Al Bidayah Wan Nihayah (Masa Khulafaur Rasyidin) (Ibnu Katsir)
KHULAFAUR RASYIDIN
-
Upload
ilhamnurdi -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
description
Transcript of KHULAFAUR RASYIDIN
KHALIFAH ABU BAKAR ASH- SHIDDIQ
Abu Bakar Ash- Shidddiq sebenarnya adalah Abdullah bin Usman bin Amir bin Amru
bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta’im bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr Al- Qurasy
AT-Taimi. Dilahirkan pada tahun 573 M. Ayahnya bernama Usman ( Abu Quhafah) bin Amir
bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Lu’ay, berasal dari suku Quraisy, sedangkan ibunya bernama
Ummu Al- Khair Salma binti Sakhr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Garis keturunannya bertemu
pada neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad. 2
Abu Bakar adalah nama gelar sedang nama aslinya Abdullah Bin Abu Kuhafah, lalu ia
mendapat gelar Al-Shiddiq setelah masuk agama islam. Semenjak masa kanak-kanak, ia
adalah sosok pribadi yang terkenal jujur, tulus, penyayang dan suka beramal, sehingga
masyarakat mekah menaruh hormat kepadanya. Ia selalu berbuat yang terbaik untuk
menolong fakir miskin.
Abu Bakar merupakan orang yang pertama masuk Islam ketika Islam mulai
didakwakan. Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak diragukan lagi. Abu Bakar juga
merupakan seorang yang jernih tabi’atnya, persahabatan dan kepercayaannya yang kekal
kepada kenabian Nabi Muhammad SAW menjadi sebuah tanda bukti ketulusan hatinya.
Abu bakar adalah sahabat yang terpercaya dan dikagumi oleh Nabi. Ia pemuda yang
pertama kali menerima seruan Nabi tanpa banyak pertimbangan. Seluruh kehidupannya
dicurahkan untuk perjuangan suci membela dakwah Nabi Muhammad, sehingga ia lebih
dicintai oleh Nabi dari para sahabat lainnya. Demikian juga Nabi sangat menyayanginya
sehingga nabi menunjuknya sebagai imam shalat pengganti nabi.
b. Pengangkatan Sebagai Khalifah
Sampai akhir hayat, Nabi Tidak menunjuk seseorang sebagai khalifah. Pada saat
jenazah Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-
cepat memikirkan pengganti Nabi. Itulah perselisihan pertama terjadi pasca Nabi wafat.
Perselisihan tersebut berlanjut ke perselisihan kedua di Saqifa Bani Sa’idah, pada saat kaum
Anshar menuntut diadakannya pemilihan khalifah. Sikap kaum Anshar ini menunujukkan
bahwa kaum Anshar lebih memiliki rasa kepedulian dalam hal berpolitik dibandingkan
dengan kaum Muhajirin.
Dalam pertemuan tersebut, sebelum kaum Muhajirin datang, golongan Khajraz telah
sepakat mencalonkan Salad bin Ubadah, sebagai pengganti Rasul. Akan tetapi suku Aus
belum menjawab atas pandangan tersebut sehingga terjadilah perdebatan antara mereka
dan pada akhirnya Salad bin Ubadah yang tidak menginginkan adanya perpecahan
mengatakan bahwa ini merupakan awal dari perpecahan. Melihat situasi yang memanas,
Abu Ubaidah mengajak kaum Anshar agar bersikap tenang dan toleran, kemudian Basyir bin
Sa’ad Abi An Nu’man bin Basyir berpidato dengan mengatakan agar tidak memperpanjang
masalah ini. Keadaan yang sudah tenang ini, Abu Bakar berpidato , “ Ini Umar dan Abu
Ubaidah, siapa yang kamu kehendaki di antara mereka berdua, maka bai’atlah.
Baik Umar maupun Abu Ubaidah merasa keberatan atas ucapan Abu Bakar dengan
mempertimbangkan berbagai alasan, diantaranya adalah ditunjukinya Abu Bakar sebagai
pengganti rasul dalam imam shalat dan ini membuat Abu bakar lebih berhak menjadi
pengganti Rasulullah SAW. Sebelum keduanya membai’at Abu Bakar, Basyir bin Sa’ad
mendahuluinya, kemudian Umar dan Abu Ubaidah dan diikuti secara serentak oleh semua
hadirin.
c. Peran dan Fungsi Abu Bakar
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar
ketika ia diangkat menjadi khalifah. Secara lengkap isi pidatonya sebagai berikut : “ Wahai
manusia, sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan, padahal aku bukan
orang yang terbaik di antara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan baik,
bantulah aku, dan jika aku salah, luruskanlah aku. Kebenaran adalah suatu kepearcayaan,
dan kedustaan adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kamu adalah orang
kuat bagiku sampai aku memenuhi hak- haknya, dan orang kuat di antara kamu adalah
lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, Insya Allah. Janganlah salah seorang dari kamu
meninggalkan Jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah
akan menimpakan atas mereka suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku taat kepada
Allah dan Rasulnya, jika aku tidak menaati Allah dan Rasul Nya, sekali- kali janganlah kamu
menaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kamu.”
