Kesiapan, Reengenering dan Fleksibilitas Perubahan · Web viewPemahaman mengenai proses perubahan...
Transcript of Kesiapan, Reengenering dan Fleksibilitas Perubahan · Web viewPemahaman mengenai proses perubahan...
MODUL PERKULIAHAN
MANAJEMEN PERUBAHAN
Pokok Bahasan
Kesiapan, Reengenering dan Fleksibilitas Perubahan
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Fakultas ProgramStudi 11 33012 H.Sonny Indrajaya.Ir.MM
Abstract KompetensiMateri ini membahas tentangDefinisi, Pengertian Kesiapan Reengenering Dalam Manajemen Perubahan , Tahapan-tahapan , Faktor-faktor yang mempengaruhi dan hal yang berkaitan dengan reengenering dimaksud.
Mahasiswa mampu dan mengetahuiKesiapan Reengenering Dalam Manajemen Perubahan , Tahapan-tahapan , Faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya
PembahasanPerspektif dalam Manajemen Perubahan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Genus (1998), dalam Soerjogoeritno (2004),
dalam menjelaskan perubahan organisasional dapat dilakukan melalui perspektif
manajemen perubahan. Perspektif manajemen perubahan tersebut didasarkan pada empat
dimensi utama, yaitu: 1) Berkaitan dengan konsep tentang proses perubahan, 2) Berkaitan
dengan konteks dan ketidakpastian, 3) Berkaitan dengan konsep tentang isi dan skala
perubahan yang akan dilakukan, dan 4) Berkaitan dengan metode dan strategi yang dipilih
dalam mengelola perubahan.
Dimensi pertama yang muncul dalam perspektif manajemen perubahan adalah konsep
tentang proses perubahan. Konsep mengenai proses perubahan ini akan memunculkan
pertanyaan mendasar mengenai “Kapan perubahan organisasi akan terjadi?”. Pemahaman
mengenai proses perubahan dapat menjadikan dasar dalam menciptakan kondisi sehingga
memungkinkan terjadinya perubahan.
Dimensi kedua, yaitu perubahan yang berkaitan dengan konteks dan ketidakpastian.
Dimensi ini terkait dengan alasan mengenai mengapa harus berubah. Jika dikaitkan dengan
fenomena lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan dinamis maka pertanyaan
seperti “Apakah kita harus berubah?” menjadi tidak relevan lagi untuk dikemukakan.
Pertanyaan yang lebih penting adalah “Darimana perubahan akan dimulai?”, “Apakah
perubahan akan menjadikan hal yang lebih baik?”, “Kapan seharusnya perubahan
dilakukan?”. Jawaban dari pertanyaan seperti itu akan menjadi dasar untuk membangun
suatu konsep, suatu kegiatan bahkan landasan dalam mengelola perubahan. Landasan
yang kuat akan menjadi urgen ketika kita memahami bahwa setiap perubahan akan
memunculkan ketidakpastian.
2017 2 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
Dimensi ketiga, yaitu menyangkut konsep tentang isi dan skala perubahan yang akan
dilakukan. Dimensi ini mensyaratkan bahwa perubahan haruslah dipersepsikan sebagai
sesuatu yang membumi dan dapat dijangkau oleh mind set dan pemikiran. Ketika arah
perubahan dipersepsikan sebagai sesuatu yang tinggi atau utopis, maka yang tercipta
adalah resistensi yang kuat dalam menolak perubahan. Arah perubahan yang tidak sesuai
dengan tujuan-tujuan dan kepentingan anggota sangat memungkinkan akan memunculkan
fenomena status quo. Jika perubahan dipersepsikan sebagai sesuatu yang membuat
anggota organisasi tidak nyaman dengan posisi dan kondisi yang baru, maka tidak
mengherankan jika antusiasme dan komitmen untuk melakukan perubahan akan sangat
kecil.
Dimensi yang terakhir, yaitu menyangkut metode atau strategi yang dipilih dalam melakukan
perubahan. Dimensi ini memunculkan pertanyaan ”Tentang strategi apa yang akan
digunakan?”. Pemilihan metode dan strategi yang tepat merupakan faktor penentu
keberhasilan organisasi dalam melakukan perubahan.
