Kematian Perinatal
-
Upload
noer-rizky-helga-w -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of Kematian Perinatal
-
8/2/2019 Kematian Perinatal
1/4
Kematian Perinatal
Wiknjosastro (2005) menyatakan bahwa untuk dapat memahami kematian perinatal
maka ada definisi-definisi yang lazim dipakai seperti kelahiran hidup, kematian janin,
kelahiran mati, kematian perinatal dini dan kematian perinatal.
Kelahiran hidup (live birth) adalah keluarnya hasil konsepsi secara sempurna dari ibunya
tanpa memandang lamanya kehamilan dan sesudah terpisah dari ibunya bernafas ataumenunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyutan tali pusat atau pergerakan otot,
tidak peduli apakah tali pusat telah dipotong atau belum.
Kematian janin (foetal death) adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan
dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai
dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau
menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyut jantung, atau pulsasi tali pusat atau
kontraksi otot.
Kelahiran mati (stillbirth) ialah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah
mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan
1000 gram). Kematian perinatal dini (early neonatal death) ialah kematian bayi dalam 7
hari pertama kehidupannya. Sedangkan kematian perinatal (perinatal mortality) ialahbayi lahir mati dan kematian bayi dalam 7 hari pertama sesudah lahir (ACOG, 2009).
3.2 Angka Kematian Perinatal
Angka Kematian Perinatal (AKP) adalah jumlah kematian perinatal dikalikan 1000 dan
kemudian dibagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati pada tahun yang sama
(Wiknjosastro, 2005).
AKP = jumlah kematian perinatal x 1000
----------------------------------------
Jumlah lahir mati + jumlah lahir hidup
AKP perlu diketahui karena dapat merefleksikan tingkat kesehatan ibu hamil dan bayinya
serta standar pelayanan yang diberikan. Angka ini juga merupakan salah satu indikator
terbaik dari status sosial ekonomi masyarakat, daerah dan negara.
Angka ini rendah bila standar kehidupan meningkat sehingga pengamatannya secara
berkala dapat memperlihatkan kemajuan di masyarakat. Masyarakat dengan AKP yang
tinggi juga memiliki AKI yang tinggi karena keduanya merefleksikan kondisi hidup yang
buruk dan kurang memadainya pelayanan kesehatan yang diberikan (WHO, 2001).
3.3 Faktor Risiko Terjadinya Kematian Perinatal
Banyak faktor yang terkait dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi
penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu kematian bayi endogen dan
kematian bayi eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut kematianneonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan
umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh
dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian eksogen
atau kematian post neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan
sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
berhubungan dengan pengaruh lingkungan luar.
Mosley and Chen (1988) dalam Wahyuni (2009) menyatakan bahwa faktor sosial
ekonomi dan budaya mempengaruhi kelangsungan hidup anak melalui berbagai faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor ibu, faktor lingkungan, kekurangan gizi,
trauma dan upaya pencegahan dari individu itu sendiri. Faktor ibu adalah termasuk
umur ibu, paritas dan jarak kehamilan, faktor lingkungan yaitu berhubungan dengan
media penyebaran penyebab penyakit seperti udara, air, makanan, kulit, tanah,
-
8/2/2019 Kematian Perinatal
2/4
serangga dll. Kekurangan gizi yaitu kekurangan kalori, protein dan kekurangan vitamin
dan mineral, sedangkan faktor upaya pencegahan penyakit individu yaitu termasuk
imunisasi dan pengobatan.
Masalah kesehatan neonatal tidak dapat dilepaskan dari masalah kesehatan
perinatal dimana proses kehamilan, dan persalinan memegang faktor yang amat
penting. Faktor risiko adalah kondisi pada ibu hamil yang dapat menyebabkankemungkinan risiko atau bahaya terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat
menyebabkan kematian atau kesakitan ibu dan bayinya.
