Batu

ini bertanggung jawab atas sepertiga dari pasien-pasien batu empedu di Amerika

Serikat. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis,

hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus

dikeluarkan dengan jalan operasi.

Batu kolesterol bertanggung jawab atas sebagian besar kasus yaitu emedu

lainnya di Amerika Serikat. Kolesterol yang merupakan unsure normal pembentuk

Page 4: kolelitiasis

4

empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam

empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung

menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintosis asam empedu dan

peningkatan sintesis kolesterol dalam hati : keadaan ini mengakibatkan

supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah

empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh

kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan

sebagai irisan yang meyebabkan peradangan dalam kandung empedu.

Penyebab terjadinya kolesistitis adalah statis cairan empedu, infeksi kuman dan

iskemia dinding kandung empedu. Bagaimana stasis di duktus sistitis dapat

menyebabkan kolesistitis dalam belum jelas. Banyak factor yang berpengaruh

seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang

merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi

dan supurasi.

Pada umumnya kolisistitis akut disebabkan oleh batu empedu. Sumbatan pada

batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan

ganguan aliran darah dan limfe, bakteri kemudian berkembang biak. Penyebab

lain adalah kuman-kuman seperti Eschercia Coli, Salmonella Typhosa, cacing

askaris, atau karena pengaruh enzim-enzim pankreas.

Untuk kolisistitis kronik disebabkan oleh serangan berulang obstruksi duktus

sistikus, nekrosis / iritasi tekanan, ulserasi dan peradangan reaksi lokal, invasi

bakteri primer : E Coli, Klebsiella, Enterokokus dan Salmonela.

Page 5: kolelitiasis

5

2.3 Anatomi Kandung Empedu1) Fundus vesika felea, merupakan bagian kantong empedu yang paling akhir

setelah korpus vesika felea.

2) Korpus vesika felea, bagian dari kantong empedu yang dalamnya berisi getah

empedu(cairan empedu).

3) Leher kandung kemih, merupakan leher dari kantng empedu yaitu saluran

pertama masuknya getah empedu ke kantong empedu.

4) Duktus sistikus, panjangnya 3 cm berjalan dari leher kantung empedu dan

bersambung dengan duktus hepatikus , membetuk saluran empedu ke

duodenum.

5) Duktus hepatikus, saluran keluar dari leher.

6) Duktus keledokus, saluran yang membawa getah empedu ke duodenum.

Lapisan-lapisan kantong empedu adalah sebagai berikut:

a. Epitel, lembaran tipis dari sel-sel terdekat ke bagian dalam kantong

empedu.

b. Lamina propria, lapisan tipis jaringan ikat longgar (epitel ditambah

propria  lamina bentuk mukosa).

c. Ini, muskularis lapisan jaringan otot halus yang membantu kontrak

kandung empedu, empedu menyemprotkan ke dalam saluran empedu.

d. Para perimuscular ("sekitar otot") jaringan fibrosa, lapisan lain dari

jaringan ikat.

e. Para serosa, yang meliputi luar dari kandung empedu yang berasal dari

peritoneum, yang merupakan lapisan rongga perut.

2.4 Angka Kejadian

Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk,insidensi kolesistitis di

Negara kita relative lebih rendah di banding negara-negara barat. Sebuah

diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu, dan sebanyak

sepertiga dari orang-orang mengembangkan kolesistitis akut.Kolesistektomi

baik untuk berulang kolik bilier kolesistitis akut atau merupakan prosedur

bedah umum utama sebagian besar dilakukan oleh dokter bedah umum, yang

mengakibatkan sekitar 500.000 operasi setiap tahunnya.

Page 6: kolelitiasis

6

2.5 Penyebaran

Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut memiliki remisi lengkap dalam 1-

4 hari.Namun, 25-30% dari pasien baik memerlukan operasi atau

mengembangkan beberapa komplikasi.

Pasien dengan kolesistitis acalculous memiliki tingkat kematian berkisar

antara 10-50%, yang jauh melebihi 4% diharapkan angka kematian yang

diamati pada pasien dengan kolesistitis calculous.Emphysematous kolesistitis

memiliki tingkat mortalitas mendekati 15%.

Perforasi terjadi dalam 10-15% kasus.

2.6 Klasifikasi Kolesistitis

Kolisistitis dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu

Kolisistitis Akut

Merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu. Umumnya pada

wanita, gemuk dan berusia diatas 40 tahun, dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Kolisistitis kalkulus

Terdapat pada lebih dari 90% pasien

kolesistitis akut. Pada kolesistitis kalkulus,

batu kandung emepdu menyumbat saluran

keluar empedu. Getah emedu yang tetap

berada pada kandung empedu akan

menimbulkan suatu reaksi kimia: terjadi

otolisis serta edema, dan pembuluh darah

dalam kandung empedu akan terkompresi

sehingga suplay vaskulernya terganggu.

