Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah
-
Upload
abdulkadir-makarim -
Category
Documents
-
view
50 -
download
0
description
Transcript of Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah
KEMAJUAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH
KEMAJUAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam sejak kelahirannya pada awal abad ke-7 di Mekkah, Islam terus mengalami
perkembangan yang pesat melewati berbagai tantangan yang sangat berat, sampai akhirnya
tersebar ke seluruh dunia.[1] Bernard Lewis menulis, sampai akhir kekuasaan
Khulafa’urrasyidin wilayah Islam terbentang luas dari Maroko sampai Indonesia, dari
Kazakhtan sampai Sinegal.[2]
Seperti apapun kronologi wafatnya Kholifah Ali bin Abi Thalib, yang jelas hal ini telah
menginspirasikan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan untuk tampil sebagai pemegang tampuk
kekuasaan islam, yang akhirnya berhasil dan mengubah kekuasaan dengan sistem dinasti dan
diberi nama khilafah bani Umayyah. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya dinasti
yang dibentuk mu’awiyah akhirnya dinasti ini runtuh pula.
Indikasi keruntuhan dinasti Bani Umayyah sebenarnya sudah tercium sepeninggal
khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Kedamaian dan ketentraman yang dirasakan masyarakat
berganti dengan kekacauan dan kerusuhan. Keadaan ini terus berlanjut hingga pucuk
pimpinan dinasti ini dipegang khalifah Hisyam ibn Abdul Malik dan khalifah-khalifah
berikutnya. Di sisi lain kelompok oposisi yang digalang oleh keturunan Abbas ibn Abdul
Muthalib yang mendapatkan dukungan dari golongan mawali (non-Arab) dan Abu Muslim
al-Khurasani menjelma menjadi momok menakutkan, ditambah lagi khalifah-khalifah yang
menggantikan Hisyam Ibn Abdul Malik begitu lemah dan bermoral buruk. Ketika Marwan
Ibn Muhammad naik tahta, Khalifah yang tercatat sebagai khalifah terakhir dari Bani
Umayyah ini karena adanya kekacauan, dia melarikan diri ke Mesir dan akhirnya terbunuh di
sana. Dan pada saat itulah kekhalifahan berpindah kepada Bani Abbasiyah.
B. Rumusan MasalahAdapun rumusan pembahasaan makalah ini adalah :
1. Awal munculnya dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah2. Sistem pergantian Kholifah
3. Prestasi yang dicapai4. Sebab kemunduran C. Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah di atas, penulis mempunyai tujuan agar :1. Mengetahui Awal munculnya dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah2. Mengetahui Sistem pergantian Kholifah3. Mengetahui Prestasi yang dicapai4. Mengetahui Sebab kemunduran
BAB II
PEMBAHASAN
A. DINASTI BANI UMAYYAH
a. Asal-usul Dinasti Bani Umayyah
Nama ” Daulah Umayah” berasal dari nama ” Umayah ibnu” Abdi Syam ibnu ”Abdi
Manaf”, yaitu salah seorang dari pemimpin Qurays di zama Jahiliyah[3]. Bani Umayah
merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki ikatan famili dengan para pendahulu
Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak kekuasaan, dimulai oleh Mu’awiyah ibnu Abi
Sufyan, salah seorang keturunan bani umayah dan salah seorang sahabat Nabi, dan ia menjadi
bagian penting dalam setiap masa pemerintahan para khulafa ar-rasyidun. Pada masa
Ustman, Mu’awiyah diduga memiliki hubungan yang kuat dengan Ustman, sehingga terjebak
dengan praktik nepotisme dengan Mu’wiyah. Bahkan kerusakan pemerintahan Ustman akibat
nepotismenya kepada Bani Umayah, sehingga mendapatkan tantangan dari para pendukung
Ali.[4]
Disinilah letak kepekaan nalar politik yang dimiliki Mu’awiyah mulai bekerja.
Mu’awiyah pada dasarnya termasuk politisi ulung yang mampu mengambil posisi kekuasaan
dalam setiap masa pemerintahan. Pada masa Ustman, betapa Mu’awiyah mampu membangun
koalisi nepotis dengan Ustman, sehingga Bani Umayah tetap menjadi pihak yang
diuntungkan. Sementara pada masa-masa Ali, Mu’awiyah telah mulai melakukan gerakan
politik untuk meraih posisi puncak dalam kekuasaan. Mu’awiyah mampu memanfaatkan
kelemahan dan keluguan kekuasaan Ali.