Kapan Perubahan Terjadi dan Dilakukan ?Terdapat 3 (tiga) faktor yang mendorong terjadinya perubahan organisasi (Soerjogoeritno;
2004). Pertama, sejumlah ketidakpuasan dengan kondisi sekarang. Semakin besar rasa
ketidakpuasan dengan kondisi sekarang, akan semakin mendorong untuk melakukan
perubahan. Kedua, ketersediaan alternatif yang diinginkan. Semakin banyak alternatif yang
tersedia yang lebih layak untuk memperbarui kondisi sekarang menuju kondisi yang lebih
baik maka semakin menguntungkan bila melakukan perubahan. Ketiga, adanya suatu
perencanaan untuk mencapai alternatif yang diinginkan. Bila ada perencanaan yang baik
dan sistematis berarti semakin terbuka peluang melakukan perubahan.
2017 3 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah pengorbanan yang dikeluarkan akan
sebanding dengan hasil yang didapat jika perubahan dilakukan?. Jika hasil melebihi
pengorbanan maka proses perubahan akan lebih mudah dilakukan. Namun sebaliknya, jika
keuntungan tidak sebanding pengorbanan, maka perubahan akan menemui hambatan.
Gambar 1 menjelaskan kapan perubahan akan terjadi.
Menurut Charles Handy (1994), dalam Kasali (2005), setiap organisasi akan berkembang
mengikuti Kurva Sigmoid (Sigmoid Curve), yaitu seperti kurva S yang tertidur. Organisasi
akan menghadapi masa-masa pertumbuhan, puncak dan akhirnya mencapai masa-masa
penurunan (lihat gambar 2).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa melakukan perubahan tidak perlu menunggu
sampai saat-saat krisis. Perubahan terbaik justru seharusnya dilakukan pada saat-saat
perusahaan sedang mengalami peningkatan. Karena pada saat itulah perusahaan
2017 4 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
mempunyai rasa percaya diri yang besar, serta sumber daya yang tangguh. Namun kondisi
seperti itu sulit mendorong organisasi untuk berubah karena organisasi merasa nyaman
menikmati keberhasilannya. Karena perubahan dilakukan pada masa jaya, penolakan
perubahan (resistance to change) akan muncul sangat kuat. Karena berada pada posisi
pertumbuhan, maka kebanyakan anggota organisasi akan merasa puas. Mereka
beranggapan bahwa keuntungan atau benefit yang akan diperoleh tidak sebanding dengan
pengorbanan yang mereka lakukan.
Membangun Kesiapan Menghadapi PerubahanCREATING SHARE NEED: Membangun Kesiapan Menghadapi Perubahan
Menurut Michael Beer (1987) memberikan saran mengenai kondisi yang harus juga
diperhatikan dalam mempersiapkan perubahan organisasi. Kondisi tersebut meliputi adanya
dissatisfaction mengenai status quo anggota yang harus mengubah perilaku mereka.
Membangun kesiapan untuk berubah, tergantung pada rasa membutuhkan adanya
perubahan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat dan menumbuhkan rasa tidak puas
dengan adanya status quo dan memotivasi mereka untuk mencoba sesuatu yang baru.
Membangkitkan perasaan bersalah dan tertinggal, dengan menyadarkan bahwa kinerja saat
ini masih jauh dari harapan. dan memberi gambaran yang lebih luas mengenai kinerja yang
seharusnya dapat dicapai pada masa yang akan datang. Proses dalam membangun
motivasi dan kesiapan ini dinamai Kurt Lewin sebagai proses unfreezing.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Berr (1987) survey yang dilakukan secara
berturut-turut dapat membantu mengembangkan rasa tidak nyaman dengan adanya status
quo. Survey yang dilakukan untuk menilai sikap bawahan terhadap manajer mereka dapat
meningkatkan dissatisfaction pada gaya kepemimpinan manajer. Beer juga menyimpulkan
2017 5 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
bahwa data feedback dan diskusi merupakan kunci sukses dalam mengembangkan
kesiapan organisasi dalam menghadapi perubahan.
SHAPING A VISION SEBAGAI UPAYA MENGURANGI PENOLAKAN DAN HAMBATAN TERHADAP PERUBAHAN ORGANISASI
Hal yang paling penting untuk digarisbawahi adalah penolakan terhadap perubahan
merupakan suatu yang tidak dapat dihindari. Sikap penolakan yang ditimbulkan hanya bisa
direduksi. Seperti yang dikutip dalam Kasali (2004), menurut Kotter & Schlesinge (1979) ada
beberapa strategi dalam mengatasi penolakan terhadap perubahan, yaitu komunikasi,
partisipasi, fasilitasi, negosiasi, manipulasi dan paksaan. menunjukkan kontinum dari
sebelah kiri yang cenderung dapat diajak mengerti lebih mudah, sampai paling kanan yang
harus dipaksa melalui sejumlah teknik (lihat gambar 4).
Hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam menghadapi perubahan organisasi adalah
adanya hambatan-hambatan lain yang sering tidak disadari oleh manajer dan bahkan
terabaikan. Hambatan tersebut muncul berkenaan dengan hubungan antara anggota
dengan organisasi yang dinamai Strebel (1996) sebagai "personal compacts". Dimensi yang
meliputi hubungan antara anggota dengan organisasi dibagi dalam tiga dimensi antara lain
dimensi formal, psychological dan social.
2017 6 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
Dimensi formal merupakan aspek yang berkaitan dengan hubungan antara employees
dengan employers yang disebutkan dan dijelaskan secara formal. Bagaimana employees
dan employer berkomitmen membagi tugas dan tanggung jawab mereka terhadap satu
dengan yang lainnya. Dimensi psychological merupakan hubungan antara employees
dengan employers. Hubungan ini lebih didasari pada aspek psikologis atau bahkan moral
yang tidak ada tuntutan secara formal bila salah satu tidak melaksanakan komitmen mereka.
Sedangkan dimensi social lebih menekankan bagaimana employers mensosialisasikan nilai-
nilai organisasi dalam praktik manajemen dan bagaimana employees mempersepsikan nilai-
nilai tersebut dalam beliefs mengenai bagaimana organisasi dapat bekerja dengan baik.
Ketiga personal compact tersebut akan menjadi hambatan dalam proses perubahan
organisasi jika tidak ikut direvisi atau dirubah. Perubahan personal compact harus seiring
dengan perubahan organisasi yang diinginkan sehingga hal ini tidak lagi menjadi hambatan
tetapi justru akan menjadi suatu dorongan atau kekuatan. Perubahan atau revisi dari
personal compact ini meliputi tiga fase yang tidak boleh dilupakan. Pertama, pemimpin
harus memperhatikan arah perubahan personal compact yang dibutuhkan. Kedua,
pemimpin juga harus berinisiatif menemukan cara-cara dalam melakukan proses untuk
dapat merubah personal compact ke yang baru. Akhirnya, pemimpin juga harus mengikat
komitmen mereka dengan peraturan-peraturan formal dan informal yang baru.
2017 7 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
MOBILIZING COMMITMENT AND CHANGE SYSTEM AND STRUCTURE SEBAGAI UPAYA MEMFASILITASI LINGKUNGAN DAN INFRA-STRUKTUR YANG MENDUKUNG PERUBAHAN.
Perubahan organisasi dilakukan agar organisasi menjadi lebih adaptif dalam menghadapi
perubahan lingkungan. Structure, system, style, staff, skill, dan share value harus mampu
menunjukkan fleksibilitas, dan bukannya stabilitas. Informasi harus mampu diakses sampai
pada tingkatan yang paling rendah. Anggota organisasi harus mampu diberdayakan dengan
struktur, sistem, dan management style untuk membuat keputusan berdasarkan informasi
yang sebelumnya tidak mampu diakses (Berr; 1987).
Komunikasi diupayakan untuk lebih terbuka lebar, bukan saja bersifat top-down tetapi juga
bersifat bottom-up. Adanya dukungan dan sikap terbuka dari seorang pemimpin akan
mampu memotivasi dan memberikan dorongan kepada anggota dalam melakukan
perubahan dan individu menjadi tidak takut akan kegagalan. Fungsi-fungsi manajemen
sumberdaya manusia yang lebih humanis, yang mampu menyejajarkan antara organization
win dan employee win, dapat mendukung proses perubahan organisasi lebih baik.
