Kimia Oli Bekas
-
Upload
rhaa-aquariius -
Category
Documents
-
view
1.155 -
download
150
description
Transcript of Kimia Oli Bekas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang masuk dalam lima besar negara yang memiliki penduduk
terbanyak di dunia. Hingga saat ini, penduduk Indonesia mencapai 238 juta jiwa dengan
penambahan penduduk 31 juta jiwa selama kurun waktu 10 tahun.Hal ini terlihat bahwa
perkembangan demografi di Indonesia sangat siginifikan hampir menyamai RRC (Republik
Rakyat China).Pertumbuhan penduduk juga tidak dapat dipungkiri dengan pertumbuhan
jumlah kendaraan yang menjadi fasilitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Permasalahan limbah B3 dalam konteks lingkungan hidup di Indonesia menjadi fokus
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.Berbagai aktivitas industri telah menimbulkan lahan
terkontaminasi oleh limbah B3. Berdasarkan Mediadatariset, pada tahun 2009, sektor
Pertambangan, Energi, dan Migas, menghasilkan limbah B3 sekitar 15.506.387,47 juta ton
dan sektor Manufaktur dan Agroindustri sekitar 8.124.360,91 juta ton. Terjadinya
peningkatan jumlah bengkel atau usaha perbengkelan terutama yang menyediakan jasa ganti
oli semakin bertebaran di berbagai tempat.Yang berarti bahwa terjadi peningkatan pada
limbah pelumas bekas.
Ditambah lagi pada tempat penampungan sementara limbah pelumas bekas yang hanya
ditampung dalam drum atau sejenisnya. Padahal menurut aturan tempat penampungan
sementara harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Negara Lingkungan
Hidup.Berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999, pelumas bekas masuk ke dalam limbah B3 dari
sumber yang tidak spesifik dengan kode D1005d.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagian tugas Pemerintah Pusat
didelegasikan ke pemerintah daerah. Pendelegasian itu merupakan amanat Undang-Undang
No 32 tahun 2004. Kewenangan pemerintah daerah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah
No 38 tahun 2007. Berbagai aspek pemerintahan dan pembangunan dirumuskan dalam
Peraturan Pemerintah tersebut termasuk kewenangan dalam pengelolaan dan pengendalian
lingkungan hidup.Akan tetapi ada hal yang agak kurang rasional dalam PP 38/2007
khususnya dalam hal pengelolaan limbah B3, terutama untuk pelumas bekas.
1
Sebelum PP 38/2007 terbit, praktis segala sesuatu tentang kewenangan pengaturan,
pengendalian limbah B3 berada pada Pemerintah Pusat yaitu pada Kementerian Negara
Lingkungan Hidup (KNLH). Kewenangan itu termasuk pemberian perijinan untuk
pengumpulan, penyimpanan sementara, pengangkutan dan pengolahan limbah B3. Sesuai PP
38/2007, kewenangan untuk pengaturan dan pengendalian kegiatan pengumpulan limbah B3
diberikan kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten dan Kota). Artinya pemerintah Kota atau
Kabupaten diberi kewenangan untuk mengatur dan memberikan ijin bagi kegiatan
pengumpulan sementara limbah B3. Anehnya kewenangan pengumpulan itu mempunyai
pengecualian, yaitu untuk pengumpulan limbah B3 pelumas bekas.
Berdasarkan PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian pelumas bekas
mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan sepenuhnya berada
pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Ini artinya bila ada bengkel sepeda motor di
kota-kota besar, maka si pengusaha bengkel harus mengajukan permohonan ijin
penyimpanan pelumas bekas ke KNLH di Jakarta. Pengusaha kecil seperti bengkel sepeda
motor, kalau diminta mengurus ijin ke jakarta, maka ia akan memilih tidak mempunyai ijin.
Ketentuanini jelas tidak rasional, kegiatan yang justru sudah sangat banyak di daerah, tetapi
kewenangan pengaturannya di Pemerintah Pusat.
Dalam Permen LH No. 30 Tahun 2009, pemerintah daerah hanya diberikan
kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap perizinan pengelolaan limbah B3 serta
pengawasan pemulihan akibat pencemaran limbah B3. Sementara pemberian izin tetap
dilakukan oleh KMLH berdasarkan Permen LH No. 18 Tahun 2009.Penjelasan mengenai
pengelolaan limbah pelumas bekas diatur dalam Kepdal 255/BAPEDAL/08/1996. Perlunya
pelibatan langsung masyarakat khususnya pekerja dalam pengawasan pengelolaan limbah B3
dan keterbukaan pemerintah mengenai bahaya limbah B3 kepada masyarakat berdasarkan PP
No. 18 Tahun 1999 dan PP No. 74 Tahun 2001.
Data dari BPS (Badan Pusat Statistika) menyebutkan bahwa pada tahun 2009 jumlah
kendaraan bermotor jenis sepeda motor mencapai 52.433.132 buah, jumlah mobil penumpang
mencapai 10.364.125 buah, dan jumlah kendaraan jenis bis mencapai 2.729.572 buah.
Dari banyaknya kendaraan sebagaimana disebutkan di atas, maka dibutuhkan minyak
pelumas yang mampu menjaga performa mesin dengan baik.Namun pemakaian pelumasan
2
(minyak pelumas/oli) itu sendiri terdapat batasan-batasan pemakaian oli sesuai spesifikasi
masing-masing oli.Dimana saat mencapai batasan tersebut kualitas oli menurun, dan harus
dilakukan penggantian. Persoalannya adalah bagaimana nantinya limbah oli tersebut akan
diolah setelah pemakaian oli tersebut, dimana limbah oli termasuk dalam limbah B3 (Bahan
Berbahaya Beracun).
Limbah B3 merupakan limbah yang perlu ditangani secara khusus.Limbah B3 dapat
diidentifikasikan menurut sumber dan atau uji karakteristik dan atau uji toksikologi. Hal ini
terdapat dalam PP 85/1999, pasal 7 yang berbunyi sebagai berikut:
1. Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi:
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. Limbah B3 dari sumber spesifik;
c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
2. Uji karakteristik limbah B3 meliputi :
a. mudah meledak;
b. mudah terbakar;
c. bersifat reaktif;
d. beracun;
e. menyebabkan infeksi; dan
f. bersifat korosif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana dampak kesehatan dan lingkungan yang ditimbulkan oleh pelumas
bekas?
2. Bagaimana sanksi peraturan yang ada mengenai pengelolaan limbah B3 pelumas
bekas terhadap pelanggaran yang terjadi?
3. Bagaimana pengetahuan dan keterlibatan masyarakat khususnya pekerja terhadap
bahaya pelumas bekas?
4. Bagaimana tindakan pencegahan dan penanganan keracunan pelumas bekas?
5. Bagaimana pengelolaan limbah B3 jenis pelumas bekas yang baik?
3
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dampak kesehatan dan lingkungan yang ditimbulkan oleh
pelumas bekas
2. Mengetahui sanksi peraturan yang ada mengenai pengelolaan limbah B3
pelumas bekas terhadap pelanggaran yang terjadi
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterlibatan masyarakat khususnya pekerja
terhadap bahaya pelumas bekas
4. Mengetahui tindakan pencegahan dan penanganan keracunan pelumas bekas
5. Mengetahui pengelolaan limbah B3 jenis pelumas bekas yang baik
1.4 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama di bangku kuliah.
b. Memperkenalkan pada masyarakat proses penanganan limbah oli bekas.
c. Membantu masyarakat dalam penanganan limbah oli bekas.