Pada masa Ali masih berkuasa, Mu’awiyah telah memiliki kekuatan penuh, sehingga pada
saat Ali terbunuh, Mu’awiyah langsung mengambil alih kekuasaan dengan sangat mudah dan
terkordinasi dengan baik. Salah satu kepekaan nalar politik Mu’awiyah ialah mampu belajar
pada pengalaman yang terjadi pada tiga khalifah sebelumnya, yang berakhir dengan
pembunuhan. Pilihan memindahkan kekuasaan ke luar Jazirah Arab, menunjukkan sikap dan
kecerdasan politik Mu’awiyah dalam menghindari pergolakan antar kubu yang sangat tragis
di kalangan umat Islam di jazirah Arab bahkan sebagai upaya untuk menghindari tragedi
pembunuhan yang dilakukan terhadap tiga khalifah sebelumnya. Akhirnya, Mu’awiyah dan
dinastinya mengendalikan kekuasaannya dari luar jazirah Arab, mencoba bersebarangan
dengan para pendahulu-pendahulunya yang berkonsentrasi di wilayah jazirah Arab. Menurut
H.A.R. Gibb : Mulai tahun 660 M. ibu kota kerajaan Arab dipindahkan ke Damaskus, tempat
kedudukan baru khilafah Bani Umayah, sedangkan Madinah tetap merupakan pusat pelajaran
agama Islam, pemerintah dan kehidupan umum kerajaan dipengaruhi oleh dapat istiadat
Yunani Romawi Timur.[5]
b. Sistem Pergantian Kholifah
Pada masa-masa Awal Mu’awiyah menjadi penguasa kekuasaan masih berjalan secara
demokratis, tetapi setelah berjalan dalam beberapa waktu, Mu’awiyah mengubah model
pemerintahnya dengan model pemerintahan monarchiheredetis (kerajaan turun temurun).[6]
yaitu sebagai berikut:
NO NAMA MASA BERKUASA
1 Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan 661-681 M
2 Yazid ibn Mu’awiyah 681-683 M
3 Mua’wiyah ibnu Yazid 683-685 M
4 Marwan ibnu Hakam 684-685M.
5 Abdul Malik ibn Marwan 685-705 M
6 Al-Walid ibnu Abdul Malik 705-715 M
7 Sulaiman ibnu Abdul Malik 715-717 M
8 Umar ibnu Abdul Aziz 717-720 M
9 Yazid ibnu Abdul Malik 720-824 M
10 Hisyam ibnu Abdul Malik 724-743 M
11 Walid ibn Yazid 734-744 M
12 Yazid ibn Walid [ Yazid III] 744 M
13 Ibrahim ibn Malik 744 M
14 Marwan ibn Muhammad 745-750 M
c.Keberhasilan Yang Dicapai
Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a). Bidang Material :
1. Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
2. Mu’awiyah merupakan khalifah yang mula-mula menyuruh agar dibuatkan ”anjung” dalam masjid tempat is sembahyang. Ia sangat khwatir akan keselamatan dirinya, karena khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika sedang melaksanakan shalat.
3. Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
4. Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat (post), kemudian dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini, semakin ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu.
5. Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
6. Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.
7. Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
8. Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
9. Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi
pemerintahan Islam yang tadinya berbahasa Yunani dan Pahlawi sehingga sampai berdampak
pada orang-orang non Arab menjadi pandai berbahasa Arab dan untuk menyempurnakan
pengetahuan tata bahasa Arab orang-orang non Arab, disusun buku tata bahasa Arab oleh
Sibawaih dalam al-Kitab.
10. Merubah mata uang yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Sebelumnya
mata uang Bizantium dan Persia seperti dinar dan dirham. Penggantinya uang dirham
terbuat dari mas dan dirham dari perak dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
11. Perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, bahkan
perluasaan ini juga sampai ke Andalusia (Spanyol) di bawah kepemimpinan panglima Thariq
bin Ziad, yang berhasil menaklukkan Kordova, Granada, dan Toledo.
12. Dibangun mesjid-mesjid dan istana. Katedral St. Jhon di Damaskus dirubah menjadi mesjid,
sedang Katedral yang ada di Hims dipakai sebagai mesjid dan gereja. Di al-Quds
(Jerussalem) Abdul Malik membangun mesjid al-Aqsha. Monumen terbaik yang
ditinggalkan zaman ini adalah Qubah al-Sakhr di al-Quds. Di mesjid al-Aqsha yang menurut
riwayatnya tempat Nabi Ibrahim hendak menyembelih Ismail dan Nabi Muhammad mulai
dengan mi’raj ke langit, mesjid Cordova di Spanyol dibangun, mesjid Mekah dan
Madinah diperbaiki dan diperbesar oleh Abdul Malik dan Walid.
13. Bahkan pada masa, Sulaiman ibn Malik, telah dibangun pembangunan mega raksasa yang
terkenal dengan Jami’ul Umawi.
b). Bidang Immaterial
1. Mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya memunculkan nama-
nama besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri dan Washil bin Atha. Bidang yang
menjadi perhatian adalah tafsir, hadits, fikih, dan kalam.
2. Penyair-penyair Arab baru bermunculan setelah perhatian mereka terhadap syair Arab
Jahiliyah dibangkitkan. Mereka itu adalah Umar Ibn Abi Rabiah (w. 719 m.), Jamil al-Udhri
(w. 701 M.), Qays Ibn al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih dikenal dengan nama Majnun
Laila, al-Farazdaq (w 732M.), Jarir (w. 792 M) dan al-Akhtal (w. 710 M.).
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni
Waktu dinasti ini telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa filsafat dan eksakta. Dan ilmu
pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu bidang diniyah, tarikh, dan filsafat. Kota-
kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan dinasti Umayah, antara lain
kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya. Sehingga secara perlahan ilmu
pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu : pertama, Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu
baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul
Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk
kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang
disalin dari Persia dan Romawi. Kedua : Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang
telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu lughah,
syair, khitabah dan amtsal.