2017 8 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
Monitoring Process And Making Last Change: meyakinkan proses-proses perubahan berjalan Baik
Adanya pengawasan terhadap proses yang berlangsung dapat menjadikan proses
perubahan lebih terarah sesuai tujuan yang diinginkan. Untuk itu dibutuhkan adanya target
kinerja yang spesifik dan pengukurangnya. Hal ini mempunyai beberapa tujuan antara lain
(Moran, J.W., dan Brightman, B. K.; 2000): 1) Membantu membuat perubahan lebih dapat
dilihat dalam kacamata kinerja individu dan kinerja organisasi. Hal ini akan menimbulkan
motivasi tersendiri bagi anggota organisasi, 2) Menjadikan hasil sebagai arahan, akan dapat
memberikan individu perasaan untuk lebih maju dan berkembang, 3) Dengan menekankan
pada spesifik kinerja yang dibutuhkan, akan dapat membantu dalam mengetahui individu
yang menolak perubahan. Sehingga proses adaptasi menjadi lebih cepat, 4) Pengukuran
hasil cenderung mendorong adanya kejelasan mengenai perubahan sehingga organisasi
dapat memfokuskan pada hal yang lain.
Berikut adalah beberapa pendapat dan kasus dalam perubahan dalam organisasi :
1. Masatoshi Naito, Matsushita Corporation : Dalam Ungkapan Masatoshi Naito dari
Matsushita tersebut bukanlah sesuatu yang baru di dunia filsafat atau politik. Pada
sekitar 500 tahun SM Heraclitus, seorang filsuf Yunani Kuno, mencatat bahwa segala
sesuatu di dunia ini terus berubah kecuali perubahan itu sendiri. Oleh karenanya,
manusia dituntut untuk sanggup mengantisipasi setiap perubahan dalam lingkungannya
agar dapat bertahan hidup. Hal yang sama juga berlaku dalam dunia bisnis modern di
2017 9 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
mana setiap pelaku bisnis (baik wirausahawan maupun profesional) wajib
mengantisipasi dan siap menghadapi ketidakpastian iklim binis di wilayah kerjanya.
Ketidaksanggupan para pelaku bisnis mendeteksi dan mengantisipasi setiap perubahan
akan membuka peluang yang sangat lebar terhadap terjadinya “boiled frog effect“.
2. Dalam kaitan dengan globalisasi, Kenichi Ohmae (The Borderless World: 1990, The End
of the Nation State: 1995) seorang yang pandangannya banyak dipengaruhi Francis
Fukuyama (The End of History: 1993), menggambarkan bahwa era globalisasi akan
diwarnai oleh kaburnya batas-batas fisik antar negara akibat kemajuan teknologi
informasi umat manusia. Hal ini terjadi karena tidak ada lagi negara yang memiliki
sumber-sumber yang seakan tak terbatas. Ohmae meyakini bahwa era globalisasi
tersebut akan ditandai dengan menguatnya fenomena “4-I”. Keempat huruf “I” tersebut
adalah: investment, industry, information technology, dan individual consumer. Masih
menurut Ohmae, setiap pelaku bisnis yang ingin bertahan dalam persaingan global
adalah mereka yang sanggup menjawab tantangan konsep “4-I” tersebut.
3. Menurut Fukuyama, Ohmae dam juga oleh Lawrence B. Krause (The Pacific Century,
Myth or Reality: 1994) membuktikan bahwa pendulum dalam bidang ekonomi terus
bergerak untuk menyesuaikan dirinya dengan perkembangan lingkungan sekitar. Pada
tataran negara-bangsa, Jeffrey D. Sachs (Economic Reform and the Process of Global
Integration: 1996) membenarkan bahwa agar dapat bertahan, suatu negara tidak punya
banyak pilihan lagi kecuali mengintegrasikan sistemnya ke dalam pasar global. Dan oleh
karenanya dunia bisnis di negara tersebut perlu didorong terus-menerus agar makin
profesional dan kompetitif. Upaya proteksi yang berlebihan terhadap suatu industri
tertentu hanyalah memperlambat proses dan pada gilirannya akan bermuara pada
termarginalisasinya industri tersebut dari pasar global.
2017 10 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
4. Dalam skala mikro di tingkat perusahaan, berbagai perubahan lingkungan bisnis telah
ditangkap secara tajam dalam penyusunan strategi bisnisnya melalui environmental
analysis (country and industry analyses). Dalam tahapan inilah berbagai perubahan
yang terjadi dibidang ekonomi, politik, budaya, dan demografi serta iklim kompetisi di
dalam industri itu sendiri ditangkap. James Austin (Managing in Developing Countries:
1990) dan Bruce Scott (Country Analysis: 1982) menawarkan kerangka analisa
lingkungan yang menjelaskan pengaruh lingkungan internasional menembus negara dan
industri sampai pada strategi dan operasi dalam lingkungan perusahaan. Di sini Austin
dan Scott mencoba melihat bagaimana perubahan lingkungan yang berjalan sangat
cepat dapat ditangkap oleh perusahaan dalam menyusun strateginya. Austin lebih jauh
mencatat bahwa interaksi yang terjadi pada skala internasional, nasional, dan iklim
kompetisi dalam industri memperngaruhi arus sumber-sumber dalam perusahaan. Di sini
Austin sanggup mengakomodir perubahan-perubahan dalam pasar global untuk masuk
pada peringkat analisa perusahaan.
