Keselamatan Pabrik Kimia (KPK)
-
Upload
ekki-shangga-buana -
Category
Documents
-
view
148 -
download
0
description
Transcript of Keselamatan Pabrik Kimia (KPK)
BAB 1
PENDAHULUAN
Bekerja dalam laboratorium kimia, sebagaimana bekerja dalam industri kimia,
pertambangan, dan bangunan, mengandung resiko berupa bahaya terhadap keselamatan
kerja. Resiko tersebut juga terdapat padalangkah kehidupan yang lain, seperti halnya
bepergian dengan kendaraan bermotor, mendaki gunung, dan bahkan tidakbekerja atau
tinggal dirumah sekalipun. Resiko bahaya tersebut hanya terwujud menjadi kenyataan
sebagai akibat kecelakaan, keteledoran, dan sebab lain diluar kemampuan manusia.
Adalah suatu kearifan bagi manusia untuk mempelajari setiap kemungkinan untuk
mempelajari setiap kemungkinan bahaya dalam pekerjaan agar mampu mengendalikan
bahaya serta mengurangi resiko sekecil-kecilnya. Kemampuan manusia untuk
mengendalikan bahaya seperti bahaya racun pestisida, zat radioaktif atau bahaya
kebakaran gas alam cair, memungkinkan manusia memanfaatkan bahan-bahan tersebut
dengan aman.
Demikian pula bekerja dalam laboratorium kimia, tak lepas dari kemungkinan
bahaya dari berbagai jenis bahan kimia. Pemahaman mengenai berbagai aspek bahaya
dalam laboratorium, memungkinkan para pekerja dalam menciptakan keselamatan dan
kesehatan kerja.
LABORATORIUM KIMIA
Laboratorium kimia merupakan sarana penting untuk pendidikan, penelitian,
pelayanan dan uji mutu atau quality.
Berbagai jenis laboratorium kimia telah banyak dimiliki oleh perguruan tinggi
maupun sekolah lanjutan atas, industri dan jasa serta lembaga penelitian dan
pengembangan. Karena perbedaan fungsi dan kegunaannya, dengan sendirinya
berbedapula desain, fasilitas, teknik dan penggunaan bahan. Walaupun demikian, apabila
ditinjau dari aspek keselamatan kerja, laboratorium-laboratorium kimia mempunyai
bahaya dasar yang sama sebagai akibat penggunaan bahan kimia dan teknik di dalamnya.
1
KESELAMATAN KERJA DALAM LABORATORIUM KIMIA
Laboratorium kimia harus merupakan tempat yang aman bagi para pekerjanya.
Aman terhadap setiap kemungkinan kecelakaan fatal maupun dakit atau gangguan
kesehatan. Hanya dalam laboratorium yang aman, bebas dari rasa khawatir akan
kecelakaan dan keracunan, seseorang dapat bekerja dengan aman, produktif, dan efisien.
Keadaan aman dalam laboratorium, dapat diciptakan apabila ada kemauan dari
setiap pekerja atau kelompok pekerja untuk menjaga dan melindungi diri. Diperlukan
kesadaran bahwa kecelakaan kerja dapat berakibat pada dirinya sendiri maupun orang
lain serta lingkungan. Ini adalah tanggung jawab moral dalam keselamatan kerja, yang
memegang peranan penting dalam pencegahan kecelakaan. Selain itu, disiplin setiap
individu terhadap peraturan juga memberikan andil besar dalam keselamatan kerja.
Kedua faktor penting tersebut bergantung pada faktor manusianya, yang ternyata
merupakan sumber terbesar kecelakaan di dalam laboratorium.
SEBAB-SEBAB KECELAKAAN
Berdasarkan pengalaman baik di dalam laboratorium maupun dalam industri
kimia, penyebab dari kecelakaan atau sakit akibat kerja berturut-turut adalah : sikap dan
tingkah laku para pekerja; keadaan yang tidak aman; dan kurangnya pengawasan dari
pihak pengawas (supervisor).
Sikap dan Tingkah Laku Para Pekerja
Sikap dan tingkah laku para pekerja yang lalai, menganggap remeh setiap
kemungkinan bahaya dan enggan memakai alat pelindung diri, menempati urutan
pertama sebagai penyebab kecelakaan. Sikap dan tingkah laku demikian sering dimiliki
oleh para pekerja yang belum banyak pengalaman didalam laboratorium. Dalam dunia
pendidikan, hal demikian sering terjadi pada praktikum-praktikummahasiswa tingkat
pertama dan kedua bahkan mungkin pula pada tingkat yang lebih tinggi.
Keadaan yang Tidak Aman
Keadaan yang tidak aman dapat diakibatkan oleh bahan, alat, dan teknik. Bekerja
dengan gas hidrogen sulfida, asam sianida atau metal isosianat, adalah contoh keadaan
yang tidak aman karena bahan tersebut sewaktu-waktu dapat menimbulkan pencemaran
2
3
ruangan kerja atau lingkungan. Keadaan menjadi lebih tidak aman seandainya alat
ventilasi ruangan, almari asam atau sistim pengaman gas (scrubber) tidak bekerja dengan
baik. Kesalahan teknik juga merupakan suatu keadaan tidak aman. Seperti pemanasan
eter atau aseton dengan api terbuka atau melakukan reaksi kimia eksotermis tanpa
pendinginan.
Pengawas (Supervisor)
Pengawas juga memegang peranan penting. Prosedur dan cara kerja perlu
diberikan oleh pengawas secara jelas dan sempurna sebelum dikerjakan oleh para
pelaksana. Juga sangat penting pengetahuan pengawas untuk mengetahui setiap
kemungkinan (mengantisipasi) bahaya yang timbul dari suatu bahan dan percobaan
kimia. Kadangkala seorang pekerja tahu akan bahaya dan tahu pula keharusan memakai
alat pelindung diri, tetapi sangat sering dirasakan bahwa memakai alat pelindung banyak
menghalangi keleluasaan bergerak sehingga cenderung untuk tidak memakainya. Kalau
hal itu tidak mendapat perhatian dari pihak pengawas, dapat pula menimbulkan
kecelakaan atau gangguan kesehatan.
JENIS BAHAYA DAN KECELAKAAN DALAM LABORATORIUM
Jenis-jenis bahaya yang sering menimbulkan kecelakaan dalam laboratorium
kimia adalah :
Keracunan
Keracunan sebagai akibat penyerapan bahan-bahan kimia beracun atau toksik,
seperti ammonia, karbon monoksida, benzene, kloroform, dan sebagainya. Keracunan
dapat berakibat fatal ataupun gangguan kesehatan. Yang terakhir adalah yang lebih sering
terjadi baik yang dapat diketahui dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengaruh
jangka panjang seperti pada penyakit hati, kanker, dan asbestois, adalah akibat akumulasi
penyerapan bahan kimia toksik dalam jumlah kecil tetapi terus-menerus.
Iritasi
Iritasi sebagai akibat kontak bahan kimia korosif seperti asam sulfat, asam
klorida, natrium hidroksida, gas klor, dan sebagainya. Iritasi dapat berupa luka atau
peradangan pada kulit, saluran pernapasan dan mata.
Kebakaran dan Luka Bakar
Kebakaran dan luka baker sebagai akibat kurang hati-hati dalam menangani
pelarut-pelarut organikyang mudah terbakar seperti eter, aseton, alcohol, dan sebagainya.
Hal yang sama dapat diakibatkan oleh peledakan bahan-bahan reaktif seperti peroksida
dan perklorat.
Luka Kulit
Luka kulit sebagai akibat bekerja dengan gelas atau kaca. Luka sering terjadi pada
tangan atau mata karena pecahan kaca.
Bahaya lainnya
Seperti sengatan listrik, keterpaan pada radiasi sinar tertentu dan pencemaran
lingkungan. Jadi jelas bahwa laboratorium kimia mengandung banyak potensi bahaya,
tetapi potensi bahaya apapun sebenarnya dapat dikendalikan sehingga tidak menimbulkan
kerugian. Suatu contoh, bahan bakar bensin dan gas cair mempunyaipotensi bahaya
4
5
kebakaran yang amat besar. Tetapi dengan penanganan dan pengendalian yang baik,
transportasi jutaan ton setiap hari adalah hal biasa. Demikian pula dalam produksi dan
penggunaan pestisida yang mempunyai potensi racun, hanya menimbulkan malapetaka
apabila salah penanganan atau karena kecerobohan.
SUMBER-SUMBER BAHAYA DALAM LABORATORIUM KIMIA
Secara garis besar, sumber-sumber bahaya dalam laboratorium kimia dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yakni :
1. Bahan-bahan kimia yang berbahaya
Yang perlu kita kenal jenis, sifat, cara penanganan, dan cara penyimpanannya.
Contohnya: bahan kimia beracun, mudah terbakar, eksplosif, dan sebagainya.
2. Teknik percobaan
Yang meliputi pencampuran bahan distilasi, ekstraksi, reaksi kimia, dan
sebagainya.
3. Sarana laboratorium
Yakni gas, listrik, air, dan sebagainya.
Ketiga sumber tersebut diatas saling berkaitan, tetapi praktis potensibahaya
terletak pada keunikan sifat bahan kimia yang digunakan. Masing-masing sumber beserta
keterkaitannya perlu dipahami lebih detail agar dapat memperkirakan setiap
kemungkinan bahaya yang mungkin terjadi sehingga mampu mencegah atau
menghindarinya.
Selain itu, perlu pula dipahami tentang alat pelindung diri serta cara
penanggulangannya bila terjadi kecelakaan.
BAB II
BAHAN–BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN
CARA PENANGANANNYA
Kemungkinanan penggunaan bahan–bahan kimia bebahaya dalam laboratorium
cukup banyak.Hal ini disebabkan oleh banyaknya jenis reagen kimia yang
dipakai.Meskipun kadang kala penggunaannya relatif lebih sedikit dari pada dalam
industri.Suatu bahan kima dapat dikatakan berbahaya apabila termasuk salah satu atau
lebih kategori dibawah.Untuk memudahkan cara mengenal dan menangani bahan
kimia,dapat diakatagorikan sebagai berikut:
BAHAN–BAHAN KIMIA BERACUN ATAU TOKSIK (TOXIC SUBTANCES)
Pada dasarnya semua bahan kimia adalah beracun,tetapi bahayanya terhadap
kesehatan sangat bergantung padajumlah zat tersebut yang masuk kedalam tubuh.Dalam
dapur yang kita makan tiap hari adalah bahan kimia yang tidak menimbulkan gangguan
kesehatan.Tetapi,jika terlalu besar jumlah yang kita makan akan mmbahayakan
kesehatan.Demikian juga dengan obat,apabila dosis tertentu.
Dalam laboratorium, bahan–bahan kimia dapat masuk kedalam tubuh melewati tiga
saluran, yakni:
1. Melalui mulut atau tertelan,
2. Melalui kulit,
3. melalui pernapasan.
Interaksi antara bahan–bahan kimia dapat terjadi antara bahan–bahan kimia yang
bersifat elektrofilik seperti CCl4 dan CS2 denagan protein seperti enzim dan asam
nukleat seperti DNA yang bersifat nukleofilik. Akibat interaksi tersebut, fungsi biologis
dari sel–sel tubuh akan dapat terganggu.
Misalnya CCl4 dan benzena dapat menimbulkan kerusakan pada hati; metal isosianat
(metyl isocyanate = MIC) dapat menyebabkan kematian,dan kebutaan; senyawa merkuri
(air raksa) dapat menimbulkan kelainan pada genetic atau keturunan; dan banyak
senyawa organic yang mengandung cincin benzene,senyawa nikel krom dapat bersifat
6
7
karsinogenik atau penyebab penyakit kanker.
Efek Akut dan Kronis
Efek toksik bagi tubuh manusia dibagi dua yakni akut dan kronis.Efek akut adalah
pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibat nya dapat dilihat atau dirasakan dalam
waktu yang singkat
Contoh: keracunan fenol dapat menyebabkan diare atau CO dapat menimbulkan hailing
kesadaran atau kematian dalam waktu pendek (detik,menit,jam).
Kronis adalah suatu akibat keracunan bahan–bahan kimia dalam dosis kecil tetapi terus-
menerus dan efeknya dapat dirasakan dalam jangka panjang.
Contoh: menghirup uap benzene dan senyawa hidrokarbon terklorinasi(seperti
kloroform,karbon tetraklorida)dalam kadar rendah terus-menerus akan menimbulkan
hati/lefer setelah beberapa tahun.
Ukuran Toksisitas
Toksisitas bahan kimia perlu diketahui oleh para pekerja laboratorium kimia untuk
mengetahui derajat bahaya bahan tersebut dalam suatu percobaan. Pada hakikatnya suatu
bahan kimia baru dapat dikatakan toksis apabila sudah ada bukti dan kenyataan. Bukti
tersebut dapat diperoleh dari data percobaan pada berbagai jenis binatang seperti tikus,
kera, anjing, dll.
bukti atau kenyataan bahwa suatu zat berbahaya bagi manusia dapat diperoleh dari data-
data epidemic. Suatu contoh keracunan metil raksa (methyl mecury) yang terjadi pada
ribuan orang Iraq;keracunan air raksa di Jepang sebagai akibat ikan yang terkontaminasi
air raksa;dan pekerja atau penduduk sekitar pabrik asbes di Amerika. Memang data-data
epidemic tidak dapat dibantah, tetapi data-data tersebut baru dapat diperoleh setelah
keracuna terjadi.
Meskipun terdapat kesulitan dalam menentukan tingkat toksisitas, namun para ahli telah
dapat mengemukakan konsep-konsep ukuran toksisitas. Dosis yang ternyata memberikan
jawab (respons) terhadap 50% binatang percobaan disebut effective dose atau ED. Kalau
respon tersebut merupakan kematian,maka disebut letbal dose atau ED.