2. Bagi Masyarakat
a. Mengetahui informasi sumber, dampak, dan karakteristik oli bekas.
b. Mengetahui cara penyimpanan dan pangolahan oli bekas secara baik, benar
dan aman.
c. Dapat lebih menjaga lingkungan hidup dari pencemaran oli bekas.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bentuk Limbah Oli dan Karakteristik
Oli bekas seringkali diabaikan penanganannya setelah tidak bisa digunakan
kembali.Padahal, jika asal dibuang dapat menambah pencemaran di bumi kita yang sudah
banyak tercemar.Jumlah oli bekas yang dihasilkan pastinya sangat besar.Bahaya dari
pembuangan oli bekas sembarangan memiliki efek yang lebih buruk daripada efek tumpahan
minyak mentah biasa.
Minyak pelumas berfungsi sebagai pencegah keausan akibat gesekan komponen
mesin, pendingin, perapat, peredam suara dan mencegah korosi. Dalam menjalankan
fungsinya setelah jangka waktu tertentu minyak pelumas harus diganti karena tidak lagi
memenuhi spesifikasi yang diperlukan oleh mesin. Sejalan dengan lajunya pembangunan,
makin banyak diperlukan alat transportasi dan mesin – mesin yang membutuhkan minyak
pelumas. Hal ini berarti pula makin banyaknya jumlah minyak pelumas bekas yang
dihasilkan. Apabila minyak pelumas bekas tersebut langsung dibuang, tentu saja akan
mencemari lingkungan karena dalam minyak pelumas bekas terkandung kotoran – kotoran
logam, aditif, sisa bahan bakar dan kotoran yang lain. Jika minyak pelumas bekas dipakai
dalam pembakaran langsung akan mencemari lingkungan karena bau dan sisa karbonnya.
Ditinjau dari komposisi kimianya sendiri, oli adalah campuran dari hidrokarbon
kental ditambah berbagai bahan kimia aditif.Oli bekas lebih dari itu, dalam oli bekas
terkandung sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat asam dan korosif, deposit, dan
logam berat yang bersifat karsinogenik.
Terdapat delapan macam benda pencemar biasa terdapat dalam oli yakni :
1. Keausan elemen. Ini menunjukkan beberapa elemen biasanya terdiri dari tembaga,
besi, chromium, aluminium, timah, molybdenum, silikon, nikel atau magnesium.
2. Kotoran atau jelaga. Kotoran dapat masuk kedalam oli melalui embusan udara
lewat sela – sela ring dan melalui sela lapisan oli tipis kemudian merambat
menuruni dinding silinder. Jelaga timbul dari bahan bakar yang tidak habis.
Kepulan asam hitam dan kotoran filter udara menandai terjadinya jelaga.
3. Bahan bakar
5
4. Air. Air ini merupakan produk sampingan pembakaran dan biasanya terjadi
melalui timbunan gas buang. Air dapat memadat di crankcase ketika temperatur
operasional mesin kurang memadai.
5. Ethylene gycol (anti beku).
6. Produk – produk belerang/asam.
7. Produk – produk nitrasi. Nitrasi nampak pada mesin berbahan bakar gas alam.
Tabel 1.1 Kadar logam dalam minyak pelumas menurut sumber asalnya.
No Sumber/Asalnya Unsur Logam Simbol
1 Piston Aluminium, copper dan iron Al, Cu, dan Fe
2 Ring Piston Chromium, Nickel, dan
Molybdenum
Cr, Ni, dan Mo
3 Bantalan Aluminium, Antimon, Cadmium,
Cobalt, Copper, Lead, Magnesium,
Silver, Tin, dan Zinc
Al, Sb, Cd, Co,
Cu, Pb, Mg, Ag,
Sn, dan Zn.
4 Silinder Linear Chromium, Iron Cr, Fe
Sampai saat ini usaha yang di lakukan untuk memanfaatkan oli bekas ini antara lain :
1. Dimurnikan kembali (proses refinery) menjadi refined lubricant. Orang tidak
banyak yang tertarik untuk berbisnis di bidang ini karena cost yang relatif tinggi
terhadap lube oil blending plant (LOBP) dengan bahan baku fresh, sehingga harga
jual ekonomis-nya tidak akan mampu bersaing di pasaran.
2. Digunakan sebagai Fuel Oil / minyak bakar. Yang masih menjadi kendala adalah
tingkat emisi bahan bakar ini masih tinggi.
Perlu dipertimbangkan beberapa hal mengenai pentingnya pemanfaatan kembali oli bekas :
a. Dari tahun ke tahun, regulasi yang pro terhadap teknologi ramah lingkungan akan
semakin strick. Mungkin saja suatu saat nanti, produsen oli juga harus bertanggung
6
jawab atas oli bekas yang dihasilkan, sehingga akan muncul berbagai teknologi
pemanfaatan oli bekas.
b. Kedepan, cadangan minyak mentah akan semakin terbatas, berarti harga minyak
mentah akan semakin melambung. Used-Oil refinery akan semakin kompetitif dengan
LOBP konvensional.
2.2 Sumber Limbah Oli Bekas
Setiap harinya, oli/minyak pelumas bekas dihasilkan dari berbagai macam kegiatan
antara lain perbengkelan, mesin/alat berat dan kegiatan industri lainnya.Bagi orang awam
mungkin bertanya-tanya dikemanakan oli bekas itu? Melihat banyaknya bengkel, yang ada
bisa terbayangkan berapa jumlah limbah oli bekas yang dihasilkan, belum termasuk oli bekas
dari mesin- mesin proses produksi.
2.3 Oli Bekas Termasuk Limbah B3
Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, oli
bekas termasuk kategori limbah B3. Meski oli bekas masih bisa dimanfaatkan, bila tidak
dikelola dengan baik, ia bisa membahayakan lingkungan. Sejalan dengan perkembangan kota
dan daerah volume oli bekas terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan
bermotor dan mesin – mesin bermotor. Di daerah pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan
bengkel – bengkel kecil, yang salah satu limbahnya adalah oli bekas. Dengan kata lain,
penyebaran oli bekas sudah sangat luas dari kota besar ke wilayah pedesaan di seluruh
Indonesia.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagian tugas Pemerintah Pusat
didelegasikan ke pemerintah daerah. Pendelegasian itu merupakan amanat Undang – Undang
No. 32 Tahun 2004. Kewenangan pemerintah daerah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah
No. 38 Tahun 2007. Berbagai aspek pemerintahan dan pembangunan dirumuskan dalam
Peraturan Pemerintah tersebut termasuk kewenangan dalam pengelolaan dan pengendalian
lingkungan hidup. Akan tetapi ada hal yang agak kurang rasional dalam PP 38/2007
khususnya dalam hal pengelolaan limbah B3, terutama untuk oli bekas. Sebelum PP 38/2007
terbit, praktis segala sesuatu tentang kewenganan pengaturan, pengendalian limbah B3 berada
pada Pemerintah Pusat yaitu pada Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KNLH).
Kewenangan itu termasuk pemberian perijinan untuk pengumpulan, penyimpanan sementara,
pengangkutan dan pengolahan limbah B3.Sesuai PP 38/2007, kewenangan untuk pengaturan
dan pengendalian kegiatan pengumpulan limbah B3 diberikan kepada Pemerintah Daerah
(Kabupaten dan Kota). Artinya pemerintah Kota atau Kabupaten diberi kewenangan untuk
7
mengatur dan memberikan ijin bagi kegiatan pengumpulan sementara limbah B3. Anehnya
kewenangan pengumpulan itu mempunyai pengecualian, yaitu untuk pengumpulan limbah
B3 oli bekas.
Berdasarkan PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian oli bekas
mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan sepenuhnya berada
pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Ini artinya bila ada bengkel sepeda motor di
kota-kots besar, maka si pengusaha bengkel harus mengajukan permohonan ijin
penyimpanan oli bekas ke KNLH di Jakarta. Pengusaha kecil seperti bengkel sepeda motor,
kalau diminta mengurus ijin ke jakarta, maka ia akan memilih tidak mempunyai ijin.
