KEPUTUSAN NOMOR 14/KEP-BKIPM/2018 TENTANGluwuk.bkipm.kkp.go.id/bkipmnew/public/files/regulasi/14 KEP...
Transcript of KEPUTUSAN NOMOR 14/KEP-BKIPM/2018 TENTANGluwuk.bkipm.kkp.go.id/bkipmnew/public/files/regulasi/14 KEP...
1
KEPUTUSAN
KEPALA BADAN KARANTINA IKAN,
PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN
NOMOR 14/KEP-BKIPM/2018
TENTANG
STANDAR PEMERIKSAAN DAN PENANGANAN
HASIL PERIKANAN NON KONSUMSI TERTENTU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KARANTINA IKAN,
PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pencegahan masuk dan
tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina
serta dalam rangka menjaga mutu dan keamanan
hasil perikanan yang dilalulintaskan keluar wilayah
Negara Republik Indonesia, perlu menetapkan
standar pemeriksaan dan penanganan hasil
perikanan non konsumsi tertentu;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan
keputusan Kepala Badan Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan
tentang Standar Pemeriksaan dan Penanganan
Hasil Perikanan Non Konsumsi Tertentu;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor19, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor154,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5073);
3. Undang-Undang . . .
2
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002
tentang Karantina Ikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2002 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4197);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2015
Tentang Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan serta Peningkatan Nilai Tambah Produk
Hasil Perikanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 181, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726;
6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
7. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 2 Tahun 2017 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 5);
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
PER. 05/MEN/2005 tentang Tindakan Karantina
Ikan Untuk Pengeluaran Media Pembawa Hama dan
Penyakit Ikan Karantina;
9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
6/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 220);
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
54/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Tenis Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 1758);
MEMUTUSKAN . . .
3
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN,
PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL
PERIKANAN TENTANG STANDAR PEMERIKSAAN DAN
PENANGANAN HASIL PERIKANAN NON KONSUMSI
TERTENTU.
KESATU : Menetapkan Standar Pemeriksaan dan Penanganan Hasil
Perikanan Non Konsumsi Tertentu sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan Kepala Badan ini.
KEDUA : Standar Pemeriksaan dan Penanganan Hasil Perikanan
Non Konsumsi Tertentu sebagaimana dimaksud diktum
KESATU bertujuan untuk menjadi pedoman bagi petugas
karantina dalam pelaksanaan pemeriksaan dan
penanganan kegiatan ekspor untuk hasil perikanan non
konsumsi tertentu agar memenuhi persyaratan negara
tujuan.
KETIGA : Keputusan Kepala Badan ini mulai berlaku setelah 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2018
KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN
HASIL PERIKANAN,
ttd.
RINA
Lembar Pengesahan
No. Nama Pejabat Paraf
1 Sekretaris BKIPM
2 Kepala Pusat SSK
3 Kepala Pusat Karantina Ikan
4 Kepala Bagian Hukum, Kerja Sama
dan Humas
5 Kepala Subbag Hukum
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan produksi perikanan yang dihasilkan dari kegiatan
penangkapan ikan semakin meningkat karena sumberdaya ikan
melimpah, dampak dari adanya moratorium Menteri Kelautan dan
Perikanan yang tidak memberi izin penangkapan ikan oleh kapal
penangkap ikan dari luar negeri. Selain itu juga aparat meningkatkan
pengawasan dari unsur pertahanan, keamanan dan juga instansi
lingkup KKP yang bertanggungjawab terhadap pengawasan pengelolaan
sumberdaya ikan secara intensif melakukan tugasnya.
Peningkatan produksi perikanan hasil tangkapan tersebut
berpotensi meningkatkan risiko terhadap bahan buangan bagian ikan
yang tidak dapat diolah untuk konsumsi ataupun ikan-ikan yang tidak
memiliki nilai ekonomis. Selain itu, ikan-ikan sisa dan yang terbuang
tersebut secara langsung maupun tidak langsung dapat membawa
problema lingkungan di kawasan pesisir, gangguan terhadap
kebersihan, sanitasi dan kesehatan lingkungan.
Dibalik itu semua, ikan sisa atau ikan-ikan yang terbuang itu
ternyata masih dapat dimanfaatkan, yaitu sebagai bahan baku pupuk
organik lengkap, yakni pupuk dimana kandungan unsur-unsur
makronya terbatas (tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman) dan
harus dilengkapi dengan penambahan unsur lainnya sehingga
kandungan N (nitrogen)-P (fosfor)-K (kalium)-nya sesuai yang
dibutuhkan.
LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN
KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 14/KEP-BKIPM/2018 TENTANG STANDAR PEMERIKSAAN DAN
PENANGANAN HASIL PERIKANAN NON KONSUMSI TERTENTU
5
Pupuk organik lengkap yang terbuat dari bahan baku ikan
memiliki kualitas sebagai pupuk yang lebih baik dibandingkan dengan
pupuk organik lain, apalagi kalau dibandingkan dengan pupuk
kompos, pupuk kandang, ataupun pupuk hijau. Di Indonesia saat ini
telah banyak beredar pupuk organik yang terbuat dari bahan baku
ikan dengan aneka merk, baik produksi dalam negeri maupun impor,
sayangnya yang memenuhi persyaratan masih terbatas. FAO telah
menetapkan kriteria dasar untuk pupuk jenis ini, yakni: kandungan
unsur makro harus mempunyai nilai minimal N (12%), P (8%), dan K
(6%) disamping kandungan unsur mikro seperti Ca, Fe, Mg, Cu, Zn,
Mn, dan sebagainya.
