KHASIAT ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK KULIT BATANG … · campuran jus hati ayam dan natrium...
Transcript of KHASIAT ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK KULIT BATANG … · campuran jus hati ayam dan natrium...
KHASIAT ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK KULIT BATANG
MAHONI (Swietenia macrophylla King) PADA TIKUS PUTIH
GALUR SPRAGUE DAWLEY
BAKUH DARMINTO
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
BAKUH DARMINTO, Khasiat Antihiperurisemia Ekstrak Kulit Batang Mahoni
(Swietenia macrophylla King) pada Tikus Putih Galur Sprague Dawley. Dibawah
bimbingan SULISTIYANI dan SYAMSUL FALAH
Kulit batang mahoni merupakan limbah industri kayu, mengandung
senyawa flavonoid yang diduga sebagai antihiperurisemia. Namun demikian,
penelitian mengenai potensi kulit batang mahoni sebagai antihiperurisemia belum
dilakukan hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi
ekstrak kulit batang mahoni (Swietenia macrophylla King) terhadap konsentrasi
asam urat serum tikus hiperurisemia. Sebanyak 33 ekor tikus dibagi dalam 5
kelompok yaitu: normal, hiperurisemia (HU), allopurinol (HU I), ekstrak air (HU
II), dan ekstrak metanol (HU III). Induksi hiperurisemia diberikan dengan
campuran jus hati ayam dan natrium karboksil-metilselulosa 0.5% secara oral
selama 4 minggu dengan dosis 25 g/KgBB. Selanjutnya, ekstrak air dan ekstrak
metanol diberikan dengan dosis 500 mg/KgBB selama 7 hari. Asam urat serum
hasil induksi dianalisis dengan metode asam diklorohidroksibenzen sulfonat
(DHBS) pada panjang gelombang 514 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
induksi jus hati ayam meningkatkan konsentrasi asam urat serum sebesar 36.83%.
Pemberian ekstrak air dan ekstrak metanol mampu menurunkan konsentrasi asam
urat berturut-turut 24.22% dan 21.02%. Oleh karena itu, kedua ekstrak tersebut
memiliki aktivitas antihiperurisemia yang sebanding.
ABSTRACT
BAKUH DARMINTO, Antihyperuricemic effect of mahogany (Swietenia
macrophylla King) bark extracts on hyperuricemic rats. Under the direction of
SULISTIYANI and SYAMSUL FALAH
Mahogany bark is wood industrial waste, contains flavonoid compound
supposedly as antihyperurisemic agent. However, study concerning
antihyperuricemic potential of mahogany bark has not been done until now. The
aim of this study was to investigate the potent of mahogany bark (Swietenia
macrophylla King ) extracts on serum uric acid levels in hyperuricemic rats.
Thirty-three rats were divided into 5 groups of: normal, hiperurisemia (HU),
allopurinol (HU I), aqueous extract (HU II), and methanol extracts (HU III).
Hyperuricemic condition was induced by oral administration of 25 g/KgBW
chicken liver juice with sodium carboxyl methylcellulose 0.5% mixture in rats
every day for 4 weeks. This was followed by oral administration of both aqueous
extract and methanol extract at 500 mg/KgBW day for 7 days. Serum uric acid
levels was determined by dichlorohydroxybenzene sulfonic acid (DHBS) method
on 514 nm. The induction of hyperuricemia was able to increase the serum uric
acid levels 36.83%. Aqueous extract and methanol extract reduced uric acid
concentration 24.22% and 21.02%, respectively. Therefore, both of the extracts
have a similar antihyperuricemic effect.
KHASIAT ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK KULIT BATANG
MAHONI (Swietenia macrophylla King) PADA TIKUS PUTIH
GALUR SPRAGUE DAWLEY
BAKUH DARMINTO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Khasiat Antihiperurisemia Ekstrak Kulit Batang Mahoni
(Swietenia macrophylla King) pada Tikus Putih Galur Sprague
Dawley
Nama : Bakuh Darminto
NRP : G84051346
Disetujui,
Komisi pembimbing
drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D Dr. Syamsul Falah, S. Hut, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui,
Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc.
Ketua Departeman Biokimia
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, putra pasangan bapak
Mujiono dan Ibu Salbini. Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 5 Juni
1988. Pendidikan sekolah dasar penulis tempuh pada tahun 1993 sampai 1999 di
SD Negeri Bongkot dan pada tahun 1999 sampai 2002 di SMP Negeri 27
Purworejo. Pada tahun 2002 hingga 2005 penulis melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 7 Purworejo.
Pada tahun 2005, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima
sebagai mahasiswa Mayor Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2006 melalui jalur mayor-minor. Selama
menjadi mahasiswa, penulis tercatat sebagai staf divisi Pengembangan Sumber
Daya Manusia pada Himpunan Profesi Community of Research and Education on
Biochemistry periode 2007/2008.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Biokimia Klinis
pada tahun ajaran 2008/2009, Struktur dan Fungsi Biomolekul dan Biokimia
Umum pada tahun ajaran 2009/2010, serta Genetika Dasar pada tahun ajaran
2009/2010. Penulis melakukan praktik Lapangan pada tahun 2008 di
Laboratorium Toksikologi dan Farmakologi, Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasionan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta.
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan
baik. Penulisan skripsi yang berjudul Khasiat Antihiperurisemia Ekstrak Kulit
Batang Mahoni (Swietenia macrophylla King) pada Tikus Putih Galur Sprague
Dawley dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Penelitian ini didanai oleh program Penelitian Stategis Unggulan IPB
2009 yang telah mendanai penelitian ini atas nama Dr. Syamsul Falah, S.Hut.,
M.Si. dkk. Terima kasih saya sampaikan kepada drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D.
dan Dr. Syamsul Falah, S.Hut., M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan
kritik dan saran yang membangun. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Avissa Lavenia dan Putra Hidayat Nasution selaku rekan kerja yang selalu
memberikan bantuan selama penelitian.
Saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat saya harapkan. Semoga
penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua.
Bogor, Maret 2010
Bakuh Darminto
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Hiperurisemia ......................................................................................... 1
Pengobatan Pirai ..................................................................................... 3
Bahan Peningkat Asam Urat pada Hewan Model Hiperurisemia ............. 5
Pengobatan Herbal untuk Menurunkan Asam Urat .................................. 5
Mahoni (Swietenia mahogani King) Sebagai Sumber Senyawa Bioaktif 5
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ...................................................................................... 7
Metode Pengujian ................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Hewan Model ............................................................................ 8
Induksi Hiperurisemia ............................................................................. 9
Efek Antihiperurisemia Ekstrak Herbal Mahoni ...................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................ 12
Saran ...................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13
LAMPIRAN .................................................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Jalur metabolisme purina............................................................................ 2
2 Kristal mononatrium urat ........................................................................... 3
3 Aktivitas alopurinol sebagai inhibitor enzim xantin oksidase ...................... 4
4 Struktur febuxostat ..................................................................................... 4
5 Mahoni (swietenia macrophylla king) ........................................................ 6
6 Senyawa bioaktif serbuk batang mahoni ..................................................... 6
7 Tikus galur Sprague Dawley ..................................................................... 7
8 Perubahan bobot badan selama adaptasi .................................................... 9
9 Perubahan bobot badan selama pengujian .................................................. 9
10 Perombakan asam urat secara enzimatik .................................................... 10
11 Konsentrasi asam urat selama 14 hari induksi ............................................ 10
12 Kenaikan konsentrasi asam urat serum selama induksi 28 hari .................. 11
13 Penurunan konsentrasi asam urat (hari ke-28 – 35) ................................... 11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Rancangan percobaan ............................................................................... 17
2 Ekstraksi dan fraksinasi kulit batang mahoni .............................................. 18
3 Bobot badan hewan uji selama adaptasi ...................................................... 19
4 Rerata bobot badan hewan model selama adaptasi ...................................... 20
5 Analisis uji Duncan bobot badan selama adaptasi ....................................... 20
6 Bobot badan hewan uji selama perlakuan ................................................... 22
7 Rerata bobot badan hewan model selama percobaan .................................. 23
8 Analisis uji Duncan bobot badan selama percobaan .................................... 23
9 Pengukuran kadar asam urat ....................................................................... 25
10 Panjang gelombang maksimum .................................................................. 26
11 Kurva standar ............................................................................................. 26
12 Konsentrasi asam urat selama percobaan .................................................... 27
13 Rata-rata konsentrasi asam urat selama percobaan ...................................... 28
14 Analisis varian (ANOVA) selama percobaan ............................................. 28
15 Hasil analisis uji Duncan selama percobaan ............................................... 30
16 Analisis T-Test asam urat selama percobaan ............................................... 32
1
PENDAHULUAN
Perkembangan zaman dan arus globalisasi
yang semakin pesat telah membawa banyak
perubahan terhadap gaya hidup dan kebiasaan
makan yang tidak sehat di tengah masyarakat.
Hal ini menyebabkan angka penderita
penyakit degeneratif semakin meningkat.
Salah satu penyakit degeneratif yang dapat
timbul adalah gout (pirai).
Pirai terjadi sebagai akibat dari produksi
asam urat yang berlebihan, berkurangnya
ekskresi asam urat melalui ginjal, serta
gabungan dari kedua gejala tersebut. Kondisi
ini disebut dengan istilah hiperurisemia.
Jumlah penderita pirai dalam dasawarsa
terakhir meningkat baik di negara maju
maupun berkembang. Di Amerika Serikat,
jumlah penderita pirai mencapai 2 juta orang
pada tahun 2002 (Kramer dan Curhan 2002)
dan meningkat menjadi lebih dari 5 juta orang
pada tahun 2006 (Yu 2006). Adapun penderita
pirai di Indonesia menurut Heryanto (2003)
mencapai 1,7% jumlah penduduk pulau Jawa.
Pengobatan dan pencegahan penyakit pirai
dan hiperurisemia dilakukan terutama untuk
mereduksi asam urat dari dalam tubuh. Hal ini
dapat dilaksanakan melalui penghambatan
aktivitas enzim xantin oksidase (XO) dan
xantin dehidrogenase (XDH). Kedua enzim
ini berperan dalam pengubahan xantin
menjadi asam urat. Inhibitor XO dan XDH
bekerja pada tahap akhir sintesis asam urat,
yang berakibat pada penurunan produksi asam
urat. Senyawa tersebut umumnya bersifat
sebagai antiinflamasi sehingga mengurangi
efek peradangan yang timbul. Alopurinol
merupakan inhibitor enzim XO yang sering
digunakan dalam terapi pirai secara klinis,
namun memberikan efek samping seperti
alergi dan hipersensitivitas, neprofati, dan
pembentukan 6-merkaptopurina yang bersifat
racun di dalam tubuh (Sumi dan Wada 1996),
sehingga penggunaan obat ini sering
dihindari. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian mengenai senyawa
antihiperurisemia yang memiliki efektivitas
yang tinggi dan terjamin keamanannya.
Senyawa antihiperurisemia banyak
terdapat dalam tanaman, namun
pemanfaatannya masih sangat sedikit.
Tanaman obat asal China Conyza bonariensis
(Kong et al. 2000) dan Ermiao wan (Kong et
al. 2004) diketahui memiliki aktivitas sebagai
senyawa antihiperurisemia. Beberapa tanaman
asli Indonesia seperti Sidaguri (Iswantini dan
Darusman 2003), seledri (Rhamadani 2004),
dan jahe merah serta herba suruhan (Mudrikah
2006) juga memiliki kemampuan sebagai
penurun konsentrasi asam urat. Kemampuan
ekstrak tanaman tersebut dalam menurunkan
konsentrasi asam urat diduga karena
kandungan senyawa flavonoid.
Salah satu tanaman yang diduga
mengandung flavonoid adalah mahoni.
Mahoni digunakan oleh masyarakat sebagai
obat tradisional, pewarna alami, dan bahan
baku industri mebel. Konsumsi kayu mahoni
yang cukup tinggi ini menyebabkan
meningkatnya limbah kayu yang masih
memiliki daya guna yang cukup tinggi, namun
belum dimanfaatkan secara maksimal.
