KERAGAMAN GENETIK Stenocranus pacificus YANG BERASAL …digilib.unila.ac.id/54572/3/SKRIPSI TANPA...
Transcript of KERAGAMAN GENETIK Stenocranus pacificus YANG BERASAL …digilib.unila.ac.id/54572/3/SKRIPSI TANPA...
KERAGAMAN GENETIK Stenocranus pacificus YANG BERASAL DARI
JAGUNG DAN SORGUM DI PROVINSI LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
Lily Agustini Waruwu
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
KERAGAMAN GENETIK Stenocranus pacificus YANG BERASAL DARI
JAGUNG DAN SORGUM DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
LILY AGUSTINI WARUWU
Pada tingkat spesies, keragaman genetik sering meningkat dengan variabilitas
lingkungan yang berbeda untuk mempertahankan hidupnya. Hal ini menyebabkan
adanya kemungkinan keragaman genetik Stenocranus pacificus yang menyerang
tanaman jagung dan sorgum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keragaman genetik S. pacificus yang menyerang tanaman jagung dan sorgum.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan April 2018 –
September 2018. Pelaksanaan penelitian terdiri dari 7 tahap, yaitu pengambilan
sampel, ekstraksi DNA, amplifikasi DNA dengan PCR, elektroforesis dan
visualisasi hasil PCR, sekuensing dan analisis hasilnya, pembuatan pohon
filogenetik, dan analisis keragaman genetik. Pada tahap ekstraksi terdapat
perubahan pada metode pertama, yaitu dengan ekstraksi dengan DNA Zol®,
ekstraksi dengan Instagen, ekstraksi dengan TE dan Instagen, ekstraksi dengan
buffer TNES. Berdasarkan amplifikasi DNA menggunakan PCR, primer yang
Lily Agustini Waruwu
digunakan adalah HCO 2198 dan LCO 1490 dengan masing-masing suhu
annealing WRJJ, WRJB, WRJS, dan WRC adalah 520C, 52
0C, 55
0C, 50
0C.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan enzim restriksi terdapat perbedaan
antara, enzim restriksi dan daerah pemotongan DNAnya. Hal ini menunjukkan
adanya keragaman genetik antara Stenocranus pacificus jantan (WRJJ),
Stenocranus pacificus betina (WRJB), Stenocranus pacificus pada sorgum
(WRJS), dan wereng coklat (WRC).
Kata kunci : Analisis DNA, ekstraksi DNA, keragaman genetik, Primer HCO
2198 dan LCO 1490, Stenocranus pacificus
KERAGAMAN GENETIK Stenocranus pacificus YANG BERASAL DARI
JAGUNG DAN SORGUM DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
Lily Agustini Waruwu
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gunung Sitoli, Provinsi Sumatra Utara pada tanggal 20
Agustus 1996. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari
pasangan Bapak Saroli Waruwu dan Ibu Liberia Harefa. Penulis telah
menyelesaikan pendidikan di TK Hanna Blindow Nias pada tahun 2002, SD
Immanuel Teluk Betung pada tahun 2008, SMP Immanuel Teluk Betung pada
tahun 2011, dan SMA Immanuel Teluk Betung pada tahun 2014. Pada tahun yang
sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas
Lampung Jurusan Agroteknologi melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis telah melaksanakan Praktik Umum pada tahun 2017 di PT Sayuran Siap
Saji, Megamendung, Bogor. Pada tahun 2016 penulis telah melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Suka Negeri, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten
Lampung Tengah. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten
praktikum mata kuliah Pengendalian Hayati Tanaman Karet (2017), Biologi 1
(2017), Mikrobiologi Umum (2018), dan Pengendalian Penyakit Tumbuhan
(2018).
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kupersembahkan karya ini sebagai ungkapan terima
kasihku untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Saroli Waruwudan Ibu Liberia Harefa yang
senantiasa mendoakan dan mengiringi langkahku dengan segala daya serta
tiada henti memberikan nasihat, bimbingan, dan curahan kasih sayang.
2. Adik-adikku Charles Abdi Waruwu dan Chriswanda Waruwu terimakasih atas
doa, perhatian dan dukungannya selama ini, semoga kita bisa menjadi putra-
putri yang selalu membanggakan orang tua.
Karya sederhana ini ku bingkiskan untuk:
1. Teman-teman seperjuangan Agroteknologi 2014.
2. Almamaterku Universitas Lampung sebagai
tempatku mencari ilmu.
MOTTO
“Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana Allah”
(Roma 8 : 28)
"Jika benar kamu percaya bahwa rencana Tuhan itu yang terbaik. Lantas, kenapa
kamu merasa sedih ketika rencanamu tak sesuai dengan harapan? Ingat, kamu
memiliki rencana. Dan Tuhan pun memiliki rencana.
(Roni Komara)
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan limpahan
kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsidengan
judul“Keragaman Genetik Stenocranus pacificus yang Berasal dari Jagung
dan Sorgum di Provinsi Lampung”.
Skripsi ini telah penulis susun secara maksimal dengan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku Ketua Bidang Proteksi Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
4. Dr. Yuyun Fitriana, S.P., M.P., selaku pembimbing utama yang telah
memberikan ilmu, bimbingan, motivasi, nasihat, saran, masukan serta
perhatian selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.
5. Dr. Radix Suharjo, S.P., M.Agr., selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan, nasihat, masukan, dan saran selama proses penelitian
dan penyusunan skripsi.
6. Prof. Dr. Ir. Rosma Hasibuan, M.Sc., selaku pembahas yang telah
memberikan motivasi, nasihat, masukan, dan saran sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
7. Dr. Ir. Setyo Widagdo, M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing penulis dari awal sampai akhir dalam belajar.
8. Kedua orang tua Bapak Saroli Waruwu dan Ibu Liberia Harefa yang telah
memberikan banyak dorongan, kasih sayang, saran, masukan, nasihat,
semangat, serta doa yang tak pernah putus sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini dan dapat menyelesaikan pendidikan di Universitas
Lampung.
9. Adik-adik tersayang Charles Abdi Waruwu dan Chriswanda Waruwu yang
tak pernah lelah dalam mendoakan dan memberi semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
10. Brilian Patar Novenda Manalu, S.P., yang telah memberikan masukan dan
dukungan serta doa kepada penulis selama proses penelitian.