1. Umur ibu
Umur berhubungan terhadap proses reproduksi, umur ibu yang dianggap optimal untuk
kehamilan adalah antara 20 sampai 30 tahun. Sedangkan dibawah atau diatas usia
tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan (Martaadisoebrata, 2005
dalam Wahyuni, 2009).
Umur ibu 35 tahun cenderung mengalami perdarahan,
hipertensi, obesitas, diabetes, myoma uteri, persalinan lama dan penyakit-penyakit
lainnya (Depkes RI, 2001).
Pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan perkembangan dari organ-organ dalam
rongga pelvis. Keadaan ini akan mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada
wanita usia muda dimana organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan,
disertai kejiwaan yang belum bersedia menjadi seorang ibu. Usia hamil yang ideal bagi
seorang wanita adalah antara umur 20-35 tahun karena pada usia tersebut rahim sudah
siap menerima kehamilan, mental juga sudah matang dan sudah mampu merawat bayidan dirinya.
2. Paritas
Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami oleh ibu. Paritas terdiri atas 3
kelompok yaitu: (1) Golongan primipara adalah golongan ibu dengan 0-1 paritas, (2)
Golongan multipara adalah golongan ibu dengan paritas 2-6 dan (3) Golongan grande
multipara adalah golongan ibu dengan paritas >6. Kehamilan yang paling optimal adalah
kehamilan kedua sampai keempat. Kehamilan pertama dan setelah kehamilan keempat
mempunyai risiko yang tinggi.
Grande multi para adalah istilah yang digunakan untuk wanita dengan kehamilan kelima
atau lebih. Kehamilan pada kelompok ini sering disertai penyulit, seperti kelainan letak,
perdarahan ante partus, perdarahan post partum dan lain-lain (Martaadisoebrata, 2005dalam Wahyuni, 2009).
Grande multipara kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang
kali direnggangkan oleh kehamilan membatasi kemampuan berkerut untuk
menghentikan perdarahan sesudah persalinan. Disamping itu banyak pula dijumpai tidak
cukupnya tenaga untuk mengeluarkan janin yang disebut dengan merits uteri. Keadaan
ini akan lebih buruk lagi pada kasus dengan jarak kehamilan yang singkat.
3. Jarak Antar Kelahiran
Resiko terhadap kematian ibu dan anak meningkat jika jarak antara dua kehamilan 4 tahun. Jarak kehamilan yang aman ialah antara 2-4 tahun. Jarak antara
dua kehamilan yang
-
8/2/2019 Kematian Perinatal
3/4
pulih dengan baik, kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena adanya
kemungkinan pertumbuhan janin yang kurang baik, mengalami persalinan yang lama
atau perdarahan. Sebaliknya jika jarak kehamilan antara dua kehamilan >4 tahun,
disamping usia ibu yang sudah bertambah juga mengakibatkan persalinan berlangsung
seperti kehamilan dan persalinan pertama (Depkes RI, 2001).
Anak yang memiliki jarak kelahiran terlalu dekat (2 tahun atau kurang), akan beresikoterhadap kematian neonatal sebesar 4.4 kali dibandingkan dengan jarak kelahiran lebih
dari dua tahun..
4. Riwayat Kesehatan Ibu
Kesehatan dan pertumbuhan janin dihubungkan oleh kesehatan ibu. Bila ibu mempunyai
penyakit yang berlangsung lama atau merugikan kehamilannya, maka kesehatan dan
kehidupan janin pun terancam (Depkes RI, 2001).
5. Pendidikan Ibu
Ibu yang berpendidikan rendah (kurang dari SMP) mempunyai resiko sebesar 2,2 kali
untuk terjadinya kematian perinatal dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi.
Latar belakang pendidikan ibu mempengaruhi sikapnya dalam memilih pelayanan
kesehatan dan pola konsumsi makan yang berhubungan juga dengan peningkatan berat
badan ibu semasa hamil yang pada saatnya akan mempengaruhi kondisi perinatal
(Sulistiyowati, 2001).