Penelitian yang dilakukan oleh Falah et al.
(2008) menunjukkan bahwa tanaman mahoni
mengandung senyawa flavonoid. Flavonoid
telah diketahui mampu menurunkan
konsentrasi asam urat melalui penghambatan
enzim xantin oksidase (Cos et al. 1998, Van
Hoorn et al. 2002).
Penelitian mengenai potensi ekstrak kulit
batang mahoni sebagai antihiperurisemia
hingga saat ini belum pernah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menentukan potensi ekstrak kulit batang
mahoni sebagai antihiperurisemia pada tikus
putih jantan galur Sprague Dawley. Hipotesis
yang diajukan adalah bahwa pemberian
ekstrak herbal kulit batang mahoni pada dosis
500mg/kgBB akan mampu menurunkan
konsentrasi asam urat serum tikus yang
diinduksi hiperurisemia dengan jus hati ayam.
Manfaat penelitian ini adalah diperolehnya
jenis ekstrak yang memiliki khasiat sebagai
antihiperurisemia serta pemanfaatan limbah
kulit kayu mahoni sebagai sediaan herbal.
TINJAUAN PUSTAKA
Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah suatu keadaan
kesehatan tidak normal karena meningkatnya
konsentrasi asam urat darah hingga
mengalami kejenuhan (Hawkins 1997,
Koolman & Roehm 2005). Hal ini terjadi
karena peningkatan sintesis prekursor purinaa
atau penurunan pengeluaran asam urat oleh
ginjal, atau gabungan dari keduanya.
Hiperurisemia yang berlangsung dalam jangka
waktu lama merupakan kondisi yang
diperlukan, tetapi tidak cukup untuk
menyebabkan terjadinya pirai.
Pirai adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keadaan penyakit yang
terkait dengan hiperurisemia. Pirai merupakan
diagnosis klinis, sedangkan hiperurisemia
2
adalah kondisi biokimia. Pirai ditandai dengan
artritis akut yang berulang, disebabkan oleh
timbunan mononatrium urat pada persendian
dan kartilago, serta pembentukan batu asam
urat pada ginjal (nefrolitiasis).
Asam urat merupakan produk akhir
metabolisme senyawa purinaa (Gambar 1).
Purinaa dapat ditemukan pada setiap
organisme. Purinaa dapat berasal dari
makanan dan dapat pula diproduksi secara
endogenous melalui sintesis dari glisin
(Ganong 1971, Koolman & Roehm 2005) atau
degradasi asam nukleat. Asam urat dapat
dibentuk dari purinaa melalui hipoksantin dan
xantin akibat adanya aktivitas enzim XO.
Konsentrasi asam urat di dalam serum
darah dua kali lipat jika dibandingkan dengan
konsentrasi asam urat yang terdapat dalam
eritrosit. Pada serum atau plasma darah,
asam urat dapat ditemukan dalam dua
bentuk, yaitu bentuk bebas dan terikat pada
albumin. Asam urat dikeluarkan dari dalam
tubuh salah satunya melalui urin sebagai
gambaran katabolisme purinaa dalam tubuh.
Asam urat yang dikeluarkan melalui urin
berkisar antara 0.4-0.8 mg. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang
banyak mengandung purinaa (Davidson &
Henry 1974, Choi et al. 2004 ). Makanan
yang banyak mengandung purinaa dapat
merangsang peningkatan asan urat. Makanan
tersebut antara lain kacang-kacangan, jeroan,
ikan, dan coklat.
Asam urat merupakan asam lemah yang
berbentuk kristal putih (Gambar 2), tidak
berwarna dan pada pH fisiologis dalam darah
dan jaringan akan terionisasi menjadi ion urat.
Ion urat selanjutnya akan bereaksi dengan
berbagai kation yang ada sehingga akan
membentuk garam mononatrium urat. Sekitar
98% asam urat ekstraseluler akan membentuk
garam mononatrium urat (Dalimarta 2002).
Garam urat memiliki sifat lebih larut air jika
dibandingkan dengan asam urat, tetapi
kelarutannya dalam cairan plasma memiliki
ambang batas tertentu. Darah mengalami
kejenuhan mononatrium urat pada konsentrasi
6 mg/dL. Mononatrium urat akan mengalami
ketidakstabilan pada konsentrasi tersebut
sehingga sebagian besar mononatrium urat
akan mengendap menjadi kristal mononatrium
urat dan tertimbun di dalam persedian.
Pembentukan kristal mononatrium urat
memiliki peranan yang sangat penting pada
penyakit artritis pirai maupun rematik pirai
(Dalimarta 2002). Konsentrasi asam urat pada
perempuan berkisar 6 mg/dL, sedangkan laki-
laki lebih tinggi yaitu 7 mg/dL.
Gambar 1 Jalur metabolisme purinaa (Walsh 2003)
Primata, burung, reptil dan
serangga
Tikus
Invertebrata laut
Amfibi, ikan
Xantin oksidase
Urikase
Alantoinase
Xantin Asam urat
3
Gambar 2 Kristal Mononatrium urat
Asam urat dapat ditemukan dalam berbagai
organisme seperti unggas dan mamalia
lainnya. Tikus memiliki konsentrasi asam
urat normal sekitar 1.2-5.0 mg/dL (Girindra
1989). Tikus dengan perlakuan diet rendah
garam menghasilkan konsentrasi asam urat
dalam darah berkisar antara 1.11±0.22 mg/dL
(Sanchez et al. 2002). Pada mamalia yang
memiliki enzim urikase seperti tikus, asam
urat dapat diubah langsung menjadi alantoin
yang sangat larut dalam air sehingga dapat
dikeluarkan melalui urin. Hal ini sangat
berbeda dengan manusia yang tidak memiliki
enzim tersebut.
Urin manusia yang memiliki nilai pH di
bawah 5.8 hanya mampu melarutkan sedikit
garam urat (15 mg/dL). Nilai pH urin 7.0
mampu melarutkan hingga 150-200 mg/dL
(Murray et al. 2003). Oleh karena itu
alkalisasi urin dapat membantu pelarutan
garam urat dan meningkatkan ekskresi asam
urat.
Pengobatan Pirai Penyakit pirai dapat diatasi dengan
menggunakan obat analgesik dan
antiinflamasi nonsteroid yang bersifat
simptomatik namun tidak mempengaruhi
perjalanan penyakit. Terdapat dua jenis obat
yang biasa digunakan untuk menangani kasus
pirai, baik pirai akut maupun pirai kronik,
yaitu golongan antihiperurisemia (urikostatik)
dan urikosuria. Golongan antihiperurisemia
termasuk obat yang bekerja untuk
menghambat produksi asam urat melalui
penghambatan aktivitas enzim XO. Golongan
urikosuria, merupakan golongan obat yang
bekerja dengan jalan meningkatkan ekskresi
asam urat melalui ginjal.
Obat Antihiperurisemia (Urikostatik)
Golongan obat antihiperurisemia ini
bekerja dengan cara menghambat kerja enzim
XO yang berperan dalam pengubahan
hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi
asam urat. Dengan demikian, produksi asam
urat akan menurun dan produksi hipoxantin
dan xantin akan meningkat. Obat ini
mengurangi produksi asam urat, mengurangi
konsentrasi asam urat di dalam urin,
mencegah terbentuknya batu natrium urat, dan
efektif bagi penderita gagal ginjal. Obat
antihiperurisemia biasa digunakan untuk
penderita yang mengalami tofi (endapan batu
asam urat), batu asam urat di ginjal, maupun
penderita yang tidak memberikan respon
terhadap obat urikosuria. Golongan ini terdiri
atas nonsteroid antiinflamation drugs
(NSAID), alopurinol, dan kolkisin.
Obat-obatan yang termasuk NSAID
biasanya digunakan sebagai terapi tahap
pertama yang efektif untuk pasien yang
mengalami serangan pirai akut. Sesungguhnya
hal terpenting yang menentukan keberhasilan
terapi bukanlah pada NSAID yang dipilih,
melainkan pada seberapa dini terapi NSAID
mulai diberikan. Efek samping yang mungkin
timbul akibat penggunaan obat ini antara lain
pusing dan gangguan saluran cerna. Beberapa
NSAID yang banyak digunakan adalah
aspirin, meloxicam, ibuprofen, dan celebrex
(celecoxib) (Oqbru 2009). Obat jenis ini
bekerja dengan cara menghambat
pembentukan prostaglandin yang berperan
dalam proses inflamasi.
Selain NSAID, kolkisin merupakan terapi
spesifik dan efektif untuk serangan pirai akut.
Namun dibanding NSAID, kolkisin kurang
populer karena kerjanya lebih lambat dan efek
samping lebih sering dijumpai. Kolkisin dapat
Kristal
urat
diberikan melalui dua cara yaitu oral dan
intravena. Kolkisin oral merupakan terapi
tahap pertama untuk pirai
yang dilakukan Moris
menunjukkan bahwa duapertiga pasien yang
diterapi dengan kolkisin membaik kondisinya
dalam 48 jam dibanding s
kelompok plasebo.
Kolkisin oral akan lebih efektif jika
diberikan sesegera mungkin pada saat gejala
timbul karena pada perkembangan gejala
berikutnya, pemberian kolkisin kurang efektif.
Kematian akibat penggunaan kolkisin
dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima
total dosis 5 mg kolkisin dalam waktu 24 jam.
Kolkisin intravena tidak lagi dianjurkan
karena sangat toksik. Efek samping kolkisin
per oral adalah mual, muntah, diare dan nyeri
abdomen yang terjadi pada 80% pasien.
Komplikasi utama terapi ini adalah dehidrasi.
Efek samping lain adalah kejang, depresi
nafas, hepatik dan nekrosis otot, kerusakan
ginjal, demam, granulositopenia, anemia
koagulasi intravaskuler yang menyebar dan
alopesia (Graham & Robert 1988
2009).
Obat antihiperurisemia pilihan untuk
kronik adalah alopurinol
merupakan obat golongan
yang berupa senyawa pirazolop
suatu isomer hipoksantin.
larut dalam air dan etanol, tetapi larut dalam
kalium dan natrium hidroksida, serta tidak
larut dalam kloroform dan eter (Dirjen POM
1995). Selain mengontrol gejala, obat ini juga
melindungi fungsi ginjal.
menurunkan produksi asam urat dengan cara
menghambat enzim XO (Gambar 3).
yang digunakan secara klinis adalah 300
mg/hari. Alopurinol sendiri
60-70% obat ini mengalami konversi di hati
menjadi metabolit aktif oksi
paruh alopurinol berkisar antara 2 jam dan
oksipurinaol 12-30 jam pada p
dengan fungsi ginjal
Oksipurinaol diekskresikan melalui ginjal
bersama dengan alopurinol
alopurinol (Peterson et al. 1990).
Selain alopurinol, saat ini sedang
dikembangkan febuksostat sebagai obat
antiasam urat. Obat ini sedang dalam tahap
pengembangan clinical trial fase III
pengembangan obat yang diujikan pada
berbagai kondisi pasien)
menunjukkan bahwa febuks
baik oleh pasien pirai sampai 4 minggu.
Febuksostat (Gambar 4) adalah inhibitor
xantin oxidase nonpurina yang dikembangkan
diberikan melalui dua cara yaitu oral dan
intravena. Kolkisin oral merupakan terapi
akut. Penelitian
yang dilakukan Moris et al. (2003)
menunjukkan bahwa duapertiga pasien yang
n membaik kondisinya
dalam 48 jam dibanding sepertiga pada
Kolkisin oral akan lebih efektif jika
diberikan sesegera mungkin pada saat gejala
timbul karena pada perkembangan gejala
berikutnya, pemberian kolkisin kurang efektif.
kibat penggunaan kolkisin
dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima
total dosis 5 mg kolkisin dalam waktu 24 jam.
Kolkisin intravena tidak lagi dianjurkan
karena sangat toksik. Efek samping kolkisin
muntah, diare dan nyeri
yang terjadi pada 80% pasien.
Komplikasi utama terapi ini adalah dehidrasi.