Bahan baku untuk pupuk tersebut harus memenuhi standar
terutama tidak tercemar oleh materi lainnya selain protein ikan,
sehingga diperlukan penangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
biosekuriti.
Bahan buangan lainnya yang masih dapat dimanfaatkan antara
lain cangkang kerang, sisik ikan atau bubuk mutiara. Bahan baku
yang dihasilkan tersebut merupakan hasil perikanan non konsumsi
tertentu yang dapat dipakai untuk bahan pembuatan pupuk,
campuran bahan kosmetik maupun bahan pembuatan kerajinan yang
memungkinkan dilalulintaskan keluar wilayah Negara Republik
Indonesia sehingga harus memenuhi kriteria kesehatan ikan maupun
mutu hasil perikanan yang dipersyaratkan oleh negara tujuan.
Guna memenuhi persyaratan dimaksud diperlukan pedoman
teknis tata acara, persyaratan dan penanganan hasil perikanan non
konsumsi tertentu.
B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan pedoman pemeriksaan dan penanganan hasil
perikanan non konsumsi tertentu adalah:
1. Agar proses penanganan kegiatan ekspor untuk hasil perikanan
non konsumsi tertentu dapat memenuhi persyaratan negara tujuan;
2. Sebagai pedoman Petugas Karantina Ikan dalam pelaksanaan
pemeriksaan untuk hasil perikanan non konsumsi tertentu.
6
C. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan,
Ikan dan Tumbuhan.
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009.
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Ketahanan Pangan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina
Ikan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Ketahanan
Pangan dan Gizi.
6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi
Kementerian Negara.
7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.05/MEN/2005 tentang Tindakan Karantina Ikan untuk
Pengeluaran Media Pembawa Hama Penyakit Ikan Karantina.
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.20/MEN/2007 tentang Tindakan Karantina Untuk Pemasukan
Media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina Dari Luar
Negeri dan Dari Suatu Area Ke Area Lain Di Dalam Wilayah Negara
Republik Indonesia.
9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6/PERMEN-
KP/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan
dan Perikanan.
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor 54/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan
Keamanan Hasil Perikanan.
11. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 80/KEPMEN-
KP/2015 tentang Penetapan Jenis-Jenis Hama dan Penyakit Ikan
Karantina, Golongan, Media Pembawa dan Sebarannya.
12. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 81/KEPMEN-
KP/2015 tentang Penetapan Area Yang Tidak Bebas Penyakit Ikan
Karantina, Golongan, dan Media Pembawanya Di Dalam Wilayah
Negara Republik Indonesia.
13. Ketentuan OIE dan CODEX Alimentarius.
7
D. Pengertian Umum
1. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan
sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem
bisnis perikanan.
2. Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan termasuk biota
perairan lainnya.
3. Ikan adalah semua biota perairan yang sebagian atau seluruh daur
hidupnya berada di dalam air, dalam keadaan hidup atau mati,
termasuk bagian-bagiannya.
4. Hasil perikanan non konsumsi tertentu adalah hasil perikanan yang
tidak digunakan untuk konsumsi manusia, antara lain berupa
mutiara, kerajinan, bubuk dan kulit kerang, sisik, tulang, minyak
ikan non konsumsi, tepung ikan non konsumsi, khitin dan khitosan
(raw material), gelatin, silase dan pupuk organik.
5. Biosecurity adalah suatu upaya untuk mengindentifikasi masuk
dan tersebarnya penyakit dalam suatu area establishment dan
langkah-langkah yang akan dilakukan dan yang dilakukan untuk
mencegah masuk dan tersebarnya penyakit.
6. Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) adalah semua hama dan
penyakit ikan yang belum terdapat dan/atau telah terdapat di area
tertentu di wilayah Republik Indonesia yang dalam waktu relatif
cepat dapat mewabah dan merugikan sosio ekonomi atau yang
dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
7. Hama Penyakit Ikan (HPI) tertentu adalah semua HPI selain HPIK
yang sudah terdapat dan/atau belum terdapat di wilayah Republik
Indonesia yang dapat merusak, menggangu kehidupan, atau
menyebabkan kematian ikan.
8. Ketelusuran (traceability) adalah kemampuan untuk menelusuri
riwayat, aplikasi atau lokasi dari suatu produk atau kegiatan untuk
mendapatkan kembali data dan informasi melalui suatu identifikasi
dokumen yang terkait.
9. Critical Control Point (CCP) adalah suatu titik, tahap atau prosedur
dimana bahaya yang mempengaruhi kegiatan pembudidayaan ikan
dapat dicegah, dieliminasi atau dikurangi hingga titik aman.