11. Febe Atalia Tambunan, Lita Theresia Pasaribu, yang telah banyak membantu
dan mendoakan penulis selama proses penelitian.
12. Teman-teman seperjuangan Febe, Lita, Diah, Hani A., Devita, Mei, Maya,
Hani L., Ma’ruf, dan Indah atas doa, dukungan, dan kebersamaan yang tak
terlupakan.
13. Bihikmi Semenguk, Eryka Merdiana, Ika Rachma Pangesti, atas bantuan dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis.
14. Lidya Khoirunnisa, Dita, Kenny, Heppy, Nia, Imam, Ibnu, Miko, Diky, dan
Nay yang sudah mendukung penulis selama proses penelitian.
15. Marina, Meli, Renata, Yohana, Ribka, Mirani, dan Mestaria yang sudah
memberi dukungan dan doa kepada penulis selama proses penelitian.
16. Keluarga POMPERTA, Bg Patar, Febe, Rina, Lita, Ribka Munthe, Nico,
Nugra, Wernat, Sahel, Kak Ester, Kevin, Hera, Elisa, Rasinta dll yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu yang sudah memberi semangat dan
dukungan kepada penulis selama proses penelitian.
17. Teman-teman Pemuda/i Nias dan Keluarga Nias baik yang ada di Lampung
maupun di Nias yang sudah memberi dukungan kepada penulis selama proses
penulisan skripsi.
17. Agroteknologi 2014 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
18. Jeggy dan Bosky yang selalu memberikan keceriaan setiap hari kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, November 2018
Penulis
Lily Agustini Waruwu
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………………. xiv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………… xv
DAFTAR ISI ……………………………………………………….… xvi
I. PENDAHULUAN……………………………………………..… 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
1.3 Kerangka Pikiran ........................................................................ 3
1.4 Hipotesis..................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 6
2.1 Tanaman Inang ........................................................................... 6
2.1.1 Jagung ................................................................................. 6
2.1.2 Sorgum ................................................................................ 7
2.2 Stenocranus pasificus .................................................................. 8
2.2.1 Morfologi Stenocranus pasificus ......................................... 8
2.2.2 Dampak Kerusakan .............................................................. 9
2.3 Keragaman Genetik...................................................................... 9
2.4 Identifikasi Molekuler ................................................................. 11
2.5 PCR (Polymerase Chain Reaction)............................................. 12
2.6 Elektroforesis ............................................................................... 14
III. BAHAN DAN METODE ………………………………………… 15
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 15
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 15
3.3 Pelaksanaan Penelitian ............................................................... 16
3.3.1 Pengambilan Sampel ........................................................... 16
3.3.2 Ekstraksi DNA .................................................................... 16
3.3.3 Amplifikasi DNA dengan PCR ........................................... 17
3.3.4 Elektroforesis dan Visualisasi Hasil PCR ............................ 18
3.3.5 Sekuensing dan Analisis Hasilnya ....................................... 18
3.3.6 Pembuatan Pohon Filogenetik.............................................. 19
3.3.7 Analisis Keragaman Genetik................................................ 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………… 20
4.1 Ekstraksi DNA Wereng .............................................................. 20
4.1.1 Ekstraksi secara manual .................................................... 20
4.1.2 Ekstraksi DNA Zol® ....................................................... 21
4.1.3 Ekstraksi dengan Instagen.................................................. 22
4.1.4 Ekstraksi dengan TE dan Instagen.................................... 24
4.1.5 Ekstraksi dengan buffer TNES .......................................... 25
4.2 Polymerase Chain Reaction (PCR)............................................. 27
4.3.1 PCR menggunakan COIR dan COIF................................. 27
4.3.2 PCR menggunakan HCO 2198 dan LCO 1490 ................. 28
4.3 Sekuensing dan Analisis Hasilnya............................................... 29
4.4 Pembuatan Pohon Filogenetik .................................................... 30
4.5 Analisis Keragaman Genetik ...................................................... 33
4.5.1 Analisis hasil kesamaan (similarity) nukleotida hasil
sekuensing.......................................................................... 33
4.5.2 Hasil analisis menggunakan enzim restriksi ..................... 37
V. SIMPULAN DAN SARAN………………………….…..……….. 44
5.1 Simpulan…………………………………..………………….... 44
5.2 Saran…………………………………………………………… 45
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Primer yang digunakan …………………………………………….. 18
2. Similarity susunan nukleotida WRJJ (Stenocranus pacificus jantan),
WRJB (Stenocranus pacificus betina), WRJS (Stenocranus
pacificus pada sorgum), dan WRC (wereng coklat)……………..… 33
3. Perbedaan susunan nukleotida WRJJ (Stenocranus pacificus jantan),
WRJB (Stenocranus pacificus betina), WRJS (Stenocranus pacificus
pada sorgum), dan WRC (wereng coklat) …………………………… 34
4. Kemampuan enzim restriksi memotong DNA WRJJ, WRJB, WRJS
dan WRC ………………………..…………………………………… 42
DAFTAR GAMBAR
Tabel Halaman
1. Kenampakan perbedaan abdomen Stenocranus pacificus (a) Betina
bewarna putih (b) Jantan bewarnaorange…………………………… 5
2. Hasil visualisasi ekstraksi Stenocranuspacificus…………………… 21
3. Hasil visualisasi ekstraksi Stenocranus pacificus menggunakan DNA
Zol®……………….………………………………………………… 22
4. Hasil visualisasi ekstraksi Stenocranus pacificus menggunakan
Instagen……………………………………………………….……… 24
5. Hasil visualisasi ekstraksi Stenocranus pacificus menggunakan TE
dan Instagen…………………………………………...…………….. 25
6. Hasil penambahan isopropanol terlihat adanya benang-benang tipis
pada dinding tube………………………………………………….… 26
7. Hasil ekstraksimenggunakan buffer TNES (a) WRC (wereng coklat)
(b) WRJJ (Stenocranus pacificus jantan) dan WRJB (Stenocranus
pacificus betina) (c) WRJS (Stenocranus pacificus pada sorgum)..… 27
7. Hasil PCR (a) WRC (Wereng coklat) annealing 55oC pada 650 bp
(b) WRJJ (Stenocranus pacificus jantan) dan WRJB (Stenocranus
pacificus betina) annealing 52oC pada 650 bp (c) WRJS (Stenocranus
pacificus pada sorgum) annealing 50oC pada 650 bp…………….… 29
8. Hasil PCR yang akan disekuensing (a) hasil PCR ditempel pada kertas
yang berisi keterangan (b) hasil PCR dikemas dalam kotak……....... 30
9. Dendogram hasil analisis sekuensing menggunakan program Mega 6
Keterangan : WRJS (Sorgum) WRJB (Jagung) WRJJ (Jagung) WRC
(Padi)…………………………………………..…………………..… 32
10. Kenampakan pemotongan DNA oleh enzim restriksi (a) WRJJ
(b) WRJB (c) WRC (d) WRJS……………………………………. 39
11. Ploting hasil analisis RFLP in silico menggunakan enzim restriksi
(a)WRJB (b) WRJJ (c) WRC (d) WRJS………………………..… 40
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman serealia merupakan tanaman penghasil karbohirat terbesar di dunia.
