Kelompok A_scenario Clinic_week 1_Emosi Membawaku Ke Rumah Sakit
KEPRIBADIAN TOKOH BU SUCI DAN WASKITO DALAM NOVELeprints.unram.ac.id/2843/1/SKRIPSI.pdfmengarungi...
Transcript of KEPRIBADIAN TOKOH BU SUCI DAN WASKITO DALAM NOVELeprints.unram.ac.id/2843/1/SKRIPSI.pdfmengarungi...
i
KEPRIBADIAN TOKOH BU SUCI DAN WASKITO DALAM NOVEL
PERTEMUAN DUA HATI KARYA N.H DINI PERSPEKTIF
BEHAVIORISME TEORI B.F SKINNER
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu
(S-1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Oleh
WAHIDA HARDIYANTI
E1C 112128
UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA,
DAN DAERAH
2016
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Kesuksesan yang kita dapatkan datang bukan dengan instan, tetapi dengan penuh perjuangan dan cobaan. Siapa saja yang mampu bersabar dan bertahan, maka
dialah orang yang akan meraih kesuksesan”.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada :
Kedua orangtuaku Zainudin dan Suciati, tanpa mereka apa jadinya aku.
Terimakasih yang tiada terhingga untukmu, atas semua jasa dan doamu
selama ini yang selalu menyertai setiap iringan langkahku dalam
mengarungi hidup. Lantunan nasihat dan petuah yang keluar dari mulutmu
telah membawaku sampai saat ini. Segala kasih sayang dan ketulusan hati
yang mereka curahkan dalam merawat, menjaga, membesarkan,
membimbing, serta memberikanku kesempatan untuk menggali ilmu
pengetahuan sampai tingkat pendidikan setinggi ini. Tiada orang yang
paling berharga di dunia ini selain mereka, tidak kata, tidak juga harta yang
mereka harapkan dariku. Itu semua suci murni mereka lakukan dengan hati
yang tulus nan ikhlas. Begitu besar pengorbanan yang telah mereka berikan
kepadaku, namun tidak pernah mereka meminta imbalan dan balasan
v
dalam bentuk apapun. Hanya cukup dengan melihatku berhasil, itu sudah
kebahagiaan yang tiada duanya bagi mereka. Terimaksihku pelita hatiku.
Tulisan ini juga kupersembahkan untuk orang-orang terdekatku, semua
keluargaku, Suamiku, Kak Rusnan, Kak Eni, Kak Atik, Kak Muas, dan
semuanya tanpa terkecuali, tanpa kalian juga aku tidak akan seperti ini.
Terimakasih atas segala semangat, doa, dan dukungan yang telah kalian
kirimkan untukku.
Teman-teman mahasiswa FKIP Unram Himbasterindo ’12, Eva, Sri, Ihat, Asri,
dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas
semuanya. Canda, tawa, susah, dan senang telah kita lalui bersama selama di
bangku kuliah. Perjalanan kita masih panjang, ini bukan akhir dari
segalanya. Semoga kesuksesan selalu menyertai kita semua.
vi
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas diucapkan selain mengucapkan puji syukur atas
kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat yang telah diberikan kepada hamba-Nya,
baik itu nikmat dalam bentuk kesehatan, kesabaran, dan keikhlasan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Kepribadian Tokoh Bu
Suci Dan Waskito Dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya N.H Dini Perspektif
Behaviorisme Teori B.F Skinner tepat pada waktunya. Sholawat serta salam yang
tidak lupa kita haturkan kepada junjungan alam, Nabi akhir zaman, baginda Nabi kita,
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, karena berkat
bimbingan beliaulah kita bisa merasakan nikmatnya dunia islam seperti saat ini.
Tentunya penyusunan skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan ketulusan hati penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. H. Wildan, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas Mataram.
2. Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni FKIP Universitas Mataram.
3. Drs. H. Khairul Paridi, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Bahasa, Sastra
Indonesia, dan Daerah FKIP Universitas Mataram.
4. Murahim M,Pd., selaku dosen Pembimbing Akademik.
5. Drs. Mari’i, M,Si., selaku dosen pembimbing skripsi I, yang dengan kesabaran
hati telah memberikan saran dan masukan dalam penuyusunan skripsi ini.
vii
6. Murahim M,Pd., selaku dosen pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya
dengan penuh kesabaran dan ketelitian dalam membimbing, memberikan arahan,
serta masukan yang sangat berguna bagi penulis, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
7. Semua dosen yang mengajar di FKIP UNRAM, khususnya pada Program Studi
Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah yang telah bersedia membagi dan
memberikan ilmunya dengan penuh kasih sayang.
8. Bapak dan Ibuku tercinta Zainudin dan Suciati, yang dengan penuh kesabaran,
dan keikhlasan dalam merawat, membimbing, membesarkanku, mengajariku,
menyayangiku, dan mendoakanku serta selalu menjadi penyemangat hidupku.
9. Keluarga besarku tercinta, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah kalian
berikan selama ini.
10. Teman-teman seperjuanganku di Kampus Putih HIMBASTERINDO ’12,
terimakasih yang sebesar-besarnya untuk kalian.
11. Semua pihak yang telah ikut mendukung dan membantu dalam penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu, segala
bentuk saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari
semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini sesuai yang diaharapkan.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Mataram, Desember 2016
Penulis,
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1. 2 Rumusan Masalah ...................................................................... 4
1. 3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
1. 4 Manfaat penelitian ...................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 6
2.1 Penelitian Yang Relevan ............................................................. 6
2.2 Landasan Teori ............................................................................ 7
2.2.1 Kepribadian ....................................................................... 7
2.2.2 Teori Kepribadian Behaviorisme B.F Skinner ................. 11
2.2.3 Tokoh ................................................................................ 18
2.2.4 Novel ................................................................................. 22
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 22
3.1 Jenis Penelitian........................................................................... 26
3.2 Data dan Sumber Data ............................................................... 26
3.2.1 Data ................................................................................... 26
3.2.2 Sumber Data ..................................................................... 27
3.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 28
3.3.1 Studi Pustaka ..................................................................... 28
3.3.2 Pencatatan .......................................................................... 28
ix
3.4 Metode Analisis Data .................................................................. 29
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 31
4.1 Deskripsi Data ............................................................................. 31
4.2. Kepribadian Tokoh Bu Suci dan Waskito dalam Novel
Pertemuan Dua Hati Karya N.H Dini Perspektif Behaviorisme
B.F Skinner ................................................................................. 38
4.2.1 Asumsi Dasar Skinner ....................................................... 39
4.2.2. Stimulus Tak Berkondisi .................................................. 40
4.2.3 Stimulus Berkondisi ........................................................... 42
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 51
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 51
5.2 Saran ............................................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA
x
KEPRIBADIAN TOKOH BU SUCI DAN WASKITO DALAM NOVEL
PERTEMUAN DUA HATI KARYA N.H DINI PERSPEKTIF
BEHAVIORISME B.F SKINNER
Oleh
Wahida Hardianti
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian tentang psikologi, khususnya mengenai
kepribadian. Berdasarkan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu
bagaimanakah kepribadian tokoh Bu Suci dan Waskito dalam novel Pertemuan Dua
Hati karya N.H Dini perspektif behaviorisme B.F Skinner? Adapun tujuan dari
penelitian ini, yaitu mendeskripsikan kepribadian tokoh Bu Suci dan Waskito dalam
novel Pertemuan Dua Hati. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
adalah metode studi pustaka dan pencatatan. Adapun di dalam penyajian hasil analisis
data disajikan dalam bentuk deskripsi. Berdasarkan hasil penelitian, deskripsi data,
kepribadian tokoh bu suci dan waskito dalam novel pertemuan dua hati karya N.H
dini dengan perspektif behaviorisme b.f skinner, asumsi dasar skinner, stimulus tak
berkondisi, dan stimulus berkondisi.
Kata kunci : psikologi kepribadian , novel pertemuan dua hati
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra adalah suatu karya yang mengekspresikan pengalaman jiwa
dan tidak meninggalkan unsur keindahan sehingga dapat menimbulkan
kenikmatan batin yang membuat pembaca berimajinasi dengan khayalan
pengarang. Karya sastra sebagai hasil imajinatif berfungsi untuk hiburan yang
menyenangkan, karya sastra juga berguna menambah pengalaman batin bagi
pembacanya. Membicarakan sastra yang imajinatif, berhadapan dengan tiga jenis
genre yaitu prosa, puisi dan drama. Prosa dalam pengertian kesastraan juga
disebut fiksi, teks naratif atau wacana naratif. Istilh fiksi dalam pengertian ini
adalah cerita rekaan atau khayalan. Hal itu disebabkan karena fiksi merupakan
karya naratif yang isinya tidak mengarah pada kebenaran sejarah, menurut
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:2).
Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi memberikan berbagai permasalahan
manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai
permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang diungkapkannya kembali
melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Salah satu jenis prosa adalah
novel. Novel merupakan bagian dari karya fiksi yang memuat pengalaman
manusia secara menyeluruh atau merupakan suatu terjemahan tentang perjalanan
hidup yang bersentuhan dengan kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan
bahwa karya fiksi berupa novel adalah suatu potret realitas yang terwujud melalui
2
bahasa yang estetis. Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia,
dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang
dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar,
sudut pandang, dan lain – lain. Oleh sebab itu ada hubungan antara sastra dengan
psikologi, namun hubungan sastra dengan psikologi bersifat tidak langsung.
Sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan
ke dalam seni, sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku
manusia dan proses mental.
Salah satu novel yang terkait dengan psikologi adalah novel yang berjudul
Pertemuan Dua Hati karya NH. Dini. Pemilihan novel Pertemuan Dua Hati
karya NH. Dini ini sebagai bahan kajian, dilatarbelakangi oleh adanya keinginan
untuk memahami kepribadian tokoh Bu Suci dan Waskito sebagai bagian masalah
yang diangkat pengarang melalui karyanya. Salah satu tokoh utama dalam novel
ini adalah Bu Suci. Bu Suci adalah seorang guru yang baik, ramah, ulet,
bijaksana, dan sesuai dengan namanya Suci. Yang kedua adalah Waskito, dia juga
salah satu tokoh utama yang pada awalnya berwatak antagonis berubah menjadi
protagonis menjelang akhir cerita berkat Bu Suci. Waskito adalah orang yang
kasar, kurang ajar, dan salah satu orang yang ”nakal” di sekolahnya. Namun,
sebenarnya dia adalah anak yang baik. Pertemuan Dua Hati adalah sebuah novel
karya NH. Dini yang diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama pada tahun
1986. Novel ini bercerita tentang Bu Suci yang bertanggungjawab atas Waskito
dan ia mampu membuktikannya dalam jangka waktu tiga bulan. Bu Suci mampu
3
merubah pandangan murid-murid, teman kerjanya dan Kepala Sekolah mengenai
Waskito yang dianggap mereka anak yang nakal. Keberhasilan itu, tentunya
disertai dengan usaha yang keras dan tanpa henti yang dilakukan oleh Bu Suci
yang mampu merubah anak nakal menjadi anak baik. Selain berhasil berubah
muridnya, ia juga berhasil menjaga kesehatan anaknya yang kedua. Semakin
lama, kesehatan anaknya berangsur membaik meski harus tetap minum obat dan
pulang lebih awal dari teman-temanya yang lain.
