Kerajaan Buleleng Bali

4
KERAJAAN BULELENG BALI Suatu catatan sejarah Bali yang perlu dikemukakan dalam bahasan tentang feudalism in Bali yang menuju kepada manorialism, adalah tentang sosok Ki Barak yaitu anak hasil hubungan gelap antara Dalem Sagening raja Gelgel dengan pembantu istana yang bernama Ni Luh Pasek. Bayi itu lahir tahun 1599M kemudian dinamakan Ki Barak karena ketika lahir seluruh tubuhnya berwarna merah darah. Keajaiban phisik serta kekuatan magis terpancar dari anak itu dalam pertumbuhan selanjutnya. Untuk menutup aib maka ia diserahkan kepada I Gusti Jelantik Bogol sebagai anak angkat kemudian diberi nama Gusti Gede Kepasekan. Dalem Sagening khawatir bila keperkasaan Gusti Gede Kepasekan dapat menyaingi kewibawaan putra mahkota I Dewa Dimade. Maka pada tahun 1611M Ki Barak atau Gusti Gede Kepasekan “dibuang” ke Den Bukit bersama ibunya Ni Luh Pasek. Ketika itu Ki Barak baru berusia 12 tahun. Lima tahun kemudian tepatnya tahun 1616M ketika Ki Barak berusia 17 tahun, ia berhasil membunuh penguasa Den Bukit yang bernama Pungakan Gendis. Sejak itu ia dinobatkan oleh rakyat Den Bukit menjadi raja dengan gelar I Gusti Anglurah Panji Sakti. Wilayah kerajaan yang membentang dari Gilimanuk di ujung barat sampai ke Tianyar di ujung timur dan Menguwi di selatan kemudian dinamakan Buleleng. Berbeda dengan para Manca yang merasa wajib memberikan upeti kepada raja-diraja Dalem di Suwecapura / Gelgel, maka Panji Sakti tidak demikian. Ia tidak begitu acuh pada kerajaan Gelgel. Maka dapat dimengerti kenapa ketika Kryan / I Gusti Agung Maruti mengkudeta Gelgel di tahun 1665M Panji Sakti berdiam diri tidak membantu Gelgel. Disaat itu kerajaan Buleleng sudah berusia 49 tahun dan Panji Sakti sudah berusia 66 tahun. Buleleng sedang menikmati zaman keemasan dengan daerah jajahan Blambangan, Pasuruan, Probolinggo dan Madura. Pasukan elitnya yang bernama Taruna Gowak sangat ditakuti oleh musuh dan para Manca lain, karena Taruna Goak direkrut dari orang-orang Buleleng yang tegap, orang Blambangan, Pasuruan, Probolinggo, Madura, Bugis, dan Belanda. Orang Blambangan, Pasuruan, Probolinggo, dan Madura adalah hasil jarahan tentara yang dikalahkan, orang Bugis adalah bajak laut dan orang Belanda adalah desersi tentara Belanda (VOC). Orang-orang Bugis khusus membajak kapal-kapal VOC dan kapal-kapal yang mengadakan hubungan dagang dengan VOC. Pemimpin suku Bugis adalah Karaeng Bonto Marannu, Karaeng Galesong, Karaeng Manggapa, Karaeng Talolo dan Karaeng Jaranika. Yang lama bermukim di Buleleng adalah Karaeng Galesong di tahun 1674 ketika berperang melawan Laksamana Speelman. Dalam perang laut itu Karaeng Galesong dibantu oleh pasukan Taruna Goak. Orang-orang