Karbohidrat merupakan sumber nutrisi yang dibutuhkan manusia. Beberapa
tanaman serealia yang memiliki kandungan karbohidrat cukup tinggi adalah
jagung dan sorgum. Pada sebagian besar wilayah di Indonesia, jagung dijadikan
makanan pokok, sedangkan sorgum merupakan tanaman berpotensi yang mampu
menghasilkan tepung sehingga mampu menggantikan terigu (Suarni dan Rauf,
2002).
Menjadi tanaman penting, jagung dan sorgum banyak dibudidayakan di Provinsi
Lampung, terlebih didaerah Lampung Selatan. Produksi jagung di Lampung
Selatan tahun 2013 sebesar 597.080 ton (BPS, 2017). Sementara sorgum, banyak
digunakan sebagai bahan baku bioetanol di Kawasan Kalianda Resort Kabupaten
Lampung Selatan yang produksinya dapat mencapai sekitar 430 ton/hektar/tahun
(Ariwibowo, 2013). Namun tingginya produksi jagung dan sorgum yang ditanam
di wilayah ini, tidak lepas dari adanya gangguan hama dan penyakit tanaman.
Serangan hama dan penyakit dapatmengancam keberlanjutan sistem produksi
pertanian. Di beberapa sentra produksi, hama dan penyakit tanaman yang semula
2
tidak berstatus penting kini sudah mulai merusak pertanaman. Salah satunya
adalah hama Stenocranus pacificus (wereng perut putih) yang menyerang
tanaman jagung di Kabupaten Lampung Selatan pada November 2016 yang
menyebabkan kerusakan berat (Susiloet al., 2017).
Stenocranus pacificus merupakan hama baru yang muncul pada pertanaman
jagung sehingga hama ini sering disebut wereng jagung. Berubahnya status S.
pacificus menjadi hama disebabkan karena ketersediaan makanan yang cukup
melimpah dan penanaman secara monokultur yang memicu peningkatan populasi
S. pacificus. Pada serangan berat, S. pacificus dapat menyebabkan gagal panen.
Selain menyerang tanaman jagung, Stenocranus pacificus juga dikabarkan
menyerang tanaman sorgum jika tanaman inang utamanya habis (Dumayoet al.,
2007). Serangan S. pacificus terhadap dua tanaman ini, memungkinkan adanya
pengaruh perbedaan genetik pada struktur DNAnya.
Sebelumnya, Stenocranuspacificus sudah diidentifikasi berdasarkan
morfologinya. Namun pengidentifikasian secara morfologi dalam filogenetik dan
taksonomi sering kurang akurat karena bersifat tentatif. Objek penelitian dari
spesies yang sama menghasilkan kesimpulan berbeda jika berasal dari usia yang
berbeda, atau berasal dari tempat dengan kondisi lingkungan yang berbeda, atau
pengambilan sampel beda usia (Suparman, 2012).
Pada tingkat spesies, keragaman genetik sering meningkat dengan variabilitas
lingkungan yang berbeda untuk mempertahankan hidupnya. Jika lingkungan
berubah, gen yang ada pada suatu spesies akan ikut berubah. Hal ini
3
menyebabkan adanya kemungkinan keragaman genetik S. pacificus yang
menyerang tanaman jagung dan sorgum.
Identifikasi molekuler merupakan teknik identifikasi yang memanfaatkan DNA
spesies. Diharapkan identifikasi secara molekuler ini akan menghasilkan
informasi genetik dengan karakter yang lebih berlimpah dibandingkan morfologi,
serta lebih cepat, praktis, dan efisien dalam pengerjaannya.Dengan demikian
identifikasi molekuler perlu dilakukan.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik Stenocranus
pacificusyang menyerang tanaman jagung dan sorgum di Provinsi Lampung.
1.3 Kerangka Pikiran
Stenocranus pacificus merupakan jenis hama baru yang menyerang beberapa
tanaman seperti jagung dan sorgum. Awalnya, S. pacificus dilaporkan menyerang
tanaman jagung di Filipina tahun 2003 (Dumayo et al., 2007). Hasil penelitian,
Nelly et al. (2017) mengabarkan bahwa hama ini telah menyerang pertanaman
jagung di Kabupaten Pasaman Barat, Limapuluh Kota, dan Tanah Datar Provinsi
Sumatra Barat pada tahun 2016. Hasil penelitian Susilo et al. (2017), menemukan
adanya S. pacificus di pertanaman jagung Kabupaten Lampung Selatan. Berbeda
dengan jagung, S. pacificus yang terdapat pada tanaman sorgum hanya bersifat
sementara. Menurut Dumayoet al. (2007),S. pacificus menyerang sorgum jika
tanaman inang utamanya habis.
4
Keberadaan S.pacificus, ditandai dengan adanya parit lilin putih kapas pada
bagian bawah permukaan daun. Lilin tersebut adalah sejenis sekerat penutup
yang disekresikan oleh wereng betina untuk melindungi telurnya. Dengan adanya
lilin putih ini menunjukkan adanya serangan pada tanaman. Serangan oleh S.
pacificus menyebabkan tanaman mengering dan terlihat seperti terbakar (Susilo et
al., 2017).