Novel ini dengan jelas membahas tentang hubungan antara guru dan
murid tidak terbatas hanya dengan menyampaikan pelajaran yang sudah
ditetapkan sesuai dengan kurikulum, melainkan lebih dari itu harus ada
keterikatan batin dan rasa kasih sayang seperti orang tuanya sendiri. Supaya
mampu menciptakan lulusan-lulusan yang bisa membawa diri sendiri serta
mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Penelitian ini menitikberatkan pada psikologi kepribadian B.F. Skinner.
Menurut Skinner perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Selain itu menurut Skinner, hubungan antara
stimulus dan respons yang terjadi melalui inetraksi dalam lingkungannya, yang
kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dirumuskan dalam
judul “Kepribadian Tokoh Bu Suci dan Waskito dalam Novel Pertemuan Dua
Hati Karya N.H Dini Perspektif Behaviorisme B.F Skinner”.
4
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah; “bagaimanakah kepribadian tokoh Bu Suci dan
Waskito dalam novel Pertemuan Dua Hati karya N.H Dini perspektif
behaviorisme B.F Skinner?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan kepribadian tokoh Bu Suci dan Waskito dalam novel Pertemuan
Dua Hati.
1.4. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini, meliputi manfaat teoritis
dan manfaat praktis.
1.4.1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu
pengetahuan tentang sastra khususnya dalam menganalisis novel dengan
pendekatan behaviorisme B.F Skinner.
1.4.2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan
kesadaran bagi masyarakat pada umumnya untuk tidak hanya menikmati
karya sastra itu sebagai bacaan hiburan tetapi juga memanfaatkannya
sebagai media pembelajaran.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang membahas tentang “Kepribadian tokoh Bu Suci dan
Waskito dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya N.H Dini Perspektif
Behaviorisme B.F Skinner, sejauh ini penelitian tersebut belum pernah
dilakukan. Namun, penelitian yang membahas tentang teori psikologi telah
banyak dilakukan. Ada beberapa penelitian yang dapat dijadikan referensi, yaitu:
Suryaningsih (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kepribadian
Tokoh Novel Endesor Karya Andrea Hirata”. Analisis kepribadian penelitian
tersebut adalah hirarki kebutuhan Abaraham Maslow, yaitu: kebutuhan fisiologis,
rasa aman, rasa cinta, aktualisasi, estetika, dan kognitif.
Dalam skripsi Suryaningsih dengan skripsi ini memilki persamaan dan
perbedaan. Persamaannya yaitu dalam skripsi Suryaningsih membahas tentang
bagaimana keperibadian seorang tokoh novel Endoser dalam karya Andrea
Hirata sedangkan dalam skripsi ini membahas tentang bagaimana keperibadian
tokoh Bu Suci dan Waskito dalam novel pertemuan dua hati karya N.H. Dini.
Sedangkan perbedaanya yaitu dalam skripsinya Suryaningsih analisis
keperibadian yang digunakan adalah hirarki kebutuhan Abraham Maslow yaitu:
kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, aktualisasi estetika dan kongnitif,
sedangkan dalam skripsi ini menggunakan persefektif Bahaviorisme B.F Skinner.
6
Devi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Psikologi
Sigmund Freud Tokoh Caligula Karya Albert Camus”. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Devi (2012), yaitu: (1) Kepribadian tokoh Caligula meliputi Id,
yang terbagi dalam insting hidup dan insting mati, ego dansuper ego. (2) Unsur
pembentuk karakter tokoh Caligula antara lain, unsur dari dalam (endogen) dan
unsur dari luar (ekstrogen).
Dalam skripsi Devi dengan sekeripsi ini terdapat persamaan dan perbedaan.
Persamaannya yaitu dalam skripsinya Devi membahas tentang bagaimana
keperibadian tokoh Caligula dalam karya Albert Camus, sedangkan dalam
sekeripsi ini membahas tentang bagaimana keperibadian tokoh Bu Suci dan
Waskito dalam karya N.H. Dini. Sedangkan perbedaannya yaitu dalam
sekeripsinya Devi analisis yang digunakan adalah analisis Psikolog Sigmun
Freund yang meliputi Id dalam insting hidup dan insting mati dalam hal ini
unsure karakternya dari dalam (endogen) dan dari luar (ekstrogen), sedangkan
dalam skripsi ini analisis yang digunakan adalah perspektif Behaviorisme B.F
skinner.
Nurhayati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Tinjauan Psikologi
Tokoh Sheila dalam Novel Sheila Karya Torey Hayden”. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nurhayati (2012), psikologi tokoh Sheila dianalisis menggunakan
pendekatan psikologi Sigmund Freud yang dibagi menjadi tiga bagian: (1)
Struktur kepribadian yang di dalamnya terdapat Id, Ego, dan superego. Hal yang
paling menonjol pada kepribadian ini ada pada bagian Id yaitu sifat destruktif
7
Sheila akibat ditelantarkan oleh ibunya. (2) Dinamika kepribadian terdapat
insting hidup dan insting mati. Pada insting hidup diklasifikasikan menjadi: (a)
Insting kasih sayang, ketika Sheila menanyakan kepada Torey apakah ia
menyayanginya, (b) insting penghargaan, ketika Sheila ingin diakui
kepribadiannya dan (c) insting kebebasan ketika Sheila bebas menyampaikan
gagasannya di dalam kelas. (3) Perkembangan kepribadian tokoh Sheila berawal
dari latar belakang yang kelam dari Sheila, mulai dari ia ditelantarkan oleh
ibunya sendiri, serta rentetan kejadian menyakitkan.
Antara skripsinya Nurhayati dengan skripsi ini terdapat kesamaan dan
perbedaan. Persamaannya yaitu skripsi Nurhayati membahas tentang bagaimana
keperibadian tokoh novel Sheila dalam karya Torey Hayden, sedangkan dalam
sksripsi ini membahas tentang bagaimana keperibadian tokoh novel Bu Suci dan
Waskito dalam karyannya N.H. Dini. Sedangkan perbedaannya yaitu dalam
skripsinya Nurhayati tokoh Sheila dianalisis menggunakan pendekatan psikologi
Sigmun Fraud yang dibagi menjadi tiga bagian struktur keperibadian yakni: Id,
Ego dan Superego. Sedangkan dalam skripsi ini analisis yang digunakan adalah
perspektif Behaviorisme B.F skinner dengan teory SOR (Stimulus-Organis-
Respon).
Ketiga penelitian di atas dapat dijadikan bahan acuan untuk
menyempurnakan penelitian dengan judul “Kepribadian Tokoh Bu Suci Dan
Waskito Dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya N.H Dini Perspektif
Behaviorisme Teori B.F Skinner”.
8
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Kepribadian
a. Pengertian Kepribadian
Kata kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
personality yang berasal dari bahasa Latin persona, yang artinya
topeng. Yang biasa dipakai artis dalam teater. Para artis itu bertingkah
laku sesuai dengan ekspresi topeng yang dipakinya, seolah-olah itu
mewakili kepribadian tertentu (Alwisol, 2014 : 7).
Selanjutnya, dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian
digunakan untuk menggambarkan: (1) Identitas diri, jati diri seseorang,
seperti: “saya seorang yang terbuka” atau “saya seorang yang
pendiam”. (2) Kesan umum seseorang tentang diri anda atau orang lain
seperti: “Dia agresif” atau “Dia jujur” dan (3) Fungsi-fungsi
kepribadian yang sehat atau bermasalah, seperti: “Dia baik” atau “Dia
Pendendam”.
Menurut Alwisol, (2014 : 7) untuk memperoleh pemahaman
lebih jauh tentang kepribadian, berikut dikemukakan beberapa
pengertian dari ahli:
1) Kepribadian adalah nilai sebagai stimulus social, kemampuan
menampilkan secara mengesankan (Hilgard & Marquis).
9
2) Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan,
individual, unik, usaha mencapai tujuan, kemampuannya bertahan
dan membuka diri, kemampuan memperoleh pengalaman (Stern).
3) Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam system
psikofisiologik seseorang yang menentukan model penyesuaiannya
yang unik dengan lingkungan (Allport).
4) Kepribadian adalah pola trait-trait yang unik dari seseorang
(Guilford).
5) Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat
umum banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap
dalam merespon suatu situasi (Pervin).
6) Kperibadian adalah seperangkat karakteristik dan kecenderungan
yang stabil, yang menentukan keumuman dan perbedaan tingkah
laku psikologik (berfikir, mersa, dan gerakan) dari seseorang dalam
waktu yang panjang dan tidak dapat dipahami secara sederhana
sebagai hasil dari tekanan social dan tekanan biologic saat itu
(Maddy atau Burt).
7) Kepribadian adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh,
yang sejak lahir sampai mati tidak pernah berhenti terlibat dalam
pengubahan kegiatan fungsional ( Murray).
10
8) Kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan, dan tingkah
laku yang membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak
berubah lintaswaktu dan situasi (Phares).
Berdasarkan pengertian kepribadian di atas, maka istilah
kepribadian dapat diartikan sebagai tingkah laku dari seseorang
individu yang mencerminkan dirinya.
b. Perubahan Kepribadian
Meskipun kepribadian seseorang itu relatif tetap, namun
kenyataan sering ditemukan adanya perubahan kepribadian. Perubahan
itu terjadi dipengaruhi beberapa faktor.
Yusuf dan Nurihsan (2011 : 11) mengatakan bahwa, faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kepribadian
diantaranya sebagai berikut:
(1) Faktor fisik: gangguan otak, kurang gizi (malnutrisi),
mengkonsumsi obat-obatan terlarang (NAPZA atau NARKOBA),
minuman keras, dan gangguan organik (sakit atau kecelakaan).
(2) Faktor lingkungan social budaya, seperti: krisis politik, ekonomi,
dan keamanan yang menyebabkan terjadinya masalah pribadi
(stress, depresi), dan masalah social (pengangguran, premanisme,
dan kriminalitas).
11
(3) Faktor diri sendiri, seperti: tekanan emosional (frustasi yang
berkepanjangan), dan identifikasi atau imitasi terhadap orang lain
yang berkepribadian menyimpang.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, faktor-faktor
yang menyebabkan perubahan kepribadian adalah faktor lingkungan
social budaya dan faktor diri sendiri.
2.2.2 Teori Kepribadian Behaviorisme B.F Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar
mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para
tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana
dan dapat menunjukkan konsepnya tentang konsep belajar secara sederhana
dan dapat menunjukkan tentang belajar secara komprehensif. Menurut
Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui
inetraksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para
tokoh sebelumnya.
a. Asumsi Dasar Skinner
Skinner memiliki tiga asumsi dasar dalam membangun teorinya.
1) Tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu (Behavior is lawful).
Ilmu adalah usaha untuk menemukan keteraturan, menunjukkan
bahwa peristiwa tertentu berhubungan secara teratur dengan
peristiwa lain.
12
2) Tingkah laku dapat diramalkan (behavior can be predicted). Ilmu
bukan hanya menjelaskan, tetapi juga meramalkan. Bukan hanya
menangani peristiwa masa lau, tetapi juga masa yang akan datang.
Teori yang berdaya guna adalah yang memungkinkan dapat
dilakukannya prediksi mengenai tingkah laku yang akan datang dan
menguji prediksi itu.