Sebagai konsekuensinya dapat terjadi gangrene pada kandung empedu

disertai perforasi. Bakteri kurang berperan dalam kolesistitis akut, meskipun

demikian, infeksi sekunder oleh E. coli dan kuman enteric lainnya terjadi

pada sekitar 40% pasien.

Page 7: kolelitiasis

7

2. Kolisistitis akalkulus (kolisistitis tanpa batu)

Merupakan inflamasi kandung empedu akut tanpa adanya obstruksi oleh

batu emped. Kolesistitis akulkulus timbul sesudah tindakan bedah mayor

trauma brat atau luka baker. Factor-faktor lain yang berkaitan dengan tipe

kolesistitis ini mencangkup obstruksi duktus sistikus akibat terinfeksi primer

bacterial pada kandung empedu dan tranfusi darah yang dilakukan berkali-

kali kolesistitis akalkulus diperkirakan terjadi akibat visceral. Kejadiannya

yang menyertai tindakan bedah mayor atau trauma mempersulit penegakan

diagnosis keadaan ini.

3. seluler lokal dan area iskemik.

Kolisistitis kronik

Suatu keadaan dimana mukosa dan jaringan otot polos kandung empedu diganti

dengan jaringan ikat, sehingga kemampuan memekatkan empedu hilang.

Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu :

a. Tipe pigmen (batu pigmen) terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari

keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat atau asam lemak rantai

panjang. Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multiple, berwarna hitam

kecoklatan,

b. Tipe kolesterol (batu kolesterol) biasanya berukuran besar, soliter,

berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat, dan sering mengandung

kalsium dan pigmen

c. Tipe campuran (batu kolesterol campuran), paling sering ditemukan. Batu

ini memiliki gambaran batu pigmen maupun batu kolesterol, majemuk dan

berwarna coklat tua.Batu empedu campuran sering dapat terlihat dengan

pemeriksaan radiografi, sedangkan batu komposisi murni tidak terlihat.

2.7 Manifestasi Klinis

Untuk kolisistitis akut, gejala klinisnya adalah

a. Gangguan pencernaan, mual muntah

b. Nyeri perut kanan atas atau kadang tidak enak diepigastrium

Page 8: kolelitiasis

8

c. Nyeri menjalar kebahu atau scapula

d. Demam dan ikterus (bila terdapat batu diduktus koledokus sistikus)

e. Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak

f. Diam karena menahan nyeri

g. Tanda Murphy

Untuk kolisistitis kronik, gejala klinisnya adalah :

a. Kolik bilier : nyeri parah, berkualitas menetap, biasanya dalam kuadran

kanan atas atau epigastrium dialihkan ke skapula kanan

b. Mual dan muntah

c. Nyeri biasanya pada malam hari

d. Kolik bilier timbul penekanan makanan berlemak

e. Dispepsia, salah cerna, kembung dan bersendawa.

2.8 Faktor Resiko

Beberapa faktor resiko yang lain sebagai berikut:

adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya

Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)

Usia lebih dari 40 tahun .

Kegemukan (obesitas).

Faktor keturunan

Aktivitas fisik

Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)

Hiperlipidemia

Diet tinggi lemak dan rendah serat

Pengosongan lambung yang memanjang

Nutrisi intravena jangka lama

Dismotilitas kandung empedu

Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)

Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,

pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan

garam empedu)

Page 9: kolelitiasis

9

2.9 WOC Kolesistitis

Batu Empedu

Kolesistisis(akut& kronis)

Obstruksi Kandungempedu di

duktussistikus

Obstruksi Kandung empedu oleh batu

Post kolesistektomi

Ketidaktahuan akan penatalaksanaan

Obstruksisaluranempedu

dalamusus

Rasa tidak enak pada perut bagian atas

Spasme Duktus

Mk Gangguan rasa nyeri

Dispepsia

Nutrisi <dari

kebutuhanMe menurun absorbsi vit. K

Kadar Protombin menurun

Gangguan proses

pembekuan

Kerusakan Mobilitas

Fisik

Ansietas

Insisi Jaringan

Nyeri post kolesistektomi

Pola nafas tak efektif

Resti ke >an volume cairan

Page 10: kolelitiasis

10

2.10 Prognosis

Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik, dengan

tingkat kematian sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut

memiliki remisi lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25-30% pasien

memerlukan operasi ataupun menderita beberapa komplikasi. Komplikasi yang

terjadi seperti seperti perforasi /gangren, menyebabkan prognosis menjadi

kurang menguntungkan. Perforasi terjadi pada 10-15% kasus. Pasien dengan

kolesistitis acalculous memiliki angka kematian berkisar antara 10-50%, jauh

melebihi perkiraan mortalitas 4% pada pasien dengan kolesistitis calculous. Pada

pasien yang sakit parah dengan kolesistitis acalculous disertai perforasi atau

gangren, angka kematian bisa sampai 50-60%.