Hama wereng S.pacificus termasuk dalam famili Delphacidae yang dicirikan oleh
tonjolan tibialis besar yang dapat digerakkan (Wilson, 2005). S.pacificus
diidentifikasikan memiliki kesamaan dengan Sogatella. Namun, dari penelitian
Dumayo et al. (2007) melaporkan, adanya zat lilin putih di perut betina, yang
tidak ada pada jantan menyebabkan perbedaan Stenocranus dengan Sogatela. Hal
ini didukung oleh penelitian Susilo et al. (2017) yang mengatakan wereng betina
mensekresikan massa lilin putih kapas yang digunakan untuk menutupi bintiktelur
pada daun.
Untuk morfologi antara betina dan jantan dapat dibedakan dengan ukuran tubuh.
Ukuran tubuh betina relatif lebih besar daripada jantan. Selain itu, karakterisitik
lainnya adalah warna pada abdomen (perut). Abdomen pada wereng betina
berwarna putih sedangkan pada jantan berwarna orange (Gambar 1). Berdasarkan
ciri tersebut, S. pacificusjuga disebut wereng perut putih (Susilo et al., 2017).
Besarnya kisaran inang S.pacificus, memungkinkan adanya keragaman genetik.
Perbedaan inang dapat mempengaruhi kemampuan adaptasi dan susunan struktur
morfologi. Kemajuan teknologi di bidang bioteknologi, memudahkan peneliti
menganalisis DNA yang memiliki efisiensi dan keakuratan yang tinggi.
5
Identifikasi morfologi sangat penting untuk dilakukan namun ada baiknya jika
identifikasi molekuler juga dilaksanakan. Identifikasi molekuler dilakukan
dengan menggunakan karakterisasi/profiling DNA mikroorganisme berupa
analisis pattern/fingerprint – based dan sequence-based (Budihardjo, 2016).
Identifikasi molekuler melibatkan beberapa tahapan meliputi ekstraksi
deoxyribonucleic acid (DNA), amplifikasi DNA, sekuensing, analisis hasil
sekuen, dan pembuatan pohon filogenetik.
(a) (b)
Gambar 1. Kenampakan perbedaan abdomen Stenocranus pacificus (a) Betina
bewarna putih (b) Jantan bewarna orange
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan keragaman
genetik Stenocranus pacificusyang berasal dari jagung dan sorgum di Provinsi
Lampung.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Inang
2.1.1 Jagung
Jagung (Zea mays) merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80 - 150 hari. Fase vegetatif dimulai dari proses berkecambah,
terbentuknya akar, batang, dan daun. Pada fase generatif, dimulai dari terjadinya
proses pembentukan primordia, proses pembungaan, proses penyerbukan, dan
pembuahan (Hanum, 2008).
Menurut ITIS (2017a), tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Poales
Family : Poaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays
Akar jagung termasuk akar serabut yang dapat mencapai kedalaman hingga 8 m,
namun begitu, akar jagung sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Batang
jagung terdiri dari ruas-ruas yang terbungkus pelepah daun yang muncul dari
buku. Buku pada jagung merupakan tempat tumbuhnya tongkol yaitu di antara
7
batang dan pelepah daun. Daun jagung adalah daun sempurna dengan bentuknya
memanjang.
Jagung termasuk dalam tanaman monoecious yang memiliki bunga jantan dan
bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman. Bunga jantan tumbuh di
bagian puncak tanaman, berbentuk karangan bunga (inflorescence), sedangkan
bunga betina tersusun dalam tongkol. Warna serbuk sari adalah kuning dan
beraroma khas (Hanum, 2008).
2.1.2 Sorgum
Sorgum (Sorghum bicolor) merupakan salah satu komoditas biji-bijian yang
potensial sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, bagian tanaman sorgum dapat
dimanfaatkan dalam berbagai kebutuhan seperti akar untuk bahan pembuatan
jamu, batang untuk lumbung bioetanol, daun untuk pakan ternak, serta biji yang
dapat dijadikan tepung (University of Arkansas, 1998).
Klasifikasi Sorgum menurut ITIS (2017b) adalah
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Poales
Family : Poaceae
Genus : Sorghum
Spesies : Sorghum bicolor (L.)
Sistem perakaran sorgum terdiri atas akar-akar seminal pada akar primer, akar
koronal pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas dan akar udara yang
tumbuh di permukaan tanah. Batang sorgum terdiri dari ruas dan buku. Daun
8
sorgum berbentuk pita, dengan struktur terdiri atas helai daun dan tangkai daun.
Bunga sorgum berada pada malai di bagian ujung tanaman yang terdiri atas
tangkai malai, malai, rangkaian bunga, dan bunga. Biji sorgum berbentuk butiran
dengan ciri-ciri fisik bulat. Biji sorgum tertutup sekam dengan warna coklat
muda, krem atau putih, bergantung pada varietas (Andriani dan Isnaini, 2013).
2.2 Stenocranus pacificus
Stenocranus pacificus (Hemiptera: Delphacidae) merupakan hama baru yang
belakangan ini sangat merugikan petani. S. pacificus biasa disebut wereng perut
putih, karena pada bagian perut (abdomen) khususnya betina terdapat zat bewarna
putih (Susilo et al., 2017). Selain itu,S. pacificusjuga memiliki nama lokal yang
biasa disebut sipsip atau silamsilam di Ilocano, ngusong kabayo di Tagalog, dan
wayawaya di Cebuano dan Ilonggo (Agriculture Business Week, 2009). Nama-
nama tersebut disesuaikan dengan daerah masing-masing.
Klasifikasi Stenocranus pacificus adalah sebagai berikut (ITIS, 2017c) :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Hemiptera
Family : Delphacidae
Genus : Stenocranus
Species : Stenocranus pacificus
2.2.1 Morfologi Stenocranus pacificus
Stenocranuspacificus memiliki tubuh dengan panjang 4 – 6,3 mm. Untuk ukuran
tubuh betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Menurut penelitian Susilo,
9
et al. (2017), ukuran tubuh spesimen jantan adalah 4,20 ± 0,04 mm sedangkan
betina adalah 4,93 ± 0,03 mm. Pada spesimen jantan, abdomen bewarna orange
sedangkan pada betina bewarna putih. Selain itu S. pacificus memiliki tibia
belakang yang bisa digerakkan. Untuk ruas tarsal pertama dari kaki belakang
tidak terdapat duri lateral. Mesonotum berwarna coklat muda dengan median
garis pucat longitudinal. Batas diafragma pygofer pada jantan tidak berbentuk U.