Ketentuan ini jelas tidak rasional, kegiatan yang justru sudah sangat banyak di daerah, tetapi
kewenangan pengaturannya di Pemerintah Pusat.
Akibat dari ketentuan PP38/2007 untuk oli bekas yang demikian, sudah dapat diduga,
semakin banyak kegiatan pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan oli
bekas yang tidak bisa dikontrol. Adalah tidak masuk akal kalau KNLH mampu melakukan
pengawasan dan pengendalian terhadap oli bekas di seluruh Indonesia. KNLH tidak
mempunyai perangkat dan instrumen untuk melakukan pengawasan sampai keseluruh daerah.
Seharusnya kegiatan yang sudah sangat tinggi volumenya seperti oli bekas, maka
kewenangan pengawasannya diberikan kepada pemerintah daerah. Terlepas dari segala
kekurangan pemerintah daerah dalam melakukan tugas tersebut, tetapi secara rasional,
pengawasan oli bekas tidak mungkin dilakukan oleh KNLH dari Jakarta. Adalah sangat tidak
masuk akal, kalau kebijakan seperti ini terus dipertahankan oleh KNLH.
2.4 Dampak Limbah Oli Bekas
Oli merupakan bahan pelumas yang di gunakan pada kendaraan bermotor.Pada oli
juga terkandung beberapa unsur kimia yang membahayakan. Dan coba kita bayangkan berapa
banyak motor dan mobil yang mengganti oli setiap harinya. Oleh karena itu oli bekas harus di
kelola dengan baik agar tidak menggangu :
1. Kesehatan
8
Di dalam kandungan oli terdapat beberapa unsur kimia, unsur kimia tersebut termasuk
dalam logam berat.Sedangkan logam berat apabila telah masuk ke dalam tubuh tidak dapat di
keluarkan lagi dan terakumulasi (menumpuk) di dalam tubuh kita. Apabila telah melebihi
batas kewajaran, tubuh kita tidak akan mampu dan akan sakit.
2. Lingkungan
a. Pencemaran Air
Oli yang tercecer atau tumpah ke selokan dan akhirnya mengalir ke sungai
akan mengakibatkan pencemaran, yang akan mengakibatkan :
1. Oksigen dalam air akan berkurang dan air akan beracun, sehingga ikan
bisa mati.
2. Sisa oli akan mengendap dan terakumulasi dalam tubuh hewan.
3. Oli akan mengalir dan meracuni setiap tempat yang di lalui.
b. Pencemaran Tanah
Oli yang tercecer atau tumpah ke tanah akan mengakibatkan pencemaran,
sedangkan tanah adalah media bagi tumbuhnya tumbuhan. Pencemaran tersebut akan
mengakibatkan :
1. Matinya hewan - hewan yang berada di dalam tanah, seperti cacing, semut
dan bakteri, sedangkan mereka adalah hewan pengurai, penggembur, dan
penyubur tanah.
2. Meresap dan meracuni air tanah yang biasa kita gunakan untuk keperluan
sehari - hari, termasuk untuk minum.
c. Pencemaran Air Laut
Air yang telah tercemar oleh oli dari bengkel akan mengalir ke selokan dan terus
mengalir melewati sungai dan akan bermuara di laut. Akibat tercemarnya air laut akan
mengakibatkan penurunan hasil panen ikan dari laut.
d. Pencemaran Udara
Oli bekas biasanya digunakan untuk membakar keramik dan lain - lain.
Padahal oli bekas apabila di bakar secara sembarangan akan menimbulkan gas
beracun seperti : CO2, CO, Pb, NOx dan HC.
9
Jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak hanya berurusan
dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli. Ketiganya, bila
dibuang sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas
mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah, dan air. Oli bekas itu
mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat – zat pencemar lainnya. Satu
liter oli bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah.
Limbah khusus untuk oli bekas lebih lanjut diatur dengan Keputusan Kepala
Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan (Bapedal) No.
KEP-225/BAPEDAL/08/1996 tentang syarat – syarat penyimpanan dan pengumpulan
limbah oli dan minyak pelumas. Ia menuturkan limbah berupa oli bekas jika tidak
dikelola dengan baik dan dibuang secra sembarangan sangat berbahaya bagi
lingkungan.
Oli bekas juga dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara.
Sedangkan sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan
habitat air, selain itu sifatnya mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli.
Plastik yang tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan
memakan ruang di tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung
residu oli, juga terbuat dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis.
Bukanlah hal yang sulit untuk mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi
produk yang bermanfaat dan tidak lagi menjadi ancaman lingkungan.
Oli bekas memiliki pasar yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan
memulihkan kembali sifat pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan
oli bekas hanyalah sepertiga dari yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah
menjadi pelumas yang baik. Oli daur ulang juga bisa digunakan dalam campuran
aspal yang akan dipakai untuk membangun jalan raya. Oli daur ulang pun bisa
digunakan untuk bahan bakar.
Saringan oli bekas juga tidak sulit memprosesnya. Pertama dicabik- cabik,
kemudian dilebur dan dijadikan bahan baku produk – produk logam seperti jarum,
kawan dan produk – produk lainnya. Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang
menjadi wadah baru, pot bunga, pipa, dan berbagai keperluan lainnya.
2.5 Dampak Kesehatan pada Pekerja
10
Karena kandungan dari pelumas bekas dapat menyebabkan iritasi bahkan
keracunan. Gejala-gejala yang terlihat bila terjadi keracunan pelumas bekas, antara
lain:
1. Bila terhirup:
Paparan akut: semprotan/kabut dari minyak pelumas biasanya tidak berbahaya
pada saluran pernapasan meskipun semprotan dengan konsentrasi 5 mg/m3 tidak
nyaman bagi pekerja.
Paparan kronik: paparan yang berulang atau kontak dalam jangka waktu yang
lama dengan minyak pelumas, dapat menyebabkan gangguan paru-paru seperti
peradangan paru-paru dan pembentukan massa menyerupai tumor yang berisi sel
lemak.
2. Bila terkena kulit:
Paparan akut: biasanya respon mukosa terhadap pelumas menyebabkan
kerusakan kulit iritasi, dan rambut kulit mudah rontok karena kerusakan akar.
Ditandai dengan mulainya reaksi akut pada permukaan punggung tangan, jari, dan
kaki, dapat berkembang kemudian menjadi gangguan kulit, yang disebut dengan
perifoliculate papules.Pada beberapa individu dapat menyebabkan sensitivitasi kulit.
Paparan kronik: paparan yang berulang atau dalam jangka waktu yang lama
dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, misalnya menyebabkan dermatitis, dan efek
seperti pada paparan akut.
3. Bila terkena mata:
Paparan akut: iritasi ringan
4. Bila tertelan:
Paparan akut: dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti diare. Bila
respirasi ke paru-paru, dapat menyebabkan gangguan paru-paru seperti peradangan
paru-paru dan pembentukan massa menyerupai tumor yang berisi sel lemak.
2.6 Pencegahan dan Penanganan Keracunan
Jika terjadi kontak dalam jangka pendek, pelumas dan produk-produk lainnya
adalah produk-produk yang relatif tidak beresiko terhadap kesehatan.Mereka relatif
aman jika terjadi kontak kulit yang normal saja namun dalam beberapa hal dapat juga
menimbulkan iritasi kulit yang sedang-sedang saja.Tidak ada kesulitan yang luar
biasa seharusnya terjadi di dalam pemakaiannya sepanjang standar yang baik dan
persyaratan kesehatan industri diperhatikan.
11
Kontak yang sering dan berlangsung lama dengan pelumas mineral dalam
beberapa hal dapat menimbulkan beragam bentuk iritasi kulit dan dalam hal sangat
khusus, kondisi demikian dapat menyebabkan kanker kulit.Jenis-jenis pelumas yang
berkaitan dengan kondisi kulit yang amat serius muncul bagi jenis pelumas yang
sudah diproses dan yang mengandung lebih banyak aromatics yang lebih polycylic.