Tabel 2.2 NAB Bahan-Bahan Kimia
No Nama Bahan NAB (ppm) NAB (mg/m3)
1 Air Raksa - 0.05
2 Amoniak 25 18
3 Anilin 2 10
4 Asam Bromida 3 C 10 C
5 Asam Klorida 5 7
6 Asam Fluorida 3 C 2.5 C
7 Asam Formiat 5 9
8 Asam Nitrat 2 5
9 Asam Sianida 10 C 10 C
10 Asam Sulfat - 1
11 Asam Sulfida 10 14
12 Asbes - 5 serat/cm3 Panjang 5 µm
13 Aseton 750 1780
14 Benzene 10 30
15 Benzyl Klorida 1 5
16 Brom 0.1 0.7
17 DDT - 1
18 Dioksan 25 180
19 Eti Asetat 400 1400
20 Etil Eter 400 1200
21 Fenol 5 19
8
9
22 Fluor 1 2
23 Formaldehida 1 1.5
24 Heksana 100 360
25 Iodine 0.1 C 1 C
26 Cadmium (uap, debu) - 0.05
27 Karbon Dioksida 5000 9000
28 Karbon Disulfida 10 30
29 Karbon Monoksida 50 55
30 Karbon Tetraklorida 5 30
31 Klor 1 3
32 Kloroform 10 50
33 Methanol 200 260
34 Nitrobenzene 1 5
35 Nitrogen Dioksida 3 6
36 Ozon 0.1 0.2
37 Sulfur Dioksida 2 5
38 Timbale (uap, debu) - 0.15
39 Timbale Tetraetil - 0.1
40 Vinil Klorida 5 10
Keterangan:
ppm = bagian dalam 1 juta (volume).
C = batas konsentrasi tertinggi dalam udara tempat kerja.
Daftar di atas diambil dari: Threshold Limit Values and Biological Exposure Indices for
1986-1987 American Conference of Governmental Industrial Hygienists.
Keterpaan bahan-bahan kimia beracun dalam laboratorium berkemungkinan lebih
pendek waktunya daripada dalam industry. Tetapi jumlah jenis bahan kimia yang dipakai
dalam laboratorium lebih banyak dan banyak pula yang belum diketahui sifat-sifatnya.
Oleh karena itu, amat diperlukan informasi tentang Nilai Ambang Batas (NAB) atau
threshold limit values (TLV) dari gas, uap, dan debu yang dikeluarkan setiap tahun oleh
American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH). Daftar tersebut
telah banyak diterima dan merupakan pegangan di banyak Negara. NAB dari suatu zat
dapat berubah setiap tahun, bergantung pada perkembangan dari percobaan test toksisitas.
Menghadapi ketidaktentuan dalam hal toksisitas di atas, justru kita harus lebih
berhati-hati dalam penanganan bahan kimiatoksik. Penggunaan pelarut atau reagen-
reagen yang toksik diusahakan untuk diganti bila mungkin. Suatu contoh, benzene
sebagai pelarut diusahakan diganti dengan toluene yang kurang toksi. Dalam hal
toksisitas suatu zat tidak diketahui, perlu diadakan perkiraan, terutama dari struktur
molekul. Senyawa dari gugus amino, nitro, dan gugus halogen reaktif perlu dicurigai
akan kemungkinan bahayanya.
Apabila ada kemungkinan bahan-bahan yang dipakai akan menimbulkan
pencemaran udara kerja, maka sebaiknya percobaan-percobaan dilakukan dalam almari
asam. Demikian pula dengan ventilasi ruangan kerja perlu diperhatiakan, agar ruangan
tidak lembab dan tercemar oleh gas-gas berbahaya.
Makan dan minum dalam laboratorium perlu dihindarkan untuk mencegah
kontaminasi. Selain itu, sebagai usaha terakhir, bekerja dengan bahan-bahan kimia toksik
harus menggunakan alat pelindung diri yang sesuai. Pelindungan pernafasan (masker),
sarung tangan (gloves), dan kaca mata pelindung harus digunakan, meskipun kurangenak
dipakainya, tetapi jelas akan lebih aman. Perlu diingat kembali, usaha pencegahan di atas
lebih dititikberatkan pada pencegahan tidak hanya akibat-akibat fatal, tetapi lebih banyak
uasaha menjaga kesehatan dalam jangka panjang atau menghindari akibat kronis.
10
11
BAHAN KIMIA KOROSIF/IRITANT (CORROSIVE SUBSTANCES)
Dalam laboratorium, bahan kimia korosif seperti asam sulfat, asam klorida, dan
asam nitrat, dapat kita kenal karena dapat merusak berbagai macam peralatan dari logam.
Bahan-bahan tersebut bila kena kulit juga menimbulkan kerusakan berupa rangsangan
atau iritasi, dan peradangan kulit. Oleh karena itu, bahan kimia korosif dapat pula disebut
irritant. Selain kulit, bagian tubuh yang lembab, atau berlendir seperti mata dan saluran
pernafasan merupakan bagian tubuh yang rawan.
Pengaruh bahan kimia korosif amat bergantung pada keadaan fisik dan kelarutan
zat dalam permukaaan bagian tubuh yang terkena. Akibat yang ditimbulkannya dapat
berupa efek setempat (primer) dan efek sistematik (sekunder). Suatu contoh, asam sulfat
dan asam trikloroasetat (TCA) dapat menimbulkan luka setempat, sedangkan asam
sulfide dapat menimbulakan efek sistematik yakni tidak hanya peradangan pada saluran
pernafasan tetapi juga sampai pada paru-paru. Bahan kimia korosif dapat dikelompokkan
sesuai wujud zat, yakni cair, padat,dan gas yang akan dibahas lebih lanjut.
Bahan Korosif Cair
Dapat menimbulkan iritasi setempat sebagai akibat reaksi langsung dengan kulit,
proses pelarutan atau denaturasi protein pada kulit atau akibat ganguan kesetimbangan
membrane dan tekanan osmosa pada kulit. Pengaruh iritasi akan bergantung pada
konsentrasi dan lamanya kontak dengan kulit. Asam sulfat pekat dapat menimbulkan luka
yang sukar dipulihkan, contoh bahan korosif cair adalah:
Asam mineral:
Asam nitrat HNO3
Asam sulfat H2SO4
Asam klorida HCl
Asam fluoride HF
Asam posfat H3PO4
Asam organic:
Asam formiat HCOOH
Asam asetat CH3COOH
Asam monokloroasetat CH2ClCOOH
Pelarut organic:
Petroleum
hidrokarbon
Karbon disulfida
Terpentin
Bahaya bahan kimia korosif dapat dihindari dengan menghindarkan kontak
dengan tubuh. Alat proteksi seperti sarung tangan, kaca mata pelindung, dan pelindung
muka perlu dipakai untuk menangani bahan kimia korosi. Pada suhu kamar, bahan-bahan
korosif dapat pula mengeluarkan uap yang korosif/irritant pula, sehingga pelindung
pernafasan (masker) perlu pula digunakan.
Pertolongan pertama selalu dilakukan dengan menyemprot atau mencuci dengan
air yang cukup banyak pada bagian yang terkena, sebelum dibawa ke dokter.
Bahan Kimia Korosif Padat
Iritasi yang ditimbulkan oleh zat padat korosif amat bergantung pada kelarutan zat
pada kulit yang lembab. Sifat korosif dan panas yang ditimbulkan akibat proses pelarutan
adalah penyebab iritasi. Meskipun zat padat korosif kurang berbahaya dibandingkan
bentuk cair, tetapi larutan pekat dan disperse zat padat dalam cair (slury) mempunyai
bahaya yag lebih besar. Demikian juga zat tersebut dalam bentukdebu halus. Contoh zat
padat korosif sebagai berikut:
12
13
Sifat Zat Rumus Molekul
Basa Natrium Hidroksida NaOH
Kalium hidroksida KOH
Natrium silikat Na2O.xSiO2
Ammonium karbonat (NH4)2CO3
Kalsium oksida/hidroksida CaO, Ca(OH)2
Kalsium karbida CaC2
Kalsium sianida Ca(CN)2
Asam Trikloroasetat CCl3COOH
Lain-lain Fenol C6H5OH
Natrium Na
Kalium K
Posfor P
Perak nitrat AgNO3
Cara penanganan bahan kimia korosif padat mirip dengan bentuk cairnya, yakni
mencegah kontak dengan bahan dengan cara memakai pelindung diri (sarung tangan,
kaca mata, dan sebagainya). Demikian pula cara pertolongan pertama, yakni dengan
pencucian memakaim air sebanyak mungkin atau bila perlu dengan air sabun.
Bahan Korosif Bentuk Gas
Bentuk gas, merupakan yang paling berbahaya dibandingkan dengan bentuk padat
dan cair karena yang diserang adalah saluran pernafasan. Kelarutan gas dalam permukaan
saluran yang lembab atau lendir menentukan bahaya gas tersebut disamping jenis zat.
Suatu contoh, gas ammonia bila terhisap, akan menyebabkan pembengkakan pada bagian
atas saluran pernafasan yang mungkin dapat menibulkan kematian. Tetapi kalau
keterpaan (exposure) terhadap ammonia tidak terlalu lama, penderita dapat segera
sembuh karena saluran pernafasan bagian dalam tidak terganggu. Hal ini berbeda dengan
fosgen, yang meskipun sedikit dapat menimbulkan iritasi, tetapi dapat menyebabkan
kecelakaan fatal karena dapat merusak sel udara (alveoli) dalam paru-paru. Gas klor
mempunyai sifat bahaya di antara ammonia dan fosgen.
Jenis gas iritan dapat digolongkan pada besar kecilnya kelarutan yang juga menetukan
daerah serangan pada alat pernafasan. Golongan tersebut adalah sebagai berikut:
Amat larut, dengan daerah serangan pada bagian atas saluran pernafasan:
Ammonia NH3
Asam klorida HCl
Asam fluoride HF
Formalhida HCHO
Asam asetat CH3COOH
Sulfurklorida S2Cl2
Tionil klorida SOCl2
Sulfuril klorida SO2Cl2
Kelarutan sedang, efek pada saluran pernafasan bagian atas dan yang lebih dalam
(Bronchin):
Belerang oksida SO2
Klor Cl2
Brom Br2
Arsen triklorida AsCl3
Posfor triklorida PCl3
Posfor penta klorida PCl5
Kelarutan kecil, tetapi efeknya pada alat pernafasan bagian dalam:
Ozon O3
Nitrogen oksida NO2
Fosgen COCl2
14
15
Lain-lain, efek iritasi oleh mekanisme bukan pelarutan:
Akrolein CH2CHCHO
Diklorometilsulfida S(CH2CH
2Cl)
2
Diklorometileter O(CH2Cl)
2
Kloropikrin CCl3NO
2
Dimetilsulfat (CH3)
2SO
4
Kelompok terakhir merupakan keanehan bila dibandingkan dengan tiga kelompok
sebelumnya. Contoh, akrolein dan dimetilsulfat sedikit larut dalam air, tetapi ternyata
amat irritant terhadap mata dan saluran pernafasan bagian atas. Karena sifatnya yang
aneh, penanganan kelompok terakhir di atas harus berhati-hati.
Secara umum untuk menghindari irtasi gas-gas tersebut, pemakaian alat pelindung
pernafasan (masker) adalah mutlak perlu di samping alat proteksi mata dan kulit.
Ventilasi amat diperlukan untuk menjaga agar konsentrasi gas dalam ruangan kerja tetap
rendah.
16
BAHAN KIMIA MUDAH TERBAKAR (FLAMMABLE SUBSTANCE)
Meskipun kebakaran tidak hanya terjadi dalam laboratorium kimia, mempunyai
kemungkinan besar untuk terjadainya kebakaran. Hal ini disebabkan selain adanya penggunaan
listrik dan pemanas lain, juga banyaknya dipakai bahan kimia yang mudah terbakar atau
menimbulkan kepanikan dan kecelakaan, sering terjadi dalm laboratorium kimia.
Untuk dapat menghindari terjadinya kebakaran yang bukan mustahil dapat menimbulkan kerugian
besar, perlu kiranya dapat dihayati proses terjadinya kebakaran, bahan kimia mudah terbakar, dan
cara penggulangan kebakaran.
Proses Kebakaran atau Terjadinya Api
Banyak kemungkinan pekerjaan dan percobaan laboratorium yang dapat menimbulkan
kebakaran. Beberapa kemungkinan tersebut kadang kala dapat diperkirakan, kalau kita dapat
memahami teori terjadinya api yang disebut segi tiga api.
Ada bahan yang mudah terbakar dengan oksigen, tetapi apabila suhu tidak cukup tinggi,
maka api atau proses kebakaran tidak akan terjadi. Demikian pula ada bahan dan panas, tetapi bila
oksigen tidak cukup, api pun tidak akan terjadi. Dengan demikian, usaha untuk menghindarkan
salah satu dari ketiga unsure tersebut di atas.
Dalam laboratorium, udara mengandung cukup banyak oksigen. Jadi, tidak dapat
ditiadakan. Maka untuk menghindarkan kebakaran, persoalannya adalah menghindarkan adanya
pertemuan antara sumber panas/penyalaan dan bahan mudah terbakar. Sumber penyalaan
dapat ditimbulkan dari api terbuka (besar atau kecil), logam bersuhu tinggi (permukaan
pemanasan, furnace, oven), reaksi kimia eksotermik, loncatan listrik, dan sebagainya. Sedangkan
bahan kimia yang mudah terbakar, banyak terdapat dalam laboratorium yang perlu dikenal lebih
lanjut.
Jenis-Jenis Bahan Kimia Mudah Terbakar
Kebanyakan bahan kimia mudah terbakar dalam laboratorium dapat digolongkan menjadi tiga
golongan yakni:
a) Padat : belerang, posfor merah dan kuning, hidrida logam, logam alkali, dan lain-
lain.
b) Cair : eter, alcohol, methanol, n-heksan, benzene, aseton, pentane, dan
sebagainya.
17
c) Gas : hydrogen, asetilen, dan sebagainya.
Pada umunya, zat cair lebih mudah terbakar daripada zat padat, dan zat gas lebih mudah
terbakar daripada zat cair, tetapi zat padat berupa bubuk halus lebih mudah terbakar
daripada zat cair atu mudah terbakar seperti gas. Diantara ketiga jenis di atas, golongan cair
adalah yang paling banyak terdapat dalam laboratorium berupa pelarut- pelarut organic.
Pelarut Organik
Pelarut organic seperti eter, alcohol, aseton, benzene, dan heksana sering dipakai dalam
analisis kimia dan proses ekstraksi. Pelarut-pelarut tersebut mempunyai banyak kemungkinan
bahaya kebakaran, karena zat-zat tersebut dapat menghasilkan uap yang dalam perbandingan
tertentu dengan udara dapat terbakar oleh adanya api terbuka atau loncatan listrik. Pengalaman
menunjukkan bahwa uap pelarut organic dapat berdifusi sejauh tiga meter menuju titik api, atau
seolah-olah kita lihat api dapat “menyambar” pelarut organic pada jarak tertentu. Juga dapat
terjadi pelarut organic pada suhu tertentu dapat terbakar dengan sendirinya (auto-ignition),
meskipun tidan ada sumber api.