Tonjolan pada batas diafragma pygofer tidak bergelombang atau berliku (jantan).
2.2.2 Dampak kerusakan
Stenocranus pacificus menyerang tanaman jagung pada fase vegetatif. S.
pacificus merusak dengan menghisap cairan sel tanaman. Semakin muda
tanaman, maka semakin mudah S. pacificus menghisap cairan sel tanaman yang
dibutuhkannya. Cairan sel yang diambil oleh S. pacificus, menyebabkan tanaman
kehilangan kekuatan dan kerdil. Selain itu pada serangan yang cukup parah S.
pacificus dapat menyebabkan tanaman mengering dan terlihat seperti terbakar
Serangan S. pacificus dapat diketahui dengan melihat munculnya parit lilin putih
kapas atau massa lilin pada sisi abaxial (permukaan daun yang menghadap ke
batang) (Susilo et al., 2017).
2.3 Keragaman Genetik
Kearagaman genetik (varietas/ras) merupakan sebuah konsep variabilitas di dalam
suatu spesies yang diukur oleh variasi genetika (unit-unit kimia dari informasi
keturunan yang dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya) di dalam
spesies tertentu (Suripto, 1998). Menurut Crowder (1997), keragaman genetik
10
terjadi karena pengaruh gen dan interaksi gen-gen yang berbeda-beda dalam suatu
populasi. Keragaman tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu lingkungan dan
genetik (sifat-sifat yang diwariskan) (Rachmadi, 2000).
Individu dalam satu populasi memiliki perbedaan genetik antara satu dengan
lainnya. Hal ini disebabkan karena setiap individu memiliki bentuk-bentuk gen
yang khas. Gen tersebut mempengaruhi tinggi rendahnya keragaman genetik
yang timbul dari kombinasi yang berbeda-beda (Indrawan, 2007).
Keragaman genetik sangat penting untuk kelangsungan hidup individu.Rendahnya
keragaman genetik pada suatu individu akan meningkatkan kemungkinan populasi
musnah, mengurangi kemampuan populasi beradaptasi terhadap perubahan
kondisi lingkungan dan menanggapi tekanan seleksi alam (Konservasi
Biodiversitas Raja 4, 2015). Dalam suatu sistem biologis, keragaman (variabilitas)
suatu penampilan tanaman dalam populasi dapat disebabkan oleh variabilitas
genetik penyusun populasi, variabilitas lingkungan, dan variabilitas interaksi
genotipe x lingkungan (Rachmadi, 2000).
Pada serangga, untuk mendapatkan informasi keragaman genetik dan aliran gen
antar spesies serangga, mengidentifikasi haplotipe dan garis umur atau
memprediksi migrasi dan sejarah koloni dapat menggunakan penanda DNA yang
didapatkan pada bagian tubuh individu. DNA dapat diekstrak dari perut, darah,
dan kepala (Muladno, 2010).
11
2.4 Identifikasi molekuler
Identifikasi merupakan suatu kegiatan yang digunakan untuk mengetahui karakter
suatu organisme. Identifikasi dapat dilakukan dengan 2 macam, yaitu identifikasi
dengan menggunakan karakter tubuh seperti morfologi, anatomi, perilaku dan
fisiologi dan identifikasi dengan memanfaatkan untaian basa DNA yang terdapat
pada sel-sel serangga sebagai pencirinya. Identifikasi dengan pemanfaatan
untaian basa DNA dapat dilakukan dengan identifikasi molekuler.
Identifikasi molekuler merupakan suatu identifikasi pada suatu organisme yang
mempunyai keunggulan dalam mendapatkan informasi lebih akurat dan lebih
cepat (Suryanto, 2003). Identifikasi ini merupakan teknik identifikasi modern
yang mengindetifikasi berdasarkan karakter genotip. Identifikasi ini dapat
menentukan keragaman genetik pada suatu individu (spesies). Kemajuan
teknologi saat ini, sangat memudahkan peneliti untuk mengetahui variabilitas
genetik suatu individu pada tingkat protein dan DNA. Analisis protein digunakan
untuk menentukan bentuk dan struktur sebuah sel serta bertindak sebagai alat
utama pengenalan antar molekul dan proses katalis (Pratiwi, 2001). Analisis
DNA memiliki efisiensi dan keakuratan yang tinggi dalam mencirikan suatu
organisme, sehingga dapat membantu dalam identifikasi Stenocranus pacificus
yang terdapat dari beberapa lokasi.
Identifikasi molekuler sangat berkembang dibanding identifikasi lainnya. Selain
memiliki kelebihan dalam penggunaan waktu, identifikasi ini juga memiliki
beberapa kelebihan karena menggunakan sekuen DNA seperti, dapat memberikan
data yang lebih akurat terhadap karakter - karakter yang ada, dapat menyediakan
12
banyak character statekarena perbedaan laju perubahan basa-basa nukleotida di
dalam lokus yang berbeda adalah besar, dantelah terbukti menghasilkan sebuah
hubungan kekerabatan yang lebih alami (Suparman, 2012).
2.5 PCR (Polymerase Chain Reaction)
Identifikasi molekuler dapat dilakukan dengan menggunakan PCR. PCR
(Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik sintesis dan amplifikasi
DNA secara in vitro. Teknik ini dapat mengamplifikasi segmen DNA dalam
jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. Adapun teknik ini terdiri atas
beberapa komponen seperti DNA templat yang berfungsi sebagai cetakan untuk
pembentukan molekul DNA baru yang sama, sepasang primer yang berfungsi
sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi, dNTPs
(Deoxynucleotide triphosphates) yang bertindak sebagai building block DNA
yang diperlukan dalam proses ekstensi DNA, buffer PCR digunakan untuk
menjamin pH medium, magnesium klorida (MgCl2) untuk meningkatkan interaksi
primer dengan templat yang membentuk komplek larut dengan dNTP, dan enzim
polimerase DNA yang berfungsi sebagai katalisis untuk reaksi polimerisasi DNA
(Handoyo dan Rudiretna, 2001).