8
10. Surveilan adalah kegiatan penilaian kesesuaian yang dilakukan
secara sistematis dan berulang sebagai dasar untuk memelihara
validitas pernyataan kesesuaian.
11. Petugas Karantina Ikan yang selanjutnya disebut Petugas Karantina
adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi tugas untuk
melakukan tindakan karantina, pengendalian mutu, dan keamanan
hasil perikanan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
12. Inspektur Karantina adalah pegawai negeri sipil yang diangkat oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan Pengendalian
Mutu.
13. Badan adalah Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan
Keamanan Hasil Perikanan.
14. Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan
Keamanan Hasil Perikanan yang selanjutnya disingkat UPT KIPM
adalah UPT yang berada di bawah dan bertanggungj awab kepada
Kepala Badan KIPM.
9
BAB II
HASIL PERIKANAN NON KONSUMSI TERTENTU
Hasil Perikanan Non Konsumsi Tertentu merupakan hasil perikanan
yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia, yang diolah/diproduksi
dari bahan baku hasil perikanan tertentu sehingga memiliki nilai tambah
baik secara ekonomis maupun kegunaanya, antara lain meliputi:
1. Mutiara
Mutiara adalah produk hasil perikanan berupa butiran permata yang
dihasilkan oleh kerang mutiara laut atau air tawar. Mutiara merupakan
bahan organik yang biasa dibuat dalam bentuk perhiasan. Pada
dasarnya mutiara terbagi dalam 2 (dua) jenis yaitu mutiara alami dan
hasil budidaya. Dalam proses pembentukan mutiara diperlukan zat
pengganggu seperti misalnya suatu potongan jaringan yang dimasukkan
ke dalam kerang-kerangan seperti oyster/molluska. Sebagai upaya
perlindungan, secara otomatis kerang-kerangan akan melapisi zat
pengganggu yang masuk tersebut dengan lapisan nacre yang pada
akhirnya akan menghasilkan mutiara. Untuk menghasilkan mutiara
budidaya, zat pengganggu secara sengaja dimasukkan ke dalam kerang
kerangan melalui proses pembedahan (Strack, 2006). Termasuk dalam
pengertian ini adalah mutiara yang telah diolah untuk keperluan lain
misalnya (bahan campuran kosmetik).
2. Bubuk Kulit Kerang
Bubuk Kulit Kerang adalah bubuk halus dari (misalnya : cangkang
mutiara dari spesies Pinctada maxima) yang digunakan sebagai bahan
baku kosmetik. Bubuk kulit kerang mengandung pozzolan yaitu
mengandung zat kapur (CaO), alumina, dan senyawa silica. Pemisahan
kalsium dari cangkang kerang simping dapat dilakukan dengan
deproteinase yaitu dengan menghilangkan protein pada cangkang
dengan cara hidrolisis protein. Bila hidrolisis dilakukan dengan
sempurna maka akan diperoleh hidrolisat yang terdiri atas campuran 18
sampai 20 macam asam amino. Produk akhir dapat berbentuk cair,
pasta atau bubuk/ tepung yang bersifat higroskopis (Wahyuni 2007).
10
3. Kerajinan
Kerajinan adalah kerajinan yang dihasilkan oleh industri menggunakan
bahan baku kulit ikan, kerang, sisik, tanaman hias air dan lain-lain.
Kulit ikan, kerang, sisik dan tanaman hias air yang digunakan bukan
berasal dari jenis yang dilarang dalam perdagangan atau dilindungi
berdasarkan peraturan perundangan.
4. Minyak Ikan
Minyak Ikan adalah minyak yang diperoleh dari hati ikan atau bagian-
bagian tubuh lainnya. Minyak ikan, dapat diproduksi dari sisa-sisa
daging dan kulit ikan. Pengolahannya dengan cara ekstraksi, dengan
kombinasi pemasakan, pengeringan, dan pengepresan untuk
memisahkan minyak dan tepung ikan. Produk dapat berupa minyak
ikan kasar maupun yang telah diolah untuk keperluan medis/farmasi
ataupun kosmetik. Yang dimanfaatkan adalah lemak ikan yang terdapat
di dalam daging ikan atau yang disimpan di dalam rongga perut ikan.
5. Tepung Ikan
Tepung Ikan atau bagian-bagian ikan yang minyaknya diambil atau
tidak, dikeringkan kemudian digiling dan dimanfaatkan sebagai pupuk
organik. Pupuk organik yang berasal dari limbah ikan mengandung
protein yang tinggi dan sangat dibutuhkan tanaman. Tanaman sangat
membutuhkan nutrisi lengkap, berupa unsur hara makro, unsur hara
makro sekunder, dan unsur hara mikro. Semua nutrisi tersebut dapat
dipenuhi oleh pupuk organik dari limbah ikan.