Ucapan pertama ketika dibai’at menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan
Abu Bakar dalam pemerintahan antara lain :
a. Kebijaksanaan pengurusan terhadap agama Pada awal pemerintahannya ia diuji
dengan adanya ancaman yang datang dari umat Islam sendiri yang menentang
kepemimpinannya yakni mereka yang belum cukup imannya tampil sebagai penentang
demikian juga kaum yahudi dan Kristen. Di antara perbuatan makar tersebut ialah timbulnya
orang- orang yang murtad, orang- orang yang tidak mau membayar zakat, orang- orang
yang mengaku menjadi nabi, dan pemberontakan dari beberapa kabilah.
b. Kebijaksanaan Kenegaraan Diantara kebijakan Abu Bakar dalam pemerintahan
atau kenegaraan antara lain :
1) Bidang Eksekutif
(Katib) yang berkedudukan di kota Madinah. Untuk memegang keuangan Negara,
Abu Bakar menunjuk Abu Ubaidah sebagai Bendahara. Sedangkan untuk jabatan hakim
agung diserahkan kepada ‘Umar bin Al Khattab, sementara dalam membantu khalifah
memutuskan urusan- urusan kenegaraan, Abu Bakar juga membentuk Majelis Syura yang
terdiri dari ‘Umar, Usman, Ali, Abd al – Rahman bin ‘Awf, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’b
dan Zaid bin Tsabit.
2) Pertahanan dan Keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan- pasukan yang ada untuk mempertahankan
eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara
stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah Khalid bin
Walid, Musanna bin Harisah,, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan dan lain- lain.
3) Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama masa
pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk
dipecahkan, hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri dan masyarakat pada waktu
itu dikenal ‘alim
4) Sosial ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al Mal. Di dalamnya dikelola harta benda yang di dapat
dari zakat, infak, shadaqah, ghanimah dan lain- lain. Penggunaan harta tersebut digunakan
untuk gaji pegawai Negara dan untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang ada.
Pada masa Abu Bakar ini, bagi orang yang enggan enggan dan membangkang dalam
membayar dapat dihukum dengan denda, bahkan dapat diperangi dan dibunuh. Hal ini
dilakukan oleh Abu Bakar sepeninggal Rasulullah SAW, karena banyak suku Arab yang tidak
mau membayar zakat dan hanya mau mengerjakan shalat. Abu Bakar pernah menyatakan, “
Demi Allah, Saya akan memerangi siapapun yang membeda- bedakan zakat dan shalat “.
d. Penyebaran Islam pada Masa Abu Bakar
Setelah pergolakan dalam negeri berhasil dipadamkan (terutama memerangi orang-
orang murtad), khalifah Abu Bakar menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang selalu
berkeinginan menghancurkan eksistensi Islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar
mengirim tentara Islam di bawah pimpinan Khalid bin walid dan Mutsanna bin Haritsah dan
berhasil merebut beberapa daerah penting Irak dari kekuasaan Persia. Adapun untuk
menghadapi Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam terbaik yaitu, Amr bin al
Ash di front palestina, Yazid bin Abi Sufyan di front damaskus, Abu Ubaidah di front Hims
dan Syurahbil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini kemudian dibantu oleh
Khalid bin Walid yang bertempur di front Siria.
e. Penilaian terhadap Khalifah Abu Bakar
Berdasarkan pengalaman, Abu Bakar menggaris bawahi bahwa jabatan khalifah
merupakan masalah yang cukup rawan dan sangat krusial. Keretakan sesame muslim,
munculnya gerakkan nabi-nabi palsu, dan gerakkan pembangkang sempat mengancam
eksistensi negeri islam yang baru saja berdiri dan mengganggu kedamaian imperium islam.
Dengan sepenuh jiwa Abu Bakar telah berhasil memadamkan gerakkan islam tersebut. Abu
Bakar tidak hanya berhasil menyelamatkan islam dari situasi anarkis didalam negeri,
melainkan berhasil menjadikan islam sebagai agama besar dunia melaluim sikapnya
mengalihkan perhatian kepada upaya penaklukan yang membawa kemenangan gemilang
beberapa wilayah perbatasan imperium Bizantium.
Abu bakar adalah sahabat sejati Nabi Muhammad memilih keyakinan terhadap Nabi
Muhammad menanggung segala penderitaan dan kekejaman pihak musuh islam, dan selalu
siap memikul beban derita apapun demi tegakknya
perjuangan Islam. Kunci Keteguhan Abu Bakar terletak pada keyakinannya kepada
kebesaran Nabi Muhammad . “Jangan panggil aku khalifah Allah, tapi panggillah aku
Khalifah Rasulullah”, ungkapnya, ia adalah orang pertama yang berusaha mengumpulakan
ayat-ayat Al-quran dalam sebuah mushaf. Ia sangat penyayang kepada fakir miskin. Oleh
karena itu ia menggunakan seluruh kekayaannya untuk menolong mereka. Faktor
keberhasilan Abu Bakar yang lain adalah dalam membangun pranata social di bidang politik
dan pertahanan keamanan. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sikap keterbukaannya,
yaitu memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh- tokoh sahabat untuk ikut
membicarakan berbagai masalah sebelum mengambil keputusan melalui forum
musyawarah sebagai lembaga legislative.
f. Peradaban Pada Masa Abu Bakar
Bentuk peradaban yang paling besar pada masa Khalifah Abu Bakar antara lain :
a) Penghimpunan Al Quran, Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk
menghimpun Al- Quran dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin
b) Dalam bidang pranata social ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
social rakyat dengan cara mengelola zakat, infak dan sedekah yang berasal dari kaum
muslimin. Abu Bakar menjalankankan roda pemerintahannya selama lebih kurang 2 Tahun.
c) Praktik pemerintahan Khalifah Abu Bakar terpenting lainnya adalah mengenai suksesi
kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar bin Khattab untuk
menggantikannya.
KHALIFAH UMAR BIN AL- KHATTAB
Dia adalah salah seorang sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi
Muhammad SAW. Kebesarannya terletak pada keberhasilannya, baik sebagai negarawan
yang bijaksana, maupun sebagai Mujtahid yang ahli dalam membangun Negara besar yang
ditegakkan atas prinsip- prinsip keadilan, persamaan, dan persaudaraan yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad SAW.
