Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama...
Transcript of Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama...
81
BAB 4
PENGELOLAAN SEKOLAH BERPOLA
ASRAMA SEMINARI MENENGAH
PETRUS VAN DIEPEN SORONG
Profil Wilayah Penelitian
Gambaran Umum Kabupaten Sorong
Secara administrasi Kabupaten Sorong terletak di bagian Barat
Provinsi Papua dengan luas wilayah 13.603,46 km2 yang terbagi dalam
wilayah daratan seluas 845,71 km2 dan wilayah lautan seluas 514,65
km2. Letak geografis Kabupaten Sorong adalah 130o 40‟ 49” – 132o 13‟
48” Bujur Timur dan 00o 33‟ 42” – 01o 35‟ 29” Lintang Selatan. Wilayah
administrasi Pemerintahan Kabupaten Sorong terdiri dari 19 distrik, 13
kelurahan dan 121 desa/kampung. Sedangkan batas administratif
Kabupaten Sorong adalah: (BPS Kabupaten Sorong, 2012)
a. Sebelah Barat : Kabupaten Raja Ampat
b. Sebelah Timur : Kabupaten Manokwari
c. Sebelah Utara : Kabupaten Raja Ampat
d. Sebelah Selatan : Kabupaten Sorong Selatan
Secara demografis, jumlah penduduk Kabupaten Sorong
mencapai 73.088 Jiwa dengan komposisi 53,10% (38.803 Jiwa)
merupakan penduduk Laki-laki, dan 46,90% (34.285 Jiwa) adalah
penduduk berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian sex ratio
penduduk Kabupaten Sorong adalah 113,18. Jumlah penduduk
terbanyak di Kabupaten Sorong berada di Distrik Aimas yaitu sebanyak
21.039 jiwa dan Distrik Mariat, yaitu sebanyak 10.920 jiwa dengan
tingkat kepadatan penduduk 5,37 km2 (Tabel 4.1).
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
82
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Sorong dan Kepadatannya Berdasarkan Distrik
No Distrik Luas Wilayah (Km
2)
Jumlah Penduduk
Kepadatan (Jiwa/Km
2)
1 Moraid 1.446,16 1.743 1,21 2. Klaso 316,46 314 0,99 3. Makbon 1.011,42 2.162 2,14 4. Klayili 481,26 423 0,88 5. Beraur 822,26 1.023 1,24 6. Klamono 488,45 4.543 9,30 7. Klabot 518,72 648 1,25 8. Klawak 432,89 610 1,41 9. Salawati 525,03 9.380 17,87
10. Mayamuk 217,22 10 262 47,24 11. Salawati Timur 118,62 1.992 16,79 12. Seget 893,81 3.135 3,51 13. Segun 2.021,37 1.389 0,69 14. Salawati Selatan 2.265,18 2.100 0,93 15. Aimas 222,43 21.039 94,59 16. Mariat 118,16 10.920 92,42 17. Sayosa 1.213,60 1.002 0,83 18. Maudus 492,54 400 0,81
Jumlah 13.603,46 73.088 5,37 Sumber: Kabupaten Sorong Dalam Angka 2012, BPS Kab. Sorong. Data Diolah
Penduduk usia produktif (15-64 Tahun) sebanyak 41.125 jiwa
(56,27%) dari total penduduk. Apabila dilihat dari jenis kelamin
penduduk usia produktif maka ada 22.400 jiwa (54,47%) laki-laki,
sedangkan yang perempuan 18.725 jiwa (45,53%). Sedangkan
penduduk yan non produktif (usia 0-14 dan 65+) sekitar 31.963 jiwa
atau 43,73% dari total penduduk; terdiri atas 26.434 jiwa (82,70%)
penduduk usia 0-14 tahun, dan 5.529 jiwa (17,30%) penduduk usia 65
tahun ke atas (BPS Kabupaten Sorong, 2012).
Dengan memperhatikan jumlah penduduk usia produktif dan
non produktif, dapat diketahui besarnya angka rasio ketergantungan
(Dependency Ratio), yaitu 59,95. Rasio ketergantungan diartikan
sebagai besarnya beban yang ditanggung oleh penduduk usia produktif
atau rasio jumlah penduduk usia non produktif terhadap penduduk
usia produktif. Dengan demikian di Kabupaten Sorong pada tahun
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
83
2011, setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung kurang
lebih 60 orang penduduk usia non produktif.
Dari segi indeks pembangunan manusia (IPM), Kabupaten
Sorong terus mengalami kenaikan dari tahun 2008 sampai dengan
tahun 2011, tahun 2005 IPM Kabupaten Sorong sebesar 67,82% dan
terus meningkat hingga mencapai angka 68,93%, seperti dapat dilihat
di Tabel 4.2.
Tabel 4.2
IPM Kabupaten Sorong dan Provinsi Papua Barat
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Tahun 2008 2009 2010 2011
Kabupaten Sorong 67,82 68,16 68,50 68,93 Provinsi Papua Barat 67,95 68,58 68,50 69,65
Sumber: IPM Kabupaten Sorong 2011, BPS Kab. Sorong, data diolah
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa IPM Kabupaten Sorong
terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2011 berada pada angka
68,93 sehingga berdasarkan pembagian status pembangunan manusia
oleh UNDP, maka IPM Kabupaten Sorong termasuk kedalam kategori
Menengah Atas (66,0<IPM<80). Kabupaten Sorong berada pada
peringkat ke empat dalam pencapaian IPM pada tahun 2011, dari total
11 kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat. Kenaikan IPM pada tahun
2011 dipengaruhi oleh kenaikan ketiga indeks penyusunnya yaitu
indeks kesehatan (yang direpresentasikan oleh indeks harapan hidup),
indeks pendidikan (yang direpresentasikan oleh indeks melek hurup
dan indeks rata-rata lama sekolah) dan indeks daya beli.
Tabel 4.3
Perkembangan Angka Indeks Pembentuk IPM
Angka Indeks Tahun
2008 2009 2010 2011 Angka Harapan Hidup (tahun) 70,20 70,82 71,42 72,03 Angka Melek Huruf (%) 91,39 91,40 91,69 91,76 Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 53,33 53,60 53,73 53,93 Paritas daya beli (ribuan rupiah) 54,56 54,87 55,04 55,61
Sumber : IPM Kabupaten Sorong 2011, BPS Kab. Sorong, data diolah
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
84
Sementara itu, gambaran tentang pendidikan yang ada di
Kabupaten Sorong dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain:
Pertama, Angka Partisipasi Sekolah (APS) yaitu untuk mengetahui
seberapa banyak penduduk usia sekolah yang telah memanfaatkan
fasilitas pendidikan yang dapat dilihat dari penduduk yang masih
sekolah pada umur tertentu. Untuk melihat perkembangan APS
Kabupaten Sorong dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.4
Perkembangan APS Kabupaten Sorong tahun 2009-2011
Tahun Kelompok Umur
7-12 13-15 16-18 2009 88,79 86,36 53,62 2010 93,68 88,10 52,63 2011 97,69 92,60 74,00
Sumber: APS Kabupaten Sorong 2011. BPS Kab. Sorong
Tabel di atas menunjukkan bahwa APS untuk kelompok umur
7-12 dan 13-15 tahun terus mengalami peningkatan sedangkan APS
untuk kelompok umur 16-18 sempat mengalami penurunan di tahun
2010 dan kembali meningkat di tahun 2011. Pada tahun 2011, APS
untuk usia 7-12 tahun sebesar 97,69% artinya masih ada sekitar 2,31%
penduduk usia 7-12 tahun yang tidak dapat mengenyam pendidikan.
Sedangkan untuk kelompok umur 13-15 dan 16-18 tahun prosentase
anak yang tidak dapat mengenyam pendidikan adalah 7,40% dan
16,00%.
Indikator kedua yang dapat digunakan adalah Angka Partisipasi
Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). APK adalah rasio
jumlah siswa berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat
pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang
berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APM adalah persentase
siswa dengan usia yang berkaitan dengan pendidikannya dari jumlah
penduduk di usia yang sama. Untuk melihat perkembangan APK dan
APM Kabupaten Sorong dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
85
Tabel 4.5
APK dan APM Per Jenjang Pendidikan di Kab. Sorong Tahun 2009-2011
APK APM Tahun Jenjang Pendidikan Jenjang Pendidikan
SD SLTP SLTA SD SLTP SLTA 2009 114,67 43,18 58,49 88,79 36,37 43,68 2010 117,89 59,52 73,68 93,68 47,62 42,11 2011 109,37 86,55 76,85 92,14 61,12 53,45
Sumber: IPM Kabupaten Sorong 2011. BPS Kab. Sorong data diolah
Tabel di atas menunjukkan bahwa APK jenjang SD mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya, sedangkan jenjang SLTP dan SLTA
terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 APK jenjang SD sebesar
109,37 hal ini menunjukkan bahwa masih ada penduduk di luar usia
sekolah SD yang masih bersekolah di SD. APK jenjang SLTP dan SLTA
menunjukkan bahwa persentase penduduk yang bersekolah di SLTP
(13-15 tahun) dan di SLTA (16-18) tahun sebesar 86,55% dan 76,85%.
Untuk indikator APM, pada tahun 2011 APM jenjang SD
mengalami penurunan dari 93,68% menjadi 92,14% sedangkan APM
jenjang SLTP dan SLTA mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.
APM jenjang SLTP pada tahun 2011 sebesar 61,12 artinya dari 100
penduduk berusia 13-15 tahun, terdapat sekitar 61 orang yang
bersekolah di bangku SLTP. Sedangkan untuk jenjang SLTA sebesar
53,45%, artinya dari 100 penduduk berusia 16-18 tahun, terdapat
sekitar 53 orang yang bersekolah di bangku SLTA.
Tabel 4.6
Rasio Murid terhadap Guru Tahun 2011
Jenjang Pendidikan Jumlah Murid Jumlah Guru Rasio (Murid/Guru)
SD 15.090 735 20,53 SLTP 4.345 377 11,53 SLTA 1.626 106 15,34
Sumber: IPM Kabupaten Sorong 2011. BPS Kab. Sorong data diolah
Indikator lainnya adalah rasio murid terhadap guru. Tahun
2011 rasio murid terhadap guru pada jenjang SD adalah 20,53% artinya
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
86
rata-rata beban mengajar seorang orang guru SD adalah 21 murid.
Untuk jenjang SLTP dan SLTA masing-masing sebanyak 11 dan 15
siswa, seperti ditulis di Tabel 4.6 di atas.
Gambaran Umum Seminari Menengah „Petrus van Diepen‟
Latar belakang pemilihan nama dan maknanya bagi para siswa:
Mgr. Petrus van Diepen, OSA1 adalah misionaris Augustin pertama
yang tiba di bumi Papua (tgl. 01 Januari 1953), dan Uskup pertama
Keuskupan Manokwari-Sorong (4 Juni 1967 – 01 Juni 1988). Para siswa
diundang menjadi penerus karya pelayanan dan pengabdian bagi
masyarakat di wilayah Keuskupan Manokwari-Sorong, yang dasarnya
diletakkan oleh Mgr. Petrus van Diepen. Pada awal millennium ke 3
ini muncul kesadaran baru untuk mempersiapkan pemuka-pemuka
umat dan tokoh masyarakat, khususnya untuk calon-calon imam, yang
bisa menggerakkan pencerdasan warga masyarakat. Inilah alasan utama
mendirikan SM PvD. Alasan lain yang tidak kurang penting untuk
mendirikan SM PvD ini ialah untuk memperbaiki mutu pendidikan
menengah bagi anak-anak di tanah Papua, dengan mendirikan sekolah
berasrama agar pembinaan bisa dibuat lebih intensif dan terarah.
Tabel 4.7
Jumlah Siswa SM PvD tahun 2008-2011
Kelas Jumlah Siswa
2008/09 *) 2009/10 2010/11 2011/12
SMP kelas I 115 83 70 88
SMP kelas II 68 66 73 42
SMP kelas III 30 36 36 42
KPB 34 15 5 2
SMA kelas I 15 15 44 37
SMA kelas II - 14 24 35
SMA kls III - - 14 22
KPA 16 2 7 3
Jumlah 278 231 273 271
*) sudah termasuk siswa non-seminari.
1 (lahir di Hoogwoud, Belanda, 20 Aril 1917 –meninggal di Eindhoven, 01 April 2005)
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
87
Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong didirikan pada
29 Juni 2005 oleh Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr2, dan menjadi seminari
menengah ke 32 yang ada di Indonesia. Umat Katolik di seluruh
wilayah Keuskupan Manokwari-Sorong (111.800 km2; 2/3 luasnya
pulau Jawa), yang meliputi luas wilayah yang sama dengan Propinsi
Papua Barat, dilayani oleh hanya 7 imam diosesan saja (termasuk
Uskup); imam-imam projo sangat kurang untuk melayani umat di 23
paroki. Wilayah Keuskupan ini secara administratif dibagi atas 6 Team
Pastoral Wilayah (TPW), yaitu: TPW Sorong, TPW Fakfak, TPW
Babo-Bintuni, TPW Kaimana, TPW Manokwari, dan TPW
Ayawasi/Meybrat. Semua TPW ini mengelola pendidikan formal,
khususnya SD, di bawah wadah Yayasan Pendidikan dan Persekolahan
Katolik Keuskupan Manokwari Sorong (YPPK-KMS).
Di seluruh wilayah Keuskupan terdapat hanya enam Sekolah
Menengah Pertama Katolik, dan empat Sekolah Menengah Atas
Katolik3. Adapun sekolah yang dikelola YPPK-KMS yang berupa
sekolah tingkat menengah masih sangat kurang. Hal tersebut
diperparah dengan kondisi mutu pendidikan di provinsi Papua dan
Papua Barat yang tertinggal dibandingkan daerah lain. Inilah dua
alasan utama yang mendorong Uskup Manokwari-Sorong untuk
mendirikan seminari menengah SMP dan SMA Petrus van Diepen.
Alasan pertama, untuk mendidik calon-calon pastor; dan alasan kedua,
untuk memperbaiki mutu pendidikan.
Hal tersebut disebabkan oleh karena sejak Musyawarah
Keuskupan Manokwari-Sorong (KMS) tahun 2001 diketahui bahwa
SD-SD YPPK di seluruh propinsi ini, yang didirikan sejak tahun 1950-
an, mengalami kemerosotan akibat banyaknya guru-guru yang sering
meninggalkan tugasnya selama berbulan-bulan demi urusan pribadi4.
Akibatnya, anak didiklah yang menjadi korban karena tidak mendapat
pendidikan yang baik, dan lulusan SD tersebut masih tidak dapat
diandalkan untuk misi gereja. Keluhan mengenai kondisi pendidikan
2 ditahbiskan menjadi Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong pada tahun 2003 3 Penelitian dokumen di kantor YPPK KMS, Sorong, pada tanggal 22Mei 2014 4 Wawancara dengan Rektor SM PvD, Jeremias Rumlus Pr di Aimas, pada 15 Mei 2014
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
88
yang memprihatinkan ini mengemuka, sebagaimana dipaparkan dalam
hasil penelitian di TPW Manokwari, Babo-Bintuni, Fakfak, Kaimana,
dan Ayawasi/Meybrat (P.R. Renwarin, 2004, 2005, 2006, 2007). Oleh
karena itu, Uskup KMS, Mgr. Hilarion Datus Lega pr mencanangkan
visi bagi keuskupan ini: “saya mau umat saya cerdas dan sehat”; dan
sejak tahun 2005 dimulailah penyelenggaraan pendidikan yang lebih
tinggi yaitu SMP berpola asrama di SM PvD.
Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong mengusung visi
dan misi yang sangat mulia5. Visi yang diemban yaitu “Seminari sebagai
tempat dan kondisi pembinaan dan pembelajaran yang mampu
membentuk citra dan karakter siswa seminaris yang cerdas secara utuh
dan matang dalam segi spiritualitas, intelektual, dan mental, moral,
demi terwujudnya sosok pemimpin yang memiliki kecerdasan
intelektual dan kecerdasan moral”.
Adapun misi SM PvD ini adalah sebagai berikut:
a. Menyusun dan melaksanakan program pembinaan dan edukasi
yang bermutu, di atas standard rata-rata.
b. Menciptakan kondisi yang simpatik, yang membuat siswa-siswi
seminari merasa betah, tekun dan bergairah dalam belajar, setia
mengikuti program pembinaan dan pendidikan seminari.
c. Membina siswa-siswi seminari menjadi „manusia seutuhnya‟ di
segala aspek hidup dengan program pembinaan yang sistematis
dan berkelanjutan.
d. Menanamkan dalam diri anak sikap pengabdian dan pelayanan
yang tahan uji, berbhakti tanpa pamrih, yang bersedia dan
mampu menghadapi medan fisik yang berat.
Dilihat dari visi dan misi yang diemban oleh SM PvD
menunjukkan bahwa program pendidikan yang ditawarkan yaitu
menggunakan formula pendidikan umum serta pendidikan berbasis
keagamaan. Program pendidikan yang diselenggarakan di asrama SM
5 Lihat Dokumen SM Pvd, diambil pada 22 Mei 2014. Terlampir.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
89
PvD tidak hanya ditujukan untuk kegiatan akademis semata, akan
pendidikan keagamaan sebagai bekal bagi siswa untuk pengabdian dan
pelayanan.
Hal tersebut diwujudkan dengan menyediakan asrama yang
memiliki fasilitas yang memadai, dan menyediakan guru-guru yang
berdedikasi serta berkualitas, lingkungan yang kondusif untuk belajar
mengajar, serta adanya jaminan kualitas karena proses pendidikan yang
dijalankan secara intensif di dalam asrama selama proses pendidikan
berlangsung.
Strategi Pengelolaan Sekolah Asrama SM PvD
Pengertian strategi yaitu cara untuk mencapai tujuan jangka
panjang. Pengertian strategi adalah Rencana yang disatukan, luas dan
berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis yang dimiliki
oleh suatu unit dengan tantangan lingkungan, yang dirancang untuk
memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan
yang tepat oleh organisasi (Glueck & Jauch, 1989).
Secara umum, strategi diartikan sebagai proses penentuan
rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka
panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya
bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Secara khusus, strategi
diartikan sebagai tindakan yang bersifat incremental (senantiasa
meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut
pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa
depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang
dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka strategi adalah
sekumpulan rencana aksi yang disusun suatu organisasi yang ditujukan
untuk mencapai tujuan-tujuan khusus. Sedangkan pengelolaan adalah
pengendalian dan pemanfaatan semua sumber daya yang menurut
suatu perencanaan diperlukan untuk dapat menyelesaikan tujuan kerja
tertentu. Irawan (1997) mendefinisikan bahwa pengelolaan sama
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
90
dengan manajemen yaitu penggerakan, pengorganisasian dan
pengarahan usaha manusia untuk memanfaatkan secara efektif material
dan fasilitas untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan uraian di atas, strategi pengelolaan berarti
kumpulan rencana serta tata cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang
hendak dicapai oleh suatu organisasi. Bertolak dari pengertian-
pengertian di atas serta hasil penelitian, maka strategi pengelolaan SM
PvD adalah sebagai berikut:
Strategi Pengelolaan Kurikulum dan Pembinaan di SM PvD
Kurikulum yang dipakai, yaitu kurikulum untuk jenjang
pendidikan SMP dan SMA, sesuai standard yang ditentukan oleh
pemerintah, yaitu kurikulum 2004; sesudahnya dengan munculnya
kurikulum KTSP 2006, maka pengelolaan kurikulum sekolah pun
disesuaikan dengan perubahan ini. Tetapi sudah sejak angkatan
pertama dialami bahwa kemampuan anak-anak tamatan SD, khususnya
yang berasal dari daerah pedesaan, sangat rendah, sehingga
diadakanlah Kelas Persiapan Bawah (KPB) sebagai tahun matrikulasi
bagi anak-anak yang kurang beruntung ini6. Demikian pula sesudah
tiga tahun berlangsung dan dibutuhkan adanya jenjang SMA,
pengalaman yang sama juga dialami oleh para siswa tamatan SMP yang
berasal dari pedesaan. Untuk mereka pun diadakanlah tahun
matrikulasi dengan nama Kelas Persiapan Atas (KPA) selama satu
tahun. Tambahan pula terdapat suatu cita-cita dari Bapak Uskup untuk
membuat sekolah ini suatu sekolah unggulan untuk keuskupan ini,
yang membuat kaderisasi calon pemimpin umat di keuskupan; strategi
yang dipakai ialah untuk menambahkan mata pelajaran tambahan dan
pelbagai kegiatan ektrakurikuler bagi semua siswa, mengingat kegiatan
sekolah dan asrama sangat terintegrasi dan mudah ditata secara
keseluruhan.
