KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

104
KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM ORGANISASI FKMSB (FORUM KOMUNIKASI MAHASISWA SANTRI BANYUANYAR) DI JABODETABEK Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos) Oleh: ACHMAD FARUK 109032200021 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016

Transcript of KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

Page 1: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM

ORGANISASI FKMSB (FORUM KOMUNIKASI MAHASISWA

SANTRI BANYUANYAR) DI JABODETABEK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana (S.Sos)

Oleh:

ACHMAD FARUK

109032200021

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016

Page 2: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …
Page 3: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …
Page 4: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …
Page 5: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …
Page 6: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

iv

ABSTRAKSI

Organisasi merupakan wadah berkreasi dan bersilaturahmi yang kemudian juga

memberikan kesempatan bagi semua anggotanya untuk mengembangkan potensi

dalam proses aktualisasi diri. Namun akan menjadi persoalan yang kurang elok ketika

dalam pola relasi organisasi terdapat kelompok yang terlalu mendominasi baik dalam

strukural maupun dalam konteks yang lain. Pada prosesnya, dominasi juga akan

melahirkan sebuah ketimpangan dalam beberapa aspek bagi para anggotanya. Dan

akan menjadi sesuatu yang menarik ketika ketimpangan itu terjadi pada organisasi

mahasiswa santri (mahasantri) sebagai kaum intelektual yang sudah tercerahkan oleh

ilmu pengetahuan. Bagaimanakah dengan mahasantri dalam organisasi FKMSB

Jabodetabek? Persoalan inilah yang diteliti penulis sebagai objek penelitian. Secara

purposif diambil 12 mahasantri sebagai informan, dan difokuskan pada mahasantri

FKMSB yang pernah menjadi pengurus maupun aktif sebagai anggota dari kampus

yang berbeda-beda. Dari beberapa kampus yang berbeda tersebut kemudian

dikelompokan kedalam dua kategori kampus yang mempunyai pola pendidikan

kampus modernis dan yang berorientasi fundamentalis. Metode analisis yang

digunakan adalah Teori Analysis Pathway (GAP) dengan menggunakan empat aspek:

Akses, partisipasi, kontrol dan pemanfaatan, yang semua aspek tersebut digunakan

untuk melihat adanya ketimpangan relasi gender dan beberapa faktor terjadinya

ketimpangan relasi gender mahasantri dalam organisasi FKMSB Jabodetabek

Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan kurangnya akses dan kurangnya

partisipasi anggota perempuan dalam beberapa program pengembangan skill dan

knowledge. Sebagai organisasi modern yang sudah mempunyai AD-ART dalam hal ini

tidak ada aturan yang membatasi perempuan dalam berorganisasi, namun realitanya

anggota perempuan belum sekalipun mendapatkan posisi strategis seperti menjadi

ketua maupun wakil. Bahkan sebagian besar anggota perempuan merasa kurang

dilibatkan dan kurang diberdayakan dalam beberapa kegiatan, sehingga dalam

organisasi FKMSB Jabodetabek ini tampak lebih dominan anggota laki-laki baik

dalam posisi struktural maupun partisipasi dalam beberapa kegiatan. Hal ini juga dapat

menunjukkan bahwa anggota laki-laki lebih mempunyai kontrol (Power) dan lebih

banyak mendapatkan manfaat dari proses berorganisasi. Beberapa faktor yang menjadi

penyebab adalah, faktor pemahaman agama yang masih kental akan pemahan tekstual

yang kemudian sebagian besar informan mempunyai pemahaman tidak membolehkan

perempuan menjadi pemimpin. Kemudian budaya patriarkhi yang masih dianut dari

tanah kelahirannya yakni pulau madura, bahwa dalam relasi sehari-hari selalu

mengedepankan sosok laki-laki dan sebaliknya perempuan dijadikan sebagai the

second class, dan budaya ini berlanjut dalam organisasi ini. Kemudian, relasi

organisasi yang masih lemah, bahwa pola relasi dalam organisasi FKMSB ini masih

kurang ada keterbukaan satu sama lain, seperti masih adanya intruksi dari salah satu

keluarga pesantren (Neng) yang kemudian membatasi kaum perempuan terlibat secara

maksimal dalam proses berorganinsasi. Dan faktor lainnya adalah, banyaknya

mahasantri yang memilih perguruan tinggi aliran timur tengah dengan menggunakan

pola pendidikan yang berorientasi fundamentalis.

Kata kunci: Ketimpangan Gender, Mahasantri, Organisasi

Page 7: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim.

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya berupa

harapan kesempatan dan kekuatan kepada penulis dalam menyelesaikan proses

penulisan skripsi ini, dengan judul “KETIMPANGAN RELASI GENDER

MAHASANTRI DALAM ORGANISASI FORUM KOMUNIKASI

MAHASISWA SANTRI BANYUANYAR (FKMSB) DI JABODETABEK”, dari

awal hingga akhir dalam keadaan sehat walafiat. Semoga penulis selalu diberikan

kesemangatan dan senantiasa dijadikan insan akademis yang selalu dapat menaburkan

kebaikan kepada seluruh alam dan berguna bagi insan sesama sebagaimana

khoirunnas anfauhum linnas.

Penulis menyadari bahwa dalam kepenulisan skripsi ini tidak akan pernah

tercipta tanpa dorongan dan motivasi dari berbagai pihak yang telah rela memberikan

segala bantuan baik itu bantuan moral maupun materil. Oleh sebab itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dede Rosyada sebagai rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Zulkifly, MA., selaku dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si,selaku Ketua Program Studi (Prodi) dan Bapak

Husnul Khitam, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Sosiologi FISIP UIN

Syarif Hidayatullah.

4. Joharotul Jamilah, M.Si, selaku dosen penasehat akademik penulis selama

masih menjalani aktifitas perkuliahan dan sebagai pengajar pada program studi

Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 8: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

vi

5. Ibu Ida Rosyidah, MA, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan

segala kesiapan dan waktu luangnya, tenaga, perhatian dan kesabarannya dalam

memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih

atas ilmunya bunda, semoga tuhan membalasnya dengan kebaikan yang tak

terhingga.

6. Segenap kawan-kawan yang tergabung dalam keluarga besar Ikatan Mahasiswa

Alumni Bata-bata (IMABA) dan Forum Komunikasi Mahasiswa Santri

Banyuanyar (FKMSB) tempat dimana penulis bersilaturrahmi, berjuang dan

berbagi bersama sebagai sesama santri yang berjuang di ibu kota Jakarta.

7. Segenap kawan-kawan yang tergabung dalam keluarga besar Forum

Mahasiswa Madura (FORMAD) Jabodetabek, tempat dimana penulis menjalin

silaturrahmi dan melestarikan identitas primordial-etnis Madura di kota rantau.

8. Kawan-kawan sosiologi angkatan 2009, Ulumudin, Ichsan Fajri, Daniel, Nur

Azizah, Resty, Ahsya, Rian reza, Fahmi, Abdillah, dan kawan-kawan yang

tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, terimakasih atas

kebersamaan dan persaudaraannya selama ini.

9. Teman-teman yang selalu ada buat penulis dan sudah bersedia menjadi sahabat

di dalam suka maupun duka, Achmad Asy’ari, Salim Assegaf, Surahman, Azis

fais, Bung maman, Ainur Rofiq, Badri Amin, Zain panick, Jauharil Wafi,

Hasbul dan Syafie salim. Mator Sakalangkong Serajeh.

10. Sosok yang selalu memberikan harapan baru dan semangat untuk lebih baik

lagi dan segera wisuda. Desy Nurlita terima kasih atas doanya.

11. Semua adek-adek yang selalu mendoakan penulis dan berharap segera

memakai toga, A Rofiq, Taufik, Melqy, Kosim R, Jamal, Imam, Syaiful, Rian

A, Faisol, Hasyin, Fauzi, Ainiatul qoriah, Azizah, Wardah, Hida, Atien dan

Page 9: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …
Page 10: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

viii

DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................... ii

LEMBAR PEMBIMBING ........................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iv

LEMBAR BEBAS PLAGIARISME ........................................................... v

ABSTRAKSI ................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Pertanyaan Penelitian ............................................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 7

D. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 9

E. Kerangka Teori ........................................................................ 14

1. Gender Analisis Pathway .................................................. 14

2. Definisi Konseptual ........................................................... 16

a. Gender ........................................................................ 16

b. Ketimpangan Gender ................................................. 17

c. Mahasantri ................................................................. 21

d. Organisasi ................................................................. 22

F. Metodologi Penelitian .............................................................. 24

1. Pendekatan dan Metode Penelitian ................................... 24

2. Subyek Penelitian .............................................................. 25

3. Lokasi Penelitian ............................................................... 28

4. Waktu Penelitin ................................................................ 28

Page 11: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

ix

5. Jenis Data ......................................................................... 29

a. Data Primer ............................................................... 29

b. Data Sekunder ........................................................... 29

6. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 29

a. Wawancara ................................................................ 31

b. Dokumentasi ............................................................. 31

7. Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................ 30

a. Reduksi Data ............................................................. 30

b. Display Data .............................................................. 31

c. Penarikan Kesimpulan .............................................. 31

G. Sistematika Penelitian .............................................................. 31

BAB II GAMBARAN UMUM

A. Madura, Masyarakat, Santri dan FKMSB .............................. 32

B. Sejarah Berdirinya Organisasi Mahasantri FKMSB ............... 34

C. FKMSB Wilayah Jabodetabek ............................................... 40

D. Latar Belakang Pendidikan ..................................................... 44

BAB III TEMUAN DAN ANALISIS

A. Akses Mahasantri Dalam Mendapatkan Sumber daya Di

Organisasi ................................................................................ 46

1. Akses Mahasantri Dalam Jabatan di Struktural ................ 48

2. Akses Mahasantri Dalam Pengembangan Skill ................. 52

3. Akses Mahasantri Dalam Pengembangan

Knowledge ......................................................................... 55

B. Partisipasi Mahasantri Dalam Organisasi ................................ 58

1. Partisipasi Mahasantri Dalam Skill Managerial ............... 59

2. Partisipasi Mahasantri Dalam Struktur Organisasi ........... 61

Page 12: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

x

3. Partisipasi Mahasantri Dalam Pengembangan Knowledge 66

C. Kontrol dalam Organisasi ........................................................ 69

1. Keterlibatan Mahasantri Dalam Keanggotaan dan Posisi

Struktural ........................................................................... 69

2. Kontrol Mahasantri Dalam Relasi Organisasi .................. 71

D. Manfaat Yang Didapatkan Dalam Organisasi ......................... 75

1. Manfaat Keterlibatan Mahasantri Dalam Kegiatan

FKMSB ............................................................................. 75

2. Manfaat Keberadaan Basecamp FKMSB Jabodetabek .... 77

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

B. Kesimpulan .............................................................................. 79

C. Saran ........................................................................................ 85

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... xiv

LAMPIRAN .................................................................................................. xvi

Page 13: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I.G.2 : Profil Informan FKMSB Jabodetabek 26

Tabel I.G.3 : Waktu Penelitian 27

Tabel II.C.1 : Data Anggota FKMSB Jabodetabek Selama Tiga Tahun Terahir 43

Tabel II.D.1 : Latar belakang Mahasantri FKMSB Jabodetabek 44

Tabel III.A.1 : Akses Mahasantri Dalam Menjabat di Struktur Organisasi FKMSB48

Tabel III.A. 1 : Penafsiran Mahasantri Terhadap Kepemimpinan Perempuan 50

Tabel III.A. 2 :Akses Mahasantri dalam Pengembangan Skill 54

Tabel III.B.1 : Partisipasi Mahasantri Dalam Skill Managerial 59

Tabel III.B.2 : Partisipasi Mahasantri Dalam Struktur Organisasi 62

Tabel III.B.2 : Partisipasi Anggota Perempuan Dalam Struktur Organisasi 64

Tabel III.B.3 : Partisipasi Mahasantri Dalam Pengembangan Knowledge 66

Tabel III.C.1 : Data Jumlah Keanggotaan dan Keterlibatan Mahasantri 69

Tabel III.C.2 : Bentuk Intruksi Neng Kepada Anggota Perempuan 74

Tabel III.D.1 : Manfaat Pelaksanaan Acara FKMSB Terhadap Mahasantr i 76

Tabel III.D.2 : Manfaat Pengadaan Basecamp Terhadap Mahasantri 78

Page 14: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana masih terjadinya

ketimpaangan relasi gender dalam organisasi mahasantri, serta menelusuri

faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa ketimpangan relasi gender masih

saja terjadi dalam organisasi mahasantri yang notabeninya mempunyai basis

pemahaman agama yang kuat. Organisasi mahasantri yang akan menjadi objek

penelitian ini adalah Forum Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar

(FKMSB) di Jabodetabek. Hal ini berangkat dari temuan awal berupa catatan-

catatan, studi dokumentasi serta wawancara dengan para pendiri, alumni dan

anggota, bahwa di dalam organisasi mahasantri tersebut, masih banyak terdapat

temuan ketimpangan relasi gender dalam praktiknya.

Ketika bicara mahasiswa, tentu saja tidak dapat dilepaskan dari

perbincangan kaum intelektual. Dalam beberapa literature sering disinggung

bahwa mahasiswa tergolong dalam barisan kaum intelektual atau cendikiawan.

Memang mereka adalah golongan yang terdidik dan secara keilmuan, mereka

adalah orang-orang yang sedang menjalani proses pematangan intelektual.

Oleh karena itu, tidaklah aneh apabila sering muncul dari golongan ini suara

yang memperjuangkan nilai-nilai keadilan sosial, kebebasan, kemanusiaan,

demokrasi, dan solidaritas kepada kaum tertindas. (Zainuddin, 2004: 72-73).

Dalam hal ini gambaran objektif tentang perbedaan pendidikan di satu

sisi, dan ketimpangan gender di sisi lain, tak pelak menjadi isu penting. Dan

Page 15: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

2

tatanan sosial budaya merupakan dasar bagi berlangsungnya struktur yang

diskriminatif. Hal ini pula yang menjadi penyebab timbulnya ketidakadilan

gender dan ketimpangan pendidikan yang terasa patut untuk diperjuangkan

oleh para cendikiawan. Kalau boleh menilik dari data-data kesenjangan gender

di Jakarta, Sejauh ini hasil yang dicapai upaya pembangunan kualitas hidup di

Jakarta masih tampak kentara cenderung menguntungkan kepada penduduk

laki-laki. Fenomena ini tercermin dari indikator komposit yang digunakan

untuk menilai kesenjangan gender, yaitu IPG menunjukkan angka yang lebih

rendah dibanding IPM. Pada perkembangannya, selama kurun waktu 2009-

2011 IPG DKI Jakarta selalu menunjukkan posisi lebih rendah dibandingkan

IPM. Besaran rasio yang diperoleh berdasarkan perbandingan antara IPG

terhadap IPM pada kisaran 94 - 95 persen. Hal ini dapat dimaknai, meski IPG

memperlihatkan perkembangan yang selalu meningkat selama periode 2009-

2011, tetapi ketimpangan gender masih terjadi. (BPS Provinsi DKI Jakarta

2013).

Ketimpangan relasi gender yang masih terjadi dalam konstrusksi sosial

masyarakat, mengisyaratkan adanya akses dan pembagian peran serta

kekuasaan yang masih mejadi persoalan. Akses dan peran ini adalah persoalan

yang menjadi kajian penting dalam studi gender akhir-akhir ini. Karena dalam

konteks peran dan kekuasaan ini, ketidaksetaraan dan ketimpangan relasi masih

dirasakan menjadi konstruksi masif dan akut dalam relasi sosial yang

berkeadilan. Semakin kentara ketika ketimpangan relasi dan peran gender

terjadi karena adanya aturan, tradisi, dan hubungan sosial timbal balik yang

Page 16: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

3

menentukan feminitas dan maskulinitas, (Azyurmardi Azra, 2003: VII) yang

menyebabkan relasi itu tidak berjalan dalam ruang yang berkeadilan. Hal ini

semakin menjadi persoalan mendasar ketika relasi yang demikian dipandang

sebagai sesuatu yang seharusnya benar dan sah, karena mendapatkan legitimasi

dari budaya dan konstruksi pemahaman keagamaan.

Kenyataan sebagaimana diatas, semakin menjadi persoalan dan unik

ketika semua itu masih terjadi dalam kalangan komunitas atau organisasi yang

anggotanya terdiri dari kaum terdidik di perguruan tinggi (Mahasiswa).

Padahal sebagaimana disebut Blumberger bahwa suatu komunitas dalam hal ini

sebenarnya dapat diharapkan menjadi jawaban bagaimana perempuan

mendapat kesempatan yang sama untuk berkiprah di ruang publik

(Blumberger 1987:123).

Namun harapan ini masih belum menemukan konteks dan ruangnya

dalam sebagian komunitas dan organisasi. Termasuk dalam konteks ini

organisasi mahasantri yang menjadi objek penelitian ini yaitu Forum

Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanayar (FKMSB) yang telah lama berdiri

dan berkiprah dalam ruang-ruang perkotaan seperti di Jabodetabek.

Forum Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar (selanjutnya disebut

FKMSB) sudah memulai kiprahnya sejak tahun 1999 di Yogyakarta, yang

kemudian memperluas sayap anak cabangnya hingga Jabodetabek yang berdiri

pada tahun 2008 silam. Organisasi ini tentu adalah organisasi yang anggotanya

adalah mahasiswa santri atau mahasiswa yang dahulunya adalah seorang santri

(selanjutnya di sebut mahasantri) dari sebuah pondok pesantren semi modern di

Page 17: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

4

Madura, lebih tepatnya adalah Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar

Pamekasan Madura.

Pada perkembangannya, organisasi ini bisa disebut organisasi modern.

Asumsi ini paling tidak berdasarkan beberapa hal; pertama, dari konteks

kelahirnnya, bahwa ia lahir berdasarkan semangat dan pemikiran modern yang

telah bercokol dan menjadi arus utama kalangan santri yang telah menjadi

mahasiswa saat itu. Kedua, berdasarkan tempat kelahirannya yaitu kota

Yogyakarta di mana arus pemikiran modern berlangsung massif. Ketiga,

berdasarkan ruang perkembangan dan tumbuh kembangnya, yaitu di perkotaan

di mana pusat modernisme ditempa sedemikian rupa. Dalam konteks ini bisa

dipahami karena mahasantri ini eksodus dari desa ke kota-kota besar untuk

melanjutkan studi mereka keperguruan tinggi yang memang berada di pusat-

pusat kota seperti di Jabodetabek. Keempat, berdasarkan struktur

organisasinya. Selain sudah mempunyai AD/ART, sistem pemilihan ketua,

proses kerja dan penyusunan kepengurusan sudah dilakukan secara demokratis

sebagaimana organisasi modern pada umumnya.

Dalam konteks kemoderenan sebagaimana disebut di atas, penelitian

terhadap mahasantri FKMSB ini menemukan relevansi dan keunikannya. Hal

ini bisa ditelaah dalam beberapa hal; Pertama, dalam organisasi modern dengan

anggota yang terdiri dari kaum terdidik, serta mempunyai AD/ART yang jelas

ternyata organisasi ini dalam sejarahnya belum sekalipun dipimpin bahkan

mencalonkan atau dicalonkan pimpinannya dari kalangan perempuan.

Page 18: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

5

Kedua, dalam temuan awal penelitian ini, tampak bahwa dalam relasi

keorganisasian antara laki-laki dan perempuan masih sangat terpisah dan

berjarak sedemikian rupa. Hal ini tampak misalnya dalam ruang-ruang kajian,

rapat-rapat, serta dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian yang masih

menggunakan tabir dari kain atau pemisah antara laki-laki dan perempuan.

Ketiga, dalam konteks tertentu justru kalangan perempuan sendiri

menolak secara tegas jika ruang pertemuan dengan laki-laki dan perempuan

tidak diberikan pembatas berupa tabir. Dalam temuan awal penelitian ini

terdapat pula ada kasus-kasus bahwa kalangan perempuan mengancam akan

keluar dan mendirikan organisasi sendiri khusus kalangan perempuan karena

dalam satu kali pertemuannya tidak diberikan tabir.

Keempat, pelibatan atau bahkan keterlibatan dalam pengambilan

keputusan organisasi sangat minim (untuk tidak mengatakan tidak ada).

Bahkan dalam Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) yang terakhir di

Jakarta pada 15 Januari 2015 yang lalu, tampak perempuan tidak dilibatkan

atau bahkan tidak melibatkan diri, bahkan ada, namun hanya menjadi penonton

dan pendengar semata. Sehingga seluruh keputusan Rapat Koordinasi Nasional

(RAKORNAS) itu adalah murni keputusan laki-laki.

Penelitian ini semakin relevan, kala ketimpangan relasi sebagaimana di

atas masih eksis ditengah organisasi yang hidup dan berkembang di tengah

kemoderenan kota Jabodetabek yang metropolitan dimana pemikiran modern

dipupuk untuk maju dan berkembang. Di sisi yang lain, organisasi yang sudah

modern, dengan anggotanya yang terdiri dari mahasiswa terdidik di perguruan

Page 19: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

6

tinggi dengan arus informasi akademik maupun informasi non akademik

masuk setiap hari, namun ketimpangan gender itu masih ditemukan. Melihat

dari perkembangan dan beberapa kasus yang terjadi, tampaknya belum

memungkinkan perempuan untuk sekedar dicalonkan menjadi pimpinan di

organisasi ini karena dominasi laki-laki yang begitu kuat.

Ketimpangan relasi dan peran gender dikalangan mahasiswa santri

seperti FKMSB ini menjadi menarik dan patut untuk diteliti lebih mendalam.

Menarik selain karena organisasi ini lahir dari tangan atau kelompok

mahasiswa, sekelompok elit akademisi yang sudah akrab dengan dunia

pemikiran di kampus, namun dalam praktiksnya masih terjadi dominasi laki-

laki dan ketimpangan relasi dalam berorganisasi. Meskipun tidak dapat

dipungkiri pula kenyataan bahwa mereka (pendiri dan seterusnya anggota-

anggotanya) juga berlatar belakang santri, yakni telah tercerahkan dengan

pendidikan dan kehidupan ala pesantren, tetapi kehidupan sebagai mahasiswa

dan interaksinya dengan semangat dan dialektika di kampus telah sedikit

banyak mempengaruhi pemikiran mereka, namun demikian ketimpangan relasi

itu masih sangat terasa hingga kini.

B. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana ketimpangan relasi gender dalam organisasi mahasantri Forum

Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar (FKMSB) di Jabodetabek?

2. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya ketimpangan relasi gender

dalamorganisasi mahasantri Forum Komunikasi Mahasiswa Santri

Banyuanyar?

Page 20: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan penelitian sebagaimana di atas, maka tujuan

yang hendak dicapai oleh peneliti dalam melakukan penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mendeskripsikan adanya ketimpangan relasi gender mahasantri

Forum Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar (FKMSB) di

Jabodetabek.

2. Selanjutnya adalah untuk mengetahui dan dapat mendeskripsikan faktor-

faktor yang menjadi penyebab masih terjadinya ketimpangan relasi

gender dalam organisasi mahasantri Forum Komunikasi Mahasiswa

Santri Banyuanyar (FKMSB) di Jabodetabek?

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan konstribusi

yang positif bagi semua pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

A. Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber referensi dan

menambah pengetahuan serta dapat dijadikan bahan acuan bagi

penelitian yang lain di masa mendatang.

2. Kemudian hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi bagi dunia pendidikan dan dapat meningkatkan

perkembangan ilmu pengetahuan terutama disiplin ilmu sosiologi

Page 21: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

8

Gender yang memang menemukan relevansinya di masa sekarang

ini.

3. Disamping itu, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu

memperkaya ilmu pengetahuan sosial, terutama dibidang ilmu

sosiologi.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, hasil dari

penelitian ini dapat menjadi koleksi dan referensi yang bisa memberi

wawasan atau pemahaman yang lebih luas tentang sosiologi terlebih

lagi dalam konteks ini adalah sosiologi gender sebagaimana konsen

dari penelitian ini.

2. Bagi Mahasiswa. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

bacaan bagi mahasiswa yang mencari atau membutuhkan informasi,

serta dapat memberikan wawasan atau pemahaman yang lebih

mendalam tentang realitas dan tantangan sosial yang ada saat ini

3. Bagi Peneliti. Hasil penelitian ini menjadi bekal wawasan dan

pengalaman secara nyata sehingga dapat memberi pemahaman dan

kontribusi nyata terhadap persoalan yang ada di masyarakat.

4. Bagi masyarakat umum. Hasil penelitian ini memberi pemahaman

baru kepada masyarakat pada umumnya mengenai kesetaraan gender

yang seharusnya dilakukan dan didapatkan perempuan sehingga

Page 22: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

9

masyarakat mampu untuk memahami dan menelaah atas situasi dan

kondisi tersebut.

D. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini, peneliti menemukan beberapa penelitian yang

cukup relevan mengenai relasi ketimpangan Gender Mahasantri dalam

organisasi.

1. Pertama, hasil penelitian yang dilakukan oleh Miftahuddin, Nur Hidayah,

dan Supardi (2008) yang diberi judul : Sensitivitas Dan Aplikasi

Kesetaraan Gender Di Organisasi Kemahasiswaan Universitas Negeri

Yogyakarta. Dalam penelitian ini Miftahuddin lebih menekankan kepada

sensitivitas perempuan terhadap isu-isu kesetaraan gender dalam

organisasi dimana ia juga menitikberatkan kepada aktivitas atau peran-

peran perempuan dalam beberapa organisasi ekstrakurikuler.Namun dalam

penelitian ini tidak disebutkan secara lebih jelas menggunakan teori apa

dalam mengenalisis permasalahan tersebut.Dan dari hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa wacana gender sebagian besar sudah diakses oleh

organisasi mahasiswa yang menjadi subyek penelitian. Hanya saja dalam

hal sensitivitas dan aplikasi kesetaraan gender belum semuanya

menunjukkan kondisi yang serupa. Kegiatan yang dilakukan pun belum

menjamin bahwa dalam praktek keseharian organisasi mencerminkan hal

senada, karena kenyataan menunjukkan bahwa dalam kegiatan praktis

kepanitiaan perempuan masih sering ditempatkan untuk mengurusi hal-hal

Page 23: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

10

yang bersifat domestik, sedangkan laki-laki sebaliknya. Persamaannya

dengan penelitian ini sama-sama menggunakan metodologi kualitatif, dan

sama-sama ruang lingkupnya adalah organisasi,Namun berbeda dengan

yng akan penulis teliti yakni objek penelitiannya lebih ke organisasi

berbasis pesantren yang mempunyai backround pendidikan yang berbeda-

beda.

2. Tesis yang disusun oleh Lathifatul Hasanah (2007) dengan judul:

Pendidikan Perspektif Gender. Studi Kebijakan tentang kesetaraan dan

keadilan gender di Madrasah. Tesis ini menggunakan beberapa teori dasar

tentang gender. Teori kodrat alam (Nature), teori Kebudayaan (Nurture),

Teori Psikoanalisa dan Teori Fungsionalisme Struktural. Dan

menggunakan dua metodologi kualitatif dan kuantitatif dalam metode

penelitiannya.Dari tesis ini ditemukan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi ketidak setaraan atau kesenjangan gender dalam bidang

pendidikan (Termasuk madrasah) yaitu faktor partisipasi, akses, kontrol

dan faktor manfaat. Persamaannya dengan penelitian ini adalah

menggunakan tema yang sama yaitu kesetaraan gender dan keadilan

gender, serta menggunakan pisau analysis GAP (Gender Analysis

Pathway). Namun yang sangat berbeda disini adalah metodologi dan objek

penelitiannya yang akan dilakukan lebih menekankan ke mahasantri dalam

organisasi, sedangkan hasil penelitian ini lebih kepada para santri di

Madrasah.

Page 24: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

11

3. Tesis yang disusun oleh Eneng Darol Affifah dengan judul” Analisis

Gender dan Pengaruhnya terhadap gerakan perempuan Islam Indonesia:

Studi kasus Pucuk pimpinan fatayat Nahdatul Ulama 2004. Dalam tesis ini

menggunakan teori Interaksionalitas dan teori gerakan perempuan. Dengan

menggunakan metodologi kualitatif dan pendekatan deskriptif, Eksplanatif

dan interpretatives”. Dalam tesis ini memusatkan perhatinnya untuk

menjawab pengaruh perspektif gender terhadap ajaran agama islam dan

gerakan organisasi perempuan islam serta faktor-faktor apa saja yang

melatarbelakangi diadopsinya analisis gender ke dalam organisasi

perempuan islam serta dalam bentuk apa pengaruhnya terhadap gerakan

organisasi. Dalam temuanya pengaruh yang paling terlihat adalah pada

organisasi fatayat Nahdaul Ulama dalam sepuluh tahun terahir ini. Yakni

dengan direalisasikannya beberapa program yang hampir seluruhnya

adalah program berbasis pada analisis gender. Hal ini mampu merubah

cara pandang mengenai hubungan laki-laki dan perempuan. Persamaannya

dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metodologi

kualitatif dan objek penelitiaannya sama-sama dalam ruang lingkup

organisasi. perbedaannya adalah teori yang digunakan adalah

Interaksionalitas dan teori gerakan perempuan, sedangkan disisi lain

penulis menggunakan pisau analysis GAP (Gender Analysis Pathway)

4. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmi Fitrianti & Abdullah dengan

judul : Ketidaksetaraan gender dalam pendidikan. Dari penelitian ini

ditemukan bahwa ada banyak faktor terjadinya ketidaksetaraan gender

Page 25: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

12

dalam pendidikan di daerah Majalaya Kabupaten Karawang. Disebabkan

oleh pengaruh akses, partisipasi, kontrol, manfaat serta nilaipun,

perempuan harus mendahulukan laki-laki dalam meraih kesempatan

pendidikan semenjak dahulu sampai dengan saat ini. Pada masyarakat

Majalaya hal ini diperkuat karena minimnya akses terhadap pendidikan,

rendahnya pertisipasi serta kontrol yang tidak menguntungkan bagi

perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuallitatif dengan

jenis penelitian bersifat eksplanatif. Persamaan yang sangat mendasar

adalah sama-sama meneliti dengan tema yang sama yaitu ketidaksetaraan

gender dan mencari tau faktor ketidak setaraan dengan menggunakan GAP

yaitu ; Faktor Akses, Partisipasi, Kontrol dan manfaat. Serta sama-sama

menggunakan pendekatan metodologi kualitatif. Sedangkan yang

membedakan dengan penelitian disini adalah objek penelitiannya lebih

kepada pendidikan secara umum, sedangkan penulis disini lebih tertuju ke

Mahasantri dalam konteks organisasi.

5. Tesis yang disusun oleh Susanto dengan judul : Sensitivitas Gender Di

Dunia Pesantren, Studi Kasus Pndok Pesantren Dar al- Tauhid Cirebon

Jawa barat. Tesis ini menggunakan metodelogi penelitian bersifat kualitatif

dengan pendekatan geneologi dengan mengikuti studi-studi sejarah dan

antropologi tradisional. Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa

perkembangan sensitivitas gender di Pesantren Dar-al Tauhid Cirebon

semakin menguat. Hal ini ditandai oleh terjadinya pergeseran orientasi

pesantren dari keilmuan klasik minded menuju adanya disvertikasi

Page 26: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

13

keilmuan pesantren yang responsif gender. Upaya sensitivitas ini

dilakukan melalui training, pengajian santri, penerbitan buku yang berisi

ide-ide islam responsif gender, serta pelayanan dan pendampingan korban

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang difasilitasi oleh Women’s

Crisis Center Balqis. Persamaanya dengan penelitian ini sama-sama

menggunakan tema gender dan lingkup penelitiannya juga dalam konteks

pesantren, metodologi penelitian yang sama-sama menggunakan

metodologi kualitatif. Namun yang membedakan adalah yang satu lebih

kepada sensitifitas gendernya namun penulis di sini lebih menekankan

kepada faktor ketidak setaraan atau ketimpangan relasi gender. Yang objek

penelitiannya lebih kepada mahasantri dalam organisasi sedangkan hasil

penelitian ini lebih ke ruang lingkup para santri yang masih berada dalam

pesantren.

Dari berbagai hasil penelitian yang berkaitan dengan relasi

ketimpangan gender dalam organisasi, baik yang berdasarkan penelitian atau

beberapa hasil refleksi lainnya, peneliti melihat bahwa penelitian yang secara

khusus berkaitan dengan Menelaah ketimpangan Relasi Gender Dalam

Organisasi, masih belum secara khusus melihat langsung pada proses

ketimpangan gender sebagaimana fokus penelitian ini. Selain hal itu, jika di

lihat pada objeknya belum pula di temukan penelitian yang meneliti pada

organisasi Mahasantri, khususnya Forum Komunikasi Mahasiswa Santri

Banyuanyar (FKMSB) terlebih penelitian secara khusus menggunakan studi

kasus Organisasi FKMSB wilayah Jabodetabek masih belum ada.

Page 27: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

14

Dengan demikian hasil penelitian ini mempunyai posisi yang berbeda

dengan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Tentu saja hasil

dari penelitian ini diharapakan selain menambah khasanah ilmu pengetahuan

dan melengkapi referensi yang sudah ada, juga menjadi bahan kajian lebih

baik serta menjadi bahan perbandingan yang lebih objektif dan terpercaya

dalam kacamata akademik.

E. Kerangka Teori

1. Gender Analysis Pathway (GAP)

Dalam penelitian ini peneliti mencoba memusatkan perhatian pada

ketidakadilan struktural dan sistem kultural yang disebabkan oleh

konstruksi gender di kalangan mahasantri khusunya di FKMSB

Jabodetabek. Untuk mengetahui hal itu, maka peneliti mencoba

menggunakan pisau analisis, Gender Analysis Pathway (GAP) Alat untuk

mengetahui kesenjangan gender dengan melihat empat aspek: Akses, peran,

kontrol dan manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan dalam

program-program pembangunan.

Dan untuk melihat ruang sosial dan kultural seperti apa

ketimpangan itu terkonstruksi selama ini dan apa saja penyebab dan faktor-

faktornya. Dalam hal ini menurut Moser (1993:) disebabkan oleh empat

faktor : akses, partisipasi, Kontrol dan pemanfaatan. Hal ini juga sejalan

dengan Gender Analisys Pathway (GAP) bagaimana melihat potensi

kesenjangan antara perempuan dan laki-laki sebagai obyek maupun sebagai

Page 28: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

15

subyek pembangunan. Lebih jelasnya hal ini juga disampaikan oleh

Suryadi dan Idris (2004 : 158-164) yang mengkategorikan terjadinya

ketimpangan gender ke dalam empat aspek tersebut. Yang kemudian dari

empat aspek tersebut akan dijadikan alat analisis untuk menentukan

keadilan gender mahasantri di Organisasi FKMSB Jabodetabek.

a. Akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau

menggunakan sumber daya tertentu. Dalam konteks organisasi

peneliti memfokuskan pada akses perempuan dalam struktur dan

akses mendapatkan hak yang sama dalam pengembagan skill.

b. Partisipasi. adalah keikutsertaan atau peran seseorang/kelompok

dalam suatu kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan, dan

dalam konteks ini peneliti memfokuskan pada partisipasi

perempuan dan laki-laki dalam dan struktural organisasi FKMSB.

c. Kontrol. Adalah penguasaan wewenang atau kekuatan untuk

mengambil keputusan. Dan hal ini ketimpangan gender dapat

diukur dengan skala kuantitas dalam keanggotaan dan struktural.

d. Manfaat, adalah kegunaan sumber yang dapat dinikmati secara

optimal. Dalam hal ini peneliti ingin melihat manfaat yang

diperoleh oleh laki-laki dan perempuan dalam beberapa kegiatan

dan posisi strukural.

Dari gambaran empat aspek diatas, memang agak sulit jika

keadilan gender itu direalisasikan. Namun dalam batas-batas tertentu, bisa

saja prospek keadilan gender dengan memberikan kesempatan yang sama

Page 29: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

16

menempati posisi strategis serta memberikan kesempatan yang sama kaum

perempuan dengan kaum laki-laki, dalam kontek tertentu saja, misalnya

dalam hal ikut berpartisipasi aktif di organisasi baik secara struktural

maupun prakteknya hal ini menjadi harapan perempuan yang mungkin

akan semakin lebih baik.

2. Definisi Konseptual

a. Gender

Dalam Khasanah ilmu-ilmu sosial istilah gender digunakan dengan

makna khusus yang secara fundamental berbeda dengan jenis kelamin yang

bersifat biologis. Hal ini juga diperkuat oleh Moore bahwa Gender berbeda

dari seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis

(Moore, 1988). Orang pertama kali membedakan istilah gender dan jenis

kelamin ialah Ann Oakley, ahli sosiologi Inggris (Saptari & Halzner)..

Gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan dan hubungan

sosial antara laki-laki dan perempuan (Saptari, 1997). Karena itu dalam

konteks ini gender adalah konstruksi masyarakat atau bentukan sosial

tentang laki-laki dan perempuan baik itu sifat, status, peran dan kesempatan

yang tidak bersifat permanen (Inayah; 2003; 4).

Gender disebutkan dalam Women’s Studies Encyclopedia bahwa

gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan

peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan

perempuan yang berkembang dalam masyarakat ( Musdah Mulia, 2004: 4).

Page 30: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

17

Ia juga menyatakan bahwa gender adalah suatu konsep yang mengacu pada

peran-peran yang dapat diubah sesuai dengan perubahan zaman (Musdah

Mulia dan Marzani 2001. 13)

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa gender adalah

suatu sifat yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan antara

laki-laki dan perempuan dilihat dari segi kondisi sosial dan budaya, nilai

dan perilaku, mentalitas, dan emosi, serta faktor-faktor nonbiologis lainnya.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa setiap unit sosial termasuk dalam

konteks ini organisasi mahasantri mempunyai konsruksinya sendiri. Oleh

karena itu konstruksi khas mahasiswa santri ini akan menjadi objek telaah

dan kajian sosial gender peneliti dalam proses penelitian ini.

b. Ketimpangan Gender

Perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada dasarnya

bertujuan untuk saling menolong antara keduanya bukan untuk saling

menguasai atau untuk saling menindas satu sama lain. Cita-cita Al-Qur’an

sesungguhnya adalah tegaknya kehidupan manusia yang bermoral luhur

dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan universal (Husein Muhammad

2007: 37).

Namun secara kompromis untuk melihat ketidaksetaraan gender

terdapat teori keseimbangan (equilibrium). Pendekatan teori ini

menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan

antara laki-laki dan perempuan. Konsep ini tidak mempertentangkan jenis

Page 31: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

18

kelamin karena mereka harus bekerjasama secara harmonis dalam suasana

kemitraan baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa, maupun Negara.

Untuk mewujudkan gagasan itu maka dalam setiap kebijakan dan

perencanaan program perlu diperhitungkan kepentingan dan peran laki-laki

dan perempuan secara seimbang. Kedua jenis kelamin ini sama-sama

memiliki tanggung jawab secara komplementer, saling mengisi dan

melengkapi serta tidak bertentangan satu sama lain. R.H Tawney

menyebutkan bahwa keragaman peran apakah karena faktor biologis, etnis,

aspirasi, minat, pilihan atau budaya pada hakekatnya adalah realitas

kehidupan manusia (Kemenag PP RI,II 2001: 50).

Namun demikian, karena gender merupakan hasil dari konstruksi

atau bentukan sosial, maka dalam realitas satu budaya tertentu konstruksi

itu menyebabkan terjadinya ketimpangan dan ketidakseimbangan dalam

relasi laki-laki dan perempuan. Ketidakseimbangan berdasarkan gender

(gender inequality) mengacu pada ketidakseimbangan akses sumber-

sumber yang langka dalam masyarakat. Sumber-sumber yang penting itu

meliputi kekuasaan barang-barang material, jasa yang diberikan orang lain,

prestise, perawatan medis, otonomi pribadi, kesempatan untuk memperoleh

pendidikan dan pelatihan, serta kebebasan dari paksaan atau siksaan fisik

(Chafetz, 1991: 52).

Ketimpangan dalam konstruksi gender tentang bagaimana harus

menjadi laki-laki dan perempuan telah melahirkan ketidakadilan gender.

Ketidakadilan gender itu bisa dilihat dalam konstruksi sosial budaya dalam

Page 32: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

19

masyarakat bahkan dalam kebijakan pemerintah. Sejarah perbedaan gender

dimulai sejak manusia lahir, kemudian perbedaan tersebut dikonstruksi

secara sosial, diobyektifikasi dan disosialisasikan dari generasi yang satu ke

generasi yang lainnya. Hal ini semakin menemukan tempatnya kala proses

internalisasi terus menerus dilakukan, sehingga kemudian diyakini

memiliki kebenaran sendiri dan tidak dianggap sebagai konstruksi (Inayah,

2014; 22).

Disisi lain ketimpangan gender semakin mengakar ketika masih

kuatnya budaya patriarkhi yang dianut. Konsep patriarkhi sebagaimana

disebutkan oleh Rueda yang mengatakan bahwa patriarki adalah penyebab

penindasan terhadap perempuan (2007: 120). Masyarakat yang menganut

sistem patriarki meletakkan laki-laki pada posisi dan kekuasaan yang

dominan dibandingkan perempuan. Laki-laki dianggap memiliki kekuatan

lebih dibandingkan perempuan. Di semua lini kehidupan, masyarakat

memandang perempuan sebagai seorang yang lemah dan tidak berdaya

Menurut Masudi seperti yang dikutip Faturochman, sejarah

masyarakat patriarki sejak awal membentuk peradaban manusia yang

menganggap bahwa laki-laki lebih kuat (superior) dibandingkan

perempuan baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun

bernegara. Kultur patriarki ini secara turun-temurun membentuk perbedaan

perilaku, status, dan otoritas antara laki-laki dan perempuan di masyarakat

yang kemudian menjadi hirarki gender (2002: 16).

Page 33: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

20

Disisi lain hubungan antara laki-laki dan perempuan pada dasarnya

tercipta bukanlah hubungan atas bawah bahwa laki-laki harus diatas dan

perempuan menjadi the second class yang selalu tertindas. Dalam sejarah

panjang, Muhammad sebagai sosok revolusiner dan orang yang paling

berpengaruh sedunia mengajarkan bagaimana relasi antara laki-laki dan

perempuan dalam konteks sosial yang seharusnya masih sangat relevan

untuk ditunjukkan. Sebagaiaman Siti Khadijah sebagai saudagar kaya yang

menjadi pengusaha dan Muhammad menjadi orang yang paling dipercaya

sebagai pegawainya, sebelum akhirnya setelah pernikahan keduanya itu,

Muhammadlah yang seringkali bertugas sebagai manajer utama untuk pergi

berdagang ke Syiria maupun ke Habasyah. (Djunaidi & Thobieb 2006 : 9).

Hal ini masih terus berlanjut pada konteks rumah tangga Muhammad dan

Siti Khadijah bagaimana mereka saling menghargai dan saling menjunjung

tinggi satu sama lain, yang kemudian tak ada ketimpangan yang tercipta

maupun diskrimansi dalam relasi keduanya.

Namun pada realitas sosial saat ini, masih banyak stereotype

terhadap perempuan yang menganggap lemah dan tidak punya kapasitas

yang kemudian mengarah pada diskrimasi terhadap perempuan. Disinilah

persoalannya, karena perempuan seringkali diposisikan bergantung pada

suami dan berperan di sektor domestik, sehingga perempuan juga dianggap

sangat mendahulukan emosionalitasnya. Untuk itulah kemudian gerakan

feminisme liberal lebih menekankan pada upaya reformasi sistem hukum,

Page 34: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

21

politik, dan pendidikan sebagai cara untuk menghapus diskriminasi

terhadap perempuan. (Endang sumiarti, 2004 : 60-63 ).

Hal lain yang paling umum juga sangat mempengaruhi adanya

ketimpangan maupun diskriminasi terhadap perempuan adalah karena

konstruksi tersebut, ketimpangan gender masih lumrah ditemukan dalam

kehidupan masyarakat akibat dari konstruksi yang terus menerus dilakukan,

baik itu dari budaya masyarakat, pemahaman keagamaan, dan dari

kebijakan negara-negara yang bias gender. Dalam konteks konstruksi yang

melahirkan ketimpangan relasi bisa ditemukan dalam berbagai kebudayaan

terutama dalam konteks ini dalam organisasi mahasantri Forum

Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar (FKMSB) yang menjadi objek

penelitian ini.

