Ketika Cacat Tak Lagi Menghambat

2
Ketika Cacat Tak Lagi Menghambat Kebutaan, kadang menjadi hambatan bagi manusia untuk berkembang di setiap lini kehidupannya. Malah seringkali ia dikucilkan sekaligus dikasihani serta menjadi suatu hal yang yang aneh dalam masyarakatnya namun tidak demikian halnya dengan Martin Matthew yang mengalami kebutaan sejak cairan kimia mengenai matanya waktu ia berumur 10 tahun. Tragisnya ia mengalami kebutaan, sesaat setelah melihat pekerjaan sehari-hari ayahnya yang menjadi seorang perampok setelah sang ayah pensiun dari karir tinjunya. Matthew kecil yang buta berhasil membuka mata hati ayahnya untuk berhenti merampok dan kembali bertinju di ring demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kebutaan yang dialami Matthew kecil tidaklah menghambat menghambat perkembangan hidupnya. Memang matanya mengalami kebutaan, namun perasaan, penciuman, dan pendengarannya berubah menjadi seperti radar yang dapat melihat dan merasakan apa saja walaupun dalam kegelapan, seketika itulah ia menyadari kelebihan yang terdapat dalam dirinya dan diam-diam selalu melatih dirinya ketika ayahnya tidak ada di tempat latihan tinju. Matthew kecil tumbuh menjadi seorang anak kecil yang tidak kenal takut dan putus asa. Ia dapat merasakan detak jantung seseorang tanpa harus menyentuhnya, bahkan bisa bermain skate board melewati sebuah papan kecil yang tentunya untuk orang biasa masih susah dan menghajar berandalan-berandalan seumurnya di sekolahnya dengan bersenjatakan sebuah tongkat penunjuk jalan bagi seorang tuna netra. Namun kebahagiaan bapak-anak ini harus berakhir dengan hilangnya sang ayah karena penjahat yang memukuli dan kemudian menculiknya. Hal ini menatahkan tekad di hati Matthew untuk berjuang demi keadilan apapun halangannya dan inilah yang membuat Matthew besar memilih jalan hidup sebagai seorang pengacara sekaligus sosok hero/pahlawan yang dikenal sebagai “Daredevil” (pemberani). Banyak hal yang dapat kita petik dari film fiksi ini, salah satunya adalah sepak terjang Matthew sebagai “Daredevil” sebagai penegak keadilan bagi semua (justice for all) namun dalam dirinya masih selalu tersimpan dendam (vengeance) kepada semua penjahat sejak ayahnya hilang ketika ia masih kecil. Hal ini sering membuat penjahat yang dikejarnya terbunuh. Kebimbangan akan dualisme perasaan yang bertentangan inilah yang membuat Matthew menemui seorang pendeta untuk dijadikan sebagai penasehatnya supaya tidak terjebak dalam lubang hitam dendam yang sebenarnya (virtual vengeance). Ibarat “klethik-klethik” yang menambah kenikmatan kita dalam menikmati kopi atau nge-teh di pagi hari, soundtrack film ini juga menambah kenikmatan kita menonton film “Daredevil” ini. Salah satu pengisi lagu di film ini adalah band dari Amerika bernama Evanescene yang telah menelurkan albumnya yang berjudul “Fallen” dan salah satu lagu yang menjadi pelengkap soundtrack film “Daredevil” adalah “Bring Me To Life”. Banyak dari judul lagu Evanescene berkisah tentang kegelapan perasaan manusia yang tentunya sangat cocok dengan film ini, kalau tidak percaya silahkan dengarkan lagunya yang berjudul “My Immortal” dan “Imaginary”. Dibandingkan dengan tokoh Marvel Comics lain yang sudah di-filmkan terlebih dulu seperti Spiderman memang