6. Khitin dan Khitosan
Khitin dan/atau Khitosan adalah hasil samping yang didapat dari
limbah kulit crustasea. Untuk memperoleh chitin dari cangkang udang
melibatkan proses-proses pemisahan protein (deproteinasi) dan
pemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk mendapatkan
chitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi. Saat ini khitin dan
khitosan menjadi salah satu bahan kimia dan bahan baku industry yang
menjadi unggulan khususnya bagi industri farmasi, kesehatan,
kosmetik, makanan, pengolah limbah dan air, fotografi, kayu dan kertas
untuk industri. Khitin adalah senyawa penyusun rangka atau dikenal
sebagai asetil glukosamin yang berikatan 1,4 beta, yang dapat
digunakan sebagai bahan pengisi, pengeras dan pengental.
Khitosan adalah khitin yang telah mengalami proses deasetilasi, yang
11
dapat digunakan sebagai bahan pengisi, pengemulsi untuk kosmetik
dan obat. Keduanya berguna sebagai bahan baku untuk produksi
pembuatan lensa kontak (soft lens). Chitin dan Chitosan merupakan
produk turunan dari kulit dan kepala udang atau kepiting dan dari
family Crustacea lainnya.
7. Kolagen
Kolagen adalah produk yang diekstraksi dari bagian-bagian ikan seperti
sisik ikan, kulit, tulang, biasanya digunakan untuk kebutuhan
kosmetik, medis/farmasi. Kolagen merupakan protein penting yang
menghubungkan sel dengan sel yang lain. Kulit dan sisik ikan
merupakan salah satu sumber utama kolagen. Pembuatan kolagen
dapat dilakukan melalui ekstraksi baik secara konvensional maupun
secara enzimatis. Kegunaan kolagen diantaranya adalah untuk
suplemen makanan, kosmetik, dan aditif pada makanan dan minuman
ringan. Sedangkan gelatin, adalah derivat protein dari serat kolagen
yang ada pada kulit, tulang, dan tulang rawan, yang diperoleh melalui
proses hidrolisis serat kolagen. Berguna untuk pengolahan pangan
(penstabil, pembentuk gel, pengental, pengemulsi, perekat, edible
coating, pengikat air), dan non-pangan (kosmetik, medis/farmasi, kertas
dan lain-lain).
8. Gelatin
Gelatin adalah produk yang diekstraksi dari tulang ikan, umumnya
digunakan dalam industri pangan, dan farmasi. Biasanya digunakan
sebagai bahan pengatur elastisitas. Gelatin adalah protein yang larut
yang dapat bersifat sebagai bahan pembuat gel (gelling agent) atau
sebagai non gelling agent atau produk alami yang diperoleh dari
hidrolisis parsial kalogen.
9. Silase
Silase ikan berasal dari olahan limbah daging, tulang, insang dapat
digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk dan pakan ternak/ikan.
Silase ikan adalah sisa-sisa ikan yang diawetkan dalam kondisi asam
dengan penambahan asam (silase kimia) atau dengan fermentasi/
kemampuan bakteri asam laktat (silase biologis). Silase ikan yang
dihasilkan berbentuk cair karena protein ikan dan jaringan struktur
lainnya didegradasi menjadi unit larutan yang lebih kecil oleh enzim
yang terdapat pada ikan. Fish silage atau silase yang berupa bubur atau
12
pasta ikan kini telah dikembangkan di Indonesia untuk memenuhi
sumber protein hewani, terutama bagi ternak unggas dan hewan
budidaya. permintaan konsumen terhadap produk ini semakin
meningkat.
10. Pupuk organik/pupuk cair (pupuk dari asal ikan)
Pupuk organik lengkap yang terbuat dari bahan baku ikan memiliki
kualitas sebagai pupuk yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk
organik (kompos, pupuk kandang, ataupun pupuk hijau). Untuk
pembuatan pupuk cair dilakukan dengan proses hidrolisis dengan
bantuan enzim tertentu. Seluruh bagian tubuh ikan maupun limbah cair
pengolahan ikan dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk ini.
reduksi limbah ikan pada proses konversi menjadi pupuk cair.
Persentase reduksi limbah ikan dapat dipengaruhi oleh lamanya
penyimpanan atau fermentasi dan penggunaan katalisator baik kimiawi
maupun biologi. Biokatalisator berupa EM4 untuk mereduksi limbah
ikan sebagai sumber cemaran lingkungan menjadi produk yang lebih
bermanfaat, yaitu pupuk organik cair.
13
BAB III
PERSYARATAN, PEMERIKSAAN DAN PENANGANAN
A. Persyaratan Umum
Pengeluaran Hasil Perikanan Non Konsumsi Tertentu dari Wilayah
Negara Republik Indonesia keluar Negara Republik Indonesia, harus
memenuhi persyaratan yang meliputi:
1. Dilengkapi dengan Health Certificate apabila negara tujuan
mempersyaratkan;
2. Dilengkapi SPM (Surat Persetujuan Muat) yang diterbitkan oleh
petugas karantina ikan ditempat pengeluaran;
3. Surat Keterangan Asal (SKA) dan/atau Certificate of Origin (CoO)
dari Instansi berwenang;
4. Certificate of Analysis (CoA) dan/atau surat keterangan / sertifikat
produk dari instansi berwenang apabila diperlukan; dan
5. Packing list/invoice.
Selain persyaratan di atas, wajib :
1. Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan;
2. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina; dan
3. Pengirim telah teregistrasi di Badan Karantina Ikan, Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.
B. Persyaratan Negara Tujuan
Dalam hal Negara Tujuan yang menjalankan pengendalian masuknya
hasil perikanan non konsumsi tertentu, pengeluaran hasil perikanan
non konsumsi tertentu harus memenuhi persyaratan standar
pengawasan, standar pengolahan, standar sanitasi dan Biosecurity,
audit internal, inspeksi karantina dan registrasi perusahaan. Sebagai
contoh adalah negara China. Setiap perusahaan yang akan melakukan
ekspor ke China maka perusahaan tersebut harus teregistrasi terlebih
dahulu. Persyaratan agar perusahaan dapat teregister maka perusahaan
tersebut harus menerapkan prinsip-prinsip GMP, SSOP, CCP,
Traceability dan Biosecurity pada hasil perikanan non konsumsi tertentu
dan telah mendapatkan sertifikat Cara Penanganan Hasil Perikanan Non
Konsumsi Tertentu yang Baik (CPHN).
14
Persyaratan sistem jaminan mutu produk berlaku untuk negara
tujuan yang memerlukan registrasi perusahaan maupun negara
tujuan yang tidak/belum mempersyaratkan registrasi perusahaan
yang akan melakukan ekspor hasil perikanan non konsumsi tertentu.
C. Sertifikasi Cara Penanganan Hasil Perikanan Non Konsumsi
Tertentu yang Baik (CPHN)
Bagi perusahaan yang akan melakukan ekspor ke negara tujuan yang
mempersyaratkan adanya Sistem Jaminan Mutu Produk, maka
perusahan wajib menerapkan sistem jaminan sebagai berikut:
1. Memenuhi persyaratan standar prasarana, lokasi bangunan
berada di lingkungan yang tidak tercemar, bangunan harus
dirancang dan ditata dengan konstruksi yang memenuhi
persyaratan sanitasi serta dipelihara kebersihannya;
2. Bahan baku produk tertelusur, tidak mengunakan bahan baku
yang dilarang/dilindungi, bahan baku tidak tercemar/
terkontaminasi/ bercampur dengan bahan lain yang dilarang;
3. Memenuhi persyaratan standar pengolahan yang menerapkan
standar operating prosedur (SSOP) dan Biosecurity sesuai
persyaratan negara tujuan;
4. Mempunyai buku panduan mutu yang meliputi: standar
pengawasan, standar pengolahan, standar pengemasan, standar
penyimpanan, distribusi produk dan rekaman kegiatan untuk
memastikan semua kegiatan dikerjakan dengan baik dan
tertelusur dan
5. Memenuhi persyaratan lain yang dinyatakan pada regulasi dan
standar negara tujuan.
Bagi perusahaan yang telah menerapkan standar jaminan mutu
tersebut berarti telah menerapkan prinsip-prinsip GMP, SSOP,
Traceability dan Biosecurity. Dalam hal perusahaan tersebut
telah dilakukan verifikasi dan inpeksi oleh Petugas Karantina
Ikan dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan maka berhak
untuk mendapatkan Sertifikat Cara Penanganan Hasil Perikanan
Non Konsumsi Tertentu yang Baik (CPHN).
15
Untuk mendapatkan Sertifikat Cara Penanganan Hasil Perikanan
Non Konsumsi Tertentu yang Baik (CPHN) perusahaan dapat
mengajukan ke UPT KIPM dengan melampirkan dokumen sebagai
berikut:
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), untuk pemohon
perorangan atau fotokopi akte pendirian perusahaan dan
fotokopi KTP penanggung jawab perusahaan, untuk pemohon
berbadan hukum;
2. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
3. Surat keterangan dari Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi
perikanan yang menjelaskan bahwa yang bersangkutan
melakukan kegiatan usaha di bidang perikanan, untuk
pemohon perorangan atau badan hukum;
4. Peta daerah lokasi, gambar tata letak (Lay Out) dan foto
bagunan/ ruangan yang akan ditetapkan sebagai instalasi; dan
5. Dokumen (pedoman) sistem mutu karantina ikan, yang
memuat: Panduan mutu, prosedur kerja (SOP) dan/atau
instruksi kerja serta formulir (rekaman data/log book) kegiatan,
termasuk di dalamnya alur proses produksi dan identifikasi
bahaya disetiap proses produksi.
D. Registrasi
Bagi perusahaan yang telah menerapkan Sistem Jaminan Mutu
Produk seperti diatas dapat melanjutkan dengan proses registrasi
terutama apabila akan melakukan ekspor ke negara yang
mempersyaratkan registrasi. Perusahaan dapat melakukan registrasi
melalui otoritas kompeten (BKIPM) yang akan merekomendasikan
kepada negara tujuan. Perusahaan yang akan mengajukan registrasi
harus melampirkan dokumen sebagai berikut:
1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk pelaku usaha berbadan
hukum;
2. Identitas pemilik yang sah (Kartu Tanda Penduduk atau Kartu
Identitas WNA);