Efek samping lain adalah kejang, depresi
nafas, hepatik dan nekrosis otot, kerusakan
ginjal, demam, granulositopenia, anemia
koagulasi intravaskuler yang menyebar dan
ham & Robert 1988, Hidayat
pilihan untuk pirai
alopurinol. Alopurinol
merupakan obat golongan antihiperurisemia
razolopirimidina dan
Alopurinol sukar
r dan etanol, tetapi larut dalam
kalium dan natrium hidroksida, serta tidak
larut dalam kloroform dan eter (Dirjen POM
1995). Selain mengontrol gejala, obat ini juga
melindungi fungsi ginjal. Alopurinol
menurunkan produksi asam urat dengan cara
(Gambar 3). Dosis
yang digunakan secara klinis adalah 300
sendiri tidak aktif tetapi
70% obat ini mengalami konversi di hati
menjadi metabolit aktif oksipurinol. Waktu
berkisar antara 2 jam dan
30 jam pada penderita
yang normal.
ol diekskresikan melalui ginjal
alopurinol dan ribosida
1990).
, saat ini sedang
ostat sebagai obat
asam urat. Obat ini sedang dalam tahap
clinical trial fase III (tahap
pengembangan obat yang diujikan pada
berbagai kondisi pasien). Studi awal
ksostat ditoleransi
sampai 4 minggu.
ambar 4) adalah inhibitor
yang dikembangkan
untuk mengatasi hiperurisemia pada
2006). Namun mekanisme penghambatan
enzim XO ini berbeda dari alopurinol
dengan cara menghambat pengikatan substrat
(Okamoto et al. 2003). Penggunaan obat ini
hanya terbatas pada penderita yang
mengalami gout kronis, namun tidak untuk
penderita hiperurisemia asimtomatik (Barclay
2009)
Gambar 3 Aktivitas alopurinol
inhibitor enzim
(www.nature.com).
Gambar 4 Struktur febuxostat (Terkeltaub
al. 2006).
Obat Urikosuria
Sekitar 80% penderita pirai disebabkan oleh
pengeluaran (sekresi) asam urat melalui ginjal
yang menurun. Kebanyakan pasien dengan
hiperurisemia akibat sedikitnya ekskresi asam
urat dalam urin dapat diobati
urikosuria. Golongan obat ini meningkatkan
pengeluaran asam urat melalui ginjal yaitu
dengan cara menghambat reabsorbsi tubular
terhadap asam urat di ginjal sehingga ekskresi
asam urat meningkat (Dalimartha 2001).
Golongan ini biasa digunakan untuk
menangani penderita pirai dengan ekskresi
asam urat dalam urin berada di bawah normal
(under excretion) (Isbagio 1992).
dari terapi urikosuria ialah perlunya alkalisasi
urin dan dikontraindikasikan pada pasien yang
alergi dan menderita kelainan fungsi ginjal.
Golongan urikosuria seperti probenesid
(500 mg -1g 2 kali/hari) dan sulfinpirazon
Xantin
oksidase
xantin
Alopurinol
4
untuk mengatasi hiperurisemia pada pirai (Yu
2006). Namun mekanisme penghambatan
alopurinol yaitu
menghambat pengikatan substrat
3). Penggunaan obat ini
hanya terbatas pada penderita yang
mengalami gout kronis, namun tidak untuk
penderita hiperurisemia asimtomatik (Barclay
alopurinol sebagai
inhibitor enzim XO
Gambar 4 Struktur febuxostat (Terkeltaub et
disebabkan oleh
pengeluaran (sekresi) asam urat melalui ginjal
yang menurun. Kebanyakan pasien dengan
a ekskresi asam
urat dalam urin dapat diobati dengan obat
. Golongan obat ini meningkatkan
elalui ginjal yaitu
dengan cara menghambat reabsorbsi tubular
terhadap asam urat di ginjal sehingga ekskresi
limartha 2001).
Golongan ini biasa digunakan untuk
dengan ekskresi
asam urat dalam urin berada di bawah normal
(Isbagio 1992). Kekurangan
ialah perlunya alkalisasi
kan pada pasien yang
alergi dan menderita kelainan fungsi ginjal.
seperti probenesid
1g 2 kali/hari) dan sulfinpirazon
Xantin
oksidase
Asam urat
5
(100 mg 3-4 kali/hari) merupakan alternatif
alopurinol, terutama untuk pasien yang tidak
tahan terhadap alopurinol. Urikosuria harus
dihindari pada pasien dengan nefropati urat
dan yang memproduksi asam urat berlebihan.
Obat ini tidak efektif pada pasien dengan
fungsi ginjal yang buruk (pengeluaran
kreatinin <20-30 mL/menit) (Morris et al.
2003). Sekitar 5% pasien yang menggunakan
probenesid jangka lama mengalami mual,
nyeri ulu hati, kembung atau konstipasi. Ruam
pruritis ringan, demam dan gangguan ginjal
juga dapat terjadi. Salah satu kekurangan obat
ini adalah ketidakefektifannya yang
disebabkan karena ketidakpatuhan pasien
dalam mengkonsumsi obat, penggunaan
salisilat dosis rendah secara bersamaan atau
insufisiensi ginjal (Alldred 2005).
Bahan Peningkat Asam Urat Pada Hewan
Model Hiperurisemia Konsentrasi asam urat pada tikus sebagai
hewan model hiperurisemia dapat
ditingkatkan melalui pemberian pakan yang
mengandung purinaa atau senyawa turunan
purinaa yang tinggi. Dalam beberapa
penelitian yang telah dilakukan, terdapat
beberapa bahan yang sering digunakan
sebagai bahan peningkat asam urat seperti
kalium oksonat (Johnson et al. 1969),
alantoksanamida, kafeina, dan hati ayam.
Kalium oksonat merupakan garam yang
terbentuk dari reaksi antara kalium hidroksida
dengan asam oksonat. Kalium oksonat
memiliki bobot molekul sebesar 195.18
g/mol, titik didih 300oC, kelarutan dalam air
sebesar 5 mg/mL dan memiliki spektrum
warna merah. Menurut Johnson et al. (1969)
kalium oksonat memiliki aktivitas sebagai
inhibitor enzim urikase (urat oksidase). Enzim
urikase adalah enzim yang berperan dalam
penguraian asam urat menjadi alantoin dan
kemudian dikeluarkan melalui urin. Dosis
efektif untuk menghambat aktivitas enzim
urikase sebesar 250 mg/Kg BB. Dosis tersebut
biasa digunakan untuk menginduksi asam urat
pada tikus yang digunakan sebagai hewan
model hiperurisemia (Mo et al. 2007; Haidari
et al. 2008).
Bahan peningkat asam urat lainnya adalah
hati ayam. Hati ayam memiliki konsentrasi
purinaa yang sangat tinggi yaitu 243 mg/100 g
hati ayam (Bertika 2009). Penggunaan jus hati
ayam sebagai bahan peningkat asam urat
pernah dilakukan oleh Rahmawati (2005).
Pemberian dilakukan secara oral dengan
menggunakan sonde oral selama 7 hari
perlakuan. Pemberian jus hati ayam ini
mampu meningkatkan konsentrasi asam urat
menjadi dua kali lipat dari konsentrasi asam
urat semula.
Pengobatan Herbal Untuk Menurunkan
Asam Urat
Penelitian mengenai khasiat tanaman obat
sebagai antihiperurisemia melalui mekanisme
penghambatan enzim XO semakin banyak
dilakukan. Tanaman obat asal China, Conyza
bonariensis mampu menghambat aktivitas
enzim XO sebesar 50% (Kong et al. 2000).
Selain itu, tanaman asli India Coccinia
grandis dan Vitex negundo juga memiliki
daya inhibisi yang sangat kuat terhadap
aktivitas enzim XO, baik secara in vitro
maupun in vivo.
Beberapa tanaman asli Indonesia juga
diketahui memiliki khasiat sebagai inhibitor
enzim XO, sehingga mampu menurunkan
konsentrasi asam urat. Tanaman tersebut
antara lain sidaguri (Sida rhombifolia) yang
mampu menginhibisi XO hingga 55.29%
(Iswantini & Darusman 2003), seledri
(Rhamdani 2004), dan tempuyung (Wardani
2008). Selain itu, tanaman jahe merah dan
herbal suruhan (Mudrikah 2006) dilaporan
juga mampu menurunkan konsentrasi asam
urat serum. Tanaman di atas diduga mampu
menurunkan konsentrasi asam urat karena
memiliki senyawa bioaktif berupa flavonoid,
terpenoid dan kuersetin (Mudrikah 2006,
Wardani 2008).
Mahoni (Swietenia macrophylla King)
Sebagai Sumber Senyawa Bioaktif Swietenia macrophylla King, (Gambar 5)
yang lebih dikenal sebagai mahoni berdaun
lebar atau mahoni Honduras termasuk dalam
famili Meliaceae, suatu kelompok tanaman
yang dikenal memiliki aktivitas sebagai
insektisida dan dapat digunakan sebagai obat.
Tanaman ini tersebar di Amerika Tengah dan
Amerika Selatan. Di Indonesia dan Filipina,
tanaman mahoni digunakan sebagai bahan
baku industri properti seperti mebel, bingkai
dan papan. Mahoni merupakan salah satu jenis
kayu yang banyak dimanfaatkan dalam
industri tersebut. Mahoni memiliki khasiat
sebagai obat yaitu untuk pengobatan
hipertensi (darah tinggi), kanker, diabetes
melitus, amoebiasis, obat diare (Maiti et al.
2007 dan agen anti kanker (Mata & Segura-
Correa 1993).
6
Gambar 5 Mahoni (Swietenia macrophylla
King)
Bagian tanaman yang sering digunakan
sebagai obat adalah bagian buah (biji).
Menurut penelitian yang pernah dilakukan,
buah mahoni mengandung senyawa flavonoid
dan saponin. Menurut Permadi (2003)
penyakit yang bisa disembuhkan antara lain
hipertensi, kencing manis, dan rematik.
Kandungan flavonoid berguna untuk
melancarkan peredaran darah, terutama untuk
mencegah penyumbatan pembuluh darah
akibat penumpukan lemak pada dinding
pembuluh darah. Selain itu, flavonoid juga
memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan
mengurangi produksi radikal bebas.
Sedangkan saponin berguna untuk mencegah
penyakit sampar, menurunkan konsentrasi
lemak tubuh, meningkatkan sistem imunitas,
mencegah pembekuan darah dan menurunkan
konsentrasi gula darah serta sebagai
hepatoprotektor (Taufik 2005).
Biji mahoni mengandung berbagai
senyawa aktif yang berpotensi sebagai obat
herbal. Biji mahoni digunakan untuk
mengobati penyakit leishmaniasis dan obat
untuk aborsi oleh etnik Bolivia-Amazon
(Bourdy et al. 2000). Selain itu biji mahoni
juga digunakan sebagai bahan obat untuk
mengatasi hipertensi, diabetes, dan sebagai
obat malaria, khususnya di Indonesia. Hal ini
terlihat dari penelitian Muningsih et al. (2005)
yang menyebutkan bahwa ekstrak tersebut
mampu menghambat aktivitas Plasmodium
falsiparum yang merupakan penyebab
penyakit malaria. Senyawa aktif yang
terkandung di dalam biji mahoni antara lain
tetranortriterpenoid, swietenine, swietenolide,
8,30-epoxy-swietenine asetat dan swietenolide
diasetat (Solomon et al. 2003).
Penelitian mengenai manfaat buah mahoni
pernah dilakukan oleh Laurentia Mihardja,
seorang peneliti dari Centre For Research and
Development of Disease Control (NIHRD).
Penelitian tersebut dilakukan terhadap tikus
yang mengalami hiperglikemia. Pemberian
dosis ekstrak buah mahoni sebesar 45 mg/ 160
g BB setelah 7 hari memberikan hasil yang
signifikan dan tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan kelompok yang
diberikan glikazide 7.2 mg/ 200 g BB. Selain
itu, ekstrak buah mahoni juga berkhasiat
sebagai antibakteri terhadap Heliobacter
pylori (Bacsal 2003).
