kepala dan leher
-
Upload
nur-fitria-hayati -
Category
Documents
-
view
129 -
download
5
description
Transcript of kepala dan leher
STRUKTUR DAN FISIOLOGI
Kepala
Tengkorak terdiri atas 22 tulang, 14 diantaranya dibagian muka. Struktur tulang ini
berfungsi sebagai penunjang dan pelindung bagi jaringan yang lebih lunak didalamnya.
Rangka muka terdiri atas tulang mandibula, maksilaasal, palatina, lakrimal dn vomer.
Mandibula yang tunggal membentuk rahang bawah. Mandibula yang tunggal membentuk
rahang bawah. Maksila adalah tulang tidak beraturan dan membentuk rahang atas pada
masing-masing sisi. Tulang hidung membentuk batang hidung. Tulang-tulang lain tidak
penting untuk dibahas disini.
Tulang utama dari rangka kranial ialah tulang frontal, temporal, parietal, dan oksipital.
Tulang frontal membentuk tulang dahi. Tulang temporal membentuk dinding anterolateral
dari otak. Prosesus mastpideus yang merupakan bagian dari tulang temporal, terutama
penting pada penyakit telinga. Tulang parietal membentuk atap dan bagian posterolateral dari
tengkorak. Tulang oksipital membentuk bagian posterior tengkorak. Tulang-tulang muka dan
tengkorak dilukiskan dalam gambar 6-1.
Gambar 6-1. Tulang bagian muka dan tengkorak
Otot utama dari mulut adalah adalah orbikularis oris. Otot tunggal ini mengililingi
bibir, dengan banyak otot muka berinsensersi padanya. Fungsi orbikularis oris ialah dengan
menutup bibir.
Muskulus orbikularis oris mengelilingi mata. Fungsinya ialah untuk menutup kelopak
mata.
Platisma adalah otot superfisial leher dan tipis menyilang batas luar mandibula dan
meluas sampai bagian anterior bawah muka. Fungsi utama platisma adalah menarik
mandibula ke bawah dan belakang mneghasilkan ekspresi wajah sedih.
Otot pengunyah terdiri atas maseter, pterigoideus dan temporalis. Otot-otot ini
berinsersi pada mandibula dan berfungsi untuk mengunyah. Maseter adalah otot tebal dan
kuat untuk menutup rahang dengan cara mengangkat dan menarik mandibula ke belakang.
Ketegangan pada maseter dapat diraba dengan mengatup rahang dengan kencang. Meskipun
penting bagi berfungsinya rahang, otot-otot pengunyah lain secara klinik tidak penting bagi
diagnosis fisik. Lokasi-lokasi otot ini diperlihatkan dalam gambar 6-2.
Gambar 6.2 Otot bagian muka dan tengkorak. A. Otot-otot yang lebih superficial. B. Otot-otot dibawahnya
Nervus trigeminus atau saraf kranial kelima, membawa serat-serat motoris eferen menuju ke
otot-otot pengunyah
Leher
Leher dibagi oleh muskulus sternokleidomastoideus menjadi trigonum anterior atau
trigonum posterior atau lateral. Hal ini dilukiskan dalam gambar 6-3.
Sternokleidomastoideus adalah otot kuat yang berfungsi mengangkat sternum selama
respirasi. Sternokleidomastoideus memiliki dua kaput : kaput sternal berasal dari manubrium
sterni, sementara kaput klavikula muncul pada ujung sternum dari klavikula. Kedua kaput
menyatu dan berinsersi pada sapek lateral dari prosesus mastoideus. Sternokleidomastoideus
dipersarafi oleh spinalis asessorius, atau saraf kranial kesebelas.
Gambar. 6.3 Batas-batas trigonum pada leher
Anterior terhadap muskulus sternokleidomastoideus terdapat trigonum anterior. Batas
inferior trigonum anterior klavikula dan batas anterior adalah garis tengah. Trigonum anterior
juga terdiri dari kelenjar tiroid, laring dan faring. Trigonum anterior juga terdiri dari kelenjar
limfe, kelenjar submandibula dan lemak.
Kelenjar tiroid membungkus trakea bagian atas dan terdiri dari dua lobus yang
dihubungkan oleh ismus. Merupakan kelenjar endokrin terbesar dalam tubuh. Bila dilihat dari
depan, tiroid berbentuk kupu-kupu dan membungkus laring dan trakea bagian anterior dan
lateral, seperti tampak dalam gambar 6-4.