6 Wawancara dengan Kepala SMA SM PvD, RD Yan Vaenbes Pr di Sorong, pada 12 Juni 2014.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
91
Untuk penataan waktu dan kegiatan hidup harian demi
pembinaan, diambillah pola dasar aturan kehidupan yang berlaku di
banyak asrama seminari menengah di Indonesia, seperti yang berada di
Flores, Kupang, Maluku dan Manado, yang sudah puluhan tahun
bergiat. Penataan jadwal harian pun dibuat seimbang untuk kegiatan
pribadi, kegiatan belajar, kegiatan social, dan kegiatan rohani. Karena
sudah terdapat pedoman atau acuan dari seminari menengah lainnya,
tiada banyak kesulitan yang dialami untuk penataan pembinaan siswa
ini7.
Agar supaya tidak terjadi tumpang tindih atau simpang siur
pengelolaan kegiatan sekolah dan kehidupan asrama, maka pihak
pengelola membuat dua team terpisah, yaitu tenaga persekolahan-
pendidik, yang diketuai oleh kepala sekolah (baik kepala sekolah untuk
SMP dan untuk jenjang SMA), dan tenaga pembinaan asrama yang
diketuai oleh seorang yang disebut „rektor‟ yang dibantu oleh para
formator. Tenaga persekolahan mengurusi kegiatan persekolahan,
sedangkan tenaga pembinaan mengurusi kegiatan hidup dalam asrama
serta pelbagai mata pelajaran ektrakurikuler; biarpun semua formator
ini juga mempunyai tugas sebagai pendidik di sekolah, dengan
mengampu satu-dua mata pelajaran.
Strategi pengelolaan peserta didik
Strategi pengelolaan peserta didik dimulai sejak pertama kali
peserta didik masuk ke asrama. Pemerolehan calon-calon peserta didik
untuk SM PvD ini tidak terlalu merisaukan, karena YPPK KMS yang
mempunyai cabang atau wakilnya pada ke enam TPW (team pastoral
wilayah) dengan 23 buah parokinya, mempunyai banyak SD sendiri,
dan tamatannya bisa langsung mendaftar ke SM PvD lewat pastor
parokinya. Dengan kata lain, para calon peserta didik dapat diharapkan
datang dari seluruh wilayah di propinsi Papua Barat, dan dapat juga
berasal dari wilayah di luar propinsi ini. Sudah diperkirakan bahwa
angkatan pertama para siswa ini kebanyakan berasal dari kota Sorong
7 Wawancara dengan RD Yan Vaenbes Pr di Sorong, pada 12 Juni 2014)
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
92
dan Aimas, tetapi pada tahun-tahun selanjutnya akan berdatangan
calon-calon dari 23 paroki yang ada.
Awalnya hanya diharapkan untuk mempersiapkan calon-calon
imam untuk keuskupan ini, jadi yang akan diterima hanyalah siswa
lelaki yang Katolik8. “Karena anak-anak yang baru saja tamat SD belum
tentu akan segera tertarik untuk menjadi calon imam, yang nantinya
tidak akan kawin”, kata Rektor. Karena itu tujuannya diperluas yaitu
bukan hanya untuk mengkaderkan calon-calon imam, tetapi juga para
calon pemimpin umat dan masyarakat, sebagaimana nama pelindung
sekolah ini, maka diterima para calon yang bukan beragama Katolik
dan juga para calon perempuan.
Daya tarik yang mampu ditawarkan SM PvD ini ialah adanya
ruang asrama yang seatap dengan sekolah itu sendiri, sehingga anak-
anak dari daerah di luar kabupaten Sorong dapat juga menempuh
pendidikan di sini tanpa kesulitan transportasi. Apalagi asrama ini
dikelola oleh para Pembina atau formator yang berpengalaman, yang
sendiri sudah pernah hidup dan dibina dalam system keberasramaan
demikian.
Strategi Pengelolaan Tenaga Kependidikan-Pembina
Untuk mendapatkan tenaga kependidikan bagi SMP dan SMA
masih lebih mudah, karena ada cukup calon guru yang sudah berijasah
sarjana di Indonesia Timur, seperti yang sudah dialami oleh pihak
YPPK KMS. Tetapi karena pola yang dipakai untuk SM PvD ini ialah
asrama dengan sekolah, maka dibutuhkan bukan hanya tenaga
kependidikan saja melainkan terlebih tenaga-tenaga Pembina atau
formator yang mau berkarya sepanjang hari sebagai pendamping para
siswa ini sebagai orang tua atau pamong mereka.
Terkait hal tersebut, Pamong Akademik mengatakan bahwa
peran Uskup Sorong sangat penting dalam membantu SM PvD dalam
mensuplai tenaga pengajar serta Pembina sebagaimana diungkapkan
berikut ini: “Hebat juga Uskup Sorong ini. Dia sendiri mengunjungi
8 Wawancara dengan Rektor SM PvD, Jeremias Rumlus Pr di Aimas pada 15 Mei 2014.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
93
kami di Maumere, atau di Kupang, dan membujuk kami untuk datang
bekerja sebagai guru dan Pembina atau formator di Seminari
Menengah Petrus van Diepen yang baru dibangunnya”, demikian
komentar seorang pamong.9
Dia menambahkan, “Syukurlah, kami memang mempunyai
pengalaman hidup di sekolah berasrama seperti ini, atau yang dikenal
dengan nama seminari untuk kalangan Katolik. Saya memang sudah
sejak tamat SD masuk seminari menengah dan menempuh pendidikan
SMP dan SMA, sedangkan dia (formator lain yang ikut dalam
pertemuan wawancara ini) baru masuk seminari kecil setelah tamat
SMP. Tetapi kami semua sudah mengikuti kehidupan berasrama di
seminari tinggi saat kami mengikuti pendidikan sarjana. Jadi corak
hidup dalam kerangka pembinaan ini tidak asing lagi bagi kami”.
Memang benar, Uskup H. Datus Lega Pr, sebagai pendiri SM
PvD ini sudah berjalan ke Nusa Tenggara Timur dalam suatu lawatan
untuk mencari-temukan para Pembina yang sudah pernah mengecap
pola pendidikan keberasramaan di seminari kecil/menengah dan
seminari tinggi. Tenaga pendidik dan serentak formator ini dikontrak
selama beberapa tahun dari keuskupan asalnya, dengan suatu
perjanjian antar uskup bahwa sesudah satu tenaga formator
menyelesaikan satu periode berkarya ini dan bila dia ingin pulang ke
keuskupan asalnya, maka uskupnya akan mencarikan penggantinya.
Kebanyakan formator ini memang sudah menyandang status sarjana
dan sudah ditahbiskan menjadi imam Katolik10.
Selain para imam yang sudah sarjana ini, terdapat pula tenaga
pendidik yang serentak formator yang dipilih dari antara para calon
imam yang sudah sarjana strata-1 dan masih perlu menjalani tahun
berkarya sebelum melanjutkan pendidikan pasca-sarjananya yang
merupakan syarat untuk dapat ditahbiskan sebagai imam. Mereka ini
ditempatkan di SM PvD sebagai pendamping-pembina-formator yang
9 Wawancara dengan RD Yan Vaenbes Pr pada 12 Juni 2014. 10 Wawancara dengan Rektor SM PvD, RD. Jerry Rumlus Pr pada 15 Mei 2014 di Aimas.
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
94
serentak mengampu satu dua mata pelajaran di SMP atau SMA. Mereka
ini dikenal dengan sapaan „frater tahun orientasi pastoral‟ dan berasal
dari seminari tinggi Ledalero, Nusa Tenggara Timur, atau dari
Kentungan, Jogjakarta, atau dari Fajar Timur, Abepura.
Strategi Pengelolaan Sarana dan Prasarana.
Pada tahun pertama SM PvD ini mengambil tempat
persekolahan yang digabung dengan SMP Don Bosco, milik YPPK
KMS yang berada di kota Sorong, sedangkan tempat tinggal para siswa
juga berada di kota Sorong. Sementara itu pihak YPPK KMS bersama
Uskup Sorong, pendiri SM PvD ini, mengusahakan suatu lahan di
kabupaten Sorong, dan di kompleks itulah mulai dibangun gedung
sekolah untuk jenjang SMP diapit oleh gedung asrama. Pada tahun
kedua kompleks baru di kabupaten Sorong ini sudah dapat dipakai
untuk kegiatan belajar-mengajar pada jenjang SMP dan asramanya
sudah berfungsi, sementara sarana-prasarana dikerjakan lebih lanjut.
Pada tahun ketiga sudah dimulai suatu kompleks persekolahan
baru untuk menampung peserta didik pada jenjang SMA. Untuk itu
dibangunlah gedung persekolahan SMA yang berhadapan dengan
kompleks persekolahan SMP, yang juga disertai dengan gedung asrama.
Pembangunan kompleks gedung SMA ini masih sementara
berlangsung sampai saat ini, dan belum rampung. Untuk sementara
para siswa SMA masih mengikuti pelajaran berdampingan dengan para
siswa SMP11.
Serentak sudah dibangun di kompleks asrama ini suatu ruang
doa, ruang rekreasi bersama, ruang makan, ruang cuci, ruang tidur
untuk para siswa. Begitu pula fasilitas olah raga di luar ruang dibangun
dalam kompleks ini, sehingga para siswa mendapat kesempatan untuk
belajar membangun hidup yang sehat dan teratur. Tidak ketinggalan
juga dibangun tempat tinggal untuk para formator yang berdampingan
dengan ruangan para siswa, sehingga control lebih mudah dilakukan.
11 Wawancara dengan Rektor SM PvD, RD. Jerry Rumlus Pr pada 15 Mei 2014 di Aimas.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
95
Strategi pengelolaan pembiayaan
Penyelenggaraan pendidikan membutuhkan biaya. Tanpa
biaya, kegiatan belajar mengajar tidak akan lancar, kendati biaya
menjadi faktor penting dalam penyelenggarakan pendidikan. Hal
tersebut diakui oleh Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr selaku pendiri
sekaligus yang memantau keberadaan yayasan SM PvD. Menurutnya,
pendidikan membutuhkan biaya yang tidak murah, apalagi untuk
mendirikan sekolah unggulan dengan asrama12. Namun demikian,
Uskup bertekad untuk melanjutkan kaderisasi calon-calon pemimpin
umat dan masyarakat di Papua Barat ini.
Dilandasi dengan pandangan tersebut, bapak Uskup pendiri SM
PvD bersedia memberikan beasiswa kepada semua peserta didik yang
dikirim dari 23 paroki di propinsi Papua Barat atau di keuskupan ini,
dengan demikian pihak YPPK KMS tidak kesulitan di bidang
pendanaan. Selain itu seluruh biaya pengadaan sarana-prasarana
persekolahan ini ditanggung penuh oleh pihak ekonom keuskupan.
Berdasarkan keterangan dari rector SM PvD, Uskup tidaklah
sendiri dalam melakukan penggalangan dana. Dalam menggalang dana
tersebut, Uskup meminta para pastor paroki untuk menggalang dana di
paroki untuk membiayai peserta didik yang adalah anggota umat di
paroki yang bersangkutan dan yang ingin belajar di SM PvD sebagai
calon imam13. Penggalangan dana untuk calon imam di SM PvD ini
berlangsung setiap bulan. Penulis mendapat konfirmasi atas strategi
pembiayaan ini lewat salah satu pengumuman lisan dari ketua dewan
paroki di kota Sorong pada saat akhir suatu perayaan Misa.
Pengalaman Pengelolaan Sekolah Asrama SM PvD
Lewat penelusuran penelitian fenomenologis-etnometodologis
dengan tehnik observasi, wawancara dan penelitian dokumen, penulis
12 Wawancara dengan Mgr. Hilarion Datus Lega Pr di Sorong pada 2 Mei 2014. 13 Wawancara dengan Rektor SM PvD, RD. Jerry Rumlus Pr pada 15 Mei 2014.
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
96
menemukan pelbagai pengalaman hidup dalam proses habitualisasi
siswa dalam hidup berasrama. Pengalaman ini akan dipaparkan dengan
memperhatikan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan juga multiple intelligence, sebagaimana sudah ditunjukkan dalam kerangka kerja
penelitian ini pada bab I di atas.
Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong didedikasikan
untuk menempa citra dan karakter siswa seminaris yang cerdas secara
utuh dan matang dalam segi spiritualitas, intelektual, dan mental moral
demi terwujudnya sosok pemimpin yang memiliki kecerdasan intelek-
tual dan kecerdasan moral. Untuk mewujudkan tekad tersebut, selain
diupayakan melalui pemenuhan infrastruktur, namun juga melalui
pembangunan suprastruktur; suprastruktur dimaksud adalah perangkat
manajemen pendidikan yang diupayakan oleh stakeholder seminari.
Pengalaman Pengelolaan Kurikulum dan Pembinaan
Pengelolaan Kurikulum
Kurikulum dan pengajaran yang diterapkan dalam Seminari
Menengah Petrus Van Diepen Sorong didasarkan pada tujuan-tujuan
sebagai berikut:
a. Memperdalam cinta akan Yesus dari Nazareth dan motivasi
panggilan anak.
b. Meningkatkan kepekaan dan pengetahuan akan situasi dan
kebutuhan Gereja di Kepala Burung, Papua Barat.
c. Meningkatkan kemampuan kognitif, emosional dan psiko-motorik
anak-anak.
d. Mempersiapkan kader „new leadership‟ bagi Papua yang mampu
berakar dalam dan menantang budaya dan irama hidup masyarakat
Papua.
Frater Yustinus R.T. Neno SVD, salah seorang staf pengajar dan
pamong asrama SM PvD mengomentari demikian:
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
97
“Tujuan pendirian dan misi Seminari Petrus van Diepen adalah menjadikan para seminaris untuk mencintai pencerdasan dalam segi spiritual (sancitas), intelektual (sciencia) dan fisik mental-moral (sanitas); mengutamakan mutu dan memberdayakan pembelajar yang terbuka dan toleran dalam membentuk kebersamaan sosial yang beragam dan menanamkan dalam diri seminaris mentalitas agen pastoral yang tahan uji dan berbakti bagi Gereja dan Bangsa. Berdiri di atas pendirian dan misi akan melahirkan para seminaris sebagai manusia yang berkualitas, baik bagi Bangsa maupun Gereja. Roh pendirian dan misi Seminari menjadi kekuatan dan penggerak untuk memacu semangat dari para pembina dan pendidik untuk menjadikan peserta didik makin hari makin bersinar”.
Kurikulum pendidikan jenjang pendidikan SMP dan SMA yang
ada di Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong menggunakan
kurikulum sesuai dengan standard nasional. Tetapi ada tambahan yang
khas atau muatan lokal yang diberikan kepada siswa-siswa seminari.
Pelajaran khas tersebut adalah pengetahuan-pengetahuan tertentu
yang sungguh berciri khas Katolik dan diharapkan dapat menunjang
tugas mereka sebagai pemimpin agama atau masyarakat kelak.
Pelajaran itu misalnya: Kitab Suci, Bahasa Latin, Liturgi, Bina Vokalia.
Pelajaran-pelajaran ini diberikan pada tingkat SMP. Untuk tingkat
SMA diberikan pelajaran bahasa Latin, bahasa Jerman, jurnalistik dan
Dramaturgi. Pelajaran-pelajaran ini diberikan pada waktu pagi, di
antara kegiatan belajar mengajar sekolah karena dijadikan sebagai
muatan lokal.
Seminari Petrus van Diepen seringkali mengalami kesulitan
pada awal tahun pelajaran mengingat tamatan SMP yang masuk
seminari ada yang belum bisa menyesuaikan diri dengan pelajaran
SMA. Karena itu sekolah mengambil kebijakan untuk mengadakan
remedial course sebagai bentuk pengulangan bahan-bahan pelajaran
SMP, terutama mata pelajaran dasar seperti bahasa Indonesia,
matematika dan IPA, umumnya diberikan pada sore hari 14. Remedial course ini berlangsung selama satu tahun dan dinamakan Kelas
14 (lihat Pedoman Seminaris pada lampiran no 3)
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
98
Persiapan Bawah (KPB), yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2008.
Juga sesudah menamatkan jenjang SMA, sebelum masuk ke seminari
tinggi, para siswa harus mengikuti satu tahun Kelas Persiapan Atas
(KPA) untuk memperdalam kemampuan berbahasa asing, khususnya
bahasa Inggris, Latin, dan juga kompetensi lainnya yang dibutuhkan
nanti. Pada pertengahan tahun 2008 lulusan kelas III SMP
pindah/melanjutkan ke SMA. Bagi siswa-siswa yang berasal dari SMP-
SMP lain diterima di „Petrus van Diepen‟ di Kelas Persiapan Bawah
(KPB), satu tahun remedial course, sebelum mereka dapat melanjutkan
ke SMA. Demikianlah pada tahun ajaran 2008/2009 diterima di kelas
KPB 34 anak.
Agar siswa seminari memiliki pengetahuan yang luas maka
waktu studi mendapat tempat khusus dalam acara komunitas. Waktu
studi ini penting untuk menyiapkan pelajaran hari berikut atau
mengerjakan tugas yang diberikan oleh para guru. Untuk menun-
jang suasana belajar yang baik, semua seminaris diharuskan memper-
hatikan dan menjaga keheningan (silentium) pada waktu studi. Studi di
luar jam pelajaran sekolah dilaksanakan 2 kali yakni pukul 17.00-19.00
untuk studi pertama dan pukul 20.00-21.00 untuk studi kedua.
Kepala SMP SM PvD, R.D. Adrianus Tuturop Pr, antara lain
menegaskan demikian,
Penataan kegiatan harian ditata mulai dari doa pagi, sarapan pagi, studi/belajar (pagi sampai siang), makan siang, istirahat siang, pengembangan minat bakat, pendampingan bidang rohani, les sore, makan malam, belajar malam, pendampingan khusus bagi anak-anak (perorangan maupun kelompok) yang perlu didampingi, doa malam, rekreasi dan tidur. Kegiatan mingguannya adalah syering bersama orang-orang sukses dan mapan dalam menjalani hidup. Kegiatan bulanannya adalah seminar dan kadang rekoleksi. Dan kegiatan semesterannya adalah retret. Secara terperinci, kegiatannya diatur dan tercatat dalam kalender pembinaan di asrama dan kalender pendidikan di sekoalah.