5. Berbeda dengan Austin, Michael Porter (Competitive Strategy: 1980, Competitive
Advantage: 1985, Competitive Advantage of the Nation: 1990, Competition: 1998)
membaca proses memahami persoalan strategi lebih pada konsep persaingan. Bagi
Porter, kemampuan suatu perusahaan untuk bersaing dengan perusahaan lainnya
merupakan sumber keunggulannya (competitive advantage). Berlawanan dengan
Austin, Porter memusatkan kajiannya pada kemampuan suatu perusahaan untuk
bersaing di dalam suatu industri di suatu negara. Oleh karenanya asumsi-asumsi yang
dibangun dalam strategi perusahaan juga tampak berbeda. Masih kata Porter, “If
everybody is competing on same set of variables, then the standard gets higher but no
company gets ahead. And getting ahead – then staying ahead – is the basis of strategy:
creating a competitive advantage.”
2017 11 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
6. Pada sisi lain, meyambung pemikiran Ohmae di atas, Matthew J. Kiernan (New Game,
New Rules: 1996) melihat bahwa kekuatan percepatan teknologi informasi telah
memporakporandakan hambatan-hambatan organisasi dan politik, memberdayakan
para pemain baru dan secara menyeluruh membangun kembali aturan-aturan kompetisi
bisnis internasional. Menurut Kiernan, perubahan iklim kompetisi global telah memaksa
perusahaan untuk mengubah orientasinya dari memaksakan dominasi core competence
terhadap strategi lain yang lebih permisif terhadap masuknya pengaruh kompetitor. Kini
suatu perusahaan tidak dapat lagi secara solo mendiktekan kehendaknya dalam
kompetisi. Titik gravitasi pendulum ekonomi telah bergeser dari perusahaan-perusahaan
raksasa dan multinasional menuju perusahaan-perusahaan yang berukuran kecil namun
gesit dan sanggup secara cepat beradaptasi dengan tuntutan pasar.
7. Kiernan mengidentifikasi adanya 11 hal yang perlu didorong ke depan agar perusahaan
dapat bertahan dalam iklim kompetisi global yang semakin tajam. Kesebelas hal tersebut
hampir seluruhnya berbasis pada intellectual capital base perusahaan. Kesebelas
konsep Kiernan tersebut secara umum dapat dikelompokkan ke dalam lima pendekatan,
yaitu: New Game, Latent Potential, Competing on the Speed, Globalize or Perish, dan
Organizational Learning. New Game didefinisikan Kiernan sebagai upaya terus-menerus
penyesuaian diri perusahaan dengan lingkungannya melalui “reframing” makna bisnis
dan iklim kompetisi yang sedang dihadapi. Melalui upaya kreatif tersebut, perusahaan
diharapkan sanggup secara berkesinambungan merevitalisasi keberadaannya. Konsep
ini dilandasi oleh pemikiran Kiernan, “Competing in existing market is yesterday game.
Tomorrow’s game is different: Competing for the Future.”
8. Pada hukum yang kedua, Latent potential, Kiernan mendorong organisasi untuk secara
jeli kembali mencermati berbagai aset strategis yang dimilikinya serta
memaksimalkannya untuk menciptakan nilai tambah baru. Ketiga, ia melihat bahwa
setiap perusahaan perlu secara terus-menerus melakukan inovasi, belajar dari berbagai
kesalahan dan kelemahan, serta meningkatkan kinerja dan kecepatannya. Kiernan juga
2017 12 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
memiliki slogan yang mirip dengan ungkapan Tom Peters “Change or Die!” yaitu
“Globalize or Perish“. Ketika Ohmae meneriakkan konsep “4-I” dan Sachs menyodorkan
integrasi global, Kiernan juga melihat bahwa pasar terbuka dunia yang demikian besar
potensinya merupakan lahan yang perlu digarap dengan rajin. Jika tidak bersedia
mengintegrasikan dirinya pada selera globalisasi, suatu perusahaan akan menglami
kesulitan untuk menemukan keunggulan kompetitifnya sebagaimana diungkap Porter.