Penelitian tentang kandungan senyawa
aktif kulit batang mahoni belum banyak
dilakukan. Menurut Falah et al. (2008),
serbuk batang mahoni mengandung senyawa
bioaktif seperti katekin, epikatekin, dan
swietemakrofilanin yang merupakan senyawa
fenilpropanoid dari kulit kayu mahoni
(Gambar 6). Penelitian yang dilakukan
Suhesti et al. (2007) menunjukkan bahwa
serbuk kulit batang mahoni memiliki
kandungan senyawa aktif berupa saponin,
terpenoid dan flavonoid. Ningsih (2010)
mengemukakan bahwa ekstrak kulit batang
mahoni juga mengandung senyawa tannin dan
alkaloid.
Ekstrak kulit batang mahoni diduga
memiliki potensi sebagai senyawa
antihiperurisemia karena ekstrak kulit batang
mahoni mengandung flavonoid yang telah
diketahui memiliki aktivitas sebagai inhibitor
XO ( Cos et al. 1998, Mo et al. 2007). Selain
itu, senyawa aktif yang terdapat dalam kulit
batang mahoni
Gambar 6 Senyawa bioaktif serbuk batang
mahoni. (1) swietemakrofilanin,
(2) katekin, (3) epikatekin (Falah
et al. 2008).
7
memiliki kemampuan sebagai antioksidan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Falah et al. (2008), ekstrak kulit batang
mahoni memiliki daya antioksidasi (IC50)
sebesar 56 µg/mL, sehingga sangat potensial
digunakan sebagai antioksidan alami
dibandingkan dengan standar (trolok) yang
memiliki IC50 sebesar 80 µg/mL.
BAHAN DAN METODE .
Bahan dan Alat Hewan uji yang digunakan adalah tikus
putih jantan galur Sprague-Dawley yang
diperoleh dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM), berumur 8 minggu dan
mempunyai berat badan yang seragam yaitu
275,01±7,46 gram. Pakan hewan uji yang
digunakan berupa pakan standar yang
diperoleh dari Indofeed, Bogor. Kulit mahoni
yang digunakan berasal dari tanaman yang
berumur 15 tahun dan berasal dari HTI (Hutan
Tanaman Industri) Sumedang. Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian adalah
ekstrak kulit batang mahoni, alkohol 70%,
akuades, hati ayam, alopurinol, NaCMC 95%,
perangkat analisis asam urat Bio Line yang
berisi bufer Hepes, asam 3,5-dikloro-2-
hidroksibenzen sulfonat, 4-aminopenazon,
enzim peroksidase, enzim urikase, dan standar
asam urat 10 mg/dL.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
adalah alat-alat gelas, bulp, mikro tip,
penangas air, timbangan analitik, gunting,
microfuge, blender, syiringe, sonde oral,
mikropipet Labopette, vorteks, tabung tabung
Eppendorf dan spektrofotometer UV-VIS
Genesis 10.
Gambar 7 Tikus galur Sprague Dawley
METODE PENELITIAN
Ekstraksi Mahoni Kulit batang mahoni yang diperoleh
dikeringkan. Selanjutnya kulit batang mahoni
digiling halus (40-80 mesh). Serbuk kulit
batang mahoni diekstraksi dengan
menggunakan pelarut air panas dengan suhu
97oC. Serbuk kulit batang mahoni sebanyak
500 g direndam dengan air panas selama 4
jam. Air rendaman kemudian diuapkan
dengan rotavapor sampai kering sehingga
diperoleh rendemen sebesar 6.64%
(Mardisadora 2010).
Ekstrak metanol diperoleh melalui
ekstraksi serbuk kulit batang mahoni sebanyak
3000 g dengan pelarut aseton pada suhu 28oC
selama 48 jam. Ekstraksi dilakukan sebanyak
3 kali dengan menggunakan 3 L aseton.
Serbuk kulit batang mahoni sisa ekstraksi
aseton kemudian disuspensi dengan
menggunakan metanol dan hasil ekstraksi
dirotavapor sehingga diperoleh ekstrak
metanol. Rendemen ekstrak metanol yang
diperoleh sebesar 6.65% (Mardisadora 2010).
Dosis Penggunaan Ekstrak
Dosis ekstrak kulit batang mahoni yang
digunakan adalah dosis optimum berdasarkan
uji orientasi toksisitas akut terhadap mencit
(Ningsih 2010) dan uji aktivitas antioksidan
secara in vitro (Mardisadora 2010). Nilai LD50
ekstrak air kulit batang mahoni sebesar
21420.91 mg/Kg BB, dan ekstrak metanol
kulit batang mahoni sebesar 16334.52 mg/Kg
BB. Oleh karena itu, ditetapkan dosis 500
mg/Kg BB yang merupakan dosis aman bagi
hewan model karena jauh berada di bawah
dosis farmakologis sebesar 1/10 dosis letal.
Rancangan Percobaan dan Hewan Uji Tikus sebanyak 33 ekor, dibagi dalam 5
kelompok, yaitu kelompok normal, kelompok
kontrol hiperurisemia (HU), kelompok
pembanding alopurinol (HU I) dan dua
kelompok ekstrak. Kelompok normal adalah
kelompok yang dicekok dengan akuades.
Kelompok HU merupakan kelompok yang
dicekok jus hati ayam dalam NaCMC 0.5%
dosis 25 g/Kg BB. Kelompok HU I dicekok
dengan jus hati ayam dalam NaCMC 0.5%
dan alopurinol dengan dosis 3.3 mg/Kg BB
(Mudrikah 2006). Kelompok ekstrak adalah
kelompok yang dicekok dengan jus hati ayam
dalam NaCMC 0.5% dan ekstrak air ( HU II)
atau metanol (HU III) kulit batang mahoni
pada konsentrasi 500 mg/Kg BB untuk
masing-masing ekstrak.
Hewan uji diaklimatisasi selama satu
bulan dalam kandang percobaan. Aklimatisasi
ini bertujuan untuk menyeragamkan cara
hidup dan makanannya. Selama percobaan,
tikus diberi pakan standar dalam bentuk pellet
secara ad libitum. Setelah aklimatisasi selama
4 minggu, konsentrasi asam urat diukur
sebagai nilai hari ke nol (0). Selanjutnya,
8
kecuali yang normal, semua kelompok hewan
diinduksi hiperurisemia dengan cara diberi jus
hati ayam dengan dosis 25 mL/Kg (setara
dengan 25 g/Kg BB) selama 28 hari
(Mudrikah 2006). Konsentrasi asam urat
selanjutnya diukur pada hari ke 14, 21, dan 28
setelah induksi.
Pada hari ke 28 hingga hari ke 35
kelompok HU I, HU II, dan HU III menerima
perlakuan seperti telah dikemukakan dalam
rancangan percobaan. Adapun kelompok
normal diberi akuades, dan kelompok HU,
tetap menerima jus hati ayam dan NaCMC
0.5%. Pemberian jus hati ayam selama
periode pengobatan adalah untuk mengurangi
efek enzim urikase pada hewan model.
Pengukuran konsentrasi asam urat dilakukan
kembali pada hari ke 35 untuk mengetahui
penurunan konsentrasi asam urat.
Persiapan Serum Darah
Konsentrasi asam urat darah yang
digunakan berasal dari serum darah. Serum
darah diperoleh dari pemisahan serum darah
dengan komponen padatan darah. Sebelum
pengambilan darah, tikus dipuasakan selama
18 jam. Darah diambil dengan cara menyayat
ujung ekor tikus secara aseptik sebanyak 2 mL
dan ditampung menggunakan tabung tabung
Eppendorf 2 mL. Kemudian darah didiamkan
selama 60 menit di penangas es sehingga
darah menggumpal dan serum darah terpisah.
Selanjutnya serum dipindahkan ke dalam
tabung Eppendorf baru dan disentrifugasi
dengan kecepatan 1200 g selama 15 menit.
Beberapa serum mengalami lisis sehingga
sentrifugasi diulang. Serum yang diperoleh
disimpan dalam tabung Eppendorf baru dan
segera diukur konsentrasi asam uratnya.
Pengukuran Konsentrasi Asam Urat Darah
(Fossati et al. 1980)
Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum. Panjang gelombang maksimum
dapat diperoleh dengan mengukur larutan
standar pada suatu selang panjang gelombang.
Panjang gelombang yang digunakan adalah
500-530 nm. Sebanyak 20 µL standar asam
urat direaksikan dengan 1000 µL larutan
buffer dan pereaksi asam 3,5-dikloro-2-
hidroksibenzen sulfonat (DHBS). Campuran
dikocok dan diinkubasi selama 15 menit pada
suhu ruang. Absorbansi diukur pada panjang
gelombang 500-530 nm dengan selang 1 nm
dan diplotkan ke dalam kurva sehingga
diperoleh puncak. Puncak tersebut merupakan
nilai panjang gelombang maksimum, sebesar
514 nm (Lampiran 4).
Kurva Standar Asam Urat. Konsentrasi
asam urat yang digunakan dalam kurva
standar adalah 0.15, 1.5, 3.0, 6.0 mg/dL.
Sebanyak 20 µL standar asam urat direaksikan
dengan 1000 µL larutan buffer dan pereaksi
DHBS. Campuran dikocok dan diinkubasi
selama 15 menit pada suhu ruang. Absorbansi
diukur pada panjang gelombang maksimum
514 nm dan diplotkan ke dalam kurva dan
diperoleh grafik konsentrasi asam urat dengan
persamaan y = 0.028x – 0.005, R = 0.999
(Lampiran 5).
Analisis Konsentrasi Asam Urat Darah.
Sebanyak 20 µL sampel direaksikan dengan
1000 µL larutan buffer dan pereaksi DHBS.
Campuran dikocok dan diinkubasi selama 15
menit pada suhu ruang. Absorbansi diukur
pada panjang gelombang maksimum 514 nm.
Konsentrasi asam urat dihitung berdasarkan
persamaan y = 0.028x – 0.005
Analisis Statistik
Rancangan percobaan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rancangan acak
lengkap (RAL). Data yang diperoleh
kemudian diuji lanjut dengan menggunakan
uji Duncan dan uji T pada perangkat lunak
SPSS Statistical Data Analysis seri 13.
Modelnya adalah sebagai berikut:
Yij = µ+ τi + €ij
Keterangan :
µ = pengaruh rataan umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i, i= 1,2,3,4,5
€I= pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j, j= 1,2,3,4,5,6
Yi= pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j
i1= kelompok kontrol normal
i2= kelompok kontrol positif
i3= kelompok kontrol negatif
i4= kelompok perlakuan dengan ekstrak air
kulit batang mahoni
i5= kelompok perlakuan dengan ektrak
metanol kulit batang mahoni.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Hewan Model
Bobot Badan Hewan Model Selama
Adaptasi
Bobot badan hewan model yang
digunakan pada awal masa adaptasi rata-rata
sebesar 125.94±11.31 g. Selama masa
adaptasi tikus dilakukan penimbangan bobot
badan secara berkala (1 minggu sekali). Hasil
penimbangan menunjukkan bahwa bobot
9
badan tikus mengalami kenaikan 120%
selama masa adaptasi. Perubahan bobot badan
yang diamati setiap minggunya mengalami
kenaikan yang signifikan dibandingkan bobot
badan awal (p>0.05) (Gambar 8). Kenaikan
ini dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pakan
dan umur tikus yang berada dalam masa
pertumbuhan. Pemberian pakan selama
adaptasi dilakukan secara ad libitum. Di akhir
masa adaptasi bobot badan tikus mencapai
275,01±7,46 g. Menurut lembaga riset Ace
Animal (2006), tikus Spague Dawley jantan
akan memiliki bobot badan sebesar 275-299
pada usia 57-61 hari. Dengan rata-rata bobot
badan 275,01±7,46 g, tikus siap digunakan
untuk percobaan.
Gambar 8 Bobot badan selama adaptasi. (♦
kelompok normal; ▲kelompok
HU, ► kelompok HU I , ●
kelompok HU II, ■ kelompok HU
III).