3) Tingkah laku dikontrol (Behevior can be cotrolled). Ilmu dapat
menemukan antisipasi dan menentukan/membentuk (sedikit-banyak)
tingkah laku seseorang (Alwisol, 2014: 320).
b. Stimulus dan Respon
Pendekatan behavioral berpijak pada anggapan bahwa kepribadian
manusia adalah hasil dari bentukan lingkungan tempat ia berada.
Pendekatan behavioral mengabaikan faktor pembawaan manusia yang
dibawa sejak lahir, seperti perasaan, insting, kecerdasan, bakat dan lain-
lain. Dengan anggapan ini manusia dianggap sebagai produk lingkungan
sehingga manusia menjadi jahat, penurut, serta ekstrem sebagai bentukan
lingkungannya.
Berdasarkan anggapan di atas, perilaku manusia diskapi sebagai
respon yang akan muncul kalau ada stimulus tertentu yang berupa
lingkungan. Skinner membagi dua macam stimulus, yakni (1) stimulus
tak berkondisi, yaitu stimulus yang bersifat alami dan (2) stimulus
berkondisi, stimulus yang ada sebagai hasil manipulasi, atau stimulus
13
yang dapat dibentuk oleh manusia dengan harapan untuk menghasilkan
perilaku tertentu yang diharapkannya.
Berdasarkan macam stimulus tersebut, Skinner membagi perilaku
(respon) manusia menjadi dua kelompok pula, (1) perilaku tak
berkondisi, perilaku yang bersifat alami, yang terbentuk dari stimulus tak
berkondisi; (2) perilaku berkondisi, yaitu perilaku yang muncul sebagai
respon atau stimulus berkondisi (Endraswara, 2008: 57).
c. Pengaruh Lingkungan
Seperti yang kita ketahui bahwa lingkungan sangat berpengaruh
dalam pembentukan perilaku seseorang. Hal tersebut sesuai dengan teori
Behaviorisme B.F Skinner yang beranggapan bahwa ketika dilahirkan,
pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Pendekatan
behavioral berpijak pada anggapan bahwa kepribadian manusia adalah
hasil dari lingkungan tempat ia berada. Hal ini tidak seperti anggapan
psikologi kognitif yang menganggap sebaliknya, yakni kepribadian
manusia dibentuk oleh faktor bawaan (agen internal). Dengan anggapan
ini, pendekatan behavioral mengabaikan faktor pembawaan manusiayang
dibawa sejak lahir, seperti perasaan, insting, bakat, kecerdasan, dan lain-
lain.
Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterima dari
lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan
14
manusia yang buruk. Begitu pula sebaliknya, lingkungan yang baik akan
menghasilkan manusia yang baik (Hambali dan Jaenudin, 2013: 128).
d. Tipe Tingkah Laku
Skinner membagi tingkah laku ke dalam dua tipe, yaitu responden
dan operan. Tingkah laku responden (responden behavior) adalah respon
atau tingkah laku yang dibangkitkan atau dirangsang oleh stimulus
tertentu. Tingkah laku responden ini wujudnya adalah refleks.
Contohnya: mata berkedip kena debu, menarik tangan pada saat terkena
sengatan setrum listrik. Berkedip dan menarik tangan adalah respon
(refleks), sedangkan debu dan sengatan setrum adalah stimulus.
Tingkah laku responden ini ternyata dapat juga dbentuk melalui
proses conditioning atau melalui belajar. Konsep ini aslinya berasal dari
Ivan Pavlov, dan Pavlov sendiri mengadopsinya dari Jhon B. Watson
(ahli psikologi Amerika) yang mengembangkan metode penelitian
tentang teori behaviorisme.
Tingkah laku ini tergantung pada reinforcement dan secara
langsung merespon stimulus yang bersifat fisik. Setiap respon dirangsang
oleh stimulus tertentu. Tingkah laku ini juga tidak memberikan dampak
apa-apa terhadap lingkungan, seperti respon air liur anjing terhadap
stimulus (bunyi bell) tidak mengubah bell atau reinforce (makanan) yang
mengikutinya. Dalam hal ini Skinner merasa yakin bahwa tingkah laku
15
responden kurang begitu penting dibandingkan dengan tingkah laku
operan.
Tingkah laku operan (operant behavior) adalah merespon atau
tingkah laku yang bersifat spontan (sukarela) tanpa stimulus yang
mendorongnya secara langsung. Tingkah laku ini ditentukan atau
dimodifikasi oleh reinforcement yang mengikutinya (Yusuf dan
Nurihsan, 2011: 128-129).
e. Pengkondisian Tingkah Laku Operan
Teori yang dikembangkan Skinner terkenal dengan “Operant
conditioning”, yaitu bentuk belajar yang menkankan respon-respon atau
tingkah laku yang sukarela dikontrol oleh konsekuen-konsekuennya.
Proses “Operant conditioning” dijelaskan oleh Skinner melalui
eksperimennya terhadap tikus, yang terkenal dengan “Skinner box”.
Ketika tikus dimasukkan ke dalam peti (box) tidak diberi makan
untuk beberapa waktu lamanya (tikus menjadi lapar), dia bertingkah laku
secara spontan dan acak, dia aktif mendengus, mendorong, dan
mengeksploitasi lingkungannya. Tingkah laku tikus ini bersifat
dirangsang oleh stimulus tertentu dari lingkungannya.
Setelah beberapa lama beraktivitas, tikus secara kebetulan
menekan tombol yang terletak pada salah satu sisi peti yang
menyebabkan makanan jatuh ke dalam kotak. Makanan tersebut penguat
reinforcer (penguat) bagi tingkah laku (respon) menekan pengungkit.
16
Tikus mulai menekan pengungkit dalam frekuensi yang lebih sering.
Mengapa? Karena tikus menerima lebih banyak makanan. Tingkah laku
tikus sekarang berada di bawah control reinforcement. Kegiatannya
sekarang tidak lagi bersifat spontan atau acak, tetapi lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk menekan tombol dan kemudian makan.
Berdasarkan eksperimennya, Skinner berkesimpulan bahwa
“operant conditioning” lebih banyak membentuk tingkah laku manusia
dari pada “classical condisioning”, karena respon-respon manusia lebih
banyak disengaja dari pada yang reflektif.
Menurut Skinner, konsekuen (dampak) yang menyenangkan,
netral, dan tidak menyenangkan melibatkan reinforcement, ekstingsi dan
hukuman (Yusuf dan Nurihsan, 2011: 129-130).
f. Kekuatan Reinforcement
Menurut Skinner “reinforcement” dapat terjadi dalam dua cara:
positif atau negatif. Yang positif terjadi ketika respon diperkuat (muncul
lebih sering) sebab diikuti oleh kehadiran stimulus yang menyenangkan
“reinforcement” positif ini sinonim dengan “reward” (penghargaan).
Reinforcement positif memotivasi banyak tingkah laku sehari-hari.
Seperti belajar keras karena mendapat nilai yang bagus, bekerja ekstra
keras ingin memenangkan promosi. Dalam kedua contoh tersebut, respon
terjadi karena respon mengarah pada hasil-hasil yang positif di masa lalu.
Reinforcement positif juga mempengaruhi perkembangan kepribadian
17
respon-respon diikuti oleh hasil yang menyenangkan diperkuat dan
cenderung menjadi pola kebiasaan bertingkah laku.
Sementara reinforcement negatif terjadi ketika respon diperkuat
(sering dilakukan), karena diikuti oleh stimulus yang tidak
menyenangkan. Reinforcement negative memainkan peran dalam
perkembangan kecendrungan-kecendrungan untuk menolak
(menghindar). Pada umumnya orang cendrung menghindar pada situasi
yang kaku atau masalah pribadi yang sulit.
Sifat kepribadian ini berkembang, karena tingkah laku menghindar
dapat melepaskan diri dari kecemasan. Apabila tingka laku menghindar
itu terus dilakukan dan berhasil menghilangkan kecemasan, maka halite
dapat memberikan dampak yang meluas terhadap aspek kehidupan yang
lainnya, dan kebiasaan tersebut akan menjadi aspek kepribadian (Yusuf
dan Nurihsan, 2011: 130- 131).
g. Ekstingsi dan Hukuman (Extinction & Punishment)
Seperti dampak “classical conditioning”, dampak dari “ operan
conditioning”pun tidak berlangsung lama (bersifat lemah dan bisa
lenyap). Terjadinya ekstingsi dimulai ketika respon-respon yang
diperkuat mengakhiri dampak yang positif. Beberapa responmungkin
dapa diperlemah dengan hukuman. Menurut Skinner hukuman ini terjadi
ketika respon diperlemah (menurut frekuensinya dan bahkan
18
menghilang), karena diikuti oleh kehadiran stimulus yang tidak
menyenangkan.
Perbedaan antara reinforcement negative dengan hukuman adalah
bahwa respon dalan reinforcement ne3gatif mengarah kepada proses
menghilangkan sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga respon itu
diperkuat, sedangkan respon pada hukuman mengarah kepada hadirnya
sesuatu tidak menyenangkan, sehingga respon diperlemah, atau
mengarah kepada konsekuensi yang negatif (Yusuf dan Nurihsan, 2011:
131-132).
2.2.3 Tokoh dan Penokohan
a. Tokoh
Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya dalam kehidupan
sehari-hari, selalu diemban pleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu.
Tokoh mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu
mampu menjalin suatu cerita.
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2012: 165), tokoh cerita
(character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas
normal dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Boulton (dalam Aminuddin, 2011: 79) mengungkapkan bahwa
cara mengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu
19
berbagai macam. Mungkin pengarang menampilkan tokoh sebagai
pelaku yang hanya hidup di alam mimpi, pelaku ytang memiliki
selamat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang
memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya,
maupun pelaku yang egois, kacau dan mementingkan diri sendiri.
Dalam cerita fiksi pelaku itu dapat berupa manusia, kancil, kucing,
sepatu dan lain-lain.
Tokoh yang ditampilkan dalam cerita diberi waktu tersendirioleh
pengarang. Perbedaan watak itulah yang menimbulkan pertentangan
atau konflik dalam diri tokoh-tokoh itu. Pertentangan tersebut dapat
berupa pertentangan antara tokoh dengan tokoh, tokoh dengan
lingkungan, atau pertentangan yang terjadi pada diri tokoh itu sendiri.
Tokoh-tokoh dalam sebuah fiksi dapat dibedakan kedalam
beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu
dilakukan, yaitu:
1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling
banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang
dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2012: 177). Karena tokoh utama
paling banyak diceritakan dan selalu berhungan dengan tokoh-tokoh
lain, ia sangan menentukan perkembangan plot secara keseluruhan.
20
Tokoh utama pada umumnya merupakan tokoh yang sering diberi
komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya.
Sedangkan, tokoh tambahan atau tokoh pembantu adalah tokoh
yang memiliki peranan tidak penting karena kemunculannya hanya
melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama (Aminuddin, 2011:
79). Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keselurihan cerita
lebih sedikit, dan kehadirannya hanya jika ada keterkitannya dengan
tokoh utama.
2) Tokoh Protagonis dan Antagonis
Aminuddin (2011: 80) mengatakan bahwa, tokoh protagonis
adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara
popular disebur hero. Tokoh protagonist merupakan pelaku yang
memiliki watak yang baik sehingga disenangi pembaca.