Untuk dapat mengetahui kelakuan pelarut organic terhadap proses kebakaran, perlu
diketahui pula beberapa sifat pelarut organic yang menentukan mudah tidaknya terbakar, yakni:
Titik nyala (flash point), adalah suhu dimana suatu cairan menghasilkan uap yang dapt
membentuk campuran dengan udara yang dapat dibakar pada permukaan cairan. Cairan
dengan titik nyala dibawah 60°C (140°F) disebut mudah terbakar (flammable liquid),
seperti eter, aseton, benzene, dan sebagainya.
Suhu bakar (ignition temperature), adalah suhu minimum suatu zat yang diperlukan
agar zat tersebut dapat terbakar tanpa bantuan dari luar. Beberapa pelarut organic
mempunyai suhu bakar yang lebih rendah daripada suhu api atau nyala. Eter dan karbon
disulfide mempunyai suhu bakar yang rendah, yakni
180°C dan 100°C. ini berarti eter dan karbon dapat terbakar dengan sendirinya pada
suhu 180°C dan 100°C, meskipun tidak ada nyala api dari luar.
Daerah konsentrasi mudah terbakar (flammable range), adalah daerah konsentrasi
dimana di bawah dan di atas tersebut, uap tidak dapat dibakar. Semakin lebar daerah
konsentrasi tersebut semakin besar kemungkinan bahaya untuk terbakar.
18
Titik didih, adalah suhu dimana tekanan uap zat tersebut sama dengan tekanan luar.
Semakin rendah titik didih suatau pelarut organic semakin banyak uap yang dihasilkan di
atas permukaannya, sehingga semakin besar kemungkinan dapat terbakar.
Berat jenis uap relative terhadap udara, menentukan kecenderungan gerakan uap dalam
udara. Berat jenis uap yang lebih berat daripada udara, menunjukan kecenderungan uap
berada di bawah. Sedangkan berat jenis lebih kecil daripada udara akan mengakibatkan
uap selalu bergerak di atas.
Berat jenis cairan relative terhadap air, menunjukkan dapat tidaknya kebakaran pelarut
tersebut dapat disiram dengan air. Pelarut organic dengan berat jenis lebih besar daipada
air, dapat disiram dengan air bila terjadi kebakaran. Sebaliknya, bila berat jenis cair
organic lebih kecil daripada air, justru akan merata dan bertambah besar api kebakaran bila
disiram dengan air (kecuali bila pelarut organic tersebut larut dalam air).
Untuk mengetahui pentingnya criteria di atas, Tabel 2.3 memberikan
contoh beberapa pelarut organic dengan sifat-sifat fisikanya. Table tersebut
menunjukan bahwa etil eter dan karbon disulfide adalah pelarut yang amat mudah
terbakar, tidak hanya karena titik didih yang rendah tetapi juga mempunyai
flammable limit yang lebar. Selain itu, karbon disulfide dapat terbakar dengan
sendirinya hanya pada suhu 100°C (ignition temperature).
Selanjutnya, perlu kita waspada terhadap pelarut organic yang mudah
terbakar lainnya dan sering pula menimbulkan kebakaran yakni aseton, methanol,
etanol, heksan, benzene, dan petroleum eter.
Table 2.3 Cairan Organic Mudah Terbakar
No Pelarut Daerah kons(%) mudah terbakar
Titik didih°C
Titik nyala °C
Titik bakar °C
BJ cairan
BJ
uap*
1 Aseton 3-13 56 -18 538 0.79 2.0
2 Benzene 1.4-8 80 -11 562 0.88 2.8
3 Bensin 1.4-7.6 38-204 -43 280-456 0.83.0-4
19
4 Etil alcohol 3.3-19 79 12 423 0.79 1.59
5 Etil eter 1.85-48 34 -45 180 0.71 2.55
6 Heksana 1.1-7.5 68 -22 261 0.66 2.97
7 Heptana (n) 1.2-6.7 98 -4 223 0.68 3.45
8 Karbon disulfida 1-44 46 -30 100 1.26 2.6
9 Methanol 6-36.5 65 12 464 0.79 1.1
10 Metal etil keton 2-10 80 -7 515 0.81 2.5
11 Minyak tanah 0.7-5 120-300 38-66 229 0.81 4.5
12 Oktana 1.0-4.6 125 13 220 0.70 3.86
13 Pentane 1.4-8 36 -49 309 0.63 2.48
14 Petroleum eter 1-6 30-60 -57 288 0.6 2.50
15 Toluene 1.4-6.7 111 4.4 536 0.87 3.1
*) Relative terhadap udara.
Jenis-jenis Kebakaran
Sesuai dengan bahan yang terbakar, kebakaran dapat dibedakan dalam beberapa jenis
yakni:
Kelas A: kebakaran kertas, kayu, karet, plastic, dan sebagianya.
Kelas B: kebakaran pelarut organic seperti etanol, benzene, aseton, heksan, eter, dan
sebagainya.
Kelas C: kebaran instalasi listrik seperti trafo dan peralatan listrik.
Kelas D: kebaran logam-logam alkali seperti kalium dan natrium.
Pembagian jenis api tersebut penting untuk mengetahui cara penanggulangannya (lihat
Bab 6).
BAHAN KIMIA MUDAH MELEDAK/EKSPLOSIF (EKSPLOSIVE
SUBSTANCES)
Bahan-bahan kimia reaktif atau tidak stabil dapat mudah meledak atau eksplosif.
Peledakan terjadi karena terjadi reaksi amat cepat yang menghasilkan panas dan gas
dalam jumlah besar. Reaksi eksplosif demikian selain banyak menimbulkan kerusakan
karena tenaga amat besar, tetapi juga disertai kebakaran. Dalam laboratorium maupun
industry kimia, peledakan adalah kecelakaan yang sering terjadi dan menimbulkan
banyak korban dan kerugian harta.
Kemungkinan adanya reaksi eksplosif dapat diperkirakan dari dua aspek yakni:
1.Reaksi Kesetimbangan dengan oksigen
Adalah selisih antara jumlah oksigen dalam system (senyawa atau campuran) dengan
jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi secara sempurna menjadi gas CO2
dan H2O.Ada tiga kemungkinan sifat tersebut,yakni :
a. Kesetimbangan negatif,yakni suatu reaksi eksplosif yang terjadi karena adanya
oksigen seperti contoh :
C2H
4O
3 + 3 O → 2 CO
2 + 2 H
2O
( P – asam asetat )
Ini berarti bahwa zat p-asam asetat akan meledak bila ada oksidator, senyawa
seperti etanol, asetildehida, aseton, dan asam asetat juga akan meledak bila dicampur
dengan H2O
2.
Suhu penyimpanan: semakin tinggi suhu semakin mudah terjadi reaksi eksplosif.
Benturan,gesekan mekanik: dapat menimbulkan pemanasan local yang eksplosif.Hal ini
dapat terjadi pada saat proses pencampuran, penggerusan, dan pengangkutan.
Kelembaban: kelembaban yang tinggi dalam penyimpanan akan menyebabkan adsorpsi
air yang memudahkan reaksi kimia terjadi. Dengan sendirinya tempat penyimpanan harus
bebas dari atap yang bocor di waktu hujan.Listrik: yang mungkin dapat memberikan
pemanasan dan atau loncatan api. Pengaruh bahan kimia lain dalam penyimpanan. Bahan
kimia reduuktor akan berbahaya bila dicampur atau berdekatan dengan bahan oksidator
20
21
yang tidak stabil.
Bahan Kimia Oksidator ( Oxidising Agents )
Bahan kimia oksidator adalah bahan kimia yang dapat menghasilkan oksigen
dalam penguraian atau reaksinya dengan senyawa lain. Bahan tersebut juga bersifat
reaktif dan eksplosif serta sering menimbulkan kebakaran. Kebakaran akibat bahan
oksidator sukar dipadamkan karena mampu menghasilkan oksigen sendiri.
Bahan kimia oksidator dapat dibedakan dua jenis yakni:
1) Oksidator anorganik,seperti:
-permanganat
-perklorat
-dikromat
-hidrogen peroksida
-periodat
-persulfat
Bahan-bahan tersebut banyak dipakai dalam analisis kimia sebagai reagen.
2) Peroksida organik
-benzil peroksida
-asetil peroksida
-eter oksida
b. Kesetimbangan nol, artinya bahwa jumlah oksigen pereaksi dan hasil reaksi
sama adalah sama, seperti reaksi :
CH2O
3 (asam performiat) → CO
2 + H
2O
(NH4)
2Cr
20
7 → Cr
2O
3 + H
2O + N
2
Ini berarti bahwa reaksi eksplosif dapat terjadi dengan sendirinya tanpa ada bantuan
oksigen dari luar.
c. Kesetimbangan positif, yakni suatu reaksi yang cenderung melepaskan oksigen,
seperti:
NH4NO
3 → 2H
2O + N
2 + O
Senyawa ammonium nitrat atau gliseralnitrat menjadi eksplosif bila ada reduktor yang
dapat menyerap oksigen.
Faktor – faktor penyebab eksplosif
Penanganan bahan–bahan tidak stabil di atas harus berhati-hati, karena ada beberapa
factor yang amat berpengaruh pada proses terjadinya ledakan, yakni:
-Asam perasetat
Zat – zat tersebut banyak dipakai dalam sintesis organik.
Oksidator “Tersembunyi”
Dalam laboratorium kimia, mungkin kita sering menghadapi bahan oksidator yang jelas
seperti asam perklorat yang masih tetap kita pakai dalam analisis kimia, dimana kita
harus selalu waspada. Tetapi kadang kala kita menghadapi zat oksidator yang
‘tersembunyi”, seperti: etil eter, isopropyl eter, dioksan, tetrahidrofuran, dan eter alifatik
lain.
Pelarut-pelarut di atas yang telah mengandung peroksida akan meledak hebat apabila
pelarut tersebut didistilasi atau diuapkan.Hal ini disebabkan oleh peroksida hasil auto
oksidasi adalah tidak mudah menguap, sehingga dalam residu didistilasi menjadi lebih
pekat atau terkonsentrasi yang oleh factor panas akan meledak.
Karena seringnya peledakan oleh peroksida tersembunyi di atas,beberapa cara
penanganan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Tes KI sebelum didistilasi pelarut di atas. Tes dilakukan dengan menambah 1 ml
larutan KI 10 % ditambah larutan kanji kedalam 10 ml contoh eter. Warna biru
menunjukkan adanya peroksida yang perlu diambil. Pengambilan peroksida
22
dilakukan dengan mengocok eter dengan larutan FeSO4
(60 gr FeSO4
dalam 110 ml
air + 6 ml H2SO
4). Dan tes kembali sampai tak ada pengaduk udara.
b) Didistilasi dilakukan tanpa pengaduk udara. Memakai pelindung muka pada saat
distilasi pelarut organik.
c) Sebaiknya tidak memakai pelarut yang lama. d)
Tidak menyimpan sisa-sisa pelarut yang lama.
e) Menyimpan pelarut dalam botol cokelat untuk mengurangi proses oksidasi.
f) Karena proses eksplosif selalu disertai dengan kebakaran, maka percobaan-
percobaan dengan senyawa-senyawa eksplosif sebaiknya dilakukan dalam almari
asam, memakai alat pelindung dan siap dengan pemadam kebakaran.
BAHAN KIMIA REAKTIF TERHADAP AIR (WATER REACTIVE SUBSTANCES)
Bahan–bahan reaktif terhadap asam adalah bahan–bahan yang mudah bereaksi dengan asam
menghasilkan panas, gas mudah terbakar, dan gas beracun. Logam – logam alkali seperti: Na,
K, dan Ca selain reaktif terhadap air juga reaktif terhadap asam. Oksidator seperti kalium
klorat/perklorat, kalium permanganat dan asam kromat amat reaktif terhadap asam sulfat dan
asam asetat.
Zat – zat beracun seperti NaCN atau KCN bereaksi dengan asam membentuk gas asam
sianida yang amat beracun:
NaCN + HCl → NaCl + HCN
Demikian pula logam –logam seperti Cu, Zn, dan Al reaksi terhadap asam nitrat menghasilkan gas NO
2 yang beracun:
Cu + 4HNO3
→ Cu (NO3)
2 + 2 NO
2 + 2 H
2O
Dengan seandirinya zat – zat diatas dalam penyimpanan harus dijauhkan dari asam –
asam.
23
GAS BERTEKANAN TINGGI (COMPRESSED GASES)
Gas bertekanan tinggi banyak dipakai dalam laboratorium baik sebagai reagen, bahan
bakar, atau gas pembawa. Gas-gas tersebut disimpan dalam silinder dalam bentuk:
a) Gas tekan seperti udara, hydrogen, dan klor.
b) Gas cair: nitrogen dan ammonia.
c) Gas terlarut dalam pelarut organik dibawah tekanan misalnya asetilen.
Bahaya dari gas-gas bertekanan tersebut, selain bahaya, karena sifat gas tersebut
(beracun, korosif, mudah terbakar), juga bahaya mekanik seperti meluncurnya gas akibat
tekanan yang terlepas atau ledakan. Selain itu, cirri khas
Tabel 2.4 Gas – gas bertekanan yang sering dipakai dalam laboratorium kimia
Gas KegunaanNAB ppm LFL - UFL (%)Bahaya
Asetilen Bahan bakar AAS - 2.5-81
Mudah terbakar,
aspiksian
Amonia Reagen, pelarut 50 15-28Beracun,aspiksian
Argon
Gas pembawa kromatografi
gas -Aspiksian
24
25
Klor Reagen 1Beracun, iritant korosif
Hidrogen
Hidrogenasi, Kromatografi
gas - 4.0-75
Mudah terbakaraspiksian
Helium Gas karier -Aspiksian
karbon-dioksida Gas penginert
500
0Aspiksian
Nitrogen
dioksida Bahan bakar AAS 5Beracun, korosif
Etilen Sterilisasi 50 3-100Mudah terbakar
Oksida Sintesis -Beracun
Bahaya utama adalah kebocoran yang akan mengeluarkan banyak gas dalam waktu amat
pendek.
Di antara gas–gas yang bertekanan yang sering dipakai dalam laboratorium seperti
terlihat pada Table 2.4.Silinder gas-gas tersebut harus disimpan di tempat yang tidak
terkena panas, terikat kuat, dan bebas dari kebocoran kran.