2.11 Penatalaksaan/Terapi Penatalaksanaan Non Bedah

a. Penatalaksanaan pendukung dan diet

Istirahat yang cukup

Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda.

Berikan diit makanan cair rendah lemak dan karbohidrat

Pemberian buah yang masak, nasi / ketela, daging tanpa lemak, kentang

yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti,kopi atau teh.

Hindari telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bubu-bumbu

berlemak.

b. Farmakoterapi

Diberikan asam ursodeoksikolat (uradafalk) dan kerodeoksikolat

(chenodical, chenofalk digunakan untuk melarutkan batu empedu

radiolusen yang berukuran kecil terutama terbentuk dari kolesterol

Mekanisme kerja ursodeoksikolat dan konodeoksikolat adalah

menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi

desaturasi getah empedu

Diperlukan terapi selama 6 hingga 12 bulan untuk melarutkan batu

empedu dan selama terapi keadaan pasien dipantau terus.

Page 11: kolelitiasis

11

Dosis yang efektif bergantung pada berat pasien, cara terapi ini umumnya

dilakukan pada pasien yang menolak pembedahan atau yang dianggap

terlalu beresiko untuk menjalani pembedahan.

Obat-obatan tertentu lainnya seperti estrogen, kontrasepsi oral, klofibrat

dan kolesterol makanan dapat menimbulkan pengaruh merugikan terhadap

cara terapi ini.

c. Indiskopi

d. Penatalaksanaan keseimbangan cairan

Penatalaksanaan Bedah

Extra Corpeal shock wave litotripsi

Kolesitosistoli totomi perkutan

Kolistatomi

Terapi awal dan pemberian

Antibiotik Untuk kolesistitis akut, terapi awal meliputi pengistirahatan usus

(bowel rest), hidrasi intravena, koreksi elektrolit, analgesia, dan antibiotik

intravena. Untuk kasus yang ringan, terapi antibiotik menggunakan satu jenis

antibiotik berspektrum luas sudah cukup memadai. Beberapa pilihan untuk jenis

terapi awal ini :

a. Sanford guide merekomendasikan piperacillin/tazobactam (Zosyn, 3,375

gram IV/6 jam atau 4,5 gram IV/8 jam), ampicilin/sulbactam (Unasyn, 3

gram IV/6 jam), atau meropenem (Merrem, 1 gram IV/8 jam). Pada kasus

berat yang mengancam jiwa, Sanford guide merekomendasikan

Imipenem/cilastatin ( primaxin, 500 mg IV/6 jam).

b. Regimen alternatif meliputi sefalosporin generasi ketiga plus metronidazole

(Flagyl, 1 gram IV bolus diikuti 500 mg IV/6 jam).

c. Bakteri yang biasa ditemukan pada kolesititis adalah : Eschericia coli,

Bacteroides fragilis, Klebsiella, Enterococcus, dan Pseudomonas.

d. Bila terdapat emesis dapat diberikan antiemesis dan suction nasogastrik.

e. Oleh karena sering terjadi progesi yang cepat dari kolesistitis akalkulus

menjadi gangren dan perforasi, deteksi dan intervensi dini sangat dibutuhkan.

Page 12: kolelitiasis

12

f. Obat-obatan suportif dapat diberikan seperti pengatur kestabilan

hemodinamik, antibiotik untuk mengtasi bakteri gram negatif usus dan

bakteri anaerobik, terutama bila curiga adanya infeksi saluran empedu.

g. Stimulasi kontraksi kandung empedu harian dengan menggunakan

kolesistokinin intavena, menunjukkan keefektifannyadalam mencegah

gumpalan di kandung empedu pada pasien yang menerima nutrisi parenteral

total (TPN).

Terapi konservatif untuk kolesistitis tanpa komplikasi.

Pasien dapat dirawat jalan pada kasus kolesititis tanpa komplikasi dengan

memberikan terapi antibiotik, analgesik dan kontrol untuk follow up. Kriteria

pasien yang dapat di rawat jalan adalah :

a. Tidak demam (afebris) dengan tanda vital yang stabil.

b. Tidak ada bukti adanya obstruksi berdasarkan hasil lab.

c. Tidak ada masalah medis lain, usia lanjut, kehamilan serta masalah

immunocompromised.

d. Analgesia yang adekuat.

e. Pasien memiliki sarana dan akses transportasi yang mudah ke sarana

kesehatan.

f. Bersedia untuk kontrol/follow up. Beberapa obat-obatan yang dapat

diberikan :

a. Antibiotik profilaksis : levoflaxacin (Levaquin, 500 mg per oral 1x/hari)

dan metronidazole (500 mg per oral 2x/hari).

b. Antiemetik : prometazin (phenergan) oral/rectal , prochlorperazine

(compazine).

c. Analgesik : oxycodone/acetaminophen (percocet) oral.