Teknik PCR melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) dan pada setiap
siklus tersebut terjadi duplikasi jumlah target DNA untai ganda. Umumnya tahap
ini dilakukan antara 20-40 siklus. Tahap dalam proses PCR terdiri dari (Hasibuan,
2015) :
13
a. Pra-denaturasi DNA templat (initial denaturation), merupakan tahap awal yang
dilakukan dalam proses PCR yang berfungsi untuk mengaktifasi DNA
Polymerase. Tahapan ini dilakukan selama 1-9 menit.
b. Denaturasi DNA templat (denaturation), merupakan tahapan dimana DNA
untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Tahapan ini dilakukan
antara suhu 900C - 95
0C dan diulang sebanyak 30 kali. Jika denaturasi tidak
lengkap akan mengakibatkan DNA renaturasi (membentuk DNA untai ganda)
secara cepat, sedangkan jika waktu denaturasi terlalu lama mungkin dapat
mengurangi aktivitas enzim Taq polimerase.
c. Penempelan primer pada DNA templat (annealing), merupakan tahapan
dimana primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan
urutan primer. Semakin panjang ukuran primer, maka semakin tinggi suhunya.
Biasanya tahapan ini dilakukan pada suhu 500C - 60
0C tergantung jenis DNA
templat.
d. Pemanjangan primer (extension), merupakan tahapan dimana primer yang
sebelumnya telah menempel pada urutan primer akan mengalami perpanjangan
pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat
oleh DNA polimerase. Pada tahap ini suhu yang digunakan biasanya 720C.
e. Pemantapan (post-extension/elongasi), merupakan tahap akhir yang dilakukan
dalam proses PCR yang berfungsi untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal
yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Tahapan ini dilakukan
selama 5-15 menit dengan suhu 700C - 72
0C.
14
2.6 Elektroforesis
Elektroforesis merupakan suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada
pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan listrik. Hal ini
dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar muatan dan sifat kimia dari suatu molekul.
Dalam identifikasi molekuler, metode elektroforesis banyak digunakan untuk
taksonomi, sistematik dan genetik dari hewan ataupun tumbuhan (Muladno,
2010).
Pada prinsipnya, DNA dapat bermigrasi di dalam gel dalam bentu padat yang
diletakkan dalam larutan penyanggah yang dialiri arus listrik. Secara fisik, gel
agarose berbentuk bubuk putih yang sangat halus. Gel agarose dapat dicetak
dengan memanaskan agarose yang dilarutkan dalam larutan buffer sampai
didapatkan larutan jernih. Larutan yang masih cair dituangkan ke dalam pencetak
gel. Apabila gel telah mengeras, sisir dicabut sehingga akan terbentuk sumur-
sumur yang akan digunakan untuk menempatkan larutan DNA(Muladno, 2010).
Gel agarose yang telah siap digunakan, ditempatkan ke dalam tangki
elektroforesis yang mengandung larutan buffer dan dialiri listrik. Molekul DNA
yang bermuatan negatif, pada pH netral akan bergerak ke arah positif.
Perpindahan molekul tersebut, dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran
molekul DNA, konsentrasi agarose, konformasi DNA, voltase yang digunakan,
adanya ethidium bromide (ETBr) di dalam gel, dan komposisi larutan buffer
(Muladno, 2010).
15
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan (April - September
2018).
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain aspirator, tube 1,5 ml, tip 0 –
1000 µl, mikropipet 0 – 1000 µl, waterbath, sentrifuse, frezzer, tisu, wadah tube,
mikrosentrifuse, ultrasonik cleaner, tube 0,2 ml, mesin Thermal cycle Sensoquest,
gelas ukur, erlenmeyer 50 ml, microwave, sarung tangan tahan panas, sarung
tangan karet, cetakan agar, sisir agar, aluminium, mesin elektroforesis, Digi-Doc-
Imaging System, kardus, kertas, dan plastik bubble.
Bahan yang digunakan antara lain Stenocranus pacificus, wereng coklat (sebagai
pembanding), buffer lisat CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide), buffer
CTAB, RNase,proteinase K, PCI (Phenol Cloro Isoamil), CI (Cloro Isoamil),
isopropanol, alkohol 70%, TE, DNAZol® , Instagen, NaCl 5 M, master mix,
DNAPrimer (COIR dan COIF, LCO 1490 dan HCO 2198), aquades, agarose
16
0,5%, TBE (Tris – Borate), ETBr (Ethidium Bromide), DNA leader, dan loading
dye.
3.3 Pelaksanaan Penelitian
3.3.1 Pengambilan sampel
Stenocranus pacificus sebagai bahan ekstraksi DNA diambil dari tanaman jagung
dan sorgum. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan aspirator dari
kecamatan NatarKabupaten Lampung Selatan (Jagung), kecamatan Tanjung
Bintang Kabupaten Lampung Selatan (Sorgum), dan Kecamatan Trimurjo
Kabupaten Lampung Tengah (Padi).
3.3.2 Ekstraksi DNA
Metode ekstraksi dilakukan berdasarkan metode Sireesha and Velazhahan (2015)
yang telah dimodifikasi, yaitu satu sampel jantan dan betina Stenocranus pacificus
masing-masing dimasukkan kedalam tube 1,5 ml. Kemudian ditambahkan 30 µl
buffer lisat CTAB. Masing-masing sampel digerus sampai hancur menggunakan
tip, setelah digerus ditambahkan 60 µl buffer CTAB, dan 50 µl RNase. Setelah
tercampur, sampel selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit.