BAHAN KIMIA RADIOAKTIF (RADIOACTIVE SUBSTANCES)
Bahan kimia radioaktif adalah bahan kimia yang dapat memancarkan radiasi sinar alpha,
beta, atau gamma. Zat-zat radioaktif banyak dipakai dalam laboratorium sebagai bahan
untuk sintesis dan analisis. Dapat pula dipakai dalam pengobatan. Sinar gamma
mempunyai energy dan daya lebih kuat daripada sinar alpha. Sinar-sinar radiasi tersebut
dapat mengganggu atau merusak sel-sel tubuh.
Keterpaan radiasi dapat terjadi akibat sumber radiasi di luar tubuh. Terutama untuk
sumber sinar gamma amat berbahaya karena mempunyai daya tembus yang besar.
Melindungi diri dengan penahan timbal, menjauhkan diri dari sumber radiasi serta
mengurangi waktu keterpaan, merupakan cara untuk menghindarkan diri dari radiasi.
Bahaya radiasi dapat pula berasal dari dalam tubuh. Hal ini terjadi karena masuknya zat-
zat radioaktif lewat paru-paru (berupa uap atau debu), mulut dan atau kulit.Dalam hal ini
bahan pemancar radiasi alpha dan bheta adalah sudah cukup berbahaya, karena dapat
beredar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau berakumulasi dalam organ-organ
tertentu, bergantung pada jenis zat.
26
27
BAB III
LABEL DAN PENYIMPANAN BAHAN KIMIA
Penandaan atau pemberian label terhadap jenis-jenis bahan kimia diperlukan untuk
dapat mengenal dengan sepat dan mudah sifat bahaya dari suatu bahan kimia. Pengenalan
dengan label ini amat penting dalam penanganannya, transportasi dan penyimpanan
bahan-bahan atau pergudangan. Cara penyimpanan bahan-bahan kimia memerlukan
pengetahuan dasar akan sifat bahaya serta kemungkinan interaksi antarbahan serta
kondisi yang mempengaruhinya. Tanpa memperhatikan semua faktor tersebut, dapat
mengakibatkan: kebakaran, ledakan, keracunan, atau kombinasi di antara kemungkinan
ketiga akibat tersebut.
LABEL ATAU SIMBOL BAHAYA
Label atau simbol bahaya bahan-bahan kimia serta cara penanganan secara umum
dapat diberikan sebagai berikut:
Bahaya : eksplosif pada kondisi tertentu (Gambar3.1).Contoh : amonium nitrat, nitroselulosa.Keamanan : hindari benturan, gesekan, loncatan api, dan panas.
Bahaya : oksidator dapat membakar bahan lain,
penyebab timlbulnya api atau penyebab kesulitan dalam pemadaman api (Gambar 3.2)Contoh: hidrogen peroksida kalium perklorat. Keamanan : hindari panas serta bahan mudah terbakar dan reduktor
Bahaya : mudah terbakar (Gambar 3.3), meliputi: (1) Zat terbakar langsung.
Contoh : aluminium alkil posfor.
Keamanan : hindari campuran dengan udara.
(2) Gas amat mudah terbakar.
Contoh : butana, proparia
Keamanan : hindari campuran dengan udara dan hindari sumber api.
(3) Zat sensitive terhadap air, yakni zat yang membentuk gas
mudah terbakar bila kena api atau uap
(4) Cairan mudah terbakar
Cairan dengan flash point dibawah 21oC
Contoh : aseton dan benzene
Keamanan : jauhkan dari api terbuka, sumber api dan loncatan api.
Bahaya : toksi berbahaya
bagi kesehatan bila
terisap, tertelan, atau
kontak dengan kulit,
dan juga dapat
mematikan.
Contoh : arsen triklorida, merkuri klorida.
Keamanan : hindari kontak atau masuk ke dalam tubuh, segera berobat ke dokter bila kemungkinan keracunanBahaya : menimbulkan kerusakan kecil pada tubuh (Gambar 3.5). Contoh: piridin
Keamanan : hindari kontak dengan tubuh atau hindari penghirupan, segera berobat bila terkena bahan.Bahaya : korosif atau merusak jaringan atau tubuh manusia (Gambar 3.6).
dengan kulit dan mata.
benzot.
Costal : belerang dioksida dan klor.Keamanan : hindari kontaminasi pernapasan, kontak
Bahaya : iritasi terhadap kulit, mata, dan alat pernapasan (Gambar 3.7).Contoh : ammonia dan
Keamanan : hindari kontaminasi udara pernafasan kontak dengan kulit dan mata.
28
29
SYARAT-SYARAT PENYIMPANAN BAHAN KIMIA
Mengingat bahwa sering terjadi kebakaran, ledakkan atau bocornya bahan-bahan
kimia beracun dalam gudang, maka dalam penyinipanati bahan-bahan kimia beberapa
kemungkinan di bawah Im periti diperhatikan.
a. Pengaruh Panas/Api
Kenaikan suhu akan menyebabkan reaksi atau perubahan kimia terjadi dan
mempercepat reaksi. Juga percikan api berbahaya untuk bahan-bahan mudah terbakar.
b. Pengaruh Kelembahan
Zat-zat higroskopis mudah menyerap uap air dari udara dan reaksi hidrasi yang
eksotermis akan menimbulkan pemanasan ruang.
c. Interaksi dengan Wadah
Bahan kimia dapat berinteraksi dengan wadahnya dan bocor.
d. Interaksi Antarbahan
Kemungkinan interaksi antarbahan dapat menimbulkan ledakan, kebakaran, atau
timbulnya gas beracun.
Dengan mempertlinbangkan faktor-faktor di atas, beberapa syarat penyimpanan
bahan secara singkat adalah sebagat berikut:
1. Bahan Beracun
Contoh: sianida, arsenida, dan posfor.
Syarat penyimpanan:
Ruangan dingin dan berventilasi.
Jauh dari bahaya kebakaran
Dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi
Disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan gloves.
2. Bahan Korosif
Contoh: asam-asam, anhidrida asam, dan alkali. Merusak wadah dan bereaksi dengan
zat-zat beracun menghasilkan uap/gas beracun.
Syarat penyimpanan:
Ruangan dingin dan berventilasi.
Wadah tertutup dan beretiket.
Dipisahkan dari zat-zat beracun.
3. Bahan Mudah Terbakar
Contoh: benzena, aseton, eter, heksan, dan sebagainya.
Syarat penyimpanan:
Suhu dingin dan berventilasi.
Jauhkan dari sumber api atau panas, terutama loncatan api listrik dan bara
rokok.
Tersedia alas pemadam kebakaran.
4. Bahan Mudah Meledak
Contoh: amonium nitrat, nitrogleserin, trinitrotoluene (TNT).
Syarat penyimpanan:
Ruangan dingin dan berventilasi.
Jauhkan dari panas dan api.
Hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis.
5. Bahan Oksidator
Contoh: perklorat, permanganat, peroksida orgarilk.
Syarat penyimpanan:
Suhu ruangan dingin dan berventilasi.
Jauhkan dari sumber api dan panas termasuk loncatan api listrik din bara
rokok.
Jauhkan dari bahan-bahan cairan mullah terbakar atau reduktor.
Catatan : Pemadam kebakaran kurang berguna karena zat oksidator dapat menghasilkan
oksigen sendiri.
30
31
6. Bahan Reaktif terhadap Air
Contoh: natrium, hidrida, karbit, nitrida, dan sebagainya.
Syarat penyimpanan:
Suhu ruangan dingin, kering, dan berventilasi.
Jauh dari sumber nyala api atau panas.
Barigiman kedap air.
Disediakan pemadam kebakaran tanpa air (CO2, Halos, dry powder).
7. Rabid Reaktif terhadap Asam
Contoh: natrium, hidrida, sianida.
Zat-zat tersebut kebanyakan dengan asam menghasilkan gas yang mudah
terbakar atau beracun.
Syarat Penyimpanan:
Ruangan dingin dan berventilasi.
Jauhkan dari sumber api, panas, dan asam.
Ruangan penyimpanan perlu didesain agar tidak memungkinkan terbentuk
kantong-kantong hidrogen.
Disediakan alat pelindung diri seperti kacamata, gloves, dan pakaian kerja.
8. Gas Bertekanan
Contoh: gas N2, isetilen, H
2, dan Cl
2 dalam silinder.
Syarat penyimpanan:
Disimpan dalam kcadaan tegak berdiri dan terikat.
Ruangan dingin dan tidak terkena langsung sinar matahari.
Jauh dari api dan panas.
Jauh dari bahan korosif yang dapat merusak kran dan katub-katub.
32
Tabel 3.1 Bahan-bahan Kimia "incompatible" dan Menghasilkan Racun Bila DicampurKolom A Kolom B Bahaya yang timbul bila
dicampur (kolom C)Slanida
Hipoklorit
Nitrat
Asam nitrat
Nitrit
Asida
Senyawa arsenik
Sulfida
Asam
Asam
Asam sulfat
Tembaga, logam berat
Asam
Asam
Reduktor
Asam
Asam sianida
Klor dan asam hipoklorit
Nitrogen dioksida
Nitrogen dioksida
Asam nitrogen oksida
Hidrogen asida
Arsin
Hidrogen sulfida
33
BAHAN-BAHAN KIMIA
Seperti diuraikan sebelumnya, ada bahan-bahan kimia yang tak boleh dicampur
dalam penyimpanannya seperti asam dengan bahan yang beracun, bahan mudah terbakar
dari oksidator, dan sebagainya. Bahan-bahan demikian disebut “incompatible” dan harus
disimpan secara terpisah. Contoh bahan-bahan demikian seperti pada Tabel 3. 1 . Zat
pada kolom A bila kontak dengan zat pada kolom B akan menghasilkan gas racun (kolom
C).
Bahan-bahan kimia “incompatible” dalam tabel 3.2 berikut, bila besentuhan
(kontak) akan menghasilkan reaksi yang hebat, kebakaran atau ledakan.
Tabel 3.2 Bahan-bahan Reaktif yang bila Bercampur Menimbulkan Reaksi Hebat,
Kebakaran dan atau ledakan.
Bahan Kimia Hindarkan Kontak dengan:
Amonum nitrat Asam klorat, nitrat, debu organik, pelarut
organik mudah terbakar, dan bubuk logam
Asam asetat Asam kromat, asam nitrat, perklorat, dan
peroksida
Karbon aktif Oksidator (klorat, perklorat, hipoklorat)
Asam kromat Asam asetat, gliserin, alcohol, dan bahan
kimia mudah terbakar
Cairan mudah terbakar Ammonium nitrat, asam kromat, hydrogen, peroksidadan asam nitrat
Hidrokarbon (butane, benzene,
benzin, terpentin)
Flour, klor, asam kromat, dan peroksida
Kalium klorat/perklorat Asam sulfat dan asam lainnya
Kalium permanganate Gliserin, etilen glikol, asam sulfat
34
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan untuk zat-zat tertentu. Eter, parafin cair dan
olefin membentuk peroksida karena kontak dengan udara dan cahaya. Semakin lama
disimpan semakin besar jumlah peroksida. Isopropileter, etil eter, dioksan, dan
tetrahidrofuran adalah zat-zat yang sering menimbulkan bahaya akibat terbentuknya
peroksida dalam penyimpanan. Zat sejenis eter, tak boleh disimpan melebihi satu tahun,
kecuali ditambah inhibitor. Eter yang telah dibuka, selama dihabiskan selama enam
bulan, atau sebelum dipakai dites lebih dahulu kadar peroksida dan bila politik peroksida
tersebut dipisahkan atau dihilangkan secara kimia (lihat Bab 2 tentang bahan kimia
oksidator).
BAB IV
TEKNIK PERCOBAAN BERBAHAYA
Percobaan-percobaan dalam laboratorium dapat meliputi berbagai jenis pekerjaan
diantaranya mereaksikan bahan-bahan kimia, distilasi, ekstraksi, memasang peralatan,
dan sebagainya.
Masing-masing teknik dapat mengandung bahaya yang berbeda satu dengan yang
lain. Tentu saja bahaya tersebut sangat berkaitan dengan penggunaan bahan dalam
percobaan, sehingga sukar untuk memisahkan bahaya antara teknik dan bahan.
REAKSI KIMIA
Semua reaksi kimia menyangkut perubahan energi yang diwujudkan dalam panas.
Kebanyakan reaksi kimia disertai pelepasan panas (reaksi eksotermik), meskipun ada
pula beberapa reaksi yang menyerap panas (endotermik). Bahaya pelepasan energi
(panas) yang demikian banyak dan dalam kecepatan yanh sangat tinggi, sehingga bersifat
destruktif terhadap lingkungan, termasuk pekerjanya.
Banyak kejadian dan kecelakaan di dalam laboratorium sebagai akibat reaksi kimia
yang hebat arau eksplosif. Namum kecelakaan tersebut pada hakikatnya disebakan
kurangnya pengertian atau apresiasi terhadap fakto-faktor fisiko-kimia yang
mempengaruhi kecepatan reaksi kimia yakni konsentrasi pereaksi dan kenaikan suhu
reaksi.
PEMANASAN
Pemanasan dapat dilakukan denan listrik, gas, dan uap. Untuk laboratorium yang jauh
dari sarana-sarana tersebut, kadang kala dipakai pula pemanas kompor biasa. Pemanas
tersebut biasanya digunakan untuk mempercepat reaksi, pelarutan, distilasi, maupun
ekstraksi.
Untuk pemanasan pelarut-pelarut organik (titk didih dibawah 100˚C), seperti eter,
methanol, alkohol, benzena, heksan dan sebagainya, maka pengunaan penangas air
adalah cara yang termurah dan aman. Pemanasan pelarut yang bertitik didih lebih dari
100˚C, dapat dilakukan dengan aman apabila memakai labu gelas borosilikat dan
pemanas listrik (heatinh mantel ). Pemanas tersebut ukurannya harus sesuai dengan
35
36
besarnya labu gelas.
DESTRUKSI
Dalam analisis kimia terutama untuk mineral, tanah atau makanan, diperlukan
destruksi contoh agar komponen-komponen yang akan dianalisis terlepas dari matriks.
Biasanya reaksi destruksi dilakukan dengan asam seperti asam sulfat pekat, asam nitrat,
asam klorida tanpa atau ditambah peroksida seperti persulfat, perklorat, hidrogen
peroksida dan sebagainya. Selain itu, biasanya juga reaksi harus dipanaskan untuk
memudahkan proses destruksi. Jelas dalam pekerjaan destruksi, terkumpul beberapa
factor berbahaya sekaligus yakni bahan berbahaya (eksplosif ) dan kondisi suhu tinggi
yang menambah tingkat bahaya.