Dalam sebuah karya fiksi harus mengandung konflik,
ketegangan khusunya konflik dan ketegangan yang dialami oleh
tokoh protagonist. Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh
antagonis. Tokoh antagonis merupakan tokoh yang tidak disenangi
pembaca karena memiliki watak yang tidak sesuai dengan apa yang
didambakan oleh pembaca.
21
3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Berdasarkan perwatakannya tokoh cerita dapat dibedakan
kedalam tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh
konfleks atau tokoh bulat (complex atau round character).
Tokoh utama dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang
hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang
tertentu saja. Ia tidak memiliki watak dan tingkah laku yang dapat
memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku
seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton dan hanya
mencerminkan satu watak tertentu (Nurgiyantoro, 2012: 181).
Sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan
diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian
dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat
diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan
tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti
pertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun
pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan
tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia
yang sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai
kemungkinan sikap dan tindakan ia juga sering memberikan kejutan,
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2012: 183).
22
Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perwatakannya, tokoh
dibedakan menjadi tokoh sederhana dan tokoh bulat. Tokoh
sederhana adalah tokoh yang emeiliki karakter tertentu sedangkan
tokoh bulat memiliki karakter kompleks atau beragam.
b. Penokohan
Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh
cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah,
pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan
sebagainya. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165) penokohan
adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Sudjiman (1988:22) watak
adalah kualitas nalar dan jiwa tokoh yang membedakannya dengan
tokoh lain.
Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut
penokohan. Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya.
Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan
memilih tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh tersebut, sedangkan
perwatakan berhubungan dengan bagaimana watak tokoh-tokoh
tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa
penokohan adalah penggambaran atau pelukisan mengenai tokoh cerita
baik lahirnya maupun batinnya oleh seorang pengarang.
23
2.2.4 Novel
Kata novel dalam bahasa inggris yaitu novel inilah yang kemudian
masuk ke Indonesia, berasal dari bahasa Itali yaitu novella (yang dalam
bahasa Jerman: novella). Secara harfiah novella berarti “sebuah barang
baru yang kecil”, Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2012: 9).
Novel adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya
dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, 2002: 788).
Menurut Nurhayati (2012:29), novel merupakan pengungkapan dari
fragmen kehidupan manusia (dalam jangka yang lebih panjang).
Nurgiyantoro (2012: 15) menyatakan pula bahwa, novel merupakan karya
yang bersifat realistis. Lebih mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan
psikologi yang lebih mendalam. Novel berkembang dari bentuk-bentuk
naratif nonfiksi, misalnya surat, biografi, kronik, atau sejarah.
Jassin (dalam Nurgiyantoro, 2012: 16), membatasi novel sebagai
suatu cerita yang bermain dalam manusia dan benda yang di sekitar kita,
tidak mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan
seseorang dan lebih mengenai sesuatu episode. Mencermati pernyataan
tersebut, pada kenyataannya banyak novel Indonesia yang digarap secara
mendalam, baik itu penokohan maupun unsur-unsur intrinsic lain. Hendy
(dalam Nurgiyantoro, 2012: 18) juga mengemukakan bahwa novel
merupakan prosa yang terdiri dari serangkaian peristiwa dan latar.
24
Laelasari dan Nurlailah (2008:167) mengatakan novel adalah karya
fiksi yang menawarkan sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang
diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsik
seperti peristiwa, plot, tokoh, (dan penokohan), latar, sudut pandang dan
lain-lain yang tentu bersifat imajinatif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
novel adalah sebuah cerita fiksi yang menggambarkan atau melukiskan
kehidupan tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur. Cerita fiksi tidak
hanya sebagai cerita khayalan semata atau sebuah imajinasi yang
dihasilkan oleh pengarang namun merupakan realitas atau sebuah imajinasi
yang dihasilkan oleh pengarang namun merupakan realitas atau fenomena
yang dilihat dan dirasakan.
Novel terbagi menjadi dua jenis yaitu pertama fiksi, sesuai namanya
novel ini berkisah tentang hal yang fiktif dan tidak pernah terjadi. Cerita,
tokoh, alur, maupun latar belakangnya, semuanya hanya karangan penulis
saja. Kedua yaitu novel non fiksi, novel ini kebalikan dari novel fiksi, yaitu
novel yang bercerita tentang hal nyata yang pernah terjadi. Umumnya jenis
ini berdasarkan pengalaman seseorang, kisah nyata, atau berdasarkan
sejarah.
Berdasarkan genre cerita, jenis novel dibagi menjadi beberapa
macam. Pertama novel romantis. Cerita dari jenis novel yang satu ini
berkisar seputar percintaan dan kasih sayang. Dari awal hingga akhir
25
pembaca akan disuguhi konflik percintaan yang dibumbui oleh
romantisme. Kedua novel horror. Jenis novel yang satu ini memiliki cerita
yang menegangkan, seram, dan pastinya membuat pembaca berdebar-
debar. Umumnya bercerita tentang hal-hal yang mistis atau dunia gaib.
Ketiga novel misteri. Cerita dari jenis novel ini lebih rumit karena memiliki
unsur teka-teki yang harus dipecahkan. Keempat novel komedi. Sesuai
dengan namanya novel ini mengandung unsur kelucuan atau humor yang
pasti membuat orang-orang tertawa dan terhibur. Kelima novel inpiratif.
Novel inspiratif adalah jenis novel yang ceritanya mampu menginspirasi
banyak orang. Umumnya novel ini sarat akan pesan moral atau hikmah
tertentu yang bisa diambil oleh pembaca, sehingga pembaca merasa
mendapat sesuatu dorongan dan motivasi untuk melakukan hal yang lebih
baik.
Berdasarkan isi dan tokoh, novel dibagi menjadi empat jenis, yaitu
pertama, Teenlit. Teenlit berasal dari kata teen yang berarti remaja dan lit
dari kata literature yang berarti tulisan atau karya tulis. Jenis novel ini
bercerita seputar permasalahan para remaja umunya, tentang cinta atau
persahabatan. Tokoh dan bangsa pasarnya novel ini adalah anak usia
remaja, usia yang dianggap labil dan memiliki banyak pernasalahan.
Kedua, Chicklit. Chicklit adalah bahasa slang dari Amerika yang berarti
wanita muda, jadi jenis novel yang satu ini bercerita tentang seputar
kehidupan atau permasalahan yang dihadapi oleh seorang wanita muda
26
pada umumnya. Jenis buku novel ini sebenarnya bisa dinikmati oleh siapa
saja, namun umumnya cerita dari novel ini lebih konfleks, rumit bahkan
kadang mengandung unsur dewasa yang tidak terlalu muda ditangkap oleh
usia remaja singkat. Ketiga, songlit. Novel ini ditulis berdasarkan sebuah
lagu contohnya ruang rindu, di mana judul novel adalah sebuah lagu
ciptaan Letto group band Indonesia yang terkenal lewat lagu ini yang
menjadi soundtrack sinetron Intan yang melambungkan nama Naysila
Mirdad dan Dude Harlino, buku ini bisa dinikmati oleh siapapun baik
remaja maupun orang dewasa. Keempat, novel dewasa. Novel jenis ini
tentu saja hanya diperuntukkan bagi orang dewasa karena umumnya
ceritanya bisa seputar percintaan yang mengandung unsur sensualitas orang
dewasa.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Di
mana penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2009: 9) adalah penelitian yang
digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung
makna. Makna disini adalah data sebenarnya berupa kata-kata, kalimat, dan
wacana. Sehingga data yang dikumpulkan dalam analisis deskriptif adalah berupa
kata-kata, kalimat dan wacana.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk membangun persepsi alamiah sebuah
objek. Penelitian kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh
deskripsi tentang kepribadian tokoh Bu Suci dan Waskito dalam Novel
Pertemuan Dua Hati Karya N.H Dini Perspektif Behaviorisme B.F Skinner.
3.2 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
Data menurut Muhajir (dalam Siswantoro, 2005: 63), diartikan sebagai
alat untuk memperjelas pikiran dan pada dasarnya merupakan sumber
informasi yang diperoleh dan dikumpulkan lewat narasi dan dialog di dalam
novel atau cerita pendek dengan merujuk pada konsep sebagai kategori. Data
dalam penelitian ini adalah kata-kata, kalimat dan wacana yang menunjukkan
aspek kepribadian yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati karya N.H
Dini berdasarkan teori Behaviorisme B.F Skinner.
28
3.2.2 Sumber Data
Sumber data adalah subjek penelitian dari mana data diperoleh
(Arikunto, 2013: 172). Sumber data dalam penelitian ini adalah novel
Pertemuan Dua Hati karya N.H Dini dengan identitas sebagai berikut.
Judul Novel : Pertemuan Dua Hati
Pengarang : N.H Dini
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun Terbit : 1986
Cetakan : Pertama
Jumlah Halaman : 85
Jenis Buku : Novel
Jumlah Bab : 6
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah
untuk dipecahkan dan dipahami (Ratna, 2012:34). Berikut beberapa metode yang
digunakan dalam pengumpulan data.
3.3.1 Studi Pustaka
Studi pustaka digunakan untuk menemukan sumber acuan yang
efektif. Sumber acuan yang dimaksud adalah novel yang berjudul
Pertemuan Dua Hati karya N.H Dini.
29
3.3.2 Pencatatan
Metode pencatatan ini merupakan lanjutan dari metode studi
pustaka, metode ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara
mencatat data-data setelah melakukan pembacaan novel secara
menyeluruh.
Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu:
1. Membaca novel Pertemuan Dua Hati karya N.H Dini secara
menyeluruh.
2. Mengumpulkan data berupa kata-kata, kalimat dan wacana yang
terkait dengan kepribadian tokoh Bu Suci dan Waskito dalam novel
Pertemuan Dua Hati karya N.H Dini.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif, maksudnya yaitu pendeskripsian penelitian ini dengan cara
menjelaskan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data. Data yang
diperoleh dari penelitian bukan berbentuk angka-angka melainkan kata-kata yang
terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati karya N.H Dini. Sehingga dalam hal
ini, peneliti terlebih dahulu mendeskripsikan data-data yang telah terkumpul dan
menganalisisnya berdasarkan teori behaviorisme B.F Skinner.
Langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian
ini adalah:
30
a. Mengidentifikasi data yang berupa aspek kepribadian tokoh Bu Suci
dan Waskito dalam novel Pertemuan Dua Hati karya N.H Dini.
b. Mengklasifikasikan data yang berkaitan dengan indikator psikologi
Behaviorisme B.F Skinner.
c. Menganalisis data yang berkaitan kepribadian tokoh Bu Suci dan
Waskito yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati karya N.H
Dini dengan menggunakan teori Behaviorisme B.F Skinner.
d. Menarik kesimpulan.
31
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Pada penelitian ini, peneliti akan memaparkan keperibadian tokoh Bu suci dan
Waskito dalam novel pertemuan dua hati karya NH. Dini perspektif Behaviorisme
B.F Skinner yang disajikan dalam bentuk tabel. Berikut penyajiannya berdasarkan
data yang ditemukan.
No. No.
Halaman Data
1. 9 Purwodadi kota kecil, gersang, tanpa daya tarik. Tetapi itu
adalah kota kelahiranku. Bagaimana pun jeleknya, aku biasa
hidup di sana. Aku mengenalnya seperti mengenal orang
tuaku sendiri. Hampir sepuluh tahun aku menjadi guru di
sana. Pekerjaan ini bukan pilihanku sendiri. Ketika aku lulus
SD, orang tuaku menasehatkan agar aku masuk ke sekolah
guru. Katanya sangat cocok bagi wanita. Untuk membujukku
ibuku menambahkan, bahwa libur guru sama panjangnya
dengan anak sekolah. Melebihi orang yang bekerja di kantor.