Menghirup kabut pelumas, asap dan kabut dalam waktu yang lama harus
dihindarkan dan agar diambil langkah-langkah khusus untuk memastikan bahwa
kandungan kabut pelumas bebas tidak melebihi nilai batas sebesar 5mg/m3. Pelumas
yang mengandung senyawa timahmerupakan suatu bahaya sejak dalam
pembuatannya, karena timah tersebut dapat diserap melalui kulit meski dewasa ini ada
walaupun belum ada kasus racun timah yang diketahui muncul dari sebab ini.
Pelumas yang bertimbal harus tidak dipakai dalam sistem kabut pelumas
karena menghirup pelumas dapat menimbulkan gangguan kesehatan.Karena pelumas
dan produk-produk yang berkaitandapat terkontaminasi selama beroperasi, maka
perhatian khusus harus diambil untuk memperkecil kontak dengan pelumas
bekas.Untuk meyakinkan pemakaian pelumasdan produk-produk yang terkait dengan
aman adalah penting agar di lingkungan tempat kerja, ketentuan kerja dibuat, serta
mempraktekkan standar yang baik mengenai kesehatan perusahaan dan pribadi
dengan mempersiapkan hal-hal sbb:
a. Alat-alat pelindung pada mesin seperti pakaian kerja dan sarung tangan yang kedap
(tak tembus) guna memperkecil kontak dengan pelumas yang tidak perlu.
b. Pengaturan ruangan untuk mengusir kabut pelumas
c. Fasilitas cuci yang pas, tempat cuci yang mudah diakses dan suplai sabun yang cukup,
handuk yang kering dan pembersih yang cocok. Sabun alkalin yang keras sebaiknya
dihindari karena dapat menyebabkan iritasi kulit. Jika memungkinkan, sarung tangan
yang tidaktembus harus disediakan tapi jika pemanfaatannya kurang praktis, maka
pemakaian dengan cream lebih disarankan. Namun demikian, cream (barrier cream)
tidak mampu mencegah penyerapan senyawa timah dalam pelumas ke dalam kulit.
Conditioning cream yang digunakan sesudah cuci tangan dapat menolong mencegah
kulit yang terkena iritiasi.
d. Pertolongan pertama harus didukung dengan fasilitas medis yang memadai
e. Pengawasan untuk meyakinkan ketentuan-ketentuan ini harus dipatuhi.
12
Untuk meyakinkan bahwa pekerja tidak dalam bahaya (resiko) adalah perlu
bagi mereka untuk mengikuti standar kesehatan pribadi dan perusahaan dengan baik,
yaitu:
a. Mempergunakan sarung tangan yang kedap ataujika sarung tangan ini tidak dapat
dipakai, pakailah cream barrier tipe penolak minyak yang cocok.
b. Hindarkan kontak yang tidak perlu dengan pelumas dengan mempergunakan kain
pelindung dan pastikan agar pelindung mesin dari cipratan pelumas dipasang dengan
benar.
c. Tidak menaruh kain kotor atau alat-alat kerja ke dalam kantong, khususnya kantong
celana.
d. Tidak mempergunakan kain kotor untuk mengelap pelumas dari kulit bisa
menyebabkan abrasi yang disebabkan oleh partikel metal yang mungkin terdapat
dalam kain yang dapat menyebabkan infeksi dikemudian hari.
e. Singkirkan partikel metal dan swarf dari mesin dengan alat yang disediakan.
f. Dapatkan pertolongan pertama segera untuk setiap luka, betapapun kecilnya.
g. Cucilah secara teratur khususnya sebelum makan, sebelum pergi ke toilet dan sesudah
kerja untuk menyingkirkan pelumas dari kulit, dengan mempergunakan sabun atau
pembersih khusus yang disediakan. Solvent seperti minyak tanah (parafin) dan bensin
dll seharusnya tidak dipergunakan untuk membersihkan pelumas dari kulit. Gunakan
cream conditioner sesudah mencuci bilamana disediakan
h. Jangan gunakan kain basah yang berminyak. Pakaian kerja seharusnya diganti dan
dibersihkan secara teratur. Sifat kehati-hatian harus diperhatikan guna mencegah
pakaian khususnya pakaian dalam terkena minyak.
i. Laporkan setiap gejala pada kulit yang abnormal dan cari saran medis segera
j. Perlu perhatian besar terhadap bahaya kecelakaan akibat penggunaan grease gun
bertekanan tinggi yang mampu menginjeksikan gemuk masuk ke dalam kulit.
Kecelakaan ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang serius dan membutuhkan
perhatian medis segera.
Medical First Aid Advice/pertolongan pertama, terdiri atas 4 tindakan, antara
lain:
a. Pertolongan Pertama Bila Tertelan: Beri korban 250 ml susu, atau bila tidak tersedia,
beri air, lebih baik disertai "Norit" atau karbon aktif bersama air atau susu. Jangan
memberikan apapun melalui mulut bila korban tidak sadar. Cari segera pertolongan
dokter atau kirim ke rumah sakit.
13
b. Bila Terhisap uap atau kabutnya:Pindahkan korban untuk menghirup udara segar. Bila
napas terhenti, beri bantuan dengan alat bantu pernapasan dan segera cari pertolongan
dokter.
c. Bila kena mata: Cuci dengan air selama (minimal) 10 menit. Bila terjadi iritasi,
pertolongan dokter harus diprioritaskan..
d. Bila terkena Kulit:Cuci dengan sabun dan air. Segera cari pertolongan dokter bila
terjadi iritasi pada kulit. Bila terdapat keraguan atas gejalagejala yang terjadsegera
cari pertolongan dokter.
Penanganan bila terjadi keracunan pelumas pada pekerja di tempat kerja, yaiu:
1. Dekontaminasi mata:
Dilakukan sebelum anda membersihkan kulit.
a. Posisi pasien duduk atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke
sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya.
b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi
dengan air suam-suam kuku yang banyak atau larutan NaCl 0,9% perlahan
selama 15-20 menit.
c. Hindari bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya.
d. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.
e. Jangan biarkan pasien menggosok matanya.
f. Tutuplah mata dengan kain kassa steril dan segera kirim/konsul ke dokter
mata.
g. Dan lakukan pemeriksaan fluorescein terhadap kerusakan kornea.
2. Dekontaminasi kulit: (termasuk rambut dan kuku)
a. Bawa segera pasien ke air pancuran terdekat.
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dingin atau
hangat dengan sabun minimal 10 menit. Jika tidak ada air, sekalah bagian
kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas secara lembut. Jangan
digosok.
c. Lepaskan pakaian, arloji dan sepatu yang terkontaminasi atau
muntahannya dan buanglah dalam wadah/plastik tertutup.
d. Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan
sarung tangan, masker hidung dan apron. Hati-hati untuk tidak
menghirupnya.
e. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.
14
3. Dekontaminasi pulmonal:
a. Pindahkan/jauhkan korban dari tempat kejadian ke tempat dengan udara
yang lebih segar.
b. Monitor adanya kemungkinan gawat nafas.
c. Jika diperlukan berikan bantuan nafas dan oksigen.