Oleh karena itu, destruksi harus dilakukan mat berhati-hati diantaranya:
1. Pelajari dan ikuti prosedur kerja secara seksama, termasuk pengukuran jumlah
reagen secara tepat dan cara pemanasannya.
2. Percobaan dilakukan dalam almari asam. Hati-hati dalam membuka dan menutup
almari asam pada saat proses destruksi berlangsung.
3. Lindungi diri dengan kaca mata/pelindung muka dan sarung tangan pada saat
bekerja.
4. Terutama bagi para pekerja baru atau yang belum berpengalaman, diperlukan
supervise atau konsultasi dengan yang lebih senior.
DISTILASI
Distilasi merupakan proses gabungan pemanasan dan pendinginan uap yang terbentuk
sehingga diperoleh cairan kembali yang murni. Bahaya pemanasan cairan dapat dihindari
dengan memperhatikan sub-bab pemanasan. Dalam pemanasan cairan biasanya
ditambahkan batu didih (boiling chips), untuk mencegah pendidihan yang mendadak
(bumping). Batu didih yang berpori perlu diganti setiap kali akan melakukan distilasi
kembali. Untuk distilasi hampa, aliran udara melalui kapiler kedalam bagian bawah labu
dapat merupakan pengganti batu didih.
Bahaya yang sering timbul dalam pendingin Liebig adalah kurang kuatnya slang air
baik dari keran maupun yang menuju pipa pendingin. Lepasnya slang air akan
menyebabkan banjir dan proses pendinginan tidak berjalan dan uap cairan berhamburan
kedalam ruangan. Oleh karena itu, terutama untuk distilasi yang terus-menerus atau
sesering ditinggalkan, hubungan slang dengan keran dan pipa pendngin perlu diikat
dengan kawat.
EKSTRAKSI
Ekstraksi juga merupakan gabungan antara pemanasan cairan dan pendingin uap,
tetapi kondensat yang terbentuk dikembalikan kedalam labu didih. Karena prosesnya
mirip dengan distilasi, maka bahaya teknik tersebut serta cara pencegahannya adalah
sama dengan teknik distilasi.
PENGUKURAN VOLUME CAIRAN
Memipet cairan atau larutan dalam volume tertentu dengan pipet, secara umum tidak
diperkenankan memakai mulut untuk menghindari bahaya tertelan dan kontaminasi. Uap
dan gas beracun dapat larut dalam air ludah (saliva). Memakai pemompa karet (rubber
bulb) untuk mengisi pipet merupakan cara yang paling aman dan praktis, meskipun
memerlukan sedikit latihan. Sedangkan untuk cairan yang korosif dapat dilakukan
dengan pipet isap (hypodermic syringe).
PENDINGINAN
Karbon dioksida padat (dry ice) dan nitrogen cair adalah pendingin yang sering
dipakai. Keduanya dapat membakar atau “menggigit” kulit, sehingga dalam penganannya
harus memakai sarung tangan dan pelindung mata.
Karbon dioksida dapat dipakai bersama-sama dengan pelarut organik menambah
pendinginan. Karena banyak terbentuk gas (penguapan) maka pelarut yang digunakan
harus nontoksik dan tidak mudah terbakar.
Nitrogen cair biasa dipakai sebagai “trap” uap air dalam distilasi vakum, agar air
tidak merusak pompa. Dalam pendinginan tersebut udara dapat pula tersublimasi menjadi
padat, termauk oksigen dan hal ini berbahaya bila bercampur dengan bahan organik.
Labu dewar tempat nitrogen cair perlu pula dilindungi dengan logam agar tidak
berbahaya bila pecah.
Bila karbon dioksida maupun nitrogen mempunyai berat jenis lebih berat daripada
udara sehingga dapat mendesak udara untuk pernapasan. Oleh karena itu, bekerja dengan
37
38
kedua pendingin perlu dalam ruang berventilasi atau terbuka.
PENANGANAN ALAT GELAS (GLASS HANDLING)
Ada 2 jenis gelas yang sering dipakai dalam laboratorium, yaitu gelas soda dan
borosilikat. Jenis terahir tahan panas dan tahan bahan kimia sehingga kini lebih banyak
dipakai daripada jenis pertama. Gelas soda mudah retak dan pecah tetapi mudah
dibentuk, hanya dengan memakai bahan bakar udara. Sedangkan gelas borosilikat dengan
titik lunak lebih tinggi memerlukan pembakar gas oksigen untuk membentuknya. Ada
kecendrungan membentuknya nitrogen oksida bila silika dipanaskan dengan memakai
gas alam, sehingga dalam pekerjaan tersebut diperlukan ventilasi yang cukup.
PERLAKUAN TERHADAP AIR RAKSA
Tetesan-tetesan air raksa dapat melenting atau meloncat tanpa dapat kita lihat dan
pecah berhamburan di atas meja kerja. Partikel-parikel kecil ini juga sukar kita lihat
apalagi kalau sampai masuk ke celah-celah atau retakan-retakan meja. Apabila tidak hati-
hati, maka ruang dimana kita bekerja dapat jenuh dengan uap air raksa, yang berarti telah
jauh melebihi nilai ambang batas (NAB) air raksa.
Untuk menghindari bahaya tersebut, daerah kerja dengan air raksa perlu dipasang
dulang (tray) yang diisi air, agar percikan air raksa dapat dikumpulkan. Ventilasi yang
sangat baik diperlukan, dan apabila tidak ada, maka bekerja dalam ruang yang terbuka
jauh lebih aman daripada dalam ruang tertutup.
BEKERJA DENGAN PERALATAN UV/SINAR-X
Banyak pekerjaan yang dilakukan dengan peralatan yang memancarkan cahaya
ultraviolet (UV) seperti sprektofotometer atau kromatografi lapis tipis (TLC). Cahaya UV
dapat merusak dan terutama menimbulkan kerusakan kornea mata. Peralatan yang
memakai sinar-X, seperti fluoresensi atau difraksi sinar-X, lebih berbahaya lagi bila tidak
hati-hati. Sinar-X mempunyai daya tembus yang kuat dan dapat merusak sel-sel tubuh.
Usaha untuk menghindari serta melindungi diri terhadap kemungkinan keterpaan radiasi
sinar-X (yang tak dapat dilihat) merupakan suatu keharusan dalam bekerja dengan alat-
alat tersebut. Dengan sendirinya, hal yang sama pula dilakukan bila kita bekerja dengan
peralatan yang memancarkan sinar gamma yang lebih kuat dari sinar-X.
BAB V
SARANA LABORATURIUM
Sarana laboraturium seperti listrik, air, gas, uap, dam sebagainya adalah sangat
penting dalam mempermudah pelaksanaan kegiatan laboraturium. Tetapi sarana-sarana
tersebut menimbulkan kerusakan maupun kecelakaan apabila tidak dijaga
pennnggunaannya dengan baik dan tepat.
LISTRIK
Listrik sangat banyak penggunaannya di dalam laboraturium kimia, seperti untuk
penerangan, pemanasan, dan sumber tenaga bagi banyak peralatan laboraturium. Bahkan
daoat dikatakan listrik meruakan urat nadi kelancaran laboraturium dan apabila terputus
hubungan listrik, praktis berhenti pulalah aktivitas laboraturium.
Bahaya utama dari aliran listrik adalah sengatan listrik ( electrical shock ),
hubungan oendek ( dapat menimbulkan kebakaran ), loncatan api pada “ switch “
( berbahaya bila berdekatan dengan bahan kimia yang mudak terbakar ), lerusakan
peralatan akibat kesalahan pada pemasangan kabel listrik atau kesalahan operasi.
Oleh karena itu, listrik dalam laboraturium kimia perlu diperksa oleh ahli khusus
listrik terutama dalam “ switch “, slug, dan “ grounding system “. Adanya kesrusakan
dalam pemasangan perlu dilaporkan pada pengawas laboraturium. Peralatan dan
instrument dengan memakai tenaga listrik perlu dilengakapi dengan petunjuk tertulis
lengakap. Di Indonesia dimana masih dipakai dua jenis tegangan llistrik yakni 110 Volt
dan 220 Volt, harus dapat dihindarkan pemakaian potensial yang tidak sesuai dengan
peralatan. Demikian pula perbaikan peralatan, baru dapat dilakukan setelah hubungan
listrik peralatan tersebut dilepaskan.
Bila terjadi kebakaran dalam laboraturium, adalah sangat penting dapat segera
mematikan sumber listrik, sebab pemadam kebakaran kebakaran seperti air atau busa
( foam ) dapat menimbulkan bahaya baru, yakni hubungan pendek. Dengan demikian, “
39
40
switch “ untuk sumber arus laboraturium harus dapat diketahui letak dan cara operasi
oleh staf atau pengawas laboraturium.
AIR
Penggunaan air dalam laboraturium sangat banyak, diantaranya sebagai pencuci
peralatan gelas, pendingin, pemanas dalam penangas air, dan sebagainya. Juga penting
untuk memadamkan api ( bila listrik telah dimatikan ) dan pencuci tangan bila terkena
bahann kimia.
Air menjadi bahaya bila kontak dengan bahan seperti Natrium yang dapat
menimbulkan api, dan kontak dengan Posfor Clorida yang bersifat toksik dan beracun.
Demikiain pula air dapat menimbulkan bahaya bila kontak dengan peralatan listrik
Karena dapat menimbulkan hubungan pendek.
Apabila air sebagai pendingan terutama dalam proses yang lama seperti destilasi,
maka aliran air tersebut perlu dapat dikontrol. Terputusnya aliran air atau lepasnya
saluran air pendingin akan menyebabkan proses pemanasan distilasi yang berlebihan
yang dapat menimbulkan kebakaran. Atau sebaliknya, kenaikan tekanan air pendingin
yang tiba-tiba dan pecah atau lepasnya slang air pendingin dapat menyebabkan banjir
dalam laboraturium. Oleh karena itu, saluran ( slang ) air pendingin baik dari plastic
maupun dari karet perlu terikat kuat dengan kawat pada pipa gelass pendingin, dan setiap
saat perlu mendapat pemeriksaan dan pemeliharaan.
GAS
Gas, baik dalam bentuk gas pabrik, gas alam, atau gas campuran Propana dan
Butana, dipakai sebagai bahan bahar laboraturium kimia. Gas pabrik terbuat dari batu
batu bara bersifat toksik ( racun ) kerena gas tersebut mengandung Carbonmonoksida
atau C0. Sedangkan gas lain praktkis tidak beracun kecuali bila terjadi pembakaran yang
tidak semourna atau keracunan akibat konsentrasi terlalu tinggi. Namun, ketika jenis gas
bakar tersebut diatas adalah sangat mudah terbakar dan mengandung bahaya peledak bila
bercampur dengan udara dalam perbandingan tertentu.
Sangat sering terjadi adanya kebocoran-kebocoran gas baik dari sambungan slang
gas maupun dari Bunsen yang padam kena angin. Ini dapat dideteksi dari bau gas. Bila
hal ini terjadi, matikan semua api agar tidak menimbulkan peledakan atau penyalaan,
buka jendela dan segera dicari tempat kebocoran. Kebocoran kecil yang dibiarkan, akan
menyebabkan pekerja laboraturium tidak akan dapat mencium bau gas sebagai akibat
terbiasa, tetapi bahanyanya racun dan kebakaran tidak berarti hilang.
Sebagaimana listrik, pipa utama gas menuju laboraturium perlu dilengkapi dengan
kran diluar laboraturium dan dikenal oleh staf dan pengawas laboraturium. Ini
memudahkan untuk memutuskan aliran gas bila terjadi kebakaran laboraturium, tetapi
perlu diingat bahwa sebelum keran sentral dibuka kembali, semua keran pada meja-meja
laboraturium dan atau Bunsen harus dimatikan lebih dahulu.
ALMARI ASAM DAN VENTILASI
Percobaan-percobaan dilaboraturium banyak menggunakan bahan-bahan korosif
(misalnya HNO3, HCl, H
2SO
4), toksik ( misalnya H
2S, SO
2, benzene) dan bahan-bahan
mudah terbakar seperti Aseton, Benzena, Eter, dan sebagainya. Bekerja dengan bahan-
bahan demikian harus dilakukan dalam almari asam ( fume cupboard), dimana uap dan
gas dapat dibuang langsung dengan ventilasi khusus.
Almari asam, perlu ditempatkan dimana lalu lintas para pekerja dan aliran udara
dari pintu dan jendela adalah minimum. Kecepatan aliran udara dalam almari asam
minimum adalah 0.5 m/s. karena banyak bahan korosif maka motor dari ventilasi harus
diletakkan diluar almari asam. Dengan sendirinya pipa atau cerobong pembuangan gas
(Duct) harus terbuat dari bahan tahan korosif, dan tidak mudah terbakar. Peralon yang
kuat cukup memadai untuk keperluan tersebut.
Demikian juga keran gas dan air untuk keperluan almari asam harus diletakkan
diluar almari tersebut guna menghindari dari kerusakan akibat korosi. Selain itu jendela
kaca almari asam yang dapat dinaik turunkan perlu dilindungi dengan anyaman kawat
halus dibagian dalamnya untuk melindungi dari kemungkinan pecahnya kaca jendela. Hal
ini sangat penting bila bekerja dengan senyawa-senyawa peroksida seperti Asam
Perklorat dimana bahaya peledakan sangat besar.
Meskipun ada keharusan lemari asam dalam bekerja dalam bekerja dengan bahan
kimia berbaha, tetapi kadang kala para tidak menaantinya apabila hanya bekerja dengan
41
42
sedikit bahan atau dengan bahan yang dinilai kurang berbahaya. Hal ini ditambah dengan
adanya kemungkinan kebocoran almari asam, dan banyaknya penggunaan pelarut organik
menyebabkan ruang laboraturium tidak dapat bebas dari uap atau gas beracun dan
korosif. Aliran alira atau angin lewat jendelan dan pintu laboraturium tidak cukup sebagai
pengontrol kesehatan ruangan. Dengan demikian, diperlukan tambahan ventilasi
(electrical ventilation) agar udara dlam ruangan laboraturium selalu segar. Walaupun
demikian, ruangan laboraturium bukanlah tempat yang sehat untuk makan dan minum,
karena kemungkinan kontaminasi tetap ada.