description

xxx

Transcript of Kerajaan Buleleng Bali

KERAJAAN BULELENG BALI

Suatu catatan sejarah Bali yang perlu dikemukakan dalam bahasan tentang feudalism in Bali yang menuju kepada manorialism, adalah tentang sosok Ki Barak yaitu anak hasil hubungan gelap antara Dalem Sagening raja Gelgel dengan pembantu istana yang bernama Ni Luh Pasek. Bayi itu lahir tahun 1599M kemudian dinamakan Ki Barak karena ketika lahir seluruh tubuhnya berwarna merah darah. Keajaiban phisik serta kekuatan magis terpancar dari anak itu dalam pertumbuhan selanjutnya. Untuk menutup aib maka ia diserahkan kepada I Gusti Jelantik Bogol sebagai anak angkat kemudian diberi nama Gusti Gede Kepasekan. Dalem Sagening khawatir bila keperkasaan Gusti Gede Kepasekan dapat menyaingi kewibawaan putra mahkota I Dewa Dimade. Maka pada tahun 1611M Ki Barak atau Gusti Gede Kepasekan dibuang ke Den Bukit bersama ibunya Ni Luh Pasek. Ketika itu Ki Barak baru berusia 12 tahun. Lima tahun kemudian tepatnya tahun 1616M ketika Ki Barak berusia 17 tahun, ia berhasil membunuh penguasa Den Bukit yang bernama Pungakan Gendis. Sejak itu ia dinobatkan oleh rakyat Den Bukit menjadi raja dengan gelar I Gusti Anglurah Panji Sakti. Wilayah kerajaan yang membentang dari Gilimanuk di ujung barat sampai ke Tianyar di ujung timur dan Menguwi di selatan kemudian dinamakan Buleleng.Berbeda dengan para Manca yang merasa wajib memberikan upeti kepada raja-diraja Dalem di Suwecapura / Gelgel, maka Panji Sakti tidak demikian. Ia tidak begitu acuh pada kerajaan Gelgel. Maka dapat dimengerti kenapa ketika Kryan / I Gusti Agung Maruti mengkudeta Gelgel di tahun 1665M Panji Sakti berdiam diri tidak membantu Gelgel. Disaat itu kerajaan Buleleng sudah berusia 49 tahun dan Panji Sakti sudah berusia 66 tahun. Buleleng sedang menikmati zaman keemasan dengan daerah jajahan Blambangan, Pasuruan, Probolinggo dan Madura. Pasukan elitnya yang bernama Taruna Gowak sangat ditakuti oleh musuh dan para Manca lain, karena Taruna Goak direkrut dari orang-orang Buleleng yang tegap, orang Blambangan, Pasuruan, Probolinggo, Madura, Bugis, dan Belanda. Orang Blambangan, Pasuruan, Probolinggo, dan Madura adalah hasil jarahan tentara yang dikalahkan, orang Bugis adalah bajak laut dan orang Belanda adalah desersi tentara Belanda (VOC). Orang-orang Bugis khusus membajak kapal-kapal VOC dan kapal-kapal yang mengadakan hubungan dagang dengan VOC. Pemimpin suku Bugis adalah Karaeng Bonto Marannu, Karaeng Galesong, Karaeng Manggapa, Karaeng Talolo dan Karaeng Jaranika. Yang lama bermukim di Buleleng adalah Karaeng Galesong di tahun 1674 ketika berperang melawan Laksamana Speelman. Dalam perang laut itu Karaeng Galesong dibantu oleh pasukan Taruna Goak. Orang-orang Pasuruan dan Probolinggo pandai bertempur dengan gajah, orang-orang bugis ahli silat, dan orang-orang Belanda menggunakan senjata api. Taruna Goak pernah menggempur kerajaan Badung, Jembrana, Tabanan, Mengwi dan Gianyar. Walaupun kerajaan-kerajaan itu tidak berhasil menjadi jajahan Panji Sakti namun hasil jarahan dari istana-istana itu menumpuk kekayaan Panji Sakti untuk memperkuat pasukan tentaranya.Ketidak berhasilan Panji Sakti menjadi penguasa penuh selewat bukit di sebelah selatan Buleleng adalah karena takdir Hyang Widhi yang pernah disampaikan oleh tokoh misterius dari alam niskala yang bernama Ki Panji Landung. Sosok Ki Panji Landung ditemui Ki Barak di pinggir Danau Tamblingan di tahun 1611M dalam perjalanan pembuangannya dari Gelgel ke Gobleg bersama ibunya. Gobleg adalah tanah kelahiran ibunya dari ayah yang bernama Ki Pasek Gobleg. Takdir yang disampaikan Ki Panji Landung adalah Ki Barak akan menjadi Raja Den Bukit dengan batas wilayah : Tianyar di timur, Gilimanuk di barat, Mengwi di selatan, laut di utara.I Gusti Anglurah Panji Sakti atau lebih populer dengan gelar Kiyai Anglurah Panji Sakti adalah sosok raja dengan pribadi yang berjiwa patriotik, anti hegemony asing, anti imperialisme dan anti monopoli.Kiprahnya dalam memimpin rakyat Buleleng mewujudkan alam demokrasi dan keberanian mengemukakan pendapat bagi rakyat. Di zaman itu Buleleng dengan rajanya yang bijaksana dan reformis menjadi daya tarik bagi penduduk Bali daerah