4. Dekontaminasi gastrointestinal:
a. Jangan rangsang muntah karena dapat menyebabkan bahaya aspirasi (masuk
ke paru-paru) sehingga dapat menyebabkan terjadinya kejang dan koma
yang terjadi secara cepat dan tiba – tiba.
b. Aspirasi dan kumbah lambung hanya dapat dilakukan di sarana kesehatan
c. Efektif bila dilakukan 2-4 jam pertama dan dengan teknik yang baik. Hanya
dikerjakan setelah pemasangan pipa endotrakheal.
d. Arang aktif
e. Berikan arang aktif jika tersedia dengan dosis dewasa 30 – 100 gram dan
dosis anak-anak 15-30 gram. Cara pemberian dicampur rata dengan
perbandingan 5-10 gram arang aktif dengan 100-200 ml air sehingga seperti
sup kental.
f. Pencahar
2.7 Pengelolaan Limbah Pelumas Bekas
Dalam Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996 diatur mengenai tata cara dan
persyaratan penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas yang umumnya
dilakukan oleh badan usaha skala kecil. Namun perizinan pengelolaan limbah pelumas bekas
harus mendapat izin dari Menteri Lingkungan Hidup berdasarkan Permen NLH No. 18
Tahun 2009.Sedangkan pelaksanaan dan pengawasan terhadap izin pengelolaan ditangani
langsung oleh pemerintah daerah berdasarkan Permen NLH No. 30 Tahun 2009.
Berdasarkan Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 3
menyebutkan bahwa Pengumpul adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pengumpulan dari penghasil minyak pelumas bekas dengan maksud untuk
diolah/dimanfaatkan dan ayat 4 yaitu Pengumpulan dan Penyimpanan adalah rangkaian
proses kegiatan pengumpulan minyak pelumas bekas sebelum diserahkan ke pengolah atau
pemanfaat minyak pelumas bekas.
Secara umum dalam Kepdal No. 1 Tahun 1995 mengatur mengenai ketentuan bagi kegiatan
pengemasan atau pewadahan pelumas bekas di fasilitas:
15
1. Penghasil, untuk disimpan sementara di dalam lokasi penghasil
2. Penghasil, untuk disimpan sementara di luar lokasi penghasil tetapi tidak sebagai
pengumpul
3. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengolah
4. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau penimbunan
Persyaratan pra pengemasan, persyaratan umum kemasan dan prinsip pengemasan limbah
B3, yaitu:
1. Persyaratan pra pengemasan
a. Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti mengetahui
karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang dihasilkan/dikumpulkannya.
Apabila ada keragu-raguan dengan karakteristik limbah B3 yang
dihasilkan/dikumpulkannya, maka terhadap limbah B3 tersebut harus
dilakukan pengujian karakteristik di laboratorium yang telah mendapat
persetujuan Bapedal dengan prosedur dan metode pengujian yang ditetapkan
oleh Bapedal.
b. Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang sama secara terus
menerus, maka pengujian karakteristik masing-masing limbah B3 dapat
dilakukan sekurang-kurangnya satu kali. Apabila dalam perkembangannya
terjadi perubahan kegiatan yang diperkirakan mengakibatkan berubahnya
karakteristik limbah B3 yang dihasilkan, maka terhadap masing-masing
limbah B3 hasil kegiatan perubahan tersebut harus dilakukan pengujian
kembali terhadap karakteristiknya.
c. Bentuk kemasan dan bahan kemasan dipilih berdasarkan kecocokannya
terhadap jenis dan karakteristik limbah yang akan dikemasnya
2. Persyaratan umum kemasan
a. Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak rusak, dan bebas
dari pengkaratan serta kebocoran.
b. Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan
karakteristik Limbah B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan
segi keamanan dan kemudahan dalam penanganannya.
c. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC) atau bahan
logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan
kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang
disimpannya
16
3. Prinsip pengemasan limbah B3
a. Limbah-limbah B3 yang tidak saling cocok, atau limbah dan bahan yang
tidak saling cocok tidak boleh disimpan secara bersama-sama dalam satu
kemasan;
b. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama penyimpanan, maka
jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan gas
atau terjadinya kenaikan tekanan.
c. Jika kemasan yang berisi limbah B3 sudah dalam kondisi yang tidak layak
(misalnya terjadi pengkaratan, atau terjadi kerusakan permanen) atau jika
mulai bocor, maka limbah B3 tersebut harus dipindahkan ke dalam kemasan
lain yang memenuhi syarat sebagai kemasan bagi limbah B3.
d. Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan
tentang tata cara dan persyaratan bagi penyimpanan limbah B3.
e. Terhadap kemasan wajib dilakukan pemeriksaan oleh penanggung jawab
pengelolaan limbah B3 fasilitas (penghasil, pengumpul atau pengolah) untuk
memastikan tidak terjadinya kerusakan atau kebocoran pada kemasan akibat
korosi atau faktor lainnya.
f. Kegiatan pengemasan, penyimpanan dan pengumpulan harus dilaporkan
sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan limbah B3
Tatacara pengemasan/pewadahan limbah pelumas bekas, yaitu:
1. Persyaratan pengemasan limbah pelumas bekas dalam drum/tong/bak kontainer
a. Kemasan (drum, tong atau bak kontainer)yang digunakan harus:
(1) Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat atau rusak
(2) Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang akan
disimpan
(3) Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya
(4) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat
dilakukan pemindahan atau pengangkutan
b. Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat berupa
drum/tong dengan volume 50 liter, 100 liter atau 200 liter, atau dapat pula
berupa bak kontainer berpenutup dengan kapasitas 2 m3, 4 m3, 8 m3
17
c. Limbah B3 yang disimpan dalam satu kemasan adalah limbah yang sama,
atau dapat pula disimpan bersama-sama dengan limbah lain yang memiliki
karakteristik yang sama, atau dengan limbah lain yang karakteristiknya
saling cocok
d. Untuk mempermudah pengisian limbah ke dalam kemasan, serta agar lebih
aman, limbah B3 dapat terlebih dahulu dikemas dalam kantong kemasan
yang tahan terhadap sifat limbah sebelum kemudian dikemas dalam
kemasan dengan memenuhi butir 2) di atas
e. Pengisian limbah B3 dalam satu kemasan harus dengan
mempertimbangkan karakteristik dan jenis limbah, pengaruh pemuaian
limbah, pembentukan gas dan kenaikan tekanan selama penyimpanan
(1) Untuk limbah B3 cair harus dipertimbangkan ruangan untuk
pengembangan volume dan pembentukan gas
(2) Untuk limbah B3 yang bereaksi sendiri sebaiknya tidak menyisakan ruang
kosong dalam kemasan
(3) Untuk limbah B3 yang mudah meledak kemasan dirancang tahan akan
kenaikan tekanan dari dalam dan dari luar kemasan
f. Kemasan yang telah diisi atau terisi penuh dengan limbah B3 harus:
(1) Ditandai dengan simbol dan label yang sesuai dengan ketentuan mengenai
penandaan pada kemasan limbah B3
(2) Selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika akan
dilakukan penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya
(3) Disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan untuk penyimpanan
limbah B3 serta mematuhi tata cara penyimpanannya
g. Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi limbah B3 dan
disimpan ditempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi
kemasan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu satu kali
(1) Apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau
bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam
drum/tong yang baru, sesuai dengan ketentuan butir 1 diatas.