Bobot Badan Hewan Model Selama
Percobaan Pemeriksaan bobot badan tikus dilakukan
setiap hari untuk menentukan jumlah jus hati
ayam yang dicekokkan serta mengetahui
kondisi kesehatan hewan uji yang digunakan.
Rata-rata bobot badan tikus sebelum
percobaan sebesar 275,01±7,46 g. Selama
pengujian, seluruh tikus percobaan mengalami
kenaikan bobot badan karena tikus masih
dalam masa pertumbuhan (<6 bulan). Di akhir
pengujian, rata-rata bobot badan tikus
mencapai 342,52±9,55 g (Gambar 9).
Kenaikan bobot badan yang terjadi selama
masa percobaan sangat dipengaruhi oleh pola
konsumsi pakan. Selama masa percobaan,
hewan model diberikan pakan secara ad
libitum, karena jumlah pakan yang
dikonsumsi tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap konsentrasi asam urat
darah. Selain jumlah pakan, bobot badan
hewan uji juga dipengaruhi oleh pemberian
jus hati ayam. Selain jumlah pakan, bobot
badan hewan uji juga dipengaruhi oleh
pemberian jus hati ayam. Perubahan pakan ini
berpengaruh pada bobot badan hewan uji. Hal
ini terlihat dari kelompok HU III yang
menunjukkan kenaikan bobot badan lebih
rendah dibandingkan kelompok lain pada hari
ke-7, walaupun bobot badan antarkelompok
tidak menunjukkan perbedaan.
Pada akhir pengujian, kelompok yang
diberikan jus hati ayam memiliki bobot badan
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kelompok normal. Selama percobaan
kelompok normal mengalami kenaikan bobot
badan sebesar 24.9% sedangkan kelompok
yang diinduksi hiperurisemia meningkat
sebesar 27.2%. Namun, hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa bobot badan hewan uji
antarkelompok perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan (p=0.180).
Gambar 9 Bobot badan selama pengujian. (♦
kelompok normal; ▲kelompok
HU, ► kelompok HU I , ●
kelompok HU II, ■ kelompok HU
III).
Induksi Hiperurisemia Prinsip pengukuran konsentrasi asam urat
metode DHBS adalah degradasi asam urat
oleh enzim urikase sehingga dihasilkan
hidrogen peroksida dan alantoin. Hidrogen
peroksida direaksikan dengan 4-
aminopenazon dan asam 3,5-dikloro-2-
hidroksi benzena sulfonat membentuk N-(4-
antipirina)-3-kloro-5-sulfonat p-benzoquinon
monoimina yang merupakan senyawa
berwarna yang diukur nilai serapan warnanya
(Fossati 1980). Warna yang terbentuk adalah
merah muda (Gambar 10).
Konsentrasi asam urat rata-rata sebelum
percobaan adalah sebesar 2,782±0,46 mg/dL
untuk semua populasi (n=33). Menurut
Girindra (1988) konsentrasi asam urat normal
pada tikus sebesar 1,2-5,0 mg/dL.
Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi asam
urat masih berada dalam kisaran normal. Hasil
uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan
nilai konsentrasi asam urat antarkelompok
percobaan (homogen), meskipun nilai rata-
rata konsentrasi asam urat kelompok HU III
paling rendah yaitu 2,60±0,59 mg/dL.
0
100
200
300
400
0 10 20 30
BO
BO
T B
AD
AN
(g
)
HARI
0
100
200
300
400
0 10 20 30 40B
ob
ot
ba
da
n (
g)
Hari
10
Gambar 10 Reaksi perombakan asam urat secara enzimatik (Fossati 1980)
Kondisi hiperurisemia pada tikus ditandai
dengan peningkatan produksi asam urat
sehingga konsentrasi asam urat di dalam darah
berada di atas normal. Asam urat ditingkatkan
dengan pemberian jus hati ayam dengan dosis
25 g/Kg BB. Hati ayam digunakan sebagai
bahan peningkat asam urat karena kandungan
purina yang sangat tinggi. Menurut Bertika
(2009) kandungan purina dalam hati ayam
sebesar 243 mg/100 g. Purina yang berasal
dari bahan makanan dapat meningkatkan
pembentukan asam urat karena meningkatkan
konsentrasi purina dalam tubuh sehingga
meningkatkan aktivitas enzim XO dan XDH.
Pemberian jus hati ayam selama 14 hari
mulai meningkatkan konsentrasi asam urat
semua kelompok yang diinduksi
hiperurisemia. Peningkatan konsentrasi asam
urat hasil induksi berkisar antara 7,9-22.2%.
Nilai konsentrasi rata-rata asam urat setelah
pemberian jus hati ayam sebesar 3,191±0,573
mg/dL. Meskipun demikian, peningkatan ini
belum bermakna jika dibandingkan dengan
nilai konsentrasi asam urat sebelum induksi
(P=0.949). Begitu pula jika dibandingkan
dengan kelompok yang tidak diinduksi dalam
waktu yang sama (Gambar 11).
Mudrikah (2006) melaporkan adanya
peningkatan asam urat secara signifikan
terjadi pada 21 hari setelah pemberian jus hati
ayam, yaitu sebesar 23,34%. Mengacu pada
penelitian tersebut maka induksi hiperurisemia
dilakukan hingga hari ke-21. Hasil analisis
pada hari ke 21 menunjukkan konsentrasi rata-
rata kelompok yang diinduksi dengan jus hati
ayam meningkat tajam yaitu mencapai 5,03 ±
1.02 mg/dL (peningkatan 75,5%). Namun
sebagian besar serum pada hari ke-21
mengalami lisis. Serum yang mengalami lisis
mengandung hemoglobin dan bilirubin yang
meningkatkan pembacaan konsentrasi asam
urat, sehingga nilai konsentrasi asam urat yang
terbaca pada spektrofotometer lebih besar dari
konsentrasi asam urat sebenarnya. Keadaan ini
menyebabkan induksi diperpanjang hingga
hari ke 28.
Pada hari ke-28 konsentrasi asam urat
kelompok yang diinduksi dengan jus hati
meningkat sebesar 32,54% (0.93 mg/dL) pada
kelompok HU, 26,84 % (0.77 mg/dL)
kelompok HU I, 47,071% (1.28 mg/dL)
kelompok HU II air, dan 38,48%
(1.01mg/dL) kelompok HU III lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi pada hari
ke-0. Hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa konsentrasi asam urat kelompok
perlakuan berbeda nyata terhadap kelompok
Gambar 11 Konsentrasi asam urat selama 14
hari induksi (▲ hari ke-0, ■ hari
ke-14). *(a) tidak berbeda dengan
kelompok normal. (*) seragam
untuk semua kelompok
(p=0.949).
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
Ko
nse
ntr
asi
mg
/dL
Kelompok
7.9% 13.3% 15.6% 22.2%
* * * *
*
normal. Persentase kenaikan rata
uji yang diinduksi dengan jus hati ayam
sebesar 36,83%. Peningkatan paling tinggi
terjadi pada kelompok ekstrak air dengan rata
rata konsentrasi asam urat sebesar 4,00±0,18
mg/dL (Gambar 12).
Gambar 12 Konsentrasi asam urat serum
selama induksi 28 hari.
ke-0, (●) hari ke
28. (*) seragam (
Efek Antihiperurisemia Ekstrak Kulit
Batang Mahoni
Konsentrasi asam urat kelompok HU pada
hari 35 induksi mengalami penurunan sebesar
1.4%. Penurunan ini diduga disebabkan oleh
aktivitas enzim urikase. Namun jika
dibandingkan dengan konsentrasi
sebelum masa perlakuan
perubahan (p=0.871).
Pemberian alopurinol dengan dosis 3.3
mg/Kg BB pada kelompok HU I mampu
menurunkan konsentrasi asam urat hewan uji
sebesar 66.56% dibandingkan dengan
konsentrasi asam urat sebelum perlakuan
Namun, persentase penurunannya lebih kecil
jika dibandingkan dengan hasil Mudrikah
(2006) yang mencapai 92.51%. Hal ini diduga
akibat tingkat kelarutan
rendah sehingga memberikan efek yang lebih
rendah.
Alopurinol telah diketahui mampu
menghambat aktivitas XO melalui proses
inhibisi kompetitif ( Nelson & Cox 2005).
Hal ini disebabkan oleh kemiripan
alopurinol dengan hipoksantin yang
merupakan substrat dalam pembentukan asam
urat dalam tubuh. Oleh karena itu
digunakan untuk mengobati serangan pirai
secara klinis.
Ekstraksi kulit batang mahoni
menghasilkan rendemen sebesar 6.6
ekstrak air dan 6.65% pada ekstrak metanol
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0K
on
sen
tra
si m
g/d
L
Kelompok
32.5% 26.8%
* *
Persentase kenaikan rata-rata hewan
uji yang diinduksi dengan jus hati ayam
Peningkatan paling tinggi
lompok ekstrak air dengan rata-
rata konsentrasi asam urat sebesar 4,00±0,18
Gambar 12 Konsentrasi asam urat serum
selama induksi 28 hari. (●) hari
) hari ke-14, (●) hari ke-
. (*) seragam (p=0.339).
Antihiperurisemia Ekstrak Kulit
Mahoni
Konsentrasi asam urat kelompok HU pada
hari 35 induksi mengalami penurunan sebesar
1.4%. Penurunan ini diduga disebabkan oleh
aktivitas enzim urikase. Namun jika
dibandingkan dengan konsentrasi asam urat
tidak mengalami
dengan dosis 3.3
mg/Kg BB pada kelompok HU I mampu
menurunkan konsentrasi asam urat hewan uji
sebesar 66.56% dibandingkan dengan
konsentrasi asam urat sebelum perlakuan.
n, persentase penurunannya lebih kecil
jika dibandingkan dengan hasil Mudrikah
(2006) yang mencapai 92.51%. Hal ini diduga
akibat tingkat kelarutan alopurinol yang
rendah sehingga memberikan efek yang lebih
telah diketahui mampu
bat aktivitas XO melalui proses
inhibisi kompetitif ( Nelson & Cox 2005).
Hal ini disebabkan oleh kemiripan struktur
dengan hipoksantin yang
merupakan substrat dalam pembentukan asam
urat dalam tubuh. Oleh karena itu alopurinol
untuk mengobati serangan pirai
Ekstraksi kulit batang mahoni
sebesar 6.64% pada
% pada ekstrak metanol
(Mardisadora 2010). Pengujian ekstrak kulit
batang mahoni dilakukan untuk menentukan
khasiat ekstrak tersebut dalam menurunkan
konsentrasi asam urat darah. Hal ini sangat
penting dilakukan agar sediaan uji memiliki
standar kualitas dan keamanan melalui
pengujian secara ilmiah.
Pemberian ekstrak air kulit batang mahoni
dengan dosis 500 mg/Kg BB sel
berturut-turut mampu menurunkan
asam urat sebesar 24.22%, sedangkan ekstrak
metanol kulit batang mahoni dengan dosis
yang sama mampu menurunkan konsentrasi
asam urat sebesar 21.02%. Jika dibandingkan
dengan kelompok HU, persentase
konsentrasi asam urat kelompok tersebut
berbeda secara signifikan (Gambar 13).
Besarnya persentase penurunan kelompok HU
II lebih besar dibandingkan HU III. Namun,
hasil analisis statistik terhadap kedua
kelompok tidak memberikan perbedaan
(p<0.05).
Penurunan konsentrasi asam urat pada
kelompok tikus yang diberi perlakuan ekstrak
air dan ekstrak metanol kulit batang mahoni
tidak memberikan efek penurunan yang lebih
besar dibandingkan dengan kelompok tikus
yang diberi alopurinol Berdasarkan ha
tersebut dapat dikatakan bahwa efektivitas
ekstrak air dan ekstrak metanol kulit batang
mahoni lebih rendah dibandingkan kelompok
tikus yang diberi alopurinol
menurunkan konsentrasi asam urat serum.