Kolesistektomi

Kolesistektomi laparoskopi merupakan terapi bedah standar untuk kolesistitis.

Kolesistektomi dini yang dilakukan dalam 72 jam setelah pasien masuk rumah

sakit, memberikan keuntungan dari sisi medis maupun sosioekonomi. Pada

pasien yang hamil, kolesistektomi laparoskopi dinyatakan aman untuk semua

umur kehamilan namun paling aman pada trimester kedua. kolesistektomi-

laparoskopik kolesistektomi laparoskopik dilihat dari laparoskop. sumber

Page 13: kolelitiasis

13

wikipedia. CT Scan yang dilakukan 72 jam sebelum operasi sangat membantu

mendeteksi adanya kolesistitis gangrenosa yang ditandai dengan : defek pada

dinding kandung empedu, cairan di perikolesistik dan tidak ditemukan adanya

batu empedu. peralatan dan tenaga ahli yang tidak memadai, serta baru saja

mendapat prosedur bedah abdominal lainnya.

Drainase perkutaneus

Untuk pasien yang kontraindikasi/berisiko tinggi terhadap prosedur bedah, maka

terapi Drainase perkutaneus kolesistostomi transhepatik (yang dipandu USG)

merupakan pilihan terapi definitif dikombinasikan dengan pemberian antibiotik.

Terapi Endoskopik

Endoskopi memiliki kelebihan yakni sebagai alat bantu untuk mendiagnosis juga

dapat sebagai terapi. Beberapa prosedur endoskopik untuk kolesistitis :

a. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Terapi ini dapat

memvisualisasikan anatomi sekaligus dapat menyingkirkan batu empedu

pada duktus biliaris komunis.

b. Endoscopic ultrasound-guided transmural cholecystostomy.Penelitian

menunjukkan bahwa terapi ini aman sebagai terapi awal, interim maupun

definitif untuk pasien dengan kolesistitis akut berat yang berisiko tinggi

terhadap prosedur kolesistektomi.

c. Endoscopic gallbladder drainage. Mutignani dkk, menyimpulkan dalam

penelitiannya terhadap 35 orang pasien kolesistitis akut bahwa terapi ini

efektif untuk kolesistitis akut namun sifatnya hanya sementara saja.

2.12Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada kasus kolisistitis akut antara lain :

1. Septikemia

2. Pembentukan abses di dalam lumen vesika biliaris

3. Nekrosis dengan perforasi lokal (abses perikolesistik)

4. Fistulisasi ke organ berongga lain : duodenum, lambung atau kolon

5. Peritonitis empedu

6. Kolesistitis emfisematosa : proses peradangan akut yang melibatkan

organisme virulen pembentuk gas

Page 14: kolelitiasis

14

7. Empisema vesika biliaris : berlanjut supurasi (banyak pus dalam vesika

biliaris)

Komplikasi yang terjadi pada kolisistitis kronis

1. Infeksi

2. Abses intra abdomen

3. Peritonitis empedu, cedera duktus bilier

Page 15: kolelitiasis

15

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KOLESISTITIS

3.1 Pengkajian

Data yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untuk

membuat rencana asuhan keperawatan klien. Proses pengkajian keperawatan

harus dilakukan dengan sangat individual (sesuai masalah dan kebutuhan klien

saat ini). Dalam melakukan pengkajian pasien dengan kolelitiassis meliputi

anamnese, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesa :

Identitas : kolesistitis pada umumnya terjadi pada female, fat, fourty, fertil.

Yaitu wanita dengan usia lebih dari 40 tahun, obesitas dan multipara.

Keluhan utama

Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas dapat menyebar kepunggung dan

bahu kanan. Nyeri timbul tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit,

pada umumnya timbul pada 1-2 jam paska makan, biasanya pada malam hari

dan hamper tak pernah pada pagi hari. Mual, muntah, kembung, berrsendawa.

Riwayat penyakit Dahulu :

Adanya riwayat DM, hiperkolesterol, obesitas, penyakit inflamasi usus.

3.2 Pemeriksaan Fisik :

B1 :Peningkatan frekuensi pernafasan, pernafasan tertekan ditandai nafas

pendek dan tertekan.