PEMANAS LISTRIK
Pemanas listrik yang berupa bot plate sekarang banyak dipakai untuk pemanas
reaksi, distilasi, dan ekstraksi. Meskipun pemanas tersebut tahan api, tetapi permukaan
dapat melebihi titik bakar beberapa pelarut organik. Oleh ka rena itu, untuk pemanasan
pelarut organik dimana adanya kemungkinan tumpah atau menetes kondensasi,
penggunaan bot plate kurang tepat. Distilasi atau ekstraksi lebih aman apabila dipakai
mantel pemanas istrik (heating mantel).
Oven dan furish adalah juga pemanas listrik yang dipakai untuk pengeringan dan
pemijaran. Suhu dalam oven dapat mencapai 250oC, sedangkan untuk furnish mencapai
1000o atau lebih. Seperti halnya bot plate, permukaan oven dan furnish juga
menyebabkan kebakaran bila bersentuhan dengan cairan dengan uap atau gas pelarut
organik. Dengan demikian, oven dan furnish harus diletakkan pada yang jauh dari
penggunaan dan penyimpanan pelarut organik. Selain itu, kedua alat tersebut harus
diletakkan diatas permukaan yang tahan panas. Bila diletakkan diatas meja kayu, harus
ada jarak yang cukup untuk meja dan alat, sehingga dapat dihindari pengarangan meja
atau kemungkinan kebakaran.
ALAMARI PENDINGIN
Almari pendingin (refrigerator) banyak dipakai untuk menyimpan bahan-bahan
kimia yang mudah terurai seperti enzim, vitamin, dan bahan-bahan standar lainnya.
Tetapi sering juga dipakai untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah menguap dan
senyawa-senyawa yang tidak stabil seperti peroksida. Dalam hal ini, almari pendingin
yang biasa dipakai dalam rumah tang, dapat menimbulkan peledakan sebagai akibat uap
bahan organik yang bercampur udara terbakar oleh loncatan listrik “switch” thermostat di
dalam almari pendingin. Resiko peledakan apabila “switch” tersebut diletakkan diluar
almari pendingin dan supaya lebih aman, lampu penerang juga perlu diambil. Karena
tetap adannya kemungkinan peledakan, biasanya almari pendingin diletakkan ditempat
yang jauh dari pintu keluar atau jauh dari lalu lalang pekerja.
Bahan-bahan kimia yang disimpan dalam almari pendingin harus tertutup dan
berlabel lengkap dengan jelas. Udara yang lembab dan bercampur uap bahan kimia
didalam almari pendingin, dapat merusak label bahan yang disimpan. Oleh karena itu,
label perlu dibuaat cukup kuat. Bahan-bahan kimia yang sudah tidak berlabel di dalam
almari pendingin lebih baik dibuang atau dimusnahkan. Selain itu, makanan dan
minuman tidak boleh disimpan bersama dengan bahan-bahan kimia untuk menghindari
kontaminasi makanan.
GAS BERTEKANAN TINGGI
Kini banyak sekali digunakan gass-gas bertekanan tinggi seperti udara, hydrogen,
oksigen, asetilen, nitrogen dan sebagainya. Gas-gas tersebut digunakan sebagai bahan
bakar (seperti dalam spectrophotometer serapan atom) atau sebagai gas pembawa
(carrier gas) dalam kromatografi gas. Gas bertekanan tinggi yang disimpan dalam
silinder, mempunyai energy yang cukup besar sehingga dapat pula bersifat eksplosif.
Silinder gas harus disimpan pada suhu dibawah 50oC sebab pada suhu 65oC keran
akan terbukan dengan sendirinya oleh pengaman otomatis (repture devices). Tetapi untuk
silinder yang kecil dan biasanya tidak mempunyai pengontrol otomatis, dapat
menimbulkan peledakan pada suhu tinggi. Silinder-silider gas harus berlebel jelas, dan
disimpan dalam keadaan terikat dengan rantai atau sabuk kulit pada tembok atau meja
kerja. Demikian pula dalam pemindahan atau trasportasi silinder gas, harus dilakukan
dalam keadaan terikat pada troli, agar tidak jatuh menimpa pekerja. Silinder gas
bertekanan tinggi yang jatuh dan keran penutupnya terlepas, akan lebih berbahaya karena
akan menluncur seperti roket. Cara penanganan dengan hati-hati serta sederhana seperti
43
44
diatas akan sangat mengurangi resiko, apalagi jika gas dalam silinder mudah terbakar
seperti asetilen dan hydrogen, atau gas beracun seperti clor (Cl2). Untuk mencegah
kontaminasi, silinder gas tidak boleh dikosongkan sama sekali agar tidak ada gas yang
mengalir kembali ke dalam silinder.
PEMBUANGAN AIR (DRAINAGE)
Bak pembuangan air (sink) sebagaimana almari asam (fume cupboard) merupakan
sarana penting untuk pemmbuangan bahan-bahan kimia keluar lingkungan laboraturium.
Pipa-pipa pembuangan yang kebanyakan jterbuat dari besi, mudah rusak oleh buangan
asam. Sedangkan pipa peralon atau pelastik mudah rusak oleh buangan pelaru organik.
Ditinjau dari aspek lingkungan, pembuangan bahan-bahan kimia beracun akan
sangan berbahaya bagi masyarakat sekeliling serta mengganggu lingkungan. Diindonesia
hal ini perlu diperhatikan mengingat kebanyakan laboratorium berada ditengan kota atau
padat penduduk. Sedangkan air parit atau sungai dimana buangan laboraturium bermuara,
masih dipakai oleh dipakai oleh masyarakat untuk keperluan mencuci atau bahan untuk
keperluan minum dan memasak.
Oleh karena itu, pembuangan air buangan laboraturium perlu pengenceran atau
pengolahan lebih dahulu. Pembuangan pelarut-pelarut organic seperti benzene,
kloroform, dan sebagainya, tidak boleh dibuang langsung, melainkan perlu dikumpulkan
terlebih dahulu dan diproses kembalia atau dimusnahkan secara tersendiri. Demikian pula
pembuangan logam-logam berat yang berbahaya seperti air raksa dan senyawaan atau
perak nitri hasil pembuangan titrasi argentometri dapat dikumpulkan untuk diendapkan
dan diproses kembali (recovery). Lihat BAB. 9
Peraturan yang jelas dan tertulis tentang pembuangan bahan-bahan kimia
berbahaya perlu dicanangakan atau ditaati dalam laboraturium.
BAB VI
ALAT PEMADAM KEBAKARAN
Kebakaran dalam laboratoriumi paling banyak terjadi karena pemanasan, ekstraksi atau
destilasi pelarut organik. Prinsip utama dalam penanggulangan kebakaran, adalah bahwa
api sebelum membesar harus segera dipadamkan. Semakin besar api semakin sukar dapat
dikuasai karena suhu yang telah tinggi akan mempercepat proses kebakaran. Selagi api
masih kecil harus segera dipadamkan dengan kain atau karung basah atau selimut api
(fire blanket).
Tetapi api sudah terlalu besar dan membahayakan untuk ditutup dengan kain atau sarung
basah, maka segera pula harus digunakan pemadam kebakaran. Pada prinsipnya
pemadam kebakaran berfungsi salah satu atau lebih kriteria berikut :
a) Menurunkan suhu bahan yang terbakar
b) Mengurangi kontak dengan oksigen
c) Mengurangi radikal penyebab reaksi berantai
JENIS PEMADAM KEBAKARAN
Bergantung pada jenis api yang terjadi, berbagai pemadam kebakaran yang dapat dipakai
adalah :
1. A. Air
Mudah diperoleh dengan cepat. Dalam pemadaman, air berfungsi sebagai
pendingin dan menyelimuti bahan dari O2
oleh adanya uap air yang terbentuk.
Air amat baik untuk api kelas A yaitu kebakaran kertas, kayu, karet, dan
sebagainya. Tetapi pemadaman dengan air berbahaya untuk :
B. Kebakaran pelarut organic ( heksan, eter, petroleum, eter, dan sebagainya),
arena justru akan membesarkan atau memperluas kobaran api. Kecuali pelarut
organic tersebut lebih berat dari air dan atau larut dalam air.
C. Kebakaran akibat listrik, karena akan menimbulkan hubungan pendek. Kecuali
apabila listrik dipadamkan lebih dahulu.
45
46
D. Kebakaran logam-logam alkali seperti Na dan K, karena akan memperbesar
reaksi kebakaran.
2. Busa
Adalah dispersi gas dalam cairan yang berfungsi mengisolasi bahan dan oksigen.
Pemadam kebakaran jenis busa cukup efektif untuk api kelas A dan B, tetapi juga
berbahaya untuk api kelas C dan D.
3. Bubuk kering (dry powder)
Adalah bubuk halus campuran bahan kimia seperti: Na2CO
3, K
2CO
3, KCl,
(NH3)PO
4, dan sebagainya yang mudah mengalir apabila disemprotkan. Dalam
pemadaman api, bahan tersebut berfungsi sebagai:
(a) Melindungi bahan dari O2
(b) Melindungi bahan dari radiasi panas
(c) Menyerap radikal pembentuk reaksi berantai
Jenis pemadan ini amat baik untuk kelas api A, B, dan D, tetapi tidak efektif
untuk tempat yang berangin atau di luar. Selain itu, api dapat timbul kembali
(reignition) setelah dipadamkan.
4. Gas CO2
Gas CO2
bertekanan tinggi, dengan efektif dapt dipakai untuk pemadaman segala
jenis kebakaran (api A,B,C, dan D). Hal ini karena terjadi gas tersebut yang lebih
berat dari udara dapt menutupi atau mengisolasi bahan yang terbakar dari O2.
Namun kelemahannya adalah dapat terjadi penyalaan kembali.
5. Halon
Adalah suatu senyawa hidrokarbon yang terhalogenasi (umumnya turunan metana
atau etana). Jenis pemadam kebakaran ini berfungsi sebagai:
a) Pembentuk selimut inert yang mengisolasi bahan dari O2.
b) Penyerap yang efektif terhadap radikal-radikal penyebab reaksi berantai.
Sebagaimana gas CO2
, Halon dapt dipakai pemadaman api jenis A, B, C, dan
D. Mempunyai volume yang lebih kecil sehingga lebih praktis daripada CO2.
Ada beberapa jenis Halon yang bergantung pada substitusi halogen dalm
metana/ alkana seperti Tabel 6.1 berikut.
Tabel 6.1 Jenis Halon
Formula Nomor *) T.t.dNama
a. CF2BrCl H-1211 -4
Bromoklorodifluorometana
(BCF)
b. CF3Br H-1301 -57.5Bromotrifluorometana (BTM)
c. CF2Br2 H-1202 24Dibromodifluorometana
d. Ch2ClBr H-1011 69Klorobromometana (CBM)
e.
CF2BrCF2Br H-2402 46Dibromotetrafluoroetana
*) catatan :
Angka pada H yang pertama. Kedua, ketiga, dan keempat berturut-turut
menyatakan jumlah atom C, F, Cl, dan Br.
Secara singkat penggunaan pemadam kebakaran dapat dilihat pada table 6.2
Tabel 6.2 Penggunaan Pemadam Kebakaran dan Jenis Api
Kelas
ApiBahan Terbakar (contoh) Pemadam kebakaran
Air Busa
Bubuk
kering CO2
Halon
A
Kertas, kayu, karet, dan
kain Ya Ya Ya YaYa
B
Benzena, eter, heksan,
dan minyak cat Tidak Ya Ya YaYa
C Listrik dan motor Tidak Tidak Ya YaYa
D Logam alkali (Na,K) Tidak Tidak Ya YaYa
47
48
PENYEDIAAN PERALATAN DAN LATIHAN
Peralatan pemadam kebakaran harus tersedia dalam suatu laboratorium kimia,
mengingat banyaknya kemungkinan kebakaran. Karung atau selimut api
(fire blanket) adalah peralatan sederhana dan praktis untuk memadamkan dengan cepat
kemungkinan kebakaran kecil atau baru mulai. Pemadam kebakaran CO2
cukup pula
memadai untuk suatu laboratorium meskipun dapat pula dilengkapi dengan bahan kimia
bubuk atau BCF.
Namun hal yang sangat penting adalah bahwa para pekerja atau mahasiswa yang
bekerja dalam laboratorium harus mengetahui letak pemadam kebakaran dan cara
operasinya. Selain itu, gas pemadam kebakaran dalam silinder seperti CO2
, perlu
dilakukan pengecekan isinya dengan cara penimbangan, sebab ia dapat habis setelah
beberapa tahun tidak pernah digunakan. Kedua hal tersebut ditekankan mengingat
seringnya kejadian kebakaran, dimana para pekerja menjadi bingung dan tidak dapat
mengoperasikan alat pemadam kebakaran. Atau kalaupun dapat memakainya, silinder gas
ternyata kosong.
Oleh karena itu, diperlukan latihan-latihan untuk mengoperasikan pemadam
kebakaran, sambil membiasakan diri untuk tidak panik apabila menghadapi kebakaran.
BAB VII
ALAT PELINDUNG DIRI
Alat pelindung diri berfungsi mengisolasi tubuh pekerja terhadap keterpaan bahan
kimia berbahaya. Pemakaian alat pelindung diri merupakan cara terakhir untuk
pengendalian keterpaan apabila cara-cara pengedalian sebelumnya yakni mengurangi
atau mengisolasi emisi polutan telah meksimum atau gagal.
Untuk bekerja dalam laboratorium kimia, beberapa peralatan pelindung diri yang
minimal diperlukan adalah:
Pakaian kerja atau jas laboratorium
Pakaian kerja tersebut berfungsi sebagai pelindung tubuh atau pakaian dari kontak
dengan bahan kimia atau panas. Memakai pakaian kerja merupakan keharusan
bagi pekerja laboratorium. Biasanya pakaian kerja tersebut terbuat dari katun.
Bergantung pada kebutuhan, dapat pula terbuat dari plastik, wol, atau karet.
Kacamata dan Goggles
Pelindung mata amat perlu untuk bekerja dalam laboratorium karena mata amat
rawan terhadap percikan asam, basa, atau terhadap kaca/gelas. Pelindung mata
dapat berupa kacamata biasa dengan atau tanpa pelindung samping dan goggles
(lihat Gambar 7.1).
Goggles
49
50
Gambar 7.1 Alat pelindung mata
Perlindungan dengan goggles lebih aman dari pada kacamata karena
goggles lebih kuat terikat dan lebih banyak bagian muka yang terlindung
dibandingkan dengan kacamata. Tetapi kacamata lebih enak dipakai dari pada
goggles. Oleh karena itu, di banyak laboratorim pemakaian kacamata diwajibkan
bagi para pekerja atau mahasiswa sebagai persyaratan minimal pelindung mata.