Setelah 30 menit, sampeldiinkubasi kembali dengan ditambahkan 100 µl larutan
Proteinase K pada suhu 37oC selama 30 menit kemudian dihomogenkan. Setelah
itu PCIdengan perbandingan 25 : 24: 1 ditambahkandan disentrifugasi pada
kecepatan 14.000 rpm selama 10 menit. Supernatan kemudian diambil dan
dimasukkan kedalam tube 1,5ml yang baru. Kemudian ditambahkan CI sesuai
17
dengan jumlah supernatan yang diambil, lalu disentrifugasi kembali pada
kecepatan 14.000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan dipindahkan
dalam tube 1,5 ml yang baru. Selanjutnya, ditambahkan isopropanol sebanyak
70% dari jumlah supernatan untuk menghilangkan garam sisa. Kemudian sampel
diinkubasi dalam frezzer selama 20 menit. Selanjutnya sampel disentrifugasi
kembali selama 15 menit. Setelah itu, supernatan dibuang dan ditambahkan 500
µl alkohol 70% dan disentrifugasi selama 5 menit. Tahap terakhir, alkohol
dibuang dan pelet dikeringkan dalam rendaman kering pada suhu 37oC selama 30
menit atau dikeringkan pada suhu kamar semalaman.
3.3.3 Amplifikasi DNA dengan PCR
Pada tahap amplifikasi DNA, sebanyak 12,5µl Master Mix (2x MyTaq HS Red
Mix) dimasukkan ke dalam tube kecil lalu ditambahkan satu pasang DNA primer
masing-masing sebanyak 1µl, selanjutnya ditambahkan 1µl larutan ekstraksi DNA
dan aquades steril sebanyak 9,5 µl. Secara rinci, primer yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat di Tabel 1.
Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal
cycleSensoquest. PCR terdiri dari 5 tahap, yaitu inisiasi, denaturasi, annealing,
ekstensi, dan elongasi. Inisiasi dilakukan pada suhu 95oCselama lima menit.
Tahap denaturasi pada suhu 95oC selama 1 menit dilanjutkan dengan tahap
annealing (penempelan primer) pada suhu 55oC -57
oC (COIR dan COIF) dan
50oC -55
oC (HCO 2198 dan LCO 1490) selama 1 menit. Tahap selanjutnya
yakni ekstensi pada suhu 72oC selama 1 menit. Ketiga tahapan tersebut terjadi
18
sebanyak 30 kali pengulangan. Elongasi pada suhu 72oC selama 5 menit dan
diakhiri dengan satu siklus (holding) pada suhu 4oC selama 1 menit.
Tabel 1. Primer yang digunakan
Nama Primer Urutan Basa Referensi
COIR AGCTCCTGCTAATACAGGTAA
AGAT Hebert et al. (2003)
COIF TCGAATTGAATTAGCACAACC
AGG Hebert et al. (2003)
HCO 2198 TAAACTTCAGGGTGACCAAA
AAATCA Folmer et al. (1994)
LCO 1490 GGTCAACAAATCATAAAGAT
ATTGG Folmer et al. (1994)
3.3.4 Elektroforesis dan Visualisasi Hasil PCR
Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan gel agarose 0,5% yang sudah
ditambah 1 µl ETBr dan dituangkan pada cetakan dengan sisir. Pada sumur
pertama, dimasukkan 3 µl Marker DNA Leader. Selanjutnya, setiap sumur
diberikan sebanyak 3 µl ekstraksi DNA dan 1 µl loading dye sebagai pemberat.
Selanjutnya, elektroforesis dihidupkan pada tegangan 55 volt selama 60 menit.
Ditunggu hingga DNA bergerak sampai ke baris 3 atau 4 dari ujung lawan. Hasil
elektroforesis divisualisasi dengan Digi-Doc-Imaging System, yang hasilnya
disimpan dalam komputer.
3.3.5 Sekuensing dan Analisis Hasilnya
Hasil PCR kemudian akan dikirim ke PT Genetika Science Jakarta untuk proses
sekuensing.
19
3.3.6 Pembuatan pohon filogenetik
Hasil sekuensing kemudian dialignment menggunakan program Clustal W. Hasil
sekuensing beberapa wereng yang diambil dari GenBank juga diikutkan dalam
proses alignment. Hasil alignment kemudian dibuat pohon filogenetiknya dengan
program Mega 7 for windows(Kumaret al., 2016) menggunakan metode
Unweighted-pair Group Method with Arithmetic means (UPGMA).
3.3.7 Analisis Keragaman Genetik
Untuk mengetahuivariasi pada tingkat sekuen DNA dilakukan analisis
menggunakan RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism)in silico
menggunakan program pDRAW32yang dikembangkan oleh AcaClone Software
dan dapat diakses melalui www.acaclone.com.
44
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penelitian ini adalah
1. Buffer TNES adalah metode ekstraksi yang sesuai dalam mengestraksi DNA
wereng.
2. Primer yang digunakan dalam amplifikasi PCR DNA wereng adalah HCO
2198 dan LCO 1490.
3. Berdasarkan hasil analisis sekuensing,WRJB (Jagung), WRJJ (Jagung), WRJS
(Sorgum) membentuk kelompok tersendiri yang menunjukkan spesies ini
masuk ke dalam kelompok Stenocranus pacificus, sedangkan WRC (Padi)
masuk ke dalam kelompok Nilaparvata lugens (wereng coklat).
4. Berdasarkan hasil pemotongan enzim retriksi, terlihat bahwa setiap sampel
memiliki enzim restriksi dan daerah pemotongan DNA yang berbeda.
5. Keragaman genetik paling rendah terjadi pada Stenocranus pacificus antara
jantan dan betina, Stenocranus pacificus pada jagung (WRJJ dan WRJB) dan
Stenocranus pacificus pada sorgum (WRJS), dan Stenocranus pacificus dengan
wereng coklat (WRC).
6. Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mengidentifikasi
Stenocranus pacificussecara molekuler.
45
5.2 Saran
Perlu dilakukan studi lanjut tentang kemungkinan untuk didapatkan metode
identifikasi yang lebih cepat dan akurat berdasarkan hasil dari RFLP.
DAFTAR PUSTAKA
Agriculture Business Week. 2009. The Other Insect Pests: Corn Planthoppers
and Leaf Aphids. www.totoagriculture.org. Diakses pada 17 November 2017.
Andriani, A. dan Isnaini, M. 2013. Morfologi dan Fase Pertumbuhan Sorgum.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Selatan.
Ariwibowo, A.A. 2013. Lampung Budidaya Tanaman Sorgum. Antara news.
http://m.antaranews.com/berita/357479/lampung-budidaya-tanaman-sorgum.