Umar bin Al- Khattab dilahirkan di Mekkah pada 513 H dari keturunan suku Quraisy
yang terpandang dan terhormat. Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya perang Fijar dan
tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW. Sebelum masuk Islam, Umar
termasuk di antara kaum Kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang- orang yang sudah
masuk Islam dengan gelar Abu Hafs. Setelah Umar masuk islam, dia menjadi salah seorang
yang gigih dan setia membela Islam ia menerima gelar al-Faruq.
b. Pengabdian Umar sebelum menjadi khalifah
Umar sama sekali tidak mengambil bagian dalam hijarah pertama ke Abessinia,
karena pada saat itu ia belum memeluk islam.namun pada kesempatan hijrah ke madinah
umarlah yang mengawal 20 muhajirin ke madinah. Selama dimadinah umar selalu aktif
membantu perjuangan nabi baik dalam suka maupun duka. Ia turut berjuang dalam perang
Badar, Uhud, Khandaq, dan turut menyertai Nabi dalam perjanjian Hudaibiyah. Pada
awalnya ia tidak menerima perjanjian tersebut yang dirasakan merugikkan pihak islam.
Namun padaa akhirnya ia menerima perjanjian tersebut setelah Nabi menjelaskan perkenan
Tuhan melalui wahyu yang diterima Nabi. Setelah Nabi meninggal dunia, ia bersama dengan
abu bakar hadir dipertemuan Bani Sa’idah, tempat tokoh-tokoh Anshor menyelenggarakan
musyawarah memilih pengganti kepemimpinan islam. Ketika sampai pada puncak
pengambilan keputusan , Umarlah yang pertama kali membaiat kepemimpinan Abu Bakar
Sebagai khalifah pertama dan selalu mendukung kebijaksanaannya dalam masa
pemerintahan Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal, Umar menggantikan jabatan
khalifah islam dan meneruskan kebijakkan-kebijakkan yang sebelumnya telah ditempuh
oleh Khalifah Abu Bakar. Dalam waktu yang tidak lama Umar berhasil menundukkan
kekuasaan imperium Persia dan Romawi menjadi bagian dari kekuasaan islam.
c. Pengangkatan Umar bin Al- Khattab Sebagai Khalfah
Abu Bakar sebelum meninggal pada tahun 634 M/ 13 H, menunjuk Umar bin Al
Khattab sebagai penggantinya. Kendatipun hal ini merupakan perbuatan yang belum pernah
terjadi sebelumnya, tapi nampaknya ada beberapa factor dalam penunjukan ini antara lain :
a. Kehawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Sa’idah yang 15
nyaris menyeret ke perpecahan.
b. Kaum Anshar dan kaum Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang berhak
menjadi Khalifah
c. Kaum Islam pada saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan
pembangkang.
Penunjukan Abu Bakar terhadap Umar yang dilakukan disaat ia mendadak sakit pada
masa jabatannya merupakan suatu yang baru, tetapi harus dicatat bahwa penunujukan itu
dilakukan dalam bentuk rekomendasi atau saran yang diserahkan pada persetujuan umat.
Abu Bakar telah memanggil Abdur-Rahman bin Auf dan ia menanyakan tentang
Umar. "Dialah yang mempunyai pandangan terbaik, tetapi dia terlalu keras," kata Abdur-
Rahman. " Setelah Abdur-Rahman keluar ia memanggil Usman bin Affan dan ditanyanya
tentang Umar. "Semoga Allah telah memberi pengetahuan kepada saya tentang dia," kata
Usman, "bahwa isi hatinya lebih baik dari lahirnya. Tak ada orang yang seperti dia di
kalangan kita." Setelah itu Abu Bakar meminta pendapat Sa'id bin Zaid dan beberapa orang
sahabat Nabi ketika mendengar saran-saran Abu Bakar mengenai penunjukan Umar sebagai
khalifah. Ia merasa tidak cukup hanya bermusyawarah dengan orang-orang bijaksana di
kalangan Muslimin, terutama setelah ada pihak yang menentang, dari dalam kamar di
rumahnya itu Abu Bakar menjenguk kepada orang-orang yang ada di Masjid, dan berkata
kepada mereka: "Setujukah kalian dengan orang yang dicalonkan menjadi pemimpin kalian?
Saya sudah berijtihad menurut pendapat saya dan tidak saya mengangkat seorang kerabat.
Yang saya tunjuk menjadi pengganti adalah Umar bin Khattab. Patuhi dan taatilah dia!"
Mereka menjawab: "Kami patuh dan taat." Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya
berkata: "Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang ter-baik untuk mereka
Setelah dilantik menjadi khalifah, ‘Umar berpidato di hadapan umat Islam untuk
menjelaskan visi politik dan arah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam memimpin kaum
muslimin, dalam pidatonya berbunyi : “Aku telah dipilih menjadi Khalifah. Kerendah hatian
Abu Bakar sejalan dengan jiwanya yang terbaik di antara kalian dan lebih kuat terhadap
kalian serta juga lebih mampu memikul urusan- urusan kamu yang penting. Aku diangkat
untuk menjadi Khalifah tidak sama dengan beliau. Seandainya aku tahu ada orang yang lebih
kuat untuk memikul jabatan ini dari padaku, maka aku lebih suka memilih memberikan
leherku untuk dipenggal daripada memikul jabatan ini.
d. Ekspansi Islam Masa Pemerintahan Kahalifah Umar bin Al- Khattab
Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar (13 H/ 634 M- 23 H/ 644 M ), sebagian
besar ditandai oleh penaklukan- penaklukan untuk melebarkan Islam ke luar Arab. Sejarah
mencatat, Umar telah berhasil membebaskan negeri- negeri jajahan Imperium Romawi dan
Persia yang dimulai dari awal pemerintahannya, bahkan sejak pemerintahan sebelumnya.