(2) Apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka tumpahan limbah
tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam
kemasan limbah B3 terpisah
18
h. Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan kembali untuk
mengemas limbah B3 dengan karakteristik:
(1) Sama dengan limbah B3 sebelumnya, atau
(2) Saling cocok dengan limbah B3 yang dikemas sebelumnya
Jika akan digunakan untuk mengemas limbah B3 yang tidak saling cocok, maka kemasan
tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai kemasan
limbah B3 dengan memenuhi ketentuan butir 1) di atas.
i. Kemasan yang telah dikosongkan apabila akan digunakan kembali untuk
mengemas limbah B3 lain dengan karakteristik yang sama, harus disimpan
ditempat penyimpanan limbah B3. Jika akan digunakan untuk menyimpan
limbah B3 dengan karakteristik yang tidak saling sesuai dengan
sebelumnya, maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu
dan disimpan dengan memasang “label KOSONG” sesuai dengan
ketentuan penandaan kemasan Limbah B3
j. Kemasan yang telah rusak (bocor atau berkarat) dan kemasan yang tidak
digunakan kembali sebagai kemasan limbah B3 harus diperlakukan
sebagai limbah B3
Secara khusus tata cara dan persyaratan penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas
bekas diatur dalam Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, yaitu:
Tatacara penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan:
a. Karakteristik pelumas bekas yang disimpan
b. Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum atau
tangki
Gambar 2.7.1 Kemasan Penyimpanan
limbah pelumas bekas
c. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan
apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani
19
d. Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan
untuklalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift)
Gambar 2.7.2. Pola Penyimpanan kemasan drum di atas palet dengan jarak maksimum
antar blok
e. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika
berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis
dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat
dan plastik, maka harus dipergunakan rak.
f. Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul disekelilingnva dan dilengkapi
dengan saluran pembuangan menuju bak penampungan yang kedap air. Bak
20
Gambar 2.7.3.Penyimpanan kemasan limbah pelumas bekas dengan menggunakan rak.
penampungan dibuat mampu menampung 110% dari kapasitas volume drum atau
tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian
sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain
g. Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang kedap
air
Persyaratan bangunan pengumpulan pelumas bekas, antara lain:
1. Pengumpul minyak pelumas bekas wajib memenuhi persyaratan
a. Memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kebakaran, dan
peralatan komunikasi
b. Konstruksi bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik pelumas
bekas
c. Lokasi tempat pengumpulan bebas banjir
2. Persyaratan bangunan pengumpulan
a. Lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak
bergelombang, kuat dan tidak retak
b. Konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%
c. Bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas
bekas
d. Rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang
dapat mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan
atau pengumpulan
e. Bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila bangunan
diberi dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah
didobrak.
Pengumpulan pelumas bekas wajib:
a. Mempunvai izin dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
b. Membuat catatan tentang penerimaan dan pengirim minyak pelumas bekas
kepada pengolah atau pemanfaat
c. Mengisi formulir permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam lampiran
keputusan ini
d. Melaporkan kegiatan yang dilakukannya kepada Badan Pengendalian Dampak
lingkungan dengan tembusan Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat II dan
21
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, sekurang-kurangnya
sekali dalam 3 (tiga) bulan
Persyaratan simbol, label, dokumen, dan registrasi mengenai pengumpulan pelumas
bekas, yaitu:
a. Setiap penggangkutan minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan dokumen
limbah dan mengajukan nomor regisirasi dokumen pelumas bekas sebagaimana
dimaksud dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor
Kep-02/Bapedal/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
b. Setiap alat angkut minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan simbol dan label
c. Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk kegiatan penyimpanan/pengumpulan
pelumas bekas wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik minyak
pelumas bekas.
*Rekapitulasi rekomendasi pengangkutan limbah pelumas bekas moda darat dan laut
tahun 2011 berdasarkan KMLH.
22
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Studi Kasus
1. Kasus I
Selasa, 7 Februari 2012, salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kota
Parepare, melaporkan bengkel Elnusa anak cabang PT (Persero) Pertamina Kota Parepare,
Sulawesi Selatan, terkait dugaan pencemaran limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
jenis pelumas bekas yang hanya ditimbun di tanah tanpa wadah penampungan. Seharusnya
limbah semacam ini dibuatkan bak beton, sebelum ditanam di bawah tanah.Menyikapi
laporan tersebut, Badan Lingkungan Hidup Provinsi (BLH) Sulawesi Selatan langsung
melakukan pengambilan sampel di bengkel Elnusa Pertamina Parepare. Pengambilan sampel
selain pada timbunan yang diduga menanam pelumas bekas di dalam tanah, juga akan
mencari titik untuk mengambil sampel air di lokasi sekitar bengkel tersebut. Hasilnya akan
diumumkan oleh BLHD Parepare.
Dijelaskan Kepala bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Lingkungan
BLH Provinis Sulsel, masalah pencemaran lingkungan memang harus mendapat pengawasan
yang ketat, karena dapat mencemarkan lingkungan bahkan membahayakan kesehatan
manusia. BLH Sulsel, dalam waktu dekat akan memanggil pihak bengkel Elnusa, Pertamina
dan LSM yang melaporkan hal tersebut. Dari hasil pemantauan, bengkel yang dinaungi
Pertamina tersebut dinilai tidak memenuhi syarat sebagai bengkel, karena tidak memiliki
wadah pengumpul pelumas bekas yang idealnya terbuat dari beton sebagai lantai penahan
agar pelumas bekas tidak mencemari tanah.Sesuai dengan aturan harusnya pelumas bekas itu
di tampung.Bukannya ditimbun di dalam tanah. Selain ceceran pelumas bekas, di lokasi juga
ada gemuk (grace) dan ceceran karatan bekas rem mobil tangki.
2. Kasus 2
Sebuah drum untuk menampung oli bekas milik PT Timas yang berlokasi di Desa Tambak,
Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Banten, meledak pada hari Senin, 28 Desember 2009
sekitar pukul 11 siang. Akibat ledakan tersebut, seorang karyawan bagian pengelasan, Siman
23
(40) mengalami luka bakar dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Serang.
Menurut Kapolres Serang, ledakan tersebut berasal dari drum pelumas yang digunakan
sebagai pengganjal mobil yang sedang dilas oleh korban. Diduga akibat panas, drum pelumas
bekas yang digunakan untuk pengganjal tersebut langsung meledak. Ledakan hebat itu
sempat membuat tubuh korban Siman terpental beberapa meter. Bahkan korban sempat
terkena semburan api, akibatnya ia menderita luka bakar serius terkena semburan api
tersebut. Bunyi ledakan itupun sempat membuat panik karyawan PT Timas. Siman, warga
Kampung Citawa, Desa Tambak, Kecamatan Kibin yang menderita luka bakar di sekujur
tubuh, oleh rekan kerjanya langsung dilarikan ke RSUD Serang untuk diberikan pengobatan
medis.
3.2 Pembahasan
Menurut Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, oli bekas atau minyak pelumas
bekas selanjutnya disebut minyak pelumas bekas adalah sisa pada suatu kegiatan dan/atau
proses produksi. Dalam peraturan ini juga diatur mengenai tata cara dan persyaratan
penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas yang umumnya dilakukan oleh badan
usaha skala kecil. Berdasarkan NFPA pelumas bekas:
Gambar 3.2.1. NFPA Pelumas Bekas
Keterangan:
Biru : Health Hazard
Merah : Fire Hazard
Kuning : Reactivity
Putih : Specific Hazard
24
1. Kasus 1
Terkait kasus 1, maka terdapat kelalaian bengkel Elnusa dalam mengelola
limbah B3 jenis pelumas bekas yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan biota
air. Berdasarkan sifatnya yang bersifat toksik dan MSDS, hendaknya bengkel Elnusa
lebih waspada akan hal ini dan dapat menangani limbah B3-nya dengan benar dan
menurut aturan yang berlaku, sehingga tidak terjadi hal yang tak diinginkan.
Pelumas bekas sering mengandung bahan berbahaya seperti bahan bakar mudah
terbakar dan bersifat aditif, timah dan logam beracun lainnya.Pelumas bekas tidak
semestinya dibuang begitu saja karena dapat membunuh tumbuhan dan satwa liar dan
mencemari air permukaan dan air tanah. Oleh sebab itu, ilegal untuk:
a. Membuang oli bekas di tanah,
b. Dibuang di saluran air buangan
c. Menempatkan menggunakan minyak dalam sampah, atau
d. Menggunakan oli bekas untuk mengurangi debu di jalan
Berdasarkan Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996 yang mengatur tentang
“Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan Minyak Pelumas Bekas”.