Goggles dipakai untuk percobaan yang mungkin amat berbahaya bagi mata.
Lensa pada kacamata atau goggles terbuat dari plastik atau kaca yang antipecah.
Perisai muka (face shields)
Perisai muka dipakai untuk melindungi muka secara sempurna termasuk mata.
Lihat Gambar 7.2. alat tersebut tahan terhadap benturan mekanik atau bahan
kimia. Amat baik dipakai pada waktu menangani asam, basa, dan terutama bahan-
bahan atau percobaan yang eksplosif.
Gambar 7.2 Perisai muka.
Alat pelindung pernapasan
Alat pelindung pernapasan (respirator) adalah amat penting mengingat 90% kasus
keracunan sebagai akibat masuknya bahan-bahan kimia beracun atau korosif
lewat saluran pernapasan. Bergantung pada jenis dan kadar pencemaran, ada
beberapa jenis respirator, yakni:
a. Respirator yang memurnikan udara
Jenis ini memakai filter atau kanister yang dapat menyerap atau
mengambil kontaminan dalam udara. (Lihat Gambar 7.3).
Jenis filter atau kanister yang dipakai bergantung pada jenis kontaminan
yang ada. Kontaminan debu dapat disaring dengan filter mekanik. Semakin halus
filter,semakin kecil ukuran debu yang dapat diambil. Kain verban yang biasa
dipakai para pekerja.,hanya efektif untuk partikel debu yang besar,tentu saja tidak
beermanfaat untuk kontaminasi gas dan uap beracun. Untuk gas dan uap beracun
dipakai kanister yang dapat menyerap gas-gas tersebut secara kimia dan fisika.
Dengan sendirinya kanister akan berbeda unuk gas/uap yang berlainan pula.
Biasanya kanister tersebut diberi warna yang berbeda sesuai kemampuan
penyerapan gas,seperti:
Gas asam : putih
Gas asam sianida : putih dengan strip hijau
Gas klor : putih dengan strip kuning
51
52
Uap organik : hitam
Gas amonia : hijau
Gas karbon monoksida : biru
Gas asm dan uap organik : kuning
Gas asam, uap organik, dan
amonia :cokelat
Kanister-kanister tersebut dapat dicopot dan dipasang kembali sesuai dengan
kebutuhan. Karena kanister menganddung bahan penyerap,maka umur/daya pakai juga
bergantung pada lama pemakaian dan besarnya kadar kontaminan. Meskipun pemakaian
kanister terbatas umur pakainya,tetapi cukup praktis dan aman sehingga banyak dipakai
secara rutin. Tetapi peralatan ini dapat mengatasi adanya defisiensi (kekurangan) oksigen.
Untuk ini dipakai pelindung pernapasan kedua dengan pemasok (supply) udara atau
oksigen.
b. Respirator dengan pemasok udara/oksigen
Peralatan mirip peralatan pernapasan untuk para penyelam, dimana
disediakan udara/oksigen untuk pernapasan. Alat pelindung demikian
diperlukan untuk bekerja dalam ruang yang mungkin berkadar oksigen
rendah seperti ruang tertutup atau terpolusi berat, seperti adanya gas
aspiksian (N2, metan CO
2) atau aspiksian kimia (NH3, CO, HCN, TEL)
pada konsentrasi tinggi. Pemasok udara pernapasan berupa udara tekan,
dapat dipakai selama 30 menit, sedangkan oksigen tahan antara 30 menit
sampai 1 jam dan udara atau oksigen cair untuk perlindungan antara 1-2
jam.
c. Pelindung kaki (sepatu)
Untuk melindungi kaki kemungkinan tumpahan bahan kimia
korosif/beracun, ssepatu biasa yang tidak licin dan bertumit rendah dapat
dipakai. Pemakaian sandal atau sepatu yang terbuka perlu dihindari.
d. Sarung tangan (gloves)
Mengingat bahwa bahan-bahan kimia dapat merusak kulit (seperti asam
sulfat, asam nitrat, natrium hidroksida, TCA, dan sebagainya) atau
teradsopsi lewat kulit(sianida, benzen, dan krom), maka sarung tangan
amat diperlukan untuk menangani bahan-bahan kimia di atas. Bahan
sarung tangan dapat dibuat dari karet atau neoprene. Gloves terbuat dari
asbes/silika cocok untuk menangani bahan-bahan yang panas.
53
BAB VIII
PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DALAM
LABORATORIUM
Meskipun sudah banyak cara dan usaha untuk mencegah kecelakaan, tetapi masih
pula dapat terjadi kecelakaan dalam laboratorium. Oleh karena itu, untuk menghindari
akibat buruk diperlukan usaha-usaha pertolongan pertama bila terjadi kecelakaan.
Meskipun banyak cara pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) yang umumnya
cukup luas, tetapi P3K dalam laboratorium kimia dapat diarahkan pada kecelakaan
berupa: luka bakar, luka pada mata, dan keracunan.
Biasanya pertolongan pertama selalu diikuti pengobatan dengan pemberian
antidote. Pemberian antidote kimia biasanya dihindarkan dan pemberian obat hanya dapat
diberikan oleh dokter. Tetapi dokter jaga atau di rumah sakit memerlukan informasi jelas
sebab-musabab kecelakaan. Terutama bila terjadi keracunan, maka jenis bahan kimia
penyebab keracunan perlu diberitahukan agar dokter yang bersangkutan dapat
memberikan obat dengan tepat.
LUKA BAKAR
Luka Bakar Karena Panas (Thermal Burns)
Luka bakar karena panas dapat terjadi oleh kebakaran atau kontak dengan gclas
atau logain panas, pertolongan pertama dapat dilakukan dengan mencelupkan bagian
yang terbakar ke dalam air es secepat mungkin. Pendinginan diteruskan sampai rasa sakit
hilang dan tidak timbal kembali bila diangkat dari es. Bila tak mungkin bagian luka untuk
direndam, maka pendinginan dapat dilakukan dengan kompres.
Langkah pertolongan pendinginan diperlukan agar mengurangi rasa sakit dan yang
penting adalah bahwa pendingman akan menghentikan atau memperlambat reaksi
perusakan akibat kebakaran. Pcrtolongan pertama ini harus segera diikuti dengan
pengobatan dokter.
Bila luka kebakaran terlalu besar, segera beri tahu dokter. Pakaian yang menempel
pada atau berdekatan dengan luka perlu dilepas. Hindarkan kontaminasi terhadap luka
dan jangan membersihkan luka atau memberikan bahan pengoles. Menutup luka dengan
kain atau verban yang steril dan bersih adalah cara terbaik dan segera dibawa ke dokter.
54
Luka Bakar Karena Bahan Kimia (Chemical Burns)
Bahan kimia seperti asam kuat, alkali dan oksidator dapat melukai atau merusak
kulit, terasa panas seperti terbakar. Pertolongan pertama yang harus segera dilakukan
adalah melepaskan kontak dengan bahan tersebut secepat dan sesempuma mungkin.
Pakaian yang ikut terkena bahan segera dilepas dan bagian jaringan tubuh yang terluka
segera dicuci dengan air sebanyak mungkin. Hindari penggunaan antidote penetral atau
yang lain, sebab mungkin akan menimbulkan reaksi lain dengan jaringan yang terluka.
Bawa ke dokter untuk memperoleh pcngobatan yang tepat.
LUKA PADA MATA
Benda Asing pada Mata
Pecahan kaca atau benda asing lainnya dapat masuk pada mata. Benda-benda
tersebut yang menempel atau terikat longgar dapat diambil dengan hati-hati. Tetapi kilau
benda-benda tersebut tertancap kuat pada mata atau kornea, hanya dokter yang dapat
mengambilnya. Pengambilan oleh bukan ahlinya, sering justru akan menimbulkan luka
yang lebih parah.
Luka Bakar Mata oleh Bahan Kimia
Percikan atau aerosol dari bahan kimia yang korosif atau iritant dapat melukai
mataapabila kita lupa memakai pelindung mata. Pertolongan pertama segera diberikan
dengan mencuci mata dengan air bersih, baik dengan air keran atau penyemprot air bila
ada. Kelopak mata harus dibuka agar benar-benar pencucian dapat merata ke seluruh
permukaan mata. Pencucian atau pembersihan ini sebaiknya dilakukan terus sampai
kurang lebih selama 15 menit dan setelah itu segera bawa ke dokter ahli. Juga di sini
ditekankan bahwa pertolongan pertama tidak boleh dicuci dengan larutan kimia penetral,
sebab mungkin akan lebih memperburuk keadaan luka.
Bahan-bahan kimia seperti asam sulfal, asam nitrat, asam klorida, dan asam fluorida
demikian pula senyawa basa seperti natrium/kalium hidroksida, amonia dan senyawa--
senyawa amin amat berbahaya bila kena mata. Cara pencegahan dengan memakai
kacamata atau goggles merupakan cara terbaik.
55
KERACUNAN
Keracunan merupakan kecelakaan yang paling sering laboratorium. Kebanyakan
disebabkan oleh masuknya bahan kimia ke dalam tubuh lewat saluran pernapasan atau
lewat kulit dan arus jarang lewat mulut. Meskipun banyak antidote untuk menanggulangi
keracunan, tetapi pencegahan masuknya bahan kimia lewat ketiga jalur di atas merupakan
cara terbaik untuk menghindarkan keracunan.
Keracunan Lewat Pernapasan
Gas, nap, aerosol, embun, dan debu merupakan bcntuk zat beracun yang berbahaya.
Gas-gas seperti Cl2, HCl, SO
2, formaldehida, amonia adalah amat iritant dan kita segera
dapat merasakannya bila kita menghirupnya karena efek lokal terhadap saluran
pernafasan. Demikian pula uap seperti kloroform, benzena, hidrokarbon terhalogenasi,
dan karbon disulfida dapat tercium baunya. Sebaliknya gas seperti karbon monoksida,
metil klorida, dan air raksa amat berbahaya karena tak tercium baunya waktu kita
mcnghirup gas-gas tersebut. Gas-gas seperti karbon monoksida, hidrogen sulfida,
hidrogen sianida dapat menghilangkan kesadaran dan mematikan.
Pertolongan pertama karena keracunan di atas harus segera diberikan yakni segera
memindahkan korban dari keterpaan secepat mungkin menuju udara segar. Perlu harus
diingat, bahwa apabila keracunan terjadi pada ruang tertutup atau oleh gas racun
konsentrasi tinggi, penolong harus memakai pelindung pernapasan dengan supply udara
atau oksigen. Hal ini untuk mencegah jatuhnya korban tambahan dari pihak penolong.
Bila keracunan berat terjadi, segera bawa ke dokter dengan memberi keterangan bahan
penyebab keracunan. Apabila korban tidak bernapas, segera berikan pernapasan buatan
berupa penekanan bagian dada serta pemberian pernapasan dari mulut penolong ke mulut
korban (mouth to mouth resustation) sebelum dibawa ke dokter. Cara ini merupakan cara
standar yang umum dipakai dalam P3K. Pemberian bahan penetral keracunan lewat
pernapasan harus dihindarkan kecuali oleh dokter. Begitu pula tidak diperkenankan
memberikan obat apapun lewat mulut bagi korban yang sedang tidak sadar, sebab ini
justru akan menganggu jalan pernafasan.
56
Keracunan Lewat Kulit
Kulit dapat mengalami kerusakan berupa larutnya lewat oleh pelarut organik
(sehingga kulit menjadi sensitif) atau kerusakan jaringan oleh asam-asam kuat. Tetapi
dapat pula kontak denagn bahan-bahan seperti sianida, nitrobenzene, TEL, fenol, arsen
triklorida dan krenol dapat menimbulkan keracunan sistem karena adsorpsi ke dalam
tubuh lewat permukaan kulit.
Pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah mengambil bahan-bahan tersebut
dan permukaan kulit. Ini dapat dilakukan dengan menyiram atau mencuci dengan air
sebanyak-banyaknya, baik untuk zat yang larut atau tidak larut dalam air. Pakaian yang
terkena bahan kimia juga segera dilepas, dan dicuci bagian kulit yang terkena bahan
kimia. Antidote, seperti senyawa basa untuk asam atau alkohol untuk fenol harus
dihindari sebagai pertolongan pertama. Hanya dokter yang botch memberikannya sebagai
pengobatan.
Keracunan Lewat mulut ('rertain)
Keracunan lewat mulut atau tertelan jarang terjadi, kecuali kontaminasi makanan
atau minuman dan kesalahan pengambilan bahan. Kebersihan ruang makan dan mimmi,
dan hati-hati dalam penanganan bahan-bahan beracun, merupakan upaya praktis dalam
mencegah keracunan lewat mulut.
Pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah memanggil dokter dan membawa
korban kerumah sakit dengan memberikan keterangan tentang jenis bahan kimia
penyebab keracunan bila mungkin. Apabila korban muntah-muntah, beri minum air
hangat agar muntah terus dan sekaligus mengencerkan racun dalam perut. Bila korban
tidak muntah, maka perperlu diberikan minum segelas air ditambah dua sendok teh
garam dapur agar yang bersangkutan muntah. Kalau tidak berhasil, masukkan jari atau
kertas ke dalam tenggorokan agar muntah. Semua usaha ini dimaksudkan untuk segera
mengambil bahan racun secepat mungkin sebelum terserap oleh usus. Usaha untuk
memuntahkan tidak dilakukan apabila yang tertelan adalah pelarut petroleum atau
hidtokarbon terhalogenasi. Demikian pula apabila korban pingsan atau tidak sadar,
pemberian sesuatu lewat mulut harus dihindarkan. Pengobatan selanjutnya korban
keracunan hanya diberikan oleh dokter.
57
Langkah-langkah pertolongan pertama perlu dipahami oleh Para pekerja maupun
Supervisor atau pengelola laboratorium. Kecepatan dalam menolong korban kecelakaan
akan sangat membantu dalam mencegah akibat yang lebih parah. Namun pemberian
antidote atau pengobatan selanjutnya hanya dapat diberikan oleh dokter.
58
59
BAB IX
PEMBUANGAN DAN PEMUSNAHAN BAHAN KIMIA SISA PAKAI
Dalam melaksanakan pekerjaan dan percobaan laboratorium kimia seperti titrasi,
sintesis, distilasi, dan ekstraksi selalu menghasilkan bahan kimia sisa pakai yang perlu
dibuang, Demikian pula kadang kala terdapat bahan kimia yang sudah tidak dipakai atau
bahan kimia yang telah rusak atau bahan kimia yang tertumpah yang harus pula dibuang
untuk meringankan beban laboratorium.