Pada masa ini pula sudah mulai dirancang tentang undang-undang yang bersumber dari
al-Qur’an, sehingga menuntut masyarakat mempelajari tentang tafsir al-Qur’an. Salah
seorang ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Pada waktu
itu beliau telah menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-
kesulitan dalam mengartikan al-Qur’an dicari dalam al-hadist, yang pada gilirannya
melahirkan ilmu hadist. Dan akhirnya kitab tentang ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh
para ulama muslim. Beberapa ulama hadist yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu
Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi
Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin
Amr, Hasan Basri as-Sya’bi. Dalam bidang hadist ini, Umar bin Abd Aziz secara khusus
memerintahkan Ibn Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadist. Oeh karena itu, Ibnu
Syihab telah dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadist hingga menembus berbagai
zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadist mulai dilakukan.[7]
4. Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi
Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi buku), juga dilakukan, terutama
pada masa khalifah Marwan. Pada saat itu, ia memerintahkan penerjemahan sebuah buku
kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani,
kemudian diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah
memerintahkan menerjemahkan buku dongeng dalam bahasa sansakerta yang dikenal dengan
Kalilah wa Dimnah, karya Bidpai. Buku ini diterjemahkan oleh Abdullah ibnu Al-Muqaffa.
Ia juga telah banyak menerjemahkan banyak buku lain, seperti filsafat dan logika, termasuk
karya Aristoteles :Categoris, Hermeneutica, Analityca Posterior serta karya
Porphyrius :Isagoge.[8]
d. Kemunduran Dinasti Umayyah
Selama berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, penguasa Bani Umayah, sejak Umayah
berkuasa harus diakui telah banyak memberikan sesuatu yang berarti bagi Islam. Tetapi,
kekuasaan yang dibangun dengan cara-cara yang keras dan kasar seperti yang dilakukan oleh
Mu’awiyah seperti pasa saat ia merebut kekkuasaan, dan ditambah lagi dengan pola suksesi
yang bersifat keluargaan telah memunculkan perlawanan yang keras dari lawan-lawan politik
Bani Umaya. Sejak sepeninggal Hisyam ibnu Abd Malik, khalifah-khalifah Bani Umayah
terus mengalami melemah, bukan hanya moral tetap juga lemah dalam kekuataan politik.
Kelemahn ini tentu saja terus dimanfaatkan dengan baik oleh musuh-musuh Bani Umayah
untuk dihancurkan, dan segera diganti.
Beberapa faktor yang menjadi akar melemah dan hancurnya Bani Umayah, antara lain :
1. System suksesi khalifah dengan cara dinatian bukan tradisi Arab dan lebih mengandalkan
aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas, sehingga menimbulkan menimbulkan persaingan
yang keras di kalangan anggota keluarga.
2. Latar belakang terbentuknya Bani Umayah tidak terlepas dari konflik politik yang terjadi di
masa Ali. Ktbu Ali (Syi’ah) dan kubu khawarij yang masih tersisa, terus menjadi oposisi dan
melakukan perlawanan terhadap Bani Umayah, baik dengan terang-terangan maupun dengan
cara sembunyi-sembunyi. Penumpasan terhadap kelompok-kelompok ini, banyak menyedot
kekuatan pemerintah Bani Umayah.
3. Pada masa Bani Umayah pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan
Arabia Selatan (Bani Kalb) terus menruncing. Konflik ini membuat penguasa Bani Umayah
merasa kesulitan dalam menggalang persatuan dan kesatuan.
4. Faktor lemahnya Bani Umayah juga akibat sikap hidup mewah orang-orang di lingkungan
istana, sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kekuasaan.
Kemudian, banyak para agamawan yang kecewa dengan penguasa Bani Umayah karena
penguasa ini sudah tidak memperhatikan pengembangan agama.
5. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd Thalib yang
mendapatkan dukungan dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum Mawali.[9]
Akhir kehancuran Dinasti Umayah, dimulai oleh pembunuhan terhadap khalifah Marwan
yang dilakukan oleh Abul Abbas as-Shaffah, setelah itu ia menjadi khalifah dalam kekuasaan
umata Islam. Kemudian kelompok Abul Abbas, beralih menghancurkan Yazid bin Umar bin
Hubairah, yang merupakan benteng terakhir kekuasaan dinasti Umayah.[10] Jadi, hancurnya
dua kekuayaan Umayah ini, menjadi akhir dari kiprah bani Umayah dalam sejarah kekuasan
Islam.
B. DINASTI ABBASIYAH
a. Asal-usul Dinasti Bani AbbasiyahKhilafah Bani Abbasyiyah adalah penerus tongkat estafet perjuangan Islam dari khilafah
bani Umayyah yang berhasil mereka gulingkan pada tahun 750 M. Akar munculnya khilafah
ini dimulai dari tindakan propaganda Abbasiyah yang dimotori oleh Ibrahim (orang Bani
Abbas/saudara Saffah) yang mendapat dukungan dari pemuka khurasan bernama Abu
Muslim. Ditambah lagi kekuatan oposisi yang semakin solid serta pemegang kursi
pemerintahan bani Umayyah semakin melemah. Dari tindakan propaganda ini akhirnya
memunculkan perselisihan seru antara bani Umayyah dan bani Abbasiyah yang diakhiri
dengan jatuhnya kekuasaan Bani Umayyah.