3. Ijin Usaha Perikanan;
4. Akte pendirian perusahaan;
16
5. Sertifikat Cara Penanganan Hasil Perikanan Non Konsumsi
Tertentu (CPHN); dan
6. Surat keterangan domisili perusahaan.
E. Pengendalian internal/mandiri (audit internal)
Perusahan yang telah menjalankan Sistem Jaminan Mutu Produk
harus secara konsisten menerapkan pengendalian internal secara
efektif dalam rangka menjamin mutu produk, antara lain melalui:
1. Melakukan kontrol terhadap masuknya bahan baku;
2. Melakukan prosedur kebersihan atau sanitasi dan disinfeksi
terhadap personil dan lingkungan;
3. Memenuhi persyaratan standar pengolahan yang menerapkan
sanitasi operating prosedur (SSOP)/Biosecurity sesuai
persyaratan negara tujuan;
4. Mengisi dengan benar rekaman pengawasan, pengolahan,
pengemasan, penyimpanan dan distribusi produk;
5. Memelihara dan menjaga arsip operasional yang mencakup
rekaman pada penyimpanan masuk dan keluar, produksi,
pengolahan; dan
6. Memastikan produk yang akan di ekspor sesuai dengan standar
negara tujuan yaitu dengan melakukan pengujian terhadap
sample produk secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu)
bulan sekali.
F. Pengawasan oleh Petugas Karantina
Dalam rangka menjamin produk yang dihasilkan, BKIPM mempunyai
kewajiban melakukan pengawasan rutin/inspeksi pada perusahaan
yang telah tersertifikasi CPHN paling sedikit 6 (enam) bulan sekali,
meliputi:
1. Pengendalian dan ketertelusuran bahan baku dan produk jadi;
2. Pengendalian terhadap proses produksi/pengolahan;
3. Penerapan sanitasi dan disinfeksi (Biosecurity);
4. Rekaman produksi, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan
distribusi produk; dan
5. Pengendalian internal/audit internal.
17
Hasil pengawasan atau inspeksi dibuat daftar rekaman kredibilitas
baik atau buruk perusahaan tersebut. Apabila terdapat temuan
penyakit epidemi, racun yang berlebihan, bahan yang berbahaya atau
masalah lain terkait keamanan, kesehatan dan kualitas hasil
perikanan non konsumsi tertentu pada saat inspeksi maka Karantina
Ikan harus melakukan peningkatan pengawasan dan penelusuran
terhadap penyebabnya pada setiap proses produksi. Apabila terjadi
temuan inkonsistensi maka perusahaan diberi waktu untuk
melakukanperbaikan selama 1 (satu) bulan. Selama masa perbaikan
maka sertifikat CPHN dibekukan sementara dan tidak boleh
melakukan ekspor.
G. Inspeksi Cara Penanganan Hasil Perikanan Non Konsumsi
Tertentu
1. Inspeksi penerapan CPHN dilakukan untuk memastikan
konsistensi penerapan GMP, SSOP, Tracebility dan Biosecurity
sesuai dokumen mutu.
2. Inspeksi dilakukan oleh Inspektur Karantina yang telah memiliki
nomor registrasi sesuai Keputusan Kepala Badan KIPM tentang
Inspektur Karantina Ikan.
3. Hasil inspeksi dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
penerbitan sertifikat CPHN.
4. Tim inspeksi sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang inspektur yang
terdiri dari 1 (satu) orang inspektur pusat sebagai pimpinan tim
dan 2 (dua) inspektur UPT KIPM sebagai anggota.
5. Hasil inspeksi segera dilaporkan kepada Kepala Badan KIPM.
H. Persyaratan standar nutrisi, komposisi atau parameter tertentu
Masing-masing negara mempunyai persyaratan tersendiri terkait nilai
kandungan nutrisi suatu hasil perikanan non konsumsi tertentu
seperti kandungan lemak, protein, HPIK/HPI tertentu, salmonela dan
lainnya. Persyaratan ini dimiliki oleh beberapa negara tujuan dengan
standar kandungan yang berbeda-beda. Disamping persyaratan-
persyaratan tersebut beberapa negara juga mempersyaratkan bahwa
kandungan hasil perikanan non konsumsi tertentu tidak boleh
18
bercampur dengan produk yang berasal dari selain ikan seperti
unggas, kuda, sapi dan hewan lainnya.
Berdasarkan persyaratan-persyaratan tersebut maka dilakukan
penanganan masing-masing sesuai peryaratan.
1. Persyaratan standar kandungan nutrisi sesuai persyaratan
negara tujuan
Pemenuhan persyaratan standar kandungan nutrisi/komposisi
atau parameter tertentu oleh negara tujuan dilakukan pengujian
sampel uji produk perikanan non konsumsi tertentu di
laboratorium. Pengujian dapat dilakukan oleh laboratorium UPT
KIPM dan/atau laboratorium terakreditasi lainnya sesuai ruang
lingkup, apabila laboratorium UPT KIPM belum mampu
melakukan uji.