Dalam kerangka manajemen kurikulum tersebut, berdasarkan
SK Kepala SMP YPPPK Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
No. 99/SMP/YPPK.SPvD/P1/2011 tentang Pengembangan Kurikulum
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
99
Sekolah, disusunlah tim pengembang kurikulum yang terdiri atas
stakeholder sekolah seperti Kepala sekolah, Kaur kurikulum, Kaur
Sarana prasarana, Kaur Kesiswaan, dan beberapa orang guru. Selain
menggunakan kurikulum standard nasional, dimasukkan pula
kurikulum muatan lokal, yaitu:
a. Kitab Suci
b. Bahasa Latin
c. Bahasa Jerman
d. Jurnalistik
e. Dramaturgi
f. Liturgi
g. Bina Vokalia
Pembinaan di Asrama
Rektor SM PvD memberikan penegasan ini tentang penataan
kehidupan berasrama yang dikelolanya:
Kehidupan asrama di Seminari Petrus van Diepen menjadi sebuah laboratorium sosiologis karena di sekolah asrama terjadi interaksi sosial di mana hubungan antar manusia menjadi kunci utama. Artinya baik di sekolah maupun di asrama diusahakan berbagai pengalaman belajar sebagai persiapan untuk hidup di masyarakat. Dalam hal ini Seminari membuat time schedule / jadwal kegiatan yang terorganisir dalam aturan harian dan program semesteran.
Keunggulan dalam penyelenggaraan pendidikan atau sekolah
asrama adalah pola pembinaan yang diterapkan. Pembinaan yang
dipraktekkan di SM PvD yaitu segala upaya yang dilakukan oleh
asrama di dalam mencapai tujuan pendidikan secara umum maupun
secara khusus, yaitu tujuan penyelenggaraan sekolah dengan sistem
asrama oleh SM PvD. Pembinaan seminari SM PvD dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan personal untuk setiap angkatan/
tingkat baik di jenjang SMP maupun SMA. Pembinaan ini meliputi:
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
100
Aspek Rohani (Spiritual Quotiens)
“Melalui acara-acara rohani, seminaris dibimbing dan diarahkan untuk semakin beriman dan mengikuti pola hidup Kristus dan Maria. Mereka didampingi agar berkembang dalam hidup rohani dan memantapkan panggilan”, demikian kata Rektor SM PvD. (Sorong, 15 Juni 2014)
Perhatian pembinaan diarahkan pada pendampingan
intrapersonal intelligence (lihat Bab I). Pembinaan pada aspek rohani
dilakukan dengan metode antara lain ibadat pagi, doa pagi, ekaristi,
ibadat pujian (salve), pengakuan dosa, doa penutup, rekoleksi, buku
refleksi mingguan, retret, aksi panggilan, membawa kata pengantar
dalam ekaristi.
“Setiap siswa seminari wajib mengikuti acara-acara harian di sini, teristimewa untuk kegiatan-kegiatan doa harian, seperti doa pagi, doa malam, dsb. Awalnya siswa yang baru sangat sulit untuk beradaptasi dengan program hidup di sini, namun setelah tiga bulan mereka menjadi terbiasa”, kata Rektor SM PvD saat diwawancarai (Sorong, 15 Juni 2014).
Pembinaan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang
Maha Esa bagi siswa dilakukan, melalui 1) kegiatan rutin perayaan
ekaristi berbahasa Inggris dan Indonesia di sekolah, 2) peringatan hari
besar keagamaan; dan 3) berbagai perlombaan keagamaan pada bulan
kitab suci. Dalam kegiatan-kegiatan ini para siswa dilatih bertugas
sebagai putra altar, pembaca mazmur dan kitab suci. Bahkan pada
perayaan Paskah dan Natal para seminaris mempersembahkan jalan
salib hidup dan actus natal sebagai cerminan kisah hidup Yesus (lihat
laporan kronik kegiatan ekstrakurikuler siswa dalam lampiran 4 dan 5).
Aspek Intelektual (Intellectual Quotiens)
Salah satu tujuan penyelenggaraan pendidikan adalah mendidik
siswa agar memiliki kemampuan intelektual. Demikian juga proses
pembinaan yang dilakukan di SM PvD yaitu untuk menciptakan siswa
yang memiliki kemampuan intelektual. Pembinaan aspek intelektual
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
101
ini diupayakan melalui metode atau cara-cara antara lain: a) Program
pendidikan di Seminari Petrus van Diepen; b) Pelajaran Khas Seminari,
yaitu muatan lokal; c) Studi ; d) Kegiatan Ekstrakurikuler Seminaris.
Kegiatan ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara teori
dan praktek di lapangan melalui kegiatan laboratorium, survey
lapangan, penelitian, penulisan makalah, serta penerbitan majalah
„CERDAS‟. Selain itu, para seminaris juga dibudayakan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat ilmiah dan melatih public speaking melalui lomba debat, seminar, kampanye, serta pidato dalam
bahasa Inggris. Pembinaan ini terarah pada pengembangan linguistic intelligence (lihat Bab I).
“Awalnya para siswa baru masih takut-takut untuk berbicara bahasa Inggris, tetapi melihat kakak-kakak mereka yang tidak canggung berbicara bahasa Inggeris, mereka pun berusaha untuk terlibat dalam percakapan, dan akhirnya mereka menjadi berani setelah beberapa kali pertemuan. Untuk ketrampilan mendengarkan, secara rutin juga diadakan perayaan Misa dalam bahasa Inggris”, kata seorang staf Pembina15.
Pembinaan prestasi akademik siswa juga dilakukan dengan cara
antara lain: 1) Mengikuti berbagai perlombaan prestasi akademik (sains
dan bahasa), seni dan olah raga di tingkat kabupaten, propinsi serta
nasional; 2) Menyelenggarakan pertandingan persahabatan antar
sekolah dan organisasi; 3) Terlibat sebagai sponsor paduan suara di
beberapa gereja (bdk. Musical intelligence dalam bab I); 4) Pembuatan
majalah dinding di sekolah dan Tabloid CERDAS; 5) Menyeleng-
garakan Konser Band “SM PvD”; 6) Menyelenggarakan pertunjukan
Tunggal Hati Seminari/Maria (THS/THM).
15 Demikian komentar Kepala SMA yang juga pamong asrama, pater Yan Vaenbes Pr, Aimas, 12 Juni 2014. Lihat juga lampiran 4 dan 5: kronik kegiatan siswa dan ulasan dalam majalah „Cerdas‟.
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
102
Aspek sosial (Social Quotiens)
Aspek sosial dilaksanakan untuk mewujudkan siswa agar
memiliki kesadaran sosial atau interpersonal intelligence (lihat Bab I).
Seminaris maupun pembina menjalani hidup dalam komunitas
dan dalam komunitaslah pribadi seorang seminaris dibentuk.
Pembentukan dan pemupukan aspek sosial ini dilakukan dengan
kegiatan antara lain: 1) „Kerja Tangan‟; 2) Olahraga; 3) Perizinan.
Misalnya Live in: para siswa ditempatkan di rumah-rumah keluarga,
mereka mengikuti aturan hidup keluarga serta mereka mengusahakan
apa yang pernah mereka pelajari: antara lain bagaimana tentang
perhatian kepada lingkungan; sampah dan disiplin waktu.
“Kami sangat senang saat berkunjung selama liburan sekolah di paroki Santu Yosep, Fakfak, dan tinggal di tengah keluarga umat. Kami belajar untuk membuat pekerjaan rumah tangga, dan juga kami sudah menghibur umat dengan pertunjukan drama dan sulap yang sudah kami pelajari di seminari‟, kata seorang seminaris dengan bangga.16
Kegiatan olah raga bersama dilakukan rutin satu minggu satu
kali. Selain sebagai bentuk pembinaan di bidang sanitas dan kinesthetic intelligence (lihat Bab I), kegiatan ini juga bertujuan untuk memupuk
rasa persaudaraan dan menjunjung sportifitas di antara seminaris. Saat
ini bidang olah raga lebih difokuskan pada dua cabang yang menjadi
minat para seminaris yaitu: 1) Sepak Bola, sebagai olah raga andalan
para seminaris yang rutin dilatih pada hari selasa sore; selain latihan,
mereka juga beberapa kali mengadakan pertandingan persahabatan
dengan sekolah atau komunitas lain. 2) Tunggal Hati Seminari –
Tunggal Hati Maria (THS – THM), sebagai organisasi pencak silat
Katolik yang berdiri 10 November 1985 memiliki semboyan “Pro Patria et Ecclesia” (bagi bangsa dan gereja); melalui organisasi THS-
THM, para seminaris dilatih untuk merasul dan mendekatkan diri pada
Tuhan dan sesama melalui olah fisik, mental dan spiritual.
16 Wawancara dengan salah saorang siswa, Paskalis Kosay, di Aimas, 12 Maret 2014.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
103
Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional untuk mendidik
manusia seutuhnya (UU Sisdiknas), penyelenggaraan SM PvD ini
memperhatikan pendidikan dan pembinaan manusia muda seutuhnya.
Bila persekolahan lebih menekankan aspek intelektual, maka
pembinaan di asrama memperhatikan pengembangan pelbagai
inteligensi manusiawi (multiple intelligence; lihat Bab II), bukan hanya
pendidikan budi pekerti, seperti yang banyak dikemukakan dalam
ulasan media massa.
Berdasarkan uraian di atas, pendekatan multiple intelligence
dalam proses pendidikan di SM PvD ini diwujudkan dengan:
menerapkan muatan lokal seperti pelajaran bahasa Latin, melalui
penataan jadwal harian yang teratur, misalnya makan 3 kali sehari,
istirahat tidur siang dan malam, waktu studi dan olah raga, penataan
kebersihan diri dan lingkungan, latihan olah raga dan kesenian (visual intelligence), latihan hidup rohani, dsb. Selain itu, pembina atau
formator juga mengikuti tahap perkembangan anak didik dengan
cermat, khususnya dalam hal hubungan dengan keluarga, dengan
teman sesama laki-laki maupun wanita.
Pengalaman Pengelolaan Peserta Didik
Perkembangan Siswa Seminari Jenjang SMP
Pada tahun ajaran 2005-2006 diseleksi dan diterima satu kelas
tingkat SMP (diharapkan sekitar 30 anak). Ternyata yang datang ada 36
anak. Tetapi sesudah tiga bulan, 7 (tujuh) anak telah meninggalkan
seminari, sehingga pada November 2005 jumlah anak seminari
berjumlah 29 anak. Pada tahun pertama itu para seminaris bersekolah
di SMP YPPK St. Don Bosco di kota Sorong, kira-kira sekitar 30 km
jauhnya dari lokasi seminari. Pada bulan November 2005 mulai
dibangun gedung sekolah dan sebuah kapela di Kelurahan Mariat
Pantai, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, pada lahan yang
diperuntukkan bagi pembangunan asrama/sekolah seminari.
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
104
Tahun Ajaran 2006-2007 gedung baru seminari sudah bisa
dipakai. Walau dengan keterbatasan, tahun ajaran ini seminari
membuka empat kelas untuk siswa baru, dengan ketentuan siswa
perkelas antara 25-30 anak. Maka pada tahun ajaran ini diterima 80
siswa untuk seminari (semuanya laki-laki dan katolik), dan 20 siswa-
siswi untuk bukan seminari (baik anak katolik maupun bukan katolik).
Angkatan ke dua tidak lagi bersekolah di kota Sorong, dan sudah mulai
digunakan fasilitas gedung SMP Seminari di Mariat Pantai. Tahun 2007
sedang dibangun lantai II, sehingga pada angkatan 2007-2008 dapat
diterima lagi 100 anak seminaris (dan sejumlah anak bukan seminari).
Demikian selanjutnya sampai tahun 2013 diterima siswa yang calon
imam (seminaris) dan yang bukan calon imam, seperti ditunjuk pada
tabel 4.8 untuk jenjang SMP di bawah ini:
Tabel 4.8
Perkembangan Siswa SMP SM PvD tahun 2005-2013
SISWA-I SMP SEMINARI PETRUS VAN DIEPEN SORONG
ANGKATAN KELAS 8 KELAS 9 KELAS 10 LULUS TAK
TAHUN PRIA Wanita TOTAL PRIA Wanita TOTAL D.O. PRIA Wanita TOTAL D.O. LULUS
2005/6 30 7 37 23 7 30 7 21 9 17 4
2006/7 75 13 88 75 13 88 0 26 2 28 60 20 8
2007/8 95 10 105 69 6 75 20 48 8 56 19 44 12
2008/9 152 7 159 73 5 78 81 50 7 57 21 40 17
2009/10 88 10 98 85 13 98 0 42 7 49 47 48 1
2010/11 87 8 95 52 18 70 25 39 12 51 19
2011/12 118 31 149 68 19 97 52 38 19 55 42
2012/13 89 41 130 75 35 113 17
2013/2014 98 43 141
Terdapat beberapa gejala yang menonjol yang dapat ditarik dari tabel
4.8 di atas ini, yaitu:
1) Penerimaan siswa baru SMP SM PvD.
Seminari sebenarnya adalah sekolah yang dikhususkan bagi para
calon imam Katolik, yang terbatas pada kaum lelaki saja, tetapi SMPvD
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
105
mengambil kebijkan untuk juga menerima kelompok perempuan. Bila
pada tahun-tahun awal kelompok siswi yang diterima hanya berkisar
10%, maka jumlah siswi yang diterima dalam tiga tahun terakhir ini
cenderung meningkat menjadi lebih dari 30%. Gejala peningkatan
kelompok siswi ini bisa diduga karena daya tarik keberadaan asrama
putri yang dikelola para zuster.
Dilihat dari jumlah penerimaan siswa baru pada setiap awal
tahun ajaran, terdapat gejala menarik, yaitu bila pada tahun awal
hanya diterima satu kelas saja untuk 37 orang, maka sejak tahun ke dua
jumlah siswanya meningkat lebih dari dua kali lipat dan terpaksa harus
dibuka 3, 4, atau 5 kelas parallel untuk jenjang kelas 7 (tujuh). Dan bila
dicermati, pada 4 tahun pertama jumlah siswa yang diterima ini
cenderung naik signifikan, sekitar empat kali lipat dari kondisi pada
tahun awal, tetapi pada dua tahun sesudahnya jumlah siswa menurun
drastis (tinggal 60% dari tahun 2008/9); hal ini menyiratkan bahwa ada
suatu masalah dalam hal pengelolaan sekolah, dan pihak yayasan sudah
mengambil kebijakan untuk menata lagi manajemen PTK, antara lain
dengan menggantikan Kepala Sekolah dan Rektor/Kepala Asrama.
Kemudian dalam tiga tahun terakhir animo calon siswa menanjak lagi,
sehingga sekolah sudah harus menyediakan 4 sampai 5 kelas parallel.
Ditinjau dari daerah asal siswa muncul juga gejala yang
menarik, yaitu siswa yang mendaftar bukan hanya dari daerah kota dan
kabupaten Sorong, dimana SMPvD ini berlokasi, tetapi sudah diutus
siswa dari pelbagai daerah di Propinsi Papua Barat, malahan dari luar
propinsi ini sendiri. Hal ini menjadi nyata bila daerah asal siswa ini
dibedakan menurut areal pembagian wilayah pastoral dari KMS, yang
diketahui dibedakan atas 6 (enam) pengelompokan TPW (Tim Pastoral
Wilayah) yaitu: Sorong (yang mencakup kota Sorong, kabupaten
Sorong, Tambrauw, Raja Ampat), Manokwari (yang mencakup kota
Manokwari, Kabupaten Manokwari), Babo-Bintuni (yang mencakup
kabupaten Bintuni), Ayawasi (yang mencakup kabupaten Maybrat dan
Sorong Selatan), Fakfak (yang mencakup kabupaten Fakfak), dan
Kaimana (yang meliputi kabupaten Kaimana). Berdasarkan daerah asal
siswa yang baru masuk, diperoleh data demikian:
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
106
Tabel 4.9
Daerah asal siswa baru SMP SMPvD sejak tahun 2005-2011
Tahun Sorong Mnkw Bintuni Aywsi Fakfak Kaiman Papua Luar
2005 18 4 1 5 9 0 0 0
2006 50 12 3 8 15 0 0 0
2007 32 23 13 16 13 3 0 0
2008 45 12 18 30 13 0 10 15
2009 29 17 7 11 11 1 13 15
2010 31 8 7 7 11 7 9 10
2011 21 6 10 18 14 3 4 18
Total 226 82 59 95 86 14 36 58
Data di tabel 4.9 di atas ini jelas menunjukkan bahwa sejak
awal berdirinya SM PvD ini kebanyakan pelamar berasal dari TPW
Sorong, hal mana bisa dimengerti karena lokasi sekolah asrama ini
berada di wilayah ini; tetapi nampak juga bahwa animo dari anak-anak
TPW Sorong mulai menurun, sedangkan calon-calon dari TPW lain di
propinsi Papua Barat relative ada setiap tahun kecuali dari TPW
Kaimana, yang letaknya agak jauh dan hanya mempunyai dua SD
YPPK. Yang menarik juga ialah sejak tahun 2008 pamor sekolah ini
semakin bertambah dengan masuknya anak-anak dari propinsi
tetangga, yaitu Papua dan dari luar Papua (khususnya Maluku dan
Nusa Tenggara Timur), walaupun di propinsi-propinsi ini sebenarnya
juga terdapat sekolah berasrama sejenis atau seminari menengah.
Salah satu kebijakan yang diambil yayasan ialah untuk tetap
mempertahankan kuota bagi anak-anak asli Papua (minimal salah satu
orang tuanya berdarah asli Papua), nampaknya masih tetap berlaku,
seperti nampak dari daerah asal TPW Ayawasi, Babo-Bintuni, Fakfak
dan Kaimana.
Bapak Antonius Pamudji, salah seorang orang tua yang
memberikan anaknya untuk dibina di SM PvD, memberikan
keterangan demikian:
Pandangan awam tentang seminari adalah suatu sekolah khusus mendidik para calon imam. Pada umumnya sekolah adalah tempat untuk menimba ilmu pergi pagi pulang siang atau bahkan sore. Berbeda dengan Seminari Petrus van Diepen yang menerapkan pola
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
107
“Sekolah Berasrama”, pendidikan yang diterima bukan hanya sebatas ilmu pengetahuan ilmiah, lebih dari itu pendidikan yang diterima anak lebih paripurna pada tujuan yaitu “menelurkan” imam Katolik.
Mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah sebagai awam yang juga mantan guru ada 3 hal yang saya pandang penting dalam proses “mencetak” seorang imam Katolik. Yang pertama adalah faktor lingkungan tempat tinggal/asrama (termasuk aturan-aturan yang diterapkan) harus sedemikian rupa sehingga membentuk karakter/watak yang harus dimilki oleh seorang imam Katolik. Faktor yang pertama ini menjadi pendukung bagi faktor kedua yaitu pendidikan itu sendiri. Pendidikan disini dimaksudkan adalah proses pendidikan watak ilmiah (di sekolah) dan proses pendidikan watak pribadi dan sosial (di asrama)maka tidak lepas dari pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia pendidik dan sarana pra-sarana sebagai pendukung proses pendidikan. Kualitas dan kuantitas kedua hal ini harus sesuai dan mumpuni dalam menanamkan nilai-nilai keilmiahan dan nilai-nilai sosial keagamaan yang ingin dicapai; karena secara umum pendidikan adalah salah satu bentuk kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat dengan perkembangan atau perubahan.
2) Tingginya gejala putus sekolah atau D.O. (drops out)
Tabel 4.8 di atas menunjukkan gejala yang tidak lazim terjadi
dalam sistem persekolahan yang ada di Indonesia, yaitu tingginya
angka putus sekolah atau D.O. Proses seleksi untuk tetap
mempertahankan siswa atau untuk memutuskan pendidikannya di
SMPvD ini berlangsung setiap semester; hal ini cukup beralasan karena
kebanyakan siswa tidak membayar sendiri uang SPP dan asrama
melainkan menerima subsidi. Dalam system sekolah berasrama dengan
tujuan khusus, yaitu untuk mendidik calon-calon imam, proses seleksi
ini berlangsung baik di sekolah, dan ini terlebih menyangkut tingkat
IQ dari siswa sesuai dengan hasil studinya.