Dinasti Abbasiyah muncul juga tidak bisa dilepaskan dari bantuan orang-orang Persia
yang merasa bosan terhadap bani Umayyah di dalam sosial, politik dan administrasi. Orang-
orang Persia percaya kepada hak agung raja-raja (yang berasal dari Tuhan). Kekhalifahan
menurut mereka merupakan kekuasaan dari Allah. Hal ini nampak jelas dalam ucapan al-
Manshur yang menyatakan:“Innamaa Anaa Sulthaanullah fii Ardlihii” (sesungguhnya saya
adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya). Dengan demikian, konsep khilafah dalam
pandangannya merupakan mandat langsung dari Allah bukan dari rakyat. Sistem
kekhalifahan semacam ini sangat berbeda dengan sistem kekhalifahan pada masa Khulafaur
Rasyidun dimana kekhalifahan mereka berasal dari rakyat.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah dari
keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad S.A.W.
b. Sistem Pergantian Kholifah
Sistem pemerintahan yang diterapkan bani Abbasiyah masih sama dengan pendahulunya,
bani Umayyah dengan sistem kekuasaan absolutisme. Mereka mengangkat dan
mengumumkan seorang atau dua orang putra mahkota atau saudaranya sendiri untuk terus
mempertahankan kepemerintahan. Kebijakan menerapakan sistem seperti ini tentu saja
menimbulkan kecemburuan dan kebencian diantara sesama keluarga. Sebagai contoh, tatkala
al-Manshur naik tahta, dia mengumumkan Mahdi sebagai putra mahkota pertama dan
menunjuk Isa ibn Musa, kemenakannya sebagai putra mahkota kedua. Saat itu juga al-
Manshur mengasingkan Isa sama sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah pertama al-
Shaffah.
Seluruh anggota keluarga Abbas dan pemimpin umat Islam mengangkat Abdullah al-
Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas sebagai khalifah mereka yang
pertama walaupun masih ada Abu Ja’far (al-Manshur) yang nantinya akan menjadi khalifah
yang kedua. Kekhalifahan bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang sangat
panjang dan pada periode pertama (750 – 848 M) tercatat kurang lebih 10 khalifah yang
memimpin dengan silsilah keturunan sebagai berikut :
NO
NAMA MASA BERKUASA
1. Saffah ibn Muhammad (132 H/750 M)
2. Abu Ja’far al-Manshur ibn Muhammad (136 H/754 M)
3. Mahdi ibn al-Manshur (158 H/775 M)
4. Hadi ibn Mahdi (169 H/785M)
5. Harun al-Rasyid ibn Mahdi (170 H/786M)
6. Amin ibn Harun (193 H/804 M)
7. Ma’mun ibn Harun (198 H/813 M)
8. Mu’tashim ibn Harun (218 H/833 M)
9. Watsiq ibn Mu’tashim (227 H/842 M)
10. Mutawakkil ibn Mu’tashim (232 H/848 M)
Dalam perkembangannya, di bawah khalifah Saffah, ibu kota negara berada di kota Anbar
dekat kufah dengan istana yang diberi nama al-Hasyimiyah. Namun demi menjaga stabilitas
negara yang baru berdiri itu akhirnya pada tahun 762 M al-Manshur memindahkan ibu kota
negara ke Baghdad dengan istana al-Hasyimiyah II. Dengan demikian, pusat pemerintahan
daulah Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia.
Diantara langkah-langkah yang diambil al-Manshur dalam menertibkan pemerintahannya
antara lain :
1. Mengangkat pejabat di lembaga ekskutif dan yudikatif.
2. Mengangkat wazir (menteri) sebagai koordinator departemen. Dan wazir pertama yang
diangkatnya adalah Khalid ibn Barmak berasal dari kota Balkh Persia
3. Mengangkat sekretaris negara dan kepolisian negara dan membenahi angkatan bersenjata
4. Memaksimalkan peranan kantor pos. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah
laku gubernur setempat kepada khalifah.
5. Berdamai dengan kaisar Constantine V, dan selama gencatan senjata, Bizantium membayar
upeti tahunan.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan oleh Shaffah dan al-Manshur,
maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada beberapa khalifah sesudahnya.
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai klimaks kesuksesan adalah pada masa pemerintahan
khalifah Harun al-Rasyid dan puteranya al-Ma’mun.
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan
politik yang ada, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi
lima periode dengan karakteristik yang berbeda-beda pula :
1. Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama
2. Periode kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama
3. Periode ketiga, (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode keempat, (447 H/1055 M – 590 H/1194 M) masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk
dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki
kedua.
5. Periode kelima, (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.
c.Keberhasilan Yang Dicapai
Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a). Bidang Material :
Pada zaman al-Mahdi, sebenarnya perekonomian sudah mulai menggeliat dengan
peningkatan di sektor pertanian, melaluai irigasi dan peningkatan hasil pertambangan.
Diantara prestasi-prestasi yang berhasil diraih al-Mahdi antara lain:
1. Dia membangun gedung-gedung sepanjang jalan menuju Makkah.
2. Masjid Agung di Madinah diperbesar tetapi menghapus nama khalifah bani Umayyah, Walid
dari dinding masjid itu dan mengganti dengan namanya.