Konsentrasi asam urat kelompok HU II
setelah pemberian ekstrak kulit batang mahoni
sebesar 3.02±0.42 mg/dL, sedangkan HU III
sebesar 2.87±0.51 mg/dL. Konsentrasi asam
urat kedua kelompok jika dibandingkan
dengan kelompok normal tidak menunjukkan
perbedaan (p=0.233). Hal ini menunjukka
Gambar 13 Penurunan konsentrasi asam urat
(Hari ke-28 – 35).
28, (■) hari ke-35. (*)
dengan HU
Kelompok
26.8% 47.1%
38.5%
* *
11
Pengujian ekstrak kulit
batang mahoni dilakukan untuk menentukan
strak tersebut dalam menurunkan
Hal ini sangat
penting dilakukan agar sediaan uji memiliki
standar kualitas dan keamanan melalui
ekstrak air kulit batang mahoni
selama 7 hari
mampu menurunkan konsentrasi
sebesar 24.22%, sedangkan ekstrak
metanol kulit batang mahoni dengan dosis
yang sama mampu menurunkan konsentrasi
Jika dibandingkan
dengan kelompok HU, persentase penurunan
kelompok tersebut
(Gambar 13).
Besarnya persentase penurunan kelompok HU
II lebih besar dibandingkan HU III. Namun,
hasil analisis statistik terhadap kedua
kelompok tidak memberikan perbedaan
Penurunan konsentrasi asam urat pada
kelompok tikus yang diberi perlakuan ekstrak
air dan ekstrak metanol kulit batang mahoni
tidak memberikan efek penurunan yang lebih
besar dibandingkan dengan kelompok tikus
Berdasarkan hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa efektivitas
ekstrak air dan ekstrak metanol kulit batang
mahoni lebih rendah dibandingkan kelompok
alopurinol dalam
menurunkan konsentrasi asam urat serum.
Konsentrasi asam urat kelompok HU II
emberian ekstrak kulit batang mahoni
0.42 mg/dL, sedangkan HU III
. Konsentrasi asam
urat kedua kelompok jika dibandingkan
dengan kelompok normal tidak menunjukkan
perbedaan (p=0.233). Hal ini menunjukkan
Gambar 13 Penurunan konsentrasi asam urat
35). (■) hari ke-
. (*) berbeda
12
bahwa pemberian ekstrak air dan ekstrak
metanol mampu menurunkan konsentrasi
asam urat pada kisaran normal.
Mudrikah (2006) melaporkan ekstrak air
jahe merah mampu menurunkan konsentrasi
asam urat sebesar 45.55% pada dosis 115.58
mg/Kg BB dan herba suruhan sebesar 39.44%
pada dosis 136 mg/Kg BB. Jika dibandingkan
dengan hasil tersebut, persentase penurunan
konsentrasi asam urat akibat pemberian
ekstrak kulit batang mahoni pada dosis 500
mg/Kg BB memiliki persentase yang lebih
rendah.
Efek antihiperurisemia pada kelompok
kulit batang mahoni diduga disebabkan oleh
kandungan senyawa kimianya. Chaerul (2001)
melaporkan bahwa senyawa aktif tumbuhan
obat yang memiliki potensi sebagai
antihiperurisemia adalah senyawa alkaloid dan
flavonoid. Menurut Falah et al. (2008) kulit
batang mahoni mengandung senyawa katekin,
epikatekin dan swietemakrofilanin yang
merupakan turunan dari tannin. Berdasarkan
penelitian tersebut dapat diduga bahwa efek
antihiperurisemia yang terlihat dalam
percobaan ini disebabkan oleh adanya
senyawa alkaloid dan flavonoid.
Flavonoid memiliki banyak manfaat
seperti sebagai antioksidan, dan sebagai
inhibitor aktivitas enzim (Murota dan Terao
2003). Salah satu enzim yang dapat dihambat
aktivitasnya adalah XO (Van Hoorn et al.
2003). Uji in vitro beberapa senyawa
flavonoid seperti kuersetin, kaempreol dan
apigenin mampu bekerja sebagai inhibitor XO
dengan daya hambat yang hampir sama
dengan alopurinol (Ahmad et al. 2006, Cos et
al. 1998). Beberapa penelitian in vivo
menunjukkan flavonoid mampu menghambat
aktivitas XO. Menurut Mo et al. (2007)
senyawa flavonoid seperti kuersetin, morin,
kaempreol, apigenin, myrisetin dan puerarin
mampu menurunkan konsentrasi asam urat
hingga mencapai konsentrasi normal dengan
dosis 50 mg/Kg BB. Selain itu senyawa aktif
lainnya seperti morin, katekin, epikatekin dan
akasetin memiliki aktivitas yang sangat kuat
dalam menghambat aktivitas XO dalam hati
(Nguyen et al. 2005).
Selain berperan dalam menghambat
aktivitas XO, flavonoid juga berperan sebagai
antioksidan sehingga mampu melindungi
DNA dari radikal bebas. Oleh karena itu,
diduga proses terbentuknya asam urat endogen
dapat diminimalkan (Muraoka dan Miura
2003).
Hubungan antara struktur flavonoid
dengan aktivitasnya sebagai inhibitor XO
disebabkan oleh adanya ikatan rangkap pada
atom C2=C3 serta adanya gugus hidroksil pada
atom C3, C5 dan C7 (Cos et al. 1998, Van
Hoorn et al. 2002). Aktivitas
antihiperurisemia senyawa flavonoid akan
menurun dan bahkan kehilangan aktivitasnya
apabila terjadi glikosilasi pada atom C7.
Namun jika glikosilasi terjadi pada atom C8
akan meningkatkan aktivitas antihiperurisemia
dan inhibitor XO. Hal ini mungkin disebabkan
oleh pengaruh posisi glikosilasi terhadap sisi
pengikatan komponen tersebut terhadap enzim
(Mo et al. 2007). Struktur planar dan adanya
gugus hidroksil pada senyawa flavonoid
mungkin memiliki peranan yang penting
dalam interaksinya dengan molekul target
pada komponen tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, diduga flavonoid
yang terkandung dalam ekstrak kulit batang
mahoni memiliki mekanisme sebagai inhibitor
enzim XO. Jika dibandingkan dengan
kelompok hiperurisemia, konsentrasi asam
urat kelompok ekstrak dan alopurinol lebih
rendah walaupun semua kelompok perlakuan
tetap diberikan jus hati ayam mentah selama
perlakuan ekstrak. Hal ini menunjukkan
bahwa ekstrak mahoni mampu menurunkan
konsentrasi asam urat melalui penghambatan
aktivitas enzim XO, seperti halnya kelompok
kontrol alopurinol.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Ekstrak air dan metanol kulit batang
mahoni memiliki aktivitas sebagai
antihiperurisemia yaitu menurunkan
konsentrasi asam urat serum tikus jantan yang
diinduksi dengan jus hati ayam dengan
persentase penurunan sebesar 24,22 % dan
21,02% pada dosis 500 mg/Kg BB. Kedua
ekstrak tersebut memiliki efektivitas yang
lebih rendah dibandingkan dengan alopurinol
pada dosis 3,3 mg/Kg BB.
Saran Perlu penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui senyawa aktif yang bersifat
antihiperurisemia dalam kulit batang mahoni.
Penelitian dengan kisaran dosis yang lebih
tinggi perlu diteliti untuk menentukan
aktivitas optimum dari ekstrak kulit batang
mahoni dalam menurunkan konsentrasi asam
urat, serta perlu dilakukan penelitian
mengenai mekanisme penurunan konsentrasi
asam urat. Selain itu, perlu dikembangkan
obat herbal terstandar dari ekstrak tersebut.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ace Animal. 2006. Sprague dawley.
[terhubung berkala]. http://
www.aceanimals.com/SpragueDawley.htm
. [20 Januari 2010]
Ahmad NS, Farman M, Najmi MH, Mian KB,
Hasan A. 2006. Activity of polyphenolic
plant extracts as scavengers of free radicals
and inhibitors of xanthine oxidase.
Pakistan Journal of Biological Sciences 2:
1-6
Alldred A. 2005. Gout pharmacological
management. Hospital Pharmacist.
12:225-228
Bacsal et al. 2003. The effect of Swietenia
mahogani (mahogany) seed extract on
indomethacin-induced gastric ulcers in
female Sprague-dawley rats. Acta Medica
Philipina 6 : 256-259.
Barclay L. 2009. FDA approves febuxostat for
chronic management of hyperuricemia in
patients with gout. [terhubung berkala]
http://www.fda.gov. [14 Desember 2009)
Bertika M. 2009. Mencintai ginjal. Surya : 25-
26
Bourdy G, De Walt SJ, Chaves LR, Roca A,
Deharo E. 2000. Medicinal plant uses of
the Tanaca an Amazonian Bolivian ethnic
group. J. Ethnopharmacol 70 : 87-109.
Chaerul. 2001. Tempuyung untuk
menghadang asam urat. [terhubung
berkala] http://www.anekaplanta.com/
2008/02/28/tempuyung-untuk menghadang
asam-urat/ [20 Agustus 2009].
Choi HK, Atkinson K, Karlson E W, Willett
W, Curhan G.. 2004. Purine-rich foods,
dairy and protein intake, and the risk of
gout in men. The New England Journal of
Medicine 350: 1093-1103.
Cos et al.. 1998. Structure-activity
relationship and classification of
flavonoids as inhibitor of xanthine oxidase
and superoxide scavengers. J Nat Prod 61
: 71-76.
Dalimartha S. 2001. 96 Resep Tumbuhan Obat
untuk Reumatik. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Davidson J, Henry JB. 1974. Clinical
Diagnosis by Laboratory Methods.
Philadelpia : WB Saunders.
DirjenPOM [Dirjen Pengawasan Obat dan
Makanan]. 1995. Farmakologi Indonesia
Edisi IV. Jakarta : Depkes RI
Falah S, Suzuki T, Katayama T. 2008.
Chemical constituent from Swietenia
macrophylla bark and their antioxidant
activity. Pakistan Journal of Biological
Sciences 11 : 2007-2012.
Fossati P, Prencipe L, Berti G. 1980. Use of
3,5-dichloro-2-hydroxybenzenesulfonic
acid/4-aminophenazone chromogenic
system in direct enzymatic assay of uric
acid in serum and urine. Clin Chem 26 :
227-231.
Ganong WF. 1971. Review of Medical
Physiology. California : Lang Medical Pb.
Girindra A. 1988. Biokimia Patologi. Bogor :
Pusat Antar Universitas IPB.
Graham W, Robert JB. 1983. Intravenous
colchicines in the management of pirai
arthritis. Annals of the Rheumatic Diseases
12:16-19.
Haidari et al.. 2008. Effect of onion on serum
uric acid levels and hepatic xanthine
dehydrogenase/xanthine oxidase activities
in hyperuricemic rats. Pakistan Journal of
Biological Sciences 11 : 1779-1784.
Hawkin DW, Rahn DW. 1997.
Pharmacoteraphy : Pathophysiological
Approach. London : Blackwell Scientific
Pb.
Heryanto R. 2003. Biofarmaka : Definisi dan
Fungsinya dalam Pengobatan Pirai.
Bogor : Pusat Studi Biofarmaka Institut
Pertanian Bogor.
Hidayat R. 2009. Gout dan hiperurisemia.
Medicinus : Scientific Journal of
Pharmaceutical Development and Medical
Application 22 :47-50.
Isbagio H. 1992. Stategi pengobatan
medikamentosa penyakit reumatik. Cermin
Dunia Kedokteran 78 : 25-31.
Iswantini D, Darusman LK. 2003. Effect of
Sidaguri as an uric acid lowering agent on
the activity of oxidase enzim. Proceeding
of International Symposium on
Biomedicine, 18-19th
2003. Biopharmacia
Research Center. Bogor Agriculture
University.
Johnson WJ, Stavric B, Chartrand A. 1969.
Uricase inhibition in the rat by s-triazines :
an animal model for hyperuricemia and
14
hyperuricosuria. Proc. Soc. Exp. Biol. Med
131 : 8-12.
Jǿker D. 2001. Informasi Singkat Benih.
Bandung : Indonesia Forest Seed Project
Kong LD, Cai C, Huang W, Cheng CHK, Tan
RX. 2000. Inhibition of xanthin oxidase by
some Chinese medicine plant used to treat
pirai. J Ethnopharmacol 73 : 199-207.