C. Mahasantri

Santri dalam KBBI 2013 didefinisikan sebagai orang yang

mendalami agama Islam, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh,

dan saleh. Jika dilihat dari asal usulnya, menurut beberapa ilmuan, kata

santri berasal dari kata india “shastri” yang mempunyai arti orang yang

memiliki pengetahuan kitab suci. Namun pendapat yang lain mengatakan

bahwa asal kata santri berasal dari bahasa sansekerta ”cantrik” yang

berarti orang yang selalu mengikuti guru. Versi yang lainnya menganggap

santri sebagai gabungan antara kata “saint” (manusia baik) dan kata “tra”

Page 35: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

22

(suka menolong) sehingga pesantren dapat berarti tempat pendidikan

manusia baik-baik.

Pada dasarnya, pemaknaan mahasiswa dinilai sebagai tatanan

orang yang berintelektual. Sedangkan santri biasanya kerap dikenal

sebagai manusia yang suci dan jauh dari dosa. Dengan menggabungkan

keduanya maka akan muncul manusia sempurna yang berintelektual tinggi

dan bertatakrama santun (Achmad Marzuki, 2012).

Namun, sejauh ini penulis masih belum menemukan definisi yang

secara eksplisit mendefinisikan dari dua kata mahasiswa dan santri.

Namun dari beberapa artikel yang penulis tangkap makna secara

sederhananya adalah, individu yang lulus dan basis pendidikannya dari

pondok pesantren kemudian melanjutkan kuliah di suatu perguruan tinggi,

atau individu yang kuliah di suatu perguruan tinggi sekaligus secara

bersamaan menempuh pendidikan di suatu pesantren. Namun dalam

konteks mahasantri yang akan menjadi objek penelitian ini, adalah siswa

atau santri yang pernah mengecap pendidikan di pesantren darul ulum

Banyuanyar yang kemudian melanjutkan studinya ke berbagai perguruan

tinggi di Jabodetabek.

D. Organisasi

Terdapat beberapa definisi organisasi dari beberapa tokoh, J.

William Schulze (1886:31) Menurutnya, organisasi adalah suatu

penggabungan dari orang orang, benda-benda, alat-alat perlengkapan,

Page 36: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

23

ruang lingkup kerja dan segala hal yang berhubungan dengannya dan

disatukan dalam sebuah hubungan yang teratur dan sangat efektif untuk

mencapai segala tujuan yang diinginkan. Sedangkan menurut Chester I.

Barnard (1886) organisasi dikemukakan dalam bukunya yang berjudul The

Function of The Executive, yang berarti suatu sistem mengenai usaha

usaha kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.

Tujuan umum organisasi menurut Barnard (1886: 34) adalah

sebagai sebuah tujuan moral. Untuk menanamkan tujuan moral tersebut

terhadap anggota organisasi, eksekutif harus memahaminya sebagai

sebuah tugas yang mulia dan bermakna. Boulding menjelaskan pendapat

Barnard dengan mengusulkan dalil bahwa bentuk hirarkis organisasi dapat

secara luas diinterpretasikan sebagai suatu alat untuk menyelesaikan

konflik pada setiap tingkatan hirarki, yang mengkhususkan diri dalam

menyelesaikan konflik dari tingkatan yang lebih rendah.

Organisasi pada dasarnya merupakan tempat atau wadah di mana

orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis,

terkendali, dengan memanfaatkan sumber daya (dana, material,

lingkungan, metode, sarana, prasarana, data) dan lain sebagainya yang

digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan bersama.

Istilah organisasi dalam konteks penelitian ini digunakan untuk melihat

dan menganalisis organisasi mahasantri yaitu forum mahasiswa santri

banyuanyar (FKMSB) di Jabodetabek terutama dalam konteks kerjasama

yang mereka lakukan kaitannya dengan relasi laki-laki dan perempuan.

Page 37: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

24

Diakui atau tidak dalam sebuah organisasi ada sistem dan budaya yang

bekerja, dalam ruang demikian organisasi ini akan mejadi objek penelitian.

G. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi

gender. Sebagaimana dipahami bahwa sudah sejak lama, kira-kira pada

tahun 1970-an pertanyaan mendasar yang muncul di kalangan aktivis

perempuan terutama dalam kerangka membangun teoritisnya, ditujukan

pada suatu pertanyaan mendasar, bagaimana dapat menerangkan relasi laki-

laki dan perempuan terutama dapat memperjelas ketertindasan perempuan?

Pertanyaan ini menjadi titik tolak di mana kerangka teori keilmuan untuk

menerangkan fenomena tersebut dibangun. Dari pertanyaan tersebut

muncullah teori sosial feminis dimana teori-teori sosial pada awalnya

menjadi motor penggerak utama (Aziz Faiz, 2015; 1). Dengan demikian,

sosiologi gender telah menjadi penggerak utama untuk menjelaskan relasi

dan konstruksi laki-laki dan perempuan. Karena itulah kemudian dalam

konteks penelitian ini penulis menggunakan pendekatan sosiologi gender

dimana memang sudah sejak lama berkembang terutama di kalangan aktivis

perempuan. Dan untuk mengenalisis adanya ketimpangan relasi gender dan

faktor yang menyebabkan adanya ketimpangan pada mahasantri dalam

FKMSB Jabodetabek ini, penulis menggunakan Gender Analysis Pathway

(GAP) sebagai pisau analisis.

Page 38: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

25

Adapun metode dari penelitian ini menggunakan metode kualitatif

deskriptif. Metode kualitatif dipilih bertujuan untuk melakukan penelitian

secara mendalam mengenai permasalahan adanya ketimpangan relasi gender

dalam organisasi mahasantri FKMSB Jabodetabek. Oleh karena itu, untuk

mengetahui secara detail mengapa hal itu bisa terjadi serta faktor-faktor

adanya ketimpangan tersebut, diperlukan wawancara mendalam kepada

informan. Menurut Creswell (1998) penelitian kualitatif sebagai suatu

gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dan pandangan

responden, dan melakukan studi pada situasi yang dialami (Juliansyah,

2011:34). Sedangkan menurut Kirk dan Miller (1986) penelitian kualitatif

adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara

fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya

sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan

dalam peristilahannya (Lexy, 2004:3). Penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif dengan format deskriptif, bertujuan untuk menjelaskan,

meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel

yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan

apa yang terjadi. Kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau

gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut (Bungin,

2003:36).

Page 39: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

26

2. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap semua anggota mahasantri yang

tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar

(FKMSB) di Jabodetabek, serta masih aktif kuliah di beberapa kampus di

wilayah Jabodetabek dan berasal dari semester IV ke atas, hal ini mengingat

semester IV ke atas sudah banyak yang aktif di berbagai organisasi yang lain,

dan tentunya sedikit banyak sudah mengetahui konsep gender.

Dalam mengelompokkan dua kategori modernis dan fundamentalis

yang berbeda ini, penulis melihat atas dasar pola pendidikan yang dipakai,

dan pola relasi mahasiswa dalam keseharian. Walaupun disisi lain tidak

membenarkan secara umum identitas dari kampus tersebut, serta tidak

membenarkan secara kolektif mahasiswanya mempunyai ideologi modernis

maupun fundamentalis, dalam hal ini penulis bertujuan untuk lebih

memudahkan menjadi kelompok yang lebih mudah dipetakan.

Kategori kampus yang masuk dalam kelompok modernis adalah UIN

Ciputat, UMJ Cirendeu, Unindra Condet dan STT Ganesha Legoso, hal ini

atas dasar pola pendidikan yang digunakan memadukan pendidikan umum

dan agama secara proporsional, dan pola relasi mahasiswa laki-laki dan

perempuan hampir memeberikan ruang yang sama dan sudah terbiasa

berkumpul bersama dalam satu kelas maupun dalam beberapa aktivitas

perkuliahan. Sedangkan disisi lain kelompok fundamentalis terdiri dari

kampus Lipia, Al-Hikmah, An-Nuaimi dan STIE Hidayatullah, hal ini

berdasarkan sistem dan pola pendidikannya masih sangat kental dengan

Page 40: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

27

sistem pendidikan timur tengah yang lebih mengedepankan pendidikan

keislaman tekstual, dan cenderung lebih sedikit memberikan porsi pendidikan

umum. Serta dalam konteks relasi keseharianpun sangat jarang ditemukan

mahasiswa laki-laki dan perempuan berkumpul dan bersama-sama dalam satu

kelas dan hampir semuannya ada pembatas. Bahkan salah satau perguruan

tinggi dalam kelompok ini hanya mengkhususkan untuk mahasiswa laki-laki

saja. Hal ini sedikit dari sebagain besar yang penulis dapatkan untuk

kemudian berani mengkategorikan ke dalam kelompok fundamentalis.

Berdasarkan data awal yang berhasil dikumpulkan, penting kiranya

penulis menyertakan beberapa latar belakang informan menurut inisial, serta

posisi atau jabatan dalam organisasi FKMSB, dan latar belakang kampus

yang sudah dikategorikan ke dalam dua kelompok modernis dan

fundamentalis. Berikut penulis sertakan kedalam bentuk tabel untuk lebih

memudahkan.

Tabel I. G.II. Profil Informan Mahasantri FKMSB Jabodetabek

No Nama Jenis

Kelamin Jabatan Kampus Daerah Kategori Semester

1. IM Pr Mantan Infokom UIN Ciputat Modernis 8

2. HO Pr Mantan Korwat LIPIA Pasar Minggu Fundamentalis 8

3. MZ Pr Anggota UMJ Cirenndeu Modernis 8

4. FZ Pr Anggota Al Hikmah Mampang Fundamentalis 8

5. KR Lk Anggota GANESHA Legoso Modernis 8

6. EV Pr Anggota LIPIA Pasar Minggu Fundamentalis 6

7. AK Lk Mantan Wakil UNINDRA Condet Modernis 6

8. AH Lk Infokom Hidayatulllah Depok Fundamentalis 6

9 JU Pr MantanInfokom Al-Hikmah Mampang Fundamentalis 4

10 AR Lk Mantan Ketua UIN Ciputat Modernis 6

11 ME Lk Mantan Sekretaris UNINDRA Condet Modernis 6

12 BS Pr Mantan Korwat Al-Hikmah Mampang Fundamentalis 8

(Sumber Data: Sekretaris Umum FKMSB 2013/ 2014)

Berdasarkan tabel diatas terdapat enam informan yang masuk dalam

kategori kelompok modernis, IM, MZ, KR, AK, AR dan ME. Sedangkan

Page 41: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

28

delapan informan lainnya masuk dalam kategori kelompok fundamentalis,

HO, FZ, EV, AH, JU dan BS.

2. Lokasi Penelitian

Peneliti memilih tempat penelitian di daerah Jabodetabek, yakni di

beberapa kampus Mahasiswa Santri Banyuanyar menuntut ilmu. Yaitu di UIN

Syarif Hidayatullah Ciputat, UMJ Cirendeu, UNINDRA Condet, STT

GANESHA Legoso, LIPIA Pasar Minggu, Al-Hikmah Mampang Prapatan,

STIE Hidayatullah Depok dan An-Nuaimi Kebayoran Lama.

4. Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini penulis membutuhkan waktu kurang lebih 15 bulan

terhitung dari bulan Januari 2015 hingga Maret 2016. Waktu tersebut

digunakan peneliti untuk memperoleh data melalui wawancara, bahan bacaan,

bahan pustaka, laporan-laporan penelitian serta mengolah dan menganalisis

data. Hal ini dilakukan agar penelitian dapat menghasilkan data secara lengkap

dan akurat.

Tabel I.G.III Waktu Penenlitian

No Kegiatan

Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Feb Maret

Minggu ke Minggu

ke

Minggu

ke

Minggu

ke

Minggu

ke

Minggu

ke

Minggu

ke

Minggu

ke

Minngu

ke

1 Penelitian Awal

1

2 Diskusi Proposal Bab I

4

3 Diskusi Metodologi &

Teori 3

4 Diskusi Bab II 2

5 Menentukan Matriks

1

6 Turun Lapangan

1 s/d 4

7 Penyusunan Data

Grafik 2

8 Pengumpulan Data 3 1

9 Analysis Temuan 2

10 Pengumpulan Bab III 1

11 Revisi Bab III 2

12 Diskusi IV Kesimpulan

& saran 1

13 Pengumpulan Skripsi 4

Page 42: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

29

5. Jenis Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain

(Lexy J. Moleong 2009:157). Hasil didapatkan melalui dua sumber data,

yaitu:

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil

wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan yang

dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan. Di

dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah

keterangan yang diperoleh dari 12 informan.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah sebagai data pendukung data primer dari

literatur dan dokumen serta data yang diambil dari suatu organisasi

dengan permasalahan di lapangan yang terdapat pada lokasi penelitian

berupa bahan bacaan, bahan pustaka, dan laporan-laporan

penelitiandan laporan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

yang tercantum dalam tinjauan pustaka.

6. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

sebagai berikut:

a. Wawancara

Page 43: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

30

Metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka

antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai,

dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara

(Bungin, 2013:133). Pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal

dan menghindari prasangka-prasangka sehingga dapat menemukan

sesuatu yang dianggap penting untuk mendapat hasil yang sempurna

(Anselm Strauss dan Juliet Corbin, 1997; 12). Wawancara dilakukan

secara mendalam terhadap 12Informan dengan tujuan memperoleh

data dan informasi secara lengkap dengan bahasa Indonesia,

b. Dokumentasi

Tehnik dokumentasi adalah cara mengumpulkan yang dilakukan

dengan katagori dan klasifikasi catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Metode dokumentasi dalam penelitian ini adalah memanfaatkan

dokumen-dokumen, seperti buku pengkaderan anggota baru FKMSB,

AD/ART-nya termasuk dalam hal ini adalah buku-buku, dan literatur

lainnya yang medukung terhadapa penelitian ini.

7. Metode Pengolahan dan Analisis Data

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian

atau laporan yang terinci. Laporan-laporan tersebut direduksi,

dirangkum serta dipilih hal-hal yang pokok untuk difokuskan pada hal

Page 44: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

31

yang penting, yang kemudian dicocokkan dengan matriks agar dapat

terusun lebih sistematis. Data yang direduksi memberi gambaran yang

lebih tajam tentang hasil penelitian awal yang kemudian

mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh

bila diperlukan.

b. Display Data (penyajian data)

Dari data yang dihasilkan melalui wawancara serta bahan bacaan

maupun bahan pustaka maka menghasilkan data yang banyak.

Kemudian dari data tersebut akan dipilih informasi yang penting dan

diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hanya data yang

bersifat penting saja yang disajikan baik dalam bentuk tulisan, tabel

maupun grafik.

c. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan berisi inti dari hasil temuan penelitian di lapangan.

Kesimpulan mengandung kalimat inti yang menjelaskan dan

menjawab pertanyaan penelitian. Dari seluruh data yang telah di

reduksi, setelah itu disajikan (display data) lalu kemudian diambil

kesimpulan dari seluruh data yang diperoleh. Sehingga dapat

menjelaskan keseluruhan penelitian secara singkat dan jelas.

Page 45: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

32

H. Sistematika Penelitian

Bab I Pendahuluan: Bagian ini terdiri dari pernyataan masalah,

pertanyaan penelitian,tujuan dan manfaat, tinjauan pustaka, kerangka teori

metodologi penelitian dan juga sistematika penelitian. Bab II Gambaran

Umum:Bagian ini memuat gambaran umum objek penelitian serta gambaran

umum Madura, Masyarakat santri dan FKMSB. Dan dilengkapi data-data

Organisasi FKMSB untuk menunjang dan melengkapi data penelitian. Bab III

Analisis dan Temuan: Bagian ini berisi analisis dari hasil temuan penelitian di

lapangan. Bab ini juga berisi hasil wawancara dan temuan awal yang

merupakan data primer yang dipergunakan untuk bahan analisa. Bab IV

Kesimpulan dan Saran: Bagian ini memuat kesimpulan dan saran.

Kesimpulan dari seluruh hasil penelitian yang telah dilakukan serta saran

yang berguna untuk keperluan penelitian selanjutnya.

Page 46: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

33

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Madura, Masyarakat Santri dan FKMSB

Masyarakat Madura dikenal dangan masyarakat yang beragama Islam

dengan corak yang khas. Dikatakan khas karena identitas keberagamaan yang

tidak bisa dipisah dari kehidupan mereka sehari harinya. Karena saking

khasnya keberagamaan orang madura hingga muncul kata-kata yang sering

dilekatkan pada mereka yaitu “sejelek-jeleknya orang madura pasti mereka

tahu mengaji alqur’an”. Sebagai pulau yang berpenghuni mayoritas muslim

(+97-99%), Madura menampakkan ciri khas keberislamannya, khususnya

dalam aktualisasi ketaatan kepada ajaran normatif agamanya. Selain akar

budaya lokal (asli Madura), syariat Islam juga begitu mengakar dalam

kehidupan masyarakat Madura. Bahkan ada ungkapan budaya: Seburuk-

buruknya orang Madura, jika ada yang menghina agama (Islam) maka mereka

tetap akan marah. (Aziz 2014:12) Dengan demikian identitas keislaman khas

itu tidak mudah lepas dari masyarakat madura dengan tingkat fanatisme yang

tinggi.

Kekuatan utama keberagamaan masyarakat madura ditopang dengan

berdirinya berbagai pondok pesantren yang tumbuh dan terus berkembang.

Pendidikan khas pondok pesantren ini mendominasi dalam proses

pemberdayaan masyarakat Madura. Hal ini dapat ditemui dengan ungkapan

khas anak muda bahwa “ga’ mondok ga’ keren”. Kata-kata ini menjadi

pemahaman umum dalam konteks madura bahwa kalau anak muda tidak

mondok kesebuah pondok pesantren maka dia akan dianggap kurang keren.

Page 47: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

34

Dalam konteks yang demikian tidak heran juga jika dikatakan bahwa

masyarakat madura adalah masyarakat santri dengan tradisi kuat khas NU.

Indikator masyarakat santri ini selain karena khas masyarakat madura yang

bisa dipastikan mempunyai langgar sebagai tempat ibadah, juga karena tumbuh

kembangnya pondok pesantren di Madura hampir disetiap desa. Hal ini karena

banyak sekali putra-putra kyai yang kemudian mendirikan sebuah pondok

pesantren baru sebagai langkah pembangunan masyarakat beragama di

Madura.

Salah satu pondok pesantren yang sangat tua dalam konteks Madura

adalah pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar yang terletak di Desa Potoan

Daya Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan, Sekalipun belum ada data

yang valid namun dari cerita-cerita santrinya diperkirakan pondok pesantren ini

telah berdiri sekitar 250 tahun yang silam. Mengingat perkiraan umur pondok

pesantren yang sudah dua setengah abad itu, tentu sudah banyak sekali

melahirkan alumni-alumni yang banyak berkiprah dalam masyarakat. Alumni

dari pondok pesantren ini terkumpul dalam PERADABAN (Persatuan Alumni

Darul Ulum Banyuanayar), yang mewadahi alumni secara keseluaran. Namun

ada wadah alumni lain yang khusus dan khas yaitu FKMSB (Forum

Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar). Organisasi khusus menangani

alumni pondok pesatren banyuanyar yang terfokus pada alumni yang

menyandang status mahasiswa.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, FKMSB atau Forum Komunikasi

Mahasiswa Santri Banyuanayar adalah wadah Alumni Pondok Pesantren Darul

Ulum Banyuanyar khusus bagi mahasiswa alumni dari pondok tersebut yang

Page 48: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

35

menyebar di beberapa kota di Indonesia bahkan luar negeri. Karena pusat studi

itu banyak tumbuh di perkotaan maka organisasi ini banyak berkembang di

perkotaan pula mengingat mereka adalah alumni yang kemudian eksodus dan

merantau untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi di berbagai kota di

indonesia. Tentu saja dalam hal ini termasuk kota-kota di Madura dan kota-

kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta dan Jakarta.

Di kota-kota besar termasuk dalam konteks penelitian ini adalah FKMSB

di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi),

mereka menempuh pendidikan dari jenjang strata satu hingga strata tiga. Tentu

dalam konteks yang demikian, FKMSB telah tumbuh berkembang dan sudah

memainkan peran dalam konteks pengembangan keberagaman dan keilmuaan

masyarakat Madura terutama mereka yang alumni Pondok Pesantren

Banyuanyar untuk terus diajak dan kemudian melanjutkan jejang studinya

keperguruan tinggi. Bahkan dalam konteks-konteks tertentu organisasi ini

terutama ogranisasi daerahnya seperti wilayah Jabodetabek, Surabaya dan lain

sebagainya bersaing untuk kemudian semakin memperbanyak kader baik putri

maupun putra setiap tahunnya agar mereka bisa melanjutkan studinya kesetiap

daerah tersebut.

B. Sejarah Berdirinya Organisasi Mahasantri FKMSB

Terbentuknya sebuah komunitas bisa dilacak dalam berbagai literatur

sosiologi. Dalam berbagai literatur itu dikatakan bahwa manusia saling

tergantung satu sama lain yang tidak mungkin terpisah dengan hidup

menyendiri. Hal ini menghadirkan pemahaman akan adanya keterikatan

Page 49: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

36

dengan orang lain yang menunjukkan bahwa manusia hidup berkelompok.

(Aziz 2015:23)

Independensi sebagai individu tidak mungkin ada tanpa dependensi dari

masyarakat.(K.J. Veeger 1993:9) Karena itu, terbentuk apa yang disebut

dengan proses sosial yang melahirkan struktur dengan hadirnya kelompok

sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan

wewenang. Sedangkan pada sisi mentalitasnya, akan melahirkan sistem nilai,

pola dan cara berfikir, sikap, tingkah laku dan sistem norma-norma.( Soekanto

1993:45-46)

Sosiolog Jerman Max Weber, melihat bahwa tindakan sosial dapat

menjelaskan hubungan sosial dalam masyarakat itu sendiri. Bagi Weber, ciri-

ciri yang khas dari hubungan-hubungan sosial adalah hubungan itu bermakna

bagi mereka yang mengambil bagian di dalamnya, dan hubungan sosial

tersebut memiliki tiga bentuk, yaitu: konflik atau perjuangan, komunitas, dan

kerjasama.( Doyle Paul Jhonson 199:23) Dalam ruang lingkup kajian sosial

mengenai masyarakat dengan hadirnya kerjasama yang berbentuk masyarakat

maka Forum Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar (FKMSB) bisa dilihat

sebagai bagian proses tindakan sosial itu yang di dalamnya hadir kerjasama

berdasarkan kesamaan tujuan, nilai dan identitas.