3. Membangun tempat pelayanan pos antara Makkah dan Madinah kemudian Yaman yang
berfungsi sebagai tempat pembayaran ongkos perjalanan tiap mil.
4. Membuat benteng di beberapa kota khususnya Rusafa di bagian Baghdad Timur
Popularitas daulah bani Abbasiyah mencapai puncak peradaban dan kemakmurannya di
zaman Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang
banyak, dimanfaatkan Harun untuk keperluan sosial. Istana-istana besar, rumah sakit,
lembaga pendidikan, dokter dan farmasi didirikan. Bahkan menurut sebagian ahli sejarah
menyatakan bahwa sebenarnya Harun ingin menggabungkan laut tengah dengan laut merah.
Namun Yahya ibn Khalid (dari keluarga barmak) tidak menyetujui gagsan itu. Pada masa al-
Ma’mun menjadi khalifah, ia banyak mendirikan sekolah-sekolah. Salah satu karya
terbesarnya adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi
sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang sangat besar.
Baghdad, kota kuno yang didirikan oleh orang-orang Persia, merupakan tempat
perdagangan yang kerap kali dikunjungi oleh pedagang dari India dan Cina. Para Insinyur,
tukang batu, dan para pekerja tangan didatangkan dari Syiria, Bashra, Kufa untuk membantu
didalam memperindah kota. Bahkan di daerah pinggir kota ini sudah terbagi menjadi empat
bagian pemukiman yang masing-masing mempunyai seorang pemimpin yang dipercaya
untuk mendirikan pasar di pemukimannya. Demikianlah di zaman Abbasiyah pertama.
Baghdad menjadi kota terpenting di dunia sebagai sentral perdagangan, ilmu pengetahuan
dan kesenian. Masjid-masjid dan bangunan-bangunan lain semakin bertambah banyak dan
menjadi hal menarik dalam kesenian muslim.
a). Bidang Imaterial :
Kemajuan yang dicapai dinasti Abbasiyah mencakup ilmu agama, filsafat dan sain (Harun
Nasution, 2001:65-69). Ilmu agama yang dikembangkan pada masa ini mencakup:
a. Ilmu Hadits
Tokohnya: Al-Bukhori dengan kitabnya al-Jam’i al-Shahih dan Tarikh al-Kabir, Muslim
dengan kitabnya Shahih Muslim, Ibnu Majjah, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i.
b. Ilmu Tafsir
Tokohnya: Ibnu Jarir Ath Thabari dengan karyanya Jami al-Bayan fi Tafsir al- Qur’an
sebagai pegangan pokok bagi mufassir hingga sekarang, Abu Muslim Muhammad Ibn Bahar
al-Ashfahani dengan tafsirnya Jami’ut Ta’wil, Ar-Razy dengan tafsirnya Al-Muqthathaf.
c. Ilmu Fiqih
Tokohnya: Abu Hanifah dengan kitabnya Musnad al-Imam al-A’dhom atau Fiqh al-Akbar,
Malik dengan kitabnya al-Muwatha’, Syafi’i dengan kitabnya al-Um dan al-Fiqh al-Akbar fi
al-Tauhid, dan Ibn Hambal dengan kitabnya al-Musnad.
d. Ilmu Tasawuf atau Mistisisme Islam
Tokohnya: Abu Bakr Muhammad al-Kalabadi dengan karyanya al-Ta’arruf li Mazhab Ahl al-
Tasawuf, Abu Nasr as-Sarraj al-Tusi dengan karyanya al-Luma’, Abu Hamid al-Ghazali
dengan karyanya Ihya ‘Ulum al-Din, dan Abu Qasim Abd al-Karim al- Qusyairi dengan
karyanya Maqamat. Tokoh lainnya, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husain Ibn
Mansur al-Hallaj, dsb.
e. Ilmu Kalam atau Theologi
Tokohnya seperti Washil bin Atha’, Ibn al-Huzail, al-Allaf, dll dari golongan Mu’tazilah,
Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi dari ahli sunnah.
f. Ilmu Tarikh atau Sejarah
Tokohnya: Ibn Hisyam (abad VIII), Ibn Sa’d (abad IX), dll.
g. Ilmu Sastra
Tokohnya: Abu al-Farraj al-Isfahani dengan karyanya Kitab al-Aghani, al-Jasyiari dengan
karyanya Alfu Lailah wa Lailah di pertengahan abad X. h. Ilmu agama lainnya seperti ilmu
al-Qori’ah, ilmu Bahasa, dan Tata Bahasa. Di antara ilmu yang menarik pada masa dinasti
Abbasiyah adalah Filsafat. Ilmu ini berasal dari Yunani kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab, bahkan juga buku-buku yang berasal dari Persia maupun Spanyol. Dari gerakan
ini muncul para filosof Islam, seperti:
a. Al-Kindi (185-260 H/801-873 M)
Al-Kindi lahir di Kufah, karyanya sekitar 270 buah yang dikelompokkan oleh ibn Nadim dan
al-Qifti menjadi 17, yaitu: filsafat, logika, ilmu hitung, globular, musik, astronomi, geometri,
sperikal, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik,240 meteorology, dimensi, benda-
benda pertama, dan spesies tertentu logam dan kimia.
b. Al-Razi (251-313 H/865-925 M)
Nama latinnya adalah Rhazes, lahir di Rayy dekat Teheran. Buku-buku filsafatnya antara
lain: Al-Tibb al-Ruhani, Al-shirat al-Falsafiyyah, Amarat Iqbal al-Daulah, Kitab al-
Ladzdzah, Kitab al-Ilm al-Ilahi, dll.
c. Al-Farabi (258-339 H/870-950 M)
Di Barat dikenal dengan nama Alpharbiu, lahir di Wasij (suatu desa di Farab/ Transoxania).