Kata-kata ini diucapkan oleh orang tuaku karena mereka
mengetahui pekerjaan apa yang sebenarnya kuinginkan. Aku
bercita-cita menjadi seorang sekertaris.
32
2. 9 Aku bercita-cita menjadi seorang sekretaris. Aku sering
melihat gadis atau wanita muda yang mengetik dan mengurus
kantor. Mereka selalu berpakaian bagus. Tata rambut
maupun dandanan baju senantiasa rapi. Mereka keliatan lebih
cantik dan menarik daripada guru yang mengajarkanku.
Waktu itu umurku masih sangat muda. Yang memikat hanya
sifat-sifat yang kelihatan dari luar. Yang kuketahui pekerjaan
seketaris hanyalah sebagai juru tulis. Keberesan kator kukira
sama dengan keberesan rumah tangga yang kusaksikan
sehari-hari. Setelah dewasa barulah aku mengetahui betapa
rumit dan sukar menjadi seketaris yang baik.
3. 31 Dari keterangan-keterangan yang kudapatkan, aku menarik
kesimpulan bahwa waskito tidak berpura-pura. Tingkah
lakunya bersungguh-sungguh meskipun tidak dapat
dibenarkan. Kemarahan atau ketenangannya didorong oleh
hati yang kekurangan perhatian lingkungan terdekatnya yaitu
keluarga
4. 31 Menurut cerita neneknya kepada guru-guru, ketika belum
berumur satu setengah tahun adiknya lahir. Langsung saja
ibunya menumpahkan perhatian serta asuhan kepada anak
yang kedua. Barangkali waskito sadar menjadi anak yang
33
tersisihkan. Bapaknya jarang dirumah, seringkali berpergian
keluar kota bahkan keluar negri. Kalau pulang selalu
membawa oleh-oleh. Baik berupa makanan dalam kaleng
maupun permainan mewah. Begitupula pakian lengkap untuk
menyamar coboy, orang Indian dan lain-lain. Semuanya serba
bagus. Waskito selalu bangga memamerkannya kepada
kawan-kawannya di sekolah. Tetapi, rupa-rupanya benda
merah tersebut kurang diperlukannya. Dia lebih
menginginkan satu atau dua kalimat manis dari bapaknya.
Usapan tangan dikepalanya, atau pandangan penuh perhatian
keibuan. Apabila ayah kembali dari berpergian atau dari
kantor, waskito menceritakan apa yang dialaminya. Kalimat
anak itu belum selesai, bapaknya sudah membuka surat kabar
lalu mulai membaca. Kalau waskito meminta supaya
bapaknya meneliti PRnya, si bapak menyahut terlalu capek.
Dengan cara demikian anak itu tumbuh dilingkungan orang
tua yang tidak memberikan waktu sedikitpun buat dia
5. 34 Persoalan murid sukar tidak pernah kubawa ke rumah. Aku
berusaha sedapat mungkin memisahkan pekerjaan dari
kehidupan keluarga. Diwaktu-waktu terlalu didesak oleh
proyek atau urusan administrasi sehingga aku terpaksa
34
membawa ulangan maupun tes murid kerumah untuk
kuperiksa aku mempunyai peraturan yang hampir selalu
dapat aku patuhi. Yaitu tidak membicarakan apapun prihal
murid dan pekerjaan yang sedang kuhadapi kepada
keluargaku.
6. 38 Dan nenek itu meneruskan. Semua kemauan anak dituruti,
katanya karena cinta pada anak. Aku sependapat dengan
nenek waskito bahwa itu bukan kecintaan ataupun
kesayangan melainkan kelemahan. Anak-anak harus diajar
berdisiplin atau keteraturan dalam hidup sehari-hari.ini akan
member pengaruh besar dalam cara berfikirnya kelak pada
umur dewasa.
7. 41 Dengan bekal gambaran itu semua aku lebih merasa siap.
Bahkan mulai mengenal waskito sebagai satu watak.
Sewaktu berada di rumah kakek dan neneknya, anak itu harus
mengikuti peraturan-peraturan yang berbeda dari rumahnya
sendiri. Kakek yang selama bertahun-tahun tidak pernah
mendengarkan anjuran atau pendapat istrinya, saat itu harus
mematuhi nasehat dan petunjuk rekan-rekannya ahli ilmu
jiwa anak. Waskito harus diberi rasa tanggung jawab. Harus
diberi kesadaran hidup bermasyarakat, mengumpul dengan
35
orang lain. Kakek itu berhasil memaksa anak dan menantu
agar tidak mencampuri urusan waskito selama dia berada di
bawah pengawasannya. Tidak memberi uang saku satu rupiah
pun! Di rumah nenek dan kakek, waskito harus bersikap
sopan dan manis, menolong mengerjakan tugas ringan
disamping masuk sekolah dengan teratur. Jika selama
sepekan dia memenuhi peraturan tersebut, dia berhak
menerima uang saku dari nenek. Jumlah uang itu ditentukan
oleh ketekutan waskito mematuhi peraturan, bagus tidaknya
pelaksanaanya.
8. 44 Menurut pendapatku, anak normal, mulai dari umur delapan
tahun sudah mampu menentukan pilihan. Ya, seharusnyalah
waskito ditanya memilih tinggal bersama siapa. Oleh karena
perlakuan yang dianggapnya kejam itu, dia langsung
menunjukkan reaksi pembrontakannya. Dia kembali menjadi
anak dan murid sukar, bahkan melebihi diwaktu-waktu yang
telah lalu. Tidak hanya memberontak terhadap lingkungan
orang tuanya, sekolah beserta kawan dan gurunya, tetapi kini
dia juga membenci kakek dan neneknya. Barangkali dia
mengira pasangan lanjut usia itu tidak dapat melindunginya
dari perebutan, di mana tanpa pikiran. Dan pastilah anak itu
36
semakin merasa sepi. Dia menganggap kakek dan neneknya
telah menghianatinya.
9. 46 Sepintas lalu tentu saja aku mementingkan anakku daripada
muridku. Tetapi benarkah sikap itu? Benarkah pilihan ini
didiktekan oleh suara hatiku yang sesungguhnya dan setulus-
tulusnya? Aku menyukai pekerjaanku sebagai guru. Tak
terhingga rasa lega yang kudapatkan disaat-saat aku berhasil
membuat seorang atau beberapa anak didik mengerti sesuatu
pelejaran yang semula kurang dipahaminya. Tarikan waskito
sedemikian besar bagiku, karena jauh dilubuk hati, aku
menyadari bahwa aku harus menolong anak itu. Demi
menyelamatkan seorang calon anggota masyarakat,tetapi
barangkali juga demi kepuasan pribadiku.
10. 65 Mungkin karena khawatir uangnya akan kuambil, dalam
banyak hal dia mengalah, merobah sikap menjadi lebih patuh.
Meskipun begitu waskito tidak pernah kehilangan akal, selalu
mengisi hari-hari lain dengan gangguan lain pula. Aku
menuruti siasat yang tidak terlalu keras. Kalau dia
menunjukkan sikap manis saja, aku pura-pura tidak melihat
kesalahannya. Kuberikan isyarat kepada murid yang
terganggu, atau kubisikan agar dia keluar kelas sebentar.
37
11. 69 “Berbicara mengenai tugas,” aku cepat menyela, karena
terlalu bersenang hati mendapatkan kesempatan
mengutarakan isi hatiku mengenai pendidikan. “ saya kira
tugas kita juga termasuk menolong murid-murid sukar.
Selama hampir tiga bulan, ya hampir tiga bulan sekarang saya
bertanggung jawab akan kelas dan murid ini, saya mulai
mengnal dan mengerti dia. Barangkali dia juga demikian
terhadap saya. Tetapi kami berdua masih memerlukan waktu
lagi.” Aku menoleh kearah kepala sekolah. Nada suara
kubuat benra-benar rendah hati: “satu bulan, Pak! Saya
mohon diberi satu bulan lagi!”.
12. 84 Waskito menoleh, menatap pandangku, seolah-olah apa yang
kukatakan baru kali itu terpikir olehnya. Dari sinar matanya
jelas nampak bahwa dia merenungkan kalimatku yang paling
akhir. Aku mempergunakan kesempatan sebaik-baiknya,
menambahkan: “kita semua cendrung memuaskan nafsu
kekesalan dan kemarahan semau kita. Itu memang sifat
manusia. Bu suci berusaha memberikan didikan kerendahan
hati dan menahan persaan kepada murid-murid.hingga saat
ini kamu berhasil mendapat pujian para guru dan kepala
sekolah. Pertahankanlah ini! Jangan membuat seisi kelas dan
38
aku ketakutan semacam tadi”.
13. 85 Raport berikutnya berisi angka-angka normal. Untuk
menghadiahi usaha kerasnya yang berhasil meraih tempat
sebagai murid “biasa”, pada waktu libur waskito kami bawa
menengok kota kecil kami Purwodadi. Dia diajak suamiku
memancing sepuas-puas hatinya. Dan aku tidak menyesal
memenuhi janjiku terlalu dini, karena sekembali dari liburan,
kuperhatikan dia semakin berobah. Seolah-olah dia bertekad
menjadi murid yang lebih dari biasa saja. Untuk seterusnya
dia selalu tedaftar kedalam baris anak-anak yang pandai di
kelasku.
4.2 Kepribadian Tokoh Bu Suci dan Waskito dalam Novel Pertemuan Dua Hati
Karya N.H Dini dengan Perspektif Behaviorisme B.F Skinner.
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dalam penelitian ini akan
dipaparkan kepribadian tokoh Bu Suci dan Waskito dalam novel Pertemuan Dua
Hati karya N.H Dini dengan perspektif Behaviorisme B.F Skinner. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan tiga sub teori yang dikemukakan
oleh Skinner mengenai kepribadian tokoh. Ketiga sub teori yang dimaksud tentang
kepribadian tokoh yaitu asumsi dasar skinner, stimulus tak berkondisi dan stimulus
berkondisi.
39
4.2.1 Asumsi Dasar Skinner
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Skinner
memiliki tiga asumsi dasar dalam membangun teorinya, yakni Behavior is
lawful (tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu), behavior can be predicted
(Tingkah laku dapat diramalkan), dan Behevior can be cotrolled (Tingkah
laku dikontrol). Ketiga asumsi tersebut yang relevan dengan kutipan di bawah
ini adalah behavior can be predicted yang berarti ingkah laku dapat
diramalkan. Berikut kutipan yang dimaksud.
(1) Menurut pendapatku, anak normal, mulai dari umur delapan
tahun sudah mampu menentukan pilihan. Ya, seharusnyalah
waskito ditanya memilih tinggal bersama siapa. Oleh karena
perlakuan yang dianggapnya kejam itu, dia langsung
menunjukkan reaksi pembrontakannya. Dia kembali
menjadi anak dan murid sukar, bahkan melebihi diwaktu-
waktu yang telah lalu. Tidak hanya memberontak terhadap
lingkungan orang tuanya, sekolah beserta kawan dan
gurunya, tetapi kini dia juga membenci kakek dan neneknya.