B2 :Tachikardi, demam, resiko perdarahan karena kekurangan vitamin K

B3 :Nyeri pada perut kanan atas menyebar kepunggung atau bahu kanan.

Gelisah

B4 :Urine gelap pekat

B5 :Distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, feses warna

seperti tanah liat.

Page 16: kolelitiasis

16

B6 : Kulit berkeringat dan gatal (pruritus).

3.3 Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium. Meski kurang akurat untuk mendiagnosis kolesistitis, namun beberapa temuan

pada pemeriksaan lab ini dapat menjadi pertimbangan untuk menunjang

diagnosis :

Leukositosis dengan pergeseran ke kiri (leukosit imatur lebih tinggi jumlahnya

dibandingkan leukosit matur) dapat dijumpai pada kolesistitis.

Kadar enzim intrinsik hati Alanin Amino Transferase (ALT) dan Aspartat

Amino Transferase (AAT) digunakan untuk mengevaluasi fungsi hati dan

adanya hepatitis serta dapat pula jumlahnya meningkat pada kolesistitis dan

obstruksi saluran empedu.

Kadar Bilirubin dan Alkalin Fosfatase diperiksa untuk mengevaluasi obstruksi

saluran empedu yang umum dijumpai.

Kadar Amilase dan Lipase biasanya digunakan untuk memeriksa adanya

Pankreatitis, namun Amilase dapat pula meningkat pada kolesistitis.

Peningkatan kadar Alkalin Fosfatase ditemukan pada sekitar 25% pasien

dengan kolesistitis.

Urinalisis digunakan untukmenyingkirkan Pyelonefritis dan batu ginjal.

Pasien wanita yang berada pada usia subur wajib menjalani pemeriksaan

kehamilan. Sebuah studi retrospektif oleh Singer berusaha menunjukkan

hubungan antara kondisi klinis dengan temuan pemeriksaan lab. HBS

(hepatobiliary scintigraphy) pada pasien dengan kolesistitis akut .

b. Rekomendasi Pemeriksaan Radiologi : Asosiasi Radiologi Amerika (ACR) telah menyusun kriteria foto radiologi yang

direkomendasikan untuk kolesistitis :

Sonografi (USG) dianjurkan sebagai pemeriksaan awal untuk kolesistitis akut

dan scintigrafi merupakan alternatif penggantinya yang dianjurkan.

Page 17: kolelitiasis

17

CT Scan dianjurkan sebagai pemeriksaan radiologi sekunder yang dapat

mengidentifikasi kelainan ekstrabilier sebagai komplikasi dari kolesistitis

akut seperti gangren, formasi gas dan perforasi.

CT Scan dengan kontras intravena berguna untuk mendiagnosis kolesistitis

akut pada pasein dengan nyeri perut yang tidak khas.

MRI dengan media kontras intavena berbasis gadolinium, juga merupakan

modalitas pemeriksaan radiologi sekunder yang berguna sebagai konfirmasi

kolesistitis akut.

MRI tanpa kontras berguna untuk melakukan pemeriksaan pada wanita hamil

dengan dugaan kolesistitis akut yang dengan USG tidak menghasilkan

diagnosis yang jelas..

Bahan kontras sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang sedang mendapat

terapi dialisis kecuali pada keadaaan darurat dan mutlak diperlukan.

c. Radiografi (X-Ray). Batu empedu dapat divisualisasikan dengan peeriksaan radiografi meski tanpa

kontras pada 10-15% kasus. Penemuan ini hanya mengindikasikan kolelitiasis,

dengan atau tanpa kolesistitis. Udara bebas sub diafragmatika tidak mungkin

berasal dari saluran empedu. Udara yang terlokalisir di dinding kandung

empedu, biasanya menunjukkan adanya kolesistitis emfisematosa yang

dihasilkan bakteri penghasil gas seperti E. Coli , Clostridia dan bakteri

streptokokus anaerob. Kolesistitis Emfisematosa memiliki angka kematian yang

tinggi dan biasanya dijumpai pada pasien pria dengan diabetes dan kolesistitis

akalkulus (non batu). Kandung empedu yang terkalsifikasi difus, seringkali

merupakan suatu karsinoma meskipun 2 studi menunjukkan tidak ada hubungan

antara kalsifikasi parsial darikandung empedu dengan karisnoma. Penemuan lain

dari pemeriksaan radiografi dapat berupa batu ginjal, obstruksi intestinal dan

pneumonia.

d. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan dengan USG merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas antara