Selain seorang filosof, ia juga ahli dalam bidang logika, matematika, dan pengobatan. Dalam
bidang fisika, ia menulis kitab al-Musiqa. Di antara karyanya adalah: al-Tanbih ‘ala Sabil al-
Sa’adat, Ihsha al-Ulum, al-Jam’ bayn Ra’y al-Hakimayn, Fushush al-Hikam, dll.
d. Ibn Sina (370-428 H/980-1037 M)
Nama latin Ibn Sina adalah Avicenna, lahir di Afsyana (dekat Bukhara). Selain ahli filsafat
dan kedokteran, beliau juga memiliki karya dalam bidang logika, matematika, astronomi,
fisika, mineralogy, ekonomi, dan politik. Karyanya antara lain: Kitab al-Syifa, Kitab al-
Nadjat, Al-Isyarat wat-Tanbihat, Al-Hikmat al-Masyriqiyyah, dll.
e. Al-Ghazali (455-507H/1059-1111 M)
Beliau bergelar hujjatul Islam, lahir di Ghazaleh dekat Tus di Khurasan. Karyanya antara
lain: Al-Munqidz min ad-Dlalal, Tahafut al-Falasifah, Ihya Ulumuddin, Qawaid al-‘Aqaid,
Misykat al-Anwar, dll.
f. Ibn Rusyd (520-595 H/1126-1198 M)
Di Barat namanya Averroes, lahir di Cordova. Bukunya yang terpenting ada empat: Bidayatul
Mujtahid, Faslul Maqal fi ma baina al-Hikmati was Syari’at min al- Ittisal, Manahij al-
Adillah fi Aqaidi Ahl al-Millah, dan Tahafut at-Tahafut.
g. Ibn Bajjah (w. 533 H/1138 M)
Beliau lahir di Saragossa dan karyanya berupa risalah antara lain: Al-Ittisal, al- Wada’,
Tadbir al-Mutawahhid, dll.
h. Ibn Tufail (506-581 H/1110-1185 M)
Beliau lahir di Granada. Karangannya tentang filsafat, fisika, metafisika, kejiwaan dan
sebagainya tidak sampai kepada kita kecuali satu yaitu risalah Hay bin Yaqzhan.
Kemajuan sains pada masa dinasti Abbasiyah didukung oleh Science Policy, yakni antara
lain dengan didirikannya akademi, sekolah dan observatorium (lembaga ilmiah yang
melakukan penelitian dan pengajarannya sekaligus) di samping perpustakaan. Dengan
kebijakan tersebut menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan, seperti:
a. Kedokteran
Tokohnya: Al-Razi dengan karyanya al-Hawi, Ibn Sina dengan karyanya al-Qanun fi al-Tibb
(Canon of Medicine) dan Materia Medica yang memuat 760 obat-obatan.
b. Ilmu Kimia
Tokohnya: Jabir Ibn Hayyan yang berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga
dapat diubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui cara
membuat asam belerang, asam sendawa, dan aqua regia yang dapat menghancurkan emas dan
perak.Ia juga memperbaiki teori aristoteles mengenai campuran logam.241
c. Astronomi
Tokohnya: Al-Biruni dengan kitabnya al-Hind dan al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’a wa al-
Nujum, Nasiruddin Tusi menyusun tabel astronomi Ilkanian, Ibn Yunus membuat perbaikan
tabel astronomi dan Hakemite Tables, Moh. Targai Ulugh Begh (cucu Timur Lenk)
menyusun kitab al-Zij al-Sulthani al-Jadid yang berisi 1018 bintang.
d. Matematika
Tokohnya yang populer adalah al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 (aljabar) pada abad
IX. Angka 1-9 berasal dari angka-angka Hindu di India.
e. Optik
Tokohnya adalah Ali al-Hasan ibnul Haitsam yang dikenal Alhazen, menulis sebuah buku
besar tentang optic “Optical Thesaurus”, mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy. Ia juga
mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran, dan inversi dari bayangan.
f. Fisika
Tokohnya Abdul Rahman al-Khazini, menulis kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom)
tahun 1121 M.
g. Geografi
Tokohnya: Zamakhsyari (w.1144) seorang Persia, menulis kitabul Amkina wal Jibal wal
Miyah (The Book of Places, Mountains and Waters), Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The
Persian Book of Places) tahun 1228, Al-Qazwini menulis Aja’ib al-Buldan (The Wonders of
Lands), dll.
h. Sains lainnya
Seperti Botani (Abd Latif), Antidote/penawar racun (Ibn Sarabi), Trigonometri (Jabir ibn
Aflah), dan Musik (Nasiruddin Tusi, Qutubuddin, Asy- Syirazi, dan Safiuddin).
d. Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Setelah kekuasaan bani Seljuk berakhir, khalifah bani Abbasiyah berkuasa kembali dan
titak lagi berada di bawah pengaruh satu dinasti tertentu. Namun demikian, banyak dinasti-
dinasti kecil Islam yang independent. Wilayah kekuasaan bani Abbasiyah menyempit di
Baghdad dan sekitarnya yang menunjukkan pada kelemahan politik mereka. Keadaan ini
dibaca oleh tentara Mongol dan Tartar untuk menyerang Baghdad yang akhirnaya bisa
mereka kuasai.
Masa kemunduran bani Abbasiyah sebenarnya sudah dimulai sejak periode kedua. Namun
karena khalifah yang berkuasa sangat kuat, benih kehancuran dinasti ini masih belum sempat
berkembang. Dalam sejarah kekuasaan bani Abbasiyah terlihat bahwa apabila khalifah yang
berkuasa kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil yang hanya
mendapatkan bayaran, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda
pemerintahan sepenuhnya. Di samping kelemahan khalifah yang menjadi penyebab
kemunduran, ada beberapa faktor lain yang menjadi sebab kemunduran khilafah bani
Abbasiyah, antara lain:
1. Persaingan Antar Bangsa
Dalam berdirinya khilafah bani Abbasiyah, mereka lebih memilih bersekutu dengan
bangsa Persia dari pada bangsa Arab. Persekutuan ini disebabkan karena mereka sama-sama
tertindas selama bani Umayyah berkuasa. Di sisi lain, bangsa Arab beranggapan bahwa
mereka lebih istimewa dibandingkan dengan bangsa non Arab di dunia Islam. Pada waktu itu
tidak ada kesadaran untuk merajut elemen-elemen yang beraneka ragam tersebut dengan
kuat. Akibatnya yang muncul adalah fanatisme kearaban dan fanatisme antar bangsa. Setelah
al-Mutawakkil naik tahta, dominasi Turki dalam kepemerintahan tak terbendung lagi. Sejak
itu kekuasaan khilafah bani Abbasiyah sebenarnya sudah berakhir berganti ke tangan orang-
orang Turki, bani Buwaih, dan bani Seljuk.
2. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah bani Abbasiyah juga mengalami kemunduran dalam bidang ekonomi bersamaan
dengan kemunduran dalam bidang politik. Walaupu periode pertama terbilang sukses
perekonomiannya, namun memasuki periode kedua mengalami kemerosotan. Pendapatan
negara menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Hal ini disebabkan
menyempitkan wilayah kekuasaan mereka dan banyaknya kerusuhan yang mengganggu
perekonomian bangsa.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian semakin memburuk.
Sebaliknya, perekonomian yang buruk semakin memperlemah kondisi polotik dinasti
Abbasiayah, kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
3. Konflik Keagamaan
Pada periode pertama sudah bermunculan gerakan-gerakan keagamaan yang membuat
beberapa khalifah waktu itu merasa berang dan berusaha untuk memberantasnya. Al-Mahdi
bahkan mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang zindiq dan
melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah. Akan tetapi semua itu tidak
menghentikan kegiatan mereka. Konflik di antara merekapun bermunculan. Mulai dari
polemik tentang ajaran sampai pada konflik bersenjata yang menumpahkan darah diantara
kedua belah pihak.
Konflik keagamaan tidak terbatas antar muslim dan zindiq atau Sunni dengan Syi’ah,
melainkan juga antar aliran dalam Islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional, dituduh
sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam
oleh al-Ma’mun saat menjabat sebagai khalifah dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai
madzhab resmi dinasti Abbasiyah. Pada masa al-Mutawakkil, giliran golongan salaf yang
menjadi madzhab resmi, sementara Mu’tazilah dibatalkan.
4. Ancaman dari Luar
Setidaknya ada dua Faktor eksternal yang mempengaruhi kemunduran dinasti Abbasiyah.
Pertama, perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang yang menelan banyak
korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Begitu juga orang-
orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II mengeluarkan
seruan kepada umat Kristen Eropa supaya melakukan perang suci yang lebih dikenal dengan
sebutan perang Salib.
BAB III
KESIMPULAN PENUTUP
a. Kesimpulan
- Bani Umayyah
Bani Umayah merupakan salah satu dinasti Islam yang cukup masyhur seperti yang
penguasa-penguasa muslim yang lain. Bahkan pada masa ini, perubahan demi perubahan
dilakukan, setidaknya keberanian Bani Umayah untuk keluar dari tradisi Arab dalam masalah
pergantian kepemimpinan serta pemindahan pusat kekuasaan dari Jazirah Arab ke Damaskus
(luar jazirah Arab) menjadi bukti sederhana tentang dinamika yang terjadi pada masa Bani
Umayah berkuasa.
Tulisan di atas walaupun sangat singkat telah memberikan gambaran tentang pergulatan
kekuasan Bani Umayah dengan segala dinamikan yang terjadi selama berkuasa kurang lebih
90 tahun lamanya, di satu sisi telah menorehkan banyak catatan kemajuan bagi Islam, tetapi
pada sisi yang lain tidak juah beda dengan penguasa-penguasa sebelumnya, yaitu
ketidakmampuan dalam meminimalisir konflik politik, yang acapkali melahirkan berbagai
tragedi pertempuran di kalangan umat Islam.
Namun demikian, Bani Umayah tetaplah bagian penting dan menarik dalam sejarah umat
Islam yang harus terus dijadikan sebagai pengalaman sangat berharga, karena tidak semua
yang dilakukan Bani Umayah itu jelek, tetapi juga memiliki sisi penting yang harus ditiru
oleh umat Islam. Kekuasaan Bani Umayah yang hampir seabad lamanya dalam memimpin
umat Islam, tetaplah sebuah prestasi yang harus diapreasi secara kritis.
- Bani Abbasiyah
Masa kekuasaan bani Abbasiyah yang terbagi dalam lima periode terbilang cukup lama.
Dengan menerapkan sistem kekuasaan absolutisme, mereka telah menguasai dunia Islam
lebih dari 500 tahun. Pada saat itu pula masa kejayaan Islam direngkuh. Kemajuan yang
dicapai dalam bidang fisik, ilmu pengetahuan, poltik, ekonomi, dan banyaknya ilmuwan
Islam saat itu adalah bukti konkrit bahwa Islam mencapai puncak kejayaannya. Berbagai
peristiwa penting, seperti perluasan wilayah Islam ke berbagai daerah, juga beberapa
peperangan termasuk perang dengan Byzantium, Mongol, Tartar, penumpasan gerakan
Zindiq, dan perang Salib ikut mewarnai perjalanan kepemerintahan dinasti Abbasiyah.
Bila kita cermati, dalam sejarah kekuasaan bani Abbasiyah terlihat bahwa apabila
khalifah yang berkuasa kuat, maka kepemerintahan akan berjalan baik pula. Kekuasaan
sepenuhnya ada di tangan khalifah. Para menteri cenderung hanya berperan sebagai kepala
pegawai sipil. Tetapi jika yang menjabat sebagai khalifah lemah, mereka akan berkuasa
mengatur roda pemerintahan sepenuhnya. Bahkan dalam pengangkatan atau pemberhentian
khalifah mereka sendirilah yang menentukan.
Sistem kekuasaan absolutisme yang mereka jalankan, ditengarai menjadi salah satu
penyebab kemunduran dinasti Abbasiyah. Dengan sistem yang demikian, tidak mungkin
dipungkiri akan menimbulkan kecemburuan di kalangan keluarga mereka sendiri. Apalagi
dengan banyaknya kerusuhan, baik di kalangan umat Islam sendiri ataupun serangan-
serangan dari Negara lain adalah penyebab utama kehancuran dinasti Abbasiyah.
Penutup
Alhamdullilah, makalah ini terselesaikan dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Mudah-mudahan menjadi penumbuh ide atau isnpirasi kita bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Dr. Akbar S. Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Jakarta : Erlangga, 1992
Al-Mukhdhori, Muhammad Tarikh Tasyri’ al-Islami. Tempat dan penerbit tidak disebutkan,
1981
Gibb, H.A.R. Islam dalam Lintasan Sedjarah. Jakarta : Yayasan Franklin, 1953
Hassan, Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang
Khaeruman, Badri, Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Hadist Kontemporer. Bandung,
Rosda, 2004
Lewis, Bernard. The Crisis of Islam : Holy War and Unholy Terror, terj. Muhammad Hariri
Marzuki. Surabaya : Jawa Pos Press, 2004
Mughni, Syafiq A. Dinamika Intelektual Islam Pada Abad Kegelapan . Surabaya : LPAM,
2002
Sulaiman Schwartz, Stephen. Dua Wajah Islam : Modernisme vs Fundamentalisme dalam
Wacana Global, terj. Hodri Ariv. Jakarta : Balantika, 2007
Syalabi, Prof. Dr. A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta : Pustaka al-Husna, 2003
Yatim, M.A, Drs. Badri. Sejarah Peradaban Islam . Jakarta : PT. Grafindo Persada, 1998
[1] Islam pada awalnya berkembang di tengah-tengah orang Arab dan bangsa Semit lainnya, kemudian Islam berkembang di Iran, Kaukasus, orang kulit putih laut tengah, Slavia, Turki dan Tartar, Tinghwa, India, Indonesia, Banu dan Negro dari Afrika Barat. H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sedjarah (Jakarta, Yayasan Franklin, 1953),lm. 25
[2] Bernard Lewis, The Crisis of Islam : Holy War and Unholy Terror, terj. Muhammad Hariri Marzuki (Surabaya, Jawa Pos Press, 2004), hlm. 18
[3] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta : Pustaka al-Husna, 2003), hlm. 21[4] Ibid. hlm. 64[5] H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sejarah…t. hlm. 12[6] Drs. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 1998), hlm. 42[7] Drs. Badri Khaeruman, M.Ag, Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Kajian Hadst Kontemporer (Bandung, Rosda, 2004),
hlm. 39[8] C.A. Qadir, Filsafat Dan ilmu Pengetahuan dalam Islam (Jakarta, Pustaka Obor, 2002), hlm. 37[9] Badri Yatim, Otentisitas Hadist…. hlm. 48-49[10] Ibid. hlm. 44