Jika dilihat dari proses terbentuknya Forum Komunikasi Mahasiswa

Santri Banyuanyar (FKMSB) maka tempak mereka lahir karena kesamaan

identitas mereka yang merasa sebagai masyarakat santri dan tentu karena

berasal dari pondok pesantren yang sama yaitu Pondok Pesantren Darul Ulum

Banyuanyar. Kesantuan asal usul dan latar belakang pendidikan ini yang

Page 50: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

37

menyebabkan mereka kemudian saling berhubungan dan berinteraksi dengan

membentuk perkumpulan khusus yang disebut dengan FKMSB. Jika ditelaah

lebih jauh organisasi ini merupakan organisasi primordial yang berbasis santri

dengan status sebagai mahasiswa di berbagai kampus dalam negeri maupun di

luar negeri, FKMSB dibentuk pada tanggal 21 Januari di Aula MA Darul

Ulum, FKMSB ini merupakan kelanjutan dari Ikatan Mahasiswa Darul Ulum

(IMAD) yang diketuai Drs. Kholil Asy’ari (Sekarang wakil Bupati,

Pamekasan). Beberapa alumni ponpes Banyuanyar yang menggerakkan IMAD

antara lain; Drs. Moh. Mansyur, (Sekarang anggota KPU Bangkalan) Drs

Johanni, Moh. Buhori S.Ag, Dr. H. Zainuddi Syarif, M.Ag, Kholil, S.Ag dan

sejumlah nama lainnya. Namun seiring dengan perkembangan dan kebutuhan

direncanakan IMAD berubah menjadi FKMSB.

Dalam rencana perubahan nama tersebut dari IMAD ke FKMSB di latari

dengan keinginan untuk mengakomodasi semua kalangan bukan hanya

lembaga darul ulum saja, namun juga pondok pesantren Al-Hamidy

Banyuanyar. Maklum pondok pesantren darul ulum Banyuanyar berdampingan

tak terpisah dengan pondok pesantren Al-Hamidy Banyuanyar yang memang

pondok pesantren yang sama-sama didirikan oleh satu keluarga. Dalam ruang

pemikiran kekeluargaan yang demikian, muncul inisiatif untuk alumninya bisa

bersatu dalam forum dan wadah organisasi yang sama yaitu FKSMB.Walaupun

pada kenyataan selanjutnya keinginan untuk menyatukan wadah alumni ini

kurang mendapat respons oleh sebagaian besar alumni Alhamidy, walaupun

tidak dapat dimungkiri bahwa di daerah seperti Malang dan Jabodetabek

alumni Al-Hamidi bergabung dengan FKMSB. Selain karena belum banyak

Page 51: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

38

alumninya yang menyebar dan keberadaan mereka yang sedikit, mahasiswa

Alhamidy Banyuanyar bergabung dengan FKMSB karena kesamaan dalam

konteks kultural yang memang lebih dekat.

FKMSB di awal kepengurusan berbetuk presidium dan pada Kongres I

berhasil memilih Ach Fauzan (STAI AL-Khairat) sebagai sekjen. Pada

Rakernas FKMSB akhir 2000, disepakati untuk membentuk kepengurusan di

setiap wilayah. Dalam forum tersebut juga dirumuskan lambang FKMSB.

Kemudian pada Kongres II tahun 2001 kepengurusan FKMSB disempurnakan

dengan membentuk badan eksekutif yang dipimpin oleh ketua sedangkan

presidium dialihfungsikan sebagai legislaif. Badan eksekutif dan legislatif

tersebut juga dibentuk di setiap wilayah. Pada Kongres inilah AD/ART

FKMSB disahkan. Kongres juga berhasil memilih Ach. Mukhlisin (Unijoyo)

sebagai ketua yang selanjutnya diberi wewenang membentuk kepengurusan

pusat. Sedangkan ketua presidium terpilih adalah H. Holil, S.Ag (Alumnus UII

Yogyakarta).

Kemudian FKMSB menggelar Kongres III ahir 2003 di aula ponpes Al-

mujtama’. Dalam Kongres ini AD/ART FKMSB kembali disempurnakan dan

sistem organisasi dimantapkan. Kongres berhasil memilih Ach Baidowi

Amirudin (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) sebagai ketua. Dalam forum itu

juga berhasil menetapkan Abd Hamid, SHI (IAIN Sunan Ampel Surabaya)

sebagai ketua presidium. Dimasa kepengurusan ini terjadi perombakan secara

signifikan dengan mengandalkan eksistensi. Bahkan, FKMSB mulai

diperhitungkan sebagai kekuatan baru dalam level gerakan periode ini

penyusunan pedoman administrasi FKMSB serta pengaktifan forum-forum

Page 52: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

39

organisasi seperti sidang tahunan, Rakorwil, hingga Rakornas. berbagai bidang

bisa dirambah FKMSB khususnya dunia tulis menulis. Kemudian FKMSB

menggelar Kongres IV januari 2006 di Hotel Madinah yang kembali memilih

Ach Baidowi Amirudin sebagai ketua Umum FKMSB kedua kalinya.

Sedangkan ketua presedium terpilih adalah Mahrus Ali (UII Yogyakarta)

dalam kepengurusan ini, distribusi kewenangan mulai diatur seperti

pembentukan pembantu ketua.

FKMSB mempercepat Kongres V karena pertimbangan regenerasi dan

pengoptimalan organisasi pada kongres V berhasil memilih Muhsin Salim

(UIM Pamekasan) sebagi ketua umum. Sedangkan ketua presedium terpilih

adalah Moh Ilyas (Unira Pamekasan). Mulai kepengurusan ini, Pembantu ketua

umum dipangkas menjadi wakil ketua umum.

Dan pada tanggal 21 Januari 2009 FKMSB menggelar Kongres yang ke

VI guna terciptanya organisasi yang runtun sesuai dengan AD/ART, Pada

kongres ke VI Ini terpilihlah Hafiz al- Azad (UIN Syarif Hidayatullah) Sebagai

perwakilan kandidat dari Jakarta dan terpilih menjadi ketua umum FKMSB

periode 2009-2011, dan sebagai wakil ketuanya adalah Wawardi Asyari

(Universitas Islam Madura) dengan ketua Badan legislatif terpilih Ach. Farwis

( IAIN Sunan Ampel Surabaya) Dalam kepengurusan ini terpilih Juga Jufriady

( Ma’had aly An-Nuaimy Jakarta ) sebagai skretaris umum dan Isma’il sebagai

Bendahara umum (UIN Sunan Kalijaga, Yogjakarta).

Kemudian pada tanggal 24-26 Desember 2011, FKMSB menggelar

Kongres yang ke VII bertempat di Singosari, Malang. Pada Kongres ini,

AD/ART kembali di sempurnakan lagi dan di perbaiki, khususnya yang

Page 53: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

40

mengatur mengenai kepengurusan wilayah. Kongres ini berhasil memilih

Ahmad Zairi Syakur (Malang) sebagai ketua umum FKMSB periode 2011-

2013. Sedangkan wakil ketua dipegang oleh Saiful Harir (Sumenep), sekretaris

umum Edy Sugianto, tetapi kemudian di ganti oleh Agus Zainuddin

(Pamekasan) karena alasan Edy Sugianto menikah, sementara Bendahara

umum saudara Zainal Azhar (Jakarta). Dan baru kemudian kongres terkahir

yaitu kongres di asrama haji sukolilo surabaya yang kemudian melahirkan

sosok Syaiful Bahri (FKMSB Jabodetabek) sebagai ketua umum pada periode

2014/2015.

Jika dilihat dan ditelaah dalam sejarah FKMSB sebagaimana di atas,

tampak tidak muncul nama-nama perempuan untuk memegang dan ikut

mengatur jalannya organisasi ini. Sejarah organisasi FKMSB sebagaimana

penulis jelaskan diatas tampak bahwa dalam kepengurusan harianpun nama-

nama perempuan belum muncul dan dicantumkan karena mereka memang

tampak belum banyak di perhitungkan padahal jumlah merekla sangat banyak.

Baru kemudian pada kongres 2014 di asrama haji Surabaya para perempuan ini

semakin vokal. Sehingga kemudian pada hasil rapat kerja di Surabaya muncul

nama Rohmatun (FKMSB Malang) sebagai bendahara umum walaupun

jabatanya tidak sampai selesai karena alasan menikah.

Kemunculan nama Rohmatun dalam Kongres Surabaya karena upaya

yang sangat kuat dilakukan oleh kalangan perempuan FKMSB yang dimotori

oleh Halimah Bukhori (FKMSB Jabodetabek) untuk mendapatkan posisi.

Mereka berjuang untuk kemudian perempuan diperlakukan khusus dengan

membentuk badan otonom yang yang diberi nama HIMAH (Himpunan

Page 54: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

41

Muslimah) FKMSB. Tidak berhenti sampai disitu ternyata tuntutan mereka

berlanjut dengan upaya merombak AD/ART dan menempatkan HIMAH

sebagai badan otonom yang harus diakui secara legalitas di AD/ART itu

sendiri. Dalam upaya berjuang akan hal ini mereka bahkan sempat melakukan

aksi walk outatau keluar dari area kongres karena usulan mereka dianggap

dihalang-halangi. Mereka kaum perempuan ini tidak mau hanya berdasarkan

persetujuan kongres dan surat keputusan dari ketua umum semata, namun juga

dilegalkan di AD/ART itu sendiri.

C. FKMSB Wilayah Jabodetabek

Perkembangan FKMSB memang sangat pesat seiring dengan semakin

banyaknya alumni Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar. Pondok

pesantren tua di Pamekasan Madura ini rata-rata mengeluarkan lulusan seribu

lima ratus (1500) santri putra dan putri setiap tahunnya. Namun demikian

mereka yang sudah lulus dari pondok pesantren ini tidak bisa serta merta

melanjutkan kuliah atau studi mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah

lulus mereka diharuskan menjadi apa yang mereka sebut dengan guru tugas

atau guru pengabdian. Mereka harus menjadi guru-guru atau ustadz-ustadz

yang dikirim oleh pondok pesantren ke setiap daerah di Indonesia, dengan

durasi pengabdian selama satu tahun. Mereka banyak tersebar di selain pulau

madura dan jawa, mereka dikirim juga ke pedalaman Kalimantan, Papua dan

Riau serta daerah-daerah lainnya di Indonesai untuk mengabdi mencerdaskan

anak bangsa. Pengiriman santri yang demikian oleh pondok pesantren sudah

berlansung sekitar 80 (delapan puluh) tahun yang silam.

Page 55: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

42

Setelah mereka menyelesaikan tugas mengabdi dan kembali ke pondok

pesantren, baru kemudian mereka merancang untuk melanjutkan studi mereka

ke jenjang yang lebih tinggi yaitu ke perguruan tinggi. Dalam momen mereka

kembali ke pondok pesantren ini, mereka sudah mulai membangun komunikasi

dengan kakak angkatan mereka yang telah terlebih dahulu berada dan

melanjutkan kuliah diberbagai kota di Indonesia. Termasuk dalam hal ini di

daerah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi). Mahasiswa santri

Banyuanyar di daerah ini termasuk yang terbesar karena menyebar di berbagai

kampus di empat kota sekaligus. Termasuk dalam konteks ini mahasiswa santri

bagian putri yang memang lebih banyak melanjutkan kuliah ke Jabodetabek

ketimbang ke kota-kota lainnya di Indonesia.

Tentu saja FKMSB dengan tujuan reaktualisasi kaum santri dan

meningkatkan nilai ukhwah di kalangan santri Banyuanyar, diamini oleh

beberapa mahasiswa yang sudah terlebih dahulu kuliah di daerah Jabodetabek.

Tujuan mulia yang menginspirasi mereka untuk kemudian berencana membuat

cabang FKMSB di Jobodetabek sebagaimana daerah lainnya di Indoensai

seperti Malang, Surabaya dan Yogyakarta. Dengan segenap pertimbangan pada

visi dan misi organisasi berupa: Menggali potensi dan mengembangkan

pemikiran sebagai upaya penguatan wacana. Menampung, mengarahkan dan

menyalurkan kepedulian santri terhadap masalah sosial. Membentuk pola

pembinaan dan pemberdayaan santri yang terpadu untuk mendukung tujuan

organisasi. Menginternalisasikan nilai Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Hal ini ingin sekali diterapkan di Jabodetabek dengan kekuatan silaturahmi

dengan mempertimbangkan potensi santri yang sudah kuliah di daerah ini.

Page 56: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

43

Karena itu para mahasantri ini berinisiatif untuk segera mendirikan organisasi

secepatnya.

Jika ditelusuri berdirinya FKMSB Jabodetabek ini dimulai sejak tahun

2008 kala itu di motori oleh Holisul Ibad dan Ahmad Jufri yang pada waktu itu

kuliah di An-nuami Kebayoran lama Jakarta. Karena sesuai dengan AD/ART

FKMSB bahwa suatu wilayah bisa membentuk cabang ketika sudah ada

anggota menimal tujuh orang, mereka segera memprosesnya. Karena,kala itu di

Jakarta sudah lebih dari ketentuan tersebut namun disisi yang lain mereka

belum terbentuk cabang secara resmi. Oleh karena itu mereka berkonsultasi

dengan ketua umum FKMSB Muhsin Salim yang berkantor di kota Pamekasan

sekaligus menyerahkan surat rencana mendirikan cabang FKMSB Jabodetabek.

Akhirnya usulan tersebut dibawa kerapat pengurus pusat dengan disetujui

badan legislatif FKMSB maka disetujui terbentuknya pengurus cabang tersebut

dan dibentuk pengurus sementara yang diketuai oleh Khulisul Ibad sendiri.

Sebagaimana aturan AD/ART organisasi, cabang baru boleh dibentuk atas

persetujuan ketua umun dan badan legislatif namun hanya sah dan secara resmi

dikenakan kewajiban organisasi hanya setelah disahkan di Kongres. Oleh

karena itu, FKMSB Jabodetabek disahkan pada Kongres tahun 2009.

Dengan terbentuknya organisasi FKMSB secara resmi di Jabodetabek

maka mereka membuat rencana kerja yang salah satunya adalah sosialisasi

mengenai kampus-kampus di Jabodetabek ke pondok pesantren Banyuanyar

baik putra maupun putri untuk kemudian mereka bisa melanjutkan kuliah ke

daerah Jabodetabek. Hasilnya hingga saat ini sangat fantastis dengan jumlah

kader baru lebih dari seratus mahasiswa santri yang kuliah ke daerah ini.

Page 57: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

44

Termasuk yang paling banyak dalam konteks ini adalah mahasiswa santri

bagain putri.

Mahasiswa santri bagian putri ini semakin membeludak ke Jakarta tatkala

salah satu putri kyai sendiri yaitu Neng, kuliah di Al-Hikmah Jakarta Selatan.

Sehingga hadirnya seorang Neng ini di Jakarta maka santri-santri putri

terdorong juga untuk kuliah ke Jakarta. Hal ini bisa dipahami karena Neng

dipandang sebagai contoh dan cukup berpengaruh di kalangan santri putri dan

tingkat kepatuhan yang sangat tinggi. Sehingga dengan demikian, tidak heran

jika sampai saat ini santri putri yang kuliah paling banyak berada didaerah

Jabodetabek. Ketika penelitian ini dilakukan, mereka para mahasiswa santri

yang berasal dari Pondok Pesantren Banyuanyar Pamekasan Madura ini

tersebar di beberapa kampus di Jabodetabek, Berikut data anggota FKMSB

Jabodetabek dalam tiga tahun terahir.

Tabel II. C.1. Anggota FKMSB Jabodetabek Dalam Tiga Tahun Terahir

(Sumber Data: SekretarisUmum FKMSB 2014/2015)

Dari data tersebut terlihat peningkatan yang sangat tinggi oleh anggota laki-laki

setiap tahunnya, Dan anggota perempuan juga mengalami peningkatan walaupun

NO Kampus 2012/2013 2013/2014 2014/2015

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

1 LIPIA 0 9 0 9 0 9

2 AL-HIKMAH 4 5 4 7 4 7

3 HIDAYATULLAH 18 0 25 0 25 0

4 AN-NUAIMI 3 0 3 0 3 0

5 STPD Bekasi 0 2 1 2 2 3

6 IbnuKholdunDepok 3 0 1 2 1 2

7 STT GANESHA 5 0 5 1 8 1

8 UIN JAKARTA 25 7 25 7 27 7

9 UNINDRA 5 0 5 0 8 0

10 UMJ 2 1 5 1 5 2

JUMLAH 65 24 74 29 83 31

89 103 115

Page 58: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

45

tidak sedominan anggota laki-laki. Namun dinamika yang terjadi tampak

mahasantri laki-laki yang tidak sama sekali kuliah di Lipia, serta mahasantri

perempuan yang tak seorangpun kuliah di Hidayatullah dan An-niami, serta

dominasi mahasantri yang kuliah di UIN Syarif hidayatullah walaupun memang

leih banyak laki-laki. Hal ini atas beberapa faktor, antara lain disebabkan

kurangnya minat dari mahasantrinya sendiri untuk memilih perguruan tinggi

tersebut, kemudian beberapa perguruan tinggi yang hanya dikhususkan untuk

mahasantri laki-laki saja. Namun sebagai bahan tambahan ternyata mahasantri

FKMSB mengalami banyak kesulitan untuk bisa diterima di perguruan tinggi

sesuai keinginannya sendiri, terlebih dalam memilih perguruan tinggi yang

berstandar internasional.

D. Latar Belakang Pendidikan Informan

Perguruan tinggi yang juga menjadi tempat menuntut ilmu para mahasantri

FKMSB di Jabodetabek adalah beberapa kampus yang notabenenya kampus

bercorak islami, hal ini sangat sejalan karena mahasantri FKMSB sebagai santri

yang seharusnya selalu mengedepankan nilai-nilai kesantrian dan selalu

menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman. Namun disisi lain tidak sedikit pula

mahasantri FKMSB yang juga mempunyai keinginan dan memilih kuliah di

beberapa kampus negeri atau umum.

Terdapat beberapa kampus Islam, Negeri dan swasta yang sudah banyak

diminati oleh mahasantri FKMSB untuk melanjutkan studinya ke perguruan tinggi

di Jabodetabek. beberapa kampus tersebut adalah UIN syarif Hidayatullah Jakarta,

Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Al-Hikmah Mampang, Stie

Page 59: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

46

Hidayatullah Depok, LIPIA Pasar minggu, An-Nuaimi Kebayoran lama, dan

UNINDRA Condet.

Dari beberapa kampus tersebut lebih banyak mahasantri memilih kampus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai tujuan awal melanjutkan jenjang

studinya, walaupun tidak semua mahasantri diterima menjadi Mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah, Namun mereka dapat memilih beberapa kampus yang

lokasinya tidak jauh dari UIN atau area Ciputat. Sampai tahun 2015 ini tercatat

hampis sebagian besar anggota FKMSB laki-laki dan perempuan bertempat

tinggal di daerah Ciputat Tangerang selatan. Dimana berdiri beberapa kampus

seperti UIN, UMJ, Stie Ahmad Dahlan, dan STT Ganesha.

Disisi lain ada beberapa Mahasantri yang memilih Stie Hidayatullah

Depok sebagai tujuan awal, mengingat kampus tersebut menyediakan beasiswa

penuh dan disediakan tempat tinggal yang kemudian menjadi sesuatu yang sangat

menarik mahasantri untuk memilih kampus tersebut. Apalagi di kampus tersebut

hanya dikhususkan untuk laki-laki saja, artinya anggota perempuan FKMSB tak

satupun yang berasal dari Stie Hidayatullah Depok.

Dan yang terakhir adalah kampus Al-Hikmah dan Lipia. Beberapa kampus

yang berada di daerah mampang prapatan ini lebih banyak ditempati anggota

perempuan. Walaupun ada anggota laki-laki yang memilih kampus tersebut,

namun masih lebih banyak anggota perempuan yang bertempat di daerah tersebut.

Dari beberapa kampus dan latar belakang pendidikan yang berbeda ini,

secara umum akan melahirkan karakter dan mindset yang berbeda juga terhadap

para mahasiswanya. Namun besar harapan, Sebagai organisasi mahasantri yang

Page 60: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

47

sudah tercerahkan oleh ilmu pengetahuan dan ilmu keagamaan diharapkan

organisasi tersebut mampu menerima dan saling menghargai perbedaan, serta

saling menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Page 61: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

47

BAB III

TEMUAN DAN ANALISIS

Pada bab ini penulis ingin menjabarkan hasil temuan terjadinya ketimpangan relasi

gender dan berbagai faktor ketimpangan yang telah penulis kategorikan berdasarkan data

yang dikumpulkan selama proses penelitian ini berlangsung. Ketimpangan yang terjadi antara

lain akan dilihat dalam bentuk akses, ketimpangan dalam bentuk parsitipasi, serta

ketimpangan dalam bentuk kontrol. Sedangkan konteks yang terahir ketimpangan dalam

bentuk pengambilan manfaat dalam proses berorganisasi mahasantri pada Forum Komunikasi

Mahasiswa Santri Banyuanyar (FKMSB) di Jabodetabek.

A. AKSES MAHASANTRI DALAM BERORGANISASI DI FKMSB

Akses adalah “The capacity to use the resources necessary to be a fully active

and productive (socially, economically and politically) participant in society, including

access to resources, services, labor and employment, information and benefits”. Secara

sederhana definisi tersebut dapat diartikan sebagai kapasitas untuk menggunakan

sumberdaya untuk sepenuhnya berpartisipasi secara aktif dan produktif (secara sosial,

ekonomi dan politik) dalam masyarakat termasuk akses ke sumberdaya, pelayanan,

tenaga kerja dan pekerjaan, informasi dan manfaat (Hery Puspita 2013: 5)

Dalam Gender Analysis Pathway (GAP) Akses adalah kesempatan perempuan

dan laki-laki mendapatkan peluang atau kesempatan yang sama dalam menggunakan

sumber daya tertentu, yakni semua anggota mempunyai akses dan kesempatan yang

sama menggunakan sumber daya tertentu. Dalam hal ini penulis fokuskan pada akses

mahasantri menduduki posisi struktur kepengurusan organisasi FKMSB Jabodetabek.

Dan yang kedua adalah kesempatan mendapatkan akses dalam pengembangan skill dan

knowledge di beberapa perhelatan acara organisasi FKMSB Jabodetabek.