Segala tindakan yang dilakukan untuk menghadapi dua kekuatan itu jelas bukan hanya
menyangkut kepentingan keagamaan saja, namun juga untuk kepentingan politik. Faktor-
faktor yang melatarbelakangi timbulnya konflik antara umat Islam dengan Romawi dan
Persia antara
a. Bangsa Romawi dan Persia tidak menaruh hormat terhadap maksud baik Islam
b. Semenjak Islam masih lemah, Romawi dan Persia selalu berusaha 17
menghancurkan Islam
c. Bangsa Romawi dan Persia sebagai Negara yang subur dan terkenal dengan
kemakmurannya, tidak berkenan menjalin hubungan perdagangan dengan negeri-negeri
Arab.
d. Bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh menghasut suku- suku Badui untuk
menentang Islam.
e. Letak geografis kekuasaan Romawi dan Persia sangat strategis untuk kepentingan
keamanan dan pertahanan islam.
e. Umar bin Khattab : Madinah Sebagai Negara Adikuasa
Semenjak penaklukan Persia dan romawi , pemerintahan Islam menjadi adikuasa
dunia yang memiliki wilayah kekuasaan luas meliputi, semenanjung Arabia, palestina, Siria,
Irak, Persia, dan Mesir.
Umar bin Al- Khattab yang dikenal sebagai negarawan, administrator terampil dan
pandai, dan seorang pembaharu membuat berbagai kebijakan mengenai pengelolaan
wilayah kekuasaan yang luas, ia menata struktur kekuasaan dan administrasi pemerintahan
Negara Madinah berdasarkan semangat Demokrasi.
f. Peradaban pada masa Khalifah Umar
Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola administrative
pemerintahan, peperangan, dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran
Khalifah Umar bin Khattab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku samapai sekarang
adalah sebagai berikut :
1. Kedudukan lembaga peradilan ( wajib di tengah- tengah masyarakat )
2. Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya
3. Samakan pandangan anda kepada kedua belah pihak, dan berlaku adillah.
4. Kewajiban pembuktian
5. Lembaga damai
6. Penundaan persidangan
7. Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal
8. Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran logis.
9. Orang Islam haruslah berlaku adil
10. Larangan bersidang ketika emosional.
Khalifah Umar bin Khattab menjalankankan roda pemerintahannya selama lebih
kurang 10 Tahun.
g. Wafat Khalifah Umar
Setelah menjalankan pemerintahan selama sepuluh tahun yang penuh dengan
kejayaan, khalifah Umar meninggal sebab kekejaman tangan seorang budak Persia yang
bernama “Abu Lukluk” pada tahun 23 H/ 643 M. menurut Amir Ali,kematian Khalifah Umar
merupakan duka besar bagi islam. Sungguh watak kepemimpinan Khalifah Umar yang
sangat keras namun juga bijaksana cocok sebagai figure pemimpin bangsa Arab yang
berwatak susah diatur. Ia tegak bagaikan benteng yang melindungi rakyatnya dari setiap
serangan musuh. Sepeninggalan umar, kekuatan yang pernah mengancam kesatuan muslim
muncul kembali seperti timbulnya paham kesukuan atau tribalisme dan beberapa kebiasan
tak bermoral suku-suku badui mulai muncul kembali.
KHALIFAH USMAN BIN AFFAN
( TAHUN 23 H- 35 H/ 644 M- 656 M ) Usman Bin Affan Nama beliau adalah Usman
bin 'Affan bin Abil 'Ash bin Umayyah bin Abdisy Syams bin Abdi Manaf bin Qusyai bin Kilab.
Beliau menisbatkan dirinya kepada bani Umayyah, salah satu kabilah Quraisy. Beliau
dilahirkan pada tahun 576 M di Mekah. Beliau tumbuh diatas akhlak yang mulia dan
perangai yang baik. Beliau sangat pemalu, bersih jiwa dan suci lisannya, sangat sopan
santun, pendiam dan tidak pernah menyakiti orang lain. Beliau suka ketenangan dan tidak
suka keramaian/kegaduhan, perselisihan, teriakan keras. Dan beliau rela mengorbankan
nyawanya demi untuk menjauhi hal-hal tersebut. Dan karena kebaikan akhlak dan
mu'amalahnya, beliau dicintai oleh Quraisy, hingga merekapun menjadikannya sebagai
perumpamaan. Dari sini Imam Asy-Sya'bi mengatakan : "Dahulu Usman sangat dicintai oleh
orang-orang Quraisy, mereka menjadikannya sebagai suri taudalan, mereka
memuliakannya. Sampai-sampai para ibu dari kalangan orang-orang Arab, jika menghibur
anaknya, dia mengatakan : Demi Allah yang Maha Penyayang, aku mencintaimu seperti
kecintaan Quraisy kepada Usman .
Ibu Khalifah Usman bin Affan adalah Urwy bin Kuriz bin Rabiah. Usman bin Affan
masuk Islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu Bakar. Sesaat setelah masuk Islam, ia
sempat mendapatkan siksaan dari pamannya, Hakam bin Abil Ash. Ia dijuluki dzun nurain,
karena menikahi dua putri Rasulullah SAW secara berurutan setelah yang satu meninggal,
yakni Ruqayyah dan Ummu Kalsum.