Gambar 6-4. Kelenjar tiroid
Ismus tiroid melintang trakea tepat dibawah tulang rawan krikoid dan laring. Lobus
lateral meluas sepanjang salah satu sisi laring, sampai setinggi pertengahan tulang rawan
tiroid dan laring. Fungsi kelenjar tiroid adalah menghasilkan hormon tiroid sesuai kebutuhan
tubuh.
Muskulus sternokleidomastoideus menutupi vagina karotis. Vagina karotis terletak
lateral terhadap laring. Sarung ini mengandung arteri karotis komunis, vena jugularis interna
dan nervus vagus.
Posterior terhadap sternokleidomastoideus terdapat trigonum posterior. Daerah ini
dibatasi oleh muskulus trapezius posterior, dan oleh klavikula di inferior. Trigonum posterior
juga kelenjar limfe.
Diperkirakan bahwa leher mengandung lebih dari 75 kelenjar limfe pada setiap sisinya.
Untaian kelenjar limfe ini dinamai sesuai letaknya. Dimulai dari posterior terdapat untai
oksipital, aurikularis superior, servikalis posterior, servikalis superficialis, dan profunda
(dekat muskulus sternokleidomastoideus), tonsilaris, submaksilaris, submentalis, (pada ujung
rahang dekat garis tengah), aurikularis anterior, dan supraklavikularis (diatas klavikula).
Mengetahui jalannya drainase limfatik ini penting, karena adanya pembesaran limfe dapat
menunjukkan adanya penyakit didaerah yang mencurahkan limfe kedaerah tersebut.
Kelompok utama kelenjar limfe dan daerah drainasenya dilukiskan dalam gambar 6-5.
Gambar 6-5 Kelenjar limfe leher serta drainasenya
TINJAUAN GEJALA SPESIFIK
Gejala paling umum yang berkaitan dengan leher meliputi :
• Massa leher
• Kakukuduk
Massa Leher
Gejala paling umum adalah adanya benjolan atau pembengkakan di leher. Apabila
pasien mengeluh adanya benjolan di leher, ajukan pertanyaan berikut:
“Bila pertama kali Anda mengetahui adanya benjolan?”
“Apakah terasa nyeri?
“Apakah benjolan itu membesar?”
“Pernah mengalami infeksi telinga? ... . infeksi di mulut?”
“Apakah suara menjadi serak den gan adanya benjolan?”
Jika benjolan di leher itu disertai nyeri, kemungkinan besar terdapat infeksi akut.
Benjolan yang baru ada selama beberapa hari biasanya karena radang, sementara yang ada
selama berbulan-bulan biasanya neoplasma. Massa yang terdapat berbulan-bulan hingga
tahunan tanpa perubahan ukuran yang berarti biasanya merupakan lesi jinak atau kongenital.
Bendungan pada saluran keluar kelenjar liur dapat menimbulkan pembengkakan yang
berubah ukuran sewaktu pasien makan.
Umur pasien ada hubungannya dengan penilaian massa leher. Benjolan di leher seorang
pasien di bawah usia 20 kemungkinan suatu pembesaran kelenjar getah bening tonsilar atau
massa kongenital. Jika massa itu terletak pada garis tengah, kemungkinan besar suatu kista
tiroglosus. Di antara umur 20 dan 40 tahun, lebih umum penyakit tiroid, meskipun harus
dipertimbangkan kemungkinan limfoma. Di atas umur 40 tahun, massa leher harus selalu
dicurigai ganas, sampai terbukti tidak demikian.
Lokasi massa juga penting. Massa di garis tengah cenderung jinak atau berupa lesi
kongenital seperti kista tiroglosus atau kista dermoid. Massa di lateral seringkali neoplasma.
Massa di lateral atas Ieher mungkin lesi metastatik dari tumor payudara dan lambung. Salah
satu massa lateral leher yang jinak adalah kista celah brankial, yang berupa massa lateral
leher dekat sepertiga anterior atas dari muskulus sternokleidomastoideus.
Suara serak dengan adanya benjolan tiroid meniberi kesan adanya paralisis pita suara
oleh penekanan nervus laringeus rekuren oleh tumor.
Kaku Tengkuk
Kaku tengkuk biasanya disebabkan oleh spasme dari muskulus servikal dan biasanya
menyebabkan tension headache. Adanya kaku tengkuk yang tiba-tiba, disertai demam, dan
nyeri kepala menimbulkan kecurigaan adanya iritasi meningeal. Nyeri leher mungkin nyeri
alih dari dada. Pasien dengan angina atau infark miokard mungkin mengeluh nyeri leher.