Page 62: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

48

1. Akses Mahasantri Dalam Jabatan di Struktur Organisasi FKMSB

Struktur organisasi merupakan posisi dimana seseorang mendapatkan kesempatan

menerima tugas dan melakukan pekerjaan sesuai dengan job deskripnya masing-masing

dalam menjalankan roda organisasi secara lebih baik. Dalam hal ini penulis ingin

melihat akses keterlibatan semua anggota laki-laki dan perempuan dalam jabatan di

struktur organisasi FKMSB. Dari hasil temuan ini ternyata akses keterlibatan perempuan

untuk mendapatkan posisi dalam struktur kepengurusan di FKMSB masih sangat minim.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh beberapa informan perempuan:

Kalau akses ke struktural bisa dibilang gak ada ya... kalaupun ada di sruktural

posisinya gak jauh-jauh dari bendahara, itupun seringkali adanya penunjukan

secara langsung, mungkin karena perempuannya lebih sedikit jadi mau-mau aja

gitu...(Wawancara pribadi dengan BS, Mampang, 28 maret 2015)

Emang masih kurang. Sekarang kan laki-lakinya juga lebih banyak, mungkin juga

pengurusnya lebih banyak laki-laki, jadinya kepedulian kepada akhwat kurang

kalau menurut saya (Wawancara pribadi dengan JU, Condet, 24 April 2015).

Hal senada juga disampaikan oleh informan yang lain, bahwa dalam konteks

struktural anggota perempuan merasa kurang dihargai.

Tidak pernah, perempuannya lebih sedikit, bahkan kadang pas ngadain acara

pakek main nunjuk-nunjuk aja, perempuan yang jadi ininya,,, gitu.. bahkan lebih

parahnya lagi walaupun gag ada orangnya kadang langsung ditentuin aja, yah...

jadi perempuannya kayak kurang dihargai gitu.. (Wawancara pribadi dengan IM,

Ciputat, 21 MARET 2015 19:00)

Dari beberapa data tersebut dapat disimpulkan bahwa akses perempuan dalam

struktur organisasi memang tidak ada, dan ini dirasakan oleh sebagian besar perempuan

yang mengaku kurang merasa dilibatkan dan kurang mendapatkan kesempatan dalam

jabatan struktural. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penunjukan secara langsung

kepada perempuan dalam mendapatkan posisi tertentu. Untuk lebih jelasnya dalam

konteks akses ini penulis sertakan informasi tersebut ke dalam bentuk grafik dibawah ini:

Page 63: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

49

Tabel.III.A.I. Akses Mahasantri Dalam Struktur Organisasi

No Nama Jenis

Kelamin

Latar

Belakang

Pendidikan

Akses ke Jabatan Struktural

Kesempatan Menjabat Dalam Struktur

Ada Tidak ada Tidak tau

1. IM

Per

empu

an

UIN √

2. HL Lipia √

3. MZ UMJ √

4. HZ Al-hikmah √

5. JU Al-hikmah √

6. BS Al-hikmah √

7. EV Lipia √

8. AH

Lak

i-la

ki

Hidayatullah √

9. KR Ganesha √

10. AB UIN √

11. ME UIN √

12. AK Unindra √

Jumlah 3 7 2

12

Dari data diatas menunjukkan bahwa semua informan perempuan menyatakan

tidak mendapatkan akses dalam jabatan struktural. Dalam konteks akses ini menurut

informan perempuan disebabkan tidak adanya kesempatan terhadap perempuan serta

adanya penunjukan langsung terhadap perempuan pada posisi-posisi yang mengarah

pada posisi yang bias gender, sehingga anggota perempuan hanya menduduki posisi-

posisi seperti seksi konsumsi, perlengkapan dan beberapa posisi yang kurang

menguntungkan perempuan.

Berbeda dengan informan laki-laki yang menuturkan bahwa akses dalam

struktural disebabkan karena kurangnya kemampuan atau kapasitas dari perempuannya

sendiri, dan salah satu informan menyatakan bahwa laki-laki memang lebih baik

daripada perempuan, seperti yang dituturkan dua informan berikut ini:

Sebenarnya ada... Cuma saya rasa perempuan memang kurang mempunyai

kapasitas berada dalam struktur, apalagi menjadi leader, ini kan organisasi

pesantren,,, yang kita tau perempuan masih menjadi the second class. Dan

perempuan harus perjuangkan itu karena saya rasa disitulah problemnya.

(Wawancara pribadi dengan ME, Ciputat,25 Maret 2015 13:00).

Page 64: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

50

Sama-sama punyalah... tapi inikan organisasi pesantren... jadi memang kurang

pas kalau perempuan terlibat dalam struktur, apalagi sampe’ jadi ketua, masih

banyak laki-laki yang lebih layak lah.. (Wawancara pribadi dengan AR, Jakarta,

23 Maret 2015).

Salah satu faktor yang mencolok atas kurangnya akses dalam struktur ini adalah

adanya pengakuan bahwa organisasi pesantren ini kurang tepat kalau ketuanya adalah

sosok perempuan. Walaupun disisi lain ternyata ada salah satu perempuan yang mengaku

sanggup bahkan siap menjadi ketua. Seperti pengakuan salah satu informan berikut ini:

Menurut saya sah-sah saja perempuan jadi ketua, apalagi di AD-ART cukup jelas

kalau perempuan juga punya hak yang sama dengan anggota laki-laki, saya siap

kok kalau ada kesempatan menjadi ketua. Cuma masalahnya sampe sekarang

perempuan gag pernah diberi kesemptan kan..? (Wawancara pribadi dengan

IM,Jakarta, 21 MARET 2015 19:00)

Saya pernah dipimpin oleh perempuan dalam sebuah organisasi, saya merasa

nyaman-nyaman aja bahkan saya merasa lebih baik disana”. kalau alasannya itu

karena pesantren, saya rasa itu pembodohan buat perempuan. (Wawancara

pribadi dengan MZ,Jakarta, 26 Maret 2015 17:30)

Namun selain karena tidak adanya kesempatan perempuan menjabat dalam

struktur, yang paling menarik disini adalah kuatnya stereotype yang dianut bahwa

anggota perempuan kurang layak dan kurang cukup mempunyai kapasitas berada dalam

struktural. Dan selanjutnya kuatnya budaya patriarkhi yang selalu mengedepankan sosok

laki-laki dalam pucuk kepemimpinan, sehingga melahirkan pola relasi yang selalu

merugikan kaum perempuan dalam konteks struktural.

Namun faktor lain yang ditemukan dan tidak kalah menarik menyatakan bahwa

hal ini dikarenakan seluruh anggota organisasi FKMSB adalah para mantan santri yang

masih punya pemahaman agama yang kuat dengan menyatakan bahwa perempuan tidak

boleh menjadi pemimpin. hal ini atas dasar pemahaman nas al-qur’an “Arrijaalu

qowwaamuna alannisa’ ”yang sebagian besar menafsirkan bahwa perempuan tidak boleh

menjadi ketua atau pemimpin. berikut beberapa perbedaan pendapat informan terkait

Page 65: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

51

wacana perempuan menjadi pemimpin yang penulis kelompokkan ke dalam bentuk tabel

berikut ini:

TabelIII.A.II. Penafsiran Perempuan Menjadi Pemimpin

No Nama Jenis

Kelamin

Latar belakang

pendidikan

Kategori

Kampus

Wacana Perempuan

menjadi pemimpin

dalam organisasi

Boleh

Tidak boleh

1. AH P

erem

pu

an

Hidayatullah

FU

ND

AM

EN

TA

LIS

2. HL Lipia √

3. EV Lipia √

4. HZ Al-hikmah √

5. JU Al-hikmah √

6. BS Al-hikmah √

7. MZ UMJ

PR

OG

RE

SIF

8. IM

Lak

i-la

ki

Uin √

9. KR Ganesha √

10. AB UIN √

11. ME UIN √

12. AK Unindra √

Jumlah 6 6

12

Dari data tersebut memperlihatkan bahwa informan yang setuju terhadap wacana

perempuan menjadi pemimpin adalah mahasiswa yang mempunyai latar belakang

pendidikan Islamnegeri dan umum, seperti UMJ, UIN, Ganesha dan Unindra. Sedangkan

sebaliknya informan yang tidak setuju berasal informan yang mempunyai pola

pendidikan timur tengan yang berorientasi fundamentalis Seperi Lipia, Al-hikmah dan

Hidayatullah. Hal ini sedikit menunjuksn bahwa latar belakang pendidikan fundamentalis

juga berpengaruh terhadap pola pikir mahasantri.

Sedangkan disisi lain, Syaikh Mahmud Syaltut yang merupakan mantan

pemimpin tertinggi Al Azhar seperti yang dikutip oleh Quraisy Shihab dalam

(Perempuan: Dari Cinta Seks dari Nikah Mut’ah sampai Nikah Sunnah dari Bias Lama

sampai Bias Baru, 2005:07) menyatakan, bahwa Allah telah menganugerahkan potensi

yang cukup kepada laki-laki dan perempuan untuk mengemban tanggung jawab sosial

dan kemanusiaan. Potensi ini juga termasukdalam hal kepemimpinan. Karena pada

Page 66: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

52

akhirnya setiap manusia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya kepada

Allah SWT, maka tak ada alasan bagi pelarangan seorang perempuan menjadi pemimpin.

Dari pernyataan tersebut menjadi menarik karena pada umumnya seorang yang

mempunyai latar pendidikan Islam mempunyai pandangan yang lebih progresif terhadap

kepemimpinan perempuan. Namun, dalam temuan ini ternyata justru informan yang

mempunyai latar belakang pendidikan modernis yang membolehkan perempuan menjadi

pemimpin atau ketua dalam organisasi FKMSB. Seperti salah satu informan berikut ini

Suatu hal yang baru dan suatu hal yang sangat membanggakan bila FKMSB bisa

melahirkan pemimpin perempuan. Saya sangat setuju itu. Ini akan menjadi suatu

langkah lebih maju dari apa yang saya bayangkan. Apalagi dalam AD-ART tidak

ada larangan perempuan menjadi katua. (Wawancara pribadi dengan AK, Condet,

17 April 2015)

Sejalan dengan pernyataan informan, bahwa dalam konteks AD-ART FKMSB

sekalipun ternyata memang tidak ditemukan larangan ataupun batasan terhadap

keterlibatan perempuan dalam struktur kepengurusan, jadi dapat disimpulkan

berdasarkan data ini akses perempuan dalam struktur organisasi dan menurut AD-ART

pada dasarnya tidak ada larangan, namun pada realitanya dalam struktur organisasi ini

tetap laki-laki yang selalu menjadi ketua, dan sebaliknya perempuan selalu mendapatkan

posisi perlengkapan saja. Hal ini menunjukkan bahwa, akses anggota perempuan

terhadap jabatan dalam struktural masih belum maksimal, walaupun dalam AD-ART

tidak ada larangan namun dalam realitanya masih belum bisa dirasakan secara

proporsional, dan terjadi ketimpangan.

2. Akses Mahasantri Dalam Pengembangan Skill

Skill merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang yang kemudian mulai

dikembangkan dan diaplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari. Tak terkecuali dalam

hal ini penulis ingin menjelaskan akses perempuan dan laki-laki dalam pengembangan

Page 67: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

53

skill di organisasi FKMSB. Pengembangan skill yang dimaksud penulis disini adalah

akses untuk menjadi MC dan Moderator dalam beberapa acara yang dihelat oleh

organisasi FKMSB. Dan dari beberapa data dan hasil wawancara ini ditemukan beberapa

pengakuan bahwa dalam hal ini anggota perempuan juga hampir tidak pernah

mendapatkan akses dalam pengembangan skill tersebut.

Kalau MC dan Moderator gak pernah tuh,,, paling kalau di konsumsi atau

perlengkapan iya..yah.... mungkin panitianya lebih percaya kalau laki-laki lebih

bisa dan lebih pas dibandingin perempuan, tapi bukan berarti perempuan juga gak

bisa kan... !? ini sih... lebih ke siapa yang dipercaya dan siapa yang

rekomendasiin. Tapi biasanya asal nunjuk aja tapi perempuan gag pernah ada

yang nunjuk (Wawancara pribadi dengan MZ, Jakarta, 21 april 2015)

Gak pernah... iya ikuti aja keputusan rapat, masa’ perempuan mau ngajuin

sendiri. saya bisa jadi MC saya mau... kan gak enak juga. Seharusnya anggota

laki-laki ada yang lebih peka lah... nawarin aja itu udah menghargai banget

daripada gak sama sekali.(Wawancara pribadi dengan HZ, Mampang,23 Maret

2015).

Dari pengakuan dua informan perempuan tersebut mencerminkan bahwa laki-laki

tidak memberikan akses kepada perempuan untuk menjadi MC atau Moderator. Bahkan

laki-laki dianggap kurang peka dan tidak menghargai perempuan karena tidak pernah

memberikan akses berupa kesempatan terhadap perempuan dalam pengembangan skill.

Dan yang lebih mirisnya lagi ada salah satu informan yang mengaku sangat kecewa

dengan keputusan panitia. Bahwa pernah dalam suatu acara menawarkan menjadi MC

pada perempuan, tapi kemudian pas acara dimulai, tanpa ada konfirmasi atau informasi

sebelumnya tawaran menjadi MC atau Moderator itu digagalkan seketika.

Kemaren pas acara Milad sebenarnya ditawari jadi MC dan Direjen gitu, saya

juga udah mempersiapkan diri, tapi pas acara ternyata yang maju malah cowok,

itu saya kecema banget, gak menghargai banget deh...(Wawancara pribadi

dengan IM Jakarta, 21 Maret 2015)

Dari data ini kemudian penulis mendapatkan kesempatan menanyakan ke ketua

FKMSB periode 2014-2015 seputar perempuan yang sampai saat ini hampir tidak pernah

dilibatkan atau diberikan kesempatan menjadi MC atau Moderator.

Page 68: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

54

Sebenarnya dulu pernah perempuan diplot menjadi MC pas acara pelantikan

pengurus kalau gag salah, tapi sebelum acara selesai waktu itu ada yang komplain

dan ternyata yang komplain justru dari para akhwat sendiri, alasannya sih ... kalau

masih ada laki-laki kenapa harus pakek perempuan bukannya suara perempuan

itu juga aurat dan gag boleh, Mon sampe’ kataoan Neng kakdintoh kita se

etukanih (Madura: red- “kalau sampai katahuan putri kiayi bakalan kita yang

dimarahi”) Mungkin atas dasar ini juga perempuan hingga sekarang kurang

terlibat walaupun mungkin perempuan yang lain juga banyak yang

mengharapkan menjadi MC juga. (Wawancara pribadi dengan AR, Ciputat, 23

Maret 2015)

Dari jawaban ini, sedikit memberikan penjelasan bahwa kurangnya akses

terhadap anggota perempuan menjadi MC ataupun Moderator tidak hanya disebabkan

karena faktor kurangnya akses dari laki-laki saja, melainkan adanya pemahaman agama

yang dianut oleh sebagian informan perempuan yang menyatakan bahwa suara

perempuan adalah aurat. Dan disisi lain juga memberikan alasan takut diketahui dan

dimarahi oleh Neng. Hal ini yang kemudian menjadi penyebab kurangnya akses

perempuan mendapatkan kesempatan dalam pengembangan skill ini. Walaupun tidak

bisa dipungkiri bahwa, disisi lain ada informan perempuan yang sebenarnya juga

menginginkan mendapat kesempatan menjadi MC atau Moderator dalam organisasi

alumni pesantren itu.

Jadi MC, siapa yang gag pengin sih.... itukan ilmu pengetahuan juga, apalagi ini

organisasi kita sendiri, kita bisa terlibat di dalamnya itu luar biasa. Kalau bagi

saya ini akan menjadi bentuk sumbangsih saya sebagai anggota dan sebagai

alumni pesantren. (Wawancara pribadi dengan HZ, Mampang 23 Maret 2015)

Namun data yang berhasil dihimpun oleh penulis menunjukkan bahwa dalam

beberapa pertemuan terahir perempuan ternyata tidak sama sekali mendapatkan

kesempatan tersebut. terlepas hal itu sudah ditawarkan oleh anggota laki-laki atau

perempuannya yang tidak mau, hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan data yang

terhimpun, anggota perempuan sampai detik ini masih belum mendapatan akses yang

sama dalam pengembangan skill menjadi MC atau Moderator dalam seluruh perhelatan

program FKMSB. Berikut data autentik yang dapat penulis sajikan kedalam bentuk tabel:

Page 69: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

55

Tabel.III.A.II. Akses Mahasantri Dalam Pengembangan Skill

No Beberapa Acara Pada

Pertemuan Terahir 2014-

2015

Menjadi Moderator Menjadi MC

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

1 Musyawarah Besar √ - √ -

2 Pengkaderan Anggota Baru √ - √ -

3 Milad 50 Tahun FKMSB √ - √ -

3 Rakornas √ - √ -

4 Musywil √ - √ -

5 Perayaan Isro’ mikroj √ - √ -

Jumlah 5 0 5 0

Dari data diatas ini, menunjukkan tak sekalipun perempuan mendapatkan akses

menjadi MC atau Moderator. Dalam hal ini jelas suatu hal yang sangat merugikan kaum

perempuan dan sangat bisa disimpulkan bahwa dalam aspek akses pengembangan skill

ini, kesempatan atau akses anggota perempuann tertutup. Sehingga semakin

menunjukkan bahwa perempuan mendapatkan perlakuan tidak adil. Dan semakin

menguatkan stereotype bahwa perempuan lemah dan tidak mempunyai kapasitas dalam

pengembangan skill.

Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Masdar F. Mas’udi

(2003: 37) bahwa ketidakadilan pangkal mulanya adalah disebabkan adanya pelabelan

sifat-sifat tertentu (stereotype) pada kaum perempuan yang cenderung merendahkan.

Misalnya, bahwa perempuan itu lemah, lebih emosional ketimbang nalar, cengeng, tidak

tahan banting, tidak patut hidup selain di dalam rumah.

3. Akses Mahasantri Dalam Pengembangan Skill dan Knowledge

Modul FKMSB merupakan satu-satunya buku panduan organisasi yang di

lounching beberapa waktu lalu, tepatnya di acara milad FKMSB yang ke 17 pada 10

Januari 2015 di Jakarta. Dalam penyusunan dan kepenulisan modul tersebut dibutuhan

skill menulis yang baik serta punya wawasan keilmuan (Knowledge) yang mempuni, dan

Page 70: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

56

hal ini sangat berhubungan skill dan knowledge anggota FKMSB. Tak terkecuali dengan

anggota perempuan yang seharusnya juga mendapatkan kesempatan dalam penyusunan

dan kepenulisannya tersebut. Namun ternyata pada realitanya ditemukan bahwa tak ada

satupun perwakilan anggota perempuan yang menjadi atau yang diikutsertakan dalam

tim penyusun terbitanya modul FKMSB tersebut.

Saya gak tau, apalagi mau dilibatkan, taunya itu pas acara milad ternyata mau

lounching modul katanya. (Wawancara pribadi dengan MZ,Ciputat, 26 Maret

2015 17:30)

Apalagi dilibatkan, informasinya aja kita gak dapet... gak tau. (Wawancara

pribadi dengan SH, Mampang 28 Maret 2015 19:00)

Informan perempuan yang ketiga juga mengaku tidak tau perihal modul tersebut

Kurang tau kenapa gak dilibatkan yang jelas saya juga taunya pas di acara, dan

setelah baca emang dari laki-laki aja tim penyusunnya. Para akhwat Sebenarnya

bukan gak bisa, dari dulu yang ngelola majalah Shibghah itu dari akhwat kok..!

(Wawancara pribadi dengan HZ, Mampang 23 Maret 2015)

Hampir semua informan perempuan yang diwawancarai, mempunyai jawaban

yang serupa dan mengatakan tak mendapatkan informasi, serta membenarkan bahwa

perempuan tidak dilibatkan dalam kepenulisan tersebut, dan mengetahuinya sesaat

sebelum mau dilaouncing bahwa ada modul FKMSB. Sedangkan informan laki-laki

yang menjadi pengurus menjawab bahwa tidak ada cukup waktu untuk

menginformasikan hal itu kepada para anggota perempuan:

Kemaren kan emang buru-buru, jadi gak sempat ngabari juga, karna kita pengin

cepat-cepat kelar juga nulisnya.. (Wawancara pribadi dengan ME, Jakarta 30

Maret 2015)

Iya kemaren kita tidak sempat kepikiran melibatkan perempuan, karena memang

waktunya mepet dan akan segera diselesaikan, iya udah semuanya dihandle laki-

laki karena menginginkan gerak cepat waktu itu. (Wawancara pribadi dengan

KR, Jakarta, 27 Maret 2015)

Dari hasil wawancara ini hampir sama dengan dengan konteks akses, bahwa

anggota laki-laki secara tidak langsung mempunyai stereotype terhadap perempuan

lemah dan tidak bisa gerak cepat, sehingga dalam kepenulisan modul FKMSB tersebut

Page 71: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

57

tidak seorangpun perempuan yang dilibatkan dan salah satu alasannya adalah karna

stereotipe terhadap perempuan tidak bisa gerak cepat.

Namun disisi lain, pada dasarnya kaum minoritas yakni anggota perempuan

bukanlah anggota yang tidak mempunyai potensi ataupun kreativitas yang dapat

disumbangkan terhadap organisasi FKMSB Jabodetabek selama ini, terlebih dalam dunia

kepenulisan. Bahkan dalam tiga tahun terahir ditemukan bahwa perempuanlah yang

mengusulkan dan mengelola penerbitan tabloid Shibghah FKMSB Jabodetabek sebagai

media penunjang kreatifitas dan wadah penyampaian ide dan gagasan. Dan akhirnya

keberadaan tabloid tersebut cukup digandrungi bahkan menjadi Trending topic FKMSB

wilayah yang lain.

Dari dulu perempuanlah yang menghandle penerbitan tabloid Shibghah, dan itu

sudah cukup digandrungi dalam lingkup FKMSB Pusat (Wawancara pribadi

dengan EV, Mampang, 29 April 2015 13:15).

Dari temuan tersebut sedikit membuka penglihatan bahwa perempuan seharusnya

mendapatkan perlakuan yang sama serta hak yang sama dengan laki-laki, terlebih dalam

kepenulisan modul tersebut. Namun pada realitanya akses perempuan selalu

mendapatkan penghalang dan hal yang justru merugikan. Dan pada puncaknya kaum

laki-laki masih saja melakukan dan justru menyia-nyiakan potensi yang dimiliki oleh

kaum perempuan itu sendiri. Dalam konteks ini tentunya kepenulisan modul FKMSB.

Hal ini juga sejalan degan apa yang dikemukakan oleh Griffiths (2006: 125)

bahwa terkadang kelompok yang dominan secara sengaja cendrung mempertahankan

posisinya dan menahan proses perubahan sosial yang mungkin akan mengacaukan status

tersebut. Ketakutan akan kehilangan kekuasaan ahirnya mendorong mereka untuk

melakukan penindasan dan menyia-nyiakan potensi produktif dari kaum minoritas.