Dalam tabel 4.8 di atas kentara bahwa terdapat sekitar 20%
anak yang D.O pada kelas 7 (tujuh) dan juga di kelas 8 sudah terdapat
lagi sekitar 30% anak yang putus sekolah; hal yang sama juga dialami
pada kelas 9 (Sembilan). Bila diambil tiga angkatan yang pertama, yaitu
dari tahun 2005 sampai tahun 2007, siswa yang diterima pada kelas 7
berjumlah total 235 anak, sedangkan yang sampai pada kelas 9 hanya
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
108
tertinggal 105 orang (atau 44%) dan yang bertahan sampai lulus
tercatat 71 orang (atau 30%); dengan kata lain sekitar 70% dari anak
yang masuk seminari ini tidak menamatkan jenjang SMP. Pengalaman
demikian rupanya terjadi di pelbagai seminari menengah di
Indonesia17. Hal ini memang merupakan konsekuensi dari kebijakan
prinsipiil gereja Katolik yang dikenal dengan pepatah Latin (adagium): „non multa sed multum‟, yang berarti‟ tidak mengutamakan jumlah
yang banyak melainkan mutu yang tinggi‟.
Tidak bertahannya siswa/i hingga 3 tahun masa studi tentu
disebabkan oleh beberapa faktor. Pada kesempatan refleksi bersama di
antara para pihak yang terlibat dalam keseluruhan proses
pendampingan dan pengajaran, para staf Pembina SM PvD
membedakannya menjadi dua dimensi besar yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor personal/pribadi para
siswa/i dan keluarga yang memutuskan untuk tidak melanjutkan proses
pendidikan dan pendampingan di SM PvD. Faktor internal yang
dimaksud adalah:
a. Rindu orang tua.
Faktor ini paling banyak muncul di awal-awal proses tahun
pertama masuk. Hal ini bisa dimaklumi karena usia yang
relative muda dengan situasi hidup yang baru (pertama kali
pisah dengan orang tua)
b. Tidak mampu beradaptasi dengan aturan dan pola kehidupan
asrama.
“Kondisi ini biasa terjadi pada tahun-tahun kedua dan ketiga
proses pembelajaran dan pendampingan asrama”, demikian
komentar salah seorang pamong asrama.
Sementara faktor eksternal adalah faktor kelembagaan dimana
ada keputusan lembaga untuk memulangkan peserta didik ke rumah.
Faktor eksternal secara tegas diberikan karena:
17 Misalnya lihat Buku “Profil Seminari Menengah Indonesia. Regio Sulawesi-Ambon-Papua. No. 3. Komisi Seminari Konferensi Waligereja Indonesia. Jakarta, 2007.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
109
a. Tidak patuh pada aturan
b. Secara akademik tidak mencapai nilai ketuntasan minimal
Tingkat putus sekolah ini sebenarnya tidak begitu banyak
terjadi pada pihak sekolah sendiri, karena sekolah masih menerima
adanya siswa yang mengulang kelas pada setiap tahun dan setiap kelas,
sekitar 5-10%, seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.10
Jumlah siswa yang mengulang kelas pada tahun 2010-2013
Tahun kelas VII Kelas VIII Kelas IX Jumlah Total
jumlah Ulang jumlah Ulang jumlah Ulang jumlah Ulang
2010-1 95 1 98 13 57 5 250 19
2011-2 149 5 70 3 49 15 268 23
2012-3 130 28 97 2 51 2 278 32
2013-4 141 8 113 4 55 3 309 15
total 515 42 278 22 212 25 1105 89
Seleksi untuk tetap mempertahankan siswa atau untuk
memulangkannya ini lebih banyak dilaksanakan di asrama, seperti jelas
di Pedoman Pembinaan dalam uraian di atas.
Bapak guru Konradus Jurman S.S, salah seorang guru di SM PvD,
mengutarakan pengamatannya, demikian:
Ada beberpa kebijakan dan aturan di lembaga ini yang seringkali menimbulkan reaksi negative dari para siswa maupn orang tua siswa. Di sekolah: Ada larangan bagi siswa untuk menggunakan HP dan alat elektronik lainnya. Sistem gugur atau tahan kelas bagi siswa yang tidak memenuhi standar kelulusan minimal. Sistem gugur bagi siswa yang sering alpa atau tidak disiplin.
Di asrama: ada kondisi makanan di asrama yang kurang memenuhi standar gizi yang memadai. Siswa seminari mengurus pakaiannya sendiri.
Semua kebijakan, aturan atau keadaan yang disebutkan di atas membuat siswa “merasa sulit” menjadi siswa seminari. Hemat saya, setiap unsur aturan di lembaga ini mengandung nilai edukatif. Keadaan yang membuat siswa “merasa sulit” itu merupakan pendidikan karakter yang memotifasi mereka
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
110
untuk terus berjuang dan mencari kondisi hidup yang lebih baik. Mereka dipacu untuk hidup lebih sederhana dan tetap bahagia tanpa alat elektronik, tanpa makanan yang sesuai selera, melayani diri sendiri bukan dilayani. (Mungkin kita ingat slogan: manusia unggul adalah manusia yang bisa eksis di segala situasi). Terkadang ada banyak orang sukses sekarang, tetapi ternyata karena ia mengalami kepahitan dan kesulitan hidup di masa lalu.
Sistem gugur dan tahan kelas, adalah ketentuan yang memacu siswa untuk selalu berusaha mengejar prestasi. Pendidikan itu bersifat prospektif, atau mengarah ke masa depan. Dengan mencapai prestasi tertentu mereka boleh mendapat prestise di mata masyarakat. Dengan prestasi tertentu mereka boleh menuntut jabatan tertentu di masyarakat kelak (naik peringkat). Sebaliknya, orang yang belum berprestasi harus bisa menerima sanksi yang diberikan dengan jiwa besar.
3) Kelulusan siswa SMP.
Data tabel 4.8 tentang tingkat kelulusan siswa setelah
menempuh ujian akhir SMP dalam kurun waktu 5 tahun pertama ini
menarik untuk dicermati. Nampaknya pengelola sekolah tidak tergiur
dengan reputasi untuk mengejar tingkat kelulusan 100%, sebagaimana
lasim tersiar di media massa saat selesai masa ujian negara. Biarpun
tingkat kelulusan hanya mencapai 60% (tahun 2006) atau 80% (pada
tahun 2007 dan 2008), tidak ada yang didongkrak naik agar lulus.
Nampaknya adagium: „non multa sed multum‟ diperlakukan di sini.
Pendirian Kelas Persiapan Bawah (KPB)
Pengalaman selama tiga tahun pertama, sekitar 70% siswa
harus mengalami putus sekolah dan/atau dikeluarkan dari asrama ini
membuat para pendidik dan formator pada tahun ajaran 2008/9
memutuskan untuk melaksanakan remedial course atau dinamakan
Kelas Persiapan Bawah (KPB). Tujuannya untuk meningkatkan penge-
tahuan yang telah diterima di SD sebagai bentuk persiapan memasuki
SMP, terlebih dalam bidang pengetahuan bahasa dan juga sebagai
proses beradaptasi dengan tuntutan pembinaan dan pola hidup asrama.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
111
Kelas Persiapan Bawah (KPB) ini berlangsung selama 1 (satu)
tahun. Ini tahap persiapan sebelum masuk Sekolah Menengah Atas.
Mata pelajaran yang diberikan pada tahun pertama adalah pengulangan
bahan SMP kelas III (selama semester I) dan sebagian bahan SMA kelas
I (selama semester II) dengan memberikan prioritas pada mata
pelajaran IPA, matematika, bahasa dan pelajaran khas seminari (Kitab
Suci, Liturgi, Bahasa Latin). Setelah dia memasuki tahun II, III dan IV,
mata pelajaran yang diberikan sama seperti Sekolah Menengah Atas
kelas 1, 2 dan 3 pada umumnya. Pada tahun kedua mereka bergabung
dengan seminaris yang memulai pendidikan di seminari sejak kelas 1
SMP. Tentu saja siswa yang mendaftar masuk KPB ini sudah harus
menerima konsekuensi bahwa dia kehilangan satu tahun dibandingkan
dengan teman-teman seusia/seangkatannya, karena KPB ini tidak lasim
dibuat dalam system pendidikan nasional. Walaupun KPB ini tidak
terhitung dalam rangkaian pendidikan resmi nasional, tokoh tetap ada
peminatnya, seperti jelas dalam tabel 4.11 di bawah ini.
Tabel 4. 11
Data Perkembangan Siswa KPB tahun 2008-2013
Angkatan Jumlah KPB Kelas X Kelas XI Kelas XII 2008 24 24 21 16 13 2009 20 20 16 12 10 2010 13 13 12 8 3 2011 8 8 4 2
2012 9 9 7
2013 11 11
Data tabel 4.11 di atas ini menunjukkan juga bahwa dari
jumlah siswa yang masuk KPB ini sekitar 50% atau lebih rendah yang
terus bertahan sampai ke kelas XII, pengalaman yang serupa dengan
para siswa regular SMP.
Perkembangan siswa jenjang SMA.
Setelah siswa calon imam atau seminaris ini menamatkan
jenjang SMP, mereka perlu masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi,
yaitu SMA. Sebenarnya ada pilihan untuk mengirim mereka misalnya
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
112
ke Langgur, propinsi Maluku, atau ke Manado, dimana terdapat SMA
seminari; di keuskupan Amboina, misalnya, terdapat 4 (empat)
seminari menengah untuk jenjang SMP di Tanimbar, Kei, Aru, dan
Tobelo, tapi hanya satu SMA seminari di Langgur, Kei.Tetapi pada
tahun 2008 pihak yayasan dan keuskupan mengambil putusan untuk
mendirikan SMA di kompleks yang sama, agar siswa seminaris yang
tamat SMP di sini bisa melanjutkan studinya di lokasi sekolah dan
asrama yang sama. Alasannya agar para siswa ini tetap dekat dan
mengenali kondisi hidup dan budaya masyarakat di Papua.
Muncul persoalan yang nyata, yaitu jumlah siswa yang tamat
SMP pada tahun 2008 itu hanya 17 orang (lihat tabel 4.8 di atas) dan
ternyata, yang ingin melanjutkan studi di SMA SM PvD, tetap dengan
status calon imam atau seminaris, dan yang wajib tinggal di asrama
untuk pembinaan, hanya tersisa 16 orang. Justru untuk menanggulangi
kekurangan siswa inilah dimulailah Kelas Persiapan Bawah (KPB)
seperti yang diuraikan di atas. Tabel di bawah ini menunjukkan data
perkembangan siswa SMA SMPvD dalam kurun waktu 5 tahun:
Tabel 4.12
Data siswa SMA SMPvD di tahun 2008 sampai 2012
Tahun/Angkatan Siswa Kelas X Siswa Kelas XII Yang Tamat 2008-9 16 14 14 2009-10 37 25 22 2010-11 61 41 41 2011-12 49 Belum Belum 2012-13 43 Belum Belum
Bila dilihat jumlah tamatan SMP di tahun 2008 sampai 2012,
yang tertera pada table 4.8 di atas, langsung nampak bahwa terdapat
beberapa siswa yang tidak ingin melanjutkan ke jenjang SMA sebagai
calon imam dan memilih sekolah yang lain. Jumlah siswa SMA kelas X
sejak tahun ajaran 2009 sampai 2012 ini merupakan gabungan dari
tamatan SMP dan dari KPB yang diselenggarakan oleh SMPvD.
Pengalaman putus sekolah atau D.O. di jenjang SMA ini, dari
kelas X sampai kelas XII, nampaknya mirip dengan pengalaman di
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
113
jenjang SMP. Di sini nampak pula pengetrapan adagium: „non multa sed multum‟. Tetapi tingkat kelulusan siswa SMA ini relative lebih
tinggi dibandingkan dengan siswa SMP, yaitu dalam tahun 2008 dan
2010 sudah mencapai 100%.
Berdasarkan uraian di atas, pengelolaan peserta didik yang
dilaksanakan di SM PvD menunjukkan suatu keunggulan tersendiri
dari sekolah sistem asrama ini. SM PvD dalam menyelenggarakan
pendidikan menjalankan Prinsip „non multa sed multum‟. Pembinaan
asrama tidak mempertimbangkan jumlah atau kuantitas lulusan, akan
tetapi lebih pada mutu hidup lulusannya. Hal tersebut dapat dilihat
dari proses seleksi yang dijalankan pada setiap akhir semester. Hal ini
sangat jelas pada kasus tingkat putus sekolah atau D.O. yang begitu
tinggi setiap tahun, terlebih bagi mereka yang tidak mampu
beradaptasi dalam kehidupan asrama. Kebijakan ini menghargai tiap
pribadi anak didik, karena tidak menjadikan mereka hanya sebagai
salah satu nomor dalam jumlah melainkan lebih memperhatikan
minat, bakat dan kemampuan masing-masing sesuai inteligensinya.
Selain itu, di dalam setiap proses pogram pendidikannya
dijalankan sistem Kelas Persiapan Bawah (KPB). KPB ini berusaha
menanggulangi ketertinggalan dalam bidang ilmu dari kelompok anak-
anak yang mengecap pendidikan terlebih di daerah pedesaan yang
mutunya rendah walaupun sudah dinyatakan lulus SMP lengkap
dengan ijazahnya yang bernilai „bagus‟. Remedial course ini membantu
anak untuk tidak menjadi rendah diri dalam pergaulan dengan rekan-
rekannya tetapi mampu bergaul setara dengan mereka yang tamat dari
sekolah yang bermutu lebih baik, khususnya dari perkotaan.
Terakhir yaitu membatasi jumlah siswa per kelas. Kebijakan ini
pun sesuai dengan SNP dan menjamin bahwa guru dan Pembina
mampu untuk mengenali dan mengikuti perkembangan anak. Ratio
guru dan siswa tetap dipertahankan, tanpa jatuh pada godaan finansial
(banyak siswa banyak uang SPP) atau godaan belas kasih yang keliru
(demi menjaga relasi atau demi nama baik, dsb.).
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
114
Pengalaman Pengelolaan Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan
mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau
memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Tenaga
kependidikan di sekolah meliputi Tenaga Pendidik (Guru), Pengelola
Satuan Pendidikan, Pustakawan, Laboran, dan Teknisi sumber belajar.
Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu Guru Kelas, Guru Mata
Pelajaran (Pendidikan Agama serta Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan), dan Guru Pembimbing Khusus. Manajemen tenaga
kependidikan antara lain meliputi: (1) Inventarisasi pegawai; (2)
Pengusulan formasi pegawai; (3) Pengusulan pengangkatan, kenaikan
tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi; (4) Mengatur usaha
kesejahteraan; (5) Mengatur pembagian tugas.
Tenaga Pendidik dan kependidikan SMP di Seminari Menengah Petrus
van Diepen ini ialah:
a. Rd. Adrianus Gaut
b. Ignatia Fitriani Rahayu, S.Pd.
c. Elisabet Eustakia, S.S
d. Konradus Jurman, S.S
e. Maria Oratmangun, S.Si
f. Tri Ratna Sari, S.Si
g. Lusiana Lobia
h. Welliana Febriayanty Iba, S.Pd
i. Fr. Mateus Syukur
j. Fr. Hengky Yerisitouw
k. Br. Yohanis Ari Apelabi, S.Pd
l. Fr. Fidelis Neli, S.Fil
m. RP. Melkianus Kisa, SVD
n. Adelita Sande Lembang, S.Pd
o. Rufina Rita Lobya, SE
p. Longga Jeniaty Pasaribu, S.Ap
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
115
Sedangkan tenaga Pendidik dan Kependidikan untuk SMA yaitu:
a. RP. Aloysius Roja
b. RP. Alan Nasraya, SVD
c. Sr. Maria Rita, OSA
d. ALbertus B. Buntoro
e. Veronika Selvi, S.Pd
f. Fr. Paulinus Ngelo Sawa, S.Fil
g. Fr. Yustinus RT,Neno, S. Fil, SVD
h. Fr. Yanuarius Kalindija, S.Fil
i. Rp.Yohanes Kota
j. Yustina Pakidi, S.Si
k. Drs.Carolus Widiarto
l. Drs. Rafael Gambu
m. Ambrosius Felix, S.Pd
n. Emanuel Prasetya, S.Pt
o. Agnes Ary Wardani, A.Md
Selain tenaga pendidik, Seminari Menengah PvD ini pun
mempunyai staf formator atau Pembina yang memperhatikan kegiatan
hidup di asrama. Komposisi Pembina di SM PvD ini tertera dalam table
di bawah ini:
Tabel 4.13
Komposisi Pembina-Formator di Seminari
Jabatan Tinggal di
Seminari
Mulai Tugas di Seminari
Keterangan
Rektor ya 01-10-2010 RD. Jerry Rumlus Pr
Pamong Akademik ya 01-10-2006 RD Yan Vaenbes Pr
Pamong Spiritualitas ya 04-10-2011 RP. Alan Nasraja SVD
Kepala Asrama (Koord. Pamong)
ya 16-10-2011 Juli 2008
RD. Adrianus Gaut Pr (SMP) RP. A. Roja O.Carm (SMA)
Ekonom ya Agustus 2011
RP. Christo O.Carm
Pamong Unit 1 ya RD. Adrianus Gaut Pr
Pamong Unit 2 ya Frater
Pamong Unit 3 ya Frater
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
116
Pamong Unit 4 ya Frater
Pamong Unit 5 ya Frater
Pamong Unit 6 ya Frater
Pamong Unit 7 ya Frater
Pamong SMA Unit 8 ya Frater
Pamong SMA Unit 9 ya Frater
Pamong SMA Unit 10 ya RP. A. Roja O.Carm
Rektor merangkap beberapa tugas lain di KMS, seperti:
Anggota Dewan Konsultores KMS, Anggota Dewan Keuangan KMS,
Ketua Komisi Panggilan/Seminari KMS. Pamong Akademik merangkap
Kepala SMP/SMA, dan Wakil Rektor. Koordinator Pamong Asrama
SMA merangkap wakil kepala sekolah SMA; sedangkan Koordinator
Pamong Asrama SMP merangkap wakil Kepala Sekolah SMP.
Terdapat beberapa tanggungjawab yang diemban oleh tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu sebagai berikut:
a. Pembagian Tenaga Pengajar dan tugas guru disertai SK oleh
kepala sekolah dengan merujuk pada Job Description
b. Penataan Administrasi Buku Induk Siswa dan arsip surat-
menyurat dan dokumentasi lainnya
c. Laporan Bulanan Sekolah kepada pihak Dinas Pendidikan dan
BP YPPK KMS
d. Laporan bulanan Keuangan kepada pihak Ekonom Keuskupan,
BP YPPK KMS dan Rektor SPVD
e. Penanggungjawab perpustakaan, kantin dan laboratorium
yang ada di sekolah
f. Menghadiri rapat dengan pihak dinas dan yayasan
g. Memperhatikan daftar hadir guru dan siswa
Beban kerja guru diatur dengan memperhatikan petunjuk
yayasan dengan memenuhi waktu 24 jam per minggu. Kadang karena
kondisi jumlah tenaga pengajar maka guru bisa mengalami kelebihan
jam mengajar. Selepas jam mengajar di sekolah guru (pater, romo,
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
117
frater dan bruder) melanjutkan tugas sebagai Pembina di asrama. Tugas
rutin yang dijalankan adalah mendampingi dan mengawasi siswa-siswa
dalam menjalankan aturan harian yang tercantum dalam buku
pedoman pembinaan.