2. Persyaratan bebas kandungan /komposisi yang dipersyaratkan
(contoh: protein hewani, nabati atau GMO)
Pemenuhan persyaratan kandungan hasil perikanan non
konsumsi tertentu bebas kandungan/komposisi yang
dipersyaratkan (contoh: protein hewani, nabati atau GMO) dapat
dilakukan dengan melakukan pengendalian pada proses produksi,
yang meliputi:
a) Pengendalian bahan baku;
b) Pengendalian terhadap proses produksi/pengolahan;
c) Mempunyai standar prasarana yang menerapkan prinsip
Biosecurity;
d) Mempunyai buku panduan mutu;
e) Melakukan pencatatan rekaman kegiatan (log book); dan
f) Melakukan pengujian hasil produksi.
3. Persyaratan pengujian mutu, perlakuan atau sertifikat
tertentu
Pemenuhan persyaratan pengujian mutu atau sertifikat tertentu
dimaksudkan bagi hasil perikanan non konsumsi tertentu yang
mempunyai karakteristik khusus terkait dengan perlakuan dan
pengujian mutu tertentu, seperti: pengujian mutu mutiara atau
fumigasi untuk cangkang kerang. Sertifikasi atas perlakuan atau
pengujian tersebut dilakukan dan diterbitkan oleh lembaga
19
sertifikasi khusus. Dalam hal tersebut maka sertifikat menjadi
persyaratan wajib sebelum UPT KIPM menerbitkan Health
Certificate for Fish and Fishery Products dan/atau surat
persetujuan muat (SPM), atau Sertifikat Kesehatan Ikan dan Mutu
Hasil Perikanan Domestik.
I. Pengepakan dan Pelabelan
1. Pengepakan harus dilakukan pada kondisi yang higienis untuk
menghindari kontaminasi pada hasil perikanan non konsumsi
tertentu;
2. Bahan pengepak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) tidak boleh mempengaruhi karakteristik maupun mutu dari
hasil perikanan non konsumsi tertentu;
b) tidak boleh menjadi sumber kontaminasi yang membahayakan
kesehatan manusia maupun lingkungan; dan
c) harus cukup kuat melindungi hasil perikanan non konsumsi
tertentu.
3. Untuk tujuan pengawasan ketertelusuran (traceability) produk,
digunakan label untuk produk yang dikemas, atau dokumen yang
menyertai untuk produk yang tidak dikemas, yang berisi
informasi:
a) asal dan jenis produk yang dapat ditulis secara lengkap atau
singkatan dengan menggunakan huruf besar;
b) nama dan nomor registrasi unit pengumpul/supplier; dan
c) kandungan nutrisi dan komposisi produk.
J. Alur Proses Pemeriksaan
1. Pelaporan pengeluaran hasil perikanan non konsumsi tertentu
oleh pemilik dan/atau kuasanya, harus dilengkapi dengan
dokumen yang dipersyaratkan;
2. Petugas Karantina melakukan analisa terhadap pelaporan
pengeluaran media pembawa, meliputi:
a) Pemeriksaan kelengkapan, kebenaran dan keabsahan
dokumen;
b) Identifikasi persyaratan mutu hasil perikanan non konsumsi
tertentu dan menentukan tindakan selanjutnya;
20
K. Pemeriksaan Dokumen
Pemeriksaan dokumen dilakukan setelah adanya pelaporan
pengeluaran hasil perikanan non konsumsi tertentu oleh pemilik.
Pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen dilakukan
terhadap Permohonan Pemeriksaan Karantina yang sudah dilengkapi
dengan dokumen karantina dan dokumen lain yang dipersyaratkan.
Pemeriksaan kelengkapan dokumen adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui pemenuhan kewajiban pemilik hasil
perikanan non konsumsi tertentu terhadap seluruh jenis dokumen
yang dipersyaratkan atau diwajibkan dalam kegiatan lalu lintas hasil
perikanan non konsumsi tertentu.
Selanjutnya setelah pemeriksaan kelengkapan dokumen, dilakukan
pemeriksaan keabsahan dokumen. Pemeriksaan keabsahan dokumen
dapat dilakukan bersamaan waktunya dengan pemeriksaan
kelengkapan dokumen. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka meneliti
keaslian dokumen dengan memperhatikan hal-hal seperti logo, nomor
seri sertifikat, specimen tanda tangan, cap/stempel emboge, barcode
dan ciri khusus dari setiap negara/daerah asal/instansi terkait yang
mengeluarkan dokumen.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen tersebut petugas karantina
melakukan analisa sesuai dengan persyaratan, kemudian
menentukan tindakan selanjutnya.
L. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kebenaran isi dokumen dilakukan untuk mengetahui
kesesuaian antara isi (jenis, jumlah, dan/atau ukuran) hasil
perikanan non konsumsi tertentu dengan dokumen yang
menyertainya dan untuk mengetahui bahwa hasil perikanan non
konsumsi tertentu tidak busuk/rusak/bukan merupakan hasil
perikanan yang termasuk kategori larangan. Hasil Perikanan yang
akan dilakukan pemeriksaan harus dalam kondisi siap periksa.
Pemeriksaan fisik dapat dilaksanakan di tempat pengeluaran. Hasil
Perikanan Non Konsumsi Tertentu yang akan dilakukan pemeriksaan
harus dalam kondisi siap periksa.