DAMPAK PENYAKIT KEPALA DAN LEHER TERHADAP PASIEN
Konsep penampilan tubuh itu sangat penting. Kepala dan leher merupakan bagian
tubuh yang paling mudah dilihat. Bentuk mata, mulut, muka, dan hidung sangat penting
untuk kita semua. Cukup banyak orang yang tidak menyukai penampilan tubuhnya dan ingin
mengubahnya melalui operasi kosmetik. Yang lain memerlukan bedah kosmetik untuk
memperbaiki perubahan akibat trauma. Yang lainnya lagi menderita akibat kanker leher dan
kepala dan harus dioperasi untuk menghilangkan lesi ini. Tindakan bedah itu sendiri
seringkali merusak.
Perubahan penampilan tubuh, teristimewa pada kepala dan Ieher, dapat berpengaruh
amat buruk pada pasien. Reaksi paling umum terhadap adanya penyakit kepala dan leher
ialah depresi. Banyak pasien demikian merasa sedih dan putus harapan. Mereka bercermin
dan berharap suatu saat kemudian akan tampak penampilan tubuh yang lebih dapat diterima.
Seringkali timbul pikiran akan bunuh diri. Banyak di antara pasien ini menjadi peminum
alkohol atau pecandu obat sebagai pelarian dari kenyataan.
Kadang-kadang pasien yang telah mengalami bedah kosmetik merasa tidak puas
dengan hasilnya. Banyak pasien demikian ingin melarikan diri dari perasaan rendah diri dan
ketidakmampuan menyesuaikan diri di masyarakat. Mereka mungkin hanya memiliki cacat
kecil, tetapi cacat itu dipandang sebagai sumber utama terjadinya masalah-masalah
interpersonal. Bedah kosmetik adalah salah satu cara mengubah penampilannya dengan
harapan dapat inengatasi ketidakmampuan menyesuaikan diri di masyarakat. Malah ada yang
mempersalahkan dokter yang “merusak” mukanya. Bahkan setelah direvisi ulang, pasien
demikian mungkin tidak pernah merasa puas. Salah satu kunci keberhasilan bedah kosmetik
ialah menyeleksi pasien secara ketat.
PEMERIKSAAN FISIK
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk memeriksa kepala dan leher.
Pemeriksaaan kepala dan leher dilakukan dengan pasien duduk menghadap pada
pemeriksa. Pemeriksaan terdiri atas:
• Inspeksi
• Palpasi
Inspeksi
Amati posisi kepala. Apakah kepala ditegakkan? Apakah ada bagian muka yang
asimetris? Apakah besar kepala proporsional terhadap bagian tubuh lain?
Periksa kulit kepala terhadap adanya lesi. Perikan rambutnya.
Apakah teraba massa? Jika ya, berikan ukuran, konsistensi, dan simetrinya.
Amati mata terhadap kemungkinan proptosis (menonjolnya bola mata). Proptosis dapat
disebabkan oleh disfungsi tiroid atau oleh massa dalam orbita.
Periksa leher terhadap kemungkinan asimetri. Minta pasien menjulurkan Iehernya. Cari
adanya luka parut, asintetri, atau massa. Tiroid normal hampir tidak tampak. Persilakan
pasien untuk menelan, sambil mengamati gerak naik tiroid. Pembesaran tiroid secara difus
seringkali menyebabkan pembesaran leher secara merata. Amati pasien dengan tiromegali
difusa yang diperlihatkan dalain Gambar V A. Pasien ini menderita penyakit Grave dengan
proptosis bilateral.
Apakah tampak benjolan-benjolan pada leher? Scorang pasien dengan massa nodular
pada leher akibat goiter multinodular diperlihatkan pada Gambar V B.
Apakah tampak bendungan vena superfisial? Bendungan vena di leher penting untuk
dinilai, karena mungkin berhubungan dengan goiter.
Palpasi
Palpasi Kepala dan Leher
Palpasi memastikan keterangan yang telah diperoleh dan inspeksi. Kepala dalam sikap
sedikit fleksi dan “terbuai” dalam tangan si pemeriksa, seperti tampak dalani Gambar 6-6.
Semua daerah tengkorak harus dipalpasi terhadap adanya bagian yang nyeri atau massa.
Bantalan jari-jari pemeriksa harus meraba kulit di alas kranium secara melingkar-lingkar
untuk menilai konturnya dan mencari adanya kelenjar limfe atau massa. Dimulai dan daerah
oksipital, tangan digerakkan ke daerah aurikularis posterioris, yang terdapat superfisial
terhadap prosesus mastoideus; ke bawah ke trigonum posterior untuk meraba untai servikalis
posterior; sepanjang muskulus sternokleidornastoideus untuk meraba untai servikalis
supertisialis; melintasi muskulus sternokleidomistoideus untuk meraba rantai servikalis
profunda di sebelah dalam muskulus; ke dalam trigonum anterior; ke alas tepian rahang untuk
meraba kelompok tonsilaris; sepanjang rahang untuk meraba rantai submaksilaris; ke ujung
rahang untuk kelenjar submentalis; dan ke atas ke untai aurikularis anterior di depan telinga.