Fr. Yustinus R.T. Neno SVD, salah seorang tenaga pendidik di
SM PvD menyatakan pandangannya tentang kualitas para pendidik SM
PvD demikian:
Seminari Petrus van Diepen memiliki staf pengajar yang berasal dari lulusan Universitas dan Sekolah Tinggi yang berbeda. Lulusan Universitas dan Sekolah Tinggi yang berbeda menunjukkan kualitas staf pengajar yang berbeda pula, baik dalam pengetahuan, metode pengajaran dan cara membahasakan materi yang diberikan kepada peserta didik. Perbedaan itu mendatangkan cara pandang yang berbeda pula, yang diberikan peserta didik kepada para pendidik. Lihat saja komentar dan penilaian peserta didik yang pernah saya dengar, terhadap para pendidik yang bervariasi. Ada yang mengatakan guru ini baik sekali cara mengajar dan bahasa yang digunakan dalam memberikan pengajaran, ada pula yang mengatakan guru itu mempunyai pengetahuan yang luas, tapi ada pula yang mengatakan sebaliknya. Perbedaan komentar dan penilaain dari siswa terjadi karena mereka merasakan dan mengalami proses pengajaran yang diberikan para Guru.
Menurut penilaian saya, kualitas pengajar di seminari tergolong bagus dan ada yang cukup baik. Saya bisa mempertanggungjawabkan penilaian saya ini dari pengetahuan, rasa tanggung jawab, metode dalam mengajar dan cara menyampaikan materi yang dimiliki dari teman-teman guru. Dalam pengamatan saya, ada beberapa guru yang sungguh-sungguh menjalani apa yang saya sebutkan di atas, tetapi ada guru yang tidak sungguh-sungguh menjalankannya. Bisa dikatakan dengan perkataan lain, ada staf guru yang sungguh-sungguh mengabdikan dirinya kepada peserta didik dan lembaga secara total, tapi ada juga guru yang mengabdikan dirinya setengah-setengah saja. Itu terbukti lewat kesaksian hidup yang mereka tampilkan, baik kepada peserta didik dan lembaga.
Bimbingan studi siswa seminari dilakukan dengan mengawasi/
menemani saat belajar pada sore dan malam hari. Untuk tugas
pengawasan ini biasanya para Pembina dibuatkan jadwal piket per
minggu. Tugas dari Pembina asrama antara lain:
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
118
a. Sebagai pamong unit yang bertanggungjawab atas sejumlah
anak yang tinggal di unitnya, rata-rata jumlah anak per unit 27
orang.
b. Bertugas menjaga, mengawasi dan bertindak sebagai orang tua
bagi anak-anak
c. Melakukan ratio, pembicaraan pribadi, wawancara untuk
mengenal anak lebih dekat, biasanya dilakukan sekali dalam
semester dan tidak menutup kemungkinan bagi yang
berkebutuhan khusus.
d. Menjadi penggerak/ koordinator dalam menjalankan kegiatan
harian sesuai aturan harian yang ditetapkan.
e. Dalam menjalankan fungsi pamong, Pembina tetap
berpedomankan pada buku pedoman pembinaan seminari.
Jumlah Pembina Seminari sekarang 15 orang, 8 pastor, 6 frater, 1
bruder. Jumlah siswa seminari 310/15. Ratio Pembina dan siswa 1:20.
Dalam menjalankan pembinaan di seminari ada perbedaan pembinaan
di seminari untuk SMP dan SMA. Diatur sesuai kalender kegiatan
semester yang ditetapkan pada awal semester oleh para Pembina. Hal
ini pandang perlu karena tingkatan pemahaman dan orientasi
pembinaan berbeda.
Pengalaman Pengelolaan Sarana dan Prasarana
Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi,
dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar
dapat memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar
mengajar. Saat ini Seminari sudah mempunyai gedung SMP berlantai
dua, -gedung bertingkat dua, 16 ruangan –, di samping itu ada ruang
perpustakaan, laboratorium Bahasa dan IPA, serta ruang staf pengajar.
Bangunan gedung SMA sama dan sebangun dengan gedung SMP.
Karena keduanya memakai gambar yang sama. Bedanya gedung SMA
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
119
ada gang di tengah yang membelah bangunan segi empat itu. Sehingga
(terkesan) ada dua lokal dalam satu bangunan. Pembangunan SMA
sudah dimulai sejak tahun 2010. Sebagain besar dana dari pemerintah
kabupaten Sorong. Satu lokal sudah rampung dan sudah bisa dipakai
untuk kegiatan belajar mengajar. Sedangkan satu lokal lainnya sedang
dalam tahap pembangunan (lihat foto-foto yang dilampirkan).
Seminari menyediakan asrama dengan daya tampung mencapai
400 siswa. Ada 10 Unit untuk siswa SMP dan SMA, 2 Unit untuk
tenaga Staf Pembina, dan 1 Unit untuk tenaga pengajar (lajang). Ada
fasilitas umum (dapur, ruang makan, aula Semangat). Asrama
dilengkapi dengan fasilitas olah raga (lapangan basket, volley, bola
kaki).
Salah seorang guru dan pamong asrama, frater Yustinus R.T.
Neno SVD, memberikan komentarnya tentang sarana-prasarana di SM
PvD demikian:
Seminari Petrus van Diepen memiliki bangunan yang berkualitas; layak dijadikan sebagai tempat untuk menggali dan menimba pengetahuan dan pembentukan karakter bagi peserta didik. Dikatakan bangunan berkualitas karena jenis gedung sekolahnya berskala internasional. Saya mengatakan demikian karena model bangunannya seperti sekolah-sekolah internasional, seperti sekolah di kota-kota besar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Gedung sekolah yang berkualitas dapat membuat peserta didik nyaman dan merasa „at home‟ untuk menimba dan mencari pengetahuan dan melahirkan spirit untuk memacu diri dalam belajar.
Seminari Petrus van Diepen memiliki dua gedung bangunan sekolah yang dipergunakan oleh siswa/i SMP dan siswa/i SMA. Gedung bangunan sekolah selalu mendapat perhatian perawatan, baik oleh para guru maupun siswa-siswi. Salah satu contoh bentuk perawatan yang diberikan kepada bangunan gedung sekolah ialah melarang siswa/i untuk mencoret tembok bangunan dengan tulisan-tulisan. Namun, terkadang siswa/i tidak mentaati larangan ini, sehingga ada banyak coretan-coretan yang terlukis indah pada dinding tembok bangunan seminari. Hal lain yang dilakukan ialah membersihkan sarang laba-laba yang biasa melekat pada sudut tembok. Ini adalah bentuk tanggapan dan perhatian
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
120
akan rasa memiliki terhadap gedung bangunan seminari dari para pendidik dan peserta didik. Hemat saya, tujuannya adalah membuat gedung sekolah ini tetap indah dan bersih, sehingga baik pendidik dan peserta didik dapat merasa nyaman dan bergairah dalam proses belajar-mengajar.
Pengalaman Pengelolaan Pembiayaan Asrama
Sebagai bagian dari upaya untuk mencerdaskan umat,
keberadaan SM PvD menjadi alternatif bagi anak Papua untuk
menimba ilmu. Berdasarkan latar belakang siswa yang menjadi murid
di asrama SM PvD, kebanyakan mereka adalah asli Papua. Dari segi
kehidupan ekonomi, pada umumnya mereka tergolong miskin. Oleh
karena itu, penyelenggarakan pendidikan asrama SM PvD tidak
memungut biaya bagi siswa yang masuk ke sekolah ini.
Pembiayaan pendidikan asrama diperoleh dari sumber-sumber
dana bagi Seminari. Partisipasi orangtua siswa, paroki-paroki se-
Keuskupan, GOTAUS (Gerakan Orang Tua Asuh Seminaris),
Pemerintah, dan donatur. Selain itu, sumber dana juga diusahakan
secara swasembada dari pihak sekolah/asrama untuk membantu self-support dana: kebun sayur, ternak babi dan sapi. Untuk tahun-tahun
mendatang: sewa bis sekolah/seminari, uang sewa gedung rapat/retret,
petermakan.
Sedangkan jumlah biaya hidup yang dibutuhkan untuk sekolah
dan seminari yaitu: Jumlah biaya sekolah per bulan sebesar Rp 200.000,
Jumlah biaya asrama per bulan Rp 300.000. Pakaian seragam seharga
Rp 375.000 (SMA: Rp 490.000) ditanggung orangtua. Tak ada pungutan
„uang pembangunan‟ atau „uang masuk‟ dan tagihan lain-lain (OSIS,
laboratorium, perpustakaan, dsb.), buku-buku pelajaran disiapkan oleh
sekolah dan dipinjamkan kepada para siswa-siswi secara gratis. Hanya
l.k. 40 % orangtua mampu membayar uang asrama/sekolah. Yang lain
diberi beasiswa oleh parokinya (tetapi hanya 8 dari 23 paroki di
Keuskupan Manokwari-Sorong), atau oleh Keuskupan.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
121
Pengalaman Penilaian
Frater Mateus Syukur, salah seorang tenaga pendidik dan serentak
pamong-formator di SM PvD membeberkan pengalamannya tentang
arah pendidikan SM PvD, antara lain demikian:
Arah perjalanan hidup lembaga seminari dibangun di atas dasar pengharapan akan satu kepastian hidup, di tengah dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Arah perjalanan itu ialah untuk menciptakan manusia yang produktif, kreatif dan inovatif yang berdaya guna baik untuk bangsa, negara maupun untuk gereja. Seminari merupakan sebuah lembaga pendidikan seperti lembaga pendidikan lainnya yang bertujuan untuk memenuhi tuntutan akan kebutuhan manusia yang ingin menjadi manusia sejati, yang bukan hanya sekedar ada namun harus memiliki kesadaran akan adanya dan bertanggungjawab atas adanya. Untuk itulah media yang diperlukan adalah belajar terus-menerus dan tidak ada waktu untuk tidak belajar.
Sudah pasti bahwa setiap lembaga pendidikan apapun di tanah Papua ini, hadir dengan sebuah keunikannya masing-masing. Seminari Petrus Van Diepen juga demikian hadir dengan keunikannya tersendiri. Keunikan itulah yang nantinya menjadi pembeda antara lembaga pendidikan yang satu dengan yang lainnya di tanah Papua tercinta ini. Tentu saja kekhasan yang ada di lembaga Seminari Petrus Van Diepen, mengerucut pada sebuah tujuan untuk membangun mindset anak-anak bangsa terutama putera/puteri Papua.
Seminari hadir untuk membangunkan kesadaran setiap manusia akan pentingnya sebuah pendidikan. Untuk itulah diciptakan sebuah aturan hidup yang tersistematis. Inilah keunikan yang seharusnya tetap dipertahankan di sebuah lembaga pendidikan bahwa ia bukan sekedar membangun salah satu dimensi dari kehidupan manusia tetapi seharusnya mencakup seluruh aspek yang diperlukan demi sebuah keutuhan satu pribadi yang namanya manusia. Hal inilah yang selalu diciptakan di lembaga Seminari Petrus van Diepen.
Ada beberapa aspek pendidikan yang merupakan sarana untuk mencapai sebuah tujuan bagi setiap anak bangsa terutama putera/puteri Papua yang ingin, masih dan sudah mengenyam pendidikan di Seminari Petrus Van Diepen, yaitu Aspek hidup Rohani, Aspek hidup studi dan Aspek
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
122
hidup komunitas. Ketiga aspek ini merupakan gambaran umum yang mana setiap aspek tentu memiliki muatan dasar pendidikan untuk membantu membangunkan kesadaran setiap pribadi terutama yang lahir dari tanah Papua dan ingin menjadikan dirinya bermanfaat bagi kehidupan.
Inilah yang menjadi kekhasan seminari. Aspek rohani bertujuan untuk menyadarkan manusia bahwa ia adalah makhluk spiritual yang senantiasa mengarahkan hidupnya pada sesuatu yang tertinggi yakni Tuhan. Aspek hidup studi bertujuan untuk memaknai keberadaan manusia sebagai pribadi berakal budi yang perlu diisi dengan belajar terus-menerus. Sedangkan aspek hidup komunitas menyadarkan manusia akan dirinya sebagai makhluk sosial yang tentunya tidak bisa hidup tanpa adanya pribadi yang lain.
Ketiga aspek ini merupakan gambaran umum, yang pastinya setiap aspek ada aturan dalam pelaksanaannya di Seminari Petrus Van Diepen.
Kepala SMP di SM PvD, RD. Adrianus Tuturop Pr, memberikan juga
arah pendampingan yang dilakukan selama ini, yaitu:
….bagian dari pendampingan yang dilakukan selama ini yaitu terarah pada: 1. Siswa/i-Seminaris menyadari nilai-nilai manusiawi yang
tumbuh dalam keluarga dan dapat berkembang dalam kehidupan komunitas di seminari
2. Siswa/i-Seminaris menyadari perlunya perkembangan bebas menuju kepribadian yang dewasa. Pribadi yang dewasa tercermin pada: keseimbangan antara segi rasional/ intelektual dan emosional-afeksi, ketekunan, ketabahan, disiplin diri, menghayati seksualitas secara sehat, berinisiatif dan kreatif.
3. Kedewasaan pribadi secara kristiani: hidup berpola pada Yesus Kristus, menerima dan menghayati rahmat Tuhan, ketekunan dan kesetiaan mendengarkan sabda Allah, menghayati nilai-nilai hidup rohani dan bersama. Siswa/i-Seminaris rela menerima bimbingan rohani, makin mampu mengenal panggilan Allah
4. Siswa/i-Seminaris menyadari bahwa kedewasaan kristiani berkembang jika ditopang oleh perkembangan kedewasaan manusiawi
5. Seorang manusia dewasa secara manusiawi dan kristiani, dilengkapi dengan kemampuan belajar mandiri. Hidup berpola pada Yesus Kristus dan menuju “imamat” dengan
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
123
meneladan Bunda Maria dalam menghayati panggilan hidupnya
6. Pribadi dewasa secara manusiawi: mengenal jati dirinya meskipun masih memerlukan pengukuhannya
7. Manusia dewasa berarti memiliki pribadi yang utuh, bukan hanya mengenal diri melainkan akrab dengan dirinya. Ia tahu dan menerima keunggulan dan kelemahannya. Kedewasaannya tampak pada kemapanan intelektual dan kepribadian
8. Menjadi manusia cerdas yang mampu bersaing di segala level dengan tetap bersandar pada nilai-nilai kemanusiaan
Itulah upaya yang dilakukan oleh para pendamping, baik secara khusus di sekolah maupun di asrama.
Demikian pula bapak guru Konradus Jurman S.S., menyatakan
pengalamannya tentang pendidikan berpola asrama di SM PvD
demikian:
Konsep pendidikan seminari bukan hanya untuk menguasai apa yang disebut 3M (membaca, menulis dan menghitung). Pendidikan seminari harus berorientasi kepada pembentukan kepribadian orang secara komprehensif, sekurang-kurangnya ada tiga tema besar yang disingkat dengan 3S (Scientia, Sanitas dan Sanctitas atau berilmu, sehat, dansuci). Untuk mewujudkan manusia berkepribadian 3S ini tentu kita membutuhkan sebuah panti pendidikan yang mendukung untuk itu, yakni gedung sekolah dan Asrama yang memadai.
Siswa-siswi yang hidup di sekolah dan asrama, mereka sungguh-sungguh diasah, ditempa dan dididik selama 24 jam. Di asrama, mereka sungguh-sungguh mengetahui dan merasakan mengalirnya waktu diikuti dengan berbagai macam kegiatan yang sudah terencana dan terjadwal. Semua kegiatan itu bermuara pada pembentukan kepribadian peserta didik untuk mewujudkan 3M dan 3S tadi. Secara sederhana, orang mengatakan bahwa pendidikan berpola asrama melatih orang untuk hidup “disiplin waktu.”
Mereduksi pendidikan berpola asrama dengan soal “displin waktu” hemat saya adabenarnya, karena segala sesuatu kita lakukan dalam “bingkai waktu.” Waktu terus berjalan, apabila kita tidak mengisinya dengan berbagai kegiatan yang bermagna maka waktu itu akan megalir dengan sia-sia. Pendidikan berpola asrama, dengan berbagai kegiatan terjadwal, tentunya mampu merubah mindset siswa akan pentingnya mengisi hidup dengan melakukan berbagai
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
124
kegiatan berguna dari waktu ke waktu. Setiap waktu mengalir juga mengalirkan rahmat, sehingga orang Barat mengatakanTime is money. Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan rahmat atau uang.
Pengalaman Kompetensi Kelulusan Siswa
Paskalis Kosay, salah seorang siswa SM PvD menuliskan
pengalamannya yang membanggakan tentang kompetensi
kelulusannya demikian,
Saya adalah siswa yang berasal dari Wamena dan secara geografis jauh dari Sorong. Saya bangga bersekolah di Seminari Petrus van Diepen. Kebanggaan saya ini beralasan karena selama kurun waktu proses belajar saya mengalami perkembangan dalam bidang-bidang berikut yang menjadi dasar orientasi pendidikan di Seminari antara lain: 1. Aspek intelektual
Dalam proses saya mengalami perkembangan karena guru-guru mampu mentransfer ilmu pengetahuan secara baik. Standar intelektual yang harus dicapai adalah 70 . standar ini menjadi penanda sekaligus pendongkrak semangat untuk terus memacu diri dalam belajar. Saya benar mengalami perkembangan dalam hal belajar. Di sini saya belajar bahwa belajar bukan hanya untuk sebuah angka tetapi belajar untuk hidup.
2. Aspek spiritual Pada aspek ini saya diajarkan dan belajar untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Kegiatan rohani yang dijalani adalah: ibadat pagi, ekaristi/misa, salve, pengakuan dosa, rekoleksi, retret, dan completorium/ doa penutup. Aspek spiritual membentuk kecerdasan spiritual sebagai bentuk kesadaran akan yang Ilahi. Saya belajar untuk membawa diri di hadapan Tuhan pencipta. Saya belajar untuk rendah hati di hadapan sang pencipta.
3. Aspek Jasmani Yang saya belajar dari aspek ini adalah pengolahan diri dalam kesehatan fisik, mental dan relasi sosial. Saya belajar melalui aturan harian yang mengkondisikan untuk hidup sehat, bermain bersama, hidup bersama, kegembiraan teman menjadi kegembiaraan saya, kedukaan teman menjadi kedukaan bersama. Saya mengalami situasi pengolahan mental untuk bertumbuh sebagai seorang anak. Dalam proses pengolahan hidup di sana-sini saya mengalami situasi pasang dan surut.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
125
Terkadang sampai putus asa, tetapi saya bahagia karena terus ditemani oleh para guru di sekolah dan pamong di asrama dengan motivasi dan pengajaran akan hidup yang baik.
Akhirnya saya mau mengatakan bahwa sekolah asrama seminari Petrus van Diepen adalah jawaban bagi cita-cita saya untuk sekolah dan tinggal di asrama. Saya belajar untuk mandiri dalam berbagai hal. Menurut saya inilah model pendidikan yang menjawab kebutuhan anak-anak Papua.
Frater Yustinus R.T. Neno SVD memberikan pemaparan yang
bisa menggambarkan kualitas peserta didik SM PvD dengan output yang dlahirkan oleh sekolah berpola asrama ini, demikian:
Kualitas peserta didik seminari van Diepen sangat berbantung dari beberapa hal, seperti: Pertama, kualitas pendidik. Kualitas dari pendidik sangat mempunyai pengaruh besar terhadap proses perkembangan anak, terutama dalam aspek kognigtif, psikoemosional, spiritual dan pembentukan karakter. Di sini, guru yang berkualitas tahu bagaimana mendidik dan menjadikan seorang peserta didik yang berkualitas dari semua aspek, bukan hanya satn aspek saja. Jadi, kualitas pendidik bisa menjadi penentu dari kualitasnya seorang peserta didik.