Page 72: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

58

Dalam konteks akses ini terlihat jelas bahwa anggota perempuan tidak

mendapatkan akses yang sama dengan anggota laki-laki, baik dalam Pengembangkan

skill maupun knowledge, dan yang paling tampak dalam hal ini terjadi pada penerbitan

modul FKMSB. Lebih miris lagi perempuan sampai tidak mendapatkan informasi dalam

penyusunan dan penerbitan modul tersebut. Dari konteks akses ini, faktor terjadinya

ketimpangan dalam beberapa aspek tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama,

kuatnya sistem patriarki yang selalu mengedapankan laki-laki dibanding perempuan,

sehingga melahirkan relasi antar keduanya kurang terbuka. Kedua, kultur agama dan

sistem pendidikan yang masih belum terbuka dalam konteks isu-isu gender sehingga

melahirkan pemahaman-pemahaman yang bias gender, sehingga pada beberapa realitas

organisasi FKMSB terjadi ketidakadilan dalam peran dan hak terhadap perempuan.

Ketiga, adanya stereotype bahwa perempuan dianggap lemah, tidak bisa gerak cepat

serta tidak cukup pantas menjadi pemimpin, sehingga membuat perempuan lebih inferior

dan semakin tidak mempunyai kesempatan dalam mengembangkan potensi yang

dimilikinya.

Ketimpangan dalam konteks akses ini faktor yang sangat mencolok adalah

kuatnya sistem patriarkhi serta Stereotype terhadap perempuan yang pada dasarnya

disebabkan oleh konstruksi sosial yang sudah terbentuk sekian lama. Hal ini terbentuk

melalui proses sosial dan kultural yang selama diserap sehingga menjadi sesuatu yang

tidak disadari dalam berperilaku. Hal ini juga sejalan dengan teori behavioral

differencesyang dikembangkan oleh Oakley (1972) dalam bukunya Sex,

Gender,andSociety. Dalam buku tersebut terdapat asumsi dasar dari teori Oakley bahwa,

perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat tuhan adalah perbedaan perilaku

(Behavioral differences) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial

melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Asumsi ini menunjukkan bahwa

Page 73: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

59

ketimpangan relasi itu terdapat dalam konteks perilaku dan perlakukan yang sebenarnya

sudah tertanam secara masif melalui proses sosial dan kultural yang selama ini mereka

serap, sehingga menjadi ruang ketidaksadaran mereka dalam berperilaku dan

memperlakukan. Dan pada akhirnya tidak mengherakan jika dalam relasi keduanya

masih terjadi ketimpangan satu sama lain.

B. PARTISIPASI MAHASANTRI DALAM ORGANISASI

Berbeda dengan konteks akses dimana perempuan lebih menekankan pada

bagaimana mendapatkan semua fasilitas atau sumberdaya organisasi secara adil dan sama-

sama menggunakan wadah reaktualisasi diri secara bersamaan tanpa ada yang membatasi

ataupun larangan. Dalam konteks partisipasi ini Gender Analysis Pathway (GAP) lebih

menekankan bagaimana partisipasi disini sama-sama melibatkan laki-laki dan perempuan

dan terlibat secara langsung dalam rencana-rencana strategis serta kebijakan organisasi

yang akan dijalankan secara kolektif, sehingga kaum perempuan pada hususnya dapat

menyuarakan aspirasinya serta benar-benar merasa diberdayakan.

Dalam konteks partisipasi ini beberapa ahli gender juga mendefinisikan

dengan“Who does what?” (Siapa melakukan apa?) Bahwa laki-laki dan perempuan

berpartisipasi dan mempunyai hak yang sama dalam proses pengambilan keputusan atas

penggunaan sumberdaya organisasi secara demokratis, namun tidak berarti bebas berbuat

semaunya tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak

mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain (Veitzal Rivai, 2003: 52)

1. Partisipasi Mahasantri Dalam Skill Managerial

Dalam partisipasi ini penulis memfokuskan partisipasi perempuan dalam

beberapa kegiatan yang sudah dilaksanakan, hal ini berhubungan dengan skill

managerial bagaimana perempuan juga seharusnya terlibat dan mendapatkan hak yang

sama dalam kegiatan tersebut terlebih dalam struktur kepanitiaan bagaimana perempuan

Page 74: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

60

seharusnya mendapatkan kemampuan memimpin dalam organisasi dan dapat terlibat

secara langsung serta dapat menyuarakan aspirasinya dalam menentukan suatu

kebijakan.

Dari data yang penulis dapati terlihat jelas ada ketimpangan yang sangat

mencolok dalam beberapa kegiatan tersebut. Berikut penulis rangkum ke dalam bentuk

tabel.

Tabel.III.B.I.Partisipasi Mahasantri Dalam Skill Managerial

PARTISIPASI DALAM PROGRAM KEGIATAN

No Kegiatan 2014/2015 Menjadi ketua panitia Menjadi Sekretaris Menjadi Bendahara

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

1 Musyawarah Besar √ - √ - √ -

2 Pengkaderan Anggota Baru √ - √ - √ -

3 Milad 50 Tahun FKMSB √ - √ - - √

3 Rakornas √ - √ - √ -

4 Musywil √ - √ - √ -

5 Perayaan Maulid Nabi √ - √ - √ -

6 Seribu waqaf Al-qur’an √ - √ - √ -

Jumlah 5 0 5 0 4 1

Dari data ini terlihat jelas bahwa dalam beberapa kegiatan yang dihelat oleh

FKMSB Jabodetabek ini tak seorangpun perempuan terlibat sebagai seorang ketua,

sekretaris dan hanya sekali sebagai bendahara. Kurangnya keterlibatan perempuan dalam

perhelatan acara tersebut tentunya sangat merugikan perempuan. Skill Managerial

seperti merealisasikan suatu kegiatan dan kemampuan mesukseskan suatu kegiatan jelas

hanya akan didapatkan oleh anggota laki-laki saja. Kurangnya keterlibatan anggota

perempuan dalam hal ini menurut beberapa informan perempuan:

Kepanitiaan itu kan biasanya dipilih dengan musyawarah, kadang perempuannya

juga tidak mau dan kadang laki-laki juga gak ada yang mau mengusulkan

perempuan jadi panitia, yah.... karena dari dulu memang seperti itu mau diapain

lagi.. (Wawancara pribadi dengan AH, Depok, 21 maret 2015 09:00)

Kurang tau ya,,, yang jelas dalam pembentukan kepanitiaan itu melibatkan

perempuan, cuma memang selama ini kita gag pernah menggunakan perempuan

Page 75: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

61

sebagai ketua panitia. Bukan percaya atau tidak percaya ya... Cuma belum

terbiasa aja mungkin (Wawancara pribadi dengan KR, Jakarta, 27 Maret 2015)

Sebagian informan laki-laki mengatakan kurangnya kesempatan perempuan

dalam konteks ini tidak ada hubungannya dengan kapasitas perempuan

Gak... bukan masalah itu, perempuan juga punya kapasitas kok. Inikan ntar

kerjanya bersama-sama, ketua itu kan cuma bertanggung jawab sepenuhnya. Jadi

tinggal intruksi aja ntar... (Wawancara pribadi dengan KR, Jakarta,27 Maret

2015)

Dan dari informan perempuan yang lain juga menuturkan:

Sejak saya ikut musyawarah pembentukan panitia kalau mau ngadain acara gitu,

gak pernah perempuan diusulkan jadi ketua. paling kalau pas giliran seksi

konsumsi langsung ditunjuk aja gitu.... kamu jadi seksi kosumsinya. Yaudah ikut-

ikut aja... mau menolak gimana ini kan buat kita bersama. (Wawancara pribadi

dengan BS, Mampang, 28 Maret 2015 19:00)

Dari data ini terlihat jelas bahwa ketika anggota laki-laki menjadi ketua secara

tidak langsung hanya anggota laki-laki saja yang punya otoritas dan mengendalikan

organisasi ini, namun anggota perempuan yang tidak mendapatkan posisi yang kurang

menguntungkan menjadi semakin inferior dan hanya bisa mengerjakan hal-hal yang

selalu berhubungan dengan dapur, seperti seksi kosumsi dan seksi perlengkapan

sebagaimana posisi tersebut selalu diidentikkan dengan posisi ideal perempuan.

Dalam hal ini penyebabnya tidak jauh berbeda dengan konteks akses, yaitu

adanya stereotype terhadap anggota perempuan yang masih kuat dari kalangan pengurus

laki-laki sehingga partisipasi dalam skill managerial tidak sepenuhnya bisa dirasakan.

Dalam hal ini anggota perempuan seringkali mendapatkan posisi yang kurang

menguntungkan seperti seksi konsumsi dan perlengkapan. Dan yang lebih menarik

disini, walaupun sudah jelas dalam AD-ART bahwa pemilihan dilakukan secara

demokratis, namun pada realitanya ternyata dalam pemilihan struktur kepanitiaan para

anggota laki-laki masih sering menggunakan penunjukan langsung kepada anggota

perempuan, bahkan seringkali tanpa sedikitpun mempertimbangkan dan menawarkan

Page 76: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

62

terlebih dahulu kesiapan perempuan dalam mengemban tugas tersebut. Pada akhirnya

dalam konteks ini lagi-lagi anggota laki-laki saja yang diuntungkan dan sebaliknya

perempuan semakin inferior dan semakin pasif.

Hal ini sejalan dengan Para peneliti feminis barat yang secara umum mempunyai

keyakinan bahwa sekali pria mendominasi sebuah kelompok masyarakat dalam bidang-

bidang tertentu,perempuan akan menjadi kelompok yang tertindas dan pasif (S. Duval

1998: 13)

2. Partisipasi Mahasantri Dalam Struktural Oganisasi

Keterlibatan semua anggota baik laki-laki maupun perempuan dalam struktur

organisasi merupakan cerminan ideal suatu organisasi. Dan dalam tegaknya organisasi

yang baik pula, seharusnya semua anggota laki-laki maupun perempuan dapat terlibat

secara proporsional terlebih dalam menentukan suatu kebijakan yang diharapkan tidak

saling merugikan satu sama lain. Namun nyatanya dalam struktur organisasi ini masih

terlihat bahwa keterlibatan anggota perempuan sangatlah minim dan sangat tidak

proporsional. Tercatat sejak berdirinya organisasi FKMSB ini pada tahun 2008 di

Jabodetabek, tak pernah sekalipun perempuan mendapatkan posisi baik sebagai ketua

maupun wakil ketua. Hanya sekali menjadi sekretaris pada tahun 2011/2012 dan dua kali

menjadi bendahara pada tahun 2010/2011 dan 2011/2012. Padahal sampai tahun 2014-

2015 organisasi ini terhitung sudah memasuki tujuh periode, dimana organisasi ini

seharusnya sudah berkembang dan sosok perempuan seharusnnya sudah sangat

diperhitungkan. Namun realita yang ada tidak sesuai fakta dan harapan perempuan pada

umumnya, bahwa perempuan masih saja kurang mendapatkan hak yang sama.

Berikut data pertisipasi mahasantri dalam struktur organisasi dalam beberapa

periode yang dirangkum kedalam bentuk tabel:

Page 77: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

63

Tabel.III.B.II.Partisipasi Mahasantri Dalam Sruktur Organisasi

Struktur Organisasi Selama Tujuh Periode

No Tahun Ketua dan wakil Sekretaris Bendahara

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

1 2008/2009 √ √ √

2 2009/2010 √ √ √

3 2010/2011 √ √ √

4 2011/2012 √ √ √

5 2012/2013 √ √ √

6 2013/2014 √ √ √

7 2014/2015 √ √ √

(Sumber Data: Sekretaris Umum FKMSB Jabodetabek 2014/2015)

Dari data ini tergambar jelas dimana sosok perempuan tidak pernah sekalipun

menjadi ketua ataupun wakil dalam struktur FKMSB Jabodetabek. Dan tampak betapa

dominannya anggota laki-laki dalam jabatan ketua sekretaris maupun bendahara.

Kurangnya partisipasi perempuan dalam jabatan ketua maupun wakil, menurut

mantan ketua wilayah FKMSB periode 2014/2015 disebabkan oleh perempuannya

sendiri:

Belum ada memang selama ini perempuan yang mau menjabat jadi ketua.

Mungkin karena perempuannya yang memang belum siap mencalonkan,

sebenarnya bisa-bisa aja mencalonkan... tapi itu tadi kendalanya di perempuannya

aja yang mungkin belum kepikiran kesana, kalaupun ada kendala yang lain saya

kurang tau itu. (Wawancara pribadi dengan AR, Jakarta, 26 Maret 2015).

Kalau untuk mencalonkan diri dari perempuannya tidak mungkin juga sih...

kebetulan perempuannya juga sedikit, yah... tetap kalah jumlah sama laki-laki. Ya

udah ngikutin aja...(Wawancara pribadi dengan BS, Mampang, 28 maret 2015

19:00)

Alasan informan pertama menyatakan penyebabnya adalah dari perempuannya

sendiri, bahwa perempuan dianggapap belum siap menjabat sebagai ketua maupun wakil,

namun alasan dari informan perempuan bukanlah faktor dari perempaunnya. Melainkan

karena dominasi laki-laki dalam keanggotaan yang secara kuantitas lebih banyak

daripada perempuan, sehingga perempuan merasa akan sia-sia bila mencalonkan diri.

Namun, lagi-lagi problem yang sama juga dikemukakan oleh informan laki-laki bahwa

bukan karena dominasi keanggotaan, melainkan karena perempuannya sendiri yang

dipandang belum siap dan belum ada yang dinilai punya kapasitas

FKMSB Jabodetabek memang belum saatnya dipimpin oleh kaum perempuan,

karena berbagai faktor internal dan eksternal juga. Selain karena perempuannya

Page 78: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

64

yang memang masih belum siap saya kira, anggota perempuan juga belum ada

yang cukup pantas dicalonkan untuk saat ini. Terdapat faktor eksternal yang

sifatnya sangat erat kaitannya dengan pesantren. Sejauh ini diakui atau tidak

pesantren Banyuanyar itu masih menganut faham patriaki yang secara tidak

langsung kurang memberi ruang kepada perempuan menjadi pemimpin

(Wawancara pribadi dengan KR, Jakarta, 27 maret 2015)

Hal ini juga secara tidak langsung diamini oleh informan perempuan yang

mempunyai latar belakang pendidikan islam fundamentalis aliran timur tengah, bahwa

sejatinya kurang setuju atas keterlibatan perempuan dalam struktural kepengurusan:

Pada dasarnya kalau perempuan menjadi ketua itu bisa menyalahi fitrah

perempuan. Ia kalau masih ada laki-laki yaa… ngapain harus perempuan..!?

yah.... walaupun ini organisasi yang seharusnya demokratis, tapi menurut saya

gak harus perempuan juga yang jadi ketuanya kan... Perbandingannya sih

perempuan itu dua tapi laki-laki satu itu sudah cukup. (Wawacara pribadi dengan

HO, Mampang, 29 Maret 2015 21:30).

Namun terlepas dari alasan yang dituturkan oleh informan laki-laki dan sebagian

informan perempuan yang mempunyai latar belakang pendidikan islam fundamentalis

itu, ternyata masih ada dua informan perempuan yang berpendapat bahwa perempuan

pada dasarnya juga bisa menjadi pemimpin dan terlibat aktif secara demokratis dalam

struktur organisasi ini.

Menurut saya sah-sah saja perempuan jadi ketua dan terlibat dalam struktural,

karena memang di AD-ART cukup jelas kalau perempuan juga punya hak yang

sama dengan anggota yang lain. (Wawancara pribadi dengan IM, Jakarta, 21

Maret 2015 19:00)

Kenapa tidak,,,? Perempuan juga punya hak, dan saya rasa perempuan juga

banyak yang punya kapasiatas dalam mempimpin (Wawancara pribadi dengan

MZ, Jakarta, 26 Maret 2015 17:30)

Penuturan dua informan ini sekaligus membuka pandangan bahwa dalam

organisasi ini masih ada sebagian kecil anggota perempuan yang menginginkan menjadi

ketua, dan tentunya sedikit banyak mengerti bagaimana seharusnya menjadi ketua,

karena pada dasarnya menurut (Richard I Lester : 1991) menjadi ketua atau pemimpin

adalah sebuah seni mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dengan cara kepatuhan,

kepercayaan dan rasa hormat. Dan dari beberapa unsur tersebut bukanlah hal yang sulit

bagi mahasantri atau sosok perempuan untuk tidak memilikinya juga.

Page 79: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

65

Namun yang menjadi dasar alasan dan faktor kurangnya partisipasi perempuan

dalam struktural, dalam hal ini sebenarnya tak terkecuali beberapa perbedaan pandangan

terhadap setuju tidaknya perempuan terlibat dalam struktur organisasi yang lebih

demokratis dalam konteks AD-ART. Untuk lebih jelasnya berikut penulis sertakan

perbedaan pandangan tersebut dari semua informan yang dirangkum ke dalam bentuk

tabel dibawah ini:

Tabel.III.B.II.Keterlibatan Mahasantri Dalam Struktur Organisasi

No Nama

Informan

Jenis

Kelamin Latar Belakang

Pendidikan Menjadi Ketua

Menjadi

Sekretaris

Menjadi

Bendahara

Boleh

Tidak Boleh

Boleh Tidak Boleh

Boleh Tidak Boleh

1 IM

Perem

pu

an

UIN √ - √ - √ -

2 HO Lipia - √ √ - √ -

3 MZ UMJ √ - √ - √ -

4 HZ Al-hikmah √ - √ - √ -

5 JU Al-hikmah √ - √ - √ -

6 EV Lipia - √ √ - √ -

7 BS Al-hikmah - √ √ - √ -

8 AH

La

ki-

lak

i

Hidayatullah √ - √ - √ -

9 AK Unindra √ - √ - √ -

10 AR UIN √ - √ - √ -

11 ME UIN √ - √ - √ -

12 KR Ganesha √ - √ - √ -

JUMLAH 9 3 12 0 12 0

Dari data tersebut menunjukkan bahwa dalam konteks AD-ART FKMSB,

sebagian besar informan membolehkan perempuan menjabat dalam struktur organisasi,

baik menjadi ketua, seksretaris ataupun bendahara. Namun dari 12 informan terdapat tiga

informan yang masih berpendapat bahwa perempuan tidak boleh menjadi ketua.

Ia tetap gag boleh lah... sudah jelas juga kan ayatnya, Arrijalu qowwamuna

alannisa’. iya... walaupun FKMSB gag ngelarang itu juga. (Wawancara pribadi

dengan BS, Mampang, 28 Maret 2015 19:00)

Pada dasarnya kalau perempuan menjadi ketua itu bisa menyalahi fitrah

perempuan.Ia kalau masih ada laki-laki yaa… ngapain harus perempuan..!?”

yah.... walaupun ini organisasi yang seharusnya demokratis, tapi menurut saya

gak harus perempuan juga yang jadi ketuanya kan... Perbandingannya sih

perempuan itu dua tapi laki-laki satu itu sudah cukup. (Wawacara pribadi dengan

HO, Mampang, 29 Maret 2015 21:30).

Bukan berarti saya tidak setuju kalau perempuan terlibat, Cuma kalau untuk

menjadi ketua menurut saya itu langkah yang terlalu berani, menjaga itu akan

Page 80: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

66

lebih baik saya rasa. (Wawancara pribadi dengan EV, Mampang, 29 April 2015

13:15)

Dari pengakuan tiga informan perempuan tersebut menunjukkan bahwa

perempuan memang tidak ingin terlibat dalam struktural hususnya menjadi ketua. Hal ini

semakin menguatkan bahwa latar belakang pendidikan aliran timur tengah menjadi satu

alasan yang juga berpengaruh kuat terhadap tegaknya demokratisasi organisasi dimana

perempuan selalu menjadi sosok The second class. Namun disisi lain menurut

Nasaruddin Umar (2000 : 49) Seorang cendekiawan kontemporer yang menyatakan

bahwa tidak ada satupun dalil, baik dari al-qur’an maupun hadist yang melarang kaum

perempuan untuk terjun ke dalam bidang politik baik sebagai pejabat maupun pemimpin

negara. Fakta sejarah mengungkapkan bahwa perempuan-perempuan di sekitar Nabi

terlihat aktif dalam dunia politik. Nasaruddin Umar juga menegaskan bahwa kata

Khalifah pada surat al-baqarah ayat 30 tidak merujuk hanya kepada satu jenis kelamin

tertentu, laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki fungsi sebagai Khalifah di muka

bumi yang akan mempertanggung jawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah SWT.

Faktor pemahaman agama tersebut sangat menarik walaupun disisi lain tidak

dapat dipungkiri bahwa ada banyak perempuan yang sangat ingin terlibat ke dalam

struktur organisasi bahkan menjadi ketua sekalipun. Namun, kembali pada konteks

partisipasi dalam kepengurusan ternyata dapat disimpulkan bahwa memang terjadi

ketimpangan dalam struktural. Walaupun faktornya adalah perempuannya sendiri yang

menyatakan kurang setuju jika perempuan menjadi ketua, namun sebagaimana organisasi

modern dan tertuang dalam AD-ART, bahwa semua anggota FKMSB memiliki

kesempatan yang sama dalam struktural. Mengingat sebagian perempuan juga

mempunyai keinginan yang kuat terlibat dalam posisi yang lebih strategis. Seharusnya

Page 81: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

67

anggota perempuan tidak selalu mendapatkan posisi yang bias gender yang selalu

diposisikan diseksi konsumsi dan perlengkapan saja.

3. Partisipasi Mahasantri Dalam Pengembangan Knowledge

Diskusi mingguan merupakan salah satu wadah pengembangan knowledge dan

program ini sudah rutin diagendakan dan disepakati dalam rapat kerja (Raker) yang

dihelat di Mampang Jakarta Selatan pada 12 Januari 2015. Pengembangan knowledge

atau keilmuan ini sangat sejalan sebagaimana tujuan dasar berdirinya FKMSB itu adalah

reaktualisasi kaum santri dan meningkatkan nilai ukhwah di kalangan mahasantri

Banyuanyar. Dan yang menjadi harapan adalah semua anggota dapat mengikuti dan

mendapatkan hak yang sama untuk mengembangkan knowledge dalam forum diskusi

tersebut tak terkecuali anggota perempuan dalam hal ini.