Akhirnya, mengamini apa yang diungkap Peter Senge (The Fifth Discipline: 1990), suatu
organisasi perlu untuk secara terus-menerus memperbarui dirinya dengan meningkatkan
kualitasnya berdasarkan proses terstruktur untuk belajar dan mempertajam aset
intelektualnya. Ikujiro Nonaka (1996) melihat organizational learning sebagai, kesiapan
diri untuk menghadapi bergesernya pendulum ekonomi dan bisnis ke arah yang
terkadang tak terduga. “In an economy where the only certainty is uncertainty, the one
source of lasting competitive advantage is knowledge,” tambahnya.
9. C.K. Prahalad dan Gary Hamel (Competing for the Future: 1995) melihat bahwa agar
suatu organisasi (bisnis) sanggup bertahan, ia harus sanggup berkompetisi dalam
konteks ke depan, yaitu memelihara kesanggupan untuk secara terus-menerus
menciptakan sumber-sumber baru dalam menghasilkan keuntungan. Di sini, suatu
organisasi dipaksa untuk sanggup menemukan nilai-nilai terbaik dalam dirinya. Dalam
konsep ini, mereka menolak strategi downsizing karena dinilai tak sanggup menjawab
persoalan dasar yang sebenarnya. Dowsizing memang sanggup menjadikan organisasi
perusahaan lebih kurus, tetapi tak sanggup memberikan jaminan terhadap
kesehatannya. Prahalad dan Hamel melihat bahwa banyak organisasi telah mengalami
penyakit kronis, yaitu tidak saja gemuk dan malas, tetapi juga buta terhadap peluang
dan tantang ke depan.
10. Seiring dengan hal tersebut Gary Hamel (Competence-based Competition: 1994)
meyakini bahwa suatu organisasi tidak akan sanggup menciptakan masa depan jika
hanya bertahan dengan strategi lama yang tidak disesuaikan dengan perkembangan
jaman. Dalam bahasanya Hamel mendefiniskan bahwa restructuring adalah persoalan
tentang bagaimana menjadi lebih kecil dan reengineering merupakan upaya untuk
menjadi lebih baik. Tetapi, menghadapi iklim kompetisi global seperti ini, menjadi kecil
2017 13 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
dan baik saja tidaklah cukup. Suatu organisasi harus sanggup untuk menemukan
sesuatu yang baru yang sanggup dijadikan landasan bersaing dan menjadikannya
berbeda sebagai sebuah perusahaan.
11. Ketika iklim persiangan global telah menuntut ketajaman strategi perusahaan di semua
bidang, salah satu yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah pola persaingan tersebut
dilihat dari sudut pandang organisasi. Meminjam istilah I.G.M. Mantra, suatu organisasi
akan mengalami pergeseran-pergeseran bentuknya sesuai dengan tuntutan perubahan
lingkungannya. Suatu organisasi yang berbasis pada bisnis keluarga, misalnya,
cenderung berkembang mengikuti pola Adhocracy, Clan-type, Hierarchy, dan Market-
type. Organisasi bersifat adhocracy cenderung didominasi oleh ketidakjelasan fungsi
dan peran (tidak ada pembagian posisi dan diskripsi pekerjaan secara jelas dan tegas)
di mana sedikit orang menjalankan fungsi banyak orang. Oleh karenanya, organisasi
adhocracy bercirikan model kerja yang “serabutan”. Ketika perusahaan tersebut telah
mengalami perkembangan yang baik dalam bisnisnya, ia akan menyesuaikan diri
dengan mulai mengakomodir potensi-potensi di dalam keluarga dna lingkungan
terdekatnya untuk turut memajukan bisnisnya. Pola Clan-type ini diwarnai oleh adanya
pembagian fungsi dan peran setiap orang dengan baik, namun masih kental dengan
nuansa ikatan-ikatan primordial yang hadir sebagai bagian dari perasaan keterdekatan
irrasional dari pada alasan-alasan rasional yang modern dan profesional. Sampai titik
tertentu, ketika bisnis menjadi lebih berkembang, para profesional dari luar clan yang
dianggup lebih kompeten akan diundang masuk dan turut menentukan maju-mundurnya
perusahaan. Tipe hierarchy ini ditandai dengan menguatnya birokrasi sebagai akibat
pembagian fungsi dan peran yang dibuat secara jelas. Akibatnya, sampai pada titik
tertentu, hirarkhi ini justru dapat menjadi kendala karnea ketidaksanggupannya untuk
mengantisipasi perkembangan lingkungan bisnis secara lebih gesit. Kelambanan inilah
yang kemudian menyadarkan banyak pihak bahwa dalam iklim bisnis yang
hypercompetitive, organisasi-organisasi yang raksasa dan terlalu birokratis bukanlah
jawaban atas fenomena pasar global. Oleh karenanya, organisasi yang kecil, gesit, dan
sehat serta sanggup mengantisipasi kebutuhan pasar secara tepat semakin dibutuhkan.