Kedua, harus ditemukan sebuah „sistem yang tepat‟ dalam lembaga seminari. Sistem yang dimaksudkan ialah atmosfer Seminari yang dapat membuat para seminari menyadari akan keberadaannya di seminari.Sebagai contoh, ketika saya pertama kali sekolah di seminari Flores, saya langsung merasakan atmosfer seminari yang menanamkan budaya baca, sangat menghargai waktu, menghargai keheningan, dan lain sebagainya. Atmosfer ini yang membius saya untuk harus diikuti dan dijalankan dalam kehidupan saya di seminari. Dan apa yang saya terima di seminari menengah terbawa sampai saat ini. Jika sistem yang sudah cocok dan tepat itu ditemukan, saya yakin nuansa seminari saat ini akan berbeda; seminari makin bersinar.
Dua hal yang saya sebutkan di atas menjadi anjuran untuk menjadikan siswa/i seminari berkualitas. Dalam pengamatan saya sekarang ini, secara akademik untuk konteks Papua, khususnya Kabupaten Sorong, siswa/i seminari termasuk peserta didik yang berkualitas secara akademik. Tapi untuk konteks Papua secara keseluruhan belum teralu pasti. Hal ini terjadi karena masih ada banyak orang yang lebih berkualitas di sekolah lain.
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
126
Di samping itu juga, Seminari van Diepen dikenal sangat menjunjung tinggi nilai kejujuran, perhatian para guru kepada siswa yang sangat baik dan peraturan yang ditetapkan lembaga seminari yang tergolong keras. Hal initerjadi karena di dalam tubuh seminari van Diepen sendiri (pendidik dan peserta didik) sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Dan ini yang menjadi kualitas Van Diepen.
Sepuluh tahun usia seminari van Diepen sudah menghasilkan output yang melanjutkan study diberbagai universitas, baik dalam negeri maupun luar negeri. Diusia yang masih tergolong sangat muda, van Diepen melahirkan putra-putri yang mampu bersaing dengan mahasiawa dari latarbelakang pendidikan yang berbeda. Buktinya, laskar-laskar van Diepen masih bertahan di universitas terkenal seperti Sanata Darma dan universitas ternama di luar negeri.
Ada juga putra-putra yang dilahirkan dari rahim van Diepen untuk melanjutkan studinya di lembaga calon pembentukan imam. Putra-putra pilihan Tuhan ini bersedia menanggapi dan menjawabi panggilan Allah untuk menjadi Imam Keuskupan dan bairawan misionaris. Mereka tersebar ke beberapa keuskupan seperti Keuskupan Manokwari Sorong, Jayapura dan beberapa konggregasi seperti OSA, O. Carm dan SVD. Pendidikakan, pembinaan dan pembentukan yang terjadi di rahim Petrus van Diepen sudah melahirkan putra-putri yang berkualitas. Pengbadian, kerja keras dan kerjasama antarpembina, pendidik dan peserta didik melahirkan output-output yang berkualitas.
Hasil Pengelolaan Seminari Menengah „Petrus van Diepen‟
di Kabupaten Sorong
Penyelenggaraan pendidikan bagi siswa SM PvD diupayakan
untuk mewujudkan seorang manusia dewasa secara manusiawi dan
Kristiani pada tingkatnya serta diperlengkapi dengan kemampuan
untuk belajar hidup secara tekun dan reflektif menuju pribadi yang
berpola pada hidup Yesus Kristus18. Pribadi yang demikian memiliki
ciri-ciri: memiliki sikap yang terbuka; memiliki semangat pelayanan;
mampu berefleksi; peduli terhadap sesama dan lingkungan yang dijiwai
dengan hati nurani yang luhur dalam terang iman Kristiani.
18 Lihat Pedoman Pembinaan Calon Imam di Indonesia, 2001:31.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
127
Selain bertujuan untuk mewujudkan pribadi yang unggul
tersebut, asrama juga bertujuan mewujudkan prestasi akademik siswa.
Hasil prestasi siswa dilihat dari sejauh mana para peserta didik dapat
menerima proses pembelajaran yang diberikan oleh para guru
(kwalitatif) dan berdasarkan nilai akhir (rapor) sebagai bentuk evaluasi
belajar mengajar.
“Pada lingkup yang lebih besar, prestasi akademik para siswa/i kami ukur dari presentase tingkat kelulusan dari setiap angkatan. Sebagai sebuah lembaga yang mengedepankan aspek kejujuran dalam pelaksanaan Ujian Nasional dan system penilaian di sekolah, kami cukup berbangga dengan prestasi akademik yang dimiliki oleh peserta didik. Jika dibuat rata-rata secara umum dari beberapa kali pelaksanaan Ujian Nasional, presentase kelulusan untuk tingkat SMP sebesar 86%, sementara untuk tingkat SMA sebesar 96%”, demikian komentar Rektor SM PvD.
Berikut tabel yang dapat menggambarkan prestasi akademik
peserta didik.
Tabel 4.14.
Prestasi Akademik Siswa/I SM PvD pada Tingkat SMP
Tahun/Ajaran Siswa/i SMP kelas
3 Lulus
Tingkat Kelulusan
2007/2008 21 17 81% 2008/2009 30 20 67% 2009/2010 59 44 75% 2010/2011 42 40 95% 2011/2012 50 48 96% 2012/2013 47 belum ada data belum ada data Rata-rata 86%
Tabel 4.15.
Prestasi Akademik Siswa/I SM PvD pada Tingkat SMA
Tahun/Ajaran Siswa/i SMA kelas
3 Lulus
Tingkat Kelulusan
2010/2011 14 14 100% 2011/2012 25 22 88% 2012/2013 41 41 100%
Rata-rata 96%
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
128
Perjuangan total dari para peserta didik memang patut
diacungkan jempol, karena bukan saja menonjol pada aspek akademik
di sekolah, melainkan juga mampu berprestasi dan bersaing dengan
sekolah lain. Dalam beberapa ajang perlombaan baik pada lingkup lokal
maupun Nasional, SMPvD tidak pernah absen untuk ikut serta dalam
seleksi Olimpiade Sains di tingkat kabupaten, propinsi bahkan tingkat
nasional.
SM PvD pernah menjuarai ajang olimpiade sains yang
dikhususkan untuk anak-anak asli Papua dan diselenggarakan P.T.
Freeport Indonesia untuk mata lomba Biologi, Fisika, Kimia,
Matematika dan karya tulis Ilmiah. Selain itu, sebanyak tiga kali ajang
olimpiade sains yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas), siswa SM PvD menjadi delegasi Pemerintah
Propinsi Papua Barat pada kejuaraan Olimpiade Sains Nasional untuk
mata lomba Ekonomi. Prestasi non akademis yang dicapai tampak dari
dikirimnya beberapa siswa/i dalam berbagai pagelaran dan perlombaan
seni budaya tingkat nasional seperti cipta puisi, baca puisi, musik
tradisional dan tarian daerah.
Lulus sekolah menengah atas bukanlah akhir dari perjalanan
pendidikan. Hal ini sudah menjadi kesadaran kolektif dari siswa/i SM
PvD. Setelah menyelesaikan masa studi selama 3 tahun di bangku
SMA, siswa/i berjuang untuk bisa menempuh pendidikan tinggi.
Bahkan, salah satu lulusan (2011) SM PvD sedang melanjutkan
pendidikan di sebuah perguruan tinggi ternama di Jerman. Satu orang
siswa di angkatan ini (2013) juga sedang mempersiapkan diri untuk
melanjutkan pendidikan tinggi di Jerman.
Selain itu, sebagian besar dari lulusan SM PvD pada dua
angkatan (2011 dan 2012) berani untuk memilih dan mengikuti
panggilannya sebagai imam (69%). Lebih jelasnya bisa dilihat pada
grafik dan table di bawah ini.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
129
Gambar 4.1
Konsentrasi Pendidikan Siswa
Tabel 4.16
Data Angkatan dan Konsentrasi Pendidikan
Angkatan Siswa/i SMA kelas
3 Pendidikan Imam Perguruan Tinggi
2011 14 8 6 2012 25 19 6 Total 39 27 12
Persentase 69% 31%
Hasil pengelolaan seminari seperti disebutkan di atas,
menunjukkan bahwa penyelenggaraan sekolah asrama memiliki
berbagai keunggulan dibandingkan dengan sistem non asrama dalam
rangka untuk mengakselerasi prestasi siswa. Kehidupan asrama yang
mengharuskan siswa untuk selalu berada di asrama serta di bawah
pengawasan guru dan pembina di dalam asrama menjadikan siswa
lebih semangat dan lebih giat dalam mengikuti proses pendidikan di
asrama.
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
130
Keunggulan Pengelolaan Asrama SM PvD
Penelitian lain yang kami buat untuk asrama yang ada di kota
Sorong, yakni Asrama Putra St. Agustinus, Asrama Puteri St. Monika
dan Asrama Puteri St. Fransiskus Xaverius19. Asrama-asrama ini sering
disebut sebagai Panti Asuhan. Asrama ini diadakan untuk menampung
anak-anak yang tidak mempunyai keluarga di kota Sorong, namun
berkeinginan melanjutkan studinya di Kota Sorong. Juga terdapat
anak-anak yang memang tidak mempunyai orang tua lagi. Asrama ini
lebih dari sekedar tempat kost sebab di asrama ini ada juga seorang
pembina yang mengatur hidup bersama anak-anak yang ada. Orangtua
memilih tempat ini karena merasa aman bagi anak-anak mereka dan
suasana belajar dapat terciptakan di tempat ini.
Berdasarkan pada hasil wawancara dan observasi serta kajian
dokumen pada SM PvD dan dengan membuat pembandingan tentang
corak pengelolaan pada ketiga asrama-panti asuhan yang disebut di
atas, peneliti keunggulan-keunggulan dari sekolah berpola asrama SM
PvD. Sekolah berpola asrama SM PvD menjadi sekolah alternatif yang
secara intensif mendidik siswa dari segi rohani dan jasmani. Sekolah ini
telah berusaha membentuk lulusannya menjadi manusia yang
seutuhnya. Sekolah ini mempunyai kesatuan kurikulum dengan
asrama; sehingga dapat dikatakan menjadi sebuah kurikulum hidup.
Kurikulum hidup itulah yang kami sebut sebagai keunggulan
dari Sekolah berpola Asrama SMPvD. Kurikulum hidup ini bercorak
“komunikatif-Integratif”. Dalam arti yang lebih luas – komunikasi
integratif – atau dengan istilah lain komunikasi terpadu dapat juga
dimaknai sebagai pengembangan komunikasi hidup harian antar
anggota keluarga inti seperti, suami-istri, orang tua dan anak, serta
diantara anak-anak. Keberhasilan komunikasi integratif dapat dicapai
jika ada sikap empatik, membuka pintu hati dan mendengar aktif.
19 Selain mengunjungi asrama-panti asuhan ini dan membuat observasi serta wawancara dengan para pamongnya, peneliti sudah memintakan para pamong dari masing-masing asrama-panti asuhan ini untuk menuliskan keterangan mengenai asramanya yang turut dilampirkan dalam buku ini.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
131
Tak jauh berbeda dengan keluarga sebagai sebuah entitas,
pendidikan berpola asrama juga menuntut adanya komunikasi
integratif di antara anggotanya, baik antara perfek, pamong, guru
sebagai wakil dari orang tua (baca: formator) dengan siswa-siswi
sebagai formandi, antara sekolah dengan asrama. Kesemuanya itu
sungguh memanusiakan manusia yang dapat berperan aktif dalam
pembangunan.
Dari seluruh uraian deskriptif di atas ini dapat ditelusuri
beberapa keunggulan atau best practices dalam strategi pengelolaan
dan hasil dari sekolah berasrama SM PvD. Selain keunggulan-
keunggulan umum sekolah berasrama yang sudah disebut dalam bab II
di atas (ada 12 hal yang unggul), SM PvD memiliki keunggulan-
keunggulan yang spesifik sebagai berikut:
a. Sekolah khusus tapi terbuka untuk umum.
Pendirian sekolah SMPvD ini sebenarnya bercorak khusus, yaitu
terarah pada pembentukan calon-calon pemuka dan pelayan umat
Katolik atau calon imam, sebagaimana tersurat dalam nama sekolahnya
sendiri yaitu „Seminari Menengah‟. Sebagaimana lazimnya sebuah
seminari Katolik, para siswa laki-laki itu mengikuti pendidikan formal
dan serentak mendapat pembinaan kehidupan dalam asrama. Tetapi
SMPvD ini menerima juga para siswa yang tidak memiliki aspirasi
untuk menjadi calon imam, malahan menerima kelompok siswi
perempuan yang pasti bukan calon imam. Juga diterima para siswa
yang bukan beragama Katolik.
Kebanyakan siswa itu hidup dan dibina dalam asrama, baik di
asrama seminari dan di asrama putri. Dibandingkan dengan seminari
menengah lainnya di Indonesia, yang jumlahnya 32 buah, kebanyakan
hanya menampung peserta didik yang ingin menjadi calon imam saja,
jadi mayoritas laki-laki. Ada beberapa seminari menengah yang
mengikuti persekolahan SMA Katolik biasa dengan siswa campur:
lelaki dan perempuan, tetapi hanya calon-calon „imam‟-lah yang
tinggal di asrama seminari, sedangkan siswa-siswi lainnya tinggal di
rumah masing-masing. Sementara seminari Petrus van Diepenlah satu-
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
132
satunya seminari untuk para calon imam yang tinggal di asrama,
bersebelahan dengan asrama putri yang dikelola para Suster, dan
semua penghuni asrama ini mengikuti pelajaran di sekolah yang
sama20. Keterbukaan sekolah ini untuk menerima para siswa yang
bukan Katolik pun memberi keunggulan tersendiri, dan para seminaris
ini dapat bersahabat dengan penganut agama lainnya.
b. Pendidikan dan pembinaan manusia seutuhnya.
Sesuai dengan tujuan sistem pendidikan nasional untuk mendidik
manusia seutuhnya (lihat Bab I dan Bab II di atas), penyelenggaraan
SMPvD ini memperhatikan pendidikan dan pembinaan manusia muda
seutuhnya. Bilamana persekolahan lebih menekankan aspek
intelektual, maka pembinaan di asrama memperhatikan pengembangan
pelbagai inteligensi manusiawi (multiple intelligence; lihat Bab I).
“Sa senang sekolah di sini, karna ada lapangan bola kaki. Tiap hari sa su capat makang dan pi main bola. Sapa tau boleh iko Persipura nanti”, demikian ujar seorang siswa yang gemar main sepak bola.21
c. Prinsip „non multa sed multum‟.
Prinsip untuk mementingkan mutu hidup seseorang ketimbang
jumlah atau kuantitas lulusan ini dipegang teguh dalam proses seleksi
yang dijalankan pada setiap akhir semester. Hal ini sangat jelas pada
kasus tingkat putus sekolah atau D.O. yang begitu tinggi setiap tahun,
terlebih bagi mereka yang tidak mampu beradaptasi dalam kehidupan
asrama. Kebijakan ini menghargai setiap pribadi anak didik, karena
tidak menjadikan mereka hanya sebagai salah satu nomor dalam
jumlah melainkan lebih memperhatikan minat, bakat dan kemampuan
masing-masing sesuai inteligensinya. Hal tersebut terungkap dari hasil
wawancara berikut:
20 Wawancara dengan Pamong Akademik, RD Yan Vaenbes Pr pada 15 Mei 2014 21 Saya senang bersekolah di sini, karena ada lapangan sepak bola. Tiap hari saya cepat-cepat makan dan pergi main sepak bola. Siapa tahu saya bisa ikut klub Persipura nanti. Wawancara dengan Paskalis Kosay, di Aimas.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
133
“Setiap akhir semester dalam rapat staf pengajar dibahas tentang perkembangan dan kemajuan para siswa seminari ini, baik untuk pencapaian hasil mata pelajaran mereka maupun untuk penyesuaian tingkah laku mereka dengan kebiasaan dan aturan main asrama seminari ini. Biarpun pintar tetapi tidak mau turut pada kebiasaan hidup seminari, ya terpaksa kami pulangkan ke orang tuanya,”22
d. Keterarahan kepada anak-anak Papua.
Di Papua secara umum, mutu pendidikan masih sangat rendah.
Oleh karena itu, dibutuhkan inisiatif penyelenggaraan pendidikan
yang berorientasi pada pemberdayaan dan pendidikan anak lokal
Papua. SM PvD berdiri guna memberikan pendidikan yang berkualitas
bagi anak-anak Papua. Menyadari kebutuhan tersebut, maka SM PvD
memberikan perlakuan istimewa bagi anak-anak Papua yang
membutuhkan pendidikan.
Menurut Uskup Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr, setiap tahun kita
harus memberi jatah paling kurang 30% kepada anak-anak Papua, yang
mendaftar, agar mereka jangan kalah bersaing dengan sejawatnya yang
bukan Papua, yang nampaknya lebih mudah untuk mendapat akses di
sekolah manapun23. Kebijakan tersebut pun sengaja diambil, mengingat
bahwa akses kepada pendidikan formal bagi masyarakat Papua sampai
kini masih sangat langka, dan pemerintah daerah pun sudah melihat
bahwa kebanyakan sekolah negeri condong dijejali oleh anak-anak
yang „berambut lurus‟. Juga mutu pendidikan dasar di propinsi Papua
Barat relatif rendah, yang berarti juga sudah menyiratkan bahwa
keterbelakangan ini masih akan dialami oleh warga generasi muda
Papua.
Bapak guru, Konradus Jurman S.S., menuliskan komentar demikian
mengenai keterarahan khusus pada anak-anak Papua, demikian:
Ada sebuah mitos di Tanah Papua, bahwa anak Papua tidak bisa berprestasi dalam bidang eksata, tetapi di seminari
22 Wawancara dengan Kepala Asrama, Koordinator Pamong SMP, RD. Adrianus Gaut Pr, pada 18 Mei 2014). 23 Wawancara dengan Uskup Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr pada 11 Mei 2014.
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
134
Petrus van Diepen ada banyak anak Papua selama ini yang ikutserta dalam lomba-lomba mata pelajaran Matematika, dan IPA. Banyak anak Papua yang mengambil jurusan IPA di SMA.
e. Muatan lokal pengetahuan bahasa.
Secara sengaja muatan lokal ini memilih pengajaran bahasa Latin,
yang bisa jadi dipandang sebagai bahasa mati, tetapi pelatihan analisis
kalimat bahasa ini serta logika bahasa yang melatarbelakanginya
memudahkan anak untuk mempelajari bahasa-bahasa lain, termasuk
bahasa daerah yang sangat bervariasi di Papua.
“Saya kira hanya di seminari menengah saja, seperti di sini, yang masih mengajarkan bahasa Latin dengan latihan-latihannya. Di SMP dan SMA lainnya hanya diajarkan Bahasa Inggris dan satu Bahasa asing lain, tetapi Bahasa Latin tidak dikenal24.
Oleh karena itu, ia mengaku beryukur pernah mempelajari Bahasa
Latin dan sebab itu saya lebih mudah untuk mempelajari tatabahasa
lainnya. Karena itu penting sekali untuk memberikan pelajaran Bahasa
Latin kepada para siswa seminari”, kata pengajar Bahasa Latin.
f. Manajemen pembinaan manusia utuh.