Tapi yang sangat mencengangkan ternyata dalam forum ini, tak satupun anggota

perempuan terlibat dalam program pengembangan knowledge baik dalam segi kehadiran

sebagai audiens maupun keterlibatan sebagai pemateri. Berikut data partisipasi

perempuan dalam pegembangan knowledge dalam forum diskusi mingguan:

Tabel.III.B.III. Partisipasi Perempuan Dalam Pengembangan Knowledge di

Forum Diskusi FKMSB Jabodetabek 2014/2015

No Bln/

Minggu Tema Diskusi Pemateri

Audience Jumlah

Pr Lk

1

Ap

ril

I Kajian Tokoh timur tengah Mukit - 30 30

II Ekonomi Konfensional Kosim Rahman

- 25 25

III Libur Kosong - - -

IV Sejarah Nusantara Hotibul Umam

- 29 29

2 Mei

I Pelatihan Jurnalistik Moh Toha - 20 20 II Survival Jurnalisme Musyfiq - 21 21 III Kode etik Jurnalis Moh Melqy - 19 19 IV Tafsir Hermantika Mursidi - 23 23

3

Jun

i

I Tokoh AliSyariaty Moh Melqy - 24 24 II Tokoh Sosiologi Haviz al asad - 27 27 III Ulumul Qur’an Ust Mukit - 27 27

VI Kajian Tokoh Tirto Adhi Soerjo

Sulaiman - 24 24

(Sumber data : Ketua bidang kajian mingguan FKMSB wilayah Jabodetabek)

Page 82: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

68

Dari data tersebut tidak ada satupun perempuan yang mendapat kesempatan

menjadi moderator dan hadir sebagai audiens. Hal ini sepintas terlihat jelas bahwa tidak

adanya partisipasi dalam pengembangan knowledge ini mencerminkan adanya

ketimpangan yang sangat mencolok. Namun setelah ditanya mengapa partisipasi

perempuan dalam pengembangan knowledge ini tidak pernah ada satupun yang terlibat.

Dua informan perempuan berikut ini menjawab.

Sebenarnya bukan gak mau terlibat atau gak dilibatkan, Cuma waktu dan

jaraknyaitu yang jadi kendala, diskusinya kan malem.. jadinya gak mungkin kalo

malem-malem perempuan hadir kan,,,!? Apalagi jauh-jauh ke ciputat!!

(Wawancara pribadi denganBS, Mampang, 28 maret 2015 19:00)

Dilibatkan juga sih..,smsnya juga dapet, Cuma kurang diberdayakan menurut

saya. kadang pengin hadir juga, cuma perempuannya sedikit yang hadir jadinya

males gitu, yah.... kadang perempuan juga jadi partisipasi pasif sih... (Wawancara

pribadi dengan MZ, Jakarta, 26 Maret 2015 17:30).

Namun sebaliknya dari semua informan laki-laki hanya ada satu informan saja

yang mengaku tidak bisa mengikuti dalam forum diskusi mingguan itu.

Sebenarnya pengin hadir cuma jauh banget ke ciputat, kan tinggalnya di

depok…!? (Wawancara pribadi dengan AH, Depok, 21 Maret 2015 09:00)

Data ini menjelaskan bahwa kurangnya keterlibatan anggota dalam forum diskusi

mingguan ini jelas karena faktor jarak dan waktu, namun beberapa alasan lain yang juga

menjadi penyebab adalah kehadiran anggota perempuan yang terkadang hanya menjadi

partisipasi pasif, sehingga membuat anggota perempuan semakin tidak bisa berpartisiapsi

dalam forum tersebut. Namun alasan yang paling umum adalah faktor jarak dan waktu

yang kurang pas. Hal ini juga sependapat dengan ketua bidang diskusi mingguan sebagai

faktor kurangnya partisipasi anggota perempuan khususnya dalam mengikuti forum

diskusi ini.

Kami sebagai panitia sebenarnya sudah menginformasikan kesemua anggota,

Cuma mungkin yang jadi kendala memang jarak yang jauh ya.. jadi tidak

memungkinkan semua anggota terlibat secara maksimal. (Wawancara pribadi

dengan SY, Jakarta, 30 Maret 2015)

Page 83: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

69

Secara keseluruhan informan perempuan memberikan jawaban yang serupa atas

alasan ketidakhadiran dan kurang terlibatnya dalam forum diskusi mingguan tersebut.

Bahwa Selain karena faktor jarak dan waktu, perempuan juga merasa malas dan tidak

nyaman sehingga merasa kurang percaya diri ketika lebih banyak laki-laki yang hadir

mengikuti forum diskusi tersebut. Dalam konteks ini kurangnya keterlibatan anggota

perempuan murni bukan karena dari perempuannya sendiri yang kurang berupaya

mengikuti forum tersebut, namun lebih karena faktor jarak dan waktu. dan dalam

pengembangan knowledge ini sangat tampak karena kebijakan pengurus dalam hal ini

anggota laki-laki yang kurang mempertimbangkan perempuan dalam memutuskan waktu

dan tempat acara diskusi tersebut yang kemudian sangat tidak menguntungkan

perempuan. Sehingga acara tersebut menjadi acara yang tidak berkesetaraan gender dan

hanya bisa dirasakan oleh anggota laki-laki saja.

Seharusnya dalam perhelatan acara ini, pihak pengurus ada yang memfasilitasi

anggota perempuan untuk alat transportasi misalnya antar jemput. Pertimbangannya

adalah kalau malam-malam perempuan tidak aman dan rawan kejahatan. Dan selebihnya

yang menjadi faktor penyebab adalah karena anggota perempuan merupakan kelompok

minoritas dan kurang dilibatkan dalam forum-forum tertentu. Bahkan walaupun terlibat

sekalipun terkadang hanya menjadi pelengkap dan menjadi partisipasi pasif.

Dari data penelitiaan awal juga menunjukkan bahwa dalam Rapat Koordinasi

Nasional (RAKORNAS) yang terakhir di Jakarta pada 15 Januari 2015 yang lalu, tampak

perempuan tidak dilibatkan atau bahkan tidak melibatkan diri, bahkan ada, namun hanya

menjadi penonton dan pendengar semata, Sehingga seluruh keputusan RAKORNAS itu

adalah murni keputusan laki-laki.

Page 84: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

70

C. KONTROL MAHASANTRI DALAM ORGANISASI

Dalam Gender Analysis Pathway (GAP) kontrol diartikan sebagai penguasaan,

wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan yang menunjukkan akan peran

seseorang dalam sebuah kelompok sosial baik itu kelompok ekonomi, sosial, dan politik.

Ahli gender yang lain juga mendefinisikan bahwa kontrol sering bisa dipahami dari

sebuah pertanyaan berikut ini, ”Who has what? (Siapa punya apa?) Dalam konteks ini

penulis ingin memfokuskan pada dua sub bab: Jumlah keterlibatan mahasantri dalam

beberapa posisi struktural, serta kontrol terhadap mahasantri dalam relasi organisasi.

1. Keterlibatan Mahasantri Dalam Keanggotaan dan Posisi Struktural

Dalam konteks ketimpangan relasi gender dalam aspek kontrol ini, penulis ingin

melihat keseluruhan mahasantri FKMSB dari beberapa tahun terahir ini, baik dalam

jumlah keterlibatan keanggotaan maupun dalam posisi strategis distruktur kepengurusan.

Tentunya dominasi diantara keduanya akan sangat berdampak pada pengambilan

keputusan dan berpengaruh juga pada siapa yang paling punya power dalam menentukan

kebijakan. Berikut data keanggotaan dan beberapa posisi dalam struktur kepengurusan

dalam tiga tahun terahir.

Tabel.III.C.I. Keanggotaan dan Keterlibatan Mahasantri Dalam Posisi Struktural

NO TAHUN Jumlah

Keanggotaan

Keterlibatan

Dalam

Struktural

Keterlibatan

Dalam Posisi

Ketua

Keterlibatan

Dalam Posisi

Wakil

Keterlibatan

Dalam Posisi

Sekretaris

Keterlibatan

Dalam Posisi

Bendahara

Lak

i-laki

Perem

pu

an

Lak

i-laki

Perem

pu

an

Lak

i-laki

Perep

uan

Lak

i-laki

Perem

pu

an

Lak

i-laki

Perep

uan

Lak

i-laki

Perem

pu

an

1. 2014/2015 83 31 20 7 1 0 1 0 1 0 1 0

2. 2013/2014 74 29 18 7 1 0 1 0 1 0 1 0

3. 2012/2013 65 24 15 6 1 0 1 0 1 0 1 0

4. 2011/2012 1 0 1 0 0 1 0 1

(Sumber data: Sekretaris Umum FKMSB Jabodetabek)

Page 85: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

71

Dari tabel ini bisa terlihat bahwa anggota laki-laki lebih dominan pada jumlah

keanggotaan maupun dalam posisi struktural. Namun berdasarkan presentase jumlah

keanggotaan dari tahun 2012-2013 sampai 2014-2015 dapat dikatakan keterlibatan

perempuan dalam struktural mengalami peningkatan. Dan pada tahun 2014/2015

ternyata dari 83 anggota laki-laki hampir 40% terlibat dalam struktural, Sedangkan dari

31 anggota perempuan hampir 25% terlibat dalam struktur, presantase ini sudah cukup

dikatakan seimbang dan proporsinal mengingat jumlah keanggotaan laki-laki jauh lebih

banyak daripada anggota perempuan yang kemudian menyebabkan anggota perempuan

lebih sedikit mendapatkan posisi dalam struktural.

Namun yang tetap menarik disisi lain adalah keterlibatan perempuan dalam

mendapatkan posisi yang lebih strategis dalam struktur. Hal ini masih sejalan dengan

data-data sebelumnya bahwa anggota perempuan lebih sedikit mendapatkan posisi

strategis di struktural. Berdasarkan hasil temuan data diatas menunjukkan bahwa, tak

ada satupun perempuan yang pernah mengisi posisi ketua ataupun wakil, dan pada

posisi sekretaris dan bendahara hanya sekali dan itupun pada periode 2011-2012 tiga

tahun yang lalu. Pada konteks ini secara jelas anggota perempuan selalu mendapatkan

posisi yang tidak strategis, sedangkan sebaliknya anggota laki-laki mendapatkan posisi

yang strategis.

Dalam struktur organisasi tentunya posisi yang lebih strategis ini sangat

berpengaruh pada siapa yang mempunyai kontrol dan power, semua kebijakan akan

lahir dari elit organisasi ini. Dan kurangnya keterlibatan perempuan dalam konteks ini

akan sangat merugikan. Terlebih dalam menentukan suatu kebijakan terkadang

perempuan kurang dihiraukan, kurang mendapatkan informasi, bahkan dalam program-

program tertentu seringkali tidak dilibatkan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

awal bahwa dalam program sosialisasi ke pondok pesantren Banyuanyar. Dalam

Page 86: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

72

perhelatannya tak pernah sekalipun anggota perempuan diikutkan. Dan masih banyak

lagi dalam beberapa kegiatan yang lain anggota perempuan kurang dilibatkan. Dan

kebenaran ini diakui oleh beberapa informan perempuan

Jarang dilibatkan,,, kadang ngadain acara aja kita tidak tau, dan parahnya lagi

taunya dari orang lain bukan dari kelompok kita maksudnya, ini kan aneh masak

organisasi kita yang tau programnya malah orang lain. Ia mungkin ada benarnya

juga karena dominasi laki-laki, Saya sih sampe beranggapan organisasi ini

emang mau diurus oleh laki-laki saja ya... (Wawancara pribadi dengan IM,

Jakarta, 21 Maret 2015 19:00)

Dilibatkan sih iya... kan biasanya dibicarakan dalam forum atau rapat gitu...

Cuma kurang diberdayakan menurut saya, dalam forum itu kan lebih banyak

laki-laki... wajarlah kalau hampir semua kebijakan itu lahir dari laki-laki.

Ahirnya Perempuan ikut-ikut aja. kan biar kompak!? (Wawancara pribadi

dengan MZ, Jakarta, 26 Maret 2015 17:30).

Salah satu informan mengatakan bahwa, ketika suatu kebijakan selalu

menegedepankan laki-laki saja hal itu tentunnya sudah sangat merugikan perempuan.

Yang jelas ketika dalam suatu kebijakan cuma lebih mengedepankan laki-laki

itu sudah merugikan perempuan. Biasanaya kalau ngadain sosialisasi ke

pesantren di madura belum pernah FKMSB itu mengutus perempuan, setiap

tahun selalu anggota laki-laki (Wawancara pribadi dengan MZ, Jakarta, 26

Maret 2015 17:30)

Hal ini semakin menegaskan bahwa dominasi laki-laki dalam aspek kontrol ini

sangat kental bahwa laki-laki lebih punya otoritas dan sebagai anggota yang lebih

dominan serta sebagai elit organisasi, tentunya dengan posisi tersebut anggota laki-laki

lebih mempuyai otoritas terlebih dalam menentukan suatu kebijakan yang pada

akhirnya akan sangat menguntungkan kelompok mayoritas saja, Menurut Kamla

Bashim (1996: 1) Dominasi laki-laki dalam sebuah kelompok akan sangat

mempengaruhi terhadap pengambilan keputusan dimana selama ini laki-laki selalu

menempati di garis terdepan dan selalu menduduki posisi superior. Sedangkan disisi

lain perempuan senantiasa menjadi sosok yang tersubordinasidan inferior sehingga

selalu menjadi sosok yang tertindas dan sangat tidak diuntungkan.

Page 87: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

73

2. Kontrol Mahasantri Dalam Relasi Organisasi

Dalam suatu organisasi seharusnya relasi antara laki-laki dan perempuan

tercipta suatu hubungan yang harmonis dan saling mendukung satu sama lain. Dari

berbagai ketimpangan yang kemudian menjelaskan adanya kontrol yang kuat dari laki-

laki terlihat dominasi laki-laki dalam setiap lini. Sehingga membuat perempuan lebih

inferior dari anggota laki-laki.

Dalam konteks kontrol mahasantri dalam relasi organisasi ini, ternyata

ditemukan beberapa arahan dan campur tangan keluarga pesantren ( Neng : Putri kiayi)

yang seringkali secara tidak langsung melarang anggota perempuan untuk tidak terlalu

bergabung dengan para anggota laki-laki dalam organisasi. Bahkan dalam beberapa

pertemuan, menurut salah satu informan yang tak ingin disebutkan identitasnya

menyatakan bahwa, Neng seringkali menginstruksikan supaya menggunakan tabir

dalam setiap acara FKMSB.

Salah satu instruksi yang sering Neng tekankan adalah menghadirkan tabir

dalam setiap rapat dan pada pertemuan-pertemuan FKMSB. yah... mungkin biar

lebih terjaga aja hubungan antara Ikhwan dan Akhwat (Wawancara pribadi

dengan X, Jakarta 14, April 2015).

Salah satu informan perempuan yang lain juga menuturkan

Pernah suatu hari ada rapat yang melibatkan anggota perempuan dan laki-laki

dan saat itu tidak menggunakan tabir, keesokan harinya mereka dilarang

mengikuti kegiatan lagi, dan mengancam pula untuk membentuk organisasi

khusus perempuan, yang terpisah secara struktur organisasi (Wawancara pribadi

dengan X, Mampang, 23 Maret 2015)

Namun demikian, menurut beberapa informan anggota yang dekat dengan Neng

seperti HB (Mantan Kordinator Akhwat FKMSB Jabodeabek) ahirnya mampu

menegosiasikan hal ini dengan Neng sehingga ancaman itu ahirnya tidak terjadi. Dan

akhirnya kontrol yang mereka punyai dan jalankan lebih banyak berperan dalam

konteks domestik perempuan itu sendiri. Seperti memposisikan dirinya dalam seksi

perlengkapan, konsumsi. Hal inilah yang kemudian dilihat sebagai penghambat bagi

Page 88: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

74

perempuan dalam mendapatkan akses dan partisipasi anggota perempuan dalam proses

berorganisasi secara demokratis dan profesional. Sehingga dalam relasinyapun

berdampak pada kontrol perempuan dalam relasi organisasi yang kurang harmonis

karna disatu sisi ada yang mendukung arahan ataupun instruksi tersebut, dan disisi lain

malah tidak meresponnya. sehingga tidak mengherankan jika anggota perempuan

maupun anggota laki-laki sampai detik ini terkesan kurang harmonis dan kurang

kompak dalam relasi organisasi.

Padahal kalau mengkaji lebih dalam di Al-Qur’an sendiri sebagai pegangan

umat Islam khususnya kaum santri, di samping Al-Hadits, menegaskan bahwa laki-

laki dan perempuan memiliki kapasitas yang sama, baik kapasitas moral, spiritual,

maupun intelektual. Dalam penyampaian pesannya, Al-Qur’an seringkali

menggunakan ungkapan “laki-laki dan perempuan beriman” sebagai bukti

pengakuannya terhadap kesetaraan hak dan kewajiban mereka. Dalam hal

kewajiban agama, Al-Qur’an juga tidak menunjukkan beban yang berbeda kepada

keduanya. Prinsip kesetaraan tersebut dimaksudkan untuk membentuk hubungan

yang harmonis antara keduanya (Ali Munhanif, 2002: xxvi).

Dari data tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa melemahnya kontrol ini tidak

hanya karena dominasi laki-laki dalam struktur ataupun dalam keanggotaan, melainkan

juga adanya campur tangan dan instruksi keluarga pesantren yakni Neng, yang

kemudian lebih banyak mengarahkan untuk tidak teralalu berinteraksi dalam proses

berorganisasi, sehingga relasi antara keduanyapun kurang harmonis dan anggota

perempuan tidak banyak ikut serta membangun dan mengambil kesempatan untuk

terlibat lebih aktif dalam organisasi ini. Dan yang Kedua, budaya patriarkhi yang masih

kental bahwa anggota laki-laki selalu menduduki posisi paling depan, sehingga

kerapkali keterlibatan perempuan dalam beberapa kegiatan tidak maksimal dan selalu

Page 89: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

75

lebih dominan dalam pekerjaan yang bersifat domestik. Budaya patriarkhi ini juga

mempengaruhi kondisi hubungan perempuan dan laki-laki, yang pada ahirnnya

memperlihatkan hubungan subordinasi, hubungan atas-bawah dengan menunjukkan

dominasi anggota laki-laki dalam setiap lini.

Dari data tersebut tampak dominasi anggota laki-laki sebagai sosok yang

mempunyai kontrol yang akan selalu memberikan perlakuan kurang adil sehingga

perempuan sebagai kelompok minoritas lebih mudah ditindas dan lebih sering

mengalami penderitaan karena tekanan oleh pihak mayoritas, dan hubungan antara

keduanyapun sering menimbulkan konflik yang ditandai oleh sikap subyektif seperti

prasangka dan tingkah laku yang tak bersahabat (Schwingenschlogl, 2007: 32)

Sebagai data yang masih bisa digali lebih dalam, kemudian penulis juga sempat

menanyakan ke beberapa informan sehubungan dengan instruksi Neng yang

menganjurkan penggunaan tabir dan selalu menyarankan perempuan untuk selalu

menjaga diri dan membatasi interaksi dengan laki-laki dalam relasi organisasi dalam

kegiatan FKMSB. Hal ini tergambar jelas bahwa hampir semua informan tidak setuju

dengan instruksi tersebut. Seperti pada tabel berikut :

Tabel III.C.II.Beberapa Bentuk Intruksi Neng Kepada Anggota Perempuan

No Nama

Latar

Belakang

Pendidikan

Instruksi Penggunakan Tabir

dalam suatu acara

Instruksi Membatasi Diri

Dengan Dalam Relasi

Organisai .

Setuju

Tidak

Setuju kondisional Setuju

Tidak

Setuju

Biasa saja/

Tidak tau

1 IM UIN √ √

2 HO Lipia √ √

3 MZ UMJ √ √

4 HZ Al-Hikmah √ √

5 JU Al-Hikmah √ √

6 BS Al-Hikmah √ √

7 AH Unindra √ √

8 AM Hidayatullah √ √

9 KR Ganesha √ √

10 AR UIN √ √

11 ME UIN √ √

12 EV Lipia √ √

Jumlah 4 7 1 4 7 1

12 12

Page 90: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

76

Dari data ini menyatakan sebagian besar informan tidak setuju dengan instruksi

Neng. sebanyak 7 dari 12 Informan menyatakan tidak setuju dengan instruksi

penggunaan tabir dalam beberapa acara, dan hanya empat informan saja yang setuju.

Disisi lain instruksi kepada perempuan untuk membatasi diri dengan laki-laki dalam

relasi organisai juga tidak jauh berbeda dengan konteks sebelumnya yakni 7 dari 12

Informan menyatakan tidak setuju, Namun 4 diantaranya menyatakan setuju dengan

beberapa alasan yang berbeda. Hal ini menggambarkan bahwa ternyata tidak semua

instruksi dari Neng disetujui oleh anggota, Namun yang menjadi kemungkinan besar

adalah tingginya nilai-nilai pengetahuan keagamaan yang kemudian anggota FKMSB

selalu menghargai status yang disandangnya sehingga instruksi tersebut seringkali

dipenuhi walaupun terasa berat untuk dijalani.

D.MANFAAT YANG DIDAPATKAN DALAM ORGANISASI

Manfaat dalam Gender Analysis Pathway (GAP) adalah: Apakah perempuan dan

laki-laki menikmati manfaat yang sama dari hasil pembangunan? Dalam konteks ini

penulis ingin melihat pada beberapa program yang sudah dijalankan, dalam konteks

organisasi FKMSB ini perempuan dan laki-laki idealnya bisa mendapatkan manfaat yang

sama dan setara. Dan untuk terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan

tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka

memiliki akses, berpartisipasi, dan kontrol atas organisasi serta memperoleh manfaat yang

setara dan adil antara laki-laki dan perempuan (Faqih : 1997- 13)

1. Manfaat Keterlibatan Mahasantri Dalam Program FKMSB

Aspek pengambilan manfaat yang sama ini menjadi salah satu aspek yang

paling nyata dalam konteks relasi antara laki-laki dan perempuan, kurangnya akses dan

minimnya kesempatan perempuan dalam konteks partisipasi akan berpengaruh terhadap

Page 91: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

77

pengambilan manfaat yang rendah dan tidak setara, begitu juga melemahnya kontrol

dari perempuan itu sendiri menyebabkan proses pengambilan manfaat yang tidak sama

dengan laki-laki. Dengan demikian anggota perempuan akan sangat dirugikan. Dalam

konteks yang lebih konkrit ini misalnya anggota perempuan memang tidak banyak

terlibat dalam diskusi mingguan, kepenulisan modul dan beberapa pengembangan skill

dan knowledge sehingga hal itu sangat berdampak pada aspek manfaat yang sampai

saat ini perempuan kurang bisa merasakan mendapatkan manfaat yang sama.