21
1. Pemeriksaan di Tempat Pengeluaran.
Pemeriksaan di tempat pengeluaran dapat dilakukan apabila
berdasarkan analisa tindakan karantina memungkinkan untuk
melakukan pemeriksaan fisik secara benar, akurat dan
merepresentasikan kondisi sesungguhnya. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan untuk jumlah yang tidak terlalu besar sehingga
memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan dengan mudah
dan akurat.
2. Pemeriksaan di Unit Pengolahan Hasil Perikanan Non Konsumsi
Tertentu.
Pemeriksaan di Unit Pengolahan dapat dilakukan apabila
berdasarkan analisa tindakan karantina tidak memungkinkan
untuk melakukan pemeriksaan fisik secara benar, akurat dan
merepresentasikan kondisi sesungguhnya apabila dilakukan
pemeriksaan di pintu pengeluaran. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan untuk jumlah media pembawa dengan jumlah yang
besar sehingga memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan
dengan mudah dan akurat.
M. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dalam rangka memenuhi
persyaratan negara tujuan terkait pengujian parameter tertentu.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap:
1. hasil perikanan non konsumsi tertentu merupakan jenis yang
dipersyaratkan dengan kandungan nutrisi, komposisi atau
pengujian parameter tertentu.
2. hasil perikanan non konsumsi tertentu yang pengujian dan/atau
perlakuannya dilakukan oleh institusi diluar UPT KIPM dibuktikan
dengan Laporan Hasil Uji (LHU) dan/atau laporan hasil perlakuan
(LHP) .
Pengujian dapat dilakukan di laboratorium UPT KIPM atau
laboratorium uji lain yang sudah terakreditasi sesuai ruang lingkup
dengan parameter uji atau sertifkat tertentu yang dipersyaratkan.
22
N. Penanganan Hasil Perikanan Non Konsumsi Tertentu Yang
Dipersyaratkan Negara Tujuan.
1. Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen dinyatakan tidak lengkap
dan/atau tidak sah maka terhadap pelaporan tersebut dilakukan
penolakan.
2. Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen dinyatakan lengkap dan
sah maka terhadap pelaporan tersebut dilakukan analisa dan
tindakan selanjutnya.
3. Apabila berdasarkan hasil analisa termasuk jenis yang
dipersyaratkan dengan pengujian tertentu maka dilakukan
pengambilan sample dan pemeriksaan fisik untuk dilakukan
pengujian dan/atau perlakuan sesuai persyaratan.
4. Apabila berdasarkan laporan hasil uji dinyatakan
sesuai/memenuhi peryaratan maka diterbitkan Health Certificate
for Fish and Fishery Products.
5. Apabila berdasarkan pemeriksaan ulang dinyatakan benar dan
sesuai maka diterbitkan SPM.
6. Apabila berdasarkan pemeriksaan ulang, tidak benar, tidak sesuai,
rusak, busuk atau merupakan jenis yang dilarang maka dilakukan
penolakan dan/atau pemusnahan.
O. Penanganan Hasil Perikanan Non Konsumsi Tertentu Yang Tidak
Dipersyaratkan Negara Tujuan.
Dilakukan pemeriksaan dokumen berdasarkan PPK dan dokumen
pendukung lainnya.
1. Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen dinyatakan tidak lengkap
dan/atau tidak sah, maka terhadap pelaporan tersebut dilakukan
penolakan.
2. Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen dinyatakan lengkap dan
sah, maka terhadap pelaporan tersebut dilakukan analisa dan
tindakan karantina selanjutnya.
3. Apabila berdasarkan hasil analisa bukan merupakan jenis yang
dipersyaratkan maka dilakukan pemeriksaan fisik.
4. Apabila berdasarkan pemeriksaan fisik, benar dan sesuai maka
diterbitkan SPM.
23
5. Apabila berdasarkan pemeriksaan fisik, tidak benar, tidak sesuai,
rusak, busuk atau merupakan jenis yang dilarang maka dilakukan
penolakan dan/atau pemusnahan.
24
BAB IV
PENUTUP
Pedoman standar pemeriksaan dan penanganan hasil perikanan non
konsumsi tertentu ini disusun dalam rangka memberikan acuan kepada
petugas karantina agar menjadi lebih efektif, terarah, terintegrasi dan tepat
sasaran.
Semoga pedoman ini mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi
keberhasilan pembangunan perkarantinaan ikan di Indonesia khususnya,
dalam rangka meningkatkan penerimaan hasil perikanan non konsumsi
tertentu di negara tujuan. Keberadaan pedoman ini hendaknya dapat
menjadikan setiap satuan kerja di lingkup BKIPM dapat memberikan
kemudahan layanan, serta menjamin terselenggaranya pelayanan
perkarantinaan ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan
yang dengan baik kepada setiap warga negara Indonesia tanpa diskriminasi.
KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN
HASIL PERIKANAN,
ttd.
RINA
Lembar Pengesahan
No. Nama Pejabat Paraf
1 Sekretaris BKIPM
2 Kepala Pusat SSK
3 Kepala Pusat Karantina Ikan
4 Kepala Bagian Hukum, Kerja Sama
dan Humas
5 Kepala Subbag Hukum