2. Pengangkatan Khalifah Usman bin Affan
Panitia pemilihan Khalifah, memilih Usman menjadi Khalifah ketiga menggantikan
Umar bin Khattab. Pemerintahan Usman bi Affan ini berlangsung dari tahun 644 sampai 656
M. ketika Usman dipilih, Usman telah tua ( 70 tahun) dengan kepribadian yang agak lemah.
Dalam Pidato pelantikan (inaugural speech) dari khalifah terpilih Usman bin Affan ra,
setelah beliau dibai’at adalah sebagai berikut :
“ Amma ba’du, sesungguhnya, tugas ini telah dipikulkan kepadaku dan aku telah
menerimanya, dan sesungguhnya aku adalah muttabi’ (pengikut sunnah Rasulullah SAW)
dan bukannya seorang mubtadi’ (seorang yang berbuat bid’ah). Ketahuilah bahwa kalian
berhak menuntut aku mengenai selain Kitab Allah dan Sunnah Nabi Nya, yaitu mengikuti
apa yang telah dilakukan oleh orang- orang sebelumku dalam hal- hal yang kamu sekalian
telah bersepakat dan telah kamu jadikan sebagai kebiasaan, membuat kebiasaan baru yang
layak bagi ahli kebajukan dalam hal- hal yang belum kamu jadikan sebagai kebiasaan, dan
mencegah diriku dari bertindak atas kamu kecuali dalam hal- hal yang kamu sendiri telah
menyebabkannya.
Kelemahan ini dipergunakan oleh orang- orang di sekitarnya untuk mengejar
keuntungan pribadi, kemewahan dan kekayaan. Hal ini dimanfaatkan terutama oleh
keluarganya sendiri dari golongan Umayyah. Banyak pangkat- pangkat tinggi dan jabatan-
jabatn penting dikuasai oleh familinya. Pelaksanaan pemerintahan seperti ini, dalam bahasa
orang sekarang disebut nepotisme (kecenderungan untuk mengutamakan atau
menguntungkan sanak saudara (keluarga sendiri ).
3. Visi dan Misi Khalifah Usman bin Affan
Dalam pidato pelantikan Usman bin Affan tergambar bahwa beliau adalah sebagai
seorang Sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang corak politik,
dalam pidato itu Usman mengingatkan beberapa hal penting :
a. Agar umat Islam selalu berbuat baik sebagai bekal ke hari akhirat.
b. Agar umat Islam tidak terpedaya dengan kemewahan dunia.
c. Agar umat Islam mau mengambil iktibar dari masa lalu, mengambil yang baik dan
menjauhkan yang buruk.
d. Sebagai Khalifah ia akan menjalankan perintah Al Quran dan Sunnah.
e. Ia akan melakukan apa yang telah dilakukan pendahulunya
f. Umat Islam boleh mengkritiknya jika ia menyimpang dari ketetntuan hokum.
g. Penyebaran Islam pada Masa Khalifah Usman Bin Affan
Pada masa pemerintahannya perluasan daerah Islam diteruskan ke Barat sampai
Maroko, ke timur menuju India dan ke Utara bergerak ke arah konstantinopel. Pada
umumnya perluasan wilayah Islam ini dilakukan karena memenuhi kehendak jenderal-
jenderalnya.
Namun pada saat Usman bin Affan menjabat sebagai Khalifah Usman dituduh oleh
sebahagian sahabat telah mengangkat familinya untuk menduduki jabatan- jabatan istana.
Pemberontakan dimulai di Mesir, kemudian orang- orang yang sudah terbakar emosinya
datang ke Madinah, tempat tinggal Khalifah. Ia dikepung di rumahnya, karena menolak
untuk menyerah maka ia dibunuh oleh salah seorang pengacau, peristiwa itu terjadi pada
tahun 656 H, kemudian dipilihlah penggantinya yang akhirnya dipegang oleh Ali bin Abi
Thalib.
4. Sebab-sebab Pemberontakkan
Sebab-sebab terjadinya pemberontakkan yang berakhir dengan terbunuhnya
khalifah Usman dapat teliti dari berbagai segi. Pertama, bahwa ditengah-tengah mayarakat
terdapat sejumlah kelompok yang memeluk islam dengan tidak sepenuh kesadaran
melainkan demi kepentingan-kepentigan tertentu seperti Abdullah Bin Saba’, orang yaman
yang semula pengikut agama yahudi. Mereka ini menyebarkan hasutan terhadap Usman.
Setelah berpindah dari Bashrah, Kufah lalu ke Syiria, ia berhasil menyebar isu jahatnya, lalu
ia berpindah ke mesir untuk tujuan yang sama. Keberhasilan propaganda jahat Abdullah Bin
Saba’ membuat jumlah kekuatan pemberontak semakin bertambah banyak. Mereka
sebagian besar terdiri dari bangsa-bangsa lain yang semula penentang pertempuran.
Mereka ini sebenarnya masih menyimpan kebencian dan permusuhan terhadap islam.
Mereka mengambil kesempatan kacau ini dan bergabung dengan kaum pemberontak.
Kedua, bahwa persaingan dan permusuhan antara keluarga Hasyim dan keluarga
Umayyah turut memperlemah kekuatan Usman dan menjadi sebab utama kegagalan Usman
di akhir masa pemerintahannya.
Ketiga, lemahnya karakter kepemimpinan Usman turut juga menyokong
kegagalannya, khususnya dalam menghadapi gejolak pemberontakkan. Bahwa Usman
adalah Pribadi yang sederhana, saleh, dan berhati lemah lembut. Sifat sederhana dan sikap
lemah lembut sangat tidak sesuai dalam urusan politik dan pemerintahan, lebih-lebih dari
kondisi yang kritis. Pada kondisi yang demikian diperlukan ketegasan sikap untuk
menegakkan stabilitas pemerintahan. Sikap seperti ini tidak dimiliki oleh Usman. Ia adalah
figure yang terlalu baik yang tidak mudah menerima laporan-laporan bahwa pihak-pihak
musuh telah menghasutnya dan merusak stabilitas Negara.