Kuranglah... mungkin kedepannya bisa ditingkatkan lagi, dan perempuan lebih

banyak terlibat (Wawancara pribadi dengan IM,Jakarta, 21 MARET 2015

19:00)

Informan laki-lakipun juga menuturkan

Memang Kurang sih..., mungkin masih proses aja menuju kesetaraan. Ini

perjuangan dan saya rasa ini tidak gampang (Wawancara pribadi dengan ME,

Jakarta 30 Maret 2015)

Dari beberapa data sebelumnya sudah menunjukkan bahwa dalam beberapa

program kegiatan, anggota perempuan mengalami subordinasi dan selalu

mendapatkan perlakuan kurang profesional, bahkan dalam struktur kepengurusan juga

mengalami stereotype bahwa perempuan lemah dan kurang pantas menjadi leader.

Sehingga tak pernah sekalipun anggota perempuan menjadi ketua, wakil maupun

sekretaris dalam suatu program FKMSB, seperti terlihat jelas pada tabel (III,B,I

Partisipasi Perempuan Dalam Skill Managerial) Dan dapat disimpulkan bahwa dalam

konteks manfaat ini perempuan sangat tidak mendapatkan manfaat yang sama dengan

anggota laki-laki.

Page 92: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

78

Tabel.III.D.I. Manfaat Mahasantri Dalam Pelaksanaan Program FKMSB

PROGRAM KEGIATAN FKMSB

No Kegiatan 2014/2015 Menjadi ketua panitia Menjadi Sekretaris Menjadi Bendahara

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

1 Musyawarah Besar √ - √ - √ -

2 Pengkaderan Anggota Baru √ - √ - √ -

3 Milad 50 Tahun FKMSB √ - √ - - √

3 Rakornas √ - √ - √ -

4 Musywil √ - √ - √ -

5 Perayaan Maulid Nabi √ - √ - √ -

6 Seribu waqaf Al-qur’an √ - √ - √ -

Jumlah 5 0 5 0 4 1

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa semua kegiatan-kegiatan yang

sudah dilaksanakan, ternyata tak sekalipun anggota perempuan terlibat di dalamnya.

Hal ini menunjukkan bahwa, ternyata dalam setiap acara FKMSB anggota perempuan

tidak mendapatkan manfaat yang sama dalam proses merealisasikan beberapa acara

tersebut. Baik pemanfaatan dalam struktural maupun dalam relasi keduanya dalam

suatu agenda yang melahirkan ilmu pngetahuan dan wawasan.

2. Manfaat Keberadaan Basecamp FKMSB Jabodetabek

Dan yang paling menarik lagi, dalam konteks manfaat ini anggota perempuan

juga tidak mendapatkan tempat atau Basecamp khusus seperti yang sudah didapatkan

oleh anggota laki-laki beberapa tahun yang lalu.Sampai saat ini FKMSB Jabodetabek

hanya memfasilitasi anggota laki-laki saja. Dan sebagai informasi bahwa pengadaan

basecamp ini juga sedikit banyak dibantu secara finansial oleh beberapa senior untuk

pembayaran sewa tempatnya. Tentu hal ini akan sangat membantu secara finansial.

Namun tidak demikian dengan anggota perempuan yang kemudian memilih untuk

bertempat tinggal di Kos-kosan.

Iya…. kita ngekos. Kebetulan cewek-ceweknya kan sedikit yang di ciputat,

gag, paling kalau ada acara aja ke Basecamp. basecamp itu kan cuma buat

laki-laki saja. (Wawancara pribadi dengan MZ,Jakarta, 23 Maret 2015).

Page 93: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

79

Iya kan perempuannya kebetulan juga sedikit, paling yang tinggal berdekatan

5 orangan aja, yaudah kita ngekos aja. pengennya sih punya Basecamp juga,,

Cuma mau gimana lagi. Kan udah ada cowok-cowoknya. (Wawancara pribadi

dengan IM,Jakarta, 21 Maret 2015 19:00)

Hal senada juga disampaikan informan yang lain bahwa Basecamp FKMSB

ini hanya ditempati oleh anggota laki-laki saja.

Iya memang... karna yang tinggal diciputat itu lebih banyak laki-laki jadi

ditampung di Basecamp. Gag lah... ntar yang ada timbul fitnah kalau di

basecamp perempuan sama laki-laki. (Wawancara pribadi denganKR, Jakarta,

27 maret 2015)

Dari beberapa data tersebut menunjukkan bahwa pengadaan Basecamp ini

hanya ditempati oleh anggota laki-laki saja, tapi tidak dengan anggota perempuan

yang sebenarnya juga menginginkan pengadaan Basecamp tersebut yang dianggap

akan sedikit lebih membantu secara finansial dan tentunya akan lebih fokus dalam

berorganisasi. Namun hal ini tidak pernah terfikirkan oleh pengurus FKMSB.

Tabel.III.D.II. Manfaat Pengadaan Basecamp FKMSB

No Nama Jenis

Kelamin

MANFAAT

Pengadaan Basecamp

Ada Tidak Ada

1. IMO

Per

empu

an

2. HOL √

3. MUZ √

4. HZA √

5. JUW √

6. SHO √

7. EVI √

8. AHM

Lak

i-la

ki

9. KRA √

10. ABR √

11. MEL √

12. ABH √

Jumlah 5 7

12

Dalam konteks pengambilan manfaat, Beberapa temuan lebih banyak

disebabkan oleh karena dua hal, pertama, selain karena dominasi laki-laki yang sangat

kuat, juga disebabkan oleh anggota laki-laki yang kurang sensitif dan kurang peka

untuk melibatkan anggota perempuan dalam setiap proses organisasi yang mereka

Page 94: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

80

jalani. Akibatnya perempuan tidak dapat mengakses, mengontrol dan mengambil

manfaat secara langsung dalam setiap kebijakan dan dari setiap program yang mereka

agendakan. Tentu logika sederhananya adalah, tanpa terlibat tidak mungkin dapat

mengambil maafaat yang maksimal pada sesuatu yang seharusnya mereka dapatkan.

Kedua, adalah keengganan perempuan untuk terlibat, hal ini besar kemungkinan

disebabkan adanya instruksi Neng yang kemudian berdampak pada pengambilan

manfaat yang belum terpenuhi secara maksimal dan tak sesuai harapan. Bahkan dalam

pengadaan Basecamp sekalipun, tergambar jelas bahwa tidak satupun anggota

perempuan yang bisa menempatinya dan hal itu hanya dikhususkan untuk anggota

laki-laki saja . Hal ini menunjukkan bahwa sampai persoalan fasilitas sekalipun,

ternyata anggota perempuan belum mampu mendapatkan manfaat yang sama, dan

masih sangat jauh dari kata-kata proporsional. Dan disisi lain pengurus FKMSB yang

lebih banyak diisi oleh anggota laki-laki kurang begitu memahami dan tidak punya

inisiatif untuk membentuk Basecamp khusus untuk anggota perempuan. Dalam

konteks ini jelas-jelas kurangnya akses, partisipasi dan kontrol yang lemah yang

dirasakan anggota perempuan, secara otomatis selanjutnya juga akan melahirkan

kurangnya manfaat yang seharusnya bisa dapatkan. Dan dari beberapa hasil penelitian

ini sudah menujukan bahwa dalam relasi mahasantri dalam organisasi FKMSB sejauh

ini masih tampak ada ketimpangan dalam setiap aspek.

Page 95: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

81

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Ketimpangan Relasi Gender Mahasantri Dalam Orgaisasi FKMSB

Ketimpangan relasi gender mahasantri dalam organisasi FKMSB ini, banyak

ditemukan dalam beberapa aspek. Dalam konteks akses ternyata anggota perempuan kurang

mendapatkan akses dan peluang untuk mencalonkan diri dalam posisi struktural organisasi.

Bahkan Dalam pengembangan Skill dan knowledge, ternyata ditemukan bahwa anggota

perempuan tak sekalipun mendapatkan akses menjadi MC ataupun Moderator, sehingga

anggota laki-laki dalam konteks akses ini lebih dominan dalam segala aspek. Terlebih dalam

kepenulisan modul FKMSB, ternyata anggota perempuan tak satupun mendapatkan informasi

dalam penyusunan da kepenulisan tersebut. Semakin mencolok adanya ketimpangan yang

dalam organisasi FKMSB ini ketika anggota perempuan seringkali mendapatkan perlakuan

tidak adil dan mengalami tindakan subordinat dan stereotype bahwa perempuan dianggap

lemah dan tidak punya kapasitas menjadi leader.

Disisi lain dalam konteks partisipasi mahasantri dalam pengembangan skill

Managerial, keterlibatan perempuan juga sangat minim. Hal ini berdasarkan temuan bahwa

dalam beberapa program yang dihelat FKMSB tak satupun anggota perempuan yang

mendapatkan kesempatan menduduki posisi yang strategis sehingga kesempatan dalam

mendapatkan pengetahuan memimpin (skill managerial) tidak ada. Partisipasi dalam

pengembangan Knowledge juga tampak tidak maksimal, hal ini terlihat bahwa dalam program

Page 96: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

82

diskusi mingguan tak sekalipun anggota perempuan dilibatkan menjadi moderator, pemateri

bahkan dalam tiga bulan selama peneitian ini berlangsung tak satupun anggota perempuan

yang hadir menjadi audiens. Sehingga dalam konteks partisipasi ini anggota laki-laki lebih

banyak berpartisipasi dalam proses berorganisasi.

Dalam konteks kontrol, penelitian ini menemukan dominasi anggota laki-laki dalam

jumlah keanggotaan dan dalam posisi struktural yang hampir semua posisi struktural diisi

oleh anggota laki-laki saja. Hal ini menunjukkan betapa dominanya anggota laki-laki yang

secara tidak langsung menjadi sosok yang paling mempunyai power, pemegang kendali dan

kebijakan yang dapat mengontrol organisasi ini seperti apa yang mereka inginkan. Bahkan

dalam beberapa temuan ini, tidak jarang anggota perempuan tidak dilibatkan dalam beberapa

pertemuan bahkan dalam kegiatan tertentu. Sehingga Dalam konteks kontrol ini jelas anggota

perempuan sering mengalami penindasan dan dalam relasi organisasi antar keduanya terjadi

tidak balance.

Dan dalam konteks pamanfaatan, menunjukkan bahwa anggota perempuan kurang

mendapatkan porsi yang sama seperti apa yang sudah didapatkan dan dirasakan oleh anggota

laki-laki. manfaat dalam mendapatkan pengetahuan dan wawasan dalam struktur

kepengurusan dan dalam mensukseskan beberapa program. Hal ini hanya bisa dirasakan oleh

sebagian besar anggota laki-laki saja, sedangkan anggota perempuan lebih banyak diberikan

posisi perlengkapan dan konsumsi sehingga manfaat yang didapatkan anggota perempuan

sangat tidak sesuai dengan harapan dan tidak menujukkan adanya ketimpangan antar anggota.

Bahkan untuk sekedar menempati Basecamp saja perempuan tidak bisa. Hal ini tidak lepas

karena kurangnya kepedulian pengurus FKMSB yang dihuni oleh sebagian banyak anggota

laki-laki.

Page 97: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

83

2. Faktor Ketimpangan Relasi Gender Mahasantri Dalam Organisasi FKMSB

Beberapa faktor penyebab terjadinya ketimpangan relasi gender mahasantri dalam

organisasi FKMSB Jabodetabek adalah

1. Budaya Patriarkhi

Budaya patriarkhi yang selalu mengedepankan laki-laki sebagai tokoh sentral

dalam relasi kehidupan sehari-hari. Hal ini juga berlaku dalam organisasi FKMSB,

sehingga perempuan selalu menjadi the second class dan mendapat perlakuan yang

kurang profesional dalam realitas organisasi. Kultur organisasi yang terkonstruksi

oleh budaya patriarkhi ini sudah sekian lama tertanam sejak dari asal mereka yaitu

pulau Madura. Hal ini diperkuat dengan temuan data bahwa sampai detik ini pucuk

kepemimpinan tertinggi masih kokoh dipimpin oleh anggota laki-laki. Semakin

komplek dalam konteks ini anggota perempuan selalu mendapat tantangan yang

sangat besar dari kelurga kyai terutama dari putri-putrinya, sehingga ruang gerak

dan keterlibatan perempuan dalam organisasi FKMSB semakin terbatas.

2. Pemahaman Agama

Semua anggota FKMSB merupakan mantan santri, dimana mereka menempuh

pendidikan di pesantren Darul Ulum Banyuanyar yang masih belum terbuka dalam

konteks isu-isu gender dan masih menerapkan metode salaf berupa mengaji kitab-

kitab salaf seperti kitab yang dianggap benar dan harus diikuti, walaupun disisi

lain tidak sedikit yang dikritisi para aktivis gender karena mangandung konstruksi

yang bias gender. seperti beberapa dalil al-qur’an yang ditafsirkan bahwa hanya

laki-laki yang bisa menjadi pemimpin, dan corak keagamaan yang fiqih centres ini

masih sangat kental mempengaruhi kultur kehidupan mereka sehari-hari, baik

Page 98: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

84

dalam sosial budayanya dan keagamaannya sehingga dalam konteks ini tidak

heran jika perempuan selalu mendapatkan perlakuan subordinat dan sering

mendapatkan stereotype bahwa perempuan lemah dan tidak punya kapasitas untuk

menjadi pemimpin.

3. Lemahnya pola relasi dalam organisasi

Pola komunikasi dan relasi anggota baik laki-laki maupun perempuan disini

terlihat masih kurang terbuka dalam konteks relasi keduanya, sehingga juga

mempengaruhi efektifitas organisasi. Hal ini juga didukung dengan temuan bahwa

masih terjadi beberapa perlakuan yang kurang profesional dengan masih adanya

penunjukan langsung dalam menentukan posisi di struktur organisasi.

4. Basis pendidikan yang berorientasi fundamentalis

Semua Santri yang sudah lulus dari pondok pesantren Banyuanyar melanjutkan

kuliah ke beberapa kampus di Jabodetabek dan sangat jarang memilih perguruan

tinggi berbasis umum apalagi ke UIN yang sempat mendapat klaim Liberal.

Terlebih anggota perempuan lebih banyak memilih perguruan tinggi yang

tergolong Islam aliran timur tengah, seperti LIPIA, Al-Hikmah,An-Nuaimi dan

Hidayatullah yang semua itu merupakan pola pendidikan berbasis Fundamentalis.

Hal ini sangat terlihat ketika mahasantri dari kampus tersebut memberikan

pendapat dan mengklaim suatu pendapat dan dalilnya harus dikuti dan harus

dibenarkan. Hal ini juga dianggap menjadi faktor kurangnya keterlibaan anggota

perempuan dalam proses berorganisasi secara profesional.

Page 99: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

85

B. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian ketimpangan relasi gender dalam organisasi mahasantri

FKMSB Jabodetabek ini, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan baik yang bersifat

akademis maupun praktis yang akan ditujukan:

1. Untuk Organisasi FKMSB

Perlu diupayakan sebuah pendekatan dan pembelajaran untuk meningkatkan sensitivitas

gender di kalangan anggota FKMSB berupa diskusi ataupun kajian tentang relasi gender

agar terwujud pemahaman yang sadar gender sehingga semua anggota mendapatkan

kesempatan dan hak-hak yang sama dalam relasi berorganisasi.

2. Untuk Pesantren Banyuanyar

Perlu adanya keterbukaan komunikasi yang kemudian meningkatkan sensetivitas gender

bagi pengasuh, para ustadz dan ustadzah, sehingga dapat memberikan arahan bahkan

kebijakan yang kemudian memberlakukan pembelajaran terkait gender yang seharusnya

diberikan sejak dini kepada para santri di pesantren. Dan selebihnya mulai diberikan

beberapa penjelasan dan arahan terkait pendidikan berspektif gender, yang kemudian

diharapkan lulusan pesantren dapat memahami dan mempunyai persepsi yang baik dalam

konteks realitas sosial saat ini.

Selanjutnya, juga perlu adanya keterbukaan komunikasi antara pengurus dan keluarga

Pesantren terkait anggota FKMSB perempuan serta peran pengurus perempuan yang

selama ini masih terlihat kaku dan terkesan kurang berani tampil kedepan karena stigma

perempuan yang masih kental akan budaya patriarki dan selalu diposisikan sebagai the

second class.

Page 100: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

86

Peran pengurus pusat FKMSB, pengurus pesantren dan keluarga pesantren sangat tepat

untuk membicarakan dan menentukan beberapa kebijakan dengan harapan terciptanya

relasi organisasi FKMSB yang lebih baik terlebih bagi anggota perempuan kedepan.

3. Untuk Pemerintah dan Kementerian Agama

Perlu adanya kebijakan pemerintah yang memberikan porsi yang cukup terhadap lembaga

pendidikan di pesantren berupa pengetahuan sosial berspektif gender yang kemudian

memungkinkan lulusan pesantren lebih melek memahami konteks realitas sosial, serta

lebih responsif terhadap isu-isu gender yang berkembang dan semakin mengantisipasi

adanya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan.

Dan perlu adanya buku kurikulum berbasis agama dan pengetahuan umum yang

dikomparasikan dengan standar nasional yang kemudian diberikan dan diajarkan dalam

lembaga pendidikan pesantren. Sehingga pesantren dapat melahirkan sosok pelajar yang

mempuni baik dalam pengetahun agama maupun dalam pengetahuan sosial.

Page 101: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

LXXXVI

Daftar Pustaka

Affan dan Faiz azis. “Bara di Pulau Madura: Mengurai Konflik Syi’ah Sunni di

Sampang Madura.” Yogyakarta. Suka press, 2014.

Bologh, Roslyn Walach, Feminist Social Theorizing and Moral Reasoning: on

Difference and Dialectic, Dalam Perkumpulan sosiologi Amerika, Social

Teory. San Francisco: Jose-Bass, 1984.

Faiz Aziz, Feminisme Marxis Dalam Ruang Sosial “Kita” Dewasa Ini. Tesis yang

diperesentasikan dalam Forum Gerakan Mahasiswa Peduli Perempuan.

Yogyakarta: UIN SUKA, 2015.

Faiz Aziz, Komunitas Hijabers: Komodifikasi, Elitisme dan Identitas

Keberagaman Muslimah Perkotaan. Yogyakarta: Suka Press, 2015.

Fadilah, Suralaga, dkk, Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi Wanita

(PSW) UIN Jabodetabek bekerjasama dengan McGill Project/IISEP, 2003.

Jamhari. Citra Perempuan Dalam Islam. Yogyakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2003.

Mulia, Siti Musdah. “Sosialisasi Keadilan dan Kesetaraan Jender,” Jakarta:

Sekretariat Jenderal Departemen Agama, 2005.

Mulia, Siti Musdah. “Keadilan dan Kesetaraan Gender Perspektif Islam.”

Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender, 2003.

Rohmaniyah, Inayah. “Konstruksi Patriarki dalam Tafsir Agama: Sebuah

Perjalanan Panjang.” Yogyakarta: Dandra Pustaka Indonesia, 2014.

Soekanto. “Beberapa Teori Sosiologi Tentang Masyarakata.” Jakarta: Rajawali

Press, 1993.

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. Dasar-Dasar penelitian Kualitatif, terj.

Djunaidi Ghony. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997.

Sukri, Sri Suhandjati. “Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Gender. “

Yogyakarta: Gama Media, 2002.

Veeger, K.J. “Realitas Sosial: Refleksi Sosial atas Hubungan Individu

Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi,” Jakarta: Gramedia,

1993.

Mulia, Siti Musdah. “Islam Menggugat Poligami.” Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2004.

Page 102: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

LXXXVII

Megawangi, Ratna. “Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi

Gender.” Bandung: Mizan, 1999.

Nasaruddin, H. Umar. “Bias Gender dalam Penafsiran Kitab Suci.” Jakarta: PT

Fikayati Aneska, 2000.

Nunuk, A, dan Murniati. “Getar Gender,” Magelang: Yayasan Indonesia Tera

Anggota IKAPI, 2004.

Nurhaeni, Dwi Astuti. “Gender Analisys Pathway (GAP) Alat Analisis Gender

untuk Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Bappenas Bekerjasama

dengan Kemenerian Negara Pemberdayaan Perempuan, 2007.

Puspita, Hery. “Konsep, Teori dan Analisis Gender.” Sebuah makalah yang

dipresentasikan di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas

Ekologi Manusia Institute Pertenian Bogor, 2013.

Puspitawati, H. “Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia.”

Bogor: PT. IPB Press, 2012.

Veithzal Rivai. “Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.” Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2003.

Damin, Sudarman, Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Muhammad, Husein. “Fiqh Perempuan.” Yogyakarta: LkiS, 2007.

Page 103: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

MATRIKS Penelitian : Ketimpangan relasi gender Mahasantri dalam Organisasi FKMSB

Jabodetabek.

NO INFORMAN INFO YANG DIGALI

1 Anggota dan

pengurus

Relasi perempuan dalam kegiatan dan kesempatan berpartisipasi dalam program.

Ketidak seimbangan dalam konteks apa

Kesempatan perempuan dalam struktur kepengurusan

Faktor yang menjadi kendala perempuan kurang terlibat dalam kegiatan dan pengembangan skill dan knowedge

Faktor penghambat perempuan dalam menjabat di struktural

2 Pendiri dan ketua

FKMSB

Sejarah dan perkembangan FKMSB Jabodetabek

Konfirmasi data yang dirasa membutuhkan penegasan dan penjelasan

Wawancara dengan Informan

1. Informan diminta bercerita tentang relasi antara aki-laki dan perempuan dalam organisasi

FKMSB.

2. Informan diminta menceritakan pengalaman – pengalaman yang berkaitan dengan akses,

partisipasi dan kontrol dalam organisasi FKMSB.

3. Informan iminta menceritakan kendala dan faktor-faktor yang menyebabkan adanya

ketimpangan relasi gender dalam organisasi FKMSB Jabodetabek.

Page 104: KETIMPANGAN RELASI GENDER MAHASANTRI DALAM …

Dokumentasi beberapa acara yang menggunakan pembatas atau tabir antara laki-laki dan

perempuann dalam acara FKMSB Jabodetabek. Foto bersama ketua FKMSB wilayah Jabodetabek.

Dan Basecamp FKMSB