Koolman J, Roehm KH. 2005. Colour Atlas of
Biochemistry. New York : Thieme
Stuttgart
Maiti A, Dewanjee S, Mandal SC. 2007. In
vivo evaluation of antidiarrhoeal activity
of the seed of Swetenia macrophylla King
(Meliaceae). Tropical Journal of
Pharmaceutical Research 6: 711-716.
Mardisadora O. 2010. Identifikasi dan potensi
antioksidan ekstrak kulit batang mahoni.
[skripsi]. Bogor : FMIPA Institut Pertanian
Bogor.
Mata R, Sigura-Correa R. New
tetranorterpenoid from Swietenia humulis.
J Nat Prod 56 : 1567-1574.
Mo et al.. 2007. Hypouricemic action of
selected flavonoids in mice : structure-
activity relationships. Biol. Pharm. Bull.
30 : 1551-1556
Morris I, Varughese G, Mattingly P. 2003.
Colchicine in acute pirai. BMJ 327:1275-
1276.
Mudrikah F. 2006. Potensi ekstrak jahe merah
(Zingiber officinale Rosc.) dan herba
suruhan sebagai antihiperurisemia pada
tikus. [skripsi]. Bogor : FMIPA Institut
Pertanian Bogor.
Muraoka S, Miura T. 2003. Inhibition by uric
acid of free radical that damage biological
molecules. Pharmacol. Toxicol 93 : 284-
289.
Murningsih, Subekti T, Matsuura H,
Takahashi K, Yamasaki M. 2005.
Evaluation of the inhibitory activities of
extract of Indonesian traditional medicinal
plant against Plasmodium falsiparum and
Babesia gibsoni. J. Vet. Med. Sci. 67 : 829-
831.
Murota K, Terao J. 2003. Antioxidant
flavonoid quercetin : implication of its
intestinal absorbtion and metabolism.
Arch. Biochem. Biophys 417: 12-17
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell
VW. 2003. Harper’s Illustrated
Biochemistry. New York : Lange Medical
Pb.
Nelson DL, Cox MM. 2005. Lehninger :
Principles of Biochemistry. New York :
WH Freeman
Nguyen et al.. 2005. Xanthine oxidase
inhibitory activity of vietnamese mecidal
plants. Biol Pharm Bull 27 : 1414-1421.
Ningsih F. 2010. Kandungan flavonoid dan
toksisitas akut kulit kayu mahoni
(Swietenia macrophylla King) pada mencit
[skripsi]. Bogor : FMIPA Institut Pertanian
Bogor.
Okamoto et al.. 2003. An extremely potent
inhibitor of xanthine oxidoreductase :
crystal structure of the enzyme-inhibitor
complex and mechanism of inhibition. J
Biol. Chem. : 278 : 1848-1855
Oqbru M. 2009. Nonsteroid antiinflamation
drugs (NSAID). Terhubung berkala :
http://medicine.net/NSAID.htm [20
Desember 2009]
Permadi A. 2003. Membuat Kebun Tanaman
Obat. Jakarta : Bunda
Peterson GM, Boyle RR, Francis HW. 1990.
Dosage prescribing and plasma oxypurinol
levels in patients receiving alopurinol
therapy. European Journal of Clinical
Pharmacology 39:419-421.
Rhamadani T. 2004. Isolasi dan identifikasi
senyawa bioaktif seledri dalam
menghambat aktivitas enzim XO [skripsi].
Bogor : FMIPA IPB.
Sanchez-Lozada et al.. 2002. Mild
hyperuricemia induces glomerular
hypertension in normal rats. Am J Physiol
Renal 228 : 1105-1110
Solomon KA, Malathi R, Rajan SS,
Narasimhan S, Nethaji M. 2003.
Swietenia. Acta Cryst E 59 : 1519-1521.
Suhesti TS, Kurniawan DW, Nuryanti. 2007.
Penjaringan senyawa antikanker pada kulit
batang katu mahoni (Swietenia mahogani
Jacq) dan uji aktiovitasnya terhadap larva
udang (Artemia salina Leach.). Jurnal
Ilmiah Kesehatan Keperawatan 3 : 155-
162.
Suratmo FG. 1976. Penggerek pucuk pohon
mahoni Hypsipyla robusta (Moore).
15
[Laporan Penelitian]. Bogor : Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Taufik A. 2005. Buah mahoni, tingkatkan
vitalitas dan penyembuhan. [Tempo] 15
Januari 2005.
Van Hoorn et al.. 2002. Accurate prediction of
xanthine oxidase inhibition based on
structure of flavonoids. J Pharmacol 451:
111-118.
Walsh G. 2003. Biopharmaceuticals
Biochemistry and Biotechnology. West
Sussex : John Wiley & Sons.
Yu KH. 2006. Febuxostat : a novel non-
purinae selective inhibitor of xanthin
oxidase for the treatment of
hiperurincemia in pirai. Inflamation and
Alergy Drugs Discovery 1:1.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Rancangan percobaan
HU I
HU III HU II Kontrol
Hiperurisemia
(HU)
Kontrol
Normal
Analisis konsentrasi asam urat darah
pada hari 0,14, 21, 28 dan 35
Kelompok Kontrol Normal dicekok dengan akuades
Kelompok Kontrol HU dicekok dengan NaCMC 0.5%
Kelompok HU I dicekok dengan Alopurinol 3.3 mg/Kg BB
Kelompok HU II dicekok dengan ekstrak air kulit batang
mahoni 500 mg/Kg BB
Kelompok HU III dicekok dengan ekstrak Metanol kulit
batang mahoni 500 mg/Kg BB
Induksi
Hiperurisemia (0-28)
Aklimatisasi Hewan
Uji (4 minggu)
HU I
18
Lampiran 2 Ektraksi dan fraksinasi kulit batang mahoni
Ekstraksi dengan air
panas selama 4 jam
Uji antihiperurisemia
Ekstraksi 3 kali
dengan aseton
Serbuk kulit mahoni
Ekstrak Metanol Residu
Ekstrak aseton Residu
19
Lampiran 3 Bobot badan hewan uji selama adaptasi No
Tikus Kelompok
Hari ke
0
Hari ke
7
Hari ke
14
Hari ke
21
Hari ke
28
1
Normal
118 156 192 200 237
2 118 174 212 224 282
3 118 148 198 220 274
7 122 182 216 222 280
12 136 192 222 232 280
27 128 170 212 226 291
6
HU
120 174 190 214 276
8 120 162 188 203 256
13 120 178 196 212 268
17 130 184 220 227 276
29 132 186 220 230 280
30 120 164 194 201 236
31 136 184 222 240 296
9
HU I
122 148 196 218 276
15 130 168 188 222 280
16 118 164 194 204 260
20 116 162 198 210 264
22 136 178 230 236 308
23 128 186 218 238 300
28 138 178 226 246 316
4
HU II
116 164 198 206 252
5 120 160 196 208 268
10 128 174 202 204 268
11 138 184 222 232 276
14 126 162 194 208 248
33 134 198 234 248 292
18
HU III
120 170 210 224 284
19 116 166 204 215 284
21 118 162 196 218 292
24 124 156 216 226 296
25 138 196 230 240 280
26 126 152 194 204 252
32 126 176 204 216 256
Rerata 125.1 170.6 206.2 219.6 274.8
SD 7.4 13.2 13.9 13.6 18.9
20
Lampiran 4 Rerata bobot badan hewan model selama adaptasi
Kelompok Hari
ke-0
Hari
ke-7
Hari
ke-14
Hari
ke-21
Hari
ke- 28
NORMAL 123 170 209 221 274
HIPERURISEMIA (HU) 125 176 204 218 270
HU I 127 169 207 225 286
HUII 127 174 208 218 267
HUIII 124 168 208 220 278
Lampiran 5 Analisis uji Duncan bobot badan selama adaptasi
1. Hari ke-0
RESPON
Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
NORMAL 6 123.3333
HUIII 7 124.0000
HU 7 125.4286
HUI 7 126.8571
HUII 6 127.0000
Sig. .450
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 59.425.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05.
2. Hari ke-7
RESPON Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
HUIII 7 168.2857
HUI 7 169.1429
NORMAL 6 170.3333
HUII 6 173.6667
HU 7 176.0000
Sig. .372
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 188.320.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05.
21
3. Hari ke-14
RESPON
Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
HU 7 204.2857
HUI 7 207.1429
HUII 6 207.6667
HUIII 7 207.7143
NORMAL 6 208.6667
Sig. .637
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 218.228.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
4. Hari ke-21
RESPON
Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
HUII 6 217.6667
HU 7 218.1429
HUIII 7 220.4286
NORMAL 6 220.6667
HUI 7 224.8571
Sig. .424
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 204.075.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
5. Hari ke-28
RESPON
Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
HUII 6 267.3333
HU 7 269.7143
NORMAL 6 274.0000
HUIII 7 277.7143
HUI 7 286.2857
Sig. .113
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 354.344.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
22
Lampiran 6 Bobot badan hewan uji selama percobaan
Kelompok Hari ke
0
Hari ke
7
Hari ke
14
Hari ke
21
Hari ke
28
Hari ke
35
Normal
237 252 258 276 290 290
282 292 200 332 348 356
274 298 294 304 338 368
280 304 310 342 340 336
280 288 290 312 332 336
291 306 356 344 360 368
Rerata 274±17.3 290±18.1 285±47.8 318±24.0 335±21.8 342±26.8
HU
276 300 308 328 344 380
256 276 276 300 312 316
268 288 288 312 344 356
276 300 304 324 340 340
280 304 300 336 344 352
236 256 252 264 284 284
296 324 324 352 380 372
Rerata 270±19.2 293±21.8 293±23.6 317±28.5 335±30.1 343±33.4
HU I
276 292 300 324 344 348
280 300 300 316 360 368
260 284 284 316 324 308
300 320 320 344 344 360
308 332 320 352 336 360
316 344 344 376 392 408
264 292 292 324 340 352
Rerata 286±21.9 309±22.9 309±20.6 336±22.4 349±22.0 358±29.6
HU II
252 280 280 304 320 296
268 308 316 356 372 364
268 296 300 344 360 344
276 304 304 336 344 336
248 276 276 300 320 332
292 320 324 344 360 320
Rerata 267±16.1 297±16.9 300±19.1 331±23.1 346±22.0 332±22.9
HU III 284 304 308 320 332 340
284 304 304 332 340 320
292 312 320 340 364 380
296 324 320 360 364 368
280 316 316 348 372 360
252 120 276 304 312 308
256 272 272 296 308 288
Rerata 278±17.1 279±72.0 302±20.2 329±23.3 342±25.9 338±33.9
23
Lampiran 7 Rerata bobot badan hewan model selama percobaan
KELOMPOK Hari
ke-0
Hari
ke-7
Hari
ke-14
Hari
ke-21
Hari
ke-28
Hari
ke-35
NORMAL 274 290 285 318 335 342
HIPERURI-
SEMIA (HU) 270 293 293 317 335 343
HUI 286 309 309 336 349 358
HUII 267 297 300 331 346 352
HUIII 278 279 302 329 342 348
Lampiran 8 Analisis uji Duncan bobot badan hewan uji selama percobaan
1. Hari ke-0
RESPON
Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
HUII 6 267.3333
HU 7 269.7143
NORMAL 6 274.0000
HUIII 7 277.7143
HUI 7 286.2857
Sig. .113
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 354.344.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
1. Hari ke-7
RESPON
Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
HUIII 7 278.8571
NORMAL 6 290.0000
HU 7 292.5714
HUII 6 297.3333
HUI 7 309.1429
Sig. .208
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1445.741.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
24
Lanjutan lampiran 8 2. Hari ke-14
RESPON
Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
NORMAL 6 284.6667
HU 7 293.1429
HUII 6 300.0000
HUIII 7 302.2857
HUI 7 308.5714
Sig. .196
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 853.619.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05
3. Hari ke-21
RESPON Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
HU 7 316.5714
NORMAL 6 318.3333
HUIII 7 328.5714
HUII 6 330.6667
HUI 7 336.0000
Sig. .216
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 616.146. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
4. Hari ke-28
RESPON
Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
NORMAL 6 334.6667
HU 7 335.4286
HUIII 7 341.7143
HUII 6 346.0000
HUI 7 348.5714
Sig. .379
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 629.578. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05
25
Lanjutan lampiran 8 5. Hari ke-35
RESPON
Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
HUII 6 332.0000
HUIII 7 337.7143
NORMAL 6 342.3333
HU 7 342.8571
HUI 7 357.7143
Sig. .180
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 919.466. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
Lampiran 9 Pengukuran konsentrasi asam urat
1 mL darah
sentrifus pada 3000 rpm buffer reagent
selama 15 menit
20 µL supernatan 1 mL campuran
pereaksi
Inkubasi pada suhu ruang dihomogenkan
selama 15 menit
ukur absorban pada λ=520 nm simpan dalam botol gelap
dengan interval 3 menit tertutup pada suhu 0-4°C
26
Lampiran 10 Panjang gelombang maksimum
Panjang
Gelombang
(nm)
Absorbansi
Panjang
Gelombang
(nm)
Absorbansi
Panjang
Gelombang
(nm)
Absorbansi
500 0.046 511 0.050 522 0.050
501 0.047 512 0.050 523 0.050
502 0.047 513 0.050 524 0.049
503 0.048 514 0.051 525 0.049
504 0.049 515 0.050 526 0.048
505 0.049 516 0.050 527 0.048
506 0.049 517 0.050 528 0.048
507 0.050 518 0.050 529 0.047
508 0.050 519 0.050 530 0.047
509 0.050 520 0.050
510 0.050 521 0.050
*Angka yang dibold merupakan nilai panjang gelombang maksimum
Lampiran 11 Kurva standar
Nilai absorbansi standar asam urat
NO [UA] (mg/dL) A Rerata
1 0.150 0.002 0.0015
2 0.150 0.001
3 1.500 0.035 0.0355
4 1.500 0.036
5 3.000 0.083 0.081
6 3.000 0.079
7 6.000 0.17 0.169
8 6.000 0.168
Gambar 13 Kurva standar asam urat.