90-95% dan spesifisitas 80-85% untuk kolesistitis. Bila disertai batu empedu

dengan diamater lebih dari 2 mm , maka sensitivitas dan spesifisitasUSG

Page 18: kolelitiasis

18

menjadi lebih dari 95%. Hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan

kemungkinan adanya kolesistitis antara lain : cairan di daerah perikolesistik,

penebalan dinding kandung empedu hingga lebih dari 4 mm dan tanda murphy

sonografi positif. Adanya batu juga menunjang diagnosis. Pemeriksaan USG

sebaiknya dilakukan setelah 8 jam puasa oleh karena batu empedu

divisualisasikan dengan baik pada kandung empedu yang terdistensi oleh cairan

empedu.

e. Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan dengan USG merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas antara

90-95% dan spesifisitas 80-85% untuk kolesistitis. Bila disertai batu empedu

dengan diamater lebih dari 2 mm , maka sensitivitas dan spesifisitasUSG

menjadi lebih dari 95%. Hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan

kemungkinan adanya kolesistitis antara lain : cairan di daerah perikolesistik,

penebalan dinding kandung empedu hingga lebih dari 4 mm dan tanda murphy

sonografi positif. Adanya batu juga menunjang diagnosis. Pemeriksaan USG

sebaiknya dilakukan setelah 8 jam puasa oleh karena batu empedu

divisualisasikan dengan baik pada kandung empedu yang terdistensi oleh cairan

empedu.

f. CT Scan dan MRI

Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CT Scan dan MRI untuk memprediksi

kolesistitis akut adalah lebih dari 95%. Kelebihan pemeriksaan ini dibandingkan

ERCP (endoscopic retrogade cholangiopancreatography) adalah sifatnya yang

non invasif, namun kelemahannya adalah tidak memiliki efek terapi serta tidak

cocok pada kasus kolesistitis tanpa batu empedu. Hasil pemeriksaan CT Scan

dan MRI yang menunjukkan adanya kolesistitis adalah : penebalan dinidng

kandung empedu (> 4 mm), cairan di perikolesistik, edema subserosa (bila tidak

ada ascites), gas intramural, dan pengelupasan mukosa. CT Scan dan MRI juga

bermanfaat untuk melihat struktur sekitar bila diagnosis tidak meyakinkan.

g. HBS (hepatobiliary scintigraphy)

Page 19: kolelitiasis

19

Keakuratan HBS dalam mendeteksi kolesistitis akut mencapai 95%. Sementara

sensitivitasnya dalam rentang 90-100% dan spesifisitasnya 85 hingga 95%.

h. Endoskopi (ERCP = Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)

Pemeriksaan ERCP sangat bermanfaat dalam memvisualisasikan anatomi

kandung dan saluran empedu pada pasien berisiko tinggi memiliki batu empedu

yang disertai gejala sumbatan saluran empedu positif. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Sahai dkk, ERCP lebih dianjurkan dibandingkan USG

Endoskopik dan Cholangiografi Intraoperatif pada pasien yang berisiko tinggi

memiliki batu empedu dan akan menjalani operasi kolesistektomi laparoskopik.

Kelemahan ERCP adalah membutuhkan tenaga khusus yang ahli

mengoperasikan alatnya, biaya tinggi serta kemungkinan adanya komplikasi

seperti pankreatitis (3-5% kasus).

i. Pemeriksaan Histologi.

Perubahan awal pada kolesistitis adalah edema dan kongesti vena. Berdasarkan

gambaran histologinya, kolesistitis akut biasanya saling tumpang tindih dengan

kolesistitis kronik. Penemuan yang spesifik diantaranya : adanya fibrosis,

mukosa yang rata dan sel inflamasi kronik. Herniasi mukosa yang juga dikenal

sebagai Sinus Rokitansky-Aschoff berkaitan dengan peningkatan tekanan

hidrostatik dan ditemukan pada sekitar 56% kasus. Nekrosis fokal disertai influx

sel neutrofil juga dapat ditemukan. Pada kasus yang berat dapat dijumpai

gangren dan perforasi.

Page 20: kolelitiasis

20

.

3.4 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan proses infamasi

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah akibat

kolesistitis

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan proses pembekuan

4. Ansietas berhubungan dengan ketidatahuan akan penatalaksanaan

5. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan nyeri post kolesistektomi

6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan nyeri post kolesistektomi

Page 21: kolelitiasis

21

INTERVENSI

NODiagnosa

KeperawatanNOC NIC

1 Nyeri

berhubungan

dengan proses

infamasi

NOC :

Paint Level

Paint Control

Comfort level

Kriteria Hasil

Mampu mengontrol

nyeri(tahu penyebab nyeri,

mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi

untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan

menggunakan manajemen

nyeri

Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang

Tanda vital dalam rentang

normal

Pain Management

Lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi

Gunakan komunikasi terapeutik

untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien

Evaluasi pengalaman nyeri masa

lampau

Evaluasi bersama pasien dan tim

kesehatan lain tentang

ketidakefektifan control nyeri

masa lampau

Bantu pasien dan keluarga untuk

mencari dan menemukan

dukungan

Pilih dan lakukan penangan

nyeri (farmakologi, non

farmakologi dan interpersonal )