description

artikel majalah

Transcript of Ketika Cacat Tak Lagi Menghambat

Page 1: Ketika Cacat Tak Lagi Menghambat

Ketika Cacat Tak Lagi Menghambat

Kebutaan, kadang menjadi hambatan bagi manusia untuk berkembang di setiap lini kehidupannya. Malah seringkali ia dikucilkan sekaligus dikasihani serta menjadi suatu hal yang yang aneh dalam masyarakatnya namun tidak demikian halnya dengan Martin Matthew yang mengalami kebutaan sejak cairan kimia mengenai matanya waktu ia berumur 10 tahun. Tragisnya ia mengalami kebutaan, sesaat setelah melihat pekerjaan sehari-hari ayahnya yang menjadi seorang perampok setelah sang ayah pensiun dari karir tinjunya. Matthew kecil yang buta berhasil membuka mata hati ayahnya untuk berhenti merampok dan kembali bertinju di ring demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kebutaan yang dialami Matthew kecil tidaklah menghambat menghambat perkembangan hidupnya. Memang matanya mengalami kebutaan, namun perasaan, penciuman, dan pendengarannya berubah menjadi seperti radar yang dapat melihat dan merasakan apa saja walaupun dalam kegelapan, seketika itulah ia menyadari kelebihan yang terdapat dalam dirinya dan diam-diam selalu melatih dirinya ketika ayahnya tidak ada di tempat latihan tinju. Matthew kecil tumbuh menjadi seorang anak kecil yang tidak kenal takut dan putus asa. Ia dapat merasakan detak jantung seseorang tanpa harus menyentuhnya, bahkan bisa bermain skate board melewati sebuah papan kecil yang tentunya untuk orang biasa masih susah dan menghajar berandalan-berandalan seumurnya di sekolahnya dengan bersenjatakan sebuah tongkat penunjuk jalan bagi seorang tuna netra.

Namun kebahagiaan bapak-anak ini harus berakhir dengan hilangnya sang ayah karena penjahat yang memukuli dan kemudian menculiknya. Hal ini menatahkan tekad di hati Matthew untuk berjuang demi keadilan apapun halangannya dan inilah yang membuat Matthew besar memilih jalan hidup sebagai seorang pengacara sekaligus sosok hero/pahlawan yang dikenal sebagai “Daredevil” (pemberani).

Banyak hal yang dapat kita petik dari film fiksi ini, salah satunya adalah sepak terjang Matthew sebagai “Daredevil” sebagai penegak keadilan bagi semua (justice for all) namun dalam dirinya masih selalu tersimpan dendam (vengeance) kepada semua penjahat sejak ayahnya hilang ketika ia masih kecil. Hal ini sering membuat penjahat yang dikejarnya terbunuh. Kebimbangan akan dualisme perasaan yang bertentangan inilah yang membuat Matthew menemui seorang pendeta untuk dijadikan sebagai penasehatnya supaya tidak terjebak dalam lubang hitam dendam yang sebenarnya (virtual vengeance).

Ibarat “klethik-klethik” yang menambah kenikmatan kita dalam menikmati kopi atau nge-teh di pagi hari, soundtrack film ini juga menambah kenikmatan kita menonton film “Daredevil” ini. Salah satu pengisi lagu di film ini adalah band dari Amerika bernama Evanescene yang telah menelurkan albumnya yang berjudul “Fallen” dan salah satu lagu yang menjadi pelengkap soundtrack film “Daredevil” adalah “Bring Me To Life”. Banyak dari judul lagu Evanescene berkisah tentang kegelapan perasaan manusia yang tentunya sangat cocok dengan film ini, kalau tidak percaya silahkan dengarkan lagunya yang berjudul “My Immortal” dan “Imaginary”. Dibandingkan dengan tokoh Marvel Comics lain yang sudah di-filmkan terlebih dulu seperti Spiderman memang agak terlihat kurang laris, namun semua aksi Daredevil lebih terlihat manusiawi daripada Spiderman yang memang sudah menjadi manusia mutan. Bagi kamu yang merasa penat habis mid, film ini mungkin bisa menjadi sedikit hiburan atau paling tidak menjadi bahan referensi kamu di dunia perfilman.