5. Peradaban pada masa Khalifah Usman bin Affan
Di antara jasa- jasa Usman Bin Affan yang lain adalah tindakannya untuk menyalin
dan membuat Al- Quran standar, yang di dalam kepustakaan disebut dengan kodifikasi al
Quran.
Standarisasi Al Quran perlu diadakan, karena pada masa pemerintahannya wilayah
Islam telah sangat luas dan didiami oleh berbagai suku bangsa dengan berbagai bahasa dan
dialek yang tidak sama. Karena itu, di kalangan pemeluk agama Islam terjadi perbedaan
ungkapan dan ucapan tentang ayat- ayat al quran yang disebarkan melalui hafalan.
Perbedaan cara mengucapkan itu menimbulkan perbedaan arti. Berita tentang ini sampai
pada Usman. Ia lalu membentuk Panitia yang kembali dipimpin oleh Zaid bin Tsabit untuk
menyalin naskah Al- Quran yang telah dihimpun di masa Khalifah Abu Bakar dahulu,
disimpan oleh Hafsah, janda Nabi Muhammad SAW. Panitia ini bekerja dengan satu disiplin
tertentu, menyalin naskah Al Quran ke dalam lima Mushaf (kumpulan lembaran- lembaran
yang ditulis, dan Al Quran itu sendiri disebut pula Mushaf ), untuk dijadikan standar dalam
penulisan dan bacaan Quran di wilayah kekuasaan Islam pada waktu itu. Semua naskah yang
dikirim ke ibukota Propinsi ( Makkah, Kairo, Damaskus, Baghdad) itu disimpan dalam masjid.
Satu naskah tinggal di Madinah untuk mengenang jasa Usman, naskah yang disalin di masa
pemerintahnnya itu disebut Mushaf Usmany atau al- Imam karena ia menajadi standar bagi
Quran yang lain. Kemudian disalin dan diberi tanda- tanda bacaan di Mesir seperti yang kita
lihat sekarang ini.
Khalifah Usman bin Affan menjalankankan roda pemerintahannya selama 22 lebih
kurang 12 Tahun
KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB
( TAHUN 36 H- 41 H/ 656 M-661 M) 23 1. Kelahiran Khalifah Ali Bin Abi Thalib Ali r.a
dilahirkan hari Jum'at, 13 bulan Rajab, 12 tahun sebelum Nabi Muhammad s.a.w. mendapat
risalah, Sepanjang ingatan orang, inilah untuk pertama kali seorang wanita melahirkan
puteranya dalam Ka'bah. Kelahiran bayi ini hanya disaksikan oleh ayah bundanya saja.
Kejadian yang luar biasa ini, beritanya segera tersiar ke berbagai penjuru. Berbondong-
bondonglah mereka, terutama keluarga Bani Hasyim, datang ke Ka'bah, guna menyaksikan
bayi yang baru lahir. Di antara yang datang ialah Nabi Muhammad s.a.w. Bayi ini saudara
misan beliau sendiri. Beliau menggendong bayi tersebut, kemudian bersama ayah-ibunya
pulang ke rumah Abu Thalib.
Ali adalah putera Abu Thalib, seorang paman yang mengasuh Nabi semenjak sang
kakek meninggal dunia. Ali tergolong pada keturunan keluarga Hasyimiyah, sama dengan
garis keturunan Nabi Muhammad. Garis keturunan inilah yang menduduki kekuasaan
tertinggi atas ka’bah dan sekitarnya sebelum Nabi lahir. Ali lahir pada tahun kesepuluh
sebelum tahun kerasulan Muhammad. Semenjak kecil ia selalu bersama Nabi, sehingga
masa kecil Ali tumbuh dalam pengasuhan dan bimbingan Nabi. Nabi sangat mencintainnya
ibarat anaknya sendiri, dan Nabi berkenan menikahkannya dengan Fatimah, putrid Nabi
pada tahun kedua hijrah.
Karena semenjak masa kanak-kanak Ali selalu bersatu rumah dengan Nabi
Muhammad, maka ia banyak mengetahui prihal kehidupan Nabi Muhammad. Ketika Nabi
menyerukan kepada ajaran islam, Ali tergolong generasi pertama yang mempercayai dan
mengikuti seruan Nabi Muhammad tersebut.
Ketika di bawah asuhan Rasul Allah s.a.w., Ali r.a. pernah diberi julukan "Abu Turab",
yang artinya "Si Tanah". Pemberian julukan itu erat kaitannya dengan peristiwa ditemuinya
Ali r.a. di satu hari sedang tidur berbaring di atas tanah. Yang menemuinya Nabi Muhammad
s.a.w. sendiri. Beliau menghampirinya dan duduk dekat kepalanya sambil mengusap-usap
punggungnya guna membuang debu-tanah. Kemudian Nabi Muhammad s.a.w.
membangunkannya seraya berkata: "Duduklah, engkau hai Abu Turab!" Nama Abu Turab ini
paling disukai oleh Ali r.a. Ia sangat bangga bila dipanggil dengan nama itu.