Gerakan ini diperlihatkan pada Gambar 6-7.
Gambar 6-6. Palpasi kepala dan leher
Gambar 6-7. Cara palpasi kelenjar limfe leher yag dianjurkan
Seorang pasien dengan pembesaran kelenjar limfe aurikularis posterior dan servikalis
posterior diperlihatkan dalam Gambar V C.
Setiap kelenjar yang diperiksa harus diperhatikan mobilitas, konsistensi, dan nyeri tekan.
Kelenjar limfe yang nyeri tekan memberi petunjuk kemungkinan radang, sementara kelenjar
yang padat dan sukar digêrakkan seringkali terdapat pada keganasan.
Palpasi Kelenjar Tiroid
Terdapat dua cara palpasi kelenjar tiroid. Cara anterior dilakukan dengan pasien dan
pemeriksa duduk berhadapan. Dengan memfleksi leher pasien atau memutar dagu sedikit ke
kanan, pemeriksa dapat merelaksasi muskulus stemokleidomastoideus pada sisi itu, sehingga
memudahkan pemeriksaan. Tangan kanan pemeriksa menggeser laring ke kanan dan, selama
menelan, lobus tiroid kanan yang tergeser dipalpasi dengan ibu jan dan jari telunjuk tangan
kin. Hal ini diperlihatkan dalam Gambar 6-8. Setelah memeriksa lobus kanan, laring digeser
ke kiri dan lobus kiri dievaluasi melalui cara serupa dengan tangan sebelah.
Gambar 6-8. Palpasi kelenjar tiroid cara anterior
Kemudian, pemeriksa harus berdiri di belakang pasien untuk meraba tiroid melalui cara
posterior. Pada cara posterior ini, pemeriksa meletakkan kedua tangannya pada leher pasien,
yang posisi lehernya sedikit ekstensi. Pemeriksa memakai tangan kirinya mendorong trakea
ke kanan. Pasien diminta menelan sementara tangan kanan pemeriksa meraba tulang rawan
tiroid. Saat pasien menelan, tangan kanan pemeniksa meraba kelenjar tiroid berlatar-belakang
muskulus sternokleidomastoideus. Pasien diminta sekali lagi untuk menelan saat trakea
terdorong ke kin, dan pemeriksa meraba kelenjar tiroid berlatar belakang muskulus
sternokleidomastoideus kiri dengan tangan kiri. Segelas air akan memudahkan pasien untuk
menelan. Cara posterior diperlihatkan pada Gambar 6-9.
Gambar 6-9. Palpasi kelenjar tiroid cara posterior
Meskipun kedua cara palpasi itu dikerjakan, pemeriksa jarang dapat meraba kelenjar
tiroid dalam keadaan normal.
Konsistensi kelenjar harus dinilai. Kelenjar tiroid normal mempunyai konsistensi mirip
jaringan otot. Keadaan padat keras terdapat pada kanker atau luka parut. Lunak, atau minip
spons, seringkali dijumpai pada goiter toksika. Nyeri tekan pada kelenjar tiroid terdapat pada
infeksi akut atau perdarahan ke dalam kelenjar.
Jika tiroid membesar, harus pula dilakukan auskultasi. Bagian corong stetoskop
diletakkan di atas lobus tiroid untuk mendengar adanya bruit (bising yang terdengar bila
terjadi percepatan aliran dalam pembuluh). Terdapatnya bruit tiroid sistolik atau to-and-fro,
temtama jika terdengar di atas polus superior, menunjukkan adanya aliran darah yang
abnormal besar dan sangat mungkin terdapat pada goiter toksika.
Palpasi adanya Kelenjar Supraklavikularis
Palpasi adanya kelenjar suprakiavikularis mengakhiri pemeriksaan kepala dan leher.
Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meletakkan jari-jarinya ke dalam fosa
supraklavikularis medialis, di bawah kiavikula dan di samping muskulus
sternokleidomastoideus. Pasien diminta menarik napas yang dalam sewaktu pemeriksa
menekan ke dalam dan di belakang kiavikula. Setiap kelenjar supraklavikularis yang
membesar akan teraba sewaktu pasien menarik napas. Teknik mi tampak dalam Gambar 6-
10.