Barangkali dia mengira pasangan lanjut usia itu tidak
dapat melindunginya dari perebutan, di mana tanpa
pikiran. Dan pastilah anak itu semakin merasa sepi. Dia
menganggap kakek dan neneknya telah menghianatinya. (Pertemuan Dua Hati, 1986 : 44).
Dari kutipan data (1) di atas dapat digambarkan bahwa tokoh Bu Suci
seolah-olah memahami perasaan yang dirasakan oleh Waskito, yakni perasaan
sedih dan marahnya yang telah menganggap bahwa kakek dan neneknya tidak
dapat melindungi dirinya dari perebutan dan mengganggap mereka telah
menghianatinya. Kutipan di atas relevan dengan teori behaviorisme B.F
40
Skinner yang terkait dengan asumsi dasar Skinner yaitu behavior can be
predicted yang berarti tingkah laku dapat diramalkan.
Menurut Skinner manusia adalah produk lingkungan, manusia menjadi
berperilaku baik, jahat, penurut, dan lainnya karena bentukan dari
lingkungannya sendiri. Berdasarkan anggapan tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa perilaku manusia disikapi sebagai respon yang akan muncul jika ada
stimulus tertentu dari lingkungannya.sehingga dalam hal ini Skinner membagi
dua macam stimulus yakni (1) stimulus tak berkondisi dan (2) stimulus
berkondisi.
4.2.2 Stimulus tak berkondisi
Stimulus tak berkondisi yaitu stimulus yang bersifat alami.
Berdasarkan data yang ditemukan hanya stimulus tak berkondisi pengaruh
lingkungan yang didapatkan. Semuanya dapat dilihat pada data berikut ini.
(2) Mungkin karena khawatir uangnya akan kuambil,
dalam banyak hal dia mengalah, merobah sikap
menjadi lebih patuh. Meskipun begitu waskito tidak
pernah kehilangan akal, selalu mengisi hari-hari lain
dengan gangguan lain pula. Aku menuruti siasat
yang tidak terlalu keras. Kalau dia menunjukkan
sikap manis saja, aku pura-pura tidak melihat
kesalahannya. Kuberikan isyarat kepada murid yang
terganggu, atau kubisikan agar dia keluar kelas
sebentar (Pertemuan Dua Hati, 1986 : 65).
Dari kutipan data (2) karena khawatir uangnya akan kuambil, dalam
banyak hal dia mengalah, merobah sikap menjadi lebih patuh
menunjukkan adanya Stimulus dan Respon yang terjadi antara Bu Suci dan
41
Waskito, di mana stimulus terletak pada sikap Bu Suci pada penggalan
kutipan karena khawatir uangnya akan kuambil, Sedangkan respon yang
muncul dari Waskito adalah terletak pada kalimat merobah sikap menjadi
lebih patuh. Sehingga hal ini berdasarkan teori Behaviorisme B.F Skinner
maka di sebut stimulus secara tidak langsung yaitu kekhawatiran waskito
yang akan diambil uangnya oleh bu suci sehingga waskito mengalah dalam
banyak hal dan mencoba merubah sikapnya menjadi lebih patuh.
(3) Waskito menoleh, menatap pandangku, seolah-olah apa yang
kukatakan baru kali itu terpikir olehnya. Dari sinar matanya
jelas nampak bahwa dia merenungkan kalimatku yang paling
akhir. Aku mempergunakan kesempatan sebaik-baiknya,
menambahkan: “kita semua cendrung memuaskan nafsu
kekesalan dan kemarahan semau kita. Itu memang sifat
manusia. Bu suci berusaha memberikan didikan kerendahan
hati dan menahan perasaan kepada murid-murid.hingga saat
ini kamu berhasil mendapat pujian para guru dan kepala
sekolah. Pertahankanlah ini! Jangan membuat seisi kelas dan
aku ketakutan semacam tadi” (Pertemuan Dua Hati, 1986 :
84).
Dari kutipan data (3) di atas, jika dikaji berdasarkan teori
Behaviorisme B.F Skinner, maka terdapat stimulus yang diberikan oleh Bu
Suci, di mana Bu Suci memberikan nasehat kepada Waskito agar menjadi
anak yang rendah hati dan tidak menakutkan siswasiswa lainnya ketakutan
karena sikapnya yang dianggap nakal. Dari stimulus yang diberikan oleh Bu
Suci maka terlihat bahwa respon Waskito adalah mulai memikirkan dan
merenungkan sikapnya agar menjadi lebih baik.
42
4.2.3 Stimulus Berkondisi
Berdasarkan data yang ditemukan yang termasuk ke dalam stimulus
berkondisi, stimulus yang ada sebagai hasil manipulasi, atau stimulus yang
dapat dibentuk oleh manusia dengan harapan untuk menghasilkan perilaku
tertentu yang diharapkannya. Berkaitan dengan Stimulus dan Respon ini,
kutipan dalam Novel yang relevan adalah sebagai berikut.
(4) Purwodadi kota kecil, gersang, tanpa daya tarik.
Tetapi itu adalah kota kelahiranku. Bagaimana pun
jeleknya, aku biasa hidup di sana. Aku mengenalnya
seperti mengenal orang tuaku sendiri. Hampir sepuluh
tahun aku menjadi guru di sana. Pekerjaan ini bukan
pilihanku sendiri. Ketika aku lulus SD, orang tuaku
menasehatkan agar aku masuk ke sekolah guru.
Katanya sangat cocok bagi wanita. Untuk
membujukku ibuku menambahkan, bahwa libur guru
sama panjangnya dengan anak sekolah. Melebihi
orang yang bekerja di kantor. Kata-kata ini diucapkan
oleh orang tuaku karena mereka mengetahui
pekerjaan apa yang sebenarnya kuinginkan. Aku
bercita-cita menjadi seorang sekertaris. (Pertemuan
Dua Hati, 1986 : 9).
Pada kutipan data (4) di atas dapat dinyatakan bahwa tokoh Bu Suci
sangat menghargai nasihat orang tuanya. Nasihat yang diberikan oleh orang
tua kepadanya adalah agar ia masuk ke sekolah guru walaupun sebenarnya ia
bercita-cita menjadi seorang sekertaris. Dari nasihat tersebut ia akhirnya
masuk ke sekolah guru. Pernyataan tersebut bisa dilihat pada kalimat:
Pekerjaan ini bukan pilihanku sendiri. Ketika aku lulus SD, orang tuaku
menasehatkan agar aku masuk ke sekolah guru. Katanya sangat cocok
43
bagi wanita. Untuk membujukku ibuku menambahkan, bahwa libur
guru sama panjangnya dengan anak sekolah. Melebihi orang yang
bekerja di kantor.
Berdasarkan teori behaviorisme B.F Skinner, pada kutipan tersebut
terdapat stimulus yang berupa nasehat dari orang tua Bu Suci agar dia masuk
ke sekolah guru, hasil dari stimulus tersebut adalah respon dari Bu Suci yang
menuruti nasehat orang tuanya, sehingga sekarang Bu Suci berprofesi sebagai
guru SD. Dilihat dari kepribadian Bu Suci tersebut ditemukan tipe tingkah
laku Bu Suci yaitu tingkah laku operan, dimana tingkah laku operan (operant
behavior) adalah merespon atau tingkah laku yang bersifat spontan (sukarela)
tanpa stimulus yang mendorongnya secara langsung. Kutipan yang relevan
dengan tipe tingkah laku Bu Suci adalah sebagai berikut.
(5) Aku sering melihat gadis atau wanita muda yang mengetik
dan mengurus kantor. Mereka selalu berpakaian bagus.
Tata rambut maupun dandanan baju senantiasa rapi.
Mereka keliatan lebih cantik dan menarik daripada guru
yang mengajarkanku. Waktu itu umurku masih sangat
muda. Yang memikat hanya sifat-sifat yang kelihatan dari
luar. Yang kuketahui pekerjaan seketaris hanyalah sebagai
juru tulis. Keberesan kantor kukira sama dengan keberesan
rumah tangga yang kusaksikan sehari-hari. Setelah dewasa
barulah aku mengetahui betapa rumit dan sukar menjadi
seketaris yang baik (Pertemuan Dua Hati, 1986 : 9).
Dari kutipan data di atas, jelas terdapat tipe tingkah laku operan atau
yang biasa disebut operant behavior karena respon yang terlihat adalah
spontan dan tanpa stimulus secara langsung.
44
Kemudian setelah tokoh Bu Suci dapat menjadi seorang guru, ia
mengkondisikan dirinya untuk tidak mencampur adukkan antara urusan
keluarga dan sekolah. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
(6) Persoalan murid sukar tidak pernah kubawa ke rumah. Aku
berusaha sedapat mungkin memisahkan pekerjaan dari
kehidupan keluarga. Diwaktu-waktu terlalu didesak oleh
proyek atau urusan administrasi sehingga aku terpaksa
membawa ulangan maupun tes murid kerumah untuk
kuperiksa aku mempunyai peraturan yang hampir selalu
dapat aku patuhi. Yaitu tidak membicarakan apapun prihal
murid dan pekerjaan yang sedang kuhadapi kepada
keluargaku (Pertemuan Dua Hati, 1986 : 34).
Dari kutipan data (6) di atas, terlihat bahwa tokoh Bu Suci berusaha
untuk memberikan stimulus terhadap dirinya agar tidak mencampur adukkan
antara urusan sekolah dan keluarga sehingga responnya ialah ia membuat
peraturannya sendiri untuk dipatuhi, yaitu tidak membicarakan apapun perihal
murid dan pekerjaan yang sedang dihadapi kepada keluarganya. Kemudian
yang terbentuk dari respon tersebut ialah tokoh Bu Suci jadi memiliki karakter
yang tegas.
(7) Sepintas lalu tentu saja aku mementingkan anakku daripada
muridku. Tetapi benarkah sikap itu? Benarkah pilihan ini
didiktekan oleh suara hatiku yang sesungguhnya dan setulus-
tulusnya? Aku menyukai pekerjaanku sebagai guru. Tak
terhingga rasa lega yang kudapatkan disaat-saat aku berhasil
membuat seorang atau beberapa anak didik mengerti sesuatu
pelejaran yang semula kurang dipahaminya. Tarikan waskito
sedemikian besar bagiku, karena jauh dilubuk hati, aku
menyadari bahwa aku harus menolong anak itu. Demi
menyelamatkan seorang calon anggota masyarakat, tetapi
barangkali juga demi kepuasan pribadiku (Pertemuan Dua
Hati, 1986 :46).
45
Dari kutipan data (7) di atas yang menunjukkan stimulus terdapat pada
kalimat: Tarikan waskito sedemikian besar bagiku, tarikan yang dimaksud
ialah kenakalan Waskito yang jika ia sanggup mengubahnya menjadi lebih
baik. Sedangkan, respon dari stimulus tersebut ialah jauh dilubuk hati, aku
menyadari bahwa aku harus menolong anak itu. Respon yang dikeluarkan
oleh tokoh Bu Suci ialah bahwa ia memiliki rasa empati yang besar terhadap
Waskito sehingga hasil dari respon yang terjadi adalah Bu Suci mendapat
kepuasan tersendiri apabila dapat menyalamatkan waskito dari kenakalannya.
Kutipan ini dapat dilihat pada kalimat: Demi menyelamatkan seorang calon
anggota masyarakat, tetapi barangkali juga demi kepuasan priba2diku.