2. Proses Pengangkatan Ali Bin abi Thalib
Menurut penuturan Abu Mihnaf, sebagaimana tercantum dalam Syarh Nahjil
Balaghah, jilid IV, halaman 8, dikatakan, bahwa ketika itu kaum Muhajirin dan Anshar
berkumpul di masjid Rasul Allah s.a.w. Dengan harap-harap cemas mereka menunggu berita
tentang siapa yang akan menjadi Khalifah baru. Masjid yang menurut ukuran masa itu sudah
cukup besar, penuh sesak dibanjiri orang. Di antara tokoh-tokoh muslimin yang menonjol
tampak hadir Ammar bin Yasir, Abul Haitsam bin At Thaihan, Malik bin 'Ijlan dan Abu Ayub
bin Yazid. Mereka bulat berpendapat, bahwa hanya Ali bin Abi Thalib r.a. lah tokoh yang
paling mustahak dibai'at. Diantara mereka yang paling gigih berjuang agar Imam Ali r.a.
dibai'at ialah Ammar bin Yasir. Dalam mengutarakan usulnya, pertama-tama Ammar
mengemukakan rasa syukur karena kaum Muhajirin tidak terlibat dalam pembunuhan
Khalifah Usman r.a. Kepada kaum Anshar, Ammar menyatakan, jika kaum Anshar hendak
mengkesampingkan kepentingan mereka sendiri, maka yang paling baik ialah membai'at Ali
bin Abi Thalib sebagai Khalifah. Ali bin Abi Thalib, kata Ammar, mempunyai keutamaan dan
ia pun orang yang paling dini memeluk Islam. Kepada kaum Muhajirin, Ammar mengatakan:
kalian sudah mengenal betul siapa Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu aku tak perlu
menguraikan kelebihan-kelebihannya lebih panjang lebar lagi. Kita tidak melihat ada orang
lain yang lebih tepat dan lebih baik untuk diserahi tugas itu! Usul Ammar secara spontan
disambut hangat dan didukung oleh yang hadir. Malahan kaum Muhajirin mengatakan:
"Bagi kami, ia memang satu-satunya orang yang paling afdhal!" Setelah tercapai kata
sepakat, semua yang hadir berdiri serentak, kemudian berangkat bersama-sama ke rumah
Imam Ali r.a.
Di depan rumahnya mereka beramai-ramai minta dan mendesak agar Imam Ali r.a.
keluar. Setelah Imam Ali r.a. keluar, semua orang berteriak agar ia bersedia mengulurkan
tangan sebagai tanda persetujuan dibai'at menjadi Amirul Mukminin. Pada mulanya Imam
Ali r.a. menolak dibai'at sebagai Khalifah. Dengan terus terang ia menyatakan : "Aku lebih
baik menjadi wazir yang membantu daripada menjadi seorang Amir yang berkuasa. Siapa
pun yang kalian bai'at sebagai Khalifah, akan kuterima dengan rela. Ingatlah, kita akan
menghadapi banyak hal yang menggoncangkan hati dan fikiran." Jawaban Imam Ali r.a. yang
seperti itu tak dapat diterima sebagai alasan oleh banyak kaum muslimin yang waktu itu
datang berkerumun di rumahnya. Mereka tetap mendesak atau setengah memaksa, supaya
Imam Ali r.a. bersedia dibai'at oleh mereka sebagai Khalifah. Dengan mantap mereka
menegaskan pendirian: "Tidak ada orang lain yang dapat menegakkan pemerintahan dan
hukum-hukum Islam selain anda. Kami khawatir terhadap ummat Islam, jika kekhalifahan
jatuh ketangan orang lain…"
Beberapa saat lamanya terjadi saling-tolak dan saling tukar pendapat antara Imam
Ali r.a. dengan mereka. Para sahabat Nabi Muhammad s.a.w. dan para pemuka kaum
Muhajirin dan Anshar mengemukakan alasannya masing-masing tentang apa sebabnya
mereka mempercayakan kepemimpinan tertinggi kepada Imam Ali r.a. Betapapun kuat dan
benarnya alasan yang mereka ajukan Imam Ali r.a. tetap menyadari, jika ia menerima
pembai'atan mereka pasti akan menghadapi berbagai macam tantangan dan kesulitan
gawat. Baru setelah Imam Ali r.a. yakin benar, bahwa kaum muslimin memang sangat
menginginkan pimpinannya, dengan perasaaan berat ia menyatakan kesediaannya untuk
menerima pembai'atan mereka. Satu-satunya alasan yang mendorong Imam Ali r.a. bersedia
dibai'at, ialah demi kejayaan Islam, keutuhan persatuan dan kepentingan kaum muslimin.
Rasa tanggung jawabnya yang besar atas terpeliharanya nilai-nilai peninggalan Rasul Allah
s.a.w., membuatnya siap menerima tanggung jawab berat di atas pundaknya. Sungguh pun
demikian, ia tidak pernah lengah, bahwa situasi yang ditinggalkan oleh Khalifah Usman r.a.
benar-benar merupakan tantangan besar yang harus ditanggulangi.
Keputusan Imam Ali r.a. untuk bersedia dibai'at sebagai Amirul Mukminin disambut
dengan perasaan lega dan gembira oleh sebagian besar kaum muslimin. Kepada mereka
Imam Ali r.a. meminta supaya pembai'atan dilakukan di masjid agar dapat disaksikan oleh
umum. Kemudian Imam Ali r.a. juga memperingatkan, jika sampai ada seorang saja yang
menyatakan terus terang tidak menyukai dirinya, maka ia tidak akan bersedia dibai'at.
Mereka dapat menyetujui permintaan Imam Ali r.a., lalu ramai-ramai pergi menuju masjid.