6. Kondisi Kehamilan
Bayi dari ibu yang pada saat hamilnya mengalami keluhan mempunyai resiko 2,4 kali
untuk terjadinya kematian perinatal dibanding dengan ibu yang pada saat hamilnya
tidak mengalami keluhan. Komplikasi kehamilan sebenarnya dapat dicegah minimal
dapat diminimalisir walau 15-20% kehamilan normal bisa berubah menjadi komplikasi
pada saat persalinan. Salah satu cara yang efektif untuk memantau adanya komplikasi
adalah deteksi dini kehamilan beresiko tinggi, dengan cara melakukan pemeriksaan yang
teratur dan berkualitas. Di puskesmas deteksi dini resiko tinggi kehamilan ini sudahmenjadi program, walau masih denagn cara sederhana yaitu masih dalam tahap seleksi
awal, secara biomedis, namun manfaatnya masih bisa dirasakan. Karena pada dasarnya
semua kehamilan adalah beresiko tinggi maka deteksi dini atau kewaspadaan tinggi ini
hendaknya dilakukan pada semua kehamilan, tidak hanya kehamilan beresiko saja
(Sulistiyowati, 2001).
7. Riwayat Kehamilan
Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan perdarahan, abortus, partus
prematuritas, kematian janin dalam kandungan, preeklamsia/eklamsia, Ketuban Pecah
Dini (KPD), kehamilan muda, kelainan letak pada hamil tua, hamil dengan tumor
(myoma atau kista ovari) serta semua persalinan tidak normal yang pernah dialami ibu
merupakan risiko tinggi untuk persalinan berikutnya. Keadaan-keadaan tersebut perludiwaspadai karena kemungkinan ibu akan mendapatkan kesulitan dalam kehamilan dan
saat akan melahirkan (Pincus, 1998).
3.4. Pengawasan terhadap Kehamilan Beresiko Tinggi
Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan dimana jiwa dan kesehatan ibu atau janin
dapat terancam. Penentuan kehamilan risiko tinggi pada ibu maupun janin menurut
Depkes RI (2001) dapat dilakukan dengan cara :
a. Melakukan anamnese yang intensif berupa anamnese identitas (istri dan suami),
anamnese umum (tentang keluhan-keluhan, nafsu makan, tidur, perkawinan, haid,
riwayat kehamilan yang lalu dan sebagainya )
b. Melakukan pemeriksaan fisik
c. Melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium yang meliputi ;
pemeriksaan urine dan darah sekurang-kurangnya 2 kali selama kehamilan (pada
-
8/2/2019 Kematian Perinatal
4/4
permulaan dan akhir kehamilan); pemeriksaan Ultrasonografi (USG) untuk mengetahui
letak plasenta, jumlah air ketuban, taksiran berat badan janin, gerakan dan bunyi
jantung janin
Sepuluh tanda bahaya yang perlu dikenali dalam pengawasan ibu dan bayi pada saat
kehamilan menurut Depkes RI (2003), yaitu :
1. Ibu tidak mau makan dan muntah terus2. Berat badan ibu hamil tidak naik
3. Perdarahan
4. Bengkak tangan/wajah, pusing dan dapat diikuti kejang
5. Gerakan janin berkurang atau tidak ada
6. Kelainan letak janin dalam rahim
7. Ketuban pecah sebelum wakyunya
8. Persalinan lama
9. Penyakit ibu yang berhubungan terhadap kehamilan
10. Demam tinggi pada masa nifas
3.5. Pencegahan Kematian Perinatal
Cara-cara pencegahan kematian perinatal adalah :
a. Peningkatan pelayanan kesehatan di daerah yang berpotensi.
b. Memberikan penyuluhan kepada warga setempat agar mempercayakan persalinan
pada petugas ahli. Dapat dilakukan penanganan berupa pencegahan. Karena tidak
mungkin kita mengadakan tehnik penyembuhan pada bayi lahir mati.
c. Menjaga pola makan dan gizi serta aktivitas, karena hal ini kejadian ini sangat
dipengaruhi oleh perilaku ibu-ibu dalam menjaga kesehatan kandungannya.