Ajarkan teknik non farmakologi

Berikan analgesic untuk

mengurangi rasa nyeri

Analgesic Administration

Pilih analgesic yang diperlukan

atau kombinasi dari analgesic

ketika pemberian lebih dari satu

Tentukan analgesic tergantung

Page 22: kolelitiasis

22

dari tipe dan beratnya nyeri

Tentukan analgesic pilihan, rute

pemberian, dan dosis optimal

Pilih rute pemberian secara

IV,IM untuk pengobatan secara

teratur.

Evaluasi efektivitas analgesic,

tanda dan gejala(efek samping)

2 Nutrisi kurang

dari kebutuhan

berhubungan

dengan anoreksia,

muntah akibat

kolesistitis

NOC :

Nutritional Status : Food

and Fluid Intake

Nutritional Status :

Nutrient Intake

Kriteria Hasil :

Adanya peningkatan berat

badan sesuai dengan tujuan

Berat badan ideal sesuai

dengan tinggi badan

Mampu

mengindentifikasika

kebutuhan nutrisi

Tidak ada tanda-tanda

malnutrisi

Menunjukkan peningkatan

fungsi pengecapan dari

menelan

Tidak terjadi penurunan

berat badan yang berarti.

Manajemen Nutrisi

Anjurkan pasien untuk

meningkatkan protein dan

vitamin C

Kolaborasi dengan ahli gizi

umtuk menentukan jumlah kalori

dan nutrisi yang dibutuhkan

pasien.

Yakinkan diet yang dimakan

mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi

Berikan makanan yang terpilih

(sudah dikonstulasikan dengan

ahli gizi )

Berikan informasi tentang

kebutuhan nutrisi.

Kaji kemampuan pasien untuk

mendapatkan nutrisi yang

dibutuhkan

Kaji adanya alergi makanan

Monitor Nutrisi

BB pasien dalam batas normal

Monitor adanya penurunan Bb

Jadwalkan pengobatan dan

Page 23: kolelitiasis

23

tindakan tidak selama jam

makan

Monitor makanan kesukaan

Monitor mual dan muntah

Monitor pertumbuhan dan

perkembangan

Monitor kalori dan intake nutrisi

Monitor pucat,kemerahan, dan

kekueringan jaringan

konjungtiva

3 Kekurangan

volume cairan

berhubungan

dengan

gangguan

proses

pembekuan

NOC :

Fluid balance

Hydration

Nutritional Status : Food

and Fluid Intake

Kriteria Hasil :

Tekanan darah, nadi, suhu

tubuh dalam batas normal

Tidak ada tanda dehidrasi,

Elastisitas turgor kulit baik,

membrane mucosa lembab,

tidak ada easa haus yang

berlebihan

NIC :

Berikan cairan IV pada suhu

ruangan

Pertahankan catatan intake dan

output yang akurat

Monitor status

dehidrasi(kelembapan membrane

mucosa, nadi adekuat, tekanan

darah ortostatik(

Monitor status nutrisi

Kolaborasi dengan dokter

Monitor respon pasien terhadap

penambahan cairan

4 Ansietas

berhubungan

dengan

ketidatahuan

akan

penatalaksanaan

NOC :

Anxiety control

Coping

Impulse control

Kriteria Hasil :

Vital sign dalam batas

normal

NIC :

Gunakan pendekatan yang

menenangkan

Jelaska semua prosedur dan apa

yang dirasakan selama prosedur

Temani pasien untuk

memberikan keamanan dan

mengurangi takut

Page 24: kolelitiasis

24

Mengindentifikasi,mengunk

apkan dan menunjukkan

tehnik untuk mengontrol

cemas

Berikan obat untuk mengurangi

kecemasan

Instruksikan pasien

menggunakan tehnik relaksasi

Bantu pasien mengenal situasi

yang menimbulkan kecemasan

Pahami prespektif pasien

terhadap situasi stres

5 Pola nafas tak

efektif

berhubungan

dengan nyeri

post

kolesistektomi

NOC :

Respiratory status :

Ventilation

Respiratory status :

Aitway patency

Vital sign Status

Kriteria Hasil :

Menunjukkan pola nafas

yang paten(klien tidak

merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi pernafasan

dalam rentang normal, tidak

ada suara nafas abnormal)

TTV dalam rentang normal

NIC :

Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

Atur intake untuk

mengoptimalkan keseimbangan

Monitor respirasi dan status O2

Auskultasi suara nafas, catat

adanya suara tambahan

Monitor adanya cushing

triad(tekanan nadi yang melebar,

brakikardi, peningkatan sistolik)

Monitor suara paru dan pola

pernafasan yang abnormal

Monitor kualitas dari nadi

Monitor TTV sebelum, selama,

setelah aktivitas

Monitor frekuensi dan irama

pernafasan

Auskultasi TD pada kedua

lengan dan bandingkan.