Gambar 6-10. Teknik palpasi kelenjar supraklavikularis
KORELASI KLINIKOPATOLOGIK
Meskipun defisiensi yodium masih tetap merupakan penyebab pembesaran tiroid di
seluruh dunia, infeksi, penyakit autoimun, kanker, dan noduli solitarii merupakan penyebab
goiter penting lainnya. Tiroid yang membesar ada hubungannya dengan hipertiroidisme,
hjpotiroidisme, atau goiter simpleks atau multinodular dengan fungsi normal.
Hipertiroidisme dapat menampilkan sejumlah tanda dan gejala yang bervariasi. Pernah
dikatakan bahwa “memahami penyakit tiroid adalah memahami ilmu kedokteran”, karena
terdapat begitu banyak efek umum oleh kelebihan hormon tiroid. Tabel 6-1 menunjukkan
luasnya variasi gejala klinik yang berhubungan dengan kelebihan hormon tiroid.
Kadang-kadang pada penyakit Grave hanya terdapat proptosis unilateral, seperti yang
tampak pada pasien dalam Gambar V D. Pasien ini menunjukkan proptosis dan telah diobati
untuk penyakit Grave selama 20 tahun, sebelum foto ini dibuat. Umumnya, proptosis tidak
pernah menghilang.
Pasien yang nervous, berkeringat, dengan main menonjol dan melotot merupakan
sekumpulan tanda fasik yang tidak salah lagi berhubungan dengan hipertiroidisme. Jenis
hipertiroidisme yang paling umum ialah goiter difusa toksika, yang dikenal sebagai penyakit
Grave. Penyakit Grave dipandang sebagai penyakit autoimun yang dipicu oleh pelepasan
imunoglobulin yang menstimulasi tiroid. Terdapat banyak tanda kulit pada hipertiroidisme,
termasuk yang berikut ini:
• Kulit hangat
• Eritema
• Hiperhidrosis (banyak berkeringat)
• Alopesia (rambut rontok)
• Hiperpignientasi
• Perubahan pertumbuhan kuku
Kadang-kadang hipertiroidisme disebabkan oleh suatu nodul “panas”. Goiter
adenomatosa toksika, juga dikenal sebagai penyakit Plummer, mencakup kurang dan 10%
dan seluruh pasien hipertiroidisme. Hipertiroidisme dapat disebabkan oleh satu adenoma
tiroid yang berfungsi otonom. Adenoma itu umumnya jenis papiler dan tidak berhubungan
dengan proses autoimun. Hiperfungsi dapat pula terjadi pada nodul multiple. Ciri-ciri
hipertiroidisme yang disebabkan oleh penyakit Grave dan penyakit Plummer diringkas dalam
Tabel 6-2.
Lebih kurang 5% dan populasi memiliki satu nodul tiroid yang lebih besar dan 1 cm.
Meskipun sebagian besar nodul ini jinak dan tidak perlu diobati, namun semuanya harus
diteliti kemungkinan keganasannya. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat memberi
petunjuk tentang tang ifat “benjolan itu”. Tabel 6-3 meningkas sejumlah ciri penting pada
nodulus jinak dan ganas.
Banyak tanda dan gejala dan penyakit tiroid telah dinilai kepekaan dan spesifisitasnya.
Kebanyakan darinya ternyata spesifik namun tenlalu insensitif sehingga tidak berguna. Tabel
6-4 meningkas ciri-ciri praktis penemuan tertentu selama menilai nodul tiroid terhadap
keganasan. Seperti tampak, tanda paling bermanfaat ialah terabanya nodul keras yang
melekat pada dasarnya.
Muka bengkak, tampak kelelahan, kulit kering, rambut jarang dan suara serak adalah
gambaran klasik hipotiroidisme. Hipotiroidisme berkembang secara berangsur. Tidak jarang
keluhan satu-satunya ialah perasaan lelah atau lesu. Pewawancara dan pengamat teliti
hendaknya waspada terhadap pasien, lebih-lebih di atas 60 tahun, dengan gejala ini. Pasien
dengan hipotiroidisme umumnya memiliki refleks terlambat atau refleks “tertinggal”.
Pengukuran waktu relaksasi dan refleks tendo Achilles telah lama dipakai untuk memantau
pengaruh pengobatan pada pasien dengan hipotiroidisme. Namun sebagai teknik skrining tak
berguna karena adanya kemungkinan “false negative” atau “false positive”. Tabel 6-5
menyajikan sejumlah gejala dan tanda utama dan hipotiroidisme.