(8) Dari keterangan-keterangan yang kudapatkan, aku menarik
kesimpulan bahwa waskito tidak berpura-pura. Tingkah
lakunya bersungguh-sungguh meskipun tidak dapat
dibenarkan. Kemarahan atau ketenangannya didorong oleh
hati yang kekurangan perhatian lingkungan terdekatnya
yaitu keluarga (Pertemuan Dua Hati, 1986 : 31).
Dari kutipan data (8) di atas, kita bisa melihat bahwa watak atau
kepribadian Waskito yang nakal diakibatkan oleh pengaruh lingkungannya,
terutama lingkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarganya Waskito
kurang mendapat perhatian dan kasih sayang sehingga hal inilah yang
menyebabkannya memiliki kepribadian pemarah, nakal dan suka membuat
onar.
(9) Menurut cerita neneknya kepada guru-guru, ketika
belum berumur satu setengah tahun adiknya lahir.
Langsung saja ibunya menumpahkan perhatian serta
46
asuhan kepada anak yang kedua. Barangkali waskito
sadar menjadi anak yang tersisihkan. Bapaknya jarang
dirumah, seringkali berpergian keluar kota bahkan
keluar negri. Kalau pulang selalu membawa oleh-oleh.
Baik berupa makanan dalam kaleng maupun permainan
mewah. Begitupula pakian lengkap untuk menyamar
coboy, orang Indian dan lain-lain. Semuanya serba
bagus. Waskito selalu bangga memamerkannya kepada
kawan-kawannya di sekolah. Tetapi, rupa-rupanya
benda merah tersebut kurang diperlukannya. Dia lebih
menginginkan satu atau dua kalimat manis dari
bapaknya. Usapan tangan dikepalanya, atau pandangan
penuh perhatian keibuan. Apabila ayah kembali dari
berpergian atau dari kantor, waskito menceritakan apa
yang dialaminya. Kalimat anak itu belum selesai,
bapaknya sudah membuka surat kabar lalu mulai
membaca. Kalau waskito meminta supaya bapaknya
meneliti PRnya, si bapak menyahut terlalu capek.
Dengan cara demikian anak itu tumbuh dilingkungan
orang tua yang tidak memberikan waktu sedikitpun buat
dia (Pertemuan Dua Hati, 1986 : 31).
Dari kutipan data (9) di atas memperjelas pengaruh lingkungan
keluarga Waskito yang mengakibatkannya memiliki kepribadian yang nakal
dan suka berbuat onar. Selain itu, kurangnnya perhatian dan kasih sayang dari
kedua orang tuanya semenjak kelahiran adiknya membuatnya semakin sulit
mendapat perhatian sehingga membentuk kepribadiannya yang nakal dan
memberontak.
(10) Dan nenek itu meneruskan. Semua kemauan anak dituruti,
katanya karena cinta pada anak. Aku sependapat dengan
nenek waskito bahwa itu bukan kecintaan ataupun
kesayangan melainkan kelemahan. Anak-anak harus diajar
berdisiplin atau keteraturan dalam hidup sehari-hari.ini
akan member pengaruh besar dalam cara berfikirnya kelak
pada umur dewasa (Pertemuan Dua Hati, 1986 : 38).
47
Dari kutipan data (10) di atas, menunjukkan bahwa pengaruh
lingkungan keluarga Waskito yang mengakibatkannya menjadi anak yang
kurang disiplin dan bertanggung jawab. Waskito menjadi anak yang bersikap
semaunya sendiri karena tidak diperhatikan oleh orang tuanya. Orang tuanya
menuruti semua keinginan Waskito sebagai bukti cinta mereka, padahal
sebenarnya dengan menuruti semua keinginan Waskito bukan sikap yang baik
dari orang tua karena hal ini mengakibatkan Waskito menjadi kurang disiplin
dan bertanggung jawab. Sehingga hal ini nantinya bisa memberi pengaruh
besar dalam cara berfikirnya kelak ketika Waskito sudah dewasa.
(11) Raport berikutnya berisi angka-angka normal. Untuk
menghadiahi usaha kerasnya yang berhasil meraih tempat
sebagai murid “biasa”, pada waktu libur waskito kami
bawa menengok kota kecil kami Purwodadi. Dia diajak
suamiku memancing sepuas-puas hatinya. Dan aku tidak
menyesal memenuhi janjiku terlalu dini, karena sekembali
dari liburan, kuperhatikan dia semakin berobah. Seolah-
olah dia bertekad menjadi murid yang lebih dari biasa saja.
Untuk seterusnya dia selalu tedaftar kedalam baris anak-
anak yang pandai di kelasku (Pertemuan Dua Hati, 1986 :
85).
Dari kutipan data (11) di atas, menunjukkan bahwa Waskito mendapat
pengaruh lingkungan yang baik dari keluarga Bu Suci. Di mana Waskito yang
tadinya nakal dan suka memberontak bisa berubah menjadi anak yang baik
dan rajin mengerjakan tugas-tugas sekolah sehingga dia mendapatkan nilai
raport yang baik. Pengaruh lingkungan yang baik ini jelas diberikan oleh Bu
Suci yang senantiasa mendidik dengan kesabaran dan ketabahannya sehingga
Waskito bisa berubah menjadi anak yang lebih baik.
48
Dari kutipan-kutipan stimulus tak berkondisi dan stimulus berkondisi
di atas ditemukan kekuatan reinforcement yang diberikan kepada Waskito
yaitu kekuatan reinforcement positif, di mana positif terjadi ketika respon
diperkuat (muncul lebih sering) sebab diikuti oleh kehadiran stimulus yang
menyenangkan “reinforcement” positif ini sinonim dengan “reward”
(penghargaan). Kekuatan reinforcement positif tersebut di berikan oleh Kakek
dan Neneknya serta Bu Suci. Kutipan yang relevan dengan hal ini adalah
sebagai berikut.
(12) Dengan bekal gambaran itu semua aku lebih merasa siap.
Bahkan mulai mengenal Waskito sebagai satu watak.
Sewaktu berada di rumah kakek dan neneknya, anak itu harus
mengikuti peraturan-peraturan yang berbeda dari rumahnya
sendiri. Kakek yang selama bertahun-tahun tidak pernah
mendengarkan anjuran atau pendapat istrinya, saat itu harus
mematuhi nasehat dan petunjuk rekan-rekannya ahli ilmu
jiwa anak. Waskito harus diberi rasa tanggung jawab. Harus
diberi kesadaran hidup bermasyarakat, mengumpul dengan
orang lain. Kakek itu berhasil memaksa anak dan menantu
agar tidak mencampuri urusan waskito selama dia berada di
bawah pengawasannya. Tidak memberi uang saku satu
rupiah pun! Di rumah nenek dan kakek, waskito harus
bersikap sopan dan manis, menolong mengerjakan tugas
ringan disamping masuk sekolah dengan teratur. Jika selama
sepekan dia memenuhi peraturan tersebut, dia berhak
menerima uang saku dari nenek. Jumlah uang itu ditentukan
oleh ketekutan waskito mematuhi peraturan, bagus tidaknya
pelaksanaanya (Pertemuan Dua Hati, 1986 : 41).
Dari kutipan data (12) di atas, jika dikaji berdasarkan teori
Behaviorisme B.F Skinner, maka terdapat kekuatan reinforcement positif,
yaitu Waskito harus menaati peraturan-peraturan yang dibuat oleh kakek dan
49
neneknya. Peraturan tersebut ialah bahwa Waskito tidak boleh diberi uang
saku sepeserpun jika dia tidak bersikap sopan dan tidak mau membantu
pekerjaan ringan di rumah neneknya disamping masuk sekolah. Hingga
akhirnya waskito berusaha mematuhi peraturan tersebut supaya dia
mendapatkan uang saku.
(13) “Berbicara mengenai tugas,” aku cepat menyela, karena
terlalu bersenang hati mendapatkan kesempatan
mengutarakan isi hatiku mengenai pendidikan. “ saya kira
tugas kita juga termasuk menolong murid-murid sukar.
Selama hampir tiga bulan, ya hampir tiga bulan sekarang
saya bertanggung jawab akan kelas dan murid ini, saya mulai
mengnal dan mengerti dia. Barangkali dia juga demikian
terhadap saya. Tetapi kami berdua masih memerlukan waktu
lagi.” Aku menoleh kearah kepala sekolah. Nada suara
kubuat benar-benar rendah hati: “satu bulan, Pak! Saya
mohon diberi satu bulan lagi!” (Pertemuan Dua Hati, 1986 :
69).
Dari kutipan data (13) di atas juga terdapat kekuatan reinforcement
positif, yaitu Bu Suci mendapatka kesempatan untuk mengutarakan isi hatinya
mengenai pendidikan. Bu suci ingin membantu murid-muridnya yang nakal.
Pada waktu itu Bu Suci merasa memerlukan waktu lagi untuk mengenal lebih
jauh tentang murid nakalnya yaitu waskito dan akhirnya dia meminta
kesempatan satu bulan lagi untuk merubah waskito menjadi lebih baik, hingga
akhirnya sikap dan sifat waskito bisa berubah menjadi murid yang baik dan
rajin.
50
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini menganalisis tentang kepribadian tokoh Bu Suci dan Waskito
dalam novel Pertemuan Dua Hati Karya N.H Dini Perspektif Behaviorisme B.F
Skinner. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dalam novel Pertemuan Dua Hati Karya N.H Dini ditemukan 13 kutipan
yang relevan dengan tiga sub teori yang dikemukakan oleh Skinner mengenai
kepribadian tokoh, yaitu asumsi dasar skinner, stimulus tak berkondisi dan
stimulus berkondisi.
2. Kepribadian tokoh Bu Suci dalam novel Pertemuan Dua Hati dipandang dari
Perspektif Behaviorisme B.F Skinner adalah seorang guru yang baik, ramah,
ulet, bijaksana dan tanpa kenal lelah membimbing murid-muridnya agar
menjadi anak yang baik. Contohnya saja Waskito, Waskito adalah salah satu
murid Bu Suci yang memiliki watak yang sangat nakal. Bu Suci
bertanggungjawab penuh atas Waskito dan tanpa lelah memberikan nasehat,
bimbingan, dan perhatian kepada Waskito sehingga dalam jangka waktu tiga
bulan dia mampu membuktikan kepada Kepala Sekolah, teman-teman kerja
dan murid-muridnya bahwa Waskito bisa berubah dan menjadi anak yang
lebih baik.
51
3. Kepribadian tokoh Waskito dalam novel Pertemuan Dua Hati karya N.H Dini
dipandang dari perspektif Behaviorisme B.F Skinner adalah seorang anak
yang nakal, pemalas, suka memberontak dan berbuat onar karena kurangnya
perhatian dari lingkungan keluarganya. Namun kemudian berkat Bu Suci yang
tiada henti menasehati, membimbing dan memberikan perhatian penuh kepada
Waskito membuat Waskito berubah menjadi anak yang penurut, rajin dan
lebih baik dari sebelumnya.
5.2 Saran
Disadari bahwa penelitian dengan judul “Kepribadian Tokoh Bu Suci dan
Waskito dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya N.H Dini Perspektif Behaviorisme
B.F Skinner” ini masih belum sempurna, sehingga Peneliti berharap ke depannya ada
penelitian lain yang dapat menyempurnakan, baik dengan tinjauan yang sama yaitu
psikologi sastra atau dengan tinjauan lain yang relevan dengan penelitian yang
mengungkap masalah-masalah yang terdapat dalam novel Pertemuan Dua Hati karya
N.H Dini.