Penataan jadwal harian yang teratur, misalnya makan 3 kali sehari,
istirahat tidur siang dan malam, waktu studi dan olah raga, penataan
kebersihan diri dan lingkungan, latihan olah raga dan kesenian, latihan
hidup rohani, dsb, menjawab kebutuhan pelatihan di bidang multiple intelligence. Perkembangan anak didik ini pun diikuti dengan cermat
oleh para pembina atau formator setiap hari, karena mereka tinggal se-
atap dengan anak didiknya di asrama. Dengan demikian anak menjadi
subyek didik dan subyek bina secara intensif.
24 Wawancara dengan Koordinator. Pamong SMA, RP. A. Roja O.Carm pada 25 November 2014 di Aimas.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
135
Pendidikan sejatinya harus menumbuhkan aneka kemampuan
yang memungkinkan seseorang menjadi dirinya sendiri dan terus
meningkatkan diri sebagai pribadi dan warga masyarakat yang semakin
cakap dan bermartabat. Merunut pada pengertian di atas maka tujuan
dasar atau substansi dari pendidikan pola asrama sangat kental dengan
unsur pendidikan. Kelebihan dari sistem pendidikan asrama dapat
diamati dari lingkungan seminaris antara lain:
Pembinaan Murid
Murid-murid yang tinggal di asrama sangat mandiri. Hal ini
tampak dari kenyataan hidup sehari-hari yang hampir seluruhnya
diatur oleh para murid sendiri: merawat dan mencuci pakaian,
membantu memasak, mengatur pengeluaran uang yang diterima dari
orang tua, kerja tangan, membersihkan asrama dan sekolah dan
sebagainya. “Baru di sini saya belajar mencuci dan menyeterika
bajuku”, komentar seorang siswa. Selain itu, murid-murid dengan latar
belakang yang berbeda dapat saling berkenalan dan semuanya
mendapatkan perlakuan yang sama. Keunggulan yang didapatkan
adalah mereka belajar menumbuhkan suasana dan sikap demokrasi dan
saling pengertian.
Para murid punya hubungan akrab satu sama lain, maupun
dengan guru atau pamong atau prefek/bapak asrama dan pembina
lainnya yang ada dalam lingkungan asrama. Akibatnya, ketika murid-
murid meninggalkan asrama baik karena hendak melanjutkan belajar
di tempat lain maupun terjun ke tengah masyarakat dihargai karena
telah memiliki bekal kemampuan yang memadai untuk hidup secara
mandiri dan dewasa .
Aturan Disiplin
Pendekatan yang dipakai sebagai dasar sistem pendidikan
asrama adalah pengkondisian melalui penerapan disiplin. Sesuai
maksudnya, disiplin adalah metode untuk mengontrol atau
mengarahkan aktivitas manusia. Tujuan adanya disiplin adalah untuk
meningkatkan utilitas atau daya guna murid-murid, membentuk
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
136
sejenis mekanisme di mana makin murid-murid patuh maka makin
bergunalah mereka sebaliknya apabila tidak patuh dan memaknai
disiplin sebagai “pengekangan” atau dominasi maka siswa bersangkutan
akan mundur sebagaimana dalam prosentase analisa tabel 4.14 dan 4.15
di atas. Disiplin didasarkan pada perhatian yang cermat pada
keseharian yang dilalui dengan kegiatan-kegiatan yang ditetapkan
disertai kesadaran tentang nilai dari kegiatan-kegiatan keseharian
tersebut. Di sini pendidikan pola asrama telah mengimplementasikan
seruan pendidikan berkarakter dalam sejarah yang sudah teruji.
Disiplin dilaksanakan lewat sejumlah cara yaitu: Pertama, Melalui pemagaran. Hal ini dapat dilihat bahwa pada kompleks asrama
dikelilingi pagar dengan maksud untuk memudahkan pengawasan.
Murid-murid perlu sadar bahwa area mereka tinggal dikhususkan
untuk maksud pendidikan yang dilengkapi dengan sejumlah fasilitas
penunjang untuk maksud pengkondisian pembelajaran. Dalam lingkup
itu mereka diawasi untuk aktivitas keseharian yang telah ditetapkan.
Kedua, Unit-unit tinggal. Setiap kelompok yang dikategorikan dalam
rombongan tahun masuk diberi tempat masing-masing berupa: rumah
tinggal/kamar tidur, ruang makan, ruang belajar, lemari, tempat tidur,
kamar mandi, Selain itu murid-murid juga diperkenalkan dengan
rumah ibadat, ruang rekreasi dan sebagainya. Pelanggaran atas batas-
batas yang telah ditentukan oleh individu yang tidak berhak
mendapatkan sanksi yang diartikan sebagai kesempatan belajar untuk
bertanggungjawab. Artinya murid-murid mau diajarkan bahwa
masing-masing tempat harus digunakan sesuai fungsinya. Ketiga, Penggunaan time table atau jadwal kegiatan harian yang makin rinci
dan makin ketat termasuk waktu belajar pada sore dan malam hari.
Segi lain dari kehidupan asrama adalah kehadiran dan peran
para pembina atau pendamping. Kebersamaan dan hubungan akrab
antara para seminaris dengan para pendamping menimbulkan dampak
modeling atau peniruan-peneladanan dari murid-murid terhadap
pendamping. Oleh karena itu figur pendamping mempengaruhi
peralihan nilai-nilai yang ditularkan dalam praktek hidup dan ini akan
dicerna lebih cepat dari apa yang diajarkan kepada murid.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
137
Asrama Seminari Van Diepen sebagai Ruang Sosial bagi
Siswa
Analisis keruangan asrama (keberasramaan) menjadi sesuatu
yang tidak dapat dielakkan dalam melihat fenomena sosial dan dampak
ruang asrama bagi siswa. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan
oleh Herbert J. Gans (1991) bahwa ruang tidak dapat diabaikan dalam
menganalisis hubungan sebab akibat antara ruang dan masyarakat. Hal
tersebut disebabkan karena: (1) ruang alam mempengaruhi kehidupan
sosial dan kolektivitas; dan (2) dari cara-cara yang tak terhitung di
mana kolektivitas ini berubah ruang alam menjadi ruang sosial dan
bentuk penggunaannya.
Pendidikan berpola asrama di SM PvD, yang menempatkan
siswa dalam satu lokasi tempat tinggal dengan tempat belajar,
memungkinkan siswa untuk menjalin relasi-relasi antar siswa yang
berbeda suku dan kebudayaan secara bebas di dalam asrama. Asrama
menjadi katalisator yang cukup efektif dalam melebur ragam
perbedaan latar belakang suku dan kebudayaan siswa selama menjalani
proses belajar mengajar di dalam asrama. Hal ini menjadi pengalaman
baru bagi siswa dimana siswa dipertemukan dan hidup bersama dalam
waktu yang lama dengan siswa lain yang berasal dari suku dan
kebudayaan yang berbeda-beda.
Kondisi di asrama SM PvD menjadi sarana atau wadah yang
kondusif untuk terjadi pembauran dari berbagai latar belakang suku
dan budaya. Terdapat diferensiasi multikulturalisme yang menyata
dalam hidup keseharian anak-anak. Menarik, membanggakan dan
membahagiakan ketika pandangan mata menangkap pemandangan
sekelompok anak bermain bersama dengan ras yang berbeda (ada ras
Papua, Jawa, Sulawesi, Sumatera, NTT, Ambon). Terdapat semacam
Taman Mini Indonesia dalam konteks manusia yang berbaur.
Pembauran ini tidak hanya kelihatan secara fisik tetapi terlebih
dahulu dikondisikan dengan pemahaman akan nilai positif dari
kebersamaan dalam keberbedaan. Bahwa hakekat dari kebersamaan
adalah martabat manusia. Marten Luther King Junior pernah
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
138
mengatakan: “Saya bermimpi, suatu ketika anak-anak saya tinggal di
suatu tempat yang tidak dibedakan karena warna kulitnya, rambut, ras
dan sukunya tetapi diterima karena mereka adalah manusia ciptaan
Tuhan”. Mimpi yang sama sementara diperjuangkan di SM PvD.
Perlahan tapi pasti mimpi ini terwujud. Pola pembauran
menghilangkan rasa kesukuan ini tidak begitu saja dihadirkan tetapi
melalui pembinaan dan pendidikan. Pembinaan dilakukan lewat:
konferensi bulanan di asrama; sebagian besar tema
konferensinya tentang kebersamaan, persaudaraan,
kekeluargaan, kasih sayang/cinta kasih, martabat manusia.
Dalam hal penempatan kamar tidur di asrama, polanya
ditempatkan satu kamar empat orang anak dengan asal yang
berbeda. Selama kurun waktu satu semester terjadi interaksi
yang pada akhirnya terjadi penerimaan satu dengan yang lain
dengan pemahaman bahwa keberbedaan perlu ada tetapi untuk
saling memperkaya dan saling membesarkan.
Pembauran seperti ini berlanjut pada pembagian anggota meja
di kamar makan, kelompok kerja harian, dan penempatan
ruang belajar. Pengkondisian ini dimaksud supaya anak-anak
belajar menerima keberbedaan dan menghilangkan rasa
kesukuan (bdk. Iswanti, hlm. 7: 1. menghilangkan rasa
kesukuan).
Pengalaman hidup dalam satu tempat dalam waktu yang lama
bagi siswa tidak hanya menjadi pengalaman baru, melainkan siswa juga
secara otomatis mempraktikkan asimilasi serta beradaptasi dalam
lingkungan baru. Dalam konteks ini, peraturan-peraturan yang
dibentuk di dalam asrama membantu memudahkan terjadinya pola
interaksi di antara siswa yang berlainan suku tersebut. Aturan ketat
dan disiplin yang diterapkan selama di dalam asrama memungkinkan
terjadinya proses-proses sosial yang diinginkan selama siswa menjalani
pendidikan.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
139
Keunggulan pendidikan dengan sistem asrama dibanding
dengan sistem non asrama juga nampak dalam hal pengembangan
potensi sosial siswa. Hal ini disebabkan karena asrama tidak hanya
menjadi tempat berlangsungnya proses belajar mengajar an sich, namun asrama sebagai institusi pendidikan juga menghadirkan nuansa
kehidupan sosial lengkap dengan pranata sosial pada umumnya. Di
asrama siswa dituntut untuk beradaptasi dan bertanggungjawab untuk
melaksanakan perannya masing-masing sesuai dengan ketentuan yang
telah diatur di dalam asrama. Hal ini menjadi modal untuk
membangun potensi-potensi sosial yang ada dalam diri siswa. Sehingga
jika keluar atau lulus kelak, siswa telah siap hidup di dalam masyarakat
yang lebih luas.
Pemaknaan akan potensi sosial terjadi di asrama dengan
pembinaan dan pembiasaan hidup sehari-hari. Pada prinsipnya hidup
asrama adalah hidup bersama. Supaya bisa hidup bersama maka
dibutuhkan kecakapan sosial dalam diri masing-masing individu.
Walau demikian kecakapan sosial ini dibiasakan lagi ketika anak-anak
tinggal di asrama. Kecakapan sosial itu menyangkut: kenal diri, terima
diri, simpati, empati dan relasi sosial.
Potensi sosial dikembangkan dengan pemberian atau
pembagian tugas tanggungjawab dalam kehidupan harian berupa; piket
di kamar makan, dapur, kebun, peternakan(memelihara sapi dan babi),
melayani orang sakit/teman yang sakit, membersihkan kamar tidur,
kamar mandi dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan ini merupakan aplikasi
langsung dari potensi sosial anak-anak (bdk.Iswanti, hlm. 7: 2.
Mengembangkan potensi sosial).
Sementara itu, jika dilihat dari jadwal harian serta mingguan
selama di dalam asrama, terlihat aturan-aturan yang menuntut siswa
untuk menjalani rutinitas ritual peribadatan di dalam asrama. Siswa
yang semula tidak rajin beribadat dituntut harus menyesuaikan dengan
pola kehidupan di dalam asrama, yang antara lain terkait dengan
aturan tentang kegiatan-kegiatan spiritual. Ketentuan tentang
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
140
peribadatan yang harus dilaksanakan oleh siswa baik harian maupun
mingguan sudah mampu mengembangkan potensi spiritual siswa.
Potensi spiritual sungguh dikembangkan dalam kehidupan
asrama SM PvD karena seluruh aturan hidup dikemas dalam bingkai
rohani. Hidup harian diawali dengan doa dan perayaan ekaristi dan
diakhiri dengan doa. Dalam keyakinan iman, anak disiapkan untuk
menyadari bahwa hidup ini digerakkan oleh Yang Maha Kuasa.
Kesadaran akan hal ini menjadikan anak memiliki perasaan rendah hati
dan kesadaran untuk bersyukur dan berterima kasih. Pendidikan
spiritual dikemas dalam bentuk: doa bersama, doa pribadi, ekaristi,
meditasi, refleksi mingguan, rekoleksi, retret dan olah rohani pribadi
(bdk, Iswanti, hlm. 7: 3. Mengembangkan potensi spiritual atau
kerohanian).
Demikian juga, sebagai potret kehidupan sosial, asrama
memberikan pengalaman baru bagi siswa untuk menempatkan dan
memainkan perannya masing-masing sesuai dengan peraturan tertulis
yang dijalankan secara rutin. Interaksi rutin ini dijalankan oleh siswa
selama 24 jam atau ketika bangun tidur, hingga tidur kembali.
Rutinitas ini berjalan dan terjadwal sesuai dengan ketentuan yang
diatur di dalam asrama. Kebiasaan yang berlangsung sekian lama yang
dialami siswa di dalam asrama ini mengubah dan mengkondisikan
siswa dalam kehidupan yang baru di dalam asrama. Hal ini ketika
diterapkan dalam jangka panjang, membentuk watak, sikap, akhlak dan
kepribadian siswa.
Pengembangan watak, sikap, akhlak dan kepribadian
sebenarnya adalah muara dari semua aspek hidup yang ditetapkan
dalam aturan harian. Artinya pada setiap aturan yang dihidupi di
asrama secara otomatis membentuk watak-kepribadian anak antara
lain: watak disiplin, kerja keras, mandiri, rajin, tanggungjawab, solider,
persaudaraan, turut mengambil bagian dalam kesulitan yang dihadapi
teman atau orang lain, mendengarkan orang lain, suka berbagi,
memiliki daya tahan dalam menghadapi kesulitan, memiliki daya juang
yang lebih. Itulah sejumlah watak, akhlak, sikap dan kepribadian
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
141
positif yang bisa dikembangkan dan menjadi daya unggul hidup di
asrama. Anak sedari awal ditanamkan kesadaran bahwa hidup berjalan
terus dan dijalani dengan ikut mengambil tanggungjawab atas diri
sendiri bukan terus bergantung pada orang tua dalam arti yang tegas
(bdk. Iswanti, hlm.7 : 4. Mengembangkan watak, sikap, akhlak dan
kepribadian).
Ketika siswa hidup di dalam asrama, maka segala urusan
kehidupan pribadi seperti mencuci baju, dan lain-lain harus dilakukan
sendiri. Berbeda dengan sistem pendidikan non asrama yang hidup
dengan orang tuanya. Di dalam asrama, siswa mengurus segala
urusannya sendiri di luar ketentuan yang diatur di dalam asrama.
Sehingga ketika siswa terbiasa dalam mengurus keperluannya sendiri,
maka akan terbentuk pribadi siswa yang serta timbul etos kerja pada
diri siswa. Melalui budaya kerja sebagai pengejawantahan dari aspek
sanitas, peserta didik diajak untuk lebih mandiri dalam mengurus
kebutuhan pribadi seperti mencuci pakaian dan perangkat makan;
menjaga kebersihan sekolah dan unit (kamar) di asrama; serta
berolahraga. Selain perihal yang menyangkut kepentingan pribadi,
peserta didik juga melakukan kerja bersama dalam kegiatan agribisnis
dengan cara mengelola kebun seluas 2 hektar. Kegiatan ini dilakukan
mulai dari bercocok tanam dan beternak serta pengolahan hasil.
Produk yang didapat dari hasil kebun dan ternak digunakan untuk
konsumsi peserta didik di asrama, berbagai kegiatan kesiswaaan, dan
sebagian diolah untuk dijual di kantin kejujuran.
Aspek sanitas sebagai satu pola pembinaan di asrama dapat
melatih kemandirian dan budaya kerja keras peserta didik.
Harapannya, selepas dari pendidikan di asrama/sekolah SM PvD,
masing-masing pribadi dapat memiliki daya saing dan dapat
beradaptasi di lingkungan masyarakat (bdk. Iswanti, hlm.7 : 5.
Mengembangkan kemandirian dan etos kerja keras).
Keberadaan peraturan di dalam asrama menjadi semacam
pengatur ritme dalam kehidupan di dalam asrama. Peraturan-peraturan
inilah yang mengikat dan mengatur berlangsungnya pranata-pranata
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
142
sosial serta menciptakan kebiasaan-kebiasaan baru bagi siswa.
Pembiasaan yang berlangsung lama ini akan mengembangkan
kedisiplinan bagi siswa. Ketaatan terhadap peraturan menjadi hal
penting dalam menilai siswa di dalam asrama. Kegiatan terjadwal
dengan tuntutan tinggi untuk dapat mencapai prestasi di bidang
akademik maupun non akademik secara tak langsung memunculkan
budaya disiplin pada diri peserta didik. Pada awalnya, jadwal harian
pribadi maupun bersama yang diawali dengan perayaan ekaristi, studi
di sekolah, istirahat (tidur dan makan), olah raga, rekreasi, studi
mandiri (rata-rata 4 jam/hari) dan doa terasa berat untuk diterapkan,
apalagi sebagian besar seminaris berasal dari pedalaman yang
cenderung memiliki rutinitas harian bebas. Namun seiring dengan
berjalannya waktu, para seminaris menjadi terbiasa sehingga
membentuk pola disiplin diri pada masing-masing pribadi.
Upaya pendisiplinan para seminaris juga dilengkapi dengan
paket pemberian poin dan sanksi bagi pelanggar. Upaya ini menjadi
penting untuk memberikan efek jera agar para seminaris semakin bisa
mendisiplinkan diri. Pemberian poin dan sanksi dilengkapi dengan
paket pendampingan personal di mana para seminaris yang melanggar
didampingi oleh pamong/perfek melalui nasehat atau konferensi
bersama. Pengkondisian ini sangat penting agar para seminaris
memiliki kesadaran akan apa yang telah di perbuatnya dan dampak
negatif bagi diri dan komunitas (bdk. Iswanti, hlm. 7: 6.
Mengembangkan kedisiplinan).
Sistem pendidikan asrama di Indonesia pada umumnya
dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma tertentu. Hal
ini disebabkan karena penyelenggaraan pendidikan model asrama
umumnya dimaksudkan untuk tujuan dan fungsi tertentu. Kehidupan
asrama sebagai tempat untuk menempa diri siswa baik dari segi fisik,
mental dan spiritual dianggap paling baik dalam mewujudkan fungsi-
fungsi tersebut. Selama berada di dalam asrama, mental siswa dilatih
dan digembleng sehingga sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena
itu, sistem pendidikan asrama merupakan alternatif sekaligus solusi
dari sistem pendidikan formal konvensional. Pola pembinaan di asrama
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
143
dalam rangka mewujudkan salah satu poin dalam visi dan misi SM
PvD, yaitu mewujudkan kader-kader yang dapat mengabdi pada gereja
dan bangsa diejawantahkan melalui paket pembinaan rohani maupun
kepemimpinan. Dengan memberikan tanggungjawab kepada para
seminaris dalam berbagai kegiatan liturgy sebagai petugas di altar
maupun di belakang altar mengajarkan untuk ambil bagian dalam
pelayanan gereja, mengajarkan untuk berani berbicara di depan umum
(mimbar), dan mengajarkan untuk bekerjasama.