Mengingat bahwa bahan kimia dari laboratorium kebanyakan beracun, maka
pembuangan bahan kimia tersebut haruslah memikirkan pula kepentingan masyarakat
dan lingkungan. Lebih-lebih bagi laboratorium yang terletak di tengah-tengah masyarakat
berpenduduk padat. Air buangan dari laboratorium amat mungkin masuk dalam kali atau
parit di mana air tersebut masih dipakai penduduk untuk mandi, mencuci, memelihara
ikan dan sebagainya.
Apabila bahan yang akan dibuang terlalu banyak dan atau amat baracun, maka
bahan-bahan tersebut haruslah dimusnahkan.
METODE UMUM PEMBUANGAN
Secara umum pembuangan bahan kimia sisa pakai dapat dibagi dalam beberapa
cara, yakni:
1. Pembuangan Langsung dari Laboratorium
Bahan-bahan kimia yang larut dalam air dapat dibuang langsung melalui bak
pembuangan dari laboratorium setelah:
a. Penetralan, untuk zat-zat bersifat asam atau basa;
b. Pengendapan, untuk zat-zat logam berat beracun seperti Pb, Hg, Cd, dan
sebagainya. Setelah endapan dipisahkan, air dapat dibuang setelah
dinetralkan
2. Pembakaran Terbuka
Bahan-bahan kimia organik seperti pelarut-pelarut organik yang tidak begitu
beracun dapat dibakar di tempat terbuka tetapi aman. Perlu diperhatikan bahwa
hasil pembakaran dapat bersifat toksik atau irritant (korosif) yang dapat
menganggu masyarakat.
3. Pembakaran dalam Insenerator
Untuk zat-zat yang toksik atau zat-zat yang apabila dibakar ditempat terbuka
dapat menghasilkan zat-zat toksik, maka pembakaran akan lebih aman apabila
dibakar dalam insenerator. Peralatan tersebut secara otomatis dapat membakar
pada suhu ± 1000 ºC sehingga pembakaran sempurna.
4. Zat-zat Buangan Padat yang Reaktif atau Beracun
Dapat dikubur dalam tanah dengan perlindungan tertentu. Perlindungan
dimaksudkan agar zat-zat beracun tidak merebes kedalam sumur atau mata air,
dan zat-zat eksplosif tidak menimbulkan bahaya pada penggalian tanah di masa
dating.
PROSEDUR PEMBUANGAN
Di bawah diberikan contoh prosedur untuk mengatasi tumpahan bahan kimia atau
cara pembuangannya yang aman. Tumpahan-tumpahan kimia (spills) pada kulit harus
segera dicuci dengan sabun dan dibilas dengan banyak air. Apabila tumpahan tersebut
mengenai pakaian atau sepatu, maka cuci dengan sabun atau musnahkan saja dengan
dibakar. Juga tumpahan dapat terjadi pada meja atau lantai. Pemusnahan bahan kimia
jumlah banyak (package lots) memerlukan cara penanganan tersendiri. Pembuangan
langsung akan merusak lingkungan. Dalam hal menangani pembuangan atau pemusnahan
bahan kimia perlu memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan, masker, pakaian
laboratorium, atau pelindung mata.
Untuk ringkasnya prosedur, dibawah ini akan membahas penanganan tumpahan
pada meja atau lantai dan pembuangan/pemusnahan bahan kimia jumlah banyak.
60
61
As am I norgan i k
Penanganan Bahan Tumpahan
Tutup permukaan yang terkontaminasi dengan NaHCO3
atau campuran NaOH dan
Ca(OH)2
(1:1). Campur dan bila perlu tambah air agar membentuk slurry. Buang slurry
tersebut ke dalam bak pembuangan air.
Pembuangan/Pemusnahan Bahan
Tambahan pada asam sejumlah besar campuran NaOH dan Ca(OH)2
agar netral. Buang
campuran tersebut ke dalam air yang sedang mengalir.
Contoh: asam klorida, asam fluoride, asam nitrat, asam posfat, dan asam sulfat.
Ba s a A l ka l i dan A m o n i a
Penanganan Bahan Tumpahan
Encerkan debgan air dan netralkan debgan 6 M HCl, serap dengan kain atau pindahkan
pada suatu wadah untuk dibuang.
Pembuangan/Pemusnahan Bahan
Tuangkan dalam bak dan encerkan dengan air serta netralkan. Buang dalam pembuangan
air basa.
Contoh: ammonia anhidrat, kalsium hidroksida, dan natrium hidroksida.
Bahan Ki m i a O k s i dator
Penanganan Bahan Tumpahan
Tumpahan zat padat atau cairan ditutup atau dicampur dengan reduktor seperti garam
hipo, bisulfit, dan ferosulfat yang ditambah sedikit 3 M asam sulfat. Pindahkan dalam
suatu wadah dan netralkan sebelum dibuang lewat bak air.
Pembuangan/Pemusnahan Bahan
Tambah sejumlah larutan pereduksi (hipo, bisulfit, atau ferosulfat yang ditambah H2SO
4).
Biarkan reaksi selesai dan netralkan dengan NaOH atau HCl. Buang dengan banyak air.
Contoh: amonium dikromat, amonium perklorat, amonium persulfat, dan asam perklorat.
Bahan Ki m i a R e duktor
Penanganan Bahan Tumpahan
Tutup atau campur dengan NaHCO3. Biarkan reaksi selesai dan pindahkan ke dalam
suatu wadah. Tambahkan kalsium hipoklorit, Ca(OCl)2
perlahan-lahan. Tambahkan air
dan biarkan reaksi selesai. Encerkan dan netralkan sebelum dibuang ke dalam air.
Pembuangan/Pemusnahan Bahan
Gasa (seperti SO2) : Alirkan ke dalam larutan NaOH atau larutan kalsium hipoklorit.
Padat : Campur dengan NaOH (1:1), tambah air sampai membentuk
slurry. Tambahakan kalsium hipolorit dan air serta biarkan selama
2 jam. Netralkan sebelum dibuang ke dalam pembuangan air.
Contoh: natrium bisulfat, natrium nitrit, natrium sulfite, dan belerang oksida.
Sianida dan nitril
Penanganan baham tumpahan
Sianida : serap cairan pada kertas bekas/tissue. Upakan dalam lemari asam
dan bakar atau: pindahkan ke dalam wadah gelas dan basahkan dengan NAOH dan
aduk.ke dalam slurry tambahan ferosulfat berlebih. Setelah satu jam, dibuang ke dalam
pembuangan air.
Nitril : Tambah NaOH berlebih dengan Ca(OCL)2 untuk membentuk
sianat.pindahkan keadah gelas dan buang kedalam pembuangan air setelah 1 jam bereaksi
62
63
Pembuangan/pemusnahan bahan
Sainida : tambahan bahan kedalam larutan basa dan kalsium hipoklorit
berlebih. Biarkan 24 jam dan buang kedalam pembuangan air.
Nitril : tambahkan ke dalam NaOH alcohol untuk membentuk sianat,setelah 1
jam, uapkan alcohol. Tambah ke dalam residu sianat sejumlah larutan basa kalsium
hipoklorit berlebih.setelah 24 jam buang kedalam pembuangan air.
Asam organic
Penanganan bahan tumpahan
Tutup permukaan yang terkontaminasi dengan NaOH atau NaHCO3.campur dan tambah
air bila perlu. Pindahkan slurry untuk dinentralkan dan dibuang dalam bak pembuangan
air
Pembuangan dan pemusnahan bahan
Bahan berupa cair atau padat dilarutkan kedalam pelarut organic yang mudah terbakar.
Bakar dalam insenerator.
Contoh: asam asetat, asam benzoate, asam sitrat, asam formiat, asam oksalat,dan asam
stearat.
Halida Asam Organik
Pembuangan bahan tumpahan
Tutup dengan NaHCO3 dan pindahkan kedalam beaker serta tambah dengan air. Biarkan
sebentar dan buang bersama dengan sejumlah air.
Pembuangan dan pemusnahan bahan
Campurkan dengan NaHCO3 dalam wadah gelas atau plastic dan tambahkan air dalam
jumlah banyak sambil diaduk.buang kedalam bak air diikuti dengan banyak air.
Contoh:asetil bromide,asetil klorida, dan benzoil klorida
Aldehida
Penanganan bahan tumpahan
Sedikit:serap pada tissue dan uapkan dalam almari asam serta bakar.
Banyak:tutup dengan NaHSO3,tambah air dan aduk. Pindahkan ke dalam beaker gelas
dan biarkan selama 1 jam. Buang dengan air dalam jumlah banyak.
Pembuangan /pemusnahan bahan
1. Serap kedalam adsorbent, bakar secara terbuka atau dalam insenerator
2. Larutkan dalam aseton atau benzene,bakar dalam insenerator.
Contoh: asetadehida, akrolein, benzaldehida, kloral, formaldehida, furfural, dan
paraldehida.
Halide organic dan senyawa
Penanganan bahan tumpahan
Hindarkan sumber api. Absorpsi kedalam kertas tissue. Masukan kedalam wadah gelas
atau besi.uapkan kedalam almari asam dan bakar.cuci wadahnya dengan sabun.
Pembuangan/pemusnahan bahan
1. Tuangkan kedalam NaHCO3
atau campurkan pasir dengan NaOH aduk baik-baik
dan pindahkan kedalam insenerator
2. Larutkan kedalam pelarut organic mudah terbakar(aseton, benzene). Bakar dalam
insenerator.
Contoh: aldrin, klordan, dieldrin, lindane, tetraetilead, dan vinilklorida.
Asam organic tersubstitusi
Penaganan bahan tumpahan
Tutup tumpahan bahan dengan NaHCO3, pindahkan kedalam beaker dan tambah air.
Biarkan reaksi selesai dan buang ke dalam bak air.
64
65
Pembuangan/pemusnahan bahan
1. Tuangkan kedalam NaHCO3
berlebihan. Campurkan dan tambahkan air. Biarkan
24 jam setelah itu secara perlahan-lahan buang bersama sejumlah air, atau
2. Tuangkan kedalam absorben. Tutup dengan sisa kayu atau kertas, siram dengan
alcohol bekas dan bakar,atau
3. Larutkan kedalam pelarut mudah terbakar atau sisa alcohol.bakar dalam
insenerator.
Contoh:asam benzene sulfonat, asam kloroasetat, asam trikloroasetat, dan asam
fluoroasetat.
Amin Aromatik terhalogensi dan senyawa nitro
Penanganan bahan tumpahan
Serap dengan kertas tissue. Uapkan dalam almari asam dan bakar. Tumpahan dalam
jumlah banyak dapat diserap dengan pasir + NaHCO3. Campur dengan potongan kertas
dan bakar dalam insenerator.
Pembuangan/pemusnahan bahan
1. Sepeti pada tumpahan banyak,atau
2. Dibakar langsung dengan insenerator dengan scrubber, atau
3. Campurkan dengan pelarut mudah terbakar (alcohol, benzene) dan bakar dalam
insenerator
Contoh:dinitroanilin, endrin, metal isosianat, nitrobenzene, dan nitrofenol.
66
Senyawa amin aromatic
Penanganan bahan tumpahan
Sedikit: serap dalam kertas tissue atau kertas biasa.biarkan menguap dalam lemari
asam ,sisanya dibakar
Banyak: tutup dengan campuran pasir dan NaOH. Aduk dan campur dengan potongan-
potongan kertas dan bakar dalam insenerator.
Pembuangan/pemusnahan bahan
1. Dapat dilakukan seperti pada tumpahan banyak.
2. Larutkan dalam pelarut mudah terbakar(alcohol, benzene) dan bakar dalam
insenerator.
Contoh:aniline, benzidine(karsinogenik), dan pyridine.
Posfat organic dan senyawa sejenis.
Penaganan bahan tumpahan
Adsorp dalam kertas tissue atau kertas bekas dan bakar.
Pembuangan/pemusnahan bahan
1. Bakar langsung kedalam insenerator setelah dicampurkan dengan pasir dan
dibasahi dengan pelarut organic yang mudah terbakar.
2. Campur dengan kertas bekas dan bakar insenerator dengan scrubber alkali.
Contoh: malation, metal parathion, parathion, dan tributilposfat.
67
Eter
Penaganan bahan tumpahan
Hilangkan semua sumber api. Serap eter kedalam kertas tisuue/bekas.upkan sampai
kering didalam almari asam. Setelah uap hilang semua, kertas dibakar.
Pembuangan/pemusnahan bahan
1. Siramkan ke atas tanah yg terbuka. Biarkan proses penguapan dan bakar jarak
jauh, dengan amat hati-hati, atau
2. Larutkan dalam alcohol lebih tinggi(butyl alcohol),benzene atau petroleum eter.
Bakar dalam insenerator.
Perhatian
Eter yang sudah lama dapat mengandung peroksida yang dapat meledak.oleh karna itu,
dalam penagananya botol-botol tersebut harus dimasukan dalam silinder pelindung yang
dapat menahan bila terjdi peledakan.
Contoh :anisole, etil eter, dan metil eter
Hidrokarbon,alcohol, dan ester
Penaganan bahan tumpahan
Bahan cairan diserap kedalam kertas.uapkan dalam almari asam. Dan bakar kertasnya.
Bahan padatan ditaruh diatas kertas. Bakar dalam almari asam.
Pembuangan/pemusnahan bahan
Campurkan bahan berupa cairan dengan pelarut yang lebih mudah terbakar. Dan bakar
cairan insonerator. Bahan berupa padatan dibakar bersama kertas dalam insonerator. Atau
68
bahan padat dilarutkan dalam pelarut mudah terbakar dan dibakar dalam insenerator.
Contoh: antrasena, benzene,crude oil(minyak mentah),sikloheksan,fenol,toluene,dan
metal akrilat.
Catatan:
Cara-cara penaganan tertumpah dan pembuangan atau pemusnahan bahan diatas, hanya
meliputi bahan-bahan kimia yang sering dipakai dalam laboratium.masih banyak bahan
yang lain yang belum dibahas,cara-cara pemakain kembali atau recovery merupakan cara
yang terbaik di Indonesia di mana bahan-bahan kimia cukup mahal.
69
DAFTAR PUSTAKA
Savitri, K. (2011) Keselamatan Pabrik Kimia (KPK). Tersedia :
http://www.scribd.com/doc/72894472/Keselamatan-Pabrik-Kimia-KPK. (27 November
2012)