Tatacara penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan:
a. Karakteristik pelumas bekas yang disimpan
b. Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum
atau tangki
c. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan
apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani
d. Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan
untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift)
e. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan
kemasan. Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga)
25
lapis dengan tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3
(tiga) lapis atau kemasan terbuat dan plastik, maka harus dipergunakan rak
f. Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul disekelilingnva dan
dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju bak penampungan yang kedap
air. Bak penampungan dibuat mampu menampung 110% dari kapasitas volume
drum atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus
diatur sedemikian sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain
g. Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang kedap
air
Persyaratan bangunan pengumpulan pelumas bekas, antara lain:
I. Pengumpul minyak pelumas bekas wajib memenuhi persyaratan
a. Memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kebakaran, dan
peralatan komunikasi
b. Konstruksi bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik pelumas
bekas
c. Lokasi tempat pengumpulan bebas banjir
II. Persyaratan bangunan pengumpulan
a. Lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak
bergelombang, kuat dan tidak retak
b. Konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan
dengan kemiringan maksimum 1%
c. Bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak
pelumas bekas
d. Rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap
yang dapat mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan atau
pengumpulan
26
e. Bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila
bangunan diberi dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah
didobrak.
Pengumpulan pelumas bekas wajib:
a. Mempunyai izin dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
b. Membuat catatan tentang penerimaan dan pengirim minyak pelumas
bekas kepada pengolah atau pemanfaat
c. Mengisi formulir permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam
lampiran keputusan ini
d. Melaporkan kegiatan yang dilakukannya kepada Badan Pengendalian
Dampak lingkungan dengan tembusan Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat II dan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, sekurang-kurangnya sekali
dalam 3 (tiga) bulan
Persyaratan simbol, label, dokumen, dan registrasi mengenai pengumpulan
pelumas bekas, yaitu:
a. Setiap penggangkutan minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan
dokumen limbah dan mengajukan nomor regisirasi dokumen pelumas bekas
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Nomor Kep-02/Bapedal/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
b. Setiap alat angkut minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan
simbol dan label
c. Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk kegiatan
penyimpanan/pengumpulan pelumas bekas wajib diberi simbol dan label yang
menunjukkan karakteristik minyak pelumas bekas
Terdapat juga sanksi menyangkut pelanggaran yang dilakukan oleh bengkel
Elnusa berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 diperkuat PP No.85 Tahun 1999, PP No.
74 Tahun 2001, Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, dan Surat Edaran MNLH
No. 8 Tahun 1997. Menyikapi kasus ini perlu melibatkan peran serta masyarakat dan
27
keterbukaan pemerintah dalam menginformasikan bahaya limbah B3 kepada
masyarakat sehingga terjadi pengawasan yang lebih efektif terhadap pelaksanaannnya
sesuai PP No. 74 Tahun 2001 pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 35, dan pasal 36; dan
PP No. 18 Tahun 1999 pasal 55.
2. Kasus 2
Terlihat bahwa limbah B3 pelumas bekas memiliki sifat cukup mudah terbakar serta cukup
membahayakan kesehatan. Oleh karena itu dalam penanganannya, limbah ini harus dijaga
sehati-hati mungkin agar tidak timbul percikan pada kontainer. Pada MSDS bagian
penyimpanan disebutkan, hindari kegiatan mengelas kontainer.Namun tampaknya hal ini
kurang menjadi perhatian bagi Siman, pekerja yang menjadi korban ledakan kontainer
pelumas bekas di PT Timas. Beliau jelas telah melakukan kesalahan dengan menjadikan drum
limbah pelumas bekas sebagai alas ketika mengelas. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan
percikan api, dan ketika berkontak dengan pelumas yang memiliki sifat mudah meledak,
maka muncullah ledakan. Beruntung korban masih bisa terselamatkan meski menderita luka
bakar serius.Hendaknya para pekerja harus lebih disadarkan tentang bahaya limbah B3, dan
perusahaan harus bisa membangkitkan kesadaran pada para pekerjanya.
Menurut MSDS pelumas bekas, dampak yang dapat ditimbulkannya adalah sebagai berikut:
Dampak bagi kesehatan
1. Pernapasan: konsentrasi uap yang tinggi dapat berbahaya jika dihirup.
Konsentrasiyang tinggi dapat mengganggu saluran pernafasan (hidung,
tenggorokan,dan paru-paru). Juga dapat menyebabkan mual, muntah,sakit kepala,
pusing, kehilangankoordinasi, rasa, dan gangguan saraf lainnyapaparan dengan
konsentrasiakutdapatmenyebabkan depresi sistem saraf, pingsan, koma dan/atau
kematian.
2. Mata: menyebabkan iritasi
3. Kulit: dapat menyebabkan dermatitis atau meresap ke dalam kulit dan menimbulkan
dampak seperti pada pernapasan.
4. Pencernaan: dapat berbahaya jika tertelan. Menyebabkan mual, muntah, dan gangguan
saraf lainnya. Jika produk terhirup ketika sedang menelan atau muntah, dapat
menyebabkan kanker paru-paru ataupun kematian.
28
5. Kondisi medis yang diperparah oleh paparan: gangguan terhadap jantung, hati,ginjal,
saluran pernapasan (hidung, tenggorokan, paru-paru), sistem saraf pusat,mata, kulit,
dapat semakin diperparah dengan konsentrasi paparan yang tinggi.
6. Sifat karsinogenik: Produk ini mengandung minyak mineral, tidak diolah atau
sedikitdiolah,yangdapatmenyebabkan kanker. Produk ini mungkin berisi hidrokarbon
dan klor, pelarut, logam, dan aromatic polynuclear yang dapat menyebabkan kanker.
Risiko kanker tergantung pada jangka waktu dan tingkat paparan.
Dampak terhadap lingkungan
Lapisan atas tanah dan vegetasi alami biasanya akan menyaring banyak dari polutan keluar,
tetapi lapisan kedap air yang menutupi sebagian besar permukaan di mana polutan tersebut
berasal membawanya tepat ke badan saluran air dan ke sungai, danau, dan laut, yang dapat
meracuni biota laut dan ikan yang kita makan-serta ekosistem. Pencemaran pelumas bekas ini
juga menemukan jalan ke dalam aquafer bawah tanah menuju pasokan air minum kita,
sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia.
Pelumas bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air.Pelumas
bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya.
Satu liter pelumas bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah.
Pelumas bekas juga dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara.Sedangkan
sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu
sifatnya mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas, tatacara penyimpanan
minyak pelumas bekas harus memperhatikan :
1. Karakteristik pelumas bekas yang disimpan.
2. Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas
3. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok
4. Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan untuk
lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift).
5. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan.
6. Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul di sekelilingnya dan dilengkapi
dengan saluran pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap air.
7. Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang kedap
air.
4.2 SARAN
Sebaiknya tata cara penyimpanan minyak pelumas harus dilakukan secara lebih baik
agar terhindar dari bahaya yang tidak diinginkan.Bagi masyarakat hendaknya mengetahui
cara penyimpanan minyak pelumas bekas dengan baik dan mengetahui dampak-dampak yang
ditimbulkan apabila minyak pelumas tersebut mencemari lingkungan.
30
DAFTAR PUSTAKA
BPLH Karawang. 2013. Kepka Bapedal. http://bplhkarawang.com/?page_id=1289. Diakses
pada tanggal 17 September 2013.