1
Sinopsis Novel Pertemuan Dua Hati
Bu suci adalah seorang guru di sebuah desa di Purwodadi. Ia adalah seorang
guru yang bijak serta sangat mencintai keluarganya. Namun, karena pekerjaan
suaminya, bu Suci dan keluarga terpaksa pindah ke kota Semarang. Disana ia tinggal
dengan suami dan ketiga anaknya serta dengan bibinya yang menjaga anak-anak bu
Suci. Bu Suci mempunyai seorang suami yang sangat pengertian terhadap
keluarganya. Dia selalu mendukung apa saja yang bu Suci lakukan selama itu benar.
Ia pun berniat untuk mencari pekerjaan sebagai guru kembali, karena ia sudah sangat
rindu dengan pekerjaannya itu. Hingga suatu saat ia mengantarkan anaknya ke
sekolah dan ia pun mendapat pekerjaan sebagai seorang guru di sekolah dasar dimana
anakanya bersekolah.
Hari pertama mengajar dilalui bu Suci dengan baik. Namun, ia mulai merasa
ada suatu kejanggalan yang terjadi pada kelas tersebut. Sebisa mungkin bu Suci tidak
pernah mencampurkan persoalan pribadi dengan persoalan di dalam pekerjaannya. Ia
berusaha profesional dengan bisa membagi waktu, agar anak-anaknya tidak pernah
merasa kehilangan sosok ibu dalam dirinya. Hari-hari berikutnya dilalui bu Suci
dengan mulus pula, namun sekarang ia mulai mengerti apa yang mengganjal didalam
pikirannya. Seorang murid bernama Waskito ternyata telah menarik perhatiannya.
Setiap kali ditanya tentang murid tersebut, semua anak seolah terdiam dan tidak ingin
memberi jawaban pada bu Suci.
Namun, akhirnya bu Suci pun mendapatkan jawaban atas semua yang terjadi.
Ternyata muridnya yang bernama Waskito tersebut salah satu murid yang nakal, dan
2
selalu membuat keonaran. Semua murid yang ada dikelas segan pada dia, mereka
takut jika bermasalah dengannya. Menurut cerita yang ada, Waskito seringkali
memukul dan menjahili temannya yang ada di kelas, tanpa sebab apa pun atau
mereka merasa tidak pernah berbuat sesuatu yang membuat Waskito marah. Entah
kenapa bu Suci merasa ada hal yang perlu ia selesaikan dan ia ingin terlibat jauh pada
masalah itu. Dorongan hati yang kuat membuat bu Suci semakin ingin membantu
Waskito menyelesaikan masalahnya.
Sementara itu, anak kedua bu Suci telah di vonis oleh dokter mengidap
penyakit ayan, sehingga kesehatannya perlu dijaga serta ia tidak boleh banyak
beraktivitas. Semua cobaan seolah tengah menghadang pada bu Suci. Disisi lain ia
ingin sekali berada di kelas serta mengetahui perkembangan muridnya yang nakal
tersebut, namun disisi lain ia harus bersusah payah mengantar anaknya ke rumah sakit
untuk berobat. Akhirnya Bu Suci pun mendatangi kediaman kakek dan Nenek
Waskito untuk mendapatkan informasi yang sebanyak mungkin. Ia pun mendapatkan
informasi bahwasannya Waskito sebenarnya merupakan anak yang baik, namun
karena perilaku orang tuanya yang memperlakukannya dengan tidak baik maka ia pun
menjadi murid yang nakal. Neneknya mengatakan bahwa ayahnya seringkali
memukul Waskito tanpa alasan yang jelas jika Waskito melakukan suatu kesalahan
tanpa memberikan pengarahan yang baik, yang seharusnya Waskito perbuat,
sementara Ibunya selalu memanjakannya sehingga Waskito tidak pernah tahu mana
yang baik dan buruk. Selama tinggal bersama neneknya ia menjadi anak yang tahu
3
aturan dan menjadi disiplin, namun setelah orangtuanya memintanya kembali, maka
ia kembali menjadi anak yang nakal dan selalu menjahili teman-temannya.
Bu suci mencoba membantu permasalahan yang dihadapi oleh Waskito.
Seringkali ia memperhatikan semua perilaku Waskito, dan ia perlahan mencoba
mendekati Waskito. Ia meminta Waskito untuk mengantar makanan pada anak
keduanya yang sakit tersebut. Bu Suci mencoba menggambarkan pada Waskito
bahwa ia masih beruntung diberi kesehatan sehingga ia tidak perlu melakukan sesuatu
yang tidak berguna untuk hidupnya. Bu Suci juga memberi kepercayaan pada
Waskito untuk membuat sesuatu, hingga pekerjaan yang dilakukan Waskito dan
kelompoknya mendapat penghargaan dari teman-temannya. Waskito dibuat ada
keberadaannya oleh bu Suci. Selama ini semua murid yang ada di kelas menganggap
Waskito hanya sebagai biang onar dan keributan sehingga keberadaanyya tidak
diinginkan dan dibutuhkan. Namun, sekarang bu Suci mencoba membuat semua hal
tersebut musnah. Kini Waskito tinggal bersama bibinya, sehingga sedikit demi sedikit
ia mulai mendapatkan pelajaran tentang sebuah kasih sayang. Terutama dari keluarga
bibinya, yang selalu rukun meskipun keadaan ekonomi mereka sulit. Bahkan mereka
kadangkali harus berbagi makanan. Namun Waskito senang tinggal di sana. Lantaran
di sana ia mendapat pengajaran tentang sopan santun dan kasih sayang. Ibu Suci
merasa lega dengan semua perubahan yang mulai Waskito tunjukkan.
Namun suatu hari ia kembali mengamuk lantaran ada seorang yang menghina
tanaman yang ia tanam, padahal maksud temannya tersebut hanya sekedar gurauan
belaka. Waskito sampai membawa Cutter yang di acuhkan keudara, namun dengan
4
berani bu Suci merampas Cutter tersebut dari tangan tersebut saat Waskito lengah.
Tanpa memikirkan sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Entah kenapa ia yakin
bahwa Wasktito tidak akan sanggup untuk menggunakan senjata tajam tersebut.
Semua guru di sekloah tersebut sepakat untuk mengeluarkan Waskito dari sekolah
karena sikap Waskito sudah keterlaluan. Namun bu Suci dengan segenap hati
meminta agar diberi waktu untuk membimbing Waskito, jika ia gagal jabatannya
sebagai guru rela jika harus di cabut. Ia pun menekankan kepada Waskito bahwa Bu
Suci percaya bahwa Waskito akan merubah sikapnya karena selain ia yang harus
pindah, jabatan bu Suci sebagai guru juga dipertaruhkan untuknya.
Sejak saat itu bu Suci dan Waskito semakin dekat dan akhirnya sedikit demi
sedikit Waskito mau berbagi cerita dan mau untuk mnerima nasihat bu Suci. Akhir
semester Waskito naik kelas dan keluarganya sangat berterimakasih karena mereka
tidak menyangka bahwa Waskito dapat merubah sikapnya dan dapat pula naik kelas.
Waskito dan keluarga bu Suci pun berlibur ke Desa mereka di Purwodadi sesuai
dengan janjinya kepada Waskito. Sejak bertemu dengan Waskito bu Suci merasa
hatinya telah dipertemukan dengan hati Waskito dan sejak saat itu pula
keprofesionalisme yang bu Suci gunakan dalam memisahkan urusan pekerjaan dan
rumah tangga tak beralu lagi semenjak kedatangan Waskito.
5
BIOGRAFI N.H. DINI
Nama Lengkap : Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin
Alias : NH Dini
Profesi : Sastrawan
Agama : Islam
Tempat Lahir : Semarang, Jawa Tengah
Tanggal Lahir : Sabtu, 29 Februari 1936
Zodiac: Pisce
Ayah:Saljowidjojo
Ibu:Kusaminah
Suami:YvesCoffin
Anak : Marie Claire Lintang, Pierre Louris Padang
Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin atau yang lebih akrab disapa NH Dini
merupakan sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia. Perempuan yang hanya bisa
merayakan ulang tahunnya empat tahun sekali ini gemar menulis sejak kelas tiga SD.
Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan
perasaannya sendiri.
Dini merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara yang ditinggal wafat oleh
bapaknya ketika dia masih SMP. Semenjak itu Dini sering terlihat melamun dan
sering mencurahkan kegelisahannya dalam tulisan-tulisannya. Karya-karya yang telah
ditelurkan oleh perempuan yang konon berdarah Bugis ini antara lain adalah puisi,
kumpulan cerpen, novel, dan biografi.
6
Dini telah menjadi pengarang selama hampir 60 tahun, akan tetapi ia baru
menerima royalti honorarium yang bisa menutupi biaya hidup sehari-hari baru-baru
ini. Tahun-tahun sebelumnya ia mengaku masih menjadi parasit dan sering dibantu
oleh teman-temannya untuk menutupi biaya makan dan pengobatan. Dini pernah sakit
keras, hepatitis-B, selama 14 hari. Gubernur Jawa tengah saat itu, Mardiyanto,
membantu biaya pengobatan Dini.
Dini sempat menikah dengan Yves Coffin, Konsul Prancis di Kobe, Jepang,
pada 1960 dan beberapa kali berpindah tempat tinggal dari negara satu ke negara
yang lain. Dari pernikahan itu ia dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang dan Pierre
Louis Padang. Setelah bercerai, Dini kembali ke Indonesia dan tidak berhenti
berkarya. Anak sulung Dini kini menetap di Kanada, dan anak bungsunya menetap di
Prancis. Sementara Dini tinggal di Panti Wredha Langen Wedharsih, Ungaran.
1. PENDIDIKAN
SD di Semarang, 1950
SMP di Semarang. 1953 -SMA di Semarang, 1956
Kursus Pramugari GIA di Jakarta, 1956
Kursus B 1, Sejarah, 1957-1959
2. KARIR
Pramugari GIA (Garuda Indonesia Airways) (1950-1960)
Anggota Wahana Lingkungan Hidup
Anggota Forum Komunikasi Generasi Muda Keluarga Berencana
7
3. PENGHARGAAN
Penghargaan Sastra Terbaik dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas)
SEA Write Award bidang sastra dari Pemerintah Thailand
4. Karya-karya N.H Dini
a. Dua Dunia (1956)
b. Hati yang Damai (1961)
c. Pada Sebuah Kapal (1972)
d. La Barka (1975)
e. Namaku Hiroko (1977)
f. Sebuah Lorong Di Kotaku (1978)
g. Padang Ilalang Dibelakang Rumah(1979)
h. Langit Dan Bumi Sahabat Kita (1980)
i. Masa Remaja Sekayu (1981)
j. Kuncup Bersri (1982)
k. Amir Hamzah Pangeran Dari Seberang
l. Orang-Orang Tran (1983)
m. Sesi Dan Garis (1984)
n. Pertemuan Dua Hati (1986)
o. Hati Yang Damai (1998)
p. Kemayoran (2000)
q. Jepun Negerinya Hiroko (2001)
8
r. Dari Parangakik Ke Kamboja (2003)
s. Dari Pontenay Ke Magalianes (2005)
t. La Grande Bome (2007)
u. Dalam Angenteuiul (2008)