Upaya untuk menjadikan para seminaris pribadi yang unggul
dan bertanggungjawab juga diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan
rutin tahunan seperti rekoleksi, retret, latihan dasar kepemimpinan
dan latihan analisa sosial. Melalui rekoleksi dan retret, para seminaris
diajak untuk melihat kembali (berefleksi) terhadap perilaku hariannya
dan diajar untuk menjadi lebih baik.
Latihan dasar kepemimpinan adalah paket pelatihan yang
mendidik para seminaris untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri
dan pemimpin di masyarakat. Dengan beragam eksperimen dan
permainan (semi outbound) peserta diperkenalkan tentang
kepemimpinan dan berbagai karakter penting seorang pemimpin.
Selain itu, peserta juga diajak untuk mengolah diri secara personal
dengan tahu apa yang menjadi potensi-potensi pribadinya, peserta juga
dituntut untuk dapat saling percaya dan bekerjasama dalam team
sebagai modal utama suatu kelompok kerja.
Teori-teori dasar tentang organisasi dan penyusunan program
kerja juga diajarkan sebagai bekal untuk menyusun program selama
periode kepengurusan. Aspek yang juga penting dan utama adalah
adanya AKSI-REFLEKSI, melihat kembali apa yang dialami dan
dirasakan dalam proses. Latihan Analisa Sosial adalah paket pelatihan
yang mengajak para seminaris memiliki sikap peduli pada lingkungan.
Peserta diajak untuk memiliki keberpihakan kepada orang yang
membutuhkan/kekurangan dari kacamata hak asasi dengan
menggunakan Kitab Suci dan Ajaran Sosial Gereja sebagai dokumen
tertulis yang dimiliki oleh gereja katolik. Prinsip untuk saling berbagi
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
144
dan „man for others‟ ditanamkan dalam berbagai kegiatan (bdk.
Iswanti, hlm.7 : 7. Mencetak kader sesuai dengan yang diharapkan)
Di asrama SM PvD, sebelum siswa masuk dan terlibat dalam
pendidikan yang ditentukan di dalam asrama, siswa harus mengikuti
pendidikan persiapan selama satu tahun. Waktu persiapan menjadi
momen penting bagi siswa untuk beradaptasi dengan lingkungan
asrama. Keberhasilan mengikuti pendidikan di asrama seringkali
tergantung pada keberhasilan pada proses adaptasi atau persiapan awal
ini. Waktu persiapan ini ibarat matrikulasi yang tanpa disadari menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari peningkatan mutu pendidikan.
Sehingga, sekalipun masa persiapan, tetapi siswa juga harus mengikuti
sekian kegiatan yang dilaksanakan bagi siswa lama guna
memperkenalkan siswa baru terhadap lingkungan yang baru. Hal ini
tidak terdapat dalam pembinaan asrama di tempat lain. Sebab bukan
hanya bimbingan dari senior namun juga merupakan sebuah kegiatan
penuh dalam sebuah proses peningkatan mutu.
Spirit yang tertanam dan tampak dari para lulusan adalah
semangat untuk belajar. Terbukti dari semakin tingginya prosentase
(95%) lulusan seminaris yang melanjutkan ke pendidikan tinggi di
dalam maupun di luar negeri, baik yang melanjutkan ke pendidikan
calon IMAM maupun berbagai profesi (kedokteran, ilmu
pemerintahan, ekonomi, pertambangan, dsb).
Semangat untuk belajar sepanjang hidup memang sudah
ditanamkan sejak para seminaris mengikuti pola pembinaan di asrama.
Selain belajar selama 7 jam di sekolah, para seminaris juga dituntut
untuk belajar pribadi setiap hari minimal 4 jam di asrama.
Pengkondisian ini secara tidak langsung menjadi tradisi yang mengakar
hingga mereka dapat memiliki daya tahan lebih ketika mengenyam
pendidikan tinggi dan dapat bersaing dengan nilai akademik yang
cukup memuaskan (bdk. Iswanti, hlm.7 : 8. Mengkondisikan siswa
untuk belajar lebih lanjut).
Keterampilan bahasa asing menjadi salah satu materi penting
yang diajarkan di dalam asrama. Bahasa Inggris, Bahasa Latin dan
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
145
bahasa Jerman merupakan tiga bahasa yang diajarkan kepada siswa.
Kewajiban yang dikenakan kepada siswa untuk mempelajari dua
bahasa asing ini menuntut siswa untuk lebih serius dalam belajar
bahasa asing. Pengawasan pihak berwenang di asrama serta keberadaan
kakak kelas yang hidup seasrama memberikan kemudahan dalam
proses transformasi pengetahuan bahasa di dalam asrama. Belajar dari
pengalaman dan pembiasaan, menggunakan bahasa dalam keseharian
merupakan pintu masuk untuk fasih dalam berbahasa asing. Di sekolah
SM PvD diajarkan tiga Bahasa asing yakni, Bahasa Latin, Bahasa Jerman
dan Bahasa Inggris. Kesadaran bahwa bahasa komunikasi internasional
adalah bahasa Inggris maka pelajaran ini diberi porsi waktu yang lebih
dan dikondisikan untuk pembiasaan dalam keseharian. Pembiasaan itu
dengan saling berkomunikasi dalam bahasa Inggris (English day) pada
setiap hari sabtu dalam minggu. Selain itu pembiasaan dengan
merayakan Ekaristi/ibadat/berdoa dengan menggunakan bahasa
Inggris. Secara perlahan tetapi pasti bahwa anak-anak diperkenalkan
dan digugah kesadarannya akan pentingnya bahasa asing dalam dunia
yang semakin maju (bdk. Iswanti, hlm. 7: 11. Memperlancar
penggunaan bahasa asing).
Selain itu, kompleks asrama yang menggabungkan tempat
tinggal siswa dan lokasi sekolah menjadi keunggulan tersendiri
pendidikan model asrama, seperti di SM PvD ini. Karena di sini bukan
hanya terjadi hidup asrama melainkan hidup keberasramaan. Hal ini
karena penataan ruang fisik asrama dan sekolah menjadikan proses
belajar mengajar lebih efisien. Siswa tidak harus datang dari lokasi yang
jauh dan membutuhkan waktu untuk dapat menjangkau sekolah.
Dengan demikian, jarak tempuh tidak menjadi masalah dan menjadi
tantangan bagi siswa ketika menjalani proses belajar mengajar.
Terkoneksinya tempat tinggal dan lokasi sekolah di satu sisi
menjadikan sistem pendidikan asrama sebagai basis penggemblengan
kader yang sangat efektif dan efisien. Dan dalam keberasramaan inilah
terciptalah ruang sosial yang memungkinkan perjumpaan-perjumpaan
berbagai elemen yang memberikan nilai unggul dalam pembangunan.
Keberasramaan menciptakan relasi-relasi sosial yang memberikan nilai
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
146
unggul dalam setiap pertemuan yang ada sebagaimana tergambar dalam
pandangan akan ruang sosial.
Pola hidup keberasramaan terkondisi dengan penjenjangan
antara senior-junior. Dalam hal ini perlu ditangani secara baik sebab
bila tidak akan berbias negatif pada pola senior menguasai junior yang
tidak sehat. Pengembangan ke arah yang positif diatur dengan
memberikan kepercayaan kepada yang senior untuk mendampingi
junior dalam bimbingan belajar. Pola yang dipakai di asrama SM PvD
adalah siswa SMA mendampingi siswa SMP. Pola ini bermakna ganda
artinya selain senior membantu junior, pada saat yang sama senior
sendiri belajar ulang untuk menguasai bahan ajar yang sudah pernah
dipelajari. Dalam hal ini maksud mepersingkat waktu studi tercapai
karena terjadi saling mengajar dan sekaligus saling belajar antar siswa
sendiri.
Keunggulan lain dari pola sekolah berasrama adalah adanya
efesiensi waktu sehubungan dengan akses ke sekolah. Ketepatan waktu
dan jarak tempuh yang dekat menjadikan waktu berarti bagi anak-
anak. Artinya waktu terisi dengan kegiatan yang berarti bila dibanding
dengan anak-anak yang tinggal di rumah dengan akses jarak yang jauh.
Menghindari kelelahan karena jarak tempuh, menghindari kecelakaan
serta menjadi nyaman dan tenang untuk mempersiapkan diri dalam
belajar (bdk. Iswanti, hlm.7 : 9 & 10 Mempersingkat waktu studi dan
efisiensi waktu).
Sementara itu model kehidupan asrama yang menggabungkan
antara siswa dari berbagai latar belakang etnis, dan para pengampu
sekaligus dalam satu ruang asrama menjadi peluang terciptanya relasi
dan kontak sosial yang cukup intens (Gans, 1991). Dengan demikian
kebersamaan antara siswa dan pengampu dalam satu tempat
memberikan peluang terjadinya kontak langsung satu sama lain. Siswa
dapat dengan mudah menjalin kontak dengan pengampu asrama yang
bertanggungjawab selama 24 jam terhadap aktivitas siswa.
Pendidikan pola asrama di SM PvD ini telah membuahkan
banyak nilai dan hasil yang baik dan masih menjadi unggulan dalam
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
147
proses pendidikan. Jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan
formal, asrama dipandang mampu untuk membentuk peserta didik
(siswa) untuk hidup dan teratur. Sistem pendidikan asrama dan
karakteristik kehidupan di dalamnya mendorong peserta didik agar
mampu memenuhi dan menjalani tugas kehidupan sehari-hari dengan .
Sistem pendidikan asrama adalah salah sistem pendidikan yang mampu
memberi pengaruh yang cukup besar dalam dunia pendidikan, baik
jasmani, rohani, maupun intelegensi, karena sumber nilai dan norma-
norma yang dijadikan acuannya di dalam mengatur ritme kehidupan di
dalam asrama.
Berdasarkan realitas ini, sistem pendidikan asrama sering
disebut sebagai alat transformasi sosial dan kultural sekaligus bagi para
penghuni-penghuni di dalamnya. Fungsi pokok asrama sebagai lokus
yang diperuntukkan mencetak kader. Kegiatan pembelajaran yang
terjadi di dalam asrama tidak sekedar terjadi di dalam ruang-ruang
pembelajaran formal, melainkan terjadi dalam aktifitas setiap waktu
antara siswa dengan siswa yang lain, dan antara siswa dengan
pengampu asrama. Dengan demikian, secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa sistem pendidikan asrama memiliki keunggulan
karena menempatkan siswa dalam ruang sosial baru lengkap dengan
perangkat pranata yang disusun sedemikian rupa untuk mengendalikan
dan mengatur pola interaksi yang berlangsung selama berada di dalam
asrama. Asrama menyediakan pola pendidikan yang menyeimbangkan
seluruh bidang kecerdasan manusiawi (atau multiple intelligence).
Pembangunan Manusia Lewat Pendidikan Keberasramaan
Pengelolaan kehidupan bersama para siswa seminari dalam
suatu lokasi tempat tinggal yang sama berbeda dengan kehidupan di
suatu tempat kost atau asrama mahasiswa atau asrama/barak tentara;
tempat kost, asrama mahasiswa atau barak tentara hanya menjadi
tempat istirahat sesudah kegiatan di luar, dan apa yang dikerjakan di
tempat tinggal ini bergantung dari selera serta kebiasaan penghuninya
tanpa ada pendampingan dari pihak lain. Di SM PvD seluruh
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
148
kehidupan para siswa diikuti dan didampingi oleh para Pembina atau
formator selama 24 jam sehari. Kegiatan belajar di sekolah (SMP atau
SMA), yang terletak dalam satu kompleks yang sama, merupakan satu
point atau kegiatan rutin utama dari seluruh acara harian; kegiatan
belajar di sekolah ini dengan demikian tidak dipandang terpisah dari
kegiatan keseharian, tetapi merupakan bagian dari kesibukan hidup,
atau dengan kata lain pendidikan formal di sekolah terintegrasi dengan
pembinaan kecakapan dan kebiasaan hidup serta pengembangan
karakter siswa. Para siswa seminari ini diajarkan dan dilatih untuk tahu
merawat diri, mengerjakan pekerjaan domestic sendiri dalam
kebersamaan, menyediakan waktu untuk berolah raga,
mengembangkan hidup doa-religius, melatih ketrampilan kesenian,
membiasakan diri untuk belajar secara di luar jam sekolah, serta
belajar hidup secara social bersama dengan teman-temannya yang
berasal dari kabupaten yang berbeda, dengan agama yang berbeda.
Pendidikan multi intelligence yang dikelola secara integral ini
menghasilkan manusia-manusia yang mempunyai integritas diri,
mampu hidup, serta terbiasa mewujudkan nilai sosialitas dalam hidup
berkomunitas.
Dalam bab 1 sudah dikatakan tentang tujuan pembangunan
pendidikan nasional jangka menengah, antara lain: a) untuk
meningkatkan iman, takwa dan akhlak mulia; hal ini antara lain dilatih
lewat kegiatan peribadatan harian, retret tahunan, juga latihan
kejujuran dalam membuat ujian; b) untuk meningkat penguasaan iptek,
c) untuk meningkatkan kualitas jasmani; hal ini dilatih antara lain
lewat olah raga rutin dan keteraturan jadwal kegiatan harian, termasuk
tidur dan istirahat yang cukup, serta makan pada jam-jam yang teratur;
d) untuk meningkatkan daya saing, mutu dan ketrampilan hidup,
mampu menghadapi pelbagai tantangan hidup; hal ini; pelbagai hal ini
sudah terbukti lewat pelbagai keberhasilan dari para siswa seminari,
seperti yang sudah dipaparkan di atas (dalam bab 4 ini); e) untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pelajaran melalui
peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah; hal inipun
sudah dilaksanakan dengan hasil yang memuaskan.
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
149
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa system sekolah
berpola asrama, seperti dipraktekkan di SM PvD ini, bisa berguna dan
memberikan kontribusi bagi usaha untuk membangun manusia-
manusia muda Indonesia sesuai dengan tujuan pembangunan
pendidikan nasional. Pola keberasramaan dari SM PvD ini bisa
dijadikan model bagi usaha pemerintah daerah, khususnya di propinsi
Papua dan Papua Barat, yang sudah lama mencanangkan pendidikan
formal dengan berpola asrama, tetapi yang sampai kini hanya
menghasilkan gedung-gedung asrama yang kosong melompong dan
rusak berantakan, karena para siswa dibiarkan hidup tanpa
pendampingan kependidikan.
Tujuan pembangunan masyarakat adalah untuk menjadikan
manusia dan masyarakat lebih manusiawi. Di antara pelbagai bidang
pembangunan manusia yang berbangsa dan bernegara, bidang
pendidikan memiliki peran sentral, karena kecerdasan dan kemampuan
bahkan watak bangsa di masa mendatang banyak ditentukan oleh
pendidikan yang diberikan saat ini. Pendidikan dalam hal ini menjadi
instrument dalam membangun manusia seutuhnya. Melalui pendidikan
manusia dapat meningkatkan taraf hidup dan melakukan mobilitas
vertical dalam lingkungan social. Bila dilihat situasi pendidikan di
Indonesia, nampaknya terdapat pelbagai jenis dan jenjang sekolah yang
umumnya bergiat dari pagi sampai siang hari saja, dan ada jurang
pemisah antara kegiatan pendidikan formal dan kesibukan hidup
harian di rumah. Apalagi anak-anak, yang baru saja meninggalkan
jenjang SD dan yang baru menanjak usia remaja, cenderung harus
menempuh jarak perjalanan yang jauh untuk mengikuti pendidikan
jenjang SMP dan SMA dan juga mulai mencari-cari habitus hidup yang
semakin jauh dari jangkauan orang tuanya, seraya mengusahakan suatu
relasi social yang baru lewat persahabatan dengan rekan-rekan sejawat
dan seusia di SMP dan/atau SMA. Justru kehidupan bersama di asrama
yang serentak terintegrasi dengan persekolahan memberi mereka
peluang untuk menimba ilmu formal, melatih kecakapan hidup,
membangun karakter dan budi pekerti, serentak menciptakan relasi
kebersamaan dalam lingkungan teman-teman sebaya.
Keunggulan Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen di Kabupaten Sorong
150
Bila dahulu para guru pernah dijuluki sebagai „orang tua yang
ke dua‟ bagi para siswa SMP dan SMA, maka dalam praktek pendidikan
keberasramaan di SM PvD ini para guru serentak berperan sebagai
„orang tua ke dua‟ atau Pembina/pamong yang mendampingi
perkembangan hidup para siswa. Memang harus diakui bahwa adanya
serta berperannya para formator yang serentak adalah tenaga pendidik
di sekolah merupakan keunggulan tersendiri; lasimnya para tenaga
pendidik hanya memperhatikan siswa selama berada di kompleks
persekolahan, dan bila jam pelajaran sekolah berakhir, berakhirlah juga
perhatian para tenaga pendidik. Di SM PvD ini separuh dari tenaga
pendidik adalah serentak tenaga Pembina atau formator. Pendidikan
keberasramaan di SM PvD merupakan suatu usaha untuk
pembangunan manusia yang jitu, terkontrol, tertata rapih, dan
merupakan suatu proses sosialisasi sekunder sesudah proses
habitualisasi di lingkungan keluarga.
Bila dikatakan bahwa tujuan pendidikan yaitu untuk
memanusiakan manusia secara menyeluruh, seperti sudah disebutkan
dalam Bab 2, maka pendidikan dan pembinaan di SM PvD ini dapat
didaku sebagai pola pendidikan dan pengajaran yang unggul, karena
masing-masing siswa diberi kesempatan untuk berkembang menjadi
manusia dewasa, dan mampu, lewat pembinaan dan pendampingan
baik secara individual maupun secara bersama-sama. Pendidikan
keberasramaan di SM PvD mampu untuk mengintegrasikan pendidikan
pengetahuan (transfer of knowledge), memberi perhatian pada
pemupukan ketrampilan hidup (formation of life skills) dan pembinaan
karakter (character building), malahan sudah terjadi pembiasaan untuk
membangun hidup bersama dan kebersamaan antara para siswa dan
antara siswa dengan para pamongnya. Dalam kegiatan pendidikan,
pemupukan, pembinaan yang terintegrasi ini, relasi social yang akrab
antara para pemeran serta dalam hidup berasrama ini terjalin lewat
komunikasi yang intensif lewat perjumpaan harian di sekolah dan di
asrama.
Bila dikatakan dalam Bab 2 bahwa tujuan umum pendidikan
ialah untuk mempersiapkan generasi muda menjadi orang dewasa
Pengelolaan Sekolah Berpola Asrama Seminari Menengah Petrus Van Diepen Sorong
151
anggota masyarakat yang produktif, dengan tuntutan dan harapan agar
generasi muda mengembangkan pribadinya sendiri, mengembangkan
segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya, hingga bisa
bertingkah laku, berbuat dan hidup yang baik dalam berbagai situasi
dan lingkungan masyarakat, maka pendidikan keberasramaan yang
bercorak integrative dan komunikatif di Seminari Menengah Petrus
van Diepen ini sudah sedang menyelenggarakannya. Keberhasilan
suatu proses pendidikan pada hakekatnya baru dapat diukur sesudah
satu jangka waktu yang lama, atau sekurang-kurangnya sesudah satu
generasi manusia, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa walaupun usia
SM PvD ini baru akan mencapai satu dasawarsa, tokh sudah dihasilkan
sejumlah tamatan yang menjadi kebanggaan umat dan masyarakat di
lingkungan asalnya.