y = 0.028x - 0.005
R² = 0.999
-0.02
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
0 2 4 6 8
27
Lampiran 12 Konsentrasi asam urat selama percobaan
KELOMPOK Hari ke 0 Hari ke
14
Hari ke
21
Hari ke
28
Hari ke
35
NORMAL
3.00 2.92 3.92 3.08 3.04
2.76 2.53 4.61 2.58 2.07
2.92 2.96 2.76 3.33 2.07
3.19 3.26 2.00 2.71 3.36
3.00 3.88 1.78 3.04 3.04
2.57 2.46 2.91 2.96 2.79
RERATA 2.91±0.21 3.01±0.52 3.00±1.09 2.95±0.27 2.73±0.54
HU
2.92 3.26 5.01 3.75 4.14
2.92 3.26 3.34 3.38 4.14
3.03 3.88 4.90 3.42 4.21
3.07 3.00 4.07 3.75 3.21
2.57 2.80 5.99 4.33 3.14
3.19 2.80 6.53 4.13 3.86
3.34 2.57 5.19 3.79 3.50
RERATA 3.01±0.24 3.09±0.43 5.00±1.08 3.79±0.35 3.74±0.46
HU I
3.96 2.80 4.03 3.63 1.14
2.53 2.96 4.32 3.50 1.04
2.96 3.07 4.39 3.83 1.29
2.53 4.00 7.72 3.67 1.32
2.80 2.84 5.80 3.13 1.25
2.96 2.84 5.19 4.08 1.25
3.07 4.15 5.33 3.58 1.21
RERATA 2.90±0.50 3.24±0.58 5.26±1.26 3.63±0.30 1.21±0.10
HU II
2.61 2.80 4.43 4.04 2.61
2.69 2.96 5.62 4.25 3.07
3.15 3.07 3.59 4.13 2.68
2.73 4.00 3.70 3.92 3.50
3.50 2.84 5.41 3.92 2.71
2.65 2.84 5.26 3.75 3.54
RERATA 2.89±0.35 3.13±0.65 4.67±0.89 4.00±0.18 3.02±0.42
HU III
3.11 3.84 3.96 3.96 3.68
1.69 3.26 4.36 3.58 2.29
2.23 3.88 6.60 3.83 3.00
3.07 2.65 4.57 3.42 3.07
2.23 3.65 6.06 3.58 3.21
2.53 1.88 4.79 3.17 2.32
3.30 3.26 5.59 3.92 2.54
RERATA 2.60±0.59 3.21±0.72 5.13±0.97 3.64±0.29 2.87±0.51
*Angka yang dibold merupakan nilai dari serum yang mengalami lisis
28
Lampiran 13 Rata-rata konsentrasi asam urat selama percobaan
NO Konsentrasi asam urat (mg/dL)
Normal HU HUI HUII HUIII
Hari ke-0 2.91±0.21 3.01±0.24 2.90±0.50 2.89±0.35 2.60±0.59
Hari ke-14 3.00±0.52 3.09±0.43 3.24±0.58 3.13±0.65 3.21±0.72
Hari ke-21 3.00±1.09 5.00±1.08 5.26±1.26 4.67±0.89 5.13±0.97
Hari ke-28 2.95±0.27 3.79±0.34 3.63±0.29 4.00±0.18 3.64±0.29
Hari ke-35 2.84±0.63 3.74±0.45 1.21±0.09 3.02±0.42 2.87±0.51
Kenaikan
(%) (0-28) 1.413 25.928 25.158 38.428 39.940
Penurunan
(%) (28-35) 7.606 1.233 66.557 24.588 21.019
Lampiran 14 Analisis varian (ANOVA) selama percobaan
Between-Subjects Factors
1. Hari ke 0 Levene's Test of Equality of Error Variances(a)
Dependent Variable: RESPON
F df1 df2 Sig.
2.465 4 28 .068
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.
a Design: Intercept+PERLAKUAN
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: RESPON
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .666(a) 4 .167 .964 .442
Intercept 268.876 1 268.876 1556.841 .000
PERLAKUAN .666 4 .167 .964 .442
Error 4.836 28 .173
Total 275.486 33
Corrected Total 5.502 32
a R Squared = .295 (Adjusted R Squared = .194)
Value Label N
PERLAKUAN 1.000 NORMAL 6
2.000 HU 7
3.000 HUI 7
4.000 HUII 6
5.000 HUIII 7
29
Lanjutan lampiran 14 2. Hari ke 14 Levene's Test of Equality of Error Variances(a)
Dependent Variable: RESPON
F df1 df2 Sig.
.533 4 28 .712
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.
a Design: Intercept+PERLAKUAN
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: RESPON
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .250(a) 4 .063 .177 .949
Intercept 324.834 1 324.834 916.773 .000
PERLAKUAN .250 4 .063 .177 .949
Error 9.921 28 .354
Total 337.866 33
Corrected Total 10.172 32
a R Squared = .025 (Adjusted R Squared = -.115)
3. Hari ke 28 Levene's Test of Equality of Error Variances(a)
Dependent Variable: RESPON
F df1 df2 Sig.
.390 4 28 .814
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.
a Design: Intercept+PERLAKUAN
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: RESPON
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.776(a) 4 .944 11.788 .000
Intercept 425.869 1 425.869 5317.535 .000
PERLAKUAN 3.776 4 .944 11.788 .000
Error 2.242 28 .080
Total 436.150 33
Corrected Total 6.019 32
a R Squared = .627 (Adjusted R Squared = .574)
4. Hari ke 35 Levene's Test of Equality of Error Variances(a) Dependent Variable: RESPON
F df1 df2 Sig.
4.399 4 28 .007
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.
30
a Design: Intercept+PERLAKUAN
Lanjutan lampiran 14 Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: RESPON
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 23.882(a) 4 5.970 31.971 .000
Intercept 241.275 1 241.275 1291.981 .000
PERLAKUAN 23.882 4 5.970 31.971 .000
Error 5.229 28 .187
Total 270.113 33
Corrected Total 29.111 32
a R Squared = .820 (Adjusted R Squared = .795)
Lampiran 15 Hasil analisis uji Duncan selama percobaan
1. Hari ke-0 RESPON Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
HU III 7 2.60000
HU II 6 2.89000
HU I 7 2.90143
NORMAL 6 2.91000
HU 7 3.01143
Sig. .119
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
2. Hari ke-14 RESPON Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1
NORMAL 6 3.0050
HU II 6 3.1283
HU III 7 3.1471
HU I 7 3.1714
HU 7 3.2800
Sig. .463
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .354.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563. b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
31
Lanjutan lampiran 15
3. Hari ke-28 RESPON Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1 2 3
NORMAL 6 2.9500
HU I 7 3.6314
HU III 7 3.6371
HU 7 3.7929 3.7929
HU II 6 4.0017
Sig. 1.000 .339 .192
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .080.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
Hari ke-35 RESPON Duncan
PERLAKUAN N
Subset
1 2 3
HU I 7 1.2143
NORMAL 6 2.7100
HU III 7 2.8729
HU II 6 3.0183
HU 7 3.7429
Sig. 1.000 .233 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .187.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.563.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. c Alpha = .05.
32
Lampiran 16 Analisis T-Test asam urat selama percobaan
a) Kelompok normal Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-
tailed) Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 HARI0 -
HARI14 -.10767 .43023 .17564 -.55917 .34384 -.613 5 .567
Pair 2 HARI0 -
HARI28 -.05383 .42243 .17246 -.49715 .38948 -.312 5 .768
Pair 3 HARI28 -
HARI35 .22433 .63317 .25849 -.44014 .88880 .868 5 .425
Ket : Nilai probabilitas > 0.05. maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa rerata konsentrasi
asam urat selama pengujian relatif sama.
b) Kelompok hiperurisemia (HU) Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-
tailed) Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 HARI0 -
HARI14 -.22571 .31840 .12035 -.52019 .06876 -1.876 6 .110
Pair 2 HARI0 -
HARI28 -.92914 .44849 .16951 -1.3439 -.51436 -5.481 6 .002
Pair 3 HARI28 -
HARI35 .04686 .73310 .27709 -.63115 .72486 .169 6 .871
Ket : Nilai probabilitas > 0.05. maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa rerata konsentrasi
asam urat selama pengujian relatif sama.
c) Kelompok alopurinol (HU I) Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-
tailed) Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 HARI0 -
HARI14 -.30886 .85583 .32347 -1.1003 .48265 -.955 6 .377
Pair 2 HARI0 -
HARI28 -.76829 .59916 .22646 -1.3224 -.21416 -3.393 6 .015
Pair 3 HARI28 -
HARI35 2.41657 .28795 .10884 2.15026 2.68288 22.20 6 .000
Ket : Nilai probabilitas > 0.05. maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa rerata konsentrasi
asam urat selama pengujian relatif sama.
33
Lanjutan lampiran 16
d) Kelompok ekstrak air (HU II) Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-
tailed) Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 HARI0 -
HARI14 -.23733 .60030 .24507 -.86731 .39265 -.968 5 .377
Pair 2 HARI0 -
HARI28
-
1.10917 .40168 .16398
-
1.53070 -.68763 -6.764 5 .001
Pair 3 HARI28 -
HARI35 .98233 .53239 .21735 .42362 1.54104 4.520 5 .006
Ket : Nilai probabilitas > 0.05. maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa rerata konsentrasi
asam urat selama pengujian relatif sama.
e) Kelompok ekstrak metanol (HU III) Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-
tailed) Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 HARI0 -
HARI14 -.52086 .75552 .28556 -1.2196 .17788 -1.824 6 .118
Pair 2 HARI0 -
HARI28 -1.0105 .50034 .18911 -1.4733 -.54784 -5.344 6 .002
Pair 3 HARI28 -
HARI35 .76443 .45502 .17198 .34361 1.18525 4.445 6 .004
Ket : Nilai probabilitas > 0.05. maka H0 diterima. Dapat disimpulkan bahwa rerata konsentrasi
asam urat selama pengujian relatif sama.