lain, sehingga banyak yang berduyun-duyun datang ke Buleleng untuk melepaskan diri dari ikatan manorialism di kerajaan-kerajaan Bali bagian selatan, timur dan barat. Sejak itu penduduk Buleleng adalah campuran keturunan : orang-orang Campa/Thailand (pengikut Kesari Warmadewa yang datang ke Buleleng abad ke 7M), Jawa Tengah (pengikut Empu Sindok yang datang di abad ke 8M), Jawa Timur (abad ke 17), Bali selatan-timur-barat (abad ke 16), Bugis (abad ke 16), Belanda (abad ke 17). Bukti-bukti sejarah adalah adanya : Kampung Bugis (pemukiman orang Bugis), Banjar Jawa (pemukiman orang Madura dan Pasuruan), Lingga (dari Linggo - pemukiman orang Probolinggo), Banjar Petak (tempat kandang gajah), Banjar Peguyangan (tempat memandikan gajah), Desa Pegayaman (pemukiman islam dari Kalimantan). Dengan penduduk yang heterogin seperti itu maka bentuk-bentuk manorialism apalagi feudalism tidak pernah ada di Buleleng.Selama Anglurah Agung Maruti Dimade menjadi raja Gelgel, para Manca tidak mau mengakui kekuasaannya yang diperoleh dari kudeta itu. Mereka membentuk kerajaan-kerajaan sendiri yaitu : Karangasem, Bangli, Gianyar, Buleleng, Badung, Mengwi, Tabanan dan Jembrana. Gelgel dengan ibu kotanya Suwecapura yang tadinya merupakan pusat pemerintahan mempunyai luas wilayah yang jauh lebih kecil dibanding kerajaan-kerajaan lain, terutama Badung, Tabanan, Mengwi, Jembrana dan Buleleng. Lahan-lahan pertanian yang subur terletak di Gianyar, Bangli, Tabanan, Badung, dan Mengwi. Kelima kerajaan ini menikmati hasil pertanian yang melimpah dan menjadikannya lebih kaya dari Gelgel dibidang perekonomian. Raja-raja baru ini yang dulunya berasal dari kelompok Manca kemudian mengatur penuh pemerintahannya, termasuk penataan dibidang sosial politik. Wilayah kerajaan dibagi-bagi atas kekuasaan administratif yang dikepalai oleh seorang Punggawa yang biasanya ditunjuk oleh raja dari anggauta keluarganya. Para Punggawa memiliki kekuasaan yang besar, memerintah rakyat dan memungut pajak dalam wilayahnya, namun harus tetap patuh serta tidak lalai menyampaikan upeti tahunan kepada raja. Dalam keadaan seperti itu system manorialism dilaksanakan dengan ketat baik oleh raja kepada punggawa, maupun oleh punggawa kepada rakyat.Perhatian Panji Sakti, raja Buleleng untuk menyerang Gelgel yang dikudeta Agung Maruti berawal dari usaha Agung Maruti merebut keris pusaka Gusti Ngurah Jelantik dari Puri Jelantik, wilayah Gelgel. Panji Sakti membantu Gusti Ngurah Jelantik dan berhasil menelusup ke Gelgel dan melarikan Ngurah Jelantik ke Tojan, Blahbatuh (kemudian bernama Puri Blahbatuh, Gianyar). Dari pengalaman itu terbukalah rahasia kekuatan Agung Maruti, sehingga serangan besar-besaran dari koalisi laskar Taruna Goak yang dipimpin Kiyai Tamblang Sampun, laskar Badung yang dipimpin I Gusti Ngurah Pemedilan, laskar I Gusti Ngurah Jelantik, laskar I Dewa Manggis dari Karangasem dan laskar Dewa Agung Jambe dari Guliang berhasil merebut kembali Gelgel dan mengusir Agung Maruti beserta keluarga dan pengikutnya ke Kuramas (Kramas), Kapal dan Jimbaran. Panglima perang andalan Agung Maruti bernama Ki Dukut Kertha gugur dalam pertempuran di Tukad Jinah melawan Kiyai Tamblang Sampun panglima Taruna Goak.Masa kekuasaan Anglurah Agung Maruti Dimade di Gelgel berakhir pada tahun 1704 dan I Dewa Agung Jambe dinobatkan menjadi raja Gelgel. Ibu kota kerajaan yang tadinya di Swecapura dipindahkan ke Semarapura yang kemudian nama kerajaanpun berganti menjadi kerajaan Klungkung diperintah oleh raja-raja keturunan Dinasti Sri Kresna Kepakisan.I Dewa Agung Jambe sebagai pembaharu kerajaan Gelgel dan peletak batu pertama kerajaan Klungkung memerintah sejak tahun 1704 sampai tahun 1775. Walaupun beliau tetap menyandang gelar Ratu Susuhunan Bali dan Lombok artinya semacam kekaisaran di zaman Romawi, pada kenyataan sehari-hari, raja-raja di Bali dan Lombok bertindak sebagai kerajaan yang merdeka dan berdiri sendiri tidak ada kewajiban apapun menghambakan diri dalam bidang politik, ekonomi dan militer ke Klungkung. Penghormatan ke Puri Semarapura hanyalah sebatas kenangan sejarah dan raja-raja menokohkan Susuhunan sebagai pemimpin spiritual saja. Keadaan ini berlangsung terus sampai abad ke-19.