Setibanya di Masjid, ternyata orang pertama yang menyatakan bai'atnya ialah Thalhah bin
Ubaidillah. Menyaksikan kesigapan Thalhah itu, seorang bernama Qubaisah bin
Dzuaib Al Asadiy menanggapi: "Aku Khawatir, jangan-jangan pembai'atan Thalhah itu tidak
sempurna!" Ia mengucapkan tanggapannya itu karena tangan Thalhah memang lumpuh
sebelah. Orang lain membiarkan komentar itu lewat begitu saja. Zubair bin Al-'Awwam
segera mengikuti jejak Thalhah menyatakan bai'at kepada Imam Ali r.a. Sesudah itu barulah
kaum Muhajirin dan Anshar menyatakan bai'atnya masing-masing. Yang tidak ikut
menyatakan bai'at ialah Muhammad bin Maslamah, Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Salam,
Abdullah bin Umar, Usamah bin Zaid, Saad bin Abi Waqqash, dan Ka'ab bin Malik. Tata cara
pembai'atan dilakukan menurut prosedur sebagaimana yang lazim berlaku atas diri Khalifah-
khalifah sebelumnya. Sesuai dengan tradisi pada masa itu, sesaat setelah dibai'at.
Amirul Mukminin Imam Ali r.a. menyampaikan amanatnya yang pertama. Antara
lain mengatakan:
"Sebenarnya aku ini adalah seorang yang sama saja seperti kalian. Tidak ada
perbedaan dengan kalian dalam masalah hak dan kewajiban. Hendaknya kalian menyadari,
bahwa ujian telah datang dari Allah s.w.t. Berbagai cobaan dan fitnah telah datang
mendekati kita seperti datangnya malam yang gelap-gulita. Tidak ada seorang pun yang
sanggup mengelak dan menahan datangnya cobaan dan fitnah itu, kecuali mereka yang
sabar dan berpandangan jauh. Semoga Allah memberikan bantuan dan perlindungan. "Hati-
hatilah kalian sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah s.w.t. kepada kalian, dan
berhentilah pada apa yang menjadi larangan-Nya. Dalam hal itu janganlah kalian bertindak
tergesa-gesa, sebelum kalian menerima penjelasan yang akan kuberikan. "Ketahuilah bahwa
Allah s.w.t. di atas 'Arsy-Nya Maha Mengetahui, bahwa sebenarnya aku ini tidak merasa
senang dengan kedudukan yang kalian berikan kepadaku. Sebab aku pernah mendengar
sendiri Rasul Allah s.a.w. berkata: "Setiap waliy (penguasa atau pimpinan) sesudahku, yang
diserahi pimpinan atas kaum muslimin, pada hari kiyamat kelak akan diberdirikan pada
ujung jembatan dan para Malaikat akan membawa lembaran riwayat hidupnya. Jika waliy
itu seorang yang adil, Allah akan menyelamatkannya karena keadilannya. Jika waliy itu
seorang yang dzalim, jembatan itu akan goncang, lemah dan kemudian lenyaplah
kekuatannya. Akhirnya orang itu akan jatuh ke dalam api neraka…"
3. Peristiwa tahkim Pada Masa Ali Bin Abi Thalib
Konflik politik antara Ali Bin Abi Thalib dengan Muawwiyah Bin Abi Sufyan diakhiri
dengan Tahkim. Dari pihak Ali Bin Abi Thalib diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur
dan tidak “ cerdik” dalam politik yaitu Abu Musa Al Asyari. Sebaliknya dari pihak Muawiyah
Bin Abi Sufyan diutus seorang yang sangat terkenal sangat “cerdik” dalam berpolitik yaitu
Amr bin Ash.
Dalam tahkim tersebut, pihak Ali Bin Abi Thalib dirugikan oleh pihak Muawiyah Bin
Abi Sufyan karena kecerdikan Amr Bin Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al Asyari.
Pendukung Ali Bin Abi Thalib, kemudian terpecah menjadi dua, yaitu kelompok pertama
adalah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil Tahkim dan mereka tetap setia
kepada Ali Bin Abi Thalib, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok yang menolak
hasil Tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib yang kemudian
melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat dalam Tahkim,
termasuk Ali Bin Abi Thalib. Khalifah Ali bin Abi Thalib menjalankankan roda
pemeriintahannya selama 27 lebih kurang 5 Tahun.
4. Sebab-sebab Kegagalan Khalifah Ali
Kegagalan Khalifah Ali yang sekaligus sebagai kemenangan muawiyah tidak terlepas
dari beberapa fakta sebagaimana disampaikan sebagai berikut Pertama, pada masa awal
pemerintahannya, sikap berperang melawan persekutuan Thalhah, Zubair dan A’isyah
secara umum memperlemah kedudukan Ali. Ketika Thalhah dan Zubai bersedia berunding
untuk mengakhiri pertempuran, tiba-tiba pengikut ali menangkap Thalhah dan Zubair lalu
mereka membunuh keduanya. Kematian dua tokoh ini otomatis meningkatkan kemarahan
pengikut mu’awiyah dan semakin bertambah pengikutnya. Sementara peristiwa ini justru
mengurangi kekuatan dukungan atas perjuangan Ali. Kedua, bahwa pemberontak yang
terjadi khususnya Bashrah, Kufah, mesir, Syiria, serta pengakuan kemerdekaan atas
beberapa wilayah negeri muslim sangat merugikan dan menyulitkan posisi Ali. Terlepasnya
Ali oleh mu’awiyah merupakan pertanda kehancuran kekuatan Khalifah Ali. Ketiga,
mu’awiyah didukung kesatuan masyarakat syiria yang setian dan mendambakkan Umayyah
sebagai pemimpinny, sementara itu Ali bersandar pada dukungan masyarakat Kufah yang
berjiwa lemah dan tidak memberikan bantuan yang sepenuhnya kepada Khalifah Ali
terutama dalam kondisi dan situasi yang berbahaya. Keempat, persainagn antara keluarga
dan keturunan Hasyimiah dengan keturunan Umayyah turut mempersulit posisi Ali. Pada sisi
lainnya, kondisi permusuhan seperti ini sangat menguntungkan mu’awiyah yang mereka
sedang bangkit. Mereka bersatu menuntut balas atas kematian Khalifah Usman