6 Kerusakan

mobilitas fisik

berhubungan

nyeri post

kolesistektomi

NOC :

Joint Movement : Active

Mobility Level

Self care : ADLs

NIC :

Exercise Therapy : ambulation

Monitoring vital sign

sebelum/sesudah latihan dan liat

Page 25: kolelitiasis

25

Transfer performance

Kriteria Hasil :

Klien meningkat dalam

aktivitas fisik

Mengerti tujuan dari

peningkatan mobilitas

Memverbalisasikan

perasaan dalam

meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah

respon pasien saat latihan

Konsultasikan dengan terapi

fisik tentang rencana ambulasi

sesuai dengan kebutuhan

Kaji kemampuan pasien dalam

mobilisasi

Ajarkan pasien dalam merubah

posisi dan berikan bantuan jika

diperlukan

Latih pasien dalam pemenuhan

kebutuhan ADLs secara mandiri

sesuai kemampuan

Damping dan bantu pasien saat

mobilisasi dan bantu penuhi

kebutuhan ADLs pasien.

3.5 Implementasi

Hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam melakukan implementasi:

Page 26: kolelitiasis

26

a. Kaji skala nyeri, berat dan intensitas.

b. Teknik relaksasi + napas dalam.

c. Anjurkan pasien mengurangi konsumsi makanan berlemak.

d. elaskan pada pasien mengenai kolesistisis.

Tahap persiapan

1. Memahami rencana keperawatan secara fisik

2. Menguasai keterampilan teknik keperawatan

3. Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi

Tahap pelaksanaan

a. Informasikan tindakan yang dilakukan

b. Menerapkan kemampuan intelektual

c. Perhatikan kondisi pasien dan rasa nyaman

Tahap terminasi

1. Observasi respon klien terhadap tindakan keperawatn yang dilakukan

2. Tinjau kemajuan pasien setelah dilakukan tindakan

3. Rapikan tempat tidur

4. Lakukan pendokumentasian

3.6 Evaluai

Berguna mengetahui ebutuhan pasien secara optimal dan mengukur dari proses

keperawatan

Page 27: kolelitiasis

27

Menentukan kriteria data

Mengumpulkan data dan menafsirkan

Membandingkan data baru dengan standar yang berlaku

Merangkum hasil dan membuat kesimpulan

Melakukan tindakan sesuai keperawatan

Langkah-langkah evaluasi :

a. Nyeri hilang / terkontrol.

b. Pasien melaporkan adanya intake nutrisi yang adekuat.

c. Keseimbangan cairan adekuat.

d. Pengetahuan pasien meningkat.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Page 28: kolelitiasis

28

Kolesistitis adalah radang pada kandung empedu yang merupakan reaksi

inflamasi akut dinding kandung empedu disercal keluhan nyeri perut kanan

bawah, nyeri tekan dan panas badan.

Kolesistitis dapat disebabkan oleh statis cairan empedu infeksi kuman dan

iskemia dinding kandung empedu, penyebab lainnya sepertu kepekatan cairan

empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa

dinding kandung empedu.

Jenis kolesistitis dapat dibagi menjadi 2, yaitu kolesistitis kalkulus dan

kolesistitis akulkulus. Test diagnostic pada kolesistitis dilakukan dengan cara

pemeriksaan ultrasonografi (USG) skintigrafi saluran empedu, pemeriksaan C

scan abdomen.

4.2 SaranDalam penulisan makalah ini, kami selaku penyusun menyarankan kepada

pembaca sekalian agar dapat menjaga kesehatan terutama dalam menghindari

penyakit kolesistitis. Kami berharap, dengan adanya penulisan makalah ini,

dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.Terima kasih kami ucapkan atas

perhatiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Nursing Interventions Classification (NIC)

Nursing Outcomes Classificatin (NOC)

Page 29: kolelitiasis

29

http://bodong20.blogspot.com/2013/04/kolesistitis.html

Diakses tanggal 08 november 2013 jam 23.20

http://ppnikarangasem.blogspot.com/2010/11/asuhan-keperawatan-pada-pasien-

dengan.html

Diakses tanggal 09 November jam 14.23

http://taufanarif1990.blogspot.com/2013/02/askep-kolesistitis.html

Diakses tanggal 09 November jam 15:29