Organisasi yang kemudian dikenal sebagai bercirikan market-type ini dapat hadir dalam
beragam bentuk dengan keunggulan kompetitifnya masing-masing.
2017 14 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
12. Hermawan Kartajaya (36 Kasus Pemasaran Asli Indonesia: 1996) menegaskan kembali
bahwa organisasi-organisasi yang kecil dan gesit, tidak memiliki banyak layer dan tidak
terpolusi oleh persoalan span of control, mencoba menghadirkan kembali nuansa small
team gaya masyarakat nomadik ke dalam masyarakat modern dalam bentuk team net
atau networking enterprise. Ketika iklim bisnis makin bercirikan persaingan ketat antar
pelakunya (Porter), justru aliansi strategis (Austin, Prahalad & Hamel) sanggup
menghasilkan penggabungan kompetensi dua atau lebih perusahaan untuk
menghasilkan sesuatu yang lebih besar lagi. Dalam iklim bisnis yang bernuansakan pola
Co-opetition ini, suatu perusahaan tidak akan mempersepsi pesaingnya sebagai lawan
yang harus dihancurleburkan, tetapi lebih memandangnya sebagai mitra kerja yang
potensial untuk membesarkan pasar agar dapat dimaksimalkan secara bersama. Dalam
iklim ini interdependensi antar pelaku bisnis menjadi semakin kuat. Oleh karenanya
terminologi manajemen strategi tidak lagi semata-mata terbatas pada penjabaran dan
kombinasi empat kelompok strategi sebagaimana diungkap Fred R. David (Strategic
Management: 1999) integrasi, intensif, diversifikasi, dan defensif semata. Hermawan
melihat strategi pengembangan fasilitas tambahan di dunia perbankan Indonesia seperti
munculnya produk ATM yang juga berfungsi sebagai kartu debet untuk berbelanja serta
beragam fungsi lainnya merupakan bentuk sederhana untuk menggambarkan terjadinya
team net alias networking enterprise alias network organization itu. Strategi network
organization inilah yang dipandang sebagai alternatif untuk mengurangi resiko
economies of scale yang ditimbulkan oleh strategi penguasaan supply chain dan
mekanisme pasar murni yang menekankan pada kesanggupan bersaing pada satu
perusahaan saja sebagaimana aliran Porterian yang memandang setiap pihak sebagai
ancaman. Memanfaatkan bahasa Senge, system thinking yang terbentuk telah
membantu mewujudkan iklim bisnis win-win dengan mengeliminasi ancaman kesalahan-
kesalahan pengambilan strategi bisnis serta menghindari persepsi bahwa kompetitor
sebagai lawan yang harus dihancurkan.
2017 15 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id
Daftar PustakaDaftar Pustaka
1. Jones, Organization Design, Process Reengenering, and Change Management, New
york: Mc. Graw Hill, 2000
2. Diane Mayo and Jeanne Goodrich. Staffing for Result : A Guide to Working Smarter,
Chicago: ALA, 2002
3. Roger Fisher and Willian Ury. Getting to Yes : Negotiaating Agreement Without Giving
In. New York: Penguin Books, 1999
4. Michael Hammer dan James Champy, Reengineering the Corporation : A Manifesto for
Business Revolution, 2004
5. Stephen P. Robbin, Organizational Behavior, Concept, Controversies and Application
2001
6. Berger, Lance, The Change Mangement handbook : A Road Map to Corporate
Transformation, Mc.Graw Hill, 2003
2017 16 Manajamen Persediaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearningSonny Indrajaya http://www.mercubuana.ac.id