BLH Yogyakarta. 2012. Penelolaan Oli/Minyak Pelumas Bekas.
http://blh.jogjaprov.go.id/2012/07/pengelolaan-oliminyak -pelumas-
bekas.html Diakses pada tanggal 20 September 2013
Wartawan, AL. 1983. Minyak Pelumas Pengetahuan Dasar dan Cara Penggunaan. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
31
Lampiran
KEPUTUSANKEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN
NOMOR : KEP-255/BAPEDAL/08/1996
TENTANG :TATA CARA DAN PERSYARATAN PENYIMPANAN DAN
PENGUMPULANMINYAK PELUMAS BEKAS
KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,
Menimbang :
a. bahwa penyimpanan, pengumpulan, dan pengangkutan minyak pelumas
bekasumumnya dilakukan oleh badan usaha skala kecil;
b. bahwa dalam penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas perlu diaturtata
cara dan pengumpulan pelumas bekas;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu ditetapkan KeputusanKepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan tentang Tata CaraPenyimpanan dan
Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
PokokPengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor
2,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 26,
TambahanLembaran Negara Nomor 3551) yang telah diubah dengan Peraturan
PemerintahNomor 12 Tahun 1995 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor
19Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(Lembaran
Negara Tahun 1995 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor3595);
3. Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan Pengendalian
DampakLingkungan;
4. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor
68/05/1994tentang Tatacara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan,
PengoperasianAlat Pengolahan, Pengolahan, dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan
Berbahayadan Beracun;
32
5. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor
01/09/1995tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan
LimbahBahan Berbahaya dan Beracun;
Memperhatikan :
1. Rapat tanggal 6 Agustus 1996 yang dipimpin Menteri Koordinator Produksidan
Distribusi yang dihadiri oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup/ KepalaBapedal,
Menteri Keuangan, Menteri Pertambangan dan Energi, MenteriPerindustrian dan
Perdagangan.
2. Rapat tanggal 9 Agustus 1996 di Kantor Menko Bidang Produksi danDistribusi, yang
menghasilkan kesepakatan bersama untuk mengaturpenanganan minyak pelumas
bekas dengan keputusan Kepala BadanPengendalian Dampak Lingkungan;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan :
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAKLINGKUNGAN
TENTANG TATA CARA PENYIMPANAN DANPENGUMPULAN MINYAK PELUMAS
BEKAS;
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Oli bekas atau Minyak Pelumas Bekas selanjutnya disebut Minyak Pelumas Bekas
adalahsisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi;
2. Badan Usaha adalah orang perorangan atau kelompok usaha yang berbentuk badan
hukum;
3. Pengumpul adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan dari
penghasilminyak pelumas bekas dengan maksud untuk diolah/dimanfaatkan;
4. Pengumpulan dan Penyimpanan adalah rangkaian proses kegiatan pengumpulan
minyakpelumas bekas sebelum diserahkan ke pengolah atau pemanfaat minyak
pelumas bekas.
33
BAB II
TATACARA PENYIMPANAN
Pasal 2
Tatacara penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan :
a. karakteristik pelumas bekas yang disimpan;
b. kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum atau
tangki;
c. pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan
pemeriksaanmenyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan apabila
terjadi kecelakaandapat segera ditangani;
d. lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan untuk
lalulintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift);
e. penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika
berupadrum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis
dialasidengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat
dan plastik,maka harus dipergunakan rak;
f. lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul disekelilingnva dan dilengkapi
dengansaluran pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap air. Bak
penampungan dibuatmampu menampung 110 % dari kapasitas volume drum atau
tangki yang ada di dalam ruangpenyimpanan, serta tangtki harus diatur sedemikian
sehingga bila terguling tidak akanmenimpa tangki lain;
g. mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang kedap
air.
BAB III
PERSYARATAN BANGUNAN PENGUMPULAN
Pasal 3
(1) Pengumpul minyak pelumas bekas wajib memenuhi persyaratan
34
a. memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kebakaran, dan
peralatankomunikasi;
b. konstruksi bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik pelumas bekas;
c. lokasi tempat pengumpulan bebas banjir;
(2) Persyaratan bangunan pengumpulan;
a. lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak bergelombang,
kuatdan tidak retak;
b. konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan
kemiringa maksimum 1 %;
c. bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas
bekas;
d. rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang dapat
mencegahterjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan atau
pengumpulan; bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila
bangunan diberi dindingbahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah
didobrak.
BAB IV
KEWAJIBAN PENGUMPUL MINYAK PELUMAS BEKAS
Pasal 4
Pengumpul minyak pelumas bekas wajib :
a. mempunvai izin dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;
b. membuat catatan tentang penerimaan dan pengirim minyak pelumas bekas kepada
pengolahatau pemanfaat;
c. mengisi formulir permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam lampiran keputusan
ini;
BAB V
SIMBOL DAN LABEL, DOKUMEN DAN REGISTRASI
Pasal 5
35
(1) Setiap pengangkutan minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan dokumen
limbah danmengajukan nomor registrasi dokumen pelumas bekas sebagaimana
dimaksud dalamKeputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor
Kep-02/Bapedal/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
(2) Setiap alat angkut minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan simbol dan label;
(3) Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk kegiatan penyimpanan/pengumpulan
pelumasbekas wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik minyak
pelumasbekas.
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 6
Pengumpul minyak pelumas bekas wajib melaporkan kegiatan yang dilakukannya kepada
Badan
Pengendalian Dampak lingkungan dengan tembusan Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat
II
dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, sekurang-kurangnya sekali dalam
3
(tiga) bulan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 7
Bagi setiap badan usaha yang telah melakukan kegiatan pengumpulan minyak pelumas bekas
sebelum ditetapkannya keputusan ini, wajib mentaatinya selambat- lambatnya dalam waktu
3(tiga) bulan sejak ditetapkannya Keputusan ini;
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
36
Pasal 8
Ketentuan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 2 Agustus 1996
Kepala Badan PengendalianDampak Lingkungan,
ttd
Sarwono Kusumaatmadja
Tembusan Keputusan ini disampaikan Kepada Yth.
1. Menteri Pertambangan Dan Energi
2. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
3. Bupati/Wali Kota Madya Daerah Tingkat II
Penyimpanan oli bekas
Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum dapat diolah
dengan segera.Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya
limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat
dihindarkan.Untuk meningkatkan pengamanannya, maka sebelum dilakukan penyimpanan
limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat keragaman karakteristik limbah B3,
maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata cara yang tepat sehingga limbah dapat
disimpan dengan aman.
Sejalan dengan perkembangan kota dan daerah, volume minyak pelumas bekas terus
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin
bermotor. Di daerah pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan bengkel-bengkel kecil, yang
salah satu limbahnya adalah oli bekas. Dengan kata lain, penyebaran oli bekas sudah sangat
luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di seluruh Indonesia.
37
Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas pasal 1(1), oli bekas
atau minyak pelumas bekas (selanjutnya disebut minyak pelumas bekas) adalah sisa pada
suatu kegiatan dan/atau proses produksi. Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup, minyak pelumas bekas termasuk kategori limbah B3. Meski
minyak pelumas bekas masih bisa dimanfaatkan, bila tidak dikelola dengan baik, ia bisa
membahayakan lingkungan.
Minyak pelumas bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah,
dan air.Minyak pelumas bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-
zat pencemar lainnya. Satu liter minyak pelumas bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari
sumber air dalam tanah. Apabila limbah minyak pelumas tumpah di tanah akan
mempengaruhi air tanah dan akan berbahaya bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan minyak
pelumas bekas dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan
sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu
sifatnya mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas, tatacara penyimpanan
minyak pelumas bekas harus memperhatikan :
1. Karakteristik pelumas bekas yang disimpan.
2. Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum atau
tangki.
3. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan
apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani.
4. Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan
untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift).
5. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan.
Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan
tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau
kemasan terbuat dan plastik, maka harus dipergunakan rak.
38
6. Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul di sekelilingnya dan
dilengkapi dengan saluran pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap air.
Bak penampungan dibuat mampu menampung 110 % dari kapasitas volume drum
atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur
sedemikian sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain.
7. Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang
kedap air.
Adapun persyaratan untuk bangunan pengumpulan antara lain:
1. Lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak bergelombang,
kuat, dan tidak retak.
2. Konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan
kemiringan maksimum 1 %.
3. Bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas
bekas.
4. Rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang dapat
mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan atau
pengumpulan.
5. Bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila bangunan diberi
dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah didobrak.
39
40
41