Diakses pada 22 September 2018.
BioRad. 2018. InstaGene™ Matrix http://www.bio-rad.com/en-id/product/
instagenematrix?ID=6c2be54f-6c95-43de-8ce3-e9aee8229eeb. Diakses pada
28 September 2018.
Budihardjo, A. 2016. Identifikasi Mikroorganisme Secara Morfologi atau
Molekuler: Manakah yang Lebih Penting?. The Story of a Biologist The
balance among lecturing, research, and service. Diakses pada 20 Maret 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2017. Tanaman Pangan. www.bps.go.id. Diakses
pada 12 Januari 2018.
Campbell, NA, Recee, JB, Mitchel, Lawrence G. 2002. Biologi Edisi Kelima
Jilid I. Erlangga.Jakarta.
Cox, R.A. 1968.Methods in Enzymology. Academic Press. Orlando. 12 : 120-129.
Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti.
UGM. Yogyakarta.
Dumayo, L.S., Ogdang, M.P., and Leyza, P.S. 2007. Biology, Host range and
natural enemies of corn planthopper, Stenocranus pasificus Kirkaldy.
Department of Agriculture – Regional Crop Protection Cente. Tacurong City.
Philippines. hhtp://agris.fao.org/agris-search/search. Diakses pada 14 Januari
2018.
Ellegren, H. and Galtier, N. 2016. Determinants of Genetic Diversity. Nature
Reviews. 17: 422-434.
Erlich, H. A. 1989. PCR Technologi : Principles and Application for DNA
Amplification. USA.
Folmer, O., M. Black, W. Hoch, R. Dan Lutzand R. Vrijenhoek. 1994. DNA
primers for amplification ofmitochondrial cytochrom coxidase subunit I from
diverse metazoan invertebates. Molecular Marine Biology and Biotechnology.
3(5) : 294-299.
Handoyo, D. dan Rudiretna, A. 2001. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase
Chain Reaction (PCR). Unitas. 9(1) : 17-29.
Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2 untuk SMK. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Hlm 169 – 184.
Hasibuan, E. 2015. Peranan Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) terhadap
Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara.
Hebert, P.D.N., Cywinska, A., Ball, S.L., dan DeWaard, J.R. 2003. Biological
identifications through DNA barcodes. Proc. Biol. Sci. 270 : 313-321.
Indrawan, M. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
ITIS (Integrated Taxonomic Information System). 2017a. Zea mays L.
www.itis.gov. Diakses pada tanggal 22 November 2017.
ITIS (Integrated Taxonomic Information System). 2017b. Stenocranus pasificus.
www.itis.gov. Diakses pada tanggal 23 November 2017.
ITIS (Integrated Taxonomic Information System). 2017c. Sorghum bicolor (L.).
www.itis.gov. Diakses pada tanggal 12 Januari 2018.
Konservasi Biodiversitas Raja 4. 2015. Konservasi Keragaman Genetik.
Informasi Status, Kondisi dan Berita Biodiversitas Indonesia. Informasi
Status, Kondisi dan Berita Biodiversitas Indonesia. 4 (2) : 1-8
Kumar, S., Stecher, G., and Tamura, K. 2016. Mega 7 : Molecular Evolutionary
Genetics Analysis Version 7.0 for Bigger Datasets. Molecular Biologyand
Evolution. 33: 1870-1874.
Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika. IPB Press. Bogor.
Nelly, N., Syahrawati, M.Y., and Hamid, H. 2017. Abundance of corn
planthopper (Stenocranus pacificus) (Hemiptera: Delphacidae) and the
potential natural enemies in West Sumatra, Indonesia. Biodiversitas. 18 (2) :
696-700.
Pestana, E.A., Belak, S., Diallo, A., Crowther, J.R., dan Viljoen, G.J. 2010.
Early,Rapid and Sensitive Veterinary Molecular Diagnostics-Real Time
PCRApplications. Dordrecht : Springer. 28-29, 33-34.
Pratiwi, R. 2001. Mengenal Metode Elektroforesis. Oseana. 26 (1) : 25 -31.
Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.
Universitas Padjajaran. Bandung.
Sambrook, J. dan Russel, D.W. 2001. Molecular Cloning : A Laboratory Manual
3th edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York. 78-125.
Sireesha, Y. and Velazhahan, R. 2015. Assessing genetic diversity in
Peronosclerospora sorghi causing downy mildew on maize and sorghum.
Indian Phytopath. 68(1): 73-77.
Suarni dan Rauf, P. 2002. Komposisi Kimia tepung Sorgum sebagai Bahan
Substitusi Terigu. Bul. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 21(1).
Suparman. 2012. Markah molekuler dalam identifikasi dan analisis kekerabatan
tumbuhan serta implikasinya bagi mata kuliah genetika. Jurnal Bioedukasi.
1(1) : 59-68.
Suripto, B.A. 1998. Prinsip-prinsip dan Pengelolaan Sumberdaya
Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Dirjen Pendidikan Tinggi. Jakarta.
Suryanto, D. 2003. Melihat keanekaragaman organisme melalui beberapa teknik
genetika molekuler. http://library.usu.ac.id/download/fmipa/biologi- dwis.pdf.
Diakses pada 2 Desember 2017.
Susilo, F.X., Swibawa, I.G., Indriyati, Hariri, A.M., Purnomo, Hasibuan, R.,
Wibowo, L., Suharjo, R., Fitriana, Y., Dirmawati, S.R., Solikhin,
Sumardiyono, Rwandini, R.A., Sembodo, D.R., dan Suputa. 2017. The
White-Bellied Planthopper (Hemiptera : Delphacidae) Infesting Corn Plants
in South Lampung Indonesia. J. HPT Tropika. 17 (1) : 96 – 103.
University of Arkansas. 1998. Grain sorghum production handbook. Guidelines
and recommendations are based upon research. TheArkansas Corn and Grain
Sorghum Promotion Board.
Wilson, S.W. 2005. Keys to the families of Fulgoromorpha with emphasis on
planthoppers of potential economic importance in the Southeastern United
States (Hemiptera: Auchenorrhyncha). Florida Entomologist. 88(4): 464 –
481.
